pelestarian koleksi naskah kuno perpustakaan bayt...
TRANSCRIPT
PELESTARIAN KOLEKSI NASKAH KUNO PERPUSTAKAAN
BAYT ALQUR’AN DAN MUSEUM ISTIQLAL JAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan (S.IP)
Oleh:
WAHYUDIN
NIM: 1110025100049
PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1439 H/2018
i
ABSTRAK
Wahyudin. (1111025100049). Pelestarian Koleksi Naskah Kuno Perpustakaan
Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal. Skripsi. Di bawah bimbingan Pungki
Purnomo, MLIS. Jakarta: Program Studi Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab
dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2018.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui proses pelestarian, kendala dan cara
mengatasi kendala pelestarian koleksi Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum
Istiqlal. Jenis Penelitian yang digunakan adalah kualitatif menggunakan metode
deskriptif. Teknik pengumpulan data dengan observasi dan wawancara. Teknik
pengolahan data dengan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian diketahui bahwa proses pelestarian yang dilakukan ada 2 yaitu
pemeliharaan fisik naskah kuno dan pemeliharaan non fisik (teks dalam naskah).
Ada lima (5) kendala yang menghambat proses pelestarian koleksi naskah kuno di
perpustakaan BQMI antara lain belum memiliki kebijakan tertulis, kompetensi
SDM yang tidak sesuai, fasilitas kurang memadai, anggaran yang minim, dan
faktor-faktor yang merusak naskah kuno. Cara mengatasi kendala tersebut adalah
melakukan kerjasama pelestarian dengan Perpustakaan Nasional RI dan
konservator dari Balai Konservasi. Untuk menunjang kualitas kompetensi
SDMnya dilakukan diklat setiap tahun. Pemeliharaan rutin dilakukan perawatan
sederhana oleh staff yang ada dengan pembersihan naskah secara berkala,
pemberian silica gel pada tempat penyimpanan naskah, pengaturan suhu ruang
dan pendigitalisasian naskah. Terkait anggaran yang minim maka dalam hal
pelestarian menyesuaikan dengan kebutuhan yang sangat diprioritaskan.
Kata kunci: naskah kuno, perpustakaan khusus, proses pelestarian naskah kuno,
kendala pelestarian naskah kuno, cara mengatasi kendala, Bayt Al-Qur’an dan
Museum Istiqlal.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum Wr.Wb
Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt, yang telah
memberikan kekuatan iman dan Islam, taufiq, hidayah serta inayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa
tercurahkan kepada Sayyidina Nabi besar Muhammad Saw, yang telah
memimpin, membimbing dan memberikan fatwa kepada seluruh umatnya hingga
akhir zaman.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan
skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan tepat pada waktunya tanpa bantuan,
bimbingan, serta dorongan dari beberapa pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan
kali ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu terwujudnya penulisan skripsi ini, diantaranya kepada:
1. Prof.Dr.Sukron Kamil, M.Ag selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Pungki Purnomo, MLIS, selaku Ketua Jurusan Ilmu Perpustakaan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dan pembimbing skripsi yang begitu baik dan
sabar mencurahkan ilmunya dan bersedia meluangkan waktunya untuk
membimbing penulis sampai terselesaikannya skripsi ini.
3. Mukmin Suprayogi, MSi, selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Perpustakaan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Syaifuddin, MA.Hum selaku Kepala Seksi Koleksi dan Pameran yang
telah bersedia menjadi informan dan meluangkan waktunya untuk
memeberikan informasi kepada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini
5. Ida Fitriani, M.Hum, selaku Staf Pengembang Koleksi Museum yang telah
bersedia memberikan waktu luang untuk menjadi informan sekaligus
pembimbing penulis dalam penelitian dilapangan hingga terselesaikannya
skripsi ini
6. Segenap staff Lembaga Pentashihan Mushaf Al-Qur'an Jakarta khususnya
Bidang III: Bayt Al-Qur'an dan Dokumentasi yang telah memberikan
kesempatan untuk melakukan penelitian di Lembaga Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Qur'an Jakarta khususnya di Bayt Al-Qur’an dan Museum
Istiqlal
7. Seluruh dosen Fakultas Adab dan Humaniora, terlebih kepada dosen
Jurusan Ilmpu Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan segala ilmunya kepada penulis
iii
8. Kepada orangtuaku, Bapak Naji dan Ibu Rimi yang selalu melimpahkan
kasih sayangnya dan tidak pernah bosan memberikan nasehat, dukungan
moril dan materiilnya demi keberhasilan penulis.
9. Sahabat-Sahabat terbaikku, Al-Maliki, Aulia Urrohman, M.Rizki Arif,
Eko Raharjo, Bintang Bella A, Sobri, Wildan, Syarif. Sasmita Anggraini
terimakasih atas motivasi,semangat dan waktu luangnya yang dengan
ikhlas mengantarkan penulis mulai dari bimbingan, penelitian, hingga
sampai terselesaikannya skripsi ini
10. Seluruh teman-teman Jurusan Ilmu Perpustakaan angkatan 2011, terlebih
IPI B dan KKN Pena UIN Syarif Hidayatullah terimakasih atas canda tawa
kalian
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih
jauh dari kata sempurna. Hal ini karena adanya keterbatasan dari penulis. Penulis
berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat dan wawasan bagi para
pembacanya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Jakarta, 13 Juli 2018
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 6
D. Definisi Istilah ..................................................................................... 7
E. Sistematika Penulisan ........................................................................ 10
BAB II TINJAUAN LITERATUR
A. Perpustakaan Khusus ......................................................................... 12
1. Definisi Perpustakaan Khusus ..................................................... 12
2. Tujuan, Fungsi, dan Tugas Perpustakaan Khusus ....................... 14
B. Naskah Kuno ..................................................................................... 15
1. Pengertian Naskah Kuno ............................................................. 15
C. Pelestarian Koleksi Naskah Kuno (Manuskrip) ................................ 17
1. Tujuan dan Fungsi Pelestarian Naskah Kuno .............................. 19
2. Unsur-Unsur Pelestarian Naskah Kuno ....................................... 20
3. Faktor-Faktor Kerusakan Naskah Kuno ...................................... 22
4. Upaya Penyimpanan dan Pencegahan Faktor-Faktor Perusak Koleksi
Naskah Kuno ................................................................................ 27
5. Pemeliharaan Naskah-Naskah Kuno ........................................... 38
6. Kendala-Kendala Dalam Pelestarian Koleksi Naskah Kuno atau
Manuskrip .................................................................................... 47
D. Penelitian Relevan ............................................................................. 48
v
BAB III METODE PENELITIAN
1. Jenis Pendekatan Penelitian ............................................................... 51
2. Sumber Data ...................................................................................... 52
3. Informan ............................................................................................ 52
4. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 54
5. Teknik Analisis Data ......................................................................... 55
6. Jadwal Penelitian ............................................................................... 56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Objek Penelitian Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum
Istiqlal (BQMI) ................................................................................. 57
1. Sejarah Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal (BQMI) .............. 57
2. Dasar dan Tujuan ......................................................................... 62
3. Visi dan Misi................................................................................ 63
4. Personalia ..................................................................................... 63
5. Struktur Organisasi ..................................................................... 65
6. Koleksi ......................................................................................... 66
7. Jam Layanan ................................................................................ 67
8. Fasilitas Pendukung Pelestarian Koleksi Naskah Kuno BQMI ... 67
9. Fasilitas Pendukung Layanan ..................................................... 67
B. Hasil Penelitian
1. Proses Pelestarian Koleksi Naskah Kuno Perpustakaan Bayt Al-
Qur’an .......................................................................................... 68
2. Kendala Pelestarian Koleksi Naskah Kuno Perpustakaan Bayt Al-
Qur’an .......................................................................................... 73
3. Cara Mengatasi Kendala Pelestarian Koleksi Naskah Kuno
Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal .................... 77
C. Pembahasan
1. Proses Pelestarian Koleksi Naskah Kuno Perpustakaan Bayt Al-
Qur’an .......................................................................................... 83
vi
2. Kendala Pelestarian Koleksi Naskah Kuno Perpustakaan Bayt Al-
Qur’an dan Museum Istiqlal ........................................................ 87
3. Cara Mengatasi Kendala Pelestarian Koleksi Naskah Kuno
Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal .................... 91
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 97
B. Saran ................................................................................................. 99
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 101
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BIODATA PENULIS
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Data Informan ............................................................................... 53
Tabel 2 Jadwal Penelitian ........................................................................... 56
Tabel 3 Nama-Nama Kepala Lajnah Dari Masa Ke Masa ......................... 59
Tabel 4 Jumlah SDM/Staff Bayt Al-Qur’an dan Dokumentasi .................. 64
Tabel 5 Jam Layanan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal....................... 67
Tabel 6 Daftar Deskripsi Mushaf Kuno ...................................................... 71
Tabel 7 Pola Penyusunan Katalog ............................................................... 73
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Matriks Kerangka Konseptual Pelestarian Naskah Kuno. ............ 57
Gambar 2 Struktur Organisasi Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an ......... 66
Gambar 3 Deskripsi Mushaf Kuno ................................................................ 72
Gambar 4 Katalog Naskah Kuno .................................................................... 73
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Naskah kuno atau manuskrip Nusantara merupakan salah satu kekayaan
budaya bangsa Indonesia yang belum banyak mendapat perhatian dari
masyarakat pada umumnya.1 Sedikit sekali saat ini masyarakat yang peduli
dengan arti pentingnya peninggalan sejarah seperti naskah kuno, mungkin
hanya sebagian kalangan intelektual yang sadar dan peduli akan hal ini,
sehingga tidak diherankan bahwa semakin lama keberadaan naskah kuno dapat
punah ditelan masa dan usia.
Bersumber dari permasalahan tersebut dibutuhkan peran perseorangan,
lembaga, atau komunitas yang mau peduli dan ikut melestarikan naskah kuno
atau manuskrip tersebut. Salah satu contohnya misal peran museum atau
perpustakaan yang mana peran perpustakaan sebagai sarana informasi dengan
bertugas untuk mengadakan, mengelola, menyediakan, dan melestarikan
koleksi agar dapat di manfaatkan oleh pemustaka secara efektif dan efisien.
Koleksi yang dimaksud adalah bermacam-macam koleksi semisal
jurnal,majalah, ataupun naskah kuno. Dalam hal ini, pembahasan yang perlu
diperhatikan adalah peran perpustakaan dalam ikut serta melestarikan naskah
kuno.
1 Nasrullah Nurdin, “ Merawat Naskah Kuno”, Majalah Ilitbangdiklat, Edisi No.3, 2015,
hal.56
2
Pelestarian merupakan upaya untuk menyimpan suatu kandungan
informasi dari koleksi di perpustakaan dalam bentuk aslinya dan
mengusahakan agar koleksi yang sedang dikerjakan tidak cepat mengalami
kerusakan yang cukup fatal.2 Sama halnya dengan naskah kuno, naskah kuno
yang merupakan semua dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tidak
diperbanyak ,yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun, dan yang
mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional,sejarah, dan ilmu
pengetahauan3, haruslah mendapat perhatian khusus dalam segi pelestarian
karena ditinjau dari pengertian diatas naskah kuno juga merupakan salah satu
dari beberapa peninggalan cagar budaya yang sangat rentan sehingga rawan
dengan kerusakan dan kemungkinan hanya satu-satunya naskah yang asli dan
tidak bisa di publikasikan atau di duplikat supaya tidak bisa di komersilkan,
sedangkan institusi atau lembaga (perpustakaan) tugasnya merawat dan
melestarikan bentuk dan isi kandungan informasinya.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelestarian koleksi
naskah kuno maupun koleksi lainnya, yaitu melestarikan bentuk fisik suatu
dokumen dan melestarikan isi kandungan informasi dengan mengalih
mediakan ke dalam bentuk digital. Menyimpan dan memelihara harus
dilakukan dalam kondisi yang sangat baik, dikarenakan hal ini merupakan
syarat terpenting untuk melakukan pencegahan kerusakan koleksi.4
2 Karmidi Martoadmodjo. Pelestarian Bahan Pustaka. (Jakarta: Universitas Terbuka,
1993), h. 10
3 Adin Bondar.”Kontekstual Pelestarian Naskah Kuno/Manuskrip dalam Menggali Kearifan
Lokal Sebagai Social Capital Membangun Bangsa:Sebuah Tinjauan UU No.43/2007 Tentang
Perpustakaan”. Media Pustakawan, Vol.15, No.3, Desember (2008), h.20
4 Muhammadin Razak. Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip (Jakarta: Yayasan Ford oleh
Program Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip, 1992), h. 1.
3
Adapun beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan koleksi baik naskah
kuno maupun lainnya diantaranya adalah tempat penyimpanan, bahan dasar
koleksi itu sendiri, serta faktor lainnya misalnya jamur, hewan, serta manusia.
Kerusakan juga bisa disebabkan dengan sekala besar bila terjadi bencana alam
misalnya banjir, gempa bumi dan lain-lain.
Dengan demikian pelestarian sangat penting di setiap perpustakaan
dikarenakan pelestarian sangat berpengaruh untuk memperpanjang usia koleksi
agar bisa digunakan lebih lama bagi para pemustaka. Terkait hal ini naskah
kuno merupakan koleksi dengan nilai yang sangat tinggi karena sangat sulit di
peroleh sehingga perpustakaan diharapkan dapat menjaga agar koleksi naskah
kuno lebih awet dan terjaga keasliannya sehingga masih bisa diperlihatkan,di
perkenalkan dan di pergunakan bagi pemustaka dalam jangka waktu yang
panjang.
Tugas pemeliharaan, perawatan dan pelestarian koleksi naskah kuno
bukanlah perkara mudah karena diperlukan keahlian dan keterampilan khusus
untuk melestarikan koleksi naskah tersebut. Mengenai pelestarian naskah kuno
ini, ada dua undang-undang yang dapat dijadikan sebagai payung hukum, yakni
UU No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan UU No.43 Tahun 2007
tentang perpustakaan, khususnya pada bagian naskah kuno. Dan juga satu
kebijakan yang dapat dirujuk yaitu Rencana Strategi (Renstra) Kementerian
Agama RI Tahun 2010-2014.5
Terkait dengan pelestarian naskah kuno, diketahui bahwa Indonesia telah
dikenal oleh bangsa-bangsa di dunia sebagai salah satu bangsa yang besar,
5 Nasrullah Nurdin, “ Merawat Naskah Kuno”, h..57
4
dengan memiliki banyak kekayaan warisan dari sebuah budaya kehidupan
masyarakat masa lalu. Kekayaan tersebut dapat ditunjukkan oleh aneka ragam
aspek kehidupan seperti masalah sosial, politik, ekonomi, agama, dan
kebudayaan. Ditinjau dari agama dan kebudayaan, Indonesia merupakan
negara dengan pemeluk agama Islam terbesar. Islam yang telah hadir berabad-
abad lamanya merupakan ajaran yang telah membentuk karakter bangsa serta
menyebar ke seluruh penjuru tanah air dan mewarnai berbagai kebudayaan
yang telah ada selama ini. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwasanya
banyak ditemukan peninggalan bersejarah terkait kajian-kajian keislaman
dalam bentuk naskah kuno seperti Al-qur’an yang sudah berumur ratusan tahun
lamanya tersimpan di berbagai museum dan perpustakaan. Artinya upaya
penyimpanan atau pengumpulan tersebut pasti ada makna tertentu untuk
penambahan pengetahuan dan perkembangan kajian keislaman kedepannya.
Oleh karena itu dirasa perlu adanya perpustakaan atau museum yang khusus
mengoleksi koleksi-koleksi naskah kuno tentang kajian Islam dan manuskrip
Al-qur’an ini.
Salah satu jenis perpustakaan yang memiliki koleksi naskah kuno berupa
Al-qur’an dan kajian keislaman adalah Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan
Museum Istiqlal. Perpustakaan ini tergolong jenis perpustakaan khusus
dikarenakan koleksinya hanya koleksi-koleksi manuskrip Al-Qur’an dan
kebudayaan. Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal adalah
perpustakaan yang dinaungi oleh sebuah lembaga dari Kementerian Agama
Republik Indonesia yakni Lembaga Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.
5
Koleksinya mencakup buku kebudayaan, naskah kuno atau manuskrip Al-
Qur’an dan lain-lainnya.
Dalam memenuhi kebutuhan informasi, maka Perpustakaan Bayt Al-
Qur’an dan Museum Istiqlal sangat penting keberadaannya untuk hadir
ditengah-tengah masyarakat sekitar. yang mana diharapkan mampu
mengadakan, memilih, mengelola, merawat, melestarikan, dan memberikan
layanan koleksi terhadap pemustaka yang membutuhkan. Khususnya dalam hal
pelestarian naskah kuno, Hal ini dilakukan agar pemustaka dapat dengan
mudah mengakses informasi tentang naskah-naskah kuno (manuskrip).
Berdasarkan pemaparan diatas, maka peneliti tertarik untuk lebih
memperdalam mengenai pelestarian koleksi naskah kuno, sehingga peneliti
menuangkan segala pengetahuan yang dimiliki tentang pelestarian koleksi
naskah ini dalam sebuah judul “Pelestarian Koleksi Naskah Kuno
Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal”. Hal tentang
pelestarian perlu dibahas lebih lanjut karena peneliti menyadari bahwa segala
sesuatu tidak dapat dipertahankan selama-lamanya begitu juga dengan koleksi
naskah kuno yang usianya sudah berpuluh-puluh tahun dan merupakan
peninggalan bersejarah serta rentan dengan kerusakan, oleh karena itu
pelestarian koleksi naskah kuno sangat perlu dilakukan agar informasi yang
terkandung dapat senantiasa dijaga kelestariannya.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar penelitian lebih terarah, maka peneliti memfokuskan penelitian ini
dalam dua hal yaitu:
6
a. Proses pelestarian koleksi naskah kuno Perpustakaan Bayt Al-Qur’an
dan Museum Istiqlal.
b. Kendala pelestarian koleksi naskah kuno Perpustakaan Bayt Al-Qur’an
dan Museum Istiqlal.
c. Cara mengatasi kendala pelestarian koleksi naskah kuno Perpustakaan
Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka beberapa rumusan masalah
sebagai berikut :
a. Bagaimana Proses pelestarian koleksi naskah kuno Perpustakaan Bayt
Al-Qur’an dan Museum Istiqlal
b. Apa saja kendala pelestarian koleksi naskah kuno Perpustakaan Bayt
Al-Qur’an dan Museum Istiqlal.
c. Bagaimana cara mengatasi kendala pelestarian koleksi naskah kuno
Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian ini ialah :
a. Untuk mengetahui Bagaimana Proses pelestarian koleksi naskah kuno
Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal
b. Untuk mengetahui Apa saja kendala pelestarian koleksi naskah kuno
Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal.
c. Untuk mengetahui Bagaimana cara mengatasi kendala pelestarian koleksi
naskah kuno Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal
7
2. Selain tujuan di atas adapun manfaat penelitian ini dilakukan yaitu
untuk :
a. Diharapkan dapat memberikan suatu wawasan dalam hal pemeliharaan
naskah-naskah kuno (manuskrip) yang dilakukan di perpustakaan
khusus, sehingga dapat dipraktekan di dunia kerja terutama bagian
pelestarian koleksi naskah-naskah kuno.
b. Diharapkan dari penelitian ini dapat memberi masukan kepada
Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal khususnya dalam
hal pelestarian naskah-naskah kuno (manuskrip) agar mengetahui
betapa pentingnya pelestarian dilakukan, sehingga koleksi yang sudah
ada di Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal agar lebih
terawat dan berkembang kedepannya.
D. Definisi Istilah
Dilihat dari latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya terlihat
bahwa judul yang akan dikaji oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
Pelestarian Koleksi Naskah Kuno Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum
Istiqlal. Dari judul tersebut maka yang menjadi variabel penelitian adalah :
a. Pelestarian
Pelestarian atau preservasi merupakan upaya mempertahankan daya
kultural dan intelektual agar dapat digunakan sampai batas waktu yang
selama mungkin.6 Menurut kata atau istilah,pelestarian atau preservasi
mempunyai arti yang lebih luas yaitu mencangkup unsur-unsur
6 Dina Isyanti,Aditia Gunawan,Agung Kriswanto, Pedoman Pengelolaan Naskah
Nusantara, (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI,2013), h.19
8
pengelolaan, keuangan, cara penyimpanan, tenaga, teknik dan metode
untuk melestarikan informasi dan bentuk fisik suatu koleksi.7
b. Koleksi Naskah Kuno
Koleksi merupakan semua bahan pustaka yang dikumpulkan,
diolah, dan disimpan guna untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi
seluruh khalayak pada umumnya. Khalayak yang dimaksud disini adalah
seperti pelajar, mahasiswa, para pengajar, peneliti dan masyarakat pada
umumnya. Koleksi merupakan salah satu komponen perpustakaan,
koleksi disediakan untuk menunjang pelaksanaan program lembaga
induknya.8
Naskah adalah karangan dengan tulisan tangan yang menyimpan
berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa
masa lampau.9 Kata naskah diambil dari bahasa Arab, yakni kata al-
naskhah yang memiliki padanan bahasa Indonesia berupa kata-
manuskrip10. Istilah lain yang dapat digunakan di samping istilah naskah
adalah manuskrip dalam bahasa Inggris (manuscript). Kata manuscript
diambil dari ungkapan Latin codicesmanu scripti, artinya buku-buku
yang ditulis dengan tangan. Kata manu berasal dari kata manus, artinya
tangan, dan scriptus berasal dari kata scribere, artinya menulis.11 Secara
7 Damaji Ratmono.” Preservasi Majalah Terjilid Pada Sub Bidang Teknis Penjilidan Bahan
Pustaka Perpustakaan Nasional RI”,Visi Pustaka,Vol.16,No.1,april 2014,hal.71 merujuk pada
buku karangan Dureau & Clement. Principles For The Preservation and Conservation of Library
Materials. (The Haque: IFLA,1998)
8 Sulistyo Basuki .Pengantar Ilmu Perpustakaan”. (Jakarta:Bumi Aksara,2008) hal.23
9 Siti Baroroh Baried, dkk. Pengantar Teori Filologi. (Yogyakarta: Badan Penelitian dan
Publikasi Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada, 1994), h.55
10 Oman Fathurahman. Filologi dan Islam Indonesia. (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat
Puslitbang Lektur Keagamaan, 2010), h.4-5
11 Mulyadi, Sri Wulan Rujiati. Kodikologi Melayu di Indonesia, (Depok: Fakultas Sastra
UI,1994), h.1-3
9
harfiah kata manuskrip berarti tulisan tangan (written by hand atau al-
makhtuth bi al-yad).
Dengan demikian, istilah manuskrip - yang biasa disingkat MS untuk
naskah tunggal dan MSS untuk naskah jamak - adalah dokumen yang
ditulis tangan secara manual di atas sebuah media seperti kertas, papirus,
daun lontar, daluang, kulit binatang, dan lainnya.12 Secara umum istilah
naskah atau manuskrip ini juga bisa digunakan untuk menyebut informasi
yang dibuat secara manual pada benda keras, seperti inskripsi.13
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa koleksi naskah
kuno merupakan bahan pustaka atau dokumen yang ditulis tangan secara
manual di atas sebuah media seperti kertas, papirus, daun lontar, daluang,
kulit binatang, dan lainnya dengan menggunakan bahasa kuno seperti
arab pegon, sansekerta,arab melayu dan lainnya, bahan pustaka atau
dokumen tersebut dikumpulkan,diolah, dan disimpan dalam perpustakaan
guna untuk memenuhi kebutuhan informasi khalayak pengguna dan
merawat serta menjaga khasanah budaya dan ilmu pengetahuan warisan
orang-orang terdahulu.
c. Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal
Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal adalah
perpustakaan khusus karena mengkhususkan koleksi mengenai Al-
Qur’an dan kebudayaan sekitarnya. Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan
Museum Istiqlal merupakan bagian dari lembaga Lajnah Pentashihan
12 Uka Tjandrasasmita. Kajian Naskah-naskah Klasik dan Penerapannya bagi Kajian
Sejarah Islam di Indonesia. (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat
Departeman Agama RI, 2006), h.3-5
13 Oman Fathurahman. Filologi dan Islam Indonesia., h. 4-5
10
Mushaf Al-Qur’an yang menempati gedung Bayt al-Qur’an & Museum
Istiqlal yang diresmikan pada tanggal 20 april 1997 oleh Presiden RI
pada saat itu, H.M. Soeharto. Gedung ini di bangun di atas tanah seluas
20.103 m2 denga luas bangunan ± 20.402 m2.
Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal berfungsi untuk
mendukung tugas dan fungsinya yaitu menyelenggarakan pentashihan,
pengkajian dan penerbitan Al-Qur’an, serta pengembangan seni budaya
Islam.
E. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan penelitian ini, peneliti membagi ke dalam 5 (lima) bab
sistematika penulisan adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini akan menguraikan tetang pokok-pokok pikiran yang
tertuang pada pembahasan skripsi ini, meliputi latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan peneltian,
manfaat penelitian, definisi istilah dan sistematika penelitian.
BAB II TINJAUAN LITERATUR
Bab ini memberikan gambaran tentang pengertian perpustakaan
khusus, definisi perpustakaan khusus, fungsi, tujuan dan tugas
perpustakaan khusus, serta pengertian naskah kuno sedangkan
ruang lingkup pelestarian koleksi naskah kuno yaitu pelestarian
koleksi naskah kuno (manuskrip) yang meliputi tujuan dan fungsi
pelestarian naskah kuno, unsur-unsur pelestarian naskah kuno,
11
faktor-faktor penyebab kerusakan naskah kuno (manuskrip), upaya
penyimpanan dan pencegahan faktor-faktor perusak koleksi naskah
kuno, pemeliharaan naskah-naskah kuno, kendala-kendala dalam
pelestarian koleksi naskah kuno dan penelitian relevan.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini ini akan menjelaskan tentang jenis dan pendekatan
penelitian, sumber data, informan, teknik pengumpulan data, dan
teknik analisis data yang digunakan penulis dalam menyelesaikan
proses penelitian pada Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum
Istiqlal.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Bab ini membahas inti persoalan tentang hasil penelitian dan
pembahasan yang berkaitan dengan proses pelestarian koleksi
naskah kuno, kendala pelestarian koleksi naskah kuno, dan cara
mengatasi kendala pelestarian koleksi naskah kuno Perpustakaan
Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal.
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan bab penutup dari penelitian. Di dalamnya
memuat beberapa kesimpulan dan saran-saran yang merupakan
kristalisasi dari uraian bab-bab terdahulu yang kemudian diakhiri
oleh daftar kepustakaan dan lampiran-lampiran.
12
BAB II
TIJAUAN LITERATUR
A. Perpustakaan Khusus
1. Definisi perpustakaan khusus
Perpustakaan adalah suatu unit kerja yang di dalamnya ada kelompok atau
organisasi. Sebab tanpa organisasi di dalamnya perpustakaan tidak bedanya
dengan individu. Yang artinya perpustakaan merupakan suatu kegiatan yang
melibatkan dari satu orang ke orang lain dan saling bekerja sama yang
terorganisasi secara terstuktur.14 perpustakaan khusus merupakan perpustakaan
yang berdiri dari suatu lembaga atau institusi pemerintahan yang koleksinya
hanya sesuai dengan kebutuhan pemustakanya atau karyawan yang bekerja di
dalamnya.
Menurut Sulistyo Basuki Perpustakaan khusus merupakan perpustakaan
yang didirikan oleh lembaga atau institusi pemerintah / swasta. Akan tetapi pada
umumnya perpustakaan khusus diartikan perpustakaan yang bernaung pada
departemen, lembaga negara, lembaga penulisan, organisasi massa, militer,
industri maupun perusahaan swasta.15
Sutarno N.S mengatakan bahwa perpustakaan khusus merupakan
perpustakaan yang berada pada suatu instasi atau lembaga tertentu, baik
14 Wiji Suwarno, Perpustakaan & Buku : wacana penulisan & penerbitan (Jogjakarta :
Ar-Ruzz media, 2011), h. 13 15 Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
1991), h. 49
13
pemerintahan maupun swasta, dan sekaligus berperan sebagai pengelola dan
penanggung jawabnya.16
Sedangkan Karmidi Martoatmodjo mengartikan suatu perpustakaan khusus
merupakan perpustakaan yang bernaung dalam departemen, lembaga negara,
lembaga penelitian, organisasi massa, militer, industri, perusahaan swasta,
BUMN, pusat informasi, bahkan perpustakaan pribadi.17
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perpustakaan khusus
merupakan perpustakaan yang berdiri dari suatu lembaga atau instasi pemerintah
dan swasta yang koleksinya hanya di fokuskan dengan bidang ilmu tertentu
sesuai dengan misi perpustakan tersebut.
Ada beberapa ciri-ciri lain yang dapat dijadikan sebagai definisi
perpustakaan khusus adalah skala mini yaitu sebagian besar perpustakaan khusus
biasanya hanya memiliki sedikit koleksi dan staf yang terbatas. Koleksi yang
sedikit ini sudah jelas dikarenakan pada perpustakaan khusus membatasi jasa dan
koleksinya pada satu atau dua subjek saja, hanya saja kadang-kadang diperluas
dengan subjek yang berkaitan.
Yang termasuk kelompok perpustakaan khusus untuk Indonesia antara lain:
a. Perpustakaan departemen beserta organ bawahannya
b. Perpustakaan lembaga negara non departemen
c. Perpustakaan rumah sakit
16 Sutarni, Manajemen Perpustakaan : suatu pendekatan praktik (Jakarta: Samitra Media
Utama, 2004), h. 30 17 Karmidi Martoatmodjo, Manajemen Perpustakaan Khusus (Jakarta: Universitas Terbuka,
1999), h. 13
14
d. Perpustakaan perbankan
e. Perpustakaan industri
f. Perpustakaan organisasi bisnis
g. Perpustakaan lembaga penelitian
h. Perpustakaan lembaga keagamaan
2. Fungsi, Tujuan dan Tugas Perpustakaan Khusus
Fungsi perpustakaan khusus adalah sebagai pusat referensi maupun
penelitian serta memperlancar pelaksanaan tugas instansi atau lembaga yang
bersangkutan. Serta turut membangun dan melaksanakan pembinaan di dalam
perpustakaan tersebut. Fungsi perpustakaan khusus adalah sebagai pusat layanan
referal maupun penelitian serta untuk memperlancar pelaksanaan tugas dalam
suatu instasi atau lembaga yang bersangkutan.18
Adapun fungsi dasar di dalam perpustakaan khusus tersebut meliputi : 19
a. Memilih bahan pustaka dan mengembangkan koleksi.
b. Memesan dan mengadakan bahan pustaka yang di perlukan oleh
perpustakaan lembaga tersebut.
c. Mengupayakan agar informasi tersedia melalui penghantar dokumen,
maupun penghantar informasi elektronik serta penyediaan mekanisme
akses informasinya.
d. Melestarikan dan merawat bahan pustaka agar terjaga dengan baik.
e. Pembuatan program yang meliputi pendidikan pemakai melalui intruksi
bibliografi serta berbagai pelatihan penulisan menyangkut akses dalam
informasi di dalamnya.
18 Soeatminah, Perpustakaan, Kepustakawan dan Pustakawan, cet 1, (Yogyakarta:
Karnisius, 1992), h. 28 19 Sulistyo Basuki, “Upaya Peningkatan Peran Pustakawan dalam Mendukung Kinerja
Perpustakaan”, Media Pustakawan, vol. 12, no.3-4
15
Tujuan dari lembaga perpustakaan khusus adalah untuk mensejahterakan
dan mendukung di dalam organisasinya tersebut.20 Selain itu tujuan perpustakaan
khusus intinya sama yaitu untuk membantu tugas badan induk tempat
perpustakaan itu bernaung. Sedangkan tugas perpustakaan khusus adalah
melayani suatu kelompok masyarakat khususnya yang memiliki kesamaan dalam
kebutuhan, dengan minat terhadap bahan pustaka dan informasi yang terkandung
di dalamnya.
Pada hakekatnya pengadaan bahan pustaka di setiap perpustakaan
merupakan salah satu bagian dari pekerjaan perpustakaan yang mempunyai tugas
mengadakan dan mengembangkan koleksi-koleksi yang menghimpun informasi
berbagai macam bentuk, seperti buku, majalah, brosur, tukar menukar maupun
pembelian.
B. Naskah Kuno
1. Pengertian Naskah Kuno
Naskah kuno merupakan khasanah suatu kebudayaan baik penting secara
akademik maupun sosial. Naskah juga merupakan suatu warisan budaya yang
berisikan teks karya masyarakat lama yang dapat digunakan untuk penelitian.21
Berdasarkan Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 5 Tahun 1992 disebutkan
bahwa naskah kuno adalah dokumen dalam bentuk apapun yang ditulis dengan
tangan atau diketik yang belum dicetak atau dijadikan buku tercetak yang
berumur 50 tahun lebih. 22
20 Rachman Hermawan, Etika Kepustakawanan: Suatu Pendekatan Terhadap Kode Etik
Pustakawan Indonesia, (Jakarta: Sagung Seto, 2006), h.41 21 Nindya. 2008. “Pernah Melihat Naskah Kuno?”.Akses pada 10 Juli 2015, h.1 di
(http://www.Infoperpus.8m.com/news/230120001.htm)
22 Undang-Undang Cagar Budaya No. 5 Tahun 1992, Bab I Pasal 2. Akses pada 8 Juli 2015
di http://bppi.kemenperin.go.id/extension/panduan_iso/doc/uu/C00-1992-00005.pdf
16
Dalam Kamus Bahasa Indonesia II Manuskrip merupakan naskah tulisan
tangan yang menjadi kajian filologi naskah baik tulisan tangan (dengan pena,
pensil maupun ketikan bukan cetakan) berbagai masih tersimpan di museum dan
belum pernah diselidiki.23
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa manuskrip
(manuscript) atau naskah kuno merupakan hasil pemikiran masyarakat masa
lampau pada suatu wilayah, baik berupa nilai sejarah, kebiasaan, adat istiadat,
ilmu pengetahuan, maupun kebudayaan yang dituangkan dalam bentuk tulisan
berusia kurang lebih 50 tahun dan harus dilestarikan keberadaannya.
Naskah-naskah kuno dari berbagai daerah di Indonesia penting untuk
diteliti, karena sebuah karya ataupun karya sastra tidak lepas dari konteks sosial
yang ada di masyarakat. Isi suatu naskah akan selalu dipengaruhi oleh keadaan
jaman baik berupa bahasa maupun kebudayaan. Agar naskah-naskah ini tidak
hilang, penelitian terhadap naskah harus dilakukan. Isi dan makna dari naskah-
naskah tersebut akan berguna baik dalam kehidupan, untuk kita dan juga untuk
keturunan kita nanti.
Jenis-jenis naskah kuno menurut bahannya:
a. Naskah yang terbuat dari karas, semacam papan atau batu tulis yang
dipakai banyak dalam karya Jawa Kuna
b. Naskah yang terbuat dari (ron tal ‘daun tal’ atau ‘daun siwalan’), dipakai
untuk naskah Jawa, Bali, dan Lombok.
c. Naskah yang terbuat dari dluwang, yaitu kertas Jawa dari kulit kayu
23 Hermanu Maulana, dkk, Kamus Bahasa Indonesia II,( Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa,1993) h.1337
17
d. Naskah yang terbuat dari (ron tal ‘daun tal’ atau ‘daun siwalan’), dipakai
untuk naskah Jawa, Bali, dan Lombok
e. Naskah yang terbuat dari Kertas Eropa yang diimpor pada abad ke-18 dan
ke-19, menggantikan dluwang karena kualitasnya lebih baik untuk naskah
di Indonesia.24
C. Pelestarian Koleksi Naskah Kuno (Manuskrip)
Era modern seperti saat ini, masih banyak masyarakat yang menganggap
naskah kuno/manuskrip adalah sebuah masa lalu yang tidak memiliki arti apa-apa.
Bahkan petuah/nasehat nenek moyang pada zaman dahulu sering dianggap
sebagai ketinggalan zaman atau tidak relevan dengan situasi dan kondisi saat ini.
Mengapa fenomena pemikiran seperti ini bisa terjadi? Jawabannya adalah
pemerintah dalam perspektif kelembagaan preservasi budaya tidaklah
bersungguh-sungguh dalam mengembangkan nilai-nilai moral yang sudah
tertanam sebagai modal sosial masyarakat tempo dulu sehingga terjadi kegagalan
dalam transformasi nilai budaya tersebut sebagai karakter bangsa.
Pentingnya melestarikan dan menggali kembali naskah kuno/manuskrip
sebagai peninggalan budaya leluhur adalah hal yang seharusnya wajib disadari
oleh semua masyarakat,agar budaya masyarakat dalam konteks yang luas dapat
diketahui oleh orang lain,serta bentuk dan pesan yang tertulis dalam media dapat
dilestarikan dan diinformasikan kepada masyarakat sebagai sejarah perjalanan
peradaban bangsa.
24 Baroroh, Siti Baried, Sulastin Sutrisno, Siti Chamamah Soeratno, Sawu, dan Kun
Zachrun Istanti. 1994. Pengantar teori filologi. Yogyakarta : Badan Penelitian dan Publikasi Seksi
Filologi (BPPF) Fakultas Sastra UGM. hal . 1-7
18
Menurut Dureau dan Clement sebagaimana dikutip oleh Adin Bondar,
konsepsi pelestarian adalah mencangkup unsur pengelolaan dan
keuangan,termasuk cara penyampaian dan alat bantunya, termasuk SDM,
kebijaksanaan,teknik, dan metode yang diterapkan untuk informasi koleksi yang
dikandungnya. Hal ini berarti bahwa pelestarian mencangkup usaha yang bersifat
preventif dan kuratif, dengan artian bahwa upaya pelestarian isi atau informasi
dapat mengangkat nuansa roh dari pesan yang ditulis dalam naskah tersebut.
Jadi, konteks pelestarian dapat dikembangkan menjadi tiga pendekatan,
yaitu pertama, pelestarian fisik yaitu upaya penyimpanan, perlindungan terhadap
kerusakan naskah kuno/manuskrip melalui kegiatan penjilidan, dokumentasi,
fumigasi dan enkapsulasi, digitalisasi, dan lainnya. Kedua, pelestarian isi yaitu
melalui alih aksara dan bahasa, penelitian serta interpretasi tentang makna yang
tertulis dalam naskah. Ketiga, pengungkapan isi yaitu internalisasi ruh yang
terdapat dalam naskah kuno yang disebut dengan kearifan lokal yang perlu
dijadikan landasan karakter bangsa.
Adapun untuk memahami pelaksanaan pelestarian naskah kuno/manuskrip
diperlukan kerangka konseptual pelestarian, agar unsur-unsur dan upaya
pelestarian dapat diketahui dengan jelas.Kerangka konseptual tersebut adalah
sebagai berikut:
19
Matriks: Kerangka Konseptual Pelestarian Naskah Kuno. Manuskrip
Gambar: 1
Tidak jauh berbeda dengan pelestarian bahan pustaka,dalam melakukan
pelestarian naskah kuno/manuskrip, perlu diketahui pula kita tahapan-tahapan
yang harus dilakukan dan diperhatikan,antara lain adalah :
1. Tujuan dan Fungsi Pelestarian Naskah Kuno
Adapun tujuan dari pelestarian naskah kuno adalah sebagai berikut :
a. Menyelamatkan nilai informasi dokumen
b. Menyelamatkan fisik dokumen
c. Mengatasi kendala kekurangan ruang
d. Mempercepat perolehan informasi
20
Selain bertujuan sebagaimana tersebut diatas, pelestarian naskah kuno juga
memiliki fungsi sebagai berikut melindungi, pengawetan, kesehatan, pendidikan,
kesabaran, sosial, ekonomi, dan estetika.25
2. Unsur-Unsur Pelestarian Naskah Kuno
Berbagai unsur penting yang perlu diperhatikan dalam pelestarian naskah
kuno adalah :
a. Manajemen
Menurut istilah manajemen dapat diartikan juga sebagai sistem atau aturan
yang harus diterapkan dalam suatu kegiatan, agar visi dan misi dari suatu kegiatan
tersebut dapat tercapai dengan efektif dan efisien. Sama halnya dengan kegiatan
pelestarian baik bahan pustaka maupun naskah kuno, maka perlu juga
menerapkan manajemen agar tujuan dari pelestarian tersebut dapat terarah dengan
baik. Penerapan manajemen dalam pelestarian tidak secara serta merta dibuat, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dan disepakati bersama diantaranya adalah
mempertimbangkan siapa yang bertanggung jawab dalam pekerjaan pelestarian
tersebut, koleksi naskah kuno seperti apa yang harus diperbaiki juga perlu dicatat
dengan baik, bagaimana prosedur pelestarian yang perlu diikuti dan diterapkan,
kemudian kerusakan serta alat dan bahan kimia apa saja yang diperlukan juga
perlu dicatat dan disiapkan dengan baik.
b. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan pelaksana yang melaksanakan tugas
pokok di Instansi Pemerintah seperti Arsip, Perpustakaan, Museum, Sejarah, dan
Purbakala maupun pusat-pusat informasi lainnya. Terkait dalam hal pelestarian ini
25 Dina Isyanti, Aditia Gunawan, Agung Kriswanto. Pedoman Pengelolaan Naskah
Nusantara, (Jakarta : Perpustakaan Nasional RI, 2013)hal. 19
21
maka yang dimaksud dengan sumber daya manusia yang melaksanakan tugas
pelestarian adalah tenaga SDM yang memiliki keahlian atau keterampilan dalam
merawat dan mengerjakan pelestarian naskah kuno. Paling tidak mereka sudah
pernah mengikuti pendidikan atau pelatihan dalam bidang pelestarian koleksi
naskah kuno.
Dalam bidang pelestarian naskah kuno ini ada sebutan tertentu bagi tenaga
(SDM) yang melakukan pelestarian diantaranya adalah konservator dan restorator.
Konservator merupakan sumber daya manusia yang bertugas melaksanakan
konservasi naskah sedangkan restorator merupakan sumber daya manusia yang
bertugas melaksanakan restorasi suatu naskah,
c. Bengkel Kerja
Bengkel kerja atau disebut juga dengan laboratorium yaitu ruang kerja
khusus yang digunakan untuk kegiatan pelestarian naskah-naskahyang perlu
dirawat atau diperbaiki dengan berbagai peralatan yang diperlukan misalnya alat
untuk fumigasi, lem, berbagai sikat untuk membersihkan debu (Vacuum Cleaner)
dan sebagainya.
d. Anggaran
Anggaran merupakan dana yang dibutuhkan untuk keperluan kegiatan
pelestarian. Dana atau anggaran ini adalah hal yang wajib atau harus diusahakan,
diatur dan dikontrol penggunaannya dengan sebaik mungkin.26
Untuk anggaran atau pendanaan program pelestarian ini,perpustakaann
perlu mencari terobosan baru, tidak hanya mengandalkan pendanaan melalui
APBN atau dana dari lembaga sendiri tetapi juga harus mencari sumber lain
26 Indah Purwani “Selintas Peran Restorator Dalam Konservasi Koleksi Perpustakaan”,
Majalah Perpustakaan:Visipustaka,vol.15,no.1,April 2013
22
melalui sistem cost sharing dengan berbagai instansi, lembaga swasta, maupun
pemerintah disamping sponsor lain yang peduli (concern) terhadap pelestarian
naskah kuno di dalam dan luar negeri.27
3. Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Naskah Kuno (Manuskrip)
Membahas faktor-faktor penyebab kerusakan koleksi naskah kuno tidak
jauh berbeda dengan faktor penyebab kerusakan bahan pustaka, bahwasanya
kerusakan koleksi naskah kuno atau manuskrip dapat disebabkan oleh beberapa
faktor dari luar dan faktor dari dalam koleksi manuskrip tersebut. antara lain :
a. Temperatur dan kelembaban udara
Dilihat dari segi iklim seperti suhu dan kelembaban udara juga merupakan
salah satu hal penyebab kerusakan koleksi baik naskah kuno maupun bahan
pustaka lainnya.
Suhu udara yang lembab disertai dengan suhu udara yang cukup tinggi akan
menyebabkan asam yang ada dikertas tersebut, bereaksi dengan partikel logam
dan memutuskan rantai ikatan kimia pada polimer selulosa. Oleh sebab itu
perubahan suhu pada saat kertas tersebut mengandung banyak air dapat
menyebabkan perubahan struktur kertas menjadi lemah. Apabila suhu udara naik
maka kelembaban udara akan turun dan air yang ada dalam kertas dilepas,
sehingga kertas menjadi lebih kering dan volume uap air menyusut.28
Sehingga hal ini dapat menyebabkan koleksi seperti bahan pustaka maupun
naskah akan menjadi cepat busuk, berbau apek, dan mudah di serang jamur,
27Adin Bondar “Kontekstual Pelestarian Naskah Kuno/Manuskrip Dalam Menggali
Kearifan Lokal Sebagai Social Capital dalam Membangun Bangsa: Sebuah Tinjauan UU
No.43/2007 Tentang Perpustakaan” Majalah Media Pustakawan:Vol.15 No.3 Desember 2008 28 Kris Adri Styarto, “Kerusakan Pada Bahan Pustaka dan Cara Pencegahannya”, Media
Pustakawan, no. 1 (2001), h. 24.
23
rayap, kutu, kecoa, dan ikan perak sehingga mengakibatkan buku menjadi rapuh
dan mudah rusak atau robek. Adapun kelembaban suhu yang ideal bagi ruangan
perpustakaan antara lain yaitu kelembaban 45-60% RH dan suhu 20- 24º C.
b. Cahaya
Cahaya atau energi radiasi juga sangat berefek buruk pada koleksi terlebih
pada naskah kuno yang merupakan koleksi dengan tingkat pemeliharaan yang
sangat serius. Cahaya tersebut akan mempercepat oksidasi dari molekul selulosa
sehingga rantai ikatan kimia pada molekul tersebut akan terputus. Cahaya juga
berpengaruh dapat menyebabkan kertas menjadi lebih pucat dan tinta akan
memudar. Oleh karena itu pengaruh cahaya ini, lignin pada kertas akan bereaksi
dengan komponen lainnya sehingga kertas akan menjadi kecokelatan.
Sinar ultra violet yang tampak dari dalam cahaya dapat juga merusak
koleksi baik naskah maupun bahan pustaka akan tetapi tidak terlalu buruk, lain
halnya jika yang koleksi terkena cahaya sinar ultra violet yang tidak tampak
maka tingkat kerusakannya lebih relatif. Sedangkan radiasi ultra violet dengan
panjang geombang antara 300-400 nanometer dapat menyebabkan reaksi
fotokimia. Radiasi ultra violet ini berasal dari cahaya matahari hingga 25% dan
lampu TL 3%-7%. Maka kerusakan tersebut tergantung dari panjang gelombang
dan makin lama waktu pencahayaan kertas maka semakin cepat rusak dan rapuh.29
c. Debu
Debu dapat masuk secara mudah ke dalam ruangan perpustakaan melalui
pentilasi udara maupun pintu perpustakaan. Sehingga debu akan melekat pada
29 Andi Ibrahim. “Perawatan dan Pelestarian Bahan Pustaka”. http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/khizanah-al-hikmah/article/view/30/11 (diakses pada tanggal 5 April jam
14.22 WIB).
24
kertas dengan hal tersebut akan terjadi reaksi kimia yang akan meninggikan
tingkat keasaman pada kertas tersebut. Akan mengakibatkan kertas semakin rapuh
dan cepat rusak. Lain hal itu, apabila keadaan ruangan yang lembab, debu yang
bercampur dengan air lembab akan mengakibatkan timbulnya jamur pada rak
buku. Sedangkan jenis debu yang menyebabkan tingkat kerusakan lebih tinggi
bisa ditimbulkan oleh debu dari jalan yang mengandung belerang atau debu
knalpot kendaraan.
d. Faktor Biotis (termasuk jamur dan serangga)
Jamur
Koleksi naskah kuno maupun bahan pustaka yang sudah terinfeksi jamur
biasanya warna kertas akan berubah bentuk menjadi warna kekuningan, hal ini di
sebabkan oleh jamur yang merubah kertas tersebut menjadi kuning. Di samping
itu jamur juga bisa menyebabkan kertas menjadi lengket seperti lem sehingga
halaman dari koleksi tersebut tidak bisa dibuka semestinya dan jika di paksa
halaman tersebut akan robek dan rusak.
Jamur bisa tumbuh subur karena kelembaban suhu udara disekitar yang
cukup tinggi dan lain hal jamur akan berhenti berkembang biak jika kelembaban
suhu udara tidak sesuai. Hal ini dapat ditandai dengan adanya bintik-bintik coklat
pada koleksi baik naskah kuno maupun bahan pusataka.
Serangga
Ada banyak jenis macam serangga yang dapat menyebabkan koleksi rusak,
serangga sangat berbahaya bagi koleksi bahan pustaka maupun naskah kuno.
Contoh halnya yang pertama adalah rayap, akan memakan buku jika kayu
sekitarnya sudah habis dimakan rayap tersebut. Beruntung sekarang ini banyak
rak yang terbuat dari logam sehingga rayap tidak bisa memakannya.
25
Kedua kecoa, sangat merusak lapisan buku dengan cara meninggalkan noda
atau kotoran pada kertas. Di samping itu kotorannya berupa cairan yang dapat
merusak keutuhan buku. Biasanya penyebab banyak kecoa yang terdapat di
perpustakaan adalah berupa sisa-sisa makanan yang tercecer. Itulah sebabnya
mengapa di ruang baca perpustakaan dilarang makan atau membawa makanan
agar terhindar serangga salah satunya kecoa. Tangan yang akan memegang bahan
makanan juga harus bersih dari noda apapun misalnya noda minyak karena jika
buku ternoda dengan minyak maka akan mengundang bahanyan serangga-
serangga kecil datang kembali.
Ketiga, serangga yang sangat berbahaya adalah serangga ngengat. Binatang
ini memiliki tubuh yang sangat tipis berwana kecoklatan dan sangat gemar hidup
serta berkembang biak di tempat yang gelap misalnya di dalam koleksi itu sendiri,
rak buku, lemari, dan tempat sejenisnya. Sasaran dari serangga ngengat adalah
perekat buku yang terletak pada bagian punggung buku dan sampul buku.
Serangga lain yang sangat berbahaya adalah kutu buku, sebetulnya binatang ini
adalah sangat kecil berwarna putih ke abu-abuan. Badanya juga lemah sedangkan
kepalanya relatif lebih besar dengan gigi yang kuat binatang ini menyerang
permukaan kertas sehingga mengakibatkan huruf-huruf banyak yang hilang atau
pudar dan dampaknya koleksi tersebut sangat sulit untuk dibaca.30
e. Faktor Kimia
Kertas yang tersusun dari senyawa kimia, yang lambat laun akan terurai,
dan akhirnya kertas menjadi rusak dan rapuh. Peruraian tersebut di sebabkan oleh
30 Sokhibal Ansor. “Perawatan Bahan Pustaka Perpustakaan Sekolah”.Jurnal perpustakaan
sekolah, edisi tahun 1, nomor 1, oktober 2007. http://library.um.ac.id.php/Artikel-jurnal-
Perpustakaan-Sekolah-ISSN/perawatan-bahan-pustaka-perpustakaan-sekolah.html/(diakses pada
tanggal 5 April 2015 jam 08.12 WIB).
26
reaksi-reaksi oksidasi dan hidrolisis, yang dipengaruhi oleh suhu dan cahaya.31
Terjadinya oksidasi kertas karena adanya kandungan oksigen dari udara yang
akan menyebabkan jumlah gugusan karbonal dan korboksil semakin bertambah,
kemudian diikuti dengan memudarnya warna kertas tersebut. Hidrolis adalah
reaksi yang terjadi karena adanya air, reaksi hidrolis terjadi pada kertas dapat
mengakibatkan putusnya rantai polimer serat selulosa sehingga mengurangi
kekuatan serat. Akibatnya kekuatan kertas semakin berkurang dan kertas akan
menjadi cepat rapuh.
Hal tersebut akan berpengaruh terhadap kandungan kertas sehingga akan
mempercepat proses kerusakan karena kandungan asam akan mempercepat reaksi
hidrolisis. Tinta merupakan salah satu sumber terbentuknya asam pada kertas,
karena tinta dibuat dengan mencampur asam tanat dan garam besi serta di tambah
dengan asam sulfat agar tetesan dapat melekat dengan baik. Dalam hal ini zat
berbahaya ini harus di hilangkan di dalam kertas tersebut.
f. Faktor Manusia
Bukan hanya serangga saja yang merupakan musuh besar koleksi,
melainkan manusia itu sendiri. Manusia dapat tergolong sebagai perusak koleksi,
hal ini dapat diperhatikan dari cara pemakaian koleksi yang belebihan dalam
memegangnya. Selain itu keterlibatan tersebut dapat dilakukan secara langsung
(misalnya: pencurian, pengrusakan, penanganan yang kurang hati-hati) atau
kerusakan secara tidak langsung misalnya memproduksi kertas dengan kualitas
31 Muhammad Razak, Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip, (Jakarta: Program Pelestarian
Bahan Pustaka dan Arsip, 1992), h. 17.
27
rendah, mutu jilidan yang rendah dan tidak adanya penyuluhan kepada staf dan
pengguna museum.32
g. Faktor Bencana Alam
Faktor bencana seperti kebakaran atau banjir kapanpun bisa terjadi.
Kewaspadaan dan kesiapan begitu penting, agar bisa diambil tindakan yang cepat
dan tepat untuk bisa mengurangi resiko kerusakan apabila benar-benar terjadi.
Misalnya menyiapkan alat pemadam kebakaran di setiap ruangan. Upaya
mencegah kerusakan buku memang harus dilakukan sedini mungkin. Agar hal
tersebut jauh lebih baik dan mudah di bandingkan dengan perbaikan buku yang
terlanjur rusak.33
4. Upaya Penyimpanan dan Pencegahan Faktor-Faktor Perusak Koleksi
Naskah Kuno.
Dalam masyarakat tradisional, terdapat kegiatan dan penyimpanan naskah
secara tradisional. Upaya yang dilakukan masyarakat tradisional dalam melakukan
penyimpanan dan pencegahan kerusakan naskah dapat memberikn keuntungan
bagi kondisi naskah. Upaya yang dilakukan masyarakat tradisional diantaranya
dengan menyimpan naskah pada kotak kayu, menyimpan naskah diatas tempat
yang agak tinggi, membungkus naskah dengan kain dengan disertaka pula
beberapa batang cerutu, biji cengkeh, bunga melati dan sebagainya. Terdengar
aneh mungkin untuk kalangan masyarakat modern saat ini, akan tetapi cerutu,biji
cengkeh, dan bunga melati yang disimpan dalam kotak kayu ataupun pembungkus
naskah dapat menghindarkan serangan rayap, kutu buku, semut, ataupun serangga
lain yang dapat mengakibatkan kerusakan naskah.
32 Asmawati, “Perawatan Bahan Pustaka di Perpustakaan”, Majalah Berita Perpustakaan
Universitas Sriwijaya, Vol.XII, no.2 (Juli-Desember 1996): 42-43. 33 Sokhibal Ansor. “Perawatan Bahan Pustaka Perpustakaan Sekolah”.
28
Adapun cara pencegahan lain agar koleksi naskah tidak segera mengalami
kerusakan, terdapat pada tempat-tempat lain yang membuat kebijakan pada akses
naskah dan koleksi benda-benda kuno lainnya hanya boleh dilihat satu tahun
sekali. Terdapat sisi negatif dan positif apabila suatu perpustakaan menerapkan
kebijakan tersebut. Sisi negatifnya adalah kandungan informasi naskah tidak bisa
diketahui oleh masyarakat banyak sehingga terjadi penurunan kualitas kondisi
naskah, maka tingkat kerusakannya pun tidak cepat diketahui dan kerusakan pada
naskah tidak dapat segera dicegah. Selain itu sisi negatif lainnya, kemungkinan
besar menimbulkan persepsi masyarakat yang masih memegang teguh adat
istiadat bahwa koleksi naskah kuno tersebut dianggap keramat. Akan tetapi jika
dilihat dari segi positifnya adalah bahwa dengan diberlakukan kebijakan tersebut
maka dapat memberikan ketahanan bagi naskah itu sendiri, sehingga naskah tidak
sembarang waktu dijamah tangan dan dibuka tutup.34
Di dalam upaya penanganan dan pencegahan kerusakan koleksi harus
terlebih dahulu di perhatikan dari sejak awal maupun dini bahwasannya jika
koleksi naskah kuno sudah rusak total, maka yang akan terjadi koleksi tersebut
tidak bisa diperbaiki lagi, dengan demikian perpustakaan akan mengeluarkan
biaya lebih besar untuk bisa mendapatkan naskah kuno tersebut kembali. Terlebih
jika naskah kuno tersebut sangat sulit di cari dan hanya satu-satunya maka hal ini
akan lebih manyulitkan dan sangat memboroskan dalam segi anggaran
perpustakaan.
34 Tedi Permadi, “Identifikasi Bahan Naskah (Daluang) Gulungan Koleksi Cagar Budaya
Candi Cangkuang Dengan Metode Pengamatan Langsung Dan Uji Sampel di Laboratorium”,
Jumantara, Vol.3,No.1, 2012, h. 144-146
29
Adapun cara yang lebih efektif dalam upaya penanganan dan pencegahan
kerusakan koleksi naskah kuno yang rusak agar terhindar dari permasalahan
tersebut diatas adalah dengan cara menyediakan ruangan khusus untuk perbaikan
koleksi naskah kuno dengan disediakan petugasnya sekaligus, sehingga jika
sewaktu- waktu diperlukan perbaikan koleksi naskah kuno, maka dapat segera
dikerjakan dengan cepat sehingga tidak menunggu kerusakan koleksi naskah lebih
berat kembali. 35
Adapun beberapa tujuan dari kegiatan pencegahan dari kerusakan koleksi
ini yaitu:
a. Menghindari dan menyelamatkan koleksi agar tidak dimakan oleh
serangga atau dirusak binatang pengerat.
b. Memperbaiki kerusakan dan mengobati koleksi yang terkena
penyakit misalnya terkena jamur.
c. Menjaga kelestarian fisik
d. Menjaga kelestarian kandungan informasi dalam naskah tersebut.
e. Menghindari koleksi dari penyakit maupun kerusakan.
f. Menyadarkan pustakawan atau pegawai yang bekerja di
perpustakaan bahwa koleksi bersifat rawan kerusakan.
g. Memberi pendidikan kepada pemusataka untuk berhati-hati dalam
mempergunakan koleksi, serta menjaga keselamatannya.
35 Massofa, “Pelestarian, Macam Sifat Bahan Pustaka, dan Latar Belakang Sejarahnya”,
http://pustaka.uns.ac.id/?menu=news&nid=9&option=detail ,(diakses pada tanggal 6 April
2015 Jam 15.02 WIB)
30
h. Menghimbau semua pihak baik petugas maupun pemustaka untuk
selalu menjaga kebersihan lingkungan.36
Dalam hal ini melakukan upaya pencegahan kerusakan koleksi naskah kuno,
maka secara tidak langsung juga dapat menghemat anggaran seefektif mungkin.
Dalam dunia perpustakaan upaya untuk penanganan maupun pencegahan
kerusakan koleksi dapat dilakukan dengan dua cara tindakan yaitu prevektif
maupun kuratif.
Hal yang dimaksud tindakan prevektif ialah tindakan untuk mencegah suatu
bahan pustaka sebelum koleksi perpustakaan maupun segala fasilitas seperti
parabot dan perlengkapan lainnya mengalami kerusakan yang cukup parah. Beda
dengan tindakan kuratif ialah lebih mencangkup memperbaiki atau mengobati
akan sesuatu yang sudah terlajur rusak parah.37
Tindakan-tindakan yang sudah diperjelaskan diatas dimaksudkan agar
semua pustakawan dapat mengetahui teknik-teknik yang telah ada untuk
melakukan kegiatan upaya pencegahan maupun perbaikan kerusakan bahan
pustaka. Adapun ada beberapa faktor dalam upaya pencegahan maupun
penanganan yang dilakukan dengan usaha sebagai berikut :
a. Upaya Pencegahan yang Disebabkan Oleh Faktor Fisika
1) Suhu dan kelembaban
Mengenai suhu ruangan untuk penyimpanan naskah, suhu ideal berkisar
antara 55ºF (13ºC) sampai dengan 65ºF (18ºC) dengan kondisi udara yang
mengalir, sedangkan kelembaban berkisar 50%. Alat untuk mengukur suhu
36 Karmidi Martoatmodjo, Pelestarian Bahan Pustaka, h. 68. 37 Pawit M.Yusuf, Pedoman Penyelengaraan Perpustakaan Sekolah, (Jakarta: Kencana
2001), h. 119-120.
31
ruangan dikenal sebagai air conditioning (AC) dan alat untuk mengukur
kelembaban dikenal sebagai higrometer. 38
Adapun hal yang harus diperhatikan oleh setiap perpustakaan dalam
memfungsikan AC diharuska selama 24 jam nonstop setiap harinya. Apabila AC
hanya dihidupkan pada siang tetapi malam hari dimatikan, maka dapat
mengakibatkan kelembaban dalam ruangan. Sehingga suhu yang berada dalam
ruangan akan berubah-ubah atau tidak beraturan. Kondisi tersebut akan
mempercepat kerusakan lapisan kertas tersebut.39
Apabila kelembaban dan suhu udara cukup tinggi, dianjurkan untuk
menggunakan dehumidifer dan silical gel. Silical gel sendiri berfungsi untuk
menurunkan kelembaban udara yang berada di dalam rak maupun lemari
sedangkan dehumidifer sendiri berfungsi untuk menurunkan udara diruangan yang
tertutup.
Dengan memperhatikan hal-tersebut diatas, laju kerusakan bahan naskah
dapat diperlambat dan kondisi fisiknya dapat dipertahankan sehingga suatu
naskah dapat bertahan lebih lama.
2) Cahaya
Pada hakikatnya cahaya matahari sangat baik untuk tubuh manusia beda hal
dengan koleksi baik bahan pustaka maupun manuskrip. Apabila koleksi tersebut
langsung terkena matahari akan mengakibatkan kerusakan yang lebih serius. Ada
38 Tedi Permadi, “Identifikasi Bahan Naskah (Daluang) Gulungan Koleksi Cagar Budaya
Candi Cangkuang Dengan Metode Pengamatan Langsung Dan Uji Sampel di Laboratorium”. h.
142 39 Darmono, Perpustakaan Sekolah: Pendekatan Aspek Manajemen dan Tata Kerja,
(Jakarta: Grasindo, 2007), h. 99
32
dua hal jenis cahaya diantaranya cahaya matahari dan cahaya lampu pijar maupun
neon. Cahaya sendiri mengandung sinar ultra violet yang dapat merusak bahan
pustaka maupun manuskrip itu sendiri. Cahaya matahari yang masuk kedalam
ruangan baik secara langsung maupun pantulan sebaiknya dihalangi dengan
gordeng atau disaring lagi dengan menggunakan filter untuk mengurangi radiasi
ultra violet dan koleksi yang ada diruangan perpustakaan tidak boleh diletakan
didekat dengan jendela.40
Selain cahaya matahari, cahaya lampu neon pun juga sangat berpengaruh
terhadap kondisi koleksi yang berada dalam ruangan perpustakaan. Penerangan
yang merata di semua ruangan koleksi, dapat menyebabkan kerusakan koleksi
akan tetapi jika dicegah dengan memasang filter pada lampu neon maupun pijar
maka dapat mengurangi kerusakan koleksi yang terkena sinar ultra violet pada
lampu neon tersebut.41
3) Debu
Debu sendiri dapat mengandung maupun mengundang banyak jamur pada
koleksi, selain itu debu juga dapat meningkatkan keasaman pada kertas dan
memperpendek usia kertas. Oleh karena itu adanya pencegahan agar debu jangan
sampai masuk keruangan perpustakaan sangat perlu diperhatikan terutama
ruangan koleksi naskah kuno, karena koleksi naskah kuno merupakan koleksi
yang sangat rawan dengan kerusakan. Untuk mencegah agar debu tidak masuk
dalam ruangan perpustakaan, maka hal ini dapat dicegah dengan menggunakan
40 Muhammdin Razak, “Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip: Pengendalian Kondisi
Lingkungan.” Laporan Pelaksanaan Lokakarya Pelestarian Bahan Pustaka, Arsip dan Lontar,
tanggal 6-8 Juli 1992 (Ujung Pandang: Perpustakaan Daerah Sulawesi Selatan, 1992), h. 5 41 Darmono, Perpustakaan Sekolah: Pendekatan Aspek Manajemen dan Tata Kerja, h.99
33
alat penghisap debu atau vaccum cleaner, menggunakan kuas, spon, kemoceng
dan penghapus karet. Selain hal tersebut, hal lain yang harus diperhatikan adalah
fasilitas yang terdapat pada ruang perpustakaan juga harus dibersihkan dari
kotoran debu terutama lingkungan perpustakaan itu sendiri agar tetap terawat dan
terpelihara dengan baik dari segi kebersihannya.
b. Upaya Pencegahan yang Disebabkan Oleh Faktor Biotis
Faktor biotis yang dimaksud diantaranya serangga, jamur maupun binatang
pengerat dan lain sebagainya yang dapat meyebabkan kerusakan koleksi baik
bahan pustaka maupun manuskrip. Cara mengatasi masalah tersebut adalah perlu
dilakukan pencegahan serta pembasmian unsur dari biotis tersebut dengan
menggunakan berbagai bahan kimia. Dalam hal menggunakan bahan kimia ini
harus dijaga dengan baik dan benar agar bahan kimia tersebut tidak menyebabkan
kerusakan pada koleksi itu sendiri.
Sebuah lingkungan yang lembab dan kurang sirkulasi udara merupakan
tempat ideal untuk serangga. Oleh karena itu suhu dan kelembaban udara harus
benar-benar terjaga dan dimonitorin. Upaya dalam melakukan pencegahan faktor
biotis yaitu mengatasi masalah tersebut dengan cara memilih rak penyimpanan
yang terbuat dari besi ataupun logam. Sedangkan untuk mencegah jamur perlu
menjaga kebersihan tempat penyimpanan dan menjaga suhu maupun kelembaban
tersebut. Upaya apabila koleksi sudah teridentifikasi terkena jamur adalah dengan
cara membuka sirkulasi udara selebar-lebarnya dan memasang kipas angin untuk
mengeluarkan udara dari dalam ruangan keluar tujuannya untuk membuang spora
sebelum mereka berkesempatan menetap dan memulai pertumbuhan baru.
34
Selain langkah tersebut adapun langkah lain yang dapt dilakukan untuk
pencegahan yang disebabkan oleh jamur yaitu membuat pola sebaran wabah dan
mendapatkan perkiraan koleksi yang terinfeksi. Kehadiran jamur dapat terdeteksi
dengan baunya, koleksi yang terinfeksi jamur dapat segera di berdirikan dan
diletakkan pada tempat yang bercahaya serta terdapat sirkulasi udara. Idealnya
koleksi yang terinfeksi dijemur dibawah matahari, jika tidak koleksi bisa
diletakkan dalam ruangan yang berventilasi dan jumlah cahaya yang
banyak.adapun waktu penjemuran dibawah matahari tidak boleh lebih dari 6 jam.
Vacuum seluruh ruangan untuk menghilangkan debu termasuk belakang rak buku
dan sela-sela lantai serta furniture. Suci hamakan area tersebut dengan
menggunakan lap basah dan disenfektekan yang kuat.42 Jika dilakukan fumigasi
alangkah baiknya buku-buku yang di dalam rak tidak terlalu rapat, agar proses
fumigasi berjalan dengan lancar.
Kerusakan yang disebabkan oleh faktor biologi biasanya disebabkan oleh
jamur, serangga dan binatang pengerat. Mencegah kerusakan yang disebabkan
pada jamur, ada beberapa hal utama yang perlu diperhatikan dalam upaya
pencegahan kehadiran jamur, yaitu melakukan pemeriksaan kelembaban ruangan
atau tempat penyimpanan bahan pustaka, pemberian obat anti jamur pada sampul
buku, menjaga kebersihan buku dari kotoran, menjaga bahan pustaka dari
kehadiran debu, tidak menggunakan perekat yang mengandung omlyum untuk
menjilid, sebaiknya menggunakan bahan sintesis seperti polyvinyl acetat.43
42 Indah Purwani, “Fakta Tentang Jamur dan debu Buku di Perpustakaan: bahaya yang
mengancam koleksi dan kesehatan pustakawan”,Visi Pustaka Vol.16,No.1, 2014. h.93 43 Lasa, HS, Manajemen Perpustakaan Sekolah (Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2007),
h. 161
35
c. Usaha Pencegahan yang Disebabkan Faktor Kimia
Keasaman kertas diantaranya resiko dari bahan kimia yang digunakan pada
proses pembuatan kertas serta tinta sebagai alat tulis ternyata juga mengandung
asam, sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada kertas.44 Oleh sebab itu perlu
adanya pencegahan dan perbaikan pada koleksi yang telah mengalami kerusakan.
Seperti menetralkan tingkat keasaman yang terkandung pada kertas tersebut
dengan memberi penahan yaitu buffer. Ataupun menggunakan cara lainnya ialah
menyimpan dan menata kertas dan buku ke dalam lemari kaca dengan memilih
koleksi yang baik, teliti dan dilihat jenis kertas serta tulisan.
d. Usaha Pencegahan yang Disebabkan Faktor Manusia
Dari segi banyak hal yang kita tidak bisa duga bahwa selain faktor biotis,
fisika maupun faktor lainnya. Ternyata faktor manusia dapat juga sebagai
penyebab utama kerusakan pada koleksi itu sendiri, bahwasannya manusia tidak
sadar apa yang ia perbuat, seperti memegang buku berlebihan dan lain sebagainya.
Dalam mengatasi hal tersebut hendaknya dalam mengambil koleksi di rak
haruslah berhati-hati, pustakawan harus memberi peringatan tegas terhadap
pemustaka yang membawa makanan serta minuman ke dalam ruangan
perpustakaan, dilarang untuk mecorat-coret maupun melipat koleksi secara
sembarangan, memberikan saksi berupa teguran dan denda kepada pemustaka
apabila meminjam akan tetapi menyebabkan kerusakan koleksi, serta perlu
diadakan dalam pemeriksaan keutuhan koleksi secara berkala.45
Adapun cara lain dalam usaha pencegahan yang disebabkan manusia antara
lain, pustakawan harus membersihkan ruangan serta koleksinya secara teratur
44 Muhammad Razak, Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip, (Jakarta: Program
Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip, 1992), h. 17. 45 Razak, Petunjuk Teknis Pelestarian Bahan Pustaka, h. 30
36
karena hal merupakan pekerjaan penting selain mengatur suhu udara yang ada
diruangan tersebut. Pustakawan harus memberikan informasi terhadap
pustakawan lainnya, karena staff di perpustakaan kadang-kadang tidak mengerti
maupun mengetahui cara membersihkan baik dan benar.46
e. Usaha Pencegahan yang Disebabkan Oleh Faktor Bencana Alam
1) Api
Selama ini sudah banyak kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh api
(kebakaran). Begitu pula di perpustakaan, api sangat merusak koleksi bahkan
memusnahkannya, untuk mencegah kerusakan yang semakin parah maka perlu
adanya suatu tindakan preventif seperti:
a) Bahan yang mudah terbakar seperti bahan-bahan kimia yang
mudah menguap harus diletakkan di luar bangunan utama.
b) Kabel listrik harus diperiksa secara berkala.
c) Larangan merokok di dalam ruangan maupun di luar bangunan
utama.
d) Alarm seperti smoke detector harus dipasang di tempat yang
strategis untuk mengetahui dengan cepat adanya kebakaran,
fungsi alat ini harus sering diperiksa secara berkala.
e) Alat pemadam api harus diletakkan pada tempat yang mudah
untuk dijangkau. Sedangkan untuk alat pendeteksi api dan tanda
bahaya harus dipasang dan diperiksa secara teratur. Bunyi dari
suara alat-alat tersebut harus terdengar oleh semua staf dan
pemustaka.
46 Razak, Petunjuk Teknis Pelestarian Bahan Pustaka, h. 33
37
Mereka harus mengenal tanda bahaya dari alat tersebut. Selain perpustakaan
menyediakan tenaga listrik utama dari PLN. Petugas harus dilatih secara teratur
mengenai cara penggunaannya dari berbagai aspek pencegahan api. Seharusnya
suatu organisasi pemadam kebakaran yang profesional perlu memberi saran
terhadap sifat alat-alat tersebut.47
2) Air
Kerusakan yang disebabkan oleh air mungkin lebih berbahaya bagi
perpustakaan dibandingkan api. Untuk koleksi yang rusak akibat terkena banjir,
langkah-langkah yang dapat diambil sebagai tindakan pencegahan antara lain:
a) Ikatan yang ada disebuah buku atau koleksi lainnya jangan
dilepas, maka lumpur yang ada di bagian luar dapat dibersihkan
untuk menghilangkan kotoran, lumpur dan lain-lain dengan
menggunakan kapas yang sudah dibasahi.
b) Air yang terdapat dalam ikatan buku atau koleksi lainnya harus
dikeluarkan dengan cara menekannya perlahan-lahan.
c) Buku yang masih basah harus diangini sampai kering
d) Buku diusahakan agar tetap utuh dan lampirannya jangan sampai
terpisah.
e) Buku yang sudah dikeringkan jngan dibawah pancaran sinar
matahari.
f) Kesabaran adalah modal utama dalam usaha melakukan tindakan
pencegahan terhadap kerusakan bahan pustaka.48
47 Karmidi Martoadmodjo, Buku Materi Pokok Pelestarian Bahan Pustaka, (Jakarta:
Universitas Terbuka,1999),h. 78-79. 48 Karmidi Martoatmodjo. Pelestarian Bahan Pustaka, h. 78.
38
5. Pemeliharaan Naskah-Naskah Kuno
Pemeliharaan naskah kuno merupakan kegiatan yang terencana dan
terkelola untuk memastikan agar koleksi perpustakaan dapat terus dipakai selama
mungkin. Pada dasarnya pemeliharaan atau pelestarian itu upaya untuk
memastikan agar semua bahan koleksi cetak maupun non cetak pada suatu
perpustakaan bisa tahan lama dan tidak cepat rusak. Adapun dalam pemeliharaan
naskah kuno ada dua komponen yang harus di kerjakan yaitu:
a. Pemeliharaan Fisik Koleksi Naskah Kuno
1) Konservasi
Konservasi adalah teknik yang dipakai untuk melindungi koleksi dari
kerusakan dan kehancuran. Konservasi mengarah pada seluruh usaha dan tindakan
pencegahan (preventif), pemulihan (remedial) dan perbaikan (restoratif) yang
bertujuan melindungi naskah sebagai benda cagar budaya (tangible cultural
heritage) sekaligus meningkatkan keteraksaraan naskah oleh generasi masa kini
dan generasi masa mendatang.
Mengacu pada resolusi /COM-CC mership the 15th Triennial Conference
,New Delhi, 22-26 September 2008, jenis konservasi yang dilaksanakan yaitu
konservasi pencegahan (preventif),konservasi perbaikan (remedial), dan
pemulihan atau restorasi.49
Menurut prinsip-prinsip konservasi yang ditulis dalam buku “Introduction
to Conservation” terbitan Unesco tahun 1979, ada beberapa tingkatan dalam
kegiatan konservasi, yaitu Prevention of deterioration, preservation,
49 Dina Isyanti, Aditia Gunawan, Agung Kriswanto. Pedoman Pengelolaan Naskah
Nusantara.hal.28-29
39
Consolidation, restoration and reproduction yang masing-masing diterjemahkan
sebagai berikut:
a) Prevention of deterioration adalah tindakan preventif untuk
melindungi koleksi dengan mengendalikan kondisi lingkungan
dan melindungi koleksi dari kerusakan lain,termasuk cara
penanganan.
b) Preservation adalah penanganan yang berhubungan langsung
dengan koleksi. Semisal kerusakan yang disebabkan oleh udara
lembab,faktor kimiawi,serangga, dan mikroorganisme harus
dihentikan untuk menghindari kerusakan lebih lanjut.
c) Consolidation adalah memperkuat bahan yang sudah rapuh
dengan memberi perekat (sizing) atau bahan penguat lain.
d) Restoration adalah memperbaiki koleksi yang telah rusak dengan
jalan menambal,menyambun,memperbaiki jilidan dan mengganti
bagian yang hilang agar bentuknya mendekati keadaan semula.
e) Reproduction adalah membuat salinan (foto copy) dari bahan-
bahan asli,termasuk bentuk mikro dan foto reproduksi, replika,
miniatur dan alih media ke media baru.50
Dari kegiatan konservasi yang disebut diatas, kegiatan konservasi
diperpustakaan ada bermacam-macam tetapi dalam kelompok besarnya dibagi tiga
yaitu konservasi preventif dan kuratif serta restorasi. Konservasi preventif yaitu
tindakan pencegahan terhadap kerusakan bahan perpustakaan baik itu bahan
pustaka maupun naskah kuno dari berbagai macam faktor perusak,baik itu
50 Damaji Ratmono. “Preservasi Majalah Terjilid Pada Sub Bidang Teknis Penjilidan
Bahan Pustaka Perpustakaan Nasional RI”,Visi Pustaka,Vol.16,No.1,april 2014, h.71
40
manusia, serangga, ataupun alam. Selain itu tindakan pengontrolan lingkungan
dibutuhkan secara berkala khususnya untuk koleksi yang tergolong koleksi langka
dan koleksi khusus. Kunci dari faktor lingkungan yang harus diperhatikan adalah
meliputi temperatur, serangga, maupun polusi dan pencahayaan yang berlebihan.
Konservasi Kuratif meliputi tindakan berbagai penanganan dan treatment
dengan metode dan teknik penanganan yang sudah ditentukan.51
2) Restorasi
Restorasi merupakan bagian dari kegiatan konservasi. Setelah dilakukan
konservasi (pemeliharaan) maka hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah
restorasi (perbaikan), restorasi merupakan kegiatan mengembalikan bentuk
naskah dengan menggunakan teknik tertentu agar fisik terjaga dan membuatnya
kokoh.52
Dalam Kamus kepustakawanan Indonesia mengemukakan bahwa restorasi
biasa juga disebut reparasi,yakni tindakan khusus yang dilakukan untuk
memperbaiki koleksi yang rusak.53 Sedangkan menurut definisi IFLA menunjuk
pada pertimbangan dan cara yang digunakan untuk memperbaiki koleksi dan arsip
yang rusak.54
Dalam melakukan restorasi tidak boleh dikerjakan begitu saja,harus melihat
keadaan manuskrip atau naskah tersebut. karena tiap kerusakan fisik perlu
51 Indah Purwani. “Selintas Peran Restorator dalam Konservasi Koleksi Perpustakaan”,
Visi Pustaka ,Vol.15,No.1, April 2013, h.62
52 Primadesi,Y. “Peran Masyarakat Lokal Dalam Usaha Pelestarian Naskah-Naskah Kuno
Paseban”, Jurnal Bahasa dan Seni,Vol.2, No.2, h.122
53 Lasa HS. Kamus Kepustakawanan Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher,2010), h.258
54 International Federation of Library Association.Conservation and Preservation
IFLA/UNESCO.Web Resmi IFLA/UNESCO. http://www.ifla.org/files/assets/pac/ipi/ipi1-en.pdf .
Akses tanggal 24 Juni 2015
41
ditangani dengan cara yang berbeda tergantung sebab dan jenis kerusakan.
Menurut Primadesi dalam sebuah tulisan tentang peran masyarakat lokal dalam
pelestarian naskah-naskah kuno paseban menyatakan bahwa langkah-langkah
melakukan restorasi naskah kuno antara lain:
a) Membersihkan dan melakukan fumigasi
b) Melapisi dengan kertas khusus (doorslagh) pada lembaran naskah yang
rentan
c) Memperbaiki lembaran naskah kuno yang rusak dengan bahan arsip
d) Menempatkan dalam tempat yang aman
e) Menempatkan pada ruangan ber-AC dengan suhu udara teratur.55
Selain beberapa langkah diatas, langkah-langkah dalam memperbaiki
(restorasi) naskah kuno dapat juga dilakukan dengan cara laminasi dan
enkapsulasi. Adapun pengertian dan cara restorasi dengan langkah laminasi dan
enkapsulasi adalah sebagai berikut:
a) Laminasi
Laminasi adalah langkah perbaikan koleksi baik naskah kuno, arsip,
maupun bahan pustaka dengan kertas khusus, dengan tujuan koleksi tersebut lebih
awet dan kuat. Laminasi untuk koleksi buku, arsip ataupun naskah kuno pada
dasarnya sama, hanya saja proses laminasi berbeda. Tergantung dari tingkat
kerusakan koleksi tersebut. Bahan-bahan khusus yang digunakan dalam proses
laminasi antara lain lem dengan bahan metil celulosa, air dengan bahan calsium
55 Hijrana Bahar & Taufiq Mathar (2015), “Upaya Pelestarian Naskah Kuno di Badan
Perpustakaaan dan Arsip Daerah Provinsi Sulawesi Selatan”.Jurnal Ilmu
Perpustakaan,Informasi,dan Kearsipan Khizanah:Al-Hikmah,Vol.3, No.1, Januari-Juni 2015, h.
95. Diakses dari http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/khizanah-al-hikmah/article
42
carbonat, atau dengan air aqua biasa yang bebas dari kaporit, dan pelapis koleksi
yang terdiri dari film oplas, kertas cromton atau kertas pelapis lainnya. Biasanya
kertas yang harus dilakukan laminasi adalah kertas-kertas yang sudah tua atau
rapuh dan berwarna kuning kecoklatan. Ada cara laminasi yaitu dengan mesin
dan secara manual. Untuk laminasi dengan mesin dibagi menjadi dua cara yaitu
laminasi mesin dengan cara dingin dan laminasi mesin dengan cara panas. 56
b) Enkapsulasi
Enkapsulasi adalah perbaikan kertas dari kerusakan yang bersifat fisik,
misal rapuh karena usia koleksi tersebut, pengaruh asam, dimakan serangga,
kesalahan penyimpanan dan sebagainya. Umumnya kertas yang akan dilakukan
enkapsulasi adalah kertas yang sudah rapuh, ciri tersebut biasa terdapat pada
koleksi naskah kuno, peta, poster, dan sebagainya. Alat yang digunakan untuk
enkapsulasi berupa lembaran-lembaran plastik yang transparan dan lem dari
double side tape. Cara yang dilakukan dalam proses enkapsulasi ini biasanya
mengapit setiap lembaran kertas dengan menempatkan diantara dua lembar plastik
transparan dan menempelkan lem dari double side tape di pinggiran plastik
tersebut. Cara enkapsulasi ini mirip dengan menempatkan suatu koleksi pada
sebuah amplop hanya saja dalm enkapsulasi perbedaannnya harus dipastikan
bahwa tidak ada udara di dalam plastik tersebut. Sehingga kertas di dalam plastik
tidak lembab dan berjamur. 57
Perbedaan enkapsulasi dan laminasi adalah jika pada laminasi koleksi
menempel dengan pembungkus yang melindunginya, sedang enkapsulasi, koleksi
56 Karmidi Martoadmodjo, Buku Materi Pokok Pelestarian Bahan Pustaka, ( Jakarta:
Universitas Terbuka,1999), h.111-112
57 Karmidi Martoadmodjo, Buku Materi Pokok Pelestarian Bahan Pustaka, h.113
43
tidak menempel pada plastik yang membungkusnya, sehingga apabila sewaktu-
waktu koleksi tersebut dibutuhkan dalam keadaan utuh maka masih bisa
dilepaskan dari plastik yang melindunginya tersebut.
c) Deasidifikasi
Deasidifikasi adalah kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan cara
menghentikan proses keasaman yang terdapat pada kertas. Dalam proses
pembuatan kertas, ada campuran zat kimia yang apabila zat tersebut terkena udara
luar, membuat kertas menjadi asam.58
Proses deasidifikasi ini merupakan cara yang hanya dapat menghilangkan
asam yang sudah ada dan melindungi kertas dari kontaminasi asam dari berbagai
sumber, deasidifikasi tidak dapat memperkuat kertas yang sudah rapuh. Alat-alat
yang disebutkan di atas diperlukan untuk menentukan sifat asam atau basa suatu
bahan, dengan memakai ukuran derajat keasaman yang disingkat pH. Asam
mempunyai pH antara 0-7 dan basa antara 7-14, pH7 adalah normal atau netral.
Kalau pH kertas lebih dari 7, berarti kertas tersebut sudah bersifat asam, jika pH
kertas berada antara 4-5, ini menunjukan kondisi kertas itu sudah parah. Untuk
mengetahui derajat keasaman pada suatu kertas, satu titik [pada suatu permukaan
kertas dibasahi dengan air suling, kemudian pHnya diukur dengan pH meter atau
kerta pH. Dalam melakukan deasidifikasi, kita harus hati-hati karena deasidifikasi
terlalu besar akan menyebabkan kertas menjadi rusak.59
d) Penjilidan
58 Karmidi Martoadmodjo, Buku Materi Pokok Pelestarian Bahan Pustaka, h.104 59 Muhammad Razak, Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip, (Jakarta: Program
Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip, 1992), h. 43
44
Untuk buku-buku yang telah mengalami kerusakan, perlu segera dilakukan
penjilidan ulang, agar nilai informasi yang ada di dalamnya tidak hilang, sehingga
buku yang telah diperbaiki dengan penjilidan ulang tersebut dapat dimanfaatkan
kembali oleh pengguna perpustakaan. Pada dasarnya penjilidan merupakan
pekerjaan menghimpun menggabungkan lembaran-lembaran yang lepas menjadi
satu, yang dilindungi ban atau sampul.60 Agar penjilidan dapat awet terhadap
penggunaan yang tinggi di perpustakaan, diperlukan struktur penjilidan yang
kokoh dan kuat agar bahan pustaka tidak mudah cepat rusak. Oleh karena itu
untuk kepentingan bahan pustaka selain struktur jilidan yang kuat juga diperlukan
bahan-bahan jilidan yang berkualitas baik atau permanen.
b. Pemeliharaan Non Fisik (Teks dalam Naskah)
Pelestarian isi naskah dapat dilakukan jika fisik naskah memadai. Artinya,
jika fisik naskah rapuh, robek, berjamur, atau hancur, dan lain sebagainya maka
proses pelestarian terhadap isi naskah akan sulit dilakukan. Pelestarian terhadap
isi naskah dapat dilakukan dengan digitalisasi, serta disalin (ditulis ulang), dialih
aksarakan, dan diterjemahkan.
1. Digitalisasi
Menurut Marilyn Deegan “digitalisasi adalah proses konversi dari segala
bentuk dokumen tercetak atau yang lain ke dalam penyajian bentuk digital”.
Dalam bidang perpustakaan, proses digitalisasi adalah kegiatan mengubah
dokumen tercetak menjadi dokumen digital. Proses digitalisasi ini dapat dilakukan
terhadap berbagai bentuk koleksi atau bahan pustaka seperti, peta, naskah kuno,
60 Karmidi Martoadmodjo, Buku Materi Pokok Pelestarian Bahan Pustaka, h.123
45
foto, karya seni patung, audio visual, lukisan, dan sebagainya. Untuk
mendigitalisasi masing‐masing bentuk koleksi tersebut tentunya digunakan cara
yang berbeda. Misalnya untuk karya seni patung dan lukisan, biasanya
menggunakan kamera digital atau merekamnya dalam bentuk gambar bergerak
sehingga menghasilkan foto digital atau video. Sedangkan untuk dokumen cetak
lain biasanya menggunakan mesin scanner.
Selain mengenal pengertian digitalisasi sebagaimana sudah dijelaskan
diatas, maka perlu juga diketahui apa saja tahapan perencanaan sebelum
melakukan proyek digitalisasi, diantaranya; merumuskan aturan dan mekanisme,
dalam tahapan ini sebaiknya dibuatkan SOP (Standard Operating Procedure) agar
kegiatan yang akan dilaksanakan jelas dan tercapai tujuannya; kebutuhan teknis
(hardware dan software), kebutuhan teknis disini dibagi menjadi 2 yakni
kebutuhan teknis (hardware) dikelompokkan seperti komputer server, komputer
personal, jaringan internet, mesin pemindai(scanner), dan lain sebagainya.
Sedangkan untuk kebutuhan teknis (software) dikelompokkan seperti Adobe
Acrobat, Scansoft Omnipage Pro, DSpace, dan lain‐lain; kebutuhan sumber daya
manusia, ditetapkan jumlahnya sesuai dengan kualifikasinya; menyusun waktu
pelaksanaan; dukungan dana.61
Metode pemeliharaan koleksi naskah kuno seperti ini memberikan beberapa
keuntungan dan kelebihan dibandingkan dengan pemeliharaan non digital, antara
lain dari segi alat dan pemanfaatan lebih mudah dan murah; dari sisi penyimpanan
tidak memerlukan ruang yang besar, dapat disimpan di dalam CD,DVD,Flashdisk,
kartu memori, dan lain-lain; dapat dimanfaatkan secara lebih luas, apalagi jika
61 Bermansyah; Yoyok Antoni, “Digitalisasi Naskah Kuno Dalam Upaya Pelestarian”
GaneÇ Swara, Vol. 10 No.1, Maret 2016, h.122-123
46
sudah diunggah (upload) di dalam sebuah internet. Meskipun demikian mudahnya
teknologi seperti ini dimanfaatkan, namun tidak menutup kemungkinan cara
pemeliharaan digital seperti ini juga memiliki kelemahan, salah satunya adalah
rawan terkena virus, harus terus menerus diperbaharui secara berkala karena daya
tahan lebih rendah.62
2. Penyalinan Ulang (Back Up)
Hal ini merupakan suatu upaya yang dilakukan agar isi informasi dalam
suatu informasi dapat diselamatkan dan informasi yang terkandung dapat di akses
walaupun keadaan fisiknya telah rusak atau telah hilang.63
3. Verifikasi Pengalihan Bentuk Pelestarian dan Pengalihan Aksara
Dalam memacu program pelestarian karya budaya tersebut, atau naskah
kuno perlu dilakukan revitalisasi dan verifikasi terhadap pengemasan atau
pengalihbentukan naskah –naskah. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan
transkripsi dan transliterasi seluruh karya nusantara ke dalam bahasa Indonesia
dan Inggris dalam kemasan yang menarik. Kemasan tersebut harus lebih ramah
dan murah; baik dalam bentuk buku, artikel, CD-ROM, e-book, maupun bentuk
lainnya. Seluruh naskah nusantara dan hak publikasi dimiliki oleh pemerintah
yang kemudian bisa mencetak dan menyebarluaskan kepada masyarakat.64
4. Penerjemahan
62 Asep Saefullah. “Digitalisasi Naskah:Upaya Pemeliharaan Khazanah Bangsa”, Majalah
Litbangdiklat, ed.3, 2015, hal.48-49
63 Faizal Amin. “Preservasi Naskah Klasik” Jurnal Khatulistiwa-Journal Of Islamic
Studies, Vol.1,No.1, Maret 2011, h..97
64 Adin Bondar “Kontekstual Pelestarian Naskah Kuno/Manuskrip Dalam Menggali
Kearifan Lokal Sebagai Social Capital dalam Membangun Bangsa: Sebuah Tinjauan UU
No.43/2007 Tentang Perpustakaan”, h. 24
47
Penerjemahan suatu naskah diperlukan agar orang atau pencari informasi
bisa mempelajari suatu naskah walau tidak dapat membaca aksara dan sastra yang
tertulis.65
6. Kendala-Kendala Dalam Pelestarian Koleksi Naskah Kuno atau
Manuskrip
Dalam kegiatan pelestarian koleksi baik itu naskah kuno maupun manuskrip
khususnya di Indonesia ternyata juga mengalami banyak kendala, yaitu : 66
a. Kurangnya tenaga pekerja dibagian pelestarian di Indonesia. Hingga
sampai saat ini belum ada lembaga-lembaga pendidikan yang
mengkhususkan diri pada pelestarian serta belum jelas apakah untuk
tenaga pelestarian diperlukan pada tingkat teknisi atau ketingkat
profesional.
b. Banyak pimpinan serta pemegang kebijakan belum memahami apa arti
dari pentingnya pelestarian sehingga mengakibatkan kurangnya dana,
perhatian, dan fasilitas yang tersedia.
c. Pratek pelestarian yang dilakukan selama ini di Indonesia masih banyak
yang salah.
d. Berbagai bahan pustaka yang disimpan di perpustakaan Indonesia
tercetak dalam kertas yang beraneka ragam mulutnya. Justru banyak
bahan pustaka dari periode perang kemerdekaan dicetak dalam kertas
sejenis kertas merang yang kurang baik mutunya, namun tinggi nilai
sejarahnya.
65 Faizal Amin. “Preservasi Naskah Klasik”, h.97
66 Sulistyo Basuki. Pengantar Ilmu Perpustakaan (Jakarta: Gramedia Pusaka Utama, 1993),
h.279.
48
e. Banyak kita jumpai rata-rata ruangan perpustakaan tidak dirancang
bangun sesuai dengan keperluan pelestarian dan pengawetan. Masih
banyak ruang perpustakaan yang menerima sinar matahari secara
langsung sehingga mempercepat proses kerusakan bahan pustaka.
f. Pada tingkat nasional belum terdapat kebijakan pelestarian nasional.
Kebijakan ini merupakan kerjasama antara instansi atau lembaga-
lembaga yang terkait.
D. Penelitian Relevan
Untuk menghindari duplikasi, peneliti melakukan penelusuran terhadap
penelitian-penelitian terdahulu. Dari penelitian terdahulu, diperoleh beberapa
masalah yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, yaitu :
1. Preservasi Naskah Kuno (Studi pada Perpustakaan Reksa Pustaka Pura
Mangkunegaran Surakarta), penelitian ini dilakukan oleh Dinar
Puspita Dewi,S.Sos pada tahun 2014, mahasiswi jenjang magister,
program studi interdisciplinary islamic studies, konsentrasi ilmu
perpustakaan dan informasi, UIN Sunan Kalijaga. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian yang akan peneliti lakukan terletak
pada tujuan dan perbedaan tempat. Tujuan penelitian yang dilakukan
oleh saudari Dewi antara lain mengetahui upaya preservasi
Perpustakaan Reksa Pustaka Mangkunegaran Surakarta terhadap
naskah kuno, mengetahui bagaimana problematika pelaksanaan
preservasi Perpustakaan Reksa Pustaka Mangkunegaran Surakarta
terhadap naskah kuno dan mengetahui upaya kontinuansi Perpustakaan
Reksa Pustaka Mangkunegaran Surakarta dalam meningkatkan
49
pembelajaran dan pemanfaatan masyarakat terhadap naskah kuno.
Sedangkan untuk metode penelitian terdapat persamaan menggunakan
jenis penelitian kualitatif menggunakan pendekatan deskriptif.
2. Pelestarian Naskah di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia,
penelitian ini dilakukan oleh Hikmah Nasution pada tahun 2015,
mahasiswi ilmu perpustakaan, Fakultas Adab dan Humaniora UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Perbedaan skripsi ini dengan penelitian
yang akan peneliti lakukan terletak pada tujuan dan perbedaan tempat
penelitian. Tujuan penelitian yang dilakukan oleh saudari Hikmah
antara lain untuk mengetahui kebijakan pelestarian naskah di
Perpustakaan Nasional, untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan
pelestarian naskah di Perpustakaan Nasional, dan untuk mengetahui
penyebaran informasi naskah setelah proses pelestarian di
Perpustakaan Nasional. Sedangkan untuk metode penelitian terdapat
persamaan menggunakan jenis penelitian kualitatif menggunakan
metode deskriptif.
Ditinjau dari penelitian yang telah dilakukan diatas terdapat persamaan
dan perbedaan dengan masalah yang akan diteliti. Hal yang menjadi
persamaan yaitu sama-sama membahas mengenai preservasi atau
pelestarian koleksi naskah kuno, dengan menggunakan metode
penelitian yang sama yakni penelitian kualitatif menggunakan metode
deskripstif, sedangkan hal yang membedakan dalam penelitian ini
adalah dalam tujuan penelitian. Dimana penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana proses pelestarian koleksi naskah kuno
50
Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal, untuk mengetahui
apa saja kendala pelestarian koleksi naskah kuno Perpustakaan Bayt
Al-Qur’an dan Museum Istiqlal dan untuk mengetahui bagaimana cara
mengatasi kendala pelestarian koleksi naskah kuno Perpustakaan Bayt
Al-Qur’an dan Museum Istiqlal.
51
BAB III
METODE PENELITIAN
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
a. Jenis Penelitian
Di dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian
deskriptif. Oleh sebab itu metode penelitian deskriptif yang dimaksud
disini merupakan suatu cara rangkaian penulisan yang bertujuan untuk
menggambarkan maupun menjelaskan suatu tempat hasil penelitian yang
bersifat apa adanya.67 Penelitian deskriptif ini hanya digunakan untuk
menggambarkan keadaan suatu objek yang akan diteliti untuk dikaji lebih
mendalam. Dalam penelitian deskriptif ini tujuannya adalah
menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik
mengenai populasi atau bidang tertentu. Data yang dikumpulkan semata-
mata bersifat deskriptif tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji
hipotesis,membuat prediksi maupun mempelajari implikasi.68
b. Pendekatan Penelitian
Peneliti ini hanya menggunakan pendekatan kualitatif, yakni
penelitian yang dimaksudkan untuk menghasilkan data-data deskriptif
berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang dan prilaku yang dapat
67Prasetya Irawan. Logika dan Prosedur Penelitian. (Jakarta: STIA Lembaga Administrasi
Negara, 2004 ), h. 60
68 Azwar S. Metode Penelitian. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005)
52
diamati.69 Pendekatan kualitatif ini digunakan untuk menggali informasi
secara lebih dalam terkait dengan masalah apa yang akan teliti.
Pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang diamati, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut
secara menyeluruh dan akan lebih aik lagi bila memberikan subyek
kebebasan dalam mengekspresikan respon secara mendalam dan
sealamiah mungkin.70
2. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer adalah sumber data yang peneliti dapatkan secara
langsung dengan informan yang berada dilapangan. Data primer ini dapat
berupa benda-benda, situs atau manusia.
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diambil secara tidak langsung dari
sumbernya, atau seseorang mendapat informasi dari orang lain. Data
sekunder diambil dari dokumen-dokumen misalnya, karya tulis orang
lain, koran, laporan atau majalah.71
3. Informan Penelitian
Untuk mendapatkan data yang relevan dalam penelitian ini peneliti
menggunakan pemilihan informan yang ditentukan dengan mencari objek
69 Lexy J Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2000), h. 3.
70 David Bawden. Users, user studies and human information behaviour; A three-decade
perspectives on user studies and information needs” Journal of Documentation.
Bradfoard:2006.vol.62,Iss.6;pg.671
http://proquest.umi.com/pqdweb?did=1255208921&sid=3&Fmt=3&clientld=45625&RQT=309&
Vname=PQD diakses tanggal 2 juni 2015 71 Irawan. Logika dan Prosedur Penelitian, h. 86-87
53
yang memahami apa yang diteliti oleh penulis. Informan merupakan orang
yang dijadikan sebagai nara sumber bahan penelitian, pemberi informasi,
dan pembantu dalam penyediaan data.72
Informan di dalam penelitian kualitatif menggunakan teknik puspose
sampling, yang artinya teknik pengambilan sampel sumber data dengan
mempertimbangkan tertentu yaitu sumber data yang paling tahu tentang apa
yang harapkan oleh penulis agar mempermudah untuk menjelajahi objek
yang akan diteliti. Adapun penelitian ini dalam pemelihan kriteria informan
sebagai berikut :
Tabel.1
Informan
No Nama Jabatan Pendidikan
1 Syaifuddin, MA.Hum Kepala Seksi Koleksi
S2
(Filologi)
2 Ida Fitriani, M.Hum Staf Pengembang Koleksi
S2
(Arkeologi)
Informan yang dipilih adalah orang yang berkaitan langsung dengan
topik yang diteliti oleh penulis dan paling memahami objek penelitian.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengumpulan data dengan
menggunakan teknik wawancara secara tatap muka langsung terhadap
informan, serta wawancara terhadap informan akan dihentikan apabila
jawaban penelitian telah dianggap sangat puas.
72 Mahsun, Metode Penelitian Bahasa: tahapan strategi, metode, dan tekniknya. (Jakarta:
PT. Raja Grasindo Persada, 2007), h. 30
54
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini disesuaikan dengan fokus dan
tujuan penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan penelitian ini
adalah :
a. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dimana peneliti
ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan
jumlah respondennya sedikit/kecil. Wawancara ini dilakukan untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti. Dalam melakukan
wawancara dapat dilakukan secara tersetruktur maupun tidak terstruktur.
Yang dimaksud dengan wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik
pengumpulan data, apabila peneliti telah mengetahui dengan pasti
tentang informasi yang diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan
penelitian ini, peneliti telah menyiapkan intrumen penelitian berupa
pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabanyapun telah
disiapkan. Sedangkan wawancara tidak terstruktur merupakan
wawancara bebas atau terbuka yang mana peneliti hanya menggunakan
garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Wawancara ini
harus dilakukan dengan pihak Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan
Museum Istiqlal agar dapat memperoleh data yang relevan dengan
persoalan yang akan diteliti.73
b. Observasi
73 Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2010), h.194-197
55
Observasi yang berarti pengamatan bertujuan untuk mendapatkan
data tentang suatu masalah, sehinggga diperoleh pemahaman atau
sebagai alat re-checking atau pembuktian terhadap informasi / keterangan
yang diperoleh sebelumnya.74
5. Teknik Analisis Data
Dalam teknik analisis data peneliti menggunakan analisis data model
penelitian kualitatif versi miles dan huberman yang terdiri dari :75
a. Reduksi data
Reduksi data adalah proses menyederhanakan data baru yang
diperoleh dari hasil penelitian yang sedang berlangsung. Langkah ini
dilakukan sebelum seluruh data baik dari observasi, survei, dan
wawancara dikumpulkan. data yang diperoleh oleh peneliti dengan
cara observasi maupun wawancara perpustakaan dengan mempelajari
literatur yang berkaitan dengan tema skripsi yang dikaji, maka
selanjutnya dicatat dengan rinci, lalu dikelompokan, kemudian data
tersebut harus dikhususkan pada hal penting yang terkait dengan tema
penelitian. Sehingga data yang diperoleh dapat memeberikan
gambaran yang jelas.
b. Penyajian data
Setelah data direduksi, langkah yang selanjutnya dilakukan adalah
menyajikan data. Dalam penyajian data, peneliti melakukan dalam
bentuk naratif, yang kemudian peneliti alihkan dalam bentuk bagan,
74Iin Tri Rahayu, dan Tristiadi Ardi Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010), h.194-197
75 Emzir. Analisis Data: Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rajawali Perss, 2011),
h.129-133
56
tabel, dan gambar-gambar. Pengalihan tersebut peneliti lakukan bertujuan
untuk memudahkan pembaca dalam memahami isi penelitian ini.
c. Penarikan kesimpulan
Data yang telah diterangkan dan dijabarkan dalam bentuk narasi
kemudian peneliti gunakan untuk menjawab perumusan masalah yang
telah dirumuskan sejak awal. Data yang telah dirangkum lalu diuraikan
dalam bentuk naratif kemudian peneliti membuat kesimpulan.
Kesimpulan digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang telah
dijabarkan sebelumnya.
6. Jadwal Penelitian
Adapun Jadwal Penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai
berikut:
Tabel. 2
Jadwal Penelitian
No Kegiatan Bulan
1 Pengajuan Proposal Skripsi Maret 2015
2 Mendapatkan Dosen Pembimbing Skripsi Maret 2015
3 Bimbingan Awal Skripsi Maret 2015
4 Penyusunan Laporan Skripsi September 2015
5 Penelitian November 2017 dan Juli
2018
6 Pengajuan Daftar Sidang Juli 2018
7 Sidang Skripsi Juli 2018
57
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Objek Penelitian
1. Sejarah Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal (BQMI)76
Pemerintah dan umat Islam Indonesia menaruh perhatian yang besar
terhadap upaya pemeliharaan Al-Qur'an melalui berbagai usaha, antara lain
melalui pembentukan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, tim
penerjemah Al-Qur'an dan penulisan tafsirnya, lembaga pendidikan dan
pengajaran Al-Qur'an, dan penyelenggaraan Musabaqah Tilawatil Qur'an.
Sebagai wujud perhatian pemerintah untuk menjamin kesucian teks Al-
Qur'an dari berbagai kesalahan dan kekurangan dalam penulisan Al-Qur'an
tersebut, pada tahun 1957 dibentuk suatu lembaga kepanitiaan yang
bertugas mentashih (memeriksa/mengoreksi) setiap mushaf Al-Qur'an yang
akan dicetak dan diedarkan kepada masyarakat Indonesia. Lembaga tersebut
diberi nama Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur'an. Namun keberadaan
lembaga ini tidak muncul dalam struktur tersendiri, dan hanya merupakan
semacam panitia adhoc. Lembaga tersebut menjadi bagian dari Puslitbang
Lektur Keagamaan, bahkan dalam PMA no. 3 tahun 2006 tentang organisasi
dan Tata Kerja Departemen Agama nomenklatur Lajnah tidak disebut sama
sekali, meskipun tugasnya terurai dalam tugas pokok dan fungsi (tupoksi).
Padahal Lajnah mengemban tugas yang berat dan penting dengan volume
76 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Profil Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementerian RI, 2016),
h. 6
58
dan cakupan pekerjaan yang luas, serta tanggung jawab yang besar, karena
terkait dengan kajian dan pemeliharaan kitab suci Al-Qur'an.
Tugas-tugas Lajnah semakin berkembang sejalan dengan
perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan. Pada tahun 1982 keluar
Peraturan Menteri Agama Nomor 1 tahun 1982, yang isinya antara lain
menyebut tugas-tugas Lajnah Pentashih, yaitu meneliti dan menjaga mushaf
Al-Qur'an, rekaman bacaan Al-Qur'an, terjemah dan tafsir Al-Qur'an secara
preventif dan represif; mempelajari dan meneliti kebenaran mushaf Al-
Qur'an, Al-Qur'an untuk tunanetra (Al-Qur'an Braille), bacaan Al-Qur'an
dalam kaset, piringan hitam dan penemuan elektronik lainnya yang beredar
di Indonesia; dan memberhentikan peredaran Mushaf Al-Qur'an yang belum
ditashih oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an.
Sepanjang perjalanan Lajnah sejak pertama kali didirikan pada tahun
1957 telah mengalami beberapa pergantian kepemimpinan. Sebutan untuk
pemimpin Lajnah hingga akhir tahun 2006 adalah Ketua Lajnah yang secara
ex officio dijabat oleh Kepala Puslitbang Lektur Keagamaan. Sejak awal
tahun 2007 sejalan dengan ditetapkannya Lajnah Pentashihan Mushaf Al-
Qur'an sebagai satuan kerja (satker) tersendiri, sebutan Ketua Lajnah
berubah menjadi Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. Adapun
mereka yang pernah menduduki jabatan Ketua/ Kepala Lajnah adalah
sebagai berikut:77
77 Ibid
59
Tabel.3
Nama-Nama Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an dari
Masa ke Masa
Tugas-tugas Lajnah hingga tahun 2007 masih sebatas mentashih Al-
Qur'an dengan segala macam produknya. Namun belakangan ini tugas-tugas
Lajnah menjadi semakin luas. Sehubungan dengan itu, sebagai tindak lanjut
pelaksanaan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama dan untuk
meningkatkan dayaguna dan hasil guna pelaksanaan tugas dibidang
pentashihan dan pengkajian Al-Qur'an, keluarlah Peraturan Menteri Agama
RI Nomor 3 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur'an.
Di dalam Peraturan Menteri Agama RI Nomor 3 Tahun 2007 Bab I
pasal 1, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an adalah Unit Pelaksana
Teknis Badan Penelitian dan Pengembangan serta Pendidikan dan Pelatihan,
NO NAMA PERIODE
1 H. Abu Bakar Aceh 1957-1960
2 H. Ghazali Thaib 1960-1963
3 H. Mas'udin Noor 1964-1966
4 H. A. Amin Nashir 1967-1971
5 H.B. Hamdani Ali, MA., M.Ed 1972-1974
6 H. Sawabi Ihsan, MA 1975-1978
7 Drs. H. Mahmud Usman 1979-1982
8 H. Sawabi Ihsan, MA 1982-1988
9 Drs. H. Abdul Hafidz Dasuki 1988-1998
10 Drs. H.M. Kailani Eryono 1998-2001
11 Drs. H. Abdullah Sukarta 2001-2002
12 Drs. H. Fadhal AR. Bafadal, M.Sc 2002-2007
13 Drs. H. Muhammad Shohib, MA 2007-2014
14 Drs. H. Hisyam Ma'sum, M.Si Juni - September 2014
15 H. Abdul Halim Ahmad, Lc, MM September 2014 - Maret 2015
16 Dr. H. Muchlis Muhammad Hanafi, MA Maret 2015 - sekarang
60
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Litbang dan
Diklat Kementerian Agama RI.
Sejak keluarnya PMA tersebut, Organisasi dan Tata Kerja Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur'an turut berubah sesuai dengan tugas dan fungsi
Lajnah dalam diktum tersebut, sehingga organisasi ini mencakup 3 bidang,
yaitu (1) Bidang Pentashihan, (2) Bidang Pengkajian Al-Qur'an, dan (3)
Bidang Bayt Al-Qur'an dan Dokumentasi. Khusus pengelolaan Bayt Al-
Qur'an dan Museum Istiqlal telah diterbitkan pula Keputusan Menteri
Agama No. 45 Tahun 2007 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Agama
Nomor E/50 Tahun 2002 tentang Susunan Personalia Pengelolaan Bayt Al-
Qur'an dan Museum Istiqlal Taman Mini Indonesia Indah. Sejak keluarnya
PMA No. 3 Tahun 2007 inilah tugas pengelolaan Bayt Al-Qur'an dan
Museum Istiqlal di bawah Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an.
Saat ini Lajnah menempati Gedung Bayt al-Qur'an & Museum Istiqlal
yang diresmikan pada tanggal 20 April 1997 oleh Presiden RI pada waktu
itu, Soeharto. Gedung ini dibangun di atas tanah seluas 20.013 m2 dengan
luas bangunan ± 20.402 m2. Arsitek pembangunan gedung ini adalah Ir.
Achmad Noe'man. Gedung ini terdiri atas empat lantai yang masing-masing
berfungsi sebagai masjid, main hall, museum shop, dan ruang pamer lantai
1, ruang pamer dan audio visual lantai 2, perkantoran dan ruang
perpustakaan lantai 3, dan ruang seminar lantai 4.
Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal Taman Mini
Indonesia Indah, Jakarta, merupakan perpustakaan khusus yang berfungsi
untuk mendukung tugas pokok dan fungsi dari lembaga induknya, yaitu
61
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, yang bertugas melakukan
pentashihan, pengkajian Al-Qur’an, serta pengelolaan Bayt Al-Qur’an &
Museum Istiqlal. Perpustakaan memiliki koleksi dengan subjek mengenai
Al-Qur’an, tafsir, hadits, serta seni budaya Islam. Pengunjung dapat
menjumpai beragam jenis cetakan Al-Qur’an dari berbagai penerbit,
khazanah tafsir klasik, arsitektur Islam, hingga karya-karya kontemporer.
Pembangunan Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal
merupakan bentuk kristalisasi dari seluruh cita-cita dan pemikiran untuk
menampilkan dan mengaktualisasikan kebudayaan bangsa Indonesia,
khususnya yang bernafaskan Islam. Kekhususan ini untuk menunjang tugas
pokok dan fungsi BQMI yang pada awalnya hanya untuk menghimpun
naskah-naskah Al-Qur’an, kemudian diperluas kembali tugasnya untuk
menghimpun,memamerkan, dan mengkaji sejarah serta budaya Islam
Nusantara. Sehingga sejak saat itulah, timbul rencana untuk
menggabungkan ide pendirian Bayt Al-Qur’an (BQMI) dengan pendirian
Museum Istiqlal. BQMI dan Museum Istiqlal merupakan dua lembaga yang
memiliki satu kesatuan utuh, menyatu dalam upaya meningkatkan
kecintaan,pemahaman, dan pengamalan Al-Qur’an. Lebih dari sekedar
tempat untuk menyimpan, melestarikan dan memamerkan naskah-naskah
Al-Qur’an dari berbagai penjuru daerah di Nusantara, BQMI juga
merupakan wadah kajian dan pengembangan ilmu yang berkaitan dengan
Al-Qur’an dan budaya Islam. Sehingga BQMI memiliki peran penting
sebagai tonggak perkembangan dan kebesaran Islam Nusantara untuk
62
menyiarkan kegemilangan dari masa lalu, masa kini, dan masa yang akan
datang.
2. Dasar dan Tujuan
a. Dasar
1) Sesungguhnya Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang merupakan
rahmat bagi seluruh alam yang menjadi tuntunan terbaik dan
memiliki nilai sangat strategis untuk pembangunan umat manusia.
2) Sesungguhnya Al-Qur’an telah mengilhami, mendorong dan
memperkaya budaya bangsa.
3) Kekayaan budaya yang bernafaskan Islam dalam berbagai bentuknya
perlu dilestarikan dan dikembangkan.
b. Tujuan
1) Meningkatkan kecintaan, pemahaman dan pengamalan ajaran-ajaran
Al-Qur’an.
2) Menampilkan kebudayaan Indonesia yang bernafaskan Islam yang
berkualitas dan kreatif dalam upaya memantapkan kesatuan dan
persatuan bangsa.
3) Menampilkan makna dan citra ajaran Islam dan budaya bangsa
Indonesia yang bersifat terbuka, dinamis dan toleran.
4) Menampilkan budaya Islami yang berasal dari Asia Tenggara dari
bangsa-bangsa lainnya dalam upaya ikut melengkapi dan
memperkaya khazanah budaya Islam dunia.
63
5) Menjadi forum studi dan pelayanan informasi bagi pengembangan
ilmu pengetahuan dan budaya islam.
3. Visi dan Misi
Meskipun Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal (BQMI)
merupakan lembaga yang berada di dalam naungan lembaga Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMA), dalam hal visi dan misi, mereka
memiliki visi dan misi tersendiri yakni:
Visi
“Menjadi Museum Al-Qur’an dan Kebudayaan Islam Bertaraf
Internasional”
Sedangkan misi dari Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal adalah:
Misi
“Menjaga dan Melestarikan Warisan Al-Qur’an dan Kebudayaan
Islam di Nusantara”
4. Personalia
Jumlah personalia yang dikhususkan untuk fokus dalam kegiatan bidang
BQMI terdapat 15 orang personalia. Adapun tugas dan latar belakang
pendidikan dari masing-masing individu adalah sebagai berikut:
64
Tabel. 4
Tabel Sumber Daya Manusia Bidang Bayt Al-Qur’an dan
Dokumentasi No Nama Jabatan Bagian Pendidikan
1.
Hj. Nani Sutiati, S.Pd,
M.M
Kepala Bidang
Bayt Al-Qur’an &
Dokumentasi
Bidang Bayt
Al-Qur’an dan
Dokumentasi
S 2
Manajemen
2.
Syaifuddin, MA.Hum Kepala Seksi
koleksi
Seksi koleksi
dan pameran
S 2 Filologi
3.
H. Agus Puji Utama,
S.Pd
Kepala Seksi
Dokumentasi dan
kepustakaan
Seksi
Penyusun
Dokumentasi
dan
kepustakaan
S 1 Pendidikan
Islam
4.
HJ. Juarsih, S.Sos Staf Bahan dan
Informasi
Seksi
dokumentasi
S1 Sosiologi
5
Hj. Khikmawati, Lc Staf
pengembangan
Koleksi Museum
Seksi koleksi
dan pameran
S1 Sastra Arab
6.
Ida Fitriani, M.Hum Staf pengembang
Koleksi Museum
Seksi koleksi
dan pameran
S2 Arkeologi
7.
H. Adimas Bayumurti,
S.Sos
Staf
pengembangan
Koleksi Museum
Seksi koleksi
dan pameran
S1 Ilmu
Komunikasi
8.
Heri Haryadi, S.IP Staf Penyusun
Bahan Informasi
Seksi
Dokumentasi
kepustakaan
S 1 Ilmu
Perpustakaan
9.
Efan Gada Sefa, S.Kom Staf Penyusun
Bahan Informasi
Seksi
Dokumentasi
kepustakaan
S1 Teknik
Informatika
10.
Sri Purwanti Staf pengolah Data Seksi
Dokumentasi
dan
kepustakaan
SLTA
65
11.
Sejati Hadi Purnomo Staf Pengolah
Bahan Koleksi dan
Museum
Seksi Koleksi
dan Museum
SLTA
12.
Nurudin Staf Pengolah
Bahan Koleksi dan
Museum
Seksi Koleksi
dan Museum
SLTA
13
Aris Munandar Staf Pengolah
Bahan Koleksi dan
Museum
Seksi Koleksi
dan Museum
SLTA
14..
Bubun budiman Staf Pengolah
Bahan Koleksi dan
Museum
Seksi Koleksi
dan Museum
SLTA
15.
Ibnu A’tholillah S.pd Staf Pengolah
Bahan Koleksi dan
Museum
Seksi Koleksi
dan Museum
S1 Pendidikan
Islam
5. Stuktur Organisasi 78
Dikarenakan BQMI merupakan bagian dalam lembaga Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an maka untuk struktur organisasi dijadikan
satu dengan struktur organisasi lembaga induknya tersebut, untuk struktur
organisasi khusus, Perpustakaan BQMI belum memilikinya. Adapun
struktur lembaga induk tersebut sebagai berikut:
78 Ibid, h.15
66
Gambar.2
Struktur Organisasi
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI
6. Koleksi
Koleksi yang terdapat di Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum
Istiqlal Pentashihan Mushaf Al-Qur’an meliputi manuskrip Al-Qur’an
dari berbagai wilayah nusantara seperti Aceh, Jambi, Banten, Jawa Barat,
Jawa Timur dan Bima dengan ragam bentuk mushaf kuno yang
berjumlah ± 60 naskah. Selain itu ada pula manuskrip keagamaan yang
berasal dari Aceh, Banten, Jawa, Madura, NTB dan lain-lain yang
berjumlah ± 60 naskah. Selain itu ada pula manuskrip Al-Qur’an cetak
dari Singapura, India, Turki, Jakarta, dan Afrika dengan ragam bentuk
percetakan litografi dan mushaf. Ada pula manuskrip terjemahan dan
tafsir Al-Qur’an yang berasal dari Melayu dan Jawa dengan ragam
terjemahan dan tafsir.79
79 Ibid, h.49
67
7. Jam Layanan
Layanan bagi pengunjung Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan
Museum Istiqlal Pentashihan Mushaf Al-Qur’an dibuka pada setiap hari
selasa hingga minggu, sedangkan untuk kunjungan pada hari senin
diliburkan. Adapun jadwal sebagai berikut :
Tabel.5
Jam Layanan
NO Hari Operasional Jam Layanan
1 Senin Libur bagi pengunjung
2 Selasa-Minggu 08.00 s.d 15.30 WIB
8. Fasilitas Pendukung Pelestarian Koleksi Naskah Kuno BQMI
Beberapa fasilitas pendukung pelestarian koleksi naskah kuno yang
digunakan sebagai bentuk perawatan sederhana yang dilakukan untuk
perawatan koleksi naskah kuno BQMI adalah Hydrant, Vacuum
Cleaner, Kemoceng, Kuas,Spon, Dehumidifer, AC, Smoke Detector,
dan Sprinkle. Adapula alat sederhana untuk pendigitalisasian koleksi
naskah kuno masih menggunakan fasilitas sederhana antara lain
kamera SLR Canon 7D, tripod standar, dan seperangkat laptop atau
computer untuk proses editing naskah.
9. Fasilitas Pendukung Layanan
Beberapa fasilitas pendukung layanan BQMI diantaranya adalah
Perpustakaan, Masjid Bayt Al-Qur’an, Ruang Audiovisual, Ruang
Pertemuan, Koperasi BQMI, area bermain anak, dan lain-lain.80
80 Ibid, h.50
68
B. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan 3 metode, yaitu observasi, wawancara serta
kajian pustaka. Metode observasi dilakukan dengan teknik mendeskripsikan
situasi dan kondisi tempat penelitian, metode wawancara dilakukan dengan semi
terstruktur yaitu menggunakan pedoman wawancara dimana pertanyaan yang
diajukan secara langsung kepada informan sehingga dapat dilakukan
penyempitan atau perluasan topik, metode kajian pustaka penulis lakukan
dengan meninjau literatur-literatur yang terkait dengan objek penelitian. Maka
pada bab ini akan dijabarkan hasil dari penelitian.
1. Proses Pelestarian Koleksi Naskah Kuno Perpustakaan Bayt Al-Qur’an
dan Museum Istiqlal (BQMI)
Dari sekian banyak naskah kuno yang dimiliki Perpustakaan Bayt Al-
Qur’an dan Museum Istiqlal, terdapat skala prioritas perlakuan dalam
pemeliharaan dan perbaikannya. Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum
Istiqlal lebih memprioritaskan naskah kuno (manuskrip Al-Qur’an) untuk
dilakukannya pemeliharaan dan perbaikan dibandingkan dengan manuskrip
keagamaan. Hal ini dikarenakan kondisi naskah kuno yang sudah parah dan
banyak yang mengalami kerusakan. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara
penulis dengan salah satu informan yaitu :
“Disini yang kita prioritaskan untuk dilakukan penyelamatan lebih kepada
koleksi naskah kuno Al-Qur’an, sebenarnya ada naskah kuno lain seperti naskah
keagamaan, tapi yang lebih kita prioritaskan adalah naskah kuno Al-Qur’an
karena memang kondisi yang sudah parah banyak yang dimakan ngengat kertas-
kertasnya, tulisannya sudah banyak yang menghitam karena kebanyakan naskah
kuno Al-Qur’an yang ditulis pada abad-abad 18 – 20 M tersebut ditulis diatas
kertas eropa berbahan tinta iron gel yang mengandung besi atau tingkat
keasaman tinggi. Jadi jika dibiarkan bertahun-tahun dan tidak mendapat
penanganan tintanya akan memakan kertas sehingga menjadi berlubang atau
bahkan tidak bisa terbaca sama sekali.”
69
Dalam hal pelestarian koleksi naskah kuno, proses pelestarian yang
dilakukan oleh perpustakaan BQMI adalah pelestarian terhadap fisik koleksi
naskah kuno dan pelestarian non fisik (pelestarian teks dalam naskah).
a. Proses Pelestarian Fisik Koleksi Naskah Kuno
Ada 2 proses kegiatan kaitannya dengan pelestarian fisik koleksi
naskah kuno yakni dengan konservasi dan restorasi. Terkait proses konservasi
untuk melindungi agar naskah tidak hilang, rusak, ataupun hancur maka sarana
yang digunakan yakni dengan pembuatan portaple. Portaple disini digunakan
untuk
menyimpan naskah kuno yang benar-benar rapuh agar terlindungi dan jika
disimpan dapat terhindar dari gesekan antara naskah lainnya. Untuk bahan
yang digunakan dalam pembuatan portaple adalah menggunakan bahan-bahan
import dan sampai saat ini perpustakaan BQMI masih meminta bantuan untuk
pembuatan portaple tersebut kepada pihak ketiga yakni Perpustakaan Nasional
RI. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara penulis dengan salah satu
informan yakni staff pengembangan koleksi perpustakaan BQMI ibu Ida
Fitriyani :
“Teruntuk naskah yang benar-benar rapuh kita meletakkannya dalam
kertas portaple, agar terlindungi dan jika disimpan dapat terhindar dari
gesekan antara naskah lainnya. Untuk pembuatan tempat penyimpanan ini
atau kertas portaple kita masih meminta bantuan dari pihak Perpustakaan
Nasional RI. Sebenarnya kita sudah diperlihatkan dan diajari cara
pembuatannya, namun ya lagi-lagi kita tidak bisa praktek sendiri karena
terkendala dengan bahan-bahan dan alatnnya yang harus di import.”
Sedangkan untuk restorasi yakni kegiatan memperbaiki koleksi naskah
yang rusak, teknik yang digunakan oleh perpustakaan BQMI adalah dengan
70
proses laminasi dan fumigasi. Laminasi biasanya dilakukan untuk kertas-kertas
yang sudah tidak dapat diperbaiki, proses yang dilakukan dengan cara ini adalah
menjilid atau menambal. Sedangkan proses fumigasi yakni dengan cara
menyemprotkan bahan kimia terhadap bahan naskah yang mudah lapuk atau
hancur tujuannya agar lebih awet dan terhindar dari faktor-faktor yang
menyebabkan kerusakan koleksi. Perpustakaan BQMI melakukan fumigasi satu
tahun sekali. Untuk proses restorasi perpustakaan BQMI tidak melakukan
kegiatan tersebut sendiri akan tetapi meminta bantuan jasa dari pihak ketiga. Hal
ini selaras dengan hasil wawancara penulis dengan dua informan staff
pengembangan koleksi dan kepala seksi koleksi yakni ibu Ida dan bapak
Syaifuddin :
“Untuk restorasi kita menggunakan bantuan jasa dari pihak ketiga atau
vendor, jadi kita hanya menyiapkan anggaran sesuai yang dibutuhkan.”
“Kita baru menerapkan restorasi dengan cara seperti laminasi, enkapsulasi, dan
fumigasi mulai tahun 2016 kemarin dan akan rutin dilakukan tiap tahunnya.
Namun pelaksana kegiatan ini bukan dari staf BQMI sendiri yang mengerjakan,
melainkan kita anggarkan dana setiap tahunnya untuk meminta bantuan jasa dari
pihak ketiga atau vendor.”
b. Proses Pelestarian Non Fisik (pelestarian teks dalam naskah).
Proses pelestarian terhadap isi naskah yang dilakukan oleh perpustakaan
BQMI adalah dengan cara digitalisasi dan katalogisasi. Pertama, Proses
pendigitalisasian naskah dilakukan pada saat peneliti naskah kuno atau manuskrip
melakukan pengumpulan naskah di lapangan. Proses pengalihan naskah dari
bentuk aslinya ke dalam bentuk digital ini dilakukan dengan cara memfoto
menggunakan kamera digital SLR merk Canon 7D dan alat bantu berupa tripod
guna menopang body kamera serta laptop sebagai alat untuk melakukan
71
pengeditan gambar yang diubah menjadi format digital. Hal ini selaras dengan
informasi yang peneliti dapatkan dari informan Bapak Syaifuddin selaku kepala
seksi koleksi yakni:
“Sebagian sudah dilakukan digitalisasi, namun belum semuanya dan belum
memiliki ruang tertentu karena masih menggunakan fasilitas biasa, seperti
kamera SLR Canon 7D pada umumnya dan tripod dilakukan secara manual.
Digitalisasi ini dilakukan pada saat peneliti melakukan pengumpulan naskah di
lapangan.”
Kedua, proses terhadap pelestarian isi naskah adalah dengan katalogisasi
namun sebelum melakukan kegiatan katalogisasi, langkah untuk analisis datanya
meliputi deskripsi naskah terlebih dahulu kemudian penyusunan dalam bentuk
katalog. Hal yang perlu diperhatikan dalam mendeskripsikan atau
mengidentifikasi naskah antara lain informasi atau data mengenai:
Tabel 6
Deskripsi Mushaf Kuno
1. Nomor/Kode naskah
2. Asal usul naskah
3. Penyalinan
4. Tahun penyalinan
5. Kertas
6. Cap Kertas
7. Sampul dan Penjilidan
8. Jumlah halaman
9. Jumlah halaman kosong
10. Jumlah baris/halaman
11. Ukuran mushaf
12. Ukuran bidang teks
13. Penomoran halaman
14. Jenis dan warna tinta
15. Kondisi fisik
16. Rasm
17. Tanda baca
18. Tanda Tajwid
19. Qiraat
20. Tanda pembagian teks
21. Teks ayat awal mushaf
(ayat dan surat)
22. Teks ayat akhir mushaf
(ayat dan surat)
23. Teks tambahan lainnya
24. Kaligrafi
25. Iluminasi
26. Keterangan tambahan
72
Hal ini selaras dengan hasil pengamatan peneliti pada saat penelitian di
perpustakaan BQMI yang mana peneliti tuangkan dalam sebuah gambar sebagai
berikut:
Gambar 3
Deskripsi Mushaf Kuno
Setelah melalui pendiskripsian langkah selanjutnya adalah penyusunan katalog.
Pola penyusunan katalog pada perpustakaan BQMI adalah dengan format sebagai
berikut:
73
Tabel 7
Pola Penyusunan Katalog
a. Nomer Katalog
b. Judul
c. Ukuran naskah
d. Aksara, tulisan, cara penulisan, bahan naskah
e. Jumlah halaman/lampiran
f. Umur
g. Pengarang/penyalin/sumber naskah
h. Ikhtisar isi
Hal ini selaras dengan hasil pengamatan peneliti pada saat penelitian di
perpustakaan BQMI yang mana peneliti tuangkan dalam sebuah gambar sebagai
berikut:
Gambar 4
Katalog Naskah Kuno
2. Kendala Pelestarian Koleksi Naskah Kuno Perpustakaan BQMI
Berdasarkan hasil penelitian, masih banyak kendala yang dihadapi. Hal ini
seauai dengan informasi yang peneliti dapatkan dari kepala seksi koleksi Bapak
Syaifuddin bahwa:
74
“Emmm berbicara masalah kendala saya rasa masih banyak sekali kendalanya,
terutama kaitannya dengan SDM. Jadi SDM yang kita punya dengan beban kerja
itu sangat jomplang sekali. Aaa kita juga punya koleksi ribuan dan pengunjung
ratusan ribu tiap tahun, tapi aaa yang bertugas secara langsung itu hanya
bekisar 10 orang lah dengan komposisi 3 orang sebagai pengembang koleksi
BQMI istilah sebagai kuratornya itupun tidak sesuai dengan potensi dari
bidangnya. Untuk perawatan secara struktur ada 4 orang, tapi secara teknisnya
dibagi menjadi 2 yang 2 sebagai pemandu pelayanan sedangkan yang 2 lagi
sebagai pelaksana perawatan kecil-kecilan seperti halnya pembersihan,
penantaan koleksi yang pas, menjamin keamanan tempat display seperti itu.
Selain SDM kita juga terkendala masalah fasilitas yang kurang memadai aaa
bahkan belum ada aaa kaya lab sendiri dan sebagainya. Selain SDM dan fasilitas
adapun kendala yang kami hadapi itu aaaa dari segi anggaran yang sangat
minim.”
Dari pernyataan diatas peneliti uraikan kendala pelestarian koleksi naskah kuno
yang dihadapi oleh perpustakaan BQMI antara lain:
a. Kendala terkait manajamen pelestarian (kebijakan)
Mengingat pelestarian dan pemeliharaan naskah kuno sangatlah perlu untuk
dilakukan, maka dibutuhkan adanya suatu manajemen khusus atau kebijakan
tertulis yang bisa dijadikan sebagai pedoman berlangsungnya kegiatan
pemeliharaan serta perbaikan naskah kuno. Terkait dengan manajemen pelestarian
koleksi naskah kuno Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal belum
memiliki kebijakan secara tertulis. Adapun kebijakan yang ada sejak tahun 2016
hanya sebatas kebijakan dalam pengalokasian anggaran untuk kegiatan pelestarian
yang dilakukan. Hal tersebut juga selaras dengan hasil wawancara oleh Kepala
Seksi Koleksi Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal, mengatakan
bahwa :
“Kebijakan tertulis belum ada, karena kembali lagi kita belum punya staf ahli
konservator yang benar-benar memahami masalah perawatan dan perbaikan
terhadap koleksi naskah-naskah kuno ini. Namun mulai tahun 2016 hingga
sekarang kita ada kebijakan pengalokasian anggaran untuk menggunakan
jasa pihak ketiga sebagai pelaksana pemeliharaan terhadap koleksi naskah
yang ada. Jadi ya kebijakan hanya mengalir saja, melakukan perawatan apa
75
adanya belum benar-benar memenuhi sesuai kriteria yang seharusnya
dilakukan..”
b. Kendala terkait sumber daya manusia
Dalam pelestarian naskah kuno di Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan
Museum Istiqlal, belum memiliki sumber daya manusia / staf khusus yang
bertugas sebagai konsevator. Sumber daya manusia atau jumlah personalia yang
ada tidak seimbang dengan beban kerja yang ada di perpustakaan BQMI dan tidak
tersedianya sumber daya manusia yang memenuhi kualifikasi sebagai
konservator, seringkali untuk kegiatan pelestarian naskah kuno yang bersifat
fundamental seperti halnya fumigasi, laminasi dan lan sebagainya menggunakan
jasa pihak ketiga. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti
dengan Kepala Seksi Koleksi Bapak Syaifuddin, bahwa :
“Sumber daya manusia kita belum memiliki staf khusus yang dijadikan sebagai
konsevator, karena terkendala masalah anggaran yang ada. Jadi sejauh ini hanya
dilakukan oleh staf-staf yang ada saja dan sebatas kemampuan kita saja.”
c. Kendala terkait bengkel kerja (laboratorium)
Untuk melakukan kegiatan pelestarian naskah kuno, tentunya memerlukan
sarana dan prasarana penunjang yang memadai agar kegiatan pelestarian yang
dilakukan dapat dilakukan dengan baik tanpa harus mengganggu kegiatan
operasional lainnya. Akan tetapi Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum
Istiqlal belum memiliki ruangan khusus untuk dilakukannya kegiatan perbaikan
(restorasi) naskah kuno yang mengalami kerusakan. Hal tersebut selaras dengan
apa yang dinyatakan oleh Kepala Seksi Koleksi, yakni :
“Laboratorium khusus kita belum ada, karena ya kembali lagi masalah
struktur SDM nya belum ada yang mumpuni dan fasilitas yang tersedia belum
memungkinkan untuk kita punya laboratorium sendiri.”
76
d. Kendala terkait anggaran
Dalam kegiatan pelestarian naskah kuno diperlukan perhitungan yang
matang berkaitan dengan anggaran yang dialokasikan. Dalam melakukan kegiatan
pelestarian naskah kuno, Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal
memiliki sumber dana yang dialokasikan untuk menjalankan kegiatan tersebut.
Dana yang dialokasikan untuk kegiatan pelestarian naskah kuno diperoleh dari
APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), akan tetapi dari keseluruhan
dana APBN tersebut tidak dipergunakan hanya untuk pelestarian naskah kuno
saja, namun harus dibagi untuk tiap bidang yang ada di lembaga Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an yakni bidang Pentashihan Mushaf Al-Qur’an,
Pengkajian Al-Qur’an, Bayt Al-Qur’an dan Dokumentasi. Khusus kegiatan
pelestarian koleksi naskah kuno yang ada di Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal
harus disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan keparahan kerusakan koleksi.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Kepala Seksi Koleksi Perpustakaan
Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal yakni :
“Pendanaan, didapat dari APBN, tetapi ini tidak hanya digunakan untuk
anggaran pelestarian naskah saja. Anggaran tiap tahun di dapatkan dari
APBN berkisar kurang lebih 150 – 300 juta, dibagi untuk tiap bidang yang
ada di lembaga Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. Ada 3 bidang yakni
bidang Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Pengkajian Al-Qur’an, Bayt Al-
Qur’an dan Dokumentasi. Nah kita termasuk bidang ketiga yakni bidang Bayt
Al-Qur’an dan Dokumentasi. Untuk perihal pelestarian dana kita sesuaikan
sesuai kebutuhan dan tingkat keparahan koleksi naskah yang harus dilakukan
pelestarian.”
e. Kendala terkait faktor-faktor penyebab kerusakan naskah kuno.
Pada kegiatan pelestarian naskah kuno, terdapat beberapa faktor penyebab
terjadinya kerusakan pada naskah kuno. Faktor-faktor tersebut diantaranya faktor
lingkungan, faktor biotis, faktor kimia, faktor manusia dan faktor bencana alam.
77
Namun faktor yang lebih dominan menjadi kendala penyebab kerusakan naskah
kuno pada perpustakaan BQMI adalah faktor yang terkait dengan lingkungan
seperti cuaca, suhu penyimpanan, cahaya, dan pencemaran udara. Terkait faktor
manusia yakni disebabkan karena penanganan yang tidak bagus. Untuk faktor
biotis biasanya timbul jamur pada kertas naskah kuno, sedangkan faktor kimia
biasanya disebabkan dari bahan kertas dan tinta yang digunakan adalah kertas
eropa dan tinta iron gel yang mana tingkat keasamaannya sangat tinggi sehingga
dapat dengan cepat merusak naskah. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Bapak
Syaifuddin selaku kepala seksi koleksi:
“Banyak faktor ya, faktor cuaca sangat berpengaruh, karena tingkat
kelembaban yang tinggi daerah di Indonesia ini beda halnya dengan Eropa.
Selain itu keadaan mikro dan makro dari lingkungan sekitar penyimpanan.
Misal keadaan mikro bisa disebabkan dari tidak diperhatikannya masalah
pengaturan suhu dan pencahayaan, sedangkan keadaan makro seperti
pencemaran udara dari luar. Faktor yang disebabkan manusia kebanyakan
dari masalah handlingnya (penanganannya) yang kurang bagus, dalam
display naskah ada beberapa aturan yang seharusnya diterapkan misalnya
peneliti tidak boleh dibuka koleksinya atau disentuh tangan, tetapi jika
masyarakat itu atau peneliti tersebut pengen lebih mendalam mengetahui
koleksi tersebut maka mau tidak mau harus kita buka pakai tangan kan, nah
jika hal ini dilakukan secara sering maka bisa menyebabkan kerusakan pada
koleksi naskah tersebut.” 81
3. Cara Mengatasi Kendala Pelestarian Koleksi Naskah Kuno Perpustakaan
BQMI
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti dapatkan upaya yang dilakukan
perpustakaan BQMI dalam mengatasi kendala pelesatarian naskah kuno adalah
sebagai berikut:
a. Terkait mengatasi kendala tidak adanya kebijakan pelestarian koleksi, maka
perpustakaan BQMI mulai tahun 2016 hingga sekarang menerapkan
81 Wawancara Pribadi dengan Kepala Perpustakaan Bpk. Syaifuddin, Jakarta 15 November
2017
78
kebijakan pengalokasian anggaran yang di dapat dari APBN untuk
menggunakan jasa pihak ketiga sebagai pelaksana pemeliharaan yang
sifatnya fundamental. Sedangkan kebijakan untuk perawatan rutin, hanya
melakukan perawatan sederhana saja. . Hal ini sesuai dengan pernyataan
dari Bapak Syaifuddin selaku kepala seksi koleksi:
“Namun mulai tahun 2016 hingga sekarang kita ada kebijakan
pengalokasian anggaran untuk menggunakan jasa pihak ketiga sebagai
pelaksana pemeliharaan terhadap koleksi naskah yang ada. Jadi ya
kebijakan hanya mengalir saja, melakukan perawatan apa adanya belum
benar-benar memenuhi sesuai kriteria yang seharusnya dilakukan.”
b. Terkait mengatasi kendala sumber daya manusia yakni dengan menyediakan
pelatihan untuk pengembangan kualifikasi SDM nya, melakukan kerjasama
dengan pihak ketiga dalam hal pelestarian yang sifatnya pokok seperti
fumigasi, restorasi, dan laminasi. Untuk saat ini kerjasama yang sudah
pernah dilakukan yakni pada tahun 2016 dengan orang-orang dari Balai
Konservasi dan dimulai pada 2017 hingga sekarang melakukan kerjasama
dengan Perpustakaan Nasional RI. Hal tersebut dilakukan untuk
meminimalisir kurangnya SDM ahli yang tidak dimiliki oleh perpustakaan
BQMI. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Bapak Syaifuddin selaku
kepala seksi koleksi:
“…..ada pengembangan kualifikasi itu bagi staff yang dirasa kurang
berkompeten dalam bidang perawatan. Salah satu contohnya kita
menunjang kekurangan teman-teman itu untuk mengikut sertakan mereka
dengan kerjasama perpustakaan Nasional terusss mengikuti diklat-diklat
dan pelatihan seperti itu. Selain itu hubungan kerjasama kalo dari pihak
dalam negeri kita sudah pernah melakukan kerjasama pelestarian naskah
kuno mulai dari 2016 dengan meminta bantuan orang-orang dari Balai
Konservasi, nah dimulai 2017 kita kerjasama dengan Perpusnas ya..
sampai sekarang”
79
c. Terkait mengatasi kendala tidak adanya bengkel kerja (laboratorium) khusus
dalam proses pelestarian koleksi naskah-naskah yang ada, perpustakaan
BQMI menggunakan ruang kosong yang tersedia di kantor, sedangkan
untuk pendigitalisasian sering kegiatan tersebut dilakukan pada saat
pengumpulan naskah di lapangan. Hal ini untuk meminimalisir tidak adanya
tempat khusus untuk pelestarian di gedung Bayt Al-Qur’an dan Museum
Istiqlal. Solusi terkait tidak adanya bengkel kerja ini sudah pernah dibahas
dalam agenda rapat dan masuk sebagai solusi jangka panjang yang mana
nantinya akan disiapkan perihal laboratorium khusus. Hal ini sesuai dengan
pernyataan dari Bapak Syaifuddin selaku kepala seksi koleksi:
“….untuk solusi jangka panjang akan kita siapkan laboratorium khusus”
d. Terkait mengatasi kendala minimnya anggaran dana untuk pelestarian
adalah senantiasa menyiapkan alokasi anggaran dari APBN untuk biaya
pelestarian yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan kerusakan
koleksi yang ada. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Bapak Syaifuddin
selaku kepala seksi koleksi:
“Untuk perihal pelestarian dana kita sesuaikan sesuai kebutuhan dan
tingkat keparahan koleksi naskah yang harus dilakukan pelestarian.”
e. Terkait mengatasi kendala yang disesbabkan oleh faktor perusak koleksi
naskah kuno maka perpustakaan BQMI melakukan kerjasama dengan pihak
ketiga untuk kegiatan pelestarian yang sifatnya fundamental seperti
fumigasi, restorasi, dan laminasi, karena ketiga kegiatan ini membutuhkan
fasilitas, keahlian dan pengetahuan khusus yang mana perpustakaan BQMI
belum memiliki sumber daya manusia yang sesuai dengan bidang ahlinya
80
tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Ibu Ida Fitriyani selaku staff
seksi pengembangan koleksi:
“…Akan tetapi kalau sudah tahap restorasi, rehabilitasi, dan fumigasi
naskah kita kerjasama dengan pihak ketiga karena memang disini belum
ada staf khusus yang ahli di bidangnya.”
f. Selain itu, upaya untuk pencegahan koleksi naskah kuno agar tetap terawat
dengan baik pihak perpustakaan BQMI melakukan perawatan rutin dengan
alat yang seadanya seperti kemoceng ,vacuum cleaner, spon, dan kuas untuk
membersihkan naskah dari faktor lingkungan seperti halnya debu, yang
mana pembersihannya dilakukan dengan sangat berhati-hati dengan lembar
perlembar karena mengingat kondisi fisik naskah kuno yang rapuh. Hal ini
sesuai dengan pernyataan dari Ibu Ida Fitriyani selaku staff seksi
pengembangan koleksi:
“Sedangkan untuk pencegahan terhadap debu, mencegahnya dengan
membersihkan debu menggunakan alat penghisap debu atau vaccum
cleaner, menggunakan kuas, spon, dan kemoceng, yang mana
pembersihannya dilakukan secara hati-hati dengan lembar perlembar,
pengerjaan dibutuhkan waktu yang cukup lama berbeda dengan buku
perpustakaan biasa.”
Selain dari debu, faktor lingkungan seperti suhu udara dan cahaya
juga perlu diberikan penanganan khusus. Untuk mengatasi kendala tersebut
perpustakaan BQMI melakukan pengaturan suhu dan kelembaban udara
menggunakan pengaturan suhu ruang dari AC ± 16ºC dan peletakan silica
gel pada tiap-tiap lemari penyimpanan naskah kuno. Sedangkan untuk
pengaturan pencahayaan dilihat dari dua sumber yakni cahaya yang
langsung dari sinar matahari dan cahaya dari lampu pijar.Untuk mengatasi
kendala cahaya dari matahari yang masuk ke dalam ruangan maka
81
perpustakaan BQMI menggunakan gordeng atau filter(alat penyaring
cahaya) untuk menghalangi dan mengurangi radiasi ultra violet. Selain itu
perpustakaan BQMI menerapkan untuk tidak diperbolehkan koleksi naskah
yang ada di letakkan di dekat jendela. Sedangkan untuk mengatasi kendala
yang disebabkan oleh pencahayaan dari lampu pijar, dilakukan tindakan
memperkecil intensitas cahaya dari lampu pijar tersebut. Hal ini sesuai
dengan pernyataan dari Ibu Ida Fitriyani selaku staff seksi pengembangan
koleksi:
“Untuk pengaturan suhu dan kelembapan ruang penyimpanan naskah kuno
kita masih pakai suhu ruang secara umum kurang lebih 16 derajat celcius
dan peletakan silica gel di tiap-tiap lemari penyimpanan naskah kuno,
untuk pengaturan pencahayaan, cahaya ada dua yakni cahaya dari
matahari dan cahaya dari lampu pijar, Cahaya matahari yang masuk
kedalam ruangan baik secara langsung maupun pantulan dihalangi dengan
gordeng atau disaring lagi dengan menggunakan filter untuk mengurangi
radiasi ultra violet dan koleksi yang ada diruangan perpustakaan tidak
boleh diletakan didekat dengan jendela. Sedangkan untuk pencahayaan dari
lampu pijar atau neon kita mengunakan pencahayaan dari lampu pijar neon
yang diperkecil intensitas cahanya.”
Terkait mengatasi kendala yang disebabkan oleh faktor biotis seperti
serangga atau jamur dan faktor kimia seperti tingkat keasaman tinggi dari
bahan tinta atau kertas yang digunakan sebagai bahan naskah maka
perpustakaan BQMI melakukan kegiatan fumigasi dan penyemprotan
menggunakan insektisidan satu tahun sekali dengan waktu penyemprotan 2
X 24 jam. Akan tetapi kegiatan ini bukan dilakukan oleh pihak perpustakaan
BQMI itu sendiri melainkan menggunakan jasa pihak ketiga atau vendor.
Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Ibu Ida Fitriyani selaku staff seksi
pengembangan koleksi:
“Untuk pencegahan dari faktor biotis kita melakukan fumigasi dan
penyemprotan menggunakan bahan insektisidan selama satu tahun sekali
82
dengan waktu pengasapan serta penyemprotan 2 x 24 jam. Namun kegiatan
ini bukan kita yang melakukan melainkan kita menggunakan jasa pihak
ketiga atau vendor, karena kita belum memiliki SDM yang memahami
masalah tersebut. Selain itu pengaturan keasaman ini kita menyerahkan
kepada tenaga ahli pihak ketiga atau vendor karena kita tidak bisa
mengerjakannya sendiri.”
Terkait mengatasi kendala yang disebabkan oleh faktor manusia,
mengantisipasi agar koleksi tidak terjadi kontak langsung dengan pemustaka
yang berkunjung, menempatkan naskah pada penutup kaca yang hanya bisa
dilihat oleh pengunjung. Selain itu antisipasi untuk peneliti yang akan
menelusur isi dari naskah kuno yang ada maka perpustakaan BQMI telah
menyediakan koleksi dalam bentuk digital. Hal ini sesuai dengan pernyataan
dari Ibu Ida Fitriyani selaku staff seksi pengembangan koleksi:
“Selain itu agar tidak sembarangan orang bisa memegang naskah kuno
tersebut maka untuk penyimpanannya kita menggunakan rak display kaca,
yang mana pemustaka hanya bisa melihat naskah tersebut. Seperti
contohnya naskah kuno Al-Qur’an yang beratnya mencapai 300 kg yang
kita pamerkan di ruang bawah, itu ruangannya selalu terkunci, tidak
sembarang orang bisa masuk dan memegang naskah tersebut.”
Untuk mengatasi kendala yang disebabkan oleh faktor bencana alam,
antisipasi yang dilakukan oleh perpustakaan BQMI adalah menyediakan alat
pemadam kebakaran (hydrant), setiap ruangan terdapat fasilitas sprinkle dan
smoke detector, serta memasang peraturan larangan merokok. Hal ini sesuai
dengan pernyataan dari Ibu Ida Fitriyani selaku staff seksi pengembangan
koleksi:
“ Untuk pencegahan dari faktor bencana alam, selama ini Alhamdulillah
tidak pernah ya terjadi, namun sebagai proses pencegahan hal tersebut
pihak pengelola gedung menyediakan alat pemadam hydrant, setiap
ruangan terdapat fasilitas sprinkle yang letaknya di langit-langit atas dan
smoke detector serta memasang peraturan larangan merokok.”
83
C. Pembahasan
1. Proses Pelestarian Koleksi Naskah Kuno Perpustakaan Bayt Al-Qur’an
dan Museum Istiqlal (BQMI)
Dalam usaha perawatan koleksi baik itu naskah kuno ataupun bahan
pustaka lainnya, ada istilah-istilah baku yang biasa digunakan pada lingkungan
perpustakaan yaitu pelestarian (preservasi), pengawetan(konservasi), dan
perbaikan (restorasi).82
Dalam penerapan proses pelestarian koleksi naskah kuno Perpustakaan Bayt
Al-Qur’an dan Museum Istiqlal (BQMI) lebih memprioritaskan naskah-naskah
terkait Manuskrip Al-Qur’an dikarenakan kondisi naskah kuno yang sudah parah
dan banyak yang mengalami kerusakan. Untuk proses pelestarian terhadap naskah
kuno ada dua tahapan yang dilaksanakan yakni pelestarian terhadap fisik koleksi
naskah kuno dan pelestarian non fisik (pelestarian teks dalam naskah). Pertama,
akan peneliti bahas terkait dengan pelestarian terhadap fisik koleksi.
a. Proses Pelestarian Fisik Koleksi Naskah Kuno
Untuk proses pelestarian terhadap fisik naskah ada dua kegiatan yang
dilakukan yakni konservasi dan restorasi. Konservasi merupakan tindakan
langsung atau tidak dalam mengoptimalkan kondisi lingkungan untuk
memperpanjang umur koleksi agar tetap awet, tidak hilang dan tidak mudah
hancur.83 Proses konservasi yang dilakukan oleh pihak perpustakaan BQMI
yakni dengan pembuatan portaple. Portaple disini digunakan untuk menyimpan
naskah kuno yang benar-benar rapuh agar terlindungi dan jika disimpan dapat
82 Almah, H. (2012). Pemilihan & Pengembangan Koleksi Perpustakaan
(Makassar: Alauddin University Press). hlm.163 83 Asep Yudha Wirajaya. “ Preservasi dan Konservasi Naskah-Naskah Nusantara di
Surakarta Sebagai Upaya Penyelamatan Aset Bangsa”. Jurnal Etnografi Vol. XVI / No. 2 / 2016/
59-123. Hlm.65
84
terhindar dari gesekan antara naskah lainnya.Namun untuk pembuatan portaple
tersebut perpustakaan BQMI masih meminta bantuan dari pihak ketiga yakni
Perpustakaan Nasional RI dikarenakan terkendala fasilitas dan dana yang
terbatas, karena untuk pembuatan portaple itu sendiri dibutuhkan bahan yang
harus di import dari luar negeri. Sedangkan untuk proses kegiatan restorasi
yakni perbaikan untuk memperpanjang umur koleksi dengan memperbaiki
penampilan koleksi mendekati keadaan semula sesuai dengan aturan dan
etikanya. Teknik yang digunakan oleh perpustakaan BQMI adalah dengan
proses laminasi dan fumigasi. Laminasi biasanya dilakukan untuk kertas-kertas
yang sudah tidak dapat diperbaiki, proses yang dilakukan dengan cara ini
adalah menjilid atau menambal. Sedangkan proses fumigasi yakni dengan cara
menyemprotkan bahan kimia terhadap bahan naskah yang mudah lapuk atau
hancur tujuannya agar lebih awet dan terhindar dari faktor-faktor yang
menyebabkan kerusakan koleksi. Perpustakaan BQMI melakukan fumigasi
satu tahun sekali. Untuk proses konservasi dan restorasi perpustakaan BQMI
tidak melakukan kegiatan tersebut sendiri akan tetapi melakukan kerjasama
dengan pihak ketiga. Pada tahun 2016 pernah dilakukan kerjasama dengan
meminta bantuan tenaga ahli konservator dari Balai Konservasi dan tahun 2017
hingga sekarang bekerjasama dengan Perpustakaan Nasional RI.
b. Proses Pelestarian Non Fisik (pelestarian teks dalam naskah).
Seiring perkembangan teknologi, untuk melestarikan agar isi suatu teks
dalam naskah kuno tetap bisa terbaca dan diketahui kandungan makna di
dalamnya maka perpustakaan BQMI melakukan alihmedia ke dalam bentuk
digital. Adapun manfaat kegiatan pelestarian dengan cara digital antara lain untuk
85
melindungi naskah kuno dari kerusakan yang disebabkan oleh peneliti pemula
atau pembaca awam, sebab masih banyak peneliti yang belum mengerti etika dan
tatacara bagaimana memperlakukan sebuah naskah kuno maupun arsip yang
mereka baca. Untuk itu, alih media juga memudahkan pemustaka dalam
mencari informasi yang dibutuhkan. Setidaknya, melalui proses digitalisasi yang
dilakukan terhadap isi teks dalam naskah, perpustakaan BQMI telah melakukan
antisipasi awal dalam sebuah pelestarian koleksi naskah kuno apabila terjadi hal-
hal yang tidak diinginkan terhadap naskah aslinya. Proses digitalisasi oleh
perpustakaan BQMI dilakukan dengan cara memfoto menggunakan kamera
digital SLR merk Canon 7D dan alat bantu berupa tripod guna menopang body
kamera serta laptop sebagai alat untuk melakukan pengeditan gambar yang diubah
menjadi format digital. Kegiatan ini dilakukan pada saat peneliti melakukan
pengumpulan naskah dilapangan maupun pada saat naskah sudah berada di
gedung Bayt Al-Qur’an.
Namun demikian, perlu diperhatikan tahapan-tahapan sebelum melakukan
pendigitalisasian maka langkah awal yang harus dilakukan dengan melacak atau
menginventarisir terlebih dahulu naskah-naskah kuno yang didapatkan dan
pendeskripsian yang dilakukan harus sesuai dengan model penelitian kodikologi
(proses katalogisasi) dan pembuatan digitalisasi naskah. Tujuan pendeskripsian ini
untuk memberikan informasi segala keterangan yang terkait dengan seluk-beluk
naskah yang akan dideskripsikan. Hal ini berarti bahwa data tentang kodikologi
dalam naskah-naskah kuno yang ditemukan, sebelum dibuat web design-nya akan
disistematiskan terlebih dahulu sehingga menghasilkan sebuah pemahaman yang
baik dan lengkap. Dengan demikian, hasil deskripsi naskah yang baik dan benar
86
inilah yang nantinya akan dijadikan bahan bagi pembuatan katalogisasi dan
digitalisasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.84 Berikut ini adalah
tahapan pendeskripsian naskah yang dilakukan oleh perpustakaan BQMI sebelum
dibuatkan hasil digitalisasi dan katalogisasi.
1. Nomor/Kode naskah
2. Asal usul naskah
3. Penyalinan
4. Tahun penyalinan
5. Kertas
6. Cap Kertas
7. Sampul dan Penjilidan
8. Jumlah halaman
9. Jumlah halaman kosong
10. Jumlah baris/halaman
11. Ukuran mushaf
12. Ukuran bidang teks
13. Penomoran halaman
14. Jenis dan warna tinta
15. Kondisi fisik
16. Rasm
17. Tanda baca
18. Tanda Tajwid
19. Qiraat
20. Tanda pembagian teks
21. Teks ayat awal mushaf
(ayat dan surat)
22. Teks ayat akhir mushaf
(ayat dan surat)
23. Teks tambahan lainnya
24. Kaligrafi
25. Iluminasi
26. Keterangan tambahan
Setelah melalui pendiskripsian langkah selanjutnya adalah penyusunan
katalog. Pola penyusunan katalog pada perpustakaan BQMI adalah dengan format
sebagai berikut:
84 Ibid, Asep Yudha Wirajaya. “ Preservasi dan Konservasi Naskah-Naskah Nusantara di
Surakarta Sebagai Upaya Penyelamatan Aset Bangsa. Hlm.67
87
a. Nomer Katalog
b. Judul
c. Ukuran naskah
d. Aksara, tulisan, cara penulisan, bahan naskah
e. Jumlah halaman/lampiran
f. Umur
g. Pengarang/penyalin/sumber naskah
h. Ikhtisar isi
Pada katalogisasi naskah ini pendeskripsian isi naskah dibuat dalam bentuk
abstrak atau penjelasan singkat mengenai isi naskah. Tujuannya adalah agar para
peneliti, mahasiswa, atau siapapun yang ingin mengkaji suatu naskah yang
dibutuhkan dapat dengan mudah melakukan penilaian sebelum membaca naskah
asli.
2. Kendala Pelestarian Koleksi Naskah Kuno Perpustakaan BQMI
Kendala menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah halangan atau
rintangan. Kendala memiliki arti yang sangat penting dalam setiap melaksanakan
suatu tugas atau pekerjaan. Suatu tugas atau pekerjaan tidak akan terlaksana
apabila ada suatu kendala yang mengganggu. Kendala merupakan keadaan yang
dapat menyebabkan pelaksanaan suatu kegiatan terganggu dan tidak terlaksana
dengan baik. Kendala cenderung bersifat negatif, yaitu memperlambat laju suatu
hal yang dikerjakan oleh seseorang baik dalam pelaksanaan program maupun
dalam hal pengembangannya. 85
Dari hasil penelitian yang didapatkan dapat kita simpulkan dalam
pembahasan ini, bahwa ada 5 kendala pelestarian koleksi naskah kuno yang
dilakukan oleh perpustakaan BQMI antara lain:
85 Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2002). Edisi Ketiga Bahasa Depdiknas. (Jakarta: Balai
Pustaka). Hlm. 385
88
a. Kendala terkait manajemen pelestarian (kebijakan)
Manajemen atau aturan terkait erat hubungannya dengan kebijakan yang mana
merupakan suatu rangkaian konsep dan asas menjadi suatu garis pelaksanaan
dalam suatu pekerjaan, kepemimpinan ataupun cara bertindak. Kebijakan harus
selalu ada dalam setiap pelaksanaan kegiatan. Jika dalam suatu pelaksanaan
kegiatan tidak memiliki kebijakan, maka peraturan yang ada dalam kegiatan
tersebut tidak dapat berjalan secara teratur, karena kebijakan juga merujuk pada
proses pembuatan keputusan-keputusan yang penting untuk proses pelaksanaan
suatu kegiatan.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa perpustakaan BQMI dalam
melaksanakan pelestarian koleksi naskah kuno belum memiliki suatu aturan atau
kebijakan mengikat dan secara tertulis. Adapun kebijakan yang ada sejak tahun
2016 hanya sebatas kebijakan dalam pengalokasian anggaran untuk kegiatan
pelestarian yang dilakukan, itupun tidak dinyatakan dalam bentuk tertulis.
Sehingga proses pelestarian koleksi naskah kuno yang dilakukan masih dalam
kategori mengalir apa adanya, tidak terstruktur dengan baik. Bahkan dalam
perawatan rutin hanya dilakukan oleh staff yang dimiliki, yang tidak sesuai
dengan potensi keahlian sebagai tenaga ahli konservator.
b. Kendala terkait sumber daya manusia
Sumber daya manusia yang dimiliki oleh perpustakaan BQMI hanya terdiri
dari 10 orang, yang mana telah memegang tugas masing-masing. Untuk
pembagian tugas sumber daya manusianya pun, perpustakaan BQMI tidak
menyesuaikan dengan bidang keahlian yang dimiliki dan jumlah personalia yang
ada tidak seimbang dengan beban kerja yang ada di perpustakaan BQMI. Bahkan
89
tidak memiliki tenaga ahli bidang pelestarian atau sebagai konservator. Sehingga
untuk kegiatan yang sangat fundamental terkait pelestarian koleksi naskah kuno,
perpustakaan BQMI melakukan kerjasama dengan pihak ketiga.
Sumber daya manusia merupakan unsur penting yang perlu diperhatikan
dalam suatu proses kegiatan. Karena tanpa adanya SDM yang mumpuni dan ahli
dalam bidangnya, suatu kegiatan yang dilaksanakan tidak akan berjalan dengan
baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan.
c. Kendala terkait bengkel kerja (laboratorium)
Berdasarkan hasil penelitian, perpustakaan BQMI belum memiliki
laboratorium khusus untuk melakukan kegiatan pelestarian koleksi naskah kuno.
Sehingga seringkali untuk proses pelestarian koleksi naskah kuno, masih
menggunakan ruang kosong seadanya yang ada di gedung tersebut.
d. Kendala terkait anggaran
Pendanaan kegiatan pelestarian naskah kuno diperoleh dari APBN, dana
yang didapat dari APBN setiap tahunnya berkisar 150 – 300 juta, akan tetapi dari
keseluruhan dana APBN tidak semuanya digunakan untuk pelestarian koleksi,
melainkan harus dibagi untuk tiap bidang yang ada di bawah naungan lembaga
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. Sehingga karena keterbatasan anggaran
yang ada perpustakaan BQMI lebih memprioritaskan kebutuhan pelestarian yang
sifatnya sangat urgent. Dari keterbatasan anggaran ini pula, sangat berpengaruh
terhadap tidak adanya SDM ahli yang menangani pelestarian koleksi dan fasilitas
yang belum memadahi untuk kebutuhan pelestarian koleksi naskah kuno.
e. Kendala terkait faktor-faktor penyebab kerusakan naskah kuno.
90
Faktor kerusakan yang dihadapi oleh Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan
Museum Istiqlal diantanya adalah faktor lingkungan, faktor biotis, faktor kimia,
faktor manusia dan faktor bencana alam. Penjelasannya yakni sebagai berikut:
Faktor Biotis biasanya disebabkan oleh serangga seperti rayap, kecoa,
kutu, dan ngengat yang bisa mengakibatkan kerusakan pada permukaan
kertas dan sampul dari naskah kuno. Selain itu tumbuh jamur pada kertas
naskah kuno.
Faktor Lingkungan, berdasarkan hasil pengamatan penulis, faktor
lingkungan lainnya yang dapat merusak naskah kuno yakni cuaca, suhu
penyimpanan, cahaya dan pencemaran udara. Ada dua hal jenis cahaya
diantaranya cahaya matahari dan cahaya lampu pijar maupun neon.
Cahaya sendiri mengandung sinar ultra violet yang dapat merusak bahan
pustaka maupun manuskrip itu sendiri.86 Selain iti suhu ruangan untuk
penyimpanan naskah kuno tentunya memiliki suhu dan kelembaban ideal,
guna terjaganya keutuhan fisik naskah kuno.
Faktor Kimia, penyebab kerusakan pada naskah kuno dari faktor kimia
biasanya disebabkan oleh bahan tinta pada naskah kuno itu sendiri yang
bisa mengakibatkan kerusakan pada tulisan dari naskah kuno semakin
tidak dapat terlihat / terbaca dengan jelas. Koleksi naskah kuno pada
perpustakaan BQMI rata-rata menggunakan bahan tinta iron gel dan kertas
eropa yang mana tingkat keasamannya sangat tinggi
Faktor Manusia, berdasarkan hasil pengamatan penulis di Perpustakaan
Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal, penyebab kerusakan pada naskah
86 Muhammdin Razak, “Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip: Pengendalian Kondisi
Lingkungan.” Laporan Pelaksanaan Lokakarya Pelestarian Bahan Pustaka, Arsip dan Lontar,
tanggal 6-8 Juli 1992 (Ujung Pandang: Perpustakaan Daerah Sulawesi Selatan, 1992), h. 5
91
kuno dari faktor manusia biasanya disebabkan karena kurangnya
pengawasan dari pihak pengelola, tidak adanya bimbingan pemakai dalam
pemanfaatan naskah kuno dan tidak terteranya tata tertib yang jelas yang
bisa mengakibatkan kerusakan pada tulisan dari naskah kuno semakin
mengalami kerusakan fisik yang lebih memprihatinkan.
3. Cara Mengatasi Kendala Pelestarian Koleksi Naskah Kuno Perpustakaan
BQMI
Terkait pentingnya pelestarian terhadap naskah kuno, Perpustakaan Bayt Al-
Qur’an dan Museum Istiqlal sebagai lembaga yang berada dibawah naungan
lembaga pemerintah dan keagamaan yakni lembaga Lajnah Pentashihan Mushaf
Al-Qur’an Kementerian Agama Republik Indonesia, dituntut harus ikut hadir
dalam melestarikan dan merawat benda-benda bersejarah warisan budaya negara,
yang mana disesuaikan dengan tupoksinya agar fokus dalam penyelamatan dan
pemeliharaan benda-benda warisan budaya Indonesia. Kesadaran akan hal
tersebut maka perpustakaan BQMI harus tetap menjalankan tupoksinya untuk
tetap senantiasa melakukan pelestarian koleksi naskah yang dimilikinya.,
meskipun banyak kendala yang bisa menjadi penghambat, namun perpustaan
BQMI tetap mencari solusi untuk mengatasi kendala yang terjadi. Cara mengatasi
kendala terkait pelestarian koleksi naskah kuno perpustakaan BQMI antara lain:
a. Menerapkan kebijakan pengalokasian anggaran yang di dapat dari
APBN untuk menggunakan jasa pihak ketiga sebagai pelaksana
pemeliharaan yang sifatnya fundamental. Sedangkan kebijakan untuk
perawatan rutin, hanya melakukan perawatan sederhana saja.
b. Menyediakan pelatihan untuk pengembangan kualifikasi SDM nya,
melakukan kerjasama dengan pihak ketiga dalam hal pelestarian yang
92
sifatnya pokok seperti fumigasi, restorasi, dan laminasi. Untuk saat ini
kerjasama yang sudah pernah dilakukan yakni pada tahun 2016 dengan
orang-orang dari Balai Konservasi dan dimulai pada 2017 hingga
sekarang melakukan kerjasama dengan Perpustakaan Nasional RI.
c. Menggunakan ruang kosong yang tersedia di kantor, sedangkan untuk
pendigitalisasian sering kegiatan tersebut dilakukan pada saat
pengumpulan naskah di lapangan. Hal ini untuk meminimalisir tidak
adanya tempat khusus untuk pelestarian di gedung Bayt Al-Qur’an dan
Museum Istiqlal. Solusi terkait tidak adanya bengkel kerja ini sudah
pernah dibahas dalam agenda rapat dan masuk sebagai solusi jangka
panjang yang mana nantinya akan disiapkan perihal laboratorium
khusus.
d. Menyiapkan alokasi anggaran dari APBN untuk biaya pelestarian yang
disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan kerusakan koleksi yang ada.
e. Melakukan kerjasama dengan pihak ketiga untuk kegiatan pelestarian
yang sifatnya fundamental seperti fumigasi, restorasi, dan laminasi,
karena ketiga kegiatan ini membutuhkan fasilitas, keahlian dan
pengetahuan khusus yang mana perpustakaan BQMI belum memiliki
sumber daya manusia yang sesuai dengan bidang ahlinya tersebut.
f. Untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan yang disebabkan oleh
faktor-faktor penyebab kerusakan naskah kuno maka kegiatan yang
dilakukan oleh perpustakaan BQMI adalah sebagai berikut:
Cara mengatasi kendala akibat faktor lingkungan, yakni
perpustakaan BQMI melakukan perawatan rutin dengan alat yang
93
seadanya seperti kemoceng ,vacuum cleaner, spon, dan kuas untuk
membersihkan naskah akibat debu. Pengaturan suhu dan
kelembaban udara menggunakan pengaturan suhu ruang dari AC ±
16ºC dan peletakan silica gel pada tiap-tiap lemari penyimpanan
naskah kuno. Selain itu mengurangi intensitas cahaya dengan
memasang alat penyaring cahaya dan memasang gordeng pada
tiap-tiap jendela yang ada. Hal tersebut selaras seperti yang
dinyatakan oleh Tedi Permadi, suhu pada ruang penyimpanan
naskah kuno, memiliki suhu ideal berkisar antara 55ºF (13ºC)
sampai dengan 65ºF (18ºC) dengan kondisi udara yang mengalir,
sedangkan kelembaban berkisar 50%. Alat untuk mengukur suhu
ruangan dikenal sebagai air conditioning (AC) dan alat untuk
mengukur kelembaban dikenal sebagai higrometer. Apabila
kelembaban dan suhu udara cukup tinggi, dianjurkan untuk
menggunakan dehumidifer dan silical gel. Silical gel sendiri
berfungsi untuk menurunkan kelembaban udara yang berada di
dalam rak maupun lemari sedangkan dehumidifer sendiri berfungsi
untuk menurunkan udara diruangan yang tertutup.87
Cara mengatasi kendala akibat faktor biotis seperti serangga atau
jamur dan faktor kimia seperti tingkat keasaman tinggi dari bahan
tinta atau kertas yang digunakan sebagai bahan naskah maka
perpustakaan BQMI melakukan kegiatan fumigasi dan
penyemprotan menggunakan insektisidan satu tahun sekali dengan
87 Tedi Permadi, “Identifikasi Bahan Naskah (Daluang) Gulungan Koleksi Cagar Budaya
Candi Cangkuang Dengan Metode Pengamatan Langsung Dan Uji Sampel di Laboratorium”. h.
142
94
waktu penyemprotan 2 X 24 jam. Akan tetapi kegiatan ini bukan
dilakukan oleh pihak perpustakaan BQMI itu sendiri melainkan
menggunakan jasa pihak ketiga atau vendor. Sehingga tidak
diketahui apa saja bahan kimia yang digunakan untuk melakukan
kegiatan tersebut, karena perpustakaan BQMI menyerahkan
sepenuhnya kegiatan seperti fumigasi dan laminasi tersebut kepada
pihak ketiga yang ahli dibidangnya. Padahal jika ditinjau dari teori
yang ada kerusakan yang disebabkan oleh faktor biologi biasanya
disebabkan oleh jamur, serangga dan binatang pengerat. Mencegah
kerusakan yang disebabkan pada jamur, ada beberapa hal utama
yang perlu diperhatikan dalam upaya pencegahan kehadiran jamur,
yaitu melakukan pemeriksaan kelembaban ruangan atau tempat
penyimpanan bahan pustaka, pemberian obat anti jamur pada
sampul buku, menjaga kebersihan buku dari kotoran, menjaga
bahan pustaka dari kehadiran debu, tidak menggunakan perekat
yang mengandung omlyum untuk menjilid, sebaiknya
menggunakan bahan sintesis seperti polyvinyl acetat.88
Cara mengatasi kendala akibat faktor manusia, mengantisipasi
agar koleksi tidak terjadi kontak langsung dengan pemustaka yang
berkunjung, menempatkan naskah pada penutup kaca yang hanya
bisa dilihat oleh pengunjung. Selain itu antisipasi untuk peneliti
yang akan menelusur isi dari naskah kuno yang ada maka
88 Lasa, HS, Manajemen Perpustakaan Sekolah (Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2007),
h. 161
95
perpustakaan BQMI telah menyediakan koleksi dalam bentuk
digital.
Berdasarkan teori, hal tersebut seperti apa yang dinyatakan oleh
Muhammadin Razak yakni manusia dapat juga menjadi sebagai
penyebab utama kerusakan pada koleksi itu sendiri, bahwasannya
manusia tidak sadar apa yang ia perbuat, seperti memegang buku
berlebihan dan lain sebagainya. Dalam mengatasi hal tersebut
hendaknya dalam mengambil koleksi di rak haruslah berhati-hati,
pustakawan harus memberi peringatan tegas terhadap pemustaka
yang membawa makanan serta minuman ke dalam ruangan
perpustakaan, dilarang untuk mecorat-coret maupun melipat
koleksi secara sembarangan, memberikan saksi berupa teguran dan
denda kepada pemustaka apabila meminjam akan tetapi
menyebabkan kerusakan koleksi, serta perlu diadakan dalam
pemeriksaan keutuhan koleksi secara berkala.89
Cara mengatasi kendala akibat faktor bencana alam, antisipasi yang
dilakukan oleh perpustakaan BQMI adalah menyediakan alat
pemadam kebakaran (hydrant), setiap ruangan terdapat fasilitas
sprinkle dan smoke detector, serta memasang peraturan larangan
merokok. Hal ini selaras seperti yang diungkapkan oleh
Martoadmodjo Karmidi bahwasanya untuk mencegah terjadinya
kebakaran akibat faktor bencana alam maka dapat dilakukan
tindakan seperti memerikksa secara berkala jaringan kabel listrik,
89 Muhammad Razak, Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip, (Jakarta: Program
Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip, 1992), h. 30
96
menyiapkan alat pemadam kebakaran, dan adanya aturan larangan
merokok dalam ruangan, serta menyiapkan sirine dan smoke
detector pada setiap ruangan.90
90 Martoadmodjo Karmidi, Pelestarian Bahan Pustaka (Jakarta: Universitas
Terbuka,1999), hl. 78-79
97
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya,
maka penulis mengambil beberapa kesimpulan tentang Pelestarian Nasklah
Kuno Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlala diantaranya :
1. Proses pelestarian koleksi naskah kuno yang dilakukan oleh perpustakaan
BQMI adalah proses pelestarian terhadap fisik naskah kuno yakni
konservasi dengan cara pembuatan alat penyimpan naskah berupa portaple.
Pembuatan portaple tidak dikerjakan sendiri oleh pihak perpustakaan
BQMI, melainkan oleh Perpustakaan Nasional RI dan restorasi terhadap
naskah kuno yang mengalami kerusakan dengan cara laminasi dan fumigasi.
Laminasi dilakukan dengan cara menjilid atau menambal. Sedangkan proses
fumigasi yakni dengan cara menyemprotkan bahan kimia terhadap bahan
naskah yang mudah lapuk atau hancur tujuannya agar lebih awet dan
terhindar dari faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan koleksi. Untuk
proses restorasi pun perpustakaan BQMI tidak melakukan kegiatan tersebut
sendiri akan tetapi meminta bantuan jasa dari pihak ketiga. Kerjasama yang
dilakukan untuk melakukan restorasi ini sudah pernah dilakukan pihak
perpustakaan BQMI dengan tenaga ahli dari Balai Konservasi pada tahun
2016 dan Perpustakaan Nasional RI dimulai pada tahun 2017 hingga
sekarang. Selain proses pelestarian terhadap fisik naskah, proses pelestarian
non fisik ( terhadap isi teks dalam naskah) juga dilakukan oleh perpustakaan
BQMI yakni dengan cara digitalisasi dan katalogisasi.
98
2. Ada 5 Kendala Pelestarian Koleksi Naskah Kuno Perpustakaan BQMI
antara lain kendala terkait tidak adanya kebijakan tertulis yang dapat
dijadikan sebagai acuan dalam pelestarian koleksi naskah kuno, tidak
memiliki sumber daya manusia atau staff ahli dalam bidang konservasi,
belum memiliki laboratorium khusus untuk pelaksanaan kegiatan pelestarian
koleksi naskah kuno, anggaran yang sangat minim, dan faktor-faktor yang
menyebabkan kerusakan koleksi naskah kuno.
3. Cara mengatasi dari 5 kendala yang telah disebutkan diawal, maka langkah
yang dilakukan oleh perpustakaan BQMI adalah sebagai berikut:
a. Menerapkan kebijakan pengalokasian anggaran yang di dapat dari
APBN untuk menggunakan jasa pihak ketiga sebagai pelaksana
pemeliharaan yang sifatnya fundamental. Sedangkan kebijakan
untuk perawatan rutin, hanya melakukan perawatan sederhana saja.
b. Menyediakan pelatihan untuk pengembangan kualifikasi SDM nya,
melakukan kerjasama dengan pihak ketiga dalam hal pelestarian
yang sifatnya pokok seperti fumigasi, restorasi, dan laminasi, karena
ketiga kegiatan ini membutuhkan fasilitas, keahlian dan pengetahuan
khusus yang mana perpustakaan BQMI belum memiliki sumber
daya manusia yang sesuai dengan bidang ahlinya tersebut.
c. Menggunakan ruang kosong yang tersedia di kantor, sedangkan
untuk pendigitalisasian sering kegiatan tersebut dilakukan pada saat
pengumpulan naskah di lapangan. Hal ini untuk meminimalisir tidak
99
adanya tempat khusus untuk pelestarian di gedung Bayt Al-Qur’an
dan Museum Istiqlal.
d. Menyiapkan alokasi anggaran dari APBN untuk biaya pelestarian
yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan kerusakan koleksi
yang ada.
e. Untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan yang disebabkan oleh
faktor-faktor penyebab kerusakan naskah kuno maka kegiatan yang
dilakukan oleh perpustakaan BQMI adalah sebagai berikut
melakukan perawatan rutin dengan alat yang seadanya, pengaturan
suhu dan kelembaban udara menggunakan pengaturan suhu ruang
dari AC, peletakan silica gel, mengurangi intensitas cahaya,
mengantisipasi agar koleksi tidak terjadi kontak langsung dengan
pemustaka yang berkunjung, menempatkan naskah pada penutup
kaca yang hanya bisa dilihat oleh pengunjung, penyediaan koleksi
dalam bentuk digital dan menyediakan alat pemadam kebakaran
(hydrant), setiap ruangan terdapat fasilitas sprinkle dan smoke
detector, serta memasang peraturan larangan merokok.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis untuk Perpustakaan Bayt Al-Qur’an
dan Museum Istiqlal dalam upayanya untuk melestarikan baik secara fisik
maupun kandungan informasi dari suatu bahan pustaka terutama naskah kuno
adalah sebagai berikut :
100
1. Untuk melaksanakan kegiatan pelestarian di Perpustakaan Bayt Al-Qur’an
dan Museum Istiqlal memerlukan kebijakan-kebijakan secara tertulis. Maka
dari itu Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal sebaiknya
membuat kebijakan secara tertulis dalam pelestarian naskah kuno, walaupun
keterbatasan dengan SDM yang dimiliki. Karena jika belum di nyatakan
dalam bentuk dokumen tersendiri, maka hal tersebut tidak dapat dinyatakan
sebagai sandaran kebijakan yang permanen, masih bisa sewaktu-waktu
berubah dan hal tersebut dapat mempengaruhi sistem kegiatan yang tidak
teratur dalam proses pelestarian koleksi naskah kuno.
2. Perlu adanya peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia
pengelola Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal, terutama pada
staf bagian preservasi dan layanan naskah kuno, agar upaya pemeliharaan
dan perbaikan pada naskah kuno lebih optimal, terkendali dan terjaga.
3. Perlu adanya pengajuan dana tambahan kepada pemerintah untuk keperluan
melengkapi sarana dan prasarana yang kurang memadai dalam kaitannya
untuk kegiatan pelestarian koleksi naskah kuno yang ada di BQMI.
4. Terkait pengelolaan anggaran, sebaiknya dibuatkan kebijakan tersendiri
dalam pembagian anggarannya khusus untuk kegiatan pelestarian naskah
kuno.
101
DAFTAR PUSTAKA
Adin Bondar.”Kontekstual Pelestarian Naskah Kuno/Manuskrip dalam Menggali
Kearifan Lokal Sebagai Social Capital Membangun Bangsa:Sebuah
Tinjauan UU No.43/2007 Tentang Perpustakaan”.Media
Pustakawan,Vol.15,No.3,Desember (2008)
Andi Ibrahim. “Perawatan dan Pelestarian Bahan Pustaka”. http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/khizanah-al-hikmah/article/view/30/11 (diakses
pada tanggal 5 April jam 14.22 WIB).
Ardani. Observasi dan wawancara ,(Malang: Bayumedia publishing, 2004 )
Asep Saefullah. “Digitalisasi Naskah:Upaya Pemeliharaan Khazanah Bangsa”,
Majalah Litbangdiklat, ed.3, (2015)
Asmawati, “Perawatan Bahan Pustaka di Perpustakaan”, Majalah Berita
Perpustakaan Universitas Sriwijaya, Vol.XII, no.2 (Juli-Desember 1996)
Azwar S. Metode Penelitian. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2005)
Bermansyah; Yoyok Antoni, “Digitalisasi Naskah Kuno Dalam Upaya
Pelestarian” GaneÇ Swara, Vol. 10 No.1(Maret 2016)
Damaji Ratmono.”Preservasi Majalah Terjilid Pada Sub Bidang Teknis Penjilidan
Bahan Pustaka Perpustakaan Nasional RI”,Visi Pustaka,Vol.16,No.1,april
2014,hal.71 merujuk pada buku karangan Dureau & Clement. Principles
For The Preservation and Conservation of Library Materials.(The
Haque:IFLA,1998)
Darmono. Perpustakaan Sekolah: Pendekatan Aspek Manajemen dan Tata Kerja.
(Jakarta: Grasindo, 2007).
David Bawden,Users, user studies and human information behaviour; A three-
decade perspectives on user studies and information needs” Journal of
Documentation.
Bradfoard:2006.vol.62,Iss.6http://proquest.umi.com/pqdweb?did=1255208
921&sid=3 &Fmt=3&clientld=45625&RQT=309&Vname=PQD.Akses
tanggal 2 juni 2015
Dina Isyanti,Aditia Gunawan,Agung Kriswanto. Pedoman Pengelolaan Naskah
Nusantara, (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI,2013)
Emzir. Analisis Data: Metodologi Penelitian Kualitatif, ( Jakarta: Rajawali Perss,
2011)
Faizal Amin. “Preservasi Naskah Klasik”Jurnal Khatulistiwa-Journal Of Islamic
Studies, Vol.1,No.1(Maret 2011) http://pustaka.uns.ac.id/?menu=news&nid=9&option=detail ,(diakses pada
tanggal 6 April 2015 Jam 15.02 WIB)
102
Hijrana Bahar & Taufiq Mathar (2015), “Upaya Pelestarian Naskah Kuno di
Badan Perpustakaaan dan Arsip Daerah Provinsi Sulawesi Selatan”.Jurnal
Ilmu Perpustakaan,Informasi,dan Kearsipan Khizanah:Al-Hikmah,Vol.3,
No.1, Januari-Juni 2015, hal 95. Diambil dari http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/khizanah-al-hikmah/article
Ida Fitriani, Wawancara Pribadi dengan Informan:Staf Pengembangan Koleksi
Bayt Al-Qur’an dan Dokumentasi (Jakarta 15 November 2017)
Iin Tri Rahayu, dan Tristiadi Ardi Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan:
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2010)
Indah Purwani “Selintas Peran Restorator Dalam Konservasi Koleksi
Perpustakaan”, Majalah Perpustakaan:Visipustaka,vol.15,no.1(April 2013)
Indah Purwani, “Fakta Tentang Jamur dan debu Buku di Perpustakaan: bahaya
yang mengancam koleksi dan kesehatan pustakawan”,Visi Pustaka
Vol.16,No.1 (2014)
Indah Purwani. “ Selintas Peran Restorator dalam Konservasi Koleksi
Perpustakaan”, Visi Pustaka ,Vol.15,No.1( April 2013)
International Federation of Library Association.Conservation and Preservation
IFLA/UNESCO. Web Resmi IFLA/UNESCO.
http://www.ifla.org/files/assets/pac/ipi/ipi1-en.pdf . Akses tanggal 24 Juni
2015
Karmidi Martoadmodjo. Pelestarian Bahan Pustaka. (Jakarta: Universitas
Terbuka, 1993),
Karmidi Martoadmodjo. Pelestarian Bahan Pustaka. (Jakarta: Universitas
Terbuka, 1999).
Kris Adri Styarto, “Kerusakan Pada Bahan Pustaka dan Cara Pencegahannya”,
Media Pustakawan, no. 1 (2001)
Lasa HS. Kamus Kepustakawanan Indonesia. (Yogyakarta:Pustaka Book
Publisher,2010)
Lexy J Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000)
Mahsun.Metode Penelitian Bahasa: tahapan strategi, metode, dan tekniknya,
(Jakarta: PT. Raja Grasindo Persada, 2007)
Muhammadin Razak. Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip. (Jakarta: Yayasan
Ford oleh Program Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip, 1992)
Muhammdin Razak, “Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip: Pengendalian Kondisi
Lingkungan.” Laporan Pelaksanaan Lokakarya Pelestarian Bahan Pustaka,
103
Arsip dan Lontar, tanggal 6-8 Juli 1992 (Ujung Pandang: Perpustakaan
Daerah Sulawesi Selatan, 1992)
Mulyadi, Sri Wulan Rujiati.Kodikologi Melayu di Indonesia, (Depok: Fakultas
Sastra UI,1994)
Nasrullah Nurdin. “ Merawat Naskah Kuno”. Majalah Ilitbangdiklat, Edisi No.3,
2015
Nindya. 2008. “Pernah Melihat Naskah Kuno?”.Akses pada 10 Juli 2015, h.1 di
(http://www.Infoperpus.8m.com/news/230120001.htm)
Oman, Fathurahman.Filologi dan Islam Indonesia. (Jakarta: Badan Litbang dan
Diklat Puslitbang Lektur Keagamaan,2010)
Pawit M.Yusuf, Pedoman Penyelengaraan Perpustakaan Sekolah, (Jakarta:
Kencana 2001)
Perpustakaan Nasional RI. Pedoman Undang-Undang No.43 tahun 2007 Tentang
Perpustakaan. (Jakarta : Perpustakaan Nasional, 2008).
Primadesi,Y. “Peran Masyarakat Lokal Dalam Usaha Pelestarian Naskah-Naskah
Kuno Paseban”, Jurnal Bahasa dan Seni,Vol.2, No.2
Prasetya Irawan. Logika dan Prosedur Penelitian,( Jakarta: STIA Lembaga
Administrasi Negara, 2004 )
Rachman Hermawan, Etika Kepustakawanan: Suatu Pendekatan Terhadap Kode
Etik Pustakawan Indonesia, (Jakarta: Sagung Seto, 2006)
Sanapiah Faisal. Format-Format Penelitian Sosial, Dasar-dasar dan Aplikasi.
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007)
Soeatminah, Perpustakaan, Kepustakawan dan Pustakawan, cet 1, (Yogyakarta:
Karnisius, 1992)
Sokhibal Ansor. “Perawatan Bahan Pustaka Perpustakaan Sekolah”.Jurnal
perpustakaan sekolah, edisi tahun 1, nomor 1, oktober 2007.
http://library.um.ac.id.php/Artikel-jurnal-Perpustakaan-Sekolah-
ISSN/perawatan-bahan-pustaka-perpustakaan-sekolah.html/ (diakses pada
tanggal 5 April 2015 jam 08.12 WIB).
Siti Baroroh Baried,dkk,Pengantar Teori Filologi. (Yogyakarta: Badan Penelitian
dan Publikasi Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada, 1994)
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010)
Sulistyo Basuki, “Upaya Peningkatan Peran Pustakawan dalam Mendukung
Kinerja Perpustakaan”, Media Pustakawan, vol. 12, no.3-4
Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1991)
104
Sulistyo Basuki. Pengantar Ilmu Perpustakaan (Jakarta: Gramedia Pusaka Utama,
1993)
Sulistyo Basuki .Pengantar Ilmu Perpustakaan (Jakarta:Bumi Aksara,2008)
Sutarni, Manajemen Perpustakaan : suatu pendekatan praktik (Jakarta: Samitra
Media Utama, 2004)
Sutarno NS. Perpustakaan dan Masyarakat. (Jakarta: Sagung Seto, 2006).
Syaifuddin. Wawancara Pribadi dengan Informan:Kepala Seksi Koleksi dan
Pameran Bayt Al-Qur’an dan Dokumentasi (Jakarta 15 November 2017)
Tedi Permadi, “Identifikasi Bahan Naskah (Daluang) Gulungan Koleksi Cagar
Budaya Candi Cangkuang Dengan Metode Pengamatan Langsung Dan Uji
Sampel di Laboratorium”, Jumantara, Vol.3,No.1(2012)
Undang-Undang Cagar Budaya No. 5 Tahun 1992, Bab I Pasal 2. Akses
pada8Juli2015di
http://bppi.kemenperin.go.id/extension/panduan_iso/doc/uu/C00-1992-
00005.pdf
Uka Tjandrasasmita. Kajian Naskah-naskah Klasik dan Penerapannya bagi
Kajian Sejarah Islam di Indonesia.( Jakarta: Puslitbang Lektur
Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Departeman Agama RI,2006)
Wiji Suwarno, Perpustakaan & Buku : wacana penulisan & penerbitan
(Jogjakarta : Ar-Ruzz media, 2011)
DAFTAR GAMBAR
Gambar. 5
Wawancara dengan Kepala Seksi
Koleksi
Bpk. Syaifuddin, MA.Hum
Gambar. 6
Wawancara dengan Staff Pengembangan
Koleksi Museum
Ibu Ida Fitriani, M.Hum
Gambar. 7
Manuskrip La Lino Asli
Gambar. 8
Manuskrip La Lino Tercetak ( Sudah
Melaui Digitalisasi
Gambar. 9
Tempat Penyimpanan Naskah ( Portaple
Gambar. 10
Manuskrip Al-Qur’an Original dengan pemeliharaan sederhana
Gambar. 11
Peti Penyimpanan Naskah
Gambar. 12
Manuskrip Yang Akan di Digitalisasi
Fresh dari hasil penemuan lapangan
Gambar. 13
Daftar Deskripsi Naskah dan Proses Pendigitalisasi menggunakan komputer, kamera
SLR Canon 7D, dan Tripod
HASIL OBSERVASI
1. Tempat Observasi
Peneliti melakukan observasi untuk penelitian skripsi di Perpustakaan Bayt Al-
Qur’an dan Museum Istiqlal. Perpustakaan ini terletak di sebelah kanan pintu
masuk Taman Mini Indonesia Indah, yang menempati gedung Bayt Al-Qur’an.
2. Waktu Observasi
Peneliti melakukan observasi pada 8 Mei 2017
3. Koleksi
Adapun koleksi yang tersimpan disana antara lain Manuskrip Al-Qur'an,
benda-benda tradisi dan warisan, arsitek, seni rupa kontemporer, serta benda
Islami lainnya, semua tersimpan disini, sebagai hasil implementasi dan aplikasi
budaya yang bersumber dari Al-Qur'an.
Untuk rincian jumlah dan ragam manuskrip yang tersimpan di Bayt Al-Qur’an
adalah sebagai berikut:
a. Manuskrip Al-Qur’an dari Aceh, Jambi, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, dan Bima dengan ragam mushaf kuno berjumlah ± 60 mushaf
b. Manuskrip Keagamaan Aceh, Banten, Jawa, Madura, Nusa Tenggara Barat
dan lain-lain berjumlah ± 60 mushaf
c. Mushaf Al-Qur’an Cetak dari Singapura, India, Turki, Jakarta dan Afrika
dengan ragam Percetakan Litografi (cetak batu), Mushaf Singapur, Mushaf
India, Mushaf Turki, Mushaf Sundawi, Mushaf At-Tin, Mushaf Kalimantan
Barat, Mushaf Jakarta, Mushaf Al-Bantani, Mushaf JambiMushaf Istiqlal,
Mushaf Standar Indonesia, Mushaf Standar Braile, dan Mushaf Qiraah
Sab’ah.
d. Manuskrip Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an dari Melayu, Jawa dengan
beragam Tarjuman Al-Mustafid, Tafsir Al-Jalalain, Tafsir Al-Baidawi,
Tafsir Qur’an Karim, Tafsir An-Nur, Al-Bayan, Tafsir Al-Azhar, Tafsir Al-
Misbah, Tafsir Tematik, Raudat Al-Irfan, Tafsir Al-Ibriz, Al-Huda
4. Fasilitas
Bangunan ini memiliki 4 lantai dengan lingkungan yang jauh dari polusi.
Selain itu, tempat ini juga memiliki fasilitas ruangan yang lengkap seperti
ruang serba guna (main hall), auditorium, audio visual, ruang kelas, pameran,
balkon, dan lain-lain. Semua itu dapat digunakan untuk mengadakan kegiatan
seperti seminar, pertunjukan, pameran, perlombaan, forum ilmiah, syukuran,
dan lain-lain.
Selain itu untuk kebutuhan perawatan rutin terhadap naskah/manuskrip yang
tersimpan disana dapat kita temui alat-alat sebagai berikut Hydrant (10),
Vacum Cleamer (2), Kemoceng (4), Kuas (8), Spon (8), Dehumidifier (4), AC
(12), Smoke Detector dan Sprinkle
Nama : Syaifuddin, MA.Hum
Jabatan : Kepala Seksi Koleksi
Wawancara tanggal 11 Juli 2018, pukul 15.30 WIB
1. Mengapa pelestarian naskah kuno sangat penting untuk dilestarikan di
Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal?
Jawaban : yaaa karena sesuai dengan tusi (tugas fungsi) Bayt Al-Qur’an
dan Museum Istiqlal aaaa no 3 tahun 2007, tentang fungsi dan kedudukan
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an dan nomor 3 ortaker (organisasi
dan tata kerja Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an) nanti bisa di buka
ituuuu salah satu fungsi dari Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an
adalah pengelolaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal, eee salah satu
fungsi utama adalah aa perawatan terhadap benda-benda koleksi Bayt Al-
Qur’an Museum Istiqlal.
2. Apa yang melatar belakangi naskah kuno tersebut penting untuk
dilestarikan di Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal?
Jawaban : aaa Kembali lagi kalo bicara masalah penting tidaknya, karena
kita instasi pemerintah ya ituuu sesuai dengan aaaa tupoksi (tugas dan
fungsi kita) karena salah satu fungsi tugas fungsi kita adalah aaaaaa
pelestarian benda-benda yang aaa bersejarah,yang punya artefak yang
bersejarah, yang punya urgensi, yang punya sisi penting dari sisi
historisnya gitu kan salah satu koleksinya adalah naskah oleh karena itu
yaaa tugas kita lah untuk aaa penyelamatan naskah-naskah itu. Apalagi
aaaaa 1 tahun terakhir ini kita sering mendengar ya ada bukan issue ya
informasi memang jual beli itu sangat marak mungkin temen-temen
mahasiswa ini bisa melacak bagaimana proses transaksi jual beli naskah
itu, kalo saya belakangan ini memang banyak mengamati bagaimana cara
perpindahan atau kalo temen-temen sini menyebutnya migrasi manuskrip
dari satu tangan ke tangan yang lain, dari satu tempat ke tempat yang
lain, bahkan dari satu Negara ke Negara yang lain. Aaaa…diantaranya
yang kita survey di tahun 2017 itu di Aceh, dimana Aceh ini surganya
manuskrip ya...jadi data kita sudah lebih dari ribuan naskah yang dijual
ke luar negeri. Oleh karena itu kebijakan tahun 2017 mengamanatkan
untuk program nanti di tahun 2018 melakukan pengadaan masnuskrip-
manuskrip dari Aceh, nah saat ini kita sudah running untuk pembelian
naskah-naskah itu. Nah ini sebagai contoh tindakan penyelamatan naskah
lah sebetulnya.
3. Bagaimana dari segi akademik, fungsinya bagi suatu penelitian dengan
adanya pelestarian naskah kuno di Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal?
Jawaban: aaa… sebenernya sesuai dengan fungsi museum ya, salah satu
fungsi museum adalah tempat riset ya, sumber-sumber data semuanya ada
di museum ya..lebih pada sumber data….dari sisi akademik kami
mengundang para peneliti atau mahasiswa-mahasiswa yang sedang
menyelesaikan tugas-tugasnya sebenarnya bisa mengkaji koleksi yanga
ada di kita ini, sebagai bentuk kerjasama antara museum sebagai institusi
yang merawat yang menyimpan yang melestarikan benda-benda
bersejarah seperti ini dan univ atau akademik lebih inten pada
pengkajian-pengkajian itu. Aaa..dari sisi akademis isinya mungkin
ya…kalau dari sisi isinya salah satu keunggulan bagi peneliti atau
mahasiswa siapapun kalau dia mau meneliti naskah-naskah terutama
naskah yang ada di museum atau malah naskah yang belum pernah diteliti
orang, ini jadi dia akan menemukan originalitas dalam sebuah penelitian,
dan inilah sebenarnya yang sangat sulit dalam dunia akademik
ya..bagaimana seorang professor sekarang ini sulit untuk mencari hal
baru atau originalitas itu sulit dalam dunia akademik itu. Kelebihan
teman-teman yang ingin meneliti tentang naskah itu banyak sekali hal-hal
yang baru ya informasi baru baik itu terkait dengan sejarah, tradisi
dengan daerah tertentu, ketokohan tertentu, Aaa.. oleh karena itu dari sisi
akademik, naskah yg ada di bayt sangat penting untuk diekslpor lebih jauh
lagi ya..
4. Mengapa Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal harus mengoleksi naskah-
naskah kuno keislaman seperti ini, padahal sudah banyak pula tempat-
tempat di Indonesia seperti halnya perpustakaan pada umumnya,
universitas bahkan di internet sudah menyimpan terkait naskah kuno?
JAWAB: Kalau kita bicara siapa sih yang layak untuk menyimpan
manuskrip, itu sebenarnya ada beberapa tempat ya, yang jelas sesuai
dengan tuntutan UU bahawsanya semua kekayaan Negara, Negara harus
ikut hadir didalamnya untuk menyelamatkan, Cuma dari institusi Negara
yang mana yang paling layak untuk menyimpan naskah-naskah kuno,
paling tidak kita kategorikan perpustakaan pada umumnya, museum-
museum dibawah pemerintah, arsipnas . Nah kita dikategori museum,
seluruh museum dibawah pemerintah harus ikut hadir dalam program
penyelamatan manuskrip ini. Nah kita sesuai dengan fungsinya kita hanya
focus dalam 2 hal besar yakni terkait manuskrip Al-Qur’an yang
didalamnya ada Al-Qur’an elektronik dan digital, terjemahan dan
Manuskrip keagamaan yang didalamnya banyak sekali berisi tafsir..
5. Bagaimana respon masyarakat atau peneliti dengan keberadaan Bayt Al-
Qur’an dan Museum Istiqlal yang menyimpan koleksi naskah kuno?
Jawaban: Yaa..emm..ya pasti ya kalo yang menyimpan itu museum
pastinya respon masyarakat sangat baiklah, bahkan kalo kita lihat respon
dari masyarakat sendiri, lumayan banyak naskah yang kita koleksi tidak
kita beli tapi dihantarkan langsung oleh masyarakat sendiri, itu
menunjukan kepercayaan masyarakat dan harapan masyarakat di BQMI
ini turut serta dalam melestarikan dan menjaga warisan masyarakat
tersebut.
6. Adakah hubungan kerjasama dengan pihak lain baik dari dalam maupun
luar negeri kaitannya dalam hal pelestarian naskah kuno perpustakaan
Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal?
Jawaban: Aaa…hubungan kerjasama kalo dari pihak dalam negeri kita
sudah pernah melakukan kerjasama pelestarian naskah kuno mulai dari
2016 dengan meminta bantuan orang-orang dari Balai Konservasi, nah
dimulai 2017 kita kerjasama dengan Perpusnas ya.. sampai sekarang.
Kalo untuk dari luar negeri, kaitannya dengan pelestarian kita belum
melakukannya, tapi tidak menutup kemungkinan untuk diadakan.
Aa..seperti contohnya baru-baru ini ada professor dari jepang yang
sempat berkunjung dan melihat kondisi pelestarian disini yang masih ala
kadarnya, dan mereka merasa prihatin dan menawarkan kerjasama…nah
sampai sekarang ya harus kita rundingkan dulu dengan lembaga yang
menaungi kita ya. Karena ini kan masalah biaya juga, apa kita yang
belajar kesana atau mereka yang melakukan konservasi disini…nah itu
semua masih jadi bahan pertimbangan.
7. Bagaimana dukungan pemerintah terkait pelestarian naskah kuno
perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal?
Jawaban: Terkait dukungan pemerintah yak karena kita merupakan
instansi pemerintah pastinya dukungan perihal dana APBN, setiap
tahunnya kita mendapat kucuran dana tersebut, tapi kalo untuk dukungan
fasilitas dan lain sebagainya belum ada.
8. Apakah Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal juga
menyediakan pengembangan kualifikasi atau kompetensi kemampuan
bagi stafnya agar siap untuk melakukan pendampingan jika ada peneliti
yang membutuhkan informasi?
Jawaban : aaa iya ada pengembangan kualifikasi itu bagi staff yang dirasa
kurang berkompeten dalam bidang perawatan. Salah satu contohnya kita
menunjang kekurangan teman-teman itu untuk mengikut sertakan mereka
dengan kerjasama perpustakaan Nasional terusss mengikuti diklat-diklat
dan pelatihan seperti itu.
9. Apa saja kendala yang dapat menghambat pelestarian koleksi naskah kuno
di Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal?
Jawaban : Emmm berbicara masalah kendala saya rasa masih banyak
sekali kendalanya, terutama kaitannya dengan SDM. Jadi SDM yang kita
punya dengan beban kerja itu sangat jomplang sekali. Aaa kita juga punya
koleksi ribuan dan pengunjung ratusan ribu tiap tahun, tapi aaa yang
bertugas secara langsung itu hanya bekisar 10 orang lah dengan
komposisi 3 orang sebagai pengembang koleksi BQMI istilah sebagai
kuratornya itupun tidak sesuai dengan potensi dari bidangnya. Untuk
perawatan secara struktur ada 4 orang, tapi secara teknisnya dibagi
menjadi 2 yang 2 sebagai pemandu pelayanan sedangkan yang 2 lagi
sebagai pelaksana perawatan kecil-kecilan seperti halnya pembersihan,
penantaan koleksi yang pas, menjamin keamanan tempat display seperti
itu. Selain SDM kita juga terkendala masalah fasilitas yang kurang
memadai aaa bahkan belum ada aaa kaya lab sendiri dan sebagainya.
Selain SDM dan fasilitas adapun kendala yang kami hadapi itu aaaa dari
segi anggaran yang sangat minim.
10. Bagaimana upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala pelestarian
naskah kuno BQMI?
Jawaban : ya seperti hlnya tadi sudah dijelaskan bahwa untuk mengatasi
kendala kurangnya SDM kita melakukan kerjasama pihak ketiga, untuk
solusi jangka panjang akan kita siapkan laboratorium khusus.
11. Bagaimana kebijakan dalam pelestarian koleksi naskah kuno? Apakah
sudah ada kebijakan tertulis?
Jawaban: Ehmm… Kalau untuk kebijakan tertulis belum ada karena
kembali lagi kita belum punya staf ahli konservator yang benar-benar
memahami masalah perawatan dan perbaikan terhadap koleksi naskah-
naskah kuno ini. Namun mulai tahun 2016 hingga sekarang kita ada
kebijakan pengalokasian anggaran untuk menggunakan jasa pihak ketiga
sebagai pelaksana pemeliharaan terhadap koleksi naskah yang ada. Jadi
ya kebijakan hanya mengalir saja, melakukan perawatan apa adanya
belum benar-benar memenuhi sesuai kriteria yang seharusnya dilakukan.
12. Apa saja koleksi naskah kuno atau manuskrip yang disimpan di
Perpustakaan BQMI ini?
Jawaban: Untuk manuskrip atau naskah kuno yang disimpan dibagi
menjadi 2 yakni manuskrip Al-Qur’an dan manuskrip keagamaan.
Sedangkan untuk manuskrip keagamaan yang disimpan adalah naskah-
naskah yang berisi kajian Islam meliputi berbagai bidang ilmu agama
seperti tafsir, hadis, ilmu kalam, fikih, sastra, bahasa, hingga sejarah yang
berasal dari Aceh, Banten, Jawa, Madura, NTB, dll.
13. Sejauh ini pendanaan koleksi naskah kuno didapatkan dari mana dan
kisaran angka berapa?
Jawaban: Untuk pendanaan, didapat dari APBN, tetapi ini tidak hanya
digunakan untuk anggaran pelestarian naskah saja. Anggaran tiap tahun
di dapatkan dari APBN berkisar kurang lebih 150 – 300 juta, dibagi untuk
tiap bidang yang ada di lembaga Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.
Ada 3 bidang yakni bidang Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Pengkajian
Al-Qur’an, Bayt Al-Qur’an dan Dokumentasi. Nah kita termasuk Bidang
ketiga yakni bidang Bayt Al-Qur’an dan Dokumentasi. Untuk perihal
pelestarian dana kita sesuaikan sesuai kebutuhan dan tingkat keparahan
koleksi naskah yang harus dilakukan pelestarian.
14. Bagaimana kriteria sumber daya manusia yang dijadikan sebagai
konservator dalam proses kegiatan pemeliharaan dan perbaikan terhadap
pelestarian koleksi naskah kuno di Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan
Museum Istiqlal?
Jawaban: Nahh, sumber daya manusia kita belum memiliki staf khusus
yang dijadikan sebagai konsevator, karena terkendala masalah anggaran
yang ada. Jadi sejauh ini hanya dilakukan oleh staf-staf yang ada saja dan
sebatas kemampuan kita saja.
15. Apakah BQMI memiliki tempat tertentu untuk pelestarian naskah-naskah
yang perlu dirawat dan diperbaiki?
Jawaban: Laboratorium khusus kita belum ada, karena ya kembali lagi
masalah struktur SDM nya belum ada yang mumpuni dan fasilitas yang
tersedia belum memungkinkan untuk kita punya laboratorium sendiri.
16. Faktor-faktor apa saja yang lebih dominan menyebabkan kerusakan
naskah kuno?
Jawaban: Banyak faktor ya, faktor cuaca sangat berpengaruh, karena
tingkat kelembaban yang tinggi daerah di Indonesia ini beda halnya
dengan Eropa. Selain itu keadaan mikro dan makro dari lingkungan
sekitar penyimpanan. Misal keadaan mikro bisa disebabkan dari tidak
diperhatikannya masalah pengaturan suhu dan pencahayaan, sedangkan
keadaan makro seperti pencemaran udara dari luar. Faktor yang
disebabkan manusia kebanyakan dari masalah handlingnya
(penanganannya) yang kurang bagus, dalam display naskah ada beberapa
aturan yang seharusnya diterapkan misalnya meneliti tidak boleh dibuka
koleksinya atau disentuh tangan, tetapi jika masyarakat itu atau peneliti
tersebut pengen lebih mendalam mengetahui koleksi tersebut maka mau
tidak mau harus kita buka pakai tangan kan, nah jika hal ini dilakukan
secara sering maka bisa menyebabkan kerusakan pada koleksi naskah
tersebut.
17. Apakah BQMI sudah melakukan reproduksi (digitalisasi) terhadap koleksi
naskah-naskah yang asli?
Jawaban: aaa Sebagian sudah dilakukan digitalisasi, namun belum
semuanya dan belum memiliki ruang tertentu karena masih menggunakan
fasilitas biasa, seperti kamera SLR Canon 7D pada umumnya dan tripod
dilakukan secara manual. Digitalisasi ini dilakukan pada saat peneliti
melakukan pengumpulan naskah di lapangan.
18. Naskah apa saja yang diprioritaskan untuk dilakukan penyelamatan ?
Jawaban: Disini yang kita prioritaskan untuk dilakukan penyelamatan
lebih kepada koleksi naskah kuno Al-Qur’an, sebenarnya ada naskah kuno
lain seperti naskah keagamaan, tapi yang lebih kita prioritaskan adalah
naskah kuno Al-Qur’an karena memang kondisi yang sudah parah banyak
yang dimakan ngengat kertas-kertasnya, tulisannya sudah banyak yang
menghitam karena kebanyakan naskah kuno Al-Qur’an yang ditulis pada
abad-abad 18 – 20 M tersebut ditulis diatas kertas eropa berbahan tinta
iron gel yang mengandung besi atau tingkat keasaman tinggi. Jadi jika
dibiarkan bertahun-tahun dan tidak mendapat penanganan tintanya akan
memakan kertas sehingga menjadi berlubang atau bahkan tidak bisa
terbaca sama sekali.
Mengetahui,
Pewawancara Kepala Seksi Koleksi
Wahyudin Syaifuddin, MA.Hum
NIM: 1111025100049 NIP:
198206252008011010
HASIL WAWANCARA
Nama : Ida Fitriani, M.Hum
Jabatan : Staf Pengembangan Koleksi
Wawancara tanggal 15 November 2017, pukul 09.00 WIB
NO PERTANYAAN
DESKRIPSI JAWABAN
1
Tanya Bagaimana pelestarian koleksi naskah kuno dilakukan
LPMA sendiri?
Jawab
“Jika sebatas pembersihan naskah dan sekitar ruang
penyimpanan naskah kuno masih bisa kita lakukan
sendiri, menggunakan kuas, kemoceng dan vacuum
cleaner. Akan tetapi kalau sudah tahap restorasi,
rehabilitasi, dan fumigasi naskah kita kerjasama
dengan pihak ketiga karena memang disini belum ada
staf khusus yang ahli di bidangnya.”
2
Tanya Apa saja alat dan bahan kimia yang diperlukan dalam
pelestarian koleksi naskah kuno?
Jawab
“Sejauh ini alat dan bahan yang kita gunakan untuk
perawatan rutin terhadap naskah kuno, ya hanya
melakukan pembersihan menggunakan kemoceng,
vacuum clener, penggantian silica gel. Sedangkan
untuk bahan kimia yang digunakan kita serahkan
sepenuhnya kepada tenaga ahli atau vendor. Karena
yang melakukan restorasi seperti fumigasi bukanlah
dari pihak kami sendiri.”
3 Tanya Bagaimana upaya pencegahan terhadap kerusakan
koleksi yang disebabkan oleh faktor fisika? Seperti
halnya berapa suhu dan kelembapan yang harus
diperhatikan, pengaturan sistem pencahayaannya dan
pencegahan terhadap debu yang bisa sewaktu-waktu
masuk kedalam ruangan peyimpanan koleksi?
Jawab
Untuk pengaturan suhu dan kelembapan ruang
penyimpanan naskah kuno kita masih pakai suhu
ruang secara umum kurang lebih 16 derajat celcius
dan peletakan silica gel di tiap-tiap lemari
penyimpanan naskah kuno, untuk pengaturan
pencahayaan, cahaya ada dua yakni cahaya dari
matahari dan cahaya dari lampu pijar, Cahaya
matahari yang masuk kedalam ruangan baik secara
langsung maupun pantulan dihalangi dengan gordeng
atau disaring lagi dengan menggunakan filter untuk
mengurangi radiasi ultra violet dan koleksi yang ada
diruangan perpustakaan tidak boleh diletakan didekat
dengan jendela. Sedangkan untuk pencahayaan dari
lampu pijar atau neon kita mengunakan pencahayaan
dari lampu pijar neon yang diperkecil intensitas
cahanya. Sedangkan untuk pencegahan terhadap
debu, mencegahnya dengan membersihkan debu
menggunakan alat penghisap debu atau vaccum
cleaner, menggunakan kuas, spon, dan kemoceng,
yang mana pembersihannya dilakukan secara hati-
hati dengan lembar perlembar, pengerjaan
dibutuhkan waktu yang cukup lama berbeda dengan
buku perpustakaan biasa.
4
Tanya
Bagaimana upaya pencegahan terhadap kerusakan
koleksi yang disebabkan oleh faktor biotis? Misalnya
dari serangga, jamur, binatang pengerat, dan lain-
lain?
Jawab
“Untuk pencegahan dari faktor biotis kita melakukan
fumigasi dan penyemprotan menggunakan bahan
insektisidan selama satu tahun sekali dengan waktu
pengasapan serta penyemprotan 2 x 24 jam. Namun
kegiatan ini bukan kita yang melakukan melainkan
kita menggunakan jasa pihak ketiga atau vendor,
karena kita belum memiliki SDM yang memahami
masalah tersebut.
5
Tanya
Bagaimana upaya pencegahan terhadap kerusakan
koleksi yang disebabkan oleh faktor kimia? Misalnya
cara mengatur tingkat keasaman pada koleksi naskah
kuno?
Jawab
Untuk pengaturan keasaman ini kita menyerahkan
kepada tenaga ahli pihak ketiga atau vendor karena
kita tidak bisa mengerjakannya sendiri.
6
Tanya
Bagaimana upaya pencegahan terhadap kerusakan
koleksi yang disebabkan oleh faktor manusia? Adakah
kebijakan tertentu yang diterapkan?
Jawab
Untuk pencegahan yang dilakukan faktor manusia
maka kita mengadakan bimbingan pemakai kepada
pemustaka serta membuat tulisan / tata tertib yang
diletakkan disetiap tempat-tempat strategis yang
dapat terlihat jelas dan terbaca oleh pemustaka,
seperti meja pembaca dan dinding-dinding ruangan
menggunakan bingkai. Selain itu agar tidak
sembarangan orang bisa memegang naskah kuno
tersebut maka untuk penyimpanannya kita
menggunakan rak display kaca, yang mana
pemustaka hanya bisa melihat naskah tersebut.
Seperti contohnya naskah kuno Al-Qur’an yang
beratnya mencapai 300 kg yang kita pamerkan di
ruang bawah, itu ruangannya selalu terkunci, tidak
sembarang orang bisa masuk dan memegang naskah
tersebut.
7
Tanya Bagaimana upaya pencegahan terhadap kerusakan
koleksi yang disebabkan oleh faktor bencana alam?
Jawab
Untuk pencegahan dari faktor bencana alam, selama
ini Alhamdulillah tidak pernah ya terjadi, namun
sebagai proses pencegahan hal tersebut pihak
pengelola gedung menyediakan alat pemadam
hydrant, setiap ruangan terdapat fasilitas sprinkle
yang letaknya di langit-langit atas dan smoke detector
serta memasang peraturan larangan merokok.
8
Tanya
Bagaimana kegiatan konservasi (pemeliharaan fisik)
terhadap koleksi naskah kuno yang mengalami
kerusakan?
Jawab
Untuk naskah yang benar-benar rapuh kita
meletakkannya dalam kertas portaple, agar
terlindungi dan jika disimpan dapat terhindar dari
gesekan antara naskah lainnya. Untuk pembuatan
tempat penyimpanan ini atau kertas portaple kita
masih meminta bantuan dari pihak Perpustakaan
Nasional RI. Sebenarnya kita sudah diperlihatkan dan
diajari cara pembuatannya, namun ya lagi-lagi kita
tidak bisa praktek sendiri karena terkendala dengan
bahan-bahan dan alatnnya yang harus di import.
9
Tanya Bagaimana kegiatan restorasi (perbaikan) terhadap
koleksi naskah kuno yang mengalami kerusakan?
Jawab
Untuk restorasi kita meminta bantuan jasa dari pihak
ketiga atau vendor, jadi kita hanya menyiapkan
anggaran sesuai yang dibutuhkan.
Mengetahui,
Pewawancara Staff Pengembangan Koleksi
Wahyudin Ida Fitriani, M.Hum
NIM: 1111025100049 NIP:
BIODATA PENULIS
WAHYUDIN, Lahir di Depok 30 November 1991,
Terlahir dari pasangan Bapak Naji dan Ibu Rimi. Dari
kecil hingga Sekolah Menengah Atas penulis tinggal di
Jl.Kyai Dehir No.03, Rt.005/011, Kelurahan Tanah Baru,
Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat. Penulis
menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Tanah
Baru II pada tahun (1998-2004) Kemudian pada tahun
(2004-2007) melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di
SMP Kesuma Bangsa Depok, Lanjut pada tahun ( 2007-2010) penulis
melanjutkan di Sekolah Menengah Kejuruan yakni SMK Kesuma Bangsa 2
jurusan Teknik Informatika. Tidak sampai di situ setelah lulus SMA, pada tahun
2011 penulis melanjutkan pendidikan pada program studi (S1) Jurusan Ilmu
Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Menyelesaikan kuliah dengan menulis skripsi yang berjudul
"Pelestarian Koleksi Naskah Kuno Perpustakaan Bayt Al-Qur’an dan Museum
Istiqlal". Penulis juga pernah melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di
Perpustakaan Koninklijk Instituut voor Taal, Land en Volkenkunde (KITLV-
Jakarta) pada 2014 dan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa/Kelurahan
Sukamulya, Bogor. Selama kuliah penulis juga aktif dalam bidang di luar kampus
anatara lain Komunitas MKB-Home Schooling Kak Seto.