pengelolaan buah durian untuk reklamasi lahan bekastambang di kalimantan selatan
DESCRIPTION
PSDHTRANSCRIPT
1
MAKALAH
PENGELOLAAN BUAH DURIAN UNTUK REKLAMASI LAHAN BEKAS
TAMBANG DI KALIMANTAN SELATAN
Disusun guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Pengelolaan Sumber Daya Hayati
Dosen Pembimbing :
ANANG KADARSAH, S.Si, M.Si
Oleh :
REZKY RAHMAYANTI
NIM. J1C111043
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2012
2
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan rahmat dan karunia –Nya kepada penulis sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah tentang “Pengelolaan Buah Durian Untuk Reklamasi Lahan
Bekas Tambang Di Kalimantan Selatan”. Makalah ini telah saya susun berdasarkan
buku-buku Pengelolaan Sumber Daya Hayati yang ada di perpustakaan dan juga
melalui internet.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntutan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk
itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya terutama kepada Dosen Pengajar Pengelolaan Sumber Daya Hayati
yang telah membimbing saya dalam memberikan materi dan penjelasan saat kuliah
berlangsung.
Penulis menyadari tiada gading yang tak retak, demikian pula makalah saya ini
yang masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun
demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang
dimiliki untuk dapat menyelesaikan makalah ini dalam jangka waktu yang telah
ditentukan. Oleh karena itu penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka
menerima kritik dan saran guna penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Banjarbaru, Oktober 2012
Penyusun,
Rezky Rahmayanti
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2
DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................ 5
1.4 Metode Penulisan ........................................................................ 5
BAB II ISI ........................................................................................................... 6
2.1 Reklamasi ..................................................................................... 6
2.2 Lahan Bekas Tambang Sebagai Ekosistem Rusak .................. 8
2.3 Reklamasi Lahan Bekas Tambang ............................................ 9
2.4 Pohon Durian Dijadikan Tanaman Untuk Reklamasi
Lahan Bekas Tambang di Kalimantan Selatan ..................... 21
BAB III PENUTUP ........................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan ................................................................................ 17
3.2 Saran .......................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 18
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata
kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan
agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya. Pembangunan
berwawasan lingkungan menjadi suatu kebutuhan penting bagi setiap bangsa
dan negara yang menginginkan kelestarian sumberdaya alam. Oleh sebab itu,
sumberdaya alam perlu dijaga dan dipertahankan untuk kelangsungan hidup
manusia kini, maupun untuk generasi yang akan datang. Manusia merupakan
penyebab utama terjadinya kerusakan lingkungan (ekosistem). Dengan
semakin bertambahnya jumlah populasi manusia, kebutuhan hidupnya pun
meningkat, akibatnya terjadi peningkatan permintaan akan lahan seperti di
sektor pertanian dan pertambangan (Arif, 2007).
Sejalan dengan hal tersebut dan dengan semakin hebatnya kemampuan
teknologi untuk memodifikasi alam, maka manusialah yang merupakan faktor
yang paling penting dan dominan dalam merestorasi ekosistem rusak. Kegiatan
pembangunan seringkali menyebabkan kerusakan lingkungan, sehingga
menyebabkan penurunan mutu lingkungan, berupa kerusakan ekosistem yang
selanjutnya mengancam dan membahayakan kelangsungan hidup manusia itu
sendiri. Kegiatan seperti pembukaan hutan, penambangan, pembukaan lahan
pertanian dan pemukiman, bertanggung jawab terhadap kerusakan ekosistem
yang terjadi. Akibat yang ditimbulkan antara lain kondisi fisik, kimia dan
biologis tanah. Reklamasi lahan bekas tambang selain merupakan upaya untuk
memperbaiki kondisi lingkungan pasca tambang, agar menghasilkan
lingkungan ekosistem yang baik dan diupayakan menjadi lebih baik
dibandingkan rona awalnya, dilakukan dengan mempertimbangkan potensi
bahan galian yang masih tertinggal (Arif, 2007).
Menurut Permen ESDM No 18 Tahun 2008, reklamasi adalah kegiatan
yang bertujuan rnemperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu
sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya
5
guna sesuai peruntukannya. Salah satu tahap reklamasi adalah kegiatan
revegetasi yang dilakukan oleh PT Arutmin Indonesia Tambang Batulicin.
Usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang rusak dilihat melalui
kegiatan penanaman kembali dan pemeliharaan pada lahan bekas
penambangan batubara (Arif, 2007).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan reklamasi dan pelaksanaannya ?
1.2.2 Mengapa lahan bekas tambang sebagai ekosistem rusak ?
1.2.3 Bagaimana reklamasi lahan bekas tambang ?
1.2.4 Mengapa pohon durian dijadikan tanaman untuk reklamasi lahan bekas
tambang di Kalimantan Selatan?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan makalah tentang pengelolaan buah durian untuk
reklamasi lahan bekas tambang di Kalimantan Selatan adalah sebagai berikut :
1.1.1 Mengetahui apa yang dimaksud dengan reklamasi dan pelaksanaannya
1.1.2 Mengetahui lahan bekas tambang sebagai ekosistem rusak
1.1.3 Mengetahui reklamasi lahan bekas tambang
1.1.4 Mengetahui pohon durian dapat dijadikan tanaman untuk reklamasi lahan
bekas tambang di Kalimantan Selatan
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini adalah di tulis dengan metode literature
serta studi kepustakaan.
6
BAB II
ISI
2.1 Reklamasi
Usaha pertambangan merupakan kegiatan untuk mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya alam tambang (bahan galian) yang terdapat dalam
perut bumi. Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan ditentukan jenis-jenis usaha
pertambangan, yang meliputi:
(1) penyelidikan umum;
(2) eksplorasi;
(3) eksploitasi;
(4) pengolahan dan pemurnian (Inamdar, 2002).
Rehabilitasi lokasi penambangan dilakukan sebagai bagian dari program
pengakhiran tambang yang mengacu pada penataan lingkungan hidup yang
berkelanjutan. Kegiatan pengakhiran tambang emas Kelian di Kalimantan
Timur merupakan yang pertama di Indonesia untuk pengakhiran tambang
sekala besar, sehingga diupayakan dapat menjadi model percontohan di masa
datang. Pola pengakhiran tambang yang dilakukan oleh KEM (Kelian
Equatorial Mining) di Kalimantan Timur merupakan salah satu benchmark di
Indonesia maupun pada tingkat internasional. Pengakhiran tambang yang
dilakukan KEM dijadikan salah satu proyek percontohan program kemitraan
pembangunan atau BPD (Business Partnership for Development) oleh pihak
Bank Dunia (Inamdar, 2002).
Salah satu kegiatan
pengakhiran tambang, yaitu
reklamasi, yang merupakan
upaya penataan kembali daerah
bekas tambang agar bisa
menjadi daerah bermanfaat dan
berdayaguna. Reklamasi tidak
berarti akan mengembalikan Gambar 2.1.1 Tambang Tembaga Batu Hijau
7
seratus persen sama dengan kondisi rona awal. Sebuah lahan atau gunung yang
dikupas untuk diambil isinya hingga kedalaman ratusan meter bahkan sampai
seribu meter seperti gambar disamping, walaupun sistem gali timbun (back
filling) diterapkan tetap akan meninggalkan lubang besar seperti danau
(Herlina, 2004).
Pada prinsipnya kawasan atau sumberdaya alam yang dipengaruhi oleh
kegiatan pertambangan harus dikembalikan ke kondisi yang aman dan
produktif melalui rehabilitasi. Kondisi akhir rehabilitasi dapat diarahkan untuk
mencapai kondisi seperti sebelum ditambang atau kondisi lain yang telah
disepakati. Kegiatan rehabilitasi dilakukan merupakan kegiatan yang terus
menerus dan berlanjut sepanjang umur pertambangan sampai pasca tambang.
Tujuan jangka pendek rehabilitasi adalah membentuk bentang alam
(landscape) yang stabil terhadap erosi. Selain itu rehabilitasi juga bertujuan
untuk mengembalikan lokasi tambang ke kondisi yang memungkinkan untuk
digunakan sebagai lahan produktif. Bentuk lahan produktif yang akan dicapai
menyesuaiakan dengan tataguna lahan pasca tambang. Penentuan tataguna
lahan pasca tambang sangat tergantung pada berbagai faktor antara lain potensi
ekologis lokasi tambang dan keinginan masyarakat serta pemerintah. Bekas
lokasi tambang yang telah direhabilitasi harus dipertahankan agar tetap
terintegrasi dengan ekosistem bentang alam sekitarnya (Herlina, 2004).
Teknik rehabilitasi meliputi regarding, reconturing, dan penaman
kembali permukaan tanah yang tergradasi, penampungan dan pengelolaan
racun dan air asam tambang (AAT) dengan menggunakan penghalang fisik
maupun tumbuhan untuk mencegah erosi atau terbentuknya AAT.
Permasalahan yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan rencana reklamasi
meliputi :
Pengisian kembali bekas tambang, penebaran tanah pucuk dan penataan
kembali lahan bekas tambang serta penataan lahan bagi pertambangan yang
kegiatannya tidak dilakukan pengisian kembali.
Stabilitas jangka panjang, penampungan tailing, kestabilan lereng dan
permukaan timbunan, pengendalian erosi dan pengelolaan air.
Keamanan tambang terbuka, longsoran, pengelolaan B3 dan bahaya radiasi
8
Karakteristik fisik kandungan bahan nutrient dan sifat beracun tailing atau
limbah batuan yang dapat berpengaruh terhadap kegiatan revegetasi.
Pencegahan dan penanggulangan air asam tambang, potensi terjadinya AAT
dari bukaan tambang yang terlantar, pengelolaan tailing dan timbunan
limbah batuan (sebagai akibat oksidasi sulfida yang terdapat dalam bijih
atau limbah batuan) .
Penanganan potensi timbulnya gas metan dan emisinya dari tambang batu
bara.
Sulfida logam yang masih terkandung pada tailing atau waste merupakan
pengotor yang potensial akan menjadi bahan toksik dan ,penghasil air asam
tambang yang akan mencemari lingkungan, pemanfaatan sulfida logam
tersebut merupakan salah satu alternatif penanganan. Demikian juga
kandungan mineral ekonomi yang lain, diperlukan upaya pemanfaatan.
Penanganan/penyimpanan bahan galian yang masih potensial untuk menjadi
bernilai ekonomi baik dalam kondisi in-situ, berupa tailing atau waste
(Karliansyah, 2001).
2.2 Lahan Bekas Tambang Sebagai Ekosistem Rusak
Kegiatan pertambangan dapat berdampak pada perubahan/rusaknya
ekosistem. Ekosistem yang rusak diartikan sebagai suatu ekosistem yang tidak
dapat lagi menjalankan fungsinya secara optimal, seperti perlindungan tanah,
tata air, pengatur cuaca, dan fungsi-fungsi lainnya dalam mengatur
perlindungan alam. Menurut Jordan intensitas gangguan ekosistem
dikategorikan menjadi tiga, yaitu :
Ringan, apabila struktur dasar suatu ekosistem tidak terganggu, sebagai
contoh jika sebatang pohon besar mati atau kemudian roboh yang
menyebabkan pohon lain rusak, atau penebangan kayu yang dilakukan
secara selektif dan hati-hati.
Menengah, apabila struktur hutannya rusak berat/hancur, namun
produktifitasnya tanahnya tidak menurun, misalnya penebangan hutan
primer untuk ditanami jenis tanaman lain seperti kopi, coklat, palawija dan
lain-lainnya.
9
Berat, apabila struktur hutan rusak berat/hancur dan produkfitas tanahnya
menurun, contohnya terjadi aliran lava dari gunung berapi, penggunaan
peralatan berat untuk membersihkan hutan, termasuk dalam hal ini akibat
kegiatan pertambangan (Karliansyah, 2001).
2.3 Reklamasi Lahan Bekas Tambang
Secara umum yang harus diperhatikan dan dilakukan dalam
merehabilitasi/reklamasi lahan bekas tambang yaitu dampak perubahan dari
kegiatan pertambangan, rekonstruksi tanah, revegetasi, pencegahan air asam
tambang, pengaturan drainase, dan tataguna lahan pasca tambang. Kegiatan
pertambangan dapat mengakibatkan perubahan kondisi lingkungan. Hal ini
dapat dilihat dengan hilangnya fungsi proteksi terhadap tanah, yang juga
berakibat pada terganggunya fungsi-fungsi lainnya. Di samping itu, juga dapat
mengakibatkan hilangnya keanekaragaman hayati terjadinya degradasi pada
daerah aliran sungai, perubahan bentuk lahan, dan terlepasnya logam-logam
berat yang dapat masuk ke lingkungan perairan (Karliansyah, 2001).
2.3.1 Rekonstruksi Tanah
Untuk mencapai tujuan restorasi perlu dilakukan upaya seperti
rekonstruksi lahan dan pengelolaan tanah pucuk. Pada kegiatan ini, lahan yang
masih belum rata harus terlebih dahulu ditata dengan penimbunan kembali
(back filling) dengan memperhatikan jenis dan asal bahan urugan, ketebalan,
dan ada tidaknya sistem aliran air (drainase) yang kemungkinan terganggu.
Pengembalian bahan galian ke asalnya diupayakan mendekati keadaan aslinya.
Gambar 2.2.1 Akibat Lahan Reklamasi Bekas Tambang Timah tidak di
Reklamasikan Kembali
10
Ketebalan penutupan tanah (sub-soil) berkisar 70-120 cm yang dilanjutkan
dengan redistribusi tanah pucuk. Lereng dari bekas tambang dibuat bentuk
teras, selain untuk menjaga kestabilan lereng, diperuntukan juga bagi
penempatan tanaman revegetasi (Karliansyah, 2001).
2.3.2 Revegetasi
Perbaikan kondisi tanah meliputi perbaikan ruang tubuh, pemberian
tanah pucuk dan bahan organik serta pemupukan dasar dan pemberian kapur.
Kendala yang dijumpai dalam merestorasi lahan bekas tambang yaitu masalah
fisik, kimia (nutrients dan toxicity), dan biologi. Masalah fisik tanah mencakup
tekstur dan struktur tanah. Masalah kimia tanah berhubungan dengan reaksi
tanah (pH), kekurangan unsur hara, dan mineral toxicity. Untuk mengatasi pH
yang rendah dapat dilakukan dengan cara penambahan kapur. Sedangkan
kendala biologi seperti tidak adanya penutupan vegetasi dan tidak adanya
mikroorganisme potensial dapat diatasi dengan perbaikan kondisi tanah,
pemilihan jenis pohon, dan pemanfaatan mikroriza. Secara ekologi, spesies
tanaman lokal dapat beradaptasi dengan iklim setempat tetapi tidak untuk
kondisi tanah. Untuk itu diperlukan pemilihan spesies yang cocok dengan
kondisi setempat, terutama untuk jenis-jenis yang cepat tumbuh, misalnya
sengon, yang telah terbukti adaptif untuk tambang. Dengan dilakukannya
penanaman sengon minimal dapat mengubah iklim mikro pada lahan bekas
tambang tersebut. Untuk menunjang keberhasilan dalam merestorasi lahan
bekas tambang, maka dilakukan langkah-langkah seperti perbaikan lahan pra-
tanam, pemilihan spesies yang cocok, dan penggunaan pupuk. Untuk
Gambar 2.3.1 Skema Bentuk Teras Kebun dan Guludan
11
mengevaluasi tingkat keberhasilan pertumbuhan tanaman pada lahan bekas
tambang, dapat ditentukan dari persentasi daya tumbuhnya, persentasi
penutupan tajuknya, pertumbuhannya, perkembangan akarnya, penambahan
spesies pada lahan tersebut, peningkatan humus, pengurangan erosi, dan fungsi
sebagai filter alam. Dengan cara tersebut, maka dapat diketahui sejauh mana
tingkatkeberhasilan yang dicapai dalam merestorasi lahan bekas tambang
(Rahmawaty, 2002).
2.3.3 Penanganan Potensi Air Asam Tambang
Pembentukan air asam cenderung intensif terjadi pada daerah
penambangan, hal ini dapat dicegah dengan menghindari terpaparnya bahan
mengandung sulfida pada udara bebas. Secara kimia kecepatan pembentukan
asam tergantung pada pH, suhu, kadar oksigen udara dan air, kejenuhan air,
aktifitas kimia Fe3+, dan luas permukaan dari mineral sulfida yang terpapar
pada udara. Sementara kondisi fisika yang mempengaruhi kecepatan
pembentukan asam, yaitu cuaca, permeabilitas dari batuan, pori-pori batuan,
tekanan air pori, dan kondisi hidrologi. Penanganan air asam tambang dapat
dilakukan dengan mencegah pembentukannya dan menetralisir air asam yang
tidak terhindarkan terbentuk (Suprapto, 2006).
Pencegahan pembentukan air asam tambang dengan melokalisir sebaran
mineral sulfida sebagai bahan potensial pembentuk air asam dan
menghindarkan agar tidak terpapar pada udara bebas. Sebaran sulfida ditutup
dengan bahan impermeable antara lain lempung, serta dihindari terjadinya
proses pelarutan, baik oleh air permukaan maupun air tanah. Produksi air asam
Gambar 2.3.2 Bekas Tambang Emas di Urug dan di Revegetasi atau
di Hutankan Kembali
12
sulit untuk dihentikan sama sekali, akan tetapi dapat ditangani untuk mencegah
dampak negatif terhadap lingkungan. Air asam diolah pada instalasi pengolah
untuk menghasilkan keluaran air yang aman untuk dibuang ke dalam badan air.
Penanganan dapat dilakukan juga dengan bahan penetral, umumnya
menggunakan batugamping, yaitu air asam dialirkan melewati bahan penetral
untuk menurunkan tingkat keasaman (Suprapto, 2006).
2.3.4 Pengaturan Drainase
Drainase pada lingkungan pasca tambang dikelola secara seksama untuk
menghindari efek pelarutan sulfida logam dan bencana banjir yang sangat
berbahaya, dapat menyebabkan rusak atau jebolnya bendungan penampung
tailing serta infrastruktur lainnya. Kapasitas drainase harus memperhitungkan
iklim dalam jangka panjang, curah hujan maksimum, serta banjir besar yang
biasa terjadi dalam kurun waktu tertentu baik periode waktu jangka panjang
maupun pendek. Arah aliran yang tidak terhindarkan harus meleweti zona
mengandung sulfida logam, perlu pelapisan pada badan alur drainase
menggunakan bahan impermeabel. Hal ini untuk menghindarkan pelarutan
sulfida logam yang potensial menghasilkan air asam tambang (Suprapto,
2006).
2.3.5 Tataguna Lahan Pasca Tambang
Lahan bekas tambang tidak selalu dekembalikan ke peruntukan semula.
Hal ini tertgantung pada penetapan tata guna lahan wilayah tersebut.
Pekembangan suatu wilayah menghendaki ketersediaan lahan baru yang dapat
dipergunakan untuk pengembangan pemukiman atau kota. Lahan bekas
Gambar 2.3.4 Penanganan Drainase Lahan Bekas Tambang Emas
13
tambang bauksit sebagai salah satu contoh, telah diperuntukkan bagi
pengembangan kota Tanjungpinang (Suprapto, 2006).
2.4 Pohon Durian Dijadikan Tanaman Untuk Reklamasi Lahan Bekas
Tambang Di Kalimantan Selatan
Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta
(Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida
(berkeping dua/dikotil)
Ordo : Malvales
Famili : Bombacaceae
Genus : Durio
Spesies : Durio zibethinus Murr
Tumbuhan berbentuk pohon, berumur panjang (perenial), tinggi 27 - 40
meter. Akar tunggang, batang berkayu, silindris, tegak, kulit pecah-pecah,
permukaan kasar, percabangan simpodial, bercabang banyak, arah mendatar.
Daun tunggal, bertangkai pendek, tersusun berseling (alternate), permukaan
atas berwarna hijau tua - bawah cokelat kekuningan, bentuk jorong hingga
lanset, panjang 6,5 - 25 cm, lebar 3 - 5 cm, ujung runcing, pangkal membulat
(rotundatus), tepi rata, pertulangan menyirip (pinnate), permukaan atas
mengkilat (nitidus), permukaan bawah buram (opacus), tidak pernah meluruh,
bagian bawah berlapis bulu halus berwarna cokelat kemerahan. Bunga muncul
Gambar 2.3.5 Reklamasi lahan bekas tambang bauksit untuk
pemukiman dan pengembangan kota,
Gambar 2.4.1 Durio zibethinus Murr
14
di batang atau cabang yang sudah besar, bertangkai, kelopak berbentuk lonceng
(campanulatus) - berwarna putih hingga cokelat keemasan, berbunga sekitar
bulan Januari. Buah bulat atau lonjong, panjang 15 - 30 cm, kulit dipenuhi
duri-duri tajam, warna coklat keemasan atau kuning, bentuk biji lonjong, 2 - 6
cm - berwarna cokelat, berbuah setelah berumur 5 - 12 tahun. Perbanyaan
Generatif (biji) (Ahira, 2011).
Durian merupakan tanaman buah berupa pohon. Sebutan durian diduga
berasal dari istilah Melayu yaitu dari kata duri yang diberi akhiran -an sehingga
menjadi durian. Kata ini terutama dipergunakan untuk menyebut buah yang
kulitnya berduri tajam. Tanaman durian berasal dari hutan Malaysia, Sumatra,
dan Kalimantan yang berupa tanaman liar. Penyebaran durian ke arah Barat
adalah ke Thailand, Birma, India dan Pakistan. Buah durian sudah dikenal di
Asia Tenggara sejak abad 7 M. Nama lain durian adalah duren (Jawa, Gayo),
duriang (Manado), dulian (Toraja), rulen (Seram Timur) (Ahira, 2011).
Gambar 2.42 Biji, Buah, Batang, Daun, dan Bunga Durio zibethinus Murr
15
Tanaman durian termasuk famili Bombaceae sebangsa pohon kapuk-
kapukan. Yang lazim disebut durian adalah tumbuhan dari marga (genus)
Durio, Nesia, Lahia, Boschia dan Coelostegia. Ada puluhan durian yang diakui
keunggulannya oleh Menteri Pertanian dan disebarluaskan kepada masyarakat
untuk dikembangkan. Macam varietas durian tersebut adalah: durian sukun
(Jawa Tengah), petruk (Jawa Tengah), sitokong (Betawi), simas (Bogor), sunan
(Jepara), otong (Thailand), kani (Thailand), sidodol (Kalimantan Selatan),
sijapang (Betawi) dan sihijau (Kalimantan Selatan) (Ahira, 2011).
Manfaat durian selain sebagai makanan buah segar dan olahan lainnya,
terdapat manfaat dari bagian lainnya, yaitu:
Tanamannya sebagai pencegah erosi di lahan-lahan yang miring.
Batangnya untuk bahan bangunan/perkakas rumah tangga. Kayu durian
setaraf dengan kayu sengon sebab kayunya cenderung lurus.
Bijinya yang memiliki kandungan pati cukup tinggi, berpotensi sebagai
alternatif pengganti makanan (dapat dibuat bubur yang dicampur daging
buahnya).
Kulit dipakai sebagai bahan abu gosok yang bagus, dengan. cara dijemur
sampai kering dan dibakar sampai hancur (Ahira, 2011).
Di Indonesia, tanaman durian terdapat di seluruh pelosok Jawa dan
Sumatra. Sedangkan di Kalimantan dan Irian Jaya umumnya hanya terdapat di
hutan, di sepanjang aliran sungai. Di dunia, tanaman durian tersebar ke seluruh
Asia Tenggara, dari Sri Langka, India Selatan hingga New Guenea. Khusus di
Asia Tenggara, durian diusahakan dalam bentuk perkebunan yang dipelihara
intensif oleh negara Thailand. Jumlah produksi durian di Filipina adalah 16.700
ton (2.030 ha), di Malaysia 262.000 ton (42.000 ha) dan di Thailand 444.500
ton (84.700 ha) pada tahun 1987-1988. Di Indonesia pada tahun yang sama
menghasilkan 199.361 ton (41.284 ha) dan pada tahun 1990 menghasilkan
275.717 ton (45.372 ha) (Ahira, 2011).
Syarat tumbuh pohon durian yaitu dengan iklim curah hujan untuk
tanaman durian maksimum 3000-3500 mm/tahun dan minimal 1500-3000
mm/tahun. Curah hujan merata sepanjang tahun, dengan kemarau 1-2 bulan
sebelum berbunga lebih baik daripada hujan terus menerus. Intensitas cahaya
16
matahari yang dibutuhkan durian adalah 60-80%. Sewaktu masih kecil (baru
ditanam di kebun), tanaman durian tidak tahan terik sinar matahari di musim
kemarau, sehingga bibit harus dilindungi/dinaungi. Tanaman durian cocok
pada suhu rata-rata 20°C-30°C. Pada suhu 15°C durian dapat tumbuh tetapi
pertumbuhan tidak optimal. Bila suhu mencapai 35°C daun akan terbakar
(Ahira, 2011).
Bibit durian sebaiknya tidak ditanam langsung di lapangan, tetapi
disemaikan terlebih dahulu ditempat persemaian. Biji durian yang sudah
dibersihkan dari daging buah dikering-anginkan sampai kering tidak ada air
yang menempel. Biji dikecambahkan dahulu sebelum ditanam di persemaian
atau langsung ditanam di polibag. Caranya biji dideder di plastik/anyaman
bambu/kotak, dengan media tanah dan pasir perbandingan 1:1 yang diaduk
merata. Ketebalan lapisan tanah sekitar 2 kali besar biji (6-8 cm), kemudian
media tanam tadi disiram tetapi (tidak boleh terlalu basah), suhu media
diupayakan cukup lembab (20°C-23°C). Biji ditanam dengan posisi miring
tertelungkup (bagian calon akar tunggang menempel ke tanah), dan sebagian
masih kelihatan di atas permukaan tanah (3/4 bagian masih harus kelihatan).
Jarak antara biji satu dengan lainnya adalah 2 cm membujur dan 4-5 cm
melintang. Setelah biji dibenamkan, kemudian disemprot dengan larutan
fungisida, kemudian kotak sebelah atas ditutup plastik supaya kelembabannya
stabil. Setelah 2-3 minggu biji akan mengeluarkan akar dengan tudung akar
langsung masuk ke dalam media yang panjangnya ± 3-5 cm. Saat itu tutup
plastik sudah bisa dibuka. Selanjutnya, biji-biji yang sudah besar siap
dibesarkan di persemaian pembesar atau polybag (Novi, 2011).
Pada lahan yang menjadi suatu bekas dari kegiatan pertambangan dengan
cara merevegetasi daerah tersebut dengan suatu tumbuhan seperti
durian merupakan suatu keuntungan dengan memanfaatkan lahan tersebut
prosesperkecambahan dengan perawatan tertentu akan menunjang lebih cepat
pertumbuhan durian. Dengan adanya habitat ini maka dapat menghindari
kelangkaanpada jenis tersebut dan mengembalikan unsure hara dengan cepat
(Novi, 2011).
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Pada pasca tambang, kegiatan yang utama dalam merehabalitisai lahan yaitu
mengupayakan agar menjadi ekosistem yang berfungsi optimal atau menjadi
ekosistem yang lebih baik. Reklamasi lahan dilakukan dengan mengurug
kembali lubang tambang serta melapisinya dengan tanah pucuk, dan
revegetasi lahan serta diikuti dengan pengaturan drainase dan
penanganan/pencegahan air asam tambang.
2. Lahan bekas tambang menjadi ekosistem rusak karena kegiatan
pertambangan dapat berdampak pada perubahan/rusaknya ekosistem.
3. Secara umum yang harus diperhatikan dan dilakukan dalam
merehabilitasi/reklamasi lahan bekas tambang yaitu dampak perubahan dari
kegiatan pertambangan, rekonstruksi tanah, revegetasi, pencegahan air asam
tambang, pengaturan drainase, dan tataguna lahan pasca tambang.
4. Durio zibethinus memiliki suatu kekuatan yang penting dalam
prosespengembalian unsur hara yang sudah diambil oleh karena
kegiatanpertambangan dan hal ini menjadi signifikan dikarenakan Durio
zibethinus mampu hidup dan menduduki satuan structural dari fungsi
ekologi.
3.2 Saran
Dalam suatu pengelolaan sumber daya hayati yang ada didalam
ekosistem bekas tambang di Kalimantan Selatan hendaknya dengan
memperhatikan fauna dan flora khas daerah itu sendiri agar fungsi dan
potensinya dalam ekosistem dan lingkungan social mampu tercapai
sepenuhnya.
18
DAFTAR PUSTAKA
Ahira, Annie. 2011. Durio zibethinus.
http://www.anneahira.com/manfaat-buah-durian-5612.html
Diakses tanggal 25 Oktober 2012
Arif, I. 2007. Perencanaan Tambang Total Sebagai Upaya Penyelesaian Persoalan
Lingkungan Dunia Pertambangan. Universitas Sam Ratulangi: Manado.
Herlina, 2004. Melongok Aktivitas Pertambangan Batu Bara Di Tabalong,
Reklamasi 100 Persen Mustahil. Banjarmasin Post: Banjarmasin.
Inamdar, A. & Makinuddin. 2002. Kelian Mine Closure Steering Committee.
Independent Facilitator’s Report: Jakarta.
Karliansyah, M. R. 2001. Aspek Lingkungan Dalam AMDAL Bidang Pertambangan.
Pusat Pengembangan dan Penerapan AMDAL: Jakarta.
Novi. 2011. Pohon Durian.
http://novi-biologi.blogspot.com/.../batang.html
Diakses tanggal 25 Oktober 2012
Rahmawaty. 2002. Restorasi Lahan Bekas Tambang berdasarkan Kaidah Ekologi.
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara: Medan.
Suprapto, S.J. 2006. Pemanfaatan dan Permasalahan Endapan Mineral Sulfida
pada Kegiatan Pertambangan. Buletin Sumber Daya Geologi. Vol. 1 No. 2.