pembahasan fermentasi

24
Ghina Khoerunisa 240210120091 V. PEMBAHASAN Praktikum pada Bab XII dan XIII membahas mengenai pengawetan dengan fermentasi. Menurut Buchner, fermentasi adalah proses penguraian gula menjadi alkohol dan CO2 yang berlangsung karena adanya ekstrak khamir atau sebenarnya enzim-enzim yang terdapat dalam ekstrak tersebut.Prinsip dari sebuah fermentasi adalah memperbanyak jumlah mikroorganisme dan menggiatkan metabolismenya dalam bahan pangan. Kondisi lingkungan yang diperlukan bagi pertumbuhan dan produksi maksimum dalam fermentasi harus sesuai, terutama faktor suhu inkubasi, pH medium, oksigen, cahaya, dan agitasi. Fermentasi yang dilakukan pada praktikum kali ini ada dua macam, yaitu fermentasi spontan dan fermentasi tidak spontan. 5.1. Fermentasi Spontan Fermentasi spontan adalah fermentasi yang dapat berlangsung tanpa penambahan inokulum pada substrat karena sudah ada pada bahan baku atau terdapat pada lingkungan sekitarnya. Fermentasi ini akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan saja apabila kita memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya. Penciptaan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme tersebut yaitu penambahan gula, penambahan garam, pengaturan suhu, cahaya,

Upload: ghina-khoerunisa

Post on 12-Nov-2015

43 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

laporan praktikum bpdp

TRANSCRIPT

Ghina Khoerunisa240210120091

V. PEMBAHASAN

Praktikum pada Bab XII dan XIII membahas mengenai pengawetan dengan fermentasi. Menurut Buchner, fermentasi adalah proses penguraian gula menjadi alkohol dan CO2 yang berlangsung karena adanya ekstrak khamir atau sebenarnya enzim-enzim yang terdapat dalam ekstrak tersebut.Prinsip dari sebuah fermentasi adalah memperbanyak jumlah mikroorganisme dan menggiatkan metabolismenya dalam bahan pangan. Kondisi lingkungan yang diperlukan bagi pertumbuhan dan produksi maksimum dalam fermentasi harus sesuai, terutama faktor suhu inkubasi, pH medium, oksigen, cahaya, dan agitasi. Fermentasi yang dilakukan pada praktikum kali ini ada dua macam, yaitu fermentasi spontan dan fermentasi tidak spontan.

5.1. Fermentasi SpontanFermentasi spontan adalah fermentasi yang dapat berlangsung tanpa penambahan inokulum pada substrat karena sudah ada pada bahan baku atau terdapat pada lingkungan sekitarnya. Fermentasi ini akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan saja apabila kita memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya. Penciptaan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme tersebut yaitu penambahan gula, penambahan garam, pengaturan suhu, cahaya, oksigen, dan pH (Tjahjadi, 2011). Contohnya pada pembuatan sayur asin dan sauerkraut.

5.1.1 SauerkrautSauerkraut pada dasarnya adalah kubis asam (Bukle, 1987). Dalam pembuatan sauerkraut ini tidak perlu ditambahkan inokulum karena bakteri asam laktat yang akan memecah glukosa menjadi asam laktat sudah terdapat pada permukaan daun kubis. Sauerkraut adalah produk awetan irisan kubis yang dibuat melalui proses fermentasi dalam medium yang mengandung garam 2,5%. Pengolahan sauerkraut terdiri dari 2 tahap yaitu proses penggaraman dan proses fermentasi. (Setiasih, 2009).Langkah-langkah yang dilakukan dalam praktikum ini yakni penimbangan terhadap kubis yang agak layu, penimbangan ini bertujuan untuk mengetahui bobot awal kubis sebelum mendapatkan perlakuan. Setelah itu, membuang daun bagian luar sebagai implementasi dari sortasi lalu dibagi menjadi 4 bagian. Langkah selanjutnya adalah membuang empulurnya, karena empulur merupakan bagian yang kurang enak untuk dimakan sebab teksturnya keras. Setelah itu, kubis diiris dengan tebal sekitar 1 mm 2 mm. Pengirisan ini merupakan proses pengecilan ukuran. Lalu dilakukan penimbangan kembali, penimbangan kali ini bertujuan untuk mengetahui bobot sawi setelah mendapatkan beberapa perlakuan sebelum fermentasi. Kemudian dilakukan penambahan garam sebanyak 35 gram untuk tiap kg kubis iris atau kira-kira 2 sendok makan untuk tiap kg kubis. Penambahan garam ini bertujuan untuk merangsang pertumbuhan dan aktivitas bakteri asam laktat. Hal ini dimaksudkan, garam akan menyebabkan adanya peristiwa osmosis, yaitu keluarnya cairan beserta zat gizi yang terkandung dalam kubis. Zat-zat gizi yang keluar tersebut akan melengkapi substrat untuk pertumbuhan bakteri sehingga dihasilkan asam laktat. Garam dan asam laktat inilah yang akan menghambat pertumbuhan organisme lain yang tidak diinginkan selama proses berlangsung. Selain itu juga dapat menghambat kerja enzim dalam hal pelunakan jaringan kubis. Penggaraman merupakan salah satu proses paling penting dalam fermentasi kubis ini. Garam yang digunakan adalah garam non beryodium, apabila menggunakan garam beryodium, ion I- akan menghalangi kerja ion Cl- sehingga proses penjenuhan garam akan terhambat dan menyebabkan tidak akan jadinya sauerkaraut. Garam yang ditambahakan pada kubis akan mengion dan setiap ion kana menarik molekul-molekul air disekitarnya. Semakin besar kadar garam, semakin banyak air yang ditarik oleh ion hidrat. Larutan garam akan jenuh pada suatu lingkungan apabila lingkungan tersebut mengandung kadar garam 26, 5 persen. Tidak adanya air bebas dalam kubis menyebabkan mikroorganisme tidak mampu tumbuh. (Desrosier, 1988)Jumlah garam yang yang ditambahkan harus memiliki perbandingan yang tepat karena jumlah yang kurang bukan hanya dapat mengakibatkan pelunakan jaringan, tetapi juga akan menghasilkan flavor yang tidak diinginkan. Namun, bila terlalu banyak garam dapat menunda fermentasi alamiah dan menyebabkan warna menjadi gelap dan memungkinkan pertumbuhan khamir (Bukle, 1987). Kadar garam yang digunakan dalam pembuatan sauerkraut sebaiknya sekitar 5 10%. Apabila kadar garam terlalu rendah maka akan menyebabkan timbulnya bakteri proteolitik (pemecah protein). Sedangkan apabila kadar garam terlalu tinggi maka akan timbul bakteri halofilik (senang terhadap kadar garam tinggi) sehingga menyebabkan kecepatan reaksi fermentasi menjadi lambat bahkan tidak berjalan sama sekali. Metode penggaraman yang dipakai pada sauerkraut adalah metode penggaraman kering, yaitu dengan langsung menaburkan garam pada kubis. Setelah itu, dilakukan pengadukan kubis dengan garam dan membiarkannya selama 3 menit. Setelah 3 menit, kubis tersebut dimasukkan ke dalam jar.Kubis yang telah dimasukkan ke dalam jar ini ada yang ditaburi merica ada pula yang tidak. Lalu disimpan di tempat gelap selama 2 minggu. Penyimpanan ini bertujuan untuk menjaga agar RH dan suhu tetap konstant serta terlindung dari cahaya. Suhu juga merupakan salah satu faktor paling penting dalam pembuatan sauerkraut. Suhu optimalnya adalah 23,9 30 oC. Suhu diatas 30oC dapat menyebabkan tumbuhnya bakteri laktat homofermentatif Pediococcus cerevisiae dan Leuconostoc plantarum yang akan menyebabkan flavor produk lemah dan berasa asam. (Setiasih, 2009) Kubis yang akan difermentasi harus terendam dengan cairan. Apabila kubis tidak terendam dengan cairan, bakteri asam laktat tidak akan tumbuh. Cairan merupakan media tumbuhnya asam laktat. Selaput atau busa yang terbentuk selama fermentasi harus dibuang. Busa atau selaput tersebut merupakan produk yang dihasilkan oleh kapang Mycoderma yang tumbuh. Kapang ini menggunakan asam yang dihasilakn oleh proses fermentasi untuk keperluannya sendiri dan akibatnya mikroorganisme pembusuk tumbuh. (Tjahjadi, 2011) Warna, tekstur, dan aroma yang ada pada kubis sesaat setelah ditambahi garam masih belum terjadi perubahan yang signifikan. Warnanya putih kehijauan, teksturnya masih renyah, aroma masih khas kubis, dan memiliki berat 271 gram. Bakteri asam laktat belum tumbuh pada hari pertama ini.Warna dan aroma pada hari ketiga sudah menjadi putih kehijauan agak kekuningan dan aromanya sudah agak menyengat. Menurut Desrosier, 1988, perubahan sifat inderawi ini karena telah tumbuhnya bakteri Leuconostoc mesentroides. Aroma yang mulai tercium karena sudah tumbuh pula bakteri Enterobacter cloacae karena menghasilkan gas-gas dan asam-asam yang mudah menguap. Bakteri Leuconostoc mesentroides menghasilkan asam laktat 0.70-1,00%. Warna sudah mulai kekuningan karena pigmen klorofil tidak bersentuhan dengan udara.Warna dan aroma kubis yang difermentasi pada hari kelima sudah mulai berwarna putih kekuningan dan lebih menyengat daripada hari ketiga. Menurut Desrosier, 1988, perubahan sifat inderawi ini karena telah tumbuhnya bakteri Leuconostoc cucumeris yang menggantikan bakteri Leuconostoc mesenteroides. Aroma yang tercium sudah lebih menyengat daripada hari ketiga karena aktivitas bakteri Enterobacter cloacae sudah mulai tinggi yang menghasilkan gas-gas dan asam-asam yang mudah menguap. Bakteri Leuconostoc cucumeris menghasilkan asam laktat 1,00-2,00%. Warna sudah kekuningan karena pigmen klorofil tidak bersentuhan dengan udara yang agak lama.Warna dan aroma kubis yang difermentasi pada hari kedelapan sudah lebih berwarna kekuningan dan lebih menyengat daripada hari kelima. Menurut Desrosier, 1988, perubahan sifat ini inderawi ini masih disebakan oleh bakteri Leuconostoc cucumeris dan aktivitas Enterobacter cloacae yang lebih tinggi. Warna lebih kekuningan karena udara sudah tidak kontak lagi dengan klorofil kubis dalam waktu yang cukup lama. Warna dan aroma kubis yang difermentasi pada hari kesepuluh lebih kuning dan lebih menyengat daripada hari kedelapan. Menurut Desrosier, 1988, perubahan sifat inderawi ini karena telah tumbuhnya bakteri Leuconostoc pentoaceticus yang menggantikan bakteri Leuconostoc mesenteroides dan Leuconostoc cucumeris. Aroma yang tercium sudah lebih menyengat daripada hari kedelapan karena aktivitas bakteri Enterobacter cloacae sudah cukup tinggi yang menghasilkan gas-gas dan asam-asam yang mudah menguap. Bakteri Leuconostoc pentoaceticus menghasilkan asam laktat 2,00-3,00%. Warna sudah kekuningan karena pigmen klorofil tidak bersentuhan dengan udara dalam waktu sepuluh hari.Warna dan aroma kubis yang difermentasi pada hari kedua belas sangat kekuningan dan sangat menyengat. Menurut Desrosier, 1988, bakteri Leuconostoc pentatoaceticus masih hidup dalam kubis ini dan aktivitas bakteri Enterobacter cloacae sangat tinggi sehingga baunya sangat menyengat karena kadar asam yang dihasilkannya sangat tinggi. Warna sudah sangat kekuningan karena pigmen klorofil pada kubis tidak kontak dengan udara selama dua belas hari. Rendemen sauerkraut ini 143,5%. Hal ini dapat terjadi karena kandungan air dalam kubis bertambah sebagai produk dari fermentasi asam laktat.Sauerkraut ini berhasil difermentasi karena warnanya kekuningan. Sauerkraut yang gagal difermentasi yaitu menghasilkan warna gelap dan cita rasanya menyimpang.Sauerkraut yang diberi merica lebih awet dari pada sauerkraut yang tidak diberi merica. Hal ini terjadi karena merica mempunyai antimikroba yang mampu menghambat terhadap jamur dan bakteri. Antimikroba yang berperan pada merica yaitu jenis capsaisin.

5.2.2Sawi AsinSawi asin adalah produk sawi pahit atau jabung yang dibuat melalui proses fermentasi dalam medium yang mengandung garam 3%. Sawi asin ini diawetkan dengan asam yang dihasilkan oleh mikroorganisme asam laktat.Sawi pahit yang akan dibuat menjadi sawi asin harus dilayukan terlebih dahulu. Pelayuan sawi dimaksudkan agar sawi mudah dilipat dan mudah dimasukan kedalam toples untuk proses fermentasi. Sawi yang telah layu ditaburi garam sebanyak 2-3% dari berat sawi. Sawi yang telah ditaburi garam harus digilas-gilas sampai cairannya keluar. Cairan yang keluar setelah sawi digilas digunakan oleh bakteri asam laktat sebagia medium untuk pertumbuhannya.Sawi yang telah digilas dilipat, diikat dengan tali rafia agar tidak mudah lepas dan dimasukan kedalam toples. Air tajin dimasukan kedalam toples sampai sawi seluruhnya terendam. Air tajin merupakan bubur beras yang sangat encer. Bubur beras ini kaya akan nutrisi sehingga cocok untuk pertumbuhan bakteri asam laktat. Air tajin juga dimasukan kedalam kantung plastik dan digunakan sebagai pemberat. Tujuan ditambahkannya pemberat agar proses fermentasi tetap dalam kondisi anaerob. Air tajin yang digunakan sebagai pemberat karena apabila pemeberat itu pecah akan bercampur dengan air tajin dibawahnya.Bakteri asam laktat telah terdapat dalam sawi pahit sehingga tidak perlu ditambahkan starter lagi. Menurut Desrosier, 1988, bakteri asam laktat yang terdapat dalam sawi adalah Leuconostoc sp. yang dapat menghasilkan gas dan asm. Proses fermentasi sawi asin ini hampir sama dengan proses fermentasi pada sauerkraut. Fermentasi sawi asin juga sangat dipengaruhi oleh kadar garam dan suhu. Kadar garam ditambahakan agar zat gizi dan air akan keluar dari jaringan sawi sehingga melengkapi substrat untuk tumbuhnya bakteri asam laktat. Garam dengan kombinasinya dengan asam yang dihasilkan pada saat proses fermentasi akan menghambat pertumbuhan bakteri proteolitik dan bakteri homofermentatif yang dapat menyebabkan kegagalan dalam proses fermentasi sawi ini. (Setiasih, 2009)Menurut Prescot dan Dunn (1980) yang dikutip oleh Setiasih (2009), suhu optimum untuk proses fermentasi adalah 18-21oC. Suhu dibawah 16oC akan menyebakan fermentasi terhambat. Suhu diatas 32oC akan merangsang pertumbuhan bakteri Lactobacillus dan menghambat bakteri Leuconostoc. Menurut Sukarminah (2008), Lactobacillus merupakan bakteri yang dapat memecah gula menjadi asam laktat, sehingga kadar asam laktat dalam sawi bisa berlebihan.Warna, tekstur, dan aroma yang ada pada sawi sesaat setelah ditambahi garam masih belum terjadi perubahan yang signifikan. Warnanya hijau khas sawi segar, teksturnya masih keras khas sawi, dan aroma masih khas kubis. Bakteri asam laktat belum tumbuh pada hari pertama ini.Warna, aroma, tekstur pada hari ketiga sudah menjadi hijau layu, menjadi bau kacang, dan sudah agak layu. Menurut Desrosier, 1988, perubahan sifat inderawi ini karena telah tumbuhnya bakteri Leuconostoc. Aroma kacang yang terbentuk karena sudah tumbuh pula bakteri Enterobacter cloacae yang menghasilkan gas-gas dan asam-asam yang mudah menguap. Warna sudah hijau layu karena pigmen klorofil tidak bersentuhan dengan udara. Teksturnya sudah agak layu karena air dari jaringan sawi sudah keluar agak banyak yang digunakan untuk media tumbuhnya Leuconostoc.Warna, aroma, dan tekstur sawi yang difermentasi pada hari kelima sudah mulai berwarna hijau pudar dan lebih menyengat daripada hari ketiga. Menurut Desrosier, 1988, perubahan sifat inderawi ini karena tumbuhnya bakteri Leuconostoc sudah mulai tinggi. Aroma yang tercium sudah lebih menyengat daripada hari ketiga karena aktivitas bakteri Enterobacter cloacae sudah cukup tinggi yang menghasilkan gas-gas dan asam-asam yang mudah menguap. Warna sudah hijau pudar karena pigmen klorofil tidak bersentuhan dengan udara yang agak lama. Teksturnya sudah lebih layu karena air dari jaringan sawi sudah keluar cukup banyak yang digunakan untuk media tumbuhnya Leuconostoc.Warna, aroma, dan tekstur sawi yang difermentasi pada hari ketujuh sudah berwarna hijau lebih pudar dan sangat menyengat. Menurut Desrosier, 1988, perubahan sifat inderawi ini karena tumbuhnya bakteri Leuconostoc sudah sangat tinggi. Aroma yang tercium sudah sangat menyengat karena aktivitas bakteri Enterobacter cloacae sudah sangat tinggi yang menghasilkan gas-gas dan asam-asam yang mudah menguap. Warna hijau pudar karena pigmen klorofil tidak bersentuhan dengan udara yang selama satu minggu. Teksturnya sudah sangat layu karena air dari jaringan sawi sudah keluar semua yang digunakan untuk media tumbuhnya Leuconostoc.

5.2 Fermentasi Tidak SpontanFermentasi tidak spontan adalah proses fermentasi yang selalu ditambahkan mikroorganisme sebagai starter. Jumlah dan aktivitas mikroorganisme sangat berpengaruh dalam fermentasi jenis ini. (Tjahjadi, 2011)Fermentasi yang dilakukan dengan metode ini contohnya adalah tempe dan tape. Tempe dan tape dibuat dengan fermentasi tidak spontan karena bahan baku keduanya tidak mengandung mikroorganisme yang dapat berfermentasi secara alami.

5.2.1TempeTempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus arrhizus. (Sukarminah, 2008).Proses pembuatan tempe pada dasarnya dalah proses menumbuhkan spora jamur tempe, yaitu Rhizopus sp. Pada biji kedelai. Dalam pertumbuhannya, Rhizopus sp. membentuk benang-benang yang disebut sebagai benag hifa. Benang hifa ini mengikat biji kedalai yang satu dengan yang lainnya sehingga biji-biji itu membentuk suatu massa yang kompak. Massa kedelai inilah yang disebut tempe. Selama pertumbuhannya pun, Rhizopus menghasilkan enzim yang dapat menguraikan protein dalam biji kedelai sehingga protein-protein dalam biji kedelai mudah dicernakan.Selama proses fermentasi, diperkirakan banyak jenis mikroorganisme lain yang mungkin turut campur, tetapi tidak menunjukkan aktivitas yang nyata. Namun, aktivitas yang nyata dari mikroorganisme lain itu terlihat setelah aktivitas pertumbuhan Rizhopus sp. Melalui masa optimumnya, mikroorganisme penyebab kebusukan ikut beraksi sehingga tempe yang diharapkan pun tidak berhasil dibuat.Pembusukkan ini biasanya ditandai dengan adanya bau amoniak. Hal ini dapat saja terjadi apabila selama proses pembuatan tempe terjadi kekurangan dalam hal sanitasi dan kemurnian bibit yang akan digunakan. Dalam praktikum fermentasi tempe ini dibagi 2 perlakuan, yaitu dengan perebusan dantanpa perebusan.Biji kedelai yang akan dibuat menjadi tempe harus dibuang terlebih dahulu kulit arinya. Inokulum yang ditambahkan pada kedelai tidak akan tumbuh apabila masih terdapat kulit ari. Kedelai juga harus dikukus terlebih dahulu agar permukaan kedelai lunak dan inokulum dapat tumbuh pada biji kedelai dan membentuk tempe. (Anonim, 2011)Ragi tempe harus ditambahkan sebanyak 10 g/kg agar dapat menjadi tempe yang bagus. Apabila ragi tempe yang ditambahkan terlalu sedikit tempe tidak akan jadi dan bila ragi tempe yang ditambahkan terlalu banyak, tempe akan ditumbuhi oleh sangat banyak miselium. Ragi yang dipakai menjadi starter tempe adalah kapang jenis Rhizopus sp. Kapang ini akan memfermentasi biji kedelai menjadi lebih lunak, bernilai gizi lebih tinggi, dan lebih mudah dicerna. (Anonim, 2011)Biji kedelai yang telah diberi starter kemudian dikemas dalam daun pisang atau plastik. Pengemasan dengan daun pisang biasanya digunakan oleh produsen tradisional sedangkan pengemasan dengan plastik biasanya digunakan oleh produsen semi-modern. (Anonim, 2011) Proses fermentasi tempe berlangsung selama 2 hari diruangan tertutup dan hangat. Kondisi ini ditujukan agar kapang Rhizopus dapat tumbuh dengan optimum. (Anonim, 2011). Kapang ini memiliki sifat tumbuh pada kondisi gelap dan hangat. (Sukarminah, 2008)Plastik pembungkus tempe harus dibolongi terlebih dahulu. Lubang ini dilakukan agar CO2 yang dihasilkan Rhizopus sp.tidak jenuh didalam kemasan sehingga bisa merusak kemasan. Tempe yang dikemas dengan plastik memiliki karakteristik lebih putih daripada tempe yang dikemas daun, aromanya khas tempe, teksturnya agak keras, biji kedelainya setengah lembek, dan miseliumnya berwarna putih agak kasar.Tempe ini lebih putih karena tempe tidak terkontaminasi oleh kemasan plastik. Kemasan plastik yang digunakan tidak mempengaruhi sifat inderawi tempe karena plastik ini merupakan bahan yang susah sekali terurai dan tidak mudah kotor. Warna putih disebabkan oleh tumbuhnya miselium Rhizopus sp. pada tempe. Aroma yang terbentuk khas tempe. Aroma ini terbentuk karena adanya aktivitas kapang Rhizopus oryzae dan Rhizopus oligosporus yang menyebabkan senyawa volatil dalam kacang kedelai terurai dan tericium.Tekstur tempe menjadi agak keras daripada biji kedelai karena rizoid Rhizopus sp. melunakan biji kedelai. Biji kedelai menjadi setengah lembek karena aktivitas rizoid kapang Rhizopus sp.pula.Miselium Rhizopus sp. khas berwarna putih dan agak kasar. Miseliumnya masih muda sehingga warnanya belum gelap. Kekasaran miselium juga tergantung dari umur kapang. (Sukarminah, 2008)Daun pisang tidak perlu dilubangi seperti pada plastik, daun pisang memiliki stomata yang cukup besar sehingga udara CO2 hasil fermentasi Rhizopus sp. bisa keluar. Tempe yang dikemas dengan daun pisang memiliki karakteristik kurang putih daripada tempe yang dikemas plastik, aromanya khas tempe berbau busuk, teksturnya agak keras, biji kedelainya agak keras, dan miseliumnya berwarna putih.Tempe ini lebih kurang putih karena tempe terkontaminasi oleh daun pisang. Daun pisang yang digunakan berwarna agak kehitaman yang disebabkan oleh jamur, sehingga pinggiran tempe menjadi warna hitam karena kontak dengan daun pisang. Warna putih disebabkan oleh tumbuhnya miselium Rhizopus sp. pada tempe. Aroma yang terbentuk khas tempe. Aroma ini terbentuk karena adanya aktivitas kapang Rhizopus oryzae dan Rhizopus oligosporus yang menyebabkan senyawa volatil dalam kacang kedelai terurai dan tericium. Aroma daun pisang juga mempengaruhi pada tempe.Tekstur tempe menjadi agak keras daripada biji kedelai karena rizoid Rhizopus sp. melunakan biji kedelai. Biji kedelai menjadi setengah lembek karena aktivitas rizoid kapang Rhizopus sp.pula.Miselium Rhizopus sp. khas berwarna putih dan agak kasar. Miseliumnya masih muda sehingga warnanya belum gelap. Kekasaran miselium juga tergantung dari umur kapang. (Sukarminah, 2008)Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif.

5.2.2 TapeTape adalah jenis makanan hasil fermentasi alkoholik dari bahan makanan sumber pati seperti beras, singkong, dan lain-lain dengan bantuan ragi. Jumlah dan aktivitan ragi yang ditambahkan sangat berpengaruh terhadap makanan fermentasi yang dikehendaki. Adapun jenis mikroorganisme yang biasanya terdapat dalam ragi tape ini adalah Mucor chlamidosporus, Endomycopsis fibuliger, dan Saccharomyces cerevisiae. Penambahan ragi pada bahan pangan akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain yang terdapat secara alami pada bahan pangan tersebut. Ragi pun dapat mengubah tekstur dan rasa dari bahan pangan yang difermentasikan. Beras ketan yang akan dibuat menjadi tape harus direndam selama 45 menit agar lebih mekar dan dibuat menjadi nasi aron. Hal ini harus dilakukan agar starter dapat tumbuh. Starter tape tidak bisa tumbuh pada bahan baku yang keras. Nasi aron ketan juga harus didinginkan terlebih dahulu, karena bila starter dimasukan saat nasi masih panas, starter akan mati. Ragi yang dimasukan harus 1% dari berat bahan baku. Starter yang terlalu banyak dimasukan kedalam bahan baku akan menghasilkan alkohol yang berlebihan dan cita rasa yang sangat asam, apabila starter yang ditambahkan terlalu sedikit maka tape yang dihasilakn tidak akan sempurna.Nasi aron ketan yang telah ditambahkan starter, disimpan dalam toples rapat serta disimpan pada keadaan gelap. Kondisi ini harus berlangsung karena Saccaharomyces cerivisae bersifat anaerob dan tidak tahan dengan cahaya serta meerlukan suhu yang hangat. (Sukarminah, 2008)Nasi aron ketan setelah diberi starter dan disimpan selama 3 hari telah berubah menjadi tape ketan. Tape ketan ini memiliki sifat inderawi berwarna lebih putih daripada nasi aron ketan, sudah beraroma khas tape, kekerasannya sudah lunak, cita rasa alkohol sudah terbentuk, dan telah terbentuk rasa asam.Warna tape ketan lebih putih karena pigmen dalam nasi ketan telah diurai oleh Saccharomyces cerevisae.Aroma khas tape juga telah terbentuk aroma khas tape yang dihasilkan oleh bau alkoholnya. Teksturnya sudah agak lunak karena khamir ini dapt melunakan pati pada karbohidrat, cita rasa alcohol dan rasa manis sedikit asam diperoleh dari Mucor chlamidosporus dan Endomycopsis fibuligera memecah pati menjadi dekstrin dan senyawa gula sedrhana. Glukosa dan fruktosa oleh Saccharamocyces cerevisae diubah menjadi alkohol. Fermentasi lebih lanjut alcohol diubah menjadi asam organik dan ester yang merupakan komponen cita rasa tape. CO2 yang terjadi teramati ketika membuka toples terdapat desis udara yang keluar. (Tjahjadi, 2011)Reaksi yang berlangsung yaitu

C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2S.cerevisaeKapang dan khamir pada starter berfungsi sebagai perombak struktur polimer kompleks seperti selulosa dan pati dengan pertolongan enzim yang dihasilkannya sendiri. Karakteristik yang harus dimiliki mikroorganisme starter adalah mikroorganisme harus mampu tumbuh dengan cepat dan dibudidayakan secar besar, mikroorganisme harus memiliki ketahanan fisiologis dan menghasilkan enzim esensial agar perubahan kimia yang dikehendaki terjadi, serta kondisi lingkungan harus sesuai dengan kondisi optimum tumbuhnya mikroorganisme. (Tjahjadi, 2011)

VI.KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum fermentasi ini adalah: Fermentasi adalah proses pengawetan pangan dengan menggiatkan mikroorganisme yang diperlukan Fermentasi dibagi menjadi dua yaitu fermentasi spontan dan fermentasi tidak spontan Fermentasi spontan yaitu proses fermentasi yang dilakukan tanpa penambahan inokulum karena asam laktat sudah terdapat secara alami dalam bahan Fermentasi tidak spontan adalah fermentasi yang yang dilakukan dengan penambahan inokulum Fermentasi spontan sangat dipengaruhi oleh suhu dan garam Garam ditambahkan agar air yang terdapat dalam sel tertarik keluar dan dapat digunakan sebagi medium tumbug bakteri asam laktat Suhu optimum untuk fermentasi spontan adalah 18-21oC Bakteri asam laktat yang tumbuh pada sawi asin dan sauerkraut adalah Leuconostoc sp., Erwinia herbicola, dan Enterobacter cloacae Starter yang ditambahkan pada fermentasi tempe adalah kapang Rhizopus sp. Starter yang ditambahkan pada fermentasi tape adalah khamir Saccharomyces cerevisiae Fermentasi dilakukan pada kondisi anaerob dan tidak ada cahaya

DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K.A., Edwards, G.H. Fleet, dan H. Wooton. 1987. Ilmu Pangan (Terjemahan). Universitas Indonesia : Jakarta

Desrosier, Norman. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah: Muchji Muljohardjo. Penerbit UI Press: Jakarta

Setiasih, Imas Siti, dkk. 2009. Metode Reverse Osmosis Pada Pembuatan Sauerkraut Keciwis Mungkinkah?. LPPM dan FTIP Unpad: Bandung

Sukarminah, Een, dkk. 2008. Mikrobiologi Pangan. FTIP Unpad: Jatinangor

Tjahjadi, C dan Herlina Marta. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Universitas Padjajaran, Bandung.

Tjahjadi,C. dkk. 2011. Praktikum Bahan Pangan dan Dasar-Dasar Pengolahan.Universitas Padjajaran, Bandung.

JAWABAN PERTANYAAN

A. Fermentasi Spontan

1. Apa sebabnya pada pembuatan sayur asin tidak ditambahkan inokulum/ragi?Jawab:Sawi asin dan sauerkraut telah terdapat secara alami bakteri asam laktat di dalamnya. Bakteri tersebut adalah Leuconostoc sp., garam yang ditambahkan pada sawi dan kubis akan menarik air dari jaringannya dan menjadi media tumbuhnya bakteri Leuconostoc sp.

2. Mengapa selama fermentasi selaput/busa di permukaan harus dibuang?Jawab:Selaput/busa yang terjadi selama ferementasi harus dibuang karena kapang Mycoderma telah tumbuh diatas larutan garam. Kapang ini harus dibuang karena dapat menggunakan asam yang dihasilkan oleh proses fermentasi untuk keperluannya sendiri dan akibatnya bakteri pembusuk tumbuh.

B. Fermentasi Tidak Spontan

1. Apa yang dimaksud dengan starter?Jawab: Starter adalah mikroorganisme yang ditambahkan pada proses fermentasi tidak spontan. Mikroorganisme ini akan melakukan proses fermentasi pada bahan seperti tape, tempe, atau susu.

2. Mengapa dalam pembuatan tempe kapang Rhizopus oryzae dan kapang Rhizopus oligosporus sebaiknya digunakan keduanya?Jawab:Karena dalam pembuatan tempe kedua kapang tersebut akan bekerja sama sehingga dihasilkan proses fermentasi yang cepat. Proses fermentasi dapat berlangsung lebih cepat apabila kedua kapang ini digunakan karena masing-masing kapang memiliki keunggulannya masing-masing dalam proses fermentasi. Pada proses pembuatan tempe R. olygosporus mensintesis enzim pemecah protein (protease) lebih banyak sedangkan R. oryzae lebih banyak