pengajaran bahasa postmodern

Upload: anisah-dfajri

Post on 08-Mar-2016

15 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PENGAJARAN BAHASA POSTMODERN:PENGGUNAAN TEKNOLOGI DAN INTERNET DALAM METODE STUDENT CENTERED LEARNING

Mata Kuliah Filsafat Ilmu PengetahuanDr. Akhyar Yusuf Lubis

oleh

Anisah Durrotul Fajri (1506701836)

Program Magister Ilmu Linguistik-Pengajaran BahasaFakultas Ilmu Pengetahuan BudayaUniversitas IndonesiaDepok 2015

I. PENDAHULUAN

Dewasa ini paradigma postmodern telah mengubah metode dan pandangan yang digunakan di semua bidang termasuk arsitektur, ekonomi, pendidikan, dan bidang-bidang lain, termasuk salah satunya pengajaran bahasa. Pengajaran bahasa khususnya English Language Teaching (ELT) saat ini telah memasuki ranah postmodern yang lekat sekali dengan berubahnya fokus utama pembelajaran di dalam kelas. Ketidakpuasan terhadap sistem pengajaran modern dan generalisasi metode yang digunakan dalam pengajaran bahasa modern dirasa kurang sesuai dengan era global saat ini yang memunculkan adanya keberagaman dalam masyarakat. Keberagaman masyarakat mengakibatkan adanya tuntutan untuk menghargai perbedaan individu sehingga pengajaran bahasa pun harus menyesuaikan kondisi ini. Dengan demikian, ELT saat ini telah beralih dari Teacher-Centered Learning menjadi Student Centered Learning dengan fokus pada siswa dimana siswa dianggap sebagai pusat pemelajaran sehingga siswa lah yang dituntut untuk aktif dalam pemelajaran bahasa Inggris..Penggunaan metode student centered learning sebagai dampak dari peralihan metode pengajaran yang telah memasuki masa postmodern yang tidak lagi berfokus pada guru tetapi pada siswa menuai perdebatan di dunia pengajaran. Di satu sisi persepsi guru tentang metode ini belum terbentuk dengan baik, di sisi lain orientasi siswa yang masih mengharapkan dominasi guru dalam belajar juga menjadi pertimbangan lain. Era postmodern dalam pengajaran bahasa yang berkembang seiring perkembangan teknologi dan internet, mengakibatkan maraknya implementasi teknologi dan internet dalam pengajaran dengan metode student centered learning. Namun sama seperti student centered learning itu sendiri, implementasi teknologi dan internet ini pun masih menuai perdebatan apakah efektif dalam pengajaran atau tidak. Hal ini lah yang membuat penulis tertarik untuk mengkaji implementasi teknologi dan internet dalam metode student centered learning dalam pengajaran bahasa postmodern.II. PENGAJARAN BAHASA POSTMODERN

Semua aspek kehidupan saat ini telah mengalami perubahan, bukan lagi berada di era modern lagi tetapi telah memasuki era postmodern. Termasuk di dalamnya adalah pengajaran bahasa yang berubah begitu pesat. Paradigma postmodern muncul akibat hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap paradigma modern yang di era postmodern ini dianggap sebagai paradigma tradisional. Lyotard (1984) dalam Finch (2005) menyatakan bahwa postmodernisme adalah sikap ketidak percayaan terhadap metanarative yang menurut Lyotard meliputi progress, optimisme, rasionalitas, pencaran pengetahuan yang absolut dalam ilmu pengetahuan, teknologi, masyarakat, politik, dan gagasan bahwa satu-satunya dasar dari semua pengetahuan adalah mendapatkan pengetahuan diri yang sebenarnya. Blackburn (1996) dalam Ahmadian dan Rad (2014) mendefinisikan postmodernisme sebagai reaksi terhadap kepercayaan diri yang naif terhadap kebenaran ilmu pengetahuan. Menurutnya postmodernisme menyangkal adanya gagasan makna, kenyataan, maupun kebenaran yang tetap. Dalam paradigma postmodern tidak ada suatu hal yang pasti, semuanya berubah termasuk makna dan kenyataan.Dalam pengajaran bahasa, era postmodern menurut Ahmadian dan Rad (2014) dimulai pada 1970an dimana mulai disadari bahwa tidak ada penemuan penelitian dan metode pengajaran yang membawa kesuksesan secara absolut, khususnya dalam pengajaran bahasa kedua. Gregg (2000) dalam Ahmadian dan Rad (2014) menyatakan bahwa realitas dalam pandangan postmodernisme merupakan konstruski sosial dan merupakan hasil interaksi antara pelaku dan setting sosial. Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa postmodernisme sesungguhnya adalah konstrukivisme. Menurut pandangan Fahim dan Pishghadam (2009) dalam Ahmadian dan Rad (2014), postmodernisme dianggap sebagai konstrukivisme karena tidak memiliki dasar kebenaran yang nyata kecuali kebenaran yang telah diputuskan oleh suatu kelompok. Konstrukivisme inilah yang dalam pengajaran bahasa postmodern secara luas dikembangkan.Berikut adalah peralihan pengajaran bahasa khususnya bahasa Inggris (ELT) dari modern ke postmodern menurut Finch (2005).

ELT ModernELT Postmodern

Tes berstandar dan high-stakePengukuran normative dan summativeTest tengah semester dan akhir semester (diselenggarakan sekali)Fokus pada hasil pemelajaran

Sentralisasi. TotalisasiPenilaian berdasarkan performa kelasPengukuran formatif yang absolutePenilaian berkelanjutan

Penilaian portofolio, jurnal, individu/berpasanganFokus pada proses pemelajaranDekonstruksi tes berstandar

KompetisiAgresi, divisiIndividualisasi, pemenang mendapatkan semuanyaTujuan hasil yang dicapai terpisah secara mutual(MEGA) (Kohn 1992)KolaborasiInterpersonal dan intrapersonalTanggung jawab dalam kerja kelompok

Pemelajaran sosial, kerja tim

Desentralisasi

Belajar bahasa Inggris melalui pencapaian tertinggi Sastra InggrisBatasan yang ketatPembatasan genreBelajar bahasa Inggris melalui pop-culture, komik, kartun, film, internet, dllPluralitas genreLintas batasEclecticism

Silabus yang struktural dan proporsionalTotalisasi Silabus proses, task-based, project-basedDekonstruksi konsep pemelajaran bahasa tradisional

Behaviourism Pemelajaran bahasa dapat diprediksi dan terlepas dari emosiPengenalan filter afektif dan sosialPemelajaran bahasa dianggap sosial, kultural, emosional, dan tidak dapat diprediksi

Pemelajaran yang linier dan berurutanBahasa sebagai kodeSilabus strukturalKebenaran gramatikal yang absolutPemelajaran yang kontekstual dan cyclicMetabahasa dan strategi pemelajaranPemelajaran yang kompleks, dinamis, dan cyclicSelf-reflexiveness, self-reference

Imperialisme bahasa dan budayaBahasa Inggris Barat yang terstandarisasiPenutur jati bahasa InggrisMempelajari dan memaksakan budaya bahasa targetSentralisasi, kolonialismeTotalisasiPostcolonialism, decolonialismBahasa Inggris regional, dialek, dan pronunciation yang menunjukan budaya localKematian penutur jatiMempelajari budaya regional dan global melalui bahasa targetRegionalism, globalism, diversifikasi

Penelitian kuantitatif, eksperimental, dan objektifPengukuran statistik atas kebenaran yang diamati secara independen dan diisolasi secara kakuAbsolut, scientifik, kebenaranPenelitian kualitatif, subjektif, dan tindakanPengakuan bahwa kepercayaan dan persepsi mengatur pemelajaranAnalisis sistem lingkungan pemelajaran secara keseluruhan. TriagulationKebenaran subjektif, individual, dan personalRelativisme psikologi

Teacher-centered learningTeacher-controlled learningInstruski autokratikMengajarkan hal yang sama pada semua siswa pada satu waktuGuru sebagai sumber pengetahuanTransfer pengetahuan ke tempat kosong yang dimiliki siswaGrammar-translationTotalisasi, sentralisasiStudent-centered learningMelibatkan siswa dalam pemelajaranPengakuan perbedaan individu dalam kebutuhan pemelajaran, gaya pemelajaran, pilihan pemelajaran, dan level kemahiranGuru sebagai fasilitator pemelajaranFasilitasi pengalaman pemelajaran yang tepat untuk siswa yang tepat pada waktu yang tepatPemelajaran task-based dan project-basedDesentralisasi, pemberdayaan.

Tabel perbedaan metanaratif ELT modern dan postmodern oleh Finch (2005)Perbedaan karakteristik ELT modern dan postmodern tersebut setidaknya sesuai dengan perbedaan modern dan postmodern yang dikemukakan oleh Zymunt Bauman (2013:427) dalam Yusuf Lubis (2014:10) dimana keduanya menyinggung bahwa postmodern memiliki karaktristik ketidakpastian, pluralisme, dan lokalisme. Berikut adalah perbedaan modern dan postmodern yang dikemukakan oleh Zymunt Bauman (2012:427) dalam Yusuf Lubis (2014:10).

Ciri-ciri ModernCiri-ciri Postmodern

Determinisme Ketidakpastian, kesempatan, kemungkinan

Universalisme, kesamaan ruang, waktuPartikularisme, lokalisme, perbedaan

Kepercayaan pada kemampuan diri, transparansi, realitas dapat diketahuiKetidakpastian, skeptisme, ambiguitas

Kesetaraan, kejelasan, kepastianAda ketidakteraturan (chaos), tentatif, dan tidak pasti (probabilitas)

Monisme, universalisme, institusional(isme)Pluralisme, keberagaman, intitusionalisme

Ada hambatan, keterbatasan, pembatasanKebebasan memilih, menyesuaikan gaya dan mode

Tabel Perbedaan Modern dan Postmodern oleh Zymunt Bauman (2012) dalam Yusuf Lubis (2014)

Dari kedua tabel dapat terlihat dengan jelas bahwa ada kesamaan perbedaan yang dikemukakan oleh Finch (2005) dan Zymunt Bauman (2012). Dalam tabel perbedan ELT modern dan postmodern terlihat jelas bahwa perbedaan antara pengajaran bahasa modern dan postmodern adalah pada penggunaan teacher-centered learning dan student-centered learning. Hal tersebut merupakan dampak dari ketidak pastian ilu dan lokalitas sehingga guru tidak lagi dipandang sebagi sumber ilmu akan tetapi hanya fasilitator saja dan kehadirannya tidak boleh mendominasi kelas.Namun, ada perbedaan konsep tersebut dengan konsep postmethod yang dikemukakan oleh seorang tokoh pengajaran bahasa yaitu Kumaravadivelu. Sebagaimana disebutkan oleh Ahmadian dan Rad (2014), postmethod yang dikemukakan oleh Kumaravadivelu diinspirasi oleh postmodernisme. Pengajaran postmethod yang dikemukakan kumaravadivelu (2006) menempatkan guru sebagai pusat pemelajaran dan pengajaran bahasa dan menghargai kepercayaan, pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh guru. Guru oleh kumaravadivelu dianggap sebagai sumber pengatahuan yang penting sebagai hasil pengalamannya. Pandangan ini jelas bertolak belakang dengan pandangan postmodern yang berfokus pada pengajaran student-centered learning. Hal ini dapat dipahami, karena dampak dari ketidakjelasan postmodern membawa pada ketidakjelasan pada pengajaran dimana pengajaran berlangsung menyesuaikan siswa. Padahal siswa belum tentu memiliki pengalaman dan tahu apa yang harus dilakukan dalam belajar. Berdasarkan pada pandangan inilah Kumaravadivelu mengusulkan postmethod dimana guru memiliki kendali untuk menentukan metode pengajaran yang sesuai dengan siswa di kelas. Siswa tetap diharapkan aktif dalam pemelajaran tetapi tetap dengan arahan dari guru karena guru dianggap telah memiliki pengalaman sehingga tahu metode mana yang sesuai dengan siswa.

III. METODE STUDENT CENTERED LEARNING

Model pengajaran student centered learning telah digunakan secara luas di dunia untuk mendukung active learning. Ginsburg (2006) menyatakan bahwa model pemelajaran ini meminimalkan dominasi guru. Dalam model ini siswa diminta untuk terlibat dalam aktivitas dalam kelompok-kelompok kecil untuk menemukan pemelajaran atau menyelesaikan masalah, saling bertanya dan berdiskusi.dalam model ini siswa dituntut untuk lebih aktif, bertanggungjawab dan mandiri dalam belajar.Student Centered Learning (SCL) menurut Attard (2010) telah selama dua abad menjadi pengajaran terbaru yang dilakukan berdasarkan pada bagaimana proses pemelajaran bekerja. Pada awal kemunculannya, SCL berfokus pada perubahan metode pedagogi yang digunakan dan pembuatan proses pendidikan dan pemelajaran menjadi lebih fleksibel agar siswa sebanyak mungkin dapat ikut serta dalam pemelajaran.Menurut Attard (2010) etos dari metode ini berubah ketika teori konstruktivism dan konstruksionisme mulai marak diperbincangkan yang pada hakikatnya berasal dari teori Piagetian1. Konstruktivisme berdasarkan pada gagasan bahwa pemelajar harus mengkonstruksi dan merekonstruksi pengetahuan untuk dapat belajar secara efektif. Sebagaimana dinyatakan oleh Papert (1986) dalam Attard (2010) pemelajaran dipandang sebagai rekonstruksi pengetahuan dan bukan sekedar transmisi pengetahuan2. Walaupun banyak metode yang dapat digunakan dalam SCL, menurut Attard (2010) innovative teaching adalah salah satu parameter SCL yang berfokus pada cara pemelajar belajar dan apa saja yang mendukung metode pengajaran yang dapat mengarahkan mereka untuk mencapai tujuan pemelajaran. Parameter ini menurut Trowler et al (2005) dalam Attard (2010) menekankan pada rasionalitas perkembangan professional yang berkelanjutan untuk guru yang jika didukung dengan fasilitas yang memadai untuk mengadaptasikan metode pengajaran dapat mencapai pendekatan SCL yang diinginkan.Innovative teaching ini bertujuan untuk membangun pemikiran kritis siswa dan agar mereka dapat menjadi pemelajar abadi yang mandiri. Pada penerapannya, menurut attard (2010) metode ini dapat dilaksanakan dengan team learning, problem-based learning, dan self-regulated learning.

1Individuals cognitive schemes allow them to establish an orderliness and predictability in their experiential worlds. When experience does not fi t with the individuals schemes, a cognitive disequilibrium results, which triggers the learning process. Th is disequilibrium leads to adaptation. Refl ection on successful adoptive operations leads to new or modifi ed concepts, contributing to re-equilibrium. Thus from a constructivist perspective, knowledge is not passively received from the world, from others, or from authoritative sources. Rather, all knowledge is created as individuals (and groups) adapt to and make sense of their experiential worlds (MacLellan et al, 2004, p. 254).

2[W]e take a view of learning as a reconstruction rather than as a transmission of knowledge (and) extend the idea of manipulative materials to the idea that learning is most eff ective when part of an activity the learner experiences as constructing a meaningful product (Papert, 1986)

Dalam implementasinya, SCL memiliki beberapa hambatan, khususnya dalam memberlakukan active learning. Berikut adalah beberapa hambatan implementasi SCL menurut Ginsburg (2006).1. Kuantitas/kualitas persiapan pre-service dan keefektivan perkembangan professional in-service yang diterima guru. 2. Kondisi material yang meliputi fasilitas, peralatan, dan jumlah siswa dalam kelas dimana guru diminta untuk menerapkan SCL. 3. Orientasi memori dan informasi yang tidak konsisten yang ditunjukkan dalam kurikulum dan ujian dan gagasan konstuktivisme pengetahuan dan pemahaman yang berhubungan dengan active learning4. Kesesuaian budaya dengan material pengetahuan dimana SCL diterapkan

IV. TEKNOLOGI DAN INTERNET DALAM METODE STUDENT CENTERED LEARNING

Seiring dengan metode pengajaran yang berkembang dari waktu ke waktu, cara yang digunakan untuk menyampaikan pengetahuan dan alat yang digunakan dalam siswa belajar juga berkembang, Hal tersebut juga lah yang sekarang mengakibatkan maraknya implementasi teknologi dqan internet dalam pengajaran maupun pemelajaran. Hal tersebut khususnya terjadi pada pendekatan pengajaran yang saat ini tengah marak digunakan, yaitu pendekatan SCL.Teknologi dan internet sering kali dikaitkan dengan SCL, bahkan ada kecenderungan bahwa guru yang menggunakan teknologi di dalam kelasnya dianggap telah menerapkan metode SCL. Hal ini karena metode SCL memperluas pendidikan diluar batasan-batasan tradisional yang sering kali diartikan dengan pengajaran modern yang memanfaatkan teknologi. Padahal SCL fokus pada pengajaran yang menyedikan akses pada pengetahuan dan keterampilan yang sama pada semua siswa yang dibutuhkan untuk mempersiapkan mereka masuk ke level pendidikan yang lebih tinggi dan karir di abad ke 21. Selain itu SCL juga fokus pada penguasaan materi dan pengetahuan dan pada bagaimana siswa belajar.Orientasi SCL yang mengacu pada pelibatan siswa untuk aktif dalam proses pemelajaran dan mandiri membuat teknologi menjadi salah satu alat yang dirasa cocok untuk diimplementasikan dalam pemelajaran SCL. Teknologi dirasa menawarkan cara yang natural dan mudah diakses untuk meningkatkan metode SCL. Hal ini pula lah yang menyebabkan adanya pandangan bahwa SCL adalah metode pemelajaran menggunakan teknologi.Penggunaan teknologi dalam SCL menurut Moeller dan Reitzes (2011) dapat membantu untuk menduga dan menunjukkan kebutuhan individu, melengkapi siswa dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk bekerja dan hidup di dalam masyarakat global abad ke 21, dan menyediakan pengalaman aktif untuk siswa. Telah banyak teknologi dan internet yang diimplementasikan dalam SCL, antara lain adalah 1. High Tech High (HTH)HTH adalah jaringan sekolah charter K-12. Teknologi ini dapat berguna dalam membantu pemelajaran kelas dengan melengkapinya dengan Speciality Labs, mendokumentasikan pemelajaran siswa dengan menyusunnya dan mempresentasikannya dalam portofolio digital.2. Quest to LearnQuest to Learn merupakan kurikulum berbasis game yang mencampurkan matapelajaran seperti matematika, ilmu exact, bahasa, seni, dan pelajaran sosial dalam satu domain. Tidak hanya teknologi saja yang digunakan disini, akan tetapi Quest to Learn juga mendesign aplikasi jejaring sosial, program evaluasi, dan lab assesmen.3. The School of OneThe School of One focus pada usahanya menggunakan teknologi untuk memberikan instruksi pada siswa yang dikhususkan pada gaya belajar mereka dan kemahiran mereka dengan konten dan keterampilan.

4. DiagnoserProgram ini terdiri dari pengelolaan computer, penilaian, kuis di kelas, dll yang dinilai dengan cara berstandar melewati suatu keadaan dan menyampaikan immediate feedback baik kepada guru maupun siswa tentang pemelajaran siswa.5. Camino NuevoCamino Nuevo merupakan sebuah portofolio assesmen dimana siswa dilatih dalam design web dan ditugaskan dengan membangun dan menjaga portofolio digital mereka sendiri.6. Synchronous dan Asynchronous Online LearningSynchronous adalah pengajaran online yang dilakukan secara langsung (live) dimana siswa dan guru dapat berinteraksi secara langsung seperti interaksi tatap muka di kelas. Dalam program ini siswa juga dapat berinteraksi dengan siswa yang lain sehingga diskusi kelas dapat terselenggara. Asynchronous adalah pengajaran online yang dilakukan dengan system tunda dimana guru mengupload pembelajaran dan siswa dapat mengikuti pembelajaran tersebut secara online pada tanggal yang telah dijadwalkan. Dalam program ini, interaksi guru dan siswa maupun antar siswa tidak dapat terselenggara secara langsung.

Demikian contoh teknologi dan internet yang telah dikembangkan untuk membantu pemelajaran. Walaupun telah banyak teknologi dan internet yang diimplementasikan dalam pengajaran akan tetapi implementasi tersebut tidak sepenuhnya dapat mencapai hasil yang diharapkan, masih ada masalah-masalah dalam penerapannya. Masalah yang dihadapi dalam mengimplementasikan teknologi pada SCL adalah struktur dan budaya siswa tidak mendukung penggunaan teknologi tertentu, kurangnya kepercayaan diri kebanyakan guru dalam menggunakan teknologi dan keterampilannya, Sehingga walaupun pengimplementasian teknologi dalam SCL dirasa penting, tetapi masih diperlukan analisa khusus.Dalam implementasi teknologi dan internet pada SCL diperlukan adanya aturan khusus agar implementasi tersebut dapat berjalan dengan baik. Menurut Moeller dan Reitzes (2011) para pendidik memiliki peran penting dalam menjamin bahwa teknologi dapat mendukung SCL. Guru bersama dengan stakeholder terkait seperti orangtua, siswa, sekolah, karyawan, dan anggota komunitas harus berfikir dengan hati-hati tentang bagaimana menggunakan teknologi dengan baik sehingga dapat membantu proses pemelajaran siswa.

V. PENUTUPWalaupun SCL di era postmodern ini memiliki banyak kesesuaian yang salah satunya mengakomodasi perbedaan individu dan budaya yang di era postmodern ini sangat dipertimbangkan, akan tetapi implementasinya masih menuai hambatan. Hambatan tersebut berkenaan dengan ketidakpastian metode pengajaran yang digunakan yang juga menyulitkan penilaian. Fokus pada siswa sering kali membuat pemelajaran tidak berjalan efektif khususnya pada kelompok siswa yang terbiasa dengan metode teacher-centered. Penggunaan teknologi dan internet sebagai alat yang membantu terselenggaranya active learning, walaupun sangat besar manfaatnya tetapi dalam penerapannya tetap harus dikendalikan oleh guru sehingga penggunaannya dapat sesuai dengan tujuan pemelajaran. Dengan demikian dalam metode SCL dan implementasi teknologi dan internet di dalamnya haruslah menggunakan teacher-centered disamping student centered yang berarti bahwa posisi guru dan siswa dalam keaktifan kelas haruslah sama. Hal ini lah yang membawa pada pernyataan Kumaravadivelu yang mengusulkan postmethod dimana tidak lagi menggunakan student centered tetapi kembali lagi kepada metode teacher centered. Namun, harus digaris bawahi disini bahwa teacher centered disini bukanlah pandangan teacher centered tradisional pada era modern melainkan pandangan teacher centered yang baru yang tetap melibatkan keaktifan siswa di dalam kelas.Dari sini dapat disimpulkan bahwa di dalam pengajaran bahasa Inggris khususnya, sudah tidak lagi berada pada era postmodern tetapi telah memasuki masa yang lebih lanjut yang menurut Kumaravadivelu disebut dengan postmethod.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Ahmadian, Mehrshad dan Saeedeh Erfan Rad. 2014. Postmethod Era Glocalized Language Curriculum Development: A Fresh Burden on Language Teachers. Finland: Academy Publisher, Journal of Language Teaching and Research Vol 5, No. 3, pp. 592-598, May 2014.Attard, Angele. 2010. Student Centered Learning: An Insight Into Theory And Practice. Bucharest: Lifelong Learning Programme.Finch, A.E. 2005. The Postmodern Language Teacher: The Future of Task-based Teaching. Korea: Kyungpook National University.Ginsburg, Mark. 2006. Challenges to Promoting Active-Learning, Student-Centered Pedagogies. American Institutes for Research: EQUIP1 LWA.Kumaravadivelu, B.2006. Understanding Language Teaching: from Method to Postmethod. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.Moeller, Babette dan Tim Reitzes. 2011. Integrating Technology with Student-Centered Learning. Quincy:The Nellie Mae Education FoundationYusuf Lubis, Akhyar. 2014. Postmodernisme: Teori dan Metode. Jakarta: Rajawali Pers.