pemanfaatan hasil pirolisis bulu ayam sebagai adsorben ion...

83
PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION Na DAN Fe DALAM LARUTAN SIMULASI ROJIKHI PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M / 1432 H

Upload: hoangkhanh

Post on 02-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU

AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION Na DAN Fe DALAM LARUTAN SIMULASI

ROJIKHI

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M / 1432 H

Page 2: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION Na

DAN Fe DALAM LARUTAN SIMULASI

Oleh :

ROJIKHI

107096003623

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M / 1432 H

Page 3: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat
Page 4: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat
Page 5: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL KARYA

SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH

PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Jakarta, Agustus 2011

ROJIKHI

107096003623

Page 6: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

ABSTRAK

ROJIKHI. Pemanfaatan Hasil Pirolisis Bulu Ayam Sebagai Adsorben Ion Na dan Fe Dalam

Larutan Simulasi. Dibawah bimbingan Adi Riyadhi, M.Si dan Yusraini DIS, M.Si.

Karbon aktif pada umumnya dibuat dari kayu, batu bara, arang tempurung kelapa, bongkol

jagung. Bahan alternatif yang dapat dijadikan karbon aktif adalah bulu ayam sebagai bentuk

pemanfaatan limbah bulu ayam. Karbon aktif merupakan padatan amorf sebagaimana ditunjukkan

hasil uji kristalin dengan XRD. Hasil rendemen karbon aktif sebesar 35%, kadar air yang didapat

sebesar 0,51% dan kadar abu sebesar 4,8%. Luas permukaan karbon aktif dengan metode serapan

metilen biru adalah 463,39 m2/g . Waktu kontak optimum karbon aktif dalam menyerap metilen

biru adalah 30 menit. Hasil uji AAS menunjukkan besarnya adsorpsi ion Fe dengan metode kolom

adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat diadsorp. Hasil uji adsorpsi ion Fe dengan metode

Batch adalah 93,59%. Pada metode Batch pengaruh penambahan NaOH menyebabkan terjadinya

endapan Fe(OH)3 dan penambahan HCl menyebabkan adsorpsi ion Fe yang berbeda-beda. Dalam

penelitian ini metode Batch adalah metode yang paling baik digunakan dalam adsorpsi ion Fe.

Kata kunci : bulu ayam, karbon aktif, ion Fe, adsorpsi, metode Batch dan metode kolom.

Page 7: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

ABSTRACT

ROJIKHI. Utilization Pirolyzed Result of Chicken Feathers for Adsorbent Na and Fe ions in the

Solution Simulation. Guidanced by Adi Riyadhi, M.Si and Yusraini DIS, M.Si

Activated carbon is generally made from wood, coal, coconut shell charcoal, corn head.

Alternative materials that can be used as activated carbon is chicken feathers as a form of

utilization of chicken feathers waste. Activated carbon is an amorphous solid crystalline as shown

by XRD test results. The results yield of activated carbon by 35%, water content obtained by

0.51% and ash content of 4.8%. The surface area of activated carbon with methylene blue

adsorption method is 463.39 m2/g. The optimum contact time of activated carbon to adsorp the

methylene blue is 30 minutes. AAS test results indicate the adsorption amount of Fe ions by

column method is 56.04% while the Na ions can not be adsorp. Fe ion adsorption test results with

Batch method is 93.59%. In the batch method the effect of adding NaOH led to formation of

precipitate Fe(OH)3 while the addition of HCl led to the adsorption of Fe ions are different. In this

study the method Batch method is best used in the adsorption of Fe ions.

Key words: chicken feather, activated carbon, Fe ions, adsorption, Batch method

and the method of column

Page 8: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pemanfaatan

Hasil Pirolisis Bulu Ayam sebagai Adsorben Ion Na dan Fe dalam Larutan Simulasi. Shalawat

serta salam tidak lupa penulis limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan para

sahabatnya serta pengikutnya di akhir zaman.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih atas bantuan yang telah

diberikan dari berbagai pihak, terutama kepada :

1. Bapak Adi Riyadhi, M.Si sebagai pembimbing I dan Ibu Yusraini DIS, M.Si sebagai

Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan serta arahan secara teknis sehingga

penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia.

3. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dosen-dosen Kimia yang telah banyak memberikan ilmunya.

5. Orang tua dan seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan doa dan dukungannya

baik moril maupun materiil.

6. Para wali murid yang telah membantu dana dari penelitian sampai penyelesaian skripsi

ini.

7. Kiki, Udin, Ela dan Heru sebagai teman seperjuangan selama penelitian yang telah

memberikan banyak bantuan, dorongan dan semangatnya.

8. Teman-Teman Kimia Angkatan 2007 yang telah membantu memberikan dorongan dan

semangat.

9. Teman-Teman Kimia Angkatan 2009 yang telah banyak membantu dan memberikan

semangat.

Page 9: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Dengan diselesaikannya skripsi ini semoga dapat bermanfaat bagi penulis pada

khususnya dan pembaca pada umumnya. Penulis meminta maaf atas segala kekurangan. Kritik dan

saran selalu penulis harapkan demi sempurnanya penulisan skripsi ini.

Jakarta, Juni 2011

Penulis

Page 10: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

DAFTAR ISI

Hal

Halaman Judul ...................................................................................................................... i

Lembar Persetujuan Pembimbing ....................................................................................... ii

Lembar Pengesahan Ujian .................................................................................................... iii

Lembar Pernyataan ............................................................................................................... iv

Abstrak ................................................................................................................................... v

Abstract .................................................................................................................................. vi

Kata Pengantar ...................................................................................................................... vii

Daftar Isi ................................................................................................................................ ix

Daftar Gambar ...................................................................................................................... xii

Daftar Tabel ........................................................................................................................... xiii

Daftar Lampiran ................................................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang................................................................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah ........................................................................................................... 4

1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................................................... 4

1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bulu Ayam (Chicken Feather) .......................................................................................... 6

2.2 Keratin (Fibrous Protein) .................................................................................................. 7

2.3 Karbon Aktif (Activated carbon) ....................................................................................... 9

2.4 Adsorpsi............................................................................................................................. 15

2.5 Logam ............................................................................................................................... 18

2.5.1 Natrium .................................................................................................................... 20

2.5.2 Besi .......................................................................................................................... 21

2.6 XRD (X-Ray Diffraction) .................................................................................................. 22

2.7 Spektrofotometer UV-Visibel ............................................................................................ 26

2.8 Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) ............................................................................ 28

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................................................ 32

3.2 Bahan dan Alat .................................................................................................................. 32

3.2.1 Bahan ..................................................................................................................... 32

3.2.2 Alat ........................................................................................................................ 32

3.3 Cara Kerja .......................................................................................................................... 33

Page 11: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

3.3.1 Pembuatan Adsorben Karbon Aktif ....................................................................... 33

3.3.2 Penentuan Kadar Air Karbon Aktif ....................................................................... 33

3.3.3 Penentuan Kadar Abu Karbon Aktif ...................................................................... 33

3.3.4 Analisa Kristalinitas Karbon Aktif dengan XRD .................................................. 34

3.3.5 Penentuan Waktu Kontak Optimum ...................................................................... 35

3.3.6 Penentuan Luas Permukaan ................................................................................... 35

3.3.7 Proses Adsorpsi Ion Na dan Fe Menggunakan Karbon Aktif

Dengan Metode Kolom .......................................................................................... 36

3.3.7.1 Pengaruh Massa Adsorben ....................................................................... 36

3.3.7.2 Pengaruh Pengulangan .............................................................................. 36

3.3.8 Proses Adsorpsi Ion Fe Menggunakan Karbon Aktif Dengan

Metode Batch ...................................................................................................... 37

3.3.8.1 Pengaruh Massa Adsorben ....................................................................... 37

3.3.8.1 Pengaruh pH ............................................................................................. 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Adsorben Karbon Aktif.................................................................................. 39

4.2 Penentuan Kadar Air Karbon Aktif ................................................................................... 40

4.3 Penentuan Kadar Abu Karbon Aktif.................................................................................. 41

4.4 Analisa Kristalinitas Karbon Aktif dengan XRD .............................................................. 42

4.5 Penentuan Waktu Kontak Optimum .................................................................................. 44

4.6 Penentuan Luas Permukaan ............................................................................................... 46

4.7 Proses Adsorpsi Ion Na dan Fe Menggunakan Karbon Aktif dengan

Metode Kolom ................................................................................................................. 47

4.7.1 Adsorpsi Ion Na dengan Menggunakan Metode Kolom ....................................... 47

4.7.2 Pengaruh Massa Karbon Aktif terhadap Penyerapan Ion Fe ................................. 51

4.7.3 Pengaruh Pengulangan terhadap Penyerapan Ion Fe ............................................. 54

4.8 Proses Adsorpsi Ion Fe Menggunakan Karbon Aktif dengan Metode

Batch ................................................................................................................................ 55

4.8.1. Pengaruh Massa Adsorben .................................................................................... 55

4.8.2. Pengaruh Penambahan HCl dan NaOH terhadap pH Larutan ............................... 56

4.9 Perbandingan Metode Batch dengan Kolom terhadap

Penyerapan Ion Fe ........................................................................................................... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 61

5.2 Saran .................................................................................................................................. 62

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 63

LAMPIRAN ............................................................................................................................ 66

Page 12: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1 : Struktur Keratin ..................................................................................................... 8

Gambar 2 : Karbon Aktif .......................................................................................................... 10

Gambar 3 : Skema Alat XRD ................................................................................................... 24

Gambar 4 : Cara Kerja Spektrofotometer UV-Visibel ............................................................. 28

Gambar 5 : Cara Kerja Spektrofotometer Serapan Atom ......................................................... 32

Gambar 6 : Kerangka Kerja Penelitian ..................................................................................... 38

Gambar 7 : Difraktogram Karbon Aktif yang Ditanur pada Suhu 400 oC ............................... 43

Gambar 8 : Difraktogram Karbon Aktif Sekam Padi yang Ditanur pada

Suhu 700oC ........................................................................................................ 44

Gambar 9 : Grafik Waktu Kontak Antara Larutan Metilen Biru dengan

Karbon Aktif ....................................................................................................... 45

Gambar 10 : Grafik Serapan Metilen Biru Sebelum dan Sesudah Ditambahkan

Karbon Aktif ........................................................................................................ 46

Gambar 11 : Grafik Pengaruh Massa Adsorben terhadap % Penyerapan Fe ........................... 52

Gambar 12 : Grafik Pengaruh Pengulangan terhadap Penyerapan Fe ..................................... 54

Gambar 13 : Pengaruh Massa terhadap % Penyerapan Fe .................................................... 56

Gambar 14 : Pengaruh pH terhadap % Penyerapan Fe ............................................................ 57

Page 13: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1 : Persyaratan Karbon Aktif ......................................................................................... 11

Tabel 2 : Manfat Karbon Aktif ................................................................................................. 13

Tabel 3 : Sifat Fisika Logam Natrium ...................................................................................... 20

Tabel 4 : Sifat Fisika Logam Besi ............................................................................................ 21

Tabel 5 : Hasil Uji AAS Ion Na ............................................................................................... 47

Page 14: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1 : Pembuatan Larutan Sampel ............................................................................... 66

Lampiran 2 : Perhitungan Rendemen Karbon Aktif ................................................................. 67

Lampiran 3 : Perhitungan Kadar Air Karbon Aktif .................................................................. 68

Lampiran 4 : Perhitungan Kadar Abu Karbon Aktif ................................................................ 69

Lampiran 5 : Data hasil Analisis Karbon Aktif dengan XRD .................................................. 70

Lampiran 6 : Tabel Penentuan Waktu Kontak.......................................................................... 71

Lampiran 7 : Tabel Penentuan Luas Permukaan ..................................................................... 73

Lampiran 8 : Hasil Uji AAS untuk Adsorpsi Ion Na dan Fe .................................................... 75

Lampiran 9 : Hasil Uji AAS untuk Adsorpsi Ion Fe ................................................................ 79

Lampiran 10 : Foto-Foto Penelitian .......................................................................................... 83

Page 15: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada proses pemotongan ayam dihasilkan hasil sampingan berupa bulu ayam yang

biasanya dibuang begitu saja. Bulu ayam yang dibuang begitu saja lama kelamaan menumpuk dan

dapat menimbulkan dampak pencemaran terhadap lingkungan. Dampak negatif yang ditimbulkan

oleh industri peternakan ayam yaitu rumah potong ayam berupa terganggunya sanitasi lingkungan

akibat limbah bulu ayam yang menimbulkan bau tidak sedap dan merupakan sumber penyebaran

penyakit sebagai dampak penurunan kualitas udara. Selain itu limbah bulu ayam juga

menimbulkan dampak penurunan kualitas tanah karena limbah bulu ayam sulit terdegradasi di

lingkungan akibat adanya keratin atau fibrous protein berupa serat (Ketaren, 2008).

Limbah ini terus meningkat seiring dengan peningkatan populasi ayam dan kebutuhan

masyarakat akan protein hewan. Jika limbah yang terus bertambah ini tidak dikelola dengan baik

maka akan menimbulkan dampak pencemaran yang sangat besar terhadap lingkungan khususnya

lingkungan rumah potong ayam. Berkaitan dengan hal tersebut, pemanfaatan limbah bulu ayam

dengan cara pengolahan, yaitu dengan pengukusan dan penggilingan sebagai bahan pakan ayam

potong, sehingga dengan termanfaatkannya limbah bulu ayam tersebut dapat diatasi limbah bulu

ayam dan kekurangan bahan pakan ayam potong (Arifin, 2008). Pengolahan limbah bulu ayam

untuk campuran pakan ternak dan limbah cair sebelum dibuang ke sungai dari industri potong

ayam juga telah dilakukan sebelumnya (Sugita et al., 2005). Pemanfaatan limbah bulu ayam

sebagai adsorben ion logam berat dapat juga dijadikan alternatif untuk mengurangi pencemaran

akibat menumpuknya bulu ayam.

Kegiatan industri banyak menghasilkan limbah yang mengandung logam berat. Salah

satu limbah yang dihasilkan dari industri besi adalah adanya kandungan besi yang mudah

membentuk kompleks dengan sulfat dan banyak terdeteksi pada permukaan air tanah. Adanya

kandungan besi pada permukaan air tanah tersebut dapat menimbulkan rasa yang tidak enak pada

air yang dikonsumsi sehari-hari. Rasa besi dalam air yang dikonsumsi dapat dengan mudah

terdeteksi bahkan pada konsentrasi rendah sekitar 1,8 mg / L (Karunakaran & Thamilarasu, 2010).

Page 16: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Limbah yang mengandung logam berat perlu mendapat perhatian khusus, mengingat dalam

konsentrasi tertentu dapat memberikan efek toksik (racun) yang berbahaya bagi kehidupan

manusia dan ekosistem di sekitarnya. Banyak metode yang telah dikembangkan untuk menurukan

kadar logam berat dari badan perairan, misalnya dengan teknik presipitasi, evaporasi, elektrokimia

dan pemakaian resin (Ni’mah & Ulfin, 2007).

Karena meningkatnya kebutuhan akan air tawar, maka aliran air tanah tawar ke arah laut

menurun, atau bahkan sebaliknya, air laut mengalir masuk ke dalam akuifer daratan. Kejadian ini

dinamakan intrusi air laut. Pada air laut ion Cl- dan Na

+ lebih dominan, sedangkan pada air tanah

ion yang dominan adalah CO32-

dan HCO3-. Karena adanya penyusupan air laut, maka komposisi

air tanah akan berubah, yaitu ion Cl- dan Na

+ akan bertambah (Irham et al., 2006). Kandungan

Natrium yang tinggi dapat menyebabkan permeabilitas menjadi rendah. Selain itu air tanah dengan

kandungan natrium dan klorida tinggi yang dijadikan air irigasi dapat menyebabkan tanaman

terutama bagian daun seperti terbakar, menguning dan rontok (Ayers & Westcot, 1976).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang

persyaratan kualitas air, kandungan natrium yang boleh dalam air minum adalah 200 ppm.

Dewasa ini telah banyak pula dikembangkan teknologi aplikasi adsorpsi, yakni

menggunakan bahan biomaterial untuk menurunkan kadar logam berat dari badan air (biosorpsi),

seperti penurunan kadar tembaga dengan biomassa bulu ayam (Ni’mah & Ulfin, 2007), limbah

sekam padi menjadi karbon aktif sebagai adsorben (Sitohang & Dian, 2009), tempurung jarak

pagar (Jatropha curcas L.) untuk adsorpsi tembaga (Wirawan, 2008), rumput laut untuk adsorpsi

ion kromium (Sudiarta, 2009), adsorpsi zat warna tekstil pada limbah pabrik oleh eceng gondok

(Rahmawati et al., 2003), adsorpsi kadmium dengan tempurung kelapa (Gaikwad, 2004), adsorpsi

natrium dengan metode pertukaran ion menggunakan eceng gondok (Kristianti, 2008), adsorpsi

besi dengan karbon aktif dari bungkil jagung (Baskaran et al., 2010), adsorpsi besi dari air dengan

arang kayu dan pasir (Ahamad & Jawed, 2011).

Para ahli telah lama mengetahui bahwa bahan-bahan yang berserat seperti wool, bulu

ayam dan rambut dapat mengadsorpsi ion-ion logam dalam larutannya. Adsorpsi ion logam oleh

bahan-bahan berserat keratin dapat ditingkatkan dengan mengolah bahan-bahan tersebut dengan

suatu bahan kimia tertentu. Keratin adalah serat protein yang banyak terdapat pada lapisan

Page 17: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

pelindung pada hewan, seperti kulit rambut atau bulu. Sifat-sifat keratin yang dikaitkan dengan

gugus asam amino dan hidroksil yang terikat, maka menyebabkan sifat polielektrolit kation

sehingga dapat berperan sebagai penukar ion dan sebagai adsorben terhadap logam berat dalam air

limbah (Lin et al., 1992).

Bulu unggas, misalnya bulu ayam mengandung protein serat atau keratin yaitu: protein

kasar (79,88%), lemak kasar (3,77%) dan serat kasar (0,32%) (Ketaren, 2008). Dengan demikian

bulu ayam kemungkinan memiliki potensi sebagai adsorben baru yang dapat digunakan untuk

mengatasi penurunan kualitas lingkungan akibat adanya ion – ion logam berat dalam limbah.

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana proses pembuatan karbon aktif dari limbah bulu ayam?

2. Bagaimana terjadinya proses adsorpsi ion Na dan Fe oleh karbon aktif?

3. Bagaimana pengaruh massa adsorben terhadap kemampuan adsorpsi ion Na dan Fe oleh

karbon aktif dengan metode kolom?

4. Bagaimana pengaruh variasi beberapa parameter (massa adsorben dan pH) terhadap

kemampuan adsorpsi Fe oleh karbon aktif dengan Metode Batch?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui proses pembuatan karbon aktif dari limbah bulu ayam.

2. Mengetahui proses adsorpsi yang terjadi pada ion Na dan Fe oleh karbon aktif.

3. Mengetahui pengaruh massa adsorben terhadap kemampuan adsorpsi ion Na dan Fe oleh

karbon aktif dengan metode kolom?

4. Mengetahui kondisi optimum (massa adsorben dan pH) dari karbon aktif dalam menyerap

ion Fe dengan Metode Batch.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai cara pembuatan

karbon aktif dari limbah bulu ayam dan manfaatnya sebagai penyerap ion Na dan Fe.

Page 18: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bulu Ayam (Chicken Feather)

Jumlah ayam yang dipotong terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga bulu ayam

yang dihasilkan juga meningkat. Menurut Jendral Peternakan (1999), pada tahun 1999 dilaporkan

bahwa populasi ayam terutama ayam pedaging di Indonesia mencapai 418.941.514 ekor dan

diperkirakan jumlah bulu yang dihasilkan sejumlah 26.280 ton. Jumlah ayam yang dipotong setiap

tahun semakin meningkat, dan hal ini akan menghasilkan jumlah bulu yang melimpah (Purwanti et

al., 2010). Hasil pemotongan ternak unggas ini dihasilkan rata-rata bobot bulu 4-9 % dari bobot

hidup. Kandungan protein bulu ayam cukup tinggi, yaitu antara 80-90 %, sehingga berpotensi

sebagai pakan altematif bagi industri ayam potong. Kendala utama penggunaan tepung bulu ayam

sebagai pakan adalah adanya ikatan keratin dengan kandungan 85-90% dari kandungan proteinnya

dengan sifat sukar larut dalam air dan sukar dicerna. Untuk memecahkan ikatan keratin tersebut

guna meningkatkan kecernaan tepung bulu ayam dilakukan dengan beberapa teknik

pengolahannya (Arifin, 2008).

Secara tradisional bulu ayam digunakan sebagai bahan kerajinan, peralatan rumah tangga

dan bahkan bantal yang bernilai komersial rendah. Kebutuhannya tetap terbatas sementara volume

limbah terus membengkak selaras dengan pertumbuhan industri peternakan nasional maupun

global. Bantal dari bulu ayam sulit berkembang karena kalah mutu dari bantal bulu halus angsa.

Sementara itu volume limbah bulu ayam global terus membengkak selaras dengan pertumbuhan

pesat industri peternakan ayam dunia. Keadaan ini telah menggugah para ilmuwan mencari cara

agar lebih banyak lagi bulu ayam yang bisa dijadikan produk komersial (Anoninm, 2008).

Di Amerika Serikat, bulu ayam secara sendiri ataupun dicampur dengan pulp kayu biasa

diolah menjadi kertas. Temuan ini berkembang ke penggunaan kertas dari bulu sebagai kertas

penyaring (filter), alat penyaring air dan udara, penyerap (adsorben), dan kertas dekorasi. Mutu

dan performa filter kertas dari bulu ayam sangat baik, melebihi kertas filter yang kebanyakan

terbuat dari pulp kayu. Ini karena serat-seratnya super halus dengan lebar sekitar 5 mikron dan

bentuknya seragam. Sedangkan lebar serat kertas filter pulp berkisar 10 – 20 mikron. Pori saringan

Page 19: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

lebih kecil sehingga lebih banyak partikel-partikel mini, spora, debu, bahan-bahan allergen yang

terperangkap di saringan. Karakteristik tersebut membuka peluang kertas dari bulu ayam

digunakan sebagai filter vacuum cleaner (Barone & Schmidt, 2005).

2.2 Keratin (Fibrous Protein)

Keratin adalah suatu kelompok protein yang sangat khusus memproduksi sel epitel

tertentu dari hewan bertulang belakang dan lapisan tanduk kulit luar serta epidermal tambahan

seperti rambut, kuku dan bulu ayam. Sedangkan keratinase adalah spesifik protease hidrolisis

keratin yang terdapat pada bulu ayam, wool dan rambut. Keratin serupa dengan komponen protein

lainnya, secara umum dan tidak tampak jelas perbedaan substratnya. Keratin dapat didegradasi

oleh mikroba Bacillus lichneniformis (Lin et al., 1992).

Keratin atau serat terdiri dari ikatan sistin disulfida, ikatan hidrogen, dan interaksi

hidrofobik molekul protein (Lin et al., 1992). Ikatan sistin disulfida atau ikatan silang terbentuk

antara antara asam amino sistin yang mengandung gugus -SH. Jika dua unit sistin berikatan,

maka terbentuklah sebuah jembatan disulfida -S-S- melalui oksidasi-oksidasi gugus –SH. Protein

serat terbentuk dari molekul yang rapat dan teratur berupa ikatan silang antara rantai-rantai asam

amino yang berdekatan sehingga molekul air sukar menerobos struktur ini, oleh karena itu protein

serat tidak larut di dalam air (hidrofobik). Logam berat dapat merusak ikatan disulfida karena

aktivitasnya yang tinggi dan kemampuannya untuk menarik sulfur sehingga mengakibatkan

denaturasi protein. Pembentukan ikatan silang sistin disulfida atau ikatan komplek peptida

terjadi karena proses hidrolisis yang tidak sempurna, hal ini dapat diatasi dengan melakukan

hidrolisis ulang melalui fermentasi (Ketaren, 2008). Selain itu ikatan keratin dapat diputuskan

dengan bantuan-bantuan enzim proteolitik. Secara jelas komponen-komponen keratin dapat dilihat

pada struktur kimia keratin berikut ini :

Gambar 1 Struktur Keratin

Page 20: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

2.3 Karbon Aktif (Activated carbon)

Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan

dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Ketika

pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi kebocoran udara didalam ruangan

pemanasan sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak

teroksidasi. Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben

(penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi

lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktivasi dengan aktifator bahan-bahan kimia

ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi. Dengan demikian, arang akan mengalami

perubahan sifat-sifat fisika dan kimia. Arang yang demikian disebut sebagai arang aktif.

Arang aktif merupakan senyawa karbon amorf, yang dapat dihasilkan dari bahan-bahan

yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan cara khusus untuk

mendapatkan permukaan yang lebih luas. Luas permukaan arang aktif berkisar antara 300-3500

m2/gram dan ini berhubungan dengan struktur pori internal yang menyebabkan arang aktif

mempunyai sifat sebagai adsorben. Arang aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa

kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas

permukaan. Daya serap arang aktif sangat besar, yaitu 25-1000% terhadap berat arang aktif

(Sembiring & Sinaga, 2003).

Karbon aktif yaitu karbon dengan struktur amorphous atau mikrokristalin yang dengan

perlakuan khusus dapat memiliki luas permukaan dalam yang sangat besar antara 300 - 2000

m2/gram. Pada dasarnya ada dua jenis karbon aktif yaitu karbon aktif bentuk granular dan bentuk

serbuk. Karbon aktif bentuk granular biasanya digunakan sebagai adsorben gas sedangkan karbon

aktif bentuk serbuk biasanya digunakan untuk adsorben suatu cairan. Karbon aktif bentuk granular

mempunyai diameter pori berkisar antara 10-200 Ao dan biasanya terbuat dari tempurung kelapa,

tulang, batu bata atau dari bahan baku yang mempunyai struktur keras. Karbon aktif bentuk serbuk

mempunyai diameter pori mencapai 1000 Ao dan biasanya terbuat dari serbuk-serbuk gergaji,

ampas pembuatan kertas atau dari bahan baku yang mempunyai densitas kecil dan mempunyai

struktur yang lemah (Zamrudy, 2008). Gambar 2 berikut ini menunjukkan contoh dari karbon

aktif:

Page 21: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Gambar 2 Karbon Aktif

Karbon aktif mengandung elemen-elemen yang terikat secara kimia, seperti oksigen dan

hidrogen. Elemen-elemen ini dapat berasal dari bahan baku yang tertinggal akibat tidak

sempurnanya proses karbonisasi, atau pula dapat terikat secara kimia pada proses aktivasi.

Demikian pula adanya kandungan abu yang bukan bagian organik dari produk. Untuk tiap-tiap

jenis karbon aktif kandungan abu dan komposisinya ada bermacam-macam. Adsorpsi elektrolit

dan non elektrolit dari larutan dari karbon aktif, juga dipengaruhi oleh adanya sejumlah kecil abu.

Adanya oksigen dan hidrogen mempunyai pengaruh besar pada sifat-sifat karbon aktif. Elemen-

elemen ini berkombinasi dengan atom-atom karbon membentuk gugus-gugus fungsional tertentu.

Pengujian mutu arang aktif sangat diperlukan untuk mengetahui kemampuan arang aktif

agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Pengujian mutu arang aktif meliputi: penentuan

bagian yang hilang pada pemanasan 950 oC, penentuan kadar air, penentuan kadar abu dan daya

serap terhadap larutan I2.

Menurut SNI, karbon aktif yang baik mempunyai persyaratan yang tercantum pada tabel berikut

ini :

Tabel 1 Persyaratan Karbon Aktif (SNI 06-3730-95)

Jenis Persyaratan

Bagian yang hilang pada pemanasan 950 oC Maksimum 15%

Kadar air Maksimum 15%

Kadar abu Maksimum 10%

Bagian yang tidak diperarang Tidak nyata

Daya serap terhadap larutan I2 Maksimum 20%

Ukuran partikel dan luas permukaan merupakan hal yang paling penting dalam karbon

aktif. Ukuran partikel karbon aktif mempengaruhi proses kecepatan adsorpsi, tetapi tidak

mempengaruhi kapasitas adsorpsi yang berhubungan dengan luas permukaan karbon (Al-Qoddah

Page 22: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

& Shawabkah, 2009). Jadi kecepatan adsorpsi yang menggunakan powder activated carbon (PAC)

lebih besar dari pada granular activated carbon (GAC). Luas permukaan total mempengaruhi

kapasitas adsorpsi total sehingga meningkatkan efektivitas karbon aktif dalam menyisihkan

senyawa organik dalam air buangan.

Struktur pori adalah faktor utama dalam proses adsorpsi. Distribusi ukuran pori

menentukan distribusi molekul yang masuk dalam partikel karbon untuk diadsorp. Molekul yang

berukuran besar dapat menutup jalan masuk ke dalam mikropori sehingga membuat area

permukaan yang tersedia untuk mengadsorpsi menjadi sia-sia. Karena bentuk molekul yang tidak

beraturan dan pergerakan molekul yang konstan, pada umumnya molekul yang lebih kecil

menembus kapiler yang ukurannya lebih kecil juga.

Karbon aktif sering digunakan untuk mengurangi kontaminan organik dan partikel kimia

organik, tetapi karbon aktif juga efektif untuk mengurangi kontaminan inorganik seperti radon-

222, merkuri, dan logam beracun lainnya. Karbon aktif terdiri dari berbagai mineral yang

dibedakan berdasarkan kemampuan adsorpsi (daya serap) dan karakteristiknya. Sumber bahan

baku dan proses yang berbeda akan menghasilkan kualitas karbon aktif yang berbeda. Sumber

bahan baku karbon aktif berasal dari kayu, batu bara, arang tempurung kelapa, dan bongkol

jagung.

Karbon aktif dapat digunakan sebagai bahan pemucat, adsorpsi gas, adsorpsi logam,

menghilangkan polutan mikro misalnya zat organik, detergen, bau, senyawa phenol dan lain

sebagainya. Pada pori-pori arang aktif ini terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat

yang akan dihilangkan oleh permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif

sudah jenuh, atau sudah tidak mampu lagi menyerap maka kualitas air yang disaring sudah tidak

baik lagi, sehingga karbon aktif harus diganti dengan karbon aktif yang baru.

Saat ini, karbon aktif telah digunakan secara luas dalam industri kimia makanan atau

minuman, dan farmasi. Pada umumnya karbon aktif digunakan sebagai bahan penyerap dan

penjernih serta sebagai katalisator dalam jumlah kecil. Tabel 2 berikut ini menunjukkan manfaat

dari karbon aktif dalam berbagai bidang.

Page 23: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Tabel 2 Manfaat Karbon Aktif (Sembiring & Sinaga, 2003)

No Maksud atau Tujuan Pemakaian

1 Industri obat dan makanan Menyaring dan menghilangkan warna, bau, rasa

yang tidak enak pada makanan

2 Minumam ringan, minuman

keras

Menghilangkan warna, bau pada arak/minumam

keras dan minumam ringan

3 Kimia perminyakan Penyulingan bahan mentah, zat perantara

4 Pembersih air Menyaring atau menghilangkan bau, warna, zat

pencemar dalam air, sebagai pelindung dan

penukaran resin dalam alat atau penyulingan air

5 Pembersih air buangan Mengatur dan membersihkan air buangan dan

pencemar, warna, bau, dan logam berat

6 Penambakan udang dan

Benur

Pemurnian, menghilangkan bau dan warna

7 Pelarut yang digunakan

Kembali

Penarikan kembali berbagai pelarut, sisa

methanol, etil, aseta dan lain-lain

8 Pemurnian gas Menghilangkan sulfur, gas beracun dan bau busuk asap

9 Katalisator Reaksi katalisator pengangkut vinil klorida, vinil asetat

10 Pengolahan pupuk Pemurnian, penghilangan bau

Sifat karbon aktif yang paling penting adalah daya serap. Dalam hal ini, ada beberapa

faktor yang mempengaruhi daya serap dari karbon aktif, yaitu :

1. Sifat Adsorben

Karbon aktif yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori, yang sebagian

besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing- masing berikatan secara kovalen. Dengan

demikian, permukaan karbon aktif bersifat non polar. Selain komposisi dan polaritas, struktur pori

juga merupakan faktor yang penting diperhatikan. Struktur pori berhubungan dengan luas

permukaan, semakin kecil pori- pori karbon aktif, mengakibatkan luas permukaan semakin besar.

Dengan demikian kecepatan adsorpsi bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi,

dianjurkan agar menggunakan karbon aktif yang telah dihaluskan. Jumlah atau dosis karbon aktif

yang digunakan, juga diperhatikan.

2. Sifat Adsorpsi

Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh karbon aktif, tetapi kemampuannya untuk

mengadsorpsi berbeda untuk masing- masing senyawa. Adsorpsi akan bertambah besar sesuai

dengan bertambahnya ukuran molekul adsorpsi dari sturktur yang sama, seperti dalam deret

homolog. Adsorpsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsi,posisi gugus fungsi, ikatan rangkap,

struktur rantai dari senyawa yang akan diadsorp.

3. Temperatur

Page 24: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Dalam pemakaian karbon aktif dianjurkan untuk menyelidiki temperatur pada saat

berlangsungnya proses. Karena tidak ada peraturan umum yang biasanya diberikan mengenai

temperatur yang digunakan dalam adsorpsi. Faktor yang mempengaruhi temperatur proses

adsoprsi adalah viskositas dan stabilitas termal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak

mempengaruhi sifat-sifat senyawa yang akan diadsorp, seperti terjadi perubahan warna maupun

dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Untuk senyawa volatil, adsorpsi

dilakukan pada temperatur kamar atau bila memungkinkan pada temperatur yang lebih kecil.

4. Derajat Keasaman (pH)

Untuk asam-asam organik adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu dengan

penambahan asam-asam mineral. Hal ini disebabkan karena kemampuan asam mineral untuk

mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila pH asam organik dinaikkan yaitu

dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.

5. Waktu Kontak

Bila karbon aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk mencapai

kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik dengan jumlah yang digunakan.

Waktu yang dibutuhkan ditentukan oleh dosis karbon aktif, pengadukan juga mempengaruhi

waktu kontak. Pengadukan dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partikel karbon aktif

untuk bersinggungan dengan senyawa yang akan diadsorp. Untuk larutan yang mempunyai

viskositas tinggi, dibutuhkan waktu kontak yang lebih lama.

Struktur pori adalah faktor utama dalam proses adsorpsi. Distribusi ukuran pori

menentukan distribusi molekul yang masuk dalam partikel karbon untuk diadsorp. Molekul yang

berukuran besar dapat menutup jalan masuk ke dalam mikropori sehingga membuat area

permukaan yang tersedia untuk mengadsorp menjadi sia-sia. Karena bentuk molekul yang tidak

beraturan dan pergerakan molekul yang konstan, pada umumnya molekul yang lebih besar dapat

menembus kapiler yang ukurannya lebih kecil juga.

2.4 Adsorpsi

Adsorpsi (penyerapan) adalah suatu proses pemisahan dimana komponen dari suatu fase

fluida berpindah ke permukaan zat padat yang menyerap (adsorben). Biasanya partikel-partikel

kecil zat penyerap dilepaskan pada adsorpsi kimia yang merupakan ikatan kuat antara penyerap

Page 25: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

dan zat yang diserap sehingga tidak mungkin terjadi proses yang bolak-balik (Al-Qoddah &

Shawabkah, 2009).

Adsorpsi adalah proses dimana substansi molekul meninggalkan larutan dan bergabung

pada permukaan zat padat oleh ikatan fisika dan kimia. Substansi molekul atau bahan yang

diserap disebut adsorbat, dan zat padat penyerapnya disebut adsorben. Proses adsorpsi biasanya

dengan menggunakan karbon aktif yang digunakan untuk menyisihkan senyawa-senyawa aromatik

dan senyawa organik terlarut (Al-Degs et al., 2009).

Proses adsorpsi dapat digambarkan sebagai proses dimana molekul meninggalkan larutan

dan menempel pada permukaan zat akibat ikatan kimia dan fisika. Adsorpsi dapat dikelompokkan

menjadi dua yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia .

Adsorpsi fisika yaitu berhubungan dengan gaya Van Der Walls dan merupakan proses

bolak-balik. Apabila gaya tarik menarik antara zat terlarut dengan adsorben lebih besar dari pada

gaya tari menarik antara zat terlarut dengan pelarutnya maka zat terlarut akan diadsorpsi pada

permukaaan adsorben. Ikatan tersebut sangat lemah, sehiggga mudah untuk diputuskan apabila

konsentrasi zat terlarut yang teradsorpsi diubah. Jadi proses ini berlangsung bolak-balik.

Adsoprsi kimia yaitu reaksi yang terjadi antara zat padat dan zat terlarut yang teradsorpsi.

Molekul-molekul yang teradsorpsi pada permukaan adsorben bereaksi secara kimia. Hal ini

disebabkan pada adsorpsi kimia terjadi pemutusan dan pembentukan ikatan. Dalam proses

adsorpsi kimia, ikatan antara zat terlarut yang teradsorpsi dan adsorben sangat kuat, sehingga sulit

untuk dilepaskan dan proses hampir tidak mungkin untuk bolak-balik.

Proses adsorpsi dapat terjadi karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada

permukaan padatan yang tidak seimbang. Adanya gaya ini, padatan cenderung menarik molekul-

molekul lain yang bersentuhan dengan permukaan padatan, baik fasa gas atau fasa larutan ke

dalam permukaannya. Akibatnya, konsentrasi molekul pada permukaan menjadi lebih besar

daripada dalam fasa gas atau zat terlarut dalam larutan. Adsorpsi dapat terjadi pada antarfasa

padat-cair, padat-gas, atau gas-cair (Haryani et al., 2007).

Proses penyerapan dalam adsorpsi dipengaruhi :

1. Bahan penyerap

Page 26: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Bahan yang digunakan untuk menyerap mempunyai kemampuan berbeda-beda,

tergantung dari bahan asal dan juga metode aktivasi yang digunakan.

2. Ukuran butir

Semakin kecil ukuran butir, maka semakin besar permukaan sehingga dapat menyerap

kontaminan makin banyak. Secara umum kecepatan adsorpsi ditujukan oleh kecepatan difusi zat

terlarut ke dalam pori-pori partikel adsorben. Ukuran partikel yang baik untuk proses penyerapan

antara -100 / +200 mesh.

3. Derajat Keasaman (pH Larutan)

Pada pH rendah, ion H+ akan berkompetisi dengan kontaminan yang akan diserap,

sehingga efisiensi penyerapan turun. Proses penyerapan akan berjalan baik bila pH larutan tinggi.

Derajat keasaman mempengaruhi adsorpsi karena pH menentukan tingkat ionisasi larutan, pH

yang baik berkisar antara 8-9. Senyawa asam organik dapat diadsorpsi pada pH rendah dan

sebaliknya basa organik dapat diadsorpsi pada pH tinggi.

4. Waktu serap

Waktu serap yang lama akan memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul zat

terlarut yang terserap berlangsung dengan baik.

5. Konsentrasi

Pada konsentrasi larutan rendah, jumlah bahan diserap sedikit, sedangkan pada

konsentrasi tinggi jumlah bahan yang diserap semakin banyak. Hal ini disebabkan karena

kemungkinan frekuensi tumbukan antara partikel semakin besar.

2.5 Logam

Logam adalah sebuah unsur kimia yang dapat membentuk ion (kation) dan memiliki

ikatan logam. Logam pada umumnya mempunyai angka yang tinggi dalam konduktivitas listrik,

konduktivitas termal, dan massa jenis. Logam yang mempunyai massa jenis, tingkat kekerasan,

dan titik lebur yang rendah (contohnya logam alkali dan logam alkali tanah) biasanya bersifat

sangat reaktif. Jumlah elektron bebas yang tinggi di segala bentuk logam padat menyebabkan

logam tidak pernah terlihat transparan. Mayoritas logam memiliki massa jenis yang lebih tinggi

daripada nonlogam. Meski begitu, variasi massa jenis ini perbedaannya sangat besar, mulai dari

Page 27: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

litium sebagai logam dengan massa jenis paling kecil sampai osmium yaitu logam dengan massa

jenis paling besar.

Dari semua golongan logam dapat dibedakan menjadi lima bagian yaitu :

(1). Logam berat adalah apabila berat jenisnya lebih besar dari 5 kg/dm3, terletak di sudut kanan

bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor

atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7. Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, maka tingkat

atau daya racun logam berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai

berikut merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timbal (Pb), krom (Cr), nikel (Ni), dan kobalt

(Co) (Sutamihardja et al., 1982). Menurut Darmono (1995) daftar urutan toksisitas logam paling

tinggi ke paling rendah terhadap manusia yang mengkomsumsi ikan adalah sebagai berikut Hg2+

>

Cd2+

> Ag2+

> Ni2+

> Pb2+

> As2+

> Cr2+

> Sn2+

> Zn2+

. Sedangkan menurut Kementrian Negara

Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990) sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokan ke

dalam 3 kelompok, yaitu : (a) Bersifat toksik tinggi yang terdiri dari atas unsur-unsur Hg, Cd, Pb,

Cu, dan Zn, (b) Bersifat toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co, dan (c) Bersifat

tosik rendah terdiri atas unsur Mn dan Fe.

(2). Logam ringan adalah apabila berat jenisnya lebih kecil dari 5 kg/dm3. Misalnya : aluminium,

magnesium, natrium, titanium, dan lain-lain.

(3). Logam mulia adalah logam yang dalam keadaan tunggal sudah dapat dipakai sebagai bahan

teknik, artinya dalam keadaan murni tanpa dicampur dengan bahan logam lain sudah dapat

diproses menjadi barang jadi atau setengah jadi, dengan sifat-sifat yang baik sesuai dengan yang

diinginkan. Pada umumnya bahan logam belum memiliki sifat-sifat yang baik apabila tidak

dicampur dengan bahan lainnya dan tidak memenuhi syarat sebagai bahan teknik, kecuali logam

mulia tersebut. Diantara logam mulia yang kita kenal adalah emas, perak dan platina.

(4). Logam refraktori yaitu logam tahan api. Misalnya : wolfram, molebdenum, dan titanium.

(5). Logam radioaktif adalah bahan yang menunjukkan gejala radioaktif karena radionuklida.

Radioaktif adalah radiasi elektromagnetik dan penyebaran partikel pada saat terjadi perubahan

spontan suatu inti atom atau disebabkan pembelahan inti secara spontan. Diantara logam radioaktif

yang kita kenal adalah uranium, radium dan plutonium.

2.5.1 Natrium

Page 28: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Natrium merupakan unsur terbanyak ke empat di bumi, terkandung sebanyak 2.6% di

kerak bumi. Sifat fisika dari natrium besi terdapat dalam tabel 3 sebagai berikut:

Tabel 3 Sifat Fisika Logam Natrium

Lambang Na

Nomor atom 11

Massa atom relatif 22,9898

Konfigurasi elektron [Ne]3s1

Jari-jari atom (nm) 0,154

Jari-jari ion M+ (nm) 0,095

Energi ionisasi pertama (kj mol-1

) 498

Kerapatan (g cm-3) 0,97

Titik leleh (K) 371

Titik didih (K) 1163

Bilangan oksidasi 1

Potensial elektrode (V)

M+ (aq) + e → M (s)

-2,71

Unsur Na sangat reaktif karena bila berada didalam air akan terdapat sebagai suatu

senyawa. Natrium sendiri bagi tubuh bukan merupakan benda asing, tetapi toksisitasnya

tergantung pada gugus senyawanya. NaOH sangat korosif tetapi NaCl justru dibutuhkan oleh

tubuh. NaCl merupakan senyawa yang paling banyak ditemukan yang dikenal sebagai garam

dapur. NaCl merupakan garam utama pada air laut sehingga menyebabkan air laut terasa asin.

Senyawa natrium juga penting untuk industri-industri kertas, kaca, sabun, tekstil, minyak, kimia

dan logam. Diantara banyak senyawa-senyawa natrium yang memiliki kegunaan dalam bidang

industri adalah garam dapur (NaCl), soda abu (Na2CO3), soda kue (NaHCO3), soda kaustik

(NaOH), natrium nitrat (NaNO3), natrium tiosulfat ( Na2S2O3 . 5H20) dan boraks (Na2B4O7 .

10H2O).

2.5.2 Besi

Besi merupakan unsur terbanyak keempat yang terdapat dalam kerak bumi setelah

oksigen, silikon, dan aluminium. Sifat fisika dari logam besi terdapat dalam Tabel 4 sebagai

berikut:

Page 29: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Tabel 4 Sifat Fisika Logam Besi

Lambang Fe

Nomor atom 26

Massa atom relatif 55,847

Konfigurasi elektron [Ar]3d64s

2

Jari-jari atom (nm) 0,116

Jari-jari ion M3+ (nm) 0,064

Energi ionisasi pertama (kj mol-1

) 768

Kerapatan (g cm-1

) 7,87

Titik leleh (oC) 1535

Titik didih (oC) 2735

Bilangan oksidasi 2,3,6

Potensial elektrode (V)

M+2

(aq) + 2e → M (s)

M+3

(aq) + e → M+2

(aq)

-0.44

+ 0,74

Di alam, besi berikatan dengan mineral lain yaitu oksigen dan sulfur. Sumber utama besi

adalah hematit (Fe2O3) terdiri dari 69,94% Fe dan 30,06% O2, magnetit (Fe3O4) terdiri dari

72,4% Fe dan 27,6% O2, limonit (FeO(OH) terdiri dari 62,9% Fe, 27% O2 dan H2O 10,01% ,

ilmenit(FeTiO3) terdiri dari 36,8% Fe, 31,6% O2 dan 31,6% Ti, dan Siderit (FeCO3) terdiri dari

48,2% Fe dan 51,8% CO2 .

Besi merupakan logam berat yang secara alamiah berada di lingkungan akibat adanya

pelapukan dari batuan. Pada umumnya besi yang terdapat dalam air dapat bersifat terlarut sebagai

Fe (II) (ferro) atau Fe (III) (ferri) yang tersuspensi sebagai butir koloidal (diameter < 1 µm) atau

lebih besar seperti Fe2O3 , FeO, Fe(OH)3 yang tergabung dengan zat organik atau zat padat organik

seperti tanah liat. Pada air permukaan jarang ditemui kadar besi lebih dari 1 mg/L, tetapi di dalam

air kadar Fe dapat jauh lebih tinggi. Besi di dalam air dengan kadar tinggi dapat dirasakan dan

dapat menodai kain atau perkakas rumah tangga. Besi di dalam air juga dapat menyebabkan air

berwarna agak kuning, baunya amis, menimbulkan karat besi pada sisi pipa atau bak, serta

menimbulkan bakteri yang tahan terhadap adanya kandungan besi dalam air (Hasanah, 2006).

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk syarat air minum kandungan besi hanya berkisar

antara 0,3 – 1 ppm.

Senyawa besi mempunyai peranan yang penting pada kehidupan manusia, hewan dan

tumbuh-tumbuhan. Kegunaan besi yang paling penting adalah dalam pembuatan baja (alloy).

Sebagian besi di dalam tubuh manusia terdapat sebagai haemoglobin darah, yang mengangkut

Page 30: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

oksigen udara dari paru-paru ke jaringan tubuh. Walaupun besi sangat diperlukan dalam tubuh

tetapi penumpukan dalam jumlah yang berlebihan berakibat tidak baik bagi kesehatan.

2.6 XRD (X-Ray Diffraction)

Difraksi sinar-X (X-ray diffraction/XRD) merupakan salah satu metode karakterisasi

material yang sudah ada sejak lama dan masih digunakan hingga sekarang. Teknik ini digunakan

untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur

kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel .

Sinar X adalah gelombang elektromagnetik yang dihasilkan dari penembakan logam

dengan elektron berenergi tingggi. Elektron itu mengalami perlambatan saat masuk ke dalam

logam dan menyebabkan elektron pada kulit logam tersebut terpental membentuk kekosongan.

Elektron dengan energi tinggi yang lebih tinggi masuk ke tempat kosong dengan memancarkan

kelebihan energinya sebagai foton sinar- X. Adapun radiasi elektromagnetik sinar-X berada pada

panjang gelombang 0,5-2,5 Ao dan energi +10

7 eV. Dasar metode ini adalah adanya kekhasan

jarak antar bidang kristal (d) pada setiap kristal yang berbeda .

Spektroskopi XRD digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material

dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel. Dasar

dari penggunaan XRD untuk mempelajari kisi kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg :

dengan :

λ = panjang gelombang sinar-X yang digunakan

d = jarak antara dua bidang kisi

θ = sudut antara sinar datang dengan bidang normal

n = bilangan bulat yang disebut sebagai orde pembiasan

Metode analisis dengan XRD pada umumnya menggunakan susunan alat yang terdiri atas

:

a. Tabung sinar-X, merupakan bagian instrumen XRD yang berupa filamen tungsten (W)

sebagai sumber elektron dan anoda berupa ion logam target.

b. Goniometer, merupakan bagian instrumen XRD yang masih satu unit dengan tempat sampel

dan detektor dimana goniometer akan bergerak memutar selama alat beroperasi.

n.λ = 2.d.sin θ

Page 31: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

c. Tempat sampel, berupa lempeng ion logam/plat kaca cekung dengan lubang ditengah untuk

mengisikan sampel serbuk. Dalam operasi alat, sampel akan berputar bersama goniometer dan

membentuk sudut terhadap sinar-X yang datang.

d. Detektor, berisi gas yang sensitif terhadap sinar-X, katoda dan anoda. Sinar-X yang terdifraksi

oleh sampel akan mengenai atom-atom gas sehingga atom-atom gas tersebut akan terionisasi

dan membentuk elektron dan kation, selanjutnya elektron tersebut akan menuju katoda dan

kation akan menuju anoda akibatnya dihasilkan suatu arus listrik.

e. Difraktometer, merupakan bagian alat yang terdiri atas counter dan scaler. Arus listrik yang

dihasilkan dari proses sebelumnya akan diubah menjadi pulsa yang dapat dihitung oleh

counter dan scaler. Counter bertugas mendeteksi sudut difraksi, sedangkan scaler bertugas

mendeteksi intensitas.

f. Rekorder, merupakan bagian instrumen difraksi sinar-X yang digunakan untuk menampilkan

keluaran berupa pola difraksi yang bentuknya tertentu.

Gambar 3 berikut ini menunjukkan cara kerja dari XRD :

Gambar 3 Skema alat XRD

Pembangkit sinar-X menghasilkan radiasi elektromagnetik, yang setelah dikendalikan

oleh celah penyimpang selanjutnya jatuh pada kristal cuplikan. Bidang kristal itu akan

membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal

Page 32: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

tersebut . Sinar-X yang dibiaskan oleh cuplikan dipusatkan pada celah penerima dan jatuh pada

detektor yang sekaligus mengubahnya menjadi bentuk cahaya tampak (foton), kemudian

diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam

sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada pola

XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi dan

grafik puncak difraksi yang didapat kemudian dianalisis, terdiri atas mineral liat apa saja dan

komposisi utamanya. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian

dicocokkan dengan standar XRD untuk hampir semua jenis material. Keuntungan utama

penggunaan sinar-X dalam karakterisasi material adalah kemampuan penetrasinya, sebab sinar-X

memiliki energi sangat tinggi akibat panjang gelombangnya yang pendek .

Beberapa informasi yang dapat diperoleh dari XRD adalah sebagai berikut:

a. Posisi puncak difraksi memberikan gambaran tentang parameter kisi, jarak antar bidang,

struktur kristal dan orientasi dari sel satuan.

b. Intensitas relatif puncak difraksi memberikan gambaran tentang posisi atom dalam sel satuan.

c. Bentuk puncak difraksi memberikan gambaran tentang ukuran kristalit dan

ketidaksempurnaan kisi.

2.7 Spektrofotometer UV-Visibel

Spektrofotometer UV-visibel (sinar tampak) adalah analisa kuantitatif dan kualitatif

spesies kimia dengan pengukuran absorbansi atau transmittansi dalam spektroskopi .

Spektrofotometer UV-Visibel menggunakan cahaya tampak dalam rentang ultraviolet (UV) dan

infrared (IR). Sifat optik Spektrofotometer UV-Visibel digunakan untuk mengetahui tingkat

absorpsi dan dispersi bahan. Spektrofotometer UV-Visibel mempunyai rentang panjang

gelombang 10-6 – 10-7 nm dengan peristiwa absorpsi yang mengakibatkan adanya transisi elektron.

Spektrum absorpsi dari UV-Visibel berkisar antara 200 nm sampai 800 nm dan dinyatakan dalam

spektrum elektron. Spektrum ultraviolet (UV) berada pada daerah ultraviolet pada panjang

gelombang 200 – 400 nm sedangkan spektrum visibel berada pada daerah sinar tampak pada

panjang gelombang 400 – 800 nm. Terdapat dua jenis Spektrofotometer UV-Visibel yaitu single

beam dan double beam.

Page 33: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Spektrofotometer UV-Visibel terdiri atas :

1. Sumber Radiasi (Cahaya)

Sumber cahaya yang digunakan adalah sebuah lampu pijar dengan kawat rambut terbuat dari

wolfram. Wolfram dapat merupakan sumber cahaya yang dapat menyediakan seluruh spektrum

tampak dan ultra-ungu dekat sehingga didapat spektrum pada daerah 200 nm – 800 nm.

2. Monokromator

Monokromator adalah suatu alat optik yang digunakan untuk memunculkan suatu berkas

radiasi dari suatu sumber secara berkesinambungan, dimana berkas yang ditampilkan mempunyai

spektral yang tinggi dengan panjang gelombang yang akan diteliti. Komponen dari monokromator

yang utama adalah suatu sistem celah dan suatu unsur dispersif. Radiasi dari sumber difokuskan

masuk ke celah, kemudian disejajarkan oleh sebuah lensa atau cermin sehingga suatu berkas

sejajar jatuh ke unsur pendispersi, yang berupa prisma atau suatu kisi difraksi. Dengan memutar

suatu prisma atau kisi tersebut secara mekanis, macam-macam tampilan spektrum yang dihasilkan

oleh unsur pendispersi dipusatkan pada celah keluar kemudian diteruskan ke sampel.

3. Tempat Sampel (Kuvet)

Kuvet adalah wadah gelas yang terbuat dari kaca atau silika yang dibuat sedemikian rupa

dengan jarak yang dilalui berkas sinar adalah 1 cm. Sel sampel berisi larutan yang akan diuji yang

biasanya berupa larutan yang sangat encer.

4. Detektor dan Komputer

Detektor mengubah sinar yang masuk menjadi arus listrik. Arus lebih tinggi jika sinarnya

lebih tinggi. Untuk tiap panjang gelombang sinar yang melewati spektrofotometer, intensitas yang

melewati sel sampel dihitung. Biasanya disimbolkan I0 untuk intensitas yang masuk dan I untuk

intensitas yang keluar. Jika I lebih kecil dari I0, berarti sampel menyerap sejumlah sinar.

Kemudian suatu persamaan matematika sederhana dikerjakan oleh komputer untuk mengubahnya

menjadi apa yang dinamakan absorbansi yang disimbolkan A. Persamaan matematika tersebut

yaitu :

dengan :

A = Absorbansi

I0 = intensitas yang masuk

A = log

Page 34: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

I = intensitas yang keluar

Secara umum cara kerja Spektrofotometer UV-Visibel adalah sinar dari sumber radiasi

diteruskan menuju monokromator. Cahaya dari monokromator diarahkan terpisah melalui blangko

dan sampel dengan sebuah cermin berotasi. Kedua cahaya lalu bergantian berubah arah karena

pemantulan dari cermin yang berotasi secara kontinyu. Detektor menerima cahaya dari blangko

dan sampel secara bergantian secara berulang – ulang. Sinyal listrik dari detektor diproses, diubah

ke digital dan dibandingkan antara sampel dan blangko. Perhitungan dilakukan dengan komputer

yang sudah terprogram.

Gambar 4 berikut ini menunjukkan cara kerja dari Spektrofotometer UV-Visibel :

Gambar 4 Cara Kerja Spektrofotometer UV-Visibel

2.8 Spektrofotometer Serapan Atom (AAS)

Spektrofotometer serapan atom merupakan alat untuk menganalisa unsur-unsur logam

dan semi logam dalam jumlah renik (trace). Prinsip kerja dari AAS adalah adanya interaksi antara

energi (sinar) dan materi (atom) . Jumlah radiasi yang terserap tergantung pada jumlah atom-atom

bebas yang terlibat dan kemampuannya untuk menyerap radiasi . Teknik spektrofotometer serapan

atom didasarkan pada absorpsi dari elektromagnetik oleh partikel-partikel atom. Analisis

spektrofotometer serapan atom menghasilkan data spektrum atom pada daerah ultra violet-sinar

tampak dan daerah sinar X. Untuk mendapatkan spektrum ultra violet dan sinar tampak, sampel

perlu diatomisasi. Dalam hal ini molekul (sampel) diuraikan dan diubah menjadi partikel atom

berbentuk gas. Spektrum serapan dari atom suatu unsur terdiri dari sejumlah garis dengan panjang

gelombang tertentu yang merupakan sifat khas dari unsur .

Page 35: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

AAS adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur

logam dan metalloid yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang

gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas. Metode ini sangat tepat untuk analisis

zat pada konsentrasi rendah. Memang selain dengan metode serapan atom, unsur-unsur dengan

energi eksitasi rendah dapat juga dianalisis dengan fotometri nyala, akan tetapi fotometri nyala

tidak cocok untuk unsur-unsur dengan energi eksitasi tinggi. Fotometri nyala memiliki range ukur

optimum pada panjang gelombang 400-800 nm, sedangkan AAS memiliki range ukur optimum

pada panjang gelombang 200-300 nm.

Untuk analisis kualitatif, metode fotometri nyala lebih disukai dari AAS, karena AAS

memerlukan lampu katoda spesifik (hallow cathode). Kemonokromatisan dalam AAS merupakan

syarat utama. Suatu perubahan temperatur nyala akan mengganggu proses eksitasi sehingga

analisis dari fotometri nyala berfilter terganggu juga. Dapat dikatakan bahwa metode fotometri

nyala dan AAS merupakan komplementer satu sama lainnya. Metode AAS berprinsip pada

absorbsi cahaya oleh atom, atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang

tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Unsur Natrium menyerap cahaya pada panjang

gelombang 589 nm dan Fe menyerap pada panjang gelombang 248 nm.

Spektrofotometer serapan atom terdiri atas :

1. Sumber Radiasi

Suatu sumber radiasi yang digunakan harus memancarkan spektrum atom dari unsur yang

ditentukan. Spektrum atom yang dipancarkan harus terdiri dari garis tajam yang mempunyai

setengah lebar yang sama dengan garis serapan yang dibutuhkan oleh atom-atom dalam contoh.

Sumber radiasi yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow chatode lamp). Untuk

penetapan apa saja yang diminta, lampu katoda berongga yang digunakan mempunyai sebuah

katoda pemancar yang terbuat dari unsur yang sama yang akan dipelajari dalam nyala ini.

2. Nyala

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk

uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Untuk spektroskopi nyala suatu persyaratan

yang penting adalah bahwa nyala yang dipakai hendaknya menghasilkan temperatur lebih dari

Page 36: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

2000 oK. Konsentrasi atom-atom dalam bentuk gas dalam nyala, baik dalam keadaan dasar

maupun keadaan tereksitasi, dipengaruhi oleh komposisi nyala.

Komposisi nyala asitilen-udara sangat baik digunakan untuk lebih dari tiga puluh unsur

sedangkan komposisi nyala propana-udara disukai untuk logam yang mudah diubah menjadi uap

atomik. Untuk logam seperti aluminium (Al) dan titanium (Ti) yang membentuk oksida refraktori

temperatur tinggi dari nyala asitilen-NO sangat perlu, dan sensitiitas dijumpai bila nyala kaya akan

asitilen.

3. Sistem Pembakar-Pengabut (Nebulizer)

Tujuan sistem pembakar-pengabut adalah untuk mengubah larutan uji menjadi atom-atom

dalam bentuk gas. Fungsi pengabut adalah menghasilkan kabut atau aerosol larutan uji. Larutan

yang akan dikabutkan ditarik ke dalam pipa kapiler oleh aksi semprotan udara yang ditiupkan

melalui ujung kapiler, diperlukan aliran gas bertekanan tinggi untuk menghasilkan aerosol yang

halus.

4. Monokromator

Dalam spektrofotometer serapan atom fungsi dari monokromator adalah untuk memisahkan

garis resonansi dari semua garis yang tidak diserap yang dipancarkan oleh sumber radiasi. Dalam

kebanyakan instrumen komersial digunakan kisi difraksi karena sebaran yang dilakukan oleh kisi

seragam daripada yang dilakukan oleh prisma dan akibatnya instrumen kisi dapat memelihara daya

pisah yang lebih tinggi sepanjang jangka panjang gelombang yang lebih besar.

5. Detektor

Detektor pada spektrofotometer serapan atom berfungsi mengubah intensitas radiasi yang

datang menjadi arus listrik. Pada spektrofotometer serapan atom yang umum dipakai sebagai

detektor adalah tabung penggandaan foton (PMT = Photo Multiplier Tube Detector).

6. Sistem Pembacaan

Hasil dari sistem pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu rekorder yang

menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi.

Secara umum cara kerja spektrofotometer serapan atom adalah sumber sinar yang berupa

tabung katoda berongga (hollow chatode lamp) menghasilkan sinar monokromatis yang

mempunyai beberapa garis resonansi. Sampel diubah fasenya dari larutan menjadi uap atom bebas

Page 37: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

di dalam atomizer dengan nyala api yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar dengan oksigen.

Monokromator akan mengisolasi salah satu garis resonansi yang sesuai dengan sampel dari

beberapa garis resonansi yang berasal dari sumber sinar. Energi sinar dari monokromator akan

diubah menjadi energi listrik dalam detektor. Energi listrik dari detektor inilah yang akan

menggerakkan jarum dan mengeluarkan grafik. Sistem pembacaan akan menampilkan data yang

dapat dibaca dari grafik.

Gambar 5 berikut ini menunjukkan cara kerja dari Spektrofotometer Serapan Atom :

G

gambar 5 Cara Kerja Spektrofotometer Serapan Atom

Page 38: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia, Pusat Laboratorium Terpadu Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah mulai bulan Maret - Mei 2011.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain limbah bulu ayam pedaging

(broiller), larutan metilen biru (C16H18ClN3S.3H2O) , akuades, NaOH 1 M, HCl 1 M, larutan

standar Fe 100 ppm (dari padatan (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O), larutan standar Na 100 ppm dari padatan

NaCl.

3.2.2 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, seperangkat alat-alat

gelas, cawan porselen dan tutupnya, spatula, tanur, desikator, hotplate magnetik, magnetik stirer,

lumpang, kertas saring Whatman no. 1, pengayak (ukuran 50 mesh), spektrofotometer UV-Vis

single beam, X-Ray Diffraction (XRD), spektrofotometer serapan atom (AAS).

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Pembuatan Adsorben Karbon Aktif

Bulu ayam broiller dicuci dengan air dan deterjen beberapa kali, kemudian dijemur

sampai kering dan hilang baunya. Setelah kering, bulu ayam tersebut dipotong kecil-kecil

kemudian ditimbang masing-masing 2 gram dan ditempatkan pada cawan porselen kemudian

dipanaskan dengan tanur selama 1 jam dengan suhu 400 oC. Setelah itu ditempatkan pada

desikator selama kurang lebih 15 menit dan ditimbang kembali untuk mengetahui rendemen yang

didapat. Karbon aktif yang didapat digerus sampai halus dan disaring dengan pengayak ukuran 50

mesh.

Page 39: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

3.3.2 Penentuan Kadar Air Karbon Aktif

Sebanyak 1 gram karbon aktif ditempatkan dalam cawan porselin yang telah diketahui

bobot keringnya. Cawan yang berisi sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 3

jam sampai bobotnya konstan dan didinginkan di dalam desikator sekitar 15 menit lalu ditimbang.

Pengeringan dan penimbangan diulangi setiap 1 jam sampai diperoleh bobot konstan. Perhitungan

kadar air menggunakan persamaan :

dengan :

a = bobot sampel sebelum pemanasan (g)

b = bobot sampel setelah pemanasan (g)

3.3.3 Penentuan Kadar Abu Karbon Aktif

Sebanyak 1 gram karbon aktif ditempatkan dalam cawan porselin yang telah dikeringkan

dalam oven dan diketahui bobot keringnya. Cawan yang berisi sampel dipanaskan dalam tanur

pada suhu 750 oC selama 6 jam. Setelah itu didinginkan di dalam desikator sekitar 30 menit lalu

ditimbang. Pemanasan dan penimbangan diulangi setiap 1 jam sampai diperoleh bobot konstan.

Perhitungan kadar abu menggunakan persamaan :

dengan :

a = bobot awal sampel (g)

b = bobot sisa sampel (g)

3.3.4 Analisa Kristalinitas Karbon Aktif dengan XRD

Penentuan kristalinitas karbon aktif dengan pemanasan 400 oC dilakukan dengan

menggunakan instrumen difraksi sinar-X (XRD). Karakterisasi ini dilakukan dengan cara sebagai

berikut : sampel diletakkan dalam sampel holder, kemudian disinari dengan sinar-X. Jarak antara

bidang-bidang mineral dalam sampel ditetapkan dari difraktogram masing-masing sampel

berdasarkan hukum Bragg :

Kadar Abu (%) = x 100%

Kadar Air (%) = x 100%

n.λ = 2.d.sin θ

Page 40: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

dengan :

λ = panjang gelombang sinar-X yang digunakan

d = jarak antara dua bidang kisi

θ = sudut antara sinar datang dengan bidang normal

n = bilangan bulat yang disebut sebagai orde pembiasan

Metode pengukuran sudut 2θ dari difraktogram sinar-X berdasarkan pada pengukuran sudut yang

telah direkam pada setiap difraktogram, dan dihitung secara proposional setelah sudut 2θ

diketahui.

3.3.5 Penentuan Waktu Kontak Optimum

Untuk menentukan waktu kontak optimum maka adsorben (0,1 gram) ditambahkan ke

dalam larutan metilen biru 10 ppm (20 mL) diaduk dengan stirrer dengan waktu kontak yang

divariasi 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, dan 40 menit. Larutan hasil pengadukan disaring dan filtrat yang

di peroleh diukur absorbansinya dengan UV-Vis pada panjang gelombang 665 nm untuk

mendapatkan persentase penyerapan maksimum dengan membandingkan absorbansi sebelum

ditambahkan adsorben (Ni’mah & Ulfin, 2007).

3.3.6 Penentuan Luas Permukaan

Luas permukaan adsorben ditentukan menggunakan uji serapan metilen biru (MB),

(Santamarina et al., 2002). 0,1 gram adsorben ditambahkan pada 20 mL larutan MB 2 ppm dan

suspensi diaduk dengan stirrer sesuai waktu kontak optimum. Larutan dibiarkan selama 24 jam

untuk mencapai kesetimbangan. Larutan disaring kemudian dianalisis dengan spektrofotometer

UV-visibel pada panjang gelombang 665 nm untuk menentukan jumlah MB diserap. Percobaan

diulang dengan penambahan adsorben pada larutan MB dengan konsentrasi yang lebih tinggi (4-

10 ppm) dilakukan secara berurutan dan dengan langkah-langkah seperti sebelumnya. Grafik dari

konsentrasi MB yang ditambahkan dengan jumlah MB diserap digunakan untuk mengidentifikasi

titik optimum dimana terjadi penyerapan secara maksimum.

Luas permukaan spesifik dihitung dari jumlah MB diserap pada titik optimum sebagai

berikut (Santamarina et al., 2002) :

Luas Permukaan Spesifik = Av .AMB

Page 41: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

dengan :

mMB = jumlah MB yang diserap pada titik penyerapan maksimum

ms = massa adsorben (gram)

Av = bilangan Avogadro (6,02 x 1023

)

AMB = luas permukaan satu molekul MB (biasanya dianggap 130 x 10-20

m2 )

3.3.7 Proses Adsorpsi Ion Na dan Fe Menggunakan Karbon Aktif dengan Metode Kolom

3.3.7.1 Pengaruh Massa Adsorben

Sebuah kolom yang telah diberi kapas pada bagian dasarnya kemudian kertas saring

diatasnya ditambahkan karbon aktif dengan variasi massa 3, 6, 9, 12 dan 15 gram. Larutan Na 100

ppm sebanyak 50 ml dialirkan pada kolom dengan laju alir 3 ml/menit. Efluen ditampung pada

gelas beker 50 mL dan dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom untuk

mengetahui seberapa besar penyerapannya. Perlakuan yang sama dilakukan untuk larutan Fe 100

ppm. Persentase logam yang teradsorpsi dihitung dengan rumus sebagai berikut :

dengan :

C0 = konsentrasi awal logam (ppm)

C = konsentrasi logam setelah diadsorpsi (ppm)

3.3.7.2 Pengaruh Pengulangan

Kolom yang telah dipakai sebelumnya digunakan kembali untuk mengetahui pengaruh

penyerapan larutan Na 100 ppm sebanyak 50 ml dengan laju alir 3 ml/menit. Perlakuan yang sama

dilakukan juga untuk larutan Fe 100 ppm. Efluen dianalisis dengan menggunakan

spektrofotometer serapan atom untuk mengetahui seberapa besar penyerapannya.

3.3.8 Proses Adsorpsi Ion Fe Menggunakan Karbon Aktif dengan Metode Batch

3.3.8.1 Pengaruh Massa Adsorben

Karbon aktif dengan massa yang berbeda (0,2 ; 0,4 ; 0,6 ; 0,8 dan 1,0 gram) dicampurkan

dengan 20 mL larutan Fe 100 ppm kemudian diaduk dengan magnetic stirrer menggunakan waktu

kontak optimum. Setelah itu campuran disaring dengan kertas saring Whatman no 1. Filtrat yang

dihasilkan dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom untuk mengetahui

Persentase Adsorpsi = x 100%

Page 42: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

seberapa besar penyerapan adsorben. Persen logam yang teradsorpsi dihitung dengan rumus

sebagai berikut :

dengan :

C0 = konsentrasi awal logam (ppm)

C = konsentrasi logam setelah diadsorpsi (ppm)

3.3.8.2 Pengaruh pH

Sebanyak 20 mL larutan Fe 100 ppm diatur pHnya menjadi 1,2,3,4,5,6,7 dan 8 dengan

penambahan HCl 1 M atau NaOH 1 M kemudian diaduk pada temperatur ruang dengan

menggunakan waktu kontak optimum. Setelah itu campuran disaring dengan kertas saring

Whatman no. 1. Filtrat yang dihasilkan dianalisis dengan mengggunakan spektrofotometer serapan

atom untuk mengetahui konsentrasi masing-masing ion logam yang tersisa dalam larutan.

Gambar 6 Bagan Alir Kerja Penelitian

Persentase Adsorpsi = x 100%

Page 43: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Adsorben Karbon Aktif

Limbah bulu ayam merupakan bahan yang utama dalam penelitian ini. Sebelum dijadikan

karbon aktif, limbah bulu ayam dicuci bersih dengan deterjen untuk menghilangkan baunya.

Pengeringan dengan sinar matahari bertujuan untuk menghilangkan kadar air setelah pencucian.

Bulu ayam yang telah kering dipotong-potong kecil dengan tujuan untuk menyempurnakan dan

meratakan proses pirolisis (Pujiarti & Sutapa, 2005). Pemanasan dengan suhu 400 oC

menyebabkan semua senyawa organik yang terdapat pada limbah bulu ayam terdegradasi karena

proses pirolisis menjadi karbon aktif.

Pada penelitian ini karbon aktif yang didapat dari pembakaran 2 gram bulu ayam adalah

0,7 gram. Dengan demikian rendemen yang didapat sebesar 35% (lampiran 1). Rendemen karbon

aktif dari kayu Mahoni 54,12% (Pujiarti & Sutapa, 2005), rendemen karbon aktif dari tongkol

jagung 70,5% (Suryani, 2009). Dari perbandingan dengan penelitian yang lain ternyata rendemen

karbon aktif yang didapatkan pada penelitian ini jauh lebih kecil. Penetapan rendemen ini

bertujuan untuk mengetahui jumlah karbon aktif yang didapat setelah proses karbonisasi.

Rendahnya rendemen karbon aktif yang didapat disebabkan oleh pengaruh suhu pemanasan

sehingga banyak senyawa yang mudah menguap (volatile matter) terlepas (Pujiarti & Sutapa,

2005).

Karbon aktif merupakan senyawa karbon amorf, yang dapat dihasilkan dari bahan-bahan

yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan cara khusus untuk

mendapatkan permukaan yang lebih luas. Bahan baku karbon aktif dapat berasal dari hewan,

tumbuh-tumbuhan, limbah ataupun mineral yang mengandung karbon dapat dibuat menjadi

karbon aktif antara lain: tulang, kayu lunak, sekam, tongkol jagung, tempurung kelapa, sabut

kelapa, ampas penggilingan tebu, ampas pembuatan kertas, serbuk gergaji, kayu keras dan

batubara (Sembiring & Sinaga, 2003). Karbon aktif yang didapat merupakan karbon dengan

bentuk amorf berwarna hitam. Karbon aktif yang didapat diayak dengan menggunakan ayakan

Page 44: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

50 mesh dengan tujuan agar luas permukaan karbon aktif yang didapat seragam sehingga siap

digunakan sebagai adsorben.

4.2 Penentuan Kadar Air Karbon Aktif

Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui sifat higroskopis arang aktif (Pujiarti &

Sutapa, 2005). Metode yang digunakan pada penentuan kadar air karbon aktif adalah metode

gravimetri yakni analisis kimia berdasarkan penimbangan perbedaan bobot antara karbon aktif

sebelum diuapkan kandungan airnya dengan sesudah dilakukan penguapan karbon aktif.

Gravimetri penguapan adalah gravimetri dimana komponen yang tidak diinginkan (air) diubah

menjadi uap. Kadar air diasumsikan bahwa hanya air yang merupakan senyawa volatil, karena

dimungkinkan masih adanya air yang terjebak dalam rongga dan menutupi pori karbon aktif.

Semakin rendah kadar air menunjukkan sedikitnya air yang tertinggal dan menutupi pori karbon

aktif.

Kadar air karbon aktif yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 0,51%. Penelitian lain

yaitu kadar air karbon aktif dari tongkol jagung 4,4% (Suryani, 2010), kadar air karbon aktif dari

kayu Mahoni 3,32% (Pujiarti & Sutapa, 2005), kadar air karbon aktif dari kulit singkong 2,18%

(Ikawati & Melati, 2008). Kadar air yang didapat pada penelitian ini jauh lebih kecil dari

penelitian karbon aktif jenis bahan lainnya. Kadar air yang dihasilkan dari penelitian ini memenuhi

standar kualitas karbon aktif berdasar SNI 06-3730-95, yaitu maksimal 15% untuk arang aktif

bentuk serbuk. Secara keseluruhan kadar air hasil penelitian ini relatif kecil, hal ini menunjukkan

bahwa kandungan air yang terikat pada bulu ayam telah hilang pada saat dikarbonisasi dengan

suhu 400 oC (Pujiarti & Sutapa, 2005).

4.3 Penentuan Kadar Abu Karbon Aktif

Penetapan kadar abu karbon aktif dilakukan untuk mengetahui kandungan oksida logam

dalam karbon aktif (Pujiarti & Sutapa, 2005). Metode yang digunakan pada penentuan kadar abu

karbon aktif adalah metode gravimetri yakni analisis kimia berdasarkan penimbangan perbedaan

bobot abu yang diperoleh dari pembakaran karbon aktif dengan berat karbon aktif sebelum

dibakar. Kadar abu diasumsikan sebagai sisa mineral yang tertinggal pada saat dibakar, karena

Page 45: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

bahan alam sebagai bahan dasar pembuatan karbon aktif tidak hanya mengandung senyawa karbon

tetapi juga mengandung beberapa mineral, dimana sebagian dari mineral ini telah hilang pada saat

karbonisasi dan aktivasi, sebagian lagi diperkirakan masih tertinggal dalam karbon aktif.

Kandungan abu sangat berpengaruh pada kualitas karbon aktif. Keberadaan abu yang

berlebihan dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pori-pori sehingga luas pemukaan karbon

aktif menjadi berkurang. Kadar abu karbon aktif yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 4,8%.

Jika dibandingkan penelitian kadar abu karbon aktif dari bahan lain yaitu dari kayu Mahoni 3%

(Pujiarti & Sutapa, 2005), kulit singkong 3,8% (Ikawati & Melati, 2008), tongkol jagung 4,4%

(Suryani, 2010) didapat bahwa kadar abu dari penelitian ini lebih besar. Kadar abu yang dihasilkan

dari penelitian ini memenuhi standar kualitas karbon aktif berdasar SNI 06-3730-95, yaitu

maksimal 10% untuk arang aktif bentuk serbuk. Rendahnya kadar abu kemungkinan disebabkan

pemanasan yang terlalu lama yaitu selama 6 jam dengan suhu 750 oC menjadikan karbon aktif

yang terbentuk berubah menjadi abu (Pujiarti & Sutapa, 2005).

4.4 Analisa Kristalinitas Karbon Aktif dengan XRD

Karakteristik karbon aktif dilakukan dengan metode difraksi sinar-X untuk mengetahui

tingkat kristalinitas karbon aktif. Karakterisasi dengan difraksi sinar-X dapat memberikan

informasi struktur dalam karbon aktif. Karbon aktif yang diabukan pada suhu 400 oC berdasarkan

hasil analisa XRD menunjukkan pola difraksi dengan kristalinitas yang rendah dan cenderung

amorf.

Hal ini terlihat dari bentuk puncak atau peak yang tidak tajam dan melebar, ditunjukkan

pada gambar 7 sebagai berikut:

Gambar 7 Difraktogram Karbon Aktif yang Ditanur pada Suhu 400 oC

Page 46: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Gambar 7 menunjukkan adanya tiga puncak yang tidak terlalu tajam yaitu pada 2θ = 25,43

dengan intensitas 100%, 2θ = 22,24 dengan intensitas 32% dan 2θ = 28,68 dengan intensitas 20%.

Peak yang tidak terlalu tajam dan adanya hump (gundukan) menunjukkan bahwa karbon aktif

yang didapat berbentuk amorf. Pada penelitian lain yaitu hasil uji kristalinitas dengan XRD pada

karbon aktif sekam padi didapatkan difraktokram yang hampir sama dengan hasil pada penelitian

ini. Karbon sekam padi yang ditanur pada suhu 700 oC memiliki intensitas maksimum pada 2θ =

20,04 – 25,30 (d = 4,42-3,51) dengan puncak yang melebar dan cenderung amorf (Umah et al.,

2010).

Hasil difraktogram karbon aktif sekam padi yang ditanur pada suhu 700 oC dapat dilihat

pada gambar 8 berikut ini :

Gambar 8 Difraktogram Karbon Aktif Sekam Padi yang Ditanur pada 700 oC

4.5 Penentuan Waktu Kontak Optimum

Waktu kontak merupakan waktu yang dibutuhkan karbon aktif untuk menyerap larutan

metilen biru. Pada analisa ini dilakukan optimasi waktu kontak larutan metilen biru dengan karbon

aktif dengan variasi waktu kontak 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, dan 40 menit. Larutan metilen biru

Page 47: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

yang digunakan pada analisa optimasi waktu kontak ini adalah 10 ppm dengan berat karbon aktif

yang digunakan adalah 0,1 gram.

Dari data tersebut dapat dibuat hubungan antara waktu kontak dengan persentase metilen

biru terserap yang ditunjukkan pada Gambar 9 berikut ini :

Gambar 9 Grafik Waktu Kontak Antara Larutan Metilen Biru dengan Karbon Aktif

Gambar 9 menunjukkan bahwa semakin lama waktu kontak maka persentase metilen

biru yang terserap semakin besar. Penyerapan metilen biru berdasarkan grafik di atas mengalami

peningkatan yang konstan. Penyerapan optimum terjadi pada menit ke-30 dengan % metilen biru

yang terserap sebanyak 87,46. Setelah menit ke-30 penyerapan cenderung menurun. Hal ini terjadi

karena pada awal penyerapan, waktu kontak karbon aktif dan metilen biru belum mencukupi

sehingga proses penyerapan berlangsung tidak maksimal. Tetapi pada menit ke-30 penyerapan

antara karbon aktif dan metilen biru terjadi secara maksimal sehingga penyerapan yang dihasilkan

tinggi. Pada menit di atas 30 menit terjadi penurunan penyerapan. Karena pengaruh pengadukan

yang terlalu lama menyebabkan metilen biru yang terserap dalam keadaan ini akan terlepas

kembali dan akibatnya penyerapan pada waktu kontak diatas 30 menit menjadi turun.

4.6 Penentuan Luas Permukaan Karbon Aktif

Luas permukaan suatu karbon aktif adalah perbandingan antara luas permukaan dengan

massanya. Tingkat adsorpsi yang tinggi oleh karbon aktif dengan ukuran yang partikel yang lebih

kecil dikaitkan dengan tersedianya luas permukaan yang lebih besar pada karbon aktif. Dengan

memecah partikel yang lebih besar cenderung dapat membuka celah kecil dan saluran pada

permukaan partikel dari materi sehingga akses penyerapan lebih banyak untuk proses difusi yang

lebih baik karena ukuran partikel lebih kecil (Onwu & Ogah, 2010).

78

79

80

81

82

83

84

85

86

87

88

0 10 20 30 40 50

% P

en

ye

rap

an

Waktu Kontak (Menit)

Page 48: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Luas permukaan spesifik dihitung berdasarkan jumlah metilen biru yang diserap dengan

penambahan karbon aktif pada konsentrasi metilen biru yang berbeda-beda. Jumlah penyerapan

metilen biru yang tertinggi digunakan untuk menentukan luas permukaan karbon aktif.

Perbandingan jumlah adsorbansi metilen biru sebelum dan sesudah ditambahkan karbon

aktif dapat dilihat berdasarkan grafik berikut ini :

Gambar 10 Grafik Serapan Metilen Biru Sebelum dan Sesudah Ditambahkan

Karbon Aktif

Berdasarkan Gambar 10 dapat diketahui bahwa jumlah penyerapan yang maksimum

sebesar 95,65% yaitu pada konsentarsi 2 ppm dimana jumlah metilen biru yang terserap adalah

0,01894. Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa luas permukaan yang didapat adalah 463,39

m2/g (lampiran 7). Secara umum luas permukaan yang dihasilkan memenuhi kriteria yang

disyaratakan bagi karbon aktif yang berkualitas (300-3500 m2/g).

4.7 Proses Adsorpsi Ion Na dan Fe Menggunakan Karbon Aktif dengan

Metode Kolom

4.7.1 Adsorpsi Ion Na dengan Menggunakan Metode Kolom

Berdasarkan pada susunan kimiawi dan salinitasnya, susunan garam-garam air laut adalah

NaCl (77,75%) , K2SO4 ( 2,46%), MgCl2 (10,78%), MgBr2 (0,21%), MgSO4 (4,73%), CaSO4

3,69%, CaCO3 dan garam-garam lain 0,34%. Di daerah pantai yang dijadikan kota atau

pemukiman lain, penyedotan air tanah melalui sumur pompa menyebabkan intrusi air asin ke arah

darat.

Sebelum

Sesudah

0

0.5

1

1.5

2

0 2 4 6 8 10 12

Ab

sorb

an

si

Konsentrasi (ppm)

Page 49: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Hasil uji AAS tentang kandungan sampel ion natrium dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini :

Tabel 5 Hasil Uji AAS Ion Na

Sampel Konsentrasi (ppm)

Air laut 12790,10

Air sumur dekat laut 191,98

Air sumur warga 153,52

Air PAM 49,82

Na (0) 148,32

Na (1) 163,73

Na (2) 157,05

Na (3) 154,10

Na (4) 154,74

Na (5) 186,46

Na (6) 151,53

Na (7) 165,65

Na (8) 165,01

Na (9) 166,68

Na (10) 187,36

Dari hasil uji AAS pada pengambilan sampel yang dilakukan di daerah Tanjung Priuk, Jakarta

Utara didapatkan bahwa kadar ion Na dalam air laut adalah 12790,10 ppm. Air laut memiliki

kadar garam rata-rata 3,5%. Artinya dalam 1 liter (1000 mL) air laut terdapat 35 gram garam

(terutama, namun tidak seluruhnya, garam dapur/NaCl). Tingginya ion natrium dalam air laut dan

adanya resapan air laut ke darat berakibat sumber air di daerah sekitarnya banyak terkandung ion

natrium pula. Hal ini terlihat dari data hasil uji kandungan ion natrium dari air sumur dekat laut

adalah 191,98 ppm, air sumur warga 153,52 ppm dan air PAM 49,82 ppm. Jika dibandingkan

dengan baku mutu air menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

907/MENKES/SK/VII/2002 tentang persyaratan kualitas air minum, kandungan ion natrium dalam

sumber air di daerah dekat laut masih dibawah ambang batas karena konsentrasinya masih

dibawah 200 ppm. Tingginya kandungan ion natrium pada sumber air dekat laut disebabkan

adanya intrusi air laut yang membawa kandungan NaCl pada sumber air yang berada disekitar

laut.

Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa di daerah pantai penurunan tinggi muka air tanah

dapat mengakibatkan terjadinya intrusi air laut. Di zona akuifer air tanah bebas yang terletak di

dekat permukaan laut, air tawar terletak di bagian atas air laut. Oleh adanya beda berat jenis antara

air tawar terletak di bagian atas air laut, kedalaman air tawar yang terletak di bagian bawah

permukaan laut kurang lebih sama dengan 40 kali tinggi muka air tanah yang terletak di atas

Page 50: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

permukaan air laut. Dengan demikian terjadilah keadaan keseimbangan antar air tawar dan air laut

dengan laju resapan dari aliran air tanah ke laut. Pengambilan air tanah melalui sumur-sumur akan

mengakibatkan lengkung penurunan muka air tanah (depression cone), makin besar laju

pengambilan air tanah, makin curam lengkung permukaan air tanah yang terjadi di sekitar sumur

sampai tercapai keseimbangan baru jika terjadi pengisian dari daerah resapan. Keseimbangan baru

ini dapat terjadi hanya jika laju pengambilan air tanah lebih kecil dari pengisian oleh air hujan

pada daerah resapan. Tetapi kalau laju pengambilan air tanah dari sejumlah sumur jauh lebih besar

dari pengisiannya maka lengkung-lengkung penurunan muka air tanah antara sumur satu dengan

lainnya akan menyebabkan terjadinya penurunan muka air tanah secara permanen. Pada daerah

pantai terjadinya penurunan air tanah dapat mengakibatkan terjadinya intrusi air asin (Ayers &

Westcot, 1976). Meskipun natrium tidak tidak membahayakan bagi tubuh karena bukan

merupakan logam berat, akan tetapi tingginya kandungan natrium berakibat pada sumber air yang

berada di sekitar air laut terasa asin.

Salah satu upaya untuk mengurangi kandungan natrium adalah dengan melakukan

adsorpsi menggunakan karbon aktif dari limbah bulu ayam yang dilakukan pada penelitian ini.

Dari hasil penelitian dengan larutan simulasi didapatkan bahwa ion natrium tidak dapat diserap

oleh karbon aktif dari bulu ayam (tabel 5). Hal ini disebabkan karena ukuran ion natrium lebih

besar dari ukuran pori-pori karbon aktif. Ukuran ion dari Na+ adalah 0,095 nm sedangkan ukuran

pori-pori karbon aktif pada penelitian ini diasumsikan lebih kecil dari 0,095 nm dan digolongkan

sebagai karbon aktif mikropori. Pori-pori pada karbon aktif dapat dikelompokkan menjadi 3

golongan yaitu makropori (diameter > 50 nm), mesopori (diameter 2 – 50 nm) dan mikropori

(diameter < 2nm) (Danarto & Samun, 2008). Ukuran ion natrium yang lebih besar dari ukuran

pori-pori karbon aktif diasumsikan tidak dapat menembus pori-pori karbon aktif dan akibatnya ion

natrium tidak dapat terserap oleh karbon aktif. Asumsi lain adalah sifat dari natrium itu sendiri

dimana natrium merupakan unsur yang mempunyai sifat elastis karena susunan atom-atomnya

yang renggang meskipun ukuran ionnya besar menyebabkan ion natrium dalam larutannya

mempunyai kelarutan yang besar dan akibatnya susah untuk diadsorpsi.

Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Kristianti (2008), adsorpsi

natrium dengan menggunakan eceng gondok melalui pertukaran ion dapat dijelaskan yaitu proses

Page 51: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

pertukaran kation dilakukan pada sebuah kolom dimana kolom dipacking dengan 1 gram

biomassa daun eceng gondok yang terimmobilisasi pada matriks polisilikat sampai homogen.

Pelapisan glass wool di bawah dan di atas adsorben adalah untuk menahan biomassa agar tidak

lolos dari kolom, yang dapat menimbulkan penyumbatan pada aliran kolom. Di samping itu agar

permukaan adsorben tidak terganggu ketika ditambahkan pelarut atau sampel. Kolom yang sudah

siap, kemudian dialiri dengan HCl sampai bersifat asam (dicek dengan kertas lakmus biru menjadi

merah). Tujuannya adalah proses aktivasi, yaitu suatu proses untuk menaikkan kapasitas

pertukaran ion.

Pengaktifan disini bertujuan untuk menghilangkan kation-kation lain yang kemungkinan

masih terikat pada adsorben ketika proses preparasi kolom dilakukan, sehingga semua gugus

kation menjadi seragam karena telah ditukar dengan H+. Proses penentuan kapasitas pertukaran ion

dilakukan yaitu dengan cara, kolom yang netral berisi adsorben tersebut dialiri NaCl jenuh.

Effluen yang keluar dari kolom lama kelamaan bersifat asam (dicek dengan kertas lakmus biru

menjadi merah). Pertukaran kation dari ion Na+ ini diduga terjadi pertukaran dengan ion H

+ yang

berasal dari gugus aktif karboksilat (HCOO-) yang ada di dalam biomassa daun eceng gondok.

Terbukti pada saat proses pertukaran ion yang dilakukan, ketika kolom netral yang berisi adsorben

dialiri dengan NaCl jenuh, effluen yang keluar lama kelamaan bersifat asam. Hal tersebut

menunjukkan bahwa ion Na+ benar-benar tertukar dengan ion H+. Pertukaran ion dapat terjadi

karena biomassa sebagai fase diam mempunyai struktur molekuler yang terbuka dan permiabel

(dapat ditembusi), sehingga ion-ion dalam larutan NaCl sebagai fase gerak dapat bergerak keluar

masuk. Biomassa enceng gondok ini mengandung ion-ion aktif atau ion-ion lawan yang akan

ditukarkan secara reversibel dengan ion Na+ yang mengelilinginya.

Gugus aktif pada biomassa yang mengandung ion H+ ini dibuat berkontak dengan larutan

NaCl yang mengandung ion Na+. Kation Na

+ ini akan berdifusi ke dalam gugus aktif pada struktur

biomassa, dan kation H+ berdifusi keluar sampai tercapai kesetimbangan sesuai dengan reaksi

berikut ini:

COO2-

H+ + Na

+(larutan) COO

2-Na

+ + H

+(larutan)

Pada saat pertukaran telah terjadi, maka kesetimbangan telah bergeser dari kiri ke kanan,

dimana ion Na+ telah lengkap difiksasi (dilekatkan tetap) pada gugus karboksilat. Reaksi

Page 52: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

kesetimbangan di atas juga menunjukkan bahwa jumlah ion Na+ diganti dengan jumlah ion H+

yang ekuivalen dengan jumlah ion Na+ yang ditukarkan. Jadi meskipun dimasukkan larutan NaCl,

larutan yang keluar merupakan suatu asam yang diduga adalah HCl. Jumlah NaCl yang dapat

diubah menjadi HCl tergantung pada kapasitas pertukaran ion dan jumlah biomassa eceng gondok

yang digunakan.

4.7.2 Pengaruh Massa Karbon Aktif terhadap Penyerapan Ion Fe

Hasil analisis dengan AAS menunjukkan bahwa konsentrasi ion Fe yang terserap

meningkat seiring dengan massa karbon aktif yang ditambahkan. Hal ini disebabkan karena

semakin banyaknya ruang kosong yang siap diiisi oleh ion logam yang akan diserap. Adanya

massa karbon aktif yang banyak menyebabkan adsorpsi berlangsung lambat sehingga penyerapan

dapat maksimal. Tingginya penyerapan diasumsikan adsorbat tertahan lebih lama di dalam kolom

sehingga daya adsorpsinya lebih besar. Adsorben yang paling banyak terpakai adalah adsorben

yang terletak pada ujung atas kolom. Adsorben akan bertemu dengan larutan (adsorbat) yang baru,

sedangkan adsorbat yang sudah teradsorpsi akan bertemu dengan adsorben yang baru pada saat

larutan tersebut bergerak ke bawah melewati kolom, sehingga tersedianya ruang-ruang kosong

pada adsorben lebih besar.

Gambar 11 berikut ini menunjukkan besarnya penyerapan ion Fe terhadap pengaruh

massa karbon aktif yang ditambahkan:

Gambar 11 Grafik Pengaruh Massa Adsorben terhadap % Penyerapan Fe

0

10

20

30

40

50

60

0 5 10 15 20

% P

en

ye

rap

an

Massa (gram)

Page 53: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Berdasarkan Gambar 11 dapat diketahui penyerapan paling besar yaitu pada massa karbon aktif

sebesar 15 gram. Besarnya ion Fe yang terserap adalah 56,04%. Besarnya penyerapan ini

disebabkan karena semakin banyak adsorben maka semakin tinggi pula penyerapannya.

Penyerapan yang tinggi disebabkan kemampuan adsorben untuk menyerap ion Fe meningkat

sejalan dengan banyaknya massa adsorben. Hal ini terjadi karena banyak terdapat ruang-ruang

kosong pada permukaan adsorben, yaitu masih tersedianya gugus aktif dari karbon aktif untuk

berikatan dengan ion Fe tersebut . Penelitian lain pengaruh penambahan massa kitosan terhadap

penyerapan ion Fe menunjukkan hal yang sama pada penelitian ini dimana jumlah ion Fe yang

terserap meningkat dengan bertambahnya massa kitosan. Penambahan massa kitosan pada 15 gram

menunjukkan persentase penyerpan ion Fe sebesar 90% (dari 0,14 ppm menjadi 0,016 ppm).

Kemampuan kitosan sebagai absorben atau penyerap molekul dikaitkan dengan banyaknya pori-

pori sehingga dapat melakukan penyerapan ion Fe secara maksimal (Suptijah et al., 2008).

Terserapnya ion Fe oleh karbon aktif diasumsikan ukuran ion Fe lebih kecil dari ukuran

pori karbon aktif sehingga dapat terserap. Ukuran ion Fe adalah 0,064 nm sedangkan ukuran pori

karbon aktif diasumsikan lebih besar dari 0,064 nm tetapi lebih kecil dari 0,095 nm. Jika

dibandingkan dengan dengan ukuran ion Na, ion Fe mempunyai ukuran lebih kecil sehingga atas

dasar inilah ion Fe dapat terserap oleh karbon aktif dari bulu ayam sementara ion Na tidak dapat

terserap. Disamping itu ada asumsi lain bahwa sifat ion Fe dalam larutannya mempunyai ukuran

yang lebih rapat dari ion Na sehingga kelarutannya kecil dan akibatnya dapat mudah diadsorpsi.

Page 54: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

4.7.3 Pengaruh Pengulangan terhadap Penyerapan ion Fe

Pengaruh pengulangan terhadap proses penyerapan dapat dilihat pada gambar 12 berikut

ini :

Gambar 12 Grafik Pengaruh Pengulangan terhadap Penyerapan Fe

Dari gambar 12 tersebut dapat diketahui pada massa karbon aktif 3 gram dan 6 gram tidak terjadi

pengurangan konsentrasi tetapi mengalami kenaikan konsentrasi ion Fe. Hal ini dimungkinkan

karena permukaan karbon aktif telah jenuh sehingga tidak dapat mampu menyerap ion Fe.

Bertambahnya konsentrasi ion Fe dimungkinkan juga karena ikut larutnya ion Fe dari larutan

sebelumnya sehingga menambah tinggi konsentrasi Fe hasil pengulangan. Jika adsorben telah

terimmobilisasi pada permukaan berarti adsorben sudah terisi oleh ion Fe secara maksimal sampai

adsorben menjadi jenuh sehingga terjadi keseimbangan antara adsorben dan ion Fe. Akibatnya

adsorben tidak dapat melakukan penyerapan . Agar dapat melakukan penyerapan kembali maka

adsorben harus diganti dengan yang baru.

Pengaruh pengulangan pada massa adsorben 9, 12 dan 15 gram yang ditambahkan terjadi

penyerapan ion Fe tetapi konsentrasi yang terserap tidak sebesar dari sebelumnya. Hal ini

disebabkan sebagian ruang kosong pada permukaan adsorben telah terisi ion Fe dari proses

sebelumnya sehingga penyerapannya menjadi berkurang.

4.8 Proses Adsorpsi Ion Fe Menggunakan Karbon Aktif dengan Metode Batch

4.8.1 Pengaruh Massa Adsorben

Pengaruh massa adsorben terhadap proses penyerapan akan menunjukkan suatu

perbandingan yang lurus dimana adsorpsi terhadap ion Fe akan meningkat sesuai dengan massa

adsorben yang ditambahkan. Meningkatnya massa adsorben menyebabkan banyak tersedia ruang

-10

0

10

20

30

40

50

60

0 5 10 15 20

% P

en

ye

rap

an

Massa (gram)

Page 55: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

kosong yang melimpah dari gugus aktif yang dapat menyerap ion Fe secara maksimal. Proses

adsorpsi yang terjadi adalah ion Fe masuk pada pori-pori dari adsorben dimana pada permukaan

pori banyak terdapat gugus aktif . Pengadukan berfungsi untuk mempercepat reaksi antara ion Fe

dan gugus aktif dari adsorben. Adsorpsi ion Fe akan meningkat sejalan dengan banyaknya pori-

pori akibat penambahan massa adsorben. Penambahan massa adsorben mengakibatkan terjadinya

kesetimbangan antara konsentrasi ion Fe dan adsorben sehingga penyerapannya dapat maksimal.

Hal ini terlihat pada gambar 13 hubungan massa adsorben yang ditambahkan dengan

adsorpsi ion Fe berikut ini :

Gambar 13 Grafik Pengaruh Massa terhadap % Penyerapan Fe

Berdasarkan Gambar 13 dapat diketahui bahwa penyerapan tertinggi terdapat pada massa

adsorben 1 gram yaitu sebanyak 93,59%. Pada penelitian lain yaitu pengaruh penambahan massa

limbah tahu terhadap adsorpsi ion Fe menunjukkan hal yang sama pada penelitian ini dimana

pengaruh peningkatan massa limbah tahu menyebabkan penurunan konsentrasi ion Fe yang

semakin besar pula. Pada penambahan massa limbah tahu 1 gram didapat persentase penyerapan

sebesar 66,38%. Hal ini disebabkan karena efektivitas pengadsorpsi masih tinggi dimana kapasitas

gugus aktif masih banyak (Nohong, 2010).

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

% P

en

ye

rap

an

Massa (gram)

Page 56: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

4.8.2 Pengaruh Penambahan HCl dan NaOH terhadap Larutan Simulasi

Nilai pH dapat mempengaruhi gugus-gugus fungsional dari dinding adsorben yang

berperan aktif dalam proses penyerapan logam berat. Selain itu nilai pH juga berpengaruh pada

kelarutan dari ion logam dalam larutan sehingga pH merupakan parameter yang penting dalam

biosorpsi ion logam dalam larutan (Ni’mah & Ulfin, 2007). Pada analisis pengaruh pH ini

dilakukan dengan penambahan HCl 1 M dan penambahan NaOH 1 M. Nilai pH 5 merupakan pH

awal dari larutan Fe yang tidak ditambahkan HCl maupun NaOH. Kemudian ditambahkan

sejumlah volume HCl 1 M sehingga didapatkan larutan pH 1,2,3 dan 4 dan sejumlah volume

NaOH 1 M sehingga didapatkan larutan pH 6,7 dan 8.

Berdasarkan data analisis didapat grafik hubungan antara pengaruh pH terhadap

penyerapan ion Fe berikut ini :

Gambar 14 Grafik Pengaruh pH terhadap % Penyerapan Fe

Berdasarkan gambar 14 dapat diketahui pada pH 6,7, dan 8 tidak ada ion Fe yang terdeteksi. Hal

ini disebabkan karena ion Fe dalam larutan sampel telah bereaksi terlebih dahulu dengan NaOH

sehingga terbentuk endapan Fe(OH)3. Adanya endapan Fe(OH)3 ini menyebabkan ion Fe yang

terdapat dalam endapan Fe(OH)3 tidak dapat tersaring pada saat penyaringan karena telah

mengendap di kertas saring. Dari hasil perbandingan dengan kontrol ternyata penambahan NaOH

menyebabkan ion Fe yang terukur AAS menjadi lebih kecil dari konsentrasi sebelumnya (lampiran

9). Hal ini membuktikan bahwa ion Fe dalam larutan sampel telah bereaksi terlebih dahulu dengan

0

20

40

60

80

100

120

0 2 4 6 8 10

% P

en

ye

rap

an

pH

Page 57: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

NaOH. Sisa ion Fe dengan konsentrasi yang kecil tersebut akan diserap semuanya oleh karbon

aktif dari bulu ayam sehingga hasil uji AAS menunjukkan tidak ada ion Fe yang terdeteksi lagi.

Pada pH 5 terjadi penurunan penyerapan. Larutan dengan pH 5 merupakan larutan yang

tidak ditambahkan HCl maupun NaOH. Penambahan HCl sehingga didapatkan larutan dengan pH

1,2,3, dan 4 menunjukkan penyerapan ion Fe yang berbeda-beda. Pada pH 4 terjadi penyerapan

ion Fe yang cukup tinggi, akan tetapi pada pH di bawah 4 terjadi penurunan penyerapan. Hal ini

terjadi karena pada pH rendah maka logam lebih cenderung larut sehingga menyebabkan

pengurangan kemampuan gugus aktif adsorben dalam mengikat ion logam. Dengan demikian

penambahan HCl yang berlebihan dapat menyebabkan pH adsorbat rendah sehingga

menyebabkan ion logam dalam larutan adsorbat menjadi larut dan akibatnya kemampuan gugus

aktif dari adsorben dalam menyerap ion logam akan berkurang karena harus bersaing dengan ion

H3O+ dari penambahan asam. Pada pH yang rendah permukaan adsorben akan terikat kuat dengan

ion H3O+ yang diasumsikan menghambat akses ion-ion logam, menolak gaya pada permukaan

gugus fungsional dan akibatnya menurunkan persentase penyerapan logam (Onwu & Ogah, 2010).

Dari hasil perbandingan dengan kontrol penambahan HCl tidak menurunkan konsentrasi ion Fe

(lampiran 9). Hal ini menunjukkan bahwa ion Fe dalam larutan sampel bereaksi dengan karbon

aktif dari bulu ayam sehingga ion Fe akan mengalami penurunan konsentrasi.

4.9 Perbandingan Metode Batch dengan Metode Kolom terhadap Penyerapan Fe

Proses adsorpsi dapat dilakukan dengan dua metode yaitu, metode kolom dan metode

batch. Setiap metode memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Pada penelitian ini ingin

diketahui metode mana yang dapat memberikan hasil adsorpsi yang terbaik dengan

membandingkan kapasitas adsorpsi larutan Fe oleh karbon aktif. Pada penelitian ini proses

adsorpsi yang dilakukan dengan metode kolom dengan laju alir 3 ml/menit didapat kapasitas

penyerapan tertinggi sebesar 56,04% dengan massa karbon aktif 15 gram sedangkan pada metode

batch didapat persentase penyerapan tertinggi sebesar 93,59% dengan massa karbon aktif sebesar

1 gram dan waktu kontak 30 menit.

Page 58: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Berdasarkan penelitian diatas diketahui bahwa proses adsorpsi dengan metode batch

dapat meningkatkan persentase penyerapan jika dibandingkan dengan metode kolom. Tingginya

penyerapan pada metode batch dikarenakan karena adanya pengadukan menyebabkan kontak

antara ion Fe dan adsorben semakin maksimal sehingga kapasitas adsorpsi ion Fe menjadi lebih

besar. Pada metode kolom kontak antara adsorben dan ion logam tidak berlangsung maksimal

karena hanya dilewatkan begitu saja sehingga ada asumsi bahwa ion Fe dalam larutan Fe akan

lolos melewati adsorben sehingga penyerapan tidak maksimal. Adsorben yang paling banyak

terpakai adalah adsorben yang terletak pada ujung atas kolom sehingga jika sudah jenuh akan

menahan aliran larutan Fe akibatnya terjadi pengendapan pada bagian atas kolom. Larutan Fe

yang mengalir melewati bagian bawah kolom akan sedikit sehingga penyerapannya menjadi tidak

maksimal karena tidak semua adsorben kontak langsung dengan ion Fe.

Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa metode batch maupun kolom

dapat digunakan untuk adsorpsi ion Fe dimana metode batch jauh lebih baik jika dibandingkan

dengan metode kolom.

Page 59: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan :

a. Karbon aktif yang didapat mempunyai rendemen 35%, kadar air 0,51%, kadar abu 4,8% dan

luas permukaan 463,39 m2/g dimana hasil tersebut sesuai dengan standar SNI untuk karbon

aktif.

b. Terjadinya adsorpsi dikarenakan adanya interaksi antara ion Na dan Fe dengan gugus aktif

dari adsorben pada permukaan adsorden.

c. Ion Na tidak dapat diserap oleh karbon aktif.

d. Penyerapan ion Fe yang terbesar pada pengaruh penambahan massa adsorben dengan metode

kolom sebesar 56,04% dengan massa adsorben yang digunakan 15 gram dan laju alir 3

ml/menit .

e. Penyerapan ion Fe yang terbesar pada pengaruh penambahan massa adsorben dengan metode

Batch sebesar 93,59% dengan massa adsorben yang digunakan 1 gram dan waktu kontak 30

menit.

f. Penyerapan ion Fe pada pengaruh pH menunjukkan penambahan NaOH menyebabkan

terbentuknya endapan Fe(OH)3 sedangkan penambahan HCl menyebabkan adanya variasi

penyerapan.

g. Metode yang baik digunakan untuk adsorpsi ion Fe adalah metode Batch.

Page 60: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

5.2 Saran

Saran pada penelitian selanjutnya adalah :

a. Perlu dilakukan aktivasi karbon aktif agar karbon aktif dapat melakukan penyerapan lebih

baik lagi.

b. Perlu dilakukan modifikasi karbon aktif dari bulu ayam jenis ayam lain.

c. Perlu dilakukan modifikasi karbon aktif dengan bahan dasar bulu ayam yang digunakan hanya

tulang atau bulunya saja.

d. Perlu dilakukan uji adsorpsi terhadap logam lainnya.

e. Perlu dilakukan optimasi pirolisis dengan parameter waktu pemanasan, suhu pemanasan,

macam dan aliran gas inert yang digunakan.

f. Perlu dilakukan uji karbon dan nitrogen.

Page 61: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

DAFTAR PUSTAKA

Ahamad KU, Jawed M. 2011. Breakthrough Column Studies for Iron(II) Removal from Water by

Wooden Charcoal and Sand: A low cost approach. [ Int. J. Environ. Vol. 5]. Indian

Institute of Technology Guwahati, India.

Al-Degs YS, Khraisheh AM , Allen SJ, Ahmad MN. 2009. Adsorption Characteristics of

Reactive Dyes in Columns of Activated Carbon. [Journal of Hazardous Materials vol.

165]. London : England

Al-Qoddah Z, Shawabkah R. 2009. Production and Characterization of Granular Activated Carbon

from Activated Sludge [Brazilian Journal Chem. Eng. vol.26] . São Paulo : Brazil

Anoninm. 2008. Filter dan Plastik dari Bulu Ayam. htt ://filter-plastik.blogspot.com/

Arifin T. 2008. Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Potong Metode Pengukusan Untuk Bahan

Ransum Ayam Potong [jurnal kimia vol.2]. Universitas Sumatra Utara, Sumatra Utara.

Ayers RS, Westcot DW. 1976. Water Quality for Agriculture, FAO, Rome.

Barone JR, Schmidt WF. 2005. Polyethylene Reinforced with Keratin Fibers Obtained from

Chicken Feathers [Composites Science and Technology journal vol. 65]. US Department

of Agriculture, US.

Baskaran PK, Venkatraman BR, Arivoli S. 2010. Kinetics of Adsorption of Ferrous Ion onto Acid

Activated Carbon from Zea Mays Dust. [ E-Journal of Chemistry vol. 8]. Department of

Chemistry Thiruvarur, India

Danarto YC, Samun T. 2008. Pengaruh Aktivasi Karbon dari Sekam Padi pada Proses Adsorpsi

Logam Cr (VI). [jurnal Ekuilibrium Vol. 7]. UNS, Surakarta.

Darmono, 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI Press, Jakarta.

Gaikwad RW. 2004. Removal of Cd (II) from Aqueous Solution by Activated Charcoal Derived

from Coconut Shell [Electron. Journal. Environ. Agric. Food Chem. Vol. 4].

Ahmednagar : India

Haryani K, Hargono, Budiyati CS . 2007. Pembuatan Khitosan dari Kulit Udang Untuk

Mengadsrpsi Logam Cr+6

dan Cu [jurnal kimia vol.11]. Universitas Diponegoro,

Semarang.

Hasanah YU. 2006. Ekstraksi Ion Fe (III) dengan Ekstraktan Ammonium Pirolidin Dithiokarbamat

(APDC) dalam Pelarut Metil Iso Butil Keton (MIBK). [Skripsi]. Universitas Negeri

Semarang, Semarang.

Ikawati, Melati. 2008. Pembuatan Karbon Aktif dari LimbahKulit Singkong UKM Tapioka

Kabupaten Pati [jurnal kimia vol.2]. Universitas Diponegoro, Semarang.

Irham M, Achmad RT, Widodo S. 2006. Pemetaan Sebaran Air Tanah Asin pada Aquifer Dalam

di Wilayah Semarang Bawah. [Journal Berkala Fisika Vol.6]. UNDIP, Semarang.

Karunakaran K, Thamilarasu P. 2010. Removal of Fe(II) from Aqueous Solutions Using Ricinus

Communis Seed Shell and Polypyrrole Coated Ricinus Communis Seed Shell Activated

Carbons [International Journal of ChemTech Research vol. 2]. Namakal : India

Ketaren NBR. 2008. Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Protein Ayam Pedaging Dalam

Pengelolaan Lingkungan Hidup [tesis]. Universitas Sumatra Utara, Sumatra Utara.

Page 62: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Kristianti K. 2008. Adsorpsi Merkuri (II) oleh Biomassa Eceng Gondok (Eichornia crassipes)

yang Diimmobilisasi pada Matriks Polisilikat Menggunakan Metode Kolom. [skripsi].

UIN Malang, Malang.

Lin X, Lee CG, Casale ES, Shih JCH. 1992. Purification and Characterization of a Keratinase

from a Feather-Degrading Bacillus licheniformis Strain [chemistry journal vol. 58].

Shenyang Agricultural University, China.

Ni’mah YL, Ulfin I . 2007. Penurunan Kadar Tembaga Dalam Larutan Dengan Menggunakan

Biomassa Bulu Ayam [ jurnal kimia vol. 2]. Insititut Teknologi Surabaya, Surabaya.

Nohong. 2010. Pemanfaatan Limbah Tahu Sebagai Bahan Penyerap Logam Krom, Kadmiun dan

Besi Dalam Air Lindi TPA. [jurnal pembelajaran sains vol. 6]. Universitas Haluoleo,

Kendari.

Onwu FK, Ogah SPI. 2010. Studies on the effect of pH on the sorption of cadmium (ll), nickel

(II), lead (II) and chromium (VI) from aqueous solutions by African white star apple

(Chrysophyllum albidium) shell [Journal of Biotechnology vol.9]. Ebonyi State

University, Nigeria.

Palar H. 2004. Toksikologi dan Pencemaran Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta.

Pujiarti R, Sutapa JPG. 2005. Mutu Arang Aktif dari Limbah Kayu Mahoni (Swietenia

macrophylla King) sebagai Bahan Penjernih Air [jurnal Ilmu & Teknologi Kayu Tropis

vol.3]. UGM, Yogyakarta.

Purwanti E, Rakhman MS, Khaula AN. 2010. Optimalisasi Pemanfaatan Hidrosilat Bulu Ayam

Sebagai Bahan Baku Dalam Pembuatan Biodiesel. [PKM GT] Universitas Negeri

Malang, Malang.

Rahmawati F, Pranoto, Aryunani NI . 2003. Adsorpsi Zat Warna Tekstil Remazol Yellow FG

pada Limbah Batik oleh Eceng Gondok dengan Aktivator NaOH [jurnal kimia vol.2].

Universitas Negeri Solo, Solo.

Santamarina JC, Klein KA, Wang YH, Prencke E. 2002. Specific Surface: Determination and

Relevance.[journal GeotechVol. 39]. Canada.

Sembiring MT, Sinaga TS. 2003. Pengenalan dan Proses Pembuatan Arang Aktif.

Universitas Sumatra Utara, Sumatra Utara.

Sitohang AAA, Dian SP .2009. Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Arang Aktif Sebagai

Adsorben [ PKM-GT]. IPB, Bogor.

Sudiarta IW. 2009. Biosorption Cr(III) pada Rumput Laut Eucheuma Spinosum

Teraktivasi Asam Sulfat [jurnal kimia vol.2]. Universitas Udayana, Bukit Jimbaran.

Sugita P, Tohir D, Fatma Z. 2005. Sistem Pengolahan Bulu dan Limbah Cair Industri Potong

Ayam [jurnal kimia vol.5]. IPB, Bogor.

Suptijah P, Zahiruddin W, Firdaus D. 2008. Pemurnian Air Sumur dengan Kitosan Melalui

Tahapan Koagulasi dan Filtrasi. [buletin teknologi hasil perikanan vol. XI]. IPB, Bogor.

Suryani AM. 2010. Pemanfaatan Tongkol Jagung untuk Pembuatan Arang Aktif sebagai Adsorben

Pemurnian Minyak Goreng Bekas [skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sutamihardja RTM, Adnan K, Sanusi. 1982. Perairan Teluik Jakarta Ditinjau dari Tingkat

Pencemarannya. IPB, Bogor.

Page 63: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Umah S, Prasetyo A, Barorroh M. 2010. Kajian Penambahan Abu Sekam Padi dari Berbagai Suhu

Pengabuan terhadap Plastisitas Kaolin. [jurnal alchemy vol. 2]. UIN Malang, Malang.

Wirawan, Teguh. 2008. Adsorpsi Cu oleh Arang Aktif dari Tempurung Jarak Pagar (Jatropha

curcas L.)[jurnal kimia vol. 6]. Universitas Mulawarman, Samarinda.

Zamrudy, Windi. 2008. Pembuatan Karbon Aktif dari Ampas Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas

L.)[jurnal teknologi separasi vol.1]. Politeknik Negeri Malang, Surabaya.

Page 64: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Sampel

a. Pembuatan larutan Sampel Fe 100 ppm

Volume Larutan = 1000 ml

= 1 L

Konsentrasi larutan = 100 ppm

= 100 mg/L

= ��� ��

� �

Massa (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O = �� (��)���(���)�.����

�� �� x 100 mg

= ���,��

�� x 100 mg

= 700,25 mg

= 0,70025 gram (teori)

Untuk membuat larutan sampel Fe 100 ppm sebanyak 1 L dibutuhkan (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O

sebanyak 0,7003 gram (hasil penimbangan), kemudian dilarutkan dan ditandabataskan hingga 1L.

b. Pembuatan Larutan Sampel Na 100 ppm

Volume Larutan = 1000 ml

= 1 L

Konsentrasi larutan = 100 ppm

= 100 mg/L

= ��� ��

� �

Massa NaCl = �� ���

�� � x 100 mg

= ��,�

�� x 100 mg

= 254,34 mg

= 0,25434 gram (teori)

Untuk membuat larutan sampel Na 100 ppm sebanyak 1 L dibutuhkan NaCl sebanyak 0,2543

gram (hasil penimbangan), kemudian dilarutkan dan ditandabataskan hingga 1L.

Page 65: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Lampiran 2 Perhitungan Rendemen Karbon Aktif

Massa cawan kosong = 24,28 gram

Massa cawan + bulu ayam = 26,28 gram

Massa cawan + karbon aktif = 24,98 gram

Rendemen = ����� ��� !" ��#$%

����� &�& �'�� x 100%

= �,( ����

� ���� x 100%

= 35%

Page 66: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Lampiran 3 Perhitungan Kadar Air Karbon Aktif

Massa cawan kosong = 19,18 gram

Massa cawan + karbon aktif = 21,18 gram (a)

Massa cawan + karbon aktif setelah pemanasan = 21,07 gram (b)

Kadar Air = � )

� x 100%

= ��,��)��,�(

��,�� x 100%

= 0,51%

Page 67: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Lampiran 4 Perhitungan Kadar Abu Karbon Aktif

Massa cawan kosong = 24,262 gram

Massa cawan + karbon aktif = 26,262 gram

Massa cawan + karbon aktif setelah pemanasan = 24,166 gram

Kadar Air =

� x 100%

= �,���

� x 100%

= 4,8 %

Page 68: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Lampiran 5 Data hasil Analisis Karbon Aktif dengan XRD

Page 69: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Lampiran 6 Tabel Penentuan Waktu Kontak

Waktu Serapan Persentase Adsorpsi (%)

0 menit 1,835 -

5 menit 0,380 79,29

10 menit 0,348 81,03

15 menit 0,334 81,79

20 menit 0,313 82,94

25 menit 0,289 84,25

30 menit 0,230 87,46

35 menit 0,235 87,19

40 menit 0,247 86,53

Perhitungan

• 5 menit

Persentase Adsorpsi = �,��� – �,���

�,��� x 100%

= 79,29%

• 10 menit

Persentase Adsorpsi = �,��� – �,���

�,��� x 100%

= 81,03%

• 15 menit

Persentase Adsorpsi = �,��� – �,���

�,��� x 100%

= 81,79%

• 20 menit

Persentase Adsorpsi = �,��� – �,���

�,��� x 100%

= 82,94%

Page 70: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

• 25 menit

Persentase Adsorpsi = �,��� – �,���

�,��� x 100%

= 84,25%

• 30 menit

Persentase Adsorpsi = �,��� – �,���

�,��� x 100%

= 87,46%

• 35 menit

Persentase Adsorpsi = �,��� – �,���

�,��� x 100%

= 87,19%

• 40 menit

Persentase Adsorpsi = �,��� – �,��(

�,��� x 100%

= 86,53%

Page 71: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Lampiran 7 Tabel Penetuan Luas Permukaan

Kurva Kalibrasi Larutan Metilen Biru

Konsentrasi

Metilen Biru

Absorbansi

Mula-mula

Adsorbansi

Setelah

Penambahan

Karbon Aktif

Konsentrasi sisa

Metilen Biru

Metilen Biru yang

Terserap

Persentase

Penyerapan

(%)

2 ppm 0,345 0,015 0.106 ppm 0,01894 95,65

4 ppm 0,661 0,035 0,212 ppm 0,03788 94,71

6 ppm 1,080 0,139 0,744 ppm 0,05226 87,13

8 ppm 1,443 0,357 1,925 ppm 0,06075 75,26

10 ppm 1,835 0,753 4,032 ppm 0,05968 58,96

Perhitungan

• 2 ppm

Persentase Penyerapan = �,��� – �,���

�,��� x 100%

= 95,65%

• 4 ppm

Persentase Penyerapan = �,��� – �,���

�,��� x 100%

= 94,71%

• 6 ppm

Persentase Penyerapan = �,��� – �,���

�,��� x 100%

= 87,13%

• 8 ppm

y = 0.188x - 0.055

R² = 0.998

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

2

0 2 4 6 8 10 12

Ab

sorb

an

si

konsentrasi (ppm)

Page 72: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Persentase Penyerapan = �,��� – �,��(

�,��� x 100%

= 75,26%

• 10 ppm

Persentase Penyerapan = �,��� – �,(��

�,��� x 100%

= 58,96

Untuk menghitung luas permukaan karbon aktif maka diambil data adsorpsi setelah

penambahan karbon aktif yang mempunyai persentase penyerapan paling besar. Berdasarkan data

di atas maka diambil data metilen biru yang terserap yaitu 0,01894 dimana mempunyai persentase

penyerapan maksimum yaitu 95,65 dan dimasukkan ke dalam persamaan :

Luas Permukaan Spesifik = +,-

���.�( Av .AMB

+.

Luas Permukaan Spesifik = �,�����

���.�( x 6,02 x 1023 x130 x 10-20 m2 x

�,� �

= 463,39 m2/g

Page 73: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Lampiran 8 Hasil Uji AAS untuk Adsorpsi Ion Na dan Fe Metode Kolom

Kurva Kalibrasi Larutan Na

Konsentrasi (ppm) Absorbansi

16,1 0,095

32,2 0,183

48,3 0,278

64,4 0,360

80,5 0,458

y = 0.005x + 0.003

R² = 0.999

0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

0.07

0.08

0 1 2 3 4 5 6 7

Ab

sorb

an

si

konsentrasi (ppm)

Page 74: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat
Page 75: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Pengaruh Massa

Massa (gram) Konsentrasi Fe (ppm) Persentase Adsorpsi (%)

0 82,80

3 73,29 11,48

6 69,52 16,04

9 58,20 29,71

12 49,51 40,21

15 36,40 56,04

Perhitungan

• 3 gram

Persentase Adsorpsi = ��,�� – (�,��

��,�� x 100%

= 11,48%

• 6 gram

Persentase Adsorpsi = ��,�� – ��,��

��,�� x 100%

= 16,04%

• 9 gram

Persentase Adsorpsi = ��,�� – ��,��

��,�� x 100%

= 29,71%

• 12 gram

Persentase Adsorpsi = ��,�� – ��,��

��,�� x 100%

= 40,21%

• 15 gram

Persentase Adsorpsi = ��,�� – ��,��

��,�� x 100%

= 56,04%

Page 76: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Pengaruh Pengulangan

Massa (gram) Konsentrasi Fe (ppm) Persentase Adsorpsi (%)

0 82,80

3 85,58 -3,36

6 85,91 -3,75

9 78,21 5,54

12 40,99 50,49

15 48,20 41,78

Perhitungan

• 3 gram

Persentase Adsorpsi = ��,�� – ��,��

��,�� x 100%

= -3,36%

• 6 gram

Persentase Adsorpsi = ��,�� – ��,��

��,�� x 100%

= -3,75%

• 9 gram

Persentase Adsorpsi = ��,�� – (�,��

��,�� x 100%

= 5,54%

• 12 gram

Persentase Adsorpsi = ��,�� – ��,��

��,�� x 100%

= 50,49%

• 15 gram

Persentase Adsorpsi = ��,�� – ��,��

��,�� x 100%

= 41,78%

Page 77: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Lampiran 9 Hasil Uji AAS untuk Adsorpsi Ion Fe Metode Batch

Kurva Kalibrasi Larutan Fe

Konsentrasi (ppm) Absorbansi

1 0,0063

3 0,0319

6 0,0690

Hasil Uji AAS untuk Kontrol

Kontrol yang digunakan pada penelitian ini adalah Larutan sampel Fe yang langsung diukur

dengan AAS, Larutan sampel Fe yang disaring lalu diukur dengan AAS, larutan sampel Fe yang

ditambahkan HCl kemudian disaring lalu diukur dengan AAS dan larutan larutan sampel Fe yang

ditambahkan NaOH kemudian disaring lalu diukur dengan AAS. Hasil uji AAS pada pengukuran

blanko sebagai berikut:

Perlakuan Konsentrasi (ppm)

Larutan Sampel Fe 92,4

Larutan Sampel + Disaring 93,9

Larutan Sampel + HCl + Disaring 95,15

Larutan Sampel + NaOH + Disaring 17,15

y = 0.012x - 0.006

R² = 0.999

0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

0.07

0.08

0 1 2 3 4 5 6 7

Ab

sorb

an

si

Konsentrasi (ppm)

Page 78: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat
Page 79: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Pengaruh Massa

Massa (gram) Konsentrasi Fe (ppm) Persentase Adsorpsi (%)

0 122,6

0,2 109,05 11,05

0,4 105,05 16,04

0,6 94,25 29,71

0,8 29,75 40,21

1,0 7,85 56,04

Perhitungan

• 0,2 gram

Persentase Adsorpsi = ���,� – ���,��

���,� x 100%

= 11,05%

• 0,4 gram

Persentase Adsorpsi = ���,� – ���,��

���,� x 100%

= 14,31%

• 0,6 gram

Persentase Adsorpsi = ���,� – ��,��

���,� x 100%

= 23,12%

• 0,8 gram

Persentase Adsorpsi = ���,� – ��,(�

���,� x 100%

= 78,99%

• 1,0 gram

Persentase Adsorpsi = ���,� – (,��

���,� x 100%

= 93,59%

Page 80: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Pengaruh pH

pH Konsentrasi Fe (ppm) Persentase Adsorpsi (%)

0 122,6

1 98,5 19,65

2 71,4 41,76

3 63,8 47,96

4 35,35 71,16

5 59,35 51,59

6 Tidak Terdeteksi 99,99

7 Tidak Terdeteksi 99,99

8 Tidak Terdeteksi 99,99

Perhitungan

• pH 1

Persentase Adsorpsi = ���,� – ��,�

���,� x 100%

= 19,65%

• pH 2

Persentase Adsorpsi = ���,� – (�,�

���,� x 100%

= 41,76%

• pH 3

Persentase Adsorpsi = ���,� – ��,�

���,� x 100%

= 47,96%

• pH 4

Persentase Adsorpsi = ���,� – ��,��

���,� x 100%

= 71,16%

• pH 5

Persentase Adsorpsi = ���,� – ��,��

���,� x 100%

= 51,59%

Page 81: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

Lampiran 10 Foto-Foto Penelitian

1. Bulu Ayam

2. A. Tanur B. Oven

3. Analisa UV Vis

Page 82: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

4. Uji XRD

5. Larutan Uji

6. Adsorpsi Ion Na dan Fe dengan Metode Kolom

Page 83: PEMANFAATAN HASIL PIROLISIS BULU AYAM SEBAGAI ADSORBEN ION ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4338/1/ROJIKHI... · adalah 56,04% sementara itu ion Na tidak dapat

7. Adsorpsi Ion Fe dengan Metode Batch

8. Uji AAS