pengaruh good corporate governance dan profitabilitas...
TRANSCRIPT
i
Pengaruh Good Corporate Governance dan Profitabilitas Terhadap Tax
Avoidance Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2011-2015
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Disusun oleh:
Rizal Ardiansyah
1112046100098
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M / 1438 H
ii
iii
iv
v
ABSTRACT
This study aimed to examine the influence of good corporate governance
and profitability on the tax avoidance of sharia banking in Indonesia during
2011-2015 period. Good corporate governance is measured by institutional
ownership, board of commissioners, board of independent commissioners, audit
committee, and audit quality. Profitability is measured by return on asset. While
tax avoidance is measured by cash effective tax rate.
The data that used in this study is secondary data derived from annual
financial statements and good corporate governance report of sharia banking in
Indonesia during 2011-2015 period. The sampling technique was done by
purposive sampling method. The number of sharia banking that become sample in
this study were 8 banks so there are 40 research samples. The method of analysis
that used is multiple regression analysis.
The results of this study showed the board of commissioners, audit
committee, audit quality, and return on asset have an effect on tax avoidance of
sharia banking in Indonesia. Meanwhile, institutional ownership and board of
independent commissioners didn’t have effect on tax avoidance of sharia banking
in Indonesia.
Keywords :Tax Avoidance, Good Corporate Governance, Institutional
Ownership, Board of Commissioners, Board of Independent
Commissioners, Audit Committee, Audit Quality, and Return on
Asset.
vi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh good corporate governance dan
profitabilitas terhadap tax avoidance perbankan syariah di Indonesia periode
2011-2015. Good corporate governance diukur dengan kepemilikan institusional,
dewan komisaris, dewan komisaris independen, komite audit, dan kualitas audit.
Profitabilitas diukur dengan return on asset. Sedangkan tax avoidance diukur
dengan cash effective tax ratio.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
berasal dari laporan keuangan tahunan dan laporan good corporate governance
bank umum syariah di Indonesia periode 2011-2015. Teknik pengambilan sampel
dilakukan dengan metode purposive sampling. Jumlah bank umum syariah yang
dijadikan sampel sebanyak 8 bank sehingga ada 80 sampel penelitian. Metode
analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dewan komisaris, komite audit,
kualitas audit, dan return on asset berpengaruh terhadap tax avoidance perbankan
syariah di Indonesia. Sementara itu, kepemilikan institusional dan dewan
komisaris independen tidak berpengaruh terhadap tax avoidance perbankan
syariah di Indonesia.
Kata Kunci :Tax Avoidance, Good Corporate Governance, Kepemilikan
Institusional, Dewan Komisaris, Dewan Komisaris Independen,
Komite Audit, Kualitas Audit dan Return on Asset.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas berkat, rahmat, dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini adalah
sebagai syarat kelulusan dalam jenjang strata satu (S1) Sarjana Ekonomi di
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penulis menyadari dalam hal penulisan skripsi ini tidak lepas dari
kekurangan yang disebabkan keterbatasan yang penulis miliki. Penulis juga
menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna sehingga penulis membutuhkan
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan pendidikan dimasa
yang akan datang.
Dengan selesainya penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penulis. Adapun ungkapan terima kasih ini penulis tujukan kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A, selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Arief Mufraini, Lc, M.Si, selaku dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak A.M. Hasan Ali, M.A, dan Bapak Dr. Abdurrauf, M.A, selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
viii
4. Bapak Aditya Ginanjar, S.E, M.Si, dan Ibu Fitri Damayanti, S.E, M.Si
selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Perbankan Syariah Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Dra. Hafni Muchtar, S.H, M.H, M.M, selaku Dosen Pembimbing
Skripsi yang telah meluangkan waktunya dalam memberikan arahan,
saran, dan solusi hingga terselesaikannya skripsi ini dengan baik.
6. Bapak Sofyan Rizal, S.E, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah membantu dalam hal bimbingan akademik terkait penyelesaian
studi.
7. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Segenap Staf Akademik dan Staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
membantu dalam penyelesaian pengurusan akademik dan kepustakaan.
10. Segenap Staf Akademik dan Staf Perpustakaan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
membantu dalam penyelesaian pengurusan akademik dan kepustakaan.
11. Orangtua tercinta Bapak Saidih dan Ibu Juriah, yang telah melimpahkan
kasih sayang serta tidak hentinya mendoakan dalam penyusunan skripsi
ini. Tidak lupa adik Indri Nuravica yang telah memberikan dukungannya.
ix
12. Teman-teman Perbankan Syariah 2012, terimakasih telah saling berbagi,
mendukung, mengingatkan, dan mendoakan. Semoga silaturahmi kita
semua tetap terjaga.
13. Serta seluruh pihak yang telah berjasa namun belum mampu penulis
sebutkan satu persatu.
Akhir kata kepada semua pihak yang telah membantu selesainya skripsi
ini, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga Allah SWT
mencatatnya sebagai amal yang baik dan membalasnya lebih baik lagi. Semoga
skripsi ini dapat memberikan manfaat. Aamiin.
Jakarta, 16 April 2017
Rizal Ardiansyah
x
DAFTAR ISI
COVER ……………….............................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ……………… ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ……………………….. iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ……….. iv
ABSTRACT .............................………………………………………… v
ABSTRAK ……………………………………………………………… vi
KATA PENGANTAR ………………………………………………….. vii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………. x
DAFTAR TABEL ………………………………………………………. xii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………. xiii
DAFTAR GRAFIK …………………….................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ……………………………….. 1
B. Identifikasi Masalah ……………………………………. 7
C. Pembatasan Masalah …………………………………. 8
D. Rumusan Masalah ……………………………………... 8
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ………………………. 9
F. Sistematika Penulisan ………………………………….. 11
BAB II LANDASAN TEORI
A. Gambaran Umum Perpajakan ………………………... 13
B. Good Corporate Governance …………………………. 26
xi
C. Profitabilitas …………………………………………... 43
D. Tax Avoidance ………………………………………... 44
E. Penelitian Terdahulu …………………………………. 48
F. Kerangka Pemikiran …………………………………. 52
G. Hubungan Antar Variabel Penelitian……………...…. 54
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian …………………………... 61
B. Metode Penentuan Sampel ………………………….. 61
C. Metode Pengumpulan Data ……………………….... 62
D. Metode Analisis Data ………………………………. 63
E. Variabel Penelitian ………………………………….. 71
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ………………… 77
B. Hasil Uji Statistika Deskriptif …………………….... 78
C. Hasil Uji Asumsi Klasik ……………………………. 82
D. Analisis Regresi Linear Berganda ………………….. 88
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………… 99
B. Saran ……………………………………………….. 100
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… 101
LAMPIRAN ………………………………………………………….. 105
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Keterangan Halaman
2.1 Penelitian Terdahulu ………………………………… 48
3.1 Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi ………….. 68
4.1 Daftar Pemilihan Sampel ……………………………. 77
4.2 Daftar Nama Bank Umum Syariah …………………. 78
4.3 Statistik Deskriptif …………………………………... 79
4.4 One Sample Kolmogorov-Smirnov Test ……………. 84
4.5 Hasil Pengujian Multikolinieritas …………………… 85
4.6 Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi …………... 87
4.7 Hasil Uji Autokorelasi dengan DW Test …………..... 87
4.8 Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda …………… 88
4.9 Hasil Pengujian Koefisien Determinasi ……………... 90
4.10 Hasil Pengujian Uji t …………………………………. 91
4.11 Hasil Pengujian Uji F ………………………………… 97
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Keterangan Halaman
2.1 Struktur Good Corporate Governance …………….. 33
2.2 Kerangka pemikiran Penelitian ……………………. 53
4.1 Uji Normalitas Data ……………………………….. 83
4.2 Hasil Pengujian Heteroskedastisitas ………………. 86
xiv
DAFTAR GRAFIK
Grafik Keterangan Halaman
1.1 Realisasi Penerimana Pajak ………………………... 1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan siaran pers Kementerian Keuangan, Minggu (3/1), realisasi
total penerimaan pajak (netto) tahun 2015 mencapai Rp 1055 triliun. Selain
pertama kali sepanjang sejarah di atas Rp 1000 triliun, pencapaian tersebut lebih
tinggi 7.4 persen dibandingkan penerimaan pajak tahun 2014 yang sebesar Rp
981.9 triliun. Tapi, realisasi pajak tahun lalu tersebut cuma 81.5 persen dari target
penerimaan pajak dalam APBN-Perubahan 2015 yang dipatok Rp 1294.3 triliun.
Dengan kata lain, selisih antara target dengan realisasi penerimaan pajak
mencapai Rp 239.3 triliun atau kekurangan pajak tahun 2015 sebesar 18.5 persen.
Grafik 1.1
Realisasi Penerimaan Pajak Indonesia periode 2011-2015
Realisasi penerimaan pajak tahun 2015 tersebut merupakan yang terendah
jika mengacu kepada data Bank Indonesia sejak tahun 1990 silam. Sebagai
70%
75%
80%
85%
90%
95%
100%
2011 2012 2013 2014 2015
Realisasi Penerimaan Pajak
2
gambaran, dalam lima tahun terakhir ini realisasi penerimaan pajak selalu di atas
90 persen meski beberapa tahun belakangan persentasenya terus menurun.
Contohnya pada 2013 dan 2014 realisasi penerimaan pajak sebesar 92 persen dari
target.1
Pajak sesuai definisi dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 adalah kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Pajak saat ini bisa dikatakan sebagai primadona penerimaan bagi negara.
Beberapa tahun yang lalu sektor perpajakan dianggap sebagai unsur penerimaan
sekunder sebab waktu itu pemerintah lebih mengandalkan penerimaan dari sektor
minyak dan gas (migas). Seiring berjalannya waktu, pajak akhirnya menjadi unsur
yang dominan dalam penerimaan negara setelah sektor migas tidak lagi bisa
diandalkan. Sebagai negara besar dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta,
Indonesia tentu membutuhkan banyak sekali dana sebagai sumber pembiayaan,
baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dari luar negeri, dana bisa berupa
investasi, hibah, ataupun pinjaman. Sedangkan dari dalam negeri, salah satunya
dari unsur pajak sebagai sumber penerimaan terbesar.
1Desy Setyowati (2016), “Terendah Sejak 1990, Realisasi Pajak 2015 Cuma 81.5%”,
diakses pada 20 September pukul 19:30 dari http://katadata.co.id
3
Sebagai sumber penerimaan yang menjadi sumber utama, otomatis dana
dari pajak sangat berperan dalam neraca keuangan pemerintah. Sampai saat ini
hampir 70 persen penerimaan negara kita ditopang dari pajak. Manfaat pajak bisa
kita lihat dan rasakan dalam kehidupan kita sehari-hari hampir di semua sektor.
Fasilitas kesehatan, transportasi, pendidikan, sarana dan prasarana umum tak lain
dan tak bukan adalah sumbangsih dari pajak. Termasuk untuk mencicil utang luar
negeri.2 Pentingnya pajak bagi perekonomian negara mengharuskan pemerintah
untuk dapat memaksimalkan penerimaan pajak, salah satu upaya yang sedang
gencar dilakukan pemerintah Indonesia untuk meningkatkan penerimaan pajak
adalah dengan diterbitkannya aturan mengenai program tax amnesty. Salah satu
tujuan tax amnesty sendiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016
yaitu untuk mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih
berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komperhensif,
dan terintegtasi serta untuk meningkatkan penerimaaan pajak.
Dalam pelaksanaannya wajib pajak dan pemerintah memiliki kepentingan
yang berbeda terkait dengan pembayaran pajak. Wajib pajak cenderung untuk
mengurangi jumlah pembayaran pajak, sedangkan pemerintah berusaha
meningkatkan penerimaan pajak. Bagi wajib pajak khususnya perusahaan atau
badan usaha, pajak merupakan salah satu beban utama yang akan mengurangi laba
bersih, sedangkan dari sisi pemerintah, penerimaan pajak sebagai sumber
keuangan negara yaitu sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan
2Afrizal Woyla (2011), “Persentase Pajak dalam Porsi APBN”, diakses pada 20
September pukul 19:00 dari https://afrizalwszaini.wordpress.com
4
pengeluaraan-pengeluaraan pemerintah. Dengan demikian peranan pajak bagi
negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan.
Adanya perbedaan kepentingan itulah yang menyebabkan timbulnya
perlawanan pajak. Menurut Waluyo (2010) dalam Hermawan (2015) perlawanan
terhadap pajak dibedakan menjadi perlawanan pasif dan perlawanan aktif.
Perlawanan pasif berupa hambatan yang mempersulit pemungutan pajak dan
mempunyai hubungan erat dengan stuktur ekonomi, sedangkan perlawanan aktif
adalah semua usaha dan perbuatan secara langsung yang ditujukan kepada
pemerintah (fiskus) dengan tujuan menghindari pajak.3
Usaha pengurangan pembayaran pajak secara legal disebut penghindaran
pajak (tax avoidance), sedangkan usaha pengurangan pembayaran pajak secara
ilegal disebut (tax evasion). Penghindaran pajak merupakan salah satu upaya
meminimalisasi beban pajak yang sering dilakukan oleh perusahaan, karena masih
dalam bingkai peraturan yang berlaku. Meski penghindaran pajak bersifat legal,
dari pihak pemerintah tidak menginginkan hal tersebut. Fenomena penghindaran
pajak di Indonesia dapat dilihat dari rasio pajak atau tax ratio negara Indonesia.
Rasio pajak menunjukkan kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan
pendapatan pajak atau menyerap kembali produk domestik bruto (PDB) dari
masyarakat dalam bentuk pajak. Semakin tinggi rasio pajak suatu negara maka
semakin baik kinerja pemungutan pajak negara tersebut. Namun pada
3Hermawan Noor Adriyanto (2015), “Pengaruh Return on Assets, Leverage, Corporate
Governance, dan Sales Growth terhadap Tax Efficience pada Perusahaan Manufaktur yang
terdaftar di BEI tahun 2009-2012”, (Skripsi SI Program Sarjana Ekonomi Universitas Negeri
Semarang), h.3
5
kenyataannya rata-rata rasio pajak negara Indonesia tergolong rendah. Rendahnya
rata-rata rasio pajak menunjukkan bahwa pendapatan negara Indonesia yang
berasal dari pajak belum optimal. Fenomena perbedaan kepentingan antara wajib
pajak dengan pemerintah dan rata-rata rasio pajak yang belum memenuhi target
dapat mengindikasikan adanya aktivitas penghindaran pajak yang cukup besar,
sehingga penerimaan pajak negara Indonesia masih belum optimal.
Selain dituntut untuk membayar pajak sebagai kewajiban, perusahaan-
perusahaan go-public di Indonesia juga diharuskan untuk menerapkan good
corporate governance. Good corporate governance menjelaskan hubungan antara
pemilik dan manajer perusahaan dalam menentukan arah kinerja perusahaan.
Penerapaan corporate governance bertujuan untuk meminimumkan konflik
keagenan, yaitu konflik kepentingan yang terjadi antara pemegang saham dengan
manajer. Konflik keagenan muncul apabila tujuan yang ingin dicapai manajer
perusahaan tidak sejalan dengan kepentingan pemegang saham. Pemegang saham
mengharapkan pendapatan dividen yang maksimal atas dana yang mereka
investasikan. Pihak manajemen lebih mementingkan aktivitas operasional
perusahaan dengan tidak membagikan dividen dan mengalokasikannya sebagai
laba ditahan. Keselarasan hubungan pemegang saham dan manajer perusahaan
akan saling mempengaruhi kebijakan perpajakan yang akan digunakan.
Penerapan good corporate governance dalam menentukan kebijakan
perpajakan yang akan digunakan oleh perusahaan berkaitan dengan pembayaran
pajak penghasilan perusahaan. Pembayaran pajak penghasilan didasarkan pada
besarnya laba yang diperoleh perusahaan. Perusahaan tentunya selalu
6
menginginkan laba yang besar, namun laba yang besar akan dikenakan beban
pajak yang besar. Beban pajak yang besar menyebabkan perusahaan akan berusaha
untuk melakukan penghindaran pajak dengan risiko yang kecil.
Untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan
dapat menggunakan rasio profitabilitas tergantung pada informasi yang diambil
dari laporan keuangan.4 Rasio profitabilitas yaitu rasio yang menggambarkan
keberhasilan manajemen dalam menghasilkan laba secara keseluruhan dengan cara
membandingkan antara laba sebelum pajak dengan total aset. Tingkat profitabilitas
lebih sering diukur dengan menggunakan rasio keuangan return on asset. Semakin
besar return on asset suatu perusahaan, maka semakin besar pula tingkat
keuntungan yang dicapai perusahaan tersebut dan semakin baik pula posisi
perusahaan tersebut dari penggunaan aset. Semakin kecil rasio ini
mengindikasikan kurangnya kemampuan manajemen perusahaan dalam hal
mengelola aktiva untuk meningkatkan pendapatan dan/atau menekan biaya.
Menurut Surbakti (2012), profitabilitas perusahaan dengan penghindaran
pajak memiliki hubungan yang positif dan apabila perusahaan ingin melakukan
penghindaran pajak maka harus semakin efisien dari segi beban sehingga tidak
perlu membayar pajak dalam jumlah besar. Perusahaan yang memiliki
profitabilitas tinggi memiliki kesempatan untuk memposisikan diri dalam tax
planning yang mengurangi jumlah beban kewajiban perpajakan. Apabila rasio
profitabilitas tinggi, berarti menunjukkan adanya efisiensi yang dilakukan oleh
4 Manahan P. Tampubolon. Manajemen Keuangan (Finance Management). (Bogor :
Ghalia Indonesia, 2005), h.39
7
pihak manajemen. Laba yang meningkat mengakibatkan profitabilitas perusahaan
juga meningkat, sehingga jumlah pajak yang harus dibayarkan juga meningkat.
Atau dapat dikatakan ada kemungkinan upaya dari perusahaan untuk melakukan
penghindaran pajak.
Penelitian mengenai penghindaran pajak di Indonesia masih sangat jarang
dijumpai karena keterbatasan data mengenai pajak badan usaha. Pengukuran
penghindaran pajak seringkali masih menggunakan beberapa pendekatan tidak
langsung. Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian ini mengambil judul
“Pengaruh Good Corporate Governance dan Profitabilitas Terhadap Tax
Avoidance Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2011-2015”
B. Identifikasi Masalah
Saat ini isu mengenai corporate governance dan tax avoidance masih
merupakan isu menarik untuk diperbincangkan, selain itu karena Indonesia
menerapkan self assesment system dalam pembayaran perpajakan, yaitu wajib
pajak berkewajiban untuk menghitung sendiri, membayar sendiri dan melaporkan
pajaknya sendiri. Sehingga ada kemungkinan bahwa wajib pajak menyimpulkan
atau menginterpretasikan sendiri peraturan pajak yang ada, sehingga secara
sengaja atau tidak, ada kemungkinan bahwa wajib pajak dapat memanfaatkan
celah dari peraturan perpajakaan ke dalam tindakan perencanaan pajak. Ternyata
menurut interpretasi oleh otoritas pajak merupakan tindakan penghindaran pajak
atau penggelapan pajak. Risiko yang ditiimbulkan dapat merugikan dari segi
finansial karena besarnya denda bisa lebih besar dari besarnya beban pajak yang
8
seharusnya dibayarkan dan membuat citra buruk perusahaan dimata khalayak
apabila dipublikasikan.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan masalah yang sudah diidentifikasikan pada sub-bab
sebelumnya maka terdapat batasan dalam penelitian ini yaitu:
1. Penelitian hanya akan membahas pengaruh good corporate governance
dan profitabilitas terhadap tax avoidance.
2. Indikator yang diteliti berasal dari laporan keuangan tahunan dan laporan
good corporate governance bank umum syariah di Indonesia periode
2011-2015.
3. Data diolah menggunakan regresi berganda.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka pokok masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah good corporate governance yang diproksikan5 dengan
kepemilikan institusional secara parsial berpengaruh terhadap tindakan tax
avoidance ?
2. Apakah good corporate governance yang diproksikan dengan dewan
komisaris secara parsial berpengaruh terhadap tindakan tax avoidance?
5 Diproksikan merupakan suatu tanda atau pengukuran tidak langsung yang mendekati
atau mewakili suatu fenomena yang tidak memiliki tanda atau pengukuran secara langsung.
9
3. Apakah good corporate governance yang diproksikan dengan dewan
komisaris independen secara parsial berpengaruh terhadap tindakan tax
avoidance?
4. Apakah good corporate governance yang diproksikan dengan komite
audit secara parsial berpengaruh terhadap tindakan tax avoidance?
5. Apakah good corporate governance yang diproksikan dengan kualitas
audit secara parsial berpengaruh terhadap tindakan tax avoidance?
6. Apakah profitabilitas yang diproksikan dengan return on asset secara
parsial berpengaruh terhadap tindakan tax avoidance?
7. Apakah good corporate governance yang diproksikan dengan
kepemilikan institusional, dewan komisaris, komite audit, dan kualitas
audit serta profitabilitas yang diproksikan dengan return on asset secara
simultan berpengaruh dengan tindakan tax avoidance?
E. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk menjelaskan bagaimana pengaruh good corporate governance yang
diproksikan dengan kepemilikan institusional secara parsial terhadap
tindakan tax avoidance
2. Untuk menjelaskan bagaimana pengaruh good corporate governance yang
diproksikan dengan dewan komisaris secara parsial terhadap tindakan tax
avoidance
10
3. Untuk menjelaskan bagaimana pengaruh good corporate governance yang
diproksikan dengan dewan komisaris independen secara parsial terhadap
tindakan tax avoidance
4. Untuk menjelaskan bagaimana pengaruh good corporate governance yang
diproksikan dengan kualitas audit secara parsial terhadap tindakan tax
avoidance
5. Untuk menjelaskan bagaimana pengaruh good corporate governance yang
diproksikan dengan komite audit secara parsial terhadap tindakan tax
avoidance
6. Untuk menjelaskan bagaimana pengaruh profitabilitas yang diproksikan
dengan return on asset secara parsial terhadap tindakan tax avoidance
7. Untuk menjelaskan bagaimana pengaruh good corporate governance yang
diproksikan dengan kepemilikan institusional, dewan komisaris, komite
audit, kualitas audit dan profitabilitas yang diproksikan dengan return on
asset secara simultan terhadap tindakan tax avoidance
Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah :
1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur
mengenai tax avoidance dan mendukung penelitian yang pernah
dilakukan sebelumnya. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan informasi bagi penelitian yang akan dilakukan berikutnya.
2. Bagi perusahaan, untuk manajemen perusahaan dapat menjadi masukan
dan dorongan bahwa betapa pentingnya pengaruh penerapan corporate
governance terhadap kegiatan tax avoidance dalam kegiatan operasional
11
perusahaan, sehingga dapat mencegah perusahaan terjerumus dalam
lingkar ambiguitas yang terdapat dalam peraturan perpajakan antara
kegiatan yang legal maupun ilegal dalam perencanaan pajaknya. Hal ini
dapat menimbulkan risiko yang diterima oleh perusahaan terkait hal
tersebut, jadi manajemen dapat merancang suatu mekanisme corporate
governance yang sesuai dengan perusahaannya dan terhindar dari
penyimpangan hukum pajak dalam kegiatan menentukan besarnya pajak
yang harus dibayarkan pada negara.
3. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
penyusun dalam memahami mengenai tax avoidance, dan dapat
mengadakan perbandingan antara teori-teori yang telah dapat dibangku
kuliah dengan kenyataan yang ada dilapangan serta sejauh mana teori
tersebut dapat diaplikasikan.
F. Sistematika Penulisan
Agar dapat diperoleh pemahaman yang runtut, sistematis dan jelas, maka
penyusun memberikan kerangka sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini merupakan gambaran awal dari apa yang akan dilakukan oleh
peneliti yang berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan
masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan, dan sistematika penulisan.
Bab II Telaah Pustaka
Bab ini menyediakan kajian kepustakaan yang berisi tentang landasan
teori tentang perbankan syariah dan tax avoidance. Selain itu bab ini juga berisi
12
review studi penelitian terdahulu yang berhubungan dengan tax avoidance
sebagai referensi penelitian. Melalui penelitian terdahulu maka terbentuklah
kerangka konsep sebagai miniatur penelitian yang nantinya akan menjadi dasar
dalam pembentukan hipotesis.
Bab III Metode Penelitian
Bab ini merupakan bagian yang menguraikan tentang variabel penelitian
dan definisi operasional variabel, populasi dan sampel, jenis dan sumber data,
metode pengumpulan data, dan metode analisis.
Bab IV Hasil dan Pembahasan
Bab ini berisi tentang pembahasan yang memaparkan hasil dari pengujian
hipotesis dan menganalisa data-data yang diperoleh dalam penelitian sehingga
didapat hasilnya, yang kemudian dilakukan pembahasan terhadap hasil yang
didapat guna mendapatkan kesimpulan.
Bab V Penutup
Bab ini merupakan bagian yang berisi tentang kesimpulan yang dapat
ditarik berdasarkan hasil pengolahan data dan disampaikan pula keterbatasan
penelitian serta saran yang berkaitan dengan penelitian sejenis yang bermanfaat
untuk penelitian selanjutnya.
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Gambaran Umum Perpajakan
1. Pengertian Pajak
Pengertian Pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H.
merumuskan pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.6
Ferdinand H.M. Grapperhaus merumuskan definisi pajak sebagai
“an individual sacrifice for a collective goal”.7
Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan disebutkan bahwa pajak
adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.8
2. Fungsi Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara, khususnya dalam pelaksanaan pembangunan. Karena pajak
6Supramono, Perpajakan Indonesia Mekanisme dan Perhitungan, (Yogyakarta: Andi
Offset, 2003), h.8 7Safri Nurmantu, Pengantar Perpajakan Edisi 2, (Jakarta: Granit, 2003), h.13
8Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2007, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, h.2
13
14
merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua
pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas
maka pajak mempunyai beberapa fungsi yaitu:
a. Fungsi Penerimaan (Budgetair)
Dalam fungsi budgetair, pajak berfungsi sebagai sumber
dana untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Contoh:
penerimaan yang berasal dari sektor pajak mencapai 77.7% dari
keseluruhan penerimaan negara pada rancangan anggaran
pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2015.
b. Fungsi Mengatur (Regulair)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengukur atau
melaksanakan kebijakan negara dibidang sosial dan ekonomi.
Contoh: pemerintah menggunakan pajak sebagai instrumen yang
efektif untuk dapat menghalangi konsumsi terhadap produk-produk
yang berdampak negatif seperti rokok dan minuman beralkohol.
Pengendalian dilakukan dengan meningkatkan beban pajak
setinggi-tingginya.9
c. Fungsi Stabilisasi
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk
menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga
sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara
9 Puput Arisna dan Eddy Gunawan (2016), “Pengaruh Tarif Cukai Tembakau dan Pesan
Bergambar Bahaya Rokok terhadap Konsumsi Rokok di Banda Aceh”. ( Jurnal Ekonomi dan
Kebijakan Publik. Vol.3, No.2), h.199
15
lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat,
pemungutan pajak, dan penggunaan pajak yang efektif dan efesien.
d. Fungsi Redistribusi Pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan
untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga
membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan
kerja, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan
masyarakat.10
3. Jenis Pajak
Pajak dapat dibedakan menurut golongan, sifat, dan lembaga
pemungutnya sebagaimana akan diuraikan sebagai berikut:
Jenis Pajak Menurut Golongannya
a. Pajak langsung, pajak langsung adalah pajak yang pembebannya
tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi
beban langsung wajib pajak yang bersangkutan. Contohnya pajak
penghasilan (PPh).
b. Pajak tak langsung, pajak tak langsung adalah pajak yang
pembebannya dapat dilimpahkan kepihak lain. Contohnya pajak
pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan.
Jenis Pajak Menurut Sifatnya
a. Pajak Subyektif, pajak subyektif adalah pajak yang didasarkan atas
keadaan subyeknya, memperhatikan keadaan diri wajib pajak yang
10
Supramono, Perpajakan Indonesia Mekanisme dan Perhitungan, (Yogyakarta: Andi
Offset, 2003), h.2
16
selanjutnya dicari dari syarat objektifnya (memperhatiakan
keadaan wajib pajak). Contohnya Pajak penghasilan (PPh)
b. Pajak Obyektif, pajak obyektif adalah pajak yang berpangkal pada
obyeknya tanpa memperhatikan diri wajib pajak. Contohnya pajak
bumi dan bangunan (PBB), karena pajak bumi dan bangunan
dikenakan terhadap keadaan dari tanah dan bangunan, bukan dari
keadaan pemiliknya.
Jenis Pajak Menurut Lembaga Pemungutannya
a. Pajak Pusat (Negara), pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
dan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Contohnya
pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), PPn dan
bea materai/ pajak penjualan atas barang mewah.
b. Pajak daerah, pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah. Pajak daerah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak
daerah dan retribusi daerah.
Pajak daerah sendiri dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Pajak Provinsi, jenis pajak provinsi terdiri atas pajak
kendaraan bermotor, bea balik nama kendaran bermotor, pajak
bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan, dan
pajak rokok.
2) Pajak Kabupaten/Kota, jenis pajak kabupaten/kota terdiri atas
pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, dan
17
pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan
batuan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung
walet, pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkantoran,
dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.11
4. Syarat Pemungutan Pajak
a. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)
Pemungutan pajak yang adil berarti pajak yang dipungut
harus adil dan merata, sehingga harus sebanding dengan
kemampuan membayar pajak dan sesuai dengan manfaat yang
diminta wajib pajak dari pemerintah.
b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat
yuridis)
Di Indonesia pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2.
Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan,
baik bagi negara maupun warga negaranya.
c. Pemungutan pajak tidak mengganggu perekonomian (syarat
ekonomi)
Negara menghendaki agar perekonomian negara dan
masyarakat dapat senantiasa meningkat. Oleh karena itu,
pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan
produksi dan perdagangan yang akan mengakibatkan kelesuan
11
Supramono, Perpajakan Indonesia Mekanisme dan Perhitungan, (Yogyakarta: Andi
Offset, 2003), h.3
18
perekonomian negara. Oleh karena itu dimungkinkan pemberian
fasilitas perpajakan sejauh pemberian fasilitas ini berdampak
positif bagi perekonomian negara.
d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus
lebih kecil dari pajak yang dipungut.
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Pemungutan pajak hendaknya dilaksanakan secara
sederhana sehingga syarat kesederhanaan akan memudahkan wajib
pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Dengan
demikian kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak dapat
terwujud.12
5. Teknik Pemungutan Pajak
Prof. Dr. AJ. Adriani membagi teknik pemungutan pajak menjadi
tiga, yaitu sebagai berikut.
a. Wajib pajak menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai
dengan undang-undang.
b. Ada kerjasama antara wajib pajak dengan fiskus.
c. Fiskus menentukan jumlah pajak yang terutang.
Dalam literatur yang terbaru, sistem/teknik pemungutan pajak
dibedakan menjadi sebagai berikut.
12
Supramono, Perpajakan Indonesia Mekanisme dan Perhitungan, (Yogyakarta: Andi
Offset, 2003), h.6
19
a. Sistem Self Assessment
Dalam sistem self assessment, wajib pajak sendiri yang
menghitung, menetapkan, menyetorkan, dan melaporkan pajak
yang terutang. Definisi self assessment yang ada dalam
international tax glossary adalah sebagai berikut:
“Under self assessment is meant the system which the taxpayer is
required not only to declare his basis of assessment (e.g taxable
income) but also to submit a calculation of the tax due from him
and, usually, to acompany his calculation with payment of the
amount he regards as due”
Dalam sistem ini, fiskus hanya berperan untuk mengawasi
seperti misalnya melakukan penelitian apakah surat pemberitahuan
(SPT) telah diisi dengan lengkap dan semua lampiran sudah
diserahkan, juga meneliti kebenaran perhitungan dan penulisan.
Meskipun demikian, untuk mengetahui kebenaran (material) data
yang ada dalam SPT, fiskus akan melakukan pemeriksaan. Di
Indonesia, pajak penghasilan orang pribadi dan badan serta pajak
pertambahan nilai menggunakan sistem ini.
b. Sistem Official Assessment
Berbeda dengan sistem self assessment, dalam sistem
official assessment, fiskus berperan aktif dalam menghitung dan
menentukan besarnya pajak yang terutang. Berdasarkan surat
ketetapan yang ditertibkan fiskus, wajib pajak membayar pajak
20
yang terutang tersebut. Di Indonesia, pajak bumi dan bangunan
bisa dikatakan menganut sistem ini karena besarnya pajak yang
terutang dihitung dan ditetapkan fiskus melalui surat
pemberitahuan pajak terhutang (SPPT).
c. Sistem Withholding
Ide pemungutan pajak dengan cara withholding pertama
kali diintroduksi di Amerika Serikat pada tahun 1943 dalam rangka
mengakselerasi pengumpulan/pemungutan pajak selama perang
dunia kedua. Karena terbukti efisien dan efektif, sistem
withholding dengan cepat diadopsi oleh negara-negara lainnya.
Dalam withholding system, pihak ketiga (yang dekat
dengan wajib pajak) yang menghitung, menetapkan, menyetorkan,
dan melaporkan pajak yang sudah dipotong/dipungut tersebut.
Misalnya pemberi kerja wajib menghitung dan menetapkan berapa
pajak penghasilan (PPh) yang harus dipotong atas penghasilan
(gaji, upah, dan sebagainya) yang diterima pegawai. Lalu ia juga
harus menyetorkan PPh yang telah dipotong tersebut, kemudian
melaporkannya kepada kantor pelayanan Pajak.
6. Timbul dan Hapusnya Hutang Pajak
Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak yaitu:
21
a. Ajaran Formil, hutang pajak timbul karena dikeluarkannya surat
ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official
assessment system.
b. Ajaran Materiil, hutang pajak timbul karena berlakunya undang-
undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan
perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self assessment system.
Hapusnya hutang pajak dapat disebabkan beberapa hal, yaitu:
a. Pembayaran, hutang pajak yang melekat pada wajib pajak akan
dihapus karena pembayaran yang dilakukan ke kas negara atau
tempat lain yang ditunjuk pemerintah.
b. Kompensasi, terjadi apabila wajib pajak mempunyai kelebihan
pembayaran pajak. Kelebihan pembayaran tersebut dapat
dikompensasi sebagai pajak terutang.
c. Daluwarsa artinya sebagai daluwarsa penagihan.
d. Pembebasan dan Penghapusan, hutang pajak tidak dapat berakhir
dalam arti yang semestinya, tetapi karena ditiadakan. Penghapusan
hutang pajak ini sama sifatnya dengan pembebasan, tetapi
diberikannya karena keadaan keuangan wajib pajak.13
7. Hambatan Pemungutan Pajak
Realita pemungutan pajak pasti akan menemui berbagai hambatan.
Bagi sebagian orang dan pelaku dunia usaha, pajak merupakan sebuah
beban yang akan mengurangi pendapatan mereka. Penghindaran dan
13
Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi, (Yogyakarta : Andi Offset, 2003), h.8
22
perlawanan terhadap pemungutan pajak merupakan suatu bentuk
hambatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya penerimaan negara.
Bentuk hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu:
a. Perlawanan Pasif
Perlawanan terhadap pajak berarti melibatkan para wajib
pajak. Tapi untuk perlawanan pasif, adalah perlawanan yang
inisiatifnya atau bukan kemauan dan usaha dari para wajib pajak
itu sendiri. Perlawanan pasif ini disebabkan oleh struktur ekonomi,
perkembangan moral dan intelektual penduduk dan teknik
pemungutan pajak itu sendiri.
1) Struktur ekonomi
Struktur ekonomi suatu negara mempengaruhi
pemungutan pajak dinegara tersebut. Hal ini terkait dengan
perhitungan sendiri pendapatan netto oleh wajib pajak
sendiri. Contohnya pajak penghasilan yang diterapkan pada
masyarakat agraris. Dalam hal ini, wajib pajak harus
menghitung sendiri. Namun, menghitung pendapatan netto
akan sangat sulit dilakukan oleh masyarakat agraris. Karena
itu timbullah perlawanan pasif terhadap pajak.
2) Perkembangan moral dan intelektual masyarakat
Yaitu perlawanan pasif yang timbul dari lemahnya
sistem kontrol yang dilakukan oleh fiskus ataupun karena
23
objek pajak itu sendiri yang sulit untuk dikontrol.
Contohnya di Belgia terdapat pajak yang dikenakan
terhadap permata. Dikarenakan ukuran permata yang kecil
dan sulit untuk dikontrol keberadaannya maka bisa saja
pemilik permata ini menyembunyikannya agar terhindar
dari pengenaan pajak.
3) Teknik pemungutan pajak itu sendiri
Cara perhitungan pajak yang rumit dan memerlukan
pengisian formulir yang rumit menyebabkan adanya
penghindaran pajak, prosedur yang berbelit-belit dan
menyulitkan wajib pajak dan membuka celah untuk
negosiasi antara petugas dan pembayar pajak juga dapat
mengakibatkan adanya penghindaran pajak.
b. Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif adalah perlawanan yang inisiatifnya
berasal dari wajib pajak itu sendiri. Hal ini merupakan usaha yang
secara langsung dan bertujuan untuk menghindari pajak atau
mengurangi kewajiban pajak yang seharusnya dibayar. Bentuk
perlawanan aktif antara lain:
1) Tax Avoidance, usaha untuk meringankan beban pajak
dengan tidak melanggar undang-undang. Penghindaran dari
pajak dilakukan dengan tiga cara yaitu:
24
a) Menahan diri, maksudnya adalah para wajib pajak ini
tidak ingin terkena pajak, maka mereka melakukan
sesuatu yang nantinya bisa dikenai pajak. Contohnya
jika tidak mau terkena cukai tembakau, maka tidak
merokok.
b) Pindah lokasi, maksudnya para wajib pajak yang
memiliki usaha, karena mereka ingin mendapatkan
pajak yang kecil untuk usaha mereka, maka mereka
pindah lokasi ke daerah yang tarif pajaknya rendah
seperti Indonesia timur.
c) Penghindaran pajak secara yuridis, melakukan
perbuatan sedemikian rupa sehingga perbuatan-
perbuatan yang dilakukan tidak terkena pajak. Ini
disebabkan karena para wajib pajak memanfaatkan
celah dan ketidakjelasan yang terdapat dalam undang-
undang
2) Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara
melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).14
Tax
evasion biasa dilakukan oleh wajib pajak badan atau
perusahaan dengan cara membuat faktur palsu, tidak
mencatatkan sebagian penjualan, atau membuat laporan
keuangan palsu.
14
Supramono, Perpajakan Indonesia Mekanisme dan Perhitungan, (Yogyakarta: Andi
Offset, 2003), h.6
25
8. Tarif Pajak
Ada beberapa macam tarif pajak, yaitu:
a. Tarif sebanding/proporsional
Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun
jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang
proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
Contohnya seperti pajak pertambahan nilai (PPn) sebesar 10% dan
pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar 0.5% dari berapapun
jumlahnya.
b. Tarif tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun
jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang
tetap. Contoh dari jenis pajak yang menggunakan tarif tetap adalah
bea materai atas dokumen. Pajak yang ditetapkan dapat sebesar Rp
3000 ataupun Rp 6000.
c. Tarif progresif
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah
yang dikenai pajak semakin besar. Contohnya pajak penghasilan
(PPh).
d. Tarif degresif
26
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah
yang dikenai pajak semakin besar.15
Pada prakteknya, undang-
undang perpajakan di Indonesia tidak pernah menggunakan tarif
pajak degresif.
B. Good Corporate Governance
Istilah corporate governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury
Comitte tahun 1992 dalam laporan yang dikenal dengan Cadbury Report. Laporan
ini menandakan pula sebagai titik balik yang menentukan bagi praktik corporate
governance di seluruh dunia. Dalam Cadbury Report yang dimaksud dengan
corporate governance adalah suatu sistem yang berfungsi untuk mengarahkan
dan mengendalikan organisasi. Corporate governance merupakan seperangkat
aturan yang merumuskan hubungan antara para pemegang saham, manager,
kreditor, pemerintah, karyawan dan pihak yang berkepentingan lainnya baik
internal maupun eksternal sehubungan dengan hak-hak dan tanggung jawab
mereka.16
World Bank mendefinisikan good corporate governance adalah suatu
kumpulan hukum dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong
kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai
ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para penegang saham
maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.17
15
Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi, (Yogyakarta : Andi Offset, 2003), h.9 16
Sudarmayanti, “Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) dan Good Corporate
Governance (Tata Kelola Perusahaan yang Baik)”, (Bandung: CV Mandar Maju, bagian ketiga,
2007), h.53 17
Hasel Nogi S. Tangkilisan, Mengelola Kredit Berbasis Good Corporate Governance,
(Yogyakarta : Bandung, 2003), h.12
27
Sedangkan Organization for Economic Corporation and Development
(OECD) mendefinisikan corporate governance sebagai sekumpulan hubungan
antara pihak manajemen perusahaan, board, pemegang saham, dan pihak lainnya
yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Corporate governance juga
mensyaratkan adanya struktur perangkat untuk mencapai tujuan dan pengawasan
atas kinerja. Corporate governance yang baik dapat memberikan rangsangan bagi
board dan manajemen untuk mencapai tujuan yang merupakan kepentingan
perusahaan dan pemegang saham harus memfasilitasi pengawasan yang efektif
sehingga mendorong perusahaan menggunakan sumber daya dengan lebih
efisien.18
Berdasarkan Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-
MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan good corporate governance
pada BUMN, disebutkan bahwa good corporate governance adalah suatu proses
dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan
usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham
dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder
lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.19
Berdasarkan
pengertian diatas, secara singkat good corporate governance dapat diartikan
sebagai seperangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk
menciptakan nilai tambah bagi stakeholder.
1. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
18
Iman Sjahputra Tunggal dan Amin Widjaja Tunggal, Membangun Good Corporate
Governance (GCG), (Jakarta : Harvarindo, 2002), h.2 19
Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002
28
Corporate governance mengandung prinsip-prinsip yang
melindungi kepentingan perusahaan, pemegang saham, manajemen, board
of directors, dan investor serta pihak-pihak yang terkait dengan
perusahaan. Prinsip-prinsip tersebut adalah melalui penerapan fairness,
transparancy, accountability, dan responsibility.
a. Kewajaran (Fairness)
Unsur kewajaran (fairness) dalam suatu corporate
governance menitikberatkan pada perlakuan yang sama antar atau
terhadap semua stakeholders, misalnya perlakuan yang adil antara
pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas,
atau kesetaraan diantara karyawan perusahaan, antara kreditur,
pelanggang, antara orang dalam (insider) dengan orang luar
(outsider) perusahaan, dan lain-lain.
b. Transparansi (Transparancy)
Unsur transparansi dalam suatau corporate governance
adalah bahwa kepada pemegang saham termasuk pemegang saham
minoritas, dan pihak stakeholders lainnya harus diberikan
informasi yang layak, akurat, dan tepat waktu tentang keadaan
perusahaan dan pihak-pihak pemegang saham, termasuk pemegang
saham minoritas serta hak-hak para pekerja harus diinformasikan
dengan baik sehingga mereka akan selalu menyadari hak-haknya
dan dapat menuntut haknya pada saat yang tepat dengan cara yang
akurat. Pengembangan unsur ini antara lain dapat dilakukan
29
dengan menyediakan laporan keuangan yang tersedia bagi
pemegang saham serta membangun suatu sistem teknologi
informasi dan manajemen informasi yang baik.
c. Akuntabilitas (Accountability)
Unsur akuntabilitas yang diisyaratkan oleh prinsip good
corporate governance adalah tanggung jawab organ perusahaan
dengan suatu pengawasan yang efektif, yang dilakukan antara lain
dengan meningkatkan kejelasan perhitungan laba dan rugi
perusahaan yang dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan
prinsip akuntansi modern, adanya laporan tahunan yang transparan
dan tepat waktu, pendayagunaan semaksimal mungkin lembaga-
lembaga pengawasan internal, termasuk pendayagunaan lembaga
komisaris dan komite audit, serta jika perlu mengangkat auditor
independen, komisaris independen, dan direktur independen.20
d. Kemandirian (Independency)
Yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari
pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi
yang sehat.
e. Pertanggungjawaban (Responsibility)
20
Munir Fuady, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, (Bandung : CV. Utomo,
2005), h.48
30
Unsur pertanggungjawaban adalah bahwa perusahaan harus
berpegang pada hukum yang berlaku dan melakukan kegiatan
dengan bertanggung jawab kepada seluruh stakeholders dan
kepada masyarakat, dengan tidak melakukan tindakan-tindakan
yang merugikan para stakeholders maupun masyarakat.
2. Tujuan Good Corporate Governance
Adapun tujuan penerapan good corporate governance adalah
sebagai berikut21
:
a. Mendorong terciptanya kesinambungan perusahaan melalui
pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas,
responsibilitas, independensi, dan kewajaran/kesetaraan.
b. Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing
organ perusahaan, yaitu dewan komisaris, direksi, dan rapat umum
pemegang saham.
c. Mendorong pemegang saham, anggota dewan komisaris, dan
anggota direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan
tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan.
d. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial
perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan
terhadap sekitar perusahaan.
21
KNKG, Pedoman Umum Good Corporate Governance. h2
31
e. Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi para pemegang saham
dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.
f. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun
internasional, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang
dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi
nasional yang berkesinambungan.
3. Manfaat Good Corporate Governance
Adapun manfaat dari penerapan good corporate governance
adalah sebagai berikut22
:
a. Perbaikan dalam komunikasi
b. Minimalisasi potensi benturan kepentingan
c. Fokus pada strategi-strategi utama
d. Peningkatan dalam produktivitas dan efisiensi
e. Kesinambungan manfaat
f. Promosi citra korporasi
4. Struktur Good Corporate Governance
Perwujudan good corporate governance, dimulai dengan struktur
governance. Governance berarti mengendalikan, memberi arahan. Dengan
kata lain, siapapun yang menjadi pelaku dalam struktur governance adalah
seorang atau badan yang mampu memberikan arahan dan mengendalikan
perusahaan agar tetap dikelola berdasarkan visi dan misi untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Struktur good corporate governance
22
Nindyo Pramono, Bunga Rampai Hukum Bisnis Aktual (Bandung : Citra Aditya Bakti,
2006), h.91
32
merupakan suatu susunan organ didalam perusahaan yang menjalankan
fungsi tata kelola sebagai pihak pengawas dan pihak yang menjalankan
perusahaan. Struktur good corporate governance perseroan mengacu pada
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas,
dimana organ perusahaan terdiri dari tiga unsur, yaitu pemegang saham
melalui rapat umum pemegang saham sebagai forum pengambilan
keputusan tertinggi bagi pemegang saham, dewan komisaris sebagai
pengawas jalannya pengelolaan perusahaan, dan direksi sebagai pengelola
perusahaan. Organ perseroan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip
bahwa masing-masing organ memiliki independensi dan menjalankan
tugas, fungsi dan tanggung jawabnya semata-mata untuk kepentingan
perseroan. Dalam kegiatan operasional, dewan komisaris dan direksi
membentuk sub organ perseroan untuk membantu kelancaran operasional
serta memberi masukan yang diperlukan dalam mengamankan kelancaran
operasional perseroan. Pembentukan sub organ ini dilakukan sebagai
bagian dari pembagian wewenang yang jelas dalam menerapkan prinsip-
prinsip dasar good corporate governance secara efektif.
Dewan komisaris telah memiliki komite audit dan komite risiko
usaha, nominasi, remunerasi dan pengembangan sumber daya manusia
untuk memberdayakan fungsi kepengawasan dewan komisaris, membantu
dewan komisaris dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, serta
merumuskan kebijakan dewan komisaris sesuai ruang lingkup tugasnya.
33
Sedangkan direksi memiliki organ-organ pendukung sebagai unit
kerja untuk mengendalikan, mengawal, dan bertanggung jawab atas
implementasi good corporate governance sekaligus sebagai mitra kerja
dari komite dibawah dewan komisaris. Unit kerja yang bertanggung jawab
langsung kepada direktur utama tersebut adalah sekretaris perusahaan,
sistem manajemen perusahaan, dan satuan pengawas intern.
Gambar 2.1
Struktur Good Corporate Governance Perbankan Syariah
Sumber: Bank Bukopin Syariah 2015
Rapat Umum Pemegang Saham
*GMS
Direktur Utama
President Director
Dewan Pengawas Syariah
Sharia Supervisory Board
Dewan Komisaris
Board Commisioners
Komite Remunerasi &
Nominasi
Komite Pemantau Risiko
Komite Audit
34
a. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Rapat umum pemegang saham merupakan organ
perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada
dewan komisaris dan direksi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan anggaran dasar perseroan. Termasuk dalam
wewenang RUPS adalah untuk menunjuk anggota dewan
komisaris dan anggota direksi, memutuskan untuk menerima atau
menolak laporan dewan komisaris dan direksi, menunjuk auditor
eksternal, serta menentukan kesesuaian antara renumerasi dan
dividen.
Dalam RUPS, pemegang saham dapat menggunakan hak
yang dimilikinya untuk mengemukakan pendapat dan memperoleh
keterangan yang berkaitan dengan perusahaan dari dewan
komisaris dan/atau direksi sepanjang berhubungan dengan
kepentingan perseroan. RUPS dalam mata acara lain tidak berhak
mengambil keputusan, kecuali seluruh pemegang saham hadir
dan/atau diwakili dalam RUPS dan menyetujui penambahan mata
acara rapat. Pemegang saham, baik sendiri maupun diwakili
berdasarkan surat kuasa, berhak menghadiri RUPS dan
menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah dan jenis saham
yang dimilikinya.
b. Direksi
35
Direksi adalah organ perusahaan yang bertanggung jawab
penuh atas pengurusan perusahaan untuk kepentingan dan tujuan
perusahaan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Direksi
sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggung secara kolektif
dalam mengelola perusahaan. Direksi bertanggung jawab terhadap
pengelolaan perusahaan agar dapat menghasilkan nilai tambah dan
memastikan kesinambungan usaha. Masing-masing anggota direksi
melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan
pembagian tugas dan wewenang. Dalam melaksanakan tugasnya,
direksi bertanggung jawab kepada RUPS. Pertanggung jawaban
direksi kepada RUPS merupakan wujud akuntabilitas pengelolaan
perusahaan dalam rangka pelaksanaan prinsip good corporate
governance. Kinerja direksi dievaluasi oleh dewan komisaris baik
secara individual maupun kolektif berdasarkan unsur-unsur
penilaian kinerja yang disusun oleh komite renumerasi dan
nominasi. Penilaian dilakukan pada tiap akhir periode tutup buku.
Hasil penilaian kinerja direksi oleh dewan komisaris disampaikan
dalam RUPS.
c. Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Dewan pengawas syariah merupakan badan independen
yang ditempatkan pada suatu bank syariah yang berperan
mengawasi penerapan prinsip syariah dalam kegiatan usaha bank.
Dalam mengawasi operasional bank syariah dewan pengawas
36
syariah wajib mengacu pada fatwa dewan syariah nasional untuk
memastikan kesesuaian produk jasa bank dengan ketentuan dalam
fatwa tersebut.
Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan pengawas
syariah meliputi antara lain:
1) Menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas
pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan bank
2) Mengawasi proses pengembangan produk baru bank agar
sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis
Ulama Indonesia.
3) Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional – Majelis
Ulama indonesia untuk produk baru bank yang belum ada
fatwanya.
4) Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip
syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta pelayanan jasa bank.
5) Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah
satuan kerja bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
Mencermati tugas tersebut, perlu ditegaskan bahwa dewan
pengawas syariah hanya mengawasi aspek kebijakan syariah,
menilai kesesuaian produk dengan syariah. Dengan demikian
dewan pengawas syariah tidak melakukan pengawasan operasional
perbankan dalam konteks risiko kerugian finansial, seperti adanya
37
moral hazard yang dilakukan direksi atau oknum perbankan
terhadap nasabah. Hal ini dikarenakan diluar tugas dan wewenang
dewan pengawas syariah. Dewan pengawas syariah tidak boleh
dipandang sebagai komisaris, karena dewan pengawas syariah
hanya bertugas menilai kesyariahan produk dan syariah
compliance lainnya.
d. Dewan Komisaris
Sesuai dengan Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang
perbankan syariah dan Peraturan Bank Indonesia No.11/33/PBI/
2009 tentang pelaksanaan good corporate governance bagi bank
umum syariah dan unit usaha syariah. Dewan komisaris adalah
organ perusahaan yang bertugas dan bertanggung jawab secara
kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat
kepada direksi serta memastikan perusahaan melaksanakan good
corporate governance pada seluruh tingkatan dan jenjang
organisasi.
Dewan komisaris memiliki wewenang dan tanggung jawab
yang jelas sesuai dengan fungsinya masing-masing sebagaimana
diamanahkan dalam anggaran dasar dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Dewan komisaris juga telah memiliki
pedoman dan tata tertib kerja yang dievaluasi dan dilakukan secara
berkala.
38
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia nomor
8/4/PBI/2006 diperlukan keberadaan komisaris independen paling
kurang 50% dari jumlah anggota dewan komisaris. Penetapan
tersebut bertujuan untuk menghindari benturan kepentingan
(conflict of interest) dalam pelaksanaan tugas seluruh tingkatan
atau jenjang organisasi, check and balance, serta melindungi
kepentingan stakeholders khususnya pemilik dana dan pemegang
saham minoritas.
Komisaris independen sendiri diartikan sebagai anggota
dewan komiaris yang tidak memiliki:23
1) Hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham
dan/ atau hubungan keluarga dengan pemegang saham
pengendali, anggota dewan komisaris dan / atau anggota
direksi: atau
2) Hubungan keuangan dan / atau hubungan kepemilikan
saham dengan bank, sehingga dapat mendukung
kemampuannya untuk bertindak independen.
Dewan komisaris independen anggotanya tidak berasal dari
dewan direksi ataupun pemegang saham. karena dewan komisaris
independen berfungsi sebagai pemisah kepentingan antara
23
PBI Nomor 11/33/PBI/2009 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, pasal 1 ayat (9)
39
pemilik perusahaan dengan manajemen.24
Proporsi dewan
komisaris independen dalam suatu perusahaan mempengaruhi
fungsi pengawasan terhadap pengambilan kebijakan perusahaan.
Semakin tinggi proporsi dewan komisaris independen, maka
semakin baik pula pengawasan dalam perusahaan.
e. Komite Audit
Berdasarkan surat edaran Bapepam Nomor SE-03/PM/2000
menyatakan bahwa setiap perusahaan publik harus memiliki komite
audit yang bertugas membantu dewan komisaris dengan
memberikan pendapat professional yang independen untuk
meningkatkan kualitas kerja serta mengurangi penyimpangan
pengelolaan perusahaan.
Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan
komisaris perusahaan untuk membantu dewan komisaris
perusahaan dalam melakukan pemeriksaan atau penelitian terhadap
pelaksanaan fungsi direksi dalam melaksanakan pengelolaan
perusahaan serta tugas penting berkaitan dengan sistem pelaporan
keuangan melalui pengawasan terhadap proses pelaporan keuangan
yang dilakukan oleh manajemen dan auditor independen.
Komite audit harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam peraturan Bank Indonesia nomor 8/4/PBI/2006 tanggal 30
januari 2006 tentang pelaksanaan good corporate governance bagi
24
Dominikus Oktavianto Kresno Widagdo (2004), Pengaruh Good Corporate
Governance terhadap Kinerja Perusahaan”, (Diponegoro Journal of Accounting, Volume 3,
Semarang), h.2
40
bank umum sebagaimana telah diubah berdasarkan Peraturan Bank
Indonesia nomor 8/14/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 dan diubah
terakhir berdasarkan Peraturan Bank Indonesia nomor
11/33/PBI/2009 tanggal 7 Desember 2009 tentang pelaksanaan
good corporate governance bagi bank umum syariah dan unit usaha
syariah. Persyaratan tersebut adalah anggota komite audit paling
kurang terdiri dari seorang komisaris independen, seorang pihak
independen yang memiliki keahlian dibidang akuntansi keuangan
dan seorang dari pihak independen yang memiliki keahlian
dibidang perbankan syariah.
Tugas komite berhubungan dengan kualitas laporan
keuangan, karena komite audit diharapkan dapat membenatu dewan
komisaris dalam pelaksanaan tugas yaitu mengawasi proses
pelaporan keuangan dan manajemen. Peran komite audit sangat
penting karena mempengaruhi kualitas laba perusahaan yang
merupakan salah satu informasi penting yang tersedia untuk publik
dan dapat digunakan investor untuk menilai perusahaan. Investor
sebagai pihak luar perusahaan tidak dapat mengamati secara
langsung kualitas sistem informasi perusahaan.25
Oleh karena itu,
persepsi mengenai kinerja komite audit akan mempengaruhi
penilaian investor terhadap kualitas laba perusahaan.
25
Teoh, S. H. dan Wong, T. J (1993)., “Perceived Auditor Quality and The Earnings
Responses Coefficient”. (Journal Accounting Review. Vol.66, No. 2), h.346
41
Pada umumnya, komite audit mempunyai tanggung jawab
pada tiga bidang yaitu:26
1) Laporan keuangan (financial reporting), yaitu untuk
memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh
manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya
tentang kondisi keuangan, hasil usahanya serta rencana dan
komitmen jangka panjang.
2) Tata kelola perusahaan (corporate governance), yaitu untuk
memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai
dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku,
melaksanakan tugasnya dengan beretika, melaksanakan
pengawasannya secara efektif terhadap benturan
kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan
perusahaan.
3) Pengawasan perusahaan (corporate control), yaitu untuk
pengawasan perusahaan termasuk didalamnya pemahaman
tentang masalah serta hal-hal yang berpotensi mengandung
risiko dan sistem pengendalian internal serta memonitor
proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal.
Ruang lingkup audit internal harus meliputi pemeriksaan
dan penilaian tentang kecukupan dan efektifitas sistem
pengawasan internal.
26
Indra Surya dan Ivan Yustiavanda, “Penerapan Good Corporate Governance
(Mengesampingkan Hak-Hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha)”, (Jakarta: Kencana, 2008),
h.148
42
f. Komite Remunerasi dan Nominasi
Komite remunerasi dan nominasi dibentuk oleh dewan
komisaris dan bertanggung jawab langsung kepada dewan
komisaris. Tugas dan peran komite renumerasi dan nominasi
adalah membantu dewan komisaris dalam penetapan kriteria
pemilihan calon anggota dewan komisaris dan direksi beserta
sistem remunerasinya, membantu dewan komisaris mempersiapkan
calon anggota dewan komisaris dan direksi serta mengusulkan
besaran remunerasinya. Secara terpisah, tugas komite remunerasi
adalah menentukan besaran kompensasi atau gaji atau bonus bagi
dewan komisaris dan direksi. Sementara komite nominasi bertugas
mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menominasikan direktur baru
pada dewan dan juga memfasilitasi pemilihan direksi baru oleh
pemegang saham.
g. Komite Pemantau Risiko
Komite pemantau risiko secara umum bertugas untuk
membantu dewan komisris dalam mengawasi proses manajemen
risiko yang berlangsung disebuah perusahaan. Komite pemantau
risiko bertugas untuk melakukan evaluasi atas kebijakan dan
strategi menajemen risiko yang disusun oleh direksi yang
mencakup pengawasan aktif oleh direksi, kecukupan kebijakan,
prosedur dan penetapan limit, dan juga kecukupan proses
identifikasi, pengukuran serta sistem informasi manajemen risiko
43
serta pengendalian internal yang menyeluruh. Komite pemantau
risiko juga memantau dan mengevaluasi pelaksanaan tugas satuan
kerja manajemen risiko untuk mengetahui kesesuaiannya dengan
kebijakan dan strategi manajemen risiko.
C. Profitabilitas
Rasio profitabilitas adalah rasio yang menunjukkan kombinasi dan
pengaruh likuiditas, manajemen aset, dan utang pada hasil operasi. Rasio
profitabilitas menunjukkan efektifitas menciptakan laba. Laba pada dasarnya
menunjukkan seberapa baik perusahaan dalam membuat keputusan investasi dan
pembiayaan.
Rasio profitabilitas memiliki fungsi khusus, baik bagi perusahaan secara
internal maupun bagi pihak diluar perusahaan, yaitu:
1. Untuk mengukur dan menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam
satu periode tertentu.
2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang.
3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
5. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan
baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
6. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang
digunakan.
44
Tingkat profitabilitas lebih sering diukur dengan menggunakan rasio
keuangan return on asset. Return on asset merupakan rasio yang menunjukkan
kemampuan manajemen dalam meningkatkan keuntungan perusahaan sekaligus
untuk menilai kemampuan manajemennya dalam mengendalikan biaya-biaya,
maka dengan kata lain dapat menggambarkan produktivitas perusahaan tersebut.
Return on asset dihitungan dengan cara membandingkan laba bersih dengan total
aset atau aktivanya.27
Return on asset juga menggambarkan perputaran aktiva
yang diukur dari volume penjualan. Semakin besar Return on asset suatu
perusahaan, maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai
perusahaan tersebut dan semakin baik pula posisi perusahaan tersebut dari
penggunaan aset. Semakin kecil rasio ini mengindikasikan kurangnya
kemampuan manajemen perusahaan dalam hal mengelola aktiva untuk
meningkatkan pendapatan dan atau menekan biaya.
Return on asset mengandung dua elemen yang dapat dapat dikontrol dan
tidak dapat dikontrol. Elemen yang dapat dikontrol meliputi bauran bisnis,
penciptaan laba, kualitas kredit dan pengeluaran biaya. Sedangkan elemen yang
tidak dapat dikontrol merupakan elemen diluar lingkungan perusahaan, seperti
gejala perekonomian, perubahan peraturan pemerintah, berubahnya selera
konsumen, perubahan teknologi, dan sebagainya.28
D. Tax Avoidance
Menurut Bernard P. Heber tax avoidance didefinisikan upaya wajib pajak
dalam memanfaatkan peluang-peluang yang ada dalam undang-undang
27
Muhammad. Manajemen Dana Bank Syariah. (Yogyakarta : Ekonisia, 2004), h.146 28
Herman Darmawi. Manajemen Perbankan. (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2012), h.12
45
perpajakan, sehingga dapat membayar pajak lebih rendah. Perbuatan ini secara
harfiah tidak melanggar undang-undang perpajakan, namun dari sudut pandang
jiwa undang-undang perpajakan, perbuatan tersebut dikategorikan sebagai
perbuatan yang melanggar jiwa undang-undang.
Sedangkan Budiman & Setiyono (2012) mengatakan tax avoidance usaha
pengurangan pajak, namun tetap mematuhi ketentuan peraturan perpajakan
seperti memanfaatkan pengecualian dan potongan yang diperkenankan maupun
menunda pajak yang belum diatur dalam peraturan perpajakan yang berlaku.
Selain itu Anderson mendefinisikan penghindaran pajak (tax avoidance)
sebagai cara mengurangi pajak yang masih dalam batas ketentuan perundang-
undangan perpajakan dan dapat dibenarkan, terutama melalui perencanaan pajak.
Penghindaran pajak ini juga merupakan suatu proses pengendalian tindakan agar
terhindar dari konsekuensi pengenaan pajak yang tidak dikehendaki.
Penghindaran pajak ini bertujuan untuk meminimalkan beban pajak yang tidak
dikehendaki. Penghindaran pajak bertujuan untuk meminimalkan beban pajak
dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan (loophole) ketentuan perpajakan
suatu negara sehingga ahli pajak menyatakan legal karena tidak melanggar
peraturan perpajakan. Penghindaran pajak dapat disebut juga sebagai suatu
perencanaan pajak.
Berdasarkan uraian diatas, maka tax avoidance dapat disimpulkan sebagai
upaya manajemen perusahaan untuk memperoleh laba yang diharapkan melalui
penerapan menajemen pajak salah satunya adalah melalui penghindaran pajak
(tax avoidance), yaitu mengurangi jumlah pajak dengan cara yang tidak
46
melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan. Penghindaran pajak dapat
juga didefinisikan sebagai suatu bagian dari strategi manajemen pajak yang tidak
dilarang dalam undang-undang.
Penelitian yang dilakukan oleh Uppal (2005) dalam Kesit (2014),
dikemukakan bahwa di negara-negara berkembang banyak terjadi kasus
penghindaran pajak. Hal ini dilakukan dengan cara tidak melaporkan atau
melaporkan namun tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya atas pendapatan yang
bisa dikenai pajak. Penghindaran pajak ini bisa membuat basis pajak atas pajak
menjadi sempit dan mengakibatkan begitu besarnya kehilangan potensi
pendapatan pajak yang dapat digunakan untuk mengurangi beban defisit anggaran
negara.
Terdapat beberapa cara penghindaran pajak yang dilakukan oleh
perusahaan, seperti:29
1. Menampakkan laba dari aktivitas operasional sebagai laba dari modal
sehingga mengurangi laba bersih dan utang pajak perusahaan tersebut.
2. Mengakui pembelanjaan modal sebagai pembelanjaan operasional, dan
membebankan yang sama terhadap laba bersih sehingga mengurangi
utang pajak perusahaan.
3. Membebankan biaya personal sebagai biaya bisnis sehingga mengurangi
laba bersih.
29 Kristantina Wahyu Prasiwi (2015). “Pengaruh Penghindaran Pajak Terhadap Nilai
Perusahaan : Transparansi Informasi Sebagai Variabel Pemoderasi”, (Skripsi SI Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro), h.21
47
4. Mencatat pembuangan yang berlebihan dari bahan baku dalam industri
manufaktur sehingga mengurangi laba kena pajak.
Selain itu, Merks (2007) dalam Kurniasih dan Sari (2013) juga
mengatakan beberapa cara untuk melakukan tax avoidance:
1. Memindahkan subjek pajak dan atau objek pajak ke negara-negara yang
memberikan perlakuan pajak khusus atau keringanan pajak (tax heaven
country) atas suatu jenis penghasilan (substantive tax planning).
2. Usaha penghindaran pajak dengan mempertahankan substansi ekonomi
dari transaksi melalui pemilihan formal yang memberikan beban pajak
yang paling rendah (formal tax planning).
3. Ketentuan anti avoidance atas transaksi transfer pricing, thin
capitalization, treaty shopping, dan controlled foreign corporation
(specific anti avoidance rule), serta transaksi yang tidak mempunyai
substansi bisnis (general anti avoidance rule).
Mengukur penghindaran pajak sulit dilakukan dan data untuk pembayaran
pajak dalam surat pemberitahuan pajak sulit didapat untuk itu perlu pendekatan
untuk menaksir berapa pajak yang sebenarnya dibayar perusahaan kepada
pemerintah, oleh karena itu dalam penelitian ini mengadopsi pendekatan tidak
langsung. Menurut Dyreng et.al (2010) variabel ini dihitung melalui cash
effective tax rate (CETR) perusahaan yaitu kas yang dikeluarkan untuk biaya
pajak dibagi dengan laba sebelum pajak). Demikian juga, diasumsikan bahwa
perusahaan yang melakukan penghindaran pajak akan memiliki nilai CETR yang
48
rendah. Begitu pun sebaliknya semakin besar tingkat CETR semakin rendah
tingkat penghindaran pajak perusahaan.
E. Penelitian Terdahulu
Untuk memberikan gambaran dan kerangka pemikiran dalam penelitian
maka perlu kiranya untuk membahas hasil-hasil penelitian terdahulu sebagai
acuan dalam membandingkan penelitian saat ini dengan penelitian terdahulu
sehingga akan menghasilkan suatu analisa yang sesuai dengan teori:
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No. Judul Penelitian Perbedaan Persamaan Hasil Penelitian
1.
Vivi Andeyani
Tandean “Pengaruh
Good Corporate
Governance dan
Ukuran perusahaan
Terhadap Tax
Avoidance”
Prosiding Seminar
Nasional Multi
Disiplin Ilmu Call for
Paper UNISBANK
Objek Penelitian :
Perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia tahun
2010-2013.
Variabel Lain yang
Digunakan : Ukuran
Perusahaan
Metode Analisis :
Multiple Regression
Analysis
Jenis Penelitian :
Kuantitatif
Sumber Data : Data
Sekunder
Hasil pengujian secara
parsial menunjukkan,
independensi auditor,
dan ukuran perusahaan
tidak cukup bukti
berpengaruh signifikan
terhadap tax avoidance.
Sedangkan komite audit
secara parsial
berpengaruh signifikan
terhadap tax avoidance.
Hasil pengujian secara
simultan menujukkan
kepemilikan
institusional,
independensi auditor,
komite audit dan ukuran
perusahaan merupakan
penjelas yang signifikan
terhadap tax avoidance.
49
2. Fitri damayanti dan
Tridahus Susanto “
Pengaruh Komite
Audit, Kualitas Audit,
Kepemilikan
Institusional, Risiko
Perusahaan, dan
Return on Assets
terhadap Tax
Avoidance” Jurnal
Bisnis dan
Manajemen Vol. 5,
No.2, Oktober 2015
Objek Penelitian :
Perusahaan properti dan
real estate yang
terdaftar di Bursa efek
Indonesia periode
2012-2013.
Variabel lain yang
Digunakan : Risiko
Perusahaan dan Return
on Asset
Metode Analisis :
Multiple Regression
Analysis
Jenis Penelitian :
Kuantitatif
Sumber Data : Data
Sekunder
Hasil pengujian secara
parsial menunjukkan
pengaruh komite audit,
kualitas audit, dan
kepemilikan
institusional tidak
cukup bukti
berpengaruh siginifikan
terhadap tax avoidance.
Sedangkan risiko
perusahaan dan return
on asset secara parsial
berpengaruh signifikan
terhadap tax avoidance.
3. Nuralifmida Ayu
Annisa dan Lulus
Kurniasih “ Pengaruh
Corporate
Governance
Terhadap tax
Avoidance” Jurnal
Akuntansi dan
Auditing
Vol.8/No.2/Mei
2012:95-189
Objek Penelitian :
Seluruh Perusahaan
yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia pada
tahun 2008
Metode Analisis :
Multiple Regression
Analysis
Jenis Penelitian :
Kuantitatif
Sumber Data : Data
Sekunder
Hasil pengujian secara
parsial menunjukkan kepemilikan
institusional, dewan komisaris independen,
dan dewan komisaris
tidak cukup bukti berpengaruh signifikan
terhadap tax avoidance. Sedangkan komite audit
dan kualitas audit secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap tax avoidance.
50
4. Ni Nyoman Kristiana
Dewi dan I Ketut Jati
“ Pengaruh
Karakteristik
Eksekutif,
Karakteristik
Perusahaan, dan
Dimensi Tata Kelola
Perusahaan yang
Baik pada Tax
Avoidance di Bursa
Efek Indonesia” E-
Jurnal Akuntansi
Udayana 6.2 (2014):
249-260
Objek Penelitian :
Perusahaan Manufaktur
yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode
2009-2012.
Variabel lain yang
digunakan : Risiko
Perusahaan, Ukuran
Perusahaan, dan
Multinational Company.
Metode Analisis :
Multiple Regression
Analysis
Jenis Penelitian :
Kuantitatif
Sumber Data : Data
Sekunder
Hasil pengujian secara
parsial menunjukkan
risiko perusahaan,
kualitas audit, dan
komite audit
berpengaruh terhadap
tax avoidance.
Sedangkan ukuran
perusahaan,
multinational company,
kepemilikan
institusional, dan
proporsi dewan
komisaris tidak cukup
bukti berpengaruh
terhadap tax avoidance.
5. I Nyoman
Suardijaya, Lilik
Handajani, dan
Zuhrotul Isnaini
“Tindakan Pajak
Agresif pada
Perbankan :
Eksplorasi Corporate
Risk dan Corporate
Governance”
Simposium Nasional
Akuntansi 18
Universitas Sumatera
Utara, Medan. 16-19
September 1995
Objek Penelitian :
Perusahaan Perbankan
yang terdaftar pada
Bursa Efek Indonesia
periode tahun 2012-
2013.
Variabel lain yang
digunakan: Corporate
Risk, Leverage,
Profitabilitas, dan Size.
Metode Analisis :
Multiple Regression
Analysis
Jenis Penelitian :
Kuantitatif
Sumber Data : Data
Sekunder
Hasil pengujian secara
parsial menunjukkan
corporate risk
berpengaruh positif
terhadap tax avoidance.
Sedangkan corporate
governance, size,
profitabilitas dan
leverage tidak cukup
bukti berpengaruh
signifikan terhadap tax
avoidance.
51
6. Hanik Lailatul
Kuriah dan Nur
Fadjrih Asyik “
Pengaruh
Karakteristik
Perusahaan dan
Corporate Social
Responsibility
terhadap Agresivitas
Pajak” Jurnal Ilmu
dan Riset ekonomi
Akuntansi : Volume
5, No. 3, Maret 2016.
Objek Penelitian :
Perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode
2010-2014.
Variabel Lain yang
digunakan : Ukuran
Perusahaan, Leverage,
Capital Intensity, dan
Corporate Social
Responsibility
Metode Analisis :
Multiple Regression
Analysis
Jenis Penelitian :
Kuantitatif
Sumber Data : Data
Sekunder
Hasil Pengujian secara
parsial menunjukkan
ukuran perusahaan,
leverage dan corporate
social responsibility
berpengaruh signifikan
terhadap agresivitas
pajak. Sedangkan
capital intensity secara
parsial tidak cukup
bukti berpengaruh
signifikan terhadap
agresivitas pajak.
7. Tommy Kurniasih dan
Maria M. Ratna Sari “
Pengaruh Return on
Assets, Leverage,
Corporate Governance,
Ukuran Perusahaan
dan Kompensasi Rugi
Fiskal pada Tax
Avoidance” Buletin
Studi Ekonomi, Volume
18, No. 1, Februari
2013.
Objek Penelitian :
Perusahaan Manufaktur
yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode
2007-2010.
Variabel Lain yang
Digunakan : Return on
Asset, Leverage,
Ukuran Perusahaan, dan
Kompensasi Rugi
Fiskal.
Metode Analisis :
Multiple Regression
Analysis
Jenis Penelitian :
Kuantitatif
Sumber Data : Data
Sekunder
Hasil pengujian secara
Parsial menunjukkan
return on asset, ukuran
perusahaan, dan
kompensasi rugi fiskal
berpengaruh signifikan
terhadap tax avoidance.
Sedangkan leverage dan
corporate governance
tidak cukup bukti
berpengaruh signifikan
terhadap tax avoidance.
Hasil pengujian secara
simultan menunjukkan
return on asset,
leverage, corporate
governance, ukuran
perusahaan dan
kompensasi rugi fiskal
berpengaruh secara
signifikan terhadap tax
avoidance.
52
8. Ronald Tehupuring dan
Ellia Rossa “ Pengaruh
Koneksi Politik dan
Kualitas Audit terhadap
Praktik Penghindaran
Pajak di Lembaga
Perbankan yang
Terdaftar di Pasar
Modal Indonesia
periode 2012-2014”
Prosiding Seminar
Nasional
INDOCOMPAC,
Universitas Bakrie,
Jakarta, 2-3 Mei 2016
Objek Penelitian:
Perusahaan Perbankan
yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode
2012-2014.
Variabel lain yang
Digunakan: koneksi
politik
Metode Analisis :
Multiple Regression
Analysis
Jenis Penelitian :
Kuantitatif
Sumber Data : Data
Sekunder
Hasil pengujian secara
parsial menunjukkan
koneksi politik
berpengaruh secara
signifikan terhadap
praktik penghindaran
pajak di lembaga
perbankan. Sedangkan
kualitas audit tidak
cukup bukti
berpengaruh terhadap
praktik penghindaran
pajak di lembaga
perbankan.
9. Uun Sunarsih dan
Kartika Oktaviani
“Good Corporate
Governance In
Manufacturing
Companies Tax
Avoidance” Jurnal
Ekonomi Volume 15
(2), Oktober 2016
Objek Penelitian:
Perusahaan Manufaktur
yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode
2011-2014.
Metode Analisis :
Multiple Regression
Analysis
Jenis Penelitian :
Kuantitatif
Sumber Data : Data
Sekunder
Hasil Pengujian
menunjukkan bahwa
variabel dewan
kepemilikan manajerial,
dewan komisaris
independen, komite
audit, dan kualitas audit
berpengaruh terhadap
tax avoidance.
Sedangkan variabel
kepemilikan
institusional tidak
berpengaruh terhadap
tax avoidance.
F. Kerangka Pemikiran
Untuk mempermudah penulis dalam melakukan penelitian, maka pada
gambar berikut ini adalah kerangka pemikiran skripsi yang menggambarkan
permasalah penelitian. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
53
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran Penelitian
Pengaruh Good Corporate Governance dan Profitabilitas Terhadap Tax
Avoidance Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2011-2015
T
Kesimpulan dan Saran
Good Corporate Governance
1. Kepemilikan institusional (X1)
2. Dewan Komisaris (X2)
3. Dewan Komisaris Independen (X3)
4. Komite Audit (X4)
5. Kualitas Audit (X5)
Profitabilitas
1. Return on Assets (X6)
Tax Avoidance
Uji Asumsi Klasik
1. Uji Multikolinieritas
2. Uji Normalitas Data
3. Uji Heterokedastisitas
4. Uji Autokorelasi
Uji Hipotesis
1. Uji Koefisien Determinasi
2. Uji F
3. Uji t
Hasil Pengujian dan Pembahasan
54
G. Hubungan Antar Variabel Penelitian
1. Hubungan Kepemilikan Institusional dengan Tax Avoidance
Kepemilikan Institusional merupakan kepemilikan saham
perusahaan yang mayoritas dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti
perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, asset management, dan
kepemilikan institusi lain. Adanya kepemilikan institusional disuatu
perusahaan akan mendorong peningkatan pengawasan. Pihak institusional
yang menguasai saham lebih besar daripada pemegang saham lainnya
dapat melakukan pengawasan terhadap kebijakan manajemen yang lebih
besar juga sehingga manajemen akan menghindari perilaku yang
merugikan para pemegang saham. Semakin besar kepemilikan
institusional maka akan semakin kuat kendali yang dilakukan oleh pihak
eksternal terhadap perusahaan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Khurana dan Moser (2009)
dalam Nuralifmida dan Lulus (2012) menyatakan besar kecilnya
kepemilikan institusional maka akan mempengaruhi kebijakan pajak
agresif oleh perusahaan, dan semakin besarnya konsentrasi short-term
shareholder institusional akan memancing kebijakan pajak agresif, tetapi
semakin besar konsentrasi kepemilikan long-term shareholder maka akan
mengurangi tindakan pajak yang agresif. Berdasarkan uraian tersebut
maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:
H1 : Kepemilikan Institusional berpengaruh positif terhadap tax
avoidance
55
2. Hubungan jumlah dewan komisaris terhadap Tax Avoidance
Fungsi dewan komisaris adalah sebagai wakil pemegang saham
untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi
dalam rangka menjalankan good corporate governance. Penelitian-
penelitian sebelumnya telah banyak menunjukkan bahwa jumlah dewan
komisaris mempengaruhi efektifitas pengawasan dalam perusahaan.
Jumlah dewan komisaris yang optimal berbeda-beda tergantung
pada karakteristik perusahaan itu sendiri. Perusahaan yang berukuran
besar dan memiliki struktur yang kompleks akan maksimal kinerjanya
apabila jumlah dewan komisaris semakin banyak. Menurut Hermawan
(2015) dewan komisaris merupakan inti dari corporate governance yang
ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi
manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya
akuntabilitas. Kurniasih dan Sari (2013) menyatakan dewan komiaris
dalam menjalankan fungsi pengawasan dapat mempengaruhi pihak
manajemen untuk menyusun laporan keuangan yang berkualitas.
Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai
berikut:
H2 : Dewan Komisaris berpengaruh positif signifikan terhadap tax
avoidance
3. Hubungan struktur Dewan Komisaris Independen dengan Tax Avoidance
Dewan komisaris independen diangkat karena pengalamannya
dianggap berguna bagi perusahaan karena mereka bisa mengawasi
56
komisaris dan mengawasi bagaimana perusahaan tersebut dijalankan.
Dewan komisaris independen dianggap berguna karena mereka bisa
bersikap objektif dan memiliki risiko kecil dalam conflict of interest.
Dapat dikatakan bahwa dewan komisaris independen
mempresentasikan kepentingan pemegang saham minoritas atau pemegang
saham publik. Pemegang saham publik cenderung mentati peraturan
perpajakan, karena mengharapkan perusahaan berperan serta dalam
pembangunan bagi masyarakat. Dengan adanya tanggung terhadap
kepentingan pemegang saham publik, maka komisaris independen akan
memperjuangkan ketaatan pajak, sehingga akan mencegah terjadinya
praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan. Selain itu
Lanis dan Richardson (2011) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa
dewan komisaris independen yang semakin besar akan meningkatkan
fungsi monitoring terhadap manajemen serta meningkatkan kepatuhan
perusahaan sehingga dapat mencegah kecurangan yang dilakukan oleh
manajer. Dewan komisaris independen juga dianggap lebih resposif
terhadap kebutuhan masyarakat, sehingga mereka lebih berhati-hati dalam
membuat strategi dengan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk
aspek kepatuhan yang dapat mempengaruhi penilaian masyarkat terhadap
perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis yang diajukan
adalah sebagai berikut:
H3 : Dewan Komisaris Independen berpengaruh positif signifikan
terhadap tax avoidance
57
4. Hubungan Komite Audit dengan Tax Avoidance
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009
tentang pelaksanaan good corporate governance disebutkan anggota
komite audit paling kurang harus terdiri dari:
a. Seorang komisaris independen
b. Seorang pihak independen yang memiliki kemampuan dibidang
akuntansi keuangan
c. Seorang pihak independen yang memiliki keahlian dibidang
perbankan syariah
Komite audit menurut Kep. 29/PM/2004 merupakan komite yang
dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan
pengelolaan perusahaan. Komite audit yang dibentuk oleh suatu
perusahaan berfungsi untuk memberikan pandangan mengenai masalah-
masalah yang berhubungan dengan kebijakan keuangan, akuntansi dan
pengendalian intern. Selain itu, keberadaan komite audit juga berfungsi
untuk membantu dewan komisaris dalam mengawasi pihak manajemen
dalam menyusun laporan keuangan.
Muhammad Oktafianto (2014) dalam penelitiannya menyebutkan
bahwa terdapat beberapa alasan yang menguatkan pengaruh adanya
komite audit terhadap tax avoidance di perusahaan. Yang pertama, jika
semakin sedikit komite audit yang dimiliki oleh perusahaan maka
pengendalian kebijakan keuangan yang dilakukan oleh komite audit
sangat minim sehingga akan meningkatkan tindakan manajemen dalam
58
melakukan pajak agresif, begitu juga sebaliknya apabila semakin banyak
jumlah komite audit dalam perusahaan maka pengendalian kebijakan
keuanganpun akan sangat ketat sehingga akan mengurangi tindakan
manajemen dalam tax avoidance. Yang kedua, kredibilitas perusahaan
yang memiliki komite audit yang sedikit atau kurang dari yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/33/PBI/2009 akan mempengaruhi integritas dan kredibilitas keuangan
perusahaan bisa saja pajak agresif atau tax avoidance dapat dilakukan
dengan mudah oleh perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut maka
hipotesis yang akan diajukan adalah sebagai berikut:
H4 : Komite Audit berpengaruh negatif signifikan terhadap tax
avoidance
5. Hubungan Kualitas Audit dengan Tax Avoidance
Audit yang berkualitas adalah audit yang dilaksanakan oleh orang
yang berkompeten dan orang yang independen. Auditor yang kompeten
adalah auditor yang memiliki kemampuan teknologi, memahami dan
melaksanakan prosedur audit yang benar, memahami dan menggunakan
metode penyampelan yang benar, dan lain sebagainya. Sebaliknya auditor
yang independen adalah auditor yang jika menemukan pelanggaran, akan
secara independen melaporkan pelanggaran tersebut. Probabilitas auditor
akan melaporkan adanya pelanggaran atau independensi auditor
tergantung pada tingkat kompetensi mereka.
59
Kualitas audit biasa diukur dengan berdasarkan besar kecilnya
ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) yang melakukan audit pada suatu
perusahaan, jika perusahaan diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP)
The Big Four, maka akan lebih independen karena lebih dapat bertahan
dari tekanan manajer untuk melaporkan adanya pelanggaran. Laporan
keuangan yang diaudit oleh auditor KAP The Big Four menurut beberapa
referensi lebih berkualitas sehingga menampilkan nilai perusahaan yang
sebenarnya, oleh karena itu diduga perusahaan yang diaudit oleh KAP The
Big Four memiliki tingkat kecurangan yang lebih rendah dibandingkan
dengan perusahaan yang diaudit oleh KAP Non The Big Four.30
Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai
berikut:
H5 : Kualitas Audit berpengaruh positif signifikan terhadap tax avoidance
6. Hubungan Profitabilitas dengan Tax Avoidance
Rasio Profitabilitas adalah sekelompok rasio yang menunjukkan
kombinasi dan pengaruh likuiditas, manajemen aset, dan utang pada hasil
operasi. Rasio Profitabilitas adalah rasio yang menunjukkan seberapa baik
perusahaan dalam membuat keputusan investasi dan pembiayaan.31
Tujuan utama dari operasi perusahaan adalah menciptakan laba. Dalam
dunia perbankan rasio profitabilitas menggambarkan kemampuan bank
dalam meningkatkan labanya melalui semua kemampuan dan sumber
30
Fitri Damayanti dan Tridahus Susanto (2015), “Pengaruh Komite Audit, Kualitas
Audit, Kepemilikan Institusional, Risiko Perusahaan dan Return on Assets Terhadap tax
Avoidance”, (Jurnal Bisnis dan Manajemen Vol. 5, No.2), h.190 31
Martono dan D. Agus Harjito, Manajemen Keuangan Perusahaan, Edisi Pertama,
Cetakan Kelima, (Yogyakarta: Ekonisia, 2005), h.60
60
yang ada sehingga diketahui untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan
keuntungan yang dicapai oleh bank tersebut.32
Menurut Surbakti (2012) dalam Rinaldi dan Charoline (2015)
profitabilitas perusahaan dengan penghindaran pajak akan memiliki
hubungan yang positif dan apabila perusahaan ingin melakukan
penghindaran pajak maka harus semakin efisien dari segi beban sehingga
tidak perlu membayar pajak dalam jumlah yang besar. Perusahaan yang
memiliki profitabilitas tinggi memiliki kesempatan untuk memposisikan
diri dalam tax planning yaitu mengurangi jumlah beban kewajiban
perpajakan. Apabila rasio profitabilitas tinggi, berarti menunjukkan
adanya efisiensi yang dilakukan oleh pihak manajemen. Laba yang
meningkat mengakibatkan profitabilitas perusahaan juga meningkat,
sehingga jumlah pajak yang harus dibayarkan juga meningkat. Atau dapat
dikatakan ada kemungkinan upaya dari perusahaan untuk melakukan
penghindaran pajak.33
Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis yang
diajukan adalah sebagai berikut:
H6 : Return on Assets berpengaruh negative signifikan terhadap tax
avoidance
32
Veihitzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking Sebuah Teori, Konsep, dan
Aplikasi. (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2010), h.865 33
Rinaldy dan Charoline Cheisviyanny (2015), “Pengaruh Profitabilitas, Ukuran
perusahaan, dan Kompensasi Rugi Fiskal Terhadap Tax Avoidance (Studi Empiris pada
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2010-2013)”. Seminar Nasional Ekonomi
Manajemen dan Akuntansi, h.475
61
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh good corporate
governance yang diukur oleh kepemilikan institusional, dewan komisaris, dewan
komisaris independen, komite audit, kualitas audit dan profitabilitas yang diukur
oleh return on asset terhadap tax avoidance perbankan syariah di Indonesia.
Dengan demikian jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif,
yaitu penelitian yang berkenaan dengan data kuantitatif berupa angka yang dapat
digunakan dengan operasi matematika.34
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bank umum syariah yang ada
di Indonesia. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek
yang mempunyai kualitas dan karakterisitik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Berdasarkan data statistik
perbankan syariah, terdapat 12 bank umum syariah yang ada di Indonesia, yaitu
Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, BCA
Syariah, Bank Panin Syariah, Bank Victoria Syariah, Bank Syariah Bukopin,
Bank Jabar Banten Syariah, BRI Syariah, Maybank Syariah, dan BTPN Syariah.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
metode purposive sampling. Metode purposive sampling artinya sampel dipilih
34
Muhammad, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam (Jakarta : Rajawali Press, 2008),
h.203
61
62
agar dapat mewakili populasinya, dan sampel yang dilakukan berdasarkan
karakteristik yang ditetapkan terhadap elemen populasi target yang disesuaikan
dengan tujuan atau masalah.35
Berikut adalah kriteria-kriteria pengambilan
sampel menggunakan purposive sampling dalam penelitian ini:
1. Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan tahunan dan data
keuangan yang lengkap yang dibutuhkan selama tahun 2011-2015.
2. Perusahaan mempublikasikan laporan good corporate governance yang
lengkap yang dibutuhkan selama tahun 2011-2015.
3. Perusahaan tidak mengalami kerugian selama periode penelitian. Karena
hal ini akan menyebabkan nilai CETR menjadi negatif sehingga akan
menyulitkan perhitungan.
4. Perusahaan yang menggunakan bahasa Indonesia dalam laporan
keuangannya.
5. Perusahaan yang menggunakan satuan rupiah dalam laporan
keuangannya.
C. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipakai adalah dokumentasi, yaitu
mengumpulkan data tertulis baik dari dokumen-dokumen yang sudah ada maupun
dari litelatur-litelatur pendukung lainnya. Data yang digunakan dalam penelitian
ini diperoleh dari:
1. Penelitian Pustaka (library research)
35
Abdul hamid, Buku Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: FEB UIN Jakarta, 2010),
h.18.
63
Peneliti memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang
sedang diteliti melalui buku, artikel, jurnal, laporan penelitian, tesis,
internet dan perangkat lain yang digunakan dalam penelitian ini.
2. Penelitian Lapangan (field research)
Pengumpulan data keterangan seperti laporan keuangan dan data
lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Pencarian data dilakukan
dengan dua cara yaitu pencarian manual untuk data yang berbentuk kertas
dan hasil cetakan serta pencarian dengan membuka website resmi bank
Indonesia dan website masing-masing bank umum syariah yang
mempublikasian laporan keuangan tahunan dan laporan good corporate
governance yang diperlukan dalam penelitian ini.
D. Metode Analisis Data
Untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini, maka dilakukan pengujian
asumsi klasik, untuk memastikan apakan regresi linier berganda yang digunakan
tidak terdapat masalah normalitas, multikolerasi, heterokedastisitas, dan
autokorelasi. Jika semua itu terpenuhi berarti model analisis telah layak
digunakan.
Penelitian ini menggunakan metode analisis statistik. Sedangkan teknik
yang digunakan adalah regresi linier berganda yang bertujuan untuk menghitung
besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.36
Untuk membantu penelitian, peneliti akan menggunakan software
pengolahan data statistik, SPSS for windows version 23. SPSS merupakan
36
Ety rochaety dkk. Metodologi Penelitian Dengan Apikasi SPSS (Jakarta : Mitra Wacana
Media, 2009) , h.142
64
software yang berfungsi untuk menganalisis data, melakukan perhitungan statistik
baik untuk statistik parametrik maupun non parametrik. Berikut adalah metode
yang digunakan dalam menganalisis data dalam penelitian ini.
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data
sehingga menjadikan sebuah informasi yang lebih jelas dan mudah untuk
dipahami. Statistik deskriptif dapat dilihat dari nilai rata-rata (mean),
median, modus, standar deviasi, nilai maksimum dan nilai minimum.
Statistik deskriptif dapat juga menjelaskan variabel-variabel yang terdapat
dalam penelitian ini. Selain itu statistik deskriptif menyajikan ukuran-
ukuran numerik yang sangat penting bagi data sampel.
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji normalitas data
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi, variabel penggangu atau residual memiliki distribusi
normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan f mengasumsikan bahwa
nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini
dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah
sample kecil.37
Cara untuk menguji normalitas adalah dengan
menggunakan Normal Probability Plot, yaitu dengan
membandingkan distribusi kumulatif dari data sesungguhnya
37
Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, (Semarang :
badan penerbit Universitas Diponegoro, 2009), h.160
65
dengan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi
normal digambarkan dengan sebuah garis diagonal lurus dari kiri
bawah ke kanan atas. Distribusi kumulatif dari data sesungguhnya
digambarkan dengan ploting. Jika data normal maka garis yang
menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti atau merapat
kegaris diagonalnya.
Pengujian normalitas dengan menggunakan Normal
Probability Plot merupakan metode yang termudah. Namun
pengujian ini dapat memberikan hasil yang subjektif. Artinya
orang, antara orang yang satu dengan orang yang lain dapat
berbeda dalam menginterpretasikannya.38
Maka peneliti
melengkapinya dengan menggunakan uji normalitas dengan uji
statistik non-parametrik Kolmogorof-Smirnov. Data berdistribusi
normal jika K hitung < K table atau nilai Sig. > alpha.39
b. Uji mutikolinearitas.
Uji mutikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
(independen). Modal regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen
saling berkorelasi maka variabel ini tidak orthogonal. Variabel
38
Suliyanto, Ekonometrika Terapan : Teori dan aplikasi dengan SPSS, (Yogyakarta : CV
Andi OFFSET, 2011), h.69 39
Suliyanto, Ekonometrika Terapan : Teori dan Aplikasi Dengan SPSS, (Yogyakarta :
CV Andi OFFSET, 2011), h.75
66
orthogonal adalah variabel independen yang nilai korelasinya
antar sesama variabel independen sama dengan nol40
.
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya atau tidaknya
multikolinearitas didalam regresi dapat dilihat dengan VIF
(Variance Inflation Factor) dan tolerance. Untuk mengetahui ada
atau tidaknya multikolinearitas pada model regresi dapat dilihat
dari beberapa hal diantaranya:41
1) Jika nilai VIF (Variance Inlfation Factor) tidak lebih dari
10, maka model regresi bebas dari multikolinearitas.
2) Jika nilai tolerance tidak kurang dari 0.01, maka model
regresi bebas dari multikolinieritas.
c. Uji heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain. Jika varian dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka homoskedastisitas dan
jika berbeda maka disebut heteroskedastisitas, model regresi yang
baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas.42
40
Suliyanto, Ekonometrika Terapan : Teori dan Aplikasi Dengan SPSS, (Yogyakarta :
CV Andi OFFSET, 2011), h.150 41
Singgih Santoso, Latihan SPSS Statistik Parametrik, (Jakarta : PT. Elex Media
Komputindo, 2000), h.219 42
Singgih Santoso, Latihan SPSS Statistik Parametrik, (Jakarta : PT. Elex Media
Komputindo, 2000), h.139
67
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya atau tidaknya
heteroskedastisitas didalam regresi dapat dilakukan dengan cara
mengamati scatterplot dimana sumbu horizontal menggambarkan
nilai Predicted Standardized sedangkan sumbu vertical
menggambarkan nilai Residual Standardized. Jika scatterplot
membentuk pola tertentu, hal itu dapat menunjukkan adanya
masalah heteroskedastisitas pada model regresi yang dibentuk.
Sedangkan jika scatterplot menyebar secara acak maka hal itu
menunjukkan tidak terjadinya masalah heteroskedastisitas pada
model regresi yang dibentuk.43
d. Uji autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu
pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1
(sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada masalah
korelasi (Ghozali, 2009). Autokorelasi muncul karena adanya
observasi yang saling berurutan sepanjang waktu yang saling
berkaitan satu sama lainnya. Hal ini sering ditemukan pada time
series. Pada data cross section, masalah autokorelasi relatif tidak
terjadi. Cara mendeteksi adanya gejala autokorelasi adalah dengan
melihat nilai Durbin-Watson. Cara menguji autokorelasi adalah
dengan melihat model regresi linier berganda terbebas dari
43
Suliyanto, Ekonometrika Terapan : Teori dan Aplikasi Dengan SPSS, (Yogyakarta :
CV Andi OFFSET, 2011), h.95
68
autokorelasi dengan melihat nilai Durbin-Watson dengan
ketentuan.
Tabel 3.1
Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi
Kriteria Kesimpulan
0 < dw < dl ada autokorelasi positif
dl ≤ dw ≤ du tidak ada autokorelasi positif
4 - dl < dw < 4 ada autokorelasi negatif
4 - du ≤ dw ≤ 4 – dl tidak ada autokorelasi negatif
du < dw < 4 – du tidak ada autokorelasi positif atau negatif
3. Uji Regresi Linier Berganda
Analisis regresi ini berguna untuk menganalisis besarnya pengaruh
variabel bebas (independen) terhadap variabel terikat (dependen). Dalam
penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda, karena
menggunakan enam variabel bebas. Selain itu penggunaan model regresi
linier berganda ini dimaksudkan agar variabel bebas yang diduga akan
mempengaruhi variabel terikat dapat terakamodir serta dapat secara jelas
pola hubungan yang terbentuk antar variabelnya. Model persamaan regresi
linier berganda digunakan untuk meramal Y. Apabila nilai variabel bebas
diketahui, maka kita dapat menggunakan persamaan regresi linier
berganda.
Di mana:
Y = Tax Avoidance
a = Konstanta
X1 = Kepemilikan Institusional
X2 = Dewan Komisaris
X3 = Dewan Komisaris Independen
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + e
69
X4 = Komite Audit
X5 = Kualitas Audit
X6 = Return on Assets
e = Error-Terms (variabel yang tidak diteliti).
a. Uji Koefisien Determinasi
Untuk menentukan seberapa besar variabel independen
dapat menjelaskan variabel dependen, maka perlu diketahui
koefisien determinasi (R-Square). Jika R-Square adalah sebesar 1
berarti fluktuasi variabel dependen seluruhnya dapat dijelaskan
oleh variabel independen dan tidak ada faktor lain yang
menyebabkan fluktuasi variabel dependen. Nilai R-Square berkisar
hampir 1, berarti semakin kuat kemampuan variabel independen
dapat menjelaskan variabel dependen. Sebaliknya, jika nilai R-
Square semakin mendekati angka 0 berarti semakin lemah
kemampuan variabel independen dapat menjelaskan fluktuasi
variabel dependen.44
Karena adanya kelemahan mendasar
penggunaan koefisien determinasi R-Square, maka dalam
penelitian ini digunakan nilai Adjusted R-Square dapat naik dan
turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke model.
Uji koefisien determinasi bertujuan untuk mengetahui
seberapa besar kemampuan variabel bebas menjelaskan variabel
terikatyang dilihat melalui Adjusted R-Square. Semakin besar nilai
Adjusted R-Square maka semakin baik model yang digunakan
44
Imam Gozali, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, (Semarang :
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2009), h. 45
70
untuk menjelaskan hubungan variabel bebas terhadap variabel
terikatnya. Jika Adjusted R-Square semakin kecil berarti semakin
lemah model tersebut untuk menjelaskan variabilitas dari variabel
terikatnya.45
b. Uji f
Uji f dilakukan untuk melihat kemaknaan dari hasil model
regresi tersebut. Uji f dilakukan untuk membuktikan apakah
variabel-variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat.
Pengambilan keputusan berdasarkan tingkat signifikansi yaitu :
1) Jika nilai signifikansi lebih kecil dari alpha yang digunakan
yaitu 0.05 menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima
yang berarti bahwa variabel bebas mempunyai pengaruh secara
signifikan terhadap variabel terkait secara signifikan terhadap
variabel terikat secara simultan.
2) Jika nilai signifikansi lebih besar dari alpha yang digunakan
yaitu 0.05 menunjukkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak
yang berarti bahwa variabel bebas tidak mempunyai pengaruh
secara signifikan terhadap variabel terkait secara signifikan
terhadap variabel terikat secara simultan.46
c. Uji t
45
Bhuono Agung Nugroho, Strategi Jitu Memilih Metode Statistika Penelitian Dengan
Menggunakan SPSS, (Yogyakarta : CV. Andi Offsser, 2005), h.50 46
Bhuono Agung Nugroho, Strategi Jitu Memilih Metode Statistika Penelitian Dengan
Menggunakan SPSS, (Yogyakarta : CV. Andi Offsser, 2005), h.54
71
Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel penjelas atau independen secara individual dalam
menerangkan variasi variabel dependen dan digunakan untuk
mengetahui ada atau tidaknya pengaruh masing-masing variabel
independen secara individual terhadap variabel dependen yang
diuji pada tingkat signifikansi 0.05.
Jika probabilitas t lebih besar dari 0.05 maka tidak ada
pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen
(koefisien regresi tidak signifikan). Sedangkan jika nilai
probabilitas t lebih kecil dari 0.05 maka terdapat pengaruh dari
variabel independen terhadap variabel dependen (koefisien
signifikan).47
E. Variabel Penelitian
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah good
corporate governance yang diukur oleh kepemilikan institutional, dewan
komisaris, dewan komisaris independen, komite audit, kualitas audit dan
profitabilitas yang diukur oleh return on asset. Sedangkan variabel dependen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tax avoidance yang diukur oleh CETR.
Adapun definisi konsep pada variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Independen
Variabel independen (bebas) adalah variabel yang
mempengaruhi variabel terikat. variabel ini merupakan variabel yang
47
Singgih Santoso, Latihan SPSS Statistic Parametric, (Jakarta: Elekmedia Komputindo,
2002), h.168
72
diukur, dimanipulasi, dan dipilih oleh peneliti untuk menentukan
hubungannya dengan suatu gejala yang akan diobservasi.
a. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham yang
dimiliki oleh pemerintah, perusahaan asuransi, investor luar negeri,
atau bank. Kepemilikan institusional memiliki peran penting dalam
memantau, mendisiplinkan, dan mempengaruhi manajer.
Kepemilikan institusional berdasarkan besar dan hak suara yang
dimiliki, dapat memaksa manajer untuk fokus pada kinerja
ekonomi dan menghindari peluang untuk berprilaku mementingkan
diri sendiri.
Kepemilikan institusional disuatu perusahaan akan
mendorong peningkatan pengawasan agar lebih optimal terhadap
kinerja manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu
sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau
sebaliknya terhadap kinerja manajemen. Pengawasan yang
dilakukan oleh investor institusional sangat bergantung pada
besarnya investasi yang dilakukan.48
Kepemilikan institusional
diukur dengan proporsi saham yang dimiliki institusi pada akhir
tahun yang dinyatakan dalam persentase.
48
Lita Kurniawati dkk (2015). “Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Kebijakan Dividen
dan Harga Saham”. (Jurnal Manajemen, Vol.15, No.1), h.61
73
b. Dewan Komisaris
Sesuai dengan Undang-Undang No.21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah dan Peraturan Bank Indonesia No.11/33/PBI/
2009 tentang pelaksanaan good corporate governance bagi bank
umum syariah dan unit usaha syariah. Dewan komisaris adalah
organ perusahaan yang bertugas dan bertanggung jawab secara
kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat
kepada direksi serta memastikan perusahaan melaksanakan good
corporate governance pada seluruh tingkatan dan jenjang
organisasi. Dalam penelitian ini digunakan seluruh jumlah dewan
komisaris sebagai alat ukur.
c. Dewan Komisaris Independen
Dewan komisaris independen adalah anggota dewan
komisaris yang bukan merupakan pegawai atau orang yang
berurusan langsung dengan perusahaan tersebut, dan tidak
mewakili pemegang saham. Dewan komisaris independen diangkat
karena pengalamannya dianggap berguna bagi perusahaan karena
mereka bisa mengawasi komisaris dan mengawasi bagaimana
perusahaan tersebut dijalankan. Dewan komisaris independen
dianggap berguna karena mereka bisa bersikap objektif dan
74
memiliki risiko kecil dalam conflict of interest. Dalam penelitian
ini variabel struktur dewan komisaris diproksikan dengan
persentase keberadaan dewan komisaris dalam suatu perusahaan.
d. Komite Audit
Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan
komisaris perusahaan untuk membantu dewan komisaris
perusahaan dalam melakukan pemeriksaan atau penelitian terhadap
pelaksanaan fungsi direksi dalam melaksanakan pengelolaan
perusahaan serta tugas penting berkaitan dengan sistem pelaporan
keuangan melalui pengawasan terhadap proses pelaporan keuangan
yang dilakukan oleh manajemen dan auditor independen. Dalam
penelitian ini digunakan seluruh jumlah anggota komite audit
sebagai alat ukur.
e. Kualitas Audit
Kualitas audit dalam penelitian ini dipengaruhi oleh kualitas
laporan keuangan yang dapat diukur berdasarkan kecilnya KAP
yang melakukan audit pada suatu perusahaan, yaitu KAP The Big
75
Four atau KAP non The Big Four (Sulistriani dan Sudarno, 2012).
Empat KAP The Big Four yaitu; Price Waterhouse Coopers
(PWC), Ernst & Young, The Deloittee Touche Thomatsu dan
Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG). Kualitas audit diukur
menggunakan variabel dummy, dengan perusahaan yang diaudit
oleh KAP The Big Four diberikan skor 1 dan untuk non The Big
Four diberi skor 0.
f. Return on Asset
Return on asset merupakan rasio yang menunjukkan
kemampuan manajemen dalam meningkatkan keuntungan
perusahaan sekaligus untuk menilai kemampuan manajemennya
dalam mengendalikan biaya-biaya, maka dengan kata lain dapat
menggambarkan produktivitas perusahaan tersebut. Return on
asset dihitungan dengan cara membandingkan laba bersih dengan
total aset atau aktivanya.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang memberikan
reaksi/respon jika dihubungkan dengan variabel bebas. variabel terikat
merupakan variabel yang diamati dan diukur untuk menentukan
pengaruh yang disebabkan oleh variabel bebas.
a. Tax Avoidance
76
Menurut Bernard P. Heber, pengertian tax avoidance adalah
upaya wajib pajak dalam memanfaatkan peluang-peluang yang ada
dalam undang-undang perpajakan, sehingga dapat membayar pajak
lebih rendah. Perbuatan ini secara harfiah tidak melanggar undang-
undang perpajakan, namun dari sudut pandang jiwa undang-undang
perpajakan, perbuatan tersebut dikategorikan sebagai perbuatan
yang melanggar jiwa undang-undang. Variabel ini dihitung melalui
CETR perusahaan yaitu kas yang dikeluarkan untuk biaya pajak
dibagi dengan laba sebelum pajak.
77
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah bank umum syariah
di Indonesia selama tahun 2011-2015. Data yang digunakan adalah data yang
diperoleh dari laporan keuangan tahunan dan laporan good corporate governance
yang dipublikasikan masing-masing bank umum syariah selama tahun penelitian.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan metode
purposive sampling, sehingga sampel dalam penelitian ini merupakan bank umum
syariah yang memiliki kriteria yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Berikut ini adalah perincian dari proses seleksi sampel berdasarkan kriteria
yang telah ditetapkan dalam penelitian.
Tabel 4.1
Daftar Pemilihan Sampel
No Kriteria Jumlah
1
Jumlah bank umum syariah di Indonesia menurut data
statistik perbankan syariah. 12
2
Perusahaan tidak memiliki data secara lengkap yang
dibutuhkan dalam penelitian ini. -2
3
Perusahaan tidak mengalami kerugian selama periode
penelitian. -2
4
Perusahaan tidak menggunakan bahasa Indonesia dan
mata uang rupiah. 0
Jumlah perusahaan yang memenuhi kriteria 8
Tahun pengamatan 5
Total sampel yang digunakan dalam penelitian 40
Sumber : Data diolah
Dari tabel diatas diketahui total bank umum syariah di Indonesia
berjumlah 12 bank. Dimana seluruh bank umum syariah di Indonesia sudah
77
78
menggunakan bahasa Indonesia dan mata uang rupiah dalam laporan keuangan
tahunan dan laporan good corporate governance yang telah dipublikasikan
selama tahun penelitian. Namun terdapat 2 bank umum syariah yang tidak
mempublikasikan laporan keuangan tahunan dan laporan good corporate
governance secara lengkap dan berturut-turut yang dibutuhkan selama periode
penelitian. Selain itu terdapat 2 bank umum syariah yang mengalami kerugian
selama tahun penelitian. Sehingga bank umum syariah yang memenuhi kriteria
dan dapat dijadikan sampel penelitian sebanyak 8 bank. Tahun pengamatan yang
digunakan dalam penelitian ini selama 5 tahun, sehingga total data yang dijadikan
sampel dalam penelitian ini sebanyak 40 sampel.
Berikut ini adalah nama-nama dari bank umum syariah yang dijadikan
sampel penelitian:
Tabel 4.2
Daftar Nama Bank Umum Syariah
No Nama Bank Syariah Kode Bank
1 BNI Syariah BNIS
2 Bank Mega Syariah BMS
3 Bank Muamalat Indonesia BMI
4 Bank Syariah Mandiri BSM
5 BCA Syariah BCAS
6 BRI Syariah BRIS
7 Bank Syariah Bukopin BSK
8 Bank Panin Syariah BPS
B. Hasil Uji Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk melihat distribusi data yang
digunakan sebagai sampel. Statistik deskriptif menggambarkan distribusi data
yang terdiri dari nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata, dan nilai standar
79
deviasi atas data yang digunakan dalam penelitian ini. Berikut merupakan statistik
deskriptif untuk masing-masing variabel yang digunakan dalam model penelitian:
Tabel 4.3
Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
CETR 40 .1873 .4051 .273650 .0410894
KI 40 84.56 100.00 97.5075 4.71266
DK 40 3.00 6.00 3.8750 1.15886
DKI 40 50.00 100.00 70.2515 15.23076
KOM 40 2.00 7.00 3.6500 1.12204
KUAL 40 0.00 1.00 .6000 .49614
ROA 40 .08 3.81 1.1600 .81544
Keterangan:
CETR adalah penghindaran pajak (tax avoidance)
KI adalah kepemilikan institusional
DK adalah jumlah dewan komisaris
DKI adalah persentase dewan komisaris independen
KOM adalah jumlah komite audit perusahaan
KUAL adalah kualitas audit perusahaan
ROA adalah tingkat pengembalian asset
Berdasarkan nilai statistik diatas, diketahui rata-rata nilai CETR bank
umum syariah yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 0.2736. Sedangkan
nilai minimumnya sebesar 0.1873 dan nilai maksimumnya sebesar 0.4051.
Diasumsikan bahwa perusahaan yang melakukan penghindaran pajak akan
memiliki nilai CETR yang rendah. Begitu pun sebaliknya semakin besar tingkat
CETR semakin rendah tingkat penghindaran pajak perusahaan.
Kepemilikan institusional menggambarkan proporsi saham yang dimiliki
oleh institusi. Besar kecilnya kepemilikan institusional akan memengaruhi
kebijakan agresif perpajakan perusahaan. Dari nilai statistik deskriptif diatas,
diketahui rata-rata kepemilikan institusional sebesar 97.50%. Untuk nilai
80
minimum kepemilikan institusional sebesar 84.56% dan nilai maksimum
kepemilikan institusional sebesar 100%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata
saham yang diterbitkan bank umum syariah dalam penelitian ini sebesar 97.50%
saham dimiliki oleh institusi, sedangkan sisanya dimiliki oleh kepemilikan publik.
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas,
dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan
secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi
nasihat kepada direksi. Dari nilai statistik diatas diketahui nilai rata-rata dewan
komisaris perbankan syariah yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 3.8750.
Sedangkan nilai minimumnya 3 dan nilai maksimummnya 6.
Dalam melaksanakan good corporate governance bank perlu melakukan
check and balance untuk menghindari benturan kepentingan dalam pelaksanaan
tugas serta meningkatkan perlindungan bagi kepentingan pemangku kepentingan
khususnya nasabah pemilik dana dan pemegang saham minoritas. Untuk
mendukung hal tersebut, maka diperlukan keberadaan komisaris independen dan
pihak independen yang membantu tugas dewan komisaris. Dari statistik deskriptif
diatas diketahui rata-rata nilai dewan komisaris independen sebesar 70.25%.
Sedangkan nilai minimumnya sebesar 50% dan nilai maksimumnya sebesar
100%. Hal ini menggambarkan bahwa rata-rata dewan komisaris independen
bank umum syariah telah sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh OJK
bahwa untuk kebutuhan good corporate governance pada setiap emiten go-
public, dewan komisaris independen wajib sekurang-kurangnya berjumlah 30%
dari jumlah seluruh dewan komisaris.
81
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 tentang
pelaksanaan good corporate governance disebutkan anggota komite audit paling
kurang harus terdiri dari:
1. Seorang komisaris independen
2. Seorang pihak independen yang memiliki kemampuan dibidang akuntansi
keuangan
3. Seorang pihak independen yang memiliki keahlian dibidang perbankan
syariah
Dari tabel statistik deskriptif diketahui nilai rata-rata komite audit sebesar
3.65. Sedangkan nilai minimum komite audit sebesar 2 dan nilai maksimumnya 7.
Nilai minimum komite audit yang sebesar 2 menjelaskan bahwa masih ada
perbankan syariah yang belum mematuhi Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan good corporate governance.
Kualitas audit biasa diukur dengan berdasarkan besar kecilnya ukuran
Kantor Akuntan Publik (KAP) yang melakukan audit pada suatu perusahaan.
Untuk penelitian ini perusahaan yang diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP)
The Big Four yaitu Prince Waterhouse Cooper-PWC, Delloite Touche Tohmatsu,
KPMG, Ernst & Young-E&Y akan diberikan nilai 1, dan apabila tidak diaudit oleh
keempat Kantor Akuntan Publik (KAP) dibawah lisensi KAP The Big Four akan
diberi nilai 0. Dari hasil statistik deskriptif diketahui nilai rata-rata kualitas audit
perbankan syariah dalam penelitian ini sebesar 0.60. Hal ini menunjukkan bahwa
60% laporan keuangan perbankan syariah dalam penelitian ini telah diaudit oleh
KAP The Big Four.
82
Profitabilitas yang diproksikan dengan return on asset menggambarkan
tingkat kemampuan asset perusahaan dalam menghasilkan laba. Dari statistik
deskriptif diatas diketahui nilai rata-rata return on asset perbankan syariah dalam
penelitian ini sebesar 1.1600. Sedangkan nilai minimumnya sebesar 0.08 dan nilai
maksimumnya 3.81. Perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi memiliki
kesempatan untuk memposisikan diri dalam tax planning yaitu mengurangi
jumlah beban kewajiban perpajakan.
C. Hasil Uji Asumsi Klasik
1. Uji Nomalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah nilai residual
yang telah terstandarisasi pada model regresi berdistirbusi normal atau
tidak. Nilai residual dikatakan berdistribusi normal jika nilai residual
terstandarisasi tersebut sebagian besar mendekati nilai rata-ratanya. Untuk
mendeteksi apakah nilai residual terstandarisasi berdistribusi normal atau
tidak, maka dapat digunakan metode analisis grafik dan metode statistik.
Pengujian menggunakan analisis grafik dapat dilakukan dengan
menggunakan Normal Probability Plot, yaitu dengan membandingkan
distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif
dari data normal. Distribusi normal digambarkan dengan sebuah garis
diagonal lurus dari kiri bawah ke kanan atas. Distribusi kumulatif dari
data sesungguhnya digambarkan dengan ploting. Jika data normal maka
garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti atau
merapat ke garis diagonalnya.
83
Pengujian menggunakan analisis grafik dapat memberikan hasil
yang subyektif. Artinya, antara orang yang satu dengan yang lain dapat
berbeda dalam menginterpretasikannya. Agar tidak terjadi perbedaan
dalam menginterpretasikan uji normalitas menggunakan analisis grafik,
maka peneliti melengkapi uji normalitas dengan menggunakan analisis
statistik dengan menggunakan uji kolmogorov-smirnov agar mendapatkan
hasil yang lebih akurat. Adapun ketentuan uji kolmogorov-smirnov adalah
: Jika nilai probabilitas atau Asymp.Sig. (2-tailed) lebih besar dari level
signifikan (a = 5%) maka data berdistribusi normal.
a) Hasil uji normalitas secara grafik
Gambar 4.1
Uji Normalitas Data
Berdasarkan tampilan Normal P-P Plot Regression
Standardized terlihat bahwa titik-titik menyebar disekitar garis
84
diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Sehingga dapat
disimpilkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini
terdistribusi secara normal dan layak untuk digunakan.
b) Hasil uji normalitas dengan metode statistik
Tabel 4.4
Uji Normalitas Data
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 40
Normal
Parametersa,b
Mean .0000000
Std. Deviation .02967377
Most Extreme
Differences
Absolute .091
Positive .091
Negative -.061
Test Statistic .091
Asymp. Sig. (2-tailed) .200
Dari tabel diatas yang didapat berdasarkan uji kolmogorov-
smirnof dapat dilihat bahwa nilai Asymp.sig. lebih besar dari 0,05.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan dalam
penelitian ini terdistribusi secara normal.
2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel
independen. Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dapat dilakukan
dengan melihat nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF).
Syarat uji VIF dan Tolerance dapat dilihat dengan nilai Tolerance < 0,10
85
atau sama dengan nilai VIF > 10.
Tabel 4.5
Hasil Pengujian Multikolinearitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta
Toleran
ce VIF
1 (Constant) .019 .156
KI .002 .002 .241 .497 2.010
DK .020 .007 .562 .469 2.132
DKI .001 .000 .267 .647 1.546
KOM -.019 .007 -.515 .493 2.028
KUAL .033 .015 .393 .507 1.974
ROA -.025 .007 -.489 .858 1.166
Dari tabel diatas dapat dilihat tidak ada variabel independen yang
nilai tolerance kurang dari 0,10. Sedangkan untuk nilai VIF memiliki nilai
yang rendah dan jauh dibawah 10. Sehingga dapat disimpulkan data yang
digunakan dalam penelitian tidak mengalami multikolinearitas.
3. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas berarti ada varian variabel pada model regresi
yang tidak sama (konstan). Sebaliknya, jika varian variabel pada model
regresi memiliki nilai yang sama (konstan) maka disebut dengan
homoskedastisitas. Yang diharapkan pada model regresi adalah yang
homoskedastistitas.
Untuk mendeteksi apakah variabel tersebut terdapat
heteroskedastisitas didalam regresi bisa diuji dengan menggunakan uji
86
scatterplot. Syarat dari uji scatterplot adalah harus memiliki scatterplot
yang menyebar secara acak hal tersebut menandakan tidak terjadi masalah
heteroskedastisitas, begitu juga sebaliknya jika pola scatterplot
membentuk pola tertentu (tidak menyebar) maka terjadi masalah
heteroskedastisitas.
Gambar 4.2
Hasil pengujian Heteroskedastisitas
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa plot menyebar diatas maupun
dibawah angka nol dan tidak membentuk pola tertentu yang jelas pada
sumbu Regression standardized Residual. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak terjadi gejala hetorkedastisitas pada penelitian ini.
4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi ditunjukkan untuk menguji apakah regresi linear
87
memiliki korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan t-1
sebelumnya. Jika terjadi korelasi maka menunjukkan adanya autokorelasi
yang dapat muncul dari penelitian yang berurutan dan saling berkaitan.
Untuk melihat adanya autokorelasi atau tidak dapat dilakukan dengan
pengujian Durbin Watson dengan ketentuan:
Tabel 4.6
Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi
Kriteria Kesimpulan
0 < dw < dl ada autokorelasi positif
dl ≤ dw ≤ du tidak ada autokorelasi positif
4 - dl < dw < 4 ada autokorelasi negatif
4 - du ≤ dw ≤ 4 - dl tidak ada autokorelasi negatif
du < dw < 4 – du tidak ada autokorelasi positif atau negatif
Berikut adalah tabel hasil pengujian autokorelasi dengan
menggunakan uji Durbin Watson (DW-test):
Tabel 4.7
Hasil Pengujian Autokorelasi dengan DW test
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-
Watson
1 .692a .478 .384 .0322588 1.950
a. Predictors: (Constant), ROA, KI, KUAL, DKI, KOM, DK
b. Dependent Variable: CETR
Hasil uji Durbin-Watson menunjukkan besaran nilai d sebesar
1.950. Nilai ini dibandingkan dengan nilai tabel Durbin Watson (k,n) yang
mana k menunjukkan jumlah variabel independen yakni 6 variabel dan n
adalah sampel yang berjumlah 40 sampel. Apabila nilai d yang didapat
tergolong pada jarak nilai du < d < 4-du, maka dapat dikatakan tidak
88
terjadi autokorelasi. Nilai du tabel menunjukkan 1.854 sehingga 1.854 <
1.950 < 2.146. Sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi
terhadap model yang digunakan.
D. Analisis Regresi Linear Berganda
Tabel 4.8
Hasil Pengujian Regresi Linear Berganda
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) .019 .156
KI .002 .002 .241 .497 2.010
DK .020 .007 .562 .469 2.132
DKI .001 .000 .267 .647 1.546
KOM -.019 .007 -.515 .493 2.028
KUAL .033 .015 .393 .507 1.974
ROA -.025 .007 -.489 .858 1.166
Dari tabel diatas dapat dirumuskan suatu persamaan regresi untuk
mengetahui pengaruh kepemilikan institusional, dewan komisaris, dewan
komisaris independen, komite audit, kualitas audit dan return on asset terhadap
CETR. Berikut adalah persamaan regresinya:
Berdasarkan persamaan regresi diatas dapat diinterpretasikan sebagai
berikut :
Koefisien konstanta sebesar 0.019 dengan nilai positif, dapat diartikan
bahwa variabel y (CETR) akan bernilai 0.019 jika variabel independen masing-
Y = 0.019 + 0.002KI + 0.020DK + 0.001DKI – 0.019KOM + 0.033KUAL –
0.025ROA + Ɛ
89
masing bernilai 0.
Variabel Kepemilikan Institusional memiliki nilai koefisien regresi positif
0.002. Nilai yang positif menunjukkan bahwa Kepemilikan Institusional
berpengaruh positif terhadap tax avoidance perbankan syariah. Hal ini
menggambarkan bahwa setiap kenaikan 1% kepemilikan institusional akan
menaikkan tax avoidance sebesar 0.002 dengan asumsi variabel lain tetap.
Variabel dewan komisaris memiliki nilai koefisien regresi positif 0.020.
Nilai yang positif menujukkan bahwa dewan komisaris berpengaruh positif
terhadap tax avoidance perbankan syariah. Hal ini menggambarkan bahwa setiap
kenaikan 1% dewan komisaris akan menaikkan tax avoidance sebesar 0.020
dengan asumsi variabel lain tetap.
Variabel dewan komisaris independen memiliki nilai koefisiensi positif
sebesar 0.001. Nilai yang positif menunjukkan bahwa dewan komisaris
independen berpengaruh positif terhadap tax avoidance perbankan syariah. Hal
ini menggambarkan bahwa setiap kenaikan 1% dewan komisaris independen akan
menaikkan tax avoidance sebesar 0.001 dengan asumsi variabel lain tetap.
Variabel komite audit memiliki nilai koefisiensi negatif 0.019. Nilai yang
negative menunjukkan bahwa komite audit berpengaruh negatif terhadap tax
avoidance perbankan syariah. Hal ini menggambarkan bahwa setiap kenaikan 1%
komite audit akan menurunkan tax avoidance sebesar 0.019 dengan asumsi
variabel lain tetap.
Variabel kualitas audit memiliki nilai koefisiensi positif 0.033. Nilai yang
positif menunjukkan bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap tax
90
avoidance perbankan syariah. Hal ini menggambarkan bahwa setiap kenaikan 1%
kualitas audit akan menaikkan tax avoidance sebesar 0.033 dengan asumsi
variabel lain tetap.
Variabel return on assets memiliki nilai koefisiensi negatif 0.025. Nilai
yang negatif menunjukkan bahwa return on assets berpengaruh negatif terhadap
tax avoidance perbankan syariah. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan
1% return on assets akan mengurangi tax avoidance sebesar 0.025 dengan asumsi
variabel lain tetap.
1. Hasil Uji Koefisien Determinasi
Penggunaan koefisien determinasi yang telah disesuaikan
(Adjusted ) lebih baik dalam melihat seberapa baik model dibandingkan
koefisien determinasi. Koefisien determinasi disesuaikan merupakan hasil
penyesuaian koefisien determiasi terhadap ringkat kebebasan dari
persamaan prediksi. Berikut ini merupakan hasil uji determinasi:
Tabel 4.9
Hasil pengujian Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .692a .478 .384 .0322588
a. Predictors: (Constant), ROA, KI, KUAL, DKI, KOM, DK
b. Dependent Variable: CETR
Koefisien determinasi (goodness of fit) menggambarkan total
variasi variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen.
Dari tabel diatas dapat diketahui nilai Adjusted R Square untuk model
penelitian ini sebesar 0.384. Hal ini menunjukkan bahwa secara
91
keseluruhan 38.4% tingkat penghindaran pajak perbankan syariah yang
digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan oleh variabel kepemilikan
institusional, dewan komisaris, dewan komisaris independen, komite
audit, kualitas audit dan return on asset. Sedangkan sisanya sebesar 61.6%
dipengaruhi variabel lain diluar penelitian ini, seperti variabel karakter
eksekutif, kompensasi rugi laba, leverage, ukuran perusahaan,
kepemilikan manajerial dan lain-lain.
2. Hasil Uji Statistik t
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan atau menentukan
signifikan atau tidak signifikan masing-masing nilai koefisien regresi
secara sendiri-sendiri terhadap variabel terikat.
Tabel 4.10
Hasil Pengujian Uji t
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .019 .156 .123 .903
KI .002 .002 .241 1.350 .186
DK .020 .007 .562 3.060 .004
DKI .001 .000 .267 1.710 .097
KOM -.019 .007 -.515 -2.875 .007
KUAL .033 .015 .393 2.224 .033
ROA -.025 .007 -.489 -3.601 .001
a. Dependent Variable: CETR
a. Menguji signifikansi variabel kepemilikan institusional
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa variabel
kepemilikan institusional memiliki t hitung sebesar 1.350 < t tabel
92
sebesar 2.03 dimana nilai probabilitas (p-value) 0.186 > 0.05 yang
berarti kepemilikan institusional secara parsial tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap tax avoidance.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Fithri (2015) dan Rahmi (2014) yang menyatakan bahwa
kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap tax avoidance. Beberapa alasan yang diduga
menyebabkan kepemilikan institusional tidak berpengaruh
signifikan terhadap tax avoidance. Pertama, kepemilikan
institusional merupakan proporsi kepemilikan saham oleh institusi
diluar kepemilikan saham dewan komisaris perusahaan, dimana
pemiliki institusional ikut serta dalam pengawasan dan
pengelolaan perusahaan namun demikian bisa saja pemilik
institusional mempercayakan pengawaan dan pengelolaan
perusahaan terhadap dewan komisaris karena itu merupakan tugas
mereka sehingga ada atau tidaknya kepemilikan institusional tetap
saja tax avoidance akan terjadi. Kedua, pemilik institusional tidak
berperan serta dalam memantau, mendisiplinkan dan
mempengaruhi tindakan oportunis manajer. Selanjutnya pemilik
institutional lebih mementingkan memaksimalkan laba yang akan
mereka peroleh sehingga besar atau kecilnya kepemilikan
institusional tidak mempengaruhi tindakan tax avoidance.
b. Menguji signifikansi variabel dewan komisaris
93
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa variabel dewan
komisaris memiliki t hitung sebesar 3.060 > t tabel sebesar 2.03
dimana nilai probabilitas (p-value) 0.004 < 0.05 yang berarti
dewan komisaris secara parsial memiliki pengaruh signifikan
terhadap tax avoidance dan diketahui memiliki arah yang positif.
Menurut Egon Zehnder dalam Maria (2013), dewan
komisaris merupakan inti dari good corporate governance, yang
ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan,
mengawasi manajemen dalam rangka mengelola perusahaan, serta
mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Salah satu tugas utama
dewan komisaris adalah memonitor dan mengatasi masalah
benturan kepentingan pada tingkat manajemen, anggota dewan
direksi dan anggota dewan komisaris, termasuk penyalahgunaan
asset perusahaan dan manipulasi transaksi perusahaan. Sehingga
banyak atau sedikitnya dewan komisaris menjadi salah satu faktor
dalam efektivitas pengawasan terhadap manajemen dan
pengendalian tax avoidance.
c. Menguji signifikansi variabel dewan komisaris independen
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa variable dewan
komisaris independen memiliki t hitung sebesar 1.710 < t tabel
sebesar 2.03 dimana nilai probabilitas (p-value) 0.097 > 0.05 yang
berarti dewan komisaris independen secara parsial tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap tax avoidance.
94
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh hermawan (2015) dan Nuralifmida (2012) yang menyatakan
bahwa dewan komisaris independen tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap tax avoidance. Nuralifmida dalam Oktofian
(2015) menyatakan bahwa tidak semua anggota dewan komisaris
independen dapat menunjukkan independensinya sehingga fungsi
pengawasan tidak berjalan dengan baik dan berdampak pada
kurangnya pengawasan terhadap manajemen dalam melakukan tax
avoidance. Selain itu penambahan proposi dewan komisaris
independen mungkin hanya untuk memenuhi ketentuan yang telah
ditetapkan, namun yang mengambil keputusan tetaplah
manajemen. Sehingga dewan komisaris independen tidak bisa
secara langsung untuk menetapkan kebijakan mengenai praktik tax
avoidance. Pernyataan tersebut juga semakin dikuatkan oleh
penelitian yang dilakukan oleh Solomon (2007) dalam Silvia
(2014) yang mengatakan bahwa penambahan dewan komisaris
independen hanya untuk alasan politis, mungkin untuk
memasukkan politisi, aktivis lingkungan, atau perwakilan
konsumen. sehingga penambahan ini mengurangi kompetensi
dewan dan mengurangi kinerja perusahaan.
d. Menguji signifikansi variabel komite audit
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa variabel komite
audit memiliki t hitung sebesar 2.875 > t tabel sebesar 2.03 dimana
95
nilai probabilitas (p-value) 0.007 < 0.05 yang berarti komite audit
secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tax
avoidance dan diketahui memiliki arah yang negatif.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Dewi dan Jati (2014) serta Nurindah (2013) yang menyatakan
bahwa komite audit memiliki pengaruh signifikan terhadap tax
avoidance. Selain itu dalam penelitian yang dilakukan oleh Silvia
(2014) disebutkan bahwa komite audit dengan keahlian akuntansi
atau keuangan berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan
yang diambil oleh perusahaan, sehingga membantu mengontrol
manajer agar berlaku sesuai kepentingan pemegang saham. Untuk
melakukan penghindaran pajak diperlukan keahlian dalam hal
akuntansi, perpajakan, dan peraturan hukum. Anggota komite
audit dengan keahlian akuntansi atau keuangan lebih mengerti
celah dalam peraturan perpajakan dan cara untuk menghindari
risiko deteksi, sehingga dapat memberikan saran yang berguna
untuk melakukan penghindaran pajak dan menghasilkan
keuntungan lebih besar bagi pemegang saham.
e. Menguji signifikansi variabel kualitas audit
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa variabel kualitas
audit memiliki t hitung sebesar 2.224 > t tabel sebesar 2.03 dimana
nilai probabilitas (p-value) 0.033 < 0.05 yang berarti kualitas audit
secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tax
96
avoidance dan diketahui memiliki arah yang positif.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Kurniasih dan Sari (2013) yang menyatakan bahwa kualitas
audit memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tax avoidance.
KAP The Big Four cenderung dipercaya oleh fiskus sebagai KAP
yang memiliki intgritas yang tinggi serta berkualitas. Sehingga
peusahaan yang diaudit oleh KAP The Big Four dianggap tidak
melaukan praktik tax avoidance, karena auditor yang termasuk
dalam KAP The Big Four dianggap lebih kompeten sehingga
memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang cara mendeteksi
dan memanipulasi laporan keuangan yang mungkin dilakukan oleh
perusahaan.
Selain itu Sanjaya (2008) dalam Nurindah (2013)
mengungkapkan bahwa auditor berkualitas dan bereputasi yang
ditunjukkan oleh kantor akuntan publik yang berafiliasi dengan
The Big Four mampu mencegah dan mengurangi manajemen laba.
Salah satu alasan yang mendorong perusahaan melakukan
manajemen laba adalah untuk memperkecil jumlah pendapatan
kena pajak perusahaan.
f. Menguji signifikansi variabel return on asset
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa variabel return on
asset memiliki t hitung sebesar 3.601 > t tabel sebesar 2.03
dimana nilai probabilitas (p-value) 0.001 < 0.05 yang berarti
97
return on assets secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap tax avoidance dan diketahui memiliki arah yang negatif.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Rinaldi (2015) dan Bily (2016) yang menyatakan return on
asset memiliki pengaruh signifikan terhadap tax avoidance. Fitri
dan Tridahus (2015) dalam penelitiannya menyatakan laba
merupakan faktor terpenting dalam penentuan besaran pembayaran
tarif pajak. Semakin tinggi nilai dari laba bersih perusahaan dan
semakin tinggi profitabilitasnya sehingga perusahaan yang
memiliki profitabilitas tinggi memiliki kesempatan untuk
memposisikan diri dalam tax planning yang mengurangi jumlah
beban kewajiban perpajakan.
3. Hasil Uji Statistik F
Hasil statistik f pada dasarnya menunjukkan apakah semua
variabel independen yang dimasukkan ke dalam model mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Uji f bisa
dijelaskan dengan menggunakan analysis of varian atau ANOVA
Tabel 4.11
Hasil Pengujian Uji F
ANOVAa
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression .032 6 .005 5.046 .001b
Residual .034 33 .001
Total .066 39
a. Dependent Variable: CETR
b. Predictors: (Constant), ROA, KI, KUAL, DKI, KOM, DK
98
Berdasarkan uji f diketahui nilai f hitung sebesar 5.046 dan f tabel
sebesar 2.3893 dengan tingkat signifikansi 0.001. Karena nilai
signifikaninya lebih kecil dari 0.05 dan f hitung lebih besar dari f tabel
(5.046 > 2.3893) maka dapat disimpulkan secara simultan seluruh variabel
independen yaitu kepemilikan institusional, dewan komisaris, jumlah
dewan komisaris, komite audit, kualitas audit dan return on asset
berpengaruh secara nyata terhadap variabel dependen (CETR).
99
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh good
corporate governance berdasarkan persentase kepemilikan institusional, dewan
komisaris, dewan komisaris independen, komite audit, kualitas audit, dan
profitabilitas yang diproksikan dengan return on asset pada perbankan syariah di
Indonesia periode 2011-2015. Berdasarkan pengujian data yang telah dilakukan
dapat disimpulkan bahwa:
1. Kepemilikan institusional tidak terbukti secara signifikan memiliki
pengaruh positif terhadap tax avoidance perbankan syariah di Indonesia.
2. Dewan komisaris terbukti secara signifikan memiliki pengaruh positif
terhadap tax avoidance perbankan syariah di Indonesia.
3. Dewan komisaris independen tidak terbukti secara signifikan memiliki
pengaruh positif terhadap tax avoidance perbankan syariah di Indonesia.
4. Komite audit terbukti secara signifikan memiliki pengaruh negatif
terhadap tax avoidance perbankan syariah di Indonesia.
5. Kualitas audit terbukti secara signifikan memiliki pengaruh positif
terhadap tax avoidance perbanakn syariah di Indonesia.
6. Profitabilitas yang diproksikan dengan return on asset terbukti secara
signifikan memiliki pengaruh negatif terhadap tax avoidance perbankan
syariah di Indonesia.
99
100
7. Variabel kepemilikan institusional, dewan komisaris, dewan komisaris
independen, komite audit, kualitas audit, dan return on asset secara
simultan terbukti berpengaruh terhadap tax avoidance perbankan syariah
di Indonesia.
B. Saran
1. Bagi investor, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam
memahami praktik tax avoidance suatu perusahaan agar investor lebih
bijaksana dalam menentukan pilihan investasinya.
2. Bagi pemerintah, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi
pertimbangan pemerintah dalam menetapkan peraturan perpajakan agar
meminimalisir praktik tax avoidance yang dilakukan oleh perusahaan.
3. Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan dapat mempertimbangkan
menggunakan objek lain selain perbankan syariah di Indonesia, misalnya
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia atau perbankan
konvensional. Selain itu penelitian selanjutnya dapat menambahkan
variabel lain yang mempengaruhi tax avoidance di samping variabel yang
digunakan dalam penelitian ini seperti leverage, size firm, dan akitivitas
corporate social responsibility. Penelitian selanjutnya juga diharapkan
dapat menggunakan pengukuran lain dalam mencari tindakan tax
avoidance, misalnya pengukuran menggunakan book tax differences dan
discreationary permanent.
101
DAFTAR PUSTAKA
Supramono. Perpajakan Indonesia Mekanisme dan Perhitungan. Yogyakarta:
Andi Offset, 2003.
Nurmantu, Safri. Pengantar Perpajakan Edisi 2. Jakarta: Granit, 2003.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2007, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
Mardiasmo. Perpajakan Edisi Revisi, Yogyakarta : Andi Offset, 2003.
Tangkilisan, Hasel Nogi S. Mengelola Kredit Berbasis Good Corporate
Governance. Yogyakarta : Bandung, 2003.
Tunggal, Iman Sjahputra., Amin Widjaja Tunggal. Membangun Good Corporate
Governance (GCG), Jakarta : Harvarindo, 2002.
Fuady, Munir. Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, Bandung : CV.
Utomo, 2005.
Darmawi, Herman. Manajemen Perbankan, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2012.
Muhammad. Manajemen Dana Bank Syariah, Yogyakarta: Ekonisia, 2004.
Martono, D. Agus Harjito. Manajemen Keuangan Perusahaan, Edisi Pertama,
Cetakan Kelima. Yogyakarta: Ekonisia, 2005.
Rivai, Veihitzal., Arviyan Arifin. Islamic Banking Sebuah Teori, Konsep, dan
Aplikasi, Jakarta : PT Bumi Aksara, 2010.
Rochaety, Ety dkk. Metodologi penelitian dengan apikasi SPSS. Jakarta : Mitra
Wacana Media, 2009.
Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2009.
102
Setyowati, Desy. Terendah Sejak 1990, Realisasi Pajak 2015 Cuma 81.5%.
http://katadata.co.id/berita/2016/01/04/paling-rendah-realisasi-pajak-
2015-cuma-815-persen. 2016.
Woyla, Afrizal. Persentase Pajak dalam Porsi APBN,
https://afrizalwszaini.wordpress.com/2011/05/28/persentase-pajak-dalam-
porsi-apbn/. 2011.
Arisna, Puput., Eddy Gunawan. “Pengaruh Tarif Cukai Tembakau dan Pesan
Bergambar Bahaya Rokok terhadap Konsumsi Rokok di Banda Aceh”.
Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik. Vol.3, No.2, 2016.
Ajie, Rahmat. Pengaruh Karakter Eksekutif, Kepemilikan Keluarga,
Profitabilitas dan Corporate Governance terhadap Penghindaran Pajak
di Indonesia (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI
Tahun 2010-2014). Skripsi SI Program Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. 2015.
Adriyanto, Hermawan Noor. Pengaruh Return on Assets, Leverage, Corporate
Governance, dan SSales Growth terhadap Tax Efficience pada
Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2009-2012). Skripsi
SI Program Sarjana Ekonomi Universitas Negeri Semarang. 2015.
Damayanti, Fitri., Tridahus Susanto. Pengaruh Komite Audit, Kualitas Audit,
Kepemilikan Institusional, Risiko Perusahaan dan Return on Assets
Terhadap tax Avoidance. Jurnal Bisnis dan Manajemen Vol. 5, No.2,
2015.
Ifanda, Bily Al. Analisis Pengaruh Profitabilitas, Leverage, dan Kompensasi
Rugi Fiskal terhadap Tax Avoidance (Studi Empiris Pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar Di BEI Tahun 2011-2014). Skripsi SI
Program Sarjana Ekonomi Universitas Lampung. 2016.
Rinaldy., Charoline Cheisviyanny. Pengaruh Profitabilitas, Ukuran perusahaan,
dan Kompensasi Rugi Fiskal Terhadap Tax Avoidance (Studi Empiris
pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2010-2013),
Seminar Nasional Ekonomi Manajemen dan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Padang. 2015.
103
P. Tampubolon, Manahan. Manajemen Keuangan (Finance Management). Bogor
: Ghalia Indonesia, 2005.
Muhammad. Metodologi Penelitian Ekonomi Islam. Jakarta : Rajawali Press,
2008.
Hamid, Abdul. Buku Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta: FEB UIN Jakarta,
2010.
Suliyanto. Ekonometrika Terapan : Teori dan aplikasi dengan SPSS. Yogyakarta
: CV Andi OFFSET, 2011.
Santoso, Singgih. Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta : PT. Elex Media
Komputindo, 2000.
Agung Nugroho, Bhuono. Strategi Jitu Memilih Metode Statistika Penelitian
dengan Menggunakan SPSS. Yogyakarta : CV. Andi Offsser, 2005.
Teoh, S.H., Wong T.J. “Perceived Auditor Quality and The Earnings
Responses Coefficient”. Journal Accounting Review. Vol.66, No. 2, 1993.
Surya, Indra., Ivan Yustiavanda. “Penerapan Good Corporate Governance
(Mengesampingkan Hak-Hak Istimewa demi Kelangsungan Usaha)”.
Jakarta: Kencana, 2008.
Kurniawati, Lita dkk.“Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Kebijakan
Dividen dan Harga Saham”. (Jurnal Manajemen, Vol.15, No.1), Program
Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas MA Chung. 2015.
PBI Nomor 11/33/PBI/2009 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance
Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Widagdo, Dominikus Oktavianto Kresno. “Pengaruh Good Corporate
Governance terhadap Kinerja Perusahaan”. Diponegoro Journal of
Accounting, Volume 3, Semarang: 2004.
Sudarmayanti. “ Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) dan Good
Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan yang Baik)”. Bandung:
CV Mandar Maju, bagian ketiga, 2007.
104
Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). Pedoman Umum Good
Corporate Governance. Jakarta: KNKG, 2006.
Pramono, Nindyo. Bunga Rampai Hukum Bisnis Aktual. Bandung : Citra Aditya
Bakti, 2006.
Prasiwi, Wahyu Kristantina. “Pengaruh Penghindaran Pajak Terhadap Nilai
Perusahaan : Transparansi Informasi Sebagai Variabel Pemoderasi”,
Skripsi SI Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro. 2015.
www.bnisyariah.co.id
www.megasyariah.co.id
www.bankmuamalat.co.id
www.syariahmandiri.co.id
www.bcasyariah.co.id
www.brisyariah.co.id
www.syariahbukopin.co.id
www.paninbanksyariah.co.id
www.bi.go.id
105
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Daftar Nama Bank Umum Syariah di Indonesia
No Nama Bank Syariah Kode Bank
1 BNI Syariah BNIS
2 Bank Mega Syariah BMS
3 Bank Muamalat Indonesia BMI
4 Bank Syariah Mandiri BSM
5 BCA Syariah BCAS
6 BRI Syariah BRIS
7 Bank Syariah Bukopin BSK
8 Bank Panin Syariah BPS
Lampiran 2 : Data Kepemilikan Institusional Bank Umum Syariah di Indonesia
Kepemilikan Institusional
No Bank 2011 2012 2013 2014 2015
1 BNI Syariah 100 100 100 100 100
2 Bank Mega Syariah 100 100 100 100 100
3 Bank Muamalat Indonesia 85.99 84.56 88.81 88.81 89.85
4 Bank Syariah Mandiri 100 100 100 100 100
5 BCA Syariah 100 100 100 100 100
6 BRI Syariah 100 100 100 100 100
7 Bank Panin Syariah 99.99 99.99 99.99 86.82 91.36
8 Bank Syariah Bukopin 97.34 97.34 92.25 98.47 98.73
Lampiran 3 : Data Dewan Komisaris Bank Umum Syariah di Indonesia
Dewan Komisaris
No Bank 2011 2012 2013 2014 2015
1 BNI Syariah 3 3 3 3 3
2 Bank Mega Syariah 3 3 3 3 3
3 Bank Muamalat Indonesia 6 6 6 6 6
4 Bank Syariah Mandiri 5 5 5 5 5
5 BCA Syariah 3 3 3 3 3
6 BRI Syariah 4 5 5 5 5
7 Bank Panin Syariah 3 3 3 3 3
8 Bank Syariah Bukopin 3 3 3 3 4
106
Lampiran 4 : Data Dewan Komisaris Independen Bank Umum Syariah di
Indonesia
Dewan Komisaris Independen
No Bank 2011 2012 2013 2014 2015
1 BNI Syariah 66.67 66.67 66.67 66.67 100
2 Bank Mega Syariah 100 100 100 100 100
3 Bank Muamalat Indonesia 50 50 50 50 100
4 Bank Syariah Mandiri 60 60 60 60 60
5 BCA Syariah 66.67 66.67 66.67 66.67 66.67
6 BRI Syariah 75 60 60 80 60
7 Bank Panin Syariah 66.67 66.67 66.67 66.67 66.67
8 Bank Syariah Bukopin 66.67 66.67 66.67 66.67 75
Lampiran 5 : Data Komite Audit Bank Umum Syariah di Indonesia
Komite Audit
No Bank 2011 2012 2013 2014 2015
1 BNI Syariah 3 4 4 5 5
2 Bank Mega Syariah 3 3 3 3 3
3 Bank Muamalat Indonesia 3 3 3 3 4
4 Bank Syariah Mandiri 4 4 5 5 7
5 BCA Syariah 3 3 3 4 4
6 BRI Syariah 4 5 4 4 7
7 Bank Panin Syariah 3 3 3 3 3
8 Bank Syariah Bukopin 3 2 2 2 3
Lampiran 6 : Data Kualitas Audit Bank Umum Syariah di Indonesia
Kualitas Audit
No Bank 2011 2012 2013 2014 2015
1 BNI Syariah 1 1 1 1 1
2 Bank Mega Syariah 0 0 0 0 0
3 Bank Muamalat Indonesia 1 1 1 1 0
4 Bank Syariah Mandiri 1 1 1 1 1
5 BCA Syariah 0 0 0 0 0
6 BRI Syariah 1 1 1 1 1
7 Bank Panin Syariah 1 1 1 1 1
8 Bank Syariah Bukopin 0 0 0 0 0
107
Lampiran 7 : Data Return on Asset Bank Umum Syariah di Indonesia
Return on Asset
No Bank 2011 2012 2013 2014 2015
1 BNI Syariah 1.29 1.48 1.37 1.27 1.43
2 Bank Mega Syariah 1.58 3.81 2.33 0.29 0.3
3 Bank Muamalat Indonesia 1.52 1.54 1.37 0.17 0.2
4 Bank Syariah Mandiri 1.95 2.25 1.53 0.17 0.56
5 BCA Syariah 0.99 0.8 1 0.8 1
6 BRI Syariah 0.2 1.19 1.15 0.08 0.76
7 Bank Panin Syariah 1.75 3.29 1.03 1.99 1.14
8 Bank Syariah Bukopin 0.52 0.55 0.69 0.27 0.79
Lampiran 8 : Data Tax Avoidance (CETR) Bank Umum Syariah di Indonesia
Tax Avoidance (CETR)
No Bank 2011 2012 2013 2014 2015
1 BNI Syariah 0.2566 0.2603 0.246 0.2584 0.2575
2 Bank Mega Syariah 0.2524 0.2507 0.2513 0.254 0.2692
3 Bank Muamalat Indonesia 0.2638 0.2538 0.272 0.4051 0.316
4 Bank Syariah Mandiri 0.2632 0.2656 0.2632 0.3462 0.226
5 BCA Syariah 0.2433 0.2372 0.2422 0.256 0.2765
6 BRI Syariah 0.3022 0.262 0.2956 0.4025 0.2746
7 Bank Panin Syariah 0.256 0.2517 0.2685 0.259 0.2891
8 Bank Syariah Bukopin 0.1873 0.2898 0.2825 0.3217 0.317
Lampiran 9 : Hasil Pengujian Statistik Deskriptif
108
Lampiran 10 : Hasil Pengujian Asumsi Klasik dan Regresi Berganda
109
110