penerapan reward dan punishment terhadap optimalisasi
TRANSCRIPT
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 17
Penerapan Reward dan Punishment
Terhadap Optimalisasi Belanja K/L
I. Pendahuluan
Pemerintah memiliki suatu instrument kebijakan fiskal yang sangat powerful dan strategis dalam
mengarahkan perekonomian nasional untuk mewujudkan cita cita dan amanat konstitusi yaitu
anggaran. Salah satu instrument yang memainkan peranan penting pada postur APBN adalah
alokasi belanja pemerintah. Hal ini terutama karena besaran dan komposisi anggaran belanja
pemerintah mempunyai dampak yang signifikan terhadap permintaan agregat dan output nasional,
serta mempengaruhi alokasi sumberdaya dalam perekonomian. Secara teori, pelaksanaan APBN
secara tidak langsung mencerminkan bagaimana pemerataan dan keadilan didistribusikan diantara
masyarakat, karena pelaksanaan anggaran seharusnya dapat mendorong upaya pengurangan
jumlah penduduk miskin dan penciptaan lapangan kerja melalui pemanfaatan sumber daya yang
effisien serta peningkatan aktivitas ekonomi.1
Lambannya penyerapan anggaran merupakan salah satu indikasi bahwa penyelenggaraan
pembangunan masih belum optimal seperti yang direncanakan. Dalam kurun waktu sepuluh tahun
terakhir, belanja K/L telah menghasilkan pola belanja dengan karakteristik penyerapan yang rendah
disemester pertama dan menumpuk pada akhir tahun anggaran berjalan, dengan kata lain,
penyerapan anggaran belanja tetap kusut didepan dan membengkak dibelakang. Pola demikian
terjadi ditingkat pemerintah pusat dan daerah, sehingga mempengaruhi rencana kinerja kebijakan
APBN terhadap perekonomian secara umum.
Sementara itu pada APBN tahun ini realisasi belanja negara pada semester I 2011 masih baru
mencapai 37,5 persen dari pagu atau baru mencapai Rp 461.487,5 miliar. 2 Dengan pola realisasi
belanja yang seperti ini dapat memberikan beberapa implikasi seperti: Pertama, hal ini
menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang tidak optimal sebagai dampak dari kebijakan fiskal yang
tidak merata sepanjang tahun. Kedua, karena belanja menumpuk diakhir tahun, effektivitas belanja
negara juga menjadi berkurang. Bukan rahasia lagi, demi menjaga agar tahun depan masih
mendapatkan anggaran yang minimal sama, setiap instansi ‘ berlomba’ membelanjakan anggaran
yang semestinya tidak perlu.
Untuk meningkatkan disiplin dan kinerja K/L pada tahun anggaran 2011, pemerintah melalui
kementrian keuangan menerapkan sistem reward dan punishment atas pelaksanaan APBN tahun
2010. Pelaksanaan reward dan punishment tersebut, pada dasarnya sudah mulai diterapkan dalam
1 Ekonomi Konstitusi-Haluan Baru kebangkitan ekonomi Indonesia
2 Laporan Pemerintah tentang Pelaksanaan APBN Semester I 2011
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 18
APBN-P 2010 untuk pelaksanaan stimulus fiskal tahun 2009, sebagaimana tercantum dalam Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 47 Tahun 2009 tentang APBN Tahun Anggaran 2010.
Berangkat dari latar belakang tersebut, tulisan ini difokuskan untuk membahas masalah penerapan
sistem reward dan punishment dalam optimlisasi penyerapan belanja pemerintah, dalam hal ini
Kementrian/Lembaga. Pembahasan ini didukung dengan data data mengenai trend penyerapan
belanja pada Kementrian/Lembaga, dasar hukum pelaksanaan reward dan punishmen, serta kendala
kendala yang dihadapi K/L dalam penyerapan belanjanya.
II. Dasar Hukum
Penerapan Reward dan Punishment merupakan bentuk amanat Undang Undang APBN yang
berhubungan dengan alokasi anggaran dan bentuk bentuk disiplin anggaran.
A. UU APBN Tahun Anggaran 2011 Pasal 20
Pasal 20
(1) Dalam rangka efisiensi dan effektivitas pelaksanaan anggaran belanja tahun 2010,
kementrian/Lembaga (K/L) yang tidak sepenuhnya melaksanakan anggaran belanja tahun
2010 sebagaimana telah ditetapkan, anggaran yang tidak terserao tersebut akan menjadi
faktor pengurang dalam penetapan alokasi anggaran pada TA 2011
(2) Faktor pengurang dalam penetapan alokasi anggaran pada TA 2011 bagi kementrian
negara/lembaga (K/L) yang tidak sepenuhnya melaksanakan anggaran belanja tahun 2010
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :
a. Pengurangan dikenakan hanya terhadap kementrian negara/lembaga (K/L) yang tidak
dapat memberikan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;
b. Pengurangan pagu belanja Tahun Anggaran 2011 bagi kementrian negara/lembaga
(K/L) sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah maksimum sebesar sisa anggaran
belanja 2010 yang tidah diserap; dan
c. Pengurangan pagu belanja Tahun Anggaran 2011 sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan huruf b dibebankan pada satuan kerja yang tidak menyerap pagu belanja K/L secara
maksimal melalui pemotongan alokasi anggaran pada Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA) satuan kerja yang bersangkutan.
(3) Pengurangan pagu kepada K/L ditetapkan dengan Keputusan Mentri Keuangan paling
lambat 31 Maret 2011.
(4) Pengurangan pagu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan dalam APBN
Perubahan TA 2011 dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2011
(5) Tata cara pemotongan pagu belanja diatur lebih lanjut oleh pemerintah
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 19
B. Pasal 16A UU Nomor 2 Tahun 2010 tentang APBN P TA 2010 dan Pasal 20 UU Nomor 10 Tahun
2010 tentang APBN TA 2011 tentang kebijakan pemberian reward dan punishment atas
pelaksanaan APBN TA 2010 merupakan kesepakatan Pemerintah dengan DPR dituangkan dalam
C. PMK Nomor 38/PMK.02/2011
Tentang Tata cara penggunaan hasil optimalisasi anggaran belanja K/L TA 2010 pada TA 2011 dan
pemotongan pagu belanja K/L pada Tahun Anggaran 2011 yang tidak sepenuhnya melaksanakan
anggaran belanja TA 2010.
Penghargaan (Reward) sesuai dengan pasal 2 PMK No 38/PMK.02/2011 yaitu K/L yang melakukan
optimalisasi anggaran belanja pada Tahun Anggaran 2010, dapat menggunakan Hasil Optimalisasi
anggaran belanja tersebut pada Tahun Anggaran 2011.
Sanksi (Punishment) sesuai dengan pasal 3 PMK Nomor 38/PMK.02/2011 yaitu
Kementerian/Lembaga yang tidak sepenuhnya melaksanakan anggaran belanja Tahun Anggaran
2010, dapat dikenakan pemotongan pagu belanja pada Tahun Anggaran 2011.
Penghargaan (Reward) diberikan kepada K/L dapat berupa:
1. Tambahan alokasi anggaran kepada K/L pada Tahun Anggaran 2011
2. Prioritas dalam mendapatkan dana atas Inisiatif baru (New Initiative) yang diajukan
3. Prioritas dalam mendapatkan anggaran belanja tambahan apabila kondisi keuangan negara
memungkinkan
4. Pemberian piagam penghargaan (award) kepada menteri/pimpinan lembaga atau kepala satker
dan/atau
5. Publikasi ke media massa
Sedangkan sanksi (Punishment) dikenakan kepada K/L dalam hal:
1. Terdapat sisa anggaran yang tidak disertai dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Yang perlu dijelaskan di sini adalah masih adanya sisa anggaran K/L itu terkait dengan masih
adanya target kinerja yang belum tercapai sepenuhnya. Kemudian, hal-hal yang merupakan
alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan meliputi (a) tidak dipenuhinya kriteria-kriteria
kegiatan yang dapat dibiayai oleh anggaran belanja, (b) tidak dipatuhinya peraturan
perundangan terkait pengadaan barang/ jasa pemerintah, (c) penunjukkan kepala satuan kerja
dan/ atau pelaksana kegiatan yang tidak tepat waktu, dan (d) tidak adanya penjelasan dalam
laporan yang disampaikan
2. Hasil perhitungan dari sisa anggaran yang tidak disertai dengan alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan setelah dikurangi Hasil Optimalisasi yang belum digunakan pada TA
2010, menghasilkan nilai positif.
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 20
Sanksi (Punishment) diberikan maksimum sebesar anggatan belanja TA 2010 yang tidak diserap dan
tidak disertai dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Apabila target kinerja K/L yang
bersangkutan telah tercapai seluruhnya tidak diberikan sanksi walaupun terdapat sisa anggaran.
Realisasi pemberian Reward dan Punishment ini sendiri akan dilakukan setelah proses audit
terhadap K/L selesai bulan Mei tahun 2011.3
III. Penyerapan Belanja K/L secara umum
A. Trend Alokasi Belanja Negara
Perkembangan alokasi belanja Negara dalam APBN pada kurun waktu 2006-2010 terus
mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan alokasi belanja negara tersebut
sangat berperan untuk melakukan stimulus bagi perekonomian nasional. Pada tahun 2006,
belanja negara sebesar Rp667, 13 triliun atau sekitar 19,98 persen PDB. Sementara itu pada
tahun 2007 realisasi belanja negara meningkat Rp757,65 triliun atau sekitar 13,57 persen PDB.
Selanjutnya pada 2008, realisasi belanja juga mengalami peningkatan sebesar 30,10 persen dari
tahun sebelumnya atau sejumlah Rp985,73 triliun. Peningkatan antara lain dipengaruhi oleh;
kenaikan subsidi BBM dan pemberian subsidi pupuk sebagai insentif untuk mendorong investasi
dalam negeri. Realisasi belanja negara pada 2009 sebaliknya mengalami penurunan sebesar 4,90
persen dari tahun 2008, namun pada tahun 2010 kembali mengalami peningkatan sebesar 11,7
persen.4
Peningkatan belanja yang cukup signifikan tersebut belum diikuti dengan peningkatan
kemampuan penyerapan yang lebih baik. Di sisi lain pemerintah dituntut untuk lebih
mengalokasikan dana bagi belanja-belanja yang diperkirakan memberikan efek ganda
(multiplier) lebih besar. Dengan demikian kecenderungan pemerintah untuk terjs menambah
porsi belanja barang dan modal nampaknya akan terus dipertahankan di masa-masa yang akan
datang.
Perkembangan Belanja Negara 2006-2010 (triliun Rp)
Sumber: LKPP 2010
3
4 LKPP 2010
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 21
B. Trend Penyerapan Anggaran K/L 2005-2010
Trend Akumulasi Penyerapan Anggaran K/L 2005-2010 (milliar Rp)
Sumber: Penjelasan Pemerintah tentang Penyerapan Anggaran K/L TA 2010 oleh Menkeu, 23 February 2011
Tingkat Penyerapan Rata rata meningkat pada Triwulan IV (%)
Sumber: Penjelasan Pemerintah tentang Penyerapan Anggaran K/L TA 2010 oleh Menkeu, 23 February 2011
Grafik diatas menunjukan bahwa meskipin secara nominal tingkat penyerapan Anggaran K/L
terus mengalami peningkatan, namun secara porsentasi terjadi flukutuasi. Penyerapan alokasi
dana K/L rata rata mengalami peningkatan lebih dari 40 persen pada triwulan ke IV . Untuk
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 22
penyerapan triwulan I pada 2005, realisasi baru mencapai 7,35 persen dan terus meningkat
pada tahun tahun berikutnya. Rata rata realisasi Triwulan I yang tercapai dalam kurun waktu
2005-2011 adalah sebesar 11, 13 persen dan terus mengalami peningkatan pada triwulan II
untuk tahun tahun selanjutnya. Pada triwulan III dalam 5 tahun terakhir terlihat terjadi fluktuasi
dalam penyerapan anggaran K/L. Persentase penyerapan anggaran triwulan III pada 2010 hanya
sebesar 23,29 persen, mengalami penurunan jika dibanding dengan tahun tahun sebelumnya.
Penyerapan anggaran yang pesat seringkali terjadi pada triwulan IV atau mendekati akhir tahun
anggran belanja pada tahun tersebut. Rata rata penyerapan pada triwulan IV mampu mencapai
43,01 persen.
Penyerapan anggaran K/L yang selalu mengelembung dibelakang setidaknya mempengaruhi
kebijakan pemerintah dalam penciptaan fiskal space yang antara lain dapat ditempuh dengan
penajaman prioritas belanja negara melalui pemotongan belanja negara yang bukan prioritas,
penurunan subsid, etc 5. Selain itu penyerapan anggaran yang lambat ( utamanya belanja modal)
juga berdampak terhadap kualitas pekerjaan yang tidak sesuai harapan dan laju perekonomian
yang tidak optimal.
C. Perkembangan Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2011
Dalam UU no 10 tahun 2010 tentang APBN 2011, ditetapkan anggaran belanja pemerintah pusat
sebesar Rp 836.578,2 miliar yang berarti lebih tinggi Rp55.044,16 miliar atau 0,7 % dari alokasi
APBN P 2010 yang sebesar Rp781.533,6 milliar. Anggaran belanja pemerintah pusat tersebut
terdiri dari belanja K/L sebesar Rp432.779,3 miliar, yang berarti mengalami kenaikan Rp66.644,8
miliar atau 18,2 persen dari alokasinya dalam APBN-P 2010; dan belanja non K/L sebesar
Rp403.798,9 miliar, yang berarti mengalami penurunan Rp11.600,2 miliar atau 2,8 persen dari
alokasinya dalam APBN-P 2010.
Realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2011 diperkirakan
mencapai Rp263.333,4 miliar, atau sekitar 31,5 persen dari pagu yang ditetapkan dalam APBN
2011. Perkiraan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat tersebut menunjukkan
peningkatan sebesar Rp29.145,4 miliar atau 12,4 persen jika dibandingkan dengan realisasi
belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2010 sebesar Rp234.188,0 miliar. Selanjutnya,
perkiraan realisasi belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2011 menunjukkan posisi
sebagai berikut: belanja pegawai mencapai 47,5 persen, belanja barang mencapai 24,8 persen,
belanja modal mencapai 15,1 persen, pembayaran bunga utang mencapai 42,3 persen, subsidi
mencapai 33,0 persen, belanja hibah mencapai 4,7 persen, belanja bantuan sosial mencapai
17,5 persen, dan belanja lain-lain mencapai 5,9 persen.
5 LKPP 2010
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 23
Sumber: Laporan Pemerintah tentang Pelaksanaan APBN Semester I 2011
Pada sisi kebijakan, faktor penting yang mempengaruhi realisasi belanja pemerintah pusat
sampai dengan 31 Mei 2011 dan perkiraan realisasi semester I APBN tahun 2011 antara lain,
adalah:
(i) pencairan anggaran remunerasi pada sejumlah K/L di triwulan I tahun 2011; (ii)
penerapan kebijakan efisiensi belanja negara (Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2011
tentang Penghematan Belanja K/L Tahun 2011); (iii) implementasi Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang memperlancar
penyerapan belanja modal;(iv) pembayaran bunga utang berkaitan dengan kenaikan
stok utang, dan kecenderungan lebih tingginya imbal hasil (yield) surat berharga negara
(SBN); serta (v) realokasi bantuan operasional sekolah (BOS) ke pos transfer ke daerah.6
6 Laporan Semester I APBN 2011
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 24
D. Tingkat Penyerapan K/L pada 2011
Berdasarkan daya serap anggaran dari pagu yang ditetapkan, dalam semester I tahun 2011 terdapat
beberapa K/L yang diperkirakan memiliki kinerja daya serap anggaran yang relatif lebih baik dari K/L
lainnya, yaitu antara lain: (1) Lembaga Administrasi Negara; (2) Kepolisian Negara Republik
Indonesia (POLRI); (3) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI); (4) Ombudsmen; dan (5)
Kementerian Pertahanan
Berkaitan dengan perkiraan realisasi belanja K/L dalam tahun 2011, terdapat beberapa K/L yang
mendapat alokasi belanja relatif besar, yaitu antara lain Kementerian Pekerjaan Umum,
Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Pertahanan, Kementerian Agama, Kepolisian
Negara RI, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan,
Kementerian Pertanian, dan Kementerian ESDM.
Berdasarkan kondisi saat ini yang ditandai dengan rendahnya penyerapan pada Triwulan I dan
Triwulan II akan berpotensi mendorong terjadi lonjakan penyerapan pada Triwulan III dan Triwulan
IV
Penyerapan Belanja K/L Semester I 2011
10 K/L Terbesar, 10 K/LTerkecil, dan Antaran 32 %- 36,3 %
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 25
Penyerapan Belanja K/L Semester I 2011 ( 12,6 % - 31,2 %)
Sumber: Laporan Pemerintah tentang Pelaksanaan APBN Semester I 2011
Penerapan Reward dan Punishmen terhadap belanja K/L pada 2011
Untuk tahun 2011, Pemerintah telah memberikan reward berupa tambahan pagu bagi K/L yang mampu
melakukan optimalisasi penggunaan anggaran dan/atau dapat mencapai sasaran/target yang ditetapkan
dengan biaya yang lebih rendah dari yang direncanakan pada tahun anggaran 2010. Sebaliknya, bagi K/L
yang tidak dapat menyerap anggaran, dan tidak dapat memenuhi sasaran/target yang telah ditetapkan
dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka pagunya akan dikurangi
Dalam KMK 106/2011 disebutkan bahwa terdapat 61 K/L dapat menggunakan dana hasil optimalisasi
tahun anggaran 2010 pada tahun anggaran 2011 yang totalnya mencapai Rp295,5 miliar. Selain itu, juga
disebutkan bahwa terdapat tiga K/L yang dikenakan pemotongan pagu belanja tahun anggaran 2011.
Ketiganya adalah Kementerian Hukum dan HAM sebesar Rp897,7 juta, untuk anggaran Kementerian
Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan dipotong sebesar Rp159,5 juta, sedangkan untuk
Perpustakaan Nasional sebesar Rp584 juta.
Ada dua cara agar anggaran belanja K/L dapat didorong tingkat efisiensinya. Pertama, mengaitkan
tingkat optimalisasi penggunaan dana anggaran belanja dengan target kinerja K/L berdasarkan PMK
38/2011. Kedua berdasarkan Cost Reduction Program (CRP) yang direncanakan oleh Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (PA/ KPA). Hal ini terinspirasi dari Inpres 7/2011. Namun untuk
dunia usaha, menetapkan CRP setiap tahun sudah jamak dilakukan.
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 26
Profil K/L menurut PMK 38/2011 dan KMK 106/2011
Sumber : Media Keuangan-Transparansi Informasi Kebijakan Fiskal, Depkeu, 2011
IV. Catatan Dalam Penerapan Reward dan Punishment
A. Hal yang mempengaruhi penyerapan belanja K/L
Penerapan kebijakan Reward dan Punishmen merupakan bagian yang berkaitan erat dalam
penganggaran berbasis kinerja, berorientasi pada sistem pengganggaran yang menekankan pada
pencapaian hasil dan keluaran (output based) dari program dan kegiatan dengan meningkatkan
efisiensi penggunaan sumber daya yang terbatas dan efektif dalam pencapaian output dan
outcome-nya. Kinerja hasil dan keluaran tersebut merupakan kinerja yang melekat pada K/L
teknis terkait. Dengan kata lain perlu adanya upaya untuk terus melakukan koordinasi yang lebih
intensif guna mensinergikan kinerja yang hendak dicapai oleh Kementerian Keuangan dan K/L
teknis terkait. Berdasarkan beberapa survey, hal hal yang menyebabkan penyerapan anggaran
K/L belum optimal adalah :
(1) Masalah Internal K/L ;
• Keterlambatan penetapan KPA dan Pengelolaan Kegiatan dihampir semua
Satker Pusat dan Daerah (misalnya, Kemenkes, dan KemenPU (Februari 2010),
Polri (Maret 2010)
• Koordinasi antara perencanaan dan pelaksanaan anggaran yang kurang baik,
misalnya; kurang memahami mekanisme pencairan BOS (Kemendiknas), serah
terima jabatan tidak langsung diikuti oleh serah terima berkas/dokumen(Polri),
kurang terpadunya mekanisme kerja Baren, baku, Balog dan Satpor (Kemhan)
• Reorganisasi di K/L
• Penyempurnaan Business Process (SOP) di berbagai K/L dalam rangka good
governance dan reformasi birokrasi
• Faktor kehati-hatian dalam pengelolaan anggaran pada K/L
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 27
• Satuan harga yang ditetapkan terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan riil,
misalnya harga obat (Kemenkes), K/L terlambat menyampaikan usulan SBK
• Kegiatan prioritas menggunakan sumber dana PHLN
• K/L belum menyiapkan peraturan perundangan (PP) untuk pengadaan pakaian
dinas, converter kit, alat penguji kendaraan bermotor
(2) Mekanisme Pengadaan Barang dan Jasa
• Perencanaan kegiatan/proyek yang kurang baik; tidak ada kerangka acuan kerja
(TOR dan RAB), Perencanaan kegiatan/proyek tidak sesuai dengan kebutuhan,
spesifikasi teknis barang/jasa tidak ada/tidak jelas, perencanaan pemilihan
sumber dana yang tidak tepat (antara PHLN dengan Rupiah murni)
• Biaya di lapangan tidak sesuai dengan Standar Biaya Umum dan Standar Biaya
Khusus (mengakibatkan terbatasnya peserta lelang, lelang, pelelangan ulang,
menjadi temuan auditor)
• Banyak sanggahan dalam proses lelang (Kemendiknas, Kemenhub)
• Banyak pengaduan LSM ke Polri dan Kejaksaan
• Kurangnya sosialisasi mekanisme pengadaan barang dan jasa
• Kurangnya panitia pengadaan yang bersetifikat
• Masalah pengadaan/pembebasan lahan/tanah
• Tidak seimbangnya risiko pekerjaan dengan imbalan yang diterima oleh pejabat
pelaksana pengadaaan.
• Kehati hatian pejabat pengadaan barang dan jasa dalam mengambil tindakan
(3) Dokumen Pelaksanaan Anggaran dan Mekanisme Revisi
• Pemblokiran anggaran/pemberian tanda bintang (12 Nov 2010 sebesar Rp7,9 T
atau 2,2 % dari pagu K/L yang disebabkan a.l:
� Rencana kegiatan yang belum dilengkapi dengan TOR, RAB dan data
pendukung
� Usulan kegiatan yang dibatasi (pengadaan kendaraan dinas baru,
Pengadaan kendaraan bermotor, atau kegiatan yang tidak sesuai tugas
dan fungsi, pengadaan gedung baru);
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 28
� Penggunaan PHLN yang belum efektif (Agreement belum
ditandatangani/belum ada nomor register);
� Pemanfaatan PNBP yang tidak sesuai dengan dasar hukum pengunaan
PNBP;
� Kegiatan yang memerlukan ijin kontrak tahun jamak dari Menkeu belum
dilengkapi dokumen pendukung;
� Kegiatan spesifik dan/atau memerlukan dasar hukum serta faktor
lainnya (spt; pembangunan gedung/jalan/jembatan dan pembangunan
lainnya yang belum dilengkapi detail desain, kegiatan yang duplikasi
dengan kegiatan instansi lain, pembayaran eskalasi yang belum ada
audit dari BPKP; bantuan tanggap darurat yang belum ada
peruntukannya, penyediaan alokasi anggaran untuk selisih kurs pada
atase perdagangan di luar negeri)
� Penyediaan alokasi anggaran untuk selisih kurs pada atase perdagangan
di luar negeri.
� Hasil efisiensi/sisa lebih pagu karena melampaui standar biaya dan
belum jelas peruntukkannya
� Alokasi dana untuk Satker baru yang belum mendapatkan persetujuan
Menpan dan RB
• Revisi dokumen anggaran (DIPA dan Surat Rincian AlokasiAnggaran), yang
disebabkan antara lain;
� Perencanaan anggaran yang kurang baik di K/L
� Tambahan pagu karena ABT, kelebihan realisasi PNBP,
tambahan/luncuran PHLN/PHDN, penerimaan hibah.
� Pergeseran antar BA, antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar
prop/kab/kota, dengan alasan diperlukan IVL karena lebih prioritas.
� Pembukaan bloklr, perubahan nomenklatur satken, dan perubahan
parameter dalam perhitungan subsidi
� Kesalahan bagan akun standar (BAS)
• Persyaratan revisi DIPA Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan memerlukan
persetujuan dari Pejabat Eselon lyang bersangkutan
• Kelengkapan dokumen anggaran dalam revisi anggaran
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 29
(4) Lain – Lain
• Keterlambatan pejabat daerah dalam menetapkan pengelolaan anggaran pada
satuan kerja perangkat daerah (SKPD)
• Faktor geografis dan iklim (Kemen PU & Kemenhub)
• Anggaran kontingensi/anggaran bersyarat, dimana penggunaannya tergantung
situasi (Kemhan& Polri)
• Penundaan penagihan barang dan jasa dari pihak ketiga
V. Langkah langkah dalam mempercepat penyerapan anggaran K/L
Terhadap permasalahan penyerapan anggaran belanaj K/L tsb, maka diusulkan beberapa
langkah yang perlu dilakukan pemerintah untuk dapat mempecepat penyerapan belanja K/L ke
depan.
Dalam jangka pendek, terdapat beberapa langkah yang perlu diambil:
• Menghimbau K/L untuk segera menyelesaikan masalah internal dalam pelaksanaan
anggaran.
• Kementerian Keuangan melakukan komunikasi aktif dengan K/L untuk membantu proses
penyelesaian pelaksanaan anggaran, terutama dalam hal :
� Melengkapi dokumen anggaran untuk menghapus tanda bintang
� Melengkapi dokumen untuk revisi anggaran
� Monitoring seIuruh proses pelaksanaan kegiatan terkait dengan penyerapan belanja
K/L
� Memberikan ijin bagi kontrak kegiatan tahun jamak yang menjadi prioritas sejalan
dengan prinsip kehati-hatian
� Melakukan revisi PMK Nomor 69/PMK.02/2010 untuk lebih mempermudah proses
revisi anggaran K/L
Sementara itu dalam jangka waktu menengah perlu dilakukan perbaikan perbaikan yang
komprehensif, seperti;
� Penetapan KPA, PPK, pejabat penerbit SPM dan Bendahara Pengeluaran bersamaan
dengan penerbitan DIPA (awal Januari).
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 30
� Meningkatkan kapasitas SDM terkait pengelolaan anggaran serta pengadaan barang
dan jasa.
� Penyusunan perencanaan anggaran yang Iebih baik.
� Meminimalkan pemblokiran anggaran.
� Mempercepat proses revisi anggaran.
� Penyempurnaan Keppres No.80/2003 dan revisinya, guna mempermudah dan
mempercepat proses pengadaan barang dan jasa, termasuk menghilangkan
persyaratan sertifikasi bagi pejabat pengadaan barang dan jasa (LKPP).
� Penyusunan regulasi mengenai mekanisme revisi dokumen anggaran agar lebih
diarahkan dalam perspektif jangka panjang, tidak bersifat Ad Hoq untuk satu tahun
anggaran
� Mempercepat penyusunan RKA-KL secara on-line
� Pada tahun berjalan, perlu dialokasikan anggaran untuk proses pengadaan barang
dan jasa tahun anggaran berikutnya
� Mengarahkan K/L untuk tidak menggunakan dana PHLN untuk kegiatan-kegiatan
prioritas
� Harmonisasi regulasi penyusunan dokumen perencanaan dan pelaksanaan
anggaran, serta pengadaan barang dan jasa, agar dapat sejalan dan konsisten.
� Penyusunan regulasi perencanaan dan pelaksanaan anggaran harus dapat
menjawab permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan selama
ini.
� Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dilakukan secara terpadu dalam K/L yang
sama.
� Upaya peningkatan daya serap anggaran harus tetap menjaga aspek kualitas dan
akuntabilitas dari belanja, termasuk pencapaian LKPP yang wajar tanpa
pengecualian (WTP). 7
7 Quick research- Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PKAPBN)
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 31
VI. Kesimpulan
Penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) merupakan faktor yang sangat penting untuk
kinerja pada organisasi publik . Penerapan sistem reward dan punishment terhadap belanja K/L
yang mulai diterapkan pada tahun 2011 ini merupakan hal penting mendasar dalam
penyempurnaan manajemen keuangan pemerintah.
Kementrian/Lembaga diberikan keleluasaan untuk mengelola program/kegiatannya dan
didukung dengan adanya tingkat kepastian yang lebih tingi atas pembiayaan untuk program dan
kegiatan yang akan dilaksanakan, tetapi pada saat yang bersamaan juga dituntut untuk dapat
mempertanggungjawabkannya dan mempertahankan prinsip prinsip akuntabilitas.
Namun begitu untuk menerapkan sistem reward dan punishmen terhadap optimalisasi belanja
K/L ini bukanlah hal yang mudah. Diperlukan adanya penetapan kinerja bagi masing masing K/L.
Hal ini mengingat setiap K/L mempunyai fungsi dan tugas yang masing masing saling melengkapi
satu sama lain. Salah satu yang menyebabkan penyerapan belanja K/L belum optimal adalah
adanya masalah internal K/L seperti: koordinasi antara perencanaan dan pelaksanaan anggaran
yang kurang baik. Kondisi ini dapat memberikan peluang terjadinya penyimpangan dari
dokumen perencanaan yg telah dibuat.Hal ini tentunya akan berdampak pada kurang
optimalnya pemanfaatan dan penyerapan belanja oleh K/L.
DAFTAR PUSTAKA
LKPP 2010
Kementrian Keuangan- Keterangan Pers : Pemberian Reward and Punishment atas Pelaksanaan
APBN TA 2010
Laporan Pemerintah tentang Pelaksanaan APBN Semester I 2011
Penjelasan Pemerintah tentang penyerapana anggaran pada Tahun Anggaran 2010, 6 Dec 2010
Penjelasan Pemerintah mengenai Penyerapan Anggaran K/L tahun 2010, 23 Febr 2011
Quick Research -Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PKAPBN) :
Penyebab rendahnya belanja K/L tahun anggaran 2010
Media Keuangan-Transparansi Informasi Kebijakan Fiskal, Depkeu, 2011