pemfigoid bullosa editan
TRANSCRIPT
Lab Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Tutorial Klinik
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Pemfigoid Bulosa
Oleh :
Lusy Octavia Saputri
Yunita Rapa’
Pembimbing:
dr. M. Darwis Toena, Sp.KK
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Laboratorium/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
2012
PEMFIGOID BULOSA
ABSTRAK
Pemfigoid bulosa adalah penyakit autoimun yang bersifat kronik dan dapat remisi
spontan, yang ditandai dengan eritem, papul atau tipe lesi urtikaria mungkin
mendahului pembentukan bula; bula berukuran besar, tegang, oval atau bulat;
dapat berisi cairan serosa atau hemoragik dan jika terjadi erupsi dapat bersifat
lokal maupun generalisata. Pada kasus dilaporkan seorang pria berusia 64 tahun
datang dengan keluhan timbul gelembung berisi cairan di kedua tungkai atas dan
bawah, diawali timbul bengkak dan kemerahan seperti biduran, kemudian timbil
bintil-bintil kecil yang membesar membentuk gelembung berisi cairan,
dindingnya tegang, disertai gatal dan menjalar dari ketiak menuju ke lengan dan
tangan sisi bagian dalam dan depan. Status dermatologi Tampak bula cairan jernih
yang sebagian berdinding tegang, sebagian berdinding kendur, dan sisanya
tampak mengalami erosi. Tidak ada keluarga yg mengalami hal yang serupa.
Pasien mendapat terapi Penatalaksanaan berupa kortikosteroid sistemik
(dexametason injeksi), antibiotik cefadroxyl, interhistin tablet, salep asam fusidat
dan vitamin (imboost force).
Kata kunci : Pemfigoid Bulosa
PEMFIGOID BULOSA
ABSTRACT
Bullous pemphigoid is an autoimmune disease that is chronic and spontaneous
remission, characterized by erythematous, urticarial papules or types of lesions
may precede the formation of bullae; bullae large, tense, oval or round; may
contain serous or hemorrhagic fluid and if the eruption may be local or
generalized. In the reported case of a 64-year-old man came to the complaints
raised fluid-filled bubbles in both upper and lower limbs, swelling and redness
began arising as urticaria, rash timbil then enlarged to form tiny bubbles filled
with fluid, the wall tension, accompanied by itching and spreading from the
armpit to the arm and hand towards the inner side and front, and there are few in
the back. Looks dermatology Status bula clear liquid that partially walled tense,
partly walled slack, and the rest seemed to erosion. No families who experience
similar things. The management of such patients treated with systemic
corticosteroids (dexametason injection), antibiotics cefadroxyl, interhistin tablets,
ointments fusidat acids and vitamins (imboost force).
Keyword : Pemfigoid Bulosa
BAB I
PENDAHULUAN
Pemfigoid Bulosa (PB) adalah penyakit umum autoimun kronik yang
ditandai oleh adanya bula subepidermal pada kulit. Penyakit ini biasanya diderita
pada orang tua dengan erupsi bulosa disertai rasa gatal menyeluruh dan lebih
jarang melibatkan mukosa, tetapi memiliki angka morbiditas yang tinggi. Namun
presentasinya dapat polimorfik dan dapat terjadi kesalahan diagnosa, terutama
pada tahap awal penyakit atau di varian atipikal, di mana bula biasanya tidak ada.
Dalam kasus ini, penegakan diagnosis PB memerlukan tingkat pemeriksaan yang
tinggi untuk kepentingan pemberian pengobatan awal yang tepat. Antigen target
pada antibodi pasien yang menunjukkan dua komponen dari jungsional adhesi
kompleks-hemidesmosom ditemukan pada kulit dan mukosa.1
Pemfigoid Bulosa (PB) ditandai oleh adanya bula subepidermal yang besar
dan berdinding tegang, dan pada pemeriksaan imunopatologik ditemukan C3
(komponen komplemen ke-3) pada epidermal basement membrane zone, IgG
sirkulasi dan antibody IgG yang terikat pada basement membrane zone.2,3,4,5
Kondisi ini disebabkan oleh antibodi dan inflamasi abnormal terakumulasi
di lapisan tertentu pada kulit atau selaput lendir. Lapisan jaringan ini disebut
"membran basal." Antibodi (imunoglobulin) mengikat protein di membran basal
disebut antigen hemidesmosomal PB dan ini menarik sel-sel peradangan
(kemotaksis).5 Pasien pemfigoid bulosa biasanya terjadi pada usia 60 tahunan
namun dapat terjadi pada anak-anak. Pengobatan sangatlah penting karena
penyakit ini bersifat kronik dan dapat terjadi remisi spontan.
Pada tutorial kasus kali ini akan dipaparkan salah satu kasus mengenai
pemfigoid bulosa yang ditemukan di RSUD AW. Syahrani Samarinda. Pada
pembahasan akan ditekankan pada anamnesis, pemeriksaan dermatologi, cara
mendiagnosis serta penatalaksanaan dan membandingkan dengan literature yang
ada.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Insiden dan Epidemiologi
Sebagian besar pasien dengan Pemfigoid Bulosa berumur lebih dari 60
tahun dengan puncak insiden terjadi pada usia sekitar 80 tahun. Meskipun
demikian, Pemfigoid Bulosa jarang terjadi pada anak-anak, dan laporan di
sekitar awal tahun 1970 (ketika penggunaan immunofluoresensi untuk
diagnosis menjadi lebih luas) adalah tidak akurat karena kemungkinan besar
data tersebut memasukkan anak-anak dengan penanda IgA, daripada IgG, di
zona membran basal. Tidak ada predileksi etnis, ras, atau jenis kelamin yang
memiliki.1
Kecenderungan terkena penyakit Pemfigoid Bulosa. Insiden Pemfigoid
Bulosa diperkirakan 7 per juta per tahun di Prancis dan Jerman.6
2.2. Etiologi
PB adalah contoh dari penyakit yang dimediasi imun yang dikaitkan
dengan respon humoral dan seluler yang ditandai oleh dua self-antigen:
antigen PB 180 (PB180, PBAG2 atau tipe kolagen XVII) dan antigen PB 230
(PB230 atau PBAG1. 1
Etiologi PB adalah autoimun, tetapi penyebab yang menginduksi
produksi autoantibodi pada Pemfigoid Bulosa masih belum diketahui. Sistem
imun tubuh kita menghasilkan antibodi untuk melawan bakteri, virus atau zat
asing yang berpotensi membahayakan. Untuk alasan yang tidak jelas, tubuh
dapat menghasilkan antibodi untuk suatu jaringan tertentu dalam tubuh.
Dalam Pemfigoid Bulosa, sistem kekebalan menghasilkan antibodi terhadap
membran basal kulit, lapisan tipis dari serat menghubungkan lapisan luar kulit
(dermis) dan lapisan berikutnya dari kulit (epidermis). Antibodi ini memicu
aktivitas inflamasi yang menyebabkan kerusakan pada struktur kulit dan rasa
gatal pada kulit.2
Tidak ada penyebab khusus yang memicu timbulnya PB, namun
beberapa faktor dikaitkan dengan terjadinya PB. Sebagian kecil kasus
mungkin dipicu obat seperti furosemide, sulphasalazine, penicillamine dan
captopril. Suatu studi kasus menyatakan obat anti psikotik dan antagonis
aldosterone termasuk dalam faktor pencetus Pemfigoid Bulosa. Belum
diketahui apakah obat yang berefek langsung pada sistem imun, seperti
kortikosteroid, juga berpengaruh pada kasus Pemfigoid Bulosa. Sinar
ultraviolet juga dinyatakan sebagai faktor yang memicu PB ataupun memicu
terjadinya eksaserbasi PB. Beberapa faktor fisik termasuk suhu panas, luka,
trauma lokal, dan radioterapi dilaporkan dapat menginduksi PB pada kulit
normal.2
2.3. Anatomi Kulit
Gambar 2.1. Anatomi kulit3
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu
lapisan epidermis, lapisan dermis dan lapisan subkutis. Lapisan epidermis
terdiri atas : stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum
spinosum dan stratum basal.5,6
Anatomi yang terlibat pada penyakit Pemfigoid Bulosa adalah stratum
basale. Stratum basal terdiri atas sel – sel berbentuk kubus yang tersusun
vertikal pada perbatasan dermo – epidermal berbaris seperti pagar. Lapisan
ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Lapisan ini terdiri atas
dua jenis sel yaitu sel berbentuk kolumnar dan sel pembentuk melanin. Pada
sel basal dalam membran basalis, terdapat hemidesmosom. Fungsi
hemidesmosom adalah melekatkan sel – sel basal dengan membrana
basalis.5,7
2.4. PATOFISIOLOGI
Gambar 2.2 : Mekanisme pembentukan bula di Pemfigoid Bulosa (PB).
Gambar atas menggambarkan beberapa struktur protein membran basal
epidermis yang berfungsi sebagai autoantigen utama dalam penyakit kulit
autoimun subepidermal bulosa. Autoantigens utama pada pasien PB adalah
antigen PB 230 (PB230) dan antigen PB 180.
Autoantibodi PB terakumulasi dalam jaringan dan mengikat antigen pada
membran basal.8 Pasien dengan PB mengalami respon sel T autoreaktif untuk
PB180 dan PB230, dan ini mungkin penting untuk merangsang sel B untuk
menghasilkan autoantibodi patogen.1
Setelah pengikatan autoantibodi terhadap antigen target, pembentukan
bula subepidermal terjadi melalui rentetan peristiwa yang melibatkan aktivasi
komplemen, perekrutan sel inflamasi (terutama neutrofil dan eosinofil), dan
pembebasan berbagai kemokin dan protease, seperti metaloproteinase
matriks-9 dan neutrofil elastase.1
Pemfigoid Bulosa adalah contoh penyakit autoimun dengan respon imun
seluler dan humoral yang bersatu menyerang antigen pada membran basal.4
Antigen PB merupakan protein yang terdapat pada hemidesmosom sel
basal, diproduksi oleh sel basal dan merupakan bagian BMZ (basal
membrane zone) epitel gepeng berlapis. Fungsi hemidesmosom ialah
melekatkan sel-sel basal dengan membrane basalis, strukturnya berbeda
dengan desmosom.5
Terdapat dua jenis antigen Pemfigoid Bulosa yaitu dengan berat molekul
230kD disebut PBAg1 (Pemfigoid Bulosa Antigen 1) atau PB230 dan 180 kD
dinamakan PBAg2 atau PB180. PB230 lebih banyak ditemukan dari pada
PB180.5
Terbentuknya bula akibat komplemen yang beraktivasi melalui jalur
klasik dan alternatif, yang kemudian akan mengeluarkan enzim yang merusak
jaringan sehingga terjadi pemisahan epidermis dengan dermis.5
Studi ultrastruktural memperlihatkan pembentukan awal bula pada
pemfigus bulosa terjadi dalam lamina lucida, di antara membrane basalis dan
lamina densa. Terbentuknya bula pada tempat tersebut disebabkan hilangnya
daya tarikan filament dan hemidesmosom.3
Langkah awal dalam pembentukan bula adalah pengikatan antibodi
terhadap antigen Pemfigoid Bulosa. Fiksasi IgG pada membran basal
mengaktifkan jalur klasik komplemen. Aktifasi komplemen menyebabkan
kemotaksis leukosit serta degranulasi sel mast. Produk-produk sel mas
menyebabkan kemotaksis dari eosinofil melalui mediator seperti faktor
kemotaktik eosinofil anafilaksis. Akhirnya, leukosit dan protease sel mast
mengakibatkan pemisahan epidermis kulit. Sebagai contoh, eosinofil, sel
inflamasi dominan di membran basal pada lesi Pemfigoid Bulosa,
menghasilkan gelatinase yang memotong kolagen ekstraselular dari PBAG2,
yang mungkin berkontribusi terhadap pembentukan bula.3
2.5. DIAGNOSA
A. GAMBARAN KLINIS
Fase Non Bulosa
Manifestasi kulit PB bisa polimorfik. Dalam fase prodromal penyakit
nonbulosa, tanda dan gejala sering tidak spesifik, dengan rasa gatal ringan
sampai parah atau dalam hubungannya dengan eksema, papul dan atau
urtikaria, ekskoriasi yang dapat bertahan selama beberapa minggu atau bulan.
Gejala nonspesifik ini bisa ditetapkan sebagai satu-satunya tanda-tanda
penyakit.1
Fase Bulosa
Tahap bulosa dari PB ditandai oleh perkembangan vesikel dan bula pada
kulit normal ataupun eritematosa yang tampak bersama-sama dengan
urtikaria dan infiltrat papul dan plak yang kadang-kadang membentuk pola
melingkar. Bula tampak tegang, diameter 1 – 4 cm, berisi cairan bening, dan
dapat bertahan selama beberapa hari, meninggalkan area erosi dan berkrusta.
Lesi seringkali memiliki pola distribusi simetris, dan dominan pada aspek
lentur anggota badan dan tungkai bawah, termasuk perut. Perubahan post
inflamasi memberi gambaran hiper- dan hipopigmentasi serta, yang lebih
jarang, miliar. Keterlibatan mukosa mulut diamati pada 10-30% pasien.
Daerah mukosa hidung mata, faring, esofagus dan daerah anogenital lebih
jarang terpengaruh. Pada sekitar 50% pasien, didapatkan eosinofilia darah
perifer.1
Perjalanan penyakit biasanya ringan dan keadaan umum penderita baik.
Penyakit PB dapat sembuh spontan (self-limited disease) atau timbul lagi
secara sporadik, dapat generalisata atau tetap setempat sampai beberapa
tahun. Rasa gatal kadang dijumpai, walaupun jarang ada. Tanda Nikolsky
tidak dijumpai karena tidak ada proses akantolisis. Kebanyakan bula ruptur
dalam waktu 1 minggu, tidak seperti pemfigus vulgaris, ia tidak menyebar
dan sembuh dengan cepat.4
Lesi kulit
Eritem, papul atau tipe lesi urtikaria mungkin mendahului pembentukan
bula. Bula besar, tegang, oval atau bulat; mungkin timbul dalam kulit normal
atau yang eritema dan mengandung cairan serosa atau hemoragik. Erupsi
dapat bersifat lokal maupun generalisata, biasanya tersebar tapi juga
berkelompok dalam pola serpiginosa dan arciform.3
Tempat Predileksi
Aksila; paha bagian medial, perut, fleksor lengan bawah, tungkai bawah.6
Gambar 2.3: Pemfigoid Bulosa. Bula tegang diatas kulit yang eritema.7
Gambar 2.4 : Pemfigoid Bulosa.7
Gambar 2.5: Pemfigoid Bulosa.7
Gambar 2.6: Pemfigoid Bulosa.7
Gambar 7: Pemfigoid Bulosa.7
2.6. Pemeriksaan Laboratorium
Pemfigus bulosa harus dibedakan dengan pemfigus, dermatosis linear
IgA, eritema multiforme, erupsi obat, dermatitis herpetiformis dan
epidermolisis bulosa. Penderita harus melakukan Biopsi kulit dan titer
antibodi serum untuk membedakannya. Biopsi sangat penting untuk
membedakan penyakit-penyakit ini karena mempunyai prognosis yang tidak
sama.10
a) HISTOPATOLOGI
Kelainan yang dini pada Pemfigoid Bulosa yaitu terbentuknyacelah di
perbatasan dermal-epidermal, bula terletak di subepidermal, sel infiltrat yang
utama adalah eosinofil.5
b) IMUNOLOGI
Pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat endapan IgG dan C3
tersusun seperti pita di BMZ (Base Membrane Zone).5
Pewarnaan Immunofluorescence langsung (IF) menunjukkan IgG dan
biasanya juga C3, deposit dalam lesi dan paralesional kulit dan substansi
intraseluler dari epidermis.5
2.7. Diagnosis Banding
1. Pemfigus vulgaris (PV), adalah sebuah penyakit autoimun yang serius,
dengan bulla, dapat bersifat akut ataupun kronis pada kulit dan membran
mukosa yang sering berakibat fatal kecuali diterapi dengan agen
imunosupresif. Penyakit ini adalah prototype dari keluarga / golongan
pemfigus, yang merupakan sekelompok penyakit bula autoimun
akantolitik. Gambaran lesi kulit pada pemfigus vulgaris didapatkan bula
yang kendur di atas kulit normal dan dapat pula erosi. Membran mukosa
terlibat dalam sebagian besar kasus. Distribusinya dapat dibagian mana
saja pada tubuh. Pada pemeriksaan histopatologi, terlihat gambaran
akantolisis suprabasalis. Pada pemeriksaan imunopatologi, diperoleh IgG
dengan pola interseluler.8
Gambar 2.8: Lesi utama pemfigus vulgaris bula yang lembek.7
Gambar 2.9: Pemphigus vulgaris. Erosions and flaccid bullae pada kulit normal.7
2. Pemfigus foliaseus (PF) adalah bentuk superfisial penyakit pemfigus
dengan akantolisis pada lapisan granulosum epidermis. Lesi kulit pada
pemfigus foliaseus berupa krusta dan adakalanya berupa vesikel yang
kendur. Membran mukosa jarang terlibat. Distribusi lesinya pada bagian
tubuh yang lebih terbuka dan bagian tubuh yang memiliki banyak kelenjar
sebasea. Pada gambaran histopatologi, terlihat gambaran akantolisis pada
stratum granulosum. Pada pemeriksaan imunopatologi diperoleh IgG
dengan pola intraseluler.7
3. Pemfigus vegetans (PVeg), memberikan gambaran lesi berupa plak
granulomatosa, dan adakalanya terdapat vesikel di pinggiran lesi.
Membran mukosa terlibat pada sebagian besar kasus. Distribusi lesi pada
daerah intertriginosa, daerah perioral, leher, kepala dan aksila. Pada
pemeriksaan histopatologi, terlihat gambaran akantolosis suprabasal dan
abses-abses intraepidermal yang berisi eosinofil. Pada pemeriksaan
imunopatologi, didapatkan hasil seperti Pemfigus vulgaris.7
4. Epidermolisis Bulosa (EB), adalah sebuah penyakit bula subepidermal
kronik yang berkaitan dengan autoimunitas pada kolagen tipe II dalam
fibrin pada zona membrane basal. Lesi kulit berupa bula yang berdinding
tegang dan erosi, gambaran noninflamasi ataupun menyerupai pemfigus
bulosa, Dermatitis herpetiformis, atau Dermatosis IgA linear. Membran
mukosa terlibat pada kasus yang parah. Distribusi lesinya sama dengan
Pemfigoid Bulosa. Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan bula
subepidermal. Pada pemeriksaan imunopatologi diperoleh IgG linear pada
zona membrane basal.7
5. Dermatitis herpetiformis (DH), adalah erupsi pruritus yang kronis,
rekuren, dan intensif yang muncul secara simetris pada ekstremitas dan
pada badan dan terdiri dari vesikel-vesikel kecil, papul, dan plak urtika
yang tersusun berkelompok, serta berkaitan dengan gluten-sensitive
enteropathy (GSE) dan deposit IgA pada kulit. Lesi kulit berupa papul
berkelompok, urtikaria, vesikel serta krusta. Membran mukosa tidak
terlibat. Lesi terdistribusi pada daerah siku, lutut, glutea, sakral dan
skapula. Pada pemeriksaan histopatologi, terlihat gambaran mikroabses di
papilla dermis, dan vesikel subepidermal. Pada pemeriksaan
imunopatologi, didapatkan IgA berbentuk granula pada ujung papilla.7
Gambar 2.11: Dermatitis Herpetiformis dicirikan oleh kelompok vesikel intens
pruritic, papula, dan lesi urtikaria seperti biasanya didistribusikan secara simetris
pada permukaan ekstensor. Sariawan Celiac hadir dalam 75 sampai 90% dari
pasien tetapi asimtomatik dalam banyak kasus.8
6. Dermatosis IgA linear, adalah penyakit kulit dengan bula subepidermal
yang dimediasi sistem imun, dan merupakan kasus yang cukup jarang
ditemukan. Penyakit ini ditandai dengan adanya deposit IgA linear yang
homogen pada zona membran basal kutaneus. Gambaran lesi kulitnya
berupa vesikel yang anular, berkelompok dan dapat berupa bula. Membran
mukosa terlibat dan biasanya terdapat erosi dan ulkus pada mulut, serta
erosi dan pada konjungtiva. Distribusi lesinya bisa dimana saja. Pada
pemeriksaan histopatologi, terlihat gambaran bula subepidermal dan
disertai neutrofil. Pada pemeriksaaan imunopatologi, didapatkan IgA
linear pada zona membran basal.7,9,10
2.8. Penatalaksanaan
Pengobatan terdiri dari prednisone sistemik, sendiri atau dalam
kombinasi dengan agen lain yaitu azathioprine, mycophenolate mofetil atau
tetracycline. Obat-obat ini biasanya dimulai secara bersamaan, mengikuti
penurunan secara bertahap dari prednison dan agen steroid setelah remisi
klinis tercapai. Kasus ringan mungkin hanya memerlukan kortikosteroid
topikal. Methrotrexate mungkin digunakan pada pasien dengan penyakit berat
yang tidak dapat bertoleransi terhadap prednison. Dosis prednisolon 40-60
mg sehari, jika telah tampak perbaikan dosis di turunkan perlahan-lahan.
Sebagian kasus dapat disembuhkan dengan kortikosteroid saja.3
Terapi steroid sistemik biasanya diperlukan, tetapi tidak seperti
Pemfigus, dimungkinkan untuk menghentikan terapi ini setelah 2 sampai 3
tahun. Dosis awal 60-100 mg prednisolon atau setara harus secara bertahap
dikurangi ke jumlah minimum yang akan mengendalikan penyakit ini.
Azatioprine juga berpotensi memberikan efek samping yang buruk seperti
prednison. Suatu kajian menjelaskan jika glukokortikoid sistemik diberikan
pada penderita dengan dosis tinggi tanpa dilakukan tapering selama 4
minggu, kombinasi dengan azatioprine kurang memberi manfaat tetapi
sebaliknya penderita harus menanggung efek samping obat tersebut.5
Pada penderita lanjut usia dengan gejala yang tidak progresif, obat
imunosupresif ini bisa digunakan pada terapi awal tanpa dikombinasikan
dengan prednison. Glukokortikoid sistemik biasanya diperlukan pada
penderita dengan gejala yang berat dan progresif supaya penderita bisa
ditangani dengan cepat. Efek pemakaian glukokortikoid sistemik sangat cepat
yaitu hanya beberapa hari.5
Terapi dosis tinggi metilprednisolon intravena juga dilaporkan efektif
untuk mengontrol dengan cepat pembentukan bula yang aktif pada Pemfigoid
Bulosa.3
Sulfon mungkin efektif pada setengah pasien dengan Pemfigoid Bulosa.
Tidak banyak pasien yang berespon terhadap dapson. 11
2.9. Prognosis
Pemfigoid Bulosa ialah penyakit kulit kronis yang bisa menetap selama
beberapa bulan atau beberapa tahun, namun secara umum prognosisnya baik.
Walaupun mayoritas pasien yang mendapatkan terapi akan mengalami remisi
spontan, tingkat mortalitas dipertimbangkan pada pasien yang sudah lanjut
usia.12
Usia tua dan kondisi umum yang buruk telah terbukti secara signifikan
mempengaruhi prognosis. Secara historis, dinyatakan bahwa prognosis pasien
dengan Pemfigoid Bulosa jauh lebih baik dari pasien dengan pemfigus,
terutama Pemfigus Vulgaris dengan Pemfigoid Bulosa dimana tingkat
mortalitasnya sekitar 25% untuk pasien yang tidak diobati dan sekitar 95%
untuk pasien dengan penyakit Pemvigus Vulgaris saja tanpa pengobatan.
Dalam beberapa dekade terakhir, beberapa penelitian di Eropa pada kasus
Pemfigoid Bulosa menunjukkan bahwa bahkan dengan perawatan, pasien
Pemfigoid Bulosa memiliki prognosa seburuk penyakit jantung tahap akhir,
dengan lebih dari 40% pasien meninggal dunia dalam kurun 12 bulan. Dari
studi terbaru, kemungkinan bahwa penyakit penyerta dan pola praktek
(penggunaan kortikosteroid sistemik dan / atau obat imunosupresif) juga
mempengaruhi keseluruhan morbiditas dan mortalitas penyakit ini.1, 13, 14, 15
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
• Nama : Tn, MA
• Jenis kelamin : Laki-laki
• Umur : 64 Tahun
• Status : Menikah
• Alamat : jln. Srikaya II No. 14 RT. 12
• Suku : Jawa
• Pekerjaan : pensiunan pegawai negeri
• Tanggal MRS : 30 Agustus 2012
Anamnesis:
Keluhan Utama :
Timbul gelembung berisi cairan di kedua tungkai atas dan bawah
Riwayat penyakit sekarang :
Timbul gelembung-gelembung berisi air pada kedua tungkai atas kanan &
kiri sejak ± 1 minggu sebelum masuk RS. Awalnya pasien mengeluhkan
bengkak dan kemerahan seperti biduran pada kedua tungkai atas dan bawah
sebelah kanan dan kiri disertai rasa gatal, demam namun tidak ada nyeri.
Kemudian pasien berobat ke praktek dokter dan diberikan obat makan dan
obat berupa salep. Namun pasien kemudian pergi juga ke IGD dan diberi obat.
Menurut pengakuan keluarga pasien, pasien diberikan obat CTM namun lupa
nama obat salepnya. Keesokan harinya bengak berkurang pada tungkai atas
dan bawah sebelah kanan dan kiri namun timbul bintik-bintik kecil seperti
kerumut hanya pada tungkai atas sebelah kanan dan kiri saja. Awalnya bintik
berukuran kecil warna putih, kemudian bintik tersebut membesar membentuk
gelembung yang berisi cairan, dindingnya tegang, terasa gatal, menjalar dari
ketiak menuju ke lengan dan tangan sisi bagian dalam dan depan, tidak ada
nyeri demam sudah mulai agak berkurang. Kemudian pasien dibawa ke
praktek dr. Sp. KK dan dari sana pasien dirujuk ke RS AW Syahranie
Samarinda untuk rawat inap.
Riwayat penyakit dahulu
Tidak pernah mengalami keluhan yang serupa sebelumnya, riwayat. DM
& HT ± 5 thn yg lalu rutin minum obat, namun sejak 1 tahun terakhir tidak
rutin minum obat. Riwayat Stroke 2 kali (terakhir awal tahun ini) rutin minum
obat, namun sejak 1 tahun terakhir tidak rutin minum obat, riw. Alergi (-).
Sejak 1 tahun terkahir pasien mengkonsumsi obat herbal.
Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada keluarga dengan keluhan serupa.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : CM, GCS 15 (E4V5M6)
Tanda Vital :
o Tekanan darah : 150/100 mmHg
o Nadi : 88 x/menit
o Pernafasan : 20 x/menit
Status dermatologis :
Lokalisasi : Regio brachii dextra dan sinistra bagian antero-media, Regio
antebrachii dextra dan sinistra antero-medial, Region thorax posterior
Effloresensi : Tampak bula cairan jernih yang sebagian berdinding tegang,
sebagian berdinding kendur, dan sisanya tampak mengalami erosi
Pemeriksaan penunjang
Tanggal 30-8-2012 4-9-2012Darah LengkapHb 12,3 -Hct 34,7 -Leukosit 10.700 -Trombosit 282.000 -BT 3’ -CT 10’ -Kimia DarahGDS 120 191SGOT - 13SGPT - 13Bilirubin Total - 0,2Bilirubin Direct - 0,1Bilirubin Indirect - 0,1Ureum 20,0 20,1Kreatinin 0,8 0,6
Diagnosis Banding
- Pemfigoid Bulosa
- Pemfigus vulgaris
- Impetigo Bulosa
- Epidermolisis Bulosa
Diagnosis Kerja
Pemfigoid Bulosa
Penatalaksanaan
I. Perawatan hari pertama
IVFD RL 20 tpm
Dexametason injeksi 2-1-0 amp
Cefadroxil tab. 3 x 500 mg
Interhistin 3 x I tab.
Asam Fusidat salep
Imboost Force 1 x 1 tab.
II. Perawatan hari ke dua sampai hari ke tiga
IVFD RL 20 tpm
Dexametason injeksi 2-0-0 amp
Cefadroxil tab. 3 x 500 mg
Interhistin 3 x I tab.
Asam Fusidat salep
Imboost Force 1 x 1 tab.
III. Perawatan hari ke empat
IVFD RL 20 tpm
Dexametason injeksi 1-1/2-0 amp
Cefadroxil tab. 3 x 500 mg
Interhistin 3 x I tab.
Asam Fusidat salep
Imboost Force 1 x 1 tab.
Periksa GDS, LFT, RFT
IV. Perawatan hari ke lima
IVFD RL 20 tpm
Dexametason injeksi 1-0-0 amp
Cefadroxil tab. 3 x 500 mg
Interhistin 3 x I tab.
Asam Fusidat salep
Imboost Force 1 x 1 tab.
Periksa ulang GDS
V. Perawatan hari ke enam sampai hari ke delapan
IVFD RL 20 tpm
Dexametason injeksi 1-0-0 amp
Cefadroxil tab. 3 x 500 mg
Interhistin 3 x I tab.
Asam Fusidat salep
Imboost Force 1 x 1 tab.
Pasien boleh pulang
Prognosis
Vitam : Dubia ad malam
Fungtionam : Dubia ad malam
Sanationam : Dubia ad bonam
Cosmeticam : bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis pemfigoid bulosa pada kasus ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien
adalah seorang laki-laki berusia 64 tahun. Keluhan utama pada pasien ini Timbul
gelembung-gelembung berisi air pada kedua tungkai atas kanan & kiri sejak ± 1
minggu sebelum masuk RS. Berdasarkan kepustakaan, sebagian besar pasien
dengan Pemfigoid Bulosa berumur lebih dari 60 tahun. Meskipun demikian,
Pemfigoid Bulosa jarang terjadi pada anak-anak. Tidak ada predileksi etnis, ras,
atau jenis kelamin yang mendominasi pada penyakit ini.1
Tidak ada penyebab khusus yang memicu timbulnya PB, namun beberapa
faktor dikaitkan dengan terjadinya PB. Sebagian kecil kasus mungkin dipicu obat
seperti furosemide, sulphasalazine, penicillamine dan captopril. Suatu studi kasus
menyatakan obat anti psikotik dan antagonis aldosterone termasuk dalam faktor
pencetus Pemfigoid Bulosa. Belum diketahui apakah obat yang berefek langsung
pada sistem imun, seperti kortikosteroid, juga berpengaruh pada kasus Pemfigoid
Bulosa. Sinar ultraviolet juga dinyatakan sebagai faktor yang memicu PB ataupun
memicu terjadinya eksaserbasi PB. Beberapa faktor fisik termasuk suhu panas,
luka, trauma lokal, dan radioterapi dilaporkan dapat menginduksi PB pada kulit
normal.2
Dari anamnesis pasien mengeluhkan timbul gelembung-gelembung berisi
air pada kedua tungkai atas kanan & kiri sejak ± 1 minggu sebelum masuk RS.
Awalnya pasien mengeluhkan bengkak dan kemerahan seperti biduran pada
kedua tungkai atas dan bawah sebelah kanan dan kiri disertai rasa gatal, demam
namun tidak ada nyeri, kemudian bengak berkurang pada tungkai atas dan bawah
sebelah kanan dan kiri namun timbul bintik-bintik kecil seperti kerumut hanya
pada tungkai atas sebelah kanan dan kiri saja. Awalnya bintik berukuran kecil
warna putih, kemudian bintik tersebut membesar membentuk gelembung yang
berisi cairan, dindingnya tegang, terasa gatal. Antigen PB merupakan protein
yang terdapat pada hemidesmosom sel basal, diproduksi oleh sel basal dan
merupakan bagian BMZ (basal membrane zone) epitel gepeng berlapis. Fungsi
hemidesmosom ialah melekatkan sel-sel basal dengan membrane basalis,
strukturnya berbeda dengan desmosom.5
Terbentuknya bula akibat komplemen yang beraktivasi melalui jalur
klasik dan alternatif, yang kemudian akan mengeluarkan enzim yang merusak
jaringan sehingga terjadi pemisahan epidermis dengan dermis.5 Terbentuknya bula
akibat komplemen yang beraktivasi melalui jalur klasik dan alternatif, yang
kemudian akan mengeluarkan enzim yang merusak jaringan sehingga terjadi
pemisahan epidermis dengan dermis.5
Studi ultrastruktural memperlihatkan pembentukan awal bula pada
pemfigus bulosa terjadi dalam lamina lucida, di antara membrane basalis dan
lamina densa. Terbentuknya bula pada tempat tersebut disebabkan hilangnya daya
tarikan filament dan hemidesmosom.3
Langkah awal dalam pembentukan bula adalah pengikatan antibodi
terhadap antigen Pemfigoid Bulosa. Fiksasi IgG pada membran basal
mengaktifkan jalur klasik komplemen. Aktifasi komplemen menyebabkan
kemotaksis leukosit serta degranulasi sel mast. Produk-produk sel mas
menyebabkan kemotaksis dari eosinofil melalui mediator seperti faktor
kemotaktik eosinofil anafilaksis. Akhirnya, leukosit dan protease sel mast
mengakibatkan pemisahan epidermis kulit. Sebagai contoh, eosinofil, sel
inflamasi dominan di membran basal pada lesi Pemfigoid Bulosa, menghasilkan
gelatinase yang memotong kolagen ekstraselular dari PBAG2, yang mungkin
berkontribusi terhadap pembentukan bula.3
Pada pemeriksaan fisik khususnya Status dermatologis lokalisasi : Regio
brachii dextra dan sinistra bagian antero-media, Regio antebrachii dextra dan
sinistra antero-medial. Effloresensi tampak bula cairan jernih yang sebagian
berdinding tegang, sebagian berdinding kendur, dan sisanya tampak mengalami
erosi
Hal ini sesuai dengan gambaran klinis pemfgoid bullosa yang diutarakan
dalam kepustakaan pada PB tahap bulosa ditandai oleh perkembangan vesikel dan
bula pada kulit normal ataupun eritematosa yang tampak bersama-sama dengan
urtikaria dan infiltrat papul dan plak yang kadang-kadang membentuk pola
melingkar. Bula tampak tegang, diameter 1 – 4 cm, berisi cairan bening, dan
dapat bertahan selama beberapa hari, meninggalkan area erosi dan berkrusta. Lesi
seringkali memiliki pola distribusi simetris, dan dominan pada aspek lentur
anggota badan dan tungkai bawah, termasuk perut. Perubahan post inflamasi
memberi gambaran hiper- dan hipopigmentasi serta, yang lebih jarang, miliar.
Pemeriksaan penunjang pada pasien ini tidak dilakukan. Karena dari
anamnesa dan pemeriksaan fisik diagnosa sudah dapat ditegakkan. Namun,
pemeriksaan dapat dilakukan apabila gambaran klinis tidak jelas.
Diagnosis banding pada pasien ini adalah pemfigus vulgaris karena bentuk
lesinya hampir mirip, dan juga merupakan penyakit autoimun yang serius, dengan
bulla, dapat bersifat akut ataupun kronis pada kulit dan membran mukosa yang
sering berakibat fatal kecuali diterapi dengan agen imunosupresif. Gambaran lesi
kulit pada pemfigus vulgaris didapatkan bula yang kendur di atas kulit normal dan
dapat pula erosi. Membran mukosa terlibat dalam sebagian besar kasus.
Distribusinya dapat dibagian mana saja pada tubuh. Selain itu dapat pula dibuat
diagnosis banding Epidermolisis Bulosa (EB), yag merupakan penyakit bula
subepidermal kronik yang berkaitan dengan autoimunitas pada kolagen tipe II
dalam fibrin pada zona membrane basal. Lesi kulit berupa bula yang berdinding
tegang dan erosi, gambaran noninflamasi ataupun menyerupai pemfigus bulosa.
Dermatitis herpetiformis, atau Dermatosis IgA linear. Membran mukosa terlibat
pada kasus yang parah. Distribusi lesinya sama dengan Pemfigoid Bulosa. Pada
impetigo bulosa merupakan penyakit yang disebabkan oleh Staphylococcus
aureus, tempat predileksi di ketiak, dada dan punggu. Sering bersama-sama
miliaria. Kelainan kulit berupa eritema, bula dan hipopion, jika vesikel/bula telah
pecah dan hanya terdapat koleret dan dasarnya masih eritematosa.
Pada pasien ini diberikan Dexamethason injeksi 2-1-0 ampul (secara
bertahap diturunkan 2-0-0; 1-1/2-0; 1-0-0 ampul), Cefadroxyl 3 x 500 mg,
Interhistin tab 3 x 1, Asam Fusidat untuk luka basah. Pengobatan terdiri dari
prednisone sistemik, sendiri atau dalam kombinasi dengan agen lain yaitu
azathioprine, mycophenolate mofetil atau tetracycline. Obat-obat ini biasanya
dimulai secara bersamaan, mengikuti penurunan secara bertahap dari prednison
dan agen steroid setelah remisi klinis tercapai. Kasus ringan mungkin hanya
memerlukan kortikosteroid topikal. Cefadroxyl dan asam fusidat diberikan untuk
mengatasi infeksi sekunder. Sehingga diberikan pada luka yang basah. Sedangkan
interhistin diberikan sebagai antihistamin untuk mengurangi rasa gatal. Imboost
force diberikan untuk meningkatkan sistem imun.
Pada pasien ini prognosis Quo ad vitam adalah dubia ad malam karena
secara keselurahan pasien ini memiliki penyakit lain yang menyertai pemfigoid
bulosa seperti DM, HT dan riw. Stroke 2 kali serta usia pasien yang sudah tua
sehingga mempengaruhi dalam kesembuhan dari penyakit pemfigoid bulosa,
walaupun penyakit pemfigoid bulosa sendiri tidak mengancam jiwa. Prognosis
Quo ad functionam adalah dubia ad malam karena pasien sudah 2 kali mengalami
stroke di mana selama terkena stroke, pasien tidak dilakukan rehabilitasi dan
fisioterapi untuk mengembalikan atau mengurangi kecatatan yang ada akibat
stroke yang dideritanya. Prognosis Quo ad sanationam adalah dubia ad bonam
karena pada pasien ini baru pertama kali mengalami keluhan ini dan lesinya tidak
luas dan masih ada kemungkinan sembuh. Prognosis Quoad cosmeticam adalah
bonam karena penyakit ini jika tidak sembuh tidak menyebabkan jaringan
sikatrik.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Borradori L, Bernard P. Bullous pemphigoid in Bolognia. J L Jorizzo, J L Rapini, R P. Dermatology, vol 1 2nd Edition by Mosby. 2. Fenella Wojnarowska R A J
2. Eady & Susan M Burge. Bullous Eruption in Champion. RH Burton, J L Burns, D A Breathnach S.M. Textbook of Dermatology
3. John R Stanley. Pemphigus in Freedberg. I M Eisen, A Z Wolff, K Austen, K F Goldsmith, L A and Katz S.I. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine vol. 1 6th Edition. (McGraw-Hill, New York, 1999)
4. Habif T P. Clinical Dermatology, a Color Guide to Diagnosis and Therapy 4th edition (October 27, 2003) by Mosby
5. Djuanda A. Pemfigoid Bulosa. In: Hamzah M, Aisah S, editors. Buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi kelima. Jakarta: Balai penerbit FK-UI 2010. P.210-211.
6. William H, Bigby M, Diepgen T, Herxheimer A, Naldi L, Rzany B. Evidence- Based Dermatology. p. 660 – 663 (BMJ Book, London)
7. Wolff K, Johnson R A. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. 6th ed. New York: Mc Graw-Hill. 2007
8. MacKie M. R. Clinical Dermatology. 4th Edition. Oxford medical publications;1997. P. 233-235.
9. Bickle M. K, Roark R. Tom, Hsu, S. Autoimmune Bullous Dermatoses. [online]. 2002 May 01. [cited 2012 Aug 31]; [16 pages]. Available from: URL: http//www.amfamphysician.org/education/rg_cme.html.
10. Kumar V, Cotran R S, Robbins, S L. Robbins Basic Pathology 7th Edition. p. 796-798. Elsevier, New Delhi, 2004
11. Schachner A L, Hansen C R. Pediatric Dermatology. 2th Edition. Beers M H, Porter RS, Jones T V, Kaplan J L, Berkwits M. The Merck Manual 18th Edition Volume. pp. 947-950 (Elsevier, New Jersey, 2006)
12. Bullous pemphigoid : American Osteopathic College of Dermatology. Available from: URL:http://www.aocd.com/index.html#ed
13. Swerlick A R, Korman J N. Bullous Pemphigoid: Journal of Investigative Dermatology . [online]. 2004 May 04 [cited 2012 Aug 31]; [10 Pages]. Available from: URL: http://www.nature.com/jid/journal/v122/n5/index.html#ed
14. Bernard Philippe, Ziad Reguia. Risk Factors for Relapse in Patients With Bullous Pemphigoid in Clinical Remission. [online]. 2009, May [cited 2011 Aug 31]; [11 pages]. Available from: URL: http://archderm.ama-assn.org/