pemilihan cairan intraoperatif

37
Tugas Refrat Tatalaksana Cairan Intra Operasi dan Pemilihan Cairan Oleh Devi Ariani Effendy (04053100081) Rashida binti M. Jalil (5407100113) Rizka Maria Latifah (04053100125) Pembimbing dr. Fredi Heru Irwanto, SpAn

Upload: rizkalatifah

Post on 02-Jul-2015

213 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: pemilihan cairan intraoperatif

Tugas Refrat

Tatalaksana Cairan Intra Operasi

dan Pemilihan Cairan

Oleh

Devi Ariani Effendy (04053100081)

Rashida binti M. Jalil (5407100113)

Rizka Maria Latifah (04053100125)

Pembimbing

dr. Fredi Heru Irwanto, SpAn

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI

RUMAH SAKIT MOEHAMMAD HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2011

Page 2: pemilihan cairan intraoperatif

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Refrat

Tatalaksana Cairan Intra Operasi dan Pemilihan Cairan

Oleh

Devi Ariani Effendy (04053100081)

Rashida binti M. Jalil (5407100113)

Rizka Maria Latifah (04053100125)

Pebimbing

dr. Fredi Heru Irwanto, SpAn

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti

Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas

Kedokteran Univesitas Sriwijaya Rumah Sakit Moehammad Hoesin periode 11

April s/d 9 Mei 2011.

Palembang, April 2011

dr. Fredi Heru Irwanto, SpAn

ii

Page 3: pemilihan cairan intraoperatif

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan

rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul

“Tatalaksana Cairan Intra Operasi dan Pemilihan Cairan” dengan baik.

Selanjutnya, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada dr. Fredi Heru Irwanto, SpAn selaku dosen pembimbing yang telah

membantu penyelesaian makalah ini. Penyusun juga mengucapkan terima kasih

kepada rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan

makalah ini.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak

terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan

saran dan kritik guna menyempurnakan makalah ini di masa mendatang. Kami

berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi teman-teman di FK Unsri dalam

memperdalam ilmu di bidang anestesiologi dan reanimasi.

Palembang, April 2011

Penyusun

iii

Page 4: pemilihan cairan intraoperatif

Tatalaksana Cairan Intra Operasi dan Pemilihan Cairan

Penentuan jumlah cairan intravena yang akan digunakan selama operasi

tergantung pada banyak faktor, meliputi kondisi pasien preoperatif, jenis operasi,

dan durasi operasi. Jenis cairan yang digunakan tergantung pada kompartemen

cairan yang membutuhkan pengantian. Jumlah cairan yang diberikan harus

ditujukan untuk mempertahankan tekanan darah dan aliran darah yang adekuat.

Terdapat peningkatan bukti yang menunjukkan bahwa terapi cairan memperbaiki

hasil dan mengurangi masa rawat inap setelah operasi besar.

Kompartemen Cairan

Total cairan tubuh untuk individu dengan berat badan 70 kg sekitar 42 L.

Cairan ini terdapat dalam kompartemen cairan berbeda tetapi dapat bergerak

bebas melalui sel dan dinding pembuluh darah. Cairan intraseluler adalah cairan

yang terdapat di dalam sel dan memiliki volume sekitar 28 L atau ⅔ dari total

cairan tubuh. Ion intraseluler utama adalah potasium dan magnesium. Cairan

ekstraseluler memiliki bolume sekitar 14 L dan selanjutnya dibagi menjadi plasma

dan sel darah merah (5 L) dan kompartemen cairan interstitial (9 L). Cairan

interstitial menggenangi sel dan memungkinkan substansi metabolik dan sisa

metabolik berdifusi diantara kapiler-kapiler dan sel-sel dalam jaringan. Mayoritas

cairan interstitial tidak bebas tetapi terdapat di dalam matriks proteoglikan dalam

bentuk gel yang secara signifikan memperlambat aliran sejumlah besar cairan.

Plasma mengandung ion inorganik (terutama sodium dan klorida), molekul

sederhana seperti urea dan molekul organik yang lebih besar seperti albumin dan

globulin yang larut dalam air. Cairan transeluler adalah ekstraseluler dan

ekstravaskuler dan meliputi cairan serebrospinal, humor aquous, cairan pleura,

perikardial, peritoneal, dan sinovial. (Gambar 1).

1

Page 5: pemilihan cairan intraoperatif

Dinamika Cairan

Pergerakan cairan melewati membran-membran tergantung pada

permeabilitas membran terhadap berbagai molekul. Endotel kapiler sangat

permeabel terhadap air dan ion-ion kecil seperti sodium dan klorida tetapi

impermeabel terhadap molekul yang lebih besar seperti albumin. Aliran cairan

melewati endotel kapiler pertama kali dijelaskan oleh Starling1 pada tahun 1896

dan dapat dijelaskan dengan rumus berikut:

Qv = total aliran cairan melewati membran kapiler

K = koefisien filtrasi cairan

PC = tekanan hidrostatik kapiler

PT = tekanan hidrostatik interstitial

C = koefisien refleksi

C = tekanan onkotik koloid kapiler

T = tekanan onkotik koloid interstitial

Gambar 1. Kompartemen Cairan

Tekanan bersih intrakapiler (hidrostatik + onkotik koloid) lebih besar

daripada tekanan bersih interstitial (hidrostatik + koloid koloid), yang berakibat

pada gradien tekanan yang menghasilkan aliran cairan lambat berkesinambungan

dari lumen kapiler ke interstitium. Jaringan ini atau cairan interstitial mengalir

2

Page 6: pemilihan cairan intraoperatif

melalui sistem limfatik menuju sirkulasi sistemik. Koefisien refleksi adalah

ekspresi matematika (0 – 1) untuk permeabilitas membran kapiler terhadap

substansi tertentu. Jadi, koefisien refleksi akan bervariasi tergantung jaringan dan

substansi. Jika substansi tersebut sangat permeabel terhadap membran kapiler,

koefisien refleksi berupa 0; jika substansi tersebut sangat impermeabel, koefisien

refleksi berupa 1. Untuk protein, koefisien refleksi untuk hati, paru-paru, dan otak

adalah 0.1, 0.7, dan 0.99.2 peningkatan permeabilitas vaskuler dikarenakan

kejadian seperti trauma bedah dan hipoperfusi jaringan ditandai dengan penurunan

koefisien refleksi (C) yang menyebabkan peningkatan aliran cairan transkapiler

(QV). Molekul koloid akan hilang dari ruang intravaskuler, menurunkan efek

ekspansi volume plasma terhadap koloid endogen (albumin dan globulin) dan

koloid yang dimasukkan. Kumpulan molekul koloid dalam kompartemen

ekstravaskuler menyebabkan peningkatan tekanan onkotik interstitial yang

selanjutnya meningkatkan aliran transkapiler menuju interstitium dan

menyebabkan edema jaringan. Molekul koloid yang lebih besar memiliki

koefisien refleksi yang lebih tinggi dan cenderung dipertahankan dalam sirkulasi

dan menyokong volume intravaskuler pada saat permeabilitas vaskuler meningkat.

Komposisi cairan yang digunakan selanjutnya akan mengatur distribusinya

(Gambar 1). Air murni memasuki seluruh kompartemen cairan tubuh dan

memberikan ekspansi minimal terhadap volume intravaskuler. Infus larutan

sodium klorida isotonis intravena hanya memasuki kompartemen ekstraseluler

dan akan meningkatkan volume intravaskuler sebanyak seperlima volume yang

dimasukkan. Larutan koloid yang mengandung molekul besar dipertahankan

dalam sirkulasi, setidaknya pada awal pemberian, sehingga memberikan

penambahan volume intravaskuler yang lebih besar per unit volume yang

dimasukkan. Lamke dan Liljedahl3 menunjukkan bahwa infus 6% hetastarch,

albumin, atau saline 1000 ml selama 90 menit pada pasien postoperasi, 75% dan

50% hetastarch dan albumin, secara bertahap, tetap bertahan dalam ruang

intravaskuler, dimana <20% saline bertahan.

Pemilihan Cairan

3

Page 7: pemilihan cairan intraoperatif

Pemilihan cairan intravena dapat secara luas dikategorikan sebagai koloid

dan kristaloid. Kristaloid efektif dan cukup untuk tatalaksana awal penurunan

kompartemen ekstraseluler yang berkaitan dengan syok hemoragik, operasi besar,

atau trauma. Setelah tahap resusitasi akut, biasanya terhadap tingkat hemodilusi

yang signifikan dan penurunan tekanan onkotik koloid plasma. Penurunan tekanan

onkotik koloid plasma berhubungan dengan pembentukan edema dan transudat.

Hal ini selanjutnya menekankan bahwa resusitasi cairan berlanjut harus meliputi

larutan koloid dalam upaya meminimalkan edema interstitial dalam organ penting,

seperti jantung, pari-paru, dan otak. Koloid didefinisikan sebagai molekul dengan

berat yang lebih besar dan dengan demikian bertahan dalam ruang vaskuler untuk

waktu yang lebih panjang. Protokol resusitasi yang mengandung koloid telah

dibuktikan memiliki kemampuan untuk mempertahankan atau meningkatkan

tekanan onkotik koloid plasma.4

Jenis Cairan

Kristaloid

Saline melawan Larutan Elektrolit “Seimbang”. Penggunaan volume

sodium klorida 0,9% isotonis secara besar berhubungan dengan perkembangan

hiperkloremia asidosis metabolik signifikan secara klinis yang disebabkan oleh

beban besar klorida.5 hiperkloremia menghasilkan vasokonstriksi ginjal progresif

dan penurunan tingkat filtrasi glomerulus yang tidak tergantung saraf-saraf ginjal.6

larutan kristaloid “seimbang”, seperti larutan Ringer Laktat memiliki komposisi

menyerupai plasma. Dalam satu studi, sukarelawan manusia sehat diberikan 50

ml/kg larutan Ringer Laktat selama 1 jam pada satu kesempatan dan 0,9% sodium

klorida pada kesempatan lain. Kelompok sodium klorida mengalami penurunan

pH darah, perubahan mental subjektif, ketidaknyamanan perut, dan waktu yang

lebih lama sampai BAK pertama.7 Dua studi terakhir berupa trial acak terkontrol8,9

menunjukkan bahwa pengunaan larutan “seimbang” menghasilkan kerusakan

hemostasis yang lebih sedikit, perfusi lambung yang lebih baik, dan pemeliharaan

fungsi ginjal yang lebih baik.

4

Page 8: pemilihan cairan intraoperatif

Dekstrose 5% mengandung 50 mg/dl glukosa, yang dimetabolisme secara

cepat dalam tubuh dan menghasilkan air. Ini dapat digunakan untuk mengobati

dehidrasi sederhana dan menyediakan penggantian air dalam periode postoperasi

tetapi bukan merupakan cairan yang cocok untuk resusitasi. Normasol adalah

larutan sodium dan klorida yang disesuaikan dengan pH 7,4 menggunakan 27 mM

asetat dan 23 mM glukonat. Cairan ini umum digunakan pada transplantasi hati.

Larutan kristaloid yang umumnya digunakan dalam praktek diringkas dalam tabel

1.

Koloid

Pemilihan koloid dapat menjadi faktor penting pada pasien dengan sepsis,

dimana permeabilitas kapiler meningkat dan koloid ukuran sedang dapat memiliki

waktu paruh yang lebih pendek dibandingkan waktu paruh intravaskuler.

TABEL 1. Komposisi Kimia dan pH Kristaloid Umum yang Digunakan

Larutan Na+

(mEq/L)

K+

(mEq/L)

Cl-

(mEq/L)

Laktat

(mEq/L)

Osmolaritas

(mEq/L)

pH Glukosa

(mg/dL)

Ca2+

(mEq/L)

Ringer Laktat 130 4 109 28 273 6.6 2

0.9% saline 154 154 308 5.0

5% dextrosa 252 4.5 50

D5LR 130 4 109 28 525 4.9 50 2

Normasol* 140 5 98 280 7.4

D5LR, dextrosa 5% dalam ringer laktat.

* Normasol mengandung asetat 27 mM dan 23 glukonat mM.

Menggunakan teknik pengenceran radioisotop, Ernest dan kawan-kawan10

menemukan bahwa albumin meningkat tidak hanya volume intravaskular tetapi

juga volume interstisial, dan dengan jumlah yang kurang lebih setara dengan

peningkatan dalam volume plasma. Para peneliti menyimpulkan bahwa infus

albumin menghasilkan translokasi cairan dari intraseluler ke kompartemen

interstisial pada pasien septik dan selanjutnya menyimpulkan bahwa ada

5

Page 9: pemilihan cairan intraoperatif

penurunan nilai intraselular. Ini terjadi karena peningkatan permeabilitas

pembuluh darah dengan kebocoran albumin ke interstitium, dan ini menyebabkan

peningkatan tekanan onkotik koloid di cairan interstisial, maka terjadi pergeseran

cairan dari kompartemen intraseluler ke interstisial. Koloid yang tersedia di

Amerika Serikat termasuk sintetik, albumin, dan dekstran. Karakteristik fisik dari

berbagai koloid disajikan pada Tabel 2.

Hidroksietil Pati. Senyawa pati hidroksietil (HES) adalah kelompok

polydispersed koloid sintetik yang secara struktural menyerupai glikogen.

Hetastarch adalah HES berat molekul tinggi, dengan rata-rata berat molekul

450.000 Da dengan 80% dari polimer yang termasuk dalam kisaran 30.000 -

2.500.000 Da. Untuk koloid polydisperse, berat molekul nomor-rata (MWN)

memberikan representasi yang lebih baik dengan jumlah ukuran partikel

dibandingkan dengan berat molekul rata-rata. HES adalah sintesis dari

amilopektin, pati lilin yang berasal dari jagung atau tanaman sereal. Amilopektin

adalah polimer D-glukosa dengan struktur percabangan. Reaksi terhadap etilen

oksida dengan bantuan katalis basa menghasilkan penggantian hidroksietil.

Mayoritas penggantian ini terjadi pada karbon 2 di cincin glukosa dengan sisanya

terjadi pada karbon 3 dan 6. Peningkatan rasio subsitusi C2/C6 menghasilkan

degradasi enzimatik lebih lambat.11

Tabel 2. Karakteristik Umum Larutan Koloid Yang Sering Digunakan

Larutan MW (Berat rata-

rata)

MW (rata-rata) COP (mmHg) Substitusi

Molar

Hespan 450,000 71,000 30 0.70

Hextend 450,000 71,000 30 0.75

10%

penstastarch

264,000 63,000 40 0,45

6

Page 10: pemilihan cairan intraoperatif

5% albumin Monodispersed 66,500-69,000 19 Tidak ada

20% albumin Monodispersed 66,500-69,000 78 Tidak ada

Dekstran 40 41,000 41,000 40 Tidak ada

Dekstran 70 70,000 41,000 40 Tidak ada

Hespan, 6% hidroksietil pati di salin; Hextend, 6% hidroksietil pati dalam larutan elektrolit

seimbang; COP, tekanan onkotik koloid.

Pati yang tidak tersubstitusi dengan cepat dihidrolisis oleh α-amilase

spesifik dalam plasma, dan substitusi dengan kelompok hidroksietil substansial

memperlambat proses ini. Tingkat substitusi menunjukkan proporsi gugus glukosa

yang telah diganti dan dapat dinyatakan sebagai angka dari 0 sampai 1. Pati

dengan tingkat substitusi mendekati 1 memiliki ketahanan yang lebih besar untuk

hidrolisa dibandingkan dengan derajat substitusi yang lebih rendah. Pati yang

digantikan kemudian disempurnakan menjadi produk akhir oleh

hidrolisis dengan berat molekul yang diperlukan, pemurnian, dan (untuk produk

tertentu) suatu proses fraksinasi untuk menghasilkan berat rantai molekul tertentu.

HES (contohnya, Hespan dan Hextend) terutama diekskresikan melalui

ginjal. Berat partikel <50.000 Da cepat disaring melalui ginjal dengan 40%

sampai 50% dari dosis dieliminasi dalam waktu 48 jam.12 Pentastarch adalah

berat molekul sedang dengan berat molekul rata-rata sekitar 200.000 Da. Ia

memiliki waktu paruh pendek dalam beberapa hari dan tidak mempengaruhi

sistem retikuloendotelial. Pentastarch 10% memiliki kapasitas luas volume awal

yang baik dari 1,5 kali volume infus. Sekitar 90% dieliminasi dalam waktu 24 jam

dan paling tidak terdeteksi setelah 96 jam. Dalam pasien kritis, pentastarch

ditemukan menjadi setara dengan albumin untuk cairan resusitasi.13 PentaLyte

(pentastarch-LR), volume plasma expander terbaru, adalah larutan pentastarch

10% dalam larutan "seimbang" dari buffer dan elektrolit yang sama

untuk Hextend formulation.14

Albumin. Albumin adalah suatu protein plasma yang terjadi secara alami

terdiri dari 584 amino asam residu. Berat molekul albumin berkisar dari 66.000

7

Page 11: pemilihan cairan intraoperatif

sampai 69.000 Da tergantung pada teknik pengukuran.15 Molekul ini sangat larut

dan membawa muatan negatif yang kuat pada pH fisiologis.  Akibatnya, albumin

bermigrasi di ruang elektrisitas.  Tergantung pada konsentrasi garam dan buffer

plasma, albumin adalah isoelektrik pada kisaran pH 4,4-5,4. Dalam serum,

albumin adalah bagian dari kation atau anion. Ciri ini berperan sebagai protein

pembawa untuk transportasi dan aktivasi obat, hormon, enzim, asam lemak, asam

amino, bilirubin, dan metabolit lainnya. Waktu paruh sirkulasi albumin adalah

sekitar 18 sampai 20 hari.

Albumin menyediakan sekitar 70% dari tekanan plasma koloid onkotik di

subyek manusia normal. Albumin manusia tersedia untuk infus sebagai 5% atau

25% larutan. Larutan 5% mengandung albumin 50 g / L larutan garam fisiologis

dan memiliki tekanan koloid onkotik sekitar 20 mmHg. Larutan 25% berisi 12,5 g

albumin dalam 50 mL pelarut buffer yang berisi 130 sampai 160 mM

natrium. Tekanan onkotik dari larutan 25% adalah sekitar 100 mmHg. Larutan 5%

adalah sekitar iso-onkotik dengan subjek normal, sedangkan larutan 25% adalah

hiperonkotik. Albumin manusia berasal dari plasma manusia mengikuti proses

pemanasan selama 10 jam pada 60 ° C.

Fraksi Plasma Protein. Fraksi protein plasma merupakan larutan 5% dari

protein yang terpilih dibuat dari darah manusia yang dikumpulkan, serum, atau

plasma. Ini mengalami proses pasteurisasi yang sama terhadap albumin dan

merupakan campuran protein yang terdiri sebagian besar albumin dalam jumlah

83% dari komposisi total protein. Meskipun larutan albumin mungkin lebih

dimurnikan dan berisi persentase albumin lebih besar (> 93%), kedua larutan

tersebut serupa dalam biaya dan karena itu digunakan secara bergantian.

Dekstran. Dekstran mempunyai tinggi berat molekul polimer D-glukosa

yang dihubungkan oleh α-1,6-rantai menjadi makromolekul linier.  Dextran

dibiosintesis secara komersial dari sukrosa oleh tipe B512 dari Leuconostoc

mesenteroides menggunakan enzim dekstran sukrase.16 Ini menghasilkan dekstran

dengan berat molekul tinggi, yang kemudian dihidrolisis oleh asam dan

dipisahkan oleh fraksinasi ethanol berulang untuk menghasilkan produk akhir

dengan relatif kisaran berat molekul yang kecil. Produk dalam penggunaan klinis

8

Page 12: pemilihan cairan intraoperatif

saat ini dijelaskan oleh MWn: dekstran 40 dan 70 masing-masing memiliki MWns

dari 41.000 dan 70.000 Da.16

Dekstran, sama seperti semua koloid semisintetik lain, adalah polydisperse

dengan 90% dari molekul dekstran 40 memiliki berat molekul antara 10.000 dan

80.000 Da. Ambang ginjal untuk dekstran adalah antara 50.000 dan 55.000 Da.

Molekul dengan MW kurang dari batas ini secara bebas disaring di glomerulus

dan molekul dengan MW <15.000 memiliki pengosongan yang mirip dengan

kreatinin.  Sekitar 70% dari dosis administrasi dekstran 40 akan dikeluarkan ke

dalam urin dalam waktu 24 jam. Molekul yang lebih besar diekskresikan melalui

usus atau difagositosis oleh sel dari retikuloendotelial sistem dimana mereka

dimetabolisme oleh dextranases endogen atau diresirkulasi

ke sirkulasi sistemik.17

Infus larutan hiperosmotik-hiperonkotik, seperti dekstran salin hipertonik,

telah terbukti sangat efektif dalam memperluas volume plasma secara cepat. 

Ekspansi volume intravaskular efisiensi, didefinisikan sebagai perluasan plasma

mililiter / mililiter cairan diinfus, adalah 7 - dan 20 kali lipat pada 30 dan 60 menit

setelah infus, masing-masing ketika dekstran salin hipertonik dibandingkan

dengan pentastarch-LR.18

Koloid Lainnya

Gelatin dihasilkan dari hidrolisis kolagen sapi. Persiapan yang lazim

tersedia adalah succinylated gelatin (Gelofusine), yang diformulasikan dalam

isotonik garam, dan gelatin urea-linked, polygeline (Haemaccel), yang

dirumuskan dalam sebuah isotonik larutan natrium klorida dengan kalium 5,1 mM

dan 6,25 mM kalsium. Pada saat ini larutan ini tidak tersedia di United States.19

9

Page 13: pemilihan cairan intraoperatif

Efek Merugikan Terkait dengan Larutan Koloid

Hemostasis

Semua koloid semisintetik telah terbukti memiliki efek pada hemostasis.

Hal ini terjadi sebagian sebagai akibat dari hemodilusi ringan faktor pembekuan

dan sebagian karena efek koloid spesifik pada komponen dari mekanisme

hemostatik. Ada beberapa insiden terpisah dilaporkan dari gangguan koagulasi

yang terkait dengan penggunaan HES, khususnya produk HES berat molekul

yang lebih besar.20 Mekanisme penyakit ini awalnya merupakan koagulopati

pengenceran diikuti oleh Sindrom von Willebrand tipe I. Kompleks faktor VIII /

vWF dan fibrinogen makromolekul mengikat koloid makromolekul,

menghasilkan polimerisasi fibrin yang dipercepat (efek fibrinoplastik) dan

memburuknya parameter rheologi. Persiapan HES dengan berat molekul sedang

dan rendah telah terbukti menghasilkan efek yang sama, tetapi lebih rendah,

dibandingkan dengan produk dengan berat molekul tinggi.21 Pentastarches adalah

dianggap lebih aman, dan risiko kehilangan darah lebih rendah dengan produk ini.

Dekstran mempunyai hubungan dengan ketidakseimbangan hemostatik

yang signifikan22,23 dan merupakan antitrombotik agen yang efektif.24,25 Selain

hemodilusi sederhana, dekstran dengan berat molekul berat meningkatkan aliran

mikrovaskular dari disagregasi trombosit dan menyebabkan penurunan aktivitas

faktor VIIIc, vWF, dan faktor VIII.26 Agregasi sel darah merah juga berkurang

dengan dekstran berat molekul rendah.

Gelatin tampaknya memiliki efek hemostasis yang paling rendah. Namun,

penurunan tingkat vWF dan faktor VIIIc telah ditemukan, dan studi dengan

thromboelastograph 27 dan sonoclot 28 menunjukkan bahwa kekuatan gumpalan

dapat berkurang setelah infus gelatin volume besar. Terdapat sedikit bukti,

bagaimanapun, bahwa ini berakibat meningkatnya kehilangan darah atau

perdarahan.26

Efek pada Ginjal

Penggunaan koloid jumlah besar untuk ekspansi volume plasma tidak

dianjurkan pada pasien yang sebelumnya sudah ada disfungsi renal. Larutan

10

Page 14: pemilihan cairan intraoperatif

hiperonkotik (10% HES 200, 20% albumin, 3,5% gelatin, 10% dextran 40)

memiliki potensi yang menyebabkan gagal ginjal.29 MW dengan fraksi rendah

akan terakumulasi dalam tubulus, membentuk artefak-artefak dan menyebabkan

obstruksi. Kondisi ini tidak muncul apabila menggunakan 5% albumin atau 3%

dextran 60. Akan tetapi, ekspansi volume pada intravena penting untuk

menghindari gagal ginjal akut; oleh karena itu, larutan HES dengan vivo MW

rendah lebih disarankan serta menghindari penggunaan larutan koloid

hyperonkotik. Faktor risiko lain pada pasien, seperti usia, diabetes, hipertensi,

penyakit pembuluh darah, dan dehidrasi lebih penting daripada jenis koloid yang

dipilih.

Efek Anti-inflamasi

Molekul Dekstan dan HES memiliki efek anti-inflamasi yang spesifik,

termasuk mengurangi interaksi leukosit-endotel postischemic dan kemampuan

adhesif trombosit.30 Pentastarch diduga mempunyai pengaruh yang paling besar

dan dari studi terbaru, pentastarch 10% ditemukan sebagai "tutup dan segel,”

sehingga dapat menstabilkan kebocoran kapiler yang diinduksi oleh peradangan.

Hal ini juga terbukti menurunkan permeabilitas pembuluh darah, mengurangi

edema jaringan, mengurangi pembentukan leukosit hati pada sepsis, dan

mengurangi cedera hepatoenterik iskemia-reperfusi, sehingga menghasilkan

pengurangan cedera paru yang sulit dijangkau secara signifikan. Pentastarch juga

bertindak sebagai antioksidan, yang dapat mengurangi aktivitas xanthine oksidase

dan mengurangi leukosequestrasi pulmoner.31 Pentafraksi juga diduga memiliki

manfaat khusus dalam menahan cairan dalam kapiler-kapiler, hal ini mungkin

terjadi karena penyumbatan fisik pada kapiler endotheliar dimana kebocoran

terjadi.

Kristaloid versus Koloid

Penggunaan larutan koloid sebagai pengganti kristaloid selama resusitasi

cairan untuk menjaga tekanan onkotik koloid plasma normal telah terbukti

mengurangi edema usus dan meningkatkan pO2 jaringan selama operasi

11

Page 15: pemilihan cairan intraoperatif

gastrointestinal.32 Prien dan rekan-rekannya telah mendemonstrasikan peningkatan

kadar air secara signifikan dari suatu spesimen jejunal pada pasien yang

diresusitasi dengan menggunakan larutan ringer laktat dibandingkan dengan

pasien yang diresusitasi menggunakan hetastarch atau albumin.32 Disfungsi

gastrointestinal adalah komplikasi postoperasi yang paling umum pada pasien

yang menjalani laparotomi dan merupakan penyebab tersering untuk masa rawat

di rumah sakit yang berkepanjangan.33 Edema usus yang berkurang dapat

mengakibatkan bising usus kembali lebih cepat, toleransi diet oral lebih cepat,

penurunan insiden mual dan muntah, dan kemudian dapat lebih cepat dipulangkan

dari rumah sakit.9 Selanjutnya, sebuah studi terbaru perbandingan dikontrol secara

acak dari koloid dan kristaloid menunjukkan bahwa resusitasi cairan intraoperatif

terutama dengan koloid berkaitan dengan insiden dan tingkat keparahan mual,

muntah, dan penggunaan antiemetik yang lebih rendah. Pasien dengan resusitasi

koloid juga mengalami nyeri, edema periorbital, dan penglihatan ganda yang lebih

jarang.34

Sama halnya dengan infus kristaloid seimbang, penggunaan cairan koloid

seimbang seperti Hextend baru-baru ini telah terbukti menghindari asidosis

hiperkloremik dan berhubungan dengan indeks perfusi mukosa gastrik yang lebih

baik dari pada cairan berbasis saline.5,8

Kebutuhan Cairan Perioperatif

Tabel 3 berisi ringkasan kebutuhan cairan dasar selama proses operasi.

Untuk operasi minor (kecil), insensible losses dapat diabaikan dan penggantian

cairan hanya membutuhkan kristaloid pemeliharaan. Operasi sedang (tingkat

menengah), membutuhkan penggantian cairan dengan jumlah besar untuk

menggantikan insensible loss dan darah yang hilang. Operasi major (besar)

dengan kehilangan insensible losses dengan jumlah yang besar hingga 20 ml·kg-

1·h-1 membutuhkan cairan pemeliharaan dalam bentuk larutan kristaloid dari 5

hingga 10 ml·kg-1·h-1 ditambah pemberian larutan koloid bolus dengan tujuan

12

Page 16: pemilihan cairan intraoperatif

terarah pada bolus sesuai kebutuhan untuk mempertahankan tekanan

intravaskuler, aliran darah, dan perfusi jaringan yang adekuat.

Terapi tujuan terarah

“Terapi tujuan terarah” adalah prinsip penggantian volume plasma yang

ditujukan pada pengukuran tekanan intravaskuler, aliran darah, dan perfusi

jaringan. Ini merupakan strategi yang ditujukan untuk mengurangi morbiditas dan

mortalitas pasien bedah dengan resiko tinggi dengan meningkatkan output jantung

dan pengiriman oksigen. Hubungan antara indeks jantung yang lebih tinggi dan

penurunan mortalitas setelah pembedahan diperkenalkan pertama kali pada uji

coba kontrol acak oleh Shoemaker dan rekan-rekannya35 pada tahun 1988 dan

didukung oleh beberapa studi lanjut.36,37 Studi-studi tersebut menggunakan aliran

tujuan yang diukur menggunakan kateter pulmonary artery flotation. Penggunaan

tujuan hemodinamik spesifik untuk pengiriman oksigen, SvO2, stroke volume,

atau indeks jantung, disebut sebagai “optimisasi”, menghasilkan penurunan

mortalitas pada kelompok protokol. Bagaimanapun, penggunaan kateter

pulmonary artery flotation mulai menurun karena dapat berhubungan dengan

komplikasi-komplikasi (beberapa dapat mengancam nyawa) dan kurangnya bukti

yang menunjukkan bahwa penggunaan kateter pulmonary artery flotation dapat

memberikan keuntungan pada pasien.38

Beberapa monitor output jantung yang kurang invasif telah diteliti dalam

beberapa dekade terakhir. Penelitian ini meliputi pemantauan Doppler esophagus

(EDM Deltex Medical, Inc., Irving, TX) atau pemantauan Doppler hemisonic

(Arrow, International Inc, Reading, PA), yang mengukur kecepatan aliran darah

dalam aorta thoracicus descendens.39 Metode EDM sama akurat dalam mengukur

output jantung dibanding kateter pulmonary artery flotation, dan lebih sedikit

behubungan dengan komplikasi.40 Dalam sebuah studi yang mengevaluasi perfusi

mukosa usus selama pembedahan jantung, EDM digunakan untuk memantau

terapi cairan intraoperatif yang didasarkan pada algoritma administrasi cairan.41

Selama periode intraoperatif, bolus koloid diberikan pada kelompok terapi dan

dibandingkan dengan kelompok lain yang menerima cairan berdasarkan standar

13

Page 17: pemilihan cairan intraoperatif

praktis. Kelompok terapi menunjukkan peningkatan perfusi gastrointestinal yang

diukur dengan tonometri lambung dan pengurangan lama waktu ICU, serta

keseluruhan rawat dirumah sakit.

*Dapat diulangi sesuai tujuan yang diinginkan

Tiga studi lanjut menggunakan EDM telah menunjukkan hasil yang sama.

Studi yang pertama memperlihatkan penurunan jumlah pasien rawat inap secara

signifikan tanpa penurunan angka kematian pasien yang sedang dalam perawatan

fraktur femur proksimal yang secara acak mendapat pemantauan Doppler

esophagus.42 Studi lainnya pada pasien-pasien yang sedang melakukan perawatan

fraktur femur dibandingkan dengan perawatan standar kelompok protokol yang

menerima cairan koloid yang didasarkan pada tekanan vena central atau FTc yang

diukur menggunakan EDM.43

FTc adalah waktu alir yang dikoreksi dan telah terbukti sebagai indeks

dari sistemik resistensi vascular yang baik dan juga sensitif terhadap perubahan-

perubahan pada preload ventrikel kiri.39 Kedua kelompok protokol menunjukkan

pengurangan waktu untuk sehat secara medis dan dapat pulang tetapi tidak ada

pengurangan angka kematian secara keseluruhan. Studi baru yang telah dilakukan

menggunakan terapi tujuan terarah pada pasien operasi resiko-menengah yang

sedang menjalankan prosedur abdominal membandingkan kelompok protokol

yang menerima pengembangan volume plasma intraoperatif dipandu dengan

EDM untuk mempertahankan stroke volume maksimal dengan sebuah kelompok

kontrol yang menerima perawatan standar.44 Kelompok protokol menunjukkan

14

Page 18: pemilihan cairan intraoperatif

tingkat toleransi makanan padat yang lebih cepat, penurunan kejadian mual dan

muntah postoperasi yang membutuhkan terapi antiemetik yang lebih rendah, serta

penurunan masa rawat inap. Kelompok ini secara signifikan memiliki stroke

volume dan output jantung pada masa selesai operasi yang lebih tinggi

dibandingkan kelompok kontrol. Para peneliti menyimpulkan bahwa administrasi

cairan yang optimal menghasilkan perfusi usus yang lebih baik dalam kelompok

protokol dan dengan demikian memiliki tingkat disfungsi gastrointestinal yang

lebih rendah. Penurunan masa rawat inap yang diamati terutama merupakan hasil

pada pasien yang mentoleransi makanan padat lebih awal. Tidak ada perbedaan

yang signifikan dari kejadian komplikasi lainnya.

Metode lain dalam memeriksa output jantung noninvasif meliputi NICO®,

menggunakan CO2 rebreathing sebagian, pengenceran lithium, plethysmography,

dan transesofagus echokardiograf. Perfusi jaringan dapat diukur menggunakan

tonometri lambung, yang mengukur pH (pHi) mukosa lambung, atau pengukuran

laboratorium terhadap laktat darah atau defisit arterial base. pHi yang rendah,

peningkatan laktat darah, atau peningkatan defisit menunjukkan perfusi jaringan

yang rendah dan dapat menandakan kebutuhan akan terapi cairan intravena

tambahan.

Kesimpulan

Kebutuhan perioperatif cairan bergantung pada kondisi preoperatif pasien,

jenis operasi, dan lama proses operasi. Sebagai tambahan untuk kehilangan darah,

ruang ketiga dan kehilangan disebabkan penguapan harus dipertimbangkan.

Ketika mengisi volume plasma dan kompartemen cairan tubuh lainnya, pemilihan

cairan dan komposisi elektrolitnya merupakan pertimbangan yang penting. Di

masa depan, peran dari terapi tujuan terarah akan terdefinisi lebih jelas, serta

perbedaan yang lebih detil antara penggunaan kristaloid dan koloid pada periode

perioperatif akan dipelajari.

15

Page 19: pemilihan cairan intraoperatif

Daftar Pustaka

1. Starling EH: On the absorption of fluids from the connective tissue spaces. J

Physiol 1896;9:312.

2. Wittmers LE, Bartlett M, Johnson JA: Estimation of capillary permeability

coefficient of inulin in various tissues of rabbit. Microvasc Res 1976;

11:67.

3. Lamke LO, Liljedahl SO: Plasma volume changes after infusion of various

plasma expanders. Resuscitation 1976; 5:93–102.

4. Hankeln K, Radel C, Beez M, et al: Comparison of hydroxyethyl starch and

lactated Ringer’s solution on hemodynamics and oxygen transport of

critically ill patients in prospective crossover studies. Crit Care Med

1989; 17:133–5.

5. Scheingraber S, Rehm M, Sehmisch C, et al: Rapid saline infusion produces

hyperchloremic acidosis in patients undergoing gynecologic surgery.

Anesthesiology 1999; 90:1265–70.

6. Wilcox C: Regulation of renal blood flow by plasma chloride. J Clin Invest

1993; 71:726–35.

7. Williams LE, Hildebrand KL, McCormick SA, et al: The effect of

intravenous lactated Ringer’s solution versus 0.9% sodium chloride

solution on serum osmolality in human volunteers. Anesth Analg 1999;

88:999–1003.

8. Wilkes NJ, Woolf R, Mutch M, et al: The effects of balanced versus saline-

based hetastarch and crystalloid solutions on acid-base and electrolyte

status and gastric mucosal perfusion in elderly surgical patients. Anesth

Analg 2001; 93:811–6.

9. Gan TJ, Bennett-Guerrero, Phillips-Bute B, et al: Hextend, a physiologically

balanced plasma expander for large volume use in major surgery: a

randomized Phase III clinical trial. Anesth Analg 1999; 88:992–8.

10. Ernest D, Belzberg AS, Dodek PM: Distribution of normal saline and 5%

albumin infusions in septic patients. Crit Care Med 1999; 27:46–50.

16

Page 20: pemilihan cairan intraoperatif

11. Treib J, Haass A, Pindur G, et al: All medium starches are not the same:

influence of the degree of hydroxyethyl substitution of hydroxyethyl

starch on plasma volume, hemorrheologic conditions, and coagulation.

Transfusion 1996; 36:450–5.

12. Yacobi A, Stoll RG, Sum CY, et al: Pharmacokinetics of hydroxyethyl

starch in normal subjects. J Clin Pharmacol 1982; 22:206–12.

13. Rackow EC, Mecher C, Astiz ME, et al: Effects of pentastarch and albumin

infusion on cardiorespiratory function and coagulation in patients with

severe sepsis and systemic hypoperfusion. Crit Care Med 1989; 17:394–

8.

14. Gan TJ, Wright D, Somma J, et al: Pentalyte, a novel middle molecular

weight starch in balanced electrolyte solution. Anesthesiology 2002;

97:A440.

15. Tullis JL: Albumin. JAMA 1977; 237:355.

16. Mishler JM 4th: Synthetic plasma volume expanders: their pharmacology,

safety and clinical efficacy. Clin Haematol 1984; 13:75–92.

17. Haljamae H: Volume substitution in shock. Acta Anaesthesiol Scand Suppl

1993; 98:25–8.

18. Tollofsrud S, Elgjo GI, Prough DS, et al: The dynamics of vascular volume

and fluid shifts of lactated Ringer’s solution and hypertonic-saline-

dextran solutions infused in normovolemic sheep. Anesth Analg 2001;

93:823–31.

19. Saddler JM, Horsey PJ: The new generation gelatins. A review of their

history, manufacture and properties. Anaesthesia 1987; 42:998–1004.

20. Trieb J, Haass A, Pindur G: Coagulation disorders caused by HES. Thromb

Haemost 1997;78:974–83.

21. Strauss R, Pennell B, Stump D: A randomized, blinded trial comparing the

hemostatic effects of pentastarch versus hetastarch. Transfusion 2002;

42:27–36.

17

Page 21: pemilihan cairan intraoperatif

22. Petroianu GA, Liu J, Maleck WH, et al: The effect of in vitro hemodilution

with gelatin, dextran, hydroxyethyl starch or Ringer’s solution on

thromboelastograph. Anesth Analg 2000; 90:795–800.

23. Mortier E, Ongenae M, De Baerdemaeker L, et al: In vitro evaluation of the

effect of profound hemodilution with hydroxyethyl starch 6%, modified

fluid gelatin 4% and dextran 40 10% on coagulation profile measured by

thromboelastography. Anesthesia 1997; 52: 1061–4.

24. Kline A, Hughes LE, Campbell H, et al: Dextran 70 in prophylaxis of

thromboembolic disease after surgery: a clinically oriented randomized

double-blind trial. Br Med J 1975; 2:109–12.

25. Clagett GP, Reisch JS: Prevention of venous thromboembolism in general

surgical patients: results of meta-analysis. Ann Surg 1988; 208:227–40.

26. de Jonge E, Levi M: Effects of different plasma substitutes on blood

coagulation: a comparative review. Crit Care Med 2001; 29:1261–7.

27. Mardel SN, Saunders FM, Allen H, et al: Reduced quality of clot formation

with gelatin-based plasma substitutes. Br J Anaesth 1998; 80:204–7.

28. Brazil EV, Coats TJ: Sonoclot coagulation analysis of in vitro

haemodilution with resuscitation solutions. J R Soc Med 2000; 93:507–

10.

29. McDonald BJ: New perspectives on plasma volume expansion: the role of

colloid agents. Canadian Anesthesiologists’ Society 58th Annual

Meeting.

30. Haljamae HDM, Walentin F: Artificial colloids in clinical practice: pros and

cons. Baillieres Clin Anesthesiol 1997; 11:49–79.

31. Christou NV: New perspectives on plasma volume expansion: the role of

colloid agents. Canadian Anesthesiologists’ Society 58th Annual

Meeting.

32. Prien T, Backhaus N, Pelster F, et al: The effect of intraoperative fluid

administration and colloid osmotic pressure on the formation of intestinal

edema during gastrointestinal surgery. J Clin Anesth 1990; 2:317–23.

18

Page 22: pemilihan cairan intraoperatif

33. Bennett-Guerrero E, Welsby I, Dunn TJ, et al: The use of a postoperative

morbidity survey to evaluate patients with prolonged hospitalization after

routine, moderate-risk, elective surgery. Anesth Analg 1999; 89:514–9.

34. Moretti E, Robertson K, El-Moalem H, Gan, TJ: Inoperative colloid

administration reduces postoperative nausea and vomiting and improves

outcomes compared with crystalloid administration. Anesth Analg 2003;

96:611–17.

35. Shoemaker WC, Appel PL, Kram HB, et al: Prospective trial of

supranormal values of survivors as therapeutic goals in high risk surgical

patients. Chest 1988; 94:1176–86.

36. Boyd O, Grounds RM, Bennet ED: A randomized clinical trial of the effect

of deliberate perioperative increase of oxygen delivery on mortality in

high risk surgical patients. JAMA 1993; 270:2669–707.

37. Wilson J, Woods I, Fawcett J, et al: Reducing the risk of major elective

surgery: randomized controlled trial of preoperative optimization of

oxygen delivery. Br Med J 1999; 318: 1099–103.

38. Bender JS, Smith-Meek MA, Jones CE: Routine pulmonary artery

catheterization does not reduce morbidity and mortality of elective

vascular surgery: results of a prospective, randomized, trial. Ann Surg

1997; 226:229–36.

39. Gan TJ, Arrowsmith JE: The oesophageal Doppler monitor. Br Med J 1997;

313:893–4.

40. DiCorte CJ, Cathan P, Grelich P: Esophageal Doppler monitor

determination of cardiac output and preload during cardiac operations.

Ann Thorac Surg 2000; 69:1782–6.

41. Mythen MG, Webb AR: Perioperative plasma volume expansion reduces

the incidence of gut mucosal hypoperfusion during cardiac surgery. Arch

Surg 1995; 130:423–9.

42. Sinclair S, James S, Singer M: Intraoperative intravascular volume

optimization and length of hospital stay after repair of proximal femoral

fracture: randomized controlled trial. Br Med J 1997; 315:909–12.

19

Page 23: pemilihan cairan intraoperatif

43. Venn R, Steele A, Richardson P, et al: Randomised controlled trial to

investigate the influence of the fluid challenge on the duration of hospital

stay and perioperative morbidity in patients with hip fractures. Br J

Anaesth 2002; 88:65–71.

44. Gan TJ, Soppitt A, Maroof M, et al: Goal-directed intraoperative fluid

administration reduces length of hospital stay after major surgery.

Anesthesiology 2002; 97:820–6.

20