pemfigoid bulosa astungkara
DESCRIPTION
kjhigbiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Pemfigoid bulosa adalah penyakit umum autoimun kronik yang ditandai
oleh adanya bula subepidermal pada kulit1. Walter Lever adalah salah seorang
pioneer yang mengklasifikasikan pemfigoid bulosa sebagai penyakit yang berbeda
dengan pemphigus vulgaris karena penyakit ini memiliki prognosis yang jauh
berbeda dengan pemphigus pada masa itu. Pemphigus vulgaris biasanya memiliki
prognosis yang buruk namun pemfigoid bulosa memiliki prognosis yang baik.2
Pemfigoid bulosa biasanya diderita oleh orang tua yang ditandai dengan erupsi
bulosa disertai rasa gatal menyeluruh dan lebih jarang melibatkan mukosa.
Pemfigoid bulosa memiliki angka morbiditas yang tinggi. Presentasinya dapat
polimorfik dan dapat terjadi kesalahan diagnosa, terutama pada tahap awal
penyakit atau pada varian atipikal di mana bula biasanya tidak ada. Dalam
kasus ini, penegakan diagnosis pemfigoid bulosa memerlukan kehati-hatian dalam
pemeriksaan untuk kepentingan pemberian pengobatan awal yang tepat. Antigen
target pada antibodi pasien yang menunjukkan dua komponen dari jungsional
adhesi kompleks-hemidesmosom ditemukan pada kulit dan mukosa1
Pemfigoid bulosa ditandai oleh adanya bula subepidermal yang besar dan
berdinding tegang, dan pada pemeriksaan imunopatologik ditemukan C3
(komponen komplemen ketiga) pada epidermal basement membrane zone, IgG
sirkulasi dan antibody IgG yang terikat pada basement membrane zone. 3,4,5,6
Kondisi ini disebabkan oleh antibodi dan inflamasi abnormal yang
terakumulasi di lapisan tertentu pada kulit atau selaput lendir. Lapisan jaringan ini
disebut membran basal. Antibodi mengikat protein di membran basal yaitu
antigen hemidesmosomal pemfigoid bulosa dan ini menarik sel-sel peradangan
secara kemotaksis.6
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pemfigoid bulosa merupakan penyakit autoimun, kronis residif yang
ditandai oleh adanya bula subepidermal yang besar dan berdinding tegang diatas
kulit normal serta pada pemeriksaan imunopatologik ditemukan C3 (komponen
komplemen ketiga) pada epidermal basement membrane zone. Pemfigoid bulosa
terutama ditemukan pada usia lebih dari 60 tahun.4,6
2.2 Etiologi dan Patogenesis
Etiologi pemfigoid bulosa adalah autoimunitas, tetapi penyebab yang
menginduksi produksi autoantibodi tersebut masih belum diketahui.4,6
Pemfigoid bulosa merupakan penyakit autoimun dengan respon imun
seluler dan humoral yang menyerang lapisan epidermis yaitu stratum basal.
Stratum basal terdiri dari sel-sel berbentuk kubus yang tersusun vertikal pada pada
perbatasan epidermis dan dermis serta sel pembentuk melanin. Lapisan ini
merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Antigen pemfigoid bulosa
merupakan protein yang terdapat pada hemidesmosom sel basal, diproduksi oleh
sel basal dan merupakan bagian dari basal membrane zone (BMZ). Fungsi
hemidesmosom adalah melekatkan sel-sel basal dengan membrana basalis,
strukturnya berbeda dengan desmosom.6,7
Terdapat dua jenis antigen pemfigoid bulosa yaitu antigen dengan berat
molekul 230 kD yang disebut PBAg1 atau PB230 dan berat molekul 180 kD yang
disebut PBAg2 atau PB180. PB230 lebih banyak ditemukan daripada PB180.6
Autoantibodi pada pemfigoid bulosa terutama IgG1, kadang- kadang
ditemukan IgA yang menyertai IgG. Isotipe IgG yang utama adalah IgG1 dan
IgG4, yang melekat pada komplemen hanya IgG1. Hampir 70% penderita
2
mempunyai autoantibodi terhadap BMZ dalam serum dengan kadar yang tidak
sesuai dengan keaktivan penyakit.6
Setelah pengikatan autoantibodi terhadap antigen target, pembentukan
bula subepidermal terjadi melalui rentetan peristiwa yang melibatkan aktivasi
komplemen, perekrutan sel inflamasi terutama neutrofil dan eosinofil serta
pelepasan berbagai kemokin dan protease seperti metaloproteinase matriks-9 dan
neutrofil elastase. Bula terbentuk akibat komplemen yang teraktivasi melalui jalur
klasik dan alternatif, kemudian akan dikeluarkan enzim yang merusak jaringan
sehingga terjadi pemisahan epidermis dan dermis.1
Studi ultrastruktural memperlihatkan bahwa pembentukan awal bula pada
pemfigoid bulosa terjadi dalam lamina lusida diantara membran basalis dan
lamina densa. Terbentuknya bula pada tempat tersebut disebabkan oleh karena
hilangnya daya tarikan filamen dan hemidesmosom.4,7
Pembentukan bula diawali dengan pengikatan antibodi terhadap antigen
pemfigoid bulosa. Fiksasi IgG pada membran basal akan mengaktifkan jalur
klasik komplemen, Aktivasi komplemen menyebabkan kemotaksis leukosit serta
degranulasi sel mast. Produk-produk sel mast menyebabkan kemotaksis dari
eosinofil melalui mediator seperti faktor kemotaktik eosinofil anafilaksis.
Leukosit dan protease sel mast mengakibatkan pemisahan epidermis kulit.
Eosinofil merupakan sel inflamasi dominan di membran basal pada lesi pemfigoid
bulosa yang menghasilkan gelatinase yang memotong kolagen ekstraseluler dari
PBAg2 yang mungkin berkontribusi terhadap pembentukan bula.4,7
2.3 Gambaran Klinis dan Diagnosis
Fase Non Bulosa
Manifestasi kulit pemfigoid bulosa bisa polimorfik. Dalam fase prodromal
penyakit nonbulosa, tanda dan gejala sering tidak spesifik, dengan rasa gatal
ringan sampai parah atau dalam hubungannya dengan eksema, papul dan atau
urtikaria, ekskoriasi yang dapat bertahan selama beberapa minggu atau bulan.
Gejala nonspesifik ini bisa ditetapkan sebagai satu-satunya tanda-tanda penyakit.1
Fase Bulosa
3
Tahap bulosa dari pemfigoid bulosa ditandai oleh perkembangan vesikel
dan bula pada kulit normal ataupun eritematosa yang tampak bersama-sama
dengan urtikaria dan infiltrat papul dan plak yang kadang-kadang membentuk
pola melingkar. Bula tampak tegang, diameter 1 – 4 cm, berisi cairan bening, dan
dapat bertahan selama beberapa hari, meninggalkan area erosi dan berkrusta. Lesi
seringkali memiliki pola distribusi simetris, dan dominan pada aspek lentur
anggota badan dan tungkai bawah, termasuk perut. Perubahan post inflamasi
memberi gambaran hiperpigmentasi dan hipopigmentasi serta, yang lebih jarang,
miliar. Keterlibatan mukosa mulut diamati pada 10-30% pasien. Daerah mukosa
hidung mata, faring, esofagus dan daerah anogenital lebih jarang terpengaruh.
Pada sekitar 50% pasien, didapatkan eosinofilia darah perifer.1
Perjalanan penyakit biasanya ringan dan keadaan umum penderita baik.
Penyakit pemfigoid bulosa dapat sembuh spontan (self-limited disease) atau
timbul lagi secara sporadik, dapat generalisata atau tetap setempat sampai
beberapa tahun. Rasa gatal kadang dijumpai, walaupun jarang ada. Tanda
Nikolsky tidak dijumpai karena tidak ada proses akantolisis. Kebanyakan bula
ruptur dalam waktu 1 minggu, tidak seperti pemfigus vulgaris, ia tidak menyebar
dan sembuh dengan cepat.4
Gambar 1. Pemphigoid Bullosa
Dapat dilihat pada gambar di atas merupakan gambar dari pemfigoid
bulosa yang terjadi pada dada pasien. Terdapat bula yang besar, tegang,
permukaan kokoh, berbentuk bulat atau oval. Bula dapat muncul pada permukaan
kulit yang normal, eritema, ataupun urtika dan dapat mengandung cairan serus
maupun hemoragik. Erupsi dapat terjadi secara lokal maupun general, biasanya
4
tersebar namun dapat juga berkelompok membentuk susunan arsiner dan
serpiginosa. Bula lebih tidak mudah ruptur dibandingkan pemphigus, namun
kadang bula yang besar, merah, basah, dan berdarah adalah permasalahan utama.
Biasanya bula dapat pecah dan membentuk krusta. Tempat predileksi yang
tersering adalah pada ketiak, bagian tengah paha, selangkangan, perut, fleksor
lengan bawah, dan kaki bagian bawah. Lesi pada membran mukosa biasanya
terjadi di daerah mulut, lebih tidak parah dan menyakitkan serta tidak mudah
ruptur dibanding pemphigus. Biasanya juga kelainan ini muncul pada anak serta
dewasa.2,4,6,9
Diagnosis pemfigoid bulosa dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
histopatologi dan imunologi.2,4,6,9
Berdasarkan gejala klinis maka akan ditemukan bula besar, tegang,
permukaan kokoh, berbentuk bulat atau oval di atas kulit yang normal, eritema,
ataupun urtika dan dapat mengandung cairan serus maupun hemoragik.
Berdasarkan gambaran histopatologi terdapat neutrofil di dermal-epidermal
junction serta terdapat neutrofil,eosinofil, dan limfosit di papiler dermis. Pada
pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron terdapat celah juntional.
Pembelahan terjadi di lamina lucida dari basal membran. Berdasarkan imunologi
terdapat deposit linier IgG sepanjang B.M.Z (Basal Membrane Zone), bisa juga
terdapat deposit C3 bila IgG tidak ditemukan. 2,4,6,9
2.4 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari pemfigoid bulosa disajikan dalam bentuk tabel seperti di
bawah ini:
Tabel 1. Diagnosis Banding dari Impetigo Bulosa 2
5
Pemfigus vulgaris (PV), adalah sebuah penyakit autoimun yang serius,
dengan bulla, dapat bersifat akut ataupun kronis pada kulit dan membran mukosa
yang sering berakibat fatal kecuali diterapi dengan agen imunosupresif. Penyakit
6
ini adalah prototype dari keluarga / golongan pemfigus, yang merupakan
sekelompok penyakit bula autoimun akantolitik. Gambaran lesi kulit pada
pemfigus vulgaris didapatkan bula yang kendur di atas kulit normal dan dapat
pula erosi. Membran mukosa terlibat dalam sebagian besar kasus. Distribusinya
dapat dibagian mana saja pada tubuh. Pada pemeriksaan histopatologi, terlihat
gambaran akantolisis suprabasalis. Pada pemeriksaan imunopatologi, diperoleh
IgG dengan pola interseluler.4,10
Pemfigus foliaseus (PF) adalah bentuk superfisial penyakit pemfigus
dengan akantolisis pada lapisan granulosum epidermis. Lesi kulit pada pemfigus
foliaseus berupa krusta dan adakalanya berupa vesikel yang kendur. Membran
mukosa jarang terlibat. Distribusi lesinya pada bagian tubuh yang lebih terbuka
dan bagian tubuh yang memiliki banyak kelenjar sebasea. Pada gambaran
histopatologi, terlihat gambaran akantolisis pada stratum granulosum. Pada
pemeriksaan imunopatologi diperoleh IgG dengan pola intraseluler.2,4,6
Pemfigus vegetans (PVeg), memberikan gambaran lesi berupa plak
granulomatosa, dan adakalanya terdapat vesikel di pinggiran lesi. Membran
mukosa terlibat pada sebagian besar kasus. Distribusi lesi pada daerah
intertriginosa, daerah perioral, leher, kepala dan aksila. Pada pemeriksaan
histopatologi, terlihat gambaran akantolosis suprabasal dan abses-abses
intraepidermal yang berisi eosinofil. Pada pemeriksaan imunopatologi, didapatkan
hasil seperti Pemfigus vulgaris.2,4,6
Epidermolisis Bulosa (EB), adalah sebuah penyakit bula subepidermal
kronik yang berkaitan dengan autoimunitas pada kolagen tipe II dalam fibrin pada
zona membrane basal. Lesi kulit berupa bula yang berdinding tegang dan erosi,
gambaran noninflamasi ataupun menyerupai pemfigus bulosa, Dermatitis
herpetiformis, atau Dermatosis IgA linear. Membran mukosa terlibat pada kasus
yang parah. Distribusi lesinya sama dengan Pemfigoid Bulosa. Pada pemeriksaan
histopatologi didapatkan bula subepidermal. Pada pemeriksaan imunopatologi
diperoleh IgG linear pada zona membrane basal.2,4,6
Dermatitis herpetiformis (DH), adalah erupsi pruritus yang kronis,
rekuren, dan intensif yang muncul secara simetris pada ekstremitas dan pada
badan dan terdiri dari vesikel-vesikel kecil, papul, dan plak urtika yang tersusun
7
berkelompok, serta berkaitan dengan gluten-sensitive enteropathy (GSE) dan
deposit IgA pada kulit. Lesi kulit berupa papul berkelompok, urtikaria, vesikel
serta krusta. Membran mukosa tidak terlibat. Lesi terdistribusi pada daerah siku,
lutut, glutea, sakral dan skapula. Pada pemeriksaan histopatologi, terlihat
gambaran mikroabses di papilla dermis, dan vesikel subepidermal. Pada
pemeriksaan imunopatologi, didapatkan IgA berbentuk granula pada ujung
papilla.2,11,12
Dermatosis IgA linear, adalah penyakit kulit dengan bula subepidermal
yang dimediasi sistem imun, dan merupakan kasus yang cukup jarang ditemukan.
Penyakit ini ditandai dengan adanya deposit IgA linear yang homogen pada zona
membran basal kutaneus. Gambaran lesi kulitnya berupa vesikel yang anular,
berkelompok dan dapat berupa bula. Membran mukosa terlibat dan biasanya
terdapat erosi dan ulkus pada mulut, serta erosi dan pada konjungtiva. Distribusi
lesinya bisa dimana saja. Pada pemeriksaan histopatologi, terlihat gambaran bula
subepidermal dan disertai neutrofil. Pada pemeriksaaan imunopatologi,
didapatkan IgA linear pada zona membran basal.2,11,12
2.5 Penatalaksanaan
Pemphigoid Bullosa, merupakan self-limited disease, meskipun tanpa
pengobatan.2,13 Penyakit ini dapat bertahan beberapa bulan hingga tahun.
Pengobatan terdiri atas pengobatan sistemik dan topikal. Pengobatan topikal dapat
digunakan saat lesi pemfigoid bulosa terlokalisir. Pengobatan sistemik digunakan
apabila lesi pemphigoid bulosa lebih ekstensif dan sulit dikontrol dengan
pengobatan topikal saja.2,9
Pengobatan topikal yang dapat diberikan pada pasien pemfigoid bulosa
berupa kortikosteroid topikal. Sebuah randomized controlled trial di Prancis
mengemukakan bahwa penggunaan 40g/hari clobetasol propionate cream 0.05%
dua kali sehari memberikan efek yang lebih baik dan aman daripada penggunaan
oral prednisone 1 mg/kg/hari.2 Dapat digunakan juga hidrokortison krim 2,5%
atau mometason krim 0,1% untuk lesi kering. Dapat juga dilakukan kompres
NaCl 0,9% pada bula.9
8
Pengobatan sistemik yang digunakan terdiri dari prednisone sistemik,
sendiri atau dalam kombinasi dengan agen lain immunosuppressive yaitu
azathioprine, mycophenolate mofetil atau tetracycline sehingga memberikan
steroid sparing effect. Obat-obat ini biasanya dimulai secara bersamaan,
mengikuti penurunan secara bertahap dari prednison dan agen steroid setelah
remisi klinis tercapai. Methrotrexate mungkin digunakan pada pasien dengan
penyakit beratyang tidak dapat bertoleransi terhadap prednison. Dosis prednisolon
40-60 mg sehari, jika telah tampak perbaikan dosis di turunkan perlahan-lahan.
Sebagian kasus dapat disembuhkan dengan kortikosteroid saja.6,9
Terapi steroid sistemik biasanya diperlukan, tetapi tidak seperti Pemfigus.
dimungkinkan untuk menghentikan terapi ini setelah 2 sampai 3 tahun. Dosis awal
60-100 mg prednisolon atau setara harus secara bertahap dikurangi ke jumlah
minimum yang akan mengendalikan penyakit ini. Azatioprine juga berpotensi
memberikan efek samping yang buruk seperti prednison. Suatu kajian
menjelaskan jika glukokortikoid sistemik diberikan pada penderita dengan dosis
tinggi tanpa dilakukan tapering selama 4 minggu, kombinasi dengan azatioprine
kurang memberi manfaat tetapi sebaliknya penderita harus menanggung efek
samping obat tersebut.6,9
Pada penderita lanjut usia dengan gejala yang tidak progresif, obat
imunosupresif ini bisa digunakan pada terapi awal tanpa dikombinasikan dengan
prednison. Glukokortikoid sistemik biasanya diperlukan pada penderitadengan
gejala yang berat dan progresif supaya penderita bisa ditangani dengan cepat.
Efek pemakaian glukokortikoid sistemik sangat cepat yaitu hanya beberapa hari.6,9
Terapi simptomatik berupa Antihistamin loratadin 10mg/hari atau
setirizine 10 mg/hari dapat diberikan untuk mengatasi rasa gatal yang dialami
pasien.9 Pemfigoid bulosa merupakan penyakit autoimunitas sehingga
memerlukan pengobatan yang lama. Untuk mencegah efek samping kortikosteroid
sistemik, dapat diberikan kombinasi tetrasiklin/eritromisin dan niasinamid setelah
penyakitnya membaik, sehingga efek samping diharapkan berkurang.6,9
9
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : KM
Umur : 51 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Banjar Dinas Bengkel, Busungbiu
Suku : Bali
Bangsa : Indonesia
Agama : Hindu
Tanggal Pemeriksaan : 30 Juni 2015
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Pasien mengeluh timbul gelembung berisi cairan di atas payudara kiri,
wajah, punggung, dan kedua eksternitas.
Perjalanan Penyakit
Pasien mengeluh timbul gelembung-gelembung berisi cairan diatas
payudara kiri, wajah, punggung, dan kedua eksternitas disertai rasa gatal, namun
tidak ada nyeri, badan lemas, maupun demam. Gelembung dikatakan muncul
sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya berupa bintik berukuran kecil lalu kemudian
bintik tersebut membesar membentuk gelembung yang berisi cairan, terasa gatal,
cepat pecah, berbau menyengat, tanpa nyeri dan demam. Pasien sempat
mengoleskan minyak oles untuk meringankan gatalnya, namun rasa gatal tersebut
tidak berkurang. Pasien mengatkan rasa gatal mengganggu aktivitas namun tidak
memberat pada malam hari.
Riwayat Pengobatan
Pasien pernah dirawat dengan keluhan penyakit yang sama 1 tahun yang
lalu di RS Dharma Yadnya, dan di RSUP Sanglah 6 bulan yang lalu selama 1
bulan 18 hari.
10
Riwayat Atopi
Riwayat atopi disangkal oleh pasien
Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama 1 tahun yang lalu, saat itu
pasien pasien telah dirawat di RS Dharma Yadnya hingga pasien sembuh. Enam
bulan kemudian keluhan pasien dikatakan muncul lagi, lalu pasien dirawat di
RSUP Sanglah. Pasien dikatakan membaik setelah dirawat selama 1 bulan 18 hari
sehingga dipulangkan. Kondisi pasien dikatakan baik dan tidak muncul lesi baru
selama 4 bulan hingga keluhan muncul lagi 1 minggu SMRS. Keluhan-keluhan
yang timbul dikatakan serupa dengan keluhan yang muncul sebelumnya.
Pasien dengan riwayat diabetes melitus tipe 2 yang terkontrol. Riwayat
hipertensi dan penyakit jantung tidak ada. Riwayat alergi, dan asma disangkal
oleh pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga dengan keluhan serupa. Riwayat atopi di keluarga
disangkal oleh pasien.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang buruh bangunan. Pasien tidak memiliki
kebiasaan merokok dan minum alkohol.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80 kali permenit
Respirasi : 24 kali permenit
Temperatur aksila : 36,5 °C
BB : 50 Kg
Status General
Kepala : Normocephali
Mata : anemis -/-, ikterus -/-
11
THT : DBN
Leher : DBN
Thorak : DBN
Abdomen : DBN
Ekstremitas : DBN
Status Dermatologi
1. Lokasi : Siku, wajah, punggung, dada
Effloresensi : Tampak bula multiple dengan ukuran 1x1 cm –
2x3 cm batas tegas susunan diskret tersebar berisi cairan jernih
berdinding tegang diatas kulit eritema dengan krusta diatasnya
berwarna kuning tebal. Nikolsky sign (-)
2. Stigmata Atopik : white demographisme (-)
3. Mukosa : dalam batas normal
4. Rambut : dalam batas normal
5. Kuku : dalam batas normal
6. Fungsi Kelenjar Keringat : dalam batas normal
7. Kelenjar Limfe : dalam batas normal
8. Saraf : dalam batas normal
3.4 Diagnosis Banding
1. Pemfigoid bulosa
12
2. Pemfigus vulgaris
3. Pemfigus foliaseus
4. Pemfigus vegetans
5. Epidermolisis Bulosa
3.5 Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 05-03-2015Darah LengkapHb 13,5Hct 44,6Leukosit 10,5Trombosit 272Kimia DarahGDS 109GDS 2 jam PP 127SGOT 12SGPT 17Natrium 130Kalium 3,5Albumin 2,8Ureum 20,0Kreatinin 0,9
Pemeriksaan PA sedang (5-8 blok) (17/01/15)
Jenis tindakan : Punch biopsy
Jenis specimen : Perut atas kanan
Gambaran : Pada lapisan epidermis tampak adanya bula subepidermis
yang mengandung sel-sel eosinofil. Bula subepidermis tersebut tampak
terdorong ke atas oleh adanya regenerasi basal. Pada lapisan papillary dermis
tampak pembuluh-pembuluh darah proliferasi dengan infiltrasi sel-sel
eosinofil perivaskuler.
Kesimpulan : Gambaran morfologi sesuai Pemfigoid Bulosa
3.6 Resume
Pasien wanita, 51 tahun, mengeluh timbul gelembung-gelembung berisi cairan
diatas payudara kiri, wajah, punggung, dan kedua eksternitas disertai rasa gatal,
namun tidak ada nyeri, badan lemas, maupun demam.
13
Pemeriksaan Fisik:
― Status Present : dalam batas normal
― Status General : dalam batas normal
― Status Dermatologis
Lokasi : Siku, punggung, thoraks
Effloresensi : Tampak bula multipel dengan ukuran 1x1 cm – 2x3 cm
batas tegas susunan diskret tersebar berisi cairan jernih berdinding tegang
diatas kulit eritema dengan krusta diatasnya berwarna kuning tebal.
Nikolsky sign (-).
3.7 Diagnosis Kerja
Pemfigoid Bulosa
3.8 Penatalaksanaan
Perawatan hari pertama, kedua dan ketiga
IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Metil Prednisolon injeksi 1-1-0 amp
Ranitidin injeksi 2 x 1 amp
Cetirizine tab 2 x 10 mg
Rawat luka basah dengan NaCl 0,9%
Asam Fusidat salep 2x1 pada luka kering
3.9 Prognosis
Vitam : Dubia ad bonam
Functionam : Dubia ad malam
Sanationam : Dubia ad malam
Cosmeticam : malam
14
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis pemfigoid bulosa pada kasus ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis
didapatkan bahwa pasien adalah seorang perempuan berusia 51 tahun. Keluhan
utama pada pasien ini timbul gelembung-gelembung berisi cairan diatas payudara
kiri, wajah, punggung, dan kedua eksternitas disertai rasa gatal, namun tidak ada
nyeri, badan lemas, maupun demam sejak 1 minggu yang lalu. Berdasarkan
kepustakaan, sebagian besar pasien dengan pemfigoid bulosa berusia lebih dari 60
tahun. Meskipun demikian, pemfigoid bulosa jarang terjadi pada anak-anak.
Tidak ada predileksi etnis, ras, atau jenis kelamin yang mendominasi pada
penyakit ini.1
Tidak ada penyebab khusus yang memicu timbulnya pemfigoid bulosa,
namun beberapa faktor dikaitkan dengan terjadinya pemfigoid bulosa. Sebagian
kecil kasus mungkin dipicu obat seperti furosemide, sulphasalazine, penicillamine
dan captopril. Suatu studi kasus menyatakan obat anti psikotik dan antagonis
aldosterone termasuk dalam faktor pencetus pemfigoid bulosa. Belum diketahui
apakah obat yang berefek langsung pada sistem imun, seperti kortikosteroid, juga
berpengaruh pada kasus pemfigoid bulosa. Sinar ultraviolet juga dinyatakan
sebagai faktor yang memicu pemfigoid bulosa ataupun memicu terjadinya
eksaserbasi pemfigoid bulosa. Beberapa faktor fisik termasuk suhu panas, luka,
trauma lokal, dan radioterapi dilaporkan dapat menginduksi pemfigoid bulosa
pada kulit normal.8
Berdasarkan anamnesis pasien mengatakan awalnya berupa bintik
berukuran kecil lalu kemudian bintik tersebut membesar membentuk gelembung
yang berisi cairan, terasa gatal, cepat pecah, berbau menyengat, tanpa nyeri dan
demam. Pasien sempat mengoleskan minyak oles untuk meringankan gatalnya,
namun rasa gatal tersebut tidak berkurang. Pasien mengatkan rasa gatal
mengganggu aktivitas namun tidak memberat pada malam hari.
Berdasarkan kepustakaan, antigen pemfigoid bulosa merupakan protein
yang terdapat pada hemidesmosom sel basal, diproduksi oleh sel basal dan
15
merupakan bagian BMZ (basal membrane zone) epitel gepeng berlapis. Fungsi
hemidesmosom ialah melekatkan sel-sel basal dengan membrane basalis,
strukturnya berbeda dengan desmosom.Terbentuknya bula akibat komplemen
yang teraktivasi melalui jalur klasik dan alternatif, yang kemudian akan
mengeluarkan enzim yang merusak jaringan sehingga terjadi pemisahan
epidermis dengan dermis. 6 Studi ultrastruktural memperlihatkan pembentukan
awal bula pada pemfigus bulosa terjadi dalam lamina lucida, di antara membrane
basalis dan lamina densa. Terbentuknya bula pada tempat tersebut disebabkan
hilangnya daya tarikan filament dan hemidesmosom.4
Langkah awal dalam pembentukan bula adalah pengikatan antibodi
terhadap antigen pemfigoid bulosa. Fiksasi IgG pada membran basal
mengaktifkan jalur klasik komplemen. Aktifasi komplemen menyebabkan
kemotaksis leukosit serta degranulasi sel mast. Produk-produk sel mas
menyebabkan kemotaksis dari eosinofil melalui mediator seperti faktor
kemotaktik eosinofil anafilaksis. Akhirnya, leukosit dan protease sel mast
mengakibatkan pemisahan epidermis kulit. Sebagai contoh, eosinofil, sel
inflamasi dominan di membran basal pada lesi pemfigoid bulosa, menghasilkan
gelatinase yang memotong kolagen ekstraselular dari PBAg2, yang mungkin
berkontribusi terhadap pembentukan bula.4
Pada pemeriksaan fisik umum ditemukan status present dan status general
dalam batas normal. Sedangkan pada pemeriksaan fisik khusus yaitu status
dermatologis ditemukan lesi yang berlokasi di siku, wajah, punggung dan dada
dengan effloresensi berupa bula multiple dengan ukuran 1x1 cm sampai 2x3 cm
batas tegas, susunan diskret tersebar, berisi cairan jernih, berdinding tegang
diatas kulit eritema dengan krusta tebal diatasnya yang berwarna kuning.
Temuan ini sesuai dengan gambaran klinis pemfigoid bulosa yang
dijelaskan pada kepustakaan yaitu pada pemfigoid bulosa tahap bulosa ditandai
oleh perkembangan vesikel dan bula pada kulit normal ataupun eritematosa yang
tampak bersama-sama dengan urtikaria dan infiltrat papul dan plak yang kadang-
kadang membentuk pola melingkar. Bula tampak tegang, diameter 1 – 4 cm,
berisi cairan bening, dan dapat bertahan selama beberapa hari, meninggalkan area
erosi dan berkrusta. Lesi seringkali memiliki pola distribusi simetris, dan
16
dominan pada aspek lentur anggota badan dan tungkai bawah, termasuk perut.
Perubahan pasca inflamasi memberi gambaran hiperpigmentasi dan
hipopigmentasi serta miliar.1
Pemeriksaan penunjang pada pasien ini meliputi pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan histopatologi. Pemeriksaan laboratorium meliputi
pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah dalam batas normal. Pemeriksaan
histopatologi PA menunjukkan pada lapisan epidermis tampak adanya bula
subepidermis yang mengandung sel-sel eosinofil. Bula subepidermis tersebut
tampak terdorong ke atas oleh adanya regenerasi basal. Pada lapisan papillary
dermis tampak pembuluh-pembuluh darah proliferasi dengan infiltrasi sel-sel
eosinofil perivaskuler. Hal ini sesuai dengan gambaran morfologi pemfigoid
bulosa.
Diagnosis banding pada pasien ini meliputi pemfigus vulgaris, pemfigud
foliaceus, pemfigus vegetans dan epidermolisis bulosa. Pemfigus Vulgaris karena
bentuk lesinya hampir mirip, dan juga merupakan penyakit autoimun yang serius,
dengan bula, dapat bersifat akut ataupun kronis pada kulit dan membran mukosa
yang sering berakibat fatal kecuali diterapi dengan agen imunosupresif. Gambaran
lesi kulit pada pemfigus vulgaris didapatkan bula yang kendur di atas kulit normal
dan dapat pula erosi. Membran mukosa terlibat dalam sebagian besar kasus.
Distribusinya dapat dibagian mana saja pada tubuh.4,10
Pemfigus foliaseus adalah bentuk superfisial penyakit pemfigus dengan
akantolisis pada lapisan granulosum epidermis. Lesi kulit pada pemfigus foliaseus
berupa krusta dan adakalanya berupa vesikel yang kendur. Membran mukosa
jarang terlibat. Distribusi lesinya pada bagian tubuh yang lebih terbuka dan bagian
tubuh yang memiliki banyak kelenjar sebasea. Pada gambaran histopatologi,
terlihat gambaran akantolisis pada stratum granulosum. Pada pemeriksaan
imunopatologi diperoleh IgG dengan pola intraseluler.2,4,6
Pemfigus vegetans memberikan gambaran lesi berupa plak granulomatosa,
dan adakalanya terdapat vesikel di pinggiran lesi. Membran mukosa terlibat pada
sebagian besar kasus. Distribusi lesi pada daerah intertriginosa, daerah perioral,
leher, kepala dan aksila. Pada pemeriksaan histopatologi, terlihat gambaran
17
akantolosis suprabasal dan abses-abses intraepidermal yang berisi eosinofil. Pada
pemeriksaan imunopatologi, didapatkan hasil seperti Pemfigus vulgaris.2,4,6
Selain itu dapat pula dibuat diagnosis banding Epidermolisis Bulosa, yang
merupakan penyakit bula subepidermal kronik yang berkaitan dengan
autoimunitas pada kolagen tipe II dalam fibrin pada zona membrane basal. Lesi
kulit berupa bula yang berdinding tegang dan erosi, gambaran noninflamasi
ataupun menyerupai pemfigus bulosa, dermatitis herpetiformis, atau dermatosis
IgA linear. Membran mukosa terlibat pada kasus yang parah. Distribusi lesinya
sama dengan pemfigoid bulosa.
Pada pasien ini diberikan terapi IVFD NaCl 0,9% 20 tpm, metil
prednisolon injeksi 1-1-0 ampul, ranitidine injeksi 2 x 1 ampul, cetirizine tablet 2
x 10 mg, rawat luka basah dengan NaCl 0,9%, asam fusidat salep 2 x 1 untuk luka
kering. Berdasarkan kepustakaan, pengobatan pemfigoid bulosa terdiri dari
prednisone sistemik, baik tunggal atau dalam kombinasi dengan agen lain yaitu
azathioprine, mycophenolate mofetil atau tetracycline. Obat-obat ini biasanya
dimulai secara bersamaan, mengikuti penurunan secara bertahap dari prednison
dan agen steroid setelah remisi klinis tercapai. Kasus ringan mungkin hanya
memerlukan kortikosteroid topikal. Asam fusidat diberikan untuk mengatasi
infeksi sekunder sehingga diberikan pada luka yang basah. Sedangkan cetirizine
diberikan sebagai antihistamin untuk mengurangi rasa gatal.
Pada pasien ini prognosis Quo ad vitam adalah dubia ad bonam karena
secara keselurahan pasien ini tidak memiliki penyakit lain yang menyertai
pemfigoid bulosa kecuali diabetes melitus yang sudah terkontrol. Penyakit
pemfigoid bulosa sendiri tidak mengancam jiwa. Prognosis Quo ad functionam
adalah dubia ad malam jika tidak dilakukan rehabilitasi dan fisioterapi pada pasien
karena saat ini pasien mengeluh sulit untuk bergerak. Prognosis Quo ad
sanationam adalah dubia ad malam karena pasien ini telah mengalami keluhan ini
untuk ketiga kali dan lesinya luas pada seluruh tubuh. Prognosis Quo ad
cosmeticam adalah malam karena penyakit ini jika sembuh akan menyebabkan
hiperpigmentasi ataupun jaringan sikatriks.1
18
BAB V
SIMPULAN
Pemfigoid bulosa merupakan penyakit autoimun, kronis residif yang
ditandai oleh adanya bula subepidermal yang besar dan berdinding tegang diatas
kulit normal serta pada pemeriksaan imunopatologik ditemukan C3 (komponen
komplemen ketiga) pada epidermal basement membrane zone. Etiologi pemfigoid
bulosa adalah autoimunitas, tetapi penyebab yang menginduksi produksi
autoantibodi tersebut masih belum diketahui.4,6
Pemfigoid bulosa merupakan penyakit autoimun dengan respon imun
seluler dan humoral yang menyerang lapisan epidermis yaitu stratum basal.
Pemfigoid bulosa memiliki dua fase dalam perjalanan klinisnya yakni fase non
bulosa, yang ditandai fase prodormal, gejala sering tidak spesifik, dengan rasa
gatal ringan sampai parah atau dalam hubungannya dengan eksema, papul dan
atau urtikaria, ekskoriasi yang dapat bertahan selama beberapa minggu atau bulan;
dan fase bulosa yang ditandai oleh perkembangan vesikel dan bula pada kulit
normal ataupun eritematosa yang tampak bersama-sama dengan urtikaria dan
infiltrat papul dan plak yang kadang-kadang membentuk pola melingkar1.
Diagnosis pemfigoid bulosa dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
histopatologi dan imunologi.2,4,6,9 Pemfigoid Bulosa memiliki beberapa Diagnosis
Banding yakni Pemfigus Vulgaris, Pemfigus Foliaseus, Pemfigus Vegetans,
Epidermolisis Bulosa, Dermatitis Herpetiformis, Dermatosis IgA linear2
Pemphigoid Bullosa, merupakan self-limited disease, meskipun tanpa
pengobatan.2,13 Penyakit ini dapat bertahan beberapa bulan hingga tahun.
Pengobatan terdiri atas pengobatan sistemik dan topikal. Pengobatan topikal dapat
digunakan saat lesi pemfigoid bulosa terlokalisir. Pengobatan sistemik digunakan
apabila lesi pemphigoid bulosa lebih ekstensif dan sulit dikontrol dengan
pengobatan topikal saja.2,9
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Borradori L, Bernard P. 2010. Bullous pemphigoid in Bolognia. J
L Jorizzo, J L Rapini,R P. Dermatology, vol 1 2nd Ed by Mosby.
2. Wolff K, Johnson RA. 2007.Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinic
al Dermatology. 6th Ed. New York: Mc Graw-Hill.
3. Wojnarowska F, Eady RAJ, Burge SM. 2010. Bullous Eruption in
Champion. RH Burton, J L Burns, D A Breathnach S.M. Textbook
of Dermatology
4. Stanley JR. 2008. Bullous Pemphigoid in Fitzpatrick’s Dermatology
In General Medicine 7th Ed. New York: McGraw-Hill. p475-480
5. Habif T P. 2003.Clinical Dermatology, a Color Guide to Diagnosis and T
herapy. 4th ed.
6. Djuanda A. 2011. Pemfigoid Bulosa: Buku Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi keenam. Jakarta: Balai penerbit FK-UI.P.210-212.
7. Stanley JR. 2008. Pemphigus in Fitzpatrick’s Dermatology In General
Medicine 7th Ed. New York: McGraw-Hill. p459-467.
8. Eady, Burge SM. 2005. Bullous Eruption in Champion. RH Burton, J L
Burns, D A Breathnach S.M. Textbook of Dermatology
9. Duarsa W. 2007. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Penyakit Kulit Dan
Kelamin RSUP Denpasar. Lab/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar.
10. Mackie MR. 2000. Clinical Dermatology 4th Ed. Oxford medical
publications. p233-235.
11. Bickle MK, Roark R. Tom, Hsu S. Autoimmune Bullous Dermatoses.
2002. Sumber: http//www.amfamphysician.org/education/rg_cme.html.
Akses: 30 Juni 2015.
12. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2004. Robbins Basic Pathology 7th
Edition. p796-798. New Delhi: Elsevier.
13. Kasperkiewicz, Michael, Zillikens D, Schmidt E. 2012. Pemphigoid
disease: Pathogenesis, diagnosis, and treatment. Germany: Informa UK.
20