pengaruh implementasi kebijakan pemerintah tentang
TRANSCRIPT
1
Pengaruh Implementasi Kebijakan Pemerintah Tentang Perlindungan Anak
Terhadap Efektivitas Penanganan Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Di Dinas Sosial Kota Bandung
Oleh:
Anita Yurnalia
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Implementasi Kebijakan
pemerintah Tentang Perlindungan Anak Terhadap Efektivitas penanganan Anak Korban
kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Dinas Sosial Kota Bandung.
Penelitian ini menggunakan metode eksplanatori, yaitu metode yang mencoba
menghubungkan dan menguji dua variabel penelitian. Penelitian ini menggunakan teknik
analisis kuantitatif melalui analisis jalur (path analysis). Pengumpulan data dilakukan
melalui penyebaran kuesioner, studi kepustakaan, observasi, dan wawancara.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa baik secara parsial maupun
simultas terdapat pengaruh implementasi kebijakan pemerintah yang positif dan
potensial terhadap efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga di
Dinas Sosial Kota Bandung.
Kata Kunci: Pengaruh, Implementasi Kebijakan, Efektivitas, Perlindungan Anak,
This research is aimed to know the influence of governmental policy
implementation on the Children Protection towards the effectivity of Children Handling
of Domestic Violence Victims in Department of Social Bandung City.
This research used explanatory method that is to correlate and examine two
variables. This research used quantitative technique through path analysis. The data
coolection was used by quetionares, library research, observation, and interview.
The result of hiphotesis examination showed that both partially and
simultaneously there were positive and potential influence of governmental policy
implementation on the Children Protection towards the effectivity of Children Handling
of Domestic Violence Victims in Department of Social Bandung City.
Key Words: Influence, Policy Implementation, Effektivity, Children Protection.
I. PENDAHULUAN
Kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga akhir- akhir ini semakin banyak
diberitakan baik itu di media cetak atau media elektronik. Kasus kekerasan yang dialami
oleh anak dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan keluarga dengan si anak seperti
ayah, ibu atau anggota keluarga lain yang tinggal serumah dengan anak. Tindakan
kekerasan dalam rumah tangga khususnya tindakan kekerasan yang menimpa anak- anak
sampai saat ini belum bisa diketahui secara pasti berapa jumlahnya, hal ini dikarenakan
banyak dari anak-anak korban tindakan kekerasan ataupun anggota keluarga yang lain
tidak melaporkan tindakan kekerasan yang dialaminya.
Berbagai alasan menyebabkan anak atau anggota keluarga yang lain tidak
melaporkan tindakan kekerasan yang dialaminya, diantaranya dikarenakan kekerasan
dalam keluarga yang menimpa anak atau anggota keluarga yang lain dianggap sebagai
hak privasi keluarga tersebut. Kekerasan dalam keluarga juga dianggap sebagai aib
keluarga sehingga anggota keluarga yang lain tidak berani melaporkan tindakan
kekerasan yang terjadi.
Meningkatnya kekerasan terhadap anak yang pelakunya adalah orang-orang
terdekat memerlukan penanganan yang secepatnya, karena orang- orang terdekat atau
keluarga akan sangat dominan dalam pembentukan kepribadian anak. Karena itu peranan
pemerintah sangat diharapkan dalam menciptakan peraturan atau perundang-undangan
yang berkaitan dengan penanganan dan penanggulangan kasus kekerasan terhadap anak
dalam rumah tangga ini.
Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Bab IV Pasal 21
sampai dengan 24 menyatakan tentang kewajiban dan tanggungjawab negara dan
pemerintah dalam perlindungan anak sebagai berikut:
1. Negara dan pemerintah berkewajiban dan betanggungjawab menghormati hak asasi
setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik,
budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan
atau mental.
2. Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggungjawab memberikan dukungan
saranan dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak.
3. Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan
anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali atau orang lain yang
secara hukum bertanggungjawab terhadap anak.
4. Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak.
5. Negara dan pemerintah menjamin anak untuk menggunakan haknya dalam
menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.
Penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga berdasarkan UU No. 23
Tahun 2002 bertujuan untuk memberikan perlindungan anak sehingga dapat menjamin
terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapatkan
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak yang berkualitas.
Dalam konteks Pemerintah Kota Bandung, UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak diimplementasikan ke dalam Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2007.
Ini merupakan salah satu kebijakan teknis bidang sosial yang dilaksanakan oleh Dinas
Sosial Kota Bandung. Pasal 2 Peraturan Daerah No, 8 Tahun 2007 menjelaskan bahwa
penyelenggaraan penanganan kesejahteraan sosial meliputi; anak terlantar, anak yatim
dan yatim piatu, anak yang menjadi korban tindak kekerasan, pengemis, gelandangan,
pemulung, wanita tuna susila, bekas narapidana, penyandang cacat, dan sebagainya.
Dengan demikian secara hukum tidak diragukan lagi peranan pemerintah dalam
mewujudkan kesejahteraan sosial, termasuk penanganan anak korban kekerasan dalam
rumah tangga, tinggal bagaimana para pelaku di bidang ini mewujudkannya dalam
masyarakat secara konkrit.
Lebih lanjut peran masyarakat dalam usaha penanganan kesejahteraan sosial
diperkuat oleh Undang-Undang No. 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
kesejahteraan Sosial. Pasal 8 UU No. 6 tahun 1974 menyatakan bahwa masyarakat
mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk mengadakan usaha kesejahteraan sosial
dengan mengindahkan kebijaksanaan dan ketentuan-ketentuan sebagaimana ditetapkan
dengan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian usaha kesejahteraan sosial
dilaksanakan oleh seluruh pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama.
Karena itu penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak dapat
ditemui di hampir semua kota di Indonesia, termasuk di Kota Bandung. Dinas Sosial
Kota Bandung mempunyai fokus terhadap perlindungan, penyembuhan serta
pemberdayaan peran serta masyarakat guna memberikan dukungan terhadap korban
tindakan kekerasan.
Berdasarkan pengamatan awal peneliti bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Daerah Kota Bandung terutama Dinas Sosial Kota Bandung adalah
menunjukkan:
1. Belum optimalnya informasi kepada para pihak yang berkepentingan tentang
penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga.
2. Sarana dan prasaranan dalam melaksanakan kebijakan belum dipersiapkan
secara menyeluruh.
3. Belum banyaknya tenaga ahli yang mendukung penanganan anak korban
kekerasan dalam rumah tangga.
Berdasarkan gambaran tersebut di atas peneliti berasumsi bahwa upaya-upaya
yang dilakukan Dinas Sosial Kota Bandung belum optimal, sehingga tujuan dari
kebijakan belum dapat terwujud sesuai dengan harapan dan hal tersebut dapat
menyebabkan kurang lancarnya penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Di dalam penelitian ini, peneliti mencoba untuk mengananalisis permasalahan
tersebut dengan menghubungkan salah satu variabel pengaruh yaitu pelaksanaan
(implementasi) kebijakan Pemerintah Daerah Kota bandung yang dilakukan melalui
Dinas Sosial Kota Bandung tentang perlindungan anak di Kota Bandung. Aspek
kebijakan merupakan serangkaian keputusan yang dapat digunakan sebagai landasan
dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kota
Bandung.
1.1. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang penelitian, maka rumusan masalah penelitian ini
adalah: Seberapa besar pengaruh implementasi kebijakan pemerintah tentang
perlindungan anak terhadap efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah
tangga di Dinas Sosial Kota Bandung.
1.2. Maksud dan Tujuan Penelitian
1.2.1. Maksud Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka maksud penelitian
yang akan dicapai adalah untuk menganalisis bagaimana implementasi kebijakan
pemerintah tentang perlindungan anak terhadap efektivitas penanganan anak korban
kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung.
1.2.2. Tujuan Penelitian
Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh implementasi
kebijakan pemerintah tentang perlindungan anak terhadap efektivitas penanganan anak
korban kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung.
II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1. Implementasi Kebijakan
Lester dan Stewart Jr (2000; 104) menyatakan bahwa implementasi merupakan
suatu proses sekaligus hasil (output). Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat
diukur atau dilihat dari proses pencapain tujuan hasil akhir (output) yaitu tercapainya
atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Penegasan lebih lanjut tentang ukuran
keberhasilan implementasi kebijakan dikemukakan oleh Grindle (1980; 19) bahwa
pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya dengan
mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan
yakni melihat pada action program dari individual project dan yang kedua apakah
program tersebut tercapai.
Berpijak pada uraian-uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa implementasi
kebijakan mempunyai syarat-syarat yang meliputi:
1. Adanya tujuan atau sasaran kebijakan.
2. Adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian dan tujuan.
3. Adanya pelaksana kegiatan.
4. Adanya landasan dalam bentuk normatif atau bentuk keputusan kebijakan.
5. Adanya hasil kegiatan.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi
kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis dalam upaya mewujudkan keputusan
kebijakan yang telah ditetapkan, dimana pelaksana kebijakan melaksanakan aktivitas
atau kegiatan sehingga pada akhirnya akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan
atau sasaran kebijakan itu sendiri.
Berkaitan dengan keberhasilan implementasi kebijakan, menurut Edward III
terdapat empat faktor kritis dalam implementasi kebijakan publik, yaitu: komunikasi,
sumber daya, sikap/kecenderungan, dan struktur birokrasi, sebagaimana yang dinyatakan
dalam Edwards III (1980:10) yang menyebutkan “… four critical factors or variables in
implementing public policy: communication, resources, dispositions or attitudes, and
bureaucratic structure.”
Adapun penjelasan hubungan antar faktor-faktor yang menentukan implementasi
kebijakan tersebut, diterangkan di bawah ini.
1. Komunikasi (communication)
Dalam proses komunikasi kebijakan, Edward III (1980: 37) menyebutkan bahwa
transmisi, konsistensi dan kejelasan, memberikan pengaruh terhadap implementasi
kebijakan. Para penerima informasi (target audience) baik sebagai pengirim (sender)
maupun penerima (receiver) perlu mengetahui apa yang harus dilakukan terhadap
kebijakan.
2. Sumberdaya (resources)
Faktor kedua yang mempengaruhi implementasi kebijakan adalah sumberdaya.
Edward III (1980 : 87) menyebutkan bahwa walaupun ketiga faktor dalam dalam proses
komunikasi terpenuhi, namun tanpa dukungan sumberdaya (manusia dan fasilitas) yang
handal dan memadai, implementasi kebijakan tidak akan efektif.
Sumberdaya kebijakan yang secara garis besar terdiri dari sumberdaya manusia yakni
sumberdaya komunikator (dalam hal ini aparatur pemerintah) dan sumberdaya produksi
dan distribusi; di samping sumberdaya alam baik berupa potensi alam, ketersediaan
waktu, ketersediaan tempat, serta sumberdaya buatan yang terdiri dari ketersediaan
sumberdana yang stabil, serta fasilitas - fasilitas berupa sarana dan prasarana
implementasi.
3. Disposisi atau Sikap dan Perilaku terhadap Kebijakan (Disposition)
Ketanggapan yang dimanifestasikan sebagai sikap dan perilaku sumberdaya manusia
aparatur implementasi kebijakan sebagai implementator kebijakan dan sumberdaya
optimalisasi hasil implementasi kebijakan bersangkutan, serta dampaknya dalam
pelayanan sebagai konsumen (obyek) atas implementasi kebijakan. Edward III (1980 :
90) menelaah faktor disposisi ini ke dalam tiga dimensi: (1) Pengaruh Disposisi (Effects
of Dispositions) yaitu kepentingan implementator secara pribadi dan atau organisasional
yang ditujukkan oleh sikapnya terhadap kebijakan pada kenyataannya sangat besar
pengaruhnya pada implementasi kebijakan yang efektif, (2) Penataan Staf Birokrasi
(Staffing the Bereaucratic), dan (3) Insentif (Incentives) merupakan salah satu faktor
pembangkit motivasi staf implementator pada setiap tingkatan perlu diperhatikan dan
dipenuhi. (Edward III, 1980 : 93-94).
4. Struktur Birokrasi (bureaucracy structure)
Struktur kelembagaan birokrasi pemerintahan di pusat dan di daerah sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi kebijakan pemerintahan. Prosedur
Operasional Baku (SOP) dan fragmentasi struktur birokrasi ini dapat menjadi
penghambat implementasi dalam bentuk pemborosan sumberdaya, perintangan
koordinasi, pengacauan yurisdiksi implementator lapis bawah, serta pembangkitan
tindakan - tindakan yang tidak dikehendaki sehingga harus mendapatkan tambahan
atensi (Edward III, 1980 : 127).
Berpijak pada keseluruhan paparan menurut Edward III di atas, implementasi
kebijakan dapat terlaksana dengan baik jika keempat faktor kritis (komunikasi, sumber
daya, disposisi dan struktur birokrasi) dapat bekerja dengan baik, karena tidak mungkin
setiap faktor berdiri sendiri, melainkan akan bekerja bersama-sama dan satu sama lain
saling mempengaruhi.
Kelemahan pada satu faktor, akan berpengaruh pada proses implementasi yang pada
akhirnya mempengaruhi kinerja implementasi itu sendiri. Kiranya dapat diartikan bahwa;
(i) komunikasi merupakan suatu bentuk kanalisasi penerapan kebijakan dan strategi
suatu kegiatan tertentu kepada implementator kebijakan, (ii) sumber daya menceminkan
adanya suatu sarana-prasarana pendukung utama implementasi kebijakan, misalnya;
aparatur, infrastruktur, dana, keterampilan dan sebagainya, (iii) disposisi mencerminkan
arus deliveri bagaimana kebijakan itu harus diimplementasikan melalui agregasi
kemampuan sumber daya, sedangkan (iv) struktur birokrasi mencerminkan adanya
keharusan bahwa berjalannya implementasi kebijakan itu melalui lini organisasi dan
struktur birokrasi.
2.1.2. Efektivitas
Setiap organisasi memiliki tujuan yang akan dicapai melalui kegiatan atau pekerjaan
orang-orang yang terlibat di dalamnya. Menurut Handoko (1997; 7) dalam bukunya
“Manajemen”, dikatakan bahwa untuk mengukur prestasi kerja manajemen adalah
efisiensi dan efektivitas.
Sedarmayanti (1995; 61) menyatakan sebagai berikut:
“Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa
jauh target dapat tercapai. Pengertian efektivitas ini lebih berorientasi pada
keluaran sedangkan masalah penggunaan masukan (efisiensi) kurang menjadi
perhatian utama. Karena itu walaupun terjadi peningkatan efektivitas belum
tentu efisiensi meningkat”.
Pengertian efektiviytas dikemukakan oleh Gibson et.al. yang dikutip oleh Barnard
(1994; 27), sebagai berikut:
“Efektivitas adalah pencapaian sasaran yang telah disepakati sebagai usaha bersama.
Tingkat pencapaian sasaran itu menunjukkan tingkat efektivitas”.
Pengertian efektivitas menurut Hidayat (1998; 7) adalah sebagai berikut:
“Efektivitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
(waktu, kuantitas, dan kualitas) yang telah dicapai. Semakin besar target yang
dicapai, maka semakin tinggi tingkat efektivitas”.
Sedangkan efektivitas di dalam pekerjaan pemerintahan menurut Handayaningrat
(1996; 16) adalah sebagai berikut:
“Efektivitas di dalam suatu tujuan atau sasaran yang telah dicapai sesuai
dengan rencana adalah efektif, tetapi belum tentu efisien. Suatu pekerjaan
pemerintah sekalipun tidak efisien dalam arti input dan output, tetapi
tercapainya tujuan adalah efektif sebab mempunyai efektivitas atau pengaruh
yang besar terhadap kepentingan masyarakat banyak baik politik, ekonomi,
social, dan sebagainya”.
Efektivitas secara sederhana diartikan sebagai penyelesain pekerjaan yang
dilaksanakan tepat waktu yang telah ditentukan. Dalam kaitan dengan organisasi,
Robbins dalam Sumartinie (2004; 40) mengemukakan bahwa:
“Efektivitas adalah tingkat kemempuan organisasi untuk mewujudkan tujuan-
tujuannya. Karena itu efektivitas dapat dinilai melalui ketepatan waktu
penylesaian suatu pekerjaan dan kualitas pekerjaan”.
Berdasarkan pengertian tersebut, efektivitas kerja merupakan suatu keberhasilan
organisasi yang dijalankan oleh pimpinan dalam menyelsaikan pekerjaan sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu efektivitas kerja merupakan pengukuran dalam
arti sejauhmana organisasi melksanakan tugas sesuai sasarannya dengan melihat jumlah
kualitas dari jasa yang telah dihasilkan berdasarkan target yang telah ditentukan.
Penyelesaian kerja tepat pada waktunya merupakan suatu hal yang penting, sebab
tujuan organisasi tidak akan tercapai apabila tidak ditunjang oleh pelaksanaan pekerjaan
yang efektif. Steers dalam Jamin (1985; 45) menyatakan bahwa efektivitas dapat dilihat
dari tiga aspek utama yaitu ketepatan waktu, ketepatan kuantitas, dan ketepatan kualitas.
2.2. Kerangka Pemikiran
Fokus utama penelitian ini adalah persoalan yang erat kaitannya dengan
implementasi kebijakan. Anderson (1978; 25) mengemukakan bahwa ”policy
implementation is the application of the policy by the government’s administrative
machinery to the problem”.
Grindle (1980; 6) mengemukakan bahwa ”implementation is a general process of
administration action that can be investigated at specific program level”.
Kemudian Marshall dalam Edi Suharto (2005; 10) mendefinisikan kebijakan
pemerintah merupakan kebijakan dan upaya pemerintah yang berkaitan dengan tindakan-
tindakan yang memiliki dampak langsung terhadap kesejahteraan sosial warga negara
melalui penyediaan pelayanan sosial”.
Birokrasi pemerintahan menginterpretasikan kebijakan pemerintah tersebut
menjadi suatu program. Jadi program dipandang sebagai ”kebijakan birokrasi karena
dirumuskan oleh birokrasi”. Program lebih bersifat operasional dan khusus, dari suatu
rencana umum pemerintah dengan tujuan dan saranan yang lebih terperinci dan jelas
(Wahab, 1991; 17).
Program merupakan rencana yang bersifat komprehensif yang sudah
menggambarkan sumberdaya yang akan digunakan dan terpadu dalam suatu kesatuan.
Program tersebut menggambarkan sasaran, kebijakan, prosedur, metode, standar dan
pengeluaran. Semua itu diperlukan dalam rangka untuk mempermudah proses
pengendalian serta pembuatan alokasi sumberdaya yang baik.
Lebih lanjut keberhasilan implementasi kebijakan pemerintah dapat diukur atau
dilihat dari proses pencapaian tujuan hasil akhir (output) yaitu tercapai atau tidaknya
tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Dalam mengukur kinerja implementasi kebijakan
menurut Edward III (1980; 10) terdapat empat faktor dalam implementasi kebijakan:
”four critical facors or variables in implementing public policy: communication,
resources, disposition or attitudes, and bureaucratic structure”.
Untuk lebih memperjelas dari masing-masing faktor tersebut dapat dinyatakan
sebagai berikut:
1. Komunikasi (communication).
Komunikasi memegang peranan penting sebagai acuan pelaksana kebijakan untuk
mengetahui apa yang mereka kerjakan. Artinya, komunikasi dinyatakan dengan
perintah dari atasan terhadap pelaksana-pelaksana kebijakan sehingga penerapannya
tidak ke luar dari sasaran yang dikehendaki. Dimensi komunkasi meliputi tiga aspek
penting yaitu transmisi (transmission), kejelasan (clarity) dan konsistensi
(consistency).
2. Sumberdaya (resources).
Untuk dapat mengimplentasi kebijakan secara efektif dibutuhkan sumber daya yang
tidak hanya mencakup jumlah sumber dayamanusia semata melainkan juga
mencakup kemampuan sumber daya yang mendukung pelaksana kebijakan tersebut.
Sumber daya yang penting meliputi; staf dengan jumlah yang sesuai dengan keahlian
yang memadai, informasi harus relevan mengenai bagaimana mengimplementasikan
kebijakan sosial, kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan,
dan fasilitas-fasilitas fisik atau sarana dan prasarana merupakan faktor penting untuk
melaksanakan tugas.
3. Sikap Pelaksana (disposition)
Agar implementasi dapat berjalan secara efektif, tidak hanya pelaksana
(implementor) perlu mengetahui apa yang harus mereka lakukan, tetapi mereka juga
harus memiliki kemampuan dan kemauan untuk menerapkan kebijakan tersebut.
4. Struktur Birokrasi (bureaucratic structure)
Struktur yang tepat dapat memberikan dukungan yang kuat terhadap implementasi
kebijakan supaya pelaksanaannya lancar. Dimensi ini meliputi SOP (Standard
Operating procedure) dan fragmentasi.
Menurut peneliti, keempat faktor di atas akan sangat menentukan terhadap
keberhasilan implementasi kebijakan pemerintah daerah kepada masyarakat (public),
karena dapat dikatakan bahwa semua kebijakan yang dibuat dan diimplementasikan oleh
pemerintah daerah adalah untuk tujuan mengatur, mengurus, melayani semua
kepentingan masyarakat. Salah satu implementasi pemerintah dalam menjalanlan fungsi
pelayanannya kepada masyarakat adalah tentang penanganan anak korban kekerasan
dalam rumah tangga.
Lebih lanjut mengenai hubungan implementasi kebijakan pemerintah dengan
efektivitas, Gibson et.al. dalam Barnard (1994; 27) menyatakan bahwa efektivitas adalah
pencapaian sasaran yang telah disepakati sebagai usaha bersama. Tingkat pencapaian
sasaran itu menunjukkan tingkat efektivitas.
Penyelesaian kerja tepat pada waktunya merupakan suatu hal yang penting,
sebab tujuan organisasi tidak akan tercapai apabila tidak ditunjang oleh pelaksanaan
pekerjaan yang efektif. Steers dalam Jamin (1985; 45) menyatakan bahwa efektivitas
kerja dapat dilihat dari tiga aspek utama yaitu (1) Ketepatan Waktu, (2) Ketepatan
Kuantitas, dan (3) Ketepatan Kualitas.
Berdasarkan teori, konsep dan definisi di atas peneliti berasumsi bahwa
efektivitas kerja menjadi salah satu syarat yang harus diperhatikan oleh organisasi atau
lembaga pemerintahan. Hal itu dikarenakan tercapainya efektivitas kerja akan terlihat
dari adanya peningkatan kualitas, kuantitas, dan ketepatan waktu di dalam melaksanakan
kegiatan pemerintahan.
Berdasarkan keseluruhan paparan di atas maka peneliti mengajukan kerangka
penelitian ini sebagai berikut:
Gambar 2: Kerangka Pemikiran
Efektivitas Penanganan Anak
Korban KDRT di Dinas
Sosial Kota Bandung (Y)
1. Ketepatan Waktu
2. Ketepatan Kuantitas
3. Ketepatan Kualitas
Implementasi Kebijakan
Pemerintah Tentang
Perlindungan Anak (X)
1. Komunikasi
2. Sumberdaya
3. Disposisi
4. Struktur Birokrasi
2.3. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, peneliti mengajukan hipotesis
penelitian sebagai berikut: Besarnya pengaruh implementasi kebijakan pemerintah
tentang perlindungan anak terhadap efektivitas penanganan anak korban kekerasan
dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung ditentukan oleh komunikasi, sumber
daya, disposisi, dan struktur birokrasi.
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini didesain menggunakan metode penelitian kuantitatif. Tipe
penelitian ini adalah kausalitas, yaitu akan menguji pengaruh implementasi kebijakan
pemerintah tentang perlindungan anak terhadap penanganan anak korban kekerasan
dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melalui
studi kepustakaan, studi lapangan melalui observasi, wawancara, serta penyebaran
angket (kuesioner).
Teknik analisis data dalam penelitian ini akan dilaksanakan dengan dua teknik,
yaitu teknik analisis kualitatif dan teknik analisis kuantitatif. Analisis kualitatif pada
dasarnya ingin menggambarkan hasil jawaban responden dengan membuat pembobotan
pada setiap alternatif jawaban yang kemudian ditabulasikan dalam bentuk tabel. Hasil
tabulasi tersebut akan digunakan dalam pengkategorian setiap dimensi dari hasil jawaban
responden dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Nilai indeks minimum adalah skor minimum dikali jumlah pertanyaan dikali jumlah
responden.
b. Nilai indeks maksimum adalah skor tertinggi dikali jumlah pertanyaan dikali jumlah
responden.
c. Interval adalah selisih antara nilai indeks maksimum dengan nilai indeks minimum.
d. Jarak interval adalah interval ini dibagi jumlah jenjang yang diinginkan.
Penentuan kategori dalam ukuran prosentase dilakukan dengan penghitungan
sebagai berikut:
* Skor minimum dalam persentase %100xMaksimumSkor
MinimumSkor
%100
5
1x
= 20%
* Skor maksimum dalam persentase %100xMaksimumSkor
MinimumSkor
%100
5
5x
= 100%
* Interval dalam persentase = Skor maksimum – Skor minimum
= 100% - 20%
= 80%
* Panjang interval dalam persentase %100xJenjang
Interval
= 16%
Kategori skor jawaban responden untuk masing-masing item penelitian adalah
sebagai berikut:
Interval Tingkat Intensitas Kriteria
20% - < 36% Sangat Rendah, Sangat Tidak Baik
36% - < 52% Rendah, Tidak Baik
52% - < 68% Cukup Tinggi, Cukup Baik
68% - < 84% Tinggi, Baik
84% - 100% Sangat Tinggi, Sangat Baik
5
%80
Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menguji hipotesis penelitian
dengan menggunakan uji statistic yang relevan. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah alat analisis jalur (Path Analysis). Analisis jalur digunakan untuk mengetahui
pengaruh faktor-faktor komunikasi, sumberdaya, sikap para pelaksana, dan factor
struktur birokrasi (X) terhadap Efektivitas Penanganan Anak Korban Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (Y). Dengan menggunakan teknik analisis tersebut diharapkan akan
diperoleh generalisasi yang bersifat terpadu.
Karena data yang diperoleh dari kuesioner merupakan data ordinal, maka data
tersebut diubah skala pengukurannya menjadi skala interval dengan menggunakan
method of successive interval. Adapun langkah-langkah untuk melakukan transformasi
data adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan jawaban responden, untuk setiap pernyataan, hitung frekuensi setiap
jawaban.
b. Berdasarkan frekuensi yang diperoleh, untuk setiap pernyataan, hitung proporsi
setiap jawaban.
c. Berdasarkan proporsi tersebut, untuk setiap pernyataan, hitung proporsi kumulatif
untuk setiap pilihan jawaban.
d. Untuk setiap pernyataan, tentukan nilai batas untuk Z pada setiap pilihan jawaban.
e. Hitung nilai numeric penskalaan untuk setiap pilihan jawaban melalui rumus sebagai
berikut:
LimitLowerBelowatAreaLimitUpperBelowatArea
LimitUpperatDensityLimitLoweratDensityValueScala
Keterangan:
Density at Lower Limit = Densitas Batas Bawah
Density at Upper Limit = Densitas Batas Atas
Area at Below Upper Limit = Daerah di Bawah Batas Atas
Area Below Lower Limit = Daerah di Bawah Batas Bawah
f. Hitung skor (nilai-hasil factor-faktor) untuk setiap pilihan jawaban dengan
persamaan berikut:
Score = Scale Value + [Scale value minimum] + 1
Setelah diperoleh data interval, uji hipotesis menggunakan analisis jalur. Untuk
menjawab hipotesis kerja yang diajukan penulis, dilihat dari koefisien jalur masing-
masing variable independennya (Xi terhadap Y). Jika koefisien jalur tidak nol (Pyxi
0), maka hipotesis kerja terbukti kebenarannya.
Langkah-langkah untuk melakukan analisis jalur adalah sebagai berikut:
a. Hitung matrik korelasi antar variabel penelitian
1
11
1
1
1
1
XkX
YXk
XkK
YX
YKk
YX r
r
r
r
r
rR
Dimana koefisien korelasi dihitung dengan menggunakan rumus:
7,6,5,4,3,2,1,
])(][)([ 2
1
2
1
2
1
2
1
111 i
YYnXXn
YXYXnr
ih
n
hih
n
hih
n
hih
n
h
h
n
hih
n
hhih
n
h
yxi
b. Hitung Matrik Invers Korelasi untuk variable penyebab.
Matrik Korelasi antar Variabel Penyebab Matrik Invers Korelasi Penyebab
1
11
...2
1
2
21
1
21
XkX
XkX
XkX
XX
KkX
XX r
r
r
r
r
rxkRxi
kk
k
k
kk
XkX
C
C
C
C
C
C
C
C
C
R
2
1
2
22
12
1
12
11
1
...1
c. Hitung Koefisien Jalur.
D 41xxr D 31xxr
D 21xxr
D 32xxr
D 42xxr
D 43xxr
D 1yxp
D 2yxp
D 3yxp
D 4yxp
YXk
YX
YX
XkXYXi
r
r
r
XRP
2
1
1
...1
d. Hitung R y(x1,x2, x3, x4) yang merupakan koefisien determinasi total X1, X2, X3,
X4 terhadap Y.
YXk
YX
YX
YXkYXYXXkYX
r
r
r
XPPPR
2
1
21
2
...1
e. Hitung Py yang merupakan koefisien jalur dari variable lain yang tidak termasuk
dalam model dengan rumus: 2
)...21(1 XkXXYY RP
f. Menghitung pengaruh langsung dan tidak langsung.
Pengaruh Langsung:
Y Xi Y : (Pyxi) (Pyxi) x 100%
Pengaruh Tidak Langsung:
Y Xi Ω Xj Y : (Pyxi) (rxjxi) (Pyxi) x 100%
Total pengaruh dari masing-masing variable X terhadap variable Y diperoleh dengan
menjumlahkan pengaruh langsung dengan pengaruh tidak langsung.
Atau: Total Pengaruh = Pengaruh Langsung + Pengaruh Tidak Langsung
Dari perhitungan di atas akan diperoleh masing-masing nilai dalam paradigma
penelitian di bawah ini:
X1
X2
X3
X4
Y
IV. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Setelah melakukan pengujian dari variable-variabel implementasi kebijakan yaitu
komunikasi, sumber daya, sikap pelaksana, dan struktur birokrasi mengenai
implementasi implementasi kebijakan pemerintah tentang perlindungan anak terhadap
efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota
Bandung, berikut ini penulis akan melakukan pembahasan hasil penelitian dengan
berpijak pada hasil pengujian hipotesis pada masing-masing dimensi variabel
implementasi kebijakan.
Hasil pengujian menyatakan bahwa dimensi komunikasi dari variabel
implementasi kebijakan pemerintah tentang perlindungan anak mempunyai pengaruh
positif terhadap efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga di
Dinas Sosial Kota Bandung. Hal ini berarti bahwa efektivitas penanganan anak korban
kekerasan dalam rumah tangga salah satunya ditentukan oleh komunikasi pada
implementasi kebijakan pemerintah tentang perlindungan anak.
Dengan demikian, untuk lebih meningkatkan efektivitas penanganan anak korban
kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung, hendaknya aturan
mengenai kebijakan pemerintah dalam perlindungan anak dapat dikomuniasikan dengan
baik sehingga setiap aturan dan prosedur pada pelaksanaan efektivitas penanganan anak
korban kekerasan dalam rumah tangga dapat dipahami dan diikuti oleh seluruh aparat
pemerintah yang berwenang. Fungsi komunikasi dari implementasi kebijakan pemerintah
mengenai perlindungan anak meliputi tiga aspek yaitu kesadaran, kejelasan, dan
konsistensi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Edward III (1980; 10) dimana dimensi
komunikasi meliputi transformasi (transmission), kejelasan (clarity), dan konsistensi
(consistency). Aspek kejelasan menghendaki agar kebijakan tidak hanya disampaikan
pada pelaksana tapi juga pada kelompok sasaran dan pihak lain yang berkepentingan.
Aspek transformasi menghendaki agar kebijakan publik dapat ditransformasikan kepada
para peleksana, kelompok sasaran, dan pihak lain yang terkait. Aspek konsitensi
menghendaki agar kebijakan ditransmisikan kepada para pelaksana, kelompok sasasran,
dan pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung.
Dari hasil pengujian statistik pada pembahasan sebelumnya, menyatakan juga
bahwa dimensi sumber daya dari variabel implementasi kebijakan pemerintah tentang
perlindungan anak mempunyai pengaruh positif terhadap efektivitas penanganan anak
korban kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung. Hal ini berarti
bahwa efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga di Dinas
Sosial Kota Bandung, salah satunya ditentukan oleh sumber daya pada implementasi
kebijakan pemerintah tentang perlindungan anak.
Dengan demikian untuk lebih meningkatkan efektivitas penanganan anak korban
kekerasan dalam rumah tangga hendaknya didukung oleh ketersediaan sumber daya yang
ada. Dukungan sumber daya tersebut tentunya akan memperlancar dan mempermudah
aparat pemerintah serta pihak yang terkait dalam efektivitas penanganan anak korban
kekerasan dalam rumah tangga. Sumberdaya yang diharapkan dapat meningkatkan
efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga antara lain adanya
ketersediaan pegawai/aparat yang kompeten, dana yang memadai, kewenangan yang
jelas, serta adanya ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana yang memadai. Hal ini
sesuai dengan pendapat Edward III (1980; 17) bahwa sumber-sumber penting dalam
mendukung pelaksanaan implementasi kebijakan pemerintah antara lain staf,
kewenangan, dan fasilitas.
Dari hasil pengujian statistik pada pembahasan sebelumnya terkaji bahwa
dimensi sikap pelaksana (disposisi) dari variabel implementasi kebijakan pemerintah
tentang perlindungan anak mempunyai pengatuh positif terhadap efektivitas penanganan
anak korban kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung. Hal ini
berarti bahwa peningkatan efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah
tangga salah satunya ditentukan oleh sikap pelaksana (disposisi) implementasi kebijakan.
Dengan demikian untuk lebih meningkatkan efektivitas penanganan anak korban
kekerasan dalam rumah tangga, hendaknya implementasi kebijakan pemerintah didukung
oleh motivasi dan kemauan dari aparat pemerintah itu sendiri.
Penerapan kebijakan dilaksanakan secara efektif apabila aparat pelaksana selain
mengetahui apa yang akan dikerjakan, juga memiliki kemampuan untuk menerapkannya.
Tuntutan kemampuan dalam melaksanakan kebijakan didukung dengan adanya kemauan
untuk menerapkan kebijakan tersebut. Dalam pelaksanaannya aparat sangat penting
dalam implementasi kebijakan pemerintah tentang perlindungan anak karena sumber
informasi yang dibuthkan pihak-pihak terkait dalam penanganan anak korban kekerasan
dalam rumah tangga, yang utama adalah dari aparat pemerintah yang langsung terjun ke
lapangan.
Peranan aparat pemerintah tentunya perlu didukung oleh kesediaan sarana dan
prasarana dalam menyampaikan kebijakan pemerintah tersebut kepada pihak-pihak
terkait dalam penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga, didukung oleh
pendanaan yang memadai serta kewenangan yang jelas dalam penyampaian informasi
tersebut. Kemudian untuk mengatasi tindakan penyelewengan dan pelanggaran yang
dilakukan aparat pelaksana kebijakan, salah satunya dengan memberikan insentif dalam
berbagai bentuk yang diperkirakan dapat mendorong ke arah perilaku yang positif. Hal
ini sesuai dengan pendapat Edward III (1980;107) dimana pemberian insentif dapat
berupa materi, regulasi-regulasi kebijakan atau bahkan pemberian sanksi, akan
mengurangi kecenderungan perilaku penyimpangan pelaksanaan tugas dan mendorong
para pelaksana kebijakan untuk berperilaku positif dalam melaksanakan tugasnya.
Dari hasil pengujian statistik pada pembahasan sebelumnya terkaji bahwa
dimensi struktur birokrasi dari variabel implementasi kebijakan pemerintah tentang
perlindungan anak mempunyai pengaruh positif terhadap efektivitas penanganan anak
korban kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung. Hal ini berarti
bahwa peningkatan efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga
salah satunya ditentukan oleh struktur birokrasi pada implementasi kebijakan pemerintah
tentang perlindungan anak.
Dengan demikian untuk lebih meningkatkan efektivitas penanganan anak korban
kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung, prosedur yang jelas dalam
penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga dapat menyeragamkan
tindakan-tindakan dari para pejabat dalam organisasi yang kompleks dan tersebar luas
yang pada gilirannya dapat menimbulkan fleksibilitas dan kesamaam yang selaras dalam
menerapkan peraturan-peraturan.
Pada pelaksanaannya terkadang implementasi kebijakan pemerintah tentang
perlindungan anak tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Hal ini dikarenakan banyak
kepentingan-kepentingan adari aparat pemerintah sendiri sehinga aturan dalam
pelaksanaan kebijakan pemerintah tersebut tidak dapat dikoordinasikan dengan pihak
terkait yang berhubungan dalam pelaksanaan program pemerintah tersebut. Perbedaan
ini akan berpengaruh pada implementasi kebijakan pemerintah tentang perlindungan
anak, khususnya pada efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah
tangga.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa minimal satu
diantara Dimensi Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi atau Sikap Pelaksana dan
Struktur Birokrasi berpengaruh terhadap Efektivitas Penanganan Anak Korban
Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Dinas Sosial Kota Bandung, atau dengan kata lain
implementasi kebijakan pemerintah mempengaruhi efektivitas penanganan anak korban
kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung.
Itu berarti pula bahwa semakin baik pelaksanaan implementasi kebijakan
pemerintah tentang perlindungan anak, maka semakin efektif penanganan anak korban
kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung.
5.2. Saran
5.2.1. Saran Akademik
1. Berpijak pada kesimpulan di atas, peneliti mengajukan konsep koordinasi
yang sinergis dan terintegrasi di kalangan para pemangku kepentingan
perlindungan anak, khususnya dalam penanganan anak korban kekerasan
dalam rumah tangga.
5.2.2. Saran Praktis
1. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam pelaksanaan
implementasi kebijakan pemerintah tentang perlindungan anak di Dinas
Sosial Kota Bandung dengan mengadakan pelatihan-pelatihan secar intensif
dan berkala.
2. Sarana dan prasarana dalam implementasi kebijakan pemerintah tentang
perlindungan anak agar dilengkapi dan dipenuhi sesuai kebutuhan.
3. Lebih mengintensifkan komunikasi/sosialisasi kebijakan pemerintah tentang
perlindungan anak kepada pihak-pihak yang terkait.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Achlis. 1982. Pekerjaan Sosial Sebagai Profesi dan Proses Pertolongan. Bandung:
STKS.
Barker, Robert L. 1978. The Social Work Dictionary, National Association of Social
Workers, Maryland. Silver Spring.
Dubois, Brenda and Miley, K.K. 1992. Social Work an Empowering Profession. USA.
Allyn and Bacon.
Dunn, Willian N. 1998. Pengantar Analisis kebijakan Publik, terjemahan Muhadjir
Darwin. Yogyakarta: Gadjahmada University Press.
Dwi Heru Sukoco. 1991. Profesi Pekerjaan Sosial dan Proses Pertolongannya.
Bandung: KOPMA STKS.
Edward III, George C. 1980. Implementing Public Policy. Washington D.C.:
Congressional Quarterly Press.
Edward III, George C. and Sarkansky. 1980. The Policy Predicament. San Francisco:
W.H. Freeman and Company.
Grindle, Merilee S. 1980. Politics and Policy Implementation in the Third World. New
York: Princeton University Press.
Handayaningrat, Soewarno. 1996. Pengantar Studi Administrasi dan Manajemen.
Jakarta: Gunung Agung.
Heise L. Ellsberg. 1999. Ending Violence Against Women Population Report. University
School of Public Health. Population Health Program.
Hoogerwerf, A. 1983. Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Erlangga.
Hudri. 1994. Ensiklopedia Mini Pekerjaan Sosial. Bandung: BPLTS.
Islamy M. Irfan. 2001. Prinsip-prinsip Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Juwairiyah Dahlan. 1999. Peranan Wanita dalam Islam (Studi tentang Wanita Karier
dan Pendidikan Anak. Disertasi. Yogyakarta: PPS IAIN Suka
Kartini Kartono. 1977. Psikologi Wanita. Bandung: Alumni.
Kasni Hariwoejanto. 1986. Metodologi dan Praktek Pekerjaan Sosial. DEPSOS RI
BPLTS: Percetakan Mitra Anda.
Kedaulatan Rakyat. 2009. Selama 2009, Kasus KDRT Peringkat Teratas. Rabu, 6
Januari 2010
Kendall, P. C & Hammen, C. 1984. Abnormal Psychology Understanding Human
Problems. Boston: Houghton Mifflin Company.
Kirst-Ashman Karen K, Hull Grafton H. 1993. Understanding General Practice.
Chicago: Nelson Hall Publisher.
Kornbit. 1994. Domestic Violence: An Emergency Health Issue. London: Sage
Publication.
Mazmanian, Daniel A., and Paul A. Sabatier. 1983. Implementation and Public Policy.
Illinois: Scoot, Foresman and Company.
Mohamad Ali. 1984. Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung : Sinar Baru.
Nasution, S. 1987. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta :
Bina Aksara.
Perlman, Helen Haris. 1975. Social Casework.: Model and Method. FF Peacock
Publisher. Inc Itasca Illionois.
Pincus, Allen and Minahan, Anna. 1973. Social Work Practice: Model And Method. FF
Peacock Publisher. Inc Itasca Illinois.
Rakhmat, Jalaluddin. 1999. Psikologi Komunikasi, (Edisi Revisi), Bandung. Remaja
Rosdakarya.
Rakhmat.1999. ”Tindakan Kekerasan Terhadap Anak” dalam MIF Baihaqi (Ed.) Anak
Indonesia Teraniaya, Bandung. Remaja Rosdakarya.
Robert Ebel L. 1972. Essentials of Educational Measurement. New Jersey : Prentice Hall
Inc. Englewood Clift.
Rusmil, Kusnandi. 2004. Penganiayaan dan Kekerasan Terhadap Anak. Makalah
disampaikan pada Seminar “Penanganan Korban Kekerasan Pada Wanita dan
Anak”. Tanggal 19 Juni di RS Hasan Sadikin Bandung.
Sidney, Siegel. 1997. Stasistik Nonparametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: PT
gramedia pustaka utama
Siporin, Max. 1975. Introduction To Social Work Practice. Macmillan Publishing,
Co.Int
Soetarso. 1993. Teori Motivasi Dan Aplikasinya. Jakarta : Bina Aksara
Soetarso. 1993. Praktek Pekerjaan Sosial. Bandung: STKS
Sudjana. 1997. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito
Suharto, Edi. 1997. Pembangunan Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung:
Lembaga Studi Pembangunan LSP-STKS.
Suharto, Edi. 2004. Permbangunan Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung:
STKS.
Suharto, Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Suharto, Edi. 2006. Membangun Masyarakat, Memberdayakan Rakyat. Bandung: P.T.
Refika Aditama.
Suharto, Edi. 2007. Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Sukarsimih, Arikunto. 1997. Prosedur Penelitian., Suatu Pendektan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta
Suparlan, Y.B. Kamus Istilah Pekerjaan Sosial. Yogyakarta: Kanisius.
Susilaningsih. (1997). Dinamika Kelompok Keagamaan sebagai Pendorong Usaha
Peningkatan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga. Yogyakarta : Fak. Tarbiyah
IAIN Suka.
Van Meter, D.S., dan C.E. Van Horn. 1978. ”The Policy Implementation Process: A
Conceptual Framework”, Administration and Society, Vol. 6, No. 4, Sage
Publications Inc.
Wahab, S. 2000. Pengantar Analisis Kebijaksanaan Negara. Jakarta: P.T. Rineka Cipta.
Willis, Sofyan. 2004. Konseling Individual. Bandung: Alfabeta.
World Health Organization. 1997. Protocol for Multi-Country Study on Domestic
Violence. Geneva. World Health Organization.
2. Dokumen Resmi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Konvensi Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa.