pelacuran anak
TRANSCRIPT
Review
Jurnal Patologi dan Rehabilitasi Sosial
Misunderstanding on Child Prostitution and
Prostituted Children in MalaysiaTugas Ini Disusun untuk Memenuhi TugasMata Kuliah Psikodiagnostik: Observasi
Disusun oleh :Nama : Ariska Soraya
NIM : M2A007009
UNIVERSITAS DIPONEGOROFAKULTAS PSIKOLOGI
SEMARANG2009
Misunderstanding on Child Prostitution and
Prostituted
Children in Malaysia
Lukman Z.MSchool of Psychology and Human Development, Universiti Kebangsaan Malaysia
43600 UKM Bangi, Selangor, MalaysiaEuropean Journal of Social Sciences – Volume 9, Number 1 (2009)
A. Pengantar
Pelacuran anak-anak telah meenjadi perhatian umum bersamaan dengan itu topik
kekerasan pada anak menjadi salah satu topik dalam permasalahan sosial. Angka
pelacurn anak berkembang dari tahun-ketahun baik di negara maju ataupun
berkembang. Latar belaang dari berkembang pesatnya fenomena ini sebagian adalah
karena fator historis dan perkembangan negara tersebut, namun sebagian yang lain
adalah karena permasalahan sosioekonomi. PSK anak-anak adalah PSK yang berusia
dibawah 18 tahun.
Malaysia termasuk dalam peta wisata sex di asia tenggara. Beberapa paket liburan
di Malaysia yang dijula keluar negeri menggunakan sex sebagai strategi marketing
untuk menarik turis.
B. Pelacuran Anak
Perkiraan jumlah pelacur di Malaysia antara 43.000-142.000 sebagian besar
adalah wanita dan sebagian yang lain adalah anak-anak. Pada tahun 1986-1990 2.626
wanita di selamatkan dari berbagai temapat prostitusi seperti bar, salon, panti pijat dan
rumah bordil, dimana 50% diantaranya dibawah 18 tahun sisanya antara 18- 21 tahun.
Siswi sekolah yang terlibat dalam prostitusi mengajak teman-teman mereka dalam
bisnis ini.
C. Prespektif Sosial Pelacuran Anak
Semua bentuk prostitusi di Malaysia telah dianggap hal yang benar-benar rendah
di dalam masyarakat. Karena penolakan ini kegiatan prostitusi dilakukan secara
sembunyi-sembunyi dari masyarakat. Di Malaysia, prostitusi diakui sebagai isu
feminin dimana wanita menjual tubuhnya pada laki-laki untuk uang. Dan mereka
merupakan sampah masyarkat ang sangat direndahkan oleh masyarkat sendiri karena
menyalahi norma akan kefemininan. Inilah anggapan sebagian besar orang tentang
prostitusi. Prostitusi anak juga bukan merupakan fenomena baru di Malaysia. Tetapi,
masyrakat tidak benar-benar mengetahui dan memahaminya. Faktanya banyak pihak
yang menuntutnya walaupun pandangannya sangat kontradiktif. Masyarakat gagal
menyadari keberadaannya karena prostitusi anak terlihat tidak jauh berbeda dengan
prostitusi orang dewasa.
Seperti halnya prostitusi wanita dewasa, prostitusi anak-anak juga telah
disigmatisasikan, termarginalkan, dirkriminalisasikan dan dihinakan oleh masyarakat.
Seperti negara jajahan pada umumnya, wanita Malysia juga mengalami pelecehan
sexual oleh para prajurit koloni.
Penculikan dan penjualan wanita tak dipungkiri menyebabkan banyak kekerasan.
Daya pikat dan tipuan sering digunakan untuk menipu orang tua yang acuh dan
penculikan pada umumnya. Banyak korban traficking merasa bahwa mereka tidak
mempunyai pilihan lain, sejak mereka terjebak dalam bisnis sex dan/atau telah
dipengaruhi oleh germo.
Anak-anak yang menjadi pelacur kurang memiliki pengetahuan, kedewasaan dan
kepeduliaan, mereka tidak benar-benar mengerti resiko dari perbuatan mereka
termasuk resiko tertular HIV. Pendapat bias lain mengenai pelacuran anak adalah
mereka tidak memiliki ketrampilan apapun kecuali melacur. Padahal anak dibawah
umur seharusnya mendapatkan perlindungan dari berbagai kekerasan lingkungan
sekitarnya. Dengan memberi mereka pelatihan-pelatihan yang mampu meningkatkan
kemampuan mereka sehinga mereka dapat terhindar dari eksploitasi, ada juga yang
mengatakan bahwa pelacur secara individual adalah individu yang tidak bermoral.
Wanita yang kurang berpendidikan mengunakan prostitusi sebagai jalan yntuk
medapatkan uang dengan cara yang lebih mudah untuk mencapai gaya hidup yang
lebih tnggi. Tapi faktanya tidak hanya wanita dari pendidikan yang rendah yang
melakukan prostitusi, wanita dan kalangan ekonomi dan pendidikan yang cukup
tinggi juga terlibat dalam prostitusi.
Masyarakat memandang bahwa yang patut disalahkan dalam kegiatan prostitusi ini
adalah wanita atau anak-anak sebagai pelaku utama. Namun, mereka menutup mata
akan peran laki-laki dalam bisnis ini. Prositusi tidak akan pernah ada jika tidak ada
permintaan dari kaum pria. Buruknya kaum pria pengguna prostitusi jarang dihukum
secara sosial maupun perundangan-undangan, sedangkan kaum wanita dan anak-anak
yang melakukan hubungan sex dengan mereka telah mendapati stigma sosial.
Masyarakat seharusnya tidak hanya melihat siapa yang melakukan prostitusi namun
siapa dan apa yang membuat ereka terjun kedalamnya. Etika ita melihat dalam
prespektif moral maka kita akan gagal menjelaskan mengeani anak-anak sebagai
individu yang rentan dimana secara sexual, mental dan fisk mereka belum
berkembang sepenuhnya, dan ekslpoitasi terhadap diri merekalah yang merusak
perkembangannya.
Masyarakat harus memandang bahwa prostitusi bukanlah tempat yang baik bagi anak-
anak utuk tumbuh dan menikmati masa kecil mereka. Masyarakat harusnya melihat
bahwa anak-anak adalah korban dari bisnis sex ini dan melindungi mereka dari
kekerasan. Di masa depan kebayakan orang akan menganggap bahwa nak-anak yang
terlibat pelacuran bukanlah tanggung jawab mereka, hal ini karena pandangan mereka
yang salah mengenai anak-anak yang menjadi pelacur.ketidak pedulian ini merupakan
akibat masyarakat mengabaikan hal-hal detail seperti masalah tentang posisi sebagai
korban.
D. Pembahasan
Pelacuran anak merupakan sebuah pathologis social dimanapun itu. Malaysia
sebagai negara yang sebagian penduduknya adalah muslim pun juga mengalami
keadaan patologis ini. Namun yang disayangkan oleh penulis adalah langka-langkah
yang dilakukan masyarakat tidak efektif, hal ini berdasarkan pemahaman mereka akan
pelacuran anak itu sendiri. Menyamakan pelacur anak dengan pelacur wanita dewasa
merupakan kesalahan besar. Pada hakikatnya anak-anak harus dilindungi dari
berbagai macam kekerasan. Masyrakat harus lebih jelli melihat bahwa anak-anak
yang menjadi pelacur adalah korban. Seharusnya mereka diselamatkan. Mengingat
kasus penjualan anak ke rumah bordil yang jelas akan menghancurkan diri mereka
dan masyarakat sekitar. Penulis tidak mendukung adanya pelacuran anak, tapi lebih
kepada memanusiakan mereka karena bisa jadi mereka menjadi patologis karena
situasi atau lingkungan. jika mereka diselamatkan dari lingkungan dan keadaan
patoligis dapat membantu mereka terlindungi dari kekerasan.
Langkah tersebut diatas dapat diambil jika masyarakat dapat secara bijak
mengambil langkah-langkah preventif dan kuratif dalam menekan kasus ini, bukan
hanya menganggap mereka patollogis secara individual. Yang sering dilakukan oleh
masyarakat dalam menyingkapi hal-hal patologis adalah mereka hanya melihatnya
dari perspektif moral tanpa melihat lebih jauh apa dan mengapa hal ini bisa terjadi.
Sehingga pelacur anak ini tidak disamakan dengan pelacur orang dewasa pada
umumnya. Tidak dihinakan dan dimarginalkan,mengingat mereka masih belum
dewasa dan kurang memiliki pengetahuan dalam hal tersebut.