pengaruh dosis inokulum spora scleroderma …digilib.unila.ac.id/25102/20/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
PENGARUH DOSIS INOKULUM SPORA Scleroderma columnare
TERHADAP KOLONISASI EKTOMIKORIZA DAN PERTUMBUHAN
SEMAI DAMAR MATA KUCING
( Skripsi )
Oleh
INAFA HANDAYANI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
Inafa Handayani
ABSTRAK
PENGARUH DOSIS INOKULUM SPORA Scleroderma columnare
TERHADAP KOLONISASI EKTOMIKORIZA DAN PERTUMBUHAN
SEMAI DAMAR MATA KUCING
Oleh
Inafa Handayani
Ektomikoriza merupakan fungi yang membantu tanaman dalam menyerap unsur
hara dan air. Damar mata kucing (Shorea javanica) merupakan salah satu jenis
famili Dipterocarpaceae yang sangat tergantung pada ektomikoriza dalam
pertumbuhannya. Salah satu cara menginokulasi ektomikoriza adalah dengan
menggunakan inokulum spora. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan dosis
inokulum spora ektomikoriza terbaik untuk kolonisasi ektomikoriza dan
pertumbuhan damar mata kucing. Penelitian ini menggunakan rancangan acak
lengkap dengan 5 perlakuan pemberian inokulum spora S. columnare yang terdiri
dari 0, 5, 10, 15, dan 20 ml/polibag dan 3 ulangan. Data dianalisis menggunakan
sidik ragam (anova) dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian inokulum sebesar 10 ml (6,5 x
107) menghasilkan persen kolonisasi terbaik dibandingkan perlakuan yang
lainnya. Pemberian inokulum ektomikoriza pada dosis 10 ml (6,5 x 107) dan
Inafa Handayani
20 ml (1,3 x 108) mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman pada parameter
pertambahan tinggi, berat kering pucuk, berat kering total, dan luas daun.
Kata kunci : Damar Mata Kucing, Dosis Inokulum, Ektomikoriza, Scleroderma
columnare.
Inafa Handayani
ABSTRACT
THE EFFECT OF Scleroderma columnare INOCULUM DOSES TO
ENHANCE ECTOMYCORRHIZAL COLONIZATION AND GROWTH
OF Shorea javanica SEEDLING
By
Inafa Handayani
Ectomycorrhiza helped plants to absorb nutrients and water. Shorea javanica
belong to Dipterocarpaceae family and highly dependent on ectomycorrhiza to
growth. Spore inoculation was one way to inoculate ectomycorrhiza fungi. This
study aimed to get the best doses of spore Scleroderma columnare on colonization
and enhancing growth of Shorea javanica seedling. This experiment used
randomized complete design with 5 treatments and 3 replicates. The treatments
were 0, 5, 10, 15, and 20 ml/polybag spore inoculum of S. columnare. Data
obtained were analyzed by analysis of variance (anova) and continued with Least
Significant Different (LSD). The results showed that added of 10 ml (6,5 x 107)
gained higher root colonizatition (%). Dosis of 10 ml (6,5 x 107) and 20 ml (1,3 x
108) spore inoculum were able to improve plant growth on the parameters such as
plant height, shoot dry weight, total dry weight, and total leaf area.
Keywords: Dose of Inoculum, ectomycorrhiza, Scleroderma columnare, Shorea
javanica.
PENGARUH DOSIS INOKULUM SPORA Scleroderma columnare
TERHADAP KOLONISASI EKTOMIKORIZA DAN PERTUMBUHAN
SEMAI DAMAR MATA KUCING
Oleh
INAFA HANDAYANI
Skripsi
sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bengkulu Rejo, Kabupaten Waykanan
tanggal 13 Juli 1994, sebagai anak kedua dari empat bersaudara,
dari Bapak Subandi dan Ibu Sri Utami. Pendidikan Sekolah
Dasar (SD) Bengkulu Rejo diselesaikan tahun 2006, Sekolah
Menengah Pertama (SLPT) di SMPN 02 Gunung Labuhan pada tahun 2009, dan
Sekolah Menengah Umum (SMU) di SMAN 01 Bukit Kemuning pada tahun
2012.
Tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung jalur SMPTN tertulis. Selama menjadi
mahasiswa penulis pernah menjadi asisten dosen Bioteknologi Hutan, Silvika,
Silvikultur, Dendrologi, Manajemen Sumberdaya Hutan serta aktif di Organisasi
Himpunan Mahasiswa Kehutanan (Himasylva) dan Forum Studi Islam (FOSI) FP
Unila. Pada tahun 2015, penulis melakukan kegiatan Praktik Umum (PU) di
BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit I Divisi
Regional Jawa Tengah. Pada tahun 2015 juga, penulis melakukan kegiatan
Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Agung Dalem Kecamatan Banjar Margo,
Kabupaten Tulang Bawang, Lampung.
Kepada Keluarga Ku Tercinta
Terima Kasih Ku Sampaikan pada Bapak dan Ibu yang Selalu
Mendukungku, Menyayangiku, dan Mendo’akanku Selama Ini.
Terucap sayangku Sampaikan juga Kepada Mamas, Mbak dan
Adik-adikku yang Selalu Menyayangi dan Mendukungku. Semoga
Kita Selalu Menjadi Keluarga yang Utuh. Aamiin
22
SANWACANA
Puji syukur akan selalu terucap kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam
terucapkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW.
Skripsi dengan judul “Pengaruh Dosis Inokulum Spora Scleroderma
columnare terhadap Kolonisasi Ektomikoriza dan Pertumbuhan Semai
Damar Mata Kucing” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Kehutanan di Universitas Lampung. Pada kesempatan ini saya mengucapkan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun
penulisan skripsi. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada beberapa pihak
sebagai berikut.
1. Ibu Dr. Melya Riniarti, S.P., M.Si., selaku pembimbing utama sekaligus
Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas
kesediaannya untuk memberikan bimbingan, kritik, dan saran dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Drs. Afif Bintoro, M.P., selaku pembimbing kedua sekaligus
Pembimbing Akademik (PA) atas kesediaannya memberikan bimbingan,
kritik, dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini.
3. Ibu Dr. Ir. Maria Viva Rini, M.Sc., selaku penguji utama pada ujian skripsi.
Terima kasih atas masukan dan saran-saran pada seminar terdahulu.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
5. Bapak Duryat, S.Hut., M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Kehutanan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
6. Bapak Tasman selaku Administrasi Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
7. Bapak ibu tercinta (Bapak Subandi dan Ibu Sri Utami) yang telah
iii
memberikan kasih sayang, mendo’akan, mendorong, dan selalu memberikan
motivasi kepada saya.
8. Saudara-saudari kandung (Hambali Istiyar D.W, Zainal Abadi, dan Inna
Annisa Fitri W) yang selalu memberikan keceriaan serta dukungan, dan
do’anya kepada saya.
9. Teman-teman seperjuangan dalam melaksanakan penelitian Anggraini E.W
dan Wiwin Febriani (Trio Mikoriza), dan seluruh teman-teman kehutanan
angkatan 2012 (Evesyl) dari NPM terkecil sampai terbesar terutama
konsentrasi Budidaya Hutan, serta seluruh keluarga besar Himasylva dan
Jurusan Kehutanan semoga kebersamaan, kekeluargaan dan tali silaturahmi
dapat terus terjalin dengan baik.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam melaksanakan penelitian yang tidak
dapat saya sebutkan satu persatu.
Bandar Lampung, 05 Januari 2017
Inafa Handayani
iv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. vii
I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ...................................................................... 3
C. Manfaat Penelitian .................................................................... 3
D. Kerangka Pemikiran.................................................................. 4
E. Hipotesis ................................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 7
A. Damar Mata Kucing ................................................................... 7
B. Mikoriza ..................................................................................... 8
C. Endomikoriza ............................................................................. 9
D. Ektomikoriza .............................................................................. 10
E. Inokulasi Ektomikoriza .............................................................. 13
F. Manfaat Inokulasi Ektomikoriza terhadap Pertumbuhan
Tanaman ..................................................................................... 14
III. METODE PENELITIAN .............................................................. 16
A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................... 16
B. Bahan dan Alat .......................................................................... 16
C. Metode Penelitian ..................................................................... 16
D. Pengumpulan Data .................................................................... 18
E. Prosedur Penelitian ................................................................... 18
1. Persiapan media tanam ......................................................... 18
2. Persiapan semai .................................................................... 19
3. Persiapan inokulum spora S. columnare .............................. 20
4. Persiapan suspensi spora S. columnare ................................ 21
5. Aplikasi S. columnare pada akar damar mata kucing .......... 22
F. Pengamatan Penelitian .............................................................. 22
1. Pertambahan tinggi (cm) ...................................................... 22
2. Pertambahan diameter (mm) ................................................ 23
3. Jumlah daun.......................................................................... 24
4. Panjang akar (cm)................................................................. 24
5. Kolonisasi ektomikoriza ....................................................... 24
6. Luas daun (cm2) ................................................................... 25
v
Halaman
7. Berat kering akar (BKA) dan berat kering tajuk (BKT)
(gram) ................................................................................... 26
8. Berat kering total (BKT) (gram) .......................................... 26
G. Analisis Data ............................................................................. 27
1. Homogenitas Ragam ............................................................ 27
2. Analisis Ragam (Anara) ....................................................... 28
3. Uji Nyata Terkecil (BNT) .................................................... 29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 30
A. Hasil Penelitian ......................................................................... 30
B. Pembahasan............................................................................... 34
V. SIMPULAN .................................................................................... 39
A. Simpulan .................................................................................... 39
B. Saran .......................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 40
LAMPIRAN ........................................................................................... 45
Tabel 7-15 .............................................................................................. 46-47
Gambar 15-16.......................................................................................... 48
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Homogenitas ragam pertumbuhan semai damar mata kucing dan
Kolonisasi ektomikoriza ...................................................................... 27
2. Analisis ragam pertumbuhan semai damar mata kucing ..................... 28
3. Hasil analisis ragam pengaruh pemberian dosis inokulum spora
S. columnare terhadap kolonisasi ektomikoriza dan pertumbuhan
semai damar mata kucing..................................................................... 30
4. Pengaruh pemberian dosis inokulum spora S. columnare terhadap
parameter pertambahan tinggi, pertambahan diameter, dan jumlah
daun semai damar mata kucing ............................................................ 31
5. Pengaruh pemberian dosis inokulum spora S. columnare terhadap
parameter berat kering pucuk, berat kering akar, dan berat kering
total semai damar mata kucing............................................................. 32
6. Pengaruh pemberian dosis inokulum spora S. columnare terhadap
parameter panjang akar, luas daun semai damar mata kucing, dan
persen kolonisasi ektomikoriza ............................................................ 33
7. Hasil analisis ragam terhadap parameter pertambahan tinggi ............. 46
8. Hasil analisis ragam terhadap parameter pertambahan diameter ......... 46
9. Hasil analisis ragam terhadap parameter jumlah daun......................... 46
10. Hasil analisis ragam terhadap parameter panjang akar ........................ 46
11. Hasil analisis ragam terhadap parameter luas daun ............................. 46
12. Hasil analisis ragam terhadap parameter kolonisasi ............................ 47
13. Hasil analisis ragam terhadap parameter berat kering pucuk .............. 47
14. Hasil analisis ragam terhadap parameter berat kering akar ................. 47
15. Hasil analisis ragam terhadap parameter berat kering total ................. 47
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Diagram alir kerangka pemikiran ........................................................ 6
2. Penampang melintang akar berektomikoriza pada tanaman Shorea
pinanga ................................................................................................ 11
3. Tata letak setiap satuan percobaan dalam Rancangan Acak Lengkap . 17
4. Media tanam topsoil yang digunakan sebagai media tanam semai
damar mata kucing ......... ..................................................................... 19
5. Semai damar mata kucing umur 5 bulan yang telah dipindahkan
ke media semai polibag........................................................................ 20
6. Tubuh buah S. columnare (A), dan spora S. columnare (B) ................ 20
7. Persiapan bahan suspensi spora S. columnare, larutan tween 80, dan
aqades (A) dan hasil suspensi S. columnare selama ±120 menit (B) .. 21
8. Aplikasi suspensi S. columnare pada akar damar mata kucing. .......... 22
9. Letak kolet pada semai damar mata kucing ......................................... 23
10. Pengukuran diameter pada semai damar mata kucing dengan
menggunakan kaliper digital setelah diinokulasi S. columnare ........... 23
11. Pengukuran panjang akar pada semai damar mata kucing setelah
4 bulan diinokulasi ............................................................................... 24
12. Hifa S. columnare yang terdapat pada media tumbuh (A) dan akar
damar mata kucing yang terkolonisasi S. columnare berumur 5 bulan
setelah inokulasi (B) ............................................................................ 25
13. Pengukuran luas daun dengan Leaf area meter ................................... 26
14. Miselium pada tanaman damar mata kucing berumur 5 bulan setelah
diinokulasi oleh S. columnare (A), media tanam tanah pada semai
setelah di inokulasi S. columnare......................................................... 48
16. Pemberian inokulum S. columnare pada tanaman damar mata kucing
dengan dosis 20 ml (A), dosis 15 ml (B), dosis 10 ml (C), dosis 5 ml
(D), dan tanpa pemberian inokulum (E) setelah berumur 5 bulan
inokulasi ...............................................................................................
48
viii
Gambar Halaman
damar mata kucing yang tidak terkolonisasi S. columnare (B), akar
damar mata kucing terkolonisasi ektomikoriza (C) dan akar damar
mata kucing tidak terkolonisasi ektomikoriza (D) ............................... 33
15. Perbedaan akar semai damar mata kucing sebelum diinokulasi dan
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laju kerusakan hutan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Peningkatan tersebut diakibatkan oleh adanya illegal logging, kebakaran hutan,
pembukaan lahan untuk kepentingan perkebunan dan pertanian, serta kegiatan
pertambangan, sehingga perlu adanya upaya reboisasi lahan hutan. Kegiatan
reboisasi memerlukan bibit yang berkualitas dan kuantitas yang cukup.
Pada umumnya, setelah ditanam di lapangan, bibit mengalami kematian yang
cukup besar karena kebutuhan unsur hara dan air yang tidak tercukupi untuk
kelangsungan hidup dalam tumbuh dan berkembang tanaman. Aplikasi
ektomikoriza merupakan salah satu alternatif terbaik untuk meningkatkan
kemampuan bibit dalam menyerap unsur hara dan air. Menurut Supriyanto
(1999), bibit berektomikoriza pertumbuhannya akan jauh lebih baik dibandingkan
dengan yang tidak bermikoriza.
Damar mata kucing (Shorea javanica) merupakan salah satu jenis dari Famili
Dipterocarpaceae yang sangat tergantung pada ektomikoriza dalam pertumbuhan-
nya. Damar mata kucing merupakan jenis tanaman yang sulit dalam
pembudidayaannya terutama untuk pengadaan benih, karena termasuk benih
rekalsitran, musim berbuahnya tidak teratur, dan daya hidup yang rendah karena
2 3
sifatnya yang slow growing. Dikemukakan oleh Adnan (2008), bahwa jenis-jenis
Dipterocarpaceae memiliki masa berbunga dan berbuah yang bervariasi antara
satu hingga enam tahun.
Dipterocarpaceae memiliki kemampuan membentuk asosiasi dengan fungi
pembentuk ektomikoriza (Riniarti, 2009). Menurut Killham (1996) dikutip oleh
Indriyanto (2013), bahwa spesies fungi pembentuk ektomikoriza terdapat pada
genus Lactarius, Laccaria, Pisolithus, Boletus, Suillus, Rhizopogon, dan
Scleroderma yang bersimbiosis dengan berbagai jenis pohon maupun tumbuhan
berkayu. Salah satu jenis ektomikoriza yang bersimbiosis dengan Dipterocarpa-
ceae adalah Scleroderma columnare. Jenis fungi S. columnare berpotensi
meningkatkan pertumbuhan bibit tanaman kehutanan (Alamsjah, 2015). Menurut
Indriyanto (2008), jenis fungi Scleroderma sp dapat berasosiasi dengan pohon
tusam (Pinus merkusii), leda (Eucalyptus deglupta), cemara laut (Casuarina
equisetifolia), tengkawang tungkul (Shorea stenoptera), tengkawang majau
(Shorea palembanica), dan tengkawang biasa (Shorea pinanga).
Agar tumbuhan Dipterocarpaceae dapat berasosisi dengan fungi S. columnare
perlu dilakukan inokulasi fungi ektomikoriza tersebut. Teknik inokulasi
ektomikoriza dapat dilakukan secara alami dan buatan, teknik inokulasi secara
alami dengan menggunakan inokulasi sisipan dan menanam di bawah tegakan
yang bermikoriza. Sedangkan inokulasi buatan dengan menggunakan suspensi
spora, tablet atau kapsul spora.
Penggunaan inokulum spora memiliki keuntungan, salah satunya yaitu dalam satu
tubuh buah memiliki jumlah spora yang lebih banyak dibandingkan dengan
3 3
menggunakan inokulum tanah. Penggunaan dosis inokulum spora dalam bentuk
suspensi perlu dilakukan untuk mendapatkan dosis terbaik yang akan
diinokulasikan pada tanaman damar mata kucing. Menurut Fakuara dan Setiadi
(1990), inokulum suspensi spora Scleroderma sp memiliki tingkat efektivitas
lebih baik pada tanaman Shorea selanica dibandingkan dengan inokulum tablet,
kapsul dan tepung. Namun belum ada standar tertentu mengenai dosis yang tepat
untuk pertumbuhan tanaman damar mata kucing. Sehingga dilakukan penelitian
mengenai dosis inokulum spora S. columnare untuk mendapatkan dosis terbaik
terhadap kolonisasi ektomikoriza dan pertumbuhan semai damar mata kucing.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan dosis inokulum spora S. columnare
terbaik terhadap kolonisasi ektomikoriza dan pertumbuhan semai damar mata
kucing.
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh masyarakat dan instansi
terkait dalam mengadakan pembibitan jenis damar mata kucing yang berkualitas
serta dapat digunakan sebagai bahan acuan peneliti lain tentang dosis pemberian
ektomikoriza terbaik.
4 5
D. Kerangka Pemikiran
Ektomikoriza merupakan fungi yang hifanya hanya berkembang pada bagian
epidermis akar tanaman dan tidak menembus ke dalam korteks akar. Akar yang
terkolonisasi ektomikoriza akan membesar dan bercabang serta tidak ditemukan
adanya rambut-rambut akar. Hifa tidak meginfeksi sel tetapi hanya berkembang
di antara dinding sel jaringan korteks. Rhizomorp berfungsi sebagai alat yang
efektif untuk penyerapan unsur hara dan air. Akar ditutupi seluruhnya oleh
miselia yang biasa disebut dengan mantel. Seperti yang dikemukakan oleh
Riniarti (2005), ektomikoriza membantu menyerap unsur hara, meningkatkan
ketahanan terhadap kekeringan, menghasilkan zat yang dapat dimanfaatkan
tanaman, bahkan dapat melindungi perakaran dari serangan patogen.
Fungi ektomikoriza penggunaannya sangat terbatas, yaitu hanya dapat ditemukan
dan digunakan pada tanaman kehutanan (tusam, eukaliptus, dan famili
Dipterocarpaceae) (Darwo dan Sugiarti, 2008). Fungi pembentuk ektomikoriza,
misalnya Pisolithus tinctorius dan Scleroderma sp dapat berasosiasi dengan
Shorea stenoptera, S. palembanica, dan S. pinanga (Indriyanto, 2008).
Damar mata kucing merupakan salah satu jenis Famili Dipterocarpaceae yang
berasosiasi dengan ektomikoriza jenis S. columnare. Ektomikoriza mampu
menjerap unsur hara di dalam tanah yang tidak dapat dijangkau oleh akar
tanaman. Peningkatan penyerapan unsur hara terjadi karena adanya selubung hifa
yang panjang. Peningkatan metabolisme akar terjadi akibat peningkatan oksigen
di dalam tanah. Mikoriza dengan adanya selubung hifa yang mikro dan panjang
dapat meningkatkan luas permukaan perakaran sehingga meningkatkan
5 5
penyerapan unsur hara. Menurut Dighton (2003) dikutip oleh Syamsiyah (2008),
adanya hifa fungi memberikan keuntungan dalam pengambilan unsur hara, yaitu
dapat menembus tanah dengan mudah, memberikan ruang jelajah yang lebih luas
karena memiliki diameter yang lebih kecil, serta memberikan bidang penyerapan
nutrisi yang lebih luas. Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya
peningkatan dan perbaikan pertumbuhan tanaman setelah diinokulasi dengan
fungi ektomikoriza bila dibandingkan dengan tumbuhan yang tidak bersimbiosis
dengan ektomikoriza (Riniarti, 2002).
Salah satu metode yang dilakukan dalam menginokulasikan ektomikoriza dengan
menggunakan inokulum spora dalam bentuk suspensi yaitu 0, 5, 10, 15, dan 20
ml/polibag. Inokulum spora dengan berbagai dosis tersebut diharapkan dapat
meningkatkan kolonisasi ektomikoriza dan pertumbuhan tanaman damar mata
kucing. Menurut Gusmiaty (2012), pemberian dosis inokulum ektomikoriza
memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi, dan jumlah cabang
semai S. pinanga. Diagram alir kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
6 5
Ektomikoriza Scleroderma columnare
Dipterocarpaceae Damar mata kucing
Inokulasi spora
Dosis 0
ml/polibag
Dosis 5
ml/polibag
Dosis 10
ml/polibag
Dosis 15
ml/polibag
Dosis 20
ml/polibag
Meningkatkan persen kolonisasi dan
pertumbuhan semai damar mata kucing
Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran
E. Hipotesis
Penggunaan dosis inokulum spora S. columnare dosis 20 ml dapat meningkatkan
pembentukan kolonisasi ektomikoriza dan pertumbuhan semai damar mata kucing.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Damar Mata Kucing
Damar mata kucing tergolong dalam keluarga Dipterocarpaceae. Kayu damar di
pasaran internasional dikenal sebagai meranti putih (White meranti), dan
tergolong sebagai kayu daun lebar keras ringan (light hardwood). Berdasarkan
taksonominya, damar mata kucing digolongkan sebagai berikut.
Kingdom : Plantae/tumbuhan
Divisi : Magnophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malvales
Famili : Dipterocarpaceae
Subfamily : Dipterocarpoideae
Genus : Shorea
Species : Shorea javanica (Appanah dan Turnbull, 1998).
Damar mata kucing (sering disingkat menjadi getah damar) merupakan salah satu
produk unggulan dari hasil hutan bukan kayu di Indonesia. Getah ini berasal dari
tumbuhan S. javanica , S. koordersii, Hopea dryobalanoides, H. intermedia, H.
mengarawan, H. globosa, H. griffithii, H. micrantha, dan H. myrtifolia.
(Sumadiwangsa dan Gusmailina, 2006). Getah ini telah dimanfaatkan di berbagai
8 9
bidang, antara lain cat, tinta, pernis, kemenyan, dan bahan tambahan pangan
(Edriana dkk., 2004)
Marga Shorea sp biasa disebut meranti dan termasuk dalam famili
Dipterocarpaceae. Famili ini sebagian besar tumbuh dan mendominasi struktur
tegakan hutan di hutan hujan tropis, dari dataran rendah hingga pegunungan
dengan ketinggian 1.750 m dpl. Marga Shorea sp memiliki keanekaragaman jenis
yang paling tinggi dengan wilayah penyebaran yang cukup luas, yakni terdiri dari
194 jenis yang tersebar di Sri Lanka, India, hingga Indochina. Sebanyak 163 jenis
tersebar di Malaysia, dimana sekitar 114 jenis di antaranya tersebar di Indonesia
(Maharani dkk., 2013).
B. Mikoriza
Mikoriza adalah simbiosis muatualisme antara fungi dan akar tumbuhan tinggi.
Tanpa adanya mikoriza, beberapa tumbuhan tidak dapat menyerap air dan mineral
yang cukup dari dalam tanah untuk pertumbuhan yang maksimum. Fungi dan
tumbuhan tinggi masing-masing mendapat keuntungan. Fungi mendapat senyawa
organik, misalnya gula dan asam amino dari tumbuhan. Tumbuhan memperoleh
air dan mineral (terutama fosfor) yang diserap oleh fungi dari dalam tanah.
Mikoriza terbagi menjadi dua yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Pada
ektomikoriza, fungi melingkupi akar tumbuhan. Hifa fungi yang menempel pada
akar memperluas permukaan akar sehingga akar dapat menyerap air dan mineral
lebih banyak. Pada endomikoriza, hifa fungi menginfeksi ke dalam jaringan akar
sehingga hifa tidak tampak dari luar (Aryulina dkk, 2006).
9 9
C. Endomikoriza
Endomikoriza merupakan fungi yang hifanya dapat menembus akar sampai ke
bagian korteks. Misalnya yang terjadi pada tanaman anggrek, sayuran (kol), dan
pada berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi. Endomikoriza penting untuk
beberapa jenis tanaman polongan karena dapat merangsang pertumbuhan bintil
akar. Bintil akar tersebut dapat bersimbiosis dengan Rhizobium sehingga
mempercepat fiksasi nitrogen (Sudjadi dan Laila, 2006).
Infeksi fungi FMA pada tanaman diketahui dengan adanya struktur-struktur
tertentu yang dibentuk oleh fungi FMA pada sistem perakaran tanaman. Ketika
spora fungi FMA berkecambah di dalam tanah pada posisi yang berdekatan
dengan akar tanaman, hifa fungi FMA yang terbentuk dari spora akan melakukan
penetrasi menembus sistem perakaran tanaman yang kemudian membentuk
apresorium sebagai jalan utama terjadinya infeksi. Apresorium merupakan hifa
yang mengalami penebalan massa yang kemudian menyempit seperti tanduk.
Apresorium ini akan membantu hifa menembus epidermis, hipodermis dan sel
korteks. Selanjutnya, hifa internal yang telah menembus sel korteks akan
membentuk arbuskula, vesikel dan spora. Struktur-struktur ini memiliki fungsi
masing-masing, arbuskula berperan sebagai tempat pertukaran unsur hara antara
tanaman dengan fungi FMA, misalnya vesikula sebagai tempat penyimpanan
cadangan makanan, dan spora untuk perkembangbiakan FMA ( Brundrett dkk,
1996).
Divisi Glomeromycota dikatakan sebagai satu-satunya fungi yang mampu
membentuk asosiasi mikoriza arbuskula. Glomeromycota terdiri dari 4 ordo, 10
10 11
famili dan 13 genus meliputi Archaeospora, Geosiphon, Paraglomus, Gigaspora,
Scutellospora, Acaulospora, Kuklospora, Intraspora, Entrophospora, Diversipora,
Pacispora, Glomus dan Ambispora (Scubler, 2001 dikutip oleh Sufaati, 2011).
D. Ektomikoriza
Ektomikoriza sering disebut Mikoriza Ekto (ME), merupakan asosiasi dari fungi
golongan Basidiomycetes dan lainnya yang membentuk bengkalan pada akar
lateral pendek yang diselubungi oleh mantel hifa. Pada akar terdapat suspensi
Hartig yaitu hifa yang mengitari sel epidermis atau korteks. Jenis tanaman yang
diketahui mampu berasosiasi dengan ektomikoriza antara lain Dipterocarpaceae,
Eucaliptus, dan Pinus (Soegiharto dkk., 2010).
Ektomikoriza merupakan jenis fungi yang pada umumnya terdiri dari benang-
benang mikroskopis yang disebut hifa dan secara kolektif membentuk miselium
serta dapat bercabang yang tebalnya antara 0,5 – 100 mikron dan panjangnya
berkisar dari beberapa mikron hingga meter. Secara umum akar yang terinfeksi
fungi pembentuk ektomikoriza dicirikan dengan adanya mantel, jaringan hartig
dan hifa (Mikola, 1982 yang dikutip Bintoro, 1995). Hifa ektomikoriza masuk di
antara sel-sel epidermis dan kortek membentuk jaringan hartig. Tebal mantel
antara 20 – 100 mikron dan terdiri dari 25 – 40% berat kering keseluruhan organ
(Harley dan Smith, 1993 yang dikutip Bintoro, 1995). Fungsi mantel adalah
sebagai alat seleksi dan penyerapan, sedangkan jaringan hartig berfungsi sebagai
tempat pertukaran material antara tanaman inang dengan fungi (Suhardi, 1991).
Gambar penampang melintang (mantel, hartignet, dan radial elongation
11 11
epidermis cell (reec)) akar berektomikoriza tanaman S. pinanga dapat dilihat pada
Gambar 2 (Riniarti, 2010).
Hartignet
reec
Mantel
Gambar 2. Penampang melintang akar berektomikoriza pada tanaman Shorea
pinanga (Riniarti, 2010).
Fungi pembentuk ektomikoriza termasuk dalam golongan Basidiomycetes yang
biasanya berbentuk payung (mushrooms) atau bola (puffballs). Salah satu sifat
fungi ektomikoriza adalah bersifat spesifik untuk setiap jenis tumbuhan inang dan
kondisi tapak tertentu. Dari satu jenis tumbuhan inang dimungkinkan adanya
beberapa jenis fungi ektomikoriza yang menjadi simbionnya dan dari satu jenis
fungi ektomikoriza dapat bersimbiosis dengan beberapa jenis tumbuhan inang
(Darwo dan Sugiarti, 2008).
Sebagian besar fungi ektomikoriza membentuk spora dalam jumlah sangat besar
dalam tubuh buah yang berbentuk kantong/kotak sehingga mudah untuk
dikumpulkan serta dapat digunakan sebagai inokulum. Di samping itu, biasanya
dinding spora dalam tubuh buah lebih tebal sehingga lebih tahan terhadap kondisi
12 13
lingkungan yang kurang menguntungkan, dibandingkan dengan spora yang lain,
yang dihasilkan oleh jenis-jenis Hymenomycetes atau hifa. Jenis fungi yang
membentuk tubuh buah seperti Pisolithus spp dan Scleroderma sp., termasuk
dalam jenis-jenis Gasteromycetes (Hadi, 1999).
Dipterocaraceae tidak dapat dilepaskan dari pembahasan fungi mikoriza, karena
beberapa jenis Famili Dipterocarpaceae berasosiasi dengan ektomikoriza, seperti :
Anisoptera, Dryobalanops, Balanocarpus, Hopea, Cotylelobium, Shorea, dan
Vatica (Harley dan Smith, 1993 yang dikutip Bintoro, 1995). Menurut
Chalermpongse (1987) yang dikutip oleh Bintoro (1995), semai Dipterocarpaceae
tidak dapat hidup dan tumbuh dengan baik sampai terbentuknya asosiasi antara
akar semai dengan mikoriza pada areal bekas tebangan. Adanya asosiasi tanaman
dengan ektomikoriza, maka siklus hara menjadi lebih efisien karena tanaman
dapat mengambil hara secara langsung dari bahan organik.
Ektomikoriza pada umumnya terdapat pada pohon-pohon hutan kelas Coniferae.
Menurut Killham (1996), simbion fungi dari ektomikoriza pada umumnya
anggota dari genus Lactarius, Laccaria, Pisolithus, Boletus, Suillus, Rhizopogon,
dan Scleroderma yang bersimbiosis dengan berbagai jenis pohon maupun
tumbuhan berkayu lainnya. Menurut Hadi (2001), banyak spesies pohon dari
berbagai suku yang dapat bersimbiosis dengan ektomikoriza, termasuk di
antaranya spesies pohon dari suku Pinaceae, Dipterocarpaceae, Fagaceae, dan
Myrtaceae.
13 13
E. Inokulasi Ektomikoriza
Inokulasi ektomikoriza dapat dilakukan menggunakan tujuh macam sumber
inokulum, yaitu ektomikoriza tanah (tanah yang bermikoriza), ektomikoriza
semai (semai yang terinokulasi), suspensi miselium, akar yang sudah terinfeksi
ektomikoriza, suspensi ektomikoriza, ektomikoriza dalam kapsul, dan tablet yang
berektomikoriza (De La Cruz, 1983 yang dikutip Bintoro, 1995).
Menurut Kuswanto (1990), inokulasi mikoriza dapat dibagi menjadi tiga macam,
yaitu inokulum tanah, inokulum spora dan inokulum miselia. Teknik inokulasi
dengan menggunakan tanah di bawah tegakan yang bermikoriza masih banyak
digunakan karena mempunyai keuntungan yaitu penyebaran infeksi cepat merata.
Menurut Indriyanto (2008), inokulasi mikoriza dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu inokulasi secara alami (inokulasi menggunakan inokulum tanah, membuat
persemaian di bawah tegakan inang yang bermikoriza, menanam pohon induk
(mother trees) bermikoriza dan inokulasi secara buatan (penggunaan suspensi
spora, penggunaan spora pada sistem irigasi, penggunaan tablet spora,
penggunaan kapsul spora dan inokulasi dengan miselium).
Spora merupakan sumber inokulum yang dikembangkan. Fungi ektomikoriza
Gasteromycetes seperti anggota genus Rhizopogon, Scleroderma dan Pisolithus,
mampu memproduksi spora yang melimpah dalam tubuh buahnya. Spora dari
berbagai fungi telah dibuktikan efektif membentuk ektomikoriza pada semai
pohon hutan (Marx dan Bryan, 1975 yang dikutip Achmad dkk., 1998).
14 14
Penggunaan spora sebagai inokulum memiliki kelebihan antara lain spora tidak
memerlukan fase penumbuhan dalam kondisi aseptik, inokulum spora sangat ringan,
penyediaannya mudah dilakukan yaitu melalui pengumpulan sporokarp, spora dapat
disimpan dan dipertahankan viabilitasnya dalam rentang waktu yang cukup lama
(Marx dan Kenney, 1982 yang dikutip Achmad dkk., 1994).
F. Manfaat Inokulasi Ektomikoriza terhadap Pertumbuhan Tanaman
Inokulasi tanaman dengan ektomikoriza akan memberikan keuntungan, bahkan di
beberapa tempat tanaman akan tumbuh baik apabila terkolonisasi mikoriza.
Inokulasi akan mendorong pertumbuhan tanaman apabila kolonisasi secara alami
terjadi pada kerapatan yang rendah, atau galur asli kurang efisien dibanding galur
yang diinokulasikan. Beberapa jenis mikoriza banyak memberikan keuntungan
pada pertumbuhan tanaman (Susanto, 2002).
Penularan mikoriza dengan pemberian inokulum alami pada bibit di persemaian
dapat meningkatkan kemampuan bersaing dan bertahan terhadap stres yang dapat
terjadi setelah penanaman, utamanya jika penanaman dilakukan pada kondisi
lingkungan yang kritis (Siddiqui, 2008 yang dikutip Karmilasanti dan Andrian,
2012). Disamping itu, inokulan alami mampu mengurangi keperluan akan pupuk
di persemaian sehingga mengurangi biaya pemeliharaan di persemaian dan efek
negatif terhadap serangan hama dan penyakit akibat penggunaan pupuk
(Karmilasanti dan Andrian, 2012).
Menurut Slankins (1973) yang dikutip Bintoro (1995), ektomikoriza
menghasilkan auksin, sitokinin, giberelin dan vitamin B kompleks serta zat
15 15
pengatur tumbuh. Tanaman tingkat tinggi merupakan jenis-jenis tanaman
kehutanan atau tanaman berumur panjang salah satunya adalah jenis
Dipterocarpaceae, yang hidupnya bersimbiosis dengan ektomikoriza. Manfaat
ektomikoriza bagi pohon hutan antara lain: meningkatkan penyerapan bahan
anorganik dan organik, menyuplai pohon dengan regulator pertumbuhan,
melindungi tanaman dari patogen akar, mengurangi toksisitas tanah,
meningkatkan resistensi tanaman inang terhadap kekeringan dan suhu tanah yang
tinggi.
Kemampuan ektomikoriza dalam melindungi tanaman dari patogen menurut Zak
yang dikutip Bintoro (1995) dengan cara sebagai berikut:
a. fungi membentuk penghalang fisik yang berupa mantel.
b. fungi mengeluarkan zat antibiotik yang dapat menahan perkembangan patogen.
c. bersama-sama dengan akar, fungi membantu perkembangan populasi jasad
renik di dalam rizosfer yang dapat melindungi akar.
d. bahan yang dihasilkan oleh korteks inang yang telah terinfeksi dapat berperan
sebagai penghambat terhadap infeksi dari patogen di dalam akar.
16
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pengamatan
dilaksanakan di rumah kaca, pengukuran luas daun dilaksanakan di Lab Lapang
Terpadu dan analisis akar terkolonisasi dilaksanakan di Laboratorium Hama
Penyakit Tanaman. Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan dimulai dari Maret
sampai dengan Agustus 2016.
B. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semai damar mata kucing
berumur 5 bulan, media tanam berupa tanah (topsoil), air, aquades, larutan tween
80, dan inokulum spora Scleroderma columnare. Sedangkan alat yang digunakan
mikroskop stereo, shaker rotator, haemocytometer, leaf area meter, tabung
erlenmeyer, timbangan digital, kamera, kaliper digital, petridis, oven, suntikan
ukuran 20 cc/ml, pipet tetes, gunting, dan mistar.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan berupa
dosis inokulum spora, 3 ulangan, serta 3 tanaman tiap ulangan sehingga
17 17
keseluruhan tanaman berjumlah 45 tanaman satuan percobaan. Perlakuan dosis
inokulum spora, adalah : tanpa inokulum (P1), inokulum spora dengan dosis 5
ml/polibag (P2), inokulum spora dengan dosis 10 ml/polibag (P3), inokulum spora
dengan dosis 15 ml/polibag (P4), dan inokulum spora dengan dosis 20 ml/polibag
(P5).
Tata letak setiap satuan percobaan dapat dilihat pada Gambar 3. Penentuan tata
letak dilakukan menggunakan tabel acak sehingga setiap satuan percobaan
mempunyai peluang letak yang sama.
P2U1
P2U2
P1U3
P3U2
P2U3
P1U2
P5U1
P4U2
P5U3
P3U3
P3U1
P4U3
P5U2
P4U1
P1U1
Gambar 3. Tata letak setiap satuan percobaan dalam Rancangan Acak Lengkap.
Keterangan : P1 : perlakuan tanpa inokulum spora (kontrol) P2 : perlakuan inokulum spora 5 ml/polibag P3 : perlakuan inokulum spora 10 ml/polibag P4 : perlakuan inokulum spora 15 ml/polibag P5 : perlakuan inokulum spora 20 ml/polibag U1 : ulangan pertama U2 : ulangan kedua U3 : ulangan ketiga
Menurut (Hanafiah, 2011), model matematika dari Rancangan Acak Lengkap
dosis inokulum spora terhadap kolonisasi dan pertumbuhan semai damar mata
kucing adalah sebagai berikut.
18 18
Ŷ = µ + τ + ε
Keterangan: Ŷ = Hasil pengamatan
µ = Nilai tengah umum
τ = Pengaruh pemberian dosis inokulum
ε = Pengaruh galat percobaan.
D. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah berupa data primer.
Data primer didapatkan dari pengamatan langsung yang meliputi tinggi bibit,
diameter bibit, jumlah daun, panjang akar, kolonisasi ektomikoriza, luas daun,
berat kering akar, berat kering pucuk, dan berat kering total.
E. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Persiapan media tanam
Media tanah yang digunakan berupa tanah (topsoil) diambil dari Lab Lapang
Terpadu Universitas Lampung. Media tersebut dimasukkan ke dalam polibag
bening kemudian dilapisi dengan polibag warna hitam (Gambar 4) hal tersebut
dimaksudkan untuk memudahkan melihat akar sudah terkolonisasi
ektomikoriza atau belum tanpa harus membongkar tanaman. Sebelum di
inokulasi dengan fungi ektomikoriza, media tanam dijenuhi air terlebih dahulu
dan selama tiga hari setelah inokulasi bibit tidak disiram untuk mencegah
tercucinya inokulum (Riniarti, 2010).
19 19
Gambar 4. Media tanam topsoil yang digunakan sebagai media tanam semai
damar mata kucing
2. Persiapan semai
Persiapan semai damar mata kucing setelah umur 5 bulan (Gambar 5). Semai
didapatkan dari BPDAS HL WSWS (Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Hutan Lindung Way Sekampung Way Seputih) dalam bentuk semai dengan
media semai cocopeat. Semai damar mata kucing yang digunakan dalam
keadaan sehat (bebas dari hama dan penyakit) serta mempunyai pertumbuhan
yang normal. Setelah semai didapatkan, dilakukan penyapihan dengan
menyeleksi semai yang baik dan seragam tingginya. Kemudian semai
dipindahkan ke polibag yang telah berisi media tanam. Pemeliharaan tanaman
perlu dilakukan meliputi :
1. penyiraman dilakukan setiap hari
2. pengendalian gulma dilakukan secara manual.
20 20
Gambar 5. Semai damar mata kucing umur 5 bulan yang telah dipindahkan ke
media semai polibag.
3. Persiapan inokulum spora S. columnare
Inokulum yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk spora yang berasal
dari tubuh buah S. columnare (Gambar 6). Sumber inokulum spora diperoleh
dari tubuh buah yang sudah tua. Tubuh buah dipilih kemudian dibersihkan dan
dikeringanginkan, lalu tubuh buah dibelah dan dikerok bagian dalamnya untuk
mendapatkan spora (Gambar 6). Spora yang diperoleh selanjutnya
dikeringanginkan untuk mengurangi kelembaban pada spora tersebut.
A B
Gambar 6. Tubuh buah S. columnare (A), dan spora S. columnare (B).
21 21
4. Persiapan suspensi spora S. columnare
Inokulum spora S. columnare yang digunakan berupa suspensi yang diperoleh
dengan mencampurkan 5 gr spora ke dalam 1000 ml aquades dan ditambahkan
6 tetes larutan tween dalam tabung erlenmeyer 1000 ml (De La Cruz, 1981
dikutip oleh Fakuara dan Setiadi, 1990) yang dikutip oleh Fakuara dan Setiadi
(1990) (Gambar 7A). Kemudian tabung erlenmeyer yang berisi campuran
spora, aquades, dan larutan tween 80 diaduk menggunakan Shaker rotator
selama ±2 jam. Hasil akhir akan didapatkan suspensi spora S. columnare
(Gambar 7B). Setelah suspensi spora didapatkan, penghitungan kepadatan
spora dilakukan untuk mengetahui kepadatan spora S. columnare dengan
haemacytometer. Perhitungan jumlah spora/ml menggunakan preparat dengan
volume 0,004 mm3. Setiap 1000 ml suspensi dilakukan 3 kali pengulangan dan
setiap ulangan terdiri dari 5 sample percobaan kemudian di rata-rata.
Kepadatan spora didapatkan dari hasil perhitungan adalah sebesar 6,5 x 106
spora/ml.
A B
Gambar 7. Persiapan bahan berupa spora S. columnare, larutan tween 80, dan
aquades (A) dan hasil suspensi S.columnare selama ±120
menit (B).
22 22
5. Aplikasi S. columnare pada akar damar
Waktu aplikasi S. columnare pada sore hari dengan menggunakan suntikan
ukuran 20 cc/ml dengan menyuntikkan suspensi spora S. columnare pada
perakaran damar mata kucing (Gambar 8). Aplikasi dilaksanakan dari dosis
terkecil sampai terbesar.
Gambar 8. Aplikasi suspensi S. columnare pada akar damar mata kucing.
F. Pengamatan Penelitian
Adapun parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah.
1. Pertambahan tinggi (cm)
Pengukuran tinggi dimulai dari kolet sampai dengan buku-buku batang (nodus)
teratas dengan menggunakan mistar. Kolet adalah daerah perbatasan antara
hipokotil dan akar semai (Gambar 9). Pada umumnya kolet merupakan tempat
letaknya kotiledon. Pengukuran dilakukan pada awal penelitian dan akhir
penelitian.
23 23
Gambar 9. Letak kolet pada semai damar mata kucing.
2. Pertambahan diameter (mm)
Diameter batang diukur dari kolet dengan menggunakan kaliper digital
(Gambar 10). Pengukuran dilakukan pada awal penelitian dan akhir penelitian.
Gambar 10. Pengukuran diameter pada semai damar mata kucing dengan
menggunakan kaliper digital setelah diinokulasi S. columnare.
24 24
3. Jumlah daun
Jumlah daun dihitung pada akhir penelitian. Daun yang dihitung adalah daun
yang telah terbuka. Karena daun yang membuka sempurna memperoleh
fotosintesis lebih optimal. Sedangkan daun muda masih menggulung.
4. Panjang akar (cm)
Panjang akar diukur dari akar teratas sampai dengan akar terpanjang dengan
menggunakan benang mengikuti bentuk akar dan kemudian benang diukur
dengan mistar 30 cm (Gambar 11). Pengukuran dilakukan pada akhir
penelitian.
Gambar 11. Pengukuran panjang akar pada semai damar setelah 5 bulan
diinokulasi.
5. Kolonisasi ektomikoriza
Pengamatan kolonisasi dilakukan secara langsung terhadap akar yang
terkolonisasi S. columnare dengan metode Gridline Intersection Method
(Brundett dkk., 1996). Sebelum dilakukan penghitungan akar dicuci bersih
dengan air mengalir secara perlahan, setelah itu akar dipotong-potong
sepanjang 1 cm yang kemudian disebar di atas petridis yang telah dibuat
25 25
gridline 1 cm x 1 cm secara acak tanpa menghitung jumlah akar yang disebar.
Jumlah akar yang terkolonisasi dihitung secara langsung di bawah mikroskop
stereo pada garis vertikal dan horizontal gridline petridis. Akar terkolonisasi
memiliki ciri yaitu akar berwarna putih susu dan akar lebih tebal dibandingkan
dengan yang tidak terkolonisasi serta terdapat hifa baik di akar atau di media
semai (Gambar 12). Pengamatan kolonisasi ektomikoriza dilakukan pada akhir
penelitian. Perhitungan persen kolonisasi menggunakan rumus:
Σ kolonisasi ektomikoriza
% akar terkolonisasi = x 100%
Σ akar yang diamati
A B
Gambar 12. Hifa S. columnare yang terdapat pada media tumbuh (A) dan akar
damar mata kucing yang terkolonisasi S. columnare berumur 5
bulan setelah inokulasi (B).
6. Luas daun (cm2)
Pengukuran luas daun dilaksanakan di Lab Lapang Terpadu Universitas
Lampung dengan menggunakan Leaf area meter tipe LI-3100C (Gambar 13).
Pengukuran dilakukan setelah akhir penelitian. Daun di potong terlebih dahulu
dari tangkainya kemudian dimasukkan ke alat Leaf area meter satu persatu
dengan satu tanaman satu kali pengukuran.
26 26
Gambar 13. Pengukuran luas daun dengan Leaf area meter.
7. Berat kering akar (BKA) dan berat kering tajuk (BKT) (gram)
Berat kering akar dan berat kering tajuk didapatkan pada akhir penelitian.
Bagian tajuk dan akar dipisahkan dengan cara memotong tanaman pada bagian
kolet tanaman. Kemudian kedua bagian tersebut dioven dengan suhu 80 oC
sampai beratnya konstan. Setelah beratnya konstan ditimbang dengan
menggunakan kaliper digital. Bobot kering tajuk mencerminkan pertumbuhan
dan perkembangan tanaman damar mata kucing.
8. Berat kering total (BKT) (gram)
Berat kering tanaman diperoleh setelah tanaman dipanen. Berat kering total
diketahui dengan cara menjumlahkan berat kering akar dan berat kering tajuk.
Berat kering total dihitung untuk mengetahui unsur hara yang terserap oleh
tanaman damar mata kucing.
Bobot kering total = bobot kering tajuk + bobot kering akar.
27 27
G. Analisis Data
Analisis data yang dilakukan setelah data didapatkan adalah sebagai berikut.
1. Homogenitas Ragam
Homogenitas ragam di uji menggunakan uji Bartlett, dan hasil dari
perhitungannya disajikan ke dalam bentuk tabel (Garpersz, 1994). Tabel
homogenitas dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Homogenitas ragam pertumbuhan semai damar mata kucing dan
kolonisasi ektomikoriza
Ulangan Db Rata ∑(yi-ӯ)2 Ragam LogS2 db.LogS2 1/(n-1) 1/∑1/(n-1)
P1
P2
P3
Total
(n-1) (ӯ) (S2)
Keterangan: X2
= (ln 10) [B – (∑db.LogSi2)
B = (logS2
gab) ∑(ni-1)
S2
gab = ∑db.Si2
∑db
Keterangan :
Ln 10 : faktor untuk mengubah log biasa menjadi faktor alami
ni : jumlah ulangan perlakuan S
2 : ragam gabungan
Si : ragam tiap perlakuan db : drajat bebas
Jika X2 hitung > X2 tabel, maka data yang diperoleh tidak homogen, sehingga
perlu dilakukan transformasi data, salah satu transformasi data yang lazim
digunakan yaitu transformasi akar. Nilai ragam data pada hasil penelitian
variabel persentase hidup semai ini lebih kecil, maka digunakan transformasi
28 28
√Y+1. Jika X2 hitung < X2 tabel, maka ragam homogen dapat dilanjutkan
dengan analisis ragam.
2. Analisis Ragam (Anara)
Analisis ragam dilakukan untuk menguji hipotesis tentang faktor perlakuan
terhadap keragaman data hasil percobaan atau untuk menyelidiki ada tidaknya
pengaruh perlakuan. Analisis ragam pertumbuhan semai damar mata kucing
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Analisis ragam pertumbuhan semai damar mata kucing
SK DK JK KNT Fhitung Ftabel 0,05 0,01
Perlakuan p-1 JKP JKP/DK KNTP/KNTG Galat (up-1)-(p-1) JKG JKG/DK
Total up-1 JKT
Keterangan: SK : Sumber Keragaman
DK : Derajat Kebebasan
JK : Jumlah Kuadrat
JKP : Jumlah Kuadrat Perlakuan
JKG : Jumlah Kuadrat Galat
JKT : Jumlah Kuadrat Total
KNT : Kuadrat Nilai Tengah
KNTP : Kuadrat Nilai Tengah Perlakuan
KNTG : Kuadrat Nilai Tengah Galat
p : Jumlah perlakuan yang terdapat pada penelitian
u : Jumlah ulangan yang terdapat pada penelitian.
Jika F hitung > F tabel, maka terdapat pengaruh nyata dari perlakuan yang
diberikan, dilanjutkan dengan pemisahan nilai tengah menggunakan Uji Beda
Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5 %. Namun jika F hitung < F tabel maka
tidak ada pengaruh nyata dari perlakuan yang diberikan, sehingga tidak perlu
dilakukan uji lanjut.
29 29
3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
Untuk mengetahui dosis yang paling baik terhadap pertumbuhan damar mata
kucing dilakukan uji perbandingan nilai tengah dengan Uji Nyata Terkecil
(BNT). Semua perhitungan dilakukan pada taraf nyata 5% (Hanafiah, 2011).
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
BNT : tα(v). Sd
Sd : √2KNT
r
Keterangan : tα(v) : nilai baku student pada taraf α dan drajat bebas galat v.
38
35
V. SIMPULAN
A. Simpulan
Hasil pengamatan terhadap pengaruh dosis inokulum ektomikoriza adalah sebagai
berikut.
1. Pemberian inokulum ektomikoriza pada semai damar mata kucing berpengaruh
terhadap persen kolonisasi ektomikoriza sebesar 45,81% - 76,94%. Pemberian
ektomikoriza tertinggi untuk persen kolonisasi terdapat pada dosis 10 ml/
polibag.
2. Pemberian ektomikoriza pada dosis 10 ml/polibag dan 20 ml/polibag
memberikan pengaruh terbaik pada parameter pertambahan tinggi, berat kering
pucuk, berat kering total, dan luas daun.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian adalah pemberian dosis terbaik
untuk pertumbuhan tanaman damar mata kucing pada dosis 10 ml/polibag dan
20 ml/polibag dapat dilihat dari pertambahan berat kering pucuk, berat kering
total, luas daun, dan persen kolonisasi.
DAFTAR PUSTAKA
41
41
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, H. 2008. Belajar dari Bungo : Mengelola Sumberdaya Alam di Era
Desentralisasi. Buku. Center For International Forestry Research (CIFOR).
Bogor. 495p.
Alamsjah, F. 2010. Keanekaragaman fungi ektomikoriza di rizosfer tanaman
meranti (Shorea sp) di Sumatera Barat. Jurnal Biospectrum. 6 (3) : 155—
160.
. 2015. Effects of indigenous fagaceae-inhabiting ectomycorrhizal
fungi scleroderma spp., on growth of lithocarpus urceolaris seedling in
greenhouse studies. Pakistan Journal of Biological Sciences. 18 (3) :
135—140.
Appanah, S., dan Turnbull J.M., 1998. A Review of Dipterocarps: Taxonomy,
Ecology and Silviculture. Buku. Centre for International Forestry Research
(CIFOR). Bogor. 219p.
Aryulina, D., Muslim, C., Manaf., dan Winarni, E.W. 2006. Biologi 1. Buku.
Erlangga. Jakarta. 341p.
Bintoro, A. 1995. Pengaruh Cara Penyapihan dan Inokulasi Tanah Bermikoriza
pada Beberapa Medium Campuran Tanah Latosol terhadap Pertumbuhan
Semai Merawan (Hopea dryobalanoides Miq). Tesis. Universitas Gajah
Mada. 7—24p.
Brundrett, M., Boughter, N., Dell, B., Grove T., dan Malajcjuk, N. 1996.
Working with Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. Buku. Australian
Centre for International Agricultural Research. Canberra. Australia. 374p.
Budi, S.W. 2012. Pengaruh sterilisasi media dan dosis inokulum terhadap
pembentukan ektomikoriza dan pertumbuhan Shorea selanica Blume.
Jurnal Silvikultur Tropika. 3 (2) : 76—80.
Darwo dan Sugiarti. 2008. Beberapa jenis cendawan ektomikoriza di kawasan
Hutan Sipirok, Tongkoh, dan Aek Nauli, Sumatera Utara. Jurnal Penelitian
Hutan dan Konservasi Alam. 5 (2) : 157—173.
41
42
Davis, L.S., and Jhonson, K.E.N. 1987. Forest Management. Buku. Mc. Grow.
Hill Book Company. New York. 790p.
Delvian. 2004. Aplikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula dalam Reklamasi Lahan
Kritis Pasca Tambang. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. 21p.
. 2010. Keberadaan cendawan mikoriza arbuskula di hutan pantai
berdasarkan gradien salinitas. Jurnal Ilmu Dasar. 11 (2) : 133—142.
Edriana, E., Dahlian, E., dan Sumadiwangsa, E.S. 2004. Teknik pembuatan
pernis dari damar untuk usaha kecil. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 22 (4)
: 205—213.
Fakuara ,Y., dan Setiadi, Y. 1990. Aplikasi mikroba dalam pembangunan hutan
tanaman industri. Prosiding. Prosiding Seminar Bioteknologi Hutan. 12-
13 Februari 1990. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Garpersz, V. 1994. Metode Perancangan Percobaan. Buku. Armico. Bandung.
472p.
Gusmiaty. 2012. Pengaruh dosis inokulan alami (ektomikoriza) terhadap
pertumbuhan semai tengkawang (Shorea pinanga). Jurnal Perennial. 8 (2)
: 69—74.
Hadi, S. 1999. Status ektomikoriza pada tanaman hutan di Indonesia. Prosiding.
Prosiding Seminar Nasional Mikoriza I, Bogor 15—16 November 1999. Asosiasi Mikoriza Indonesia. Bogor.
. 2001. Patologi Hutan : Perkembangannya di Indonesia. Buku. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 516p.
Hanafiah, K.A. 2011. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Buku. PT
Rajagrafindo Persada. Jakarta. 259p.
Indriyanto. 2008. Pengantar Budi Daya Hutan. Buku. Bumi Aksara. Bandar
Lampung. 234p.
. 2013. Teknik dan Manajemen Persemaian. Buku. Lembaga
Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 267p.
Jannah, H. 2011. Respon tanaman kedelai terhadap asosiasi fungi mikoriza
arbuskular di lahan kering. Jurnal Ganec Swara. 5 (2) : 28—31.
Karmilasanti dan Fernandes, A. 2012. Pengaruh dosis inokulan alami terhadap
pertumbuhan cabutan Shorea macrophylla Asal PT. Gunung Gajah Abadi
Kalimantan Timur di persemaian. Jurnal Penelitian Dipterokarpa. 6 ( 2) :
111—119.
43
Killham, K. 1996. Soil Ecology. Buku. Cambridje University Press. United
Kingdom. 242p.
Kuswanto. 1990. Teknologi produksi inokulan ektomikoriza dan peranan
mikoriza di kehutanan. Makalah Seminar Bioteknologi Hutan 12—13
Februari 1990. Yogyakarta. 1-8p.
Maharani, R., Handayani P., dan Hardjana A.K. 2013. Panduan Identifikasi
Jenis Pohon Tengkawang. Buku. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan,
ITTO Project PD 586/10 Rev.1 (F). Samarinda. 66p.
Margarettha. 2010. Pemanfaatan tanah bekas tambang batubara dengan pupuk
hayati mikoriza sebagai media tanam jagung manis. Jurnal Hidrolitan. 1
(3) : 1—10.
Miska, M.E.E. 2015. Respon Pertumbuhan Bibit Aren (Arenga pinnata (Wurmb)
Merr.) terhadap Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula Indigenous. Tesis.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 52p.
Noor, M., dan Abdurachman. 2014. Pengaruh pemberian inokulum spora
Scleroderma verrucosum terhadap pertumbuhan bibit Shorea spp. di rumah
kaca. Jurnal Penelitian Dipterokarpa. 8 (2) : 89—96.
Novi dan Rizki. 2014. Tingkat kolonisasi perakaran bibit pisang jantan yang
diinokulasi dengan beberapa dosis inokulan fungi mikoriza arbuskula serta
lama pemberian fosfat. Jurnal Pelangi. 6 (2) : 99—108.
Prawiranata, W., Harran, S dan Tjondronegoro, H. 1995. Dasar-dasar Fisiologi
Tumbuhan. Jilid II. Buku. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 138p.
Riniarti, M. 2002. Perkembangan Kolonisasi Ektomikoriza dan Pertumbuhan
Semai Dipterocarpaceae dengan Pemberian Asam Oksalat dan Asam
Humat serta Inokulasi Ektomikoriza. Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Bogor. 46p.
. 2005. Pemberian asam organik dan inokulasi ektomikoriza untuk
meningkatkan pertumbuhan semai Shorea mecistopteryx. Prosiding
Seminar Nasional dan Workshop Mikoriza, 9 – 10 Mei 2005. Universitas
Jambi. Jambi. 111—119p.
. 2009. Uji teknologi inokulum fungi ektomikoriza dan penambahan
asam oksalat untuk meningkatkan pertumbuhan Hopea mengarawan.
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 14 (3) : 170—176.
. 2010. Dinamika Kolonisasi Tiga Fungi Ektomikoriza Scleroderma
spp. dan Hubungannya dengan Pertumbuhan Tanaman Inang. Disertasi.
Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 104p.
44
Smith, S.E, dan Read, D.J. 2008. Mycorrhizal Symbiosis. Buku. Elsevier.
Amsterdam. 803p.
Soegiharto, S., Kholik, A., Rachman, A., dan Supriyanto, A. 2010. Faktor
Kesesuaian Ectomycorrhiza 01 Berbagai Tipe Ekosistem Dipterocarpaceae.
Laporan Akhir Penelitian. Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda.
35p.
Sudjadi, B dan Laila , S. 2006. Biologi SMA/MA Kelas X. Buku. Yudhistira.
Jakarta. 159p.
Sufaati, S. 2011. Endomikoriza yang berasosiasi dengan tanaman pertanian non
legum di lahan pertanian daerah transmigrasi Koya Barat, Kota Jayapura.
Jurnal biologi papua. 3(1) : 1—8.
Suhardi. 1989. Pedoman Kuliah Mikoriza Vesikular Arbuskular. Buku.
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. 178p.
. 1991. Ektomikoriza. Bahan Kuliah Kursus Bioteknologi Kehutanan.
PAU. Universitas Gajah Mada Juli-Agustus 1991. Yogyakarta. 1—19p.
Sumadiwangsa, E.S., dan Gusmailina. 2006. Teknologi Budidaya, Pemanfaatan,
dan Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu. Buku. Departemen
Kehutanan. Bogor. 164p.
Supriyanto. 1999. The effectiveness of some ectomycorrhizal fungi in alginate
beads in promoting the growth of several Dipterocarp seedlings. Jurnal
Biotropika. 5 (12) : 59—77.
Susanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan dan
Pengembangannya. Buku. Kanisius. Yogyakarta. 221p.
Syamsiyah, S. 2008. Respon Tanaman Padi Gogo (Oryza sativa L.) terhadap
Stres Air dan Inokulasi Mikoriza. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
58p.
Syarif, A. 2001. Infektivitas dan efektivitas terhadap pertumbuhan bibit manggis.
Jurnal Stigma an Agricultural Science Journal. 5 (2) : 137.
Widyastuti, S.M. 2007. Peran Trichoderma spp. dalam Revitalisasi Kehutanan
di Indonesia. Buku. UGM University Press. Yogyakarta. 255p.