pencemaran laut
TRANSCRIPT
-
Pencemaran Laut : Bahan Organik
Hermansyah Prasyad
P0304213401
A. Pencemaran
Pencemaran adalah masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia
sehingga melampaui baku mutu
lingkungan hidup yang telah ditetapkan
(UU no 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan pengelolaan lingkunan
hidup. Defenisi pencemaran menurut
Miller (2004) adalah sebarang
penambahan pada udara, air dan tanah,
atau makanan yang membahayakan
kesehatan, ketahanan atau kegiatan
manusia atau organisme hidup lainnya.
Secara lebih spesifik, Kantor Menteri
Kependudukan dan Lingkungan Hidup
(KLH, 1991) mendefenisikan bahwa
pencemaran laut adalah masuknya zat
atau energi, secara langsung maupun tidak
langsung oleh kegiatan manusia ke dalam
lingkungan laut termasuk daerah pesisir
dan pantai, sehingga dapat menimbulkan
akibat yang merugikan baik terhadap
sumber daya alam hayati, kesehatan
manusia, gangguan terhadap kegiatan di
laut, termasuk perikanan dan penggunaan
lain-lain yang dapat menyebabkan
penurunan tingkat kualitas air serta
menurunkan kualitas tempat tinggal dan
rekreasi.
Pencemaran dikatakan terjadi jika air
laut berubah kualitasnya dan akhirnya
berubah fungsi dan peruntukannya karena
perubahan tersebut menyebabkan keadaan
negatif terhadap manusia dan lingkungan.
Dengan kata lain pencemaran tidak hanya
merusak habitat organisme laut serta
proses biologi dan fisiologinya saja, tetapi
secara langsungatau tidak langsung dapat
membahayakan kesehatan manusia karena
manusia mengakumulasi bahan-bahan
pencemar melalui kontak langsung dengan
perairan yang tercemar.
Bila ditinjau dari daya urainya, maka
bahan pencemar pada perairan laut dapat
dibagi atas dua jenis: yaitu (1) Senyawa-
senyawa konservatif, yang merupakan
senyawa-senyawa yang dapat bertahan
lama di dalam suatu badan perairan
sebelum akhirnya mengendap ataupun
terabsorbsi oleh adanya berbagai reaksi
fisik dan kimia perairan, misalnya logam-
logam berat, pestisida, atau deterjen; dan
(2) senyawa-senyawa non konservatif,
yang merupakan senyawa-senyawa mudah
terurai dan berubah bentuk di dalam suatu
badan perairan, misalnya senyawa-
senyawa organik seperti karbohidrat
lemak, dan protein yang mudah terlarut
menjadi zat-zat anorganik oleh mikroba,
Menurut Mukhtasor (2007), polutan kimia
dikategorikan menjadi organik dan
anorganik. Organik penyusun utamanya
adalah atom C, H, dan O, misalnya
pestisida, pupuk, minya, limbah makanan
dan minuman.
B. Pengertian Bahan Organik
Istilah organik dan anorganik pertama
kali diusulkan oleh Karl Wihem Scheele
-
(1742 -1786) dari Swedia pada tahun 1780
(Hamdani, -).
Senyawa organik adalah senyawa yang
banyak mengandung unsur karbon dan
unsur lainnya seperti hidrogen, oksigen,
nitrogen, belerang, dan fosfor dalam
jumlah sedikit. Di antara beberapa
golongan senyawaan organik adalah
senyawa alifatik, rantai karbon yang dapat
diubah gugus fungsinya; hidrokarbon
aromatik, senyawaan yang mengandung
paling tidak satu cincin benzena; senyawa
heterosiklik yang mencakup atom-atom
nonkarbon dalam struktur cincinnya; dan
polimer, molekul rantai panjang gugus
berulang.
Banyak di antara senyawaan organik,
seperti protein, lemak, dan karbohidrat,
merupakan komponen penting dalam
biokimia. Berikut ini beberapa contoh
senyawa organic yang banyak terdapat
dalam kehidupan sehari-sehari.
CH4= Metana (gas alam/ biogas)
C2H2= Etuna (gas karbit)
C2H5OH= Etanol (alkohol)
C6H12O6= Glukosa
CH3COOH= Asam asetat (cuka)
C8H18= Oktana (bensin)
C2H6= Etana
C3H8= Propana
C3H6O= Propana (aseto
Pembeda antara kimia organik dan
anorganik adalah ada/tidaknya ikatan
karbon-hidrogen.
Bahan organik merupakan bahan-bahan
yang dapat diperbaharui, didaur ulang,
dirombak oleh bakteri-bakteri tanah
menjadi unsur yang dapat digunakan oleh
tanaman tanpa mencemari tanah dan air.
Bahan organik tanah merupakan
penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan
binatang yang sebagian telah mengalami
pelapukan dan pembentukan kembali.
Bahan organik demikian berada dalam
pelapukan aktif dan menjadi mangsa
serangan jasad mikro. Sebagai akibatnya
bahan tersebut berubah terus dan tidak
mantap sehingga harus selalu diperbaharui
melalui penambahan sisa-sisa tanaman
atau binatang.
C. Pencemaran Organik
Sebagian besar bahan organik yang
dibuang ke laut merupakan senyawa yang
dapat diuraikan secara biologis
(biodegradable).
Sampah yang dalam proses
penguraiannya memerlukan oksigen yaitu
sampah yang mengandung senyawa
organik, misalnya sampah industri
makanan, sampah industri gula tebu,
sampah rumah tangga (sisa-sisa makanan),
kotoran manusia dan kotoran hewan,
tumbuhtumbuhan dan hewan yang mati.
Untuk proses penguraian sampah-
sampah tersebut memerlukan banyak
oksigen, sehingga apabila sampah-sampah
tersbut terdapat dalam air, maka perairan
(sumber air) tersebut akan kekurangan
oksigen, ikan-ikan dan organisme dalam
air akan mati kekurangan oksigen. Selain
itu proses penguraian sampah yang
mengandung protein (hewani/nabati) akan
menghasilkan gas H2S yang berbau busuk,
sehingga air tidak layak untuk diminum
atau untuk mandi.
-
C, H, S, N, + O2 CO2 + H2O + H2S +
NO + NO2 (Senyawa organik)
Bahan organik yang larut dalam air
akan mengalami penguraian dan
pembusukan. Akibatnya kadar oksigen
dalam air turun dratis sehingga biota air
akan mati. Jika pencemaran bahan organik
meningkat, kita dapat menemui cacing
Tubifex berwarna kemerahan bergerombol.
Cacing ini merupakan petunjuk biologis
(Bioindikator) parahnya pencemaran oleh
bahan organik dari limbah pemukiman.
Dikota-kota, air got berwarna
kehitaman dan mengeluarkan bau yang
menyengat. Didalam air got yangdemikian
tidak ada organisme hidup kecuali bakteri
dan jamur. Dibandingkan dengan limbah
industri, limbah rumah tangga di daerah
perkotaan di Indonesia mencapai 60% dari
seluruh limbah yang ada.
D. Dampak Pencemaran Organik di
Laut.
Akibat yang ditimbulkan oleh polusi
air, antara lain:
1. Terganggunya kehidupan organisme air karena berkurangnya kandungan
oksigen (O2)
2. Terjadinya ledakan ganggang dan tumbuhan air (eurotrifikasi)
3. Pendangkalan dasar perairan 4. Tersumbatnya penyaring reservoir dan
menyebabkan perubahan ekologi
5. Dalam jangka panjang adalah kanker dan kelahiran cacat
6. Akibat penggunaan pastisida yang berlebihan sesuai selain membunuh
hama dan penyakit, juga membunuh
serangga dan maskhluk berguna
terutama predator
7. Kematian biota kuno, seperti: plankton, iank, bahkan burung
8. Mutasi sel, kanker, dan leukemia 9. Dapat menyebabkan banjir
10. Erosi 11. Kekurangan sumber air 12. Kekurangan sumber air 13. Dapat membuat sumber penyakit 14. Tanah longsor 15. Dapat merusak ekosistem sungai
E. Pengukuran Bahan Organik
Tiga cara pengukuran yang sangat
umum digunakan untuk memperkirakan
kandungan bahan organik di perairan
adalah dengan memperkirakan nilai
Biochemical Oxygen Demand (BOD),
Chemical Oxygen Demand (COD), dan
Total Organic Carbon (TOC).
1. Biochemical Oxygen Demand (BOD)
BOD atau Biochemical Oxygen
Demand adalah suatu karakteristik yang
menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang
diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya
bakteri) untuk mengurai atau
mendekomposisi bahan organik dalam
kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin, 1988;
Metcalf & Eddy, 1991 dalam Laura,
2012).
Prinsip pengukuran BOD pada dasarnya
cukup sederhana, yaitu mengukur
kandungan oksigen terlarut awal (DOi)
dari sampel segera setelah pengambilan
contoh, kemudian mengukur kandungan
oksigen terlarut pada sampel yang telah
diinkubasi selama 5 hari pada kondisi
gelap dan suhu tetap (20C) yang sering
disebut dengan DO5. Selisih DOi dan DO5
(DOi - DO5) merupakan nilai BOD yang
dinyatakan dalam miligram oksigen per
liter (mg/L).
Pengukuran oksigen dapat dilakukan
secara analitik dengan cara titrasi (metode
Winkler, iodometri) atau dengan
menggunakan alat yang disebut DO meter
yang dilengkapi dengan probe khusus. Jadi
-
pada prinsipnya dalam kondisi gelap, agar
tidak terjadi proses fotosintesis yang
menghasilkan oksigen, dan dalam suhu
yang tetap selama lima hari, diharapkan
hanya terjadi proses dekomposisi oleh
mikroorganime, sehingga yang terjadi
hanyalah penggunaan oksigen, dan
oksigen tersisa ditera sebagai DO5. Yang
penting diperhatikan dalam hal ini adalah
mengupayakan agar masih ada oksigen
tersisa pada pengamatan hari kelima
sehingga DO5 tidak nol. Bila DO5 nol
maka nilai BOD tidak dapat ditentukan.
Pada prakteknya, pengukuran BOD
memerlukan kecermatan tertentu
mengingat kondisi sampel atau perairan
yang sangat bervariasi, sehingga
kemungkinan diperlukan penetralan pH,
pengenceran, aerasi, atau penambahan
populasi bakteri. Pengenceran dan/atau
aerasi diperlukan agar masih cukup tersisa
oksigen pada hari kelima.
Secara rinci metode pengukuran BOD
diuraikan dalam APHA (1989), Umaly dan
Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991 dalam
Laura, 2012) atau referensi mengenai
analisis air lainnya. Karena melibatkan
mikroorganisme (bakteri) sebagai pengurai
bahan organik, maka analisis BOD
memang cukup memerlukan waktu.
Oksidasi biokimia adalah proses yang
lambat. Dalam waktu 20 hari, oksidasi
bahan organik karbon mencapai 95 99
%, dan dalam waktu 5 hari sekitar 60 70
% bahan organik telah terdekomposisi
(Metcalf & Eddy, 1991 dalam Laura,
2012). Lima hari inkubasi adalah
kesepakatan umum dalam penentuan
BOD. Bisa saja BOD ditentukan dengan
menggunakan waktu inkubasi yang
berbeda, asalkan dengan menyebutkan
lama waktu tersebut dalam nilai yang
dilaporkan (misal BOD7, BOD10) agar
tidak salah dalam interpretasi atau
memperbandingkan. Temperatur 20oC
dalam inkubasi juga merupakan temperatur
standard. Temperatur 20oC adalah nilai
rata-rata temperatur sungai beraliran
lambat di daerah beriklim sedang (Metcalf
& Eddy, 1991 dalam Laura, 2012) dimana
teori BOD ini berasal.
2. COD
Metode pengukuran COD sedikit lebih
kompleks, karena menggunakan peralatan
khusus reflux, penggunaan asam pekat,
pemanasan, dan titrasi (APHA, 1989,
Umaly dan Cuvin, 1988 dalam Laura,
2012). Peralatan reflux diperlukan untuk
menghindari berkurangnya air sampel
karena pemanasan.
Pada prinsipnya pengukuran COD adalah
penambahan sejumlah tertentu kalium
bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator
pada sampel (dengan volume diketahui)
yang telah ditambahkan asam pekat dan
katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan
selama beberapa waktu. Selanjutnya,
kelebihan kalium bikromat ditera dengan
cara titrasi. Dengan demikian kalium
bikromat yang terpakai untuk oksidasi
bahan organik dalam sampel dapat
dihitung dan nilai COD dapat ditentukan.
Kelemahannya, senyawa kompleks
anorganik yang ada di perairan yang dapat
teroksidasi juga ikut dalam reaksi (De
Santo, 1978), sehingga dalam kasus-kasus
tertentu nilai COD mungkin sedikit over
estimate untuk gambaran kandungan
bahan organik. Bilamana nilai BOD baru
dapat diketahui setelah waktu inkubasi
lima hari, maka nilai COD dapat segera
diketahui setelah satu atau dua jam.
Walaupun jumlah total bahan organik
dapat diketahui melalui COD dengan
-
waktu penentuan yang lebih cepat, nilai
BOD masih tetap diperlukan. Dengan
mengetahui nilai BOD, akan diketahui
proporsi jumlah bahan organik yang
mudah urai (biodegradable), dan ini akan
memberikan gambaran jumlah oksigen
yang akan terpakai untuk dekomposisi di
perairan dalam sepekan (5 hari)
mendatang. Lalu dengan
memperbandingkan nilai BOD terhadap
COD juga akan diketahui seberapa besar
jumlah bahan-bahan organik yang lebih
persisten yang ada di perairan.
3. Total Organic Carbon (TOC)
TOC merupakan parameter yang
menyatakan jumlah total karbon organik
Berbeda dengan COD dan BOD yang
mengukur jumlah oksigen yang diperlukan
untuk mengoksidasi zat-zat organik, TOC
mengukur jumlah karbon yang berasal dari
senyawa organik. Jadi, karena merupakan
hal yang berbeda, analisis TOC tidak dapat
digunakan untuk memperoleh nilai BOD
maupun COD. Analisis TOC dapat dipakai
untuk menggantikan analisis BOD maupun
COD hanya apabila tersedia data valid
yang menunjukkan hubungan antara
keduanya. Dalam hal ini, analisis TOC
hanya berfungsi sebagai proses kontrol
karena memiliki beberapa keunggulan
dibanding BOD dan COD. Keunggulan
analisis TOC diantaranya waktu analisis
yang lebih singkat (hanya 5 hingga 10
menit) serta saat ini telah banyak di
pasaran alat-alat TOC analyser yang dapat
mengukur TOC secara kontinyu (Muti.
2011).
PUSTAKA
Anonim. 2014. Senyawa Organik.
http://id.wikipedia.org/wiki/Senyawa_
organik. (Diakses 6 Maret 2014)
Hamdani, S. Perbedaan Senyawa Organik
dan Anorganik. http://catatankimia.
com/catatan/perbedaan-senyawa-
organik-dan-anorganik.html. (Diakses
6 Maret 2014)
Laura. 2012. BOD dan COD.
http://kerobeary.blogspot.com/2012/0
4/bod-dan-cod.html. (Diakses 6 Maret
2014)
Martins, Ryan. 2012. Pencemaran Air:
Bahan Organik. http://kimiamania11.
blogspot.com/2012/01/pencemaran-
air-bahan-organik.html (Diakses 6
Maret 2014)
Muti. 2011. Analisis Zat-zat Organik
Dalam Air Limbahhttp://www.
airlimbah.com/2011/08/23/analisis-
zat-zat-organik-dalam-air-limbah/
(Diakses 6 Maret 2014)
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup