pengaruh self-concept dan school climate terhadap...
TRANSCRIPT
PENGARUH SELF-CONCEPT DAN SCHOOL CLIMATE
TERHADAP BERPERILAKU BULLYING
PADA MASA KANAK-KANAK
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh :
Muhammad Abdul Aziz Robbani
NIM : 1111070000143
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2016 M
ii
PENGARUH SELF-CONCEPT DAN SCHOOL CLIMATE
TERHADAP BERPERILAKU BULLYING
PADA MASA KANAK-KANAK
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
Muhammad Abdul Aziz Robbani
NIM: 1111070000143
Pembimbing
Liany Luzvinda, M.Si
NIP: 19780216 200710 2 001
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2016 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul “PENGARUH SELF-CONCEPT DAN SCHOOL CLIMATE
TERHADAP BERPERILAKU BULLYING PADA MASA KANAK-KANAK ” telah
diujikan dalam sidang munaqosah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 29 April 2016. Skripsi ini telah diterima sebagai salah
satu syarat memperoleh gelar sarjana psikologi (S.Psi) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 29 April 2016
Sidang Munaqosah
Dekan/ Wakil Dekan/
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si Dr. Abdul Rahman Saleh, M.Si
NIP. 19680614 199704 1 001 NIP. 19720823 199903 1 002
Anggota
Natris Indriyani, Dr. M.Si Layyinah, M.Si
NIP. 19790723 200710 2 002 NIP. 19770101 201101 2 004
Liany Luzvinda, M.Si NIP. 19780216 200710 2 001
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 29 April 2016
Muhammad Abdul Aziz Robbani NIM : 1111070000143
Email: [email protected]
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (asy-Syarh: 5)
“Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya akan diberi jalan keluar dari
setiap urusannya dan diberi dari arah tak diduga, dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya akan dicukupi segala kebutuhannya”
(At-Thalaq: 2-3)
“Sesungguhnya tempat curhat terbaik dan terpercaya adalah tuhan mu, Allah SWT
Cobalah untuk curhat dalam sholat dan dzikir kepada-Nya
Aku sudah mencobanya, kamu?”
-Penulis
Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua saya, saudara-saudara saya, dan kepada semua sahabat-sahabat saya yang selalu mendukung dan mendoakan. Terimakasih atas segalanya, semoga Allah SWT memberikan rahmat
dan keberkahan-Nya *Aamiin
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) April 2016
C) Muhammad Abdul Aziz Robbani
D) Pengaruh self-concept dan school climate terhadap berperilaku bullying pada
masa kanak-kanak
E) xiv + 92 halaman + lampiran
F) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel self-concept dan
school climate terhadap berperilaku bullying. Sampel berjumlah 201 siswa siswi
dari total keseluruhan populasi berjumlah 533 siswa di sekolah dasar negeri baru
X pagi kelas 5 & 6 yang diambil dengan teknik non-probability sampling. Penulis
membuat sendiri alat ukur berdasarkan dimensi dari teori yang digunakan.
Bullying di ukur menggunakan indikator yang dikemukakan oleh Ken Rigby
(2007). Self-concept menggunakan model teori Shavelson, Hubner, & Stanton
(1976), yang terdiri dari self-concept akademik dan non-akademik(self-concept
sosial, self-concept emosi, self-concept fisik). School climate menggunakan
dimensi yang dikemukakan oleh Gage & Larson (2014), yaitu school safety,
social relationship, school connectedness. Uji validitas alat ukur menggunakan
teknik confirmatory factor analysis (CFA). Analisis data menggunakan teknik
analisis regresi berganda.
Hasil penelitian menununjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari variabel
self-concept dan school climate terhadap berperilaku bullying. Hasil yang menguji
masing-masing koefisien regresi terhadap dependent variabel menunjukkan
terdapat tiga variabel yang pengaruhnya signifikan yaitu emosi, school safety dan
social relationship yang mengarah pada tanda negatif. Karena itu, semakin negatif
school climate dan self-concept maka semakin tinggi untuk berperilaku bullying.
Bahan bacaan: 55; buku: 19 + jurnal: 26 + tesis: 1 + disertasi: 1 + artikel: 8
vii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) April 2016
C) Muhammad Abdul Aziz Robbani
D) xiv + 92 pages + attachments
E) The effect of self-concept and school climate to the bullying behavior in childhood
F) This study aims to determine the effect of variable self-concept and school climate
against bullying behavior. Sample of 201 students of the total population of 533
students in a SDN Baru Pagi class 5 & 6 are drawn with non-probability sampling
technique. Authors create their own measurement tool based on dimentions of the
theory used. Bullying is measured using indicators proposed by Ken Rigby (2007).
Self-concept using a theoretical model Shavelson, Hubner, and Stanton (1976), which
consists of academic self-concept and non-academic (social self-concept, emotional
self-concept, physical self-concept). School climate using the dimentions proposed by
Gage & Larson (2014), which is school safety, social relationship, school
connectedness. Test the validity of measurement tools using techniques confirmatory
factor analysis (CFA). Analysis of data using multiple regression analysis techniques.
The results showed that there was a significant effect of the variable self-concept and
school climate against bullying behavior. The results of that test each of the
dependent variable regression coefficient indicates that there are three variables that
significantly influence the emotions, school safety and social relationships that lead to
a negative sign. Therefore, the more negative school climate and self-concept, the
higher for bullying behavior.
G) Reading: 55; books: 19 + journals: 26 + thesis: 1 + dissertation: 1 + articles: 8
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-
Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, walaupun masih jauh dari kesempurnaan.
Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta
pengikutnya.
Terselesaikannya skripsi ini tentunya tidak luput dari bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta periode 2014-2019, beserta jajarannya.
2. Ibu Liany Luzvinda, M.Si yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran,
perhatian, dan kepedulian dalam proses penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas
waktu dan ketulusan yang telah diberikan kepada penulis.
3. Ibu Layyinah, M.Si sebagai dosen pembimbing seminar proposal serta penguji dalam
sidang hasil yang telah banyak membantu, mendukung, dan memberikan masukan
dalam menyusun skripsi. Terima kasih atas masukan dan saran yang telah diberikan
kepada penulis
4. Ibu Luh Putu Suta Haryanti M.Psi, Psi selaku dosen Pembimbing Akademik yang
telah membantu, mendukung dan memberi masukan selama masa perkuliahan.
Terima kasih atas saran dan perhatian yang telah diberikan selama ini.
5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu dan wawasan bagi penulis. Para staff Fakultas Psikologi UIN Syarif
ix
Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam pelayanan administrasi dan lain-
lain. Semoga Allah SWT memberikan pahala yang berlipat ganda atas segala yang
diberikan.
6. Kedua orang tua penulis, yang selalu memberikan dukungan, baik moriil maupun
materiil, motivasi, serta senantiasa memanjatkan doa yang tak henti kepada penulis.
Juga kepada abang dan adik penulis yang selalu memberikan doa dan motivasi untuk
penulis.
7. Kepala Sekolah dan Guru-guru yang mengajar di Sekolah Dasar Negeri Baru Pagi
kelurahan kalisari yang telah mempersilahkan penulis untuk meneliti di sekolah
tersebut dengan keramah-tamahannya, serta siswa-siswi yang ikut terlibat sebagai
responden penelitian, semoga diberkahi dan sukses selalu.
8. Teman-teman angkatan 2011 Fakultas Psikologi, dan khususnya kelas D yang telah
menemani penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Serta terima kasih kepada sahabat-sahabat tercinta yang telah
memberikan kasih sayang, persahabatan, dukungan, bantuan dan motivasi yang telah
diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akhir kata,
sangat besar harapan penulis semoga skripsi ini memberikan manfaat yang besar,
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa saja yang membaca dan berkeinginan
untuk mengeksplorasinya lebih lanjut.
Jakarta, 29 April 2016
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN ..........................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................................iii
LEMBAR PERNYATAAN ...........................................................................................iv
MOTTO ..........................................................................................................................v
ABSTRAK ......................................................................................................................vi
ABSTRACT ....................................................................................................................vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................................viii
DAFTAR ISI...................................................................................................................vii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................xiv
Bab 1. Pendahuluan ..................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................................... 7
1.2.1 Pembatasan Masalah ............................................................................. 7
1.2.2 Perumusun Masalah Mayor ................................................................... 9
1.2.3 Perumusan Masalah Minor .................................................................... 9
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................................... 10
1.3.1 Tujuan Penelitian ................................................................................... 10
1.3.2 Manfaat Penelitian ................................................................................. 10
Bab 2. Landasan Teori ................................................................................................ 12 2.1 Bullying ............................................................................................................. 12
2.1.1 Pengertian bullying ................................................................................. 12
2.1.2 Karakteristik dari bullying ...................................................................... 15
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi bullying ...................................................... 17
2.1.4 Pengukuran bullying ............................................................................... 19
2.2 Self-concept ....................................................................................................... 21
2.2.1 Pengertian self-concept ........................................................................... 21
2.2.2 Aspek-aspek dalam self-concept ............................................................. 22
2.2.3 Pengukuran self-concept ......................................................................... 28
2.3 School climate ................................................................................................... 29
2.3.1 Pengertian school climate ....................................................................... 29
2.3.2 Aspek-aspek dalam school climate ......................................................... 32
2.3.3 Pengukuran school climate ..................................................................... 34
2.4 Kerangka Berpikir............................................................................................. 35
2.5 Hipotesis ........................................................................................................... 39
2.5.1 Hipotesis mayor ..................................................................................... 39
2.5.2 Hipotesis minor ...................................................................................... 39
xi
Bab 3. Metode Penelitian .........................................................................................40
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel .................................... 40
3.2 Variabel Penelitian ....................................................................................... 41
3.2.2 Definisi Operasional ............................................................................. 42
3.3 Instrumen Pengumpulan Data ...................................................................... 43
3.3.1 Skala perilaku bullying ......................................................................... 43
3.3.2 Skala self-concept ................................................................................. 44
3.3.3 Skala school climate ............................................................................. 44
3.4 Uji Validitas Konstruk .................................................................................. 45
3.4.1 Uji validitas konstruk bullying .............................................................. 45
3.4.2 Uji validitas konstruk self-concept akademik dari skala self-concept .. 47
3.4.3 Uji validitas konstruk self-concept sosial dari skala self-concept ......... 48
3.4.4 Uji validitas konstruk self-concept emosi dari skala self-concept ........ 49
3.4.5 Uji validitas konstruk self-concept fisik dari skala self-concept ........... 49
3.4.6 Uji validitas konstruk school safety dari skala school climate ............. 50
3.4.7 Uji validitas konstruk social relationship dari skala school climate .... 51
3.4.8 Uji validitas konstruk school connectedness dari skala school climate 52
3.5 Teknik Analisis Data .................................................................................... 53
3.6 Prosedur Penelitian ....................................................................................... 54
3.6.1 Persiapan penelitian .............................................................................. 54
3.6.2 Pelaksanaan penelitian .......................................................................... 55
Bab 4. Hasil Penelitian .............................................................................................56
4.1 Gambaran Subyek Penelitian ....................................................................... 56
4.2 Hasil Analisis Deskriptif .............................................................................. 56
4.3 Hasil Uji Hipotesis ....................................................................................... 58
4.3.1 Pengujian hipotesis mayor .................................................................... 58
4.3.2 Pengujian hipotesis minor ..................................................................... 59
4.3.3 Pengujian proporsi varians masing-masing independen variabel ......... 62
Bab 5. Kesimpulan, Diskusi dan Saran ..................................................................65
5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 65
5.2 Diskusi .......................................................................................................... 65
5.3 Saran ............................................................................................................. 68
5.3.1 Saran teoritis .............................................................................................. 68
5.3.2 Saran Praktis .............................................................................................. 69
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................70
LAMPIRAN..............................................................................................................75
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blue Print Skala perilaku bullying ............................................................ 43
Tabel 3.2 Blue Print Skala self-concept .................................................................... 44
Tabel 3.3 Blue Print Skala school climate ................................................................ 45
Tabel 3.4 Bobot skor tiap item………… .................................................................. 45
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Bullying .................................................................... 46
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Self-concept Akademik ............................................ 47
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Self-concept Sosial…. .............................................. 48
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Self-concept Emosi…. .............................................. 49
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Self-concept Fisik…… ............................................. 50
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item School safety …. ....................................................... 51
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Social relationship …. .............................................. 52
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item School connectedness …… ...................................... 53
Tabel 4.1 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian ...................................................... 57
Tabel 4.2 Norma Skor Variabel ................................................................................ 57
Tabel 4.3 Kategorisasi Skor Variabel ........................................................................ 58
Tabel 4.4 Tabel R Square .......................................................................................... 58
Tabel 4.5 Tabel Anova .............................................................................................. 59
Tabel 4.6 Tabel Koefisien Regresi ............................................................................ 60
Tabel 4.7 Tabel Proporsi Varian Untuk Masing-masing Independen Variabel ........ 62
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ....................................................................................38
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran Skala .......................................................................................................75
2. Lampiran Hasil Lisrell ............................................................................................82
3. Lampiran Hasil Uji Hipotesis (output SPSS) .........................................................91
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki naluriah untuk berkumpul bersama
dengan teman-temannya, dari latar belakang yang sama atau berbeda menjadi keunikan
dalam sebuah pergaulan sesama manusia. Dalam suatu pergaulan tentunya terdapat
hal yang negatif yang dilakukan orang tertentu terhadap orang lain dengan maksud dan
tujuan tertentu. Di dalam ruang lingkup pertemanan, fenomena umum yang terjadi
dalam lingkungan pergaulan khususnya remaja dan anak-anak saat ini adalah bullying.
Bullying dapat definisikan sebagai sebuah perilaku anak-anak muda dengan
sengaja bermaksud untuk melukai atau mengganggu anak lainnya yang dilakukan
berulang-ulang dan melibatkan perbedaan kekuatan antara pelaku dan korban, yang
pelaku memiliki kekuatan lebih besar dari pada korban. Termasuk dalam bentuk
perilaku fisik dan non-fisik, seperti mengganggu, memanggil sebutan jelek,
menyebarkan gosip, dan menjauhinya (Blood & Blood, 2004). Bullying terjadi ketika
seseorang yang menjadi korban mendapat perlakuan negatif yang terjadi berulang-
ulang setiap waktu dalam suatu bagian dari kelompoknya (Olweus, 1993).
Bullying terutama di lingkungan sekolah, telah menjadi masalah serius dalam
ruang lingkup global. Pada tahun 1997–1998 dilakukan sebuah penelitian internasional
yang melibatkan 120.000 siswa dari 28 sekolah, yang hasilnya adalah 20% dari anak-
anak usia kurang dari 15 tahun melaporkan pernah mengalami bullying saat mereka
berada di sekolah (Sampson, 2002). Penelitian Storey (dalam Hertinjung, 2013) tahun
2
2008 secara nasional di Amerika menunjukkan bahwa sekitar 30% anak-anak tingkat
sekolah dasar atau 5.700 anak setiap tahun mengalami bullying selama di sekolah, baik
sebagai pelaku, korban maupun keduanya.
Di Indonesia, data yang tercatat oleh World Vision Indonesia, pada 2008 terjadi
1.626 kasus bullying,dan tahun 2009 meningkat hingga 1.891 kasus bullying, 891 di
antaranya kasus di sekolah. Menurut KPAI kasus bullying menduduki peringkat teratas
dalam pengaduan masyarakat, dari 2011 hingga agustus 2014, KPAI mencatat 369
pengaduan terkait masalah tersebut. Jumlah itu sekitar 25% dari total pengaduan di
bidang pendidikan sebanyak 1.480 kasus. Bullying yang disebut KPAI sebagai bentuk
kekerasan di sekolah, mengalahkan tawuran pelajar, diskriminasi pendidikan, ataupun
aduan pungutan liar (Firmansyah, 2014).
Bullying tidak hanya terjadi pada kalangan remaja saja dewasa ini, pada usia
masa kanak-kanak akhir pun yang menjadi fokus subyek penelitian disini juga kerap
kali terjadi. Pada rentang usia sekolah dasar bullying kerap terjadi dan menindas anak-
anak yang lemah. Laporan dalam bank data KPAI (KPAI, 2015) yang terjadi pada
tahun 2015 di Indonesia disebutkan banyak kasus yang melibatkan kekerasan pada
anak, kurang lebihnya terdapat 1.844 pengaduan yang di laporkan. Perilaku bullying
disekolah yang benar-benar dilaporkan kepada KPAI tercatat 9 laporan, sedang tingkat
korban dan pelaku kekerasan fisik maupun psikis pada anak tercatat lebih dari 100
laporan. Hal tersebut tentu belum termasuk perilaku bullying yang belum dilaporkan.
Fenomena bullying di sekolah dasar terus bermunculan di daerah-daerah
Indonesia. Dari hasil survey penulis dalam berita-berita portal online Indonesia, kasus
3
bullying di sekolah dasar muncul dari provinsi Sumatera Barat tepatnya kota
Bukittinggi lewat video kekerasan yang dilakukan dua siswa kepada seorang siswi,
seorang siswi tersebut ditendang dan dipukul karena menghina ibu pelaku (Sudiaman,
2014). Di provinsi Sumatera Selatan, Palembang, kasus bullying sekolah dasar juga
terjadi di daerah Lahat. Siswa yang menjadi korban mendapat pukulan dan tusukan
yang mengakibatkan wajah dan anggota tubuh lainnya mengalami lebam, bahkan
pelaku juga sempat mengancam untuk membunuh korban (Haryadi, 2014). Di provinsi
Banten, tepatnya di Serpong, Tanggerang, seorang siswa juga menjadi korban perilaku
bullying. Korban takut untuk pergi ke sekolah karena teman-temanya memukuli dan
merampas barang miliki korban (Meisa, 2015).
Perilaku bullying dapat ditemukan di lingkungan penulis sendiri. Berdasarkan
hasil survey penulis yang didapat dari laporan wawancara langsung dengan korban
inisial R dan ibu korban. R adalah siswa kelas empat sekolah dasar negeri di kelurahan
Baru, R memiliki kelemahan fisik pada kakinya sehingga dianggap tidak normal. R
juga merupakan anak yang mudah dihasut atau disuruh-suruh oleh teman-temannya.
Ketika didalam kelaspun R sering dijadikan kambing hitam oleh teman-temannya
ketika guru sedang marah. Teman-temannya juga sering meminta uang kepada R
selesai pulang sekolah (wawancara pada bulan Oktober 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Hertinjung (2013) pada anak sekolah dasar di
surakarta mengenai bentuk-bentuk bullying yang terjadi di sekolah dasar menunjukkan
bahwa anak-anak cenderung atau paling sering melakukan bullying verbal dari pada
bullying fisik dan bullying psikologis. Dalam sudut pandang pelaku/bullies, bentuk
4
bullying yang dilakukan secara verbal sebanyak 43% dilanjutkan bullying psikologis
sebanyak 30% kemudian bullying fisik sebanyak 27%. Sedangkan menurut
korban/victim setelah bullying verbal (43%) adalah bullying fisik (34%) dilanjutkan
bullying psikologis (23%).
Bentuk bullying verbal yang sering dilakukan pada masa kanak-kanak ini
berupa memanggil dengan panggilan buruk, mengejek, menggoda, serta mengancam.
Dalam bentuk bullying fisik berupa mendorong, memukul, mengambil barang, dan
berkelahi. Dan bentuk bullying psikologis berupa memfitnah dan mengucilkan
(Hertinjung, 2013).
Dalam penelitian Kim (2006) mengatakan perilaku bullying dapat dilihat dari
faktor personal dan faktor lingkungan. Faktor personal terdiri dari atribusi, self, social
relationship, self-perception dan social support. Sedang faktor lingkungan terdapat
pada school environment, dan family environment.
Selanjut dari beberapa peneliti yang sama-sama meneliti perilaku bullying yaitu
Cook, Williams, Guerra, Kim, dan Sadek, (2010) ditemukan banyak faktor yang
mempengaruhi perilaku bullying khususnya pada masa kanak-kanak. Individual
predictor dan Contextual predictor menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku
bullying. Individual predictor mencakup faktor-faktor pada diri individu seperti Social
Competence, Externalizing behavior, Internalizing behavior, Self-related
cognitions/Self-concept, Other-related cognitions, dan Academic performance.
Contextual predictor adalah adaptasi dari sudut pandang lingkungan hidup-sosial
5
seperti School climate, Community Factor, Peer status, Family/home environment, dan
Peer influence.
Kim (2006) serta Cook, Williams, Guerra, Kim, dan Sadek (2010) sama-sama
mengatakan bahwa perilaku bullying dipengaruhi dari faktor internal dan eksternal.
Self-concept disebutkan dapat mempengaruhi tindakan berperilaku bullying yang
dimulai dari masa kanak-kanak. Masa kanak-kanak erat kaitannya dengan usia dimana
perkembangan self-concept nya terbentuk serta usia dimana hubungan sosialnya
meningkat dan kebanyakan di masa usia ini anak-anak menjalin hubungan sosial
dengan sebayanya di lingkungan sekolah. Berdasarkan survey online yang telah penulis
lakukan, lingkungan sekolah diketahui merupakan tempat bullying pertama kali
berkembang sehingga memiliki pengaruh terhadap perilaku bullying. Oleh karena itu
dari latar belakang diatas penulis mengambil self-concept dari internal dan school
climate dari eksternal sebagai variable bebas yang meneliti pengaruh perilaku bullying.
Self-concept pada setiap inidividu menjadikan manusia sebagai mahkluk yang
unik. Konsep diri terbentuk dan berkembang dipengaruhi oleh pengalaman eksternal
dengan lingkungannya dan juga pengalaman internal tentang dirinya. Seperti pada
pengertian self-concept oleh Shavelson, Hubner, dan Stanton tahun 1976 (Shavelson &
Bolus, 1981) yang menjelaskan bahwa self-concept itu merupakan persepsi individu
tentang dirinya sendiri yang terbentuk melalui suatu pengalaman dari intrepetasi
lingkungannya dan akan terpengaruh oleh adanya penguat, evaluasi diri, dan suatu
sebab-akibat suatu perilaku.
6
Houbre and colleagues (2006) menemukan bahwa perubahan self-concept bisa
mengubah hubungan yang dimiliki anak dengan dunia luarnya, yang mana dapat
menyebabkan konsekuensi pada perkembangan masalah yang lebih serius, seperti
mental disorder (dalam Roeleveld, 2011). Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan
oleh Houbre, Tarquinio, dan Lanfranchi (dalam Roeleveld, 2011) menyebutkan bahwa
self-concept yang negatif menyebabkan atau berkonsekuensi terhadap perilaku
bullying yang bersifat jangka panjang. Self-concept yang buruk atau negatif,
menjadikan individu sulit menerima keberadaan orang lain maupun diri sendiri.
Christie-Mizell (dalam Roeleveld, 2011) mengindikasikan konsep diri negatif adalah
salah satu prediktor dari perilaku bullying yang terjadi di lingkungan sekolah dasar
maupun menengah.
Astuti (dalam Magfirah & Rachmawati, 2010) menyebutkan salah satu faktor
penyebab perilaku bullying lainnya adalah situasi sekolah/school climate yang tidak
harmonis atau diskriminatif. School climate (Iklim sekolah) adalah mutu sekolah dalam
menciptakan tempat pendidikan yang sehat, memelihara impian dan aspirasi para orang
tua dan anak, guru-guru yang kreatif dan antusias, dan menjunjung tinggi nilai-nilai
yang ada disekolah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak. School climate juga
merupakan jiwa dari sebuah sekolah yang terdiri dari para peserta didik atau siswa,
guru-guru, administrator, dan karyawan lainnya yang menjadikan sebuah sekolah itu
ada dan hidup (Freiberg, 1999).
School climate didasarkan pada pola siswa, orang tua, dan pengalaman personil
sekolah dari kehidupan sekolah dan mencerminkan norma-norma, tujuan, nilai-nilai,
7
hubungan interpersonal, praktek belajar dan mengajar, dan struktur organisasi. Sebuah
school climate yang positif akan mendorong perkembangan siswa dan proses belajar
yang produktif, kontribusi, serta kehidupan yang memuaskan dalam bermasyarakat
(DeWitt & Slade, 2014). Menurut Gage dan Larson (2014) bahwa school climate yang
positif menurunkan tingkat perilaku bullying yang ada disekolah, sebaliknya school
climate yang negatif memunculkan perilaku tersebut. Suatu perilaku yang buruk di
suatu disekolah dapat dikaitkan dengan school climate yang negatif, seperti pada
penelitian Smithh dan Brain (dalam Woolley, 2006) bahwa perilaku bullying di sekolah
dengan iklim negatif berkaitan erat dengan rendahnya harga diri siswa, depresi dan
bunuh diri
Peneliti hanya akan berfokus pada beberapa faktor yang diambil dalam faktor
internal dan faktor eksternal, yaitu konsep diri (Self-Concept) dan faktor lingkungan
sekolah (School Climate) serta fokus subyek penelitian kepada masa kanak-kanak..
Berdasarkan sebagian faktor-faktor yang disebutkan, peneliti melakukan penelitian dan
mengetahui Pengaruh Self-Concept dan School Climate terhadap Berperilaku
Bullying Pada Masa Kanak-Kanak.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Agar pembahasan penelitian ini lebih terarah, maka penelitian ini dibatasi untuk
meneliti self-concept dan school climate terhadap perilaku bullying yang didefinisikan
sebagai berikut:
8
a) Perilaku bullying pada penelitian ini dibatasi pada suatu tindakan penindasan secara
psikologis dan fisik yang diulang-ulang kepada orang yang lemah oleh orang atau
kelompok yang kuat dan bentuknya berupa bullying fisik, bullying non-fisik (verbal
dan non-verbal/psikis) yang dilakukan secara langsung dan tidak langsung (Rigby,
2007).
b) Self-Concept dalam penelitian ini adalah kesadaran akan kemampuan atau potensi
diri yang dibentuk dari pengalaman intrepetasi lingkungan dan dapat berubah-ubah
karena adanya pengaruh penguat, evaluasi diri, perilaku karena suatu sebab, dan
perkembangan fisik dan psikis yang dilalui selama proses perkembangan. Dalam
penelitian ini merujuk pada model teori Shavelson/ Shavelson, Hubner dan Stanton
(1976) dengan empat dimensi yaitu self-concept akademik, self-concept sosial, self-
concept emosional, self-concept fisik.
c) School Climate dalam penelitian ini adalah tingkat dari respek dan perlakuan adil
siswa oleh guru, teman, pengurus sekolah serta lingkungan sekolah sebagaimana
perasaan anak dari keikutsertaan dengan sekolah. Dalam peneilitian ini merujuk
pada pendapat Gage dan Larson (2014) dengan tiga dimensi yaitu school safety,
social relationship, school connectedness.
d) Masa kanak-kanak yang dimaksud dalam penelitian adalah anak-anak yang masuk
tingkat akhir/masa kanak-kanak akhir dengan rentang usia enam sampai dengan 12
tahun (Hurlock, 1980), dan dikhususkan yang memasuki usia sekolah dasar kelas
lima dan enam dikarenakan kemajuan dalam pengertian terhadap kuesiner yang
diberikan sudah semakin baik.
9
1.2.2 Perumusan Masalah Mayor
a. Apakah ada pengaruh dari variabel self-concept dan variabel school climate
terhadap berperilaku bullying pada masa kanak-kanak akhir?
b. Seberapa besar pengaruh dari self-concept dan school climate terhadap berperilaku
bullying?
c. Variabel mana yang paling berpengaruh signifikan dari self-concept dan school
climate terhadap perilaku bullying?
1.2.3 Perumusan Masalah Minor
a. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari self-concept akademik terhadap
berperilaku bullying pada masa anak-anak akhir?
b. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari self-concept Sosial terhadap berperilaku
bullying pada masa anak-anak akhir?
c. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari self-concept emosi terhadap berperilaku
bullying pada masa anak-anak akhir?
d. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari self-concept fisik terhadap berperilaku
bullying pada masa anak-anak akhir?
e. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari dimensi school climate; school safety
terhadap berperilaku bullying pada masa anak-anak akhir?
f. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari dimensi school climate; social
relationship terhadap berperilaku bullying pada masa anak-anak akhir?
g. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari dimensi school climate; school
connectednes terhadap berperilaku bullying pada masa anak-anak akhir?
10
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah, maka tuhuan yang ingin dicapai
dan diperoleh melalui penelitian ini adalah:
a. Untuk mengukur pengaruh variabel self-concept dan variabel school climate
terhadap berperilaku bullying pada masa kanak-kanak akhir
b. Untuk mengukur pengaruh self-concept akademik terhadap berperilaku bullying
pada masa anak-anak akhir
c. Untuk mengukur pengaruh self-concept sosial terhadap berperilaku bullying pada
masa anak-anak akhir
d. Untuk mengukur pengaruh self-concept emosi terhadap berperilaku bullying pada
masa anak-anak akhir
e. Untuk mengukur pengaruh self-concept fisik terhadap berperilaku bullying pada
masa anak-anak akhir
f. Untuk mengukur pengaruh school climate : school safety terhadap berperilaku
bullying pada masa anak-anak akhir
g. Untuk mengukur pengaruh school climate : social relationship terhadap
berperilaku bullying pada masa anak-anak akhir
h. Untuk mengukur pengaruh dimensi school climate : school connectednes terhadap
berperilaku bullying pada masa anak-anak akhir.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua manfaat, yaitu teoritis dan praktis
11
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk pengembangan teori-teori dan penelitian
psikologi selanjutnya khususnya dalam fenomena bullying yang berhubungan dengan
perkembangan pada masa kanak-kanak.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada institusi pendidikan
dalam mengenali bentuk-bentuk bullying dari pada pelaku bullying di kalangan siswa-
siswi sekolah dasar dan faktor apa yang mempengaruhinya sehingga dapat menurunkan
tingkat perilaku bullying dan meminimalisir korban-korban bullying lainnya. Dengan
minimnya tindak perilaku bullying kedepan diharapakan generasi anak selanjutnya
menjadi faktor kemajuan dalam berkembangnya keamanan bangsa dari tindak
kekerasan bentuk lainnya sehingga menjadikan bangsa yang aman dan tentram.
12
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Bullying
2.1.1 Pengertian Bullying
Bullying adalah perilaku kompleks dan sulit untuk didefinisikan. Seringnya
didefinisikan sebagai perilaku ekstrem yang kasar, yang mana anak-anak akan merasa
takut atau sedih untuk pergi kesekolah. Oleh karena itu Tattum dan Herbert (dalam La
Fontaine, 1991) yang berfokus pada kajian mengenai intenss bullying mengatakan
bahwa bullying sebagai kesengajaan, sadar ingin menyakiti, dan mengancam dan
menakuti seseorang.
Definisi oleh Rigby (2003) menjelaskan bahwa bullying adalah suatu tindakan
yang dimulai seseorang ketika ingin menyakiti orang lain sehingga tertekan, memiliki
hasrat untuk menyakiti dan merugikan orang lain, kekutan yang tidak seimbang,
penyalahgunaan kekuatan, dan umumnya berulang-ulang. Rigby (2003) juga
berpendapat bahwa bullying berbeda dari deskripsi umum agresi dan kekerasan.
Menggabungkan gagasan bahwa bullying terjadi karena terdapat ketidakseimbangan
kekuatan antara pelaku dan korban. Bullying tidak hanya mengacu pada konflik antara
orang-orang dengan kekuatan yang sama. Olweus (2003) menambahkan bahwa
tindakan negatif dari bullying yang dimaksnud adalah ketika seseorang secara sengaja
melukai atau membuat seseorang tidak nyaman dengan perlakuannya yang secara tidak
langsung tersirat dalam definisi perilaku agresif.
13
Storey, Slaby, Adler, Minotti, dan Katz (2008) mendefinisikan bullying sebagai
suatu bentuk penyalahgunaan emosional atau fisik dengan tiga (3) karakteristik,
meliputi; Deliberated (disengaja), yaitu pelaku cenderung menyakiti seseorang;
Repeated (diulangi), pelaku melakukan perilaku bullying nya kepada korban sama dan;
Power Imbalance (ketidakseimbangan kekuatan), pelaku memilih korban yang lebih
lemah darinya. Olweus (2011) mengatakan bullying terjadi ketika terdapat tiga
indicator seperti perilaku negatif yang intens, umumnya terjadi pengulangan yang
sama, dan mengarah kepada orang yang tidak bias mempertahankan dirinya sendiri
atau orang lemah.
Berdasarkan teori diatas, penulis menggunakan definisi perilaku bullying oleh
Ken Rigby (2007) yang menjelaskan bahwa bullying adalah penindasan secara
psikologis dan fisik yang diulang-ulang kepada orang yang lemah oleh orang atau
kelompok yang kuat. Bentuknya berupa bullying fisik, dan bullying non-fisik (verbal
dan non-verbal) yang dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
A. Dampak dari bullying
Menurut Harris dan Petrie (2003) dampak bullying berpengaruh tidak hanya kepada
korban (victim) saja tetapi juga kepada pelaku (bully), dan saksi (bystander).
1) Victim, pengalaman karena ditindas memeiliki efek jangka panjang yang dapat
mengakibatkan turunnya harga diri, jarang hadir di kelas, depresi, dan bunuh diri.
Tekanan emosional yang dimiliki anak akan mempengaruhi prestasi akademik
disekolahnya
14
2) Bully, anak yang terindifikasi sebagai pelaku memiliki resiko putus sekolah,
kenakalan, terbawa hingga berkeluarga , dan memiliki resiko keturunan yang
menjadi pengganggu sehingga melanjutkan siklus bullying yang terjadi
3) Bystander, sebagai anak yang mengamati anak lain yang diganggu dapat
menyebabkan konflik emosi dalam melihatnya seperti marah, sedih, takut, dan
ketidakpeduliannya
Anak-anak yang mengatakan dirinya menjadi korban bullying mengaku lebih
sering kesepian dan mengalami kesulitan berteman, sementara anak-anak yang
melakukan bullying lebih cenderung memiliki nilai rendah, kenakalan, dan melakukan
hal buruk lainnya (Santrock, 2012). Menurut Hanish dan Guerra (2004) menemukan
bahwa anak-anak yang cemas, menarik diri secara sosial, dan agresif sering kali
menjadi korban bullying. Anak-anak yang cemas dan menarik diri secara sosial
mungkin menjadi korban bullying karena mereka tidak mengancam dan cenderung
tidak membalas jika digertak, sedang anak-anak yang agresif mungkin menjadi korban
bullying karena perilaku mereka yang menyebalkan bagi para pelaku bullying (Rubin,
Bukowski, & Parker, 2004).
Korban bullying memiliki resiko tinggi menderita sakit kepala, masalah tidur,
sakit perut, kecemasan, merasa tidak senang, nafsu makan berkurang, ngompol yang
tidak terkendali. Tingkatan depresi anak ketika di bully meningkat tiga sampai tujuh
kali lebih tinggi (Fekkes, Pijpers , Fredicks, Vogels, & Vanhorick, 2006). Bullying
memiliki pengaruh besar pada kesehatan anak-anak yang menjadi target bullying.
Kerusakan yang dapat disebakan oleh bullying bisa dilihat dari aspek psikologis, social,
15
fisik, emotional, dan akademik. Anak yang menjadi pelaku bullying juga mengalami
konsekuensi negatif yang sama (Losey, 2011).
2.1.3 Karakteristik dari bullying
A. Berdasarkan Jenisnya
Menurut Rigby (2007) bullying memiliki dua jenis yang dibedakan menjadi Malign
bullying dan non-malign bullying.
1) Malign bullying (bullying dengan fitnah)
Tipe bullying yang disengaja untuk mencoba mengganggu seseorang dengan
memperlihatkan kekuatan yang berbeda antara korban dan pelaku. Dalam jenis ini
terdapat tujuh unsur yang khas:
a) Awal keinginan untuk menyakiti
b) Keinginan mengekspresikan dalam tindakan
c) Seseorang tersakiti
d) Diarahkan oleh orang/kelompok yang kuat untuk melawan orang yang lemah
e) Tanpa dasar kebenaran
f) Secara khas diulang
g) Adanya kesenangan yang timbul
2) Non-malign bullying (bullying tanpa fitnah)
Tipe bullying yang didasari oleh kebencian akan seseorang. Penyebab bullying ini
adalah pengalaman atau pikiran mengenai seseorang. Terdapat dua macam dalam
non-malign bullying, yaitu:
16
a) Mindless bullying, bullying yang pelakunya tidak muncul sebagai musuh, dan
menyerang orang yang memiliki kekuatan yang sama dengan dirinya atau
mungkin orang yang disukai
b) Educational bullying, bullying yang tidak ada keinginan sadar untuk menyakiti,
tidak dengan rasa kegembiraan ktika menyakiti, yang tujuaan untuk kebaikan
korban
B. Berdasarkan bentuknya
Rigby (2007) menjelaskan bahwa terdapak klasifikasi dari bentuk-bentuk bullying.
Ada tipe bullying fisik dan tipe bullying non-fisik (verbal, non-verbal) yang keduanya
memiliki bentuk langsung dan tidak langsung:
1) Bullying Fisik
Adalah bullying yang dilakukan dengan sentuhan fisik antara pelaku bullying dan
korbannya yang sifatnya terlihat. Perilaku yang termasuk antara lain, Langsung:
memukul, menendang, meludahi, mendorong, mencekik, melukai menggunakan
benda, merusak benda milik korban, dan segala tindakan berbentuk fisik yang
melukai korban.
Tidak langsung: menyuruh orang lain utuk menyerang seseorang
2) Bullying non-fisik
a) Verbal; adalah bullying dengan bahasa verbal yang bertujuan menyakiti hati
seseorang dan sifatnya dapat terdengar. Perilaku yang termasuk antara lain:
Langsung: mengejek, memberi nama julukan yang tidak pantas
Tidak langsung: memfitnah, menyebar isu-isu atau gosip
17
b) Non-verbal; adalah jenis bullying yang paling berbahaya karena tidak dapat di
lihat dari luar yang terjadi diam-diam dan tidak terpantau oleh mata dan telinga.
Perilaku yang termasuk seperti:
Langsung: memandang sinis, memandang penuh ancaman, memelototi,
mendiamkan.
Tidak langsung: membuang atau menyembunyikan barang-barang, dengan
sengaja mengeluarkan individu dari kelompok atau aktifitas.
Dari banyaknya karakteristik bullying yang telah dipaparkan, disini penulis
menggunakan alat ukur berdasarkan bentuknya oleh Rigby (2007) berupa fisik dan
non-fisik (verbal/non-verbal). Karena dalam bentuk ini, perilaku bullying dapat
dimengerti oleh responden.
2.1.4 Faktor yang memengaruhi terjadinya bullying
Cook, William, Guerra, Kim, dan Sadek (2010) menyebutkan bahwa terdapat 13 faktor
yang memprediksikan perilaku bullying pada anak-anak dan remaja. Delapan prediktor
berasal dari karakteristik individual (indivdual predictor) dan lima dari contextual
predictor.
1) Individual Predictor
a) Gender: perbedaan jenis kelamin antara perempuan dan laki-laki menjadi salah
satu pemicu akan munculnya perilaku bullying, konsep laki-laki yang memiliki
sifat maskulin berbeda dengan konsep perempuan dengan sifat feminism.
18
b) Age: tingkatan umur yang berbeda dalam lingkungan pergaulan membuat sisi
dominasi dari umur yang lebih tua, sehingga individu dengan umur di bawah
terancam akan dominasi dari umur yang lebih tua.
c) Externalizing Behavior: adalah tindakan yang terkontrol dalam sifat dasar dan
karakteristik pemiliknya. Bisa dalam perilaku yang agresive, menentang,
mengganggu, dan respon yang tidak mau mengalah.
d) Internalizing behavior: tindakan yang dibawah kendali dari sifat yang mengarah
pada hati atau perasaan. Tindakannya bisa berupa menarik diri, depresi, cemas,
dan respon yang menghindar.
e) Social competence: adalah sebuah kemampuan social yang dimiliki individu,
untuk bisa membuat individu tersebut berinteraksi secara efektif dengan yang lain
guna mengindari atau menghalangi perilaku yang tidak diterima secara sosial.
f) Self-related cognitions: pemikiran anak-anak, kepercayaan, atau sikap terhadap
diri mereka sendiri, dalam hal ini seperti self-concept.
g) Other-related cognitions: pemikiran anak-anak, kepercayaan, perasaan, dan
sikap terhadap orang lain. Seperti empati, kepercayaan normative akan orang
lain, dan perspektif praduga.
h) Academic performance: kemampuan dalam segi akademik yang dilihat dari
pencapaian individu terhadap mata pelajaran tertentu. Individu yang pintar atau
sebaliknya rentan akan dibenci individu lainnya karena bawaan iri atau senang
mempermainkan.
19
2) Contextual predictor
a) Family/home environment: aspek-aspek dari keluarga dan lingkungan rumah
mencakup konflik orang tua, rukun keluarga, pantauan orang tua, status sosial-
ekonomi keluarga, dan pola asuh.
b) School climate: tingkat respek dan perlakuan adil kepada siswa oleh guru dan
pihak sekolah sebagaimana yang anak rasakan selama berada disekolah.
c) Community factor: karakteristik dari komunitas atau tetangga yang dimana anak-
anak tumbuh kembang. Masuk didalamnya berupa indicator sosial-ekonomi,
tingkatan kekerasan dan criminal dilingkungan, dan perdagangan narkoba.
d) Peer status: kualitas hubungan dari anak-anak dan para remaja dengan teman
sebayanya. Seperti penolakan, isolasi, popularitas, dan suka tidak suka.
e) Peer influence: dampak positif dan negatif dari sebaya dalam pola hubungan
anak-anak. Seperti anggota sebaya yang menyimpang, aktivitas grup prososial
dan penguat perilaku yang tepat/tidak tepat.
2.1.5 Pengukuran bullying
Terdapat banyak alat ukur dalam mengukur bullying, beberapa alat ukur yang terbukti
akan validitasnya dibuat oleh Dan Olweus, berikut adalah beberapa alat ukur tersebut.
A. BVQ (the Olweus Bully/Victim Questonaire)
BVQ dipublikasikan oleh olweus pada tahun 1978. BVQ adalah alat ukur yang
paling sering digunakan di banyak negara terdiri dari 38 item yang mengukur self-
report dengan menayakan ke seluruh siswa yang pernah atau tidak pernah menjadi
pelaku bully atau korban bully dalam rentang waktu satu sampai dengan dua bulan
20
sebelum tes. Siswa yang melaporkan di bully selama dua sampai tiga kali selama
sebulan di klasifikasi sebagai korban. Indicator pengukuran bullying di dasari dari
bentuk-bentuk bullying yang dikemukakan oleh olweus berupa bullying verbal,
fisik, dan psikologis.
B. BVQ-R (Bully/Victim Questionaire-Revised)
Dipublikasikan pada tahun 1996 dan hampir sama dengan versi sebelumnya namun
dalam BVQ-revisi ini ditambahkan beberapa item sehingga menjadi 40 item. Yang
mana mengukur perpanjangan dari perilaku bullying mencakup bullying fisik,
verbal, rasial, seksual dan lainnya yang terjadi dalam kurun waktu dua hingga tiga
bulan.
Dalam penelitian ini bullying diukur menggunakan indikator bentuk bullying
dari Ken Rigby (2007). Berupa bullying fisik dan bullying non-fisik (verbal & non-
verbal) dalam bentuk langsung maupun tidak langsung. Alasan penulis menggunakan
alat ukur tersebut karena alat ukur aslinya berupa BVQ-R sulit untuk didapatkan, dan
bentuk bullying dari ken rigby hampir sama dengan bentuk-bentuk bullying yang
dikemukakan oleh olweus berupa bullying berupa fisik, verbal, dan psikologis.
2.2 Self-concept
2.2.1 Pengertian Self-concept
Shavelson, hubner, dan Stanton mengungkapkan Self-concept adalah persepsi
seseorang tentang dirinya sendiri yang terbentuk melalui suatu pengalaman dari
intrepetasi lingkungannya dan akan terpengaruh oleh adanya penguat, evaluasi dari
pengalaman yang lain, dan suatu penyebab karena suatu perilaku (Shavelson & Bolus,
21
1981). Self-concept menurut Baumeister (1997) adalah keyakinan individu tentang
dirinya, termasuk atribut seseorang dalam mengetahui siapa dan apa tentang dirinya.
Fitts (dalam Agustiani, 2006) mengemukakan bahwa konsep diri adalah aspek
penting dalam diri seseorang, yang merupakan kerangka acuan dalam berinteraksi
dilingkungan. Ketika individu mulai mempersepsikan, bereaksi, memberikan arti dan
menilai tentang dirinya, berarti kesadaran diri dan kemampuannya untuk melihat
dirinya sama baiknya dengan diri memandang dunia luarnya. Sedangkan Pastorino dan
Doyle-Portillo (dalam Cherry, 2014) mengatakan bahwa “self-concept adalah persepsi
kita atau gambaran dari kemampuan dan keunikan kita yang pada awalnya self-concept
yang kita miliki sangat umum dan mudah berubah-ubah. Namun semakin kita tumbuh
besar, persepsi yang ada semakin lebih terorganisir, detail, dan spesifik.
Pendapat lain yang dikemukakan oleh Weiten, Dunn, dan Hammer (dalam
Cherry, 2014) menjelaskan self-concept adalah kumpulan dari keyakinan tentang
kemurnian diri, keunikan yang berkualitas, dan perilaku yang khas. Self-concept juga
gambaran mental tentang diri sendiri dan menjadi sebuah persepsi diri.
Dalam penelitian ini, teori self-concept yang digunakan oleh Shavelson,
Hubner, dan Stanton (1976) adalah kesadaran akan kemampuan atau potensi diri yang
dibentuk dari pengalaman intrepetasi lingkungan dan dapat berubah-ubah karena
adanya pengaruh penguat, evaluasi diri, perilaku karena suatu sebab, dan
perkembangan fisik dan psikis yang dilalui selama proses perkembangan.
22
2.2.2 Aspek-aspek dalam Self-Concept
A. Jenis dan bentuk self-concept
Dalam self-concept memiliki dua jenis yang membedakan keduanya. Jenis-jenis yang
terdiri dari self-concept yang dimaksud adalah self-concept positif dan self-concept
yang negatif. Callhoun dan Acocella (1990) menjelasakannya konsep diri terbentuk
melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seorang manusia dari kecil hingga
dewasa. Konsep diri ini mempunyai sifat yang dinamis, artinya tidak luput dari
perubahan. Ada aspek-aspek yang bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, namun
ada pula yang mudah sekali berubah sesuai dengan situasi sesaat, sehingga self-concept
dapat terbentuk menjadi dua jenis menjadi negatif atau positif.
1) self-concept positif
Adalah penerimaan diri terhadap diri sendiri dimana individu dengan self-concept
yang positif mengenal dirinya dengan baik. Self-concept positif bersifat stabil dan
bervariasi, individu yang memiliki konsep diri positif dapat memahami dan
menerima sejumlah fakta mengenai diri sendiri sehingga terdapat evaluasi pada
dirinya untuk menjadi lebih baik dan terbuka untuk menerima keberadaan orang
sekitar. Secara garis besar memandang subyektif terhadap kondisi tubuh sendiri.
Konsep diri yang positif akan dimiliki kalau merasa puas (menerima) keadaan fisik
diri sendiri.
2) self-concept negatif
a) Pandangan individu mengenai diri sendiri yang tidak teratur tidak memiliki
kestabilan emosi, dan keutuhan diri. Individu benar-benar tidak tahu siapa
23
dirinya, kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, dan sulit menghargai kehidupan
yang dimilikinya.
b) Pandangan individu mengenai diri sendiri yang terkekang akan kestabilan dan
keteraturan. Individu dididik dalam dalam peraturan yang menjeratnya, sehingga
terciptanya image atau gambaran diri yang melarang dirinya untuk melanggar
hukum yang berada dipikirannya dan merasa pikirannya merupakan cara hidup
yang tepat.
Ada banyak kondisi dimana konsep diri anak menjadi buruk, salah satunya
karena hubungan dengan keluarga. Hurlock (1980) menyebutkan faktor-faktor yang
menyebabkan hubungan dengan keluarga tidak baik disebabkan sikap terhadap peran
orang tua, harapan orang tua, pola asuh, status sosial-ekonomi, pekerjaan orang tua,
perubahan sikap kepada orang tua, konflik antarsaudara, perubahan sikap kepada sanak
keluarga, dan orang tua tiri. Semua faktor diatas dapat menyebabkan konsep diri
seorang anak tidak terbentuk dengan baik, yang akhirnya menimbulkan konsep diri
negatif.
Menurut Brooks dan Emmart (dalam Agustiani, 2013), negatif self-concept
juga ditandai dengan beberapa hal:
1) Peka terhadap kritik, dalam artian tidak tahan terhadap kritik yang diterimanya dan
mudah marah.
2) Responsif terhadap pujian. Semua yang menunjang harga diri menjadi pusat
perhatiannya.
24
3) Bersikap hiperkritis, artinya selalu mengeluh, mencela, dan meremehkan apapun
atau siapapun sehingga sulit menghargai dan mengakui kelebihan orang lain.
4) Merasa tidak disenangi dan tidak diperhatikan sehingga menganggap orang lain
adalah musuh.
5) Bersikap pesimis terhadap sebuah kompetisi, yang berarti enggan bersaing dan
merasa tidak berdaya jika berkompetisi dengan orang lain.
Selain adanya self-concept Positif dan self-concept negatif. Bentuk lain
dijelaskan oleh seorang Psikologi humanis Carl Rogers (McLeod, 2008). Roger
berpendapat self-concept itu terbagi menjadi 3 bagian berbeda. Bagian itu terdiri dari
selef-image, self-esteem, dan ideal self.
1) Self-image: bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri. Setiap orang harus
menyadari gambaran diri tidak seharusnya bertepatan dengan kenyataan. Ini berarti
bahwa orang-orang dapat memompa gambaran dirinya dan yakin bahwa mereka
lebih baik dari apa yang ada. Setiap gambaran diri seseoranga memiliki aspek-
aspek yang berbeda dalam karakteristik fisik, sifat kepribadian, dan peran
sosialnya.
2) Self-esteem: bagaimana seseorang menghargai dirinya sendiri. Beberapa faktor
yang berbeda dapat berpengaruh pada self-esteem, seperti bagaimana seseorang
membandingkan dirinya dengan yang lain dan bagaimana orang lain merespon
dirinya. Ketika respon orang lain positif terhadap perilaku diri, seseorang itu akan
mengembangkan self-esteem yang posiif. Namun ketika dirinya membandingkan
25
diri sendiri dengan yang lain yang ternyata dirinya kurang, itu dapat mengakibatkan
dampak negatif pada self-esteem-nya.
3) Ideal self : bagaimana seseorang bisa menjadi yang diinginkan, sesorang yang
melihat dirinya sesuai dengan apa yang diharapkan, dan bagaimana dirinya
bersikap untuk menghargai/menilai dirinya sendiri.
Byrne (1996) menjelaskan bahwa self-concept memiliki permasalahan dalam
setiap pendefinisiiannya, banyak dari peneliti memiliki pendapat yang berbeda, acak,
dan memiliki berbagai bentuk self tersendiri. Hattie merangkum berbagai bentuk dari
self ke dalam 2 kategori besar self, yaitu area self-concept dand area self-esteem. Area
self-concept meliputi; self, self-estimation, self-identity, self-image, self-perception,
self-conciousness, self-imagery, dan self-awareness. Sedang self-esteem meliputi; self-
rgard, self-reverence, self-acceptance, self-respect, self-worth, self-feeling, dan self-
evaluation (Byrne, 1996).
B. Dimensi self-concept
Fitts (dalam Agustiani, 2006) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek
penting dalam diri seseorang, karena itu fit membagi konsep diri ke dalam dua dimensi
pokok, yaitu :
1) Dimensi internal
a) Identity self: aspek dasar dari konsep diri, merupakan gambaran atau label
mengenai siapa dirinya, yang dikenakan pada diri dan di cap oleh seseorang guna
menjelaskan dirinya dan membentuk identitasnya. Sumber utama dari aspek ini
adalah behavioral self.
26
b) Behavioral self: seseorang melakukan sesuatu sesuai dorongan stimuli internal
dan eksternal. Konsekuensi perilaku tersebut mempengaruhi kelanjutan atau
selesainya perilaku tersebut, juga menentukan apakah suatu perilaku akan
diabstraksikan, disimbolisasikan, digabungkan ke dalam identity self.
c) Judging self: interaksi antara identity self dan behavioral self serta integrasinya
ke dalam konsep diri yang melibatkan dirinya sendiri. Disini manusia memiliki
kapasitas kemampuan untuk sadar diri serta mengamati dirinya dalam sebuah
tindakan dan penilaian diri.
2) Dimensi eksternal
a) Physical self: persepsi individu terhadap keadaan dirinya secara fisik, seperti
kesehatan, penampilan dan keadaan tubuh.
b) Moral-etichal self: persepsi individu terhadap keadaan dirinya dilihat dari standar
pertimbangan nilai moral dan etika.
c) Personal self: persepsi individu terhadap keadaan pribadinya
d) Family self: menunjukkan persepsi individu yang berhubungan dengan
kedudukannya dalam sebuah keluarga
e) Social self: persepsi individu terhadpa interaksi dirinya dengan orang lain atau
lingkungan di sekitarnya.
Sedangkan dalam peneilitian ini teori yang digunakan adalah self-concept oleh
Shavelson, Hubner, dan Stanton (1976) atau biasa yang disebut sebagai the shavelson
model yang dibagi ke dalam dua bentuk, yaitu:
27
1) Academic self-concept, yaitu konsep diri individu akan pandangan tentang dirinya
terhadap mata pelajaran tertentu, konsep diri mengenai persepsi individu akan bisa
atau tidak kemampuannya terhadap pelajaran tertentu.
2) Non-academic self-concept, yaitu kemampuan persepsi/pandangan individu dalam
segi non-akademik yang terdiri dari;
a) social self-concep : konsep diri dalam hubungannya dengan dunia luar, persepsi
individu akan kemampuanya dalam bergaul dan berinterkasi dengan temannya.
b) emotional self-concept : konsep diri mengenai emosi yang dimilikinya, persepsi
individu terhadap keadaan-keadaan emosi yang dialaminya baik yang bersifat
sementara maupun menetap.
c) physicall self-concept : konsep diri terhadap pandangan mengenai bentuk fisik
yang dimilikinya, persepsi individu mengenai fisik yang dimilikinya, kesadaran
akan bentuk dan kemampuannya untuk terlibat didalam kegiatan-kegiatan fisik.
Alasan penulis menggunakan teori Shavelson, Hubner, dan Stanton karena
fokus dalam penelitian ini adalah lingkungan sekolah yang mana perilaku bullying
diteliti, sehingga dimensi self-consept milik Shavelson, Hubner dan Stanton ini
mewakili dalam menggambarkan konsep diri anak di lingkungan sekolah dan
pergaulannya.
2.2.3 Pengukuran self-concept
A. Six-Factor Self-Concept Scale (SFSCS)
Self-concept dapat diukur menggunakan Six-Factor Self-Concept Scale/SFSCS
oleh Stake (dalam Yanico & Lu, 2000). SFSCS mengukur self-concept orang
28
dewasa yang terdiri dari 36 item dengan 6 subskala, yaitu : Power, berkaitan dengan
kemapuan untuk mempengaruhi orang lain; Task Accomplishment, memiliki
kebiasaan bekerja yang baik; Giftedness, memiliki bakat spesial Vulnerability,
ketahanan bekerja dibawah tekanan; likeability, mudah bergaul; Morality, memiliki
nilai-nilai moral yang baik.
B. Piers-Harris Children’s Self-Concept Scale, Second Edition
Alat ukur ini terdapat 60 skala item yang mengukur self-concept umum dari para
remaja. Diukur berdasarkan enam aspek meliputi penyesuaian tingkah laku, status
sekolah dan intektual, penampilan fisik dan sifat, bebas dari kecemasan,
popularitas, dan kabahagian dan kepuasan.
Alat ukur self-concept yang digunakan dalam penelitian adalah berdasarkan
indikator dari dimensi self-concept yang dikemukakan Shavelson, Hubner, dan Stanton
(1976). Dimensi tersebut adalah Academic self-concept dan Non-academic self-
concept, yang terdiri dari social self-concept, emotional self-concept, dan physical self-
concept. Alasan peneliti menggunakan dimensi tersebut sebagai alat uku karena setiap
dimensi self-concept nya menggambarkan konsep diri anak dalam lingkungan sekolah
dan merupakan dimensi dasar dari self-concept yang masuk dalam bagian perspektif
multidimensional dari grand theory yang disebut juga dengan the shavelson model
(Byrne, 1996).
29
2.3 School Climate
2.3.1 Pengertian School climate
Tagiuri (dalam Anderson, 1986) menjelaskan bahwa iklim dan atmosfer sebagai
ringkasan konsep yang berhadapan dengan total kualitas lingkungan dalam sebuah
organisasi yang terdiri dari dimensi-dimensi yang ada didalam organisasi. School
climate merupakan ciri-ciri yang memberi gambaran tentang sebuah sekolah yang
membedakannya daripada sekolah-sekolah yang lain (Sergiovanni, 1991).
School climate (iklim sekolah) merupakan jiwa dari sebuah sekolah yang terdiri
dari para peserta didik atau siswa, guru-guru, administrator, dan karyawan lainnya yang
menjadikan sebuah sekolah itu ada dan hidup (Freiberg, 1999). Rogers dan Freiberg
(dalam Freiberg, 1999) mengatakan, school climate adalah mutu sekolah dalam
menciptakan tempat pendidikan yang sehat, memelihara impian dan aspirasi para orang
tua dan anak, guru-guru yang kreatif dan antusias, dan menjunjung tinggi nilai-nilai
yang ada disekolah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak.
Loukas (2007) mengatakan bervariasinya suatu lingkungan sekolah, dengan
ada bentuk sekolah yang ramah, mengundang, mendukung, merasa di priotaskan, dan
bentuk sekolah yang membuat tidak nyaman, perasaan dan sikap yang ditimbulkan
oleh lingkungan sekolah ini disebut sebagai school climate.
Haynes, Emmons dan Ben-Avie (dalam Roberts, 2007).menjelaskan bahwa
school climate mengacu pada kualitas dan konsistensi interaksi antar pribadi dalam
komunitas sekolah yang mempengaruhi kognitif anak-anak, sosial, dan psikologis
30
pengembangan school climate. Interaksi ini termasuk orang-orang di antara staf, antara
staf dan siswa, antara siswa, dan antara rumah dan sekolah.
Brookover (dalam Aldridge & Ala'l, 2013). juga menjelaskan bahwa kualitas
dan karakteristik dari hidupnya sekolah, yaitu adanya norma, nilai, dan ekspektasi
sekolah itu diterima dan dipertimbangkan serta menciptakan lingkungan yang mana
karyawan, siswa, dan orang tua merasa aman dari segi social, emosi, fisik merupakan
pengertian dari school climate.
School climate sebagai norma-norma, nilai-nilai, dan harapan yang mendorong
orang-orang untuk merasakan aspek sosial, aspek emosi, dan aspek fisik yang kuat
(O'Brennan, Bradshaw, & Hopkins, 2013). Gage dan Larson (2014) menyebutkan
school climate adalah sebuah kualitas dan karakter dari lingkungan sosial sekolah yang
merupakan kumpulan dari terbentuknya norma, nilai, peran dan struktur dari sebuah
sekolah.
A. Kriteria school climate yang baik
Terdapat tiga kategori kriteria sebagai dasar dari konsep sebuah sekolah yang baik,
ketiga faktor itu mencakup kualitas (quality), waktu (time), dan kesempatan
(opportunity), faktor-faktor ini dikondisikan pada tingkatan kelas yang berbeda
menurut Creemes (dalam Freiberg, 1999). Berikut adalah faktor yang terkait:
1) Kualitas
a) Adanya peraturan dalam setiap kelas
b) Terdapat kebijakan evaluasi atau sistem evaluasi
c) Kebijakan dalam intervensi, supervisi, profesionalitas
31
2) Waktu
a) Adanya jadwal yang terorganisir
b) Peraturan mengenai ketepatan waktu
3) Kesempatan
a) Memiliki kurikulum yang jelas
b) Terdapat peraturan tentang pelaksanaan kurikulum sekolah.
Ketika ketiga komponen diatas menyatu satu sama lain, maka akan muncul efek
yang menguatkan yang disebut sebagai dasar consistency (Freiberg, 1999). Dari efek
yang menguatkan ini akan muncul yang namanya cohesion, constancy, dan mutual
responsibility, yaitu ketika seluruh warga sekolah mencapai ke ‘konsistensi’-an, maka
akan muncul ‘kesatuan’ terhadap kelompok, perilaku ‘konstan’ untuk melanjutkannya,
dan ‘evaluasi’ terhadap siswa dan fungsi-fungsi sekolah sehingga terbentuk pondasi
yang kuat dalam menciptkan school climate.
2.3.2 Aspek-aspek dalam school climate
Banyak aspek-aspek dan dimensi dari school climate, berikut adalah beberapa aspek-
aspek tersebut. Menurut Freiberg (1999), faktor school climate dengan faktor
efektivitas tidak dapat dipisahkan dari system pendidikan. Karena itu, Freiberg
meyebutkan faktor iklim yang dipisahkan harus mencakup faktor iklim yang
dikembangkan oleh Brandsma dan bos, tahun 1994 dan inspectie tahun 1995 yang
diambil dari konsep-konsep utama item dari himpunan berbagai topik disekolah.
Berikut adalah dimensi yang diukur:
1) school plan for effectiveness ( kefektifan dari rancangan sekolah)
32
2) physical environment (fasilitas yang mendukung sarana dan prasarana seklah
3) teacher behavior (perilaku guru dan hubungannya dengan siswa-siswi didalam
maupun diluar sekolah)
4) school’s system (system yang diterapkan dalam suatu sekolah dalam menetapkan
kurukulum yang dipakai sekolah).
Kassabri, Benbeneshty, dan Astor (2005) juga membagi aspek school climate
yang terdiri atas tiga aspek, yaitu:
1) School policy against violence that include clear, consist and fair rules
Kejelasan peraturan sekolah terhadap perilaku kekerasan, kejelasan ini terjadi
secara konsisten dan peraturan yang adil. Meliputi pertimbangan para siswa
mengenai kebijakan sekolah atau prosedur yang mengarah pada pengurangan
kekerasan.
2) Teacher support of students
Dukungan yang diberikan guru terhadap siswa meliputi hubungan guru dan siswa
yang dapat mendukung siswa.
3) Students participation in decision making and in the design of interventions to
prevent school violence
Sejauh mana keterlibatan siswa dalam pembuatan keputusan dan rancangan
intervensi untuk pencegahan kekerasan di sekolah. Hal ini dapat dilihat dengan
mengukur perasaan responden bagaimana peran siswa dalam melihat isu kekerasan
di sekolah.
33
Selain aspek-aspek diatas, terdapat aspek lain. Tagiuri (dalam Anderson, 1986),
mengembangkan bentuk-bentuk school climate kedalam beberapa dimensi yaitu :
1) ecology (aspek fisik dan matrial)
seperti: bangunan sekolah, ruang perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru,
ruang BK dan sejenisnya.
2) milieu (dimensi social yang konsen pada kehadiran seseorang atau kelompok)
seperti: moral kerja guru, latar belakang siswa, stabilitas staf dan sebagainya.
3) social system (dimensi social yang konsen kepada pola hubungan seseorang dan
kelompok)
seperti: komunikasi kepala sekolah-guru, partispasi staf dalam pengambilan
keputusan, keterlibatan siswa dalam pengambilan keputusan, kolegialitas,
hubungan guru-siswa.
4) culture (dimensi social yang konsen kepada system kepercayaan nilai-nilai,
struktur cognitive, dan meaning)
sepert: norma pergaulan siswa, ekspektasi keberhasilan, disiplin sekolah.
Gage dan Larson (2014) mengembangkan dimensi school climate menjadi tiga
dimensi yaitu, school climate yaitu school safety, social relationship, school
connectedness.
1) School safety adalah kenyamanan dari sekolah yang ditempati meliputi aspek fisik
dan material, dan peraturan atau norma-norma dari sekolah.
34
2) Social relationship adalah interaksi, komunikasi, dan hubungan antara guru dengan
siswa, siswa dengan siswa lainnya, dan cara siswa memandang sikap guru dan
temannya.
3) School connectedness adalah hubungan yang terjalin antara siswa dengan ruang
lingkup sekolahnya yang terbentuk dari awal masuk hingga menjadi anggota atau
bagian dari sekolah. Yang selanjutnya ketiga dimensi yang dinyatakan oleh gage
dan Larson ini akan menjadi alat ukur dalam penelitian ini.
2.3.4 Pengukuran school climate
A. School Climate Survey-Revised Version
Alat ukur ini dikembangkan oleh Emmons, Haynes, dan Comer pada tahun 2002.
Terdiri dari 37 iem berdasarkan skala likert (3=setuju, 2=tidak yakin, 1= tidak
setuju). Alat ukur ini mengukur faktor aturan dan disiplin, keterlibatkan orang tua,
pembagian sumber, hubungan interpersonal siswa, hubungan guru-murid.
B. School Climate Questionnaire
Alat ukur yang dikembangkan oleh scherman pada tahun 2002, yang mengukur
persepsi siswa terhadap school climate mereka. Terdapat enam construct yaitu,
kohesivitas, kepercayaan, respect, kontrol, kekerasan, fasilitas sekolah. Itemnya
terdiri dari 47 item dengan pilihan menguunakan skala liker seperti, “sangat
setuju”, “setuju”, “tidak setuju”, dan “sangat tidak setuju”.
Di dalam penelitian ini, pengukuran school climate menggunakan indicator dari
dimensi school climate yang dijelaskan oleh gage dan Larson (2014) yaitu, school
safety, social relationship, school connectedness yang terdiri dari 16 item. Alasan
35
peneliti menggunakan dimensi tersebut sebagai alat ukur karena ketiga dimensi mampu
menggambarkan keseluruhan aspek-aspek dari suatu sekolah mulai dari kenyamanan
dan keamanan sekolah, interaksi dan komunikasi antara guru dengan siswa, serta
hubungan sekolah dengan siswa-siswanya.
2.4 Kerangka berpikir
Perilaku bullying pada masa kanak-kanak akhir kerap kali terjadi ketika anak mulai
bergaul dengan lingkungan pergaulannya. Lingkungan pergaulan yang dimaksud
adalah lingkungan dimana sebagian besar waktu anak-anak dihabiskan yaitu sekolah.
Sekolah menjadi tempat tumbuh suburnya perilaku bullying yang terjadi pada anak-
anak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa school climate memiliki peranan dalam
muncul tidaknya perilaku bullying pada anak-anak tergantung dari baik-buruknya
kualitas pendidikan yang dianut oleh setiap sekolah.
Self-concept disini akan memunculkan perilaku negatif dan perilaku positif
tergantung darimana pengaruh itu didapat. Kemampuan individu dalam memahami
mata pelajaran tertentu menjadi sebuah indikator untuk menilai perilaku individu,
perilaku yang dimunculkan bisa perilaku positif ataupun perilaku negatif yang kearah
perilaku bullying. Kemampuan lainnya seperti konsep diri sosial, konsep diri emosi,
dan konsep diri fisik menjadi indikator lainnya dari konsep diri individu untuk menilai
perilaku mana yang akan muncul, apakah perilaku positif atau perilaku negatif.
Academic self-concept, konsep diri mengenai persepsi individu akan bisa atau
tidak kemampuannya terhadap pelajaran tertentu. Individu yang merasa tidak memiliki
kemampuan memahami dan mengerti tentang suatu pelajaran, akan menimbulkan
36
perasaan iri dan cemburu terhadap siswa yang mampu, sehingga dapat terjadi bentuk
berperilaku bullying.
Social self-concept, persepsi individu akan kemampuannya dalam bergaul dan
berinteraksi dengan temannya. Pandangan individu terhadap dirinya apakah disukai
atau tidak disukai menjadi kriteria bagaimana individu memandang dirinya. Konsep
diri social yang negatif menghasilkan individu berperilaku bullying terhadap orang lain
yang tidak disukai.
Emotional self-concept, persepsi individu terhadap keadaan-keadaan emosi
yang dialaminya baik yang bersifat sementara maupun menetap. Individu yang tidak
mampu mengontrol keadaan emosi dalam situasi dan kondisi tertentu, menjadikan
emosi yang labil dan berubah-ubah. Konsep diri emosi yang negatif menghasilkan
individu yang bertindak atas kesenangan pribadi dan berperilaku bullying tinggi.
Physical self-concept, persepsi individu mengenai fisik yang dimilikinya,
kesadaran akan bentuk dan kemampuannya untuk terlibat didalam kegiatan-kegiatan
fisik. Individu yang tidak dapat menerima kondisi fisik memaksakannya untuk
mengejar kesempurnaan dan membenci orang-orang yang lebih baik darinya. Konsep
diri fisik yang negatif menghasilkan individu yang cemburu berlebihan yang mengarah
pada perilaku bullying. Konsep diri yang baik dari penilaian terhadap kemampuan
akademiknya, kemampuan sosial, kemampuan emosi, dan kemampuan fisik
menghasilkan perilaku yang positif dan rendah akan perilaku bullying.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nansel, Haynie, and Simons-Morton
(Espelage, Holt, & Poteat, 2010) diketemukan bahwa korban dan pelaku bullying kelas
37
enam sekolah dasar didapat karena school climate yang terdapat disekolah tersebut
kualitasnya buruk, yang artinya sekolah memiliki beberapa kendala dalam administrasi
dan sekolah membiarkannya. Pengaruh dari school climate yang dilihat dapat
mempengaruhi perilaku bullying adalah school safety, social relationship dan school
connectedness.
School safety, bagaimana lingkungan sekolah yang mencakup aspek fisik dan
material mampu mempengaruhi seseorang untuk berperilaku bullying. Dalam suasana
lingkungan yang buruk seperti sekolah yang kotor, fasilitas yang tidak memadai dan
tidak terawat, dan kenyamanan siswa berkurang, serta bagaimana norma atau peraturan
yang ditetapkan sekolah mampu melindungi atau sebaliknya mengekang siswa,
sehingga tingkat distress siswa meninggi yang mengakibatkan memiliki perilaku
bullying.
Social relationship, bagaimana interaksi, komunikasi, hubungan dengan siswa
dan para guru dapat mengakibatkan seseorang untuk berperilaku bullying. Komunikasi
yang buruk, interaksi sesama teman dan guru yang tidak baik, serta hubungan yang
tidak baik dapat mengakibatkan seseorang perilaku bullying.
School connectedness, proses guru dengan siswa menciptakan keterikatan
selama di sekolah dan persepsi siswa memandang gurunya. Bagaimana karakteristik-
karakteristik individu dalam sekolah mempegaruhi seseorang untuk berperilaku
bullying. Dapat diartikan, dimensi ini melihat keterikatan guru, kelas dengan siswanya
sehingga proses didalamnya dapat atau tidak memunculkan perilaku bullying. School
climate positif akan menurunkan perilaku bullying di suatu sekolah, sebaliknya school
38
climate negatif akan meningkatkan perilaku bullying siswa di suatu sekolah. Berikut
gambaran pengaruh independent variable terhadap dependent variable dapat dilihat
pada gambar 2.1
Gambar 2.1 bagan kerangka berpikir
2.5 Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir diatas, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
2.5.1 Hipotesi Mayor
Ada pengaruh yang signifikan dari variabel self-concept dan variabel school climate
terhadap perilaku bullying pada masa kanak-kanak akhir.
2.5.2 Hipotesi Minor
H1 : Ada pengaruh yang signifikan dari self-concept akademik terhadap
berperilaku bullying pada masa kanak-kanak akhir
39
H2 : Ada pengaruh yang signifikan dari self-concept sosial terhadap berperilaku
bullying pada masa kanak-kanak akhir
H3 : Ada pengaruh yang signifikan dari self-concept emosi terhadap berperilaku
bullying pada masa kanak-kanak akhir
H4 : Ada pengaruh yang signifikan self-concept fisik terhadap berperilaku
bullying pada masa kanak-kanak akhir
H5 : Ada pengaruh yang signifikan dari dimensi school climate: school safety
terhadap berperilaku bullying pada masa kanak-kanak akhir
H6 : Ada pengaruh yang signifikan dari dimensi school climate: social
relationship terhadap berperilaku bullying pada masa kanak-kanak akhir
H7 : Ada pengaruh yang signifikan dari dimensi school climate: school
connectedness terhadap berperilaku bullying pada masa kanak-kanak akhir
40
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi penelitian ini adalah siswa-siswi Sekolah Dasar Negeri Baru X Pagi di daerah
kecamatan Pasar Rebo dengan jumlah populasi sebanyak 533 siswa. Jumlah sampel
dalam penelitian ini berdasarkan pada rumus yang dibuat oleh Roscoe yaitu 10 kali
jumlah variabel penelitian (dalam Sugiono, 2011). Dalam penelitian ini sampel
berjumlah 201 responden dari total keseluruhan adalah 533 siswa. Subjek adalah masa
kanak-kanak akhir yang dalam penelitian ini sampel berusia sembilan sampai dengan
12 tahun dan masuk kategori kelas lima, dan enam. Teknik sampling menggunakan
non-probability sampling yaitu pengambilan sampel didasarkan pada kriteria tertentu
dalam suatu sekolah dan pengambilan sampel menggunakan purposive random
sampling, dalam hal ini kriteria tersebut adalah siswa-siswi yang pernah melakukan
tindak perilaku bullying dalam bentuk fisik dan non-fisik (verbal & non-
verbal/psikologis).
3.2 Variabel Penelitian
A. perilaku bullying (Y) sebagai dependent variable.
B. self-concept sebagai independent variable, yang meliputi: self-concept akademik
(X1), self-concept sosial (X2), self-concept emosi (X3), self-concept fisik (X4))
C. school climate sebagai independent variable, yang meliputi: school safety (X5),
social relationship (X6), school connectedness (X7)
41
3.2.1 Definisi Operasional
Setelah menentukan variabel yang menjadi variabel terikat dan variabel bebas, peneliti
selanjutnya menentukan definisi operasional dari variabel terikat dan variabel bebas
yang akan digunakan dalam penyusunan instrument pengumpulan data.
Berikut adalah definisi operasional variabel:
A. Perilaku bullying yang dimaksud adalah bentuk bullying menurut pandangan Ken
Rigby (2007) yang menjelaskan bahwa bullying adalah penindasan secara
psikologis dan fisik yang diulang-ulang kepada orang yang lemah oleh orang atau
kelompok yang kuat. Bentuknya berupa bullying fisik dan bullying non-fisik
(verbal & non-verbal/psikis) yang dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Tindakan bullying fisik secara langsung yang berkaitan dengan aktivitas fisik
seperti memukul, menendang, mendorong, dan merusak, sedang bentuk tidak
langsung sepert menyuruh teman untuk menyerang seseorang. Bentuk non-fisik
berupa verbal dan non-verbal, dalam tindakan bullying verbal secara langsung
meliputi mengejek, menggangu, memanggil dengan julukan buruk, sedang yang
tidak langsung seperti menyebarkan gossip. Bentuk bullying non-verbal/psikis
meliputi tindakan mengancam dan bertingkah cabul, sedang bentuk tidak
langsungnya seperti mengeluarkan seseorang dari anggota kelompok,
memanipulasi teman, dan mengirim pesan ancaman.
B. self-concept yang dimaksud adalah dimensi dari model teori Shavelson, Hubner,
dan Stanton (dalam Shavelson & Bolus, 1981) berupa self-concept akademik dan
42
self-concept non-akademik yang terdiri dari konsep diri sosial, konsep diri emosi,
dan konsep diri fisik.
a) Academic self-concept, konsep diri mengenai persepsi individu akan bisa atau
tidak kemampuannya terhadap pelajaran tertentu.
b) Social self-concept, persepsi individu akan kemampuanya dalam bergaul dan
berinterkasi dengan temannya.
c) Emotional self-concept, persepsi individu terhadap keadaan-keadaan emosi yang
dialaminya baik yang bersifat sementara maupun menetap.
d) Physical self-concept, persepsi individu mengenai fisik yang dimilikinya,
kesadaran akan bentuk dan kemampuannya untuk terlibat didalam kegiatan-
kegiatan fisik.
C. School climate yang dimaksud adalah dimensi yang ada pada teori Gage dan Larson
(2014) yang mengambil dari konsep-konsep utama item himpunan berbagai topik
disekolah. Mencakup; school safety, social relationship, school connectedness.
a) School safety bentuk keamanan dari suatu sekolah yang melibatkan persepsi
siswa akan kenyamanan di suatu sekolah (seperti kondisi fisik dan material
sekolah) serta peran dan ekspektasi mereka terhadap sekolah dan norma-norma
yang berlaku di sekolah.
b) Social relationship adalah interaksi, komunikasi, dan hubungan antara siswa
dengan guru, siswa dengan siswa, dan bagaimana siswa memandang sikap guru
dan teman mereka.
43
c) School connectedness adalah keterikatan lebih lanjut antara siswa dengan
sekolah, yang tercipta dari pengalaman mereka selama disekolah, sehingga
menciptakan kesan tersendiri terhadap guru-gurunya.
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data penelitian, peneliti membuat kuesioner yang dibuat dalam
bentuk skala likert. Skala yang dimaksud disini adalah sejumlah peryataan tertulis yang
responden memilih pernyataan yang ada sesuai dengan dirinya. Peryataan item berupa
pernyataan negative (favorable) dan pernyataan positif (unfavorable). Cara merespon
jawaban dengan system rating kategoti yaitu “sering”, “kadang-kadang”, “jarang”, dan
“tidak pernah”. Terdapat tiga bentuk skala pengukuran yaitu skala self-concept, skala
school climate, dan skala bullying.
3.3.1 Skala perilaku bullying
Tabel 3.1
Bentuk dan indicator bullying
Bentuk Indikator Fav Unfav Jumlah
Fisik Langsung : memukul, menendang,
mendorong, merusak atau mencuri
barang
Tidak Langsung : menyuruh teman
menyerang seseorang
1,2,3,4 5,6 6
Verbal Langsung : mengejek, mengganggu,
memanggil dengan julukan
Tidak Langsung : Menyebarkan
rumor/gossip
7,8,9,10 11 5
Non-
Verbal/Psikolog
is
Langsung : mengancam, bertingkah
cabul
Tidak Langsung : mengeluarkan dari
kelompok, memanipulasi teman,
mengirim pesan ancaman
12,13,14,1
5
16,17 6
Jumlah 17
44
Peneliti membuat konstruksi alat ukur dapat dilihat pada tabel 3.1 dari bentuk-bentuk
bullying oleh Ken Rigby (2007) yaitu bentuk fisik dan non-fisik (verbal & non-
verbal/psikologis) berupa perilaku bullying yang langsung dan tidak langsung.
3.3.2 Skala self-concept
Pembuatan skala self-concept, merujuk pada model teori Shavelson, Hubner, dan
Stanton (dalam Shavelson & Bolus, 1981). Dimensi dan indikatornya dapat dijelaskan
pada tabel 3.2.
Tabel 3.2
Aspek dan Indikator self-concept
Aspek Indikator Nomor Item Jumlah
Fav Unfav
Akademik
Kemampuan dalam memahami
pelajaran, mandiri dalam
mengerjakan tugas, rajin dalam
belajar
1,2,4 3 4
Sosial
Toleransi, menghargai satu sama
lain, kepercayaan diri dalam
bersosial
6,7 5,8 4
Emosi
kontrol diri, mawas diri,
tanggung jawab,
9,10,11 12 4
Fisik Kepercayaan diri dengan tubuh
yang dimiliki, kemampuan
aktivitas fisik, kebahagian dalam
bentuk tubuh yang dimiliki
13,15,16 14 4
Jumlah 16
3.3.3 Skala school climate
Peneliti mengembangkan sendiri skala school climate yang mengacu pada indikator
pada dimensi yang dikembangkan Gage dan Larson (2014). Berikut aspek-aspek dan
indikatornya dijelaskan pada Tabel 3.3.
45
Tabel 3.3
Aspek dan indikator school climate
Aspek Indikator Nomer Item ∑
Fav Unfav
School Safety bangunan sekolah, ruang
perpustakaan, ruang kepala sekolah,
ruang guru, ruang BK dan sejenisnya,
norma pergaulan siswa, ekspektasi
siswa terhadap sekolah, disiplin
sekolah
2,4,14,16 1,3,13, 15 8
Social Relationship komunikasi kepala sekolah-guru,
partispasi staf dalam pengambilan
keputusan, keterlibatan siswa dalam
pengambilan keputusan, kolegialitas,
hubungan guru-siswa
10,12 9,11 4
School Connectedness moral kerja guru, Karakteristik siswa,
stabilitas staf dan sebagainya
6,7,8 5 4
Jumlah 16
Tabel 3.4
Bobot skor tiap item
School climate, Self-concept &
Bullying Kategori Unfav Fav
Sering 4 1 4 Kadang-kadang 3 2 3 Jarang 2 3 2 Tidak pernah 1 4 1
3.4. Uji Validitas Konstruk
Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti akan
menggunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis) dengan software Lisrel 8.70. CFA
lebih tepat digunakan pada pengujian teori karena langsung menguji teori dan tingkat
fit pada model dapat diukur dalam berbagai cara.
3.4.1 Uji validitas konstruk bullying
Uji validitas konstruk bullying dilakukan menggunakan software Lisrel untuk menguji
19 item yang bersifat unidimensional, artinya hanya mengukur bullying. Berdasarkan
pengujian diperoleh hasil Chi-Square= 830,39 df= 152 P-Value= 0,00000 RMSEA=
0,149. Karena P-Value< 0,05 dan RMSEA> 0,05 maka model dinyatakan tidak fit.
46
Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model dengan
memperbolehkan error antar item yang saling berkorelasi. Untuk memodifikasi model
dapat melihat output Lisrel dan mencari nilai error antar item yang paling besar. Setelah
melakukan modifikasi model sebanyak 55 kali, diperoleh nilai Chi-Square= 119,45 df=
97 P-Value= 0,06073 RMSEA= 0,034. Nilai Chi-Square menghasilkan P-Value>0,05
namun nilai RMSEA< 0,05. Berdasarkan kriteria tersebut model dapat dinyatakan fit,
artinya model dengan satu faktor (unidimensional) seluruh item hanya mengukur satu
faktor saja yaitu bullying. Selanjutnya, peneliti ingin melihat item mana yang memang
mengukur apa yang hendak diukur atau valid dan mana yang tidak. Kriteria item valid
dapat melihat nilai T-value > 1,96 dengan taraf signifikansi 0.05 atau 5%.
Tabel 3.5
Muatan Faktor Item bullying
No Item. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan
1 0.69 0.07 10.17 √
2 0.31 0.07 4.63 √
3 0.60 0.07 8.72 √
4 0.48 0.07 7.15 √
5 0.47 0.07 7.25 √
6 0.51 0.07 7.54 √
7 0.58 0.06 8.99 √
8 0.48 0.07 7.40 √
9 0.21 0.07 3.11 √
10 0.73 0.06 11.40 √
11 0.46 0.07 6.78 √
12 0.16 0.07 2.30 √
13 0.73 0.06 11.52 √
14 -0.01 0.07 -0.15 ×
15 0.51 0.07 7.49 √
16 0.54 0.07 7.80 √
17 0.50 0.07 7.49 √
18 0.55 0.07 8.25 √
19 0.34 0.07 5.18 √
Keterangan: tanda √ = Signifikan (t>1.96), tanda × = tidak signifikan
47
Berdasarkan tabel 3.5 nilai t bagi koefisien muatan faktor item nomor 1 sampai
19, hanya item nomer 14 saja yang tidak signifikan. Item lainnya selain item 14
dinyatakan signifikan karena t >1.96 dan lamda positif. Karena item 14 yang tidak
signifikan ini maka item 14 harus di drop. Hal ini berarti item 1 sampai 19 kecuali item
14 akan dinalisis dalam perhitungan factor score dan true score.
3.4.2 Uji validitas konstruk self-concept akademik dari skala self-concept
Dari hasil CFA yang dilakukan dengan model satu faktor terhadap keempat item yang
mengukur konstruk self-concept akademik diperoleh hasil Chi-Square= 12,69 df=2 P-
Value= 0,00175 RMSEA= 0,164. Karena P-Value< 0,05 maka model dinyatakan tidak
fit. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model sebanyak sekali
sehingga diperoleh nilai Chi-Square= 3,42 df= 1 P-Value=0,06451 RMSEA= 0,110. P-
Value telah bernilai <0.05 dan RMSEA >0.05 sehingga dapat dinyatakan bahwa model
fit. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu dimensi self-concept
akademik.
Selanjutnya, peneliti ingin melihat item mana yang memang mengukur apa
yang hendak diukur atau valid dan mana yang tidak. Kriteria item valid dapat melihat
nilai T-value > 1,96 dengan taraf signifikansi 0.05 atau 5% pada setiap item.
Tabel 3.6
Muatan Faktor Item self-concept akademik
No Item. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan
1 0.47 0.12 3.88 √
2 0.12 0.09 1.35 ×
3 0.76 0.17 4.36 √
4 0.33 0.10 3.32 √
Keterangan: tanda √= Signifikan (t>1.96), tanda × = tidak signifikan
48
Berdasarkan tabel 3.6, hanya tiga item yang signifikan t >1.96 dan lamda
positif. Namun, satu item tidak signifikan yaitu item 2. Sehingga item 2 di drop dan
ketiga item lainnya akan dianalisis dalam perhitungan factor score dan true score.
3.4.3 Uji validitas konstruk self-concept sosial dari skala self-concept
Dari hasil CFA yang dilakukan dengan model satu faktor terhadap empat item yang
mengukur self-concept sosial diperoleh hasil Chi-Square= 25,3 df=3 P-Value= 0,00001
RMSEA= 0,193. Karena P-Value< 0,05 maka model dinyatakan tidak fit. Oleh karena
itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model sebanyak sekali sehingga diperoleh
nilai Chi-Square= 2,09 df=2 P-Value=0,35183 RMSEA= 0,015. P-Value telah bernilai
>0.05 dan RMSEA <0,05 sehingga dapat dinyatakan bahwa model fit. Artinya seluruh
item hanya mengukur satu faktor yaitu dimensi self-concept sosial.
Selanjutnya, peneliti ingin melihat item mana yang memang mengukur apa
yang hendak diukur atau valid dan mana yang tidak. Kriteria item valid dapat melihat
nilai T-value > 1,96 dengan taraf signifikansi 0.05 atau 5% pada setiap item.
Tabel 3.7
Muatan Faktor Item self-concept sosial
No Item. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan
1 0.96 0.05 18.60 √
2 0.48 0.07 7.23 √
3 0.79 0.14 5.55 √
4 0.27 0.06 4.34 √
Keterangan: tanda √= Signifikan (t>1.96)
Berdasarkan tabel 3.7, keempat item signifikan karena t >1.96 dan lamda
positif. Dengan demikian keempat item akan ikut dianalisis dalam perhitungan factor
score dan true score.
49
3.4.4 Uji validitas konstruk self-concept emosi dari skala self-concept
Dari hasil CFA yang dilakukan dengan model satu faktor terhadap empat item yang
mengukur self-concept emosi diperoleh hasil Chi-Square= 15.66 df=3 P-Value=
0,00133 RMSEA= 0,145. Karena P-Value> 0,05 dan RMSEA< 0,05 maka model
dinyatakan tidak fit. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model
sebanyak sekali sehingga diperoleh nilai Chi-Square= 5.55 df=2 P-Value=0,06230
RMSEA= 0,095. P-value telah bernilai >0.05 sehingga dapat dinyatakan bahwa model
fit. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu dimensi self-concept emosi..
Selanjutnya, peneliti ingin melihat item mana yang memang mengukur apa yang
hendak diukur atau valid dan mana yang tidak. Kriteria item valid dapat melihat nilai
T-value > 1,96 dengan taraf signifikansi 0.05 atau 5% pada setiap item.
Tabel 3.8
Muatan Faktor Item self-concept emosi
No Item. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan
1 0.96 0.05 18.60 √
2 0.22 0.07 3.13 √
3 1.38 0.43 3.23 √
4 -0.06 0.05 -1.21 ×
Keterangan: tanda √= Signifikan (t>1.96), tanda × = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.8, hanya ketiga item yang signifikan t >1.96 dan lamda
positif. Satu item tidak signifikan yaitu item 4, sehingga item 4 di drop dan dengan
demikian hanya tiga item yang akan dianalisis dalam perhitungan factor score dan true
score.
3.4.5 Uji validitas konstruk self-concept fisik dari skala self-concept
Dari hasil CFA yang dilakukan dengan model satu faktor terhadap empat item yang
mengukur self-concept fisik diperoleh hasil Chi-Square= 17.99 df=3 P-Value= 0,00044
50
RMSEA= 0,0158. Karena P-Value> 0,05 dan RMSEA< 0,05 maka model dinyatakan
tidak fit. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model sebanyak
sekali sehingga diperoleh nilai Chi-Square= 2.14 df=2 P-Value=0,34258 RMSEA=
0,019. P-value telah bernilai >0.05 dan RMSEA< 0,05 sehingga dinyatakan bahwa
model fit. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu dimensi self-concept
fisik
Selanjutnya, peneliti ingin melihat item mana yang memang mengukur apa
yang hendak diukur atau valid dan mana yang tidak. Kriteria item valid dapat melihat
nilai T-value > 1,96 dengan taraf signifikansi 0.05 atau 5% pada setiap item.
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item self-concept fisik
No Item. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan
1 0.96 0.05 18.60 √
2 0.18 0.06 2.83 √
3 1.21 0.47 2.58 √
4 0.15 0.06 2.60 √
Keterangan: tanda √ = Signifikan (t>1.96)
Berdasarkan tabel 3.9, kelima item signifikan karena t >1.96 dan lamda positif.
Dengan demikian keempat item akan ikut dianalisis dalam perhitungan factor score
dan true score.
3.4.6 Uji validitas konstruk school safety dari skala school climate
Dari hasil CFA yang dilakukan dengan model satu faktor terhadap 8 item yang
mengukur dimensi school safety diperoleh hasil Chi-Square=66,78, df=20 P-Value=
0,00000 RMSEA= 0,108 Karena P-Value< 0,05 dan RMSEA> 0,05 maka model
dinyatakan tidak fit. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model
sebanyak tiga kali sehingga diperoleh nilai Chi-Square= 26,46 df= 17 P-Value=
51
0,06645 RMSEA= 0,053. P-Value telah bernilai >0.05 sehingga dapat dinyatakan
bahwa model fit. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu dimensi
school safety.
Selanjutnya, peneliti ingin melihat item mana yang memang mengukur apa
yang hendak diukur atau valid dan mana yang tidak. Kriteria item valid dapat melihat
nilai T-value > 1,96 dengan taraf signifikansi 0.05 atau 5% pada setiap item.
Tabel 3.10
Muatan Faktor Item school safety
No Item. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan
1 0.36 0.08 4.38 √
2 0.66 0.08 8.16 √
3 0.24 0.08 2.85 √
4 0.22 0.08 2.59 √
5 0.02 0.08 0.29 ×
6 0.46 0.08 5.76 √
7 0.74 0.08 8.90 √
8 0.30 0.08 3.66 √
Keterangan: tanda √ = Signifikan (t>1.96), tanda × = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.10, hanya tujuh item yang signifikan yaitu t >1.96 dan
lamda positif sedangkan satu itemnya yaitu item 5 dinyatakan tidak signifikan karena
t >1.96. Dengan demikian item 5 di drop dan ketujuh item lainnya akan dianalisis
dalam perhitungan factor score dan true score.
3.4.7 Uji validitas konstruk social relationship dari skala school climate
Dari hasil CFA yang dilakukan dengan model satu faktor terhadap empat item yang
mengukur social relationship diperoleh hasil Chi-Square= 1.89 df=2 P-Value=
0,38879 RMSEA= 0,000. Karena P-Value< 0,05 dan RMSEA> 0,05 maka model
sudah dinyatakan fit. Oleh karena itu, peneliti tidak melakukan apapun terhadap model.
Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu dimensi social relationship.
52
Selanjutnya, peneliti ingin melihat item mana yang memang mengukur apa yang
hendak diukur atau valid dan mana yang tidak. Kriteria item valid dapat melihat nilai
T-value > 1,96 dengan taraf signifikansi 0.05 atau 5% pada setiap item.
Tabel 3.11
Muatan Faktor Item social relationship
No Item. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan
1 0.71 0.08 8.95 √
2 0.56 0.08 7.25 √
3 0.75 0.08 9.32 √
4 0.29 0.08 3.58 √
Keterangan: tanda √ = Signifikan (t>1.96)
Berdasarkan tabel 3.11, keempat item signifikan karena t >1.96 dan lamda
positif. Dengan demikian keempat item akan ikut dianalisis dalam perhitungan factor
score dan true score.
3.4.8 Uji validitas konstruk school connectedness dari skala school climate
Dari hasil CFA yang dilakukan dengan model satu faktor terhadap empat item yang
mengukur school connectedness diperoleh hasil Chi-Square= 2,11 df=2 P-Value=
0,34897 RMSEA= 0,016. Karena P-Value< 0,05 dan RMSEA> 0,05 maka model
sudah dinyatakan fit. Oleh karena itu, peneliti tidak melakukan apapun terhadap model.
Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu dimensi school connectedness.
Selanjutnya, peneliti ingin melihat item mana yang memang mengukur apa yang
hendak diukur atau valid dan mana yang tidak. Kriteria item valid dapat melihat nilai
T-value > 1,96 dengan taraf signifikansi 0.05 atau 5% pada setiap item.
Berdasarkan tabel 3.12, keempat item signifikan karena t >1.96 dan lamda
positif.Dengan demikian keempat item akan ikut dianalisis dalam perhitungan factor
score dan true score.
53
Tabel 3.12
Muatan Faktor Item school connectedness
No Item. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan
1 0.25 0.09 2.95 √
2 0.70 0.10 7.10 √
3 0.42 0.08 4.98 √
4 0.65 0.10 6.77 √
Keterangan: tanda √ = Signifikan (t>1.96)
3.5 Teknik Analisis Data
Dalam menguji hipotesis penelitian, penulis akan menggunakan teknik Multiple
Regression Analysis atau analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda adalah
suatu metode untuk mengkaji akibat-akibat dan besarnya akibat lebih dari satu variabel
bebas terhadap satu variabel terikat dengan menggunakan prinsip-prinsip korelasi dan
regresi. Pengujian hipotesis yang akan diukur, penulis menggunakan teknis analisis
regeresi berganda dengan rumus:
Y = a+ b1X1+ b2X2+ b3X3+ b4X4+ b5X5+ b6X6+ b7X7+e
Keterangan:
Y = perilaku Bullying
a = konstanta
b = koefisien regresi
X1 = self-concept akademik
X2 = self-concept sosial
X3 = self-concept emosi
X4 = self-concept fisik
X5 = school safety
X6 = social relationship
54
X7 = school connectedness
e = eror
Melalui regresi berganda maka dapat diperoleh nilai R2 atau koefisien determinasi
berganda yaitu besarnya variasi antara berperilaku bullying yang disebabkan oleh self-
concept (akademik, sosial, emosi, dan fisik) dan school climate (yang meliputi school
safety, social relationship dan school connectedness).
Rumus untuk mendapatkan nilai R2 adalah sebagai berikut :
R2 = 𝑆𝑆𝑟𝑒𝑔
∑𝑦2
Berikutnya, penulis melakukan uji signifikansi. Paling tidak ada tiga uji signifikansi
yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Pertama ialah uji signifikansi R2 dengan uji
F. Kedua adalah uji signifikansi koefisien regresi atas masing-masing variabel
independen dengan uji T. Terakhir adalah uji proporsi varians yang dapat dijelaskan
dengan R2 change.
3.6 Prosedur Penelitian
3.6.1 Persiapan Penelitian
1 Mencari fenomena dan permasalahan yang menarik, kemudian mencari referensi
dan melakukan studi pustaka untuk membangun latar belakang serta variabel
penelitian, kemudian penulis membataskan dan merumuskan masalah yang akan
diteliti
55
2 Melakukan studi pustaka mencari definisi, faktor yang mempengaruhi dan
pengukuran terkait dengan variabel. Penulis membangun kerangka berpikir serta
hipotesis penelitian.
3 Menentukan sampel, dan teknik pengambilan sampel penelitian. Menentukan dan
menyusun instrument yang akan digunakan dalam penelitian yaitu bullying, self-
concept, dan school climate.
4 Mengurus perizinan kepada instansi terkait untuk selanjutnya mengumpulkan data
dengan menyebar kuisioner penelitian dan langsung meneliti di lapangan
5 Menganalisis data dimulai dari skoring hasil kemudian melakukan uji reliabilitas
instrumen dengan menggunakan CFA dan menguji hipotesis penelitian dengan
analisis regresi berganda. Terakhir penulis membuat kesimpulan dan saran hasil
penelitian.
5.6.1 Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Negeri Baru X Pagi, Jakarta Timur.
Dengan izin mengambil waktu jam belajar siswa dari jam 10 sampai dengan jam 12
kepada guru setiap kelas.
56
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini terdiri dari 201 siswa-siswi yang berusia Sembilan sampai
dengan 12 tahun. Subyek dalam penelitian ini merupakan siswa-siswi kelas lima
sampai enam Sekolah Dasar Negeri Baru X Pagi di Jakarta Timur yang merupakan
siswa dan siswi yang pernah melakukan bullying di sekolah dalam bentuk fisik maupun
non-fisik(verbal & non-verbal/psikologis).
4.2 Hasil Analisis Deskriptif
Data skor variabel penelitian diperoleh melalui kuesioner yang disebar kepada siswa
siswi sekolah dasar di kecamatan pasar rebo dengan izin dari pihak atau pengurus
sekolah, karena adanya kriteria dalam pemilihan responden terkait penelitian ini,
penulis hanya mengambil dua tingkat kelas, yakni kelas lima dan enam sekolah dasar.
Setelah mendapatkan data dari 201 responden, kemudian peneliti melakukan uji
statistika deskriptif. Sehingga didapat skor minimum, maksimum, standar deviasi dan
varians yang terdapat pada tabel 4.1.
Pada tabel 4.1 dapat diketahui jumlah subjek penelitian sebanyak 201
responden dengan skor bullying terendah adalah 38,79 dan tertinggi 83,49. Skor
standar deviasi bullying sebesar 8,92432 dan untuk skor varians bullying sebesar
79,644. Begitupun nilai minimum, maksimum, standar deviasi dan varians setiap
variable tercantum pada tabel 4.1.
57
Tabel 4.1
Deskripsi Statistik Variabel Penelitian
N Min Max Mean Std. Dev Var
Bullying 201 38,79 83,49 50 8,92432 79,644
Self-Concept
Akademik 201 29,91 55,91 50 6,98360 48,771
Sosial 201 16,16 58,37 50 7,80620 60,937
Emosi 201 34,19 60,89 50 7,11325 50,598
Fisik 201 34,42 59,60 50 6,66748 44,455
School Climate
Safety 201 28,23 61,01 50 7,75717 60,174
Relationship 201 8,50 55,40 50 7,52258 56,589
Connectedness 201 11,39 58,74 50 7,74232 59,943
Berikutnya peneliti membagi klasifikasi masing-masing variabel dengan
membaginya menjadi tiga klasifikasi skor, yaitu skor rendah dan tinggi. Sebelum
mengkategorisasikan skor masing-masing variabel, terlebih dahulu ditetapkan norma
dari skor dengan menggunakan nilai mean dan standar deviasi yang berlaku untuk
semua variabel seperti pada tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2
Norma Skor Variabel
Kategori Rumus
Rendah X<M-1SD
Tinggi X>M+1SD
Kategorisasi skor tiap variabel dapat diperoleh dan digolongkan ke dalam
kategori rendah, dan tinggi. Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa kategorisasi skor
responden pada seluruh variabel rata-rata berada dalam kategori tinggi hanya bullying
yang masuk dalam kategori rendah dengan persentase sebanyak 61,2% atau 123 orang.
Sementara sebanyak 38,8% atau 78 orang tergolong kategori tinggi dalam varaibel
bullying.
58
Dengan menggunakan norma yang telah ditetapkan, kategorisasi skor masing-
masing variabel diperoleh hasil seperti pada tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3
Kategorisasi Skor Variabel
Dimensi Rendah Tinggi
Jumlah % Jumlah %
Bullying 123 61,2% 78 38,8%
Akademik 88 43,8% 113 56,2%
Sosial 81 40,3% 120 59,7%
Emosi 98 48,7% 103 51,3%
Fisik 92 45,8% 109 54,2%
S.Safety 90 44,8% 111 50,2%
S.Relationship 71 35,3% 130 64,7%
S.Connectedness 85 42,3% 116 57,7%
4.3 Hasil Uji Hipotesis
4.3.1 Pengujian hipotesis mayor
Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda
dengan menggunakan software SPSS 20. Pada regresi berganda ada tiga hal yang
dilihat, yaitu melihat besaran R-square untuk mengetahui berapa persen (%) varians
dependent variable yang dijelaskan oleh independent variable, melihat signifikansi
pengaruh keseluruhan independent variable terhadap dependent variable, dan melihat
signifikansi koefisien regresi dari masing-masing independent variable.
Tabel 4.4
Tabel R-Square
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
1 .519 .269 .242 7.76791
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa perolehan R-square sebesar 0,269
atau 26,9%. Hal tersebut berarti bervariasinya perilaku bullying pada masa kanak-
kanak akhir yang dijelaskan oleh faktor self-concept akademik, self-concept sosial,
59
self-concept emosi, self-concept fisik, school safety, social relationship, dan school
connectedness, adalah sebesar 26,9% sedangkan 73,1% sisanya dipengaruhi oleh
varibel lain diluar self-concept dan school climate dalam penelitian ini.
Tabel 4.5
Tabel Anova
Model Sum of Squares df Mean
Square
F Sig.
1 Regression 4283.010 7 611.859 10.140 .000b
Residual 11645.695 193 60.340
Total 15928.705 200
Selanjutnya peneliti menganalisis dampak dari seluruh independent variable
yaitu self-concept (self-concept akademik, self-concept sosial, self-concept, emosi, self-
concept fisik) dan school climate (school safety, social relationship, school
connectedness) terhadap bullying. Hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.5 dengan nilai
F hitung sebesar 10,140 dan signifikansi 0,000 (p < 0,05). Hal tersebut berarti hipotesis
mayor yang menyatakan ada pengaruh yang signifikan dari seluruh independen
variabel terhadap bullying diterima. Artinya, ada pengaruh yang signifikan dari
variable self-concept akademik, self-concept sosial, self-concept emosi, self-concept
fisik, school safety, social relationship, school connectedness, terhadap perilaku
bullying pada masa kanak-kanak akhir.
4.3.2 Pengujian hipotesis minor
Uji hipotesis minor untuk melihat koefisien regresi tiap independen variabel. Jika nilai
koefisien regresi memiliki nilai signifikansi < 0.05 (p<0.05), maka koefisen regresi
tersebut signifikan. Artinya, independent variable tersebut memiliki pengaruh yang
60
signifikan terhadap dependent variable. Hasil analisis koefisien regresi ditampilkan
pada tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6
Tabel Koefisien Regresi
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 97,581 8,821 11,062 ,000
S.Akademik -.024 .084 -.018 -.282 .778
S.Sosial -.012 .072 -.010 -.161 .873
S.Emosi -.282 .085 -.225 -3.337 .001
S.Fisik -.017 .085 -.013 -.203 .840
Safety -.380 .081 -.331 -4.716 .000
Relationship -.198 .076 -.167 -2.613 .010
Connect -.040 .072 -.034 -.547 .585
Berdasarkan koefisen regresi pada tabel 4.6 dapat dijelaskan persamaan regresi sebagai
berikut:
bullying= 97,581 – 0,024 self-concept akademik - 0,012 self-concept sosial - 0,282
self-concept emosi - 0,017 self-concept fisik 0,380 s.safety - 0,198 s.relationship-
0,040 s.connectedness
Hasil tabel 4.6 dapat dilihat bahwa kognitif, afektif dan konatif berpengaruh secara
signifikan terhadap bullying. Hal tersebut dapat dilihat dari kolom Sig. pada tabel 4.6
jika p<0.05 maka koefisen regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap
bullying dan begitu sebaliknya. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh
pada masing-masing independent variabel adalah sebagai berikut:
61
1. Self-concept akademik
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,024 dengan signifikansi 0,778
(sig>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel akademik dari self-concept secara
negatif tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap bullying.
2. Self-concept sosial
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,012 dengan signifikansi 0,873
(sig>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel sosial dari self-concept secara
negatif tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap bullying.
3. Self-concept emosi
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.282 dengan signifikansi 0,001
(sig<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel emosi pada self-concept secara
negatif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap bullying. Arah yang negatif
menunjukkan bahwa semakin rendah variabel emosi maka semakin tinggi skor
perilaku bullying, begitu pun sebaliknya.
4. Self-concept fisik
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,017 dengan signifikansi 0,840
(sig>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel fisik pada self-concept secara
negative tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap bullying.
5. School safety
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,380 dengan signifikansi 0,007
(sig<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa variable school safety pada school climate
secara negatif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap bullying. Arah yang
62
negatif menunjukkan bahwa semakin rendah variable school safety maka semakin
tinggi skor perilaku bullying, begitu pun sebaliknya.
6. Social relationship
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,198 dengan signifikansi 0,010
(sig<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa variable social relationship pada school
climate secara negatif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap bullying. Arah
yang negatif menunjukkan bahwa semakin rendah variabel social relationship
maka semakin tinggi skor perilaku bullying, begitu pun sebaliknya.
7. School connectedness
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,040 dengan signifikansi 0,585
(sig>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel School Connectedness pada
school climate secara negatif tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
bullying.
4.3.3 Pengujian Proporsi Varians masing-masing Independent Variable
Pada tahap ini peneliti ingin mengetahui bagaimana penambahan proporsi varians dari
self-concept dan school climate terhadap bullying. Dengan melihat nilai R-Square
Change sebagai jumlah sumbangan independent variable (self-concept & school
climate) terhadap variasi dependent variabel (bullying). Kemudian nilai sig F Change
untuk melihat signifikansi R-Square Change (p<0.05).
63
Tabel 4.7
Tabel Proporsi Varians Untuk masing-masing Independent Variable
Model R R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R
Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig. F
Change
1 .172 .030 .025 8.81264 .030 6.101 1 199 .014
2 .173 .030 .020 8.83388 .000 .044 1 198 .834
3 .385 .148 .135 8.30045 .118 27.267 1 197 .000
4 .388 .150 .133 8.30971 .002 .561 1 196 .455
5 .491 .241 .222 7.87411 .091 23.286 1 195 .000
6 .617 .268 .245 7.75387 .027 7.095 1 194 .008
7 .519 .269 .242 7.76791 .001 .299 1 193 .585
Pada tabel 4.7 dapat dijelaskan informasi sebagai berikut:
1. Variabel self-concept akademik memiliki nilai R Square change sebesar 0,030 atau
memberikan kontribusi sebesar 3% terhadap bullying. Kontribusi tersebut
signifikan secara statistik dengan sig F Change = 0,014 (p<0.05).
2. Variabel self-concept sosial memiliki nilai R Square change sebesar 0,000 atau
memberikan kontribusi sebesar 0% terhadap bullying. Artinya, dimensi ini tidak
memberikan kontribusi terhadap bullying. Kontribusi tersebut tidak signifikan
secara statistik dengan sig F Change = 0,834(p>0.05).
3. Variabel self-concept emosi memiliki nilai R Square change sebesar 0,118 atau
memberikan kontribusi sebesar 11,8% terhadap bullying. Kontribusi tersebut
signifikan secara statistik dengan sig F Change = 0,000 (p<0.05).
4. Variabel self-concept fisik memiliki nilai R Square change sebesar 0,002 atau
memberikan kontribusi sebesar 0,2% terhadap bullying. Kontribusi tersebut tidak
signifikan secara statistik dengan sig F Change = 0,455 (p>0.05).
64
5. Variabel school safety memiliki nilai R Square change sebesar 0,091 atau
memberikan kontribusi sebesar 9,1% terhadap bullying. Kontribusi tersebut
signifikan secara statistik dengan sig F Change = 0,000 (p<0.05).
6. Variabel social relationship memiliki nilai R Square change sebesar 0,027 atau
memberikan kontribusi sebesar 2,7% terhadap bullying. Kontribusi tersebut
signifikan secara statistik dengan sig F Change = 0,008 (p<0.05).
7. Variabel school connectedness memiliki nilai R Square change sebesar 0,001 atau
memberikan kontribusi sebesar 0,1% terhadap bullying. Kontribusi tersebut tidak
signifikan secara statistik dengan sig F Change = 0,585 (p>0.05).
65
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian terhadap hipotesis, maka kesimpulan
yang didapat bahwa terdapat pengaruh negatif yang signifikan dari self-concept dan
school climate terhadap berperilaku bullying. Dengan kata lain, semakin positif self-
concept dan school climate suatu sekolah maka semakin rendah seseorang berperilaku
bullying atau sebaliknya semakin negatif self-concept dan school climate maka
semakin tinggi untuk berperilaku bullying.
Hasil uji hipotesi minor yang menguji masing-masing koefisien regresi
terhadap bullying menunjukkan terdapat tiga variabel yang pengaruhnya signifikan
yaitu emosi, school safety dan social relationship. Sehingga pengaruh dari kedua
variabel terhadap bullying menunjukkan angka 26,9%, dapat disimpulkan bahwa masih
banyak faktor lain yang berpengaruh besar terhadap berperilaku bullying selain
variabel self-concept dan school climate.
5.2 Diskusi
Berdasarkan uraian penulis diatas, adanya pengaruh school climate dan self-concept
terhadap berperilaku bullying mengarah pada tanda negatif, hal ini berarti rendahnya
school climate dan self-concept seseorang berpengaruh terhadap tingginya berperilaku
bullying anak-anak sekolah dasar khususnya pada tahap kanak-kanak akhir.
Brooks dan Emmart (dalam Agustiani, 2013) menyebutkan self-concept negatif
dapat ditandai ketika seseorang mudah marah ketika dikritik, responsif terhadap pujian,
66
dan bersikap hipekritis dengan mengeluh, mencela, dan meremehkan siapapun.
Mengacu pada penelitian terdahulunya oleh Houbre, Tarquinio, dan Lanfranchi (dalam
Roeleveld, 2011) mengenai bullying dan self-concept, mengatakan bahwa self-concept
yang negatif akan menyebabkan seseorang untuk berperilaku bullying. Houbre (dalam
Roeleveld, 2011) juga mengatakan bullies atau pelaku bully datang dari orang yang
memiliki masalah dalam self-concept-nya atau yang disebut self-concept negatif.
Sejalan dengan teori yang dikemukakan Gage dan Larson (2014) bahwa ada
pengaruh dari school climate terhadap bullying, khususnya dalam pengaruh yang
positif. Mereka mengatakan school climate yang positif akan berdampak semakin
rendahnya perilaku bullying dikalangan siswa sekolah, hal ini berarti berlaku juga
terhadap school climate yang negatif. School climate yang negatif akan meningkatkan
kuantitas dari siswa sekolah untuk berperilaku bullying.
Dari beberapa pernyataan penelitian terdahulu, hal tersebut sejalan dengan
hipotesis dari penelitian ini, yaitu adanya pengaruh dari self-concept dan school climate
terhadap berperilaku bullying di masa kanak-kanak akhir. Beberapa dimensi yang
berpengaruh signifikan yaitu, dimensi emosi dari variabel self-concept, serta dimensi
school safety dan social relationship dari variabel school climate.
Emosi dari variabel self-concept juga terbukti secara signifikan mempengaruhi
seseorang berperilaku bullying. Menurut Committee for Children (2012) menjelaskan
managemen emosi adalah kemampuan dalam mengatur emosi yang kuat dan
menurunkannya ketika berlebih, artinya emosi merupakan kemampuan penting dalam
membangun hubungan yang positif dengan sesama. Seorang siswa yang mampu
67
mengendalikan emosinya berupa sedih, marah, kesal, senang dapat menjaga diri dari
perilaku yang dirasa akan merugikan dirinya dan lingkungannya. Tetapi, jika seorang
siswa itu tidak memahami bagaimana mengontrol emosinya ketika kesal, marah, dan
sedih maka siswa tersebut akan melampiaskan kepada teman yang dia tidak suka
sehingga mengarah pada tindak perilaku bullying.
School safety dari komponen school climate menggambarkan bahwa siswa
yang merasa tidak nyaman dengan sekolahnya, berupa fasilitas yang kurang memadai
dan peraturan-peraturan sekolah yang tidak terlaksana dapat memunculkan perilaku
bullying di kalangan para siswa. Buhs dan Ladd (dalam Carrol-Lind, 2009) mengatakan
anak-anak yang menerima lingkungan sekolah yang buruk akan menghasilkan bullying
dan perilaku membolos yang sering serta performa yang buruk ketika di sekolah. Anak-
anak yang melihat situasi lingkungannya baik, mereka akan belajar dan meniru
bagaimana suatu lingkungan yang baik akan memunculkan perilaku yang baik juga.
Sebaliknya jika lingkungannya kurang kondusif akan memunculkan perilaku yang
tidak baik.
Social relationship merupakan interaksi dan hubungan antara guru dan siswa
menjadi penentu bagaimana membentuk sikap seorang siswa terhadap orang lain.
Dalam sebuah sekolah guru adalah orang tua yang mencontohkan anak didiknya untuk
berperilaku, ketika guru berperilaku kepada siswanya dengan contoh yang baik akan
mengajarkan pada siswa untuk berperilaku baik juga. Namun, ketika perilaku yang
dilakukan guru terhadap siswa tidak baik, maka siswa menirunya juga. Hal ini yang
68
menjadikan kompenen social relationship berpengaruh signifikan terhadap berperilaku
bullying.
Tidak terlepas dari keterbatasan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, masih
banyak keterbatasan dari penelitian yang dilakukan. Terbukti dari kecilnya angka
pengaruh dari variabel yang penulis uji, sehingga penulis menyimpulkan masih banyak
variabel lain atau faktor lain yang memiliki pengaruh besar selain school climate dan
self-concept ini.
5.3 Saran
5.3.1 Saran Teoritis
1. Persentase pengaruh self-concept dan school climate terhadap bullying yang
terbilang kecil, penulis menyarankan mencari variabel lain yang berpengaruh besar
terhadap bullying. Disebutkan oleh Cook, Williams, Geurra, Kim, dan Sadek
(2010) terdapat faktor lain yang mempengaruhi bullying selain dari self-concept
dan school climate yang telah di uji disini. Faktor-faktor tersebut mencakup
individual dan kontekstual yaitu Individual predictor: Social Competence,
Externalizing behavior, Internalizing behavior, Other-related cognitions, dan
Academic performance. Serta Contextual predictor: Community Factor, Peer
status, Family/home environment, dan Peer influence.
2. Untuk penelitian kedepan disarankan untuk mengkaji bullying tidak hanya dari
kalangan siswa kepada teman sebaya, perilaku bullying yang mungkin dilakukan
guru atau pihak sekolah kepada siswa dari yang sengaja maupun tidak sengaja perlu
dikaji mendalam.
69
5.3.2 Saran Praktis
1. Bagi wali kelas dari setiap kelas mampu menerapkan manajemen emosi kepada
siswa-siswi nya. Bentuk dalam mengelola emosi seperti menamai emosi negatif
yang keluar, seperti tegang, cemas, sakit hati, marah dan sebagainya. Dengan cara
ini akan mengubah suatu perasaan yang tidak jelas, menakutkan dan tidak nyaman
menjadi sesuatu yang dapat dirumuskan, mempunyai batas-batas, serta merupakan
hal yang wajar dalam kehidupan sehari-hari.
2. Guru kelas perlu mengajak siswanya berkomunikasi dengan baik, mendengarkan
keluh kesah siswa yang sedang bermasalah, peka terhadap kualitas belajar siswa
yang naik atau turun, tegas dalam bersikap dihadapan siswa, serta saling tegur dan
sapa ketika guru dan siswa bertemu dimana pun. Solusi lainnya dengan
mengadakan guru bimbingan konseling di dalam sistem pengajaran. Dengan
adanya guru BK, anak-anak bisa berkonsultasi langsung dengan guru perihal
masalah yang dihadapinya.
3. Kebutuhan akan keamanan perlu ditingkatkan oleh pihak sekolah. Pihak sekolah
harus mampu membuat lingkungan belajar yang nyaman dengan cara membangun
fasilitas sekolah untuk menunjang kebutuhan belajar para siswa serta merawat
fasilitas sekolah yang telah ada.
4. Guru juga perlu mengetahui dan mempelajari mengenai bullying serta dampak
yang akan ditimbulkannya. Seminar atau presentasi dari KPAI (Komisi
Perlindungan Anak Indonesia) perlu diadakan dan mengikut sertakan guru dan
orang tua siswa guna mencegah ‘buta’ bullying dari lingkungan sekolah.
70
DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, Hendriati (2006). Psikologi perkembangan; pendekatan ekologi
kaitannya dengan konsep diri dan penyesuaian diri pada remaja.
Bandung: PT Refika Aditama.
Aldridge, J., & Ala'l, K. (2013). Assessing students's views of school climate:
developing and validating the what's happening in this school?
(WHITS) questionnaire. Improving Schools. 16, 47-66.
Anderson, C. S. (1986). The search for school climate: a review of the research.
Review of Educational Research. 52, 368-420.
Banks, R. (1997).Bullying in school. Di unduh pada tanggal 21 agustus 2015 pada
pukul 20.00. ERIC Digest : www.eric.ed.gov
Baumeister, R. F. (1997). Self-concept, self-esteem, and identity. The Scientific
Journal Self and Identity. 9, 246-280.
Blood, G. W., & Blood, I. M. (2004). Bullying in adolescents who stutter :
communicative competence and self-esteem. Comtemporary Issues in
Communication Science and Disorders. 31, 69-79.
Byrne, B. M. (1996). Measuring self-concept across the life span. Washington:
The American Psychological Association.
Carrol-Lind, J. (2009). School safety: an inquiry into the safety of studdents at
school. Wellington: Office of the Children's Commisioner.
Calhoun, J. F & Acocella. (1990). Psikologi tentang penyesuaian dan hubungan
kemanusiaan 3th
ed (terj). Semarang: IKIP Semarang Press.
Cherry, K. (2014). What is self-soncept?. Di unduh pada tanggal 15 januari 2016
pada pukul 20.30 WIB dari
http://psychology.about.com/od/sindex/f/self-concept.html
Cook, C. R., Williams, K. R., Guerra, N. G., Kim, T. E., & Sadek, S. (2010).
Predictors of bullying and victimization in childhood and adolescence:
a meta-analitic investigation. School Psychology Quarlely. 25,65-83.
Committee for Children. (2012). Second step program: bullying prevention in
schools starts with social-emotional learning. Di unduh pada tanggal 4
april 2016 pada pukul 21.00 dari www.cfchildren.org/second-step
DeWitt, P., & Slade, S. (2014). School climate change: how do i build a positive
environment for learning . Alexandria: ASDC Arias.
71
Espelage, D. L., Holt, M. K., & Poteat, V. P. (2010). Individual and contextual
influences on bullying. In J. L. Meece, & J. S. Eccles, Handbook of
Research on Schools, Schooling, and Human Development 146-159.
New York: Routledge.
Fekkes, M., Pijpers , F. I., Fredicks, A. M., Vogels, T., & Vanhorick, S. P. (2006).
Do bullied children get ill or do ill children get bullied? a prospective
cohort study on the relationship between bullying and health-related
symptoms. Pediatrics. 10, 1568-1574.
Firmansyah, T. (2014). Aduan bullying tertinggi. Di unduh pada tanggal 20
desember 2015 pada pukul 21.00 WIB dari
http://www.republika.co.id/berita/koran/halaman-1/14/10/15/ndh4sp-
aduan-bullying-tertinggi
Freiberg, H. J. (1999). School climate: measuring, improving and sustaining
healthy learning environments. London: Falmer Press.
Gage, L. A., & Larson, A. (2014). School climate and bullying victimization: a
latent class growth model analysis. School Psychology Quarterly. 29,
256-271.
Hanish, L. D., & Guerra, N. G. (2004). Aggressive victims, passive victims, and
bullies: developmental continuity or developmental change?. Merrill-
Palmer Quaterly. 50, 17-38.
Harris, S., & Petrie, G. F. (2003). Bullying: the bullies, the victims, the bystanders.
Lanham, Maryland, and Oxford: The Scarecrow Press.
Hertinjung, W. S. (2013). Bentuk-bentuk perilaku bullying di sekolah dasar.
Prosiding Seminar Nasional Parenting. 7, 450-458.
Haryadi, Soegeng. (2014). Siswi SD korban bullying diancam dibunuh. Di unduh
pada tanggal 12 mei 2016 pada pukul 14.00 WIB dari
http://palembang.tribunnews.com/2014/12/15/siswi-sd-korban-
bullying-diancam-dibunuh
Howe, C. (2010). Peer groups and children's development. West Sussex: Wiley-
Blackwell.
Hurlock, E. B. (1980). Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan. (R. M. Sijabat, Ed., Istiwidayanti, & Soedjarwo,
Trans.) Jakarta: Penerbit Erlangga.
72
Kassabri, M. K., Benbeneshty, R., & Astor, R. A. (2005). The effect of school
climate, socioeconomics, and cultural factors on student victimization
in Israel. Social Work Research. 29, 165-180.
Kim, S.-J. (2006). A study of personal and environmental factors influencing
bullying. Munchen: Ludwig Maximilians Universität.
KPAI. (2015). Bank data perlindungan anak. Di unduh tanggal 12 mei 2016 pada
pukul 14.00 WIB dari http://bankdata.kpai.go.id/terpilah_kpai.php
La Fontaine, J. (1991). Bullying: the child's view. London: Calouste Gulbenkian
Foundation.
Losey, B. (2011). Bullying, suicide, and homicide. New York: Taylor & Francis
Loukas, A. (2007). What is school climate? Austin: NAESP.
Magfirah, U., & Rachmawati, M. A. (2010). Hubungan antara iklim sekolah
dengan kecenderungan perilaku bullying. Fakultas Psikologi dan Ilmu
Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia. 2, 1-10
McLeod, S. (2008). Self-concept. Di unduh pada tanggal 15 januari 2016 pada
pukul 20.00 dari http://www.simplypsychology.org/self-concept.html
Meisa, Muhammad. (2015). Siswa SD di tangerang jadi korban bullying teman
sekolahnya. Diunduh pada tanggal 12 mei 2016 pada pukul 15.00 WIB
dari http://majalahkartini.co.id/berita/siswa-sd-di-tangerang-jadi-
korban-bullying-teman-sekolahnya
O'Brennan, L., Bradshaw, C., & Hopkins, J. (2013). Importance of school climate.
New York: National Educational Association.
Olweus, D. (1993). Bullying at school : what we know and what we can do.
Australia: Blackwell Publishing
Olweus, D. (2003). A profile of bullying at school. Bullying: A Research Project.
20, 48-55.
Olweus, D. (2011). Bullying at school and later criminality: findings from three
sweedish community samples of males. Criminal Behaviour and
Mental Health. 21, 151-156.
Rigby, K. (2003). Stop the bullying. Victoria: Australian Council for Educational.
73
Rigby, K. (2007). Bullying in schools: and what to about it. Victoria: ACER press.
Roberts, J. L. (2007). Student's perception of school climate. New York:
Rochester Institute of Technology.
Roeleveld, W. (2011). The relationship between bullying and the self-concept of
children. Social Cosmos. 10, 111-116.
Rubin, K. H., Bukowski, w., & Parker, J. (2004). Peer interactions, relationship,
and groups. The National Institute of Mental Health. 21, 571-645
Salmivalli, C. (2009). Bullying and the peer group: a review. Aggression and
Violent Behavior. 15, 112-120.
Sampson, R. (2002). Bullying in School. Washington D.C: U.S Department of
Justice.
Santrock, J. W. (2004). Child development. New York: MCGraw-Hill.
Santrock, J. W. (2012). Life span development. New York: McGraw-Hill.
Sergiovanni, T. J. (1991). The importance of school climate and culture. The
Principalship: A Reflective Practice Perspective. 25, 215-228.
Shavelson, R. J., Bolus, R. (1981). Self-concept: the interplay of theory and
methods. Journal of Educational Psychology. 74, 3-17
Shavelson, R.J., Hubner, J.J., & Stanton, G.C. (1976). Self-concept: validation of
construct interpretations. Review of Educational Research. 46, 407-441.
Storey, K., Slaby, R., Adler, M., Minotti, J., & Katz, R. (2008). Eyes on bullying:
what can you do? Waltham: Educational Development Center.
Sudiaman, Maman. (2014). Inilah kronologi kasus bully anak SD di bukittinggi.
Di unduh pada tanggal 12 mei 2016 pada pukul 14.30 WIB dari
http://republika.co.id/berita/nasional/daerah/14/10/12/ndbsmg-inilah-
kronologi-kasus-bully-anak-sd-di-bukittinggi
Sumandoyo, A. (2012). Bullying di don bosco diduga didalangi alumni. Di unduh
pada tanggal 15 januari 2016 pada pukul 20.00 WIB dari
http://www.merdeka.com/jakarta/bullying-di-don-bosco-diduga-
didalangi-alumni.html
Woolley, M. E. (2006). Advancing a positive school slimate for Students,
families, and staff. In C. Franklin, M. B. Harris, & P. Allen-Meares, The
74
School Service Sourcebook : A Guide for School-Based Professionals.
New York: Oxford University Press.
Yanico, B., & Lu, T. G. (2000). A psychometric evaluation of the six-factor self-
concept scale in a sample of racial/ethnic minority women. Educational
and Psychological Measurement. 60, 86-89.
75
LAMPIRAN
1. Lampiran Skala
Kuesioner Penelitian Perilaku Bullying di Sekolah
Selamat Pagi/Siang..
Hai adik-adik,, perkenalkan nama kakak Aziz. Saat ini kakak sedang melakukan
penelitian untuk tugas akhir kakak. Nah, untuk itu kakak perlu bantuan adik-adik semua
nih. Adik-adik hanya perlu menyilang pernyataan yang ada di bawah ini. Disini
jawabannya tidak ada yang benar ataupun salah lhoo.. Isi sesuai dengan apa yang adik-
adik rasakan ya..
Terima Kasih.. ^_^
Selamat mengerjakan.
Data Diri Siswa
Nama :
Jenis Kelamin :
Usia :
Kelas :
Petunjuk Pengisian
S : Sering
KK : Kadang-kadang
J : Jarang
TP : Tidak Pernah
76
Contoh:
Jika jawaban Kalian Sering:
No Pernyataan S KK J TP
1. Saya masuk kelas tepat waktu X
Skala Bullying
No. Pernyataan S KK J TP
1 Saya memanggil teman dengan sebutan-sebutan
jelek
2 Saya berkata kepada teman dengan lembut dan
sopan
3 Saya mengejek apabila ada teman yang bodoh
atau lemah
4 Saya menceritakan kejelekan seseorang
walaupun tidak benar
5 Saya suka menyebarkan isu/gossip
6 Saya mengucilkan/menghina teman yang tidak
saya suka
77
7 Saya suka menggoda teman dan
mempermalukannya didepan orang banyak
8 Saya memukul orang yang tidak saya sukai
9 Saya memisahkan teman bila ada perkelahian
10 Saya menyuruh teman untuk memukuli orang
yang tidak saya sukai
11 Saya merusak barang teman secara sengaja
12 Saya merasa bersalah bila merusak barang milik
siswa lain
13 Saya mengajak berkelahi kepada orang yang saya
anggap lemah
14 Saya merasa bersalah jika mengancam siswa lain
15 Saya sengaja “memeluk” teman lawan jenis saya
16 Saya menarik rok/celana teman lawan jenis
17 Saya tidak segan meneror teman dengan pesan di
berbagai media social (facebook,twitter,
Instagram, dll)
18 Saya men-“tag”/ memberi label hal-hal jelek ke
akun teman yang tidak saya suka
78
19 Saya menjauhkan teman dari kelompok agar
tertekan
Skala School Climate
No Pernyataan S KK J TP
1 Sekolah saya bersih dan terawat
2 Saya jengkel dengan sekolah saya karena terlihat
kumuh
3 Sekolah saya memiliki fasilitas yang memadai
seperti ruang kesehatan/UKS, ruang Komputer,
dan lain sebagainya
4 Ketika toilet siswa rusak, pihak sekolah lama
untuk memperbaikinya
5 Guru menasehati saya ketika berbuat salah
6 Guru mencuekkan saya saat saya dikasari teman
7 Saya melihat guru pernah bertindak kasar kepada
murid
8 Suasana kelas selalu ribut ketika guru keluar
sebentar
79
9 Menurut saya, guru adalah contoh tauladan yang
harus saya ikuti
10 Di dalam atau di luar sekolah ketika bertemu guru
saya mempraktekkan 3S (Senyum, Sapa, Salam)
11 Guru memberikan senyuman ketika saya menyapa
12 Saya mengalihkan pandangan dari guru saat
berpapasan di koridor sekolah
13 Di sekolah saya, hukuman diberikan pada murid
yang melanggar peraturan sekolah
14 Saya sering tidak mematuhi peraturan sekolah
15 Saya sering kesal dengan pihak sekolah karena
peraturan yang di buat tidak berlaku untuk guru
16 Ketika pelajaran dimulai, guru selalu datang tepat
waktu
Skala Self-Concept
No Pernyataan S KK J TP
1 Saya bisa mengikuti pelajaran dengan mudah
2 Saya sering kali lupa akan apa yang telah saya
pelajari
80
3 Saya sering mengerjakan PR tanpa disuruh orang
tua
4 Saya belajar sungguh-sungguh ketika ujian
datang
5 Saya menghargai pendapat teman saya
6 Saya tidak suka jika ada yang mengkritik saya
7 Saya tidak disukai oleh teman sekelas
8 Jika saya sakit, teman-teman mengkhawatirkan
saya
9 Saya marah jika dikritik teman
10 Saya tidak bisa menahan amarah
11 Saya akan terus mengingat perlakuan buruk yang
dilakukan teman terhadap saya
12 Jika kelompok saya ditegur, saya tidak akan
menyalahkan teman
81
13 Dalam pelajaran olah raga, saya ahlinya
14 Saya tidak berbakat dalam berolah raga
15 Saya menginginkan penampilan seperti teman
saya
16 Saya senang dengan tubuh yang saya miliki
82
2. Lampiran Hasil Lisrell
2.1. Output CFA Bullying
UJI VALIDITAS KONSTRUK BULLYING
DA NI=19 NO=201 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19
PM SY FI=BULLY.COR
MO NX=19 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
BULLYING
FR LX1 1 LX2 1 LX3 1 LX4 1 LX5 1 LX6 1 LX7 1 LX8 1 LX9 1 LX10 1 LX11 1 LX12 1 LX13 1
LX14 1 LX15 1 LX16 1 LX17 1 LX18 1 LX19 1
FR TD 14 12 TD 5 4 TD 16 5 TD 16 15 TD 17 2 TD 16 6 TD 15 3 TD 18 6 TD 16 8 TD 14 5 TD 13 5
TD 16 12 TD 12 9 TD 13 1 TD 6 3 TD 16 10 TD 16 14 TD 17 14 TD 16 2 TD 4 2 TD 18 7 TD 13 3
TD 18 9 TD 14 9 TD 10 9 TD 9 5 TD 16 9 TD 9 7 TD 17 12 TD 15 4 TD 17 15 TD 9 2 TD 18 17 TD
18 15 TD 19 17 TD 13 12 TD 19 12 TD 16 11 TD 11 6 TD 11 5 TD 19 11 TD 11 7 TD 13 11 TD 10 1
TD 18 1 TD 10 6 TD 10 3 TD 9 8 TD 15 1 TD 16 1 TD 7 6 TD 14 7 TD 16 7 TD 12 4 TD 19 5
PD
OU TV SS MI AD=OFF
83
84
2.2. Output CFA Self-concept Akademik
UJI VALIDITAS KONSTRUK AKADEMIK
DA NI=4 NO=201 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=AKADEMIK.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=SY TD=SY
LK
AKADEM
FR LX1 1 LX2 1 LX3 1 LX4 1
FR TD 4 2
PD
OU TV SS MI
85
2.3.Output CFA self- concept Sosial
UJI VALIDITAS SOSIAL
DA NI=4 NO=201 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=SOS.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
SOSIAL
FR LX1 1 LX2 1 LX3 1 LX4 1
FR TD 3 1
VA 0.07 TD 1 1
FI TD 1 1
PD
OU TV SS MI
86
2.4. Output CFA Self- concept Emosi
UJI VALIDITAS EMOSI
DA NI=4 NO=201 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=EMOSI.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
EMOSI
FR LX1 1 LX2 1 LX3 1 LX4 1
FR TD 3 1
VA 0.07 TD 1 1
FI TD 1 1
PD
OU TV SS MI
87
2.5. Output CFA self- concept Fisik
UJI VALIDITAS FISIK
DA NI=4 NO=201 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=FISIK.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
FISIK
FR LX1 1 LX2 1 LX3 1 LX4 1
FR TD 3 1
VA 0.07 TD 1 1
FI TD 1 1
PD
OU TV SS MI
88
2.6. Output CFA School Safety
UJI VALIDITAS SAFETY
DA NI=8 NO=201 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8
PM SY FI=SAFE.COR
MO NX=8 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
SAFETY
FR LX1 1 LX2 1 LX3 1 LX4 1 LX5 1 LX6 1 LX7 1 LX8 1
FR TD 3 1 TD 6 4 TD 8 5
PD
OU TV SS MI
89
2.7. Outpuy CFA Social Relationship
UJI SISOL
DA NI=4 NO=201 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=SI.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR
LK
SISOL
FR LX1 1 LX2 1 LX3 1 LX4 1
PD
OU TV SS MI
90
2.8. Output CFA School Connectedness
UJI VALIDITAS SCHOOL CONNECTED
DA NI=4 NO=201 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=SAFE.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR
LK
CONNECT
FR LX1 1 LX2 1 LX3 1 LX4 1
PD
OU TV SS MI
91
3. Lampiran hasil uji hipotesis (output SPSS)
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance
Bullying 201 38.79 83.49 50.0000 8.92432 79.644
Akademik 201 29.91 55.91 50.0000 6.98360 48.771
sosial 201 16.16 58.37 50.0000 7.80620 60.937
Emosi 201 34.19 60.89 50.0000 7.11325 50.598
Fisik 201 34.42 59.60 50.0000 6.66748 44.455
Safety 201 28.23 61.01 50.0000 7.75717 60.174
Relationship 201 8.50 55.40 50.0000 7.52258 56.589
Connect 201 11.39 58.74 50.0000 7.74232 59.943
Valid N (listwise) 201
Model Summary
Model R R
Square
Adjusted
R
Square
Std. Error of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig. F
Change
1 .519a .269 .242 7.76791 .269 10.140 7 193 .000
a. Predictors: (Constant), Connect, Safety, Relationship, sosial, Fisik, Akademik, Emosi
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 4283.010 7 611.859 10.140 .000b
Residual 11645.695 193 60.340
Total 15928.705 200
a. Dependent Variable: T.Bullying
b. Predictors: (Constant), T.Connect, T.Safety, T.Relationship, T.sosial, T.Fisik, T.Akademik,
T.Emosi
92
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 97.581 8.821 11.062 .000
Akademik -.024 .084 -.018 -.282 .778
sosial -.012 .072 -.010 -.161 .873
Emosi -.282 .085 -.225 -3.337 .001
Fisik -.017 .085 -.013 -.203 .840
Safety -.380 .081 -.331 -4.716 .000
Relationship -.198 .076 -.167 -2.613 .010
Connect -.040 .072 -.034 -.547 .585
a. Dependent Variable: T.Bullying
Model Summary
Model R R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig. F
Change
1 .172a .030 .025 8.81264 .030 6.101 1 199 .014
2 .173b .030 .020 8.83388 .000 .044 1 198 .834
3 .385c .148 .135 8.30045 .118 27.267 1 197 .000
4 .388d .150 .133 8.30971 .002 .561 1 196 .455
5 .491e .241 .222 7.87411 .091 23.286 1 195 .000
6 .517f .268 .245 7.75387 .027 7.095 1 194 .008
7 .519g .269 .242 7.76791 .001 .299 1 193 .585
a. Predictors: (Constant), Akademik
b. Predictors: (Constant), Akademik, sosial
c. Predictors: (Constant), Akademik, sosial, Emosi
d. Predictors: (Constant), Akademik, sosial, Emosi, Fisik
e. Predictors: (Constant), Akademik, sosial, Emosi, Fisik, Safety
f. Predictors: (Constant), Akademik, sosial, Emosi, Fisik, Safety, Relationship
g. Predictors: (Constant), Akademik, sosial, Emosi, Fisik, Safety, Relationship, Connect