pengaruh produk domestik regional bruto (pdrb),...
TRANSCRIPT
i
PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB), UPAH
MINIMUM KABUPATEN/KOTA (UMK),DAN INDEKS PEMBANGUNAN
MANUSIA (IPM) TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI
PROVINSI BANTEN PERIODE 2008-2013
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Ekonomi (S.E)
Disusun Oleh:
Muhamad Burhanudin
NIM. 1110084000024
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436/2015M
i
i
ii
i
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap : Muhamad Burhanudin
2. Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 11 November 1992
3. Alamat : Jl. Rawamangun Muka IV No.5, RT 014
RW 012, Kelurahan Rawamangun,
Kecamatan Pulo Gadung, Kota Jakarta
Timur, 14220, Jakarta.
4. Telepon : 087882087873
5. E-mail : [email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. SDN 09 Pagi, Jakarta Tahun 1998-2004
2. SMP Negeri 74 Jakarta Timur Tahun 2004-2007
3. SMA Negeri 31 Jakarta Pusat Tahun 2007-2010
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2010-2014
III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Staff Divisi Pendidikan, Himpunan Mahasiswa Jurursan IESP, 2011-2012
2. Ketua KKN Garuda, 2013
IV. PENGALAMAN KERJA
1. Volunteer JOBSDB Career Expo, 2010
2. PT. Darya-Varia Laboratoria .tbk, 2014
V. SEMINAR DAN WORKSHOP
1. Seminar Outlook Peran Otoritas Jasa Keuangan terhadap Industri
Keuangan dan Perbankan Syariah, UIN Jakarta, 2012
2. Studium General Jurusan IESP, UIN Jakarta, 2012.
3. Seminar di Badan Kebijakan Fiskal, Kementrian Keuangan RI, 2012.
4. Pelatihan Alat Analisis Location Question, Shift Share dan Tipologi
Sektoral, UIN Jakarta, 2012.
VI. KEPANITIAAN
1. Devisi Perlengkapan PROPESA UIN Jakarta, 2012
ii
VII. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : H. Agus Supriyanto
2. Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 20 Agustus 1956
3. Hp. : 082111717388
4. Ibu : Hj. Tri Kumorowati
5. Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 6 Maret 1963
6. Alamat : Jl. Rawamangun Muka IV No.5, RT 014
RW 012, Kelurahan Rawamangun,
Kecamatan Pulo Gadung, Kota Jakarta
Timur, 14220, Jakarta..
6. Telepon : 081285690778
7. Anak ke dari : 2 dari 2 bersaudara
iii
ABSTRACT
The aim of this research is to analyze the influence of gross domestic
product, the minimum wages district / city, and the human development index of
the unemployment rate in Banten Province from 2008 to 2013.
Unemployment rate as the dependent variabel with the open
unemployment rate as indicator. Regional gross domestic product, the minimum
wage district / city, and the human development index as the independent
variabels. This research uses panel data and analytical tools of Fixed Effects
Model (FEM) by taking a sample of 4 districs and 4 cities in Banten Province
from 2008 to 2013.
The result show that the unemployment rate are caused by the regional
gross domestic product, the minimum wage district / city, and the human
development index of 60.77% (Adj R2), while the remaining 39.23% is explained
by other variables outside of the model which is an investment research and
inflation. Furthermore, unemployment rate is influenced significantly regional
gross domestic product, the minimum wage district / city, and the human
development index about 14,47% (F-statistic). However partially, the probability
of each independent variable shows (1) the unemployment rate was not
significantly and positively influenced by the regional gross domestic product with
a probability value of 0.3263, (2) the unemployment rate significantly and
negatively affected by the minimum wage districts / cities with a probability value
of 0.0025, (3) the unemployment rate significantly and negatively affected by
human development index with a probability value of 0.0006.
Keywords: unemployment, gross regional domestic product, the minimum wage
district / city, and the human development index.
iv
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh produk domestik
regional bruto, upah minimum kabupaten/kota, dan indeks pembangunan manusia
terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten dari tahun 2008 sampai 2013.
Tingkat pengangguran sebagai variabel dependen dengan tingkat
pengangguran terbuka. Produk domestik regional bruto, upah minimum
kabupaten/kota, dan indeks pembangunan manusia sebagai variabel independen.
Penelitian ini menggunakan data panel dan alat analisis Fixed Effect Model (FEM)
dengan mengambil sampel yaitu 4 Kabupaten dan 4 Kota di Provinsi Banten dari
tahun 2008 sampai 2013.
Hasil Penelitian menunjukan bahwa tingkat pengangguran mampu
dijelaskan oleh produk domestik regional bruto, upah minimum kabupaten/kota,
dan indeks pembangunan manusia sebesar 60,77% (Adj R2), sedangkan sisanya
yaitu sebesar 39,23% dijelaskan oleh variabel lain diluar model penelitian
diantaranya yaitu investasi dan inflasi. Selanjutnya, tingkat pengangguran
dipengaruhi signifikan oleh produk domestik regional bruto, upah minimum
kabupaten/kota, dan indeks pembangunan manusia secara simultan sebesar
14,47% (F-statistik). Namun secara parsial, probabilitas dari masing-masing
variabel independen menunjukan (1) tingkat pengangguran dipengaruhi tidak
signifikan dan positif oleh produk domestik regional bruto dengan nilai
probabilitas sebesar 0,3263 , (2) tingkat pengangguran dipengaruhi signifikan dan
negatif oleh upah minimum kabupaten/kota dengan nilai probabilitas sebesar
0,0025 , (3) tingkat pengangguran dipengaruhi signifikan dan negatif oleh indeks
pembangunan manusia dengan nilai probabilitas sebesar 0,0006.
Kata kunci : tingkat pengangguran, produk domestik regional bruto, upah
minimum kabupaten/kota, dan indeks pembangunan manusia.
v
KATA PENGANTAR
Bismillahhirahmannirrahim,
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, yang telah
melimpahkan segala rahmat, karunia, rezeki, dan hidayahNya kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB), Upah Minimum Kabupaten/Kota
(UMK),dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap Tingkat
Pengangguran di Provinsi Banten Periode 2008-2013” dengan baik. Shalawat
serta salam penulis hanturkan kepada nabi besar Muhammad SAW yang telah
membimbing umatnya dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Terselesaikannya skripsi ini tentu dengan dukungan,
bantuan, bimbingan, semangat, dan doa dari orang-orang terbaik yang ada di
sekeliling penulis selama proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu penulis
menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih
yang sedalam-dalamnya terutama kepada:
1. Keluarga tercinta dan terhebat yang saya miliki, Ayahanda Agus Supriyanto
yang selalu memberikan motivasi terbaik, selalu mencurahkan cinta, kasih
sayang dan perhatiannya, serta selalu bekerja keras demi anak-anak dan
keluarga, Ibunda Tri Kumorowati yang selalu memberikan motivasi terbaik,
mencurahkan cinta, kasih sayang dan perhatiannya selama ini, kakakku Rizky
vi
Indah Pertiwi yang selalu menghibur di saat suka maupun duka, dan
memberikan dukungan baik materi maupun non materi selama menulis
skripsi. Tanpa didikan, dukungan dan pengorbanan kalian penulis tidak akan
menjadi pribadi seperti sekarang ini.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, M.S, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga
selama perkuliahan.
3. Bapak Zuhairan Y.Yunan, S.E, M.Sc, Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. Lukman, M.Si selaku Dosen Pembimbing 1 yang ditengah-tengah
kesibukannya bersedia meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan,
ilmu yang berharga, serta bimbingan yang sangat berarti selama penyelesaian
skripsi. Terima kasih atas semua saran dan arahan yang Bapak berikan selama
proses penulisan hingga terselesaikan skripsi ini.
5. Ibu Fitri Amalia, Spd. MSi selaku Dosen Pembimbing 2 yang selalu bersedia
meluangkan waktu, memberikan arahan serta bimbingan yang sangat berarti
kepada penulis. Terima kasih atas semua saran dan arahan yang ibu berikan
sehingga terselesaikannya skripsi ini.
6. Seluruh jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan
ilmu yang sangat berguna dan berharga bagi saya. Semoga Allah selalu
memberikan rahmat dan pahala yang sebesar-besarnya atas kebaikan para
dosen FEB UIN Jakarta. Jajaran karyawan dan staf UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah melayani dan membantu penulis selama perkuliahan.
vii
7. Ketua dan seluruh pegawai perpustakaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan
Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah, yang telah memberikan
pelayanan pustaka selama penulisan skripsi ini.
8. Tika Amellia Nabilla, S.H. yang telah mengorbankan banyak waktu bersama
penulis dalam suka maupun duka, menemani disaat penulis membutuhkan
motivasi, dukungan dan penyemangat, mengingatkan penulis betapa
pentingnya sebuah pendidikan, terima kasih untuk motivasinya membuat
penulis menjadi bersemangat kembali untuk menyelesaikan skripsi ini, dan
selalu menjadi pendengar yang baik untuk keluhan-keluhan penulis. Semoga
dimudahkan dan disukseskan dalam menggapai cita-cita yang engkau
impikan.
9. Teman-teman seperjuangan kelas IESP A 2010, Adi, Agang, Agus, Amif,
Anggi Afra, Bagus, Denny, Dika, Drajad, Hadi, Isnan, Ravindra, Reza, Ricky,
Ridho, Sigit, terima kasih atas waktu yang sangat beharga yang kalian berikan,
selalu memberikan semangat kepada penulis, yang telah menghabiskan
banyak waktu untuk berbagi cerita dan selalu ada dalam suka maupun duka,
membantu saya dalam penyelesaiaan skripsi maupun perkuliahan, dan
mengingkatkan saya ketika melakukan kesalahan demi kebaikan saya selama
ini. Sukses untuk kita semua dan semoga Allah selalu melindungi dan
membalas semua kebaikan kalian.
10. Aditya Wahyudi dan Lutfi Anugrah Pangestu, sahabat terbaik sejak SMA
yang selalu ada dalam suka maupun duka, terima kasih untuk semua waktu
yang kalian berikan untuk selalu menghibur saya, terima kasih selalu menjadi
viii
pendengar yang baik, sekaligus pemberi motivasi terbaik dalam tetap maju
dan tidak pernah menyerah dalam menjalani hidup. Semoga Allah membalas
semua kebaikan-kebaikan kalian.
11. Teman-teman PLASMA, Arinal, Boy, Budi, Chandra, Chintia, Dwi, Eky,
Elsa, Gilang, Hanifa, Hazman, Kevin, Putra, Rini, Risvandika, Ujoh, Wulan,
terima kasih selalu memberikan keceriaan dan selalu menghibur penulis serta
memberi semangat kepada penulils di saat sedih maupun senang, semoga apa
yang kalian cita-citakan tercapai.
12. Personil “OBLAKS”, Adi, Amif, Bagus, Hadi, Isnan, Ravindra, Reza, dan
Ricky, terima kasih atas dukungan dan semangatnya kepada penulis serta
keceriaan yang selalu kalian berikan.
13. Teman-teman IESP angkatan 2010 yang tidak saya bisa sebutkan satu-persatu,
terima kasih atas semua kenangan selama empat tahun kebersamaan dengan
penuh warna dan saling bahu-membahu dalam perkuliahan. Sukses untuk
kalian semua.
14. Kelompok KKN GARUDA 2013, yang telah menghabiskan waktu selama
satu bulan dengan canda dan tawa serta pelajaran hidup sangat berguna bagi
saya. Terima kasih atas waktunya yang beharga selama satu bulan, sukses
untuk kalian semua.
15. Semua pihak dan handai tolan yang tidak dapat penulis sebutkan namanya
satu-persatu yang telah memberikan kontribusi sekecil apapun dan dukungan
dalam penyelesaian skripsi.
ix
Semoga semua bantuan dan dukungan yang telah diberikan menjadi amal
sholeh dan mendapat pahala sebesar-besarnya oleh Allah SWT. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh sebab itu, penulis
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan, baik kritik yang membangun
dari berbagai pihak.
.
Jakarta, Januari 2015
Penulis
Muhamad Burhanudin
x
DAFTAR ISI
Cover
Lembar Pengesahan Pembimbing
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah
Daftar Riwayat Hidup ..........................................................................................i
ABSTRACT ......................................................................................................... iii
ABSTRAK ...........................................................................................................iv
Kata Pengantar .................................................................................................... v
Daftar Isi ............................................................................................................... x
Daftar Tabel ......................................................................................................... xv
Daftar Gambar ....................................................................................................xvi
Daftar Lampiran ............................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Penelitian .......................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................................... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................ 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 12
A. Landasan Teori ............................................................................................ 12
xi
1. Pengangguran ........................................................................................... 12
a. Definisi Pengangguran ...................................................................... 12
b. Jenis-jenis Pengangguran ................................................................. 14
c. Biaya Sosial dari Pengangguran ....................................................... 14
2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ................................................ 15
a. Definisi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ......................... 15
3. Upah ............................................................................................................ 17
a. Definisi Upah .................................................................................... 17
b. Penetapan Upah Minimum Kota ........................................................ 20
4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ........................................................ 22
a. Definisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) .................................. 22
5. Hubungan Antar Variabel .......................................................................... 24
a. Hubungan PDRB dengan Pengangguran ........................................... 24
b. Hubungan UMK dengan Pengangguran ............................................ 26
c. Hubungan IPM dengan Pengangguran .............................................. 27
B. Penelitian Terdahulu .................................................................................... 28
C. Kerangka Berpikir ....................................................................................... 39
D. Hipotesis ...................................................................................................... 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 43
A. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................... 43
xii
B. Metode Penentuan Sampel .......................................................................... 43
C. Metode Pengumpulan Data .......................................................................... 44
D. Metode Analisis Data .................................................................................. 44
1. Metode Data Panel ................................................................................ 45
2. Permodelan Data Panel ......................................................................... 46
a. Pooled Least Square (PLS) .............................................................. 46
b. Fixed Effect Model (FEM) ............................................................... 47
c. Random Effect Model (REM)........................................................... 47
3. Pemilihan Model Data Panel ................................................................. 48
a. PLS vs FEM (Uji Chow) ................................................................. 48
b. FEM vs REM (Uji Hausman) ......................................................... 50
3. Model Empiris ........................................................................................ 52
4. Uji Asumsi Klasik .................................................................................. 53
a. Uji Normalitas .................................................................................. 53
b. Uji Multikolinearitas ........................................................................... 53
c. Uji Heteroskedastisitas ..................................................................... 55
d. Uji Autokorelasi ............................................................................... 56
5. Uji Hipotesis .......................................................................................... 57
a. Uji t ................................................................................................... 58
b. Uji F ................................................................................................. 58
c. Koefisien Determinasi (R2) ............................................................. 60
E. Operasional Variabel Penelitian .............................................................. 60
xiii
1. Variabel Dependen ......................................................................... 60
2. Variabel Independen ...................................................................... 61
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 63
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ............................................................. 63
1. Provinsi Banten ...................................................................................... 63
B. Penemuan dan Pembahasan ......................................................................... 64
1. Analisa Deskriptif ..................................................................................... 64
a.Analisa Deskriptif Tingkat Pengangguran (TP) di Provinsi Banten .... 64
b.Analisa Deskriptif Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di
Provinsi Banten ..................................................................................... 66
c.Analisa Deskriptif Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Provinsi
Banten. ................................................................................................... 68
d.Analisa Deskriptif Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi
Banten .................................................................................................... 69
2. Memilih Model Data Panel ....................................................................... 70
a. Uji Chow ................................................................................................ 70
b.Uji Hausman ........................................................................................... 71
3.Hasil Estimasi Model Data Panel .............................................................. 72
1) Pendekatan Fixed Effect Model (FEM) ................................................. 72
4. Uji Asumsi Klasik ...................................................................................... 73
a. Uji Normalitas ....................................................................................... 73
b. Uji Multikolinearitas .............................................................................. 74
c. Uji Heteroskedastisitas ........................................................................... 74
d. Uji Autokorelasi ..................................................................................... 75
xiv
5. Pengujian Hipotesis ................................................................................... 77
a. Uji Koefisien Determinan (Adjusted R2) .............................................. 80
b. Uji Signifikansi Individual (Uji t) .......................................................... 80
c. Uji Signifikansi Serentak (Uji F)............................................................ 83
6. Intepretasi Hasil Analisis .......................................................................... 84
a. Analisis Tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Periode 2008-2013 . 85
b. Analisis Ekonomi ................................................................................... 88
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 93
A. Kesimpulan .................................................................................................. 93
B. Implikasi ....................................................................................................... 94
C. Keterbatasan ................................................................................................. 95
D. Saran ............................................................................................................. 96
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 97
xv
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
1.1 Prosentase Tingkat pengangguran di 6
Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2010 – 2013
3
1.2 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar
Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi Tahun
2010-2013 (Milyar Rupiah)
4
1.3
Perkembangan Upah Minimum
Kabupaten/Kota di 6 Provinsi di Pulau Jawa
Tahun 2010-2013 (Dalam Ribuan Rupiah)
6
1.4
Indeks Pembangunan Manusia di 6 Provinsi di
Pulau Jawa 2010-2013
7
1.5 Angka Harapan Hidup di 6 Provinsi di Pulau
Jawa 2010-2013
8
2.1 Penelitian Terdahulu 32
3.1 Operasional Variabel Penelitian 61
4.1 Uji Chow 71
4.2 Uji Hausman 72
4.3 Regresi Fixed Effect Model (FEM) 72
4.4 Correlation Matrix 74
4.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas 75
4.6 Durbin-Watson 76
xvi
4.7 Hasil Estimasi 78
4.8 Nilai t-Statistik 81
4.9 Interpretasi Koefisien Fixed Effect Model
(FEM)
84
xvii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
2.2 Kerangka Pemikiran 40
4.1 Prosentase Tingkat Pengangguran Terbuka di
Provinsi Banten tahun 2008 - 2013
65
4.2 PDRB atas Dasar Harga Konstan 2000 di
Provinsi Banten tahun 2008 – 2013
67
4.3 Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di
Provinsi Banten tahun 2008 - 2013
68
4.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di
Provinsi Banten tahun 2008 - 2013
69
4.5 Uji Normalitas 73
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Keterangan Halaman
1 Data 100
2 Data setelah di Interpolasi 102
3 Uji Chow 106
4 Uji Hausman 106
5 Fixed Effect Model 107
6 Uji Normalitas 108
7 Uji Multikolinearitas 108
8 Uji Heteroskedastisitas 109
9 Uji Autokorelasi 110
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pembangunan merupakan proses yang dapat ditelisik dengan
menggabungkan dua dimensi kehidupan. Dimensi pembangunan berjumlah dua
sebab tersusun atas manusia dan alam (Sagir, 2009:53). Pembangunan ekonomi
pada hakekatnya merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk
mensejahterakan rakyat karena diukur tidak hanya melalui besarnya Produk
Domestik Bruto (PDB) suatu Negara saja tetapi juga diukur dari berbagai aspek
lain seperti pendidikan, perkembangan teknologi, peningkatan dalam kesehatan,
peningkatan dalam infrastruktur serta peningkatan dalam pemerataan pendapatan.
Dalam pembangunan ekonomi Indonesia, kesempatan kerja masih menjadi
masalah utama. Pokok dari permasalahan ini diakibatkan adanya kesenjangan
antara pertumbuhan jumlah tenaga kerja dengan ketersediaan lapangan pekerjaan
di berbagai sektor ekonomi. Ketimpangan antara ketersediaan lapangan kerja
dengan banyaknya tenaga kerja yang ada berdampak pada masalah baru yang juga
dihadapi Negara-negara berkembang termasuk Indonesia yaitu masalah tingkat
pengangguran yang tinggi. Apabila masalah tersebut tidak segera diatasi, maka
akan berpotensi menambah tingkat kemiskinan di Indonesia.
Istilah Pengangguran menurut Badan Pusat Statistik (BPS) adalah
seseorang yang termasuk kelompok penduduk usia kerja yang selama periode
2
tertentu tidak bekerja, dan bersedia menerima pekerjaan, serta sedang mencari
pekerjaan. Masalah pengangguran memang merupakan masalah yang sulit
dipecahkan hingga saat ini. Jumlah penduduk yang bertambah setiap tahunnya
mengakibatkan jumlah angkatan kerja meningkat namun tidak disertai dengan
meningkatnya kesempatan kerja. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan
Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran di Indonesia pada tahun 2010 sampai
dengan tahun 2012 mengalami penurunan. Dari data tersebut dapat dikatakan
bahwa angka pengangguran sudah berkurang, namun jumlah angka pengangguran
yang ada masih cukup besar yaitu sebesar 7.429.598 juta jiwa. Berbagai upaya
telah dilakukan pemerintah guna mengurangi jumlah pengangguran. Salah satu
upaya yang dilakukan oleh pihak Kementerian Tenaga Kerja dan Transportasi
(Kemenakertrans) adalah dengan memfasilitasi perluasan dan kesempatan kerja,
melalui pemagangan dalam negeri dan luar negeri, program padat karya produktif,
padat karya inovatif dan wirausaha baru.
Masalah pengangguran terdapat di hamper seluruh provinsi di kepualan
Indonesia. Hal itu pun terjadi pula di beberapa Provinsi di Pulau Jawa diantaranya
Provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta, dan
Jawa Timur. Berikut tabel prosentase tingkat pengangguran di 6 Provinsi di Pulau
Jawa:
3
Tabel 1.1
Prosentase Tingkat pengangguran di 6 Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2010 –
2013
Provinsi 2010 2011 2012 2013
Banten 13.9 13.28 10.43 10.43
DKI Jakarta 11.18 10.81 10.3 10.3
Jawa Barat 10.45 9.83 9.43 9.43
Jawa Tengah 6.53 6 5.75 5.75
DI Yogyakarta 5.85 4.72 4.03 4.03
Jawa Timur 4.58 4.17 4.12 4.12
Sumber : BPS, 2012 (diolah)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa meskipun tingkat pengangguran di 6
Provinsi di Pulau Jawa mengalami tren menurun, namun tingkat pengangguran
pada Provinsi Banten terbilang masih cukup tinggi dibandingkan dengan Provinsi
lain yaitu sebesar 10,43% pada tahun 2012. Prosentase tingkat pengangguran di
Provinsi Banten apabila dilihat menurut kabupaten/kota juga mengalami tren
menurun. Pun begitu, prosentasenya masih cukup besar.
PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) merupakan salah satu indikator
tingkat kesejahteraan penduduk di suatu wilayah. PDRB merupakan nilai bersih
barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai tingkat kegiatan ekonomi
di suatu daerah dalam suatu periode (Roby, 2011: 5). Pada kenyataannya, PDRB
mempunyai pengaruh terhadap jumlah angkatan kerja yang bekerja dengan asumsi
apabila nilai PDRB suatu wilayah meningkat, maka jumlah output dalam seluruh
4
unit ekonomi di suatu wilayah akan meningkat. Output yang jumlahnya
meningkat akan menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan tenaga kerja.
Berikut merupakan perbandingan jumlah nilai PDRB dari 6 Provinsi di Pulau
Jawa.
Tabel 1.2
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut
Provinsi Tahun 2010-2013 (Milyar Rupiah)
Provinsi 2010 2011 2012 2013
Banten 88552 94207 100000 105856
DKI Jakarta 395622 422237 449821 477285
Jawa Barat 322224 343111 364405 386838
Jawa Tengah 186993 198270 210848 223099
DI. Yogyakarta 21044 22132 23309 24567
Jawa Timur 342281 366983 393666 419428
Sumber : BPS, 2012 (diolah)
Dari tabel 1.3 dapat dilihat bahwa PDRB di 6 Provinsi di Pulau Jawa terus
mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai 2013. Meskipun mengalami tren
meningkat, nilai PDRB di Provinsi Banten adalah yang terendah kedua setelah
Provinsi D.I Yogyakarta. Peningkatan nilai PDRB yang terjadi di Provinsi Banten
selaras dengan berkurangnya tingkat pengangguran di Provinsi tersebut, tetapi
dengan jumlah PDRB sebesar 10 triliun pada tahun 2013, tingkat pengangguran di
Provinsi Banten masih terbilang cukup tinggi yakni sebesar 10,43% pada tahun
2012.
5
Selain nilai PDRB suatu wilayah, tingkat upah minimum Kabupaten/Kota
(UMK) juga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi tingkat
pengangguran. Menurut Alghofari (2010) setiap kenaikan tingkat upah akan
diikuti oleh turunnya tenaga kerja yang diminta, yang berarti akan menyebabkan
meningkatnya pengangguran. Begitu pula sebaliknya apabila tingkat upah turun
maka akan diikuti oleh meningkatnya penyerapan tenaga kerja, sehingga dapat
dikatakan bahwa jumlah tenaga kerja yang terserap mempunyai hubungan timbal
balik dengan tingkat upah. Upah mempunyai pengaruh terhadap jumlah angkatan
kerja yang bekerja. Semakin tinggi tingkat upah yang ditetapkan, maka biaya
produksi juga semakin meningkat. Sehingga dilakukanlah efisiensi oleh
perusahaan dengan cara pengurangan tenaga kerja dan berakibat pada
meningkatnya pengangguran. Berikut ini merupakan tingkat UMK di Provinsi
Banten:
6
Tabel 1.3
Perkembangan Upah Minimum Kabupaten/Kota di 6 Provinsi di Pulau Jawa
Tahun 2010-2013 (Dalam Ribuan Rupiah)
Provinsi
Tahun
2010 2011 2012 2013
Banten 955,300 1,000,000 1,042,000 1,170,000
DKI Jakarta 1,118,000 1,290,000 1,529,150 2,200,000
Jawa Barat 671,500 732,000 780,000 850,000
Jawa Tengah 660,000 675,000 765,000 830,000
DI Yogyakarta 745,690 808,000 829,660 947,110
Jawa Timur 630,000 705,000 745,000 866,250
Sumber : BPS, 2012 (diolah)
Dari tabel 1.3 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan upah minimum pada
setiap Provinsi di Pulau Jawa. Hal tersebut disebabkan karena pertumbuhan
ekonomi yang meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan pertumbuhan ekonomi
dapat diukur melalui besarnya PDRB di setiap Provinsi. Dengan meningkatnya
tingkat upah minimum Kabupaten/Kota akan berdampak pada penyerapan tenaga
kerja dimasa yang akan datang. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan turunnya
tingkat pengangguran di Provinsi Banten seperti yang digambarkan tabel 1.1.
Sementara itu pembangunan suatu daerah juga dapat dilihat melalui
besaran nilai indeks pembangunan manusia (IPM). Tinggi rendahnya nilai IPM
juga menentukan kualitas dari sumber daya manusia di suatu wilayah. Menurut
Todaro (1999) dalam jurnal Muhammad Shun (2013), pendidikan memainkan
7
kunci dalam membentuk kemampuan sebuah Negara berkembang untuk
menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta
pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. Berikut ini merupakan tabel
perbandingan jumlah indeks pembangunan manusia di 6 Provinsi di Pulau Jawa:
Tabel 1.4
Indeks Pembangunan Manusia di 6 Provinsi di Pulau Jawa 2010-2013
Provinsi
Tahun
2010 2011 2012 2013
Banten 70,48 70,95 71,49 71,90
DKI Jakarta 77,6 77,97 78,33 78,59
Jawa Barat 72,29 72,73 73,11 73,58
Jawa Tengah 72,49 72,94 73,36 74,05
Yogyakarta 75,77 76,32 76,75 77,37
Jawa Timur 71,62 72,18 72,83 73,54
Sumber : BPS RI, 2012
Dari tabel 1.8 diatas dapat dilihat bahwa nilai IPM secara keseluruhan
mengalami peningkatan di setiap Provinsi di Pulau jawa dari tahun 2010 sampai
2013. Meskipun mengalami tren meningkat, namun nilai indeks pembangunan
manusia di Provinsi Banten merupakan yang terendah di antara Provinsi lain di
Pulau Jawa. Hal ini menunjukka bahwa kualitas SDM di Provinsi Banten belum
cukup baik. Angka harapan hidup merupakan salah satu komponen untuk
mengukur indeks pembangunan manusia di suatu Negara atau wilayah. Besar nilai
angka harapan hidup berpengaruh pada nilai indeks pembangunan manusia dan
8
merepresentasikan keadaan sumber daya manusia yang ada di suatu Negara atau
wilayah. Berikut merupakan perbandingan angka harapan hidup pada 6 Provinsi
di Pulau Jawa:
Tabel 1.5
Angka Harapan Hidup di 6 Provinsi di Pulau Jawa 2010-2013
Provinsi
Tahun
2010 2011 2012 2013
Dki Jakarta 73.20 73.35 73.49 73.56
Jawa Barat 68.20 68.40 68.60 68.84
Jawa Tengah 71.40 71.55 71.71 71.97
D I Yogyakarta 73.22 73.27 73.33 73.62
Jawa Timur 69.60 69.86 70.09 70.37
Banten 64.90 65.05 65.23 65.47
Sumber : BPS RI, 2012
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa angka harapan hidup di 6 Provinsi di
Pulau Jawa mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai tahun 2013.
Meskipun terjadi peningkatan, angka harapan hidup di Provinsi Banten
merupakan yang terendah diantara 6 Provinsi lain. Rendahnya angka harapan
hidup merupakan akibat dari banyaknya kasus gizi buruk yang terjadi. Menurut
wakil gubernur Banten Rano Karno, salah satu kota di Provinsi Banten yaitu Kota
Serang termasuk salah satu daerah yang belum berhasil dalam penanganan gizi
buruk. Rendahnya angka harapan hidup ini berdampak pada rendahnya indeks
pembangunan manusia di Provinsi Banten.
9
Berdasarkan data dan uraian diatas mengenai adanya pengaruh pada
Produk Domestik Regional Bruto, upah minimum Kabupaten/Kota dan indeks
pembangunan manusia terhadap tingkat pengangguran di seluruh Kabupaten/kota
di Provinsi Banten, maka penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB), Upah Minimum Kabupaten/Kota
(UMK),dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap Tingkat
Pengangguran di Provinsi Banten Periode 2008-2013”.
B. Perumusan Masalah
Pengangguran merupakan salah satu tolak ukur kondisi sosial ekonomi
dalam menilai keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah di suatu
daerah. Banyak sekali masalah-masalah yang timbul mengakibatkan naiknya
tingkat pengangguran. Tingkat pengangguran di Provinsi Banten dari tahun 2008
hingga tahun 2013 mengalami periode yang relatif baik karena tren yang
menurun. Meskipun mengalami penurunan, tingkat pengangguran di Provinsi
Banten masih yang paling tinggi dibanding dengan Provinsi lain di pulau Jawa.
Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang
dapat berpengaruh terhadap tingkat pengangguran di seluruh kabupaten/kota di
Provinsi Banten agar diketahui faktor-faktor apa saja yang perlu di dukung dan
ditingkatkan guna mengurangi tingkat pengangguran. Besarnya tingkat
pengangguran dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya PDRB, UMK,
dan indeks pembangunan manusia. Oleh karena itu dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
10
1. Bagaimana pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap
tingkat pengangguran di Provinsi Banten secara parsial?
2. Bagaimana pengaruh Upah Minimun Kabupaten/Kota (UMK) terhadap
tingkat pengangguran di Provinsi Banten secara parsial?
3. Bagaimana pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap
tingkat pengangguran di Provinsi Banten secara parsial?
4. Bagaimana pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Upah
Minimun Kabupaten/Kota (UMK),dan Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten secara simultan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan dari penelitian ini antara lain:
a. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten
secara parsial.
b. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Upah Minimun
Kabupaten/Kota (UMK) terhadap tingkat pengangguran di Provinsi
Banten secara parsial.
c. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten
secara parsial.
d. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB), Upah Minimun Kabupaten/Kota (UMK),dan Indeks
11
Pembangunan Manusia (IPM) terhadap tingkat pengangguran di
Provinsi Banten secara simultan.
2. Manfaat yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini diantaranya ialah:
a. Bagi Penulis
Merupakan suatu pembelajaran yaitu usaha untuk menganalisis
pengaruh dari PDRB, UMK, dan IPM terhadap tingkat pengangguran
di Provinsi Banten. Sehingga penulis dapat mengaplikasikan teori
yang didapat selama masa kuliah dengan menganalisa serta
menyelesaikan masalah.
b. Bagi Pihak Lain
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang berguna
untuk pemerintah sebagai saran untuk pengambil kebijakan agar
terciptanya kemajuan dalam pembangunan ekonomi. Selain itu penulis
juga berharap penelitian ini menambah ilmu ekonomi khususnya
ekonomi pembangunan bagi para pembaca.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengangguran
a. Definisi Pengangguran
Pengangguran merupakan suatu ukuran yang dilakukan jika
seseorang tidak memiliki pekerjaan tetapi mereka sedang melakukan usaha
secara aktif untuk mencari pekerjaan. Pengangguran merupakan suatu
keadaan di mana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin
mendapatkan pekerjaan tetapi mereka belum dapat memperoleh pekerjaan
tersebut (Sukirno, 1997).
Menurut Sukirno (1997) dalam skripsi Cholili (2014), pengangguran
adalah suatu keadaan di mana seseorang yang tergolong dalam angkatan
kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya.
Seseorang yang tidak bekerja, tetapi tidak secara aktif mencari pekerjaan
tidak tergolong sebagai penganggur.
Sedangkan dalam ilmu kependudukan (demografi), orang yang
mencari kerja masuk dalam kelompok penduduk yang disebut angkatan
kerja. Berdasarkan kategori usia, usia angkatan kerja adalah 15-64 tahun.
Tetapi tidak semua penduduk yang berusia 15-64 tahun dihitung sebagai
angkatan kerja. Yang dihitung sebagai angkatan kerja adalah penduduk
berusia 15-64 tahun yang bekerja dan sedang mencari kerja. Tingkat
13
pengangguran merupakan persentase angkatan kerja yang tidak/belum
mendapatkan pekerjaan (Rahardja, 2008 : 376).
Ada dua dasar utama klasifikasi pengangguran, yaitu pendekatan
angkatan kerja (labour force approach) dan pendekatan pemanfaatan tenaga
kerja (labour utilization approach) (Rahardja, 2008 : 378).
1. Pendekatan Angkatan Kerja (Labour Force Approach)
Pendekatan ini mendefinisikan penganggur sebagai angkatan kerja
yang tidak bekerja.
2. Pendekatan Pemanfaatan Tenaga Kerja (Labour Utilization Approach)
Dalam pendekatan ini, angkatan kerja dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu:
a) Menganggur (Unemployed), yaitu mereka yang sama sekali tidak
bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Kelompok ini sering
disebut juga pengangguran terbuka (open employment).
b) Setengah Menganggur (Underemployed), yaitu mereka yang
bekerja, tetapi belum dimanfaatkan secara penuh. Artinya, jam
kerja mereka dalam seminggu kurang dari 35 jam.
c) Bekerja penuh (Employed), yaitu mereka yang bekerja penuh atau
jam kerjanya mencapai 35 jam per minggu.
b. Jenis-jenis Pengangguran
Menurut Sukirno (1997), pengangguran biasanya dibedakan atas 3
jenis berdasarkan keadaan yang menyebabkannya, antara lain:
14
1. Pengangguran friksional, yaitu pengangguran yang disebabkan
oleh tindakan seseorang pekerja untuk meninggalkan kerjanya
dan mencari kerja yang lebih baik atau sesuai dengan
keinginannya.
2. Pengangguran struktural, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh
adanya perubahan struktur dalam perekonomian.
3. Pengangguran konjungtur, yaitu pengangguran yang disebabkan
oleh kelebihan pengangguran alamiah dan berlaku sebagai akibat
pengurangan dalam permintaan agregat.
c. Biaya Sosial dari Pengangguran
Pengangguran akan menimbulkan dampak negatif jika sifat
pengangguran sudah sangat struktural dan atau kronis (Rahardja, 2008 :
378).
1) Terganggunya Stabilitas Perekonomian
Pengangguran struktural dan atau kronis akan
mengganggu stabilitas perekonomian dilihat dari sisi
permintaan dan penawaran agregat.
2) Terganggunya Stabilitas Politik
Saat ini pengangguran bukan hanya masalah ekonomi,
melainkan juga masalah politik. Sebab dampak social dari
pengangguran sudah jauh lebih besar dari masa-masa
sebelumnya. Pengangguran yang tinggi akan meningkatkan
15
kriminalitas. Biaya ekonomi yang dikeluarkan untuk mengatasi
masalah-masalah social ini sangat besar dan sulit diukur tingkat
efisiensi dan efektivitasnya.
2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
a. Definisi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Pengertian PDRB menurut Badan Pusat Statistik (2004:8)
yaitu jumlah nilai tambah yang dihasilkan untuk seluruh wilayah
usaha dalam suatu wilayah atau merupakan jumlah seluruh nilai barang
dan jasa akhir yang dihasilkan seluruh unit ekonomi di suatu wilayah.
Menurut departemen statistik ekonomi dan moneter dari Bank
Indonesia (2004:85), PDRB terdiri dari PDRB atas dasar harga berlaku
dan PDRB atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga pada tahun berjalan, sedangkan PDRB atas dasar
harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang
dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu
sebagai tahun dasar.
Perhitungan Produk Domestik Regional Bruto secara
konseptual menggunakan tiga macam pendekatan, yaitu: pendekatan
produksi, pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan.
1) Pendekatan Produksi:
16
Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai
tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit
produksi di wilayah suatu daerah dalam jangka waktu tertentu
(biasanya satu tahun). Unit-unit produksi dalam penyajian ini
dikelompokkan dalam 9 lapangan usaha (sektor), yaitu: (1)
pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, (2)
pertambangan dan penggalian, (3) industri pengolahan, (4) listrik,
gas dan air bersih, (5) konstruksi, (6) perdagangan, hotel dan
restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan, real
estate dan jasa perusahaan, (9) jasa-jasa (termasuk jasa
pemerintah).
2) Pendekatan Pengeluaran:
Produk Domestik Regional Bruto adalah semua
komponen permintaan akhir yang terdiri dari : (1) Pengeluaran
konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, (2)
konsumsi pemerintah, (3) pembentukan modal tetap domestik
bruto, (4) perubahan inventori dan (5) ekspor neto (merupakan
ekspor dikurangi impor).
3) Pendekatan Pendapatan:
Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah balas
jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta
dalam proses produksi di suatu daerah dalam jangka waktu
tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa yang dimaksud adalah
17
upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan; semuanya
sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya.
Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak
tidak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi).
3. Upah
a. Definisi Upah
Di dalam sistem Ricardo, upah memainkan peranan aktif dalam
menentukan pendapatan antara modal dengan buruh. Tingkat upah
meningkat bila harga barang yang dibutuhkan buruh meningkat. Barang
yang diproduksi buruh sebagian besar adalah hasil pertanian. Karena itu
untuk menghasilkan satu unit produk dibutuhkan buruh lebih banyak.
Sehingga apabila permintaan terhadap buruh mulai meningkat maka
akan menaikkan upah (Jhingan, 2012: 90).
Menurut Mill, elastisitas penawaran tenaga kerja sangat tinggi
dalam menanggapi kenaikan upah. Upah pada umumnya melebihi
tingkat penghidupan minimum. Upah dapat naik karena peningkatan
cadangan modal yang berputar dengan penduduk yang dipakai untuk
mengupah tenaga kerja atau karena pengurangan jumlah tenaga kerja.
Jika upah naik, penawaran tenaga kerja akan naik. Persaingan antara
pekerja tidak hanya akan menurunkan upah tetapi juga sebagian buruh
akan kehilangan pekerjaan. (Jhingan, 2012: 106).
Menurut teori upah efisiensi, perusahaan bersedia membayar
lebih tinggi daripada gaji ekuilibrium agar mendorong para pekerja
18
untuk menghindari kelalaian atau mengulur-ngulur waktu kerja.
(Schaum’s, 2006:264). Mankiw (2006) dalam Skripsi Anggrainy (2013)
menjelaskan bahwa teori upah-efisiensi mengajukan penyebab ketiga
dari kekakuan upah selain undang-undang upah minimum dan
pembentukkan serikat pekerja. Teori upah-efisiensi yang pertama
menyatakan bahwa upah yang tinggi membuat para pekerja lebih
produktif. Pengaruh upah terhadap efisiensi pekerja dapat
menjelaskan kegagalan perusahaan untuk memangkas upah meskipun
terjadi kelebihan penawaran tenaga kerja. Meskipun akan
mengurangi tagihan upah perusahaan, (jika teori ini benar) maka
pengurangan upah akan memperendah produktivitas pekerja dan laba
perusahaan.
Teori upah-efisiensi yang kedua, menyatakan bahwa upah
yang tinggi menurunkan perputaran tenaga kerja. Dengan membayar
upah yang tinggi, perusahaan mengurangi frekuensi pekerja yang
keluar dari pekerjaan, sekaligus mengurangi waktu yang dibutuhkan
perusahaan untuk menarik dan melatih pekerja baru. Teori upah-
efisiensi yang ketiga menyatakan bahwa kualitas rata-rata tenaga
kerja perusahaan bergantung pada upah yang dibayar kepada
karyawannya. Jika perusahaan mengurangi upahnya, maka pekerja
terbaik bisa mengambil pekerjaan di tempat lain, meninggalkan
perusahaan dengan pekerja yang tidak terdidik yang memiliki lebih
sedikit alternatif. Teori upah-efisiensi yang keempat menyatakan
19
bahwa upah yang tinggi meningkatkan upaya pekerja. Teori ini
menegaskan bahwa perusahaan tidak dapat memantau dengan
sempurna upaya para pekerja, dan para pekerja harus memutuskan
sendiri sejauh mana mereka akan bekerja keras. Semakin tinggi upah,
semakin besar kerugian bagi pekerja bila mereka sampai dipecat.
Dengan membayar upah yang lebih tinggi, perusahaan memotivasi
lebih banyak pekerja agar tidak bermalas-malasan dan dengan
demikian meningkatkan produktivitas mereka.
Teori upah subsitensi (hukum besi) oleh David Ricardo
(1772-1823) yaitu upah ditentukan oleh interaksi penyediaan dan
permintaan akan buruh. Lebih lanjut berasumsi bahwa bila
pendapatan penduduk bertambah di atas tingkat subsisten, maka
penduduk akan bertambah lebih cepat dari laju pertambahan
makanan dan kebutuhan lain. Angkatan kerja bertambah maka akan
bertambah pula angkatan kerja yang memasuki pasar kerja dan mencari
kerja. Penawaran tenaga kerja menjadi lebih besar dari permintaan.
Teori upah besi adalah upah riil dalam jangka panjang cenderung
terhadap upah minimum yang diperlukan untuk menyokong kehidupan
pekerja. Upah tidak dapat jatuh di bawah tingkat subsistensi karena
tanpa subsisten, buruh tidak akan mampu bekerja. Teori iron wage
ini cenderung merugikan kepentingan pengusaha dan pekerja yang
belum mendapatkan pekerjaan. Kenaikan upah akan menurunkan
permintaan tenaga kerja sehingga para penganggur akan semakin sulit
20
mendapatkan pekerjaan dan para pengusaha akan disulitkan dengan
kenaikan biaya produksi. Kegagalan upah dalam melakukan
penyesuaian sampai penawaran tenaga kerja sama dengan
permintaannya merupakan indikasi adanya kekakuan upah (wage
rigidity) (Devi, 2011 :4-5).
b. Penetapan Upah Minimum Kota
Pengertian upah minimum dalam pasal 1 ayat 1 dari Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No. 1 tahun 1999, upah minimum didefinisikan
sebagai upah bulanan terendah yang meliputi gaji pokok dan tunjangan
tetap. upah minimum provinsi adalah upah bulanan terendah yang
meliputi gaji pokok dan tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur.
Kebijakan upah minimum di dalam Undang Undang No 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan yang isinya antara lain:
1) Pemerintah menetapkan upah berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak
(KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan
ekonomi.
2) Upah Minimum dapat diterapkan:
(a) berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;
(b) berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota.
Upah minimum sektoral dapat ditetapkan untuk kelompok
lapangan usaha beserta pembagiannya menurut klasifikasi lapangan
usaha Indonesia untuk kabupaten/kota, provinsi, beberapa provinsi
21
atau nasional dan tidak boleh lebih rendah dari upah minimum
regional daerah yang bersangkutan.
3) Upah minimum ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan
rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau
Bupati/Walikota.
4) Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah
minimum.Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah
minimum dapat dilakukan penangguhan. Penangguhan pelaksanaan
upah minimum bagi perusahaan yang tidak mampu dimaksudkan
untuk membebaskan perusahaan yang bersangkutan melaksanakan
upah minimum yang berlaku dalam kurun waktu tertentu.
4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
a. Definisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Menurut UNDP indeks pembangunan manusia memberikan
suatu ukuran gabungan tiga dimensi tentang pembangunan manusia
diantaranya: panjang umur dan menjalani hidup sehat (diukur dari usia
harapan hidup), terdidik (diukur dari tingkat kemampuan baca tulis
orang dewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan
tinggi), dan memiliki standar hidup yang layak (diukur dari paritas daya
beli/PPP, penghasilan) (UNDP, 2004).
IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara
termasuk kategori negara maju, negara berkembang atau negara
22
terbelakang. Selain itu indeks ini juga menjadi parameter untuk
melihat pengaruh kebijakan ekonomi suatu negara terhadap kualitas
rakyatnya. Dan tidak hanya digunakan sebagai tolak ukur
pengelompokan suatu Negara tetapi juga dapat digunakan sebagai
tolak ukur untuk mengukur dan pengelompokan Subnegara (daerah/
bagian) (Cholili, 2014 : 5) .
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator yang
menjelaskan bagaimana penduduk suatu wilayah mempunyai
kesempatan untuk mengakses hasil dari suatu pembangunan sebagai
bagian dari haknya dalam memperoleh pendapatan, kesehatan,
pendidikan, dan sebagainya. Nilai IPM menunjukkan seberapa jauh
wilayah tersebut telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka
harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan
masyarakat, dan tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah
mencapai standar hidup layak. Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah
terhadap angka 100, maka semakin dekat jalan yang harus ditempuh
untuk mencapai sasaran itu.
Kedudukan dan peran IPM dalam pembangunan akan lebih
terlihat kalau dilengkapi dengan suatu data yang berisikan indikator
yang relevan dengan IPM dan disusun sebagai suatu sistem data yang
lengkap. Sistem data yang lengkap dan akurat akan lebih dapat
mengkaji berbagai kendala dan implementasi program pembangunan
pada periode sebelumnya, dan potensi yang dimiliki oleh suatu
23
wilayah untuk dimasukkan sebagai masukan dalam perencanaan
pembangunan periode berikutnya, sehingga diharapkan nilai IPM
sebagai tolok ukur pembangunan dapat mencerminkan kondisi
kemiskinan masyarakat yang sesungguhnya. Adapun hambatan yang
dihadapi oleh pemerintah maupun pemerintah daerah dalam
pelaksanaan pencapain prestasi IPM ini adalah kurangnya pengetahuan
tentang pentingnya kasus tersebut, dan dipihak lain juga kurang nya
sosialisasi tentang hal tersebut, sehingga menyebabkan buruknya
prestasi kita dikancah internasional, hal ini dapat dilihat dari masih
banyaknya indikator -indikator IPM yang belum terpenuhi.
Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui
pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur
panjang dan sehat; pengetahuan dan kehidupan yang layak. Ketiga
dimensi tersebut memiliki pengertian yang sangat luas karena terkait
banyak faktor. Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka
umur harapan hidup. Selanjutnya untuk mengukur dimensi pengetahuan
digunakan gabungan indicator angka melek huruf dan rata-rata lama
sekolah. Adapun untuk mengukur dimensi hidup layak digunakan
indicator kemampuan daya beli (Purchasing Power Parity). (Indeks
Pembangunan Manusia, Katalog BPS, 2007 : 9)
Salah satu keuntungan terbesar dari IPM adalah indeks ini
mengungkapkan bahwa sebuah Negara dapat berbuat jauh lebih baik
pada tingkat pendapatan yang rendah, dan bahwa kenaikan pendapatan
24
yang besar dapat berperan relatif kecil terhadao pembangunan manusia.
Lebih jauh, IPM menunjukkan dengan jelas bahwa kesenjangan dalam
pendapatan lebih besar daripada kesenjangan dalam indikator
pembangunan yang lain, paling tidak dalam indikator kesehatan dan
pendidikan (Todaro, 2006 : 75).
5. Hubungan antar variabel
a. Hubungan PDRB dengan Pengangguran
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kinerja
yang menggambarkan hasil dari pembangunan yang telah dicapai.
Indikator ini penting bagi daerah karena dapat digunakan sebagai
bahan evaluasi bagi pemerintah daerah atas keberhasilan
pembangunan yang telah dicapai sekaligus sebagai dasar perencanaan
dan pengambilan kebijakan dimasa yang akan datang. Arsyad (2000)
dalam skripsi Yeni Dharmayanti (2011) menyatakan bahwa
pertumbuhan ekonomi daerah diartikan sebagai kenaikan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) tanpa memandang apakah
kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan
penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau
tidak. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan ekonomi daerah secara
langsung ataupun tidak langsung akan menciptakan lapangan kerja.
Berdasarkan penelitian terdahulu yaitu dari Nainggolan,
2009 yang melakukan penelitian tentang “Analisis Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja pada Kabupaten/Kota Di
25
Propinsi Sumatera Utara” yang menjadi rujukan dan persamaan dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat adanya pengaruh PDRB
dan jumlah pengangguran yang bersifat positif dalam Teori
Pertumbuhan Ekonomi. Dikatakan berpengaruh positif sebab
pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi oleh peningkatan kapasitas
produksi, sehingga jumlah pengangguran tetap meningkat seiring
pertumbuhan ekonomi yang berlangsung. Hal ini disebabkan
pertumbuhan ekonomi yang meningkat tersebut berorientasi pada
padat modal, dimana kegiatan produksi untuk memacu output dan
menghasilkan pendapatan yang meningkat lebih diutamakan
ketimbang pertumbuhan ekonomi yang berorientasi pada padat karya.
b. Hubungan UMK dengan Pengangguran
Upah merupakan wujud nyata dari sebuah bentuk pertukaran
yang terjadi antara pengguna jasa (perusahaan) dan pemberi jasa
(rumah tangga). Upaya meminimalisasi persoalan upah minimum
dilakukan pemerintah dengan menyusun rumusan upah minimum
yang diharapkan menjadi acuan bagi pengusaha agar memenuhi
kewajibannya membayar upah buruh atau pekerja untuk dapat hidup
layak dari upah yang diterimanya. Dengan berlakunya Undang-
Undang No.22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, maka
keputusan UMK untuk tiap Kabupaten atau Kota Madya
langsung dibuat oleh Gubernur atas rekomendasi para Bupati dan
Walikota yang berada di propinsi masing-masing.
26
Penelitian lainnya yang serupa dan mendukung adalah dari
Wicaksono, 2010 yang berjudul “Analisis Pengaruh PDB Sektor
Industri, Upah Riil, Suku Bunga Riil dan Jumlah Unit Usaha
Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Pengolahan
Sedang dan Besar di Indonesia Tahun 1990-2008” yang
menyatakan bahwa kebijakan pemberlakuan dan peningkatan upah
riil berpengaruh negatif sebab dapat menyebabkan terjadinya
pengangguran dalam masyarakat. Adanya tuntutan kenaikan UMK
pada tiap kota setiap tahunnya yang dimaksudkan untuk
meningkatkan taraf kesejahteraan kaum buruh, disisi lain
(pengusaha) justru berpengaruh negatif terhadap jumlah
pengangguran. Hal tersebut dikarenakan jika UMK meningkat maka
biaya produksi yang dikeluarkan cukup tinggi, sehingga terjadi
inefisiensi pada perusahaan dan akan mengambil kebijakan
pengurangan tenaga kerja guna mengurangi biaya produksi dan hal ini
akan berakibat dikuranginya tenaga kerja. Teori yang signifikan untuk
menjelaskan keadaan perekonomian di suatu daerah khususnya di
Indonesia adalah mengenai teori kekakuan upah. Kekakuan upah
(Wage rigidity) adalah gagalnya upah melakukan penyesuaian
sampai penawaran tenaga kerja sama dengan permintaannya.
c. Hubungan IPM dengan Pengangguran
Todaro (2000) mengatakan bahwa pembangunan manusia merupakan
tujuan pembangunan itu sendiri. Pembangunan manusia memainkan peranan
kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara dalam menyerap
27
teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitasnya agar tercipta
pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. Kualitas Sumberdaya
Manusia yang dapat dilihat dari nilai Indeks Pembangunan Manusia dapat
menjadi penyebab terjadinya penduduk miskin. Rendahnya Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) akan berakibat pada rendahnya produktivitas
kerja yang berimbas pada rendahnya perolehan pendapatan.
B. Penelitian Terdahulu
Alexander Muravyev dan Aleksey Oshchepkov melakukan
penelitian yang berjudul “Minimum Wages, Unemployment and
Informality: Evidence from Panel Data on Russian Regions”.
Dalam penelitian ini mereka melihat efek pasar tenaga kerja dari
adanya upah minimum dengan mengambil data yang mencakup 89
wilayah di Rusia dari tahun 2001 sampai tahun 2010. Hasil dari
penelitian mereka menunjukkan bahwa upah minimum
menimbulkan pengangguran di kalangan pekerja muda berusia 15
sampai 24 tahun. Sebaliknya, tidak terdapat dampak dari upah
terhadap pekerja muda berusia 25 sampai 72 tahun.
M. Choudhry, dkk melakukan penelitian yang berjudul
“Youth and total unemployment rate: the impact of policies and
institutions”. Penelitian inimemperkirakan dampak dari beberapa
lembaga, kebijakan untuk pemuda dan jumlah tingkat
pengangguran pada Negara-negara maju selama tiga dekade
terakhir. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
28
analaisis panel fixed effect. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa selain pertumbuhan ekonomi, kebebasan ekonomi, pasar
tenaga kerja, pekerja paruh waktu dapat mengurangi pengangguran
dan meningkatkan kinerja pasar tenaga kerja.
Thomas Lemieux melakukan penelitian yang berjudul
“Minimum Wages and the Joint Distribution Employment and
Wages”. Penelitian ini memperikarakan dampak dari upah
minimum terhadap distribusi upah dan pendekatan tenaga kerja.
Dengan menggunakan data Negara Kanada dari tahun 1997 sampai
2010, peneliti menemukan bahwa untuk remaja, kenaikan upah
minimum dapat meningkatkan jumlah sebagian pekerja tetapi juga
menghasilkan beberapa kerugian. Tidak ada dampak dari upah
minimum terhadap orang dewasa.
Muhammad Shun Hajji dan Nugorho SBM melakukan
penelitian berjudul “Analisis PDRB, Upah Minimum Provinsi, dan
Angka Melek Huruf Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di
Provinsi Jawa Tengah Tahun 1990-2011”. Penelitian ini
menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan
menggunakan tingkat pengangguran terbuka sebagai variabel
dependen dan empat variabel independen yaitu produk domestik
regional bruto, inflasi, Upah Minimum Kota dan angka melek
huruf. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa upah
29
minimum Provinsi dan angka melek huruf berpengaruh secara
signifikan terhadap tingkat pengangguran terbuka. Untuk di masa
yang akan datang kebijakan Upah Minimum Kota perlu di awasi
dengan benar agar tercapai keseimbangan pada pasar tenaga kerja.
Kasus ini perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah guna
terciptanya permintaan tenaga kerja dan mengantisipasi
terbuangnya potensi sumber daya yang dimiliki.
Kholifah Anggrainy melakukan penelitian berjudul
“Analisis Dampak Kenaikan Upah Minimum Kota (UMK)
terhadap Kesempatan Kerja dan Investasi”. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk menganalisis bagaimana dampak kenaikan upah
minimum terhadap kesempatan kerja dan investasi di Kota Malang
tahun 2001-2011. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
variabel UMK memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap
kesempatan kerja, sedangkan investasi memiliki pengaruh positif
dan signifikan terhadap kesempatan kerja di Kota Malang.
Roby Cahyadi Kurniawan melakukan penelitian berjudul
“Analisis Pengaruh PDRB, UMK, dan Inflasi Terhadap Tingkat
Pengangguran Terbuka di Kota Malang Tahun 1980-2011”. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisis nilai PDRB, Upah,
Inflasi, Investasi, Tingkat Bunga dan Jumlah Industri secara
30
individu terhadap tingkat Pengangguran Terbuka di Kota Malang
tahun 1980 – 2011. Dan menganalisis nilai PDRB, Upah,
Inflasi, Investasi, Tingkat Bunga dan Jumlah Industri secara
bersama – sama terhadap tingkat Penganguran Terbuka di Kota
Malang Tahun 1980 – 2011. Hasil penelitian menunjukkan
variabel PDRB, UMK, Inflasi, Investasi, Tingkat Bunga, Industri
berpengaruh signifikan terhadap variabel tingkat pengangguran
terbuka. Variabel UMK dan tingkat bunga memiliki pengaruh
positif yang signifikan. Sedangkan variabel PDRB, Inflasi,
Investasi dan Industri memiliki pengaruh negatif yang signifikan
terhadap variabel tingkat pengangguran terbuka.
Fatkhul Mufid Cholili melakukan penelitian berjudul
“Analisis Pengaruh Pengangguran, Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB), dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Terhadap
Jumlah Penduduk Miskin (Studi Kasus 33 Provinsi Di Indonesia)”.
Penelitian ini menganalisis faktor yang mempengaruhi kemiskinan
di Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk melihat bagaimana
tiga variabel independen berpengaruh terhadap kemiskinan di
Indonesia, dengan variabel independen adalah indeks
pembangunan manusia, produk domestik regional bruto, dan
pengangguran baik secara simultan maupun secara parsial. Hasil
penelitian memperlihatkan adanya pengaruh secara simultan dari
31
ketiga variabel independen dengan koefisien determinan 0.743 (R-
Square). Namun ketika diuji secara parsial PDRB tidak
berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan, sedangkan
IPM dan pengangguran secara parsial mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap tingkat kemiskinan.
Tabel 2.1.
Penelitian Terdahulu
Penulis Tahun Judul Variabel Metode Hasil
Persamaan dan
Perbedaan
Thomas
Lemieux
2011 “Minimum
Wages and
the Joint
Distribution
Employment
and Wages”
Upah
Minimum,
Tenaga
Kerja
Distrib
ution
Regress
ions
Untuk
remaja,
kenaikan
upah
minimum
dapat
meningkat
kan jumlah
tenaga
kerja yang
mengangg
ur.
Persamaan:
Variabel upah
minimum
berpengaruh
pada tingkat
pengangguran,
Perbedaan:
Upah Minimum
naik akan
meningkatkan
tingkat
pengangguran
sedangkan
dalam penelitian
variabel upah
minimum naik
maka tingkat
32
pengangguran
akan berkurang.
M.
Choudhry,
E. Marelli
dan M.
Signorelli
2012 “Youth and
total
unemployme
nt rate:
the impact of
policies and
institutions”
Tingkat
Penganggu
ran,
Pertumbuh
an
Ekonomi,
Pasar
Tenaga
Kerja
Fixed
Effect
Model
(FEM)
Selain
pertumbuh
an
ekonomi,
kebebasan
ekonomi,
pasar
tenaga
kerja,
pekerja
paruh
waktu
dapat
mengurang
i
penganggu
ran dan
meningkat
kan kinerja
pasar
tenaga
kerja.
Persamaan:
Metode yang
digunakan sama
yaitu
Fixed Effect
Model (FEM),
Perbedaan:
Pekerja paruh
waktu dapat
mengurangi
pengangguran
sedangkan
dalam penelitian
upah minimum
naik maka
tingkat
pengangguran
akan berkurang.
Alexander
Muravyev
dan
2013 “Minimum
Wages,
Unemployme
Upah
Minimum,
Penganggu
Ordina
ry
Least
Upah
minimum
menimbulk
Persamaan:
Upah minimum
berpengaruh
33
Aleksey
Oshchepko
v
nt And
Informality:
Evidence
From Panel
Data On
Russian
Regions”
ran, Sektor
Informal
Square
(OLS)
an
penganggu
ran di
kalangan
pekerja
muda
berusia 15-
24 tahun
termasuk
juga
perempuan
.
terhadap tingkat
pengangguran
Perbedaan:
Upah minimum
menambah
tingkat
pengangguran
sedangkan pada
penelitian upah
minimum naik
akan
mengurangi
tingkat
pengangguran.
Muhamma
d Shun
Hajji,
Nugroho
SBM
2013 Analisis
PDRB,
Inflasi, Upah
Minimum
Provinsi,
Dan Angka
Melek Huruf
Terhadap
Tingkat
Penganggura
n Terbuka
Di Provinsi
PDRB,
Inflasi,
UMK,
Angka
Melek
Huruf,
Tingkat
Penganggu
ran
Terbuka
Ordina
ry
Least
Square
(OLS)
Upah
minimum
Provinsi
dan angka
melek
huruf
berpengaru
h secara
signifikan
terhadap
tingkat
penganggu
Persamaan:
Upah minimum
berpengaruh
terhadap tingkat
pengangguran
Perbedaan:
Metode yang
digunakan
adalah Ordinary
Least Square
(OLS)
34
Jawa Tengah
Tahun 1990-
2011
ran
terbuka.
sedangkan
dalam penelitian
digunakan
metode Fixed
Effect Model
(FEM).
Kholifah
Anggrainy
2013 Analisis
Dampak
Kenaikan
Upah
Minimum
Kota (UMK)
Terhadap
Kesempatan
Kerja dan
Investasi
Upah
Minimum
Kota
(UMK),
Kesempata
n Kerja,
Investasi
Two
Stage
Least
Square
(TSLS)
UMK
memiliki
pengaruh
negatif
signifikan
terhadap
kesempata
n kerja dan
investasi
memiliki
pengaruh
positif
yang
signifikan
terhadap
kesempata
n kerja.
Persamaan:
Upah minimum
berpengaruh
negatif terhadap
tingkat
pengangguran
Perbedaan:
Metode yang
digunakan
adalah Two
Stage Least
Square (TSLS)
sedangkan
dalam penelitian
digunakan
metode Fixed
Effect Model
(FEM).
Roby
Cahyadi
2013 Analisis
Pengaruh
PDRB,
UMK
Ordina
ry
Variabel
PDRB,
Persamaan:
Upah minimum
35
Kurniawan PDRB,
UMK, dan
Inflasi
Terhadap
Tingkat
Penganggura
n Terbuka di
Kota Malang
Tahun 1980-
2011
Inflasi,
Investasi,
Tingkat
Bunga,
Industri,
Penganggu
ran
Terbuka
Least
Square
(OLS)
UMK
Inflasi,
Investasi,
Tingkat
Bunga,
Industri
berpengaru
h
signifikan
terhadap
variabel
tingkat
penganggu
ran
terbuka.
Variabel
UMK dan
tingkat
bunga
memiliki
pengaruh
positif
yang
signifikan.
Sedangkan
variabel
PDRB,
berpengaruh
terhadap tingkat
pengangguran
Perbedaan:
Upah minimum
naik akan
menambah
tingkat
pengangguran
sedangkan
dalam penelitian
upah minimum
naik akan
mengurangi
tingkat
pengangguran.
36
Inflasi,
Investasi
dan
Industri
memiliki
pengaruh
negatif
yang
signifikan
terhadap
variabel
tingkat
penganggu
ran
terbuka.
Fatkhul
Mufid
Cholili dan
M.
Pudjihardj
o
2014 Analisis
Pengaruh
Penganggura
n, Produk
Domestik
Regional
Bruto
(PDRB),
Dan
Indeks
Pembanguna
n Manusia
Penganggu
ran,
PDRB,
IPM,
Kemiskina
n
Ordina
ry
Least
Square
(OLS)
Variabel
PDRB
memiliki
pengaruh
positif
namun
tidak
signifikan
terhadap
variabel
kemiskina
n, variabel
Persamaan:
Indeks
Pembangunan
Manusia
memiliki
pengaruh
negatif dan
signifikan
terhadap tingkat
pengangguran
Perbedaan:
37
(IPM)
Terhadap
Jumlah
Penduduk
Miskin
(Studi Kasus
33 Provinsi
Di
Indonesia)
IPM
memiliki
pengaruh
negatif dan
signifikan
terhadap
variabel
kemiskina
n, dan
variabel
penganggu
ran
memiliki
pengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
variabel
kemiskina
n.
Variabel tignkat
pengangguran
sebagai variabel
independen
sedangkan
dalam penelitian
variabel tingkat
pengangguran
sebagai variabel
dependen.
38
C. Kerangka Berpikir
Pada rumusan masalah penelitian telah di tetapkan akan
dikaji pengaruh antara PDRB, Upah Minimum Kota, dan Indeks
Pembangunan Manusia terhadap Tingkat Pengangguran di Provinsi
Banten dari tahun 2008 sampai tahun 2013.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dijelaskan apa saja
variabel-variabel yang berkaitan dengan penelitian ini.
Diperkirakan tingkat pengangguran dipengaruhi oleh PDRB, upah
minimum kota dan indeks pembangunan manusia, sehingga dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Dimana:
Y : Tingkat Pengangguran
X1 : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
X2 : Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK)
X3 : Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Secara lebih jelasnya pengaruh PDRB, upah minimum kota
dan indeks pembangunan manusia terhadap tingkat pengangguran
dapat dijelaskan pada gambar berikut:
Y = f(X1, X2, X3)
39
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK), dan Indeks Pembangunan Manusia terhadap Tingkat
Pengangguran di Provinsi Banten periode tahun 2008-2013
Variabel Independen Variabel Dependen
Tingkat
Pengangguran
(Y)
Uji Hausman
Metode Analisis:
Data Panel (Pooled Data)
Hasil Pengujian dan Pembahasan
Kesimpulan, Implikasi, Keterbatasan, dan Saran
Latar Belakang Masalah
Uji Chow
Uji Hipotesis:
Uji t
Uji F
Uji Adj R2
Uji Asumsi Klasik:
Uji Normalitas
Uji Multikolinearitas
Uji Heteroskedastisitas
Uji Autokorelasi
Produk Domestik
Regional Bruto (X1)
Upah Minimum
Kabupaten/Kota (X2)
Indeks Pembangunan
Manusia (X3)
Uji Fixed Effect Model
40
D. Hipotesis
Dari rumusan permasalahan yang ada, dirumuskan hipotesis
yang berkaitan untuk menjawab pertanyaan dari rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Ho: Diduga tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
Produk Domestik Regional Bruto terhadap tingkat
pengangguran di Provinsi Banten secara parsial.
H1: Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara Produk
Domestik Regional Bruto terhadap tingkat pengangguran di
Provinsi Banten secara parsial.
2. Ho: Diduga tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
Upah Minimum Kabupaten/Kota terhadap tingkat
pengangguran di Provinsi Banten secara parsial.
H1: Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara Upah
Minimum Kabupaten/Kota terhadap tingkat pengangguran di
Provinsi Banten secara parsial.
3. Ho: Diduga tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
Indeks Pembangunan Manusia terhadap tingkat pengangguran
di Provinsi Banten secara parsial.
H1: Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara Indeks
Pembangunan Manusia terhadap tingkat pengangguran di
Provinsi Banten secara parsial.
41
4. Ho: Diduga tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
Produk Domestik Regional Bruto, Upah Minimum Kota, dan
indeks pembangunan manusia terhadap tingkat pengangguran
di Provinsi Banten secara simultan.
H1: Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara Produk
Domestik Regional Bruto, Upah Minimum Kabupaten/Kota,
dan indeks pembangunan manusia terhadap tingkat
pengangguran di Provinsi Banten secara simultan.
42
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menganalisa tentang pengaruh PDRB, UMK, dan IPM
terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten selama enam tahun,
yaitu dari tahun 2008-2013. Adapun variabel-variabel yang digunakan
terdiri dari empat variabel. Tingkat pengangguran merupakan variabel
terikat atau dependent variable. Sedangkan untuk variabel bebas atau
independent variable adalah produk domestik regional bruto, upah
minimum kabupaten/kota, dan indeks pembangunan manusia.
B. Metode Penentuan Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi (Sugiyono, 2010 : 62). Metode yang digunakan dalam pemilihan
objek dalam penelitian ini adalah purposive sampling dimana peneliti
kemungkinan mempunyai tujuan atau target tertentu dalam memilih sampel
secara acak. Tujuan peneliti memilih sampel daerah Provinsi Banten adalah
meneliti apakah yang menyebabkan tingginya tingkat pengangguran di
Provinsi Banten (Indriantoro, 2009:131).
Penelitian ini menggunakan data populasi di Provinsi Banten yang
terdiri dari delapan Kabupaten/Kota antara lain: Kabupaten Pandeglang,
Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota
Tangerang, Kota Cilegon, Kota Serang dan Kota Tangerang Selatan.
43
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperoleh untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini
diperoleh melalui data sekunder atau pihak ketiga, sehingga tidak
diperlukan teknik kuesioner. Periode data yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder pada tahun 2008-2013 yang didapat dari
Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. Sebagai pendukung digunakan buku
referensi, jurnal, surat kabar serta hasil dari website internet yang terkait
dengan masalah tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Banten.
Menurut Insukrindo (1996) pada skripsi Rully (2015) mengingat
ketersediaan data dan kebutuhan jumlah data untuk permodelan yang
diperoleh terbatas, maka data tahunan diinterpolasi menjadi data
semesteran dengan menggunakan metode interpolasi.
D. Metode Analisis Data
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang telah dirumuskan maka
metode analisis dalam penelitian ini adalah metode analisis kuantitatif, yaitu
di mana data yang digunakan dalam penelitian berbentuk angka, dalam
penelitian ini metode yang digunakan adalah kuantitatif dengan format
deskriptif bertujuan untuk menjelaskan dan meringkaskan berbagai kondisi,
berbagai situasi, atau beberapa variabel yang timbul di masyarakat yang
menjadi obyek penelitian ini. Dimana metode analisis dalam penelitian ini
menggunakan beberapa teknik analisis yaitu:
44
1. Metode Data Panel
Metode analisis yang penulis gunakan secara umum menganalisis
tentang Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, Upah Minimum
Kabupaten/Kota, dan Indeks Pembangunan Manusia terhadap Tingkat
Pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten adalah metode
kuantitatif. Data ini berbentuk data time series dari tahun 2008 sampai
2013 dan cross section yang terdiri dari 4 kabupaten dan 4 kota sehingga
data yang digunakan adalah pooled data (data panel).
Gabungan antara data seksi silang (cross section) dan data runtun
waktu (time series) disebut data panel atau data pool. Data panel
diperkenalkan pertama kali oleh Howless pada tahun 1950, merupakan
data seksi silang (terdiri atas beberapa variabel) dan sekaligus terdiri atas
beberapa waktu (Winarno , 2007 : 9.1).
Menurut Gujarati dalam Ajija, dkk (2011 : 52) keuntungan data panel
antara lain:
a. Bila data panel berhubungan dengan individu, perusahaan, Negara,
daerah dan lain-lain pada waktu tertentu, maka data tersebut adalah
homogen, sehingga penaksiran dan dapat dipertimbangkan dalam
perhitungan.
b. Kombinasi data time series dan cross section akan memberi informasi
yang lebih lengkap, beragam, kurang berkorelasi antar variabel,
derajat bebas lebih besar dan lebih efisien.
45
c. Studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan
dinamis dibanding dengan studi berulang dan cross section.
d. Data panel lebih baik mendeteksi dan mengukur efek yang secara
sederhana tidak dapat diukur oleh data time series atau cross section.
e. Data panel membantu studi untuk menganalisisi perilaku yang lebih
kompleks, misalnya skala ekonomi dan perubahan teknologi.
f. Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi
individu atau perusahaan karena unit data yang lebih banyak.
2. Permodelan Data Panel
Menurut Nachrowi dan Usman (2006: 311) secara umum terdapat 3
model panel yang sering digunakan:
a. Pooled Least Square
Pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data
panel adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa yang
ditetapkan dalam data berbentuk pool, sering disebut pula dengan
Pooled Least Square.
Pada metode ini, model mengasumsikan bahwa data gabungan
yang ada menunjukkan kondisi sesungguhnya dimana nilai intercept
dari masing – masing variabel adalah sama dan slope koefisien dari
variabel – variabel yang digunakan adalah identik untuk semua unit
cross section.
Kelemahan metode ini yaitu adanya ketidaksesuaian model
dengan keadaan yang sesungguhnya. Dimana kondisi tiap objek saling
46
berbeda, bahkan satu objek pada suatu waktu akan sangat berbeda
pada kondisi objek tersebut pada waktu yang lain (Winarno, 2007:
9.14).
b. Fixed-Effect Model
Metode efek tetap ini dapat menunjukkan perbedaan antar
objek meskipun dengan koefisien regresi yang sama. Model ini
dikenal dengan model Fixed Effect (efek tetap).Efek tetap ini
dimaksudkan adalah bahwa satu objek, memiliki konstan yang tetap
besarnya untuk berbagai periode waktu.Demikian juga dengan
koefisien regresinya, tetap besarnya dari waktu ke waktu (time
invariant).
Keuntungan metode efek tetap ini adalah dapat membedakan
efek waktu dan tidak perlu mengasumsikan bahwa komponen error
tidak berkorelasi dengan variabel bebas yang mungkin sulit
dipenuhi.Dan kelemahan model efek tetap ini adalah ketidaksesuaian
model dengan keadaan yang sesungguhnya. Kondisi tiap objek saling
berbeda, bahkan objek tersebut pada waktu yang lain.
c. Random Effect Model
Keputusan untuk memasukkan variabel boneka dalam efek
tetap (fixed effect) tak dapat menimbulkan konsekuensi (trade off).
Penambahan variabel boneka ini akan dapat mengurangi banyaknya
47
derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya akan
mengurangi effisiensi dari parameter yang diestimasi. Model panel
data yang di dalamnya melibatkan korelasi antara error term karena
berubahnya waktu karena berbedanya observasi dapat diatasi dengan
pendekatan model komponen error (error component model) atau
dissebut juga model efek acak (random effect).
Efek random (random effect) digunakan untuk mengatasi
kelemahan metode efek tetap (fixed effect) yang menggunakan
variabel semu, sehingga model mengalami ketidakpastian.Tanpa
menggunakan variabel semu, metode efek random menggunakan
residual, yang diduga memiliki hubungan antarwaktu dan antarobjek.
Namun untuk menganalisis dengan metode efek random ini ada satu
syarat, yaitu objek data silang harus lebih besar daripada banyaknya
koefisien (Winarno, 2007 : 9.17).
3. Pemilihan Model Data Panel
Dalam pemilihan model data panel kita perlu melakukan dua tahap,
yaitu dengan membandingkan PLS dengan FEM dan dengan pengujian
Hausman test untuk menentukan metode mana yang akan dipakai FEM
atau REM.
a. PLS vs FEM (Uji Chow Test)
Uji Chow test yakni pengujian untuk menentukan model Pooled
Least Square (PLS) atau model Fixed Effect (FEM) yang paling tepat
48
digunakan dalam mengestimasi data panel. Uji ini dilakukan untuk
mengetahui model Pooled Least Square (PLS) atau FEM yang akan
digunakan dalam estimasi. Relatif terhadap Fixed Effect Model,
Pooled Least Square adalah restrical model dimana ia menerapkan
intercept yang sama untuk seluruh individu. Padahal asumsi bahwa
setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak
ralistis mengingat dimungkinkan saja setiap unit tersebut memiliki
perilaku yang berbeda. Untuk mengujinya dapat digunakan restricted
F-Test, dengan hipotesa sebagai berikut:
H0 : Model PLS (Restricted)
H1 : Model FEM (Undrestricted)
CHOW = (RRSS - URSS)/ (N – 1)
URSS/ (NT-N-K)
Dimana:
RRSS = Restriced Residual Sum Square (merupakan Sum Square
Residual yang diperoleh dari estimasi data panel dengan
metode pooled least square/common intercept)
URSS = Unrestriced Residual Sum Square (merupakan Sum Square
Residual yang diperoleh dari estimasi data panel dengan
metode fixed effect)
N = Jumlah data cross section
T = Jumlah data time series
K = Jumlah variabel penjelas (independen)
49
Pengujian ini mengikuti distribusi F-statistik yaitu jika nilai F-
test atau Chow Statistik (F-statistik) hasil pengujian lebih besar dari F-
tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap
hipotesa nol sehingga model yang akan digunakan adalah Fixed Effect
Model.
Dasar penolakan terhadap hipotesis adalah dengan
membandingkan F-Statistik dengan F-Tabel. Perbandingan dipakai
apabila hasil F hitung lebih besar dari F tabel maka H0 ditolak yang
berarti model yang paling tepat digunakan adalah Fixed Effect Model.
Begitupun sebaliknya, jika F-hitung lebih kecil dari F tabel maka H0
diterima dan model yang digunkana adalah Common Effect Model.
b. FEM vs REM (Uji Hausman)
Setelah selesai melakukan uji Chow dan didapatkan model yang
tepat, maka selanjutnya menguji model manakan antara model Fixed
Effect atau model Random Effect yang paling tepat, pengujian ini
disebut sebagai uji Hautsman. Ada beberapa pertimbangan teknis
empiris yang dapat digunakan sebagai panduan untuk memilih antara
Fixed Effect Model atau Random Effect Model yaitu:
1) Bila T (jumlah unit time series) besar sedangkan N (jumlah unit
cross section) kecil, maka hasil FEM dan REM tidak jauh
berbeda. Dalam hal ini pilihan umunya akan didasarkan pada
kenyamanan perhitungan, yaitu FEM.
50
2) Bila N besar atau T kecil, maka hasil estimasi kedua pendekatan
dapat berbeda signifikan. Jadi, apabila kita pilih dalam
penelitian diambil secara acak (random) maka REM harus
digunakan, begitu juga sebaliknya.
3) Apabila cross section error component (€i) berkorelasi dengan
variabel bebas X maka parameter yang diperoleh dengan REM
akan bias sementara parameter yang diperoleh dengan FEM
tidak habis.
4) Apabila N dan T kecil, dan apabila asumsi yang mendasari
REM dapat terpenuhi, maka REM lebih efisien dibandingkan
tidak bias.
Keputusan penggunaan FEM dan REM dapat pula ditentukan
dengan menggunakan spesifikasi yang dikembangkan dengan
Hausman. Spesifikasi ini akan memberikan penilaian dengan
menggunakan Chi-square statistic sehingga keputusan pemilihan
model akan dapat ditentukan secara statistik.
Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:
H0 :Random Effect Model
H1 :Fixed Effect Model
Setelah dilakukan pengujian ini, hasil dari Hausman test
dibandingkan dengan Chi-squarestatistik dengan df = k, di mana k
adalah jumlah koefisien variabel yang diestimasi. Jika hasil dari
51
Hausman test signifikan, maka H0 di tolak, yang berarti metode
analisis FEM digunakan.
4. Model Empiris
Model persamaan yang akan diestimasi pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
TPit = β0 + β1 PDRB it + β2 UMKit + β3 IPMit + ɛtit
Dimana:
TPTit : Tingkat Pengangguran di daerah i pada periode t
PDRBit : Produk Domestik Regional Bruto di daerah i pada periode
t
UMKit : Upah Minimum Kabupaten/Kota di daerah i pada periode
t
IPMit : Indeks Pembangunan Manusia di daerah i pada periode t
Β0..,βn : koefisien regresi (konstan)
ɛtit : error term
Setelah model penelitian diestimasi maka akan diperoleh nilai dan
besaran dari masing-masing parameter dalam model persamaan dan
besaran dari masing-masing parameter dalam model persamaan diatas.
Nilai dari parameter positif atau negatif selanjutnya akan digunakan untuk
menguji hipotesis penelitian.
52
5. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk melihat apakah data terbebas dari
masalah normalitas, multikolinieritas, heteroskedastisitas,dan autokorelasi.
Uji asumsi klasik ini penting dilakukan untuk menghasilkan estimator
yang linier tidak bias dengan varian yang minimum (Best Linier Unbiased
Estimator = BLUE), yang berarti model tidak mengandung masalah.
Asumsi-asumsi tersebut antara lain:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi variabel-variabelnya terdistribusi normal atau tidak. Model
regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau
mendekati normal. Uji normalitas diantaranya dilakukan dengan dua
cara, yaitu histogram dan uji Jarque-Bera (J-B). Untuk melihat data
terdistribusi normal atau tidak adalah dengan meilhat koefisien J-B
dan probabilitasnya. Bila nilai J-B tidak signifikan (lebih kecil dari 2)
maka data terdistribusi normal (Winarno, 2011 : 5.37-5.39).
b. Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah kondisi adanya hubungan linier antar
variabel independen. Karena melibatkan beberapa variabel
independen, maka multikolinieritas tidak akan terjadi pada persamaan
regresi sederhana (yang terdiri atas satu variabel dependen dan satu
variabel independen)(Winarno, 2011 : 5.1-5.2).
53
Kondisi terjadinya multikolinieritas ditunjukan dengan
berbagai informasi antara lain:
1) Nilai R2 tinggi, tetapivariabel independen banyak yang tidak
signifikan.
2) Dengan menghitung koefisien korelasi antarvariabel
independen. Apabila koefisiennya rendah, maka tidak terdapat
multikolineritas.
3) Dengan melakukanregresi auxiliary. Regresi yang dapat
digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua (atau lebih)
variabel independen yang secara bersama-sama mempengaruhi
satu variabel independen lainnya.
Ada beberapa alternatif dalam mengahadapi masalah
multikolinieritas alternatif tersebut adalah:
1) Biarkan saja model kita mengandung multikolinieritas, karena
estimatornya masih dapat bersifat BLUE. Sifat BLUE tidak
terpengaruh oleh ada tidaknya korelasi antarvariabel
independen. Namun harus diketahui bahwa multikolinieritas
akan menyebabkan standart error yang besar.
2) Menambahkan data penelitian jika memungkinkan, karena
masalah multikolinieritas biasanya muncul karena jumlah
observasinya sedikit.
3) Menghilangkan satu variabel independen, terutama yang
memiliki hubungan linier yang kuat dengan variabel lain.
54
4) Transformasi salah satu (atau beberapa) variabel, termasuk
misalnya dengan melakukan referensi (Winarno, 2011: 5.7-
5.8).
c. Uji Heterokedastisitas
Asumsi dalam model regresi adalah: (1) residual memiliki
nilai rata-rata nol, (2) residual memiliki varian yang konstan, dan (3)
residual suatu observasi tidak saling berhubungan dengan residual
observasi lainnya, sehingga menghasilkan estimator BLUE. Apabila
asumsi (1) tidak terpenuhi, yang terpengaruh hanyalah slope
estimatimator dan ini tidak membawa konsekuensi serius dalam
analisis ekonometris.Sedangkan Asumsi (2) dan (3) dilanggar. Maka
akan membawa dampak serius bagi prediksi dengan model yang
dibangun. Dalam kenyataannya, nilai residual sulit memiliki varian
yang konstan. Hal ini sering terjadi pada data bersifat cross section
dibanding time series (Winarno, 2011 : 5.8).
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi ada tidaknya masalah heterokedastisitas. Beberapa
metode tersebut:
1) Metode grafik;
2) Uji Park;
3) Uji Glejser;
4) Uji Korelasi Spearman;
55
5) Uji Goldfeld-Quandt;
6) Uji Bruesh-Pagan-Godfrey;
7) Uji White.
Untuk menghilangkan heterokedastisitas, ada beberapa
alternatif yang dilakukan. Lamgkah-langkah tersebut antara lain:
1) Metode WLS (Weighted Least Square). Metode ini dapat
digunakan apabila σ2i diketahui.
2) Metode White. Metode ini digunakan apabila besarnya σ2i tidak
diketahui.
3) Metode Transformasi (Winarno, 2011 : 5.24).
d. Uji Autokorelasi
Menurut Wing Wahyu Winarno (2011 : 5.26) autokorelasi
adalah hubungan antara residual satu observasi dengan residual
observasi lainnya. Autokorelasi lebih mudah timbul pada data yang
bersifat runtut waktu, karena berdasarkan sifatnya, data masa sekarang
dipengaruhi pada data masa-masa sebelumnya.Meskipun demikian,
tetap dimungkinkan autokorelasi dijUMKai pada data yang bersifat
antarobjek (cross section).
Gujarati dalam Winarno (2011 : 5.26) autokorelasi terjadi
karena beberapa sebab, di antaranya:
56
1) Data mengandung pergerakan naik turun secara musiman, misalnya
kondisi perekonomian suatu Negara yang kadang menaik dan
kadang menurun.
2) Kekeliruan memanipulasi data, misalnya data tahunan dijadikan
data kuartalan dengan membagi empat.
3) Data runtun waktu, yang meskipun bila dianalisis dengan model Yt
= a + bxt + et karena datanya juga Yt-1 = a bxt + et-1. Dengan
demikian akan terjadi hubungan antara data sekarang dan data
periode sebelumnya.
4) Data yang dianalisis tidak bersifat stasioner.
Dalam pengujian Autokorelasi dengan menggunakan Uji
Serial LM (Lagrange Multiplier), dimana jika hasil probabilitas
<0,05 maka terdapat autokorelasi dan sebaliknya jika dalam hasil
uji probabilitas >0,05 maka tidak terdapat autokorelasi.
6. Uji Hipotesis
Uji Hipotesis ini digunakan untuk menguji apakah koefisien regresi
yang didapat signifikan (berbeda nyata). Signifikan yang di maksud adalah
suatu nilai keofisien slope sama dengan nol. Jika koefisien slope sama
dengan nol, berarti dapat dikatakan bahwa tidak cukup bukti untuk
menyatakan variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat.
Ada dua jenis uji hipotesis terhadap koefisien regres yang dapat dilakukan
antara lain:
57
a. Uji Secara Parsial (Uji Statistik t)
Uji t dilakukan untuk seberapa besar pengaruh variabel
independen secara parsial terhadap variabel dependen. Uji t dilakukan
dengan membandingkan t hitung terhadap t tabel.Menurut Gujarati
(2007) nilai t hitung diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
t-hitung = koef.regresi.bi
std.deviasi.bi
Dimana:
1) Jika t-hitung lebih besar dari t-tabel, maka H0 ditolak dan menerima
Ha atau dengan kata lain ada pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen.
2) Jika t-hitung lebih kecil dari t-tabel, maka H0 diterima dan menolak
Ha atau tidak ada pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen.
Adapun cara lain yang dapat digunakan adalah setelah
melakukan regresi kemudian membandingkan probabilitas (t-hitung)
masing-masing variabel bebas dengan α = 5%. Jika probabilitas t-hitung
lebih kecil dari α = 5%, maka H0 ditolak. Begitu juga sebaliknya jika
probabilitas t-hitung lebih besar dari α = 5% maka H0 diterima.
b. Uji Secara Simultan (Uji Statistik F)
Uji statistik F digunakan untuk menguji koefisien regresi secara
simultan atau bersama-sama dari variabel bebas terhadap variabel
58
dependennya. Menurut Gujarati (2003) untuk menghitung nilai F hitung
digunakan rumus sebagai berikut:
F = R2/k-1
(1-R2)/n-k
Dimana:
R2 : Koefisien determinasi majemuk
k-1 : Derajat bebas pembilang
n-k : Derajat bebas penyebut
k : Banyak parameter total yang diperkirakan
n : Jumlah sempel.
Jika F-hitung lebih besar dari F-tabel, maka H0 ditolak dan Ha
diterima atau ada pengaruh signifikan dari variabel bebas (X) secara
serentak terhadap variabel terikat (Y). Begitu pulas sebaliknya, jika F-
hitung lebih kecil dari F-tabel, maka H0 diterima dan menolak Ha yang
adtinya tidak ada pengaruh signifikan dari variabel bebas secara serentak
terhadap variabel terikat.
Adapun cara lain yang dapat digunakan adalah setelah melakukan
regresi kemudian akan diperoleh nilai probabilitas F-hitung, yang
selanjutnya nilai probabilitas F-statistik ini dibandingkan dengan α = 5%.
Jika probabilitas F-statistik lebih kecil dari α, maka H0 ditolak.Begitu pula
sebaliknya, jika probabilitas F-statistik lebih besar dari nilai α, maka H0
diterima.
59
c. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi berganda (R2) berguna untuk mengukur
besarnya variabel independen secara keseluruhan terhadap variabel
dependennya. R2 memiliki nilai antara 0 dan 1 (0 < R2< 1), dimana bila
semakin tinggi nilai R2, suatu regresi tersebut maka akan semakin baik.
Hal ini berarti bahwa keseluruhan variabel bebas secara bersama-sama
mampu meneangkan variabel dependennya. Beberapa kegunaan
koefisien determinasi adalah sebagai berikut:
a. untuk menukur ketepatan suatu garis regresi yang ditetapkan
terhaadap suatu kelompok data hasil observasi.
b. untuk mengukur proporsi varian Y yang diterangkan oleh
pengaruh linier dari variabel bebas.
E. Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen
Variabel dependen atau variabel tidak bebas (terkait) adalah
variabel yang nilainya akan diperkirakan atau diramalkan (J.Supranto,
2003:156). Variabel dependen dapat di tulis dalam Y. Variabel dependen
ialah variabel yang nilainya mempengaruhi perilaku dari variabel terikat.
Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka dan hasil penelitian terdahulu
yang berkaitan dengan pengaruh PDRB, upah minimum Kabupaten/Kota,
dan indeks pembangunan manusia terhadap tingkat pengangguran, maka
60
penelitian ini menspesifikasikan variabel dependen dan definisi
operasional sebagai “Y” adalah Tingkat Pengangguran Terbuka di
Provinsi Banten menurut Kabupaten/Kota tahun 2008-2013.
2. Variabel Independen
Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang
dipergunakan untuk memperkirakan (J.Supranto, 2003:156). Variabel
dapat di tulis dalam “X”. Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka dan
hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengaruh PDRB, upah
minimum Kabupaten/Kota, dan indeks pembangunan manusia terhadap
tingkat pengangguran maka penelitian ini menspesifikasikan variabel
independen dan definisi operasional sebagai berikut:
Tabel 3.1
Operasional Variabel Penelitian
Variabel Definisi Satuan
Tingkat
Pengangguran
Pengangguran Terbuka (Open Unemployment)
adalah tenaga kerja yang betul-betul tidak
mempunyai pekerjaan. Pengangguran ini terjadi
ada yang karena belum mendapat pekerjaan
padahal telah berusaha secara maksimal dan ada
juga yang karena malas mencari pekerjaan atau
malas bekerja.
Presentase
(%)
61
Produk
Domestik
Regional Bruto
(PDRB)
Jumlah nilai tambah yang dihasilkan untuk
seluruh wilayah usaha dalam suatu wilayah atau
merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa
akhir yang dihasilkan seluruh unit ekonomi di suatu
wilayah.
Milyar
Rupiah
Upah Minimum
Kabupaten/Kota
(UMK)
Upah minimum provinsi adalah upah bulanan
terendah yang meliputi gaji pokok dan tunjangan
tetap yang ditetapkan oleh gubernur.
Juta Rupiah
Indeks
Pembangunan
Manusia
Merupakan indikator yang menjelaskan bagaimana
penduduk suatu wilayah mempunyai kesempatan
untuk mengakses hasil dari suatu pembangunan
sebagai bagian dari haknya dalam memperoleh
pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
Indeks
62
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Provinsi Banten
Provinsi Banten adalah salah satu daerah pemekaran yang dulu
termasuk dalam wilayah Karesidenan Banten - Provinsi Jawa Barat
dan terbentuk melalui Undang-undang No.23 Tahun 2000. Pada
awalnya, Provinsi Banten terdiri dari empat kabupaten yaitu
Kabupaten Pandeglang, Lebak, Tangerang, Serang dan dua kota yaitu
Kota Tangerang dan Kota Cilegon. Dalam perkembangannya terjadi
pemekaran wilayah, Kabupaten Serang menjadi Kabupaten Serang dan
Kota Serang. Selanjutnya, Kabupaten Tangerang dimekarkan menjadi
Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Sehingga, Provinsi
Banten saat ini terdiri dari empat kabupaten dan empat kota.
Secara geografis, Provinsi Banten terletak di ujung barat Pulau
Jawa dan berjarak sekitar 90 km dari DKI Jakarta serta memiliki luas
sebesar 9.662,92 km2 atau sekitar 0,51 persen dari luas wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayahnya, berbatasan
langsung dengan Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat di sebelah
timur, Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah selatan,
dan Selat Sunda di sebelah barat. Dengan demikian, Provinsi Banten
mempunyai posisi yang strategis yaitu sebagai jalur penghubung
63
darat antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Sebagian wilayah-nya
pun yaitu Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota
Tangerang Selatan menjadi hinterland bagi Provinsi DKI Jakarta.
B. Penemuan dan Pembahasan
1. Analisa Deskriptif
Penelitian ini menganlisis pengaruh PDRB, upah minimum
kabupaten/kota dan indeks pembangunan manusia terhadap tingkat
pengangguran. Data yang digunakan rentang waktu analisis mulai tahun
2008-2013. Alat pengolah data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
perangkat lunak (software) computer eviews 6.0 dengan metode analisis
Fixed Effect Model (FEM). Maka oleh karena itu, perlu dilihat
perkembangan secara umum dari PDRB, upah minimum kabupaten/kota
dan indeks pembangunan manusia serta tingkat pengangguran di Provinsi
Banten.
a. Analisa Deskriptif Tingkat Pengangguran (TP) di Provinsi Banten
Tingkat pengangguran merupakan salah satu masalah utama yang
masih dihadapi oleh banyak negara berkembang termasuk Indonesia.
Masalah pengangguran ini juga terjadi di semua Provinsi di Indonesia
termasuk Provinsi Banten. Tingkat pengangguran di Provinsi Banten
merupakan yang tertinggi diantara Provinsi lain di Pulau Jawa.
64
Gambar 4.1
Prosentase Tingkat Pengangguran di Provinsi Banten tahun 2008 -
2013
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa tingkat pengangguran
di Provinsi Banten mengalami penurunan dari tahun 2008 sampai
tahun 2013. Akan tetapi, meskipun mengalami penurunan yang cukup
signifikan, tingkat pengangguran di Provinsi Banten merupakan yang
tertinggi diantara Provinsi lain di Pulau Jawa. Menurut berita yang di
dapat melalui situs www.radarbanten.com, tingginya tingkat
pengangguran di Provinsi Banten disebabkan oleh sektor industri
pengolahan yang relatif lebih dominan di Provinsi Banten
dibandingkan dominasi sektor yang sama di Provinsi lain. Dengan
demikian untuk lebih mengurangi angka pengangguran, kebijakan
yang ditempuh oleh Pemerintah Provinsi Banten selain mendorong
tumbuhnya sektor pertanian, juga harus membuat regulasi yang lebih
ramah terhadap industriawan yang ada di Provinsi Banten.
65
Menurut Kabid Statistik Sosial BPS Provinsi Banten, Bambang
Suarso, “angka pengangguran di Provinsi Banten mencapai 14,31
persen dan merupakan angka pengangguran tertinggi di Indonesia pada
tahun 2010, jumlah itu merupakan penurunan dari angka pengangguran
tahun 2009”, kata bambang. Menurut Bambang tingginya angka
pengangguran di Banten disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
faktor pertumbuhan penduduk dan faktor ketersediaan tenaga kerja
yang tidak sesuai dengan kebutuhan sektor industri, sebagai sektor
yang paling banyak menyerap tenaga kerja.
b. Analisa Deskriptif Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di
Provinsi Banten
Menurut Arsyad (2000) pertumbuhan ekonomi daerah diartikan
sebagai kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tanpa
memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari
tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur
ekonomi terjadi atau tidak. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan
ekonomi daerah secara langsung ataupun tidak langsung akan
menciptakan lapangan kerja.
Tolak ukur dari keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah
diantaranya adalah PDRB daerah tersebut dan pertumbuhan penduduk
yang nantinya ditunjukan pada tingkat penyerapan tenaga kerja. PDRB
menurut harga konstan adalah merupakan ukuran kemakmuran
66
ekonomi yang lebih baik, sebab perhitungan output barang dan
jasa perekonomian yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh perubahan
harga (Nainggolan, 2009).
Gambar 4.2
PDRB atas Dasar Harga Konstan 2000 di Provinsi Banten tahun
2008 - 2013
Dari gambar 4.2 diatas dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan PDRB
di Provinsi Banten dari tahun 2008 sampai tahun 2013. Kenaikan
PDRB tersebut menunjukkan bahwa Provinsi Banten merupakan salah
satu provinsi yang produktif di Pulau Jawa. PDRB merupakan salah
satu indikator indikator pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. PDRB
adalah nilai bersih barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh
berbagai kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode (Hadi
Sasana, 2006). Semakin tinggi PDRB suatu daerah, maka semakin
besar pula potensi sumber penerimaan daerah tersebut.
67
c. Analisa Deskriptif Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di
Provinsi Banten
Menurut teori upah efisiensi, perusahaan bersedia membayar lebih
tinggi daripada gaji ekuilibrium agar mendorong para pekerja untuk
menghindari kelalaian atau mengulur-ngulur waktu kerja. (Schaum’s,
2006:264).
Gambar 4.3
Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Provinsi Banten
tahun 2008 - 2013
Dari gambar 4.3 diatas dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan jumlah
UMK disetiap kabupaten/kota di Provinsi Banten. Kenaikan tersebut
terjadi dari tahun 2008 hingga tahun 2013. Di dalam sistem Ricardo,
tingkat upah meningkat bila harga barang yang dibutuhkan buruh
meningkat. Barang yang diproduksi buruh sebagian besar adalah hasil
pertanian. Karena itu untuk menghasilkan satu unit produk dibutuhkan
68
buruh lebih banyak. Sehingga apabila permintaan terhadap buruh mulai
meningkat maka akan menaikkan upah (Jhingan, 2012: 90).
d. Analisa Deskriptif Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di
Provinsi Banten
Menurut UNDP indeks pembangunan manusia memberikan
suatu ukuran gabungan tiga dimensi tentang pembangunan manusia
diantaranya: panjang umur dan menjalani hidup sehat (diukur dari usia
harapan hidup), terdidik (diukur dari tingkat kemampuan baca tulis
orang dewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan
tinggi), dan memiliki standar hidup yang layak ( diukur dari paritas
daya beli/PPP, penghasilan) (UNDP, 2004).
Gambar 4.4
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Banten tahun
2008 - 2013
69
Dari gambar 4.4 diatas dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan
indeks pembangunan manusia di Provinsi Banten dari tahun 2008
sampai dengan 2013. Pun begitu, nilai indeks pembangunan manusia di
Provinsi Banten adalah merupakan nilai IPM terendah diantara provinsi
lain di Pulau Jawa.
Todaro (2000) mengatakan bahwa pembangunan manusia
merupakan tujuan pembangunan itu sendiri. Yang mana pembangunan
manusia memainkan peranan kunci dalam membentuk kemampuan
sebuah negara dalam menyerap teknologi modern dan untuk
mengembangkan kapasitasnya agar tercipta pertumbuhan serta
pembangunan yang berkelanjutan.
2. Memilih Model Data Panel
a. Uji Chow
Uji Chow yaitu uji yang digunakan untuk mengetahui apakah
model Pooled Least Square (PLS) atau Fixed Effect Model (FEM)
yang akan dipilih untuk estimasi data. Uji ini dapat dilakukan dengan
uji restricted F-Test atau uji Chow-Test. dalam pengujian ini dilakukan
dengan hipotesa sebagai berikut:
Hο : Model PLS (Restriced)
H1 : Model FEM (Unretriced)
70
Dari hasil regresi berdasarkan metode Pooled Least Square (PLS)
dan Fixed Effect Model (FEM) diperoleh F-statistik yakni sebagai
berikut:
Tabel 4.1 Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Pool: BANTEN
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 11.485096
(7,77) 0.0000
Cross-section Chi-square 62.916252 7 0.0000
Sumber : Lampiran 3 (diolah)
Dari tabel 4.4 diatas diperoleh nilai F-statistik sebesar 11.485096
dengan nilai F-tabel pada df (7,37) α = 5% adalah 2,70 sehingga nilai
F-statistik > nilai F-tabel, maka H0 ditolak sehingga model data panel
yang dapat digunakan adalah Fixed Effect Model.
b. Uji Hausman
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan apakah Fixed Effect
Model atau Random Effect Model yang akan dipilih. Pengujian ini
dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:
H0 : Model REM
H1 : Model FEM
Dari hasil regresi berdasarkan metode Fixed Effect Model (FEM)
dan Random Effect Model diperoleh F-statistik yakni sebagai berikut:
71
Tabel 4.2 Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: BANTEN
Test cross-section random effects
Test Summary
Chi-Sq.
Statistic
Chi-Sq.
d.f. Prob.
Cross-section random 20.031725 3 0.0002
Sumber : Lampiran 4 (diolah)
Dari tabel 4.5 diatas diperoleh nilai Chi-Square statistik sebesar
20.031725 dengan nilai Chi-square tabel pada df (3) α = 5% adalah
7.81473 sehingga nilai Chi-Square statistik > nilai Chi-Square tabel,
maka H0 ditolak sehingga model data panel yang dapat digunakan
adalah Fixed Effect Model.
3. Hasil Estimasi Model Data Panel
a. Pendekatan Fixed Effect Model (FEM)
Setelah dilakukan pengolahan data dengan metode Pooled
Least Square (PLS), selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan
pendekatan Fixed Effect Model (FEM). Dari pengolahan E-views 6
didapatkan hasil sebagai berikut:
72
Tabel 4.3
Regresi Fixed Effect Model (FEM)
R-squared
0.652831
Adjusted R-squared
0.607744
Sumber : Lampiran 5 (diolah)
4. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Untuk menguji adakah variabel pengganggu atau residual
terdistribusi normal dalam model regresi data panel dilakukan dengan
uji normalitas. Menurut Ajija (2011:42), uji normalitas hanya
digunakan jika jumlah observasi adalah kurang dari 30, untuk
mengetahui apakah error term mendekati distribusi normal. Bila nilai
J-B (Jarque-Bera) lebih kecil dari 2 data terdistribusi normal, jika
dilihat dari probabilitasnya lebih dari 5% maka data terdistribusi
normal (Winarno, 2011 : 5.37-5.39).
73
Gambar 4.5
Uji Normalitas
0
2
4
6
8
10
12
-2 -1 0 1 2
Series: Standardized ResidualsSample 2008S2 2013S2Observations 88
Mean 1.34e-16Median -0.041454Maximum 2.700477Minimum -2.031005Std. Dev. 0.991493Skewness 0.540592Kurtosis 3.225801
Jarque-Bera 4.473127Probability 0.106825
Sumber: Lampiran 6 (diolah)
Gambar 4.5 menunjukkan nilai probabilitas yang lebih besar dari α
= 5% maka dapat diketahui bahwa data dalam penelitian ini
terdistribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas
Menurut Ajija dkk (2011:35), multikolinearitas berarti adanya
hubungan linier yang sempurna atau pasti, diantara beberapa atau
semua variabel yang menjelaskan dari model regresi. Ada atau
tidaknya multikolinearitas dapat diketahui atau dilihat dari koefisien
korelasi masing-masing variabel bebas. Jika koefisien korelasi masing-
masing variabel bebas lebih besar dari 0,8 maka terjadi
multikolinearitas.
74
Tabel 4.4 Correlation Matrix
PDRB UMK IPM
PDRB 1.000000 0.356306 0.584250
UMK 0.356306 1.000000 0.467289
IPM 0.584250 0.467289 1.000000
Sumber: Lampiran 7 (diolah)
Dilihat dari tabel 4.6, dimana nilai correlation matrix tidak lebih
dari 0,8 yang berarti tidak terdapat gejala multikolinearitas. Dengan
terpenuhinya uji mutikolinearitas maka model regresi tidak ditemukan
adanya korelasi linier yang sempurna antar variabel-variabel bebas
(Ajija dkk, 2011:36).
c. Uji Heteroskedastisitas
Menurut Geri (2014) heterokedastisitas dapat dideteksi dengan
pendekatan atau metode General Least Square (Cross section
Weighted). Dapat dilihat dengan membandingkan Sum Square Resid
Weighted Statistic dengan Sum Square Resid Unweighted , yaitu Sum
Square Resid Weighted Statistic lebih kecil dibandingkan Sum Square
Resid Unweighted.
Tabel 4.5
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sum squared resid (Weighted) 87.83190
Sum squared resid (Unweighted) 85.52613
Sumber : Lampiran 8 (diolah)
75
Pada tabel 4.7 diperoleh hasil regresi Sum squared resid pada
Weighted sebesar 87.83190, sedangkan Sum squared resid pada
Unweighted sebesar 85.52613. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai
Sum squared resid pada Weighted lebih besar dibandingkan dengan
nilai Sum squared resid pada Unweighted. Oleh karena itu data regresi
penelitian ini terbebas dari masalah heteroskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah hubungan antara residual satu observasi
dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi lebih mudah timbul
pada data yang bersifat runtut waktu, karena berdasarkan sifatnya, data
masa sekarang dipengaruhi oleh data pada masa-masa sebelumnya
(Wing Wahyu, 2007:5.24).
Dalam mengidentifikasi ada atau tidaknya autokorelasi adalah
dengan Uji Durbin-Watson. Uji D-W adalah salah satu uji yang banyak
dipakai untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi.
Tabel 4.6 Durbin-Watson
Tolak H0 berarti
ada autokorelasi
positif
Tidak dapat
diputuskan
Tidak menolak H0 berarti
tidak ada autokorelasi
Tidak
dapat
diputuskan
Tolak H0 berarti
ada autokorelasi
negative
0 dL 1,60 du 1,73 2 4-du 2.27 4-dL 2,40 4
0,67
Sumber : Lampiran 9 (diolah)
76
Masalah autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin Watson
statistic yaitu sebesar 0.677797 dimana nilai DW (0.677797) < dL=
1.6039 dan nilai dU = 1.7326. Hal tersebut menjelaskan bahwa nilai dL
dan dU > DW, yang artinya terdapat autokorelasi pada data regresi.
Untuk mengatasi terjadinya autokorelasi perlu diadakan cross-section
SUR pada Fixed Effect Model. Dalam pengujian ini dilakukan hipotesis
sebagai berikut:
H0: Tidak terdapat autokorelasi
H1: Terdapat autokorelasi
Pada hasil regresi cross-section SUR didapatkan nilai DW
sebesar 1.805209, sedangkan nilai dL= 1.6039 dan nilai dU = 1.7326.
hasil tersebut menjelaskan bahwa nilai DW lebih besar dari dU maka
hipotesis nol diterima yang artinya tidak terdapat autokorelasi.
5. Pengujian Hipotesis
Uji signifikansi merupakan prosedur yang digunakan untuk diterima
atau ditolaknya secara statistik hasil hipotesis nol (H0) dari sample
keputusan untuk mengolah H0 dibuat berdasarkan nilai uji statistik yang
diperoleh dari data yang ada. Dari hasil pengolahan data didapatkan model
terbaik adalah dengan pendekatan Fixed Effect Model (FEM) dengan hasil
sebagai berikut:
77
Tabel 4.7 Hasil Estimasi
Variable Coefficient Std.
Error
t-
Statistic Prob.
D(PDRB?) 5.60E-07 5.67E-07 0.987981 0.3263
UMK? -3.05E-06 9.74E-07 -
3.129772 0.0025
IPM? -1.690547 0.472262 -
3.579679 0.0006
C 69.01106 16.54720 4.170557 0.0001
Fixed Effects (Cross)
KABPANDEGLANG—
C -3.952284
KABLEBAK—C -4.485714
KABTANGERANG--C 0.701289
KABSERANG—C -1.495007
KOTTANGERANG--C 2.747827
KOTCILEGON—C 3.795026
KOTSERANG—C 0.295365
KOTTANGSEL—C 2.393498
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.652831 Mean dependent
var 6.350064
Adjusted R-squared 0.607744 S.D. dependent var 1.682749
S.E. of regression 1.053911 Akaike info
criterion 3.059362
Sum squared resid 85.52610 Schwarz criterion 3.369029
Log likelihood -123.6119 Hannan-Quinn
criter. 3.184119
F-statistic 14.47941 Durbin-Watson stat 0.677797
Prob(F-statistic) 0.000000 Mean dependent
var 6.350064
Sumber : Lampiran 6 (diolah)
Dari tabel 4.10 diatas yang dimana menggunakan pendekatan
Fixed Effect Model (FEM) didapatkan hasil persamaan sebagai berikut:
TP = 69.0116 + 5.6047E-07*PDRB – 3.0474E-06*UMK –
1.690647*IPM + e
78
Dimana:
Y : TP (Tingkat Pengangguran)
X1 : PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
X2 : UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota)
X3 : IPM (Indeks Pembangunan Manusia)
e : error term
Berdasarkan persamaan regresi diatas dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
a) Jika variabel-varibel independen dianggap konstan atau bernilai nol,
maka besarnya tingkat pengangguran di Provinsi Banten secara
keseluruhan adalah sebesar 69,01%.
b) Nilai koefisien regresi variabel PDRB sebesar 5,6047 yang berarti
setiap terjadi peningkatan PDRB sebesar 1% maka akan meningkatkan
tingkat pengangguran sebesar 5,6%.
c) Nilai koefisien regresi variabel upah minimum kabupaten/kota sebesar
3,0474 yang berarti setiap terjadi peningkatan upah minimum
kabupaten/kota sebesar 1% maka akan menurunkan tingkat
pengangguran sebesar 3,04%.
d) Nilai koefisien regresi varibel indeks pembangunan manusia sebesar
1,6906 atau dibulatkan menjadi 1,7 yang berarti setiap terjadi
peningkatan indeks pembangunan manusia sebesar 1% maka akan
menurunkan tingkat pengangguran sebesar 1,7%.
79
a. Uji Koefisien Determinan (Adjusted R2)
Hasil koefisien determinan pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model (variabel independen) dalam menjelaskan variabel
dependen secara statistik. Dari regresi pengaruh Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap Tingkat Pengangguran
(TP) di Provinsi Banten periode 2008-2013, koefisien determinannya
sebesar 0.607744. Hal ini berarti bahwa 60,77 persen Tingkat
Pengangguran di Provinsi Banten dapat dijelaskan oleh variabel
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Sedangkan sisanya yaitu 39,23 persen dijelaskan oleh variabel lain
diluar model atau faktor-faktor lain diluar penelitian ini.
b. Uji Signifikansi Individual (Uji t)
Uji t merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui
apakan koefisen regresi signifikan atau tidak (Nachrowi,2002:24).
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah variabel bebas (PDRB,
UMK dan IPM) berpengaruh secara parsial terhadap variabel terikat
(Tingkat Pengangguran). Pengujian ini dilihat dari masing-masing t-
statistik dari regresi dengan t-tabel dalam menolak atau menerima
hipotesis.
80
Tabel 4.8 Nilai t-statistik
Variable Coefficient
Std.
Error t-Statistic Prob. Signifikansi
PDRB 5.60E-07 5.67E-07 0.987981 0.3263 Tidak
Signifikan
UMK -3.05E-06 9.74E-07 -3.129772 0.0025 Signifikan
IPM -1.690547 0.472262 -3.579679 0.0006 Signifikan
Sumber : Lampiran 6 (diolah)
Tabel 4.10 merupakan hasil dari pengujian variabel independen
yaitu produk domestik regional bruto, upah minimum kabupaten/kota
dan indeks pembangunan manusia terhadap tingkat pengangguran di
Provinsi Banten secara parsial. Penelitian ini menggunakan α = 5%
atau α = 0,05. Adapun hipotesisnya sebagai berikut:
1) Ho : Diduga tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
Produk Domestik Regional Bruto terhadap tingkat
pengangguran di Provinsi Banten Tahun 2008-2013.
H1 :Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara Produk
Domestik Regional Bruto, terhadap tingkat pengangguran
di Provinsi Banten tahun 2008-2013.
2) Ho : Diduga tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
Upah Minimum Kabupaten/Kota terhadap tingkat
pengangguran di Provinsi Banten Tahun 2008-2013.
H1 :Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara Upah
Minimum Kabupaten/Kota terhadap tingkat pengangguran
di Provinsi Banten tahun 2008-2013.
81
3) Ho : Diduga tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
Indeks Pembangunan Manusia terhadap tingkat
pengangguran di Provinsi Banten Tahun 2008-2013.
H1 : Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara Indeks
Pembangunan Manusia terhadap tingkat pengangguran di
Provinsi Banten tahun 2008-2013.
Berdasarkan hasil regresi yang diperoleh pada tabel 4.10
maka pembuktian dari hipotesisi yang telah dipaparkan adalah
sebagai berikut:
1) Nilai probabilitas t-statistik variabel PDRB sebesar
0.3263 lebih besar dari 0,05 yang berarti H0 diterima
dan H1 ditolak.
2) Nilai probabilitas t-statistik variabel UMK sebesar
0.0025 lebih kecil dari 0,05 yang berarti H0 ditolak
dan H1 diterima.
3) Nilai probabilitas t-statistik variabel IPM sebesar
0.0006 lebih kecil dari 0,05 yang berarti H0 ditolak
dan H1 diterima.
c. Uji Signifikansi Serentak (Uji F)
Pengujian terhadap pengaruh semua variabel independen didalam
model dapat dilakukan dengan uji F. Uji statistik F pada dasarnya
menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan ke
82
dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap
variabel dependen. Dari hasil regresi pengaruh Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap Tingkat Pengangguran
periode tahun 2008-2013 F-statistik 14.47941 dan nilai probabilitasnya
0,0000, dengan menggunakan taraf keyakinan 95 persen (α = 5%)
dengan degree of freedom for numerator (dfn) = 3 (k-1 = 4-1) dan
degree of freedom for denominator (dfd) = 92 (n-k = 96-4), maka
diperoleh F-tabel sebesar 2.70. Maka dapat disimpulkan bahwa
variabel independen (PDRB, UMK dan IPM) berpengaruh signifikan
secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Tingkat
Pengangguran).
83
6. Intepretasi Hasil Analisis
Tabel 4.9 Intepretasi Koefisien Fixed Effect Model (FEM)
Variable Coefficient
D(PDRB?) 5.60E-07
UMK? -3.05E-06
IPM? -1.690547
C 69.01106
Fixed Effects (Cross)
KABPANDEGLANG—
C
-3.952284
KABLEBAK--C -4.485714
KABTANGERANG--C 0.701289
KABSERANG--C -1.495007
KOTTANGERANG--C 2.747827
KOTCILEGON--C 3.795026
KOTSERANG--C 0.295365
KOTTANGSEL--C 2.393498
Sumber : Lampiran 6 (diolah)
Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa masing-masing
Kabupaten/Kota memiliki tingkat koefisien Fixed Effect Model (FEM)
yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Keadaan tersebut
menjelaskan bahwa variabel Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) memiliki tingkat pengaruh yang berbeda
terhadap Tingkat Pengangguran di tiap-tiap Kabupaten/Kota yang ada
di Provinsi Banten. Berikut adalah analisis tiap Kabupaten/Kota
84
a. Analisis tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Banten periode
tahun 2008-2013.
1) Kabupaten Pandeglang
Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Pandeglang
adalah -3.952284 sedangkan nilai C adalah 69.01106, ini
mengartikan bahwa apabila terdapat perubahan pada produk
domestik regional bruto, upah minimum kabupaten/kota, dan
indeks pembangunan manusia baik antar daerah maupun antar
waktu, maka Kabupaten Pandeglang akan mendapatkan
pengaruh individu terhadap tingkat pengangguran sebesar :
65.058776 %.
2) Kabupaten Lebak
Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Lebak adalah -
4.485714 sedangkan nilai C adalah 69.01106, ini mengartikan
bahwa apabila terdapat perubahan pada produk domestik
regional bruto, upah minimum kabupaten/kota, dan indeks
pembangunan manusia baik antar daerah maupun antar waktu,
maka Kabupaten Lebak akan mendapatkan pengaruh individu
terhadap tingkat pengangguran sebesar : 64.525346 %.
85
3) Kabupaten Tangerang
Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Tangerang
adalah 0.701289 sedangkan nilai C adalah 69.01106, ini
mengartikan bahwa apabila terdapat perubahan pada produk
domestik regional bruto, upah minimum kabupaten/kota, dan
indeks pembangunan manusia baik antar daerah maupun antar
waktu, maka Kabupaten Tangerang akan mendapatkan
pengaruh individu terhadap tingkat pengangguran sebesar :
69.712349 %.
4) Kabupaten Serang
Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Serang adalah
-1.495007 sedangkan nilai C adalah 69.01106, ini mengartikan
bahwa apabila terdapat perubahan pada produk domestik
regional bruto, upah minimum kabupaten/kota, dan indeks
pembangunan manusia baik antar daerah maupun antar waktu,
maka Kabupaten Serang akan mendapatkan pengaruh individu
terhadap tingkat pengangguran sebesar : 67.516053 %.
5) Kota Tangerang
Nilai koefisien Fixed Effect pada Kota Tangerang adalah
2.747827 sedangkan nilai C adalah 69.01106, ini mengartikan
bahwa apabila terdapat perubahan pada produk domestik
86
regional bruto, upah minimum kabupaten/kota, dan indeks
pembangunan manusia baik antar daerah maupun antar waktu,
maka Kota Tangerang akan mendapatkan pengaruh individu
terhadap tingkat pengangguran sebesar : 71.758887 %.
6) Kota Cilegon
Nilai koefisien Fixed Effect pada Kota Cilegon adalah
3.795026 sedangkan nilai C adalah 69.01106, ini mengartikan
bahwa apabila terdapat perubahan pada produk domestik
regional bruto, upah minimum kabupaten/kota, dan indeks
pembangunan manusia baik antar daerah maupun antar waktu,
maka Kota Cilegon akan mendapatkan pengaruh individu
terhadap tingkat pengangguran sebesar : 72.806086 %.
7) Kota Serang
Nilai koefisien Fixed Effect pada Kota Serang adalah
0.295365 sedangkan nilai C adalah 69.01106, ini mengartikan
bahwa apabila terdapat perubahan pada produk domestik
regional bruto, upah minimum kabupaten/kota, dan indeks
pembangunan manusia baik antar daerah maupun antar waktu,
maka Kota Serang akan mendapatkan pengaruh individu
terhadap tingkat pengangguran sebesar : 69.306425 %.
87
8) Kota Tangerang Selatan
Nilai koefisien Fixed Effect pada Kota Tangerang Selatan
adalah 2.393498 sedangkan nilai C adalah 69.01106, ini
mengartikan bahwa apabila terdapat perubahan pada produk
domestik regional bruto, upah minimum kabupaten/kota, dan
indeks pembangunan manusia baik antar daerah maupun antar
waktu, maka Kota Tangerang Selatan akan mendapatkan
pengaruh individu terhadap tingkat pengangguran sebesar :
71.404558 %.
b. Analisis ekonomi untuk melihat kesesuaian hasil analisis
dengan penelitian sebelumnya
1) Laju Pertumbuhan Ekonomi (Diferensiasi PDRB)
Dari hasil analisis variabel Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) telah di diferensiasi sehingga berubah menjadi
Laju Pertumbuhan Ekonomi. Laju Pertumbuhan Ekonomi
berpengaruh tidak signifikan terhadap Tingkat Pengangguran
(TP) dengan nilai signifikansi 0.3263. Hal ini menunjukkan
bahwa Laju Pertumbuhan Ekonomi tidak memiliki pengaruh
yang signifikan dengan Tingkat Pengangguran. Hasil ini sesuai
dengan penelitian Ni Nyoman dan Ni Luh (2014) bahwa laju
pertumbuhan ekonomi berpangaruh tidak signifikan
diakibatkan karena tidak semua tenaga kerja mampu masuk ke
88
dalam kesempatan kerja yang ada, sehingga meskipun laju
pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan maka tidak
berpengarh pada tingkat pengangguran.
2) Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK)
Dari hasil analisis variabel Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK) berpengaruh signifikan terhadap
Tingkat Pengangguran dengan nilai signifikansi 0.0025. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel Upah Minimum Kabupaten/Kota
(UMK) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
semakin menurunnya Tingkat Pengangguran di Provinsi
Banten. Namun pengaruh antara UMK dengan Tingkat
Pengangguran berbanding terbalik dikarenakan koefisien
variabel UMK bersifat negatif.
Hasil ini sesuai dengan teori Upah Efisiensi yang
dijabarkan oleh Mankiw yang menyatakan bahwa kualitas rata-
rata tenaga kerja perusahaan bergantung pada upah yang
dibayar kepada karyawannya. Jika upah dari perusahaan rendah
atau perusahaan mengurangi upahnya, maka pekerja tersebut
bisa mengambil pekerjaan di tempat lain (Anggrainy,2006:3).
Namun demikian, pekerja yang memilih untuk mengambil
pekerjaan di tempat lain tidak akan langsung pindah begitu saja
namun harus bersaing dengan para pelamar kerja lain. Sehingga
89
pada jangka waktu pekerja tersebut menunggu untuk
mendapatkan pekerjaan di tempat yang baru itu akan
menambah tingkat pengangguran. Hal ini juga sesuai dengan
data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa
pada tahun 2012, Sektor Industri dan Perdagangan masih
menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di
Provinsi Banten. Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan
upah minimum di Provinsi Banten, tingkat pengangguran akan
berkurang karena terserap pada sektor Industri dan
Perdagangan yang sampai saat ini masih berkembang dan terus
menyumbang penyerapan tenaga kerja di Provinsi Banten.
Diberlakukannya Keputusan Menteri Tenaga Republik
Indonesia No. PER-01/MEN/1999 Tahun 1999 tentang Upah
Minimum sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
No. KEP-226/MEN/2000 Tahun 2000 merupakan salah satu
usaha pemerintah untuk melindungi pekerja agar
mendapatkan upah yang wajar dan hidup layak, serta
menjadi acuan bagi pegusaha dalam memenuhi kewajiban
mereka membayar upah bagi buruh atau pekerja. Dengan
demikian, dengan adanya penetapan upah minimum tersebut,
para pekerja menjadi lebih terlindungi dan setidaknya dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari para pekerja.
90
3) Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Dari hasil analisis variabel Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Pengangguran
dengan nilai signifikansi 0.0006. Hal ini sesuai dengan Abbas
(2010) bahwa kompetensi yang dibutuhkan di dunia kerja yang
diberikan oleh pendidikan pada dasarnya terkait dengan lima
hal, yaitu: (1) motive atau penggerak; (2) traits atau kecepatan
bereaksi; (3) self concept atau gambaran diri pribadi; (4)
knowledge atau informasi yang diperoleh seseorang pada
bidang tertentu; dan (5) skill atau kemampuan melaksanakan
tugas secara fisik atau secara mental. Abbas juga
menambahkan bahwa tenaga kerja yang berkualitas dan lebih
mempunyai kemampuan akan lebih dihargai jika dibandingkan
dengan tenaga kerja yang kurang mampu.(Abbas, 2012:30).
Dengan demikian tingginya IPM tenaga kerja memengaruhi
tenaga kerja tersebut dalam memperoleh pekerjaan. Apabila
nilai IPM tenaga kerja tersebut tinggi maka tenaga kerja
tersebut mudah untuk memperoleh pekerjaan. Namun apabila
nilai IPM tenaga kerja tersebut rendah maka pekerjaan akan
sulit didapat sehingga akan berdampak pada bertambahnya
jumlah pengangguran.
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kualitas tenaga kerja. Apabila tenaga kerja
91
berpendidikan rendah maka akan sulit baginya untuk
menemukan pekerjaan. Dengan demikian tingkat pendidikan
yang merupakan salah satu indikator dari IPM berpengaruh
terhadap tingkat pengangguran. Karena jika tenaga kerja
berpendidikan berpendidikan rendah akan sulit menemukan
pekerjaan sehingga berdampak pada bertambahnya jumlah
pengangguran.
92
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dari penelitian, maka dapet diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) memiliki pengaruh yang
tidak signifikan dan positif terhadap Tingkat Pengangguran (TP) di
Provinsi Banten periode tahun 2008-2013. Hal ini berarti bahwa
berapapun nilai PDRB meningkat, maka tidak akan berpengaruh pada
Tingkat Pengangguran (TP).
2. Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) memiliki pengaruh yang
signifikan dan negatif terhadap Tingkat Pengangguran (TP) di Provinsi
Banten periode tahun 2008-2013. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi
Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) maka semakin kecil Tingkat
Pengangguran (TP).
3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) memiliki pengaruh yang
signifikan dan negatif terhadap Tingkat Pengangguran (TP) di Provinsi
Banten periode tahun 2008-2013. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) maka semakin berkurang
Tingkat Pengangguran (TP).
4. Dari hasil regresi secara bersama-sama dengan pendekatan Fixed
Effect Model (FEM) pengaruh Produk Domestik Regional Bruto
93
(PDRB), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) terhadap Tingkat Pengangguran periode
tahun 2008-2013. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen
(PDRB, UMK dan IPM) berpengaruh signifikan secara bersama-sama
terhadap variabel dependen (TP).
B. Implikasi
Dari kesimpulan diatas, penulis mencoba mengungkapkan beberapa
implikasi diantaranya sebagai berikut:
1. Meskipun nilai PDRB Provinsi Banten meningkat dari tahun ke tahun
namun tetap saja presentase tingkat pengangguran di Provinsi Banten
masih tinggi. Hal tersebut membuktikan bahwa meskipun nilai PDRB
di Provinsi Banten tinggi namun tidak berpengaruh terhadap tingkat
pengangguran. Apabila kita lihat Provinsi Banten memiliki sumber
daya manusia yang banyak dan juga kekayaan sumber daya alam
yang berasal dari laut, masih ada kesempatan untuk meningkatkan
output PDRB tidak hanya melalui perdagangan, hotel dan restoran.
Pemerintah Provinsi Banten juga sebaiknya melakukan perubahan
atau pengkajian ulang terhadap struktur PDRB Banten menurut
penggunaan. karena apabila ditinjau dari sisi pengeluaran, sebagian
besar masih digunakan untuk konsumsi. Namun pada kenyataannya,
meskipun nilai PDRB di Provinsi Banten Meningkat, tidak akan
berpengaruh pada tingkat pengangguran di Provinsi Banten.
94
2. Penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) sudah sesuai
dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia No. KEP-226/MEN/2000 Tahun 2000 dan Undang-undang
Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun dengan
semakin meningkatnya kualitas SDM di Provinsi Banten, maka
pemerintah Provinsi Banten harus dapat mempertimbangkan untuk
meningkatkan jumlah upah yang akan diterima oleh pekerja setiap
tahunnya.
3. Indeks Pembangunan Manusia memiliki pengaruh signifikan terhadap
Tingkat Pengangguran. Hal ini menunjukkan bahwa apabila terjadi
peningkatan pada komponen IPM yaitu kesehatan, pendidikan dan
kemampuan daya beli, maka tingkat pengangguran di Provinsi Banten
semakin berkurang.
C. Keterbatasan
Dalam setiap penelitin tidak meungkin ada kesempuranaan, dalam
penelitian ini pun masih terdapat keterbatasan. Berikut keterbatasan yang
dihadapi penulis:
1. Dalam penelitian ini penulis tidak merinci jenis Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) dari sektor mana saja yang menyumbangkan
tingginya nilai PDRB di Provinsi Banten.
2. Dalam penelitian ini penulis tidak menyertakan faktor-faktor yang
mempengaruhi kebijakan dalam menetapkan UMK.
95
3. Dalam penelitian ini penulis tidak merinci jenis Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) yang ada pada Provinsi Banten.
4. Dalam penelitian ini penulis hanya menjelaskan analisis ekonomi pada
objek penelitian secara umum tidak secara khusus.
D. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih banyak kekurangan,
namun ada beberapa saran dari penulis untuk peneliti selanjutnya yaitu
sebagai berikut:
1. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat merinci lebih detail tentang
jenis- Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari sektor mana saja
yang menyumbangkan tingginya nilai PDRB di Provinsi Banten.
2. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat menyertakan faktor-faktor
yang mempengaruhi kebijakan dalam menetapkan UMK.
3. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat merinci jenis Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang ada pada Provinsi Banten.
4. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat menjelaskan secara khusus
analisis ekonominya.
96
DAFTAR PUSTAKA
Ajija dkk. “Cara Cerdas Menguasai Eviews”. Salemba Empat: Jakarta, 2011.
Anggrainy, Kholifah. “Analisis Dampak Kenaikan Upah Minimum Kota (UMK)
Terhadap Kesempatan Kerja Dan Investasi (Studi Kasus Pada Kota
Malang Periode 2001-2011)”. Jurnal Ilmiah Jurusan Ilmu Ekonomi
Universitas Brawijaya, Juli 2013.
Badan Pusat Statistik. “Indeks Pembangunan Manusia 2006-2007”. Jakarta:
Badan Pusat Statistik, 2007.
Badan Pusat Statistik. “Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota Di
Indonesia 2008-2012”. Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2013.
Cholili, Fatkhul Mufid. “Analisis Pengaruh Pengangguran, Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB), dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Terhadap Jumlah Penduduk Miskin (Studi Kasus 33 Provinsi Di
Indonesia)”. Jurnal Ilmiah Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya,
Januari 2014.
Choudry, M., dkk. “Youth and total unemployment rate: the impact of policies
and institutions”. April 2012.
Gemmel, Norman. “Ilmu Ekonomi Pembangunan, Beberapa Survai”. PT Pustaka
LP3ES Indonesia. Jakarta, 1994.
Ghozali, Abbas. “Ekonomi Pendidikan”. Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2010.
97
Gujarati, Damodar. “Dasar-Dasar Ekonometrika”. Edisi 3, Jilid 2. Jakarta:
Erlangga, 2007.
Hajji, Muhammad Shun. “Analisis PDRB, Inflasi, Upah Minimum Kota Dan
Angka Melek Huruf Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka Di Provinsi
Jawa Tengah Tahun 1990-2011”. Diponegoro Journal Of Eceonomics
Vol. 2, No. 3, 2013.
Hamid, Abdul. “Pedoman Penulisan Skripsi FEB”. UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2009.
Jhingan, M. L. “Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan”. PT Rajagrafindo
Persada. Jakarta, 2012.
Kembar Sari, Anggun. “Analisis Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pertumbuhan
Ekonomi, dan Upah Terhadap Pengangguran Terdidik di Sumatera
Barat”. Jurnal Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas
Negeri Padang, 2011.
Kurniawan, Roby Cahyadi. “Analisis Pengaruh PDRB, UMK, dan Inflasi
Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota Malang Tahun 1980-
2011”. Jurnal Ilmiah Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya,
Januari 2013.
Lemieux, Thomas. ““Minimum Wages and the Joint Distribution Employment
and Wages”. University of British Columbia and NBER. October 2011.
Mankiw, N. Gregory. “Makroekonomi, Edisi Keenam”. Erlangga. Jakarta, 2006.
98
Muravyev, Alexander dan Aleksey Oschepkov. “Minimum Wages,
Unemployment And Informality: Evidence From Panel Data On Russian
Regions”. IZA Discussion Paper No. 7878, December 2013.
Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. “Pengantar Ilmu Ekonomi
(Mikroekonomi & Makroekonomi) Edisi Ketiga”. Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.
Sagir, H. Soeharsono. “Kapita Selekta Ekonomi Indonesia”. Kencana. Jakarta :
2009.
Salvatore, Dominick. “Schaum’s Outlines: Mikroekonomi, Edisi
Keempat”.Erlangga. Jakarta : 2006.
Saputra, Whisnu Adi. “Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, PDRB, IPM,
Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Kabupaten / Kota Jawa
Tengah”. Skripsi. Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Diponegoro. 2011.
Sugiyono. 2010. “Statistika untuk Penelitian”. 2010. Bandung: Alfabeta
Sukirno, Sadono. “Teori Pengantar Makroekonomi”. Raja Grafindo Persada.
Jakarta, 1997.
Sukirno, Sadono. “Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah, dan Dasar
Kebijakan Edisi Kedua”. Kencana Prenada Media. Jakarta. 2006.
Todaro, Michael P. “Pembangunan Ekonomi, Edisi Kesembilan”. Erlangga.
Jakarta, 2006.
Wardhana, Dharendra. 2006. Pengangguran Struktural Di Indonesia :
Keterangan Dari Analisis SVAR Dalam Kerangka Hysteresis. Jurnal
Ekonomi Dan Bisnis, Vol. 21, (No. 4).
99
Winarno, Wing Wahyu. “Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan EViews
Edisi Ketiga”. UPP STIM YKPN. Yogyakarta. 2011.
100
LAMPIRAN
Lampiran 1
Data
Kabupaten/Kota Tahun TPT
(persen)
PDRB
(miliar
rupiah)
UMK
(rupiah) IPM
PANDEGLANG 2008 11.13 3,824,711 840,000 67.75
PANDEGLANG 2009 10.96 4,032,400 918,950 67.99
PANDEGLANG 2010 11.34 4,321,100 964,500 68.29
PANDEGLANG 2011 11.32 4,554,600 1,015,000 68.77
PANDEGLANG 2012 9.3 4,810,920 1,050,000 69.22
PANDEGLANG 2013 12.34 5,018,450 1,182,000 69.64
LEBAK 2008 10.68 3,703,579 842,000 67.11
LEBAK 2009 13.42 3,895,500 918,000 67.45
LEBAK 2010 13.35 4,152,200 959,500 67.67
LEBAK 2011 12.1 4,419,500 1,007,500 67.98
LEBAK 2012 9.07 4,606,620 1,047,800 68.43
LEBAK 2013 7.23 4,872,700 1,187,500 68.82
TANGERANG 2008 15.23 16,748,498 953,850 71.14
TANGERANG 2009 15.86 17,485,777 1,055,000 71.45
TANGERANG 2010 14.01 18,549,100 1,117,245 71.76
TANGERANG 2011 14.42 19,912,400 1,285,000 72.05
TANGERANG 2012 11.46 20,804,090 1,527,000 72.36
TANGERANG 2013 11.94 22,074,240 2,200,000 72.82
SERANG 2008 16.49 6,639,984 927,500 67.80
SERANG 2009 14.45 6,850,900 1,030,000 68.27
SERANG 2010 16.19 7,135,100 1,101,000 68.67
SERANG 2011 13.29 7,539,600 1,189,600 69.33
SERANG 2012 12.96 7,963,900 1,320,500 69.83
SERANG 2013 13.69 8,396,210 2,080,000 70.25
KOTATANGERANG 2008 18.62 26,066,992 958,782 74.70
KOTATANGERANG 2009 15.57 27,562,500 1,064,500 74.89
KOTATANGERANG 2010 14.09 29,402,900 1,064,500 75.17
KOTATANGERANG 2011 12.89 31,470,000 1,290,000 75.44
KOTATANGERANG 2012 8.31 33,433,900 1,527,000 75.72
KOTATANGERANG 2013 8.62 36,411,360 2,203,000 76.05
KOTA CILEGON 2008 18.65 11,047,320 971,400 74.94
KOTA CILEGON 2009 18.26 16,246,800 1,099,000 74.99
KOTA CILEGON 2010 19.84 17,111,200 1,099,000 75.29
KOTA CILEGON 2011 13.14 18,228,700 1,224,000 75.60
KOTA CILEGON 2012 11.31 19,470,420 1,347,000 75.89
KOTA CILEGON 2013 7.16 20,624,740 2,200,000 76.31
KOTA SERANG 2008 16.49 2,532,981 927,500 69.43
KOTA SERANG 2009 17.55 2,678,300 1,030,000 69.99
KOTA SERANG 2010 17.11 2,884,200 1,030,000 70.61
KOTA SERANG 2011 13.84 3,111,200 1,156,000 71.45
101
KOTA SERANG 2012 10.8 3,336,740 1,231,000 72.30
KOTA SERANG 2013 11.29 3,567,450 1,798,446 73.12
KOTA TANGSEL 2008 15.23 4,560,506 953,850 74.70
KOTA TANGSEL 2009 15.86 4,948,000 1,055,000 75.01
KOTA TANGSEL 2010 8.22 5,378,300 1,117,245 75.38
KOTA TANGSEL 2011 11.98 5,853,800 1,290,000 76.01
KOTA TANGSEL 2012 8.07 6,303,440 1,527,000 76.61
KOTA TANGSEL 2013 4.56 6,838,170 2,200,000 77.13
102
Lampiran 2
Data Setelah di Interpolasi
No Kabupaten/Kota Tahun TPT PDRB UMK IPM
1 KABPANDEGLANG
2008.1 5.620625 1,891,458 408,044 33.89875
2008.2 5.509375 1,933,253 431,956 33.85125
2 KABPANDEGLANG
2009.1 5.466875 1,985,176 451,694 33.86125
2009.2 5.493125 2,047,224 467,256 33.92875
3 KABPANDEGLANG
2010.1 5.6475 2,127,913 476,247 34.08375
2010.2 5.6925 2,193,188 488,253 34.20625
4 KABPANDEGLANG
2011.1 5.7875 2,246,686 502,156 34.326875
2011.2 5.5325 2,307,914 512,844 34.443125
5 KABPANDEGLANG
2012.1 4.58625 2,376,469 514,563 34.555625
2012.2 4.71375 2,434,451 535,438 34.664375
6 KABPANDEGLANG
2013.1 5.47375 2,486,333 568,438 34.769375
2013.2 6.86625 2,532,117 613,563 34.870625
7 KABLEBAK
2008.1 4.821875 1,831,848 409,344 33.505
2008.2 5.858125 1,871,731 432,656 33.605
8 KABLEBAK
2009.1 6.543125 1,919,711 451,656 33.69
2009.2 6.876875 1,975,789 466,344 33.76
9 KABLEBAK
2010.1 6.7575 2,043,350 474,156 33.801875
2010.2 6.5925 2,108,850 485,344 33.868125
10 KABLEBAK
2011.1 6.3175 2,181,349 498,231 33.9425
2011.2 5.7825 2,238,151 509,269 34.0375
11 KABLEBAK
2012.1 4.839375 2,274,985 512,650 34.1625
2012.2 4.230625 2,331,635 535,150 34.2675
12 KABLEBAK 2013.1 3.770625 2,398,155 570,075 34.365
103
2013.2 3.459375 2,474,545 617,425 34.455
13 KABTANGERANG
2008.1 7.38125 8,302,467 461,850 35.53125
2008.2 7.84875 8,446,031 492,000 35.60875
14 KABTANGERANG
2009.1 8.00625 8,630,351 517,288 35.68625
2009.2 7.85375 8,855,426 537,712 35.76375
15 KABTANGERANG
2010.1 7.095 9,122,886 544,248 35.8425
2010.2 6.915 9,426,214 572,998 35.9175
16 KABTANGERANG
2011.1 7.369375 9,815,263 616,890 35.9875
2011.2 7.050625 10,097,137 668,110 36.0625
17 KABTANGERANG
2012.1 5.885 10,266,930 706,313 36.131875
2012.2 5.575 10,537,160 820,688 36.228125
18 KABTANGERANG
2013.1 5.695 10,854,698 988,938 36.343125
2013.2 6.245 11,219,543 1,211,063 36.476875
19 KABSERANG
2008.1 8.73625 3,298,208 448,969 33.836875
2008.2 7.75375 3,341,776 478,531 33.963125
20 KABSERANG
2009.1 7.24375 3,394,505 504,156 34.080625
2009.2 7.20625 3,456,395 525,844 34.189375
21 KABSERANG
2010.1 8.1675 3,524,506 540,525 34.26875
2010.2 8.0225 3,610,594 560,475 34.40125
22 KABSERANG
2011.1 6.846875 3,718,000 581,081 34.5925
2011.2 6.443125 3,821,600 608,519 34.7375
23 KABSERANG
2012.1 6.455 3,928,412 604,600 34.8575
2012.2 6.505 4,035,488 715,900 34.9725
24 KABSERANG
2013.1 6.6875 4,143,566 905,775 35.0775
2013.2 7.0025 4,252,644 1,174,225 35.1725
25 KOTATANGERANG 2008.1 9.789375 12,868,113 459,569 37.331875
104
2008.2 8.830625 13,198,879 499,213 37.368125
26 KOTATANGERANG
2009.1 8.068125 13,572,756 525,643 37.415625
2009.2 7.501875 13,989,744 538,857 37.474375
27 KOTATANGERANG
2010.1 7.2125 14,457,231 518,156 37.550625
2010.2 6.8775 14,945,669 546,344 37.619375
28 KOTATANGERANG
2011.1 6.80625 15,483,063 616,094 37.685625
2011.2 6.08375 15,986,938 673,906 37.754375
29 KOTATANGERANG
2012.1 4.421875 16,408,115 706,438 37.821875
2012.2 3.888125 17,025,785 820,563 37.898125
30 KOTATANGERANG
2013.1 3.965625 17,770,150 989,563 37.980625
2013.2 4.654375 18,641,210 1,213,438 38.069375
31 KOTACILEGON
2008.1 9.496875 4,602,783 461,775 37.479375
2008.2 9.153125 6,444,538 509,625 37.460625
32 KOTACILEGON
2009.1 9.055625 7,744,408 541,525 37.473125
2009.2 9.204375 8,502,393 557,475 37.516875
33 KOTACILEGON
2010.1 10.24 8,431,731 541,688 37.606875
2010.2 9.6 8,679,469 557,313 37.683125
34 KOTACILEGON
2011.1 7.103125 8,966,899 596,500 37.7625
2011.2 6.036875 9,261,801 627,500 37.8375
35 KOTACILEGON
2012.1 6.02875 9,585,458 612,500 37.900625
2012.2 5.28125 9,884,963 734,500 37.989375
36 KOTACILEGON
2013.1 4.24375 10,173,543 947,750 38.094375
2013.2 2.91625 10,451,198 1,252,250 38.215625
37 KOTASERANG
2008.1 8.01875 1,252,112 444,531 34.64875
2008.2 8.47125 1,280,869 482,969 34.78125
38 KOTASERANG 2009.1 8.73625 1,317,199 508,594 34.92125
105
2009.2 8.81375 1,361,101 521,406 35.06875
39 KOTASERANG
2010.1 8.786875 1,415,044 507,125 35.21375
2010.2 8.323125 1,469,156 522,875 35.39625
40 KOTASERANG
2011.1 7.314375 1,527,316 565,438 35.619375
2011.2 6.525625 1,583,884 590,563 35.830625
41 KOTASERANG
2012.1 5.559375 1,639,854 575,347 36.045625
2012.2 5.240625 1,696,886 655,653 36.254375
42 KOTASERANG
2013.1 5.363125 1,754,563 797,514 36.459375
2013.2 5.926875 1,812,887 1,000,932 36.660625
43 KOTATANGSEL
2008.1 7.019375 2,234,492 461,850 37.315
2008.2 8.210625 2,326,014 492,000 37.385
44 KOTATANGSEL
2009.1 8.368125 2,422,888 517,288 37.4625
2009.2 7.491875 2,525,112 537,712 37.5475
45 KOTATANGSEL
2010.1 4.3525 2,632,538 543,935 37.6275
2010.2 3.8675 2,745,763 573,310 37.7525
46 KOTATANGSEL
2011.1 5.999375 2,869,079 619,390 37.928125
2011.2 5.980625 2,984,721 670,610 38.081875
47 KOTATANGSEL
2012.1 4.49875 3,090,197 706,625 38.235
2012.2 3.57125 3,213,243 820,375 38.375
48 KOTATANGSEL
2013.1 2.69375 3,346,926 988,625 38.505
2013.2 1.86625 3491244.375 1211375 38.625
106
Lampiran 3
Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Pool: BANTEN
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 11.485096 (7,77) 0.0000
Cross-section Chi-square 62.916252 7 0.0000
Lampiran 4
Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Pool: BANTEN
Test cross-section random effects
107
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 20.031725 3 0.0002
Lampiran 5
Fixed Effect Model
Dependent Variable: TPT?
Method: Pooled Least Squares
Date: 01/18/15 Time: 15:26
Sample (adjusted): 2008S2 2013S2
Included observations: 11 after adjustments
Cross-sections included: 8
Total pool (balanced) observations: 88 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(PDRB?) 5.60E-07 5.67E-07 0.987981 0.3263
UMK? -3.05E-06 9.74E-07 -3.129772 0.0025
IPM? -1.690547 0.472262 -3.579679 0.0006
C 69.01106 16.54720 4.170557 0.0001
Fixed Effects (Cross)
KABPANDEGLANG--C -3.952284
KABLEBAK--C -4.485714
KABTANGERANG--C 0.701289
KABSERANG--C -1.495007
KOTTANGERANG--C 2.747827
KOTCILEGON--C 3.795026
KOTSERANG--C 0.295365
KOTTANGSEL--C 2.393498 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.652831 Mean dependent var 6.350064
108
Adjusted R-squared 0.607744 S.D. dependent var 1.682749
S.E. of regression 1.053911 Akaike info criterion 3.059362
Sum squared resid 85.52610 Schwarz criterion 3.369029
Log likelihood -123.6119 Hannan-Quinn criter. 3.184119
F-statistic 14.47941 Durbin-Watson stat 0.677797
Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 6
Uji Normalitas
0
2
4
6
8
10
12
-2 -1 0 1 2
Series: Standardized ResidualsSample 2008S2 2013S2Observations 88
Mean 1.34e-16Median -0.041454Maximum 2.700477Minimum -2.031005Std. Dev. 0.991493Skewness 0.540592Kurtosis 3.225801
Jarque-Bera 4.473127Probability 0.106825
109
Lampiran 7
Uji Multikolinieritas
PDRB UMK IPM
PDRB 1 0.356306 0.584250
UMK 0.356306 1 0.467289
IPM 0.584250 0.467289 1
Lampiran 8
Uji Heterokedastisitas
Weighted Statistics R-squared 0.681287 Mean dependent var 7.072520
Adjusted R-squared 0.639895 S.D. dependent var 2.657113
S.E. of regression 1.030964 Sum squared resid 87.83190
F-statistic 16.45965 Durbin-Watson stat 1.805209
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.652831 Mean dependent var 6.350064
Sum squared resid 85.52613 Durbin-Watson stat 0.677676
110
Lampiran 9
Uji Autokolerasi
Dependent Variable: TPT?
Method: Pooled EGLS (Cross-section SUR)
Date: 01/18/15 Time: 15:46
Sample (adjusted): 2008S2 2013S2
Included observations: 11 after adjustments
Cross-sections included: 8
Total pool (balanced) observations: 88
Linear estimation after one-step weighting matrix Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(PDRB?) 5.58E-07 7.08E-09 78.74867 0.0000
UMK? -3.05E-06 2.72E-10 -11192.46 0.0000
IPM? -1.690273 0.000692 -2442.290 0.0000
C 69.00179 0.023465 2940.681 0.0000
Fixed Effects (Cross)
KABPANDEGLANG--C -3.952266
KABLEBAK--C -4.485605
KABTANGERANG--C 0.701442
KABSERANG--C -1.494979
KOTTANGERANG--C 2.748270
KOTCILEGON--C 3.795467
KOTSERANG--C 0.294993
KOTTANGSEL--C 2.392678 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 1.000000 Mean dependent var 8500.643
Adjusted R-squared 1.000000 S.D. dependent var 23123.52
S.E. of regression 1.068023 Sum squared resid 87.83190
F-statistic 1.27E+08 Durbin-Watson stat 1.805209
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.652831 Mean dependent var 6.350064
Sum squared resid 85.52613 Durbin-Watson stat 0.677676