pembuatan bioetanol dari kulit pisang
TRANSCRIPT
Produksi Bioetanol Limbah Kulit Pisang oleh Saccharomyces cerevisiae
dengan Konsentrasi Enzim Selulase Berbeda
Mini riset
Disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Bioproses
Disusun oleh :
kelompok 7
Dhiyassalam Imam 1006722
Ervi Afifah 1006470
Santika Ferbriwardani
Seila Arrumwardana
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bioetanol merupakan hasil dari proses fermentasi gula yang berasal
sumber karbohidrat (pati) menggunakan bantuan mikroorganisme. Produksi
bioetanol dari tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat, dilakukan melalui
proses konversi karbohidrat menjadi gula atau glukosa dengan beberapa metode
diantaranya dengan hidrolisis asam dan secara enzimatis. Metode hidrolisis secara
enzimatis lebih sering digunakan karena lebih ramah lingkungan dibandingkan
dengan katalis asam. Glukosa yang diperoleh selanjutnya dilakukan proses
fermentasi atau peragian dengan menambahkan yeast atau ragi sehingga diperoleh
bioetanol (Khairani, 2007).
Bioetanol dapat dihasilkan dari tanaman yang banyak mengandung
senyawa selulosa dengan menggunakan bantuan dari aktivitas mikroba (Seftian et
al., 2012). Ragi yang dapat digunakan dalam proses fermentasi etanol adalah
Saccharomyces cerivisiae (Bailey, 1986).
Bioetanol dapat diperoleh dari berbagai macam substrat, diantaranya
adalah kulit pisang. Kulit pisang merupakan salah satu permasalahan limbah di
alam karena akan meningkatkan keasaman tanah dan mencemarkan lingkungan
(Seftian et al., 2012). Menurut hasil penelitian dari Balai Penelitian dan
Pengembangan Industri, kulit pisang mengandung berbagai macam senyawa
seperti air, gula pereduksi, sukrosa, pati, protein kasar, pektin, protopektin, lemak
kasar, dan abu. Dalam kulit pisang ini pun kandungan pektinnya sangat besar.
Produksi bioetanol sangat dipengaruhi oleh aktifitas dari enzim yang
dihasilkan oleh mikroorganisme. Dalam hal ini, dilakukanlah penelitian mengenai
jumlah bioentanol yang dihasilkan dari beberapa konsentrasi enzim.
1.2 Rumusan Masalah dan pertanyaan penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dapat
diambil adalah Bagaimana produksi bioetanol dari limbah pisang oleh
Saccharomyces cerevisiae dengan konsentrasi enzim yang berbeda?
Dari rumusan masalah diatas, terdapat beberapa pertanyaan penelitian
diantaranya :
1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi produksi Bioetanol?
2. Berapa lamakah proses produksi mulai dari kulit pisang utuh hingga
terbentuk
Bioetanol murni?
3. Pada konsentrasi enzim berapakah dihasilkan Bioetanol terbanyak?
1.3 Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui produksi
bioetanol dari limbah pisang oleh Saccharomyces cerevisiae yang paling optimal
dengan konsentrasi enzim yang berbeda.
1.4 Manfaat penelitian
Dari penelitian ini diharapkan adanya manfaat berupa bertambahnya
khasanah keilmuan bagi siapapun yang membaca, bertambahnya sumber
informasi tentang substrat yang dapat dimanfaatkan untuk produksi bioetanol serta
terciptanya Sumber Daya Alam baru yang dapat dihasilkan dari limbah kulit
pisang.
1.5 Asumsi awal
Dari penelitian sebelumnya penambahan enzim selulosa untuk pemecahan
selulosa menjadi glukosa yang akan dikonversi menjadi etonol paling optimal
adalah 9 ml dengan masa fermentasi 5 hari.
1.6 Hipotesis
Berdasarkan penelitian terdahulu, menghasilkan dugaan berupa
penambahan enzim selulosa pada pretreatment sebanyak 9 ml akan menghasilkan
kadar etanol paling banyak.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan melalui bantuan agen biologis dan
merupakan jenis bahan bakar yang dapat diperbaharui. Etanol dapat dibuat dari
berbagai bahan hasil pertanian yang mengandung turunan gula (Hill et.al., 2006;
Widyastuti, 2010). Bioethanol dapat dihasilkan dari tanaman yang banyak
mengandung senyawa selulosa dengan menggunakan bantuan dari aktivitas
mikroba (Seftian et al., 2012). Kulit pisang merupakan salah satu permasalahan
limbah di alam karena akan meningkatkan keasaman tanah dan mencemarkan
lingkungan (Seftian et al., 2012). Ragi yang dapat digunakan dalam proses
fermentasi etanol adalah Saccharomyces cerivisiae (Bailey, 1986).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana produksi bioetanol dari limbah pisang oleh Saccharomyces
cerevisiae dengan konsentrasi enzim yang berbeda?
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui produksi bioetanol dari limbah pisang oleh Saccharomyces
cerevisiae yang paling optimal dengan konsentrasi enzim yang berbeda.
BAB II
PRODUKSI ETANOL DARI LIMBAH KULIT PISANG OLEH
Saccharomyces cerevisiae
A. Bioetanol
Etanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang mempunyai
beberapa kelebihan, diantaranya sifat etanol yang dapat diperbarui dan ramah
lingkungan karena emisi karbondioksidanya rendah (Jeon et al., 2007). Bioetanol
merupakan alkohol, yang dibuat dengan fermentasi biomassa yang berkarbohidrat
tinggi. Etanol dapat dibuat dari berbagai bahan hasil pertanian, sampah organik,
bahan yang mengandung selulosa seperti kayu, bahkan dari alga.
Bioetanol merupakan hasil dari proses fermentasi gula yang berasal
sumber karbohidrat (pati) menggunakan bantuan mikroorganisme. Produksi
bioetanol dari tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat, dilakukan melalui
proses konversi karbohidrat menjadi gula atau glukosa dengan beberapa metode
diantaranya dengan hidrolisis asam dan secara enzimatis. Metode hidrolisis secara
enzimatis lebih sering digunakan karena lebih ramah lingkungan dibandingkan
dengan katalis asam. Glukosa yang diperoleh selanjutnya dilakukan proses
fermentasi atau peragian dengan menambahkan yeast atau ragi sehingga diperoleh
bioetanol (Khairani, 2007).
Salah satu metode pembuatan etanol yang paling terkenal adalah
fermentasi. Bahan baku untuk proses fermentasi berupa bahan mentah seperti
mono/disakarida (gula tebu, tetes tebu), bahan berpati (padi, jagung, umbi, dll),
dan bahan selulosa (kayu, limbah pertanian) (Supriyanto dan Wahyuni, _____).
Proses fermentasi dapat dijalankan secara batch maupun kontinyu. Fermentasi
secara batch membutuhkan waktu sekitar 50 jam, pH awal 4.5 dan suhu 20-30oC
untuk menghasilkan yield etanol 90% dari nilai gula teoritis. Hasil akhir etanol
sekitar 10-16% v/v (Bailey, 1986).
B. Substrat Kulit Pisang
Kulit pisang merupakan substrat dalam penelitian ini karena mengandung
karbohidrat. Karbohidrat pertama-tama diurai terlebih dahulu melalui proses
hidrolisis kemudian difermentasi oleh Saccharomyces cereviseae menjadi alkohol.
Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan dari fermentasi gula dari sumber karbohidrat
menggunakan bantuan mikroorganisme (Seftian et al., 2012).
Menurut hasil penelitian dari Balai Penelitia dn Pengembangan Industri,
kulit pisang mengandung berbagai macam senyawa seperti air, gula pereduksi,
sukrosa, pati, protein kasar, pektin, protopektin, lemak kasar, dan abu. Dalam kulit
pisang ini pun kandungan pektinnya sangat besar.
C. Saccharomyces cerevisiae
Klasifikasi
Kingdom : Fungi
Divisio : Ascomycota
Class : Saccharomycetes
Order : Saccharomycetales
Famili : Saccharomycetaceae
Genus : Saccharomyces
Spesies : Saccharomyces cerevisiae
Penggunaan ragi Saccharomyces cerevisiae banyak digunakan untuk
meningkatkan hasil produksi bioetanol dari gula karena tidak membutuhkan sinar
matahari dalam pertumbuhannya. Saccharomyces cerevisiae dalam bentuk ragi
dapat langsung digunakan sebagai inokulum pada kultivasi etanol sehingga tidak
diperlukan penyiapan inokulum secara khusus (Purwanto, 2012).
Fermentasi etanol merupakan aktivitas penguraian gula (karbohidrat)
menjadi senyawa etanol dengan mengeluarkan gas CO2, fermentasi ini dilakukan
dalam kondisi anaerob. Produksi bioetanol paling banyak menggunakan mikroba
Saccharomyces cerevisiae yang bersifat anaerob (Ismuyanto, et al., 2013).
Mikroba ini dapat digunakan untuk konversi gula menjadi etanol dengan
Saccharomyces cerevisiae
Sumber: microbiologyonline.org.uk
kemampuan konversi yang baik (Nyoman et al., 2011). Selain itu,
Saccharomyces cerevisiae juga tahan terhadap etanol kadar tinggi, tahan terhadap
pH rendah, dan tahan terhadap temperatur tinggi (Suyandra, 2007).
D. Trichoderma sp.
Klasifikasi
Kingdom : Fungi
Divisio : Ascomycota
Class : Sordariomycetes
Order : Hypocretales
Famili : Hypocreaceae
Genus : Trichoderma
Spesies : Trichoderma sp.
Produksi etanol dari biomassa selulosa limbah pertanian meliputi tahap
pretreatment, hidrolisis (sakarifikasi), fermentasi dan tahap pemurnian etanol.
Secara umum proses pretreatment digunakan untuk memecah lignin dari
hemiselulosa dan selulosa. Pretreatment yang dilakukan dengan menggunakan
NaOH 0.5 M dan dipanaskan dengan microwave selama 40 menit dapat
mengurangi lignin sampai 30 % dan meningkatkan selulosa sebanyak 72 %.
Proses hidrolisis dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan glukosa yang
kemudian difermentasi oleh khamir untuk menghasilkan etanol. Hidrolisis
meliputi proses pemecahan polisakarida di dalam biomassa lignoselulosa yaitu,
menjadi monomer gula penyusunnya (Kodri et al., 2013).
Enzim yang dapat menghidrolisis selulosa adalah selulase. Produksi
selulase secara komersial biasanya menggunakan kapang atau bakteri. Kapang
yang bisa menghasilkan selulase adalah Aspergillus niger, Trichoderma viride,
dan lain-lain. Bakteri yang bisa menghasilkan selulase adalah Pseudomonas,
Cellulomonas, dan Bacillus. Diantara beberapa jenis kapang dan bakteri yang bisa
menghasilkan selulase, yang potensial untuk dikembangkan dalam pembuatan
enzim selulase salah satunya adalah kapang Trichoderma viride (Arnata, 2009).
Trichoderma sp.
Sumber: mycology.adelaide.edu.au
Dalam mini riset ini Trichoderma sp. digunakan sebagai penghasil enzim selolusa
untuk proses hidrolisis pati yang terdapat pada kulit pisang. Dalam penelitian
Kodri et al. (2013). Seperti yang diketahui pada limbah lignoselulosa, selulosa
terikat dengan lignin sehingga sulit sekali dilakukan hidrolisis selulosa tanpa
memecah pelindung lignin ini terlebih dahulu. Untuk memecah pelindung lignin
perlu dilakukan perlakuan pendahuluan terhadap bahan baku yaitu dengan proses
delignifikasi (Gunam et al., 2011). Trichoderma reesai dapat berperan penghasil
enzim selulosa dalam hidrolisis selulosa. Fungi jenis Trichoderma reesei dapat
menghasilkan endo-ß-,4-glukanase dan ekso-ß-1,4-glukanase sampai dengan 80%
tetapi ß-glukosidasenya rendah (Martins et al., 2008; Kodri et al., 2013). Menurut
Gautam et al. (2011) yang mendapatkan aktivitas enzim tertinggi pada kisaran
suhu 40 - 50oC untuk produksi enzim selulase dari Trichoderma
BAB III
METODE PENELITIAN
3.2 Waktu Pelaksanaan : November-Desember 2013
3.3 Tempat Pelaksanaan : Lab Mikrobiologi FPMIPA UPI
3.3 Jenis Penelitian : Eksperiment
Variabel Bebas : Enzim Selulosa (7 ml, 9 ml, dan 11 ml)
Variabel Terikat : Produksi bioetanol
Variabel Terkendali : Jumlah ekstrak limbah kulit pisang, penambahan
ragi
3.4 Alat dan Bahan
:
Tabel 3.1 Daftar Alat
No. Alat Jumlah (buah)
1. Vaccum Evapolator 1
2. Blender 1
3. Oven 1
4. Autoklaf 1
5. Botol Fermentasi 9
6. pH indikator Secukupnya
7. Hot Plate 1
8. Cawan petri 3
9. Pipet 5
10. Buret 2
11. Tabung Erlenmeyer 9
12. Statif 2
13. Incubator Shaker 2
Tabel 3.2 Daftar Bahan
No. Bahan Jumlah
1. Aquades Secukupnya
2. Alkohol Secukupnya
3. PDA -
4. NaOH
5. HCl
6. As. Aninhidrat
7. PP
8. H2SO
4 2 ml
9. Trichoderma sp. -
10. Saccharomyces
cerevisiae
-
3.5 Langkah Kerja
Adapun langkah kerja yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan Enzim Selulase
Trichoderma sp. di streak ke dalam medium malt ekstrak agar dengan
steril. Kemudiani diinkubasikan dalam suhu kamar selama 5 hari.
Spora Trichoderma disuspensikan dengan diberi aquades steril 9 ml .
Lalu di voertex sampai homogen
2. Produksi Enzim selulase dalam media cair
Menimbang 20 gram Kulit Pisang dimasukkan ke dalam beaker glass
250 ml dan menambahkan nutrisi urea 0,03 gr, MgSO4.7H2O, 0,005
gr, KH2PO4 0,0023.
80 ml aquadest ditambahkan dalam media tersebut . pH diatur hingga
pH 5 lalu media disterilkan di dalam autoclave pada suhu 120 ºC
selama 15 menit. Media yang telah disterilkan kemudian didinginkan.
Suspensi spora Trichoderma sp. ditambahkan sebanyak 10 ml pada
media tersebut Media diinkubasi pada suhu ±30 oC dengan waktu
fermentasi 96 jam.
3. Pengambilan enzim
Hasil fermentasi diekstrak dengan aquadest sebanyak 100 ml lalu di
letakkan pada rotari shaker 150 rpm selama 1 jam.
Cairan hasil fermentasi dipisahkan dengan menggunakan kertas
saring.
Enzim yang diperoleh kemudian disimpan di lemari pendingin dan
siap digunakan.
4. Pretreatment Kulit Pisang
Memotong kulit pisang lalu dikeringkan di panas matahari dan oven.
Menggiling / menghaluskan Kulit Pisang sampai ukuran tertentu.
Menimbang 50 gram Kulit Pisang, memasukkan kedalam erlemeyer
500 ml.
Menambahkan 100 ml H2SO4 1 % dan menutup rapat erlenmeyer
dengan gabus kemudian dipanaskan dalam autoclave pada suhu 121
oC selama 30 menit.
Memisahkan fase airnya sehingga tersisa fase seluligninnya.
Menambahkan 100 ml NaOH 4 % dan menutup rapatnya lalu dipanasi
kembali pada suhu 121 oC selama 30 menit. Mencuci fase solidnya
dengan air beberapa kali.
Menambahkan 100 ml NaOH 4 % dan menutup rapatnya lalu dipanasi
kembali pada suhu 121 oC selama 30 menit. Mencuci fase solidnya
dengan air beberapa kali.
5. Proses Hidrolisis Enzimatik
Hasil pretreatment dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml lalu
ditambahkan 100 ml aquadest dan mengatur pH 4 – 5. Kemudian
dipanaskan dalam autoclave pada suhu 100 oC selama 30 menit.
Bubur kulit pisang dibiarkan menjadi dingin.
Menambahkan enzim selulase sebanyak 7 ml, 9 ml, 11 ml (sesuai
perlakuan) kedalam bubur kulit pisang tersebut lalu menutup rapat
erlenmeyer dengan gabus.
Kemudian diletakkan pada rotary shaker 160 rpm selama 24 jam.
6. Proses Fermentasi
Bubur kulit pisang yang telah dihidrolisis ditambahkan dengan 4 gr
Saccaromyces Cerevisiae dan diaduk pada 150 rpm sampai homogen
Setelah itu menghubungkan erlemeyer 500 ml yang berisi bubur kulit
pisang tersebut dengan selang karet dan ujung selang dimasukkan
kedalam air agar tidak terjadi kontak langsung dengan udara.
Selanjutnya memisahkan larutan dengan bubur kulit pisang sehingga
diperoleh cairan alkohol + air.
Selanjutnya larutan difermentasikan selama 5 hari,.
7. Proses Destilasi
Merangkai dan menyalakan peralatan destilasi dengan benar.
Cairan hasil fermentasi lalu dimasukkan kedalam labu destilasi.
Proses destilasi dilakukan selama 1,5 – 2 jam sampai etanol tidak
menetes lagi.
Mengukur destilat (etanol) yang didapat.
8. Pengukuran Kadar Alkohol
Kadar alcohol diukur dengan menggunakan metode titrasi NaOH,
adapun caranya adalah sebagai berikut:
Membuat blanko
Sampel dimasukkan sebanyak 2 ml ke dalam erlenmeyer.
Ditambahkan PP 2 tetes.
Ditambahkan asam aninhidrat 1 ml.
Lalu dihomogenkan.
Setelah itu, dititrasi dengan NaOH menggunakan buret dan statif
sampai berubah warna menjadi merah muda.
Dihitung berapa ml NaOH yang digunakan sampai sampel berubah
warna menjadi merah muda.
Kemudian penentuan kadar alcohol dimasukkan ke dalam rumus
sebagai berikut :
X = a – b
X = alcohol (mmol)
a = NaOH dalam blanko
b = NaOH dalam Sampel
% Alkohol = gr sampel/gr alcohol
Dimana :
gr Sampel = ml sampel x berat ml sampel
gr Alkohol =mol alcohol x Mr ethanol
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 5.1 Hasil Konversi Limbah Kulit Pisang Menjadi Bioetanol
Penambahan
Enzim (ml)
Kadar
Glukosa Awal
(%)
Kadar
Glukosa
Pretreatment
(%)
Kadar Glukosa
Setelah
Penambahan
Enzim (%)
Kadar
Glukosa
Setelah
Fermentasi
(%)
Kadar
Etanol
(%)
7 2.6 4.5 3.43 3.23 0.102
9 2.18 2.23 3.57 3.53 0.779
11 2.2 2.87 3.3 3 0.307
Grafik 5.1. Perubahan Kadar Glukosa
Glukosa 1 : Glukosa awal
Glukosa 2 : Sebelum penambahan enzim
(pretreatment)
Glukosa 2 : setelah penambahan enzim
Glukosa 3 : setelah proses fermentasi
2,6
4,53,43 3,23
2,18 2,233,57 3,53
2,22,87 3,3 3
0
2
4
6
Glukosa 1 Glukosa 2 Glukosa 3 Glukosa 4
Perubahan kadar glukosa
Enzim 7ml Enzim 9ml Enzim 11ml
Gambar 5.1 Hasil titrasi Alkohol
4.2 Pembahasan
Pada pembuatan etanol dari limbah kulit pisang ini, pretreatmenat yang
dilakukan untuk memecah lignin adalah pretreatment fisik dan pretreatment
kimiawi. Secara fisik, limbah kulit pisang dijemur terlebih dahulu kemudian
diblender hingga halus, lalu dipisahkan antara air dengan ampasnya dengan cara
disaring kemudia dioven hingga kering dan blender hingga halus lalu saring agar
memperoleh ukuran yang lebih halus. Lalu Struktur kimia lignin akan mengalami
perubahan di bawah kondisi suhu tinggi, mengakibatkan lignin terpecah menjadi
partikel yang lebih kecil dan terlepas dari selulosa, maka dari itu diautoklaf pada
suhu 121oC selama 30 menit selama dua kali. Sedangkan secara kimia, dengan
menggunakan larutan NaOH. Proses ini biasa disebut delignifikasi yaitu suatu
proses pembebasan lignin dari suatu senyawa kompleks (Kusumaningati, et. al,
2013).
Setelah di pretreatment, masuk ketahap hidrolisis. Pada tahap ini,
hidrolisis dilakukan secara enzimatik dengan menggunakan enzim selulase yang
telah dibuat dalam media cair. Proses hidrolisis ini merupakan pemecahan gula
kompleks menjadi gula sederhana. Dari tabel pengamatan terlihat bahwa, kadar
glukosa meningkat setelah pemberian enzim. Penambahan glukosa pada tahap
hidrolisis enzimatik ini tidak terlalu banyak. Hal ini dapat terjadi karena adanya
penurunan aktivitas enzim yang disebabkan adanya faktor suhu yang mana pada
enzim selulase dari Tricoderma sp. akan mengalami penurunan yang akibat jenis
kapang ini tidak tahan pada suhu yang terlalu panas dan tidak optimal pada suhu
yang terlalu rendah. Menurut Gautam eta al (2011) menyatakan bahwa aktivitas
enzim tertinggi pada kisaran suhu 40-50◦C untuk produksi enzim selulase dari
Tricoderma sp. sedangkan saat penelitian Tricoderma sp. berada pada suhu
ruangan.
Proses dilanjutkan ke tahap fermentasi, pada tahap fermentasi ini
menggunakan Saccaromyces cerevisiae. Proses fermentasi dimaksudkan untuk
mengubah glukosa menjadi ethanol/bio-ethanol (alkohol). Sehingga terlihat
bahawa kadar glukosa menjadi turun. Saccharomyces cerevisiae dapat
mengkonversi gula menjadi etanol karena adanya enzim invertase dan zymase.
Dengan adanya enzim-enzim ini Saccharomyces cerevisiae memiliki kemampuan
untuk mengkonversi baik gula dari kelompok monosakarida maupun dari
kelompok disakarida. Jika gula yang tersedia dalam substrat merupakan gula
disakarida maka enzim invertase akan bekerja menghidrolisis disakarida menjadi
monosakarida. Setelah itu, enzim zymase akan mengubah monosakarida tersebut
menjadi alkohol dan CO2. Hal Ini sesuai dengan pernyataan Judoamidjojo et al.
(1992), Yang menyatakaan bahwa Saccharomyces cerevisiae dapat menghasilkan
etanol yang berasal dari fermentasi gula. Namun, pada proses fermentasi ini,
glukosa yang dimanfaatkan sangat rendah. Dan dapat dikatakan fermentasi tidak
begitu optimal. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, salah satunya pH. pH yang
digunakan pada fermentasi ini berada pada pH 6, sedangkan menurut Elevri dan
Putra (2006) bahwa pH yang paling optimal untuk Saccaromyces cerevisiae
memproduksi etanol berada pada pH 4,5. Dan kadar etanol tertinggi yang
dihasilkan pada penambahan enzim sebnyak 9 ml dengan kada 0,779%.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hidrolisis menggunakan enzim selulase dari Tricoderma sp. tidak dalam
suhu yang optimal sehingga kadar glukosa hanya meningkat sedikit dari yang
diharapkan. Kadar etanol tertinggi yang dihasilkan pada penambahan enzim
sebnyak 9 ml dengan kada 0,779%. pH yang digunakan untuk proses fermentasi
pun tidak dalam kondisi yang optimal sehingga hasi kadar berat alcohol yang
dihasilkan hanya sedikit, pH yang paling optimal untuk Saccaromyces cerevisiae
memproduksi etanol berada pada pH 4,5.
5.2 Saran
Perlu diperhatikan pH optimum Saccaromyces cerevisiae saat proses fermentasi
dan etanol yang didapat perlu dimurnikan dengan cara destilasi.
DAFTAR PUSTAKA
Arnata, I W. (2009). Teknologi Bioproses Pembuatan Bioetanol dari Ubi Kayu
Menggunakan Trichoderma viride, Aspergillus niger dan Saccharomyces
cerevisiae. Thesis Master. Bogor: IPB.
Gautam, S.P., Bundela, P. S., Pandey A.K., dan Khan, M.K. J. (2011).
Optimization for the Production of Cellulase Enzyme from Municipital
Solid Waste Residu by Two Novel Celluloly Fungi. Biotechnology
Research International. Volume 2011. Rani Durgavati University: India.
Gunam, I. B. W. et al. (2011). Produksi Selulase Kasar dari Kapang Trichoderma
Viride dengan Perlakuan Konsentrasi Substrat Ampas Tebu dan Lama
Fermentasi. Jurnal Biologi. 15, (2), 29-33.
Ismuyanto, B., Miranti, N., dan Sutrisno. (2013). Pembuatan Bioetanol dengan
Bantuan Saccharomyces cerevisiae dari Glukosa Hasil Hidrolisis Biji
Durian (Durio zhibetinus). Kimia Student Journal. Malang: Universitas
Brawijaya. 1, (1), 36-42.
Jeon, Bo Young et al. (2007). Development of a Serial Bioreactor System for
Direct Ethanol Production from Starch Using Aspergillus niger and
Saccharomyces cerevisiae. Biotechnology and Bioprocess Engineering
Journal. (12), 566-573.
Khairani, Rini. (2007). Tanaman Jagung Sebagai Bahan Bio-fuel. Bandung:
Universitas Padjajaran.
Kodri, Argo, B. D. dan Yulianingsih, R. (2013). Pemanfaatan Enzim Selulase dari
Trichoderma Reseei dan Aspergillus Niger sebagai Katalisator Hidrolisis
Enzimatik Jerami Padi dengan Pretreatment Microwave. Jurnal Bioproses
Komoditas Tropis. 1, (1), 36-43.
Nyoman W. P., I Gusti B. W., dan I Nyoman, S. W. (2011). Proses Treatment
dengan Menggunakan NaOCl dan H2SO4 untuk Mempercepat Pembuatan
Etanol dari Limbah Rumput Laut Eucheuma Cottonii. Jurnal Ilmiah. (3),
64-68.
Purwanto, A. (2012). Pembuatan Bioetanol Dari Tepung Biji Nangka Dengan
Proses Sakarifikasi Fermentasi Fungi Aspergillus niger Dilanjutkan
Dengan Fermentasi Yeast Saccharomyces cereviceae. Tugas Akhir.
Program Diploma Fakultas Teknik. Semarang: Universitas Diponegoro.
Seftian, D., Antonious, F., dan Faizal, M. (2012). Pembuatan Etanol dari Kulit
Pisang Menggunakan Metode Hidrolisis Enzimatik dan Fermentasi. Jurnal
Teknik Kimia. Palembang: Universitas Sriwijaya.
Supriyanto, T. dan Wahyudi. (_____). Proses Produksi Etanol oleh
Saccharomyces Cerivisiae dengan Operasi Kontinyu pada Kondisi
Vakum. Artikel Ilmiah. Jurusan Teknik Kimia. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Suyandra D. I. (2007). Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon, sp)
sebagai Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces
cerevisiae. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Bogor: IPB.
LAMPIRAN
Dokumentasi Pelaksanaan
Pembuatan Ekstrak Kulit Pisang
Penyiapan Inokulum
Produksi Enzim selulase dalam media cair
Pengambilan enzim
Proses Hidrolisis
Penghitungan