pemetaan indeks kerentanan seismik kota padang …repository.ugm.ac.id/135465/1/geo72 pemetaan...
TRANSCRIPT
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
459
PEMETAAN INDEKS KERENTANAN SEISMIK KOTA PADANG SUMATERA
BARAT DAN KORELASINYA DENGAN TITIK KERUSAKAN GEMPABUMI 30
SEPTEMBER 2009
Saaduddin1, Sismanto2, Marjiyono3 1Prodi Teknik Geofisika, Jurusan Teknik Kebumian, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Jambi
2Prodi Geofisika, Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Gadjah Mada
3Pusat Survei Geologi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bandung
*corresponding author: [email protected]
ABSTRAK Telah dilakukan penelitian indeks kerentanan seismik Kg untuk Kota Padang, Sumatera Barat.
Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu upaya dalam mitigasi bencana gempabumi di Kota
Padang. Perhitungan nilai Kg menggunakan data frekuensi dominan fo dan faktor amplifikasi Ao
sebagai data masukan yang diperoleh dari analisis data mikrotremor dengan menggunakan metode
Nakamura atau metode Horizontal to vertical spectral ratio (HVSR). Data mikrotremor yang diolah
berjumlah 103 titik pengukuran yang diperoleh dari Pusat Survey Geologi, Badan Geologi Bandung.
Pengambilan data mikrotremor dilakukan pada 26 – 30 November 2009. Nilai Kg hasil perhitungan
kemudian selanjutnya dipetakan untuk mengetahui daerah-daerah yang rawan akan bencana
gempabumi. Nilai Kg yang diperoleh berkisar antara 0,58 sampai 170,61. Sebaran nilai Kg yang
diperoleh berkesesuain dengan titik-titik kerusakan akibat gempabumi Kota Padang pada 30
September 2009. Daerah dengan tingkat rentan yang tinggi dapat dilihat pada kecamatan Kototengah,
Nanggalo, Padang Utara, Padang Barat, Padang Timur, Lubukbergalung dan sebagian kecamatan
Kuranji.
I. PENDAHULUAN
Tektonika Indonesia menjelaskan bahwa
negara ini merupakan titik pertemuan antara
tiga lempeng besar yaitu lempeng Indo-
Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng
Pasifik seperti yang terlihat pada gambar 1.1..
Konsekuensinya, dinamika lempeng tersebut
membentuk sesar-sesar besar yang aktif yang
dapat menjadi pemicu terjadinya bencana
alam seperti gempabumi. Salah satu sesar
besar yang terkenal yaitu sesar Sumatera atau
sesar Semangko yang membentang dari ujung
barat sampai ujung timur Pulau Sumatera.
Bahkan, interaksi ketiga lempeng tersebut
yang terus menerus berlangsung dapat
membentuk sesar-sesar baru lainnya.
Kota Padang juga merupakan salah satu
daerah dengan tingkat ancaman bencana alam
yang cukup besar diantaranya ialah bencana
gempabumi dan tsunami. Hal ini dikarenakan
posisi daerah tersebut berada di zona subduksi
antara lempeng Indo-Australia dan lempeng
Eurasia.
Kejadian gempabumi terbesar di Kota Padang
yang menyita perhatian dunia pada saat itu
terjadi pada 30 September 2009 dengan
magnitudo 7,6 SR. Titik episentrum gempa
tersebut berada pada titik koordinat 1,397O LS
dan 99,9O BT. Gempabumi yang terjadi bersifat
sangat merusak berdasarkan parameter
kedalaman hiposenter dan ukuran
magnitudonya. Gempa tersebut bersifat
dangkal dengan kedalaman hiposenter 87 km.
Kekuatan gempa tersebut setara dengan skala
VII MMI. Sehingga kesiagaan dari pihak
pemerintah, tokoh masyarakat, lembaga
kemasyarakat dan masyarakat sangat perlu
diperhatikan. Mengingat bahwa prediksi
kejadian gempabumi masih sangat sulit
dilakukan karena keterjadiannya bisa kapan
saja dan dengan magnitudo sebesar apapun.
Berdasarkan fakta tersebut, dilakukan
penetian untuk mengetahui tingkat bahaya
gempabumi berdasarkan nilai indeks
kerentanan seismik di Kota Padang, Sumatera
Barat.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
460
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Geologi Regional
Menurut Kastowo (1996), Kota Padang
tersusun atas batuan yang secara litologi
terbagi dalam tiga masa pembentukan yaitu,
kuarter, tersier dan pratersier (mesozoikum).
Informasi geologi daerah kota Padang dapat
dilihat pada gambar 2.1.
1. Qal (Alluvium)
Endapan alluvium yang dijumpai di daerah
penelitian pada umumnya terdiri atas kerakal
sampai kerikil, pasir, lempung dan lumpur
yang merupakan endapan sungai yang
terlampar di sepanjang daerah aliran-aliran
sungai dan endapan pantai yang terlampar di
sepanjang pantai.
2. Qf (Kipas Aluvium)
Endapan ini terdiri dari sedimen hasil
rombakan batuan andesit yang berasal dari
gunungapi strato yang bercampur dengan
lempung, lanau dan pasir.
3. QTt (Tuf kristal yang telah mengeras)
Tuf yang dijumpai pada umumnya berwarna
kuning keruh hingga cokelat muda dengan
butiran pasir yang berukuran kasar hingga
halus, pada daerah tersebut akan ditemui
pecahan batuan berukuran kerakal yang
penyebarannya tidak merata, berkomponen
mineral teran, andesit, kaca, dan pasir
gunungapi, sebagian bersifat kristal dan
mengeras.
4. Qtau (Aliran yang tak teruraikan)
Terdiri dari breksi gunungapi, konglomerat, tuf,
lava, anglomerat dan lahar serta endapan-
endapan koluvium yang lain. Aliran ini
memiliki variasi warna yaitu kelabu tua, hitam
dan kehijauan.
5. QTta (Andesit dan Tuf)
Batuan gunungapi yang dijumpai berselingan
dengan andesit sebagai inklusi di dalam tuf.
6. Tomv (Batuan gunungapi)
Batuan gunungapi terdiri dari lava andesit,
breksi, breksi tuf, tuf hablur, ignimbrit, dan tuf
sela, kebanyakan materal penyusunnya
berupa andesitan dan dasitan yang tersebar di
sebelah selatan daerah penelitian.
7. Js (Batuan Sedimen Jura)
Batuan sedimen yang dijumpai terdiri dari
batu lempung, lanau, kuarsit, serpih dan batu
sabak. Batuan ini terkena metamorfosis lemah.
8. Jl (Batugamping Jura)
Karakteristik batugamping ini adalah memiliki
warna putih kotor sampai kelabu kebiruan,
bersifat masif dan keras, pejal dan berongga.
Mikrotremor dan Metode HVSR
Getaran tanah atau ambient vibrations
merupakan kombinasi dari beberapa tipe
gelombang (Kanai, 1983) dan dihasilkan oleh
beberapa sumber baik yang berasal dari alam
maupun yang berasal dari aktivitas manusia,
seperti gelombang laut, pengaruh angin
terhadap pohon dan bangunan, serta lalu
lintas kendaraan.
Pengukuran mikrotremor merupakan suatu
metode yang menawarkan kemudahan dan
kecepatan dalam upaya untuk mengetahui
parameter respon suatu daerah seperti faktor
amplifikasi dan periode dominan (Ansal, 2001).
Kajian teoretis yang dilakukan oleh Sungkono
(2011) menjelaskan bahwa gempabumi yang
mengakibatkan kerusakan bangunan
dipengaruhi oleh beberapa parameter HVSR.
Parameter-parameter tersebut dapat
digunakan untuk memetakan kerusakan
infrastruktur suatu daerah akibat getaran
gempabumi, diantaranya ialah amplifikasi
tinggi dan frekuensi rendah.
Metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio
(HVSR) dengan menggunakan data
mikrotremor telah banyak digunakan untuk
mikrozonasi atau studi efek tapak lokal.
Adapun beberapa asumsi yang digunakan
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
461
dalam metode HVSR ini adalah antara lain
(Zavlavsky, 2006): (1) Lapisan tanah lunak
berada horizontal di atas batuan dasar yang
keras, (2) Getaran gangguan tanah terdiri dari
tipe gelombang yang berbeda-beda, (3)
Komponen vertikal getaran tanah
menunjukkan karakteristik sumber gangguan
lokal dan komponen tersebut secara relatif
tidak terpengaruh oleh lapisan sedimen lunak,
dan (4) Komponen gerakan tanah memiliki
arah yang sama pada lapisan dasar. Secara
eksplisit dapat dituliskan sebagai berikut;
𝑇𝑆(𝜔)
=√(𝐻𝑁−𝑆 (𝜔))
2+ (𝐻𝑊−𝐸 (𝜔))
2
𝑉𝑆(𝜔)
(2.1)
Indeks Kerentanan Seismik
Indeks kerentanan seismik merupakan suatu
parameter yang sangat berhubungan dengan
tingkat kerawanan suatu wilayah dari
ancaman resiko gempabumi. Indeks
kerentanan seismik di suatu daerah dan
tingkat resiko gempa bumi terhadap
kerusakan akibat gempabumi menunjukkan
adanya hubungan yang linear. Jika suatu
daerah memiliki indeks kerentanan seismik
yang besar maka tingkat resiko
gempabuminya juga akan tinggi. Dalam
penentuan nilai indeks kerentanan seismik
suatu daerah, faktor-faktor kondisi geologi
daerah setempat sangat perlu
dipertimbangkan.
Tingkat indeks kerentanan seismik yang tinggi
biasanya ditemukan pada daerah dengan
frekuensi dominan yang rendah. Ini berarti
bahwa, pada lapisan sedimen relatif tebal
yang menutupi batuan dasar memiliki indeks
kerentanan seismik yang tinggi. Pada lapisan
sedimen tebal, jika disertai dengan penguatan
getaran gelombang seismik (faktor amplifikasi)
besar, maka akan menghasilkan nilai indeks
kerentanan yang besar pula (Hadi, 2012).
Secara matematis, hubungan antara indeks
kerentanan seismik Kg, frekuensi dominan fo
dan faktor amplifikasi Ag dapat dituliskan
sebagai berikut:
𝐾𝑔 = 𝐴𝑜
2
𝑓𝑜 (2.2)
III. METODE PENELITIAN
Lokasi dan waktu penelitian
Pengambilan data mikrotremor dilakukan di
Kota Padang, Sumatera Barat. Pengukuran
mikrotremor dilakukan secara langsung oleh
tim Pusat Survei Geologi (PSG), Badan Geologi,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
selama lima hari yaitu dari 26 – 30 November
2009. Survey ini dilakukan pada 103 titik
dengan durasi pengukuran sekitar 10 menit
per titik dengan frekuensi sampling 100 Hz.
Adapun sebaran titik-titik pengukuran
tersebut dapat dilihat pada gambar 3.1.
Alat dan bahan penelitian
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data primer pengukuran mikrotremor
Kota Padang dari PSG Bandung sebanyak
103
2. Data titik kerusakan Kota Padang akibat
gempabumi pada tanggal 30 September
2009
3. Peta geologi lembar Padang, Sumatera
4. Laptop untuk pengolahan data
5. Perangkat lunak berupa: Geopsy dan
Pemetaan
Prosedur dan pengolahan data
Penelitian ini menggunakan data mikrotremor
yang diambil oleh Tim Pusat Survei Geologi,
Badan Geologi, Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral. Data yang diperoleh
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
462
dalam format .saf yang dapat secara langsung
diolah dengan menggunakan Geopsy untuk
pengolahan data mikrotremor dengan metode
HVSR sehingga diperoleh nilai frekuensi
dominan fo dan faktor amplifikasi Ao.
Selanjutnya dianalisis dengan menggunakan
persamaan (2.2) untuk mengetahui nilai
indeks kerentanan seismik Kg sebagaimana
yang terlihat pada diagram alir berikut:
Mulai
Data
Mikrotremor
Analisis HVSR
Nilai fo dan Ao
Data
Kerusakan
akibat
gempa
Analisis
Peta Kg
Interpretasi
Kesimpulan
Selesai
Gambar 3.2. Diagram alir penelitian
Pengolahan data mikrotremor dilakukan
dengan proses windowing (penjendelaan
sinyal dalam kawasan waktu) yang dilakukan
secara manual. Hasil windowing sinyal (dalam
kawasan waktu) selanjutnya ditranformasi ke
kawasan frekuensi dengan proses FFT.
Tampilan sinyal yang diperoleh masih sangat
kasar sehingga perlu dilakukan penghalusan
data. Penghalusan data di sini menggunakan
metode Kono-Omachi. Spektrum HVSR
tersebut memberikan informasi mengenai
frekuensi dominan 𝑓𝑜 dan faktor amplifikasi 𝐴𝑜
yang selanjutnya akan menjadi parameter
masukan dalam perhitungan indeks
kerentanan seismik 𝐾𝑔 dengan menggunakan
persamaan (2.2).
IV. HASIL DAN DISKUSI
Data yang diolah dengan menggunakan
metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio
(HVSR) berupa data mikrotremor 3 komponen
(komponen horizontal utara-selatan,
komponen horizontal barat-timur dan
komponen vertikal) yang tersebar pada
sepuluh kecamatan di Kota Padang.
Pengolahan data tersebut menggunakan
perangkat lunak Geopsy yang menghasilkan
spektrum-spektrum dengan frekuensi
dominan pada sumbu-x dan faktor amplifikasi
pada sumbu-y.
Indeks kerentanan seismik 𝐾𝑔merupakan salah
satu parameter yang dapat dihitung dengan
menggunakan parameter masukan dari hasil
analisis HVSR data mikrotremor tiga
komponen yaitu parameter frekuensi dominan
𝑓𝑜 (Hz) dan parameter faktor amplifikasi 𝐴𝑜.
Nilai kedua parameter tersebut diperoleh dari
penunjukkan spektrum HVSR. Nilai indeks
kerentanan seismik 𝐾𝑔 suatu daerah dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan
(2.2).
Nilai frekuensi dominan 𝑓𝑜 (Hz) kota Padang
diperoleh dari penunjukkan puncak spektrum
HVSR hasil pengolahan data mikrotremor tiga
komponen. Nilai 𝑓𝑜 yang diperoleh berkisar
antara 0,42 Hz sampai 12,12 Hz. Spektrum
HVSR menunjukkan bahwa nilai 𝑓𝑜 pada
daerah penelitian sebelah barat cenderung
lebih rendah dan mengalami peningkatan ke
arah timur dan selatan. Hal ini berkesesuain
dengan kondisi geologi daerah penelitian.
Pada daerah penelitian sebelah barat
didominasi dengan endapan aluvium yang juga
merupakan daerah pantai sehingga nilai 𝑓𝑜
yang diperoleh semakin rendah ke arah pantai.
Peningkatan nilai 𝑓𝑜 ke arah timur karena pada
daerah tersebut didominasi dengan batuan
gunungapi yang bersifat masif.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
463
Spektrum HVSR dari hasil pengolahan data
mikrotremor tidak hanya menunjukkan nilai
frekuensi dominan 𝑓𝑜 dari suatu daerah tetapi
juga memberikan informasi mengenai nilai
faktor penguatan atau faktor amplifikasi 𝐴𝑜
daerah tersebut. Nilai 𝐴𝑜 tersebut diperoleh
dari penunjukan puncak amplitudo spektrum
HVSR A(H/V). Nilai faktor amplifikasi 𝐴𝑜
menjelaskan adanya kontras impedansi antara
lapisan permukaan terhadap lapisan yang
berada di bawahnya atau dengan kata lain
faktor amplifikasi 𝐴𝑜 merupakan suatu
parameter yang memberikan informasi
mengenai struktur internal lapisan sedimen
yang lunak. Nilai faktor amplifikasi 𝐴𝑜 yang
diperoleh bervariasi dengan nilai minimum
sebesar 1,54 dan nilai maksimum sebesar
10,67 yang tersebar di 103 titik pengukuran.
Hasil perhitungan indeks kerentanan seismik
𝐾𝑔 di daerah penelitian berkisar antara 0,58
sampai 170,61. Variasi tinggi rendahnya nilai
indeks kerentanan seismik 𝐾𝑔 ini sangat
dipengaruhi oleh nilai frekuensi dominan 𝑓𝑜
(Hz) dan faktor amplifikasi 𝐴𝑜 . Nilai 𝐾𝑔
minumum sebesar 0,58 terdapat di titik
pengukuran P068 yang berlokasi di kecamatan
Kuranji dengan kondisi geologi ditutupi oleh
endapan permukaan berupa endapan aluvium.
Pada titik tersebut diketahui memiliki nilai
frekuensi dominan 𝑓𝑜 sebesar 5,99 Hz dan
faktor amplifikasi 𝐴𝑜 sebesar 1,87. Sedangkan
nilai 𝐾𝑔 maksimum sebesar 170,61 terdapat di
titik pengukuran P039 yang berlokasi di
kecamatan Nanggalo dengan kondisi geologi
ditutupi oleh endapan permukaan berupa
endapan aluvium. Pada titik tersebut diketahui
bahwa memiliki nilai frekuensi dominan 𝑓𝑜
sebesar 0,67 Hz dan faktor amplifikasi 𝐴𝑜
sebesar 10,67.
Secara umum nilai indeks kerentanan seismik
𝐾𝑔 yang relatif tinggi berada pada daerah
dengan kondisi geologi yang mayoritas
ditutupi oleh endapan aluvium. Berdasarkan
parameter masukannya, nilai indeks
kerentanan seismik 𝐾𝑔 yang tinggi akan
dijumpai pada daerah yang memiliki nilai
frekuensi dominan 𝑓𝑜 yang relatif lebih rendah
dan nilai faktor amplifikasi 𝐴𝑜 yang relatif
lebih tinggi. Nilai indeks kerentanan seismik
𝐾𝑔 < 1 ditemukan di lima titik pengukuran.
Empat titik pengukuran berada di daerah
dengan kondisi geologi berupa endapan
aluvium yaitu P068, P094, P090 dan P066.
Titik pengukuran lainnya yaitu P031 berada di
daerah dengan kondisi geologi berupa aliran
yang tak teruraikan seperti lahar dan endapan-
endapan koluvium. Nilai indeks kerentanan
seismik 1 < 𝐾𝑔 < 80 tersebar di 88 titik
pengukuran pada daerah penelitian.
Sedangkan nilai indeks kerentanan seismik
𝐾𝑔 > 80 ditemukan sepuluh titik pengukuran
yaitu P049, P069, P013, P026, P050, P035,
P040, P048, P042, dan P039.
Sebaran nilai hasil perhitungan indeks
kerentanan seismik 𝐾𝑔 yang diperoleh sangat
berkorelasi dengan tingkat kerusakan akibat
gempabumi tahun 2009 yang lalu seperti yang
terlihat pada gambar 4.1. Daerah dengan nilai
indeks kerentanan seismik 𝐾𝑔 yang tinggi
menjadi daerah terjadinya kerusakan akibat
gempabumi. Daerah dengan tingkat rentan
yang tinggi dapat dilihat pada kecamatan
Kototengah, Nanggalo, Padang Utara, Padang
Barat, Padang Timur, Lubukbergalung dan
sebagian kecamatan Kuranji.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Nilai indeks kerentanan seismik kota
Padang berkisar antara 0,58 sampai
170,61.
2. Sebaran nilai Kg berkesesuain dengan titik
kerusakan akibat gempabumi Padang pada
30 September 2009
3. Daerah dengan tingkat rentan yang tinggi
dapat dilihat pada kecamatan Kototengah,
Nanggalo, Padang Utara, Padang Barat,
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
464
Padang Timur, Lubukbergalung dan
sebagian kecamatan Kuranji.
VI. UCAPAN TERIMA KASIH
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada
Tim Survei Pusat Survei Geologi, Badan
Geologi, Kementerrian Energi, Sumber Daya
Mineral atas kesediaannya untuk memberikan
data mikrotremor Kota Padang sebagai data
primer dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Ansal, A.M., Iyisan, R. dan Güllü, H. 2001, Microtremor measurements for the microzonation of Dinar,
Pure and Applied Geophysics, vol. 158, no. 12, pp. 2525-2541.
Hadi, A.I., Farid, M., dan Fauzi, Y. 2012. Pemetaan Percepatan Getaran Tanah Maksimum dan
Kerentanan Seismik Akibat Gempabumi untuk Mendukung Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW)
Kota Bengkulu. Simetri, Jurnal Ilmu Fisika Indonesia Vol. 1 No. 2 (D).
Harijono, S.W.B. 2010. InaTEWS, Indonesia Tsunami Early Warning System: Konsep dan Implementasi.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indonesia
Kanai, K. 1983. Engineering Seismology. University of Tokyo. Japan.
Kastowo, Leo, G.W., Gafoer, S., dan Amin, T.C.. 1996. Peta Geologi Lembar Padang, Sumatera. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi, Badan Geologi; Bandung.
Sungkono. 2011. Karakterisasi Kurva Horizontal-to-Vertical Spectra Ratio: Kajian Literatur dan
Pemodelan. Jurnal Neutrino Vol. 4
Zavlavsky, Y. 2006. Empirical Determination of Local Site Effect Using Ambient Vibration
Measurements for The Earthquake Hazard and Risk Assessment to Qrayot-Haifa Bay Areas. The
Geophysical Institute of Israel.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
465
GAMBAR
Gambar 1.1. Petemuan tiga lempeng besar di Indonesia, Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik (Harijono,
2010)
Gambar 2.1. Peta Geologi Kota Padang (Kastowo, 1996)
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
466
Gambar 3.1. Peta sebaran titik pengukuran mikrotremor di Kota Padang, Sumatera Barat
Gambar 4.1. Peta sebaran hasil perhitungan nilai indeks kerentanan seismik 𝐾𝑔