pembentukan pola makan sosantro
DESCRIPTION
Pola makan atau pola konsumsi pangan merupakan susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Yayuk Farida Baliwati. dkk, 2004). Pola makan pada dasarnya merupakan konsep budaya bertalian dengan makanan yang banyak dipengaruhi oleh unsur social budaya yang berlaku dalam kelompok masyarakat itu, seperti nilai sosial, norma sosial dan norma budaya bertalian dengan makanan, makanan apa yang dianggap baik dan tidak baik (Sediaoetama, 1999).TRANSCRIPT
Pembentukan Pola Makan, Pola Makan
sebagai Produk Budaya, Nilai Sosial Pangan
& Makanan
Ditulis dalam rangka memenuhi mata kuliah Sosiologi Antropolgi
Gizi
Oleh Kelompok III
JURUSAN GIZI
POLTEKKES DENPASAR
2013
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik tanpa ada halangan sedikitpun. Makalah ini kami beri judul
“Pembentukan Pola Makan, Pola Makan sebagai Produk Budaya, Nilai Sosial
Pangan dan Makanan”.
Kami mengharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat yang positif
bagi para pembaca, baik dalam ilmu pengetahuan ataupun dalam kehidupan sosial
masyarakat.
Kami menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
masih membutuhkan pengembangan lebih lanjut. Oleh karena itu, saran dan kritik
sangat kami harapkan guna menambah wawasan dan agar nantinya kami dapat
membuat makalah yang lebih baik.
Pada akhinya kami berharap agar makalah ini dapat berguna bagi
pembaca.
Om Santih, Santih, Santih Om
Denpasar, 23 Februari 2013
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul...................................................................................................................1
Kata Pengantar...................................................................................................................2
Daftar Isi............................................................................................................................3
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang.................................................................................................4
1.2 Tujuan Penulisan..............................................................................................4
1.3 Manfaat Penulisan............................................................................................5
Bab II Pembahasan
2.1 Pengertian Pola Makan..................................................................................6
2.2 Pembentukan Pola Makan.............................................................................8
2.3 Pola Makan sebagai Produk Budaya...........................................................10
2.4 Nilai Sosial Pangan dan Makanan...............................................................11
Bab III Penutup
3.1 Simpulan........................................................................................................13
Daftar Pustaka..................................................................................................................14
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia mencerminkan perbedaan yang sangat beragam dari bermacam-
macam budaya baik antara suku bangsa di Indonesia maupun dari budaya luar.
Berawal dari pandangan umum bahwa makanan di setiap wilayah tidak dapat
dilepaskan dari tiga faktor penting yaitu iklim, sumber daya alam, dan kebiasaan
masyarakat, sehingga di Indonesia makanan sangat beragam jenisnya dan
menarik. Jadi ketiga faktor tersebut melatarbelakangi perkembangan budaya
makan yang terkait dengan aspek-aspek historis dan di samping kultur masyarakat
setempat.
Kepercayaan suatu masyarakat tentang makanan berakibat pada kebiasaan
makan serta berakibat pula pada kondisi gizinya. Bagi antropologi kebiasaan
makan sebagai sesuatu yang sangat kompleks karena menyangkut tentang cara
memasak, suka atau tidak suka serta adanya berbagai kepercayaan dan persepsi
mistis atau takhayul yang berkaitan dengan kategori makan, produksi, persiapan
dan konsumsi makanan (Foster dan Anderson, 1986).
Peran makanan dalam kebudayaan merupakan kegiatan ekspresif yang
memperkuat kembali hubungan – hubungan dengan kehidupan sosial, sanksi-
sanksi, agama, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi dengan berbagai
dampaknya. Dengan kata lain, kebiasaan makan atau pola makan tidak hanya
sekadar mengatasi tubuh manusia saja, melainkan dapat memainkan peranan
penting dan mendasar terhadap ciri-ciri dan hakikat budaya makan. Oleh karena
itu masyarakat secara tidak langsung akan memiliki sebuah pola makan yang telah
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
1.2 Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka adapun tujuan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari pola makan.
2. Untuk mengetahui pembentukan pola makan.
4
3. Untuk mengetahui pola makan sebagai budaya.
4. Untuk mengetahui nilai sosial pangan dan makanan.
1.3 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi penulis dapat memiliki dan menambah wawasan serta pengetahuan lebih
mengenai pembentukan pola makan, pola makan sebagai budaya, serta nilai
sosial pangan dan makanan.
2. Bagi Dosen mata kuliah yang bersangkutan makalah ini dapat dijadikan sebagai
bahan atau persyaratan yang akan membantu dalam pemenuhan nilai yang
mesti dicapai oleh mahasiswa. Selain itu dapat membantu dalam mewujudkan
suatu sistem pembelajaran yang berdasarkan KBK.
3. Bagi masyarakat, makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam hal
penulisan makalah ataupun paper lainnya.
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pola Makan
Pola makan atau pola konsumsi pangan merupakan susunan jenis dan
jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu
tertentu (Yayuk Farida Baliwati. dkk, 2004). Pola makan pada dasarnya
merupakan konsep budaya bertalian dengan makanan yang banyak dipengaruhi
oleh unsur social budaya yang berlaku dalam kelompok masyarakat itu, seperti
nilai sosial, norma sosial dan norma budaya bertalian dengan makanan, makanan
apa yang dianggap baik dan tidak baik (Sediaoetama, 1999). Faktor sosial budaya
yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan dalam masyarakat, rumah tangga
dan individu menurut Koentjaraningrat meliputi apa yang dipikirkan, diketahui
dan dirasakan menjadi persepsi orang tentang makanan dan apa yang dilakukan,
dipraktekkan orang tentang makanan. Kebiasaan makan juga dipengaruhi oleh
lingkungan (ekologi, kependudukan, ekonomi) dan ketersediaan bahan makanan.
Menurut Santosa dan Ranti (2004) pola makan merupakan berbagai
informasi yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan
yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu
kelompok masyarakat tertentu. Dari dua pakar tersebut dapat dikatakan pola
makan adalah cara atau perilaku yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok
orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan
setiap hari, yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi makan
yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka hidup.
Metode pengukuran pola makan untuk individu, antara lain :
1. Metode Food recall 24 jam
Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan
jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu.
Hal penting yang perlu diketahui adalah bahwa dengan recall 24 jam data
yang diperoleh cenderung bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu
6
ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat URT (sendok, gelas,
piring dan lain-lain).
2. Metode estimated food records
Pada metode ini responden diminta untuk mencatat semua yang ia makan
dan minum setiap kali sebelum makan dalam URT (Ukuran Rumah
Tangga) atau menimbang dalam ukuran berat (gram) dalam periode
tertentu (2-4 hari berturut-turut), termasuk cara persiapan dan pengolahan
makanan tersebut.
3. Metode penimbangan makanan (food weighing)
Pada metode penimbangan makanan, responden atau petugas menimbang
dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi responden selama 1 hari.
Penimbangan makanan ini biasanya berlangsung beberapa hari tergantung
dari tujuan, dana penelitian dan tenaga yang tersedia. Perlu diperhatikan,
bila terdapat sisa makanan setelah makan maka perlu juga ditimbang sisa
tersebut untuk mengetahui jumlah sesungguhnya makanan yang
dikonsumsi.
4. Metode dietary history
Metode ini bersifat kualitatif karena memberikan gambaran pola konsumsi
berdasarkan pengamatan dalam waktu yang cukup lama (bias 1 minggu, 1
bulan, 1 tahun). Burke (1974) menyatakan bahwa metode ini terdiri dari
tiga komponen yaitu :
Komponen pertama adalah wawancara (termasuk recall 24 jam),
yang mengumpulkan data tentang apa saja yang dimakan
responden selama 24 jam terakhir.
Komponen kedua adalah tentang frekuensi penggunaan dari
sejumlah bahan makanan dengan memberikan daftar (check list)
yang sudah disiapkan, untuk mengecek kebenaran dari recall 24
jam tadi.
Komponen ketida adalah pencatatan konsumsi selama 2-3 hari
sebagai cek ulang. Hal yang perlu mendapat perhatian dalam
pengumpulan data adalah keadaan musim-musim tertentu dan hari-
hari istimewa seperti awal bulan, hari raya dan sebagainya.
7
5. Metode frekuensi makanan (food frequency)
Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi
konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu
seperti hari, minggu, bulan atau tahun. Kuesioner frekuensi makanan memuat
tentang daftar makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada periode
tertentu. Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang
dikonsumsi dalam frekuensi yang cukup sering oleh responden.
2.2 Pembentukan Pola Makan
Kebiasaan pola makan dipengaruhi oleh variable lingkungan dimana
masyarakat itu hidup:
I. Zona lingkungan terbagi atas:
- wilayah pedesaan (dengan ciri pegunungan dan persawahan).
- wilayah pesisir dan pantai.
- wilayah urban/perbatasan kota desa.
-wilayah perkotaan.
II. Lingkungan cultural:
- sosial : kondisi pertanian/perternakan, sistem produksi pangan,
pemasaran dan distribusi pangan, daya beli, pola menu.
- fisik : wilayah pemukiman, peralatan produksi pangan.
III. Populasi penduduk
- komposisi : kelahiran, kematian, migrasi, pertumbuhan, usia, jenis
kelamin.
Frekuensi makan yang dialami oleh masing-masing orang dapat berbeda-
beda tiap waktunya. Pada suatu saat, mungkin sempat melihat ada seorang istri
dalam mobilnya duduk di samping kiri suaminyayang sedang memegang setir
mobil menyuapi suami untuk makan pagi. Dalam suatu waktu tertentu, mungkin
sempat melihat anak kecil yang mau berangkat sekolah disuapi makan dalam
kendaraan sepanjang jalan menuju lokasi sekolah.
Tingginya jam kerja atau padatnya aktivitas menyebabkan orang harus
mengubah jam makan. Hal yang menarik, budaya pada suatu daerah tertentu dapat
pula muncul diversifikasi makanan sesuai dengan waktunya. Di kalangan
8
masyarakat muncul pemahaman ada yang biasa dikonsumsi pada pagi, siang, dan
malam hari. Ketika makan pun, ditemukan ada makanan pembuka, pokok, dan
penutup. Berawal dari budaya kelompok tertentu, pada saat ini sudah mulai
muncul etika makan yang dijadikan alat kontrol untuk mengukur budaya
seseorang dalam makan. Contohnya, ketika makan tidak boleh berbicara, jangan
duduk membungkuk atau bersandar malas.
Adanya kebiasaan atau pola makan yang berkembang pada setiap daerah
dan dalam diri masing-masing tiap individu, maka terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi terbentuknya pola makan tersebut, yakni sebagai berikut:
1. Faktor ekonomi
Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi kosumsi
pangan adalah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya akan pendapatan
akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas
yang lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan
menurunnya daya beli pangan baik secara kulaitas maupun kuantitas.
2. Faktor sosio budaya
Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang cukup besar
untuk mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah pangan yang akan
dikosumsi. Kebudayaan menuntun orang dalam cara bertingkah laku dan
memenuhi kebutuhan dasar biologinya, termasuk kebutuhan terhadap pangan.
3. Agama
Pantangan yang didasari agama, khususnya Islam disebut haram dan
individu yang melanggar hukumnya berdosa. Konsep halal dan haram sangat
mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang akan dikosumsi.
4. Pendidikan
Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, yaitu
kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan inderanya yang berbeda
dengan kepercayaan tahayul serta penerangan-penerangan yang keliru. Hal ini
akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan
gizi. Rendahnya pengetahuan gizi dapat menyebabkan timbulnya masalah gizi
dengan berbagai manifestasinya dalam masyarakat.
5. Lingkungan
9
Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku
makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah,
serta adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak. Kebiasaan makan
dalam keluarga.
6. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup telah membuktikan dapat mempengaruhi pola makan
dan kesehatan. Gaya hidup modern yang dicirikan dengan gaya serba cepat, serba
instan, efisien dan sangat ketat dalam mengatur waktu ikut mempengaruhi pola
makan dan jenis makanan yang dikonsumsi.
7. Ketersediaan Pangan
Penyediaan pangan merupakan kegiatan pertama menuju kearah konsumsi
pangan. Tidak mungkin kita mengkonsumsi makanan yang tidak terseedia.
8. Jumlah Anggota Keluarga
Dalam masyarakat terdapat variasi jumlah anggota keluarga. Dengan
perbedaan jumlah anggota keluarga tetapi dengan jumlah makanan yang sama
akan sangat mempengaruhi pola konsumsi seseorang.
2.3 Pola Makan sebagai Produk Budaya
Budaya merupakan hasil pengungkapan diri manusia ke dalam materi sejauh
diterima dan dimiliki oleh suatu masyarakat dan menjadi warisannya (Veeger,
1992). Berbicara tentang konsep makanan, maka makanan dapat berasal dari laut,
tanaman yang tumbuh di pertanian, yang dijual di pasar tradisional maupun
supermarket. Makanan tidaklah semata-mata sebagai produk organik hidup
dengan kualitas biokimia, tetapi makanan dapat dilihat sebagai gejala budaya.
Gejala budaya terhadap makanan dibentuk karena berbagai pandangan
hidup masyarakatnya. Suatu kelompok masyarakat melalui pemuka ataupun
mitos-mitos (yang beredar di masyarakat) akan mengijinkan warganya memakan
makanan yang boleh disantap dan makanan yang tidak boleh disantap. “Ijin”
tersebut menjadi semacam pengesahan atau legitimasi yang muncul dalam
berbagai peraturan yang sifatnya normatif. Masyarakat akan patuh terhadap hal
itu.
10
Munculnya pandangan tentang makanan yang boleh dan tidak boleh
disantap menimbulkan kategori “bukan makanan” bagi makanan yang tidak boleh
disantap. Hal itu juga memunculkan pandangan yang membedakan antara
nutrimen (nutriment) dengan makanan (food). Nutrimen adalah konsep biokimia
yaitu zat yang mampu untuk memelihara dan menjaga kesehatan organisme yang
memakannya. Sedang makanan (food) adalah konsep budaya, suatu pernyataan
yang berada pada masyarakat tentang makanan yang dianggap boleh dimakan dan
yang dianggap tidak boleh dimakan dan itu bukan sebagai makanan (Foster &
Anderson, 1986).
2.4 Nilai Sosial Pangan dan Makanan
Pangan sebagai fungsi nilai social ada kaitannya dengan pemahaman
terhadap situasi status gizi kelompok personal dalam masyarakat. Selain ada
kaitannya pangan juga ada kaitannya dengan kebiasaan makan. Kebiasaan makan
adalah cara pandang masyarakat terhadap pangan yang dikaitkan dengan social,
kultur, tekanan ekonomi, pilihan, dan pemanfaatan pangan tertentu. Fungsi nilai
sosial pangan, yaitu:
1. Gastronomic.
Mengisi perut (gaster) yang kosong.
Dipilih berdasarkan preferensi/kesukaan. Contohnya orang Eropa suka
pangan lunak, orang Afrika suka pangan yg perlu dikunyah (daging), dan orang
Asia suka rasa tertentu dari pangan (beras).
2. Alat identitas budaya.
Dijadikan indicator asal budaya mereka. Contoh orang beragama Hindu
tidak makan daging, orang eskimo menyukai daging mentah, dan orang Jawa
suka rasa manis, dll.
3. Agama dan kepercayaan.
Dikaitkan dengan upacara-upacara khusus. Misalnya, kambing untuk
akikah bagi pemeluk agama Islam, roti dan anggur punya makna khusus bagi
umat Nasrani, dan kepala kerbau untuk sedekah laut, dll.
4. Alat komunikasi.
11
Diberi makna sebagai sarana komunikasi nonverbal. Misalnya,
parsel/bingkisan makanan untuk orang-orang terentu, pada hari raya ada
kebiasaan mengirim ketupat, dll. Pangan khusus (tumpeng) sebagai nadzaring,
pangan dari bawahan pada saat atasan naik pangkat.
5. Ekspresi status social ekonomi.
Dikaitkan simbol status dari status sosial/ ekonomi
Nilai gizi pangan kadang tidak diperhitungkan. Contohnya roti tawar putih
untuk orang kaya dan roti yang berwarna untuk orang miskin, nasi pulen, putih
untuk orang kaya, orang kaya lebih banyak mengkonsumsi gula dan pangan
hewani, dll.
6. Simbol kekuasaan/kekuatan
Bermakna politik/menunjukkan kekuasaan. Misalnya pembedaan jenis
makanan antara pembantu dan majikan, pembedaan jenis makanan ayah
dengan anggota keluarga yang lain, serta pangan sebagai alat politik antar
negara.
2.5 Pola Makan Pokok Di Daerah Indonesia secara umum, yitu makanan
pokoknya adalah beras. Beras sebagai sumber Karbohidrat 70-80%
Pola makan pokok di Indonesia:
a. Pola beras : Sumatera (kecuali lampung), Jabar, Kalimantan, NTB.
b. Pola beras-jagung : Jateng, Sulawesi selatan, Sulewesi utara.
c. Pola beras-umbi-umbian : Irian Jaya.
d. Pola beras-umbi-imbian-jagung : Lampung, Yogyakarta
e. Lainnya (pola yang di luar kelompok di atas) : Jawa timur, Bali, Sulawesi
tenggara, NTT.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dari makalah ini, maka dapat disimpulkan
bahwa pengertian dari pola makan adalah cara atau perilaku yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan
dalam konsumsi pangan setiap hari, yang meliputi jenis makanan, jumlah
makanan dan frekuensi makan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial, budaya
dimana mereka hidup. Kemudian pola makan berkaitan erat dengan budaya, oleh
karena itu pola makan merupakan produk budaya, dimana pembentukan pola
makan, frekuensi serta hidangan bergantung pada faktor-faktor yang
mempengaruhi pola makan tersebut. Adapun beberapa nilai sosial pangan dan
makanan antara lain seperti gastronomic, alat identitas budaya, agama dan
kepercayaan, alat komunikasi, ekspresi status sosial ekonomi, dan simbol
kekuasaan/kekuatan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Baliwati, Yayuk Farida, dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya
Foster, George M dan Barbara Gallatin Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan. Penerjemah Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta Swasono, Jakarta: UI Press.
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta: Jakarta.
Kusuma, Brilliant Vanda. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Masyarakat Di Indonesia (Tahun 1988-2005). Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.
Santosa dan Ranti. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta
Sediaoetama, A.D. 1999. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid II. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta.
Sudarma, Momon. 2008. Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
V. Irmayanti Meliono-Budianto. 2004. Dimensi Etis Terhadap Budaya Makan Dan Dampaknya Pada Masyarakat. Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.
Veeger, K.J.. 1992. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
14
LAMPIRAN
Nama Anggota Kelompok:
PO7131012003 G. A. Cynthia Arviantika
PO7131012007 Luh Putu Laksmi Widayanti
PO7131012011 Ni Luh Putu Novi Priyatni
PO7131012015 I Putu Cipta Pebriawan
PO7131012019 Ni Putu Puri Sri Rejeki
PO7131012023 A. A. Winda Mirantini
PO7131012027 I. A. Aditya Prajhadianti
PO7131012031 Ni Putu Diah Pithaloka Dewani
PO7131012035 I. G. A. Bintang Kartika Dewi
PO7131012039 Ni Kadek Juliani
PO7131012043 Ni Wayan Tia Pratiwi
15