pengaruh indeks pembangunan manusia, pdrb per …

71
i LAPORAN PENELITIAN PEMULA PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA, PDRB PER KAPITA, JUMLAH PENGANGGURAN, DAN INVESTASI TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI JAWA BARAT Oleh : Endang Hatma Juniwati, S.E., M.Si. (Ketua) Fatmi Hadiani, S.E., M.E. (Anggota) DIBIAYAI OLEH POLITEKNIK NEGERI BANDUNG DENGAN SURAT PERJANJIAN PELAKSANAAN PENELITIAN PEMULA Nomor : 805.9/PL1.R5/PL/2013 JURUSAN AKUNTANSI POLITEKNIK NEGERI BANDUNG NOVEMBER 2013 POLBAN

Upload: others

Post on 01-Dec-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

LAPORAN PENELITIAN PEMULA

PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA, PDRB

PER KAPITA, JUMLAH PENGANGGURAN, DAN

INVESTASI TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN

DI JAWA BARAT

Oleh :

Endang Hatma Juniwati, S.E., M.Si. (Ketua)

Fatmi Hadiani, S.E., M.E. (Anggota)

DIBIAYAI OLEH POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

DENGAN SURAT PERJANJIAN PELAKSANAAN PENELITIAN PEMULA

Nomor : 805.9/PL1.R5/PL/2013

JURUSAN AKUNTANSI

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

NOVEMBER 2013

                               

POLBAN

ii

LEMBARAN IDENTITAS DAN PENGESAHAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN PEMULA, SUMBER DANA DIPA 2013

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

1. a. Judul Penelitian : Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia, PDRB per Kapita, Jumlah Pengangguran dan Investasi terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Jawa Barat

b. Bidang Ilmu : Ilmu Ekonomi

2. Ketua Peneliti : a. Nama Lengkap dan Gelar : Endang Hatma Juniwati, S.E., M.Si b. Jenis Kelamin : Perempuan c. Pangkat/Golongan/NIP : Penata /IIIC/19610605 198903 2 001 c. Golongan/Pangkat : Penata / IIIC d. Jabatan Fungsional : Lektor e. Jurusan/Program Studi : Jurusan Akuntansi/Keuangan dan Perbankan. f. Universitas/Institut/Akademik : Politeknik Negeri Bandung g. Bidang Ilmu yang diteliti : Ekonomi

3. Jumlah Tim Peneliti : 2 Orang 4. Lokasi Penelitian : Bandung

5. Bila Penelitian ini merupakan peningkatan kerjasama kelembagaan, sebutkan a. Nama Instansi : b. Alamat :

6. Biaya Penelitian : Rp.10.000.000,- (Sepuluh Juta Rupiah)

7. Jangka Waktu Penelitian : 6 bulan

Bandung, November 2013

Mengetahui, Ketua Peneliti Ketua Jurusan

Dadang Hermawan,SE.,M.Si. Endang Hatma Juniwati, S.E., M.Si.

NIP. 19590804 198812 1 001 NIP. 19610605 198903 2 001

Menyetujui

Kepala UPPM

Dr. Ir. Ediana Sutjiredjeki,M.Sc.

NIP 19550228 198403 2 001

                               

POLBAN

iii

ABSTRAK

Kemiskinan adalah salah satu penyakit ekonomi makro yang dihadapi oleh negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Jawa Barat sebagai provinsi ketiga terbanyak jumlah penduduk miskin sebanyak 4,8 juta jiwa pada tahun 2010 yang merupakan 11,27% dari jumlah penduduk. Keberhasilan pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan melalui pekembangan PDRB per kapita belum mampu mengurangi jumlah penduduk miskin secara signifikan. Oleh Karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak Indeks Pembangunan Manusia (IPM), PDRB per kapita, Jumlah Pengangguran dan Investasi terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Jawa Barat. Data yang dipergunakan adalah data panel yakni series tahun 2008-2011, serta data cross section sebanyak 26 Kabupaten/Kota dengan pendekatan Fixed Effect Model (FEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Investasi berpengaruh negatif signifikan terhadap Jumlah Penduduk Miskin, dan PDRB per Kapita berpengaruh positif signifikan terhadap Jumlah Penduduk Miskin, sedangkan Jumlah Pengangguran tidak signifikan dalam menurunkan Jumlah Penduduk Miskin.

Kata Kunci : Jumlah penduduk miskin, IPM, PDRB per kapita, jumlah pengangguran, investasi

                               

POLBAN

iv

ABSTRACT

Poverty is one of the diseases macroeconomic faced by the countries in the world , including Indonesia . Province of West Java as the third most number of poor by 4.8 million people in 2010, which is 11.27 % of the total population . The success of economic growth, demonstrated by the developments in GDRP per capita has not been able to reduce poverty significantly. Hence , this study aims to analyze the impact of the Human Development Index ( HDI ), GDRP per capita, Unemployment and Investment to the Number of Poor People in West Java . The data used is the panel data, series in 2008-2011, as well as cross section data as many as 26 districts / cities and estimated using Fixed Effect Model ( FEM ) . The results showed that the Human Development Index ( HDI ) and investment a significant negative effect on the number of poor and GDRP per Capita significant positive effect to Poor People, while the unemployment is not significant in reducing the amount of the Poor People.

Key Word : Poor People, HDI, GDRP per Capita, Unemployment, Investment

                               

POLBAN

v

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, hanya dengan kemurahan Nya penelitian ini dapat diselesaikan. Banyak hikmah yang dirasakan serta menyadarkan peneliti bahwa untuk mencapai sebuah tujuan harus dilakukan sungguh-sungguh serta kesbaran dan keikhlasan. Banyak hal yang menghambat kelancaran dalam penelitian ini sehingga mencapai kemajuan yang cukup pesat.

Objek penelitian ini adalah Provinsi Jawa Barat dan yang menjadi fokus perhatian peneliti adalah jumlah penduduk miskin dengan harapan dapat mengetahui faktor-faktor yang paling mempengaruhi dari variabel yang sedang diteliti. Akan sangat sulit menyelesaikan masalah kemiskinan tanpa upaya-upaya untuk mengatasinya. Semangat mengentaskan kemiskinanlah yang memotivasi peneliti untuk meneliti lebih jauh tentang sifat-sifat dari variabel yang digunakan dalam penelitian ini.

Akhir kata peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu peneliti hingga penelitian ini dapat diselesaikan, tiada penghargaan yang dapat kami persembahkan selain doa semoga Allah SWT melimpahkan kebahagian dan kebaikan bagi kita semua.

Bandung, November 2013

Peneliti

                               

POLBAN

vi

Daftar Isi

Halaman

Lembar identitas dan pengesahan …………………………………………. i

Ringkasan ………………………………………………………………….. ii

Kata Pengantar …………………………………………………………….. iv

Daftar Isi …………………………………………………………………… v

Daftar Tabel ……………………………………………………………….. vii

Daftar Gambar / Ilustrasi ………………………………………………….. viii

Daftar Lampiran …………………………………………………………… ix

I. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang …………..…………………………………….... 1

1.2. Perumusan Masalah…………………..………………….........… 9

1.3. Tujuan Penelitian………………………....……………..…….… 10

II. Tinjauan Pustaka

2.1. Kemiskinan

2.1.1. Definisi Kemiskinan………………………….…...………… 11

2.1.2. Indikator Kemiskinan…….…...……………………………. 13

2.1.3. Teori Lingkaran Kemiskinan ..………………..………….... 13

2.2. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)……..………………………. 15

2.3. PDRB per Kapita…………………………..…………………….… 16

2.4. Pengangguran……………………………..……………………….. 18

2.5. Investasi………………………......................................................... 19

2.6. Hipotesis …………………………………………………………... 21

III. Metodologi Penelitian

3.1. Metode Penelitian ………………………………………………….. 22

3.2. Data Penelitian ……………………………………………………... 22

                               

POLBAN

vii

3.3. Alat Analisis Data ……………………………………………….. 23

3.4. Variabel Operasional ……………………………………………. 31

IV. Hasil dan Pembahasan

4.1 Gambaran Umum Provinsi Jawa Barat ………………………….. 33

4.2. Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia, PDRB per kapita,

Jumlah Pengguran dan investasi terhadap

jumlah penduduk miskin ………………………………………… 40

4.2.1. Uji Chow …………………………………………………. 41

4.2.2. Uji Hausman ……………………………………………… 42

4.2.3. Analisis Regresi dengan menggunakan pendekatan

Fixed Effect Model (FEM) ………………………………... 43

V. Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan …………………………………………………………. 47

5.2. Saran ………………………………………………………………… 47

Daftar Pustaka ……………………………………………………………….. 48

                               

POLBAN

viii

D AFTAR TABEL

Tabel 1.1. Jumlah Penduduk dan persentase penduduk miskin menurut provinsi

di Indonesia tahun 2009 – 2010

Tabel 1.2. Jumlah dan prosentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat tahun

2004 – 2012

Tabel 1.3. Jumlah penduduk miskin, PDRB per kapita, Indeks Pembangunan

Manusia, Jumlah Pengangguran berdasarkan Kabupaten/Kota di Jawa

Barat tahun 2010

Tabel 4.1. Jumlah penduduk, Laju pertumbuhan penduduk, luas wilayahdan

kepadatan penduduk di Provinsi Jawa Barat tahun 2010

Tabel 4.2. Uji Chow

Tabel 4.3. Uji Hausman

Tabel 4.4. Hasil Regresi data panel dengan pendekatan Fixed Effect Model

(FEM)

                               

POLBAN

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Lingkaran Kemiskinan

Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran

Gambar 4.1. Peta Provinsi Jawa Barat

                               

POLBAN

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Personalia Peneliti

Lampiran 2 Biodata Ketua Peneliti

Lampiran 3 Biodata Anggota Peneliti

Lampiran 4 Data Jumlah Penduduk Miskin, IPM, PDRB per Kapita, Jumlah Pengangguran dan Investasi Berdasarkan Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2008 - 2011

                               

POLBAN

1

I. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Pembangunan adalah suatu proses dinamis yang bertujuan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Tolak ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari

pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, dan semakin kecilnya kesenjangan

pendapatan antarpenduduk, antardaerah dan antarsektor. Tujuan utama dari usaha

pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang tinggi, harus pula

menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, kesenjangan pendapatan, dan

tingkat pengangguran (Todaro, 2000). Oleh sebab itu, prioritas pembangunan adalah

menghapuskan kemiskinan.

Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai

faktor yang saling berkaitan, antara lain tingkat pendapatan masyarakat,

pengangguran, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi

geografis, dan lingkungan. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidak

mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan

perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam mengalami kehidupan

secara bermartabat. Hak-hak dasar yang diakui secara umum dari perlakuan

atau ancaman tindak kekerasan, dan hak berpartisipasi dalam kehidupan sosial.

Kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar

seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.

Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar,

ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Menurut Badan Pusat

Statistik (BPS), kemiskinan adalah kondisi seseorang yang hanya dapat memenuhi

kebutuhan makannya kurang dari 2100 kalori perkapita per hari.

Banyak dampak negatif yang disebabkan oleh kemiskinan, selain timbulnya

banyak masalah-masalah sosial, kemiskinan juga dapat mempengaruhi pembangunan

ekonomi suatu negara. Kemiskinan yang tinggi akan menyebabkan biaya yang

harus dikeluarkan untuk melakukan pembangunan ekonomi menjadi lebih besar,

sehingga secara tidak langsung akan menghambat pembangunan ekonomi.

                               

POLBAN

2

Tabel 1.1 Jumlah dan Persentase Penduduk M iskin Menurut Provinsi di Indonesia

Tahun 2009 - 2010

Sumber: Badan Pusat Statistik.

2009 2010 2009 2010Aceh 876,600 861,850 18.58 20.98Sumatera Utara 1,378,400 1,490,900 10.41 11.31Sumatera Barat 397,900 430,020 8 9.5Riau 481,300 500,260 8.05 8.65Kepulauan Riau 131,200 129,660 6.83 8.05Jambi 270,100 241,610 8.28 8.34Sumatera selatan 1,042,000 1,125,700 13.48 15.47Kepulauan Banka Belitung 70,200 67,750 5.37 6.51Bengkulu 310,500 324,930 17.51 18.3Lampung 1,219,000 1,479,900 15.65 18.94DKI Jakarta 366,800 312,180 3.7 3.48Jawa Barat 4,421,500 4,773,700 9.89 11.27Banten 648,300 758,160 5.71 7.16Jawa Tengah 4,863,400 5,369,200 14.98 16.56DI Yogyakarta 562,100 577,300 15.88 16.83Jawa Timur 4,960,500 5,529,300 13.08 15.26Bali 161,000 174,930 3.95 4.88Nusa Tenggara Barat 828,300 1,009,400 18.02 21.55Nusa Tenggara Timur 1,000,300 1,014,100 20.41 23.03Kalimantan Barat 355,700 428,760 7.96 9.02Kalimantan Tengah 141,900 164,220 6.19 6.77Kalimantan Selatan 189,200 181,960 5.01 5.21Kalimantan Timur 246,100 243,000 6.38 7.66Sulawesi Utara 177,500 206,720 7.64 9.1Gorontalo 187,700 209,890 17.22 23.19Sulawesi Tengah 409,600 474,990 14.94 18.07Sulawesi Selatan 805,900 913,430 9.82 11.6Sulawesi Barat 160,600 141,330 13.01 13.58Sulawesi Tenggara 304,300 400,700 13.06 17.05Maluku 338,900 378,630 20.76 27.74Maluku Utara 88,300 91,070 8.06 9.42Papua 976,400 761,620 30.66 36.8Papua Barat 223,200 256,250 27.04 34.88

Persentase Penduduk Miskin

Jumlah Penduduk Miskin (jiwa)Propinsi

                               

POLBAN

3

Tabel 1.1 menjelaskan perbedaan jumlah penduduk miskin disetiap

provinsinya yang terjadi di Indonesia. Hal ini akan berdampak pada perbedaan

tingkat kesejahteraan antardaerah yang pada akhirnya akan menyebabkan

kesenjangan antardaerah akan semakin besar. Wilayah Jawa, yang selama ini

merupakan wilayah yang relatif lebih maju dibandingkan dengan wilayah lainnya,

ternyata tidak lepas dari persoalan kemiskinan. Tahun 2010 Jawa Barat, Jawa

Tengah dan Jawa Timur mempunyai penduduk miskin yang cukup banyak

yaitu masing-masing 4,77 juta jiwa, 5,4 juta jiwa dan 5,5 juta jiwa. Dari sisi

penurunan persentase jumlah penduduk miskin tahun 2009 – 2010 baik di Jawa

Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur mengalami peningkatan, yaitu Jawa Barat

sebesar 9,89% pada tahun 2009 menjadi 11,27% pada tahun 2010, Jawa Tengah

sebesar 14,98% pada 2009 menjadi 16,56% pada 2010, Jawa Timur sebesar

13,08% pada tahun 2009 menjadi 15,26% pada tahun 2010.

Indikator jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk menurut BPS,

jumlah penduduk Jawa Barat pada tahun 2010 sebesar 43 juta jiwa dengan laju

pertumbuhan penduduk sebesar 1,9% lebih besar dibandingkan Jawa Tengah (32,38

juta jiwa ; 0,37%) dan Jawa Timur (37,48 juta jiwa ; 0,76%). Indikator dari jumlah

pengangguran Jawa Barat termasuk terbesar yaitu sebesar 1,95 juta jiwa dengan

tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 10,33%. Indikator kualitas Manusia yang

digambarkan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Barat peringkat 11

yaitu sebesar 72,29, dan bila dilihat dari sisi PDRB per Kapita Jawa Barat sebesar

Rp. 17.450.000,- (peringkat 13) peringkatnya berada dibawah Jawa Timur , dan masih

diatas peringkat Jawa Tengah.

Berdasarkan fakta bahwa jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk

yang tinggi dibandingkan Jawa Tengah dan Jawa Timur namun tingkat kemiskinan

yang paling rendah di Pulau Jawa menyebabkan peneliti tertarik untuk mengambil

wilayah Jawa Barat sebagai wilayah penelitian selain penulis berdomisili di Jawa

Barat.

Untuk mengetahui jumlah dan persentase penduduk miskin menurut desa/ kota

di Jawa Barat selama tahun 2004 - 2012 dapat dilihat pada Tabel 1.2 berikut:

                               

POLBAN

4

Tabel 1.2 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di provinsi Jawa Barat

Tahun 2004 – 2012

Sumber: Badan Pusat Statistik.

Menurut Tabel 1.2, jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode

2004 – 2012 mengalami fluktuatif dari tahun ke tahun. Pada periode 2004 - 2008

jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 668,2 juta jiwa karena dampak dari

krisis ekonomi, yaitu dari 4.7 juta jiwa pada tahun 2004 menjadi 5.3 juta jiwa

pada tahun 2008, atau secara persentase meningkat dari 12,10% menjadi 13,01%.

Indikator kinerja perekonomian daerah dapat direpresentasikan dengan

beberapa indikator, antara lain angka Indeks Pembanguna Manusia, nilai PDRB per

kapita, jumlah pengangguran, dan Investasi yang terjadi. Indikator kinerja

perekonomian tersebut merupakan kelompok indikator utama yang sering digunakan

untuk mengukur perkembangan tingkat kesejahteraan rakyat suatu daerah. Dari

beberapa ukuran tersebut, indikator PDRB per kapita merupakan indikator kunci

utama dalam peningkatan kesejahteraan rakyat.. Argumennya adalah bahwa

pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan menggambarkan terjadinya

peningkatan dan perluasan kegiatan ekonomi. Jika hal ini terjadi berarti bisa membuka

kesempatan kerja pada masyarakat. Selain itu, dengan pertumbuhan ekonomi yang

tinggi membuka peluang bagi daerah untuk melakukan peningkatan penerapan

teknologi dan peningkatan akumulasi modal baik fisik maupun sumberdaya manusia.

Kondisi seperti ini berdampak pada peningkatan produktivitas daerah. Dengan

TahunJumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa)

Persentase Penduduk Miskin

2004 4,654.20 12.10 2005 5,137.60 13.06 2006 5,712.20 14.49 2007 5,137.60 13.06 2008 5,322.40 13.01 2009 4,983.60 11.96 2010 4,716.80 10.93 2011 4,648.63 10.56 2012 4,421.50 9.89

                               

POLBAN

5

terbukanya lapangan kerja maka akan memberi kesempatan bagi masyarakat untuk

meningkatkan pendapatan. Pendapatan masyarakat yang meningkat akan mengurangi

jumlah penduduk miskin. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan

ekonomi yang tinggi membuka peluang kepada masyarakat untuk lebih besar

memperoleh pekerjaan dan meningkatkan pendapatan.

Penyebab kemiskinan berlandaskan pada teori lingkaran kemiskinan

(vicious circle of poverty) dari Nurkse, 1953. Yang dimaksud lingkaran

kemiskinan adalah suatu rangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi satu

sama lain sehingga menimbulkan suatu kondisi di mana sebuah negara akan tetap

miskin dan akan mengalarni banyak kesulitan untuk mencapai tingkat

pembangunan yang lebih tinggi.

Dari teori Nurkse maka dapat diketahui beberapa faktor yang

menyebabkan kemiskinan, antara lain tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan

besarnya konsumsi. Variabel-variabel tersebut dapat berpengaruh langsung

maupun tidak langsung terhadap besarnya jumlah penduduk miskin di suatu

daerah.

Kondisi kemiskinan di daerah Jawa Barat tidak jauh berbeda dengan di daerah

lain di Indonesia. Hal ini merupakan problem nasional yakni masih tingginya jumlah

penduduk miskin. Kemiskinan merupakan issue prioritas utama untuk ditangani, baik

oleh pemerintah maupun sektor swasta. Kemiskinan di Jawa Barat sekitar 15% dari

jumlah penduduk miskin di Indonesia dan jika di bandingkan dengan provinsi lain di

pulau Jawa, 26,6% dari penduduk miskin pulau Jawa berada di Jawa Barat .

Kemiskinan di Jawa Barat diprioritaskan sangat utama dengan visi yang tercantum

dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), yaitu Dengan Iman

dan Taqwa tahun 2025 Jawa Barat Sehat, Cerdas, dan Sejahtera. Selain di dalam

Renstra Jawa Barat. Oleh karena itu masalah kemiskinan menjadi proiritas utama bagi

Pemerintah Jawa Barat seperti yang tercantum dalam RPJPD dan Renstra Jawa Barat.

Kemiskinan di Jawa Barat diprioritaskan sangat utama dengan visi yang

tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), yaitu

Dengan Iman dan Taqwa tahun 2025 Jawa Barat Sehat, Cerdas, dan Sejahtera. Selain

                               

POLBAN

6

di dalam Renstra Jawa Barat. Oleh karena itu masalah kemiskinan menjadi proiritas

utama bagi Pemerintah Jawa Barat seperti yang tercantum dalam RPJPD dan Renstra

Jawa Barat.

Berikut disajikan data tentang jumlah penduduk miskin, tingkat

pendapatan yang diukur dengan PDRB per kapita, tingkat kualitas hidup yang

mencakup kesehatan, pendidikan, dan pengeluaran per kapita diukur oleh Indeks

Pembangunan Manusia (IPM), Jumlah Pengangguran, dan Investasi Jawa Barat

berdasarkan Kabupaten/Kota pada tahun 2010 yang tersaji dalam tabel 1.3.

Tabel 1.3

Jumlah Penduduk Miskin, PDRB per Kapita, Indeks Pembangunan Manusia, Jumlah Pengangguran Berdasarkan Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2010

Sumber: Badan Pusat Statistik.

Kabupaten Bogor 477,200 6,820,000 72.16 205,032 2,791,253,129,336

Kabupaten Sukabumi 249,600 3,690,000 70.66 94,190 128,948,067,709

Kabupaten Cianjur 311,000 3,820,000 69.14 105,167 54,418,000

Kabupaten Bandung 296,300 6,840,000 74.05 153,096 1,019,064,394,148

Kabupaten Garut 335,600 4,630,000 71.36 69,746 27,209,000

Kabupaten Tasikmalaya 214,600 3,290,000 72.00 63,882 1,500,000,000

Kabupaten Ciamis 158,500 4,430,000 71.37 38,978 0

Kabupaten Kuningan 152,400 3,830,000 70.89 35,657 54,418,000

Kabupaten Cirebon 333,300 3,930,000 68.89 111,408 4,109,877,471,753

Kabupaten Majalengka 181,100 3,800,000 70.25 33,256 259,225,631,753

Kabupaten Sumedang 141,400 5,130,000 72.42 41,450 47,916,000,000

Kabupaten Indramayu 276,000 8,630,000 67.75 86,309 259,225,631,753

Kabupaten Subang 198,300 5,030,000 71.14 59,062 405,171,188,182

Kabupaten Purwakarta 90,300 8,500,000 71.17 36,554 2,385,161,331,241

Kabupaten Karawang 260,300 10,160,000 69.79 141,345 4,540,232,920,889

Kabupaten Bekasi 161,800 20,910,000 72.93 113,599 13,598,905,975,889

Kabupaten Bandung Barat 222,900 5,320,000 73.35 78,211 1,636,935,466,229

Kota Bogor 90,200 5,040,000 75.75 72,015 167,375,209,000

Kota Sukabumi 27,700 6,430,000 74.91 16,841 5,626,920,000

Kota Bandung 118,600 13,240,000 76.06 131,353 14,160,098,771,952

Kota Cirebon 35,500 17,700,000 74.93 15,022 62,500,000,000

Kota Bekasi 148,000 6,630,000 76.35 123,065 133,627,104,208

Kota Depok 49,600 3,750,000 79.09 65,072 844,332,007,600

Kota Cimahi 40,100 12,030,000 75.51 33,642 45,501,345,658

Kota Tasikmalaya 131,600 6,100,000 74.40 23,201 0

Kota Banjar 14,900 4,280,000 71.38 4,238 0

InvestasiKabupaten/Kota Jumlah Penduduk Miskin

PDRB per kapita

IPM Jumlah Pengangguran

                               

POLBAN

7

Tabel 1.3. menggambarkan keadaan umum Jawa Barat dilihat dari sisi

Jumlah Penduduk Miskin, PDRB per kapita, Indeks Pembangunan Manusia,

Jumlah Pengangguran, dan Investasi pada tahun 2010. Kota Bandung dengan

Investasi terbesar (Rp. 14,2 trilyun) dan IPM tertinggi (76,6), PDRB per kapita

(Rp. 13,24 juta) tebesar kedua serta persentase penduduk miskin (4.95%) terkecil

di Jawa Barat. Kabupaten Bekasi dengan Investasi terbesar kedua (Rp. 13,6

trilyun) setelah Kota Bandung, menghasilkan PDRB per kapita terbesar (Rp. 20,9

juta) dengan persentase penduduk miskinnya sebesar 6,11%, data ini menunjukan

investasi yang besar akan menghasilkan PDRB per kapita yang besar bula serta

persentase kemiskinan rendah. Namun bila kita melihat Kabupaten Ciamis, Kota

Tasikmalaya, dan Kota Banjar dimana dengan tidak adanya investasi yang berasal

dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing

(PMA), PDRB perkapita tidak terlalu kecil, disini peneliti menemukan fenomena

efek dari investasi yang berbeda pada berbagai daerah.

Keterkaitan kemiskinan dengan IPM sangat besar dimana IPM merupakan

indikator yang mengukur taraf kualitas fisik dan non fisik. Kualitas fisik tercermin dari

angka harapan hidup, sedangkan kualitas non fisik tercermin dari rata-rata penduduk

bersekolahdan angka melek huruf, serta mempertimbangkan kemampuan ekonomi

masyarakat yang tercermin dari pucashing power parity index (PPP). IPM yang tinggi

akan menggambarkan kesehatan yang baik, pendidikan yang baik dan kelayakan hidup

yang baik, dengan demikian apabila kemiskinan tinggi maka IPM akan rendah. IPM

Jawa Barat pada tahun 2010 sebesar 72,29, berdasarkan tabel 1.3. 50% IPM

Kabupaten/Kota di Jawa Barat masih berada dibawah IPM Jawa Barat, artinya masih

ditingkatkan dengan berbagai cara.

Indikator lain untuk tingkat kesejahteraan penduduk suatu wilayah adalah

angka Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita. Dimana PDRB

menggambarkan nilai bersih barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai

kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode waktu tertentu. Sedangkan

yang dimaksud dengan PDRB per kapita adalah PDRB dibagi dengan jumlah

penduduk. PDRB per kapita sering digunakan sebagai indikator pembangunan yang

                               

POLBAN

8

menunjukkan semakin tinggi PDRB per kapita suatu daerah, maka semakin sejahtera

penduduk wilayah tersebut.Keterkaitan antara Kemiskinan dan PDRB per kapita juga

sangat besar karena dengan PDRB per kapita semakin besar, maka semakin besar pula

potensi penerimaan daerah dan semakin besar pendapatan masyarakat. Hal ini berarti

semakin tinggi PDRB per kapita semakin sejahtera penduduk dan wilayah, selanjutnya

penduduk miskin akan berkurang. PDRB per kapita Jawa Barat pada tahun 2010

sebesar Rp. 17,45 juta, sementara bila dilihat pada tabel 1.3. PDRB per kapita

Kabupate/Kota di Jawa Barat hamper berada dibawah PDRB pe kapita propinsi

kecuali Kabupaten Bekasi dan Kota Cirebon.

Faktor lain sebagai indikator yang dapat digunakan untuk mengukur jumlah

penduduk miskin pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat memiliki jumlah

pengangguran yang bertambah pada angkatan kerja baru yang terjadi setiap tahunnya,

sementara itu penyerapan tenaga kerja tidak bertambah. Kondisi ini menjadi lebih

parah dengan dengan adanya industri yang bangkrut sehingga harus merumahkan

tenaga kerjanya, jadi semakin tinggi jumlah pengangguran, sehingga jumlah penduduk

miskin semakin meningkat. Tabel 1.3. menggambarkan kondisi jumlah pengangguran

untuk Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. Terlihat bahwa jumlah pengangguran

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2010 terbanyak di Kabupaten

Bogor sebesar 205.032 jiwa dengan penduduk miskin sebesar 477.200 jiwa. Dan

jumlah pengangguran terendah adalah Kota Banjar sebesar 4.238 jiwa dengan jumlah

penduduk miskin sebesar 14.900 jiwa. Secara umum jumlah pengangguran menurun

dan jumlah penduduk miskin juga menurun, namun penurunan jumlah penduduk

miskin lebih kecil dibandingkan dengan penurunan jumlah pengangguran, hal ini

menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja belum dapat mengentaskan kemiskinan

di Jawa Barat.

Investasi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan ekonomi

dalam rangka meningkatkan kesejahteraan. Investasi bersumber dari investasi asing

dan domestik. Investasi yang terjadi di daerah terdiri dari investasi pemerintah dan

investasi swasta yang dapat berasal dari investasi pemerintah dan investasi swasta.

Investasi dari sektor swasta dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri

                               

POLBAN

9

(asing). Investasi pemerintah dilakukan guna menyediakan barang publik. Investasi

swasta baik dari dalam negeri maupun luar negeri dapat menciptakan lapangan

pekerjaan, sehingga pendapatan masyarakat akan meningkat dan jumlah penduduk

miskin akan berkurang. Tabel 1.3. menggambarkan realisasi Penanaman Modal Dalam

Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) Provinsi Jawa Barat.

Tabel 1.3. menggambarkan realisasi investasi yang bersumber dari PMDN

dan PMA, tidak semua Kabupaten/Kota menerima investasi dari sumber tersebut

karena berbagai hal, misal Kabupaten Bogor cukup potensial untuk PMDN maupun

PMA karena faktor lokasi yang dekat dengan ibu kota (Jakarta) atau Kabupaten

Bekasi PMAnya yang cukup tinggi karena merupakan daerah industri. Keterkaitan

dengan jumlah penduduk miskin ternyata Kabupaten Bogor tidak menurunkan jumlah

penduduk miskin, demikian pula di Kabupaten Bekasi.

Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian kami sebelumnya yang

mencoba untuk meneliti pengaruh variabel independen Indeks Pembangunan Manusia

(IPM), PDRB per kapita dan jumlah pengangguran terhadap jumlah penduduk yang

akan diperkuat oleh variabel moderator investasi terhadap jumlah penduduk miskin di

Jawa Barat, yang memberi hasil bahwa Investasi bukan merupakan variabel

moderating, tidak membuat variabel Indeks Pembangunan Manusia, PDRB per Kapita

dan Pengangguran, signifikan mempengaruhi jumlah penduduk miskin di Jawa Barat.

Penelitian kali ini akan memasukkan Variabel Investasi sebagai variabel independen.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk membahas

mengenai jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat dan menelitinya dengan

judul Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), PDRB per Kapita, Jumlah

Pengangguran, dan Investasi Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi

Jawa Barat.

1.2. Perumusan Masalah.

Apriliyah S. Napitupulu (2007) menyatakan bahwa Indeks Pembangunan

Manusia mempunyai pengaruh dalam penurunan jumlah penduduk miskin. Indeks

Pembangunan Manusia memiliki indikator komposit dalam penghitungannya antara

                               

POLBAN

10

lain angka harapan hidup, angka melek huruf, dan konsumsi perkapita. Peningkatan

pada sektor kesehatan dan pendidikan serta pendapatan perkapita memberikan

kontribusi bagi pembangunan manusia, sehingga semakin tinggi kualitas manusia pada

suatu daerah akan mengurangi jumlah penduduk miskin di daerah.

Secara teoritis seharusnya peningkatan PDRB per kapita akan menurunkan

jumlah penduduk miskin, seperti hasil penelitian Hermanto Siregar dan Dwi

Wahyuniarti (2006), bahwa kenaikan PDRB mengakibatkan penurunan atas angka

kemiskinan, kenaikan jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan atas angka

kemiskinan, kenaikan inflasi mengakibatkan peningkatan atas angka kemiskinan,

kenaikan share pertanian dan industri mengakibatkan penurunan atas angka

kemiskinan, kenaikan tingkat pendidikan mengakibatkan penurunan atas angka

kemiskinan. Dimana pengaruh tingkat pendidik SMP lebih besar dari pada pengaruh

share pertanian. Sedangkan kenaikan Dummy krisis mengakibatkan peningkatan atas

angka kemiskinan.

Nursk dalam Irawan dan suparmoko (2008) dengan teori vicious circle of

poverty, menyatakan bahwa pentingnya investasi dalam pengentasan kemiskinan, juga

didukung oleh Eric Neumayer (2001) menyatakan bahwa investasi diperlukan untuk

menjaga kualitas SDM, selain itu juga investasi akan mempengaruhi PDRB serta

pengangguran.

Berdasarkan masalah tersebut, muncul pertanyaan sebagai berikut:

Bagaimana pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), PDRB per kapita, jumlah

pengangguran, dan investasi terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa

Barat Tahun 2008-2011 ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

Seberapa besar pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), PDRB per

kapita, jumlah pengangguran, dan investasi secara partial terhadap jumlah

penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 - 2011

                               

POLBAN

11

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan

2.1.1. Definisi dan Penggolongan Kemiskinan

Kemiskinan multi dimensional, artinya karena kebutuhan manusia itu

bermacam-macam, maka kemiskinan pun memiliki banyak aspek primer yang berupa

miskin akan aset, organisasi sosial politik, pengetahuan, dan keterampilan serta aspek

sekunder yang berupa miskin akan jaringan sosial, sumber-sumber keuangan, dan

informasi. Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut termanifestasikan dalam bentuk

kekurangan gizi, air, perumahan yang sehat, perawatan kesehatan yang kurang baik,

dan tingkat pendidikan yang rendah. Selain itu, dimensi-dimensi kemiskinan saling

berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung, hal ini berarti kemajuan atau

kemunduran pada salah satu aspek dapat mempengaruhi kemajuan atau kemunduran

aspek lainnya. Aspek lain dari kemiskinan adalah manusianya itu sendiri, baik secara

individu maupun kolektif (Lincolin Arshad, 1999).

Kemiskinan dapat digolongkan menjadi 2 kelompok, yaitu kemiskinan absolut dan

kemiskinan relatif dan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Kemiskinan Absolut

Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di

bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk menentukan kebutuhan dasar

hidupnya. Konsep ini dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapatan

minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian,

dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup. Kesulitan utama dalam

konsep kemiskinan absolut adalah menentukan komposisi dan tingkat kebutuhan

minimum karena kedua hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh adat kebiasaan

saja, tetapi juga iklim, tingkat kemajuan suatu negara, dan faktor-faktor ekonomi

lainnya. Walaupun demikian, untuk dapat hidup layak, seseorang membutuhkan

barang-barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan fisik dan sosialnya.

                               

POLBAN

12

2. Kemiskinan Relatif

Seseorang termasuk golongan miskin relatif apabila telah dapat memenuhi

kebutuhan dasar hidupnya, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan

keadaan masyarakat sekitarnya. Berdasarkan konse

p ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan bila tingkat hidup masyarakat

berubah sehingga konsep kemiskinan ini bersifat dinamis atau akan selalu ada. Oleh

karena itu, kemiskinan dapat dari aspek ketimpangan sosial yang berarti semakin

besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah,

maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan selalu

miskin.

Kebutuhan dasar dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu kebutuhan dasar

yang diperlukan sekali untuk mempertahankan hidupnya dan kebutuhan lain yang

lebih tinggi. United Nation Research Institute for Social Development (UNRISD)

menggolongkan kebutuhan dasar manusia atas tiga kelompok yaitu :

a. Kebutuhan fisik primer yang terdiri dari kebutuhan gizi, perumahan, dan

kesehatan.

b. Kebutuhan kultural yang terdiri dari pendidikan, waktu luang (leisure), dan

rekreasi serta ketenangan hidup.

c. Kelebihan pendapatan untuk mencapai kebutuhan lain yang lebih tinggi.

Kebutuhan dasar tidak hanya meliputi kebutuhan keluarga, tetapi juga meliputi

kebutuhan fasilitas lingkungan kehidupan manusia, seperti yang dikemukakan oleh

Internasional Labor Organization (ILO, 1976) sebagai berikut:

Kebutuhan dasar meliputi 2 unsur: pertama, kebutuhan yang meliputi tuntutan

minimum tertentu dari suatu keluarga konsumsi pribadi seperti makanan yang cukup,

tempat tinggal, pakaian, juga peralatan dan perlengkapan rumah tangga yang

dilaksanakan. Kedua, kebutuhan meliputi pelayanan sosial yang diberikan oleh dan

untuk masyarakat seperti air minum yang bersih, pendidikan, dan kultural (Lincolin

Arshad, 1999).

                               

POLBAN

13

2.1.2 Indikator Kemiskinan

Persepsi mengenai kemiskinan telah berkembang sejak lama dan sangat

bervariasi antara budaya yang satu dengan budaya yang lainnya. Kriteria untuk

membedakan penduduk miskin dengan yang tidak miskin mencerminkan prioritas

nasional tertentu dan konsep normatif mengenai kesejahteraan. Namun pada umumnya

saat negara-negara menjadi lebih kaya, persepsi mengenai tingkat konsumsi minimum

yang bisa diterima, yang merupakan garis batas kemiskinan akan berubah. Garis

kemiskinan adalah suatu ukuran yang menyatakan besarnya pengeluaran untuk

memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan kebutuhan non makanan, atau

standar yang menyatakan batas seseorang dikatakan miskin bila dipandang dari sudut

konsumsi. Garis kemiskinan yang digunakan setiap negara berbeda-beda, sehingga

tidak ada satu garis kemiskinan yang berlaku umum, hal ini disebabkan karena adanya

perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup.

Menurut Badan Pusat Statistik (2010), penetapan perhitungan garis kemiskinan

dalam masyarakat adalah masyarakat yang berpenghasilan dibawah Rp 7.057 per

orang per hari. Penetapan angka Rp 7.057 per orang per hari tersebut berasal dari

perhitungan garis kemiskinan yang mencakup kebutuhan makanan dan non makanan.

Kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kilokalori per kapita per hari,

sedang untuk pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran

untuk perumahan, pendidikan, dan kesehatan.

2.1.3. Teori Lingkaran Kemiskinan

Penyebab kemiskinan menurut Sharp (1996) dalam Mudrajat Kuncoro (1997)

dipandang dari sisi ekonomi:

1. Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan

sumberdaya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk

miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah.

2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia.

Kualitas sumberdaya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang

pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini

                               

POLBAN

14

karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi,

atau karena keturunan.

3. Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal

Penyebab kemiskinan menurut Sharp (1996) bermuara pada teori lingkaran

kemiskinan (vicious circle of poverty). Lingkaran kemiskinan adalah suatu lingkaran

suatu rangkaian yang saling mempengaruhi satu sama lain secara sedemikian rupa,

sehingga menimbulkan suatu keadaan dimana suatu negara akan tetap miskin dan akan

banyak mengalami kesukaran untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih baik.

Keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan

rendahnya produktifitas. Rendahnya produktifitas mengakibatkan rendahnya

pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada

rendahnya tabungan dan investasi, baik invetasi manusia maupun investasi kapital.

Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan dan seterusnya. Logika berpikir

ini dikemukakan oleh Ragnar Nurkse(1953) dalam Irawan dan Suparmoko (2008),

yang mengatakan “ a poor country is a poor because it is poor” (negara miskin itu

miskin karena dia miskin).

Gambar 2.1. Lingkaran Kemiskinan

Sumber : Irawan dan Suparmoko (2008)

Sumber alam belum banyak diolah :

Penduduk terbelakang kekurangan kapital

Investasi Kemanusiaan Rendah

Investasi Kapital Rendah

Konsumsi Rendah

Produktivitas Rendah

Pendapatan Rendah

Tabungan Rendah

                               

POLBAN

15

Menurut Nurkse dalam Irawan dan Suparmoko (2008) ada dua lingkaran

perangkap kemiskinan, yaitu dari segi penawaran (supply) dimana tingkat pendapatan

masyarakat yang rendah yang diakibatkan oleh tingkat produktivitas yang rendah

menyebabkan kemampuan masyarakat untuk menabung rendah. Kemampuan untuk

menabung rendah, menyebabkan tingkat pembentukan modal yang rendah, tingkat

pembentukan modal (investasi) yang rendah menyebabkan kekurangan modal, dan

dengan demikian tingkat produktivitasnya juga rendah dan seterusnya. Dari segi

ketidaksempurnaan pasar dan keterbelakangan mengakibatkan ketertinggalan SDM,

kekurangan modal, produktivitas rendah, pendapatan rendah, tabungan rendah,

investasi rendah serta permintaan (demand) juga rendah sehingga, di negara-negara

yang miskin perangsang untuk menanamkan modal adalah sangat rendah, karena luas

pasar untuk berbagai jenis barang adanya terbatas, hal ini disebabkan oleh karena

pendapatan masyarakat sangat rendah. Pendapatan masyarakat sangat rendah karena

tingkat produktivitas yang rendah, sebagai wujud dari tingkatan pembentukan modal

yang terbatas di masa lalu. Pembentukan modal yang terbatas disebabkan kekurangan

perangsang untuk menanamkan modal dan seterusnya.

2.2. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Ukuran pembangunan yang digunakan selama ini, yaitu PDB-dalam konteks

nasional dan PDRB-dalam konteks regional, hanya mampu memotret pembangunan

ekonomi saja. Untuk itu dibutuhkan suatu indikator yang lebih komprehensif, yang

mampu menangkap tidak saja perkembangan ekonomi akan tetapi juga perkembangan

aspek sosial dan kesejahteraan manusia. Pembangunan manusia memiliki banyak

dimensi. Menurut Badan Pusat Statistik (2007), Indeks pembangunan manusia (IPM)

merupakan ukuran capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar

kualitas hidup. IPM menggambarkan beberapa komponen, yaitu capaian umur panjang

dan sehat yang mewakili bidang kesehatan; angka melek huruf, partisipasi sekolah dan

rata-rata lamanya bersekolah mengukur kinerja pembangunan bidang pendidikan; dan

kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat

dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita.

                               

POLBAN

16

Todaro (2000) juga mengatakan bahwa pembangunan manusia merupakan

tujuan pembangunan itu sendiri. Pembangunan Manusia memainkan peranan kunci

dalam memebentuk kemampuan sebuah Negara dalam menyerap teknologi modern

dan untuk mengembangkan kapasitasnya agar tercipta pertumbuhan serta

pembangunan yang berkelanjutan.

Lanjouw dkk (2001) menyatakan pembangunan manusia di Indonesia identic

dengan pengurangan kemiskinan. Investasi di bidang pendidikan dan kesehatan akan

lebih berarti bagi penduduk miskin disbanding penduduk tidak miskin, karena bagi

penduduk miskin asset utama adalah tenaga kasar mereka. Adanya fasilitas pendidikan

dan kesehatan murah akan sangat membantu untuk meningkatkan produktifitas dan

pada gilirannya meningkatkan pendapatan.

Kualitas Sumber Daya Manusia yang dapat dilihat dari nilai Indeks

Pembangunan Manusia dapat menjadi penyebabterjadinya penduduk miskin.

Rendahnya IPM akan berakibat pada rendahnya produktifitas kerja yang berimbas

pada rendahnya pendapatan, sehingga dengan rendahnya pendapatan menyebabkan

tungginya jumlah penduduk miskin.

2.3. PDRB per kapita

PDRB per kapita dapat dijadikan sebagai salah satu indikator untuk melihat

keberhasilan pembangunan perekonomian di suatu wilayah. PDRB adalah nilai bersih

barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi di suatu

daerah dalam satu periode waktu tertentu. PDRB dapat menggambarkan kemampuan

suatu daerah mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. Oleh karena itu besaran

PDRB yang dihasilkan oleh masing-masing daerah sangat bergantung kepada potensi

sumber daya alam dan faktor produksi daerah tersebut. Adanya keterbatasan dalam

penyediaan faktor-faktor tersebut menyebabkan besaran PDRB bervariasi antar

daerah. Sedangkan PDRB per kapita dapat dihitung dari PDRB harga konstan dibagi

dengan jumlah penduduk pada suatu wilayah.

Pembangunan manusia dapat diartikan sebagai suatu proses yang

menyebabkan pendapatan per kapita suatu masyarakat terus-menerus bertambah

                               

POLBAN

17

dalam jangka panjang. Menurut Sukirno (2006), pendapatan perkapita dapat

digunakan untuk tiga tujuan berikut: (i) menentukan tingkat kesejahteraan yang

dicapai suatu negara pada suatu tahun tertentu; (ii) menggambarkan tingkat kelajuan

atau kecepatan pembangunan ekonomi dunia dan di berbagai negara; dan (iii)

menunjukkan jurang pembangunan di antara berbagai negara. Merujuk pada

penggunaan pendapatan perkapita tersebut, maka pendapatan per kapita dapat

digunakan dalam mengukur daya beli masyarakat yang kemudian berkaitan dengan

kesejahteraan yang dicapai dalam suatu negara. Pendapatan perkapita didefinisikan

sebagai besarnya pendapatan rata–rata penduduk di suatu negara. Pendapatan

perkapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan

jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan per kapita juga merefleksikan Produk

Domestik Bruto (PDB) perkapita.

Simon Kuznet (dalam Tambunan, 2009) mengatakan bahwa pada tahap awal

pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung memburuk dan pada tahap

selanjutnya cenderung membaik, namun pada suatu waktu akan terjadi peningkatan

disparitas pendapatan lagi yang akhirnya pada suatu titik tertentu akan menurun

kembali. Kuznet juga mengatakan pertumbuhan dan kemiskinan mempunyai korelasi

yang sangat kuat, karena pada tahap awal proses pembangunan, tingkat kemiskinan

cenderung meningkat dan pada saat mendekati tahap akhir jumlah penduduk miskin

berangsur-angsur berkurang.

Produk domestik bruto per kapita atau produk domestik regional bruto per

kapita pada skala daerah dapat digunakan sebagai pengukur pertumbuhan ekonomi

yang lebih baik karena lebih tepat mencerminkan kesejahteraan penduduk suatu

negara daripada nilai PDB atau PDRB saja. Produk domestic bruto per kapita baik di

tingkat nasional maupun di daerah adalah jumlah PDB nasional atau PRDB suatu

daerah dibagi dengan jumlah penduduk di Negara maupun di daerah yang

bersangkutan, atau dapat disebut juga sebagai PDB atau PDRB rata-rata (Prasetyo,

2001). Bank Dunia menggunakan Produk Nasional Bruto (PNB), bukan PDB sebagai

alat ukur perkembangan ekonomi suatu negara, yaitu dengan memperhitungkan

pendapatan bersih dan faktor produksi milik orang asing. Walaupun PDB atau PNB

                               

POLBAN

18

per kapita merupakan alat pengukur yang lebih baik, namun tetap belum

mencerminkan kesejahteraan penduduk secara tepat, karena PDB rata-rata tidak

mencerminkan kesejahteraan ekonomi yang sesungguhnya dirasakan oleh setiap orang

di suatu negara. Dapat saja angka-angka rata-rata tersebut tinggi, namun

sesungguhnya ada penduduk atau sekolompok penduduk yang tidak menerima

pendapatan sama sekali. Oleh sebab itu, perlu diperhatikan unsur distribusi pendapatan

di antara penduduksuatunegara. Dengan memperhatikan unsur distribusi pendapatan

itu, maka PDB atau PNB per kapita yang tinggi disertai distribusi pendapatan yang

lebih merata akan mencerminkan kesejahteraan ekonomi yang lebih baik daripada bila

pendapatan per kapitanya tinggi namun ada distribusi pendapatan yang tidak merata.

Meskipun demikian, demi sederhananya pengukuran, pendapatan per kapita tetap

merupakan alat pengukur yang unggul dibanding dengan alat-alat pengukur yang lain

2.4. Pengangguran

Dalam standar pengertian yang sudah ditentukan secara internasional, yang

dimaksudkan dengan pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam

angkatan kerja yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah

tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkannya (Sadono

Sukirno, 2000). Oleh sebab itu, menurut Sadono Sukirno (2000) pengangguran

biasanya dibedakan atas 3 jenis berdasarkan keadaan yang menyebabkannya, antara

lain:

1. Pengangguran friksional, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh tindakan

seseorang pekerja untuk meninggalkan kerjanya dan mencari kerja yang lebih

baik atau sesuai dengan keinginannya.

2. Pengangguran struktural, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh adanya

perubahan struktur dalam perekonomian.

3. Pengangguran konjungtur, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh kelebihan

pengangguran alamiah dan berlaku sebagai akibat pengurangan dalam

permintaan agregat.

                               

POLBAN

19

Menurut Sadono Sukirno (2007) bahwa salah satu faktor yang menentukan

kemakmuran masyarakat adalah tingkat pendapatan. Pendapatan masyarakat mencapai

maksimum apabila tingkat full employement terpenuhi, sehinggaapabila tidak bekerja

atau menganggur maka akan mengurangi pendapatan dan hal ini akan mengurangi

tingkat kemakmuran, sehingga dapat menimbulkan buruknya kesejahteraan

masyarakat.

Jumlah pengangguran dengan jumlah penduduk miskin mempunyai hubungan

yang sangat erat. Bagi sebagian masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan tetap

atau hanya paruh waktu selalu berada diantara kelompok masyarakat miskin.

Masyarakat yang bekerja dengan bayaran tetap di sector pemerintah dan swasta

biasanya termasuk di kelompok masyarakat kelas menengah ke atas. Setiap orang

yang tidak mempunyai pekerjaan adalah miskin, sedangkan yang bekeja secara penuh

adalah orang kaya. Ada sebagian golongan masyarakat khususnya di perkotaan yang

tidak bekerja secara sukarela karena mencari pekerjaan yang lebih baik dan lebih

sesuai dengan tingkat pendidikannya dan tidak mau bekerja bila tidak sesuai,

masyarakat yang bersikap demikian karena mempunyai sumber-sumber lain

pendapatannya. Orang-orang yang demikian disebut menganggur tapi tidak miskin.

2.5. Investasi

Teori ekonomi mengartikan atau mendefinisikan investasi sebagai

”pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan

peralatanperalatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah

barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk

memproduksikan barang dan jasa di masa depan” .

Menurut Boediono (1992) investasi adalah pengeluaran oleh sector produsen

(swasta) untuk pembelian barang dan jasa untuk menambah stok yang digunakan atau

untuk perluasan pabrik.

Dornbusch & Fischer (2004) berpendapat bahwa investasi adalah permintaan

barang dan jasa untuk menciptakan atau menambah kapasitas produksi atau

pendapatan di masa mendatang

                               

POLBAN

20

Persyaratan umum pembangunan ekonomi suatu negara menurut Todaro

(2000) adalah:

1. Akumulasi modal, termasuk akumulasi baru dalam bentuk tanah, peralatan fisik

dan sumber daya manusia.

2. Perkembangan penduduk yang dibarengi dengan pertumbuhan tenaga kerja dan

keahliannya

3. Kemajuan teknologi.

Akumulasi modal akan berhasil apabila beberapa bagian atau proporsi

pendapatan yang ada ditabung dan diinvestasikan untuk memperbesar produk (output)

dan pendapatan di kemudian hari. Untuk membangun itu seyogyanya mengalihkan

sumber-sumber dari arus konsumsi dan kemudian mengalihkannya untuk investasi

dalam bentuk ”capital formation” untuk mencapai tingkat produksi yang lebih besar.

Investasi di bidang pengembangan sumberdaya manusia akan meningkatkan

kemampuan sumberdaya manusia,sehingga menjadi tenaga ahli yang terampil yang

dapat memperlancar kegiatan produktif.

Menurut Sadono Sukirno (2000) kegiatan investasi memungkinkan suatu

masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja,

meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat.

Peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan investasi, yakni (1)

investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat, sehingga

kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat, pendapatan nasional serta

kesempatan kerja; (2) pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan

menambah kapasitas produksi; (3) investasi selalu diikuti oleh perkembangan

teknologi.

Akibat keterbatasan yang kompleks di negara-negara berkembang mempunyai

sumber alam yang belum dikembangkan dan sumber daya manusia yang masih

potensial. Oleh karena itu untuk meningkatkan produktivitas maka perlu mempercepat

investasi baru dalam barang-barang modal fisik dan pengembangan sumberdaya

manusia melalui investasi di bidang pendidikan dan pelatihan. Hal ini sejalan dengan

                               

POLBAN

21

teori perangkap kemiskinan (vicious circle) yang berpendapat bahwa: (1)

ketidakmampuan untuk mengarahkan tabungan yang cukup, (2) kurangnya perangsang

untuk melakukan penanaman modal, (3) taraf pendidikan, pengetahuan dan kemahiran

yang relatif rendah merupakan tiga faktor utama yang menghambat terciptanya

pembentukan modal di Negara berkembang.

2.6. Hipotesis

Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah :

Variabel-variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM), PDRB per kapita, jumlah

pengangguran, dan investasi berpengaruh terhadap jumlah penduduk miskin di

Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 – 2011.

                               

POLBAN

22

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif analisis yang mencoba menjelaskan fenomena masalah melalui

pengumpulan data sekunder. Dimana metode deskriptif adalah untuk membuat

deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-

sifat secara hubungan antar fenomena yang diteliti, dan metode analisis adalah

penelitian yang bertujuan untuk melakukan analisis data yang tersedia secara resmi

dikeluarkan oleh instansi pemerintah (BPS, BPPMD, Pemerintah Provinsi Jawa Barat

dsb) lebih lanjut sehingga lebih bisa memberikan gambaran berbagai fenomena

ekonomi.

3.2. Data Penelitian

Data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtut

waktu (time series) dan data silang waktu (cross section) yang diperoleh dari Badan

Pusat Statistik (BPS) baik Pusat maupun Provinsi Jawa Barat, Badan Koordinasi

Promosi dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat (BPPMD), Dinas

Kependudukan Provinsi Jawa Barat, Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Barat, Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Jawa Barat. Data yang

diperlukan berupa :

1.Jumlah penduduk miskin

2.Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

3.Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita

4.Jumlah Pengangguran

5.Investasi PMA, PMD dan Belanja Modal Pemerintah Daerah

Sampel dalam penelitian ini adalah data Indeks Pembangunan Manusia, PDRB

per kapita, Jumlah pengangguran dan investasi pada periode 2008 - 2011

                               

POLBAN

23

3.3. Alat Analisis Data

Model/alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi

berganda dengan data panel (pooled data). Data Panel adalah data yang

menggabungkan antara data time serie dengan cross section. Data dikumpulkan dalam

suatu rentang waktu terhadap banyak individu.

Ketersediaan data seringkali menjadi kendala dalam dalam suatu penelitian.

Data dengan series yang pendek menjadi permasalahan dalam pengolahan data time

series karena akan mempengaruhi validitas analisis sebagai konsekuensi minimnya

jumlah data. Permasalahan lain juga terjadi apabila penelitian memiliki jumlah unit

cross section yang terbatas sehingga menyulitkan analisis prilaku dari model yang

diteliti.

Teori ekonometrika memberikan solusi untuk permasalah tersebut. Salah

satunya dengan menggunakan data panel (Pooled data). Menurut Gujarati (2003) data

panel (pooled data) atau yang disebut juga data longitudinal merupakan gabungan

antara data cross section dan data time series. Data cross section adalah data yang

dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu. Metode data panel

merupakan suatu metode yang digunakan untuk melakukan analisis empiric yang tidak

mungkin dilakukan jika hanya menggunakan data time series atau cross section.

Menurut Agus Widarjono (2007) metode regresi data panel mempunyai

beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan data time series atau cross section,

yaitu:

1. Data Panel yang merupakan gabungan dua data time series dan cross section

mampu menyediakan data yang lebih banyak sehingga akan menghasilkan degree

of freedom yang lebih besar.

2. Menggabungkan informasi dari data time series dan cross section dapat mengatasi

masalah yang timbul ketika ada masalah penghilangan variable (omitted –

variable).

                               

POLBAN

24

Selain itu ada pendapat tentang keunggulan regresi data panel menurut

Wibisono (2002) antara lain :

1. Panel Data mampu memperhitungkan heterogenitas individu secara eksplisit dengan

menizinkan variabel spesifik individu

2. Kemampuan mengontrol heterogenitas ini selanjutnya menjadikan panel data dapat

digunakan untuk menguji dan membangun model perilaku lebih kompleks.

3. Panel data mendasarkan diri pada observasi cross section yang berulang-ulang (time

series), sehingga metode data panel cocok diginakan sebagai study dynamic

adjustment.

4. Tingginya junmlah observasi memiliki implikasi pada data yang lebih informatif,

lebih variatif, dan lebih tinggi sehingga dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih

efisien. kolinieritis (multikol) antara data semakin berkurang, dan derajat kebebasan

(degree of freedom / df)

5. Data panel digunakan untuk mempelajari model-model perilaku yang kompleks.

6. Data panel dapat digunakan untuk meminimalkan bias yang mungkin ditimbulkan

oleh agregasi data individu.

Berdasarkan keunggulan tersebut maka implikasinya adalah tidak harus

dilakukannya pengujian asumsi klasik dalam data panel (Verbeek, 2000; Gujarati,

2006; Wibisono, 2005; Aulia, 2004, dalam Shochrul R, Ajija, dkk, 2011).

Analisis menggunakan data panel adalah kombinasi antara data deret waktu

dan kerat lintang. Jika T adalah jumlah observasi dan n adalah jumlah unit cross

section, maka panel data terjadi jika T > 1 dan n > 1. Jika observasi untuk setiap unit

cross section sama banyaknya disebut balance panels sedangkan jika tidak sama

banyak disebut unbalance panels (Johnston, 2000). Proses mengkombinasi data cross

section dan time series untuk membentuk panel disebut pooling.

Bentuk panel data dapat dinotasikan sebagai berikut:

Yit = Nilai variabel terikat (dependent variabel) untuk setiap unit individu (cross

section) i pada periode T

dimana i = 1, 2, …. ,n dan t = 1, 2,… ,T

                               

POLBAN

25

= Nilai variabel bebas (independent variabel) atau disebut juga variabel penjelas

ke-j untuk unit individu (cross section) i pada waktu t.

K merupakan indeks variabel penjelas j = 1,…,K

Analisis panel data memiliki tiga pendekatan, yaitu pendekatan kuadrat

terkecil (pooled least square), pendekatan efek tetap (fixed effect), dan pendekatan

efek acak (random effect). Ketiga pendekatan tersebut dapat dijelaskan sebagai

berikut:

a. Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square)

Pendekatan kuadrat terkecil merupakan pendekatan pengolahan panel data yag

paling sederhana. Pendekatan ini biasa diterapkan pada data berbentuk pool.Jika

efek individu konstan sepanjang waktu dan spesifik terhadap setiap unit cross

section maka modelnya akan sama dengan model regresi biasa. Apabila nilai

individunya sama untuk setiap unit cross sectionnya, maka OLS pendekatan

kuadrat terkecil akan menghasilkan setimasi yang konsisten dan efisien untuk

variabel-variabelnya.Persamaannya dapat ditulis seperti berikut:

= ∝ +

+ untuk i = 1,2,….,N dan t = 1,2,…,T

N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah time series

(periode waktu). Dengan mengasumsikan komponen error dalam pengolahan

kuadrat terkecil biasa, maka proses estimasi secara terpisah untuk setiap unit cross

section dapat dilakukan.

b. Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect)

Terdapat kasus dimana intersep dan slope dianggap konstan untuk tiap cross

section dan time series. Oleh karena itu diperlukan metode dengan memasukkan

variabel boneka (dummy variable) untuk mengizinkan terjadinya perbedaan nilai

parameter yang berbeda-beda baik lintas cross section maupun time series.

Pendekatan dengan memasukkan variabel boneka inilah yang disebut model efek

tetap (fixed effect) atau sering disebut juga Least Square Dummy Variable atau

Covariance model. Persamaan untuk pendekatan ini dapat ditulis:

                               

POLBAN

26

= + + ∑

+

dimana:

= Variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i

= intercept yang berubah-ubah untuk antar cross section unit

= variabel bebas j di waktu t untuk cross section i

= parameter untuk variabel ke j

= komponen error di waktu t untuk unit cross section i

Model telah ditambahkan sebanyak (N-1) variabel boneka (Di) danmenghilangkan

satu sisanya untuk menghindari terjadinya kolinearitas sempurna antar variabel

penjelas. Dengan menggunakan pendekatan ini akan terjadi degree of freedom

sebesar NT-N-K. Namun pengurangan degree of freedom ini akan mempengaruhi

keefisienan dari parameter yang diestimasi.

Keputusan memasukkan variabel boneka harus berdasarkan pertimbangan statistik

yaitu dengan menggunakan statistik F. Statistik F ini berusaha memperbandingkan

antara nilai jumlah kuadrat dari error dari proses pendugaan dengan menggunakan

metode kuadrat terkecil dan efek tetap yang telah memasukkan variabel boneka.

Rumusan uji F adalah sebagai berikut:

dimana ESS1 dan ESS2 adalah jumlah kuadrat sisa dengan menggunakan metode

kuadrat terkecil biasa dan model efek tetap, sedangkan statistik F mengikuti

distribusi F dengan derajat bebas NT-1 dan NT-N-K. Nilai statistic F uji inilah

yang kemudian diperbandingkan dengan nilai statistik F table yang akan

menentukan pilihan model yang akan digunakan.

c. Pendekatan Efek Acak ( Random Effect)

Keputusan memasukkan variabel boneka dalam model efek tetap akan dapat

menimbulkan konsekuensi. Penambahan ini akan mengurangi banyaknya derajat

                               

POLBAN

27

kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya akan mengurangi keefisienan

dari parameter yang diestimasi. Dengan demikian, dalam model data panel

diperkenalkan pendekatan ketiga yakni model efek acak (random effect). Dalam

pendekatan ini, parameter-parameter yang berbeda antar daerah maupun antar

waktu dimasukkan ke dalam error. Karena hal ini, model efek acak sering disebut

juga model komponen error (error component model). Bentuk model efek acak

adalah:

= ∝ + +

=

dimana:

~N(0, ) = komponen cross section error

~ N(0, ) = komponen time series error

~ N(0, ) = komponen error kombinasi

Dengan menggunakan model efek acak ini, maka dapat menghemat pemakaian

derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang terjadi di model

efek tetap. Dengan demikian parameter akan menjadi lebih efisien.

d. Uji Chow

Beberapa buku menyebut uji Chow dengan pengujian F statistik. Uji Chow

digunakan untuk memilih model yang digunakan pooled least square atau fixed

effect. Terkadang asumsi bahwa setiap cross section memiliki prilaku yang sama

cenderung tidak realistis memingat bisa saja setiap unit cross section memiliki

prilaku yang berbeda. Dalam pengujian ini dilakukan hipotesa sebagai berikut:

H0= Model Pooled Least Square

H1 = Model Fixed Effect (Unrestricted)

Dasar penolakan terhadap hipotesis nol tersebut adalah dengan menggunakan F

Statistik seperti yang dirumuskan oleh Chow (Baltagi, 2005):

                               

POLBAN

28

CHOW =

dimana:

RRSS = Restricted Residual Sum Square yaitu jumlah error kuadrat yang

diperoleh dari estimasi data panel dengan metode Pooled Least Square

URSS = Unrestricted Residual Sum Square yaitu jumlah error kuadrat yang

diperoleh dari estimasi data panel dengan metode fixed effect

N = Jumlah data cross section

T = Jumlah data time series

K = Jumlah variabel penjelas

Pengujian ini mengikuti distribusi F statistik yaitu FN-1,NT-N-K. Jika nilai Chow

Statistics (F stat) hasil pengujian lebih besar dari F tabel, maka cukup bukti bagi

kita untuk melakukan penolakan terhadap hipotesis nol sehingga model yang

digunakan adalah model fixed effect, begitu juga sebaliknya. Pengujian ini disebut

uji Chow karena memiliki kemiripan dengan uji Chow yang digunakan untuk

menguji stabilitas dari parameter.

e. Uji Hausman

Pengujian terhadap asumsi ada tidaknya korelasi antara regresor dan efek individu

digunakan untuk memilih apakah fixed atau random effects yang lebih baik. Alat

ujinya dapat digunakan Hausman Test. Dalam uji ini dirumuskan hipotesis sebagai

berikut:

H0: E(τi xit) = 0

atau REM adalah model yang tepat

H1: E(τi xit)≠ 0

atau FEM adalah model yang tepat

Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistik Hausman dan

membandingkannya dengan Chi square. Statistik Hausman dirumuskan dengan:

H = (βREM – βFEM )’ (MFEM –MREM)-1 (βREM – βFEM ) ~ χ2 (k)

                               

POLBAN

29

dimana:

M= matriks kovarians untuk parameter β

k = degrees of freedom

Jika nilai H hasil pengujian lebih besar dari χ2 tabel, maka cukup bukti untuk

melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah model

fixed effects, begitu juga sebaliknya

Dalam penelitian ini, peneliti mencoba mempresentasikan beberapa implikasi

yang diperoleh dari hubungan antara variable IPM, PDRB per kapita, jumlah

pengangguran dan investasi terhadap jumlah kemiskinan secara empiris.

Analisis regresi dengan menggunakan data panel adalah sebuah teknik statistik

yang digunakan untuk memprediksi variasi variael terkait dengan meregresikan lebih

dari variable bebas terhadap variable terikat secara bersama. Analisis regresi berganda

membantu kita untuk memahami seberapa besar variasi dari variable terikat dapat

dijelaskan oleh sejumlah prediktor

Dalam penelitian ini ada 3 macam variabel yaitu,

1. Variabel bebas (independen) adalah variable yang menjelaskan atau

mempengaruhi variable lainnya. Variabel independen disebut pula variable

yang diduga sebagai penyebab (presumed cause variable).

Variabel independen yang digunakan pada penelitian ini adalah IPM, PDRB

perkapita, dan jumlah pengangguran kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat

periode 2008 - 2011.

2. Variabel terikat (dependen) adalah variable yang dijelaskan atau dipengaruhi

oleh variable independen. Variabel dependen disebut juga variable yang

diduga sebagai akibat (presumed effect variable).

Variabel dependen yang digunakan pada penelitian ini adalah jumlah

penduduk miskin kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat periode 2008 - 2011.

                               

POLBAN

30

Dimana keterkaitan antara variabel penelitian ditunjukkan dalam bentuk

gambar berikut ini:

Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran

Sumber : penulis

Sesuai dengan rumusan masalah dan obyek penelitian, maka model yang

dibuat adalah :

JPM = f(IPM, PDRBK, PGR, INV)

Hubungan dependen variabel dengan semua independen variabel dari model

diatas dapat disajikan dalam bentuk model persamaan sebagai berikut :

JMSKit = β0i + β1 IPMit + β2 PDRBKit + β3 JPGRit + β4 INVit + eit

Dimana :

JMSK = Jumlah Penduduk Miskin IPM = Indeks Pembangunan Manusia PDRBK = Pendapatan Domestik Regional Bruto Perkapita JPGR = Jumlah Pengangguran INV = Investasi i = Kabupaten/Kota t = tahun

IPM

PDRB per kapita

Jumlah pengang-

guran

Jumlah Penduduk

Miskin

Investasi

                               

POLBAN

31

3.4. Variabel Operasional

Definisi operasional dari masing-masing variable adalah :

1. Jumlah penduduk miskin sesuai dengan kriteria BPS (2010), penduduk miskin

adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perbulan dibawah garis

kemiskinan, adalah yang berpenghasilan dibawah Rp 7.057,-perorang perhari,

angka ini berdasarkan perhitungan garis kemiskinan yang mencakup

kebutuhan makanan yang setara dengan kebutuhan terendah 2100 kilokalori

perkapita per hari.

2. Indeks Pembangunan Manusia yang sesuai dengan batasan BPS (2007), IPM

merupakan ukuran capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah

komponen dasar kualitas hidup. IPM memberi gambaran beberapa komponen

yaitu capaian umur panjang dan sehat, angka melek huruf, pertisipas sekolah

dan rata-rata lamanya bersekolah untuk mengukur kinerja pembangunan

bidang pendidikan dan kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah

kebutuhan pokokyang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran perkapita.

Data IPM yang digunakan adalah data IPM pada kabupaten/kota Jawa Barat

tahun 2008-2011.

3. PDRB, adalah produk domestik regional bruto dibagi dengan jumlah penduduk

disetiap wilayah kabupaten/kota Jawa Barat (BPS), datanya adalah PDRB

tahun 2008-2011 atas harga berlaku tahun 2000, variable ini dengan satuan

rupiah.

4. Jumlah pengangguran, menurut BPS adalah jumlah orang yang masuk dalam

angkatankerjsa (usia 15 tahun keatas) yang sedang mencari pekerjaan dan

belum mendapatkannya. Data yang digunakan adalah jumlah pengangguran

menurut format kabupaten/kota Jawa Barat tahun 2008-2011.

5. Investasi adalah PMA dan PMDN serta belanja modal Pemerintah Daerah di

Kabupaten/Kota Jawa Barat tahun 2008-2011.

                               

POLBAN

32

Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang merupakan data yang

dikumpulkan dan diolah oleh sumber data yaitu data kabupaten/kota Jawa Barat, tahun

yang dipilih tahun 2008 – 2011.

                               

POLBAN

33

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Provinsi Jawa Barat

Gambar 4.1. Peta Provinsi Jawa Barat

Sumber : Wikipedia

Jawa Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia. Ibu kotanya berada di Kota

Bandung. Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan

Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378).

Provinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan UU No.11 Tahun 1950, tentang

Pembentukan Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah

penduduk terbanyak di Indonesia. Secara geografis Jawa Barat terletak diantara

diantara 5050’ – 7050’ Lintang Selatan dan 104048’ – 108048’ Bujur Timur.Bagian

barat laut provinsi Jawa Barat berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota

Jakarta, ibu kota negara Indonesia. Dengan luas wilayah sekitar 3.710.061,32 hektar

dengan garis pantai sepanjang 724,85 km. Pada tahun 2000, Provinsi Jawa Barat

dimekarkan dengan berdirinya Provinsi Banten, yang berada di bagian barat.

                               

POLBAN

34

Provinsi Jawa Barat terdiri atas 18 kabupaten dan 9 kota, yaitu :

1. Kabupaten Bandung dengan Ibu Kota Soreang

2. Kabupaten Bandung Barat dengan Ibu Kota Ngamprah dimekarkan dari

Kabupaten Bandung tahun 2007

3. Kabupaten Bekasi dengan Ibu Kota Cikarang

4. Kabupaten Bogor dengan Ibu Kota Cibinong

5. Kabupaten Ciamis dengan Ibu Kota Ciamis

6. Kabupaten Cianjur dengan Ibu Kota Cianjur

7. Kabupaten Cirebon dengan Ibu Kota Sumber

8. Kabupaten Garut dengan Ibu Kota Tarogong Kidul

9. Kabupaten Indramayu dengan Ibu Kota Indramayu

10. Kabupaten Karawang dengan Ibu Kota Karawang

11. Kabupaten Kuningan dengan Ibu Kota Kuningan

12. Kabupaten Majalengka dengan Ibu Kota Majalengka

13. Kabupaten Pangandaran dengan Ibu Kota Parigi dimekarkan dari Kabupaten

Ciamis tahun 2012

14. Kabupaten Purwakarta dengan Ibu Kota Purwakarta

15. Kabupaten Subang dengan Ibu Kota Subang

16. Kabupaten Sukabumi dengan Ibu Kota Pelabuhanratu

17. Kabupaten Sumedang dengan Ibu Kota Sumedang

18. Kabupaten Tasikmalaya dengan Ibu Kota Singaparna

19. Kota Bandung

20. Kota Banjar dimekarkan dari Kabupaten Ciamis pada tahun 2002

21. Kota Bekasi dimekarkan dari Kabupaten Bekasi pada tahun 1996

22. Kota Bogor

23. Kota Cimahi dimekarkan dari Kabupaten Bandung pada tahun 2001

24. Kota Cirebon

25. Kota Depok dimekarkan dari Kabupaten Bogor pada tahun 1999

26. Kota Sukabumi

27. Kota Tasikmalaya dimekarkan dari Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2001

                               

POLBAN

35

Tabel 4.1 Jumlah penduduk, Laju Pertumbuhan Penduduk, Luas Wilayah, dan Kepadatan

penduduk Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

Sumber : BPS Jawa Barat 2010

Kepadatan penduduk terendah di Provinsi Jawa Barat terdapat pada Kabupaten

Sukabumi dengan kepadatan penduduk 562 orang/km2 dan kepadatan tertinggi

terdapat di Kota Bandung dengan kepadatan14.228 orang/km2. Sementara itu,

kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat yang memiliki luas wilayah terkecil adalah

Kabupaten/KotaJumlah

Penduduk (Jiwa)

Laju Pertumbuhan

Penduduk (%)

Luas Wilayah

(km2)

Kepadatan Penduduk

(orang/km2)

Kabupaten Bogor 4,763,200 3.13 2,997.13 1,589 Kabupaten Sukabumi 2,339,348 1.22 4,160.75 562 Kabupaten Cianjur 2,168,514 1.10 3,594.65 603 Kabupaten Bandung 3,174,499 2.56 1,756.65 1,807 Kabupaten Garut 2,401,248 1.60 3,094.40 776 Kabupaten Tasikmalaya 1,675,544 0.88 2,702.85 619 Kabupaten Ciamis 1,531,359 0.47 2,740.76 558 Kabupaten Kuningan 1,037,558 0.53 1,189.60 872 Kabupaten Cirebon 2,065,142 0.68 1,071.05 1,928 Kabupaten Majalengka 1,166,733 0.40 1,343.93 868 Kabupaten Sumedang 1,091,323 1.21 1,560.49 699 Kabupaten Indramayu 1,663,516 0.46 2,092.10 795 Kabupaten Subang 1,462,356 0.96 2,164.48 675 Kabupaten Purwakarta 851,566 1.99 989.89 860 Kabupaten Karawang 2,125,234 1.76 1,914.16 1,110 Kabupaten Bekasi 2,629,551 4.69 1,269.51 2,071 Kabupaten Bandung Barat 1,513,634 1.99 1,335.60 1,184 Kota Bogor 949,066 2.39 111.73 8,494 Kota Sukabumi 299,247 1.73 48.96 6,112 Kota Bandung 2,393,633 1.15 168.23 14,228 Kota Cirebon 295,764 0.84 40.16 7,364 Kota Bekasi 2,336,489 3.48 213.58 10,939 Kota Depok 1,736,565 4.30 199.44 8,707 Kota Cimahi 541,139 2.06 41.86 13,134 Kota Tasikmalaya 634,424 1.86 184.38 3,440 Kota Banjar 175,165 1.14 130.86 1,157

                               

POLBAN

36

Kota Cirebon dengan luas 40,16 km2 dan yang memiliki wilayah terluas adalah

Kabupaten Sukabumi dengan luas wilayah 4.160,75 km2.

Laju pertumbuhan penduduk tertinggi di Provinsi Jawa Barat berada di

Kabupaten Bekasi dengan laju pertumbuhan sebesar 4,69 persen dan laju pertumbuhan

terendah terdapat di Kabupaten Majalengka sebesar 0,40 persen. Untuk jumlah

penduduk terbanyak berada di Kabupaten Bogor sebanyak 4.763.200 orang dan

jumlah penduduk yang paling sedikit terdapat di Kota Cirebon sebanyak 2.065.142

orang (Tabel 4.1).

Kebijakan Jawa Barat dalam Meningkatkan IPM dimula pada tahun 2003

dimana Pemerintah Provinsi Jawa Barat membuat program akselerasi IPM generasi

pertama dengan leading sector berbasis kelompok masyarakat, yaitu dengan

digulirkan program “Raksa Desa” untuk mendorong perekonomian pedesaan melalui

pemberian bantuan permodalan bergulir dan pembangunan atau perbaikan

infrastruktur pedesaan. Sementara itu dalam bidang pendidikan dan kesehatan,

digulirkan program “Desa Cerdas” dan “Desa Sehat” dimana implementasinya kurang

optimal. Pada tahun 2005, digulirkan program akselerasi IPM generasi ke-2 dengan

leading sector Pemerintah Kabupaten/ Kota yang berbasis multistakeholder. Program

akselerasi IPM generasi ke-2 ini membuat sebuah program yang melibatkan seluruh

Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat. Program tersebut adalah Pendanaan

Kompetisi Akselerasi Peningkatan IPM (PPK-IPM). Melalui PPK-IPM Pemerintah

Provinsi Jawa Barat memfasilitasi Pemerintah Kabupaten/Kota untuk menggalang

peran serta stakeholders pembangunan di daerahnya masing-masing untuk bersama-

sama menyusun strategi dan menjalankan upaya-upaya peningkatan IPM di

Kabupaten/Kota masing-masing. Strategi dan upaya tersebut dituangkan ke dalam

sebuah proposal dan diajukan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat, untuk

kemudian dinilai dan diseleksi oleh sebuah Tim Reviewer Independen yang terdiri

unsur Perguruan Tinggi, Konsultan, LSM dan masyarakat profesional, serta unsur

Pemerintah Provinsi yang ditunjuk oleh Gubernur.Proposal yang dinilai layak serta

Pemerintah Kabupaten/Kota dan stakeholdersnya yang dinilai memiliki kesiapan dan

komitmen yang kuat dalam upaya peningkatan IPM, akan dipilih dan ditetapkan

                               

POLBAN

37

sebagai Kabupaten/Kota yang berhak mendapatkan dana stimulant antara 15 sampai

dengan 25 milyar rupiah per tahun per Kabupaten/Kota, selama dua tahun. Kegiatan

ini mulai di implementasikan pada tahun 2006. Pada tahun 2006 juga diterapkan

kebijakan 10 Kabupaten dengan IPM terendah, yakni memberi perhatian khusus

kepada 10 Kabupaten dengan IPM terendah dengan jalan memprioritaskan program

dan kegiatan sektoral yang terkait dengan IPM untuk diarahkan ke 10 Kabupaten

tersebut. Tahun 2008, Pemerintah Provinsi Jawa Barat terus melakukan komitmen

dalam meningkatkan IPM. Upaya yang dilakukan yakni dengan pemerataan

pendidikan di Jawa Barat melalui kegiatan Akselerasi Penuntasan Wajar Dikdas

Sembilan Tahun, yang pada tahun 2008 memasuki tahun atau fase yang ke-4. Pada

tahun ini juga dibuat MoU Role Sharing Pendanaan Peningkatan Sarana dan

Prasarana Pendidikan Dasar. Beasiswa juga diberikan kepada siswa SMP/MTs/PKBM

yang berasal dari keluarga tidak mampu, upaya tersebut diharapkan telah optimal

memenuhi sasaran. Selain itu, upaya Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun di

kabupaten/kota Jawa Barat telah menjadi agenda stakeholders terkait, baik dalam

tataran perencanaan maupun pelaksanaannya.

Komitmen dalam bidang kesehatan pada tahun 2008 lebih difokuskan pada

pelayanan kesehatan dasar yang masih belum mencapai standar pelayanan minimal

(SPM), prasarana pelayanan kesehatan dasar belum dapat diakses sepenuhnya oleh

masyarakat terutama penduduk miskin, tenaga kesehatanbelum merata terutama di

perdesaan, masih munculnya kasus-kasus penyakit seperti DBD, diare, suspect flu

burung, gizi buruk dan peran serta masyarakat belum menunjukkan yang lebih baik,

terutama dalam pemahaman terhadap perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Di

samping itu juga, kesehatan lingkungan, air bersih dan sanitasi perumahan masih

belum sesuai dengan apa yang diharapkan.Dengan demikian, Pemerintah Provinsi

Jawa Barat memfokuskan kebijakan dalam meningkatkan aksesibilitas dan kualitas

kesehatan sehingga permasalahan diatas dapat diatasi.

Pada bidang pendidikan tahun 2010 telah diprioritaskan untuk menciptakan

sumber daya manusia Jawa Barat yang Mandiri dan Dinamis serta berdaya Saing,

dengan sasaran : tuntasnya pemberantasan Buta Aksara dalam rangka Jabar bebas

                               

POLBAN

38

Buta Aksara; meningkatnya angka partisipasi jenjang pendidikan dasar dan menengah;

meningkatnya angka yang melanjutkan antar jenjang dalam rangka Jabar Bebas Putus

Jenjang Sekolah; meningkatnya mutu pendidikan dasar dan menengah bertaraf

internasional; meningkatnya kompetensi dan kesejahteraan pendidik dan tenaga

kependidikan. Beberapa upaya yang dilakukan adalah melalui penuntasan dan

pemeliharaan Bebas Buta Aksara melalui Program Keaksaraan Fungsional (KF); BOS

Provinsi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah; pengadaan Paket Buku Teks

Pelajaran untuk Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah; peningkatan Kesejahteraan

Guru PNS, Non PNS dan Guru Bantu Negeri/Swasta Daerah Terpencil dan

Perbatasan; bantuan Baju Seragam Sekolah untuk Siswa SD/MI dan SMP/MTs dari

Keluarga Tidak Mampu; pembinaan dan pengembangan Sekolah Standar Nasional

(SSN) dan Sekolah bertaraf Internasional (SBI) jenjang SD, SMP, SMA dan SMK;

Revitalisasi Sarana dan Prasarana Daerah Khusus; rehabilitasi pembinaan

Kelembagaan dan Peningkatan Mutu SD-SMP Satu Atap; pembinaan SMP Terbuka;

beasiswa Reguler, Satu Siklus, Tahun Pertama dan Tugas Akhir bagi Mahasiswa

Berprestasi dari Keluarga Tidak Mampu; peningkatan Sarana dan Prasarana

SMA/SMK Dalam Rangka Pencanangan Wajib Belajar 12 Tahun; peningkatan RLS

Melalui Program Paket B dan C berbasis life skill; perluasan Peningkatan Layanan

PAUD Non Formal; pendidikan dan pelatihan kewirausahaan bagi Siswa SMA/SMK;

optimalisasi Pendidikan Kejuruan melalui Pemberdayaan Lembaga Tri Partit Bidang

Pendidikan; Sertifikasi Guru dan Siswa Pendidikan Menengah Kejuruan; rehabilitasi

bangunan sekolah yang mengalami kerusakan berat akibat bencana gempa bumi Jawa

Barat 2009.

Pada bidang kesehatan beberapa kegiatan difokuskan pada peningkatan prilaku

hidup bersih dan sehat, pencegahan penyakit serta kualitas pelayanan kesehatan dasar,

dengan sasaran : menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian anak;

meningkatkan pengendalian, pencegahan penyakit menular; meningkatkan prilaku

hidup bersih dan sehat; meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan;

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dasar, dan penanganan gizi buruk.

Kegiatan yang telah dilakukan adalah: peningkatan kualitas tenaga kesehatan melalui

                               

POLBAN

39

fasilitasi dan bimbingan teknis; peningkatan kuantitas sarana dan prasarana pendukung

pelaksanaan pelayanan kesehatan; perbaikan sanitasi, screening penderita dan

Pengobatan TB paru; pendidikan kesehatan mengenai PHBS dan gizi masyarakat.

Perkembangan Ekonomi Jawa Barat selalu menjadi provinsi yang memiliki

kontribusi ekonomi penting di Indonesia. Dalam 6 tahun terakhir rata-rata kontribusi

ekonomi Jawa Barat terhadap nasional sekitar 14,5% dan Jawa Barat merupakan ke

tiga terbesar kontributor ekonomi nasional.

Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Jawa Barat umunya lebih tinggi aipada

nasional. Berdasarkan.

Berdasarkan data PDRB Jawa Barat (ADHK 2000) cenderung mengalami

peningkatan. Dimana nilai nominal PDRB termasuk tertinggi ke – 3 di Indonesia,

dimana hal tersebut menunjukkan intensitas kegiatan ekonomi di Jawa Barat termasuk

sangat tinggi. Kegiatan ekonomi yang besar ini mengindikasikan pula bahwa Jawa

Barat menjadi daerah ekonomi yang penting di Indonesia. Bila dikaitkan dengan

jumlah penduduk yang besar, maka Jawa Barat adalah pangsa pasar yang

besar.Dengan persentase penduduk 18,1% dari nasional belum seimbang bila

dibandingkan dengan rata-rata kontribusi ekonomi 14,5%, masih perlu ditingkatkan

lagi pertumbuhan ekonominya.

Jawa Barat termasuk salah satu provinsi dengan jumlah penduduk yang tinggi

di Indonesia, namun hingga saat ini masih menghadapi masalah kependudukan yang

sulit dipecahkan, terutama dalam penyerapan angkatan kerja. Seiring dengan

peningkatan pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja diperkirakan mengalami

peningkatan, menurut hasil survey Kegiatan Dunia Usaha di Jawa Barat oleh Bank

Indonesia (2010), yang menyatakan bahwa masih terjadi peningkatan jumlah tenaga

kerja yang terserap di berbagai sector perekonomian di Jawa Barat. Peningkatan

serapan tenaga kerja terutama terjadi di sektor perdagangan, hotel dan restoran,

khususnya sub sektor perdagangan besar. Sektor pertanian merupakan sector

penyerap tenaga kerja terbesar kedua di Jawa Barat.

                               

POLBAN

40

Pembentukan Investasi di Jawa Barat relatif meningkat, dimana pada tahun

2010 laju investasi sebesar 5,9% yang hamper sama denganlaju pertumbuhan

ekonomi, serta rasio antara investasi dengan PDRBnya sebesar 16,4%. Jawa Barat

adalah salah satu provinsi tujuan investor terbesar di Indonesia. Antara tahun2010 –

2011 proporsi investasi PMA dan PMDN Jawa Barat rata-rata 21,06%. Pembentukan

PMA dan PMDN di Jawa Barat selama 2007 – 2011 proporsinya lebih besar

pembentukan PMA, yaitu hingga tiga kali lipat PMDN. PMDN relatif lebih merata

pada berbagai daerah di Jawa Barat, bila disbanding dengan PMA. Sekitar 57%

PMDN pada kurun waktu 2007 – 2011 terbentuk di Kota Bandung dan Kabupaten

Karawang, 17% di Kabupaten Bekasi, sedangkan daerah lain kurang dari 10%. Sekitar

35% PMA terbentuk di Kabupaten Bekasi, 15% di Kabupaten Karawang dan

Kabupaten Cirebon 10,3%, daerha lain kurang dari 10%. Kabupaten Bekasi dan

Kabupaten Karawang secara umum menjadi pilihan investasi untuk PMDN maupun

PMA. Aksesibilitas yang relative bagus dan dekat dengan Jakarta, tampaknya menjadi

faktor penarik investasi pada daerah-daerah tersebut.

4.2. Pengaruh IPM, PDRB per kapita, Jumlah pengangguran, dan Investasi

terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Jawa Barat Periode 2008 - 2011

Pengujian data sekunder yang merupakan kombinasi data time series dan dan

cross section atau yang disebut data panel pada penelitian ini dengan menggunakan

model regresi data panel. Dengan menggunakan model regresi data panel ada tiga

pendekatan dalam perhitungan, yaitu pendekatan kuadrat terkecil (pooled OLS =

PLS), pendekatan fixed effect (FEM), dan pendekatan random effect (REM), untuk

menentukan metode mana yang tepat dalam model ini perlu dilakukan pengujian-

pengujian, dengan menggunakan software yang digunakan untuk mengolah data

Eviews 6.

                               

POLBAN

41

4.2.1. Uji Chow

Uji Chow dilakukan untuk melihat pendekatan FEM lebih baik dibandingkan

pendekatan PLS, dimana hasilnya dapat dilihat pada table 4.2

Tabel 4.2 Uji Chow

Redundant Fixed Effects Tests

Pool: PLS

Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 77.536533 (25,73) 0.0000

Cross-section Chi-square 341.561747 25 0.0000 Cross-section fixed effects test equation:

Dependent Variable: JMSK?

Method: Panel Least Squares

Date: 11/23/13 Time: 07:56

Sample: 2008 2011

Included observations: 4

Cross-sections included: 26

Total pool (unbalanced) observations: 103 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 1727024. 189411.8 9.117829 0.0000

IPM? -21711.87 2671.392 -8.127547 0.0000

PDRBK? -0.003375 0.000919 -3.671366 0.0004

JPGR? 0.812573 0.094794 8.571996 0.0000

INV? 3.73E-09 1.59E-09 2.336666 0.0215 R-squared 0.684476 Mean dependent var 188073.8

Adjusted R-squared 0.671598 S.D. dependent var 117393.7

S.E. of regression 67274.12 Akaike info criterion 25.11826

Sum squared resid 4.44E+11 Schwarz criterion 25.24616

Log likelihood -1288.591 Hannan-Quinn criter. 25.17007

F-statistic 53.14863 Durbin-Watson stat 0.463556

Prob(F-statistic) 0.000000

Berdasarkan output eviews 6, menunjukkan baik F test maupun chi-square

signifikan, sehingga dapat disimpulkan pendekatan FEM lebih baik dibandingkan

PLS.

                               

POLBAN

42

4.2.2. Uji Hausman

Uji Hausman dilakukan untuk melihat pendekatan FEM lebih baik

dibandingkan pendekatan REM, dimana hasilnya dapat dilihat pada table 4.3

Tabel 4.3 Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test

Pool: DAPEN

Test cross-section random effects Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. Cross-section random 71.882280 4 0.0000 Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. IPM? -31425.678000 -24457.780312 16367657.022903 0.0850

PDRBK? 0.004012 0.001664 0.000001 0.0183

JPGR? -0.015198 0.038808 0.000660 0.0356

INV? -0.000000 -0.000000 0.000000 0.0000 Cross-section random effects test equation:

Dependent Variable: JMSK?

Method: Panel Least Squares

Date: 11/23/13 Time: 08:36

Sample: 2008 2011

Included observations: 4

Cross-sections included: 26

Total pool (unbalanced) observations: 103 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 2406458. 360604.8 6.673396 0.0000

IPM? -31425.68 5138.487 -6.115745 0.0000

PDRBK? 0.004012 0.001340 2.993990 0.0038

JPGR? -0.015198 0.050614 -0.300267 0.7648

INV? -9.89E-10 4.64E-10 -2.132460 0.0363 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.988549 Mean dependent var 188073.8

Adjusted R-squared 0.984000 S.D. dependent var 117393.7

S.E. of regression 14849.45 Akaike info criterion 22.28757

Sum squared resid 1.61E+10 Schwarz criterion 23.05496

Log likelihood -1117.810 Hannan-Quinn criter. 22.59839

F-statistic 217.3047 Durbin-Watson stat 1.446433

Prob(F-statistic) 0.000000

                               

POLBAN

43

Berdasarkan output eviews 6, menunjukkan nilai statistic hausman lebih besar

daripada nilai kritis statistic chi-square, sehingga dapat disimpulkan pendekatan FEM

lebih baik dibandingkan REM

4.2.3 Analisis Regresi dengan menggunakan pendekatan Fixed Effect Model

(FEM)

Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Pendapatan Domestik

Regional Bruto per Kapita (PDRB per kapita), Jumlah Pengangguran dan Investasi

terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Jawa Barat Tahun 2008 – 2011, dengan

menggunakan metode Fixed Effect Model (FEM) diperoleh nilai koefisien regresi

untuk setiap variable dalam penelitian ini seperti yang dituangnkan pada table 4.4.

Model taksiran berdasarkan alat analisis data diatas adalah sebagai berikut :

Yit = β0i + β1D2i + β2D3i + β3D4i + β4D5i + β5D6i + β6D7i + β7D8i + β8D9i + β9D10i

+ β10D11i + β11D12i + β12D13i + β13D14i + β14D15i + β15D16i + β16D17i + β17D18i

+ β18D19i + β19D20i + β20D21i + β21D22i + β22D23i + β23D24i + β24D25i + β25D26i

+ β26 IPMit + β27 PDRBKit + β28 JPGRit + β29 INVit

Berdasarkan hasil penaksiran parameter pada table 4.4. dapat ditulis sebagai berikut :

Yit = 2406458,46 + 42420,8 D2 + 42634,26 D3+ 138736,0 D4 + 151608,2 D5

+ 52244,42 D6 – 41448,59 D7 – 50645,67 D8 + 87959,64 D9 – 36992,54 D10

- 33477,59 D11 – 20231,82 D12 – 10462,09 D13 – 154878,1 D14 – 41822,48 D15

- 103143,0 D16 + 82550,80 D17 + 7686,499 D18 – 92381,81 D19 – 29655,72 D20

- 155423,8 D21 + 73418,46 D22 + 86343,19 D23 – 84265,53 D24 + 10861,92 D25

- 193189,3 D26 – 31425,68 IPMit + 0,004012 PDRBKit – 0,015198 JPGRit

- 9,89E-10 INVit

                               

POLBAN

44

Tabel 4.4 Hasil Regresi Data Panel dengan pendekatan FEM

Dependent Variable: JMSK? Method: Pooled Least Squares Date: 11/23/13 Time: 09:07 Sample: 2008 2011 Included observations: 4 Cross-sections included: 26 Total pool (unbalanced) observations: 103

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2406458. 360604.8 6.673396 0.0000

IPM? -31425.68 5138.487 -6.115745 0.0000

PDRBK? 0.004012 0.001340 2.993990 0.0038

JPGR? -0.015198 0.050614 -0.300267 0.7648

INV? -9.89E-10 4.64E-10 -2.132460 0.0363 Fixed Effects (Cross)

_KABGR--C 273475.5

_KASKBM--C 42420.80

_KACJR--C 42634.26

_KABDG--C 138736.0

_KAGRT--C 151608.2

_KATSM--C 52244.42

_KACMS--C -41448.59

_KAKNG--C -50645.67

_KACRB--C 87959.64

_KAMJK--C -36992.54

_KASMD--C -33477.59

_KAIDR--C -20231.82

_KASBG--C -10462.09

_KAPWK--C -154878.1

_KAKRW--C -41822.48

_KABKS--C -103143.0

_KABDBR--C 82550.80

_KOBGR--C 7686.499

_KOSKBM--C -92381.81

_KOBDG--C -29655.72

_KOCRB--C -155423.8

_KOBKS--C 73418.46

_KODPK--C 86343.19

_KOCMI--C -84265.53

_KOTSM--C 10861.92 _KOBJR--C -193189.3

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.988549 Mean dependent var 188073.8

Adjusted R-squared 0.984000 S.D. dependent var 117393.7

S.E. of regression 14849.45 Akaike info criterion 22.28757

Sum squared resid 1.61E+10 Schwarz criterion 23.05496

Log likelihood -1117.810 Hannan-Quinn criter. 22.59839

F-statistic 217.3047 Durbin-Watson stat 1.446433 Prob(F-statistic) 0.000000

                               

POLBAN

45

Berdasarkan model tersebut diatas dan table 4.4. dari empat variable

independen hanya satu variable yaitu jumlah penganguran (JPGR) berpengaruh tidak

signifikan artinya dengan berkurangnya jumlah pengangguran belum dapat

mengurangi jumlah penduduk miskin di Jawa Barat. Hasil analisis menunjukkan

bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM), PDRB per Kapita dan Investasi

berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin, sementara jumlah

pengangguran tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah penduduk miskin.

Namun PDRB per Kapita justru berpengaruhnya berlawanan, artinya peningkatan

dalam PDRB per Kapita meningkatkan jumlah penduduk miskin.

Penjelasan dengan menggunakan hasil olah data table 4.4. secara statistik

adalah bahwa setiap kenaikan Indeks Pembangunan Manusia sebesar 1%, maka

jumlah penduduk miskin akan berkurang sebesar 31.426 orang. Sementara untuk

kenaikan setiap 1 rupiah Pendapatan Domestik Regional Bruto per Kapita (PDRB per

kapita), maka akan menaikan jumlah penduduk miskin 0,004012 orang. Adapun

untuk kenaikan setiap 1 orang pengangguran akan menurunkan jumlah penduduk

miskin sebesar 0,015198 orang namun tidak signifikan sampai dengan tingkat

keyakinan 60%. Dan untuk setiap kenaikan 1 rupiah investasi akan menurunkan

jumlah penduduk miskin sebanyak 9,89 x E-10 orang.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang merupakan indikator kualitas SDM,

dimana kualitas pendidikan, kesehatan dan kemampuan daya beli masyarakat dapat

mengurangi jumlah penduduk miskin apabila IPM naik, hal ini pemerintah Provinsi

Jawa Barat supaya lebih serius dalam rangka mengentaskan kemiskinan dengan

meningkatkan pendidikan masyarakat dengan melaksanakan secara serius tidak hanya

program wajib belajar 9 tahun, namun juga pendidikan ditingkat pendidikan yang

lebih tinggi. Program-program kesehatan masyarakat juga secara serius lebih

ditingkatkan dengan meningkatkan pelayanan kesehatan di seluruh wilayah Provinsi

Jawa Barat. Demikian pula dengan kemampuan daya beli masyarakat ditingkatkan

dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat membuat program-program yang dapat

meningkatkan pendapatan masyarakat.

                               

POLBAN

46

PDRB per kapita di Provinsi Jawa Barat terhadap kemiskinan dalam penelitian

ini secara statistic mempunyai hubungan yang positif, artinya peningkatan PDRB

perkapita akan meningkatkan jumlah penduduk miskin, dimana seharusnya PDRB per

kapita meningkat akan menurunkan jumlah penduduk miskin. Berdasarkan hal

tersebut berarti bahwa di Provinsi Jawa Barat peningkatan PDRB per kapita tidak

mengurangi jumlah penduduk miskin, hal ini menunjukkan bahwa peningkatan PDRB

perkapita tidak sampai secara merata ke seluruh lapisan masyarakat, dimana

permasalahan kemiskinan tidak dapat dipecahkan hanya dengan meningkatkan PDRB

per kapita saja, namun juga harus diikuti upaya-upaya terjadinya efek menetes

kebawah (trickle dowen effect). Pertumbuhan ekonomi / peningkatan PDRB

merupakan syarat keharusan (necessary condition) untuk mengurangi kemiskinan.

Syarat kecukupannya (sufficient condition), misalnya laju inflasi serta laju populasi

penduduk yang terkendali, industrialisasi pertanian / perdesaan dan distribusi

pendapatan yang tepat, serta akumulasi modal manusia yang relatif cepat karus

dipenuhi pula (Sumitro, 1995)

Distribusi pendapatan, kesempatan kerja maupun pertumbuhan ekonomi yang

dibutuhkan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin adalah pertumbuhan yang

berkualitas dan berkeadilan. Investasi sebagai penyumbang pertumbuhan dan

membuka peluang kesempatan kerja dan distribusi pendapatan harus dilakukan dalam

bentuk mempercepat industrialisasi pertanian/perdesaan, akumulasi modal manusia

melalui pendidikan dan pelatihan, serta pengembangan dan perbaikan infra struktur

perdesaan (modal fisik). Hal ini membutuhkan campur tangan pemerintah dan

partisipasi swasta secara signifikan.

Membuka peluang kesempatan kerja bagi penduduk miskin wajib dilakukan

untuk mempertahankan daya beli masyarakat, sehingga peningkatan pendapatan yang

diperolehnya menjadi lebih berarti dalam memenuhi kebutuhan dasar atau

meningkatkan kualitas hidup mereka. Laju pertimbuhan populasi penduduk perlu

dikendalikan secara lebih efektif, terutama pada golongan penduduk miskin. Hal ini

dapat dilakukan dengan menggalakkkan kembali program keluarga berencana.

                               

POLBAN

47

Jumlah Pengangguran di Provinsi Jawa Barat bertambah ternyata jumlah

penduduk miskin turun, walaupun dalam penelitian ini pengaruhnya tidak signifikan,

hal tersebut dapat terjadi karena bertambahnya pengangguran disebabkan oleh PHK,

sehingga pada periode penelitian ini tidak berdampak terhadap bertambahnya

penduduk miskin karena mempunyai dana simpanan yang dapat digunakan untuk

membiaya hidupnya.

Pertambahan investasi di Provinsi Jawa Barat berdampak mengurangi jumlah

penduduk miskin hal ini sesuai dengan teori walaupun pengaruhnya masih belum

terlalu besar. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah provinsi untuk meningkatkan

investasi baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun investasi swasta dengan cara

lebih mengefektifkan investasi pemerintah pada perbaikan sarana dan prasarana di

berbagai daerah agar investor baik dalam negeri maupun investor luar negeri mau

menanamkan modal di seluruh wilayah Provinsi Jawa Barat.

Konstanta persamaan (intersep) untuk kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat

dapat dilihat pada table 4.4) adalah sebagai berikut :

Kabupaten Bogor = 273475.5 Kabupaten Sukabumi = 42420.80 Kabupaten Cianjur = 42634.26 Kabupaten Bandung = 138736.0 Kabupaten Garut = 151608.2 Kabupaten Tasikmalaya = 52244.42 Kabupaten Ciamis = -41448.59 Kabupaten Kuningan = -50645.67 Kabupaten Cirebon = 87959.64 Kabupaten Majalengka = -36992.54 Kabupaten Sumedang = -33477.59 Kabupaten Indramayu = -20231.82 Kabupaten Subang = -10462.09

Kabupaten Purwakarta = -154878.1 Kabupaten Karawang = -41822.48 Kabupaten Bekasi = -103143.0 Kabupaten Bandung Barat = 82550.80 KotaBogor = 7686.499 Kota Sukabumi = -92381.81 Kota Bandung = -29655.72 Kota Cirebon = -155423.8 Kota Bekasi = 73418.46 Kota Depok = 86343.19 KotaCimahi = -84265.53 Kota Tsikmalaya = 10861.92 Kota Banjar = -193189.3

Konstanta diatas menunjukkan bahwa ada perbedaan antara kabupaten/kota

dalam melaksanakan program-program pengentasan kemiskinan seperti nilai-nilai

kontanta untuk provinsi Jawa Barat (gabungan 26 kabupaten/kota) dengan nilai

                               

POLBAN

46

koefisien 2406458,46 berarti walaupun variable yang mempengaruhi kemiskinan

(asumsi IPM, PDRB per Kapita, Jumlah Pengangguran dan Investasi) sama dengan

nol, penduduk miskin akan bertambah. Dari 26 Kabupaten/Kota di Jawa Barat ternyata

Kabupaten Ciamis, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka, Kabupaten

Sumedang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta,

Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota

Cirebon, Kota Cimahi, dan Kota Banjar mampu mengurangi jumlah penduduk miskin

tanpa adanya faktor-faktor yang mempengaruhi, sementara Kabupaten/Kota lainnya

belum dapat mengurangi jumlah penduduk miskin tanpa ada faktor-faktor yang

mempengaruhinya.

Wilayah Kabupaten Ciamis, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka,

Kabupaten Sumedang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, Kabupaten

Purwakarta, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kota Sukabumi, Kota

Bandung, Kota Cirebon, Kota Cimahi, dan Kota Banjar merupakan wilayah yang

potensial baik secara lokasi yang strategis maupun potensial faktor produksinya

apalagi bila dilihat dari minat dari investor menanamkan modal diwilayah tersebut.

Wilayah lainnya masih harus ditingkatkan produktivitas dari faktor

produksinya agar dapat digunakan secara efisien dan potensial, yaitu dengan

membangun sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan perekonomian meningkat

baik dari sisi SDM dan SDAnya agar investor berdatangan menanamkan modalnya,

dan ini merupakan tugas berat pemerintah provinsi Jawa Barat untuk melakukan

pemerataan pembangunannya.

Intersep yang berbeda disebabkan oleh banyak hal salah satunya oleh

perbedaan start awal sebagai suatu kabupaten/kota, akibatnya terjadi ketimpangan

antar wilayah yang cukup tinggi. Menurut BKPMD Provinsi Jawa Barat hal ini

disadari dengan investor tidak tertarik memilih wilayah-wilayah yang belum potensial

tersebut, namun Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan dibantu oleh BKPMD sedang

digalakkan peningkatan potensi di semua wilayah terutama wilayah-wilayah yang

belum potensial.

                               

POLBAN

47

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

IPM, Investasi dan PDRB perkapita berpengaruh mengurangi jumlah

penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat, sedangkan jumlah pengangguran tidak

berpengaruh mengurangi jumlah penduduk miskin. Dan dari 26 Kabupaten/Kota di

Jawa Barat ternyata Kabupaten Ciamis, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka,

Kabupaten Sumedang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, Kabupaten

Purwakarta, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kota Sukabumi, Kota

Bandung, Kota Cirebon, Kota Cimahi, dan Kota Banjar mampu mengurangi jumlah

penduduk miskin tanpa adanya faktor-faktor yang mempengaruhi, sementara

Kabupaten/Kota lainnya belum dapat mengurangi jumlah penduduk miskin tanpa ada

faktor-faktor yang mempengaruhinya.

5.2. Saran

Jawa Barat dalam menurunkan jumlah penduduk miskin, pemerintah perlu

mendistribusikan pendapatan, memperluas kesempatan kerja, dan menciptakan

pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, dan membatasi kelahiran melalui

penggalakan kembali program KB.

Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengungkap lebih dalam mengenai

faktor-faktor yang menjadi akar permasalahan kemiskinan dan solusi untuk

mengentaskan kemiskinan di Provinsi Jawa Barat.

                               

POLBAN

48

DAFTAR PUSTAKA

Apriliyah S Napitupulu, 2008, Pengaruh Indikator Komposit Indeks Pembangunan Manusia Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara tahun 2007, FE – ESP USU, Medan. www.repository.usu.ac.id/bistream/123456789/9865/1/3050127.pdf

Agus Widaryono, 2007, Ekonometrika teori dan aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis, Ekasia, Yogyakarta

Badan Pusat Statistik, 2008, Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan 2008, BPS Jakarta, Indonesia.

Baltagi Bodi H, 2005, Econometric Analysis of panel data, 3rd edition, John Wiley & sons ltd, Chichester

Bambang S Soedibjo, 2005, Pengantar Metode Penelitian, STIE-STMIK Pasim,

Bandung.

Bank Dunia, 2004, Menciptakan lapangan kerja melalui investasi : saran-saran dari masyarakat donor untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia. CGI Investment Climate Sub-working Group Indonesia PolicyBriefs http://www.worldbank.or.id

Budiono, 1992, Ekonomi Makro Seri Sinopsisi, BPFE, Yogyakarta

Dermawan Wibisono, 2002, Riset Bisnis : Panduan bagi Praktisi dan Akademisi,

P T Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Dian Octaviani. 2001. Inflasi, pengangguran dan Kemiskinan di Indonesia : Analisis Indeks Forrester Greer dan Horbecke, Media Ekonomi Vol 7.

Dornbusch, Rudiger, Stanly Fisher, Richard Startz, 2004, Makro Ekonomi, PT Media Global Edukasi, Jakarta.

Dumairy, 1996, Perekonomian Indonesia, Erlangga, Jakarta

Eric Neumayer. 2001.The human development index an sustainability a constructive proposal. Jurnal elesvier.

Faisal H Basri, 2002, Perekonomian Indoensia : Tantangan dan Harapan Bagi Kebangkitan Ekonomi Indonesia, Erlangga, Jakarta.

Gujarati dan Porter, 2009, Dasar- dasar ekonometrika, Salemba Empat, Jakarta Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti, 2006, Dampak Pertumbuhan Ekonomi

terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. www.pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffoles/siregar21agts07.pdf

Iman Ghozali, 2009, Aplikasi Analisis Multivariate, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

                               

POLBAN

49

Imam Ghozali ,2009, Analisis Multivariate Lanjutan, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.

Irawan dan Suparmoko, 2008, Ekonomika Pembangunan, BPFE, Yogyakarta.

Jhingan, M L, 2007, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Lanjouw Petter dkk, 2001, Poverty Education and Health in Indonesia : Who benefits

from public spending, World Bank Discussion Paper No. 339, Washington.

Lincolin Arsyad, 1999, Ekonomi Pembangunan, STIE YKPN, Yogyakarta.

Mankiw, Gregory, 2006, Makroekonomi, Erlangga, Jakarta.

Michael P Todaro, 2000, Economic Development, New York University, Addison

Mesley.

Mudrajat Kuncoro, 1997, Ekonomi Pembangunan, Teori, masalah dan kebijakan, Unit penerbitan dan percetakan akademi manajemen perusahaan YKPN, Yogyakarta.

Prasetyo, Soepono, 2001. Teori Pertumbuhan Berbasis Ekonomi (eksport) Posisi dan Sumbangannya bagi Perbendaharaan Alat-alat Analisis Regional. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol.16 No.1.

Prima Sukmaraga, 2011, Analisis pengaruh IPM, PDRB per Kapita dan jumlah pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah, FE UNDIP, Semarang

Sadono Sukirno, 2007, Makroekonomi Modern, Raja Grafindo persada, Jakarta.

Sadono Sukirno, 2006, Makroekonomi Teori dan Pengantar, Raja Grafindo persada,

Jakarta.

Sadono Sukirno, 2007, Ekonomi Pembangunan, Kencana, Jakarta

Shochrul R Ajija dkk, 2007, Cara cerdas menguasai EVIEWS, Salemba Empat, jakarta

Sugiyono, 2006, Metode Penelitian Bisnis, Alphabeta, Bandung.

Sumitro Djojohadikusumo, 1994, Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan, LP3ES, Jakarta

Sumitro Djojohadikusumo, 1995, Perkembangan Pemikiran Ekonomi Dasar, Teori Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan, LP3ES, Jakarta.

Todaro, Michael P, 2000, Economic Development, Seventh Edition, Addison Mesley, New York.

Tulus T H Tambunan, 2009, Perekonomian Indonesia, Galia Indonesia, Jakarta.

---------- , 2007, World Bank Report, The World Bank, Washington DC

                               

POLBAN

50

---------- ,2013, Tim Nasional Percepatan Penaggulangan Kemiskinan Republik

Indonesia (TNP2K)

                               

POLBAN

51

Lampiran 1

PERSONALIA PENELITI

No. Nama NIDN Bidang Ilmu

Alokasi Waktu (Jam /

Minggu)

Uraian Tugas

1. Endang Hatma Juniwati, S.E., M.Si.

Ekonomi 10 jam / minggu

Persiapan : Mencari referensi Literature Review : Mencari bahan tinjauan pustaka dari buku Pengumpulan data : Melakukan pencarian data di dinas terkait dan internet Pengolahan data : Data entry Analisa data : Menyimpulkan dan menganalisa hasil pengolahan Evaluasi hasil penelitian : Menyimpulkan dan menganalisa hasil pengolahan Penyusunan laporan : Membuat draft laporan dan kelengkapanya Presentasi Penelitian : Membuat persiapan presentasi

                               

POLBAN

52

2. Fatmi Hadiani,S.E., M.E.

Ekonomi 10 jam / minggu

Persiapan : Membantu mencari referensi dan data Literature Review : Membantu mencari artikel Pengumpulan data : Membantu melakukan pencarian data di dinas terkait dan internet Pengolahan data : Tabulasi data Analisa data : Membantu menyimpulkan dan menganalisa hasil pengolahan Evaluasi hasil penelitian : Membantu menyimpulkan dan menganalisa hasil pengolahan Penyusunan laporan : Membantu membuat draft laporan dan kelengkapanya Presentasi Penelitian : Membuat persiapan presentasi

                               

POLBAN

53

Lampiran 2

BIODATA KETUA PENELITI

Nama Lengkap : Endang Hatma Juniwati, S.E., M.Si

Jenis Kelamin : Perempuan

NIP : 19610605 198903 2 001

Disiplin Ilmu : Ekonomi dan Studi Pembangunan

Pangkat/ Golongan : Penata / III c

Jabatan fungsional : Lektor

Program Studi/ Jurusan : Keuangan dan Perbankan/Akuntansi

Bidang Keahlian : Ekonomi

Waktu untuk penelitian ini : 10 jam/minggu

PENDIDIKAN FORMAL

Tahun 1987 Lulus Program Sarjana Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Padjadjaran Bandung

Tahun 2011 Lulus Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

MATA KULIAH YANG PERNAH DIBINA

1. Pengantar Ilmu Ekonomi

2. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro

3. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro

4. Ekonomi Mikro

5. Ekonomi Makro

6. Ekonomi Moneter

7. Ekonomi Pembangunan

8. Komunikasi Bisnis Syariah

9. Introduction to data processing

10. Aplikasi data Processing

                               

POLBAN

54

JURNAL & PENELITIAN

1. Pengaruh Struktur Organisasional terhadap Partisipasi dalam Penyusunan

Anggaran dengan Kinerja Manajerial

2. Pengaruh Uang Primer terhadap Uang Beredar

3. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Intermediasi Bank-Bank Umum di

Indonesia

4. Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia, PDRB per Kapita, Jumlah

Pengangguran Terhadap Jumlah Penduduk Miskin Di Provinsi Jawa Barat

Bandung, November 2013 Ketua Peneliti

Endang Hatma Juniwati

NIP. 19610605 198903 2 001

                               

POLBAN

55

Lampiran 3

BIODATA ANGGOTA PENELITI

Nama Lengkap : Fatmi Hadiani,S.E.,M.E.

Jenis Kelamin : Perempuan

NIP : 19641010199103 2 002

Disiplin Ilmu : Ekonomi dan Studi Pembangunan

Pangkat/ Golongan : Penata muda/ III a

Jabatan fungsional : Asisten Ahli

Program Studi/ Jurusan : Keuangan dan Perbankan/Akuntansi

Bidang Keahlian : Ekonomi

Waktu untuk penelitian ini : 10 jam/minggu

PENDIDIKAN FORMAL

Tahun 1989 Lulus Program Sarjana Ekonomi dan Studi Pembangunan

Universitas Sumatera Utara

Tahun 2002 Lulus Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia

MATA KULIAH YANG PERNAH DIBINA

1. Pengantar Ilmu Ekonomi

2. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro

3. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro

4. Ekonomi Mikro

5. Ekonomi Makro

6. Ekonomi Industri

7. Komunikasi Bisnis Syariah

                               

POLBAN

56

JURNAL & PENELITIAN

1. Kebijakan Bea masuk Gula Nol Persen Terhadap Industri Gula Indonesia

2. Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia, PDRB per Kapita, Jumlah Pengangguran

Dan Investasi Terhadap Jumlah Penduduk Miskin Di Provinsi Jawa Barat

Bandung, November 2013

Anggota Peneliti

Fatmi Hadiani

NIP. 19641010 199103 2 002

                               

POLBAN

57

Lampiran 4

Data Jumlah Penduduk Miskin, IPM, PDRB per Kapita, Jumlah Pengangguran dan Investasi Berdasarkan Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2008 - 2011

LOKASI JMSK IPM PDRBK JPGR INV

_KABGR-2008 491400.0 70.66000 12959070 396364.0 2.11E+12

_KABGR-2009 446000.0 71.35000 14232423 194221.0 3.80E+13

_KABGR-2010 477200.0 72.16000 15465581 205032.0 3.41E+12

_KABGR-2011 470500.0 72.57000 17090000 222638.0 4.82E+12

_KASKBM-2008 296400.0 69.66000 6912452. 138614.0 1.04E+12

_KASKBM-2009 265500.0 70.17000 7331368. 77405.00 7.76E+11

_KASKBM-2010 249600.0 70.66000 7822419. 94190.00 3.87E+11

_KASKBM-2011 246100.0 71.07000 8460000. 96834.00 3.84E+12

_KACJR-2008 334300.0 68.17000 7274598. 161736.0 2.35E+11

_KACJR-2009 311100.0 68.60000 7831941. 99888.00 1.62E+11

_KACJR-2010 311000.0 69.14000 8597592. 105167.0 2.25E+11

_KACJR-2011 306600.0 69.59000 9310000. 97500.00 3.73E+11

_KABDG-2008 267100.0 73.41000 12484862 346408.0 9.55E+11

_KABDG-2009 238800.0 73.84000 13125129 172899.0 4.49E+11

_KABDG-2010 296300.0 74.05000 14341885 153096.0 1.22E+12

_KABDG-2011 292200.0 74.44000 15680000 145165.0 7.17E+11

_KAGRT-2008 410600.0 70.52000 8715067. 145464.0 2.50E+11

_KAGRT-2009 365400.0 70.98000 9390529. 75813.00 7.55E+10

_KAGRT-2010 335600.0 71.36000 10334178 69746.00 1.55E+11

_KAGRT-2011 330900.0 71.70000 11230000 88372.00 1.81E+11

_KATSM-2008 250200.0 71.35000 6376345. 85400.00 2.12E+11

_KATSM-2009 233200.0 71.75000 7177231. 58444.00 1.65E+11

_KATSM-2010 214600.0 72.00000 7636284. 63882.00 3.48E+11

_KATSM-2011 211600.0 72.50000 8170000. 61203.00 1.67E+11

_KACMS-2008 190500.0 70.57000 9529412. 70193.00 3.16E+11

_KACMS-2009 174500.0 70.96000 10370368 49009.00 8.19E+10

_KACMS-2010 158500.0 71.37000 11466494 38978.00 1.20E+11

_KACMS-2011 156300.0 71.82000 11340000 63021.00 1.74E+11

_KAKNG-2008 182000.0 70.12000 6857981. 72694.00 7.42E+10

_KAKNG-2009 174800.0 70.42000 7891341. 49849.00 4.61E+10

_KAKNG-2010 152400.0 70.89000 8795537. 35657.00 1.27E+11

_KAKNG-2011 150300.0 71.55000 9500000. 42156.00 1.92E+11

_KACRB-2008 429700.0 67.70000 7613395. 202400.0 1.53E+11

_KACRB-2009 390500.0 68.37000 8324300. 129525.0 2.44E+12

_KACRB-2010 333300.0 68.89000 9273579. 111408.0 6.95E+11

_KACRB-2011 328600.0 69.28000 9970000. 93866.00 7.20E+12

_KAMJK-2008 225700.0 69.40000 7013211. 47148.00 1.40E+11

_KAMJK-2009 207200.0 69.94000 7627313. 40876.00 1.41E+11

_KAMJK-2010 181100.0 70.25000 8595538. 33256.00 4.31E+11

_KAMJK-2011 178600.0 70.81000 9140000. 41443.00 2.12E+11

_KASMD-2008 159700.0 71.68000 9622445. 68748.00 1.63E+12

_KASMD-2009 145300.0 72.00000 10334392 50866.00 1.92E+11

_KASMD-2010 141400.0 72.42000 11215857 41450.00 1.51E+11

_KASMD-2011 139400.0 72.67000 12160000 39955.00 1.61E+11

_KAIDR-2008 347000.0 66.78000 8585221. 104834.0 4.07E+11

                               

POLBAN

58

LOKASI JMSK IPM PDRBK JPGR INV

_KAIDR-2009 319500.0 67.39000 9989956. 81317.00 1.75E+11

_KAIDR-2010 276000.0 67.75000 11766149 86309.00 3.83E+11

_KAIDR-2011 272100.0 68.40000 12340000 79018.00 2.50E+11

_KASBG-2008 215000.0 70.43000 8534770. 85786.00 2.36E+11

_KASBG-2009 201800.0 70.86000 9357716. 53581.00 5.09E+11

_KASBG-2010 198300.0 71.14000 10034754 59062.00 5.53E+11

_KASBG-2011 195500.0 71.50000 10670000 62456.00 2.88E+11

_KAPWK-2008 92500.00 70.31000 16070309 68032.00 4.06E+11

_KAPWK-2009 84700.00 70.90000 16891851 39096.00 7.14E+12

_KAPWK-2010 90300.00 71.17000 18717452 36554.00 2.51E+12

_KAPWK-2011 89000.00 71.59000 20160000 35657.00 1.41E+12

_KAKRW-2008 283400.0 69.06000 19705493 225128.0 5.17E+12

_KAKRW-2009 264800.0 69.47000 22277101 136572.0 9.93E+11

_KAKRW-2010 260300.0 69.79000 25940092 141345.0 4.76E+12

_KAKRW-2011 256700.0 70.28000 28610000 98420.00 5.53E+12

_KABKS-2008 130400.0 72.10000 33750721 221562.0 1.14E+13

_KABKS-2009 136700.0 72.47000 34918567 105493.0 1.00E+13

_KABKS-2010 161800.0 72.93000 36406445 113599.0 1.40E+13

_KABKS-2011 159500.0 73.54000 39160000 123029.0 1.38E+13

_KABDBR-2008 251700.0 72.65000 9936338. 183956.0 7.78E+10

_KABDBR-2009 232700.0 72.97000 10747451 88336.00 1.16E+11

_KABDBR-2010 222900.0 73.35000 11722341 78211.00 1.83E+12

_KABDBR-2011 219800.0 73.80000 12590000 61868.00 6.94E+11

_KOBGR-2008 97700.00 75.15000 11089020 170544.0 9.18E+10

_KOBGR-2009 91700.00 75.46000 12788558 90638.00 2.67E+11

_KOBGR-2010 90200.00 75.75000 14805691 72015.00 3.33E+11

_KOBGR-2011 88900.00 76.08000 16100000 44985.00 4.37E+11

_KOSKBM-2008 33600.00 74.17000 12763810 38744.00 2.97E+11

_KOSKBM-2009 30400.00 74.49000 14928316 25283.00 1.20E+11

_KOSKBM-2010 27700.00 74.91000 17327264 16841.00 4.60E+10

_KOSKBM-2011 27300.00 75.36000 19470000 13461.00 5.09E+10

_KOBDG-2008 106800.0 75.35000 25749394 343318.0 3.45E+11

_KOBDG-2009 110300.0 75.60000 29625574 152953.0 8.20E+11

_KOBDG-2010 118600.0 76.06000 34240720 131353.0 1.46E+13

_KOBDG-2011 116900.0 76.39000 39220000 116798.0 1.01E+13

_KOCRB-2008 47400.00 74.26000 30577968 42226.00 2.79E+12

_KOCRB-2009 45000.00 74.59000 33547426 20156.00 9.20E+10

_KOCRB-2010 35500.00 74.93000 36847214 15022.00 2.03E+11

_KOCRB-2011 35000.00 75.42000 40160000 14280.00 4.23E+11

_KOBKS-2008 142300.0 75.73000 13473852 273398.0 3.05E+11

_KOBKS-2009 134200.0 75.99000 13894462 147410.0 8.89E+11

_KOBKS-2010 148000.0 76.35000 15398289 123065.0 4.08E+11

_KOBKS-2011 145900.0 76.68000 17050000 116290.0 4.87E+11

_KODPK-2008 41700.00 78.36000 7806703. 146714.0 2.33E+12

_KODPK-2009 47100.00 78.61000 8399622. 71182.00 6.27E+11

_KODPK-2010 49600.00 79.09000 9286210. 65072.00 1.06E+12

_KODPK-2011 48900.00 79.36000 10120000 86387.00 4.94E+12

_KOCMI-2008 52300.00 74.79000 20548661 72506.00 2.73E+12

_KOCMI-2009 46400.00 75.12000 21972715 41723.00 7.88E+11

_KOCMI-2010 40100.00 75.51000 23736416 33642.00 1.37E+11

_KOCMI-2011 39500.00 76.01000 25710000 25996.00 5.29E+11

                               

POLBAN

59

LOKASI JMSK IPM PDRBK JPGR INV

_KOTSM-2008 154500.0 73.35000 11473915 50006.00 2.28E+11

_KOTSM-2009 140100.0 73.89000 12339625 22356.00 1.19E+11

_KOTSM-2010 131600.0 74.40000 13327326 23201.00 1.24E+11

_KOTSM-2011 129800.0 74.85000 14340000 25525.00 1.04E+11

_KOBJR-2008 15700.00 70.61000 8346699. 12282.00 1.11E+11

_KOBJR-2009 14600.00 70.90000 9178782. 4939.000 5.36E+10

_KOBJR-2010 14900.00 71.38000 10102587 4238.000 6.23E+10

_KOBJR-2011 14700.00 71.82000 10930000 5520.000 2.23E+10

                               

POLBAN