pendahuluan, tipus, metodologi

Upload: siti-jari-handayani

Post on 13-Oct-2015

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

nnn

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangPenggunaan bahan bakar fosil seperti bensin dan batubara yang semakinmeningkat, menyebabkan kandungan oksida belerang (SOx) di udara semakin meningkat. Pencemaran oleh gas SOx terutama disebabkan oleh komponen gasbelerangdioksida (SO2) danbelerang trioksida (SO3), keduanya disebut SOx. Gas SO2 mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara, sedangkan gas SO3 merupakan komponen yang tidak reaktif. Keberadaan gas SOx di udara dalam bentuk gas hanya mungkin jika konsentrasi uap sangat rendah. Gas belerang dioksida (SO2) mempunyai sifat tidak berwarna, tetapi berbau sangat menyengat dan dapat menyesakkan napas meskipun dalam kadar rendah. Gas SO2 terbentuk dari pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batubara dan industri yang memakai bahan baku belerang. Berdasarkan struktur senyawa SO2, atom S berikatan rangkap dan berikatan tunggal dengan atom O, berbentuk bengkok, dan merupakan senyawa polar, sehingga dapat dijadikan sebagai adsorbat. Adsorben serbuk ampas kelapa bersifat polar, sehingga lebih efektif menyerap senyawa yang polar daripada senyawa yang kurang polar.Pada penelitian ini digunakan metode adsorpsi dengan menggunakan adsorben ampas kelapa, yang merupakan limbah yang jarang dimanfaatkan, prosesnya lebih sederhana, dan biayanya murah. Ampas kelapa adalah daging buah kelapa yang telah dihilangkan santannya. Ampas kelapa ini memiliki struktur permukaan berpori dan kandungan kimia berupa selulosa 16%, mannan 26 %, dan galaktomannan 61% (Zultiniar, 2009). Selulosa dan galaktomanan merupakan polisakarida yang mengandung gugus OH sehingga dapat digunakan sebagai adsorben. Selulosa termasuk senyawa organik yang termasuk dalam golongan senyawa polimer. Senyawa polimer ini terdiri dari monomer berupa D-glukosa yang berikatan dengan glukosa membentuk 1,4--D-glukosa. Molekul-molekul selulosa seluruhnya membentuk linear dan mempunyai kecenderungan kuat membentuk ikatan-ikatan hidrogen intramolekul dan intermolekul. Ikatan hidrogen intramolekul terbentuk antara gugus-gugus OH dari unit-unit glukosa yang berdekatan dalam molekul selulosa yang sama. Ikatan hidrogen antarmolekul terbentuk dari gugus OH dari molekul selulosa yang berdampingan. Berdasarkan struktur, serbuk ampas kelapa yang mengandung selulosa yang mempunyai potensi yang cukup besar untuk dijadikan sebagai adsorben karena mengandung gugus hidroksil (OH) yang dapat berinteraksi dengan komponen adsorbat. Dengan adanya gugus OH, dapat menyebabkan terjadinya sifat polar pada adsorben tersebut, sehingga dapat menjerap zat yang bersifat polar daripada zat yang kurang polar. Selain selulosa, ampas kelapa juga mengandung galaktomanan. Gugus OH pada galaktomanan juga merupakan polisakarida seperti selulosa. Kandungan galaktomanan lebih banyak pada ampas kelapa sehingga dapat berperan lebih dalam proses adsorpsi daripada selulosa.Digunakan gas SO2 sebagai adsorbat, yang merupakan senyawa polar. Interaksi antara serbuk ampas kelapa dan gas SO2, yang dalam hal ini terjadi interaksi antara adsorben polar dan adsorbat polar disebut sebagai gaya dipol-dipol. Gaya dipol-dipol adalah gaya antarmolekul dalam zat yang polar. Molekul yang distribusi rapatan elektronnya tidak simetris bersifat polar dan mempunyai dua ujung yang berbeda muatan (dipol). Dalam senyawa polar, molekul-molekulnyacenderung menyusun diri dengan ujung positif berdekatan denganujung negatif dari molekul didekatnya, menghasilkan suatu gaya tarik-menarik yang disebut gaya tarik dipol-dipol.Pada penelitian ini, digunakan serbuk ampas kelapa yang diaktivasi dengan anhidrida asetat. Dengan adanya penggantian gugus OH oleh gugus asetil, maka diharapkan kepolaran serbuk ampas kelapa yang diaktivasi dengan anhidrida asetat lebih tinggi, sehingga dapat menyerap gas SO2 lebih banyak.1.2 Tujuan PenulisanAdapun tujuan penulisan makalah ini adalah :a. Mencari bahan alternatif dalam mengolah limbah gas yang efektif dan ekonomis.b. Menguji efektivitas penggunaan ampas kelapa sebagai adsorben organik.c. Mengetahui pengaruh penambahan gugus asetat pada adsorben terhadap aktivitas adsorbsinya.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gas SO2Gas SO2 (sulfur dioksida) merupakan salah satu komponen polutan di atmosfir yang dihasilkan dari proses pembakaran minyak bumi dan batubara serta proses lain yang mengandung sulfat (Wark dan Warner, 1981).Gas SO2 sangat berbahaya bagi mahluk hidup karena berperan penting pada akumulasi zat-zat asam di udara yang menyebabkan terjadinya hujan asam (Benitez, 1993). Dalam konsentrasi tertentu gas SO2 dapat mengakibatkan penyakit paru-paru dan kesulitan bernafas terutama bagi penderita asma, bronchitis, dan penyakit pernafasan lainnya (Turk et al., 1972).Gas belerang dioksida (SO2) mempunyai sifat tidak berwarna, tetapi berbau sangat menyengat dan dapat menyesakkan napas meskipun dalam kadar rendah. Gas SO2 terbentuk dari pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batubara dan industri yang memakai bahan baku belerang. Berdasarkan struktur senyawa SO2, atom S berikatan rangkap dan berikatan tunggal dengan atom O, berbentuk bengkok, dan merupakan senyawa polar, sehingga dapat dijadikan sebagai adsorbat. Adsorben serbuk ampas kelapa bersifat polar, sehingga lebih efektif menyerap senyawa yang polar daripada senyawa yang kurang polar.2.2 AdsorbenAdsorben merupakan bahan yang sangat berpori, dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding-dinding pori atau pada letak-letak tertentu di dalam partikel itu. Karena pori-pori itu biasanya sangat kecil, luas perrmukaan dalam menjadi beberapa orde besaran lebih besar dari permukaan luar, dan bisa sampai 2.000 m2/gr. Pemisahan terjadi karena perbedaan bobot molekul atau karena perbedaaan polaritas menyebabkan sebagian besar molekul melekat pada permukaan itu lebih erat daripada molekul-molekul lainnya. Dalam kebanyakan hal, komponen yang diadsorpsi melekat sedemikian kuat sehingga memungkinkan pemisahan komponen itu secara menyeluruh dari fluida tanpa terlalu banyak adsorbsi terhadap komponen lain. Regenerasi adsorben dapat dilaksanakan kemudian mendapatkan adsorbat dalam bentuk terkonsentrasi atau hampir murni (Mc Cabe, Warren L, 1999).2.3 Adsorben OrganikAdsorben organik adalah adsorben yang berasal dari bahan-bahan yang mengandung pati. Adsorben ini digunakan sejak tahun 1979 untuk mengeringkan berbagai macam senyawa. Kelemahan dari adsorben ini adalah sangat bergantung pada kualitas tumbuhan yang akan dijadikan adsorben. Beberapa tumbuhan yang biasa digunakan untuk adsorben diantaranya adalah ganyong, singkong, jagung, dan gandum.Biji-bijian juga dapat digunakan sebagai adsorben organik. Adsorben organik bisa digunakan nilon, poliamida atau polistiren yang berpori mikro seperti amberlite XAD (MANTOURA & RILEY, 1975). Kapas, jerami, rumput kering, serbuk gergaji juga dapat digunakan sebagai adsorben organik (Faisol Asip, Roby Afrizal, Sari Sekar Rosa, 2008).Hal yang berbeda terjadi apabila penggunaan adsorben organik dalam proses penyerapan adsorbat. Adsorben organik seperti kitin, kitosan, tanahgambut, alga dan lainnya memiliki fenomena yang berbeda dalam proses interaksinya dengan ion-ion logam gambut, alga dan lainnya memiliki fenomena yang berbeda dalam proses interaksinya dengan ion-ion logam (Santosa. S.J, Narsito, Lesbani. A, 2006). Interaksi yang terjadi antara adsorben organik dengan ion-ion logam dapat berupa interaksi fisik maupun interaksi kimia. Interaksi kimia terjadi karena adsorben organik memiliki gugus-gugus fungsi yang bertindak sebagai ligan atau donor elektron ke ion-ion logam untuk berikatan. Sebagai hasilnya maka terjadi ikatan kimia seperti ikatan ion, ikatan kovalen maupun pembentukan kompleks (Lesbani. A, Yusuf. S, 2003).Beberapa Penelitian yang ada sebagai aplikasi penggunaan adsorben organic antara lain :a. Pembuatan Dan Pemanfaatan Kitosan Sulfat Dari Cangkang Bekicot (Achatina fullica) Sebagai Adsorben Zat Warna Remazol Yellow FG 6b. Aktivasi Kulit Pisang Kepok (Musa acuminate L.) Dengan H2SO4 Dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Ion Logam Cr(VI)c. Pengaruh pH Dan Lama Kontak Pada Adsorpsi Ca2+Menggunakan Adsorben Kitin Terfosforilasi Dari Limbah Cangkang Bekicot (Achatina fulica)d. Pressure Swing Adsorption dengan Adsorben Singkong untuk Dehidrasi penguapan Etanole. Adsorpsi Ion Cd2+ Dan Cr6+ Pada Limbah Cair Menggunakan Kulit Singkongf. Adsorpsi Logam Berat Pb Dalam Larutan Menggunakan Senyawa Xanthate Jerami Padi2.4 Ampas KelapaAmpas kelapa adalah daging buah kelapa yang telah dihilangkan santannya. Ampas kelapa ini memiliki struktur permukaan berpori dan kandungan kimia berupa selulosa 16%, mannan 26 %, dan galaktomannan 61% (Zultiniar, 2009). Selulosa dan galaktomanan merupakan polisakarida yang mengandung gugus OH sehingga dapat digunakan sebagai adsorben. Selulosa termasuk senyawa organik yang termasuk dalam golongan senyawa polimer. Senyawa polimer ini terdiri dari monomer berupa D-glukosa yang berikatan dengan glukosa membentuk 1,4--D-glukosa. Molekul- molekul selulosa seluruhnya membentuk linear dan mempunyai kecenderungan kuat membentuk ikatan-ikatan hidrogen intramolekul dan intermolekul. Ikatan hidrogen intramolekul terbentuk antara gugus-gugus OH dari unit- unit glukosa yang berdekatan dalam molekul selulosa yang sama. Ikatan hidrogen antarmolekul terbentuk dari gugus OH dari molekul selulosa yang berdampingan. Berdasarkan struktur, serbuk ampas kelapa yang mengandung selulosa yang mempunyai potensi yang cukup besar untuk dijadikan sebagai adsorben karena mengandung gugus hidroksil (OH) yang dapat berinteraksi dengan komponen adsorbat. Dengan adanya gugus OH, dapat menyebabkan terjadinya sifat polar pada adsorben tersebut, sehingga dapat menjerap zat yang bersifat polar daripada zat yang kurang polar. Selain selulosa, ampas kelapa juga mengandung galaktomanan. Gugus OH pada galaktomanan juga merupakan polisakarida seperti selulosa. Kandungan galaktomanan lebih banyak pada ampas kelapa sehingga dapat berperan lebih dalam proses adsorpsi daripada selulosa.2.5 Karakterisasi AdsorbenUji karakteristik dari adsorben dilakukan dengan:a. uji kadar air Kadar air berfungsi mengetahui presentase air yang terkandung dalam serbuk ampas kelapa asetat. Kadar air serbuk ampas kelapa asetat yang baik berada pada rentang antara 4-7 %. Kadar air yang rendah dibutuhkan untuk meningkatkan reaktivitas selulosa asetat karena gugus hidroksil dalam air lebih reaktif daripada dalam selulosa.b. uji kadar abuKadar abu dilakukan untuk mengetahui banyaknya oksida-oksida logam atau garam-garam mineral dan pengotor yang terkandung dalam adsorben.c. uji daya serap terhadap larutan iod.Bertujuan untuk mengetahui luas permukaan spesifik adsorben. Semakin besar angka iod, maka semakin besar kemampuan dalam mengadsorpsi adsorbat. Daya serap terhadap larutan iod menunjukkan kemampuan serbuk ampas kelapa dalam mengadsorpsi komponen adsorbat.d. uji kadar asetilKadar asetil bertujuan untuk mengetahui banyaknya gugus asetil yang terdapat di dalam selulosa asetat dapat diukur. Kadar asetil selulosa asetat dapat dipengaruhi oleh jumlah gugus asetil yang terdapat pada selulosa asetat. Kadar asetil sebanding dengan jumlah gugus asetil yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu selulosa asetat yang terbentuk memiliki kelarutan yang berbeda-beda (Rachmadetin, 2007). Berdasarkan syarat mutu selulosa asetat menurut SNI (1991), kadar asetil berada pada rentang 39,0-40,0 %.e. uji SEMTujuannya untuk mengetahui perubahan struktur permukaan pada serbuk ampas kelapa setelah adsorpsi.f. uji FT-IRuntuk mengetahui keberhasilan proses reaksi asetilasi ampas kelapa asetat.

BAB IIIMETODOLOGI

Penelitian terdiri dari 5 tahap, yaitu: 1) Pembuatan adsorben serbuk ampas kelapa, 2) Pembuatan adsorben serbuk ampas kelapa asetat 3) Karakterisasi adsorben, 4) Pengujian serbuk ampas kelapa terhadap adsorpsi gas SO2, dan 5) Pengaruh variasi panjang kolom dan aktivasi dengan anhidrida asetat terhadap adsorpsi gas SO2. 3.1 Pembuatan Adsorben Serbuk Ampas KelapaDaging buah kelapa dikupas kulitnya dan diparut, lalu ditambah air dan diperas sampai santan yang keluar tidak berwarna. Kemudian ampas kelapa dioven pada suhu 100 C selama 1 jam. Setelah dioven, dimasukkan ke dalam desikator. Ampas kelapa yang sudah kering dihaluskan dan diayak dengan ayakan ukuran 48 mesh. Serbuk ampas kelapa dengan ukuran 48 mesh disoxhlet dengan menggunakan pelarut n- heksana. Serbuk ampas kelapa yang sudah disoxhlet dioven kembali dengan suhu 65 C selama 15 menit. Setelah dioven serbuk ampas kelapa dimasukkan dalam desikator sampai berat konstan. 3.2 Pembuatan Adsorben Serbuk Ampas Kelapa AsetatSerbuk ampas kelapa teraktivasi asetat dibuat dengan perbandingan massa serbuk ampas kelapa dengan volume asam asetat glasial 1:20, yaitu 5 gram serbuk ampas kelapa yang ditambahkan dengan 100 mL asam asetat glasial, diaduk menggunakan pengaduk magnetik pada suhu 35 C selama 90 menit. Setelah itu ditambahkan campuran 5 mL H2SO4 dan 30 mL asam asetat glasial dalam gelas kimia dan diaduk dengan pengaduk magnetik pada suhu 35 C selama 90 menit. Larutan tersebut disaring, kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 30 mL anhidrida asetat pada endapan yang dihasilkan sebelumnya dan diaduk kembali dengan pengaduk magnetik pada suhu 35 C selama 90 menit. Setelah itu ditambahkan secara tetes demi tetes akuades, disaring, endapan dicuci dengan akuades sampai filtrat tidak berwarna. Endapan tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 40 C selama 24 jam dan dihasilkan berwarna putih kecoklatan dalam bentuk serbuk.3.3 Karakterisasi Adsorbena. Penentuan Kadar Air Sebanyak 1,00 gram serbuk ampas kelapa dimasukkan dalam krusibel, lalu dioven dengan suhu 110 C. Kemudian dimasukkan dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh berat konstan. b. Penentuan Kadar Abu Sebanyak 2,00 gram serbuk ampas kelapa dimasukkan dalam krusibel, lalu dimasukkan ke dalam furnace dengan suhu 850 C selama 5 jam. Kemudian dimasukkan dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh berat konstan. c. Daya Serap Adsorben terhadap Larutan Iod (I2)Sebanyak 1,00 gram serbuk ampas kelapa dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan 1,25 mL larutan I2 0,1 N, lalu dikocok hati-hati dan disimpan di tempat yang gelap dan tertutup selama 2 jam. Hasil larutan tersebut kemudian disaring dan ditambahkan 5 mL larutan KI 20% dan 75 mL akuades lalu dikocok hingga homogen. Selanjutnya dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N dari warna kuning kecoklatan sampai kuning muda, ditambah dengan indikator amilum 10 tetes, dititrasi kembali sampai warna biru hilang dan tepat tidak berwarna. Sebagai perbandingan dapat digunakan larutan blanko dengan menggunakan cara yang sama seperti cara di atas tanpa menggunakan adsorben. d. Kadar AsetilasiSebanyak 1,00 gram serbuk ampas kelapa yang diaktivasi dengan anhidrida asetat ditambah dengan 40 mL etanol 75 %. Direfluks pada suhu 55 C selama 30 menit. Ditambah 40 mL larutan NaOH 0,475 N standar dan direfluks kembali pada suhu 55 C selama 15 menit. Labu erlenmeyer ditutup rapat dengan alumunium foil dan dibiarkan selama 72 jam pada suhu ruangan. Setelah 72 jam, larutan dititrasi dengan larutan HCl 0,547 N standar dengan indikator PP sebanyak 3 tetes. Titrasi dilakukan sampai warna merah muda hilang. Dilebihkan 1 mL larutan HCl 0,547 N dari titik akhir tersebut. Dicatat volume larutan HCl 0,547 N yang digunakan. Erlenmeyer ditutup kembali dengan rapat dan disimpan selama 24 jam pada suhu ruangan. Setelah 24 jam, larutan dititrasi kembali dengan larutan NaOH 0,475 N standar sampai terbentuk warna merah muda lagi (seperti awal). Dicatat volume larutan NaOH 0,475 N yang digunakan. 3.4 Pengujian Serbuk Ampas Kelapa terhadap Adsorpsi Gas SO2Disiapkan 2 buah erlenmeyer, erlenmeyer (a) untuk pembuatan gas SO2 dan erlenmeyer (b) untuk larutan penampung gas SO2. Masing-masing erlenmeyer disumbat dengan karet dan dihubungkan pada kolom. Kolom yang digunakan akan diisi dengan adsorben serbuk ampas kelapa, dengan variasi panjang kolom yaitu 5, 7, dan 10 cm. Sebanyak 5,00 gram kristal Na2S2O3 dan 10 mL larutan HCl 32 % dimasukkan dalam erlenmeyer (a). Campuran tersebut dipanaskan dengan pemanas listrik pada suhu 120 C selama 60 menit. Gas yang terbentuk dilewatkan pada kolom yang berisi adsorben serbuk ampas kelapa, kemudian dialirkan ke dalam erlenmeyer (b) yang berisi larutan penampung. Larutan penampung tersebut berisi 3,11 gram larutan H2O2 35% dalam 100 mL. Larutan penampung yang sudah bercampur dengan gas SO2 tersebut lalu diukur turbidansinya menggunakan turbidimeter. Sebelum diukur turbidansinya, ditambahkan 0,1 gram serbuk BaCl2.2H2O. Nilai turbidansi yang diperoleh tersebut dianggap sebagai turbidansi karena metode yang digunakan adalah turbidimetri. Pengujian dilakukan 2 kali atau duplo. Rancangan alat dapat ditunjukan pada Gambar 1.

Gambar 1. Adsorpsi Gas SO2 dengan Kolom Serbuk Ampas Kelapa3.5 Pengaruh Variasi Panjang Kolom dan Aktivasi dengan Anhidrida Asetat terhadap Adsorpsi Gas SO2Disiapkan 2 buah erlenmeyer, erlenmeyer (a) untuk pembuatan gas SO2 dan erlenmeyer (b) untuk larutan penampung gas SO2. Masing-masing erlenmeyer disumbat dengan karet dan dihubungkan pada kolom. Kolom yang digunakan akan diisi dengan adsorben serbuk ampas kelapa yang diaktivasi dengan anhidrida asetat, dengan variasi panjang kolom yaitu 5, 7, dan 10 cm. Sebanyak 5,00 gram kristal Na2S2O3 dan 10 mL larutan HCl 32 % dimasukkan dalam erlenmeyer (a). Campuran tersebut dipanaskan dengan pemanas listrik pada suhu 120 C selama 60 menit. Gas yang terbentuk dilewatkan pada kolom yang berisi adsorben serbuk ampas kelapa yang diaktivasi dengan anhidrida asetat, kemudian dialirkan ke dalam erlenmeyer (b) yang berisi larutan penampung. Larutan penampung tersebut berisi 3,11 gram larutan H2O2 35% dalam 100 mL.Larutan penampung yang sudah bercampur dengan gas SO2 tersebut lalu diukur turbidansinya menggunakan turbidimeter. Sebelum diukur turbidansinya, ditambahkan 0,1 gram serbuk BaCl2.2H2O. Nilai turbidansi yang diperoleh tersebut dianggap sebagai turbidansi karena metode yang digunakan adalah turbidimetri. Pengujian dilakukan 2 kali atau duplo.

DAFTAR PUSTAKA

Benitez, J, 1993, Process Engineering and Design for Air Pollution Control, Prentice-Hall Inc.,New Jersey.Faisol Asip, Roby Afrizal, Sari Sekar Rosa, 2008 Pembuatan Oil Adsorbantdari Eceng Gondok, Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15Lesbani. A, Yusuf. S, 2003, Interaction of Copper(II) and Cadmium(II) on Peat from Inderalaya South Sumatera., Jurnal Ilmiah MIPA,BKS PTN Wilayah Barat,VI, 1 April 2003, 49-52.Mantoura, R.F.C. and J.P. Riley, 1975, The analytical concentration of humic substances from natural waters. Anal. Chim. Acta 76 : 97-106Mc Cabe, Warren L, 1999, Unit Operation of Chemical Engineering. McGraw-Hill Book IncSantosa. S.J, Narsito, Lesbani. A, 2006, SorptionDesorption Mechanism of Zn(II) and Cd(II) on Chitin, Indonesian Journal of Chemistry, 6,1Wark, W. E. dan C. F. Warner, 1981, Air Pollution its Origin and Control, Harper and Row, New York.Turk, A., J. Turk dan J. T, Witter, 1972, Ecology Pollution Environment, W. B. Saunders Company, Philadelphia.Zultiniar. 2009. Ekstraksi Galaktomannan dari Ampas Kelapa, (Online), (http://google.co.id/ampas/ekstraksi-galaktomannan -dari-ampas), diakses 20 Desember 2012.Alang, S, 2012, Penentuan Kadar Air Dan Kadar Abu, Universitas Hasanudin, MakasarRachmadetin, J., 2007, Pencirian membran komposit berbahan dasar limbah tahu menggunakan polistirena, Bogor, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, (Online), diakses tanggal 10 Januari 2013.SNI No. 06-2115-1991. Definisi, Syarat Mutu, Cara Pengemasan, Syarat Penandaan Cara Pengambilan Contoh dan Cara Uji Selulosa Asetat. Badan Standarisasi Nasional Indonesia. (Online), (http://sisni.bsn.go.id), diakses tanggal 6 Januari 2013.