pembuatan “design chart” untuk menentukan ketebalan landfill liner
TRANSCRIPT
PEMBUATAN “DESIGN CHART” UNTUK MENENTUKAN
KETEBALAN LANDFILL LINER
Hestina Eviyanti1, Andre Primantyo Hendrawan
2, Anggara Wiyono Wit Saputra
2,
Runi Asmaranto2, , Dian Chandrasasi
2Zaenal Abidin
3
1Mahasiswa Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya
2Dosen Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
3Pembimbing Lapangan Laboratorium Geoteknik PT Indra Karya
e-mail:[email protected]
ABSTRAK
Menurut standar EPA konduktivitas hidrolik dari landfill liner harus sama dengan atau
lebih kecil dari 1 x 10-9
cm/detik. Karena itu sangat penting untuk mendesain ketebalan landfill
liner sesuai yang disyaratkan untuk menjaga lingkungan dari pencemaran lindi. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk membuat sekelompok design chart yang dapat dipakai untuk
menentukan ketebalan landfill liner yang terbuat dari campuran bentonite dan fly ash.
Benda uji terbuat dari campuran bentonite komersial dan fly ash dengan tiga komposisi
berbeda, yang kemudian dipadatkan dengan Proctor Standar untuk menentukan kurva
pemadatannya. Untuk setiap benda uji, kondisi kepadatan kering maksimum dapat dimodelkan
kembali dan konduktivitas hidrolik (k) diukur dengan uji falling head. Berdasarkan teori
permeabilitas dari Hukum Darcy, sekelompok design chart dapat dibuat untuk menentukan
ketebalan liner yang dibutuhkan.
Dapat disimpulkan bahwa konduktivitas hidrolik (k) dari campuran meningkat dengan
bertambahnya kadar fly ash. Rembesan lindi melewati landfill liner dipengaruhi oleh ketebalan
liner (t) dan landfill (H) dan konduktivitas hidrolik (k). Dengan memakai Hukum Darcy (Q=kiA)
dan mengasumsikan harga tetap untuk ketebalan landfill dan A, dapat dikalkulasi laju rembesan per
unit luas untuk ketebalan liner yang berbeda. Selain itu, dengan asumsi harga tetap untuk ketebalan
liner dan A, maka dapat dikalkulasi laju rembesan per unit luas untuk ketebalan landfill yang
berbeda.
Kata kunci: bentonite, design charts, Hukum Darcy, fly ash, landfill liner
ABSTRACT
According to EPA standard the hydraulic conductivity of landfill liners should be equal to
or less than 1 x 10-9
cm/s. So, it is important to design the required thickness of landfill liners to
protect the environment from the leachate. The purpose of this research is to create a set of design
charts that can be used to determine the thickness of landfill liner that made from bentonite-fly ash
mixtures.
The specimens were made from a mixture of commercial bentonite clay and fly ash under
three different compositions, which then compacted with Standard Proctor to determine the
compaction curve. For each of specimen, a maximum dry density condition from compaction curve
can be remodeled again, and the hydraulic conductivity (k) will be measured using falling head
test. Then, a set of design charts can be created to determine the required thickness of liners based
upon the permeability theory of Darcy’s law.
It is concluded that the hydraulic conductivity (k) of the mixtures increases with the
increasing of fly ash content. Seepage of leachate through a landfill liner is affected by the
thickness of liner (t) and the landfill (H) and the hydraulic conductivity (k). Using Darcy’s law
(Q=kiA) and assuming values of unity for thickness of landfill (H) and A, it is possible to calculate
the rate of leakage per unit area for various thicknesses of liner. Moreover, by assuming values of
unity for landfill liner thickness and A, it is possible to calculate the rate of leakage per unit area
for various landfill thicknesses.
Keywords: bentonite, design charts, Darcy’s law, fly ash, landfill liner
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Aktivitas.manusia.dalam.memanfaatka
n alam selalu meninggalkan sisa yang
dianggap sudah tidak berguna lagi
sehingga diperlakukan sebagai barang
buangan, yaitu sampah dan limbah.
Pencemaran sumber air oleh sampah
terjadi karena sampah yang dibuang
dengan cara open dumping dan
tertimbun di TPA mengalami
dekomposisi yang bersama air hujan
menghasilkan cairan lindi (leachate).
Cairan lindi (leachate) yang berasal
dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
sampah merupakan masalah serius,
karena .air .lindi .dapat.
mengkontaminasi sumur – sumur
warga yang berada di sekitarnya.
1.2. Identifikasi Masalah
Mengingat limbah lindi sangatlah
berbahaya bagi lingkungan, maka
untuk mengurangi kontaminasi air
tanah akibat limbah lindi dari TPA
umumnya diperlukan pemberian
lapisan soil liner berupa tanah lempung
yang dipadatkan. Di sisi lain,
ketersediaan fly ash yang berlimpah di
Indonesia selama ini hanya dianggap
sebagai limbah. Oleh karena itu,
penelitian ini mencoba untuk
mengetahui potensi sekaligus
karakteristik dari material fly ash yang
dicampur dengan lempung bentonite
sebagai material alternatif lapisan soil
liner.
1.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan penelitian ini adalah
membuat design chart untuk
menentukan ketebalan landfill liner.
Manfaat dari penelitian ini adalah
untuk memberikan pengetahuan
tentang desain ketebalan landfill liner
yang terbuat dari campuran bentonite
dan fly ash yang dihubungkan dengan
karakteristik permeabilitasnya.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lindi pada Landfill Liner
Lindi dengan kekentalan yang
semakin rendah bergerak turun secara
gravitasi dan menyebar secara lateral.
Selanjutnya, rongga tanah menjadi
jenuh dengan air lindi yang sangat cair,
dan prinsip-prinsip hidrodinamika
dapat digunakan untuk memprediksi
pergerakannya. Dalam hal ini sejumlah
model elemen mutakhir telah
digunakan. Seiring berjalannya waktu,
lindi yang terkandung dalam air yang
mengalir bergerak menggumpal dan
berubah menjadi air yang tercemar.
Tergantung pada kondisi hilir, hasilnya
bisa saja merugikan atau bahkan
menjadi bencana.
2.2. Penanggulangan Lindi
Karena lindi sangat berbahaya bagi
lingkungan, maka ada beberapa cara
untuk meminimalisasi cairan lindi yang
merembes ke tanah, diantaranya yaitu :
a) CSL (Compacted Soil Liners)
b) Pelapis Dasar (Liner) dan Tanah
Penutup (Landfill Caps)
Gambar 1. Pelapis Dasar dan
Lapisan Penutup Sumber: (ASCE), 1993
Sistem liner yang terdiri dari
pelapis dasar (liner) kemudian sampah
yang dipadatkan pada lapisan
berikutnya dan lapisan penutup. Dua
lapisan yang merupakan komponen
penting pada fasilitas ini , bermain dua
peran yang berbeda yaitu lapisan
penutup (landfill cope) berfungsi
membatasi infiltrasi dari curah hujan
dan pelapis dasar (liner) berfungsi
mengurangi atau mengurangi aliran
lindi terhadap tanah dan air tanah.
2.3..Material. sebagai. Penghambat
Rembesan Lindi pada Landfill Liner
2.3.1 Material Bentonite
Bentonite adalah tanah lempung
yang sebagian besar terdiri dari
montmorillonite dengan mineral-
mineral seperti kwarsa, kalsit, dolomit
dan mineral lainnya. Bentonite yang
mempunyai struktur formula yaitu
(Al1,63Fe0,17Mg0,25) (Al0,07Si3,93) O10
(OH)2 (Na0,24Ca2,004).
Bentonite memiliki nilai koefisien
permeabilitas (k) rendah karena:
• Ukuran partikel tanah liat yang kecil
• Partikel tersebar membuat jalur
berliku-liku sehingga menciptakan nilai
k (koefisien permeabilitas) yang
rendah.
• Lapisan ganda memiliki peran untuk
memegang air sehingga bisa
mengurangi nilai k (koefisien
permeabilitas)
• Molekul natrium yang besar pada
partikel bentonite menyebabkan
bentonite mengembang ketika
bersentuhan dengan air dan partikel
tersebar untuk membuat jalur
dispersed. Semakin tinggi kadar
natrium pada bentonite semakin
rendah nilai koefisien permeabilitas (k)
yang dimiliki
2.3.2. Material Fly Ash
Fly Ash atau abu terbang
merupakan bagian terbesar dari abu
batubara yang memiliki ukuran butiran
yang halus dan ringan dengan warna
keabuabuan Abu batubara mengandung
SiO2, Al2O3, P2O5, dan Fe2O3
namun kandungan SiO2 cukup tinggi
mencapai ± 70 persen. Abu terbang
batubara memiliki potensi yang besar
sebagai adsorben yang ramah
lingkungan. Abu terbang batubara
dapat menjadi alternatif pengganti
karbon aktif dan zeolit. Tetapi,
kapasitas adsorpsi abu terbang sangat
bergantung pada asal dan perlakuan
pasca pembakaran batubara.
Menurut ASTM C-618 Fly Ash
dibagi menjadi dua kelas yaitu Fly Ash
kelas F dan Fly Ash kelas C.
2.3. Kriteria Permeabilitas Tanah
untuk Desain Landfill Liner
Permeabilitas tanah menunjukkan
kemampuan tanah dalam meloloskan
air. Tanah dengan permeabilitas tinggi
dapat menaikkan laju infiltrasi.
Permeabilitas untuk material lapisan
dasar dan penutup merupakan aspek
yang penting. Koefisien permeabilitas
yang biasanya digunakan untuk
compacted soil liner yang memuat
limbah padat adalah kurang dari atau
sama dengan 1x10-6
cm/detik. (Koerner,
R. M., 1984).
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Umum
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah menggunakan
metode eksperimental.
3.2. Lokasi Studi
Lokasi penelitian dilakukan di tiga
laboratorium yaitu Laboratorium Tanah
dan Air Tanah Jurusan Teknik
Pengairan Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya dan Laboratorium
Geoteknik PT. Indra Karya, serta
pengujian SEM dilakukan di
Laboratorium Sentral Mikrobiologi
Fakultas MIPA Universitas Negeri
Malang.
3.3. Data yang dibutuhkan
3.3.1. Data Primer
Data primer adalah data yang
dikumpulkan secara langsung melalui
serangkaian kegiatan percobaan yang
dilakukan sendiri dengan mengacu
pada petunjuk manual yang ada,
misalnya dengan mengadakan
penelitian atau pengujian secara
langsung. Data primer yang dipakai
dalam penelitian ini yaitu :
1. Pengujian konsistensi tanah (Batas
– Batas Atterberg)
2. Pengujian Grain size analysis
3. Pengujian Spesific Gravity.
4. Pengujian SEM
5. Pengujian Proctor.
6..Pengujian Falling Head
3.3.2. Data Sekunder
Data sekunder yang dipakai dalam
penelitian ini adalah kriteria atau
parameter dari permeabilitas, hal ini
berhubungan dengan desain yang akan
dipakai untuk Landfill Liner.
3.5 Pengujian Laboratorium
3.5.1 Persiapan Alat dan Bahan
Bahan benda uji tanah
menggunakan jenis tanah lempung
Bentonite komersial dan Fly ash
komersial dari PLTU paiton.
3.2.2. Pengujian Bentonite dan Fly
Ash
Pada tahapan awal ini dilakukan
pengujian Bentonite dan pengujian Fly
Ash sebagai berikut:
1. Pengujian Konsistensi
a. Liquid Limit (ASTM D-423-66)
b. Plastic Limit (ASTM D-424-74)
c. Shrinkage Limit (ASTM D-427-
39)
2. Pengujian Spesific Gravity (ASTM
D-854-58).
3. Pengujian Analisis Butiran
4. Pengujian SEM
3.2.3. Pemodelan Benda Uji Tanah
dan Pengujian Lainnya
Pada pemodelan benda uji tanah
ini, dibuat 3 (tiga) buah benda uji
dengan komposisi campuran tanah
lempung Bentonite dan Fly Ash sebagai
berikut:
1. Tanah A (30% B + 70% FA),
artinya komposisi sample dengan
jumlah tanah Bentonite sebanyak
30% dan Fly Ash sebanyak 70%.
2. Tanah B (50% B + 50% FA),
artinya komposisi sample dengan
jumlah tanah Bentonite sebanyak
50% dan Fly Ash sebanyak 50%.
3. Tanah C (70% B + 30% FA),
artinya komposisi sample dengan
jumlah tanah Bentonite sebanyak
70% dan Fly Ash sebanyak 30%.
Selanjutnya akan dilakukan
pengujian mekanik sebagai berikut:
1. Pengujian pemadatan proctor
dilakukan dengan standard proctor.
2. Benda uji dimodelkan dengan
kepadatan dan kadar air sesuai
dengan nilai OMC (Optimum
Moisture Content)
3. Pengujian falling head untuk
mendapatkan nilai koefisien
permeabilitas.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Uji Karakteristik Tanah
4.1.1. Uji Konsistensi Tanah
Hasil pengujian konsistensi tanah
pada penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 1. dibawah ini:
Tabel 1. Uji Konsistensi Tanah
4.1.2. Pengaruh Prosentase (%) Fly
Ash terhadap Pengujian Liquid Limit
Gambar 2. Grafik Hubungan
komposisi dengan Liquid limit Sumber: Hasil Pengujian
B FA
Batas - batas Atterberg Tanah
LL PL SL PI
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
100 0 520.79 37.57 10.78 483.22
70 30 361.51 29.39 12.73 332.12
50 50 283.95 26.84 13.12 257.17
30 70 157.55 19.82 14.38 137.73
Sumber:Hasil.Perhitungan
Dari Gambar 2 dapat diketahui bahwa
semakin besar prosentase Fly Ash akan
menurunkan nilai liquid limit.
Turunnya nilai liquid limit disebabkan
oleh kandungan mineral Si02 yang
sangat tinggi, yang bersifat pozzolan
dan berpotensi sebagai adsorben.
4.1.3. Pengaruh Prosentase (%) Fly
Ash terhadap Pengujian Plastic Limit
Gambar 3. Grafik Hubungan
komposisi dengan Plastic limit Sumber: Hasil Pengujian
Dari Gambar 3 dapat diketahui
bahwa semakin besar prosentase Fly
Ash akan menurunkan nilai Plastic
Limit. Hal ini disebabkan oleh
kandungan mineral Si02 dan CaO yang
sangat tinggi, dan bersifat pozzolan,
sehingga mudah keras dan tidak bersifat
plastis.
4.1.4.Pengaruh Prosentase (%) Fly
Ash terhadap Pengujian Plasticity
Index
Gambar 4. Grafik Hubungan
komposisi dengan Plasticity Index Sumber: Hasil Pengujian
Dari Gambar 4 dapat diketahui
semakin banyak kandungan fly ash
yang ada akan menurunkan nilai
Plasticity Index, hal ini dikarenakan
terjadi reaksi pertukaran ion sehingga
mengakibatkan perubahan ion Ca+
untuk mengurangi ekspansititas pada
tanah lempung tersebut.
4.1.5.Pengaruh Prosentase (%) Fly
Ash terhadap Pengujian Shrinkage
Limit
Gambar 5. Grafik Hubungan
komposisi dengan Shrinkage Limit Sumber: Hasil Pengujian
Dari Gambar 5 di atas, dapat kita
lihat bahwa nilai semakin besar
prosentase fly ash menyebabkan nilai
shrinkage limit semakin tinggi, hal ini
menunjukkan bahwa fly ash memiliki
penyusutan yang kecil. Semakin besar
nilai shrinkage limit semakin kecil
nilai penyusutannya karena dengan
reaksi pozzolanic yang ditimbulkan
oleh fly ash semakin memperkuat
ikatan antarbutiran tanah sehingga
nilai persentase penyusutan sampel
tanah menjadi semakin kecil seiring
penambahan kadar fly ash.
Gambar 6. Pengaruh kadar Fly ash
terhadap Konsistensi Tanah Sumber: Hasil Pengujian
Dari Gambar 6, dapat kita lihat
bahwa semakin besar kadar fly ash
pada sampel benda uji berpengaruh
terhadap menurunnya nilai batas-batas
atterberg pada tanah, yang berarti
bahwa tanah fly ash itu sendiri adalah
jenis tanah yang memiliki indeks
plastisitas lebih rendah jika
dibandingkan dengan tanah bentonite.
Hal ini dikarenakan fly ash sendiri
mengandung Si02 cukup besar yaitu >
35%, dengan kandungan Silika (Si02)
yang cukup tinggi sehingga memiliki
potensial yang besar sebagai adsorben.
Sedangkan bentonite sendiri
mengandung mineral montmorillonite
sangat tinggi berbentuk serpihan atau
lapisan yang mempunyai luas
permukaan lebih besar dan sangat
mudah menyerap air dengan banyak
sehingga mudah mengalami proses
pengembangan.
4.2. Specific Gravity (Gs)
Hasil pengujian Spesific Gravity
pada penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 2. dibawah ini:
Tabel 2. Hasil Uji Specific Gravity
JENIS B FA Gs
(gr/cm³)
D 100 0 2.519
C 70 30 2.540
B 50 50 2.560
A 30 70 2.581
E 0 100 2.594 Sumber: Hasil Perhitungan
Gambar 7. Pengaruh Prosentase Fly
Ash terhadap Spesific Gravity Sumber: Data
Dari Gambar 7, dapat kita lihat
bahwa semakin meningkatnya kadar
Fly Ash pada benda uji berpengaruh
terhadap meningkatnya nilai Specific
Gravity (Gs) pada tanah, yang berarti
bahwa tanah Fly Ash memiliki Specific
Gravity (Gs) lebih tinggi jika
dibandingkan dengan Bentonite. Dari
pemakaian fly ash yang berbeda maka
berbeda pula karakteristik dari fly ash
tersebut.
4.1.3. Analisa Pembagian Butiran Dalam penelitian ini, analisis
pembagian butiran Bentonite dan Fly
Ash hanya menggunakan analisis
hydrometer. Hasil analisis pembagian
butiran Bentonite dan Fly Ash dapat
dilihat pada Tabel 3. dan Gambar 8.
dibawah ini:
Tabel 3. Hasil Analisis Butiran
Jenis
Pasir Lanau Lempung Max
(Sand) (Silt) (Clay) Size
(%) (%) (%) (mm)
D 4.58 85.54 9.6 0.42
C 5.76 67.71 26.53 0.42
B 3.76 51.18 45.07 0.42
A 3.09 42.01 54.9 0.42
E 1.15 28.62 70.23 0.42
Sumber: Hasil Perhitungan
Gambar 8. Hasil Uji Analisis Butiran
Sumber: Data
Dari Tabel 3. Dan Gambar 8 dapat
diketahui bahwa Bentonite dan Fly Ash
merupakan material yang halus dengan
memiliki ukuran butiran maksimum
0,42 mm. terlihat grafik gabungan
analisa saringan dan hydrometer,
berdasarkan gambar tersebut terlihat
bahwa semakin bertambahnya kadar fly
ash yang ada, semakin sedikit material
yang lolos ayakan no.200 (0,074 mm)
hal ini dikarenakan berat jenisnya fly
ash lebih tinggi dan materialnya lebih
halus.
4.4 Pengujian SEM
Gambar 9 berikut merupakan hasil
dari pengujian scanning electron
microscope (SEM):
Gambar 9. Hasil Uji SEM Bentonite
dengan Perbesaran 20.000x Sumber: Data
Dari Gambar 9. di atas dapat
dilihat bahwa Bentonite terdiri dari
lapisan demi lapisan. Hal ini
dikarenakan material yang kompleks,
struktur berbagi dengan atom oxygen
membentuk lembaran silica tetrahedral
dan alumunium octahedral, dengan
demikian partikel yang dihasilkan
menyerupai serpihan atau lapisan,
dengan panjang dan lebar lebih besar
daripada ketebalan. Hal ini yang dapat
menyebabkan air dengan mudah
merembes diantara lembaran atau
dengan mudah menyerap ke dalam
permukaan (yang kemudian disebut
loncatan kimiawi atau struktur air yang
mengkristal).
Gambar 10. Hasil Uji SEM Fly Ash
dengan perbesaran 20000x Sumber: Data
Dari Gambar 10. dapat dilihat
bahwa partikel-partikel pada Fly Ash
berbentuk bulat. fly ash terdiri dari
partikel solid yang berbentuk bulat, dan
sebagian ada yang berongga serta
partikel bulat yang berisi partikel –
partikel lain yang lebih kecil. Bulatan-
bulatan partikel yang solid membuat air
susah terserap dengan sempurna.
4.5. Klasifikasi Tanah
4.5.1. Klasifikasi USCS dan
AASTHO
Dalam penelitian ini, klasifikasi
tanah menggunakan dua (2) metode
sistem klasifikasi yaitu, sistem USCS
(Unified Soil Clasification System) dan
sistem AASHTO (American
Association Of State Highway and
Transporting Official). Klasifikasi
benda uji yang digunakan dapat dilihat
pada Tabel 4. dan Tabel 5. berikut ini:
Tabel 4. Klasifikasi Tanah USCS
Jenis LL PI Simbol
(%) (%)
D 520.79 483.22 CH
C 361.51 332.12 CH
B 283.95 257.17 CH
A 157.55 137.73 CH
Sumber: Hasil analisis
Dari Tabel 4 simbol CH berarti
jenis tanah termasuk dalam lempung
anorganik dengan plastisitas tinggi.
Tabel 5. Klasifikasi Tanah AASTHO
Jeni
s
LL PI
%
lolos
Simbo
l
(%) (%)
no.
200
D 520.7 483.2 98.8 A-7-6
C 361.5 332.1 96.9 A-7-6
B 283.9 257.1 96.2 A-7-6
A 157.5 137.7 94.4 A-7-6
Sumber: Hasil analisis
Dari Tabel 5. dapat symbol A-7-6
berarti fraksi tanah: Lempung. Kondisi
Kuat dukung : Kurang baik hingga
jelek.
4.5.2 Klasifikasi Fly ASh Dalam penelitian ini, material Fly
Ash yang material fly ash yang diambil
dari daerah dari sisa pembakaran batu
bara di Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) Paiton, Probolinggo,
JawaTimur. Memiliki komposisi kimia
pada Tabel 6. berikut:
Tabel 6. Komposisi Kimia Fly Ash
Paiton
No. Zat
% Massa Penyusun
1 SiO2 46.00
2 CaO 6.79
3 MgO 11.63
4 Fe2O3 10.11
5 Na2O 2.15
6 SO3 2.77
7 Al2O3 6.35
8 H2O 0.12
9 LOI 0.40
Sumber: Laboratorium Kualitas Lingkungan
ITS, 2010 Dari Tabel 6. nilai SiO2 = 46,00%
Al2O2=6,35 Fe2O3 = 10,11 jika ditotal
semuanya SiO2 + Al2O2 + Fe2O3 = 46% +
6,35% + 10,11 = 62,46 disimpulkan
bahwa fly ash Paiton ini termasuk fly
ash kelas C (ASTM C 618) karena:
(1) jumlah Silikon dioksida, >30%
(2) Silikon dioksida + Alumunium
oksida + Besi oksida >50
4.6. Hasil Pemadatan Proctor
Dari hasil pemadatan Standard
Proctor pada penelitian ini didapatkan
rekapitulasi hasil pengujian pemadatan
pada Tabel 7. sebagai berikut:
Tabel 7. Rekapitulasi Hasil
Pengujian Pemadatan Proctor
KOMPOSISI
max
(gram/cm3)
OMC
(%)
100 % B 1.150 34.889
70% B +
30% FA 1.223 27.751
50% B +
50% FA 1.300 23.959
30% B +
70% FA 1.419 18.319
100% FA 1.743 14.349
Sumber: Hasil Pengujian
Dari hasil rekapitulasi pada Tabel
7. didapatkan bahwa Bentonite
memiliki nilai OMC lebih besar dan
dmax lebih kecil dibandingkan Fly Ash.
Pada 3 (tiga) campuran yang lain
penambahan prosentase kadar Fly Ash
akan menghasilkan penurunan nilai
OMC dan peningkatan nilai dmax.
Gambar 11. Grafik Standart Proctor
Sumber: Data
Gambar 12. Hubungan OMC dan
Prosentase Fly Ash Sumber: Data
Dari Gambar 12. bahwa semakin
besar prosentase fly ash yang
terkandung dapat menurunkan nilai
MDD atau (Ɣd max)nya, hal ini
dikarenakan bertambahnya kadar fly
ash akan menambah kerapatan antar
butiran tanah yang terisi oleh fly ash
tersebut sehingga kepadatan tanah
bertambah.
Gambar 13. Hubungan dmax dan
Prosentase Fly Ash Sumber: Data
Dari Gambar 13. dapat dilihat
bahwa meningkatnya prosentase Fly
Ash yang berpengaruh pada
peningkatan dmax nya, hal ini
dikarenakan penambahan prosentase
Fly Ash yang bersifat pozzolan
menyebabkan tanah menjadi lebih
keras dan kaku sehingga meningkatkan
kepadatan tanah.
Pada dasarnya, semakin basah
tanah semakin mudah dipadatkan
karena air berfungsi sebagai pelumas
agar butir-butir tanah mudah merapat,
akan tetapi kadar air yang berlebihan
akan menghasilkan kepadatan tanah
berkurang karena tanah yang kenyang
air tidak dapat dipadatkan.
4.7. Hasil Uji Permeabilitas
Berikut merupakan rekapitulasi
hasil uji falling head yang dapat dilihat
pada Tabel 8. dan dapat digambarkan
pada Gambar 14.
Tabel 8. Rekapitulasi Hasil Uji
Permeabilitas
Soil Komposisi k (cm/detik)
A 30% B + 70% FA 1.47711 x 10 -6
B 50% B + 50% FA 2.70626 x 10 -7
C 70% B + 30% FA 1.38088 x 10 -7
Sumber: Hasil Perhitungan
Gambar 14. Grafik Koefisien
Permeabilitas Sumber: Data
Pada Gambar 14. terlihat bahwa
semakin banyak kandungan bentonite
semakin tinggi nilai permeabilitas nya,
hal ini dikarenakan bentonite
merupakan material lempung
montmorillonite. Jarak antar lapis pada
bentonite 14,9167 Å sebelum
dilakukan pemilaran (Sihotang,
damaris H.D.,2005). Jarak antar layer
bidang lempung sangat tipis itu yang
menyebabkan bentonite sulit ditembus
dengan air.
H = Head of
Leachate (m)
t = Ketebalan Liner (m)
tanah asli
4.8 Pembuatan Design Chart
Design Chart sendiri mengandung
arti sebuah grafik untuk menentukan
ketebalan dari liner sebagai
penghambat laju rembesan lindi
maupun mengurangi jumlah debit yang
lolos melewati liner. Dapat pula
mengetahui ukuran yang optimal dari
head of leachate sendiri sebagai
ketinggian limbah dan ketebalan liner
(lapisan dari soil liner).
Pembuatan Design Chart dengan
menggunakan Hukum Darcy Q = k. i.
A, dengan :
- k = nilai koefisien permeabilitas
(dari hasil pengujian falling head
test) (cm/detik)
- i = sebagai gradien hidrolik
(cm/cm)
- A = per satuan luas
Dalam perhitungan (i) sebagai
gradien hidraulik didapatkan dari hasil
I = (H+t)/t (cm/cm), dengan pengertian
H sebagai head of leachate dan t
sebagai ketebalan liner. Sedangkan (q)
sebagai laju rembesan lindi per satuan
luas didapatkan dari hasil q = k.i
(cm/detik). Menggunakan dua variasi
yaitu:
Nilai H = 3m – 30 m (dengan
kelipatan 3m).
Nilai t = 1m – 6 m (dengan
kelipatan 1m).
Berikut ini adalah gambaran skema
tentang landfill liner untuk pembuatan
design chart.
Gambar 15. Gambaran Landfill
Liner untuk pembuatan Design
Chart
Tabel 9 Hubungan t dan q pada
sampel A dengan variasi H = 3m
t
(cm)
H
(cm)
Gradien
hidrolik
i = (H +
t) / t
(cm/cm)
Laju
rembesan
per satuan
luas
q = k i
(cm/detik)
100 300 4 0.0000059
200 300 2.5 0.0000037
300 300 2 0.0000030
400 300 1.75 0.0000026
500 300 1.6 0.0000024
600 300 1.5 0.0000022
Sumber: Hasil Perhitungan
Nilai H = 3m – 30 m (dengan
kelipatan 3m) Dari variasi nilai H bisa
dibuat grafik hubungan antara
ketebalan liner (t) dalam satuan meter
dengan laju rembesan lindi per satuan
luas (q) dalam satuan cm/detik. Dengan
3 sampel A = (30%B + 70%FA), B =
(50%B + 50% FA), C = (70%B +
30%FA). Setiap sampel ada 10 tabel
dengan variasi H yang ditentukan,
sehingga totalnya ada 30 tabel. Dari 30
tabel yang ada bisa diklasifikasikan
berdasarkan sampel (A,B,C) dengan
komposisi berbeda dan nilai k berbeda,
bisa dibuat 3 grafik hubungan antara t
dan q
Gambar 16. hubungan t dengan q
pada sampel A
Tabel 10 Hubungan H dan q pada
sampel A dengan variasi t = 3m
H
(cm)
t
(cm)
Gradien
hidrolik
i = (H + t) / t
(cm/cm)
Laju
rembesan
per satuan
luas
q = k i
(cm/detik)
300 100 4 0.00000592
600 100 7 0.00001036
900 100 10 0.00001480
1200 100 13 0.00001924
1500 100 16 0.00002368
1800 100 19 0.00002812
2100 100 22 0.00003256
2400 100 25 0.00003700
2700 100 28 0.00004144
3000 100 31 0.00004588
Sumber: Hasil Perhitungan
Nilai t = 1m – 6 m (dengan
kelipatan 1m). Dari variasi nilai t bisa
dibuat grafik hubungan antara head of
leachate (H) dalam satuan meter
dengan laju rembesan lindi per satuan
luas (q) dalam satuan cm/detik. Dengan
3 sampel A = (30%B + 70%FA), B =
(50%B + 50% FA), C = (70%B +
30%FA). Setiap sampel ada 6 tabel
dengan variasi H yang ditentukan,
sehingga totalnya ada 18 tabel. Dari 18
tabel yang ada bisa diklasifikasikan
berdasarkan sampel (A,B,C) dengan
komposisi berbeda dan nilai k berbeda,
bisa dibuat 3 grafik hubungan antara H
dan q.
Gambar 17. Hubungan antara H dan
q
5. KESIMPULAN
1. Pengaruh penambahan Fly Ash
terhadap karakteristik fisik dan
plastisitas lempung Bentonite
sebagai berikut:
a. Penambahan prosentase Fly Ash
dalam lempung Bentonite
menyebabkan nilai Liquid Limit,
Plastic Limit dan Plasticity Index
menurun dan sebaliknya nilai
Shrinkage Limit meningkat.
b. Penambahan fly ash pada
komposisi material maka nilai
specific gravity semakin tinggi.
Hasil pengujian ini mungkin
terjadi dikarenakan perbedaan
material yang digunakan yaitu fly
ash Paiton dan Bentonite import.
c. Dengan Semakin bertambahnya
kadar fly ash yang ada, semakin
sedikit material yang lolos
ayakan no.200 (0,074 mm). Hal
ini dikarenakan berat jenisnya fly
ash lebih tinggi dan materialnya
lebih halus.
d. Pada pengujian SEM (Scanning
Electron Microscopy) diketahui
bahwa pada struktur bentonite
berupa lembaran silica tetrahedral
dan alumunium octahedral
sehingga bersifat menyerap air
dengan mudah, sedangkan pada
struktur fly ash berupa partikel
solid yang berbentuk bulat
sehingga membuat air susah
terserap dengan sempurna.
e. Semakin besar prosentase fly ash
yang terkandung dapat
menaikkan nilai MDD atau (Ɣd
max)nya namun merendahkan
nilai OMC nya. Hal ini
dikarenakan bertambahnya kadar
fly ash akan meregangkan
kerapatan antar butiran tanah
yang terisi oleh fly ash tersebut
sehingga kepadatan tanah
berkurang.
2. Semakin banyak kandungan fly ash
akan semakin tinggi pula nilai k
(koefisien permeabilitas). Dari hasil
analisa pengujian dapat disimpulkan
bahwa campuran 50% B + 50% FA
dan 70% B + 30% FA memiliki nilai
konduktivitas hidraulik yang
memenuhi standart parameter untuk
Compacted Soil Liner dari Landfill,
Liner, and Covers for Waste
Disposal bahwa nilai konduktivitas
hidraulik yang memenuhi standart
parameter untuk CSL adalah
mencapai ≤ 1 x 10-6
.
3. Pembuatan design chart
menggunakan standart EPA, dengan
mengunakan hukum Darcy
(Q=k.i.A) dan mengasumsi nilai
head dari lindi (H), ketebalan liner
(t), dan satuan luas (A),
memungkinkan untuk menghitung
laju rembesan per satuan luas (q)
cm/detik sebagai berikut:
a. Dengan variasi nilai H = 3m-30m,
b. Dengan variasi nilai t = 1m-6m,
Dari hasil design chart tersebut bisa
dimanfaatkan untuk memprediksi
ketebalan liner yang diperlukan sesuai
dengan besarnya head of leachate..
DAFTAR PUSTAKA
Daniel, D.E., and Benson, C.H. 1990.
Water content-density criteria for
compacted soil liners. Journal of
Geotechnical Engineering, ASCE,
Vol. 116
Das, B.M. 1985. Mekanika Tanah
(Prinsip-Prinsip Rekayasa
Geoteknik) Jilid 1. Surabaya:
Erlangga.
Husin,A.A.1998.Semen Abu Terbang
untuk Genteng Beton, Jurnal
Litbang. Vol.14. No.1: Bandung
Koerner, R. M. 1984. Construction and
Geotechnical Methods in
Foundation Engineering. Mc
Graw-Hill. United States of
America.
Widyatmoko H, Sintorini. 2002.
Menghindari, Mengolah dan
Menyingkirkan Sampah. Jakarta:
Abdi Tandur.
Widyatmoko H, Sintorini. 2002.
Menghindari, Mengolah dan
Menyingkirkan Sampah. Jakarta:
Abdi Tandur.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya, sehingga penelitian ini
dapat dilaksanakan atas biaya dari
DIPA tahun anggaran 2014
berdasarkan kontrak nomor 27/UN
10, 6/PG/2014 tanggal 21 April
2014.
2. Laboratorium Geoteknik PT. Indra
Karya Malang, khususnya Bapak
Zaenal Abidin dan Bapak Didik
Pramono atas izin, bantuan serta
bimbingannya selama
berlangsungnya penelitian di
laboratorium dari awal hingga
akhir.
3 Bapak Prasetyo Rubiantoro,SP
selaku Laboran di Laboratorium
Tanah dan Air Tanah Jurusan
Teknik Pengairan Universitas
Brawijaya Malang yang telah
membantu selama berlangsungnya
penelitian.
4. Pemerintah Republik Indonesia
yang memberikan beasiswa
pendidikan.