pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat ump terhadap tingkat kemiskinan provinsi riau

49
A. PENGARUH TINGKAT PENGANGGURAN DAN TINGKAT UPAH MINIMUM PROVINSI TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI RIAU B. LATAR BELAKANG MASALAH Untuk mengatasi permasalah pembangunan dan sosial kemasyarakatan seperti kemiskinan, pembangunan ekonomi dapat dilaksanakan dengan mewujudkan kemakmuran masyarakat melalui pengambangan perekonomian dengan cara menyelesaikan permasalahan yang ada seperti menciptakan lapangan kerja. Kemiskinan merupakan masalah yang diakibatkan oleh kondisi nasional suatu negara dan situasi global yang sedang berlangsung. Menurut Todaro (2000), bahwa pandangan ekonomi baru menganggap tujuan utama pembangunan ekonomi bukan hanya pertumbuhan PDB semata, tapi juga pengentasan kemiskinan, penanggulangan ketimpangan pendapatan dan penyediaan lapangan kerja dalam konteks perekonomian yang terus berkembang. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa kemiskinan menjadi salah satu masalah yang harus diatasi dalam konteks pembangunan ekonomi sesuai pandangan ekonomi baru. Keberhasilan suatu perekonomian 1

Upload: vinny-ariva

Post on 29-Nov-2014

4.183 views

Category:

Education


5 download

DESCRIPTION

Contoh Proposal skripsi

TRANSCRIPT

Page 1: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

A. PENGARUH TINGKAT PENGANGGURAN DAN TINGKAT UPAH MINIMUM PROVINSI TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI RIAU

B. LATAR BELAKANG MASALAH

Untuk mengatasi permasalah pembangunan dan sosial kemasyarakatan

seperti kemiskinan, pembangunan ekonomi dapat dilaksanakan dengan

mewujudkan kemakmuran masyarakat melalui pengambangan perekonomian

dengan cara menyelesaikan permasalahan yang ada seperti menciptakan lapangan

kerja. Kemiskinan merupakan masalah yang diakibatkan oleh kondisi nasional

suatu negara dan situasi global yang sedang berlangsung.

Menurut Todaro (2000), bahwa pandangan ekonomi baru menganggap

tujuan utama pembangunan ekonomi bukan hanya pertumbuhan PDB semata, tapi

juga pengentasan kemiskinan, penanggulangan ketimpangan pendapatan dan

penyediaan lapangan kerja dalam konteks perekonomian yang terus berkembang.

Hal tersebut dapat dimaknai bahwa kemiskinan menjadi salah satu masalah yang

harus diatasi dalam konteks pembangunan ekonomi sesuai pandangan ekonomi

baru. Keberhasilan suatu perekonomian tidak lagi hanya diukur melalui

peningkatan PDB, melainkan juga kemampuan suatu negara dalam mengatasi

masalah kemiskinan.

Globalisasi ekonomi dan bertambahnya ketergantungan antar negara, tidak

hanya merupakan tantangan dan kesempatan bagi pertumbuhan ekonomi dan

pembangunan suatu negara, tetapi juga mengandung resiko dan ketidakpastian

masa depan perekonomian dunia sehingga dapat mempengaruhi tingkat

kemiskinan disuatu wilayah.

1

Page 2: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi

utama suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan

peningkatan kesejahteraan. Karena jumlah penduduk bertambah setiap tahun yang

dengan sendirinya kebutuhan konsumsi sehari-hari juga bertambah setiap tahun,

maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun (Tulus T.H.

Tambunan,2009).

Pembangunan merupakan syarat mutlak bagi kelangsungan hidup suatu

negara. Menciptakan pembangunan yang berkesinambungan adalah hal penting

yang harus dilakukan oleh sebuah Negara dengan tujuan untuk menciptakan

kondisi bagi masyarakat untuk dapat menikmati lingkungan yang menunjang bagi

hidup sehat, umur panjang dan menjalankan kehidupan yang produktif.

Lanjouw dalam Ginting, dalam jurnal Deni Mirza (2012) menyatakan

pembangunan manusia di Indonesia adalah identik dengan pengurangan kemiski-

nan. Investasi di bidang pendidikan dan kesehatan akan lebih berarti bagi

penduduk miskin dibandingkan penduduk tidak miskin, karena aset utama

penduduk miskin adalah tenaga kasar mereka. Tersedianya fasilitas pendidikan

dan kesehatan murah akan sangat membantu untuk meningkatkan produktifitas,

dan pada gilirannya meningkatkan pendapatan. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa pembangunan manusia belum secara optimal dilakukan karena hanya

terfokus pada pengurangan kemiskinan,

Kemiskinan merupakan gambaran kehidupan negara berkembang, salah

satunya Indonesia. Seperti yang telah banyak diketahui, telah banyak kebijakan

dan program-program pemerintah untuk mengatasi kemiskinan namun tetap saja

2

Page 3: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

penanggulangan kemiskinan tidak sesuai harapan karena terkendala dengan

kondisi masyarakat yang ada.

Bicara tentang kemiskinan, pada dasarnya dapat didefinisikan secara

sederhana maupun dalam arti luas. Dalam pengertian yang sederhana kemiskinan

dapat diterangkan sebagai kurangnya pemilikan materi atau ketidakcukupan

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sementara itu dalam arti yang lebih

luas kemiskinan dapat meliputi ketidakcukupan yang lain seperti rendahnya

tingkat pendidikan, rendahnya kesempatan kerja dan berusaha, keterbatasan akses

terhadap berbagai hal, dan lain-lain.

Karakteristik penduduk miskin secara lebih spesifik, di antaranya dicirikan

oleh beberapa hal sebagai berikut : (a) masyarakat miskin sebagian besar tinggal

di pedesaan dengan mata pencaharian dominan berusaha sendiri di sektor

pertanian (60,0 %); (b) sebagian besar (60 %) penduduk berpenghasilan rendah

mengkonsumsi energi kurang dari 2.100 kkal/ hari; (c) berdasarkan indikator

silang proporsi pengeluaran pangan (> 60 %) dan kecukupan gizi (energi < 80%),

diperoleh proporsi rumah tangga rawan pangan nasional mencapai sekitar 30,0 %;

dan (d) penduduk miskin dengan tingkat SDM yang rendah, umumnya tinggal di

wilayah dengan karakteristik marjinal, dukungan infrastruktur terbatas, dan

tingkat adopsi teknologi rendah (Asiah Hamzah, 2012).

Dari sekian banyak penduduk miskin, masyarakat yang berprofesi sebagai

petani merupakan jumlah terbanyak dari kelompok masyarakat miskin. Data

statistik indonesia tahun 2010 menunjukkan bahwa penduduk miskin berjumlah

31 juta jiwa dengan jumlah perkotaan 11 juta jiwa dan pedesaan yang mayoritas

masyarakatnya berprofesi sebagai petani sebanyak 19 juta jiwa. Kondisi ini

3

Page 4: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

disebabkan oleh faktor penduduk desanya yang mengalami ketidakmerataan

pendistribusian hasil-hasil pembangunan, selain itu kemisinan di pedesaan juga

merupakan sikap mental penduduknya yang mengalami kemiskinan alamiah dan

kultural, keadaan ini dapat dilihat dari ketidakberdayaan mereka dalam

penguasaan modal, keterampilan, teknologi serta hambatan struktur yang

membuat mereka berada dalam lingkaran kemiskinan yang tidak ada ujungnya

selama turun-temurun.

Kemiskinan berpengaruh besar terhadap angka pengangguran. Salah satu

cara untuk keluar dari lingkaran kemiskinan adalah dengan menawarkan diri

untuk masuk kedalam pasar kerja, dengan bergabungnya seseorang dalam pasar

kerja tentu saja kesejahteraan seseorang tersebut meningkat, sehingga seseorang

tersebut bebas dari kemiskinan.

Secara umum pengertian pengangguran adalah seseorang yang tidak

memiliki pekerjaan atau sedang mencari kerja dan belum memiliki pekerjaan.

Pengangguran merupakan salah satu masalah pembangunan ekonomi yang

dialami oleh banyak negara berkembang karena seperti yang kita tahu negara

berkembang mempunyai masalah dengan jumlah penduduk sehingga sering kali

negara berkembang mengalami ledakan penduduk. Kebijakan-kebijakan untuk

mengatasi ledakan penduduk sudah dilaksanakan namun tetap saja penduduk

setiap tahunnya selalu bertambah.

Adapun faktor–faktor yang mempengaruhi perluasan kesempatan kerja

antara lain: perkembangan jumlah penduduk dan angkatan kerja, pertumbuhan

ekonomi dan kebijaksanaan mengenai perluasan kesempatan kerja itu sendiri.

Namun jika perkembangan jumlah penduduk melebihi peluang kesempatan kerja

4

Page 5: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

tentu saja menyebabkan sebagian orang tidak mendapatkan pekerjaan. Tenaga

kerja merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting disamping

sumber alam, modal dan teknologi. Tenaga kerja mempunyai peranan yang sangat

penting dalam pembangunan, yaitu sebagai pelaku pembangunan.

Masalah ketenagakerjaan merupakan masalah yang begitu nyata dan dekat

dengan lingkungan kita. Bahkan, masalah ketenagakerjaan dapat menimbulkan

masalah-masalah baru di bidang ekonomi maupun nonekonomi. Tingkat

pengangguran yang tinggi menyebabkan rendahnya pendapatan yang selanjutnya

memicu munculnya kemiskinan.

Indeks kemiskinan di Provinsi Riau dan kabupaten/kota terlihat menurun

pada tahun belakangan, hal ini terlihat dari urutan 24 tahun 1999, menjadi urutan

20 tahun 2002. Keberhasilan penurunan Indeks kemiskinan di Provinsi Riau tidak

terlepas dari semakin membaiknya akses penduduk terhadap air bersih dan

fasilitas kesehatan serta adanya perbaikan gizi balita. Keberhasilan menurunkan

nilai Indeks kemiskinan di kabupaten/kota merupakan hasil dari peningkatan

penyediaan pendidikan dasar, perbaikan akses terhadap air bersih dan perbaikan

gizi balita.

Kemiskinan dari sudut pandang pendapatan tidak selalu sejalan dengan

Indeks kemiskinan, karena kedua ukuran tersebut mengukur aspek kemiskinan

yang berbeda. Kemiskinan pendapatan yang dinyatakan dalam bentuk proporsi

penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan (angka kemiskinan) mengukur

deprivasi relatif pada standar kehidupan yang sudah tercapai, sedangkan indeks

kemiskinan mengukur deprivasi yang dapat menghambat kesempatan yang

dimiliki penduduk untuk mencapai standar kehidupan yang lebih baik.

5

Page 6: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

Tabel dibawah ini menunjukkan jumlah penduduk miskin mengalami

penurunan setiap tahunnya. Menurut indikator kemiskinan BPS, terlihat pada

tahun 2002 jumlah penduduk miskin 722.410 jiwa menjadi 482.050 jiwa pada

tahun 2011, ini berarti kebijakan-kebijakan dilaksanakan dengan baik meskipun

tetap saja angka kemiskinan Provinsi Riau masih tergolong tinggi dan tidak

mendorong pembangunan lebih baik sama sekali.

Tabel B.1: Jumlah Penduduk, Jumlah Penduduk Miskin, dan Jumlah Pengangguran di Provinsi Riau Tahun 2002-2011

TahunJumlah

Penduduk (Jiwa)

Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa)

Jumlah Pengangguran Terbuka (Jiwa)

2002 4.125.295 722.410 215.1572003 4.413.432 751.300 250.2862004 4.491.393 744.400 364.5942005 4.614.930 600.400 307.8622006 4.764.205 564.900 202.3872007 4.984.304 574.500 207.1382008 5.189.154 566.700 183.5222009 5.306.533 527.500 193.5052010 5.538.367 500.300 207.2472011 5.738.543 482.050 136.222

Sumber: Riau dalam angka 2002-2011, Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/ Kota 2002-2011

Sementara pada jumlah pengangguran terbuka mengalami fluktuasi dari

tahun ke tahun. Ini dapat dilihat pada tahun 2002 angka pengangguran sebesar

215.157 jiwa dan mengalami kenaikan pada tahun berikutnya yaitu 250.286 jiwa.

Angka ini terus mengalami kenaikan hingga pada tahun 2006 mengalami

penurunan sebanyak 202.387 jiwa hingga tahun 2010 kembali angka

pengangguran kembali naik sebanyak 207.247 jiwa. Namun dari sekian tahun,

angka pengangguran yang paling besar terdapat pada tahun 2004 dimana pada

tahun tersebut tercatat sebesar 364.594 jiwa. Jumlah penduduk miskin di Provinsi

6

Page 7: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

Riau relatif besar yang tersebar pada daerah pesisir, aliran sungai, kepulauan dan

daerah pedalaman yang terisolir.

Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang

tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai

kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Dalam arti sempit kemiskinan

dapat diartikan sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin

kelangsungan hidup. Menurut BPS (2007), seseorang masuk dikategorikan miskin

jika pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan. Harga kebutuhan yang

semakin naik membuat orang berpikir bahwa jika ingin mendapatkan pekerjaan

harus dengan upah yang sesuai sehingga kebutuhannya tercukupi dan terbebas

dari kemiskinan, sehingga pemerintah menetapkan upah minimum sebagai salah

satu cara untuk menanggulangi kemiskinan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per-01/Men/1999,

Upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah

pokok termasuk tunjangan tetap. Menurut UU No. 13/2003, upah minimum

diarahkan pada pencapaian kebutuhan hidup layak dengan memperhatikan

produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Maka dari itu kebijakan upah minimum

adalah salah satu strategi pemerintah menanggulangi kemiskinan, dengan

menghitung kebutuhan dasar, seperti: pangan, sandang, dan perumahan, sekaligus

sebagai jaring pengaman sosial dengan menghitung kebutuhan pendidikan dasar

dan jasa transportasi.

Kebijakan upah minimum juga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan.

Gagasan upah minimum yang sudah dimulai dan dikembangkan sejak awal

tahun1970-an bertujuan untuk mengusahakan agar dalam jangka panjang besarnya

7

Page 8: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

upah minimum paling sedikit dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum

(KHM), sehingga diharapkan dapat menjamin tenaga kerja untuk memenuhi

kebutuhan hidup beserta keluarga dan sekaligus dapat mendorong peningkatan

produktivitas kerja dan kesejahteraan buruh (Sonny Sumarsono, 2003).

Riau merupakan salah satu provinsi dengan upah minimum yang tinggi. Ini

menjadi salah satu daya tarik para pencari kerja dari luar provinsi masuk dan

bergabung dalam pasar tenaga kerja di Provinsi Riau. kebijakan pemerintah untuk

meningkatkan upah minimum di suatu daerah akan berdampak terhadap

peningkatan upah rata-rata buruh Provinsi Riau. Semakin tinggi peningkatan upah

minimum, semakin rendah peningkatan tingkat kemiskinan di Riau.

Tabel B.2: Jumlah Upah Minimum Provinsi (UMP) Riau 2002-2011

Tahun Upah Minimum Provinsi (Rp)2002 394.0002003 437.5002004 476.9002005 551.5002006 637.0002007 710.0002008 800.0002009 901.6002010 1.016.0002011 1.120.000

Sumber: Riau Dalam Angka 2002-2011

Tingkat upah minimum meningkat dari tahun ke tahun, terlihat pada tahun

2002 sebesar Rp. 394.000,- dan menjadi Rp. 1.120.000,- pada tahun 2011. Ini

menunjukkan bahwa pemerintah Provinsi Riau mengambil langkah kebijakan

yang tepat untuk mengurangi pengangguran yang memicu pada menurunnya

angka kemiskinan Provinsi Riau.

8

Page 9: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

Dengan tingkat upah minimum yang meningkat setiap tahunnya, hanya

sebagian saja yang dapat memenuhi kebutuhan hidup layak. Terbukti dari masih

meningkatnya angka kemiskinan dan angka pengangguran yang masih tinggi.

C. RUMUSAN MASALAH

Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan yang melekat dan sulit

untuk ditanggulangi. untuk menanggulangi masalah kemiskinan tentu harus

ditanggulangi dari dasar. Seperti menaikkan upah minimum dan perluasan

kesempatan kerja sehingga masyarakat mampu mencukupi kebutuhan pokoknya.

Dari latar belakang yang dikemukakan, maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh pengangguran terhadap tingkat kemiskinan di

Provinsi Riau.

2. Bagaimana pengaruh tingkat upah minimum provinsi terhadap tingkat

kemiskinan di Provinsi Riau.

D. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Berdasarkan uraian latar belakang serta perumusan masalah, dapat

disimpulkan tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tujuan penelitian:

1. Menganalisis pengaruh jumlah pengangguran terbuka terhadap tingkat

kemiskinan di Provinsi Riau.

2. Menganalisis pengaruh upah terhadap tingkat kemiskinan di provinsi

Riau.

Manfaat penelitian:

9

Page 10: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

dalam berfikir terutama menyangkut masalah yang sedang diteliti.

2. Bagi pengambil kebijakan, sebagai bahan pertimbangan dalam

menetapak kebijakan pembangunan daerah.

3. Sebagai bahan referensi dan informasi bagi pihak-pihak yang

melakukan studi terkait.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

BAB III : METODE PENELITIAN

BAB IV : GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB V : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

F. TELAAH PUSTAKA

1. Konsep kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa yang selalu hadir

ditengah masyarak khususnya negara berkembang dalam konteks masyarakat

Indonesia. Masalah kemiskinan juga merupakan masalah sosial yang senantiasa

relevan untuk terus dikaji.

Kemiskinan tidak hanya berkenaan dengan pendapatan tapi juga dari aspek

sosial, lingkungan dan tingkat partisipasi. Sen (1995) menyatakan bahwa

kemiskinan jangan dianggap hanya sebagai pendapatan rendah (low income),

tetapi harus dianggap sebagai ketidakmampuan kapabilitas (capability handicap).

kemiskinan dapat menjadi penentu dan faktor dominan yang mempengaruhi

10

Page 11: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

persoalan kemanusiaan seperti keterbelakangan, kebodohan, ketelantaran,

kriminalitas, kekerasan, perdagangan manusia, buta huruf, putus sekolah, anak

jalanan, pekerja anak. Dengan demikian kemiskinan tidak bisa hanya dipandang

dari satu sisi rendahnya pendapatan tetapi harus dari banyak aspek yang saling

terkait sehingga bersifat multidimensi.

Menurut Chambers dalam Nanga (2006) dalam junal Yarlina Yakub (2012)

menyatakan, kemiskinan terutama di daerah pedesaan (rural poverty) adalah

masalah ketidakberdayaan (powerlessness), keterisolasian (isolation), kerentanan

(vulnarability) dan kelemahan fisik (physical weakness), dimana satu sama lain

saling terkait dan mempengaruhi. Namun demikian, kemiskinan merupakan faktor

penentu yang memiliki pengaruh paling kuat dari pada yang lainnya.

Kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena

dikehendaki miskin, melainkan karena tidak dapat dihindari kekuatan yang ada

pada-Nya. (Bellinger, 2007) mengatakan konsep kemiskinan melibatkan

multidimensi, multidefinisi dan alternatif pengukuran. Kemiskinan merupakan

satu dari masalah yang sulit untuk didefinisikan dan dijelaskan. Secara umum,

kemiskinan dapat diukur dalam dua dimensi yaitu dimensi income atau kekayaan

dan dimensi non-faktor keuangan. Kemiskinan dalam dimensi income atau

kekayaan tidak hanya diukur dari rendahnya pendapatan yang diterima karena

pendapatan rendah biasanya bersifat sementara, tetapi juga diukur melalui

kepemilikan harta kekayaan seperti lahan bagi petani kecil dan melalui akses jasa

pelayanan publik. Sedangkan dari dimensi non-faktor keuangan ditandai dengan

adanya keputusasaan atau ketidakberdayaan yang juga dapat menimpa berbagai

rumah tangga berpenghasilan rendah.

11

Page 12: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

Menurut Suparlan dalam Juwanita (2004) mengatakan bahwa kemiskinan

adalah suatu standar hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan

materi pada sejumlah atau segolongan yang dibandingkan dengan standar

kehidupan yang umum berlaku dalam kehidupan masyarakat bersangkutan.

Standar hidup rendah ini secara langsung nampak mempengaruhi terhadap tingkat

kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong

miskin.

Suparlan mendefinisikan penduduk miskin antara lain:

1. Konsep kemiskinan terkait dengan kemampuan seseorang atau rumah

tangga untuk memenuhi kebutuhan dasar, baik untuk makanan maupun

non-makanan.

2. Seseorang atau rumah tangga dikatakan miskin bila kehidupannya

dalam kondisi serba kekurangan, sehingga tidak mampu memenuhi

kebutuhan dasarnya.

3. Batas kebutuhan dasar minimal dinyatakan melalui ukuran garis

kemiskinan yang disertakan dengan jumlah rupiah yang dibutuhkan.

Menurut Puji Hardiyanti (2006), secara teoritis kemiskinan menurut

penyebabnya dapat dibedakan menjadi dua kategori:

1. Kemiskinan natural atau alamiah

Kemiskinan natural atau alamiah adalah kemiskinan yang timbul sebagai

akibat terbatasnya jumlah sumber daya atau karena tingkat perkembangan

teknologi yang sangat rendah. Artinya faktor-faktor yang menyebabkan

masyarakat menjadi miskin secara alami memang ada, dan bukan bahwa akan ada

kelompok atau individu dalam masyarakat tersebut yang lebih miskin dari yang

12

Page 13: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

lain. Mungkin saja dalam keadaan kemiskinan alamiah tersebut akan terdapat

perbedaan kekayaan tetapi dampak perbedaan tersebut akan diperlunak oleh

adanya pranata-pranata sosial untuk meredam kemungkinan timbulnya

kecemburuan sosial.

2. Kemiskinan struktural

Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang terjadi karena struktur sosial

yang ada membuat anggota membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak

menguasai sarana atau fasilitas yang ada. Dengan demikian sebagian sebagian

anggota masyarakat tetap miskin walaupun sebenarnya jumlah total produksi yang

dihasilkan oleh masyarakat tersebut bila dibagi rata dapat membebaskan semua

anggota masyarakat dalam kemiskinan.

Ada beberapa isu sentral yang menjadi fokus perhatian bagi upaya

penanggulangan kemiskinan (Beni, 2001), yaitu sebagai berikut:

1. Upaya penanggulangan kemiskinan harus bersifat local spesific.

Maksudnya bahwa penanggulangan kemiskinan harus dapat

dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat lokal sesuai dengan

kondisi daerah tersebut.

2. Upaya pengentasan kemiskinan dalam era otonomi daerah harus diikuti

dengan perbaikan faktor-faktor produksi, antara lain: (a) melalui

penetapan kebijakan land reform melaluiperaturan daerah; (b)

terbentuknya lembaga keuangan mikro untuk membiayai usaha rakyat.

3. Program penanggulan kemiskinan harus merupakan program

pembangunan yang produktif dan memberi sumbangan terhadap

13

Page 14: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

peningkatan pendapatan masyarakat miskin di tingkat akar rumput

secara berkelanjutan dan dengan pendampingan yang intensif.

4. Dalam suasana demokratisasi dan desentralisasi, upaya penanggulangan

kemiskinan secara berkelanjutan tidak lepas dari berbagai hal yang

terkait, yaitu (a) terselenggaranya praktik pemerintahan yang baik (good

governance); (b) pembagian peran yang jelas antara pemerintah pusat

dan daerah; (c) kerja sama (partnership) antara pemerintah, swasta, dan

masyarakat sipil (civil society) dalam penanggulangan kemiskinan; dan

(d) upaya pemberdayaan masyarakat yang bertumpu pada kekuatan

setempat.

1.1 Indikator Kemiskinan

Bappenas (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi seseorang atau

sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak

dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang

bermartabat.

Indikator kemiskinan yang dikeluarkan oleh Bappenas mempunyai makna

yang relatif luas, yaitu dari berbagai sisi kebutuhan kehidupan, antara lain adalah;

(1) terbatasnya kecukupan dan mutu pangan; (2) terbatasnya akses dan rendahnya

mutu layanan kesehatan; (3) terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan

pendidikan; (4) terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha; (5) lemahnya

perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan upah; (6) terbatasnya akses

layanan perumahan dan sanitasi; (7) terbatasnya akses terhadap air bersih; (8)

lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah; (9) memburuknya kondisi

lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya akses masyarakat

14

Page 15: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

terhadap sumber daya alam; (10) lemahnya jaminan rasa aman; (11) lemahnya

partisipasi; (12) besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya

tanggungan keluarga; (13) tata kelola pemerintahan yang buruk yang

menyebabkan inefisiensi dan inefektivitas dalam pelayanan publik, meluasnya

korupsi dan rendahnya jaminan sosial terhadap masyarakat.

Indikator kemiskinan yang umum digunakan di Indonesia adalah garis

kemiskinan (poverty line). BPS (Badan Pusat Statistik) menentukan batas garis

kemiskinan di Indonesia berdasarkan besaran rupiah yang digunakan untuk

dibelanjakan per bulan untuk memenuhi kebutuhan minimu makanan dan bukan

makanan. Indikator menurut BPS adalah:

1. Tidak miskin. adalah mereka yang pengeluaran per orang per bulan

lebih dari Rp 350.610,-

2. Hampir tidak miskin, dengan pengeluaran per bulan per kepala antara

Rp 280.488,- sampai Rp 350.610,- atau sekitar antara Rp 9.350,-

sampai Rp11.687,- per orang per hari.

3. Hampir miskin, dengan pengeluaran per bulan per kepala antara Rp

233.740,- sampai Rp 280.488,- atau sekitar antara Rp 7.780,- sampai

Rp 9.350,- per orang per hari.

4. Miskin, dengan pengeluaran per bulan per kepala Rp 233.740,-

kebawah atau sekitar Rp 7.780,- kebawah per orang per hari.

5. Sangat miskin (kronis) tidak ada kriteria berapa pengeluaran per orang

per hari. Tidak diketahui dengan pasti berapa jumlas pastinya.

15

Page 16: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

Kebutuhan minimum makanan digunakan standar 2.100 kalori per hari,

sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan mencakup

pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.

Dalam upaya pengidentifikasian penduduk miskin, indikator kemiskinan

yang digunakan BKKBN Provinsi Riau yang dikombinasikan dengan indikator

yang digunakan Badan Kesejahteraan Sosial Provinsi Riau yaitu:

1. Frekuensi makanan minimal 2 kali sehari.

2. Konsumsi lauk paku berprotein tinggi.

3. Memiliki pakaian yang berbeda untuk kegiatan yang berbeda.

4. Kepemilikan aset.

5. Luas lantai perkapita.

6. Jenis lantai

7. Ketersediaan air bersih

8. Kepemilikan jamban

2. Teori pengangguran

Pengangguran adalah masalah makroekonomi yang mempengaruhi manusia

secara tidak langsung dan paling berat. Bagi kebanyakan orang, kehilangan

pekrjaan berarti menurunnya standar kehidupan dan tekanan psikologis (Mankiw,

2000)

Efek buruk dari pengangguran adalah mengurangi pendapatan masyarakat

yang pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran yang dicapai seseorang.

Semakin turunnya kesejahteraan masyarakat karena menganggur tentunya akan

meningkatkan peluang mereka terjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki

pendapatan (Sadono Sukirno, 2004)

16

Page 17: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

Menurut Badan Pusat Statistik (2010) pengangguran adalah penduduk yang

tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan suatu

usaha atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin

mendapatkan pekerjaan atau yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum

memulai bekerja.

Menurut BPS pengangguran di Indonesia diklasifikan kedalam dua jenis

kelompok besar. Pertama, pengangguran terbuka, yaitu seluruh angkatan kerja

yang mencari kerja, baik para pencari kerja baru (first time job) maupun mereka

yang sebelumnya pernah bekerja. Kedua, setengah menganggur, yaitu mereka

yang bekerja dibawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam dalam seminggu) dan

masih mencari pekerjaan atau bersedia menerima pekerjaan.

Menurut Kuncoro (2000) dengan menggunakan pendekatan angkatan kerja,

pengangguran terbagi menjadi tiga jenis yaitu pertama, pengangguran friksional.

Pengangguran jenis ini adalah pengangguran yang muncul karena pekerja masih

masih mencari pekerjaan yang sesuai jadi ia menganggur bukan karena bukan

karena tidak adak ada pekerjaan. Pengagguran ini tidak menimbulkan masalah dan

bisa diselesaikan dengan pertumbuhan ekonomi. Kedua, pengangguran struktural,

yaitu pengagguran yang muncul karena perubahan struktur dan kondisi

perekonomian. Pengangguran ini sulit diatasi karena terkait dengan strategi

pembangunan sebuah negara. Meskipun demikian pengagguran ini dapat diatasi

dengan melakukan pelatihan agar tercipta tenaga kerja terampil. Ketiga,

pengangguran musiman, yaitu pengangguran yang terjadi karena faktor musim.

Misalnya para pekerja industri yang mengandalkan hidupnya dari pesanan.

17

Page 18: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

Pengagguran ini juga tidak menimbulkan masalah, meskipun belum ada bukti

empirik yang mendukung.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran menurut

Marhaeni dan Manuati (2004) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

tingkat pengangguran, yaitu sebagai berikut:

1. Tingkat upah; dimana tingkat upah memegang peranan penting atau

sangat berpengaruh besar dalam kondisi ketenagakerjaan.

2. Teknologi; penggunaan teknologi yang tepat guna akan mengurangi

permintaan tenaga kerja sehingga akan meningkatkan jumlah

pengangguran.

3. Fasilitas modal; fasilitas modal mempengaruhi permintaan tenaga kerja

melalui dua sisi. Pengaruh substitutif, dimana bertambahnya modal

akan mengurangi permintaan tenaga kerja. Pengaruh komplementer,

dimana bertambahnya modal akan membutuhkan tenaga kerja yang

lebih banyak untuk mengelola modal yang tersedia.

4. Struktur perekonomian; perubahan struktur ekonomi menyebabkan

penurunan permintaan tenaga kerja.

Adapun secara dasar penyebab terjadinya pengangguran adalah karena

terjadinya ketidak seimbangan antara faktor-faktor penyebab terjadinya

pengangguran sebagaimana diketahui secara umum (Sugiyanto,2006), antara lain:

1. Rendahnya tingkat pendidikan

2. Rendahnya keterampilan dan pengalaman yang dimiliki

3. Tidak sebandingnya antara kerja dan lahan pekerjaan

4. Faktor-faktor lain (misalnya pilih-pilih pekerjaan)

18

Page 19: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

6. Teori upah

Besaran upah dapat memiliki hubungan positif atau negatif dengan tingkat

pengangguran. Hal ini terjadi karena upah minimum yang diterima adalah upah

terendah yang akan diterima oleh pencari kerja. Hal tersebut memiliki hubungan

antara seseorang untuk menganggur dalam waktu tertentu untuk mencari

pekerjaan terbaik dan tentunya upah yang tinggi. Jika tenaga kerja menetapkan

upah tertentu sebagai upah minimum yang diterima dan seluruh upah yang

ditawarkan besarnya dibawah besaran upah tersebut maka seseorang akan

menolak mendapatkan upah tersebut. Pada pihak pengusaha, penetapan upah

minimum yang tinggi akan menyebabkan tingkat pengangguran yang bertambah.

Hal ini dikarenakan perusahaan mengambil kebijakan efisiensi biaya produksi

dengan mengurangi tenaga kerja. Besaran yang digunakan untuk mengukur

tingkat pengangguran yang dilakukan adalah dengan besaran upah rata-rata per

propinsi dalam satu tahun (Ronny. P dan Bannatul, 2012)

Kebijakan upah minimum merupakan sistem pengupahan yang telah banyak

diterapkan di beberapa negara, yang pada dasarnya bisa dilihat dari dua sisi.

Pertama, upah minimum merupakan alat proteksi bagi pekerja untuk

mempertahankan agar nilai upah yang diterima tidak menurun dalam memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari. Kedua, sebagai alat proteksi bagi perusahaan untuk

mempertahankan produktivitas pekerja (Simanjuntak, 1992)

Studi Waisgrais (2003) dalam Rini Sulistiawati (2011) menemukan bahwa

kebijakan upah minimum menghasilkan efek positif dalam hal mengurangi

kesenjangan upah yang terjadi pasar tenaga kerja. Studi Askenazy (2003) juga

menunjukkan bahwa upah minimum memberikan dampak positif terhadap

19

Page 20: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

pertumbuhan ekonomi melalui akumulasi modal manusia. Implikasi upah

minimum terhadap kesejahteraan akan terwujud dalam perekonomian yang

kompetitif.

(Ricardo dalam Deliarnov, 2009) nilai tukar suatu barang ditentukan oleh

biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan barang tersebut, yaitu biaya bahan

mentah dan upah buruh yang besarnya hanya untuk bertahan hidup bagi buruh

yang bersangkutan. Upah sebesar ini disebut sebagai upah alami (natural wage).

Besarnya tingkat upah alami ini ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan

setempat. Tingkat upah alami naik proporsional dengan standar hidup masyarakat.

Sama halnya dengan harga-harga lainnya, harga tenaga kerja (upah) ditentukan

oleh permintaan dan penawaran, maka dalam kondisi ekuilibrium , secara teoritis

para pekerja akan menerima upah yang sama besarnya dengan nilai kontribusi

mereka dalam produksi barang dan jasa (Mankiw, 2003).

Gambar 1: Model Pasar Bebas Kompetitif Tradisional

DL SL

W2 F G

We

W1 SL DL

Le

Titik We melambangkan tingkat upah ekuilibrium (equilibrium wage rate),

pada tingkat upah yang lebih tinggi seperti pada W2 , penawaran tenaga kerja

melebihi permintaan sehingga persaingan di antara individu dalam rangka

20

Page 21: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

memperebutkan pekerjaan akan mendorong turunnya tingkat upah mendekati atau

tepat ke titik ekuilibriumnya, yakni We. Sebaliknya pada upah yang lebih rendah

seperti W1, jumlah total tenaga kerja yang akan diminta oleh produsen akan

melebihi kuantitas penawaran yang ada sehingga terjadi persaingan diantara para

pengusaha dalam memperebutkan tenaga kerja dan mendorong kenaikan tingkat

upah mendekati atau tepat ke titik ekulibrium, We. Kelemahan dari model Pasar

Bebas Kompetitif Tradisional adalah kurang memberikan petunjuk yang berarti

mengenai kenyataan determinasi upah dan lapangan kerja khususnya di negara

berkembang. Mekanisme penyesuaian otomatis dalam pasar tidak akan mampu

mendorong tingkat upah riil sampai pada tingkat We yang merupakan tingkat

upah ekuilibrium (Todaro, 2000)

Kebijakan upah minimum harus diintegrasikan dengan kebijakan lain agar

upaya peningkatan kesejahteraan buruh dapat lebih efektif. Kewajiban negara ini

dapat dilakukan diantaranya melalui penyediaan akses terhadap pelayanan publik

(seperti perumahan, pelayanan kesehatan, tranportasi, pendidikan untuk anak),

subsidi dan pengelolaan jaminan sosial bagi buruh, penegakan hukum dalam

masalah jaminan sosial, insentif pajak bagi perusahaan yang memberikan opsi

kepemilikan saham, serta upaya peningkatan kesejahteraan buruh secara lokal

dalam kerangka pelaksanaan otonomi daerah (M. Adriani Kappatari, 2002).

Pengertian upah menurut Undang-Undang Tenaga Kerja (No.13 Tahun

2000, Bab I, pasal 1, Ayat 30): "Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan

dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha / pemberi kerja

kepada pekerja/ buruh yang ditetapkan dan di bayarkan menurut suatu perjanjian

kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi

21

Page 22: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

pekerja/ buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan

dilakukan."

7. Penelitian terdahulu

Penelitian oleh Yarlina Yacoub (2012) berjudul “Pengaruh Tingkat

Pengangguran terhadap Tingkat Kemiskinan Kabupaten/ Kota di Provinsi

Kalimantan Barat”. Penelitian ini ingin menguji hubungan antara tingkat

pengangguran dan tingkat kemiskinan. Penelitian ini berbasis pada penelitian

deskriptif dan explanatory, dengan teknik analisis regresi melalui bantuan SPSS.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh

dari BPS yang merupakan pooled the data yaitu gabungan antara time series

(tahun 2005 - tahun 2010, selama 6 tahun dengan cross section 12 kabupaten/kota

di Provinsi Kalimantan Barat. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah

bahwa penganggur yang ada di rumahtangga tersebut tidak secara otomatis

menjadi miskin karena ada anggota keluarga lain yang memiliki pendapatan yang

cukup untuk mempertahankan keluarganya hidup berada di atas garis kemiskinan.

Ini terutama terjadi pada pengangguran terdidik dan total pengangguran terbuka di

Provinsi Kalimantan Barat yang tersebar di seluruh kabupaten/kota, sebanyak

47,86% adalah pengangguran terbuka dengan tingkat pendidikan Tamat SLTA ke

atas (pengangguran terdidik). Tingkat pengangguran berpengaruh signifikan

terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/ Kota Provinsi Kalimantan Barat.

Penelitian yang dilakukan oleh Denni Sulistio Mirza (2012) yang berjudul

“Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal terhadap IPM

di Jawa Tengah tahun 2006-2009”. Data yang digunakan dalam penelitian ini

merupakan data sekunder yang bersumber pada laporan badan pusat statistik (BPS

22

Page 23: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

Jateng) khususnya data tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 dengan Jenis data

yang digunakan adalah data panel yaitu gabungan time series dan cross section.

Data time series periode tahun 2006 – 2009 sedangkan data cross section adalah

35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan

maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan Indeks Pembangunan Manusia

kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah selama tahun 2006-2009 mengalami

peningkatan dengan rata-rata peningkatan sebesar 0,49. Analisis regresi dengan

panel data pengaruh kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan belanja modal

terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2006-

2009 diperoleh hasil bahwa kemiskinan mempunyai pengaruh negatif dan

signifikan pada taraf 5% terhadap IPM di Provinsi Jawa Tengah yang berarti

kemiskinan yang semakin menurun maka Indeks Pembangunan Manusia semakin

meningkat.

Penelitian yang dilakukan oleh Nano Prawoto (2009) dengan judul

“Memahami Kemiskinan dan Strategi Penanggulangannya”. Hasil penelitian

menyimpulkan strategi untuk meningkatkan kemampuan dan mendorong

produktivitas agar terhindar dari kemiskinan adalah peningkatan kemampuan

dasar masyarakat miskin untuk meningkatkan pendapatan, melibatkan masyarakat

miskin dalam keseluruhan proses penanggulangan kemiskinan strategi

pemberdayaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Maulana Tufan Permana, Hasbi Yasin, dan

Agus Rusgiyono yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Tingkat Kemiskinan di

Kabupaten Wonosobo dengan Pendekatan Geographically Weighted Regression”.

Penelitian ini mencoba menganalisis persentase banyaknya penduduk miskin di

23

Page 24: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

Kabupaten Wonosobo dengan membandingkan model regresi global dengan

geographically weighted regressin (GWR) yaitu adalah metode statistika yang

digunakan untuk menganalisis heterogenitas spasial. Model GWR hanya sedikit

menaikkan nilai R2. yaitu hanya 0.18%. Jadi model yang cocok digunakan untuk

persentase rumah tangga miskin di Kabupaten Wonosobo adalah Model Regresi

Global yang mampu menerangkan keragaman tingkat kemiskinan (Y) sebesar

58.07% dengan nilai jumlah kuadrat errornya 23.1494 dan nilai AIC 101.7120.

Faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi tingkat kemiskinan di Kabupaten

Wonosobo adalah Persentase banyaknya keluarga yang memiliki permukiman

kumuh, Persentase banyaknya keluarga penderita gizi buruk, dan Persentase

banyaknya keluarga yang memiliki lahan pertanian.

Penelitian yang dilakukan oleh Rini Sulistiawati (2012) dengan judul

“Pengaruh Upah Minimum Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi di Indonesia”. Penelitian ini termasuk dalam

jenis penelitian eksplanatori, yaitu suatu penelitian yang menjelaskan hubungan kausal

antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Penelitian ini dilakukan secara

sensus dengan data berbentuk times series dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010,

dan data cross-section yang terdiri atas 33 provinsi, sehingga merupakan data panel atau

pooled the data yaitu gabungan antara data times series (tahun 2006 s.d 2010 = 5 tahun)

dengan data cross-section (33 provinsi) oleh karena itu tidak diperlukan pengujian data.

Berdasarkan hasil pengujian koeffisien jalur sesuai persamaan struktur 1 dan struktur 2

diperoleh hasil bahwa variabel Upah Minimum (X1) berpengaruh signifikan terhadap

Penyerapan Tenaga Kerja, sedangkan variabel Penyerapan Tenaga kerja (Y1) mempunyai

pengaruh yang tidak signifikan terhadap variabel Kesejahteraan Masyarakat (Y2).

24

Page 25: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

Agi Ridzki Darajat (2012) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-

Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kota Tasikmalaya Periode Tahun 2001-

2010”. Penelitian ini mencoba menganalisis hubungan kemiskinan, pertumbuhan

ekonomi, upah minimum, dan tingkat pengangguran dengan alat analisis yang digunakan

adalah Analisis Koefisien Determinasi (R²), Uji t-statistik, Uji F-statistik, Uji

Multikolinearitas, Uji Autokorelasi, Uji Heterokedastis, dan Uji Normalitas analisis

deskriptif yaitu menganalisis masalah dengan cara mendeskripsikannya melalui tabel,

dengan menggunakan software Eviews dan analisis kuantitatif. Hasil pengukuran

pengukuran statistik diperoleh bahwa pengangguran, pertumbuhan ekonomi, dan

upah minimum secara bersama memiliki pengaruh sebesar kuat 95,79% terhadap

kemiskinan. Namun secara parsial untuk pertumbuhan ekonomi tidak kuat hal ini

diduga laju pertumbuhan ekonomi belum mencerminkan pemerataan pembangunan di

Kota Tasikmalaya sehingga berkontribusi terjadinya kemiskinan. Sedangkan untuk

pengangguran dan upah minimum sangatlah berpengaruh kuat terhadap kemiskinan

di Kota Tasikmalaya dengan arah hubungan yang berlawanan.

G. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan dari penjelasan dari latar belakang dan landasan teori yang ada

maka kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah pengangguran dan tingkat

upah minimum merupakan factor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Riau.

Berikut gambar kerangka penelitian :

25

Tingkat Pengangguran

Upah Minimum Provinsi

Tingkat Kemiskinan

Page 26: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

Penelitian ini mencoba mendeskripsikan hubungan antara tingkat

pengangguran dengan tingkat kemiskinan. Selain itu, penelitian ini melihat

hubungan upah minimum provinsi dengan tingkat kemiskinan di Provinsi Riau.

HIPOTESIS.

Hipotesis adalah kesimpulan atau pemikiran sementara yang masih perlu

diuji kebenarannya untuk menjawab permasalahan yang diajukan didalam

penelitian. Dengan mengacu pada dasar pemikiran yang bersifat teoritis dan

berdasarkan studi empiris yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian

dibidang ini, maka akan diajukan hipotesis sebagai berikut :

1 : Tingkat pengangguran terbuka berpengaruh positif terhadap

tingkat kemiskinan di Provinsi Riau.

2 : Upah minimum berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan

di Provinsi Riau.

H. METODE PENELITIAN

1. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di provinsi Riau, karena penulis melihat sebagai

provinsi yang tergolong pesat kemajuannya serta perkembangannya. Selain itu

memiliki sumber daya manusia yang cukup banyak dan memiliki letak yang

strategis untuk jalur perdagangan. Akan tetapi jumlah penduduk miskin masih

relatif besar.

2. Jenis dan sumber data

Jenis data yang digunakan didalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu

data yang telah disusun secara teratur dan berupa laporan-laporan yang telah

diterbitkan oleh instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik maupun publikasi,

26

Page 27: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

jurnal-jurnal maupun brosur-brosur serta buku referensi dan kepustakaan yang

dianggap relevan dengan maksud dan tujuan penelitian.

3. Teknik pengumpulan data

Adapun teknik pengumpulan data yang penulis pakai yaitu pengumpulan

data langsung kepada Badan Pusat Statistik dan instansi terkait lainnya guna

memperoleh informasi dan data-data yang diperlukan seperti data jumlah

pengangguran, upah minimum provinsi dan jumlah penduduk miskin, serta studi

kepustakaan yaitu mencari, mempelajari serta memahami buku-buku dan jurnal-

jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini.

4. Definisi operasional dan indikator variabel

Kemiskinan merupakan suatu kondisi ketidak mampuan dalam memenuhi

kebutuhan dasar. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah jumlah

penduduk miskin tahun 2002-2011 dalam satuan jiwa.

Jumlah Pengangguran merupakan jumlah penduduk yang sudah masuk

sebagai angkatan kerja tetapi belum mendapat perkerjaan atau sedang mencari

pekerjaan baik pencari kerja baru atau yang sebelumnya pernah bekerja. Dalam

penelitian ini data yang digunakan adalah jumlah pengangguran terbuka tahun

2002-2011.

Upah yaitu suatu balas jasa yang diterima oleh para pekerja sebagai imbalan

atau balas jasa yang diberikan oleh para pemberi kerja. Didalam penelitian ini

upah yang digunakan adalah Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2002-2011

dalam satuan rupiah.

27

Page 28: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

5. Metode analisis

Metode analisis yang digunakan adalah menggunakan metode yang bersifat

kuantitatif yaitu untuk melihat seberapa besar dan bagaimana hubungan antara

tingkat pengangguran dan tingkat upah terhadap tingkat kemiskinan di Riau.

Dalam penelitian ini menggunakan metode linear regresi berganda untuk

mengetahui seberapa besar hubungan antara variabel independent yaitu jumlah

pengangguran dan tingkat upah terhadap variabel dependent yaitu tingkat

kemiskinan di Riau. Hubungan antara variabel tersebut dapat ditulis sebagai

berikut :

Y=f ( X1 , X2 , …, Xn)

Dengan menggunakan persamaan regresi liner berganda persamaan diatas

dapat ditulis sebaai berikut :

Y=β0+β1 X1+β2 X2+μ

Dimana :

Y = Jumlah penduduk miskin (orang)

β0 = Konstanta

β1, β2 , β3 = Koefisian regresi

X1 = Jumlah pengangguran (orang)

X2 = Tingkat Upah Minimum (Rp)

µ = Disturbance Error atau kesalahan pengganggu

pada persamaan linier

Pengujian Hipotesis dilakukan beberapa uji koefisien regresi secara

simultan (uji F) parsial atau individual (uji T), uji koefisien korelasi (r), dan uji

koefisien determinasi (R2).

28

Page 29: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

1. Uji Simultan ( Uji F ), Uji simultan menunjukkan bahwa apakah

terdapat pengaruh dari variabel bebas/prediktor terhadap variabel

terikat/respon secara simultan. Hipotesis pada uji F yaitu :

- H0 : Seluruh variabel bebas tidak mempengaruhi variabel terikat

secara simultan

- H1 : Seluruh variabel bebas mempengaruhi variabel terikat secara

simultan.

Pada regresi linier berganda, kondisi yang diharapkan adalah

menerima hipotesis H1. Hipotesis H1 diterima apabila nilai F hitung

lebih besar dari nilai F tabel ( Fdf1,df2 (α)) atau nilai signifikansi lebih

kecil dari alpha 5% (0.050).

2. Uji Parsial ( Uji T ), Uji parsial menunjukkan bahwa apakah setiap

variabel bebas dapat memberikan pengaruh pada variabel terikat.

3. Koefisien Korelasi (r), digunakan untuk mengukur keeratan

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

semakin besar nilai koefisien korelasi maka semakin erat hubungan

antara variabel independen dan variabel dependen atau sebaliknya.

4. Determinasi Berganda (R2) dari suatu perhitungan berkisar antara

+1 dan -1, koefisien korelasi yang bertanda (+) menunjukkan arah

korelasi yang positif, sedangkan yang bertanda (-) menunjukan arah

yang negatif. Sementara itu bila koefisien korelasi bernilai 0, berarti

tidak ada hubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya.

Koefisien korelasi bernilai 1, berarti hubungan antara variabel satu

dengan yang lainnya kuat.

29

Page 30: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

I. DAFTAR PUSTAKA

Adioetomo, Sri Moertiningsih dan Omas Bulan Samosir. 2010. Dasar-Dasar Demografi. Jakarta: Salemba Empat.

Badan Pusat Statistik. 2002-2011. Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/ Kota. Pekanbaru: Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik. 2002-2011. Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Riau. Pekanbaru: Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik. 2005. Pendataan Penduduk/ Keluarga Miskin Provinsi Riau 2004. Pekanbaru: Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik. 2011. Perhitungan dan Analisis Kemiskinan Provinsi Riau. Pekanbaru: Badan Pusat Statistik.

Basriman. 2013. Profil Masyarakat Riau, http://distan.riau.go.id/index.php/profil-riau/masyarakat. (diakses 22 Januari 2013)

30

Page 31: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

Darajat, Agi Ridzki. 2012. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kota Tasikmalaya Periode Tahun 2001-2010”. Journal Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Tasikmalaya.

Hasan, Iqbal. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara.

Jhingan, M.L. 2003. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: Raja Grafindo Pustaka.

Mankiw, N. Gregory. 2000. Teori Makro Ekonomi: edisi keempat. Jakarta: Erlangga.

Mirza, Sulistio Deni. 2012. “ Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, Dan Belanja Modal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di Jawa Tengah Tahun 2006-2009”. Economics Development Analysis Journal. Semarang.

Mubiyarto. 1999. Reformasi Sistem Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media.

Mulyadi, S. 2003. “Ekonomi Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Pembangunan”. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Nursetyo, Dody, Yekti Hapsoro, Gunanto. 2013. “Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Regional Terhadap Tingkat Kemiskinan Perkotaan (Studi Kasus 44 Kota di Indonesia tahun 2007-2010).” Diponegoro Journall of Economics Vol. 2 No. 2, 2011. Semarang.

Prawoto, Nano. 2009. “Memahami Kemiskinan dan Strategi Penanggulangannya”. Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 9 No. 1, 2009. Yogyakarta.

Purwanto. 2005. “Menanggulangi Masalah Kemiskinan dan Pengangguran di Indonesia dalam Perspektif Ekonomi”. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan vol. 2 No. 3, 2005. Yogyakarta.

Republik Indonesia. 1999. Peraturan Menteri tentang Upah Minimum. Jakarta: Sekretariat Negara.

Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Upah Minimum. Jakarta: Sekretariat Negara.

Sukirno, Sadono. 2000. Ekonomi Pembangunan Proses dan Masalah Dasar. Jakarta : LPFE-UI.

Sukirno, Sadono. 2002. Makro Ekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sukirno, Sadono. 2004. Pengantar Makro Ekonomi. Jakarta: Rajawali Press.

31

Page 32: Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Provinsi Riau

Sulistiawati, Rini. 2012. “Pengaruh Upah Minimum terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi di Indonesia”. Jurnal EKSOS Vol. 8 No. 3, 2012. Pontianak.

Tambunan, Tulus T. H. 2001. Transformasi Ekonomi di Indonesia, Jakarta: Salemba Empat.

Todaro, Michael. P. 2006. Economic Development. Jakarta: Erlangga.

Usmaliadanti, Christina. 2011. Analisis Pengaruh Tingkat Kemiskinan, Pengeluaran Pemerintah Sekor Pendidikan Dan Kesehatan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007-2009. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang.

Yacoub, Yarlina. 2012. “Pengaruh Tingkat Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan Kabupaten/ Kota di Provinsi Kalimantan Barat”. Jurnal EKSOS Vol. 8 No. 3. 2010. Pontianak.

32