pendewasaan (handlichting)

24
Pendewasaan (Handlichting) dalam KUHPerdata Tugas Mata Kuliah Hukum Perdata Dosen : HD. Suratno. S.H Oleh : Firman Nugroho 430.200.12.2877 SEKOLAH TINGGI HUKUM GALUNGGUNG TASIKMALAYA

Upload: zainal-abidin

Post on 23-Jun-2015

2.964 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pendewasaan (handlichting)

Pendewasaan (Handlichting) dalam KUHPerdata

Tugas Mata Kuliah Hukum Perdata

Dosen : HD. Suratno. S.H

Oleh :

Firman Nugroho

430.200.12.2877

SEKOLAH TINGGI HUKUM GALUNGGUNG

TASIKMALAYA

2014

Page 2: Pendewasaan (handlichting)

KATA PENGANTAR

  

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-

Nya, tak lupa sholawat serta salam terlimpah curahkan kepada junjungan kita Nabi

besar Muhammad SAW kepada keluarganya, sahabatnya serta kita selaku umatnya yang

taat kepada ajarannya sampai akhir zaman, sehingga makalah ini dapat terselesaikan

dengan tepat waktu untuk memenuhi salah satu tugas Hukum Perdata.

Makalah ini berisikan tentang Badan Hukum sebagai Subyek Hukum dalam

KUHPerdata, saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada

umumnya dan rekan Sekolah Tinggi Hukum Galunggung Tasikmalaya pada khususnya.

Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut serta membantu

dalam proses penyusunan makalah ini, sehingga saya dapat menyelesaikannya dengan

tepat waktu. Saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat diharapkan untuk

kesempurnaan penulisan makalah ini.

                                                          Tasikmalaya, 26 Desember 2013

Penyusun

i

Page 3: Pendewasaan (handlichting)

Daftar isi

Kata Pengantar................................................................................................................... i

Daftar isi.............................................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang.........................................................................................................

1

B. Rumusan Masalah....................................................................................................

1

BAB II PEMBAHASAN

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 13

B. Saran 1

Daftar Pusaka 1

Page 4: Pendewasaan (handlichting)

ii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam hal-hal yang sangat penting, adakalanya dirasa perlu untuk

mempersamakan seorang anak yang masih si bawah umur dengan seorang yang sudah

dewasa, agar anak tersebut dapat bertindak sendiri di dalam pengurusan kepentingan-

kepentingannya. Untuk memenuhi keperluan tersebut, diadakan peraturan tentang

handlichting ialah suatu pernyataan tentang seorang yang belum mencapai usia dewasa

sepenuhnya atau hanya untuk beberapa hal saja dipersamakan dengan seorang yang

sudah dewasa.

Permohonan untuk persamakan sepenuhnya dengan seorang yang sudah dewasa,

dapat diajukan oleh seorang anak yang sudah berumur 20 tahun kepada presiden,

dengan melampirkan surat kelahiran atau lain-lain bukti yang menyatakan, ia telah

mencapai umur tersebut. Presiden akan menberikan keputusannya setelah mendapat

nasihat dari MA yang untuk itu akan mendengar orang-orang tua anak tersebut dan lain

anggota keluarga yang dianggap perlu. Begitu juga dalam hal si pemohon berada

dibawah perwalian, wali dan wali pengawas akan didengar juga.

B. Rumusan Masalah

Page 5: Pendewasaan (handlichting)

Berdasarkan Latar belakang di atas maka dapat di kemukakan rumusan masalah

sebagai berikut :

1

1. Apa Bedanya Kedewasaan dengan Pendewasaan?

2. Pendewasaan menurut Konsep Hukum Adat dan Konsep menurut Undang –

Undang RI yang sekarang.

BAB II PEMBAHASAN

1. Kedewasaan dengan Pendewasaan

Istilah “Kedewasan” menunjuk kepada keadaan sudah dewasa, yang memenuhi

syarat hukum. Sedangkan istilah “pendewasaan” menunjuk kepada keadaan belum

dewasa yang oleh hukum dinyatakan sebagai dewasa. Untuk mengetahui pengertian

dewasa atau belum dewasa perlu dibaca pasal 330 KUHPdt, Stb. 1924 – 556, Stb. 1924

– 557, Stb. 1931 – 54.

Menurut ketentuan pasal 33 KUHPerdata belum dewasa (minderjarig) adalah

belum berumur 21 tahun penuh dan belum pernah kawin. Apabila mereka yang kawin

sebelum berumur 21 itu bercerai, mereka tidak kembali lagi dalam keadaan belum

dewasa. Dalam staatsblad yang berlaku bagi orang timur asing seperti disebutkan di atas

tadi, apabila di dalam perundang – undangan dijumpai istilah belum dewasa

(minderjarig), maka itu berarti belum berumur 21 tahun penuh itu bercerai, mereka tidak

kembali lagi dalam keadaan belum dewasa.

Page 6: Pendewasaan (handlichting)

2

Dari ketentuan – ketentuan tersebut di atas ini dapat diketahui a contrario orang

dewasa (meerderjarig) yaitu orang yang sudah hampir berumur 21 tahun penuh,

walaupun belum berumur 21 tahun penuh tetapi sudah kawin.

Demikian juga a contrario apabila dalam perundang – undang dijumpai istilah dewasa

(meerderjarig) itu berarti sudah berumur 21 tahun penuh dan walaupun belum berumur

21 tahun penuh tetapi sudah kawin.

Keadaan dewasa yang memenuhi syarat undang – undang ini disebut

kedewasaan. Orang dewasa atau dalam kedewasaan cakap atau mampu (bekwaam,

capable) melakukan semua perbuatan hukum, misalnya membuat perjanjian, melakukan

perkawinan, membuat surat wasiat. Kecakapan hukum ini berlaku penuh selama tidak

ada faktor – faktor yang mempengaruhi atau membatasinya, misalnya keadaan sakit

ingatan, keadaan dungu, pemboros (pasal 433 jo.pasal 1330 KUHPerdata).

Dari kenyataan di atas tadi dapat diketahui bahwa B.W. atau KUHPerdata

memakai kriteria umur untuk menentukan dewasa atau belum dewasa. Tetapi ini pun

tidak mutlak, karena kenyataannya walaupun belum berumur 21 tahun penuh apabila

sudah pernah kawin dinyatakan juga sebagai dewasa. Atau walaupun belum berumur 21

tahun penuh apabila kepentingannya menghendaki, ia dapat dinyatakan dewasa untuk

kawin, untuk membuat surat wasiat (pasal 29 dan pasal 897 KUHPerdata).

Dalam hal – hal yang sangat penting ada kalanya diperlukan bahwa kedudukan

orang yang belum dewasa ini disamakan dengan kedudukan orang dewasa.

Page 7: Pendewasaan (handlichting)

3

Maksudnya supaya orang yang belum dewasa tadi mempunyai kewenangan mengurus

kepentingannya sendiri atau melakukan beberapa perbuatan hukum tertentu yang dapat

dipertanggung jawabkan. Dengan demikian orang belum oleh hukum dinyatakan

dewasa. Pernyataan ini disebut “pendewasaan” (handlichting).

Pendewasaan itu ada 2 macam, yaitu pendewasaan penuh dan pendewasaan

untuk beberapa perbuatan hukum tertentu (terbatas). Kedua – duanya harus memenuhi

syarat yang ditetapkan oleh undang – undang. Untuk pendewasaan penuh syaratnya

ialah sudah berumur 20 tahun penuh. Sedangkan untuk pendewasaan terbatas syaratnya

ialah sudah berumur 18 tahun penuh (pasal 421 dan 426 KUHPerdata).

Untuk pendewasaan penuh, prosedurnya ialah yang bersangkutan mengajukan

permohonan kepada presiden R.I. dilampiri dengan akta kelahiran atau surat bukti

lainnya. Presiden setelah mendengarkan pertimbangan Mahkamah Agung, memberikan

keputusannya keputusan pernyataan dewasa ini disebut “venia aetatis”. Akibat hukum

adanya pernyataan dewasa penuh (venia aetatis) ialah status hukum yang bersangkutan

sama dengan status hukum orang dewasa. Tetapi apabila ingin melangsungkan

perkawinan, izin orang tua masih diperlukan (pasal 420 s/d 424 KUHPerdata)

Untuk pendewasaan terbatas, prosedurnya ialah yang bersangkutan mengajukan

permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang dilampiri dengan akta

kelahiran atau surat bukti lainnya. Pengadilan Negeri setelah mendengar keterangan

orang tua atau wali yang bersangkutan memberikan ketetapan pernyataan dewasa dalam

perbuatan – perbuatan hukum tertentu saja sesuai dengan yang dimohonkan,

Page 8: Pendewasaan (handlichting)

4

misalnya perbuatan mengurus dan menjalankan perusahaan, membuat surat wasiat.

Akibat hukum pernyataan dewasa terbatas ialah status hukum yang bersangkutan sama

dengan status hukum orang dewasa untuk perbuatan – perbuatan hukum tertentu (pasal

426 s/d 430 KUHPerdata).

Mengenai pendewasaan (Handlichting), Prof.R.Subekti, S.H. (1978)

menyatakan bahwa ketentuan mengenai hal ini sedikit sekali dipergunakan dalam

praktek. Dengan berlakunya undang – undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 yang

antara lain mengatur tentang usia 18 tahun menjadi usia kedewasaan, maka

pendewasaan (Handiching) ini sudah kehilangan artinya.

Menanggapi konsep dewasa dan belum dewasa menurut hukum dewasa barat,

Prof.M.M.Djojodiguno,S.H. menyatakan bahwa batas umur 21 tahun untuk menentukan

dewasa atau belum dewasa merupakan suatu “fiksi”. Fiksi dapat diartikan sebagai tidak

jelas dan tidak tegas atau tidak konsekuen, ini tidak sesuai dengan hukum adat.

2. Pendewasaan Menurut Konsep Hukum Adat

Bagaimana pengertian belum dewasa dan dewasa menurut konsep hukum adat?

Hukum adat tidak mengenal batas umur untuk menentukan belum dewasa atau sudah

dewasa. Dalam hukum adat tidak dikenal fiksi seperti dalam hukum perdata barat.

Hukum adat menentukan secara insidental saja apakah seseorang itu, berhubung umur

dan perkembangan jiwanya patut dianggap cakap atau tidak cakap, mampu atau tidak

mampu melakukan perbuatan hukum tertentu dalam hubungan hukum tertentu pula.

Artinya apakah ia dapat memperhitungkan dan memelihara kepentingannya sendiri

dalam perbuatan hukum yang dihadapinya itu.

Page 9: Pendewasaan (handlichting)

5

Prof.M.M.Djojodiguno, S.H. (1958) menyatakan bahwa batas antara belum

dewasa dan dewasa hanya dapat dilihat dari “belum cakap dan cakap melakukan

perbuatan hukum”. Belum cakap artinya belum mampu memperhitungkan dan

memelihara kepentingannya sendiri. Cakap artinya mampu memperhitungkan dan

memelihara kepentingannya sendiri.

Selanjutnya beliau mengemukakan bahwa hukum adat tidak mengenal

perbedaan yang tajam antara orang yang sama sekali tidak cakap melakukan perbuatan

hukum apapun di satu pihak, dan orang yang cakap melakukan perbuatan hukum

apapun dilain pihak. Peralihan dari keadaan “tidak cakap sama sekali” kepada keadaan

“cakap penuh” itu berlangsung sedikit demi sedikit menurut keadaan. Dalam hukum

adat jawa bahwa seorang yang sudah mandiri dan berkeluarga (mentas) cakap penuh

untuk melakukan segala perbuatan hukum. Sebaliknya tidak dapat dikatakan bahwa

orang yang belum mandiri dan belum berkeluarga itu tidak cakap melakukan hukum apa

pun juga.

Apabila kedewasaan ini dihubungkan dengan perbuatan kawin, maka menurut

Prof. Djojodiguno, S.H. Hukum adat mengakui kenyataan bahwa apabila seorang pria

dan seorang wanita itu kawin dan dapat anak, mereka dinyatakan dewasa, walaupun

umur mereka itu baru 15 tahun. Sebaliknya pula apabila dikawinkan mereka tidak dapat

menghasilkan anak karena belum mampu berseksual, mereka dikatakan belum dewasa,

misalnya dalam kawin anak (kawin gantung).

6

Page 10: Pendewasaan (handlichting)

Dalam undang – undang (Stb. 1931 – 54) yang juga berlaku bagi orang

indonesia yang tunduk pada hukum adat, apabila dijumpai istilah “belum dewasa”, ini

berarti belum berumur 21 tahun penuh dan belum pernah kawin. Apabila perkawinan itu

putus sebelum dicapai umur 21 tahun penuh, orang itu tetap dinyatakan dewasa.

Sedangkan dalam pengertian “perkawinan” tidak termasuk perkawinan anak – anak.

Dengan demikian a contrario disimpulkan bahwa orang yang sudah berumur 21 tahun

penuh dan walaupun belum 21 tahun penuh tetapi sudah kawin, disebut dewasa.

Pengertian ini di tafsirkan juga sama bagi orang timur asing bukan cina dalam Stb. 1924

– 556.

3. Menurut Konsep Undang – Undang R.I sekarang

Bagaimana pengertian belum dewasa dan dewasa menurut undang – undang R.I.

yang berlaku hingga sekarang, pengertian belum dewasa dan dewasa dapat dinyatakan

seragam untuk semua warga negara Indonesia. Dikatakan belum dewasa apabila belum

berumur 21 tahun penuh dan belum pernah kawin. Ketentuan ini a contrario dewasa

apabila sudah berumur 21 tahun penuh, sudah pernah kawin. Ketentuan belum dewasa

dan belum dewasa terdapat dalam undang – undang berikut ini :

1. pasal 330 KUHPerdata bagi warga Indonesia keturunan Eropah

2. Stb. 1924 – 556 bagi warga negara Indonesia keturunan timur asing bukan

Cina

7

Page 11: Pendewasaan (handlichting)

3. Stb. 1924 – 557 bagi warga negara Indonesia keturunan timur asing Cina.

4. Stb. 1931 – 54 bagi warga negara Indonesia asli (Bumiputera)

Berlakunya undang – undang tersebut diatas didasarkan pada aturan peralihan

UUD45, bahwa sebelum dibentuk undang – undang baru (dalam hal ini mengenai

kedewasaan) berdasarkan UUD ini, semua peraturan hukum perundang – undangan

yang sudah ada tetap dinyatakan berlaku. Undang – undang yang di buat oleh

pembentuk undang – undang R.I. belum ada yang merumuskan pengertian belum

dewasa dan dewasa sebagai pencabutan keempat undang – undang yang disebutkan

terdahulu.

Yang ada baru undang – undang perkawinan No. 1 Tahun 1974, yang mengatur

tentang :

1. izin orang tua bagi orang yang akan melangsungkan perkawinan apabila

belum mencapai umur 21 tahun (pasal 6 ayat 2).

2. umur minimal untuk diizinkan melangsungkan perkawinan, yaitu pria 19

tahun dan wanita 16 tahun (pasal 7 ayat 1).

3. anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah kawin, berada

di bawah kekuasaan orang tua (pasal 47 ayat 1).

8

Page 12: Pendewasaan (handlichting)

4. anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah kawin yang

tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali

(pasal 50 ayat 1).

Tetapi tidak ada ketentuan yang mengatur tentang “ yang disebut belum dewasa

dan dewasa” dalam undang – undang ini. Dengan demikian, kesimpulannya undang –

undang yang merumuskan tentang pengertian “belum dewasa dan dewasa” seperti di

atas masih tetap berlaku.

Pengertian belum dewasa atau dewasa yang di uraikan di atas adalah istilah yang

dipakai oleh undang – undang (hukum tertulis). Apabila dalam undang – undang

dijumpai istilah belum dewasa (minderjarig), itu berarti belum berumur 21 tahun penuh

dan belum pernah kawin. Sebaliknya apabila dalam undang – undang dijumpai istilah

dewasa (minderjarig), itu berarti sudah berumur 21 tahun penuh, ia sudah kawin.

Pengertian sudah berumur 21 tahun penuh atau sudah pernah kawin disebut

dewasa undang – undang (dewasa hukum). Di samping itu masih dikenal dewasa

biologis atau dewasa seksual untuk melangsungkan perkawinan, yaitu sudah mencapai

umur 16 tahun bagi wanita dan 19 tahun bagi pria. Mereka yang dewasa biologis ini

apabila sudah melangsungkan perkawinan berubah menjadi dewasa hukum.

9

Page 13: Pendewasaan (handlichting)

Ada juga beberapa pengertian lain dari Keputusan Mahkamah Agung mengenai

Kedewasaan di antaranya. yaitu :

1. Batas Umur Dewasa

Ini selalu merupakan hal yang sifatnya kontroversial dalam praktek, sebab ada

Notaris yang memakai ukuran Psl. 330 BW (batas usia 21 tahun atau telah kawin)

sebagai batas usia dewasa, dan ada pula yang memakai batas usia 18 tahun.

Konsekwensi praktis yang terjadi adalah bila satu akta dibuat dengan menggunakan

Pasal. 47 ayat (1) UU No. 1/1974 ini sebagai dasar untuk menentukan batas usia

dewasa, maka akta yang bersangkutan dapat menimbulkan kesulitan praktis bagi

pemakainya serta Notaris lain yang diharuskan membuat akta (akta-akta) lanjutan

berdasarkan akta yang disebutkan pertama, kalau Notaris yang harus membuat akta

(akta-akta) lanjutan itu menggunakan Psl. 330 BW sebagai dasar untuk menentukan usia

dewasa. Untuk mengantisipasi kesulitan praktis seperti ini adalah lebih tepat bila

direkomendasikan menggunakan batas usia 21 tahun sebagai ukuran untuk menentukan

kedewasaan atau telah kawin sebelumnya.

2. Kedewasaan Orang Tua

Yang dimaksudkan dalam UU No. 1/1974 ini adalah kekuasan yang melekat

kepada kedua orang tua terhadap anak dibawah umur selama perkawinan kedua orang

tuanya itu masih utuh dan belum bubar, PERWALIAN menurut UU No. 1/1974 timbul

apabila kedua orang tua dari anak itu sudah meninggal dunia atau kedua-duanya dipecat

dari kekuasaannya sebagai orang tua atas anak dibawah umur itu.

10

Page 14: Pendewasaan (handlichting)

Ketentuan ini berbeda dengan Pasal-345 BW yang menentukan orang tua yang hidup

terlama dengan sendirinya menjadi wali dari anak dibawah umur apabila salah seorang

orang tua anak itu meninggal dunia.

Kedudukan (status) anak (BW+) :

1. Anak sah (wettig kind)

2. Anak yang disahkan (gewettigd kind)

3. Anak yang disahkan dgn surat pengesahan (kind gewettig bijbrieven van wettiging)

4. Anak angkat (adopsi)

5. Anak yang diakui sah (natuurlijk wettelijk erkend kind)

6. Anak luar nikah (natuurlijk kind)

7. Anak zinah dan sumbang (everspeligde en bloedschande verwerkt kind)

Kedudukan anak dalam UU No. 1/1974 :

Psl. 42 UU No. 1/1974

Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang

sah.

Psl. 43 UU No. 1/1974

11

Page 15: Pendewasaan (handlichting)

Ayat(1): Anak yang dilahirkan diluar Perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata

dengan ibunya dan keluarga ibunya

Ayat(2) : Kedudukan anak tersebut ayat (1) diatas selanjutnya akan diatur dalam

Peraturan Pemerintah.

Kekuasaan orang-tua (ouderlijke-macht)

yaitu kekuasaan ibu dan bapak yang masih berada dalam status perkawinan terhadap

anak-anaknya yang masih dibawah umur

Psl. 330 (3) BW :”Mereka yang belum dewasa dan tidak berada dibawah kekuasaan

orang tua, berada dibawah perwalian”

CATATAN: Hanya Berlaku Terhadap Anak-anak Yang Sah Saja.

Isi dari kekuasaan orang tua

Dapat ditinjau dari 2 (dua) sudut, yaitu :

1.     Kekuasaan orang tua mengenai DIRI anak (ex Psl. 298 ayat 2 BW dst.)

2.     Kekuasaan orang tua mengenai HARTA KEKAYAAN anak (ex Psl. 307 BW dst.)

12

Page 16: Pendewasaan (handlichting)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Jadi, Pendewasaan (Handlichting) suatu lembaga hukum agar semua orang yang

belum dewasa tetapi telah menempuh syarat – syarat tertentu dalam hal tertentu dan

sampai batas – batas tertentu menurut ketentuan UU memiliki kedudukan hukum yang

sama dengan orang dewasa.

Macam – macam Handlichting

• Pendewasaan penuh ( Venia Aetatis, Pasal 420 – 425 KUHPer) Syarat, berusia 20

tahun dan telah mengajukan permohonan kepada Presiden

• Pendewasaan Terbatas (Pasal 426 – 431 KUHPer) Syarat, berusia 18 tahun, diajukan

kepada Pengadilan Negeri, dan dapat ditarik kembali. Pendewasaan ini hanya untuk hal

– hal tertentu sifat kedewasaannya, misalkan hanya untuk hal waris saja)

B. Saran

Pendewasaan pada makalah ini perlu di simak oleh saudara/i bagaimana

pendewasaan pada diri kita ini ? dan apakah kita benar – benar dewasa pada saat

berumur 16 tahun dan siap untuk perkawinan ? kita memang tidak tahu awal mulanya,

maka dari itu mulai sekarang carilah untuk membaca apa itu kedewasaan atau

pendewasaan (handlichting) agar kita bisa mengetahui dan memahaminya.

13

Page 17: Pendewasaan (handlichting)

Daftar Pustaka

1. Subekti, Prof.S.H., “Pokok – Pokok Hukum Perdata”. Penerbit

Intermasa,Jakarta, 1978.

2. Abdulkadir Muhammad S.H., “Hukum Perdata Indonesia”. Penerbit P.T.

Citra Aditya Bakti, Bandar Lampung, 1993.