pengembangan bahan ajar dengan metode investigasi kelompok …digilib.unila.ac.id/58162/3/3. tesis...
TRANSCRIPT
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR DENGAN METODE INVESTIGASIKELOMPOK UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN
PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISIMATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Al-Kautsar BandarLampung Tahun Pelajaran 2017/2018)
(Tesis)
Oleh
SUSLINA YANTI
MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2019
i
ABSTRACT
DEVELOPING TEACHING MATERIALS USING GROUPINVESTIGATION METHOD TO FACILITATE STUDENTS’ ABILITY
IN PROBLEM SOLVING AND MATHEMATICAL DISPOSITION
By
SUSLINA YANTI
This research and developmental study (R&D study) aimed to develop teachingmaterials using group investigation methods to facilitate students' problem solvingabilities and mathematical dispositions. The group investigation method imposedin this study was a problem-based learning material. Teaching materials using theinvestigation method are a learning method that leads to the topic of the problem,planning, investigation, report, presentation, and evaluation. Problem solvingability is the ability of the students to understand problems, plan problem solving,implement problem solving plans, re-check the truth of the resolution of allaspects that exist in a situation or a given problem. Mathematical disposition is theview and behavior of the students to solve the problems presented. The subject ofthis study was the eighth grade students of Junior High School of Al-KautsarBandar Lampung in Academic Year 2017/2018. The data was obtained throughthe result of post-test. The results showed that the Teaching Materialsaccompanied by instructions with lower middle level ability had the optimal effectof making the students work together in groups and challenged to solve them.The questions presented were also supported in the form of short dialogues withinteresting color images, using languages that were often heard by the students ineveryday life. Teaching materials using group investigation methods can facilitatestudents' problem solving abilities.
Key words: Group Investigation, Mathematical Disposition, Teaching materialsUsing Group Investigation.
ii
ABSTRAK
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR DENGAN METODE INVESTIGASIKELOMPOK UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN
PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISIMATEMATIS SISWA
Oleh
SUSLINA YANTI
Penelitian pengembangan (Research & Development) ini bertujuan untukmengembangkan Bahan Ajar dengan metode investigasi kelompok untukmemfasilitasi kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa.Metode investigasi kelompok yang dimaksud adalah suatu bahan pembelajaranyang berorientasi pada pemecahan masalah. Bahan ajar dengan metode investigasiadalah suatu metode pembelajaran yang mengarah pada topik permasalahan,perencanaan, investigasi, laporan, persentasi, dan evaluasi. Kemampuanpemecahan masalah adalah kemampuan siswa dalam memahami masalah,merencanakan pemecahan masalah, melaksanakan rencana penyelesaian masalah,melakukan pengecakan kembali kebenaran penyelesaian terhadap semua aspekyang ada dalam suatu situasi ataupun suatu masalah yang diberikan. Disposisimatematis adalah pandangan dan prilaku dalam diri siswa untuk menyelesaikanpermasalahan yang disajikan. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPAl-Kautsar Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2017/2018. Data penelitiandiperoleh melalui hasil posttest. Berdasarkan hasil penelitian Bahan Ajarmenggunakan metode pemecahan masalah menunjukkan bahwa Bahan Ajar yangdisertai petunjuk dengan tingkat kemampuan menengah ke bawah memilikipengaruh maksimal yaitu membuat siswa dapat bekerja sama dalam kelompokdan tertantang menyelesaikannya. Soal yang disajikan di dukung juga dalambentuk dialog singkat disertai gambar berwarna yang menarik, menggunakanbahasa yang sering di dengar oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Bahan Ajardengan metode investigasi kelompok dapat memfasilitasi kemampuan pemecahanmasalah siswa.
Kata kunci: Invetigasi Kelompok, Bahan Ajar dengan Investigasi Kelompok,Disposisi Matematis
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR DENGAN METODE INVESTIGASIKELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISIMATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Al-Kautsar BandarLampung Tahun Pelajaran 2017/2018)
Oleh
SUSLINA YANTI
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarMAGISTER PENDIDIKAN
Pada
Program Pascasarjana Magister Pendidikan MatematikaJurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Suslina Yanti dilahirkan pada tanggal 05 Mei 1987 di Desa Pelita
Jaya, Kecamatan Pesisir Selatan, Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung. Penulis
merupakan anak pertama dari lima bersaudara buah hati dari hasil pernikahan Bapak
Muslihun dengan ibu Zuani.
Riwayat Pendidikan:
1. SD Negeri 1 Translok Sp. 2 Lampung Barat, tamat dan berijazah tahun 2001.
2. SMP Negeri 1 Sumber Agung Lampung Barat, tamat dan berijazah tahun 2003.
3. SMA Perintis 1 Bandar Lampung, tamat dan berijazah tahun 2006.
4. S.1 Jurus Pendidikan MIPA Program Studi Pendidikan Matematika. STKIP-PGRI
Bandar Lampung, tamat dan berijazah tahun 2010.
Pada tahun 2014, penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Magister
Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
MOTO
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia”
(HR. Ahmad : At-Thabrani)
Persembahan
Dengan Mengucap Syukur Kepada Allah SWT
Kupersembahkan karya kecil ini sebagai tanda cinta & kasih sayangku kepada :
Ayah (Muslihun) dan emak tercinta (Zuaini) yang telah membesarkan,mendidik, mencurahkan kasih sayang, dan selalu mendoakan kebahagiaan
dan keberhasilanku.
Suamiku Tri Damanhuri tercinta, sebagai partner terbaik sepanjang masaselalu bersedia mendampingiku dalam menyelesaikan tesis ini sehingga
terasa ringan. Yakin bahwasanya setiap masalah pasti ada jalankeluarnya. Terima kasih atas dorongan semangat yang telah di berikan.
Putra-Putriku (Syahdu Aulia Il Ashfiya dan M. Kayyis Al-Faqih) yangmemberikan senyuman terindah sebagai pengobat lelah untuk Umi dalam
menyelesaikan kuliah. Insyaallah Soleh soleha ... Aamiin!.
Adik-adikku (Mirwansyah, Hasan, Mina Eliza, Yudi Efendi dan sibungsu Asef Hariyadi) yang selalu memberi semangat untuk terus
menyelesaikan kuliahku. Semoga kita semua bisa membanggakan keduaorang tua kita dengan menjadi anak yang soleh dan soleha... Aamiin!.
Sahabat-sahabatku Mbak Rizki Wahyuni, Ibu Siti Rohani, Sri Wahyuni,dan Masniari yang memberikan semangat dan masukan dalam
mengerjakan tesis ini.
Sahabat-sahabat seangkatan selama menempuh pendidikan yang telahmemberikan warna setiap harinya.
dan
Almamater Universitas Lampung tercinta.
i
SANWACANA
Alhamdulillah, segala puji dan sanjungan hanya milik Allah SWT yang
menguasai alam jagat raya. Berkat rahmat dan inayah-Nya jualah, Penulis dapat
menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar dengan Metode
Investigasi Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan
Disposisi Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP
Al-Kautsar Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2017/2018)” sebagai syarat untuk
mencapai gelar Magister pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Lampung. Sholawat beriring salam semoga senantiasa
tercurah pada junjungan dan tauladan kita, Nabi Allah Muhammad SAW.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan tesis ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih yang tulus ikhlas kepada:
1. Ibu Dr. Tina Yunarti, M.Si, selaku Pembimbing Akademik sekaligus Dosen
Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk konsultasi
dan memberikan bimbingan, memberikan perhatian, motivasi, dan semangat
kepada penulis, sumbangan pemikiran, kritik, dan saran selama penyusunan
tesis, sehingga tesis ini menjadi lebih baik.
ii
2. Ibu Dr. Asmiati, S.Si., M.Si, selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia
meluangkan waktu dan pemikirannya untuk membimbing demi terselesai-
kannya tesis ini.
3. Bapak Dr. Caswita, M.Si, selaku ketua jurusan Pendidikan MIPA sekaligus
dosen pembahas yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran kepada
penulis.
4. Bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Magister
Pendidikan Matematika dan validator Bahan Ajar sekaligus dosen pembahas
yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran kepada penulis.
5. Bapak Dr. Suharsono, M.S.M.Sc.Ph.D, selaku validator Bahan Ajar dalam
penelitian ini yang telah memberikan waktu untuk menilai dan memberi saran
perbaikan Bahan Ajar.
6. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S, selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Lampung, beserta staf dan jajarannya.
7. Bapak Dr. H. Muhammad Fuad, M.Hum, selaku Dekan FKIP Universitas
Lampung, beserta staf dan jajarannya.
8. Bapak dan Ibu dosen pendidikan matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.
9. Ibu Dra. Hj. Tri Purwaningsih selaku SMP Al-Kautsar Bandar Lampung
beserta guru, staff, dan karyawan yang telah memberikan izin dan kemudahan
selama penelitian.
10. Ibu Berta Khoiriyati, M.Pd, selaku guru matematika di SMP Al-Kautsar
Bandar Lampung yang membantu dalam penelitian berlangsung.
iii
11. Siswa kelas VIII.B dan VIII.E SMP Al-Kautsar Bandar Lampung yang selalu
semangat.
12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna baik
dalam isi maupun kalimatnya. Karenanya dengan rasa penuh rendah hati penulis
menerima kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan tesis
ini.
Semoga bantuan dan amal baik yang telah mereka berikan kepada penulis akan
memperoleh pahala yang berlimpah dari Tuhan Yang Maha Esa. Semoga tesis ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca, Aamiin.
Bandar Lampung, 27 Juni 2019Penulis,
Suslina YantiNPM 1423021062
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 14
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 15
D. Manfaat Penelitian............................................................................. 15
E. Definisi Operasional .......................................................................... 16
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengembangan Bahan Ajar ............................................................. 18
B. Metode ............................................................................................. 21
1. Pengertian Metode Pembelajaran ............................................... 21
2. Ciri-ciri Metode Pembelajaran yang baik .................................. 23
3. Pengertian Investigasi Kelompok ................................................ 24
4. Karakteristik Metode Investigasi Kelompok ............................. 26
5. Tujuan Metode Investigasi Kelompok ........................................ 28
6. Kelebihan dan Kekurangan Metode Investigasi Kelompok ....... 29
Halaman
7. Langkah-langkah Metode Investigasi Kelompok ....................... 31
C. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis .................................. 35
1. Pengertian Pemecahan Masalah................................................... 35
2. Kemampuan Pemecahan Matematis ............................................ 36
D. Disposisi Matematis ...................................................................... 39
E. Hubungan Investigasi Kelompok dengan Kemampuan
Pemecahan Masalah ......................................................................... 42
F. Hubungan Investigasi Kelompok dengan Disposisi Matematis ...... 44
G. Penelitian yang Relevan .................................................................. 44
H. Kerangka pikir ................................................................................ 47
I. Hipotesis Penelitian ........................................................................ 50
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ................................................................................. 51
B. Subjek Penelitian .............................................................................. 52
C. Sumber Data ...................................................................................... 53
D. Prosedur Penelitian ........................................................................... 54
E. Instrumen Penelitian ......................................................................... 61
F. Analisis Data Penelitian ................................................................... 67
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ............................................................................... 69
1. Hasil Pengenbangan Produk ........................................................ 69
2. Proses Pembelajaran .................................................................... 72
B. Pembahasan ..................................................................................... 77
1. Pengembangan Bahan Ajar.......................................................... 77
2. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian................................................. 80
3. Kemampuan Pemecahan Masalah ............................................... 106
4. Disposisi Matematis..................................................................... 108
5. Keterbatasan Penelitian ................................................................. 77
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ........................................................................................... 110
B. Saran ................................................................................................. 112
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Investogasi Kelompok ......... 35
3.1 Langkah-langkah Penelitian dan Pengembangan Bahan Ajar .......... 55
3.2 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ........................................................ 65
3.3 Daya Pembeda Butir Soal ................................................................... 66
3.4 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran .................................................. 67
3.5 Tingkat Kesukaran Butir Soal ............................................................. 67
3.6 Saran dari Ahli untuk Bahan Ajar dan Keputusan Revisi .................. 69
4.1 Tahapan Pengembangan Bahan Ajar .................................................. 70
4.2 Hasil Kemampuan Pemecahan Masalah ............................................. 72
4.3 Rekapitulasi Hasil Posttest Pencapaian Indikator Kemampuan
Pemecahan Masalah Siswa kelas Uji Coba Lapangan ...................... 73
4.4 Pencapaian Disposisi Pemecahan Masalah Pertemuan 1 ................... 74
4.5 Pencapaian Disposisi Pemecahan Masalah Pertemuan 2 ................... 75
4.6 Pencapaian Disposisi Pemecahan Masalah Pertemuan 3 ................... 76
4.7 Pencapaian Disposisi Pemecahan Masalah Pertemuan 4 .................. 77
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Cuplikan 1 Bahan Ajar Materi Lingkaran 9
1.2 Cuplikan 2 Bahan Ajar Materi Lingkaran 10
2.1 Diagram Kerangka Pikir Penelitian .................................................... 50
3.1 Prosedur Pengembangan Produk menurut Borg and Gall 2008 .......... 61
4.1 Situasi Ketika Peneliti sedang Menyelidiki Kegiatan Kerja Kelompok 83
4.2 Masalah Tugas Siswa pada Bahan Ajar 1........................................... 84
4.3 Hasil Pengerjaan Siswa 1 ................................................................... 85
4.4 Keasikan siswa dalam berdiskusi ....................................................... 88
4.5 Masalah Tugas Siswa pada Bahan Ajar 2........................................... 90
4.6 Hasil Pengerjaan Siswa 2..................................................................... 91
4.7 Permasalah Tugas Siswa pada Bahan Ajar 3 ...................................... 91
4.8 Hasil Pengerjaan Siswa 3...................................................................... 92
4.9 Semua Siswa dalam Berdiskusi pada Kelompok masing-masing .... 95
4.10 Keantusian siswa dalam berdiskusi pada kelompok ............................ 96
4.11 Uji Pemahaman Siswa ......................................................................... 97
4.12 Hasil Pengerjaan Siswa pada Uji Pemahaman..................................... 98
4.13 Semua Siswa dalam Berdiskusi pada Kelompok masing-masing .... 101
ix
4.14 Permasalah Tugas Siswa pada Panjang Garis Singgung Persekutuan
Dua Katrol ........................................................................................... 102
4.15 Hasil Pengerjaan Siswa pada Panjang Garis Singgung Persekutuan
Dua Katrol ........................................................................................... 102
4.16 Suasana Posttest ............................................................................... 105
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
A.1 Silabus ............................................................................................... 120
A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ...................................... 126
A.3 Bahan Ajar Siswa ............................................................................. 183
A.3 Bahan Ajar Guru .............................................................................. 227
B.1 Kisi-Kisi Soal Post-test .................................................................... 275
B.2 Soal Postest ....................................................................................... 281
B.3 Rubrik Penilaian Soal-Soal................................................................ 284
B.4. Pedoman Penskoran Soal Post-Test .................................................. 288
B.5 Angket Analisis Kebutuhan Guru ..................................................... 292
B.6 Pedoman Wawancara ........................................................................ 295
B.7 Lembar Observasi Disposisi Matematis Siswa ................................. 297
B.8 Instrumen Penilaian Validasi Bahan Ajar dengan Metode Investigasi
Kelompok ......................................................................................... 302
C.1 Analisis Validasi Bahan Ajar dengan Metode Investigasi Kelompok
Ahli Materi dan Bahasa..................................................................... 315
C.2 Analisis Validasi Bahan Ajar dengan Metode Investigasi Kelompok
Ahli Media ........................................................................................ 318
C.3 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah, Perhitungan Reliabilitas
Tes Hasil Uji Coba ............................................................................ 321
C.4 Pencapaian Indikator Disposisi Matematis ....................................... 326
D.1 Surat Izin Penelitian .......................................................................... 330
D.2 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian............................ 331
xii
D.1 Surat Izin Penelitian ................................................................................... 164
D.2 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian .................................... 165
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam kehidupan setiap
individu dan memengaruhi aspek kepribadian. Perkembangan individu baik fisik,
emosional, sosial dan etika terjadi karena pendidikan yang dialaminya. Berhasil
tidaknya pembelajaran yang ada di kelas, tak terlepas dari apa yang ada dalam
rantai proses belajar mengajar. Rantai proses belajar mengajar meliputi guru,
siswa, kurikulum, sarana dan prasarana. Guru sebagai mata rantai utama di kelas
memiliki peran penting untuk memilih metode pembelajaran yang tepat dan sesuai
dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pembelajaran.
Keyakinan akan kekuatan pendidikan yang maksimal, dapat mendorong potensi
siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan
kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar
siswa dapat memiliki kemampuan, memperoleh, mengelola dan memanfaatkan
informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan
kompetitif. Untuk hal tersebut perlu dibekali suatu pendidikan diantaranya,
pendidikan matematika. Tidak ada pengecualian untuk setiap orang yang
seharusnya mempelajari matematika, karena matematika merupakan ilmu dasar
yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia terutama dalam
kehidupan sehari-hari.
2
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang mencakup kompetensi pengetahuan,
keterampilan dan sikap secara terpadu. Penilaian pada kurikulum 2013
menggunakan penilaian autentik. Penilaian autentik didefinisikan untuk mengukur
kinerja, prestasi, motivasi, dan sikap-sikap peserta didik pada aktivitas yang
relevan dalam pembelajaran (Kemendikbud, 2013).
Sejalan dengan penilaian autentik yang tidak hanya mengukur salah satu
kompetensi saja tetapi mengukur seluruh kompetensi yaitu kompetensi
pengetahuan, keterampilan dan sikap (Kunandar, 2013). Standar isi dan
kompetensi dasar matematika yang disusun dalam pengembangan kurikulum
matematika pada dasarnya digunakan sebagai tolok ukur dalam upaya
pengembangan aspek pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh siswa.
Disamping itu, untuk mengembangkan kemampuan itu khususnya kemampuan
memahami dan memaknai materi dalam proses pemecahan masalah maka di
perlukan upaya untuk menuangkan ide atau pendapat dengan menggunakan
berbagai rumus, simbol, tabel, dan media lain. Pengembangan dalam hal
kurikulum juga menuntut pendekatan pemecahan masalah yang merupakan fokus
dalam pembelajaran matematika.
Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang perlu
dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal yang
mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam
berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Dengan belajar
matematika siswa dapat berlatih menggunakan pikirannya secara logis, analitis,
sistematis, kritis dan kreatif serta memiliki kemampuan bekerjasama dalam
3
menghadapi berbagai masalah serta mampu memanfaatkan informasi yang
diterimanya. Menurut National Council of Teachers of Mathematics/NCTM
(2000), dalam belajar matematika siswa dituntut untuk memiliki kemampuan
pemahaman, pemecahan masalah, komunikasi, dan koneksi matematis.
Jenis kemampuan yang mampu mengembangkan daya pikir anak dalam
menyelesaikan masalah matematika diantaranya adalah kemampuan pemecahan
masalah. Berdasarkan data PISA (2015) Indonesia menduduki peringkat 51 dari
72 negara. Soal-soal PISA terdiri dari soal rutin dan non rutin yang merupakan
soal pemecahan masalah. Oleh karena itu, siswa dituntut untuk memahami
konsep, menganalisis masalah dan menyelesaikan masalah yang ada pada soal.
Hal tersebut menunjukan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa Indonesia
masuk pada kategori rendah. Hal ini disebabkan karena pembelajaran matematika
yang dilakukan selama ini pada umumnya menitikberatkan pada soal-soal yang
sifatnya algoritmis serta rutin sehingga tidak dapat memicu dan menumbuh
kembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
Kondisi ini menyebabkan hasil pendidikan sekolah hanya mampu menghasilkan
insan-insan yang kurang memiliki kesadaran diri, kurang memahami masalah,
kurang mandiri, kurang aktif, dan kurang mampu berkomunikasi secara luwes
dengan lingkungan pembelajaran atau kehidupan sosial masyarakat. Sehingga
tidak heran bila dalam kehidupan masyarakat, sebagai refleksi prilaku dari
sekolah, sering terjadi konflik baik secara horizontal maupun vertikal. Jadi,
memfasilitasi kemampuan pemecahan masalah sangat perlu dan urgen untuk
dikembangkan terlebih pada masa sekarang yang penuh dengan permasalahan-
4
permasalahan atau tantangan-tantangan hidup. Agar kemampuan pemecahan
masalah dapat maksimal dalam proses pembelajaran. Guru perlu mendorong
siswa untuk terlibat aktif dalam diskusi, bertanya serta menjawab pertanyaan,
menjelaskan setiap jawaban yang diberikan dan memberikan alasan untuk setiap
jawaban yang diajukan. Selain itu, diharapkan pembelajaran hendaknya dimulai
dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem) yang
dihadapi oleh siswa.
Dengan demikian, tampak jelas bahwa kemampuan memecahkan masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi
yang diperoleh sangat penting untuk dikuasai siswa. Kemampuan pemecahan
masalah sangat diperlukan untuk mempelajari materi yang baru. Gagne
menyatakan bahwa ketika seorang siswa dihadapkan pada suatu masalah, tetapi
juga belajar sesuatu yang baru (Wena, 2010 : 52).
Kemampuan literasi sains dalam PISA terkait dengan keterampilan proses sains,
dimana setiap individu siswa mampu mendefinisikan masalah yang ada di
sekelilingnya, mengamati, membuat hipotesis, melakukan eksperimen, dan
membuat kesimpulan (DeBoer, 2000). Salah satu penyebab keberhasilan
kemampuan literasi sains negara-negara yang mampu mencapai skor tinggi dalam
PISA adalah sangat ditentukan oleh kualitas guru dan metode mengajarnya
(Stacey, 2011; McFarlane, 2013).
Tugas utama guru adalah membelajarkan siswa, yaitu mengkondisikan siswa agar
belajar aktif sehingga potensi dirinya dapat berkembang dengan maksimal.
Dengan belajar aktif, melalui partisipasi dalam setiap kegiatan pembelajaran, akan
5
terlatih dan terbentuk kompetensi yaitu kemampuan siswa untuk melakukan
sesuatu yang sifatnya positif yang pada akhirnya akan membentuk life skill
sebagai bekal hidup dan penghidupannya. Untuk mewujudkan hal tersebut, guru
seyogyanya mengetahui bagaimana cara siswa belajar dan menguasai berbagai
cara membelajarkan siswa.
Guru sebagai pelaksana langsung kurikulum yang ditetapkan “memiliki
kemampuan menganalisa secara kritis dan cermat serta mampu mengelola
kemampuan mengelola program belajar mengajar. Dalam hal ini, siswa dituntut
lebih aktif dalam proses pembelajaran, sedangkan guru memberikan pengarahan
dan bimbingan serta mengupayakan agar siswa dapat mempelajari dan
mengembangkan bahan pelajaran dan pada akhirnya siswa dapat memecahkan
masalahnya sendiri.
Suharsono (Wena, 2010 : 53), menyatakan bahwa kemampuan pemecahan
masalah sangat penting artinya bagi siswa dan masa depannya. Para ahli
pembelajaran sependapat bahwa kemampuan pemecahan masalah dalam batas-
batas tertentu, dapat dibentuk melalui bidang studi dan disiplin ilmu yang
diajarkan. Ketika mempelajari pemecahan masalah matematis, para siswa akan
mendapatkan cara berfikir, kebiasaan tekun, dan keingintahuan, serta kepercayaan
diri di dalam situasi-situasi yang tidak biasa, sebagaimana situasi yang yakin
mereka hadapi di luar ruang kelas matematika.
Dengan demikian, dalam pembelajaran matematika dengan kemampuan
pemecahan masalah sangatlah penting. Siswa di tuntut dapat bekerjasama
memahami satu pokok bahasan dengan tuntas secara berkelompok, bukan hanya
6
saling mengandalkan kemampuan satu dengan yang lain karena nantinya pokok
bahasan yang sedang dipelajari akin menjadi dasar untuk mempelajari
permasalahan berikutnya. Kemampuan pemecahan masalah yang telah dipahami
siswa selanjutnya dijadikan dasar untuk memahami bagaimana memecahkan
permasalahan yang baru pada materi berikutnya.
Pembelajaran matematika sebagai suatu sistem yang menyeluruh tidak terlepas
dari komponen-komponen pendukung pembelajaran. Komponen pendukung
pembelajaran tersebut diantaranya adalah sumber belajar. Sumber belajar
merupakan daya dukung yang dapat dimanfaatkan oleh guru dalam
mendukung proses pembelajaran, baik secara langsung maupun tidak langsung
dengan tujuan memfasilitasi efektivitas dan efisiensi tujuan pembelajaran.
Sumber belajar memiliki hubungan dengan penyusunan media pembelajaran.
Dari sumber belajar, dapat diperoleh berbagai macam kebutuhan media
pembelajaran. Media pembelajaran merupakan alat penunjang terlaksananya
pembelajaran. Dengan adanya media pembelajaran diharapkan siswa akan lebih
memahami mengenai materi pelajaran yang sedang mereka pelajari. Salah satu
jenis media pembelajaran yang biasanya digunakan di sekolah di antaranya
adalah Bahan ajar yang berupa bahan guru dan dan bahan siswa.
Pada saat ini, dalam realitas pendidikan di lapangan, banyak guru yang masih
menggunakan bahan ajar konvensional yaitu bahan ajar yang tinggal pakai,
tinggal beli, tanpa merencanakan, menyiapkan dan menyusun sendiri. Pada
dasarnya guru menyadari dan mengetahui bahwa bahan ajar yang sering
digunakan tidak sesuai dengan kebutuhan siswa dan tidak kontekstual, sehingga
7
kurang memfasilitasi kompetensi siswa yang seharusnya dapat ditingkatkan
semaksimal mungkin. Padahal telah diketahui bahan ajar disusun untuk
membantu memfasilitasi kemampuan siswa dalam menafsirkan dan
menjelaskan objek dan peristiwa yang dipelajari khususnya di pelajaran
matematika.
Bahan ajar sangat penting artinya bagi guru maupun juga bagi siswa dalam proses
pembelajaran. Tanpa bahan ajar, tentu akin sulit untuk memfasilitasi efektifitas
pembelajaran. Tanpa bahan ajar juga siswa tentu akin sulit untuk menyesuaikan
diri dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu, bahan ajar dianggap sebagai
bahan yang dapat dimanfaatkan baik oleh guru maupun siswa, sebagai salah satu
upaya untuk memperbaiki mutu pembelajaran (Belawati, 2013:14). Namun, tidak
semua bahan ajar yang dikembangkan ternyata mampu memfasilitasi kemampuan
pemecahan masalah siswa. Kualitas bahan ajar yang dikembangkan untuk
memperbaiki masalah tersebut tanpa melihat proses yang dilaksanakan selama
pembelajaran menggunakan bahan ajar.
Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang meningkat, tentunya
bukan salah satu faktor penentu sebuah bahan ajar dikatakan berkualitas. Faktor
lain yang sangat memungkin untuk mempengaruhi proses pembelajaran sehingga
memiliki peranan untuk mendapatkan hasil yang baik, dan tidak semata yang
dipengaruhi oleh bahan ajar yang dikembangkan tentunya memiliki peranan
penting dalam menyelesaikan permasalahan pendidikan. Melalui pengamatan
proses maka akin diperoleh efektifitas dari penggunaan bahan ajar dan hasil yang
8
diperoleh siswa selama proses pembelajaran yang akan menentukan kualitas
bahan ajar tersebut.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan pada tanggal 18 hingga 20 April 2017
terhadap 10 orang guru SMP dari beberapa sekolah negeri dan swasta di Bandar
Lampung. Menurut persepsi 10 guru SMP, 60% mengatakan bahwa bahan ajar
merupakan salah satu sumber belajar yang digunakan siswa. Siswa biasanya lebih
tertarik menggunakan bahan ajar dibandingkan menggunakan buku paket yang
tebal. Bahkan ketika siswa memiliki buku paket sendiri, kebanyakan buku paket
tersebut hanya mereka tinggal dilaci meja kelasnya. Bahan ajar yang beredar saat
ini juga belum dapat memfasilitasi kebutuhan siswa secara optimal sehingga
walaupun menggunakan bahan ajar tetapi peran guru masih harus dominan. Siswa
juga belum bisa langsung paham ketika hanya sekedar menggunakan bahan ajar.
Hingga saat ini guru belum bisa mengembangkan bahan ajar sendiri dikarenakan
waktu yang kurang memungkinkan. Selanjutnya, menurut persepsi 30 orang siswa
SMP 65,13%, guru belum pernah memperhatikan aspek penggunaan metode
dalam pembelajaran.
Selain itu rata-rata guru di Bandar Lampung belum melakukan proses
pembelajaran yang berorientasi pada pencapaian kemampuan pemecahan masalah
matematis. Secara keseluruhan hasil survei menunjukkan bahwa guru-guru
matematika di Bandar Lampung menyetujui perlu dikembangkannya bahan ajar
berupa bahan ajar guru dan siswa yang berdasarkan pembelajaran berbasis
pendekatan kontekstual dengan mengakomodasi metode investigasi kelompok
9
untuk memfasilitasi kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP pada
pokok bahasan garis singgung lingkaran.
Hasil survei terhadap 10 orang guru SMP dari beberapa sekolah negeri dan swasta
di Bandar Lampung diantaranya adalah SMP Al-Kautsar Bandar Lampung
sebagai lokasi dari kegiatan studi pendahuluan. Melalui wawancara dengan
seorang guru matematika kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar Lampung bahwa:
Jika ditinjau dari proses pembelajaran matematika yang dilaksanakan di
sekolah masih berpusat pada guru, metode yang digunakan masih kurang
variasi dalam hal ini metode ceramah.
Ditinjau dari segi bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran lebih
banyak menggunakan bahan paket jarang menggunakan bahan ajar. Terkadang
menggunakan bahan ajar hanya pada materi tertentu saja misalnya pada pokok
bahasan garis singgung lingkaran pernah menggunakan bahan ajar. Berikut contoh
gambar dari bahan ajar berupa bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran
garis singgung lingkaran :
Gambar 1.1 Bahan Ajar Materi Lingkaran
10
Gambar 1.2 Bahan Ajar Materi Lingkaran
Cuplikan gambar 1 dan 2 pada bahan di atas jika di amati, materi yang
disajikan cukup singkat dan kurang mengembangkan kegiatan pembelajaran.
Pada bahan ajar tersebut tampak bahwa kedua bahan ajar tersebut tampak
berbeda, namun kegiatan menemukan rumus panjang garis singgung lingkaran
tetap disampaikan secara langsung sehingga belum mencukupi dari segi variasi
aktivitas siswa. Pengemasan bahan yang demikian belum sepenuhnya cocok
apabila digunakan dalam kegiatan diskusi sehingga pembelajaran yang dilakukan
selama ini hanya berpusat pada guru yang menyebabkan sehingga siswa kurang
aktif dan antusias dalam mengikuti proses pembelajaran.
Jika ditinjau dari bahan ajar yang digunakan belum disesuaikan dengan latar
belakang pemahaman siswa, belum mampu menghubungkan antara apa yang
mereka pelajari dengan pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. Dari
beberapa materi pokok matematika diantaranya materi garis singgung
lingkaran, pada dasarnya siswa sudah dapat memahami materi-materi yang
dipelajari dalam garis singgung lingkaran. diantaranya adalah siswa sudah
11
dapat memahami sifat-sifat garis singgung lingkaran, kedudukan dua
lingkaran, dan menentukan panjang garis singgung lingkaran.
Jika ditinjau dari aktivitas siswa selama pembelajaran masih kurang aktif
terutama dalam kegiatan diskusi dan mengerjakan soal latihan yang diberikan
oleh guru.
Fakta lain secara umum juga memperlihatkan kurangnya ketertarikan dan
keinginan siswa dalam mempelajari matematika. Untuk menciptakan situasi yang
menyenangkan, seorang guru harus mampu membangun euphoria siswa yang
sangat diperlukan dalam membangun pembelajaran yang efektif dan terpadu
efektif di kelas. Selain itu, guru juga harus membangun suasana agar siswa dapat
saling bekerjasama dalam belajar kelompok.
Berdasarkan keterangan di atas, perlu dilakukan kegiatan membuat analisis
kebutuhan dengan cara menghimpun elemen–elemen strength (kekuatan),
weakness (kelemahan), opportunity (peluang), dan threat (ancaman) yang diambil
dari data atau dokumen yang ada.
Penggunaan bahan ajar dengan metode investigasi kelompok dapat
menumbuhkan ide, kreatifitas serta sikap kritis siswa. Sehingga siswa dapat
menginternalisasi konsep melalui penemuan, penguatan, dan keterhubungan
sehingga siswa dapat mengembangkan berbagai cara dalam memperoleh jawaban,
sehingga pembelajaran lebih mementingkan proses dari pada hasil. Hal ini akan
membentuk pola pikir siswa dalam memecahkan permasalahan matematika.
12
Menurut Vygotsky (Hamruni, 2012:174), pengetahuan dan pemahaman anak
ditopang banyak oleh komunikasi dengan orang lain. Suatu permasalahan tidak
dapat dipecahkan secara sendiri , tetapi membutuhkan bantuan orang lain. Kerja
sama saling memberi dan menerima sangat dibutuhkan untuk memecahkan suatu
persoalan. Oleh karena itu kebutuhan akan metode pembelajaran yang dapat
membuat siswa aktif bekerja sama untuk memecahkan masalah dalam
pembelajaran matematika yaitu dengan metode investigasi kelompok. Metode
pembelajaran ini merupakan metode pembelajaran berkelompok yang
menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi
pelajaran yang akan dipelajari. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki
kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses
kelompok. Metode investigasi kelompok dapat melatih siswa untuk menemukan
kemampuan berpikir mandiri dalam memecahkan masalah matematika.
Pembelajaran secara berkelompok akan lebih efektif dari pada siswa memahami
materi dari bahan ajar berbasis kontekstual tersebut secara individu. Jika ada
siswa yang belum paham dalam memecahkan masalah matematika maka dia bisa
bertanya dengan teman lain dalam kelompoknya. Mereka akan saling berbagi
pendapat dan saling membantu, sehingga pada akhirnya mereka semua dapat
memecahkan masalah tersebut. Selain itu dengan bekerja sama tidak hanya
membantu siswa menguasai materi pembelajaran, tetapi sekaligus memberikan
wawasan pada dunia nyata bahwa untuk menyelesaikan suatu tugas akan lebih
berhasil jika dilakukan secara bersama-sama atau bekerjasama dalam bentuk tim
kerja (Komalasari, 2010:10).
13
Dalam pembelajaran ini siswa diberikan bahan ajar untuk didiskusikan secara
berkelompok diharapkan siswa dengan mudah dapat memahami konsep materi
sehingga dapat digunakan untuk memecahkan masalah matematika. Siswa diajak
belajar mandiri, dilatih untuk mengoptimalkan kemampuannya dalam menyerap
isi materi pelajaran, dilatih untuk menjelaskan temuannya pada pihak lain, dan
dilatih untuk memecahkan masalah. Jadi, melalui pengembangan bahan ajar
dengan metode investigasi kelompok akan tercipta suatu proses pembelajaran
penuh keaktifan, kemandirian dan keterampilan. Sehingga pemecahan masalah
matematika dapat berkembang secara efektif.
Hal ini diperkuat pendapat Slavin dalam implementasi teknik group investigation
dapat dilakukan melalui 6 (enam) tahap. Tahapan tersebut adalah: 1) identifying
the topic and organizing pupils into groups, 2) planning the learning task, 3)
carrying out the investigation, 4) preparing a final report, 5) presenting the final
report, and 6) evaluation. D engan melihat tahapan tersebut, maka pembelajaran
dengan teknik group investigation berawal dari mengidentifikasi topik dan
mengatur murid ke dalam kelompok, merencanakan tugas yang akan dipelajari,
melaksanakan investigasi, menyiapkan laporan akhir, mempresentasikan laporan
akhir dan berakhir pada evaluasi (Slavani, 1995 : 113-114) .
Pengembangan bahan ajar matematika yang berupa bahan siswa dan bahan guru
memperhatikan kurikulum yang sedang berlaku yakni Kurikulum 2013 (K13).
Bahan ajar matematika yang digunakan berupa bahan siswa dan bahan guru
memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi siswa untuk mengkonstruksi
pemahaman baik secara mandiri maupun secara berkelompok bukan hanya
14
menerima pengetahuan dari guru, karena bahan ajar berbasis kontekstual dengan
metode investigasi kelompok merupakan media yang tepat sebagai sarana
penyimpanan konsep pembelajaran Matematika. Adapun materi yang akan
disampaikan adalah garis singgung lingkaran, karena materi ini sangat tepat
dengan kondisi dan lingkungan sekitar siswa sehari-hari yang sering dijumpai.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti menganggap perlu untuk
mengembangkan suatu bahan ajar matematika yang berupa bahan siswa dan
bahan guru. Pada tahapan pengembangan bahan ajar matematika yang berupa
bahan siswa dan bahan guru, diperlukan kesesuaian dengan permasalahan yang
ada dengan metode atau pendekatan pembelajaran yang dikombinasikan.
Komponen-komponen pada metode investigasi kelompok dapat digunakan
dalam mengembangkan bahan ajar matematika yang berupa bahan siswa ajar dan
bahan ajar guru, dimana metode investigasi merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi dunia
nyata siswa dan motivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya secara diskusi. Dengan begitu, mereka dapat saling berbagi pendapat
dan saling membantu. Sehingga mereka semua dapat memecahkan masalah pada
materi yang sebelumnya belum mereka pahami serta menjadikannya materi
tersebut sebagai materi yang disukai. Penelitian ini berjudul “Pengembangan
Bahan ajar Metode Investigasi Kelompok untuk Memfasilitasi Kemampuan
Pemecahan Masalah dan Disposisi Matematis Siswa”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah :
15
1. Bagaimana bentuk dan hasil (produk) bahan ajar matematika dengan metode
investigasi kelompok?
2. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan
pengembangan bahan ajar matematika dengan metode investigasi kelompok?
3. Bagaimana disposisi matematis siswa dengan pengembangan bahan ajar
matematika dengan metode investigasi kelompok?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian adalah :
1. Untuk mengetahui bentuk dan hasil (produk) bahan ajar matematika dengan
metode investigasi kelompok
2. Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan
pengembangan bahan ajar matematika dengan metode investigasi kelompok
3. Untuk mengetahui disposisi matematis siswa dengan pengembangan bahan
ajar matematika dengan metode investigasi kelompok
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. Siswa, untuk memberi suasana baru guna melatih siswa aktif dalam belajar
berdiskusi dengan kelompoknya dan dapat menyelesaikan suatu tugas secara
relevasi terhadap bentuk nyata dalam kehidupan sehari-hari secara bersama-
sama.
2. Guru, sebagai bahan referensi untuk mengajarkan materi pembelajaran yang
sesuai dengan kebutuhan siswa dan referensi bagi guru dalam
16
mengembangkan bahan ajar untuk memfasilitasi kualitas belajar dan
pembelajaran melalui metode investigasi kelompok.
3. Sekolah, sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan dan
penyempurnaan program pengajaran matematika di sekolah.
4. Peneliti lainnya, dapat menggunakan informasi dari penelitian ini untuk
mengembangkan bahan ajar pada metode, pokok bahasan, dan pada
kemampuan kognitif yang lainnya.
E. Definisi Operasional
Istilah-istilah yang perlu dijelaskan dalam pengembangan bahan ajar matematika
yang akan dibuat adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan bahan ajar matematika adalah suatu usaha penyusunan
kegiatan belajar guru maupun siswa yang disusun untuk membantu siswa
mencapai sejumlah tujuan pembelajaran matematika yang dirumuskan secara
khusus dan jelas.
2. Metode investigasi kelompok adalah siasat atau cara yang sengaja digunakan
oleh guru dalam melakukan pembelajaran di kelas secara berkelompok dalam
menyelesaikan suatu permasalahan yaitu melalui tahap membagi kelompok,
merencanakan tugas yang akan dipelajari, melaksanakan investigasi,
penyusunan laporan, presentasi dan evaluasi.
3. Kemampuan pemecahan masalah matematika dipandang sebagai proses di
mana siswa menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya
terlebih dahulu yang digunakan untuk memecahkan masalah. Kemampuan
pemecahan masalah diukur melalui indikator : (1) mengidentifikasi unsur-
unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang
17
diperlukan, (2) merumuskan masalah matematika atau menyusun model
matematika, (3) menempatkan strategi untuk menyelesaikan berbagai
masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau di luar matematika, (4)
menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal.
4. Disposisi matematis merupakan kecenderungan sikap individu dalam
mengembangkan kebiasaan baik pada matematika.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengembangan Bahan Ajar
Penelitian pengembangan merupakan jenis penelitian yang berorientasi pada
pengembangan dan validasi produk. Penelitian pengembangan sering dikenal
dengan Research and Development (R&D). Penelitian pengembangan merupakan
proses untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk
yang telah ada dan memvalidasi produk tersebut untuk mengetahui layak atau
tidak untuk digunakan dalam proses pembelajaran.
Menurut Gay, (1991) Penelitian Pengembangan adalah suatu usaha untuk
mengembangkan suatu produk yang efektif untuk digunakan sekolah, dan bukan
untuk menguji teori. Sedangkan Borg and Gali (2003:572), mendefinisikan
penelitian pengembangan sebagai berikut: Penelitian Pendidikan dan
pengembangan (R & D) adalah proses yang digunakan untuk mengembangkan
dan memvalidasi produk pendidikan. Hakikatnya, yang dimaksud dengan produk
dalam konteks ini adalah tidak selalu berbentuk hardware (buku, modul, alat
bantu pembelajaran di kelas dan laboratorium). Dapat juga berupa perangkat
lunak (software) seperti program untuk pengolahan data, pembelajaran di kelas,
perpustakaan atau laboratorium, ataupun model- model pendidikan, pembelajaran
pelatihan, bimbingan, evaluasi, manajemen. Langkah-langkah dari proses ini
biasanya disebut sebagai siklus R & D. Siklus R & D terdiri dari cara mempelajari
temuan penelitian yang berkaitan dengan produk yang akan dikembangkan,
19
mengembangkan produk berdasarkan temuan, pemantapan produk pengujian yang
akin digunakan, dan merevisinya untuk memperbaiki kekurangan yang ditemukan
dalam tahap mengajukan pengujian. Langkah-langkah yang ada R & D sangat
ketat, karena diulang sampai bidang data uji menunjukkan bahwa produk tersebut
memenuhi tujuan penelitian.
Sedangkan menurut Sugiyono (2014), penelitian dan pengembangan merupakan
metode penghubung atau pemutus kesenjangan antara penelitian dasar dengan
penelitian terapan. Sering dihadapi adanya kesenjangan antara hasil-hasil
penelitian dasar yang bersifat teoritis dengan penelitian terapan yang bersifat
praktis.
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan atau materi yang disusun secara sistematis
yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan
belajar mengajar sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan
siswa untuk belajar, bahan tersebut dapat berupa bahari tertulis maupun bahan
tidak tertulis (Depdiknas, 2008). Hal ini sejalan juga dengan dengan pendapat
National Centre for Competency Based Training (2007), bahan ajar adalah seperangkat
bahan tertulis maupun tidak tertulis yang digunakan oleh guru atau instruktur
untuk melangsungkan proses pembelajaran di kelas (dalam Prastowo, 2012: 16).
Selanjutnya, menurut Prastowo (2012: 31), sumber belajar merupakan bahan
mentah untuk penyusun bahan ajar, sehingga agar bisa disajikan kepada siswa
atau peserta didik, maka sumber belajar harus diolah atau dikelola terlebih dahulu.
Bahan ajar merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah.
Melalui bahan ajar guru akan lebih mudah dalam melaksanakan pembelajaran dan
20
siswa akan lebih terbantu dan mudah dalam belajar. Bahan ajar dapat di buat
dalam berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik materi ajar yang
akan disajikan. Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan
guru/instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran.
Depdiknas (2008), ada beberapa fungsi bahan ajar antara lain sebagai berikut:
(1) Pedoman bagi guru yang akan mengarahkan semua aktifitas dalam proses
pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya
diajarkan kepada siswa, (2) Pedoman bagi siswa yang akan mengarahkan semua
aktifitas dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi
yang seharusnya dipelajari/dikuasai, (3) Sebagai alat evaluasi pencapaian hasil
pembelajaran.
Rezeki (2012), penyusunan bahan ajar bertujuan untuk: (1) Menyediakan bahan
ajar yang sesuai dengan tuntunan kurikulum dengan mempertimbangkan
kebutuhan siswa, yakni bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik dan Setting
atau lingkugan sosial siswa, (2) Membantu siswa dalam memperoleh alternatif
bahan ajar di samping buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh,
(3) Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Sumarno (2007), bahan ajar memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut: (1)
berisi informasi atau pesan dalam bentuk rangkaian konsep-konsep atau teori
dalam bidang pengetahuan dan keterampilan tertentu, (2) disusun secara
sistematis, (3) disajikan dan dikemas berdasarkan teori belajar dan membelajarkan
yang sesuai dengan sifat pengetahuan atau keterampilan tertentu, (4) disususn
sesuai/relevan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
21
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian
pengembangan bahan ajar adalah serangkaian proses untuk menghasilkan atau
memperbaiki suatu produk pembelajaran yang sudah ada kemudian divalidasi
berdasarkan teori pengembangan yang telah ada melalui beberapa proses atau
tahapan-tahapan agar sesuai sesuai dengan tujuan yang diinginkan dan dapat
digunakan dalam proses pembelajaran.
B. Metode
1. Pengertian Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran merupakan bagian sistem yang tidak lepas dari komponen-
komponen lain dalam proses pembelajaran. Dalam dunia pendidikan dikenal
metode-metode pembelajaran yang sangat beragam dan dengan adanya metode
tersebut diharapkan proses pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
Salah satu metode yang ada adalah metode investigasi kelompok. Ide model
pembelajaran ini bermula dari perspektif filosofis terhadap konsep belajar, yaitu
untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan atau teman. Pada tahun
1916, John Dewey, menulis sebuah buku Democracy and Education. Dalam buku
itu, Dewey mempunyai gagasan tentang konsep belajar, bahwa kelas seharusnya
merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar
tentang kehidupan nyata. Pemikiran Dewey yang utama tentang konsep belajar
ini adalah:
a. Siswa hendaknya selalu aktif (Jearning by doing).
b. Saat belajar hendaknya didasari motivasi intrinsik.
c. Sifat pengetahuan adalah berkembang, bukan bersifat tetap.
d. Kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa.
22
e. Proses pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip,
saling memahami dan saling menghormati satu sama lain.
f. Proses kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia luar.
g. Gagasan-gagasan Dewey kemudian dikembangkan oleh Hebert Thelen. Thelen
ini menyatakan bahwa kelas hendaknya merupakan miniatur demokrasi yang
bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial antar pribadi.
Metode mengajar merupakan suatu komponen di dalam kurikulum Matematika.
Agar suatu kurikulum Matematika dapat tersusun menjadi suatu satuan yang utuh,
maka diperlukan cara bagaimana seorang guru menyampaikan struktur-struktur
dan konsep-konsep Matematika kepada siswa sedemikian rupa hingga mereka
ikut aktif berpartisipasi di dalam proses belajarnya. Menurut Sanjaya (2008: 147),
metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang
sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara
optimal. Ini berarti metode digunakan untuk merealisasikan proses belajar
mengajar yang telah ditetapkan.
Sedangkan menurut Ginting (2008: 42), metode pembelajaran dapat diartikan cara
atau pola yang khas dalam memanfaatkan berbagai prinsip dasar pendidikan serta
berbagai teknik dan sumberdaya terkait lainnya agar terjadi proses pembelajaran
pada diri pembelajar. Dengan kata lain metode pembelajaran adalah teknik
penyajian yang dikuasai oleh seorang guru untuk menyajikan materi pelajaran
kepada murid di dalam kelas baik secara individual atau secara kelompok agar
materi pelajaran dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh murid dengan
baik.
23
Berdasarkan pemaparan dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
metode pembelajaran adalah rangkaian sistem pembelajaran yang memegang
peran teramat penting, karena keberhasilan pembelajaran sangat tergantung pada
cara guru dalam menggunakan metode pembelajaran untuk menyajikan materi
pelajaran kepada murid di dalam kelas baik secara individual atau secara
kelompok.
2. Ciri-Ciri Metode Pembelajaran yang Baik
Banyak metode yang bisa dipilih oleh seorang guru dalam kegiatan belajar
mengajar. Oleh karena itu setiap guru yang akan mengajar diharapkan untuk
memilih metode yang baik. Karena Baik dan tidaknya suatu metode yang akan
digunakan dalam proses belajar mengajar terletak pada ketepatan memilih suatu
metode sesuai dengan tuntutan proses belajar mengajar. Adapun ciri-ciri metode
yang baik untuk proses belajar mengajar adalah Fathurohman adalah sebagai
berikut:
a. Bersifat luwes, fleksibel dan memiliki daya yang sesuai dengan watak murid
dan materi.
b. Bersifat fungsional dalam menyatukan teori dengan praktik dan mengantarkan
murid pada kemampuan praktis.
c. Tidak mereduksi materi, bahkan sebaliknya mengembangkan materi.
d. Memberikan keleluasaan pada murid untuk menyatakan pendapat.
e. Mampu menempatkan guru dalam posisi yang tepat, terhormat dalam
keseluruhan proses pembelajaran.
Fathurohman, (2007:31)
24
Metode yang digunakan dapat menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai serta
sikap-sikap utama yang diharapkan dalam kebiasaan cara bekerja yang baik dalam
kehidupan sehari-hari.
Dari uraian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa suatu metode yang akan
digunakan dalam proses belajar mengajar bisa dikatakan baik jika metode itu bisa
mengembangkan potensi siswa.
Prinsip-prinsip penentuan metode pembelajaran dalam proses belajar mengajar
guru dalam menentukan metode hendaknya tidak asal pakai, guru dalam
menentukan metode harus melalui seleksi yang sesuai dengan perumusan tujuan
pembelajaran. Metode pembelajaran yang diperlukan dalam pembelajaran
Matematika adalah metode pembelajaran yang mampu mengaktifkan siswa-
siswanya dalam kegiatan pembelajaran, salah satunya adalah metode invetigasi
kelompok. Metode pembelajaran investigasi kelompok merupakan metode
pembelajaran yang terstruktur dan sistematis, di mana kelas terdiri dari kelompok-
kelompok kecil yang bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama.
3. Pengertian Investigasi Kelompok
Metode investigasi merupakan sebuah bentuk pembelajaran kooperatif yang
berasal dari jamannya John Dewey. Kemudian dikembangkan oleh Thelandan
diperluas serta dipertajam oleh Shlomo, Yael Sharan, dan Rachel- Lazarowitz.
Peran guru dalam investigasi kelompok adalah sebagai nara sumber dan
fasilitator. Dasar pemikiran tentang pembelajaran investigasi kelompok
dikemukakan oleh Dewey (Slavin, 2005: 214) yang berpandangan bahwa
kooperasi di dalam kelas merupakan sebuah prasyarat untuk bisa menghadapi
25
masalah kehidupan yang kompleks dalam masyarakat demokrasi. Selanjutnya
Dewey (Slavin, 2005: 215) juga mengungkapkan bahwa kelas adalah sebuah
tempat kreatifitas kooperatif bagi guru dan siswa untuk membangun proses
pembelajaran, didasarkan pada perencanaan mutual dari berbagai pengalaman,
kapasitas, dan kebutuhan mereka masing-masing.
Menurut Sharan and Sharan (Slavin 2005: 24), investigasi kelompok merupakan
perencanan pengaturan kelas yang umum di mana para siswa bekerja sama dalam
kelompok kecil menggunakan pertanyaan kooperatif, diskusi kelompok, serta
perencanaan dan proyek kooperatif. Dalam model ini siswa dibebaskan untuk
membentuk kelompoknya sendiri yang terdiri dari dua sampai enam orang
anggota, yang kemudian memilih topik-topik yang akan dipelajari seta
membahasanya sampai akhirnya menyimpulkan hasil pembahasan tersebut.
Aunurrahman (2010: 151), melalui pembahasannya mengungkapkan bahwa:
Investigasi kelompok merupakan media organisasi untuk mendorong dan
membimbing keterlibatan siswa dalam belajar. Siswa terlibat aktif dalam berbagai
peristiwa di kelas. Mereka berkomunikasi secara bebas dan bekerjasama dalam
merencanakan dan melaksanakan topik yang mereka pilih untuk penyelidikan,
mereka dapat mencapai hal yang lebih dari mereka yang melakukannya secara
individu. Hasil kerja kelompok mencerminkan kontribusi masing-masing anggota,
tetapi secara intelektual lebih kaya dari kerja yang dilakukan secara individual
oleh siswa yang sama.
Selanjutnya, menurut Miftahul Huda (2011: 16), "Investigasi kelompok
diklasifikasikan sebagai metode investigasi kelompok karena tugas-tugas yang
26
diberikan sangat beragam, mendorong siswa untuk mengumpulkan dan
mengevaluasi informasi dari beragam sumber, komunikasinya bersifat bilateral
dan multilateral, serta penghargaan yang diberikan sangat implisit". Dalam
pembelajaran investigasi kelompok, siswa memiliki pilihan penuh untuk
merencanakan apa yang dipelajari dan diinvestigasi. Siswa dibentuk dalam
kelompok-kelompok kecil secara heterogen dan masing-masing kelompok diberi
tugas dengan proyek yang berbeda-beda.
Berdasarkan pemaparan para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode
investigasi kelompok merupakan metode pembelajaran yang melibatkan siswa
secara maksimal dalam kegiatan pembelajaran mulai dari merencanakan topik-
topik yang akan dipelajari, bagaimana melaksanakan investigasinya, hingga
melakukan presentasi kelompok dan evaluasi. Metode ini menekankan pada
partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran
yang akan dipelajari melalui ajar yang tersedia, dalam hal ini bahan ajar guru dan
siswa. Metode pembelajaran investigasi kelompok sangat diperlukan untuk
memfasilitasi kemampuan pemecahan masalah matematis.
4. Karakteristik Metode Investigasi Kelompok
Menurut Sharan dan Slavin (Tukiran, Taniredja dkk, 2011: 75), investigasi
kelompok merupakan "karakteristik unit investigasi kelompok ada pada integrasi
dari empat fitur dasar yaitu investigasi, interaksi, penafsiran, dan motivasi
intrinsik". Berikut adalah pemaparan dari karekteristik dari metode investigasi
kelompok yaitu:
27
a. Investigasi
Investigasi dimulai ketika guru memberikan masalah. Disaat melakukan
penelitian mereka untuk mencari jawaban masalah, siswa mencari pengetahuan
yang mereka peroleh untuk mendapatkan informasi, gagasan, ketertarikan dan
pengalaman yang masing-masing mereka bawa ketika mengerjakan tugas.
b. Interaksi
Interaksi diantara adalah siswa saling memberikan dorongan, saling
mengembangkan gagasan, saling membantu untuk memfokuskan perhatian
mereka terhadap tugas, dan saling mempertentangkan gagasan. Menurut Thalen
bahwa interaksi sosial dan intelektual merupakan cara yang digunakan siswa
untuk mengolah lagi pengetahuan personal mereka dihadapan pengetahuan baru
yang didapatkan oleh kelompok, selama berlangsungnya penyelidikan.
c. Penafsiran
Pada saat para siswa menjalankan penelitian, mereka secara individual,
berpasangan dan mereka mengumpulkan informasi dari berbagai sumber berbeda.
Mereka bertemu anggota kelompok untuk bertukar informasi dan gagasan.
Bersama-sama mereka mencoba membuat penafsiran atas hasil penelitian mereka.
Penafsiran atas temuan-temuan yang telah mereka gabung merupakan proses
negosiasi antara tiap-tiap pengetahuan pribadi siswa dengan pengetahuan baru
yang dihasilkan, dan antara tiap- tiap siswa dengan gagasan dari informasi yang
diberikan oleh anggota lain dalam kelompok itu. Dalam konteks ini, penafsiran
merupakan proses sosial intelektual yang sesungguhnya interaksi-interaksi di
antara siswa.
28
d. Motivasi Intrinsik
Dengan mengundang siswa untuk menghubungkan masalah-masalah yang akan
mereka selidiki berdasarkan keingintahuan, pengetahuan dan perasaan mereka,
informasi yang mereka perlukan. Penyelidikan mereka mendatangkan motivasi
kuat lain yang muncul dari interaksi mereka dengan yang lain. Metode
pembelajaran investigasi kelompok merupakan bentuk pembelajaran dengan
metode tugas khusus.
5. Tujuan Metode Investigasi Kelompok
Pembelajaran investigasi kelompok memiliki beberapa tujuan utama diantaranya
hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, keterampilan-
keterampilan sosial dan kerjasama. Tipe pembelajaran pada investgasi kelompok
yaitu menekankan pada keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran,
sedangkan guru berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator. Pelaksanaan
investigasi kelompok akan berhasil jika didukung dengan latihan-latihan
berkomunikasi guna memecahkan suatu masalah. Dalam pelaksanakan investigasi
melalui beberapa tahap seperti mengidentifikasi topik dan mengorganisasikan ke
dalam kelompok kerja, merencanakan investigasi dalam kelompok, melaksanakan
investigasi, mempersiapkan laporan akhir, menyajikan laporan akhir
(mempresentasikan), dan evaluasi.
Metode pembelajaran dapat dikembangkan dalam tipe investigasi kelompok guna
membantu siswa dalam memperoleh pengetahuan baru melalui pengalamanya
dalam berkelompok. Kemudian melalui proses investigasi kelompok juga, siswa
akan saling bekerja bersama menyelesaikan tugas kelompok sehingga tercipta
kehangatan interpersonal siswa. Selanjutnya investigasi kelompok juga dapat
29
melatih siswa menjadi pembelajar yang mandiri karena siswa yang aktif dalam
mencari informasi-informasi yang berkaitan dengan materi pembelajaran melalui
bahan ajar yang tersedia. Melalui interaksinya dalam kelompok akan menjadikan
siswa lebih komunikatif dan berani dalam mengemukakan ide maupun
pendapatnya di dalam kelompok.
Dari empat fitur dasar karakteristik unit investigasi kelompok yang dipaparkan
oleh Sharan dan Slavin di atas. Maka penulis dapat simpulkan bahwa
karakteristik. Selain itu, pembentukan kelompok secara heterogen dapat melatih
siswa bersikap saling menghormati dan toleransi terhadap keragaman misalnya
perbedaan latar belakang siswa, agama, suku, budaya, dan sebagainya. Siswa akan
tetap bekerja sama dalam menyelesaikan tugas kelompok dan tidak memandang
adanya perbedaan. Ketika mengembangkan metode pembelajaran, diharapkan
proses pembelajaran akan lebih efektif dan efisien. Proses pembelajaran tidak lagi
semata-mata berpusat pada guru, akan tetapi menciptakan pembelajaran yang
interaktif antara siswa dengan guru, dan antara siswa dengan siswa. Dengan
demikian pembelajaran Matematika akan lebih bernakna bagi siswa, sehingga
siswa dapat mencapai hasil belajar yang optimal atau maksimal.
6. Kelebihan dan Kekurangan Metode Investigasi Kelompok
a. Kelebihan
Menurut Miftahul Huda (2011: 164), investigasi dianggap sebagai metode yang
paling sesuai bagi guru yang baru belajar menggunakan pembelajaran kooperatif.
Pada dasarnya Investigasi kelompok memiki prosedur-prosedur tersendiri, jika
guru memahami setiap prosedur dengan jelas maka dengan mudah guru dapat
menerapkan Investigasi kelompok dalam pembelajaran. Selanjutnya
30
Aunurrahman (2010: 152), mengungkapkan beberapa kelebihan dari model
investigasi yaitu sebagai berikut. Metode pembelajaran ini juga akan mampu
menumbuhkan kehangatan hubungan antar pribadi, kepercayaan, rasa hormat
terhadap aturan dan kebijakan, kemandirian dalam belajar serta hormat terhadap
harkat dan martabat orang lain. Dan yang lebih penting lagi adalah bahwa model
investigasi kelompok dapat dipergunakan pada seluruh areal subyek yang
mencakup semua anak pada segala tingkatan usia dan peristiwa sebagai model inti
untuk semua sekolah.
Dalam investigasi kelompok siswa diorganisir ke dalam kelompok-kelompok
kecil. Seperti yang diungkapkan oleh Sharan (Miftahul Huda, 2011: 17), bahwa
"performa siswa lebih efektif justru ketika mereka berada dalam kelompok-
kelompok kecil (seperti, peer tutoring dan investigasi kelompok) dibandingkan
dengan mereka yang bekerja dalam suasana tradisional ruang kelas yang
mengikutsertakan seluruh anggotanya". Dalam kelompok-kelompok kecil terdapat
hubungan interpersonal yang lebih intens dan lebih kompleks. Selanjutnya siswa-
siswa yang bekerja dalam kelompok-kelompok kecil memiliki rasa tanggung
jawab lebih besar untuk membantu siswa lain. Selain itu, siswa berada dalam
kelompok kecil lebih komunikatif satu sama lain.
Dalam kajian yang mendalam tentang investigasi kelompok Joyce dan Weil
(Aunurrahman, 2010: 153), menyimpulkan bahwa model investigasi kelompok
memiliki kelebihan dan komprehensivitas, di mana model ini memadukan
penelitian akademik, integrasi sosial, dan proses belajar sosial. Siswa
diorganisasikan ke dalam kelompok untuk melakukan penelitian bersama terhadap
masalah-masalah sosial maupun akademik.
31
Berdasarkan pemaparan dari kelebihan metode pembelajaran investigasi di atas
dapat disimpulkan bahwa secara tidak langsung siswa melakukan integrasi sosial
dan proses belajar sosial melalui interaksinya dalam kelompok, sehingga siswa
mampu dengan mudah menyerap mata pelajaran yang disajikan.
b. Kekurangan
Metode ini sangatlah komplek, karena para siswa bekerja secara kelompok mulai
dari tahap perencanaan sampai investigasi untuk menemukan hasil.
7. Langkah-langkah Metode Investigasi Kelompok
Langkah-langkah investigasi dikembangkan oleh beberapa ahli di antaranya oleh
Robert E. Slavin, Shlomo dan Yael Sharan, serta Bruce Joyce dan koleganya.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan langkah-langkah yang telah
dikembangkan oleh Robert E. Slavin. Sebelum melalui tahap-tahapan pada
investigasi kelompok, Slavin (2005: 215) mengatakan bahwa: "Investigasi
kelompok tidak dapat diimplementasikan dalam lingkungan pendidikan yang
tidak mendukung dialog interpersonal atau yang tidak memperhatikan dimensi
rasa sosial dari pembelajaran di dalam kelas".
Oleh karena itu, guna mendukung dialog interpersonal dari pembelajaran di dalam
kelas, siswa tentunya harus melewati tahapan-tahapan pada proses pembelajaran
tersebut. Proses pembelajaran yang dimaksud adalah proses pembelajaran pada
investigas kelompok. Menurut Slavin (2005: 218), dalam Investigasi kelompok
para siswa bekerja melalui enam tahap yaitu:
a. Mengidentifikasikan topik dan mengatur murid ke dalam kelompok.
b. Merencanakan tugas yang akan dipelajari,
32
c. Melaksanakan investigasi.
d. Menyiapkan laporan akhir.
e. Mempresentasikan laporan akhir.
f. Evaluasi
Berikut adalah langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan
metode investigasi kelompok yaitu:
a. Tahap mengidentifikasi topik dan mengatur murid ke dalam kelompok
Adapun kegiatan pada tahap ini yaitu:
1) Siswa mengamati sumber, memilih topik, dan menentukan kategori topik
permasalahan.
2) Siswa bergabung pada kelompok belajar berdasarkan topik yang mereka pilih
atau menarik untuk diselidiki.
3) Guru harus membatasi jumlah anggota antara 4 sampai 5 orang berdasarkan
keterampilan dan kemampuan yang heterogen.
b. Tahap merencanakan tugas yang akan dipelajari
Tahap ini merupakan tahapan untuk proses perencanaan tugas-tugas
pembelajaran. Para siswa beserta para guru merencanakan berbagai prosedur
belajar khusus, tugas dan tujuan yang sesuai dengan topik. Pada tahap ini siswa
bersama-sama merencanakan tentang:
1) Apa yang mereka pelajari?
2) Bagaimana mereka belajar?
3) Siapa saja dan apa saja yang mereka lakukan?
4) Apa tujuan mereka menyelidiki topik tersebut?
33
c. Tahap melaksanakan investigasi
Tahap ini merupakan tahapan pelaksanaan proyek siswa. Pada tahap ini kegiatan
yang ada adalah:
1) Siswa mengumpulkan informasi, kemudian menganalisis dan mensintesis
serta membuat kesimpulan terkait dengan permasalahan yang diselidiki.
2) Masing-masing anggota kelompok memberikan masukan pada tiap kegiatan
kelompok.
3) Siswa melakukan diskusi, mengklarifikasi, dan mempersatukan ide pendapat
untuk dapat diringkas dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
d. Tahap Pengorganisasian
Tahap ini untuk mempersiapkan hasil akhir. Ada beberapa kegiatan pembelajaran
pada tahap ini, yaitu:
1) Anggota kelompok menentukan pesan-pesan penting dalam hasil diskusi
masing-masing.
2) Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporakan dan
bagaimana mempresentasikannya.
3) Wakil dari masing-masing kelompok membentuk panitia diskusi kelas dalam
presentasi investigasi.
e. Tahap mempersentasikan laporan akhir
Penyajian hasil akhir merupakan tahapan dari hasil stiap kelompok kemudian di
diskusi kemudian hasil diskusi dipresentasikan oleh masing-masing di depan
kelas. Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai
topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas dalam saling terlibat dan
mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Kegiatan ini
34
dikoordinir oleh guru. Adapun Kegiatan pembelajaran yang ada pada tahap ini
adalah :
1) Penyajian kelompok pada keseluruhan kelas dalam berbagai variasi bentuk
penyajian.
2) Kelompok yang bukan giliran sebagai penyaji terlibat langsung sebagai
pendengar.
3) Pendengar mengevaluai, mengklarifikasi, dan mengajukan pertanyaan
atau tanggapan terhadap topik yang disajikan.
f. Tahap Evaluasi
Merupakan tahap penilaian proses kerja dan hasil proyek siswa. Guru beserta
siswa melakukan evaluasi tentang kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan
kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara
individu, kelompok, ataupun keduanya. Kegiatan yang dilakukan guru dan siswa
pada tahap ini adalah:
1) Siswa menggabungkan masukan-masukan tentang topiknya, pekerjaan yang
telah mereka lakukan, dan tentang pengalaman-pengalaman efektifnya.
2) Guru dan siswa mengkolaborasi, dan mengevaluasi tentang pembelajaran
yang telah dilaksanakan.
3) Penilaian hasil belajar dengan mengevaluasi tingkat pemahaman siswa.
Tahapan-tahapan siswa di dalam pembelajaran metode investigasi kelompok
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.1
35
Tabel 2.1 Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Investigasi Kelompok
Tahap IMengidentifikasi topikdan membagi siswa kedalam kelompok.
Guru memberikan kesempatan bagi siswa untukmemberi kontribusi apa yang akan mereka selidiki.Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas.
Tahap IIMerencanakan tugas.
Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruhanggota. Kemudian membuat perencanaan dari masalahyang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apayang akan dipakai.
Tahap IIIMembuatpenyelidikan.
Siswa mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasiinformasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikanbagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalammencapai solusi masalah kelompok.
Tahap IVMempersiapkan tugasakhir.
Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akandipresentasikan di depan kelas.
Tahap VMempresentasikantugas akhir.
Siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok laintetap mengikuti.
Tahap VIEvaluasi.
Soal ulangan mencakup seluruh topik yang telahdiselidiki dan dipresentasikan.
Sumber: Slavin, 2005
C. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
1 . Pengertian Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah adalah keikutsertaan dalam suatu tugas yang metode
pemecahanya tidak diketahui sebelumnya. Agar menemukan suatu pemecahan,
para siswa harus menarik pengetahuan yang mereka ketahui dan melalui proses
ini mereka sering kali akan membangun pemehaman-pemahaman baru.
Memecahkan masalah bukan saja merupakan suatu sasaran belajar tetapi sekaligus
merupakan alat utama dalam proses belajar. Para siswa harus sering mendapatkan
kesempatan untuk merumuskan, bergulat dan memecahkan masalah yang
kompleks guna menuntut usaha yang leb ih besar serta harus didorong untuk
merefleksi pada pemikiran mereka sendiri.
36
Pemecahan masalah dipandang sebagai suatu roses untuk menentukan kombinasi
dari sejumlah aturan yang diterapkan dalam upaya mengatasi situasi baru,
pemecahan masalah tidak sekedar sebagai bentuk kemampuan menerapkan
aturan-aturan yang telah dikuasai melalui kegiatan-kegiatan belajar terdahulu,
melainkan lebih dari itu, merupakan proses untuk mendapatkan seperangkat
aturan-aturan pada tingkatan-tingkatan yang lebih tinggi Gagne (Wena, 2010: 52).
Menurut Gagne et;al (Kesumawati, 2010: 33), pemecahan masalah merupakan
salah satu tipe keterampilan intelektual yang lebih tinggi derajatnya dan lebih
kompleks dari tipe intelektual lainya.
Selanjutnya Kesumawati (2010: 33), menyatakan bahwa pemecahan masalah
merupakan komponen yang penting yang memungkinkan siswa memperoleh
pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki
untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang rutin sehingga dapat membantu
orang tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pemecahan masalah
adalah aplikasi dari konsep keterampilan bukan hanya metode mengajar, tetapi
juga merupakan metode berpikir dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai
masalah yang tidak rutin baik masalah secara indifidu maupun secara
berkelompok untuk dipecahkan secara mandiri atau bersama-sama sehinga dapat
membantu keberhasilan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Kemampuan Pemecahan Matematis
Kemampuan pemecahan masalah matematis sangat bergantung dengan adanya
masalah yang ada di dalam Matematika. Pemecahan masalah erat kaitannya
37
dengan berfikir rasional dan kritis. Pada umumnya siswa yang berfikir rasional
akan menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab
pertanyaan "Bagaimana" (how) dan "Mengapa" (why). Dalam berfikir rasional
siswa dituntut menggunakan logika (akal sehat) untuk menentukan sebab-akibat,
menganalisis, dan menarik kesimpulan.
Seperti yang diungkapkan S. Nasution (2008: 170), memecahkan masalah dapat
dipandang sebagai proses di mana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan
yang telah dipelajarinya lebih dahulu yang digunakannya untuk memecahkan
masalah yang baru. Namun memecahkan masalah tidak sekedar menerapkan
aturan-aturan yang diketahui, akan tetapi juga menghasilkan pelajaran baru.
Melalui pemecahan masalah Matematika siswa-siswi dapat berlatih dan
mengintegrasikan konsep-konsep, teorema dan keterampilan yang telah dipelajari.
Arifin (Kesumawati 2010: 36), mendefinisikan kemampuan pemecahan masalah
matematis dalam penelitiannya dalam kemampuan seseorang dalam memecahkan
masalah-masalah yang tidak dapat segera diselesaikan.
John Dewey (dalam S. Nasution 1995: 171) menyatakan bahwa: "Dalam
pemecahan masalah ada empat langkah yang harus diikuti yaitu: (1) Pelajar
dihadapkan dengan masalah; (2) Pelajar merumuskan masalah itu; (3) Ia
merumuskan hipotesis; dan (4) Menguji hipotesisi itu". Empat tahap pemecahan
masalah dari kedua pendapat tersebut di atas merupakan satu kesatuan yang
sangat penting untuk dikembangkan. Salah satu cara untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah adalah melalui penyediaan
pemecahan masalah yang memerlukan strategi yang berbeda-beda dari suatu
38
masalah ke masalah lainnya. Jadi, dalam pemecahan masalah siswa perlu
diberikan kesempatan berulang-ulang.
Menurut kesumawati dalam penelitianya, indikator kemampuaan pemecahan
matematis sebagai berikut:
a. Menunjukkan pemahaman masalah, meliputi kemampuan mengidentifikasi
unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan.
b. Mampu membuat atau menyusun model Matematika, meliputi kemampuan
marumuskan masalah dalam Matematika.
c. Memilih dan mengembangkan strategi masalah meliputi kemampuan
memunculkan berbagai alternatif cara penyelesaian rumus-rumus atau
pengetahuan mana yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah tersebut.
d. Mampu menjelaskan dan memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh,
meliputi kemampuan mengidentifikasi kesalahan- kesalahan perhitungan,
kesalahan pengunaan rumus, memeriksa kecocokan antara yang telah
ditemukan dengan apa yang ditanyakan, dan dapat menjelasakan jawaban
tersebut.
Sementara menurut Wardhani (2008: 18), indikator yang menunjukkan
kemampuan pemecahan masalah antara lain:
a. Menunjukkan pemahaman masalah.
b. Mengorganisasikan data dan memilih informasi yang relevan dalam
pemecahan masalah.
c. Menyajikan masalah secara Matematika dalam berbagai bentuk.
d. Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat.
e. Mengembangkan strategi pemecahan masalah.
39
f. Membuat dan menafsirkan model Matematika dari suatu masalah.
g. Menyelesaikan masalah yang tidak rutin.
Dalam penelitian ini yang menjadi indikator kemampuan pemecahan masalah
matematis diambil dari indikator yang telah dikemukakan oleh kesumawati di
atas. Untuk mengukur kemampuan pemecahan matematis siswa diberikan post-tes
berupa soal-soal tentang materi yang diajarkan dalam hal ini materi garis
singgung lingkaran.
D. Disposisi matematis
Disposisi matematis merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan
keberhasilan belajar siswa. Siswa memerlukan disposisi yang akan menjadikan
mereka gigih menghadapi masalah yang lebih menantang, untuk bertanggung
jawab terhadap belajar mereka sendiri, dan untuk mengembangkan kebiasaan baik
pada Matematika. Hal ini sejalan dengan National Council of Teachers of Matematics
atau NCTM (2000) yang menyatakan bahwa sikap siswa dalam menghadapi
Matematika dan keyakinannya dapat mempengaruhi prestasi mereka dalam
Matematika.
Menurut NCTM (2000) disposisi Matematika mencakup beberapa komponen
sebagai berikut:
1. Percaya diri dalam menggunakan Matematika untuk menyelesaika masalah,
mengkomunikasikan ide-ide matematis dan memberikan argumentasi.
2. Berpikir fleksibel dalam mengeksplorasi ide-ide matematis dan mencoba
metode alternatif dalam menyelesaikan masalah.
3. Gigih dalam mengerjakan tugas Matematika.
40
4. Berminat, memiliki keingintahuan (coriousity) dan memiliki daya cipta
(inventiveness) dalam aktivitas berMatematika,
5. Memonitor dan merefleksi pemikiran dan kinerja.
6. Menghargai aplikasi Matematika pada disiplin ilmu lain atau dalam
kehidupan sehari-hari.
7. Mengapresiasi peran Matematika sebagai alat dan sebagai bahasa
Menurut Maxwell (2001), disposisi terdiri dari (l) inclination (kecenderungan),
yaitu bagaimana sikap siswa terhadap tugas-tugas; (2) sensitivity (kepekaan), yaitu
bagaimana kesiapan siswa dalam menghadapi tugas; dan (3) ability (kemampuan),
yaitu bagaimana siswa fokus untuk menyelesaikan tugas secara lengkap; dan (4)
enjoyment (kesenangan), yaitu bagaimana tingkah laku siswa dalam menyelesaikan
tugas.
Disposisi matematis siswa dikatakan baik jika siswa tersebut menyukai masalah-
masalah yang merupakan tantangan serta melibatkan dirinya secara langsung
dalam menemukan/menyelesaikan masalah. Selain itu siswa merasakan dirinya
mengalami proses belajar saat menyelesaikan tantangan tersebut. Dalam
prosesnya siswa merasakan munculnya kepercayaan diri, pengharapan dan
kesadaran untuk melihat kembali hasil berpikirnya. Polking (Syaban, 2008: 32),
menyatakan disposisi matematis meliputi: (1) kepercayaan dalam menggunakan
matematika untuk memecahkan permasalahan, untuk mengkomunikasikan
gagasan, dan untuk memberikan alasan; (2) fleksibilitas dalam menyelidiki
gagasan matematis dan berusaha mencari metoda alternatif dalam memecahkan
permasalahan; (3) tekun untuk mengerjakan tugas matematika; (4) mempunyai
minat, keingintahuan (curiosity), dan daya temu dalam melakukan pekerjaan
41
matematika; (5) kecenderungan untuk memonitor dan merefleksikan performance
dan penalaran mereka sendiri; (6) menilai aplikasi matematika ke situasi lain yang
timbul dalam matematika dan pengalaman sehari-hari; (7) penghargaan
(appreciation) peran matematika dalam kultur dan nilai, baik matematika sebagai
alat, maupun matematika sebagai bahasa.
Disposisi merupakan karakter atau kepribadian yang diperlukan seorang individu
untuk sukses. Siswa memerlukan disposisi matematis untuk bertahan dalam
menghadapi masalah, mengambil tanggung jawab dalam belajar mereka dan
mengembankan kebiasaan kerja yang baik dalam Matematika. Karakeristik
demikian penting dikembangkan dan dimiliki siswa. Kelak siswa belum tentu
akan meggunakan semua materi yang mereka pelajari di sekolah. Tetapi dapat
dipastikan bahwa mereka memerlukan disposisi positif untuk menghadapi situasi
problematik dalam kehidupan mereka.
Dalam 10 standar NCTM (2000) dikemukakan bahwa disposisi matematik
meunjukkan rasa percaya diri, ekspektasi dan metakognisi, perhatian serius dalam
belajar Matematika, kegigihan dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah,
rasa ingin tahu yang tinggi serta kemampuan berbagi pendapat dengan orang lain.
Selanjutnya, NCTM (2000) menyatakan bahwa sikap siswa dalam menghadapi
Matematika dan keyakinannya dapat mempengaruhi prestasi mereka dalam
Matematika. Sikap siswa terhadap Matematika tidak dapat dipisahkan dari
kemampuan matematis siswa. Siswa yang memiliki kemampuan lemah cenderung
akan bersikap negatif terhadap Matematika, sebaliknya siswa yang memiliki
kemampuan Matematika yang baik cenderung akan bersikap positif terhadap
Matematika. Namun dapat pula terjadi sebaliknya, siswa yang bersikap negatif
42
terhadap Matematika akan cenderung memiliki kemampuan Matematika yang
lemah, sedangkan siswa yang bersikap positif terhadap Matematika akan
cenderung makin memiliki kemampuan yang baik pula.
Sumarmo (dikutip Kesumawati, 2010: 42), mendefinisikan disposisi matematis
adalah keinginan, kesadaran, dan dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk belajar
Matematika dan melaksanakan berbagai kegiatan Matematika. Sedangkan
Kilpatrick, Swafford, dan Findell (2001) menanamkan disposisi matematis
sebagai productive position (disposisi produktif), yakni pandangan terhadap
Matematika sebagai sesuatu yang logis dan menghasilkan sesuatu yang berguna.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa disposisi matematis
merupakan sikap siswa yang memiliki kecenderungan berupa keterkaitan,
ketertarikan, dan aspresiasi terhadap Matematika untuk berfikir dan bertindak
secara positif dalam bentuk kepercayaan diri secara aktif, kerjasama, dan toleran.
E. Hubungan Investigasi Kelompok dengan Kemampuan Pemecahan Masalah
Guru merupakan salah satu komponen penting yang mendukung proses
pembelajaran, berkewajiban menciptakan suasana proses belajar mengajar yang
baik agar tujuan proses pendidikan dapat berhasil. Guru yang baik adalah guru
yang memiliki kemampuan dalam mengolah proses pendidikan.
Dalam penelitian ini akan dikembangkan metode investigasi kelompok untuk
memfasilitasi kemampuan pemecahan masalah. Pembelajaran investigasi
kelompok merupakan suatu metode yang menekankan pada pengintegrasian
secara aktif guna membangun pengetahuan baru dengan menggunakan
pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya baik secara individu maupun
43
secara berkelompok. Pengetahuan baru itu akan diuji dengan cara dalam
menjawab permasalahan-permasalahan secara runtun. Jika pengetahuan baru itu
berhasil menjawab permasalahan-parmasalahan yang dihadapi, maka pengetahuan
baru yaitu akan disimpan dalam memori jangka panjan. Kemampuan pemecahan
masalah adalah kemampuan mengidentuifikasi unsur-unsur yang diketahui,
ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan. Komponen yang
memungkinkan siswa memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta
keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang
tidak rutin.
Dengan demikian sangat jelas bahwa metode investigasi kelompok sangat
berhubungan dengan kemampuan pemecahan masalah, karena dengan
menggunakan pembelajaran investigasi kelompok akan memunculkan berbagai
dedikasi dari potensi maupun bakat yang tersembunyi dalam diri para siswa.
Dedikasi tersebut dikatakan baik jika siswa merasa tertarik untuk memecahkan
permasalahan Matematika baik secara individu maupun secara kelompok.
F. Hubungan Investigasi Kelompok dengan Disposisi Matematis
Proses kegiatan pembelajaran investigasi kelompok memiiki landasan teoritik
yang berakar pada teori-teori belajar kostruktivis. Pada pembelajaran ini,
perubahan sikap siswa hanya dapat terjadi jika konsep-konsep yang telah
dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses pembelajaran dalam
menyelesaikan pemecahan masalah yang ada.
Guru sangat berperan penting dalam hal tersebut, di mana peran guru adalah
membantu para siswa yang dalam menghasilkan rangkaian demi rangkaian yang
44
ada pada pokok bahasan yang sedang di pelajari, dalam hal ini adalah garis
singgung lingkaran. Sedangkan disposisi matematis merupakan bentuk karakter
yang tumbuh dalam diri siswa berupa rasa keingintahuan, kesadaran, dan dedikasi
yang kuat pada diri siswa untuk belajar Matematika untuk diamati oleh guru.
Dengan demikian metode investigasi kelompok sangat berhubungan dengan
disposisi matematis siswa, karena dengan menggunakan pembelajaran investigasi
kelompok akan memunculkan berbagai sikap siswa pada pembelajaran investigasi
kelompok potensi maupun bakat yang tersembunyi dalam diri seseorang siswa.
G. Penelitian yang Relevan
Berawal dari buku karangan John Dewey yang berasal Amerika Serikat pada
tahun 1916 dengan judul Democracy and Education. Buku ini berisikan tentang
gagasan tentang konsep belajar, bahwa kelas seharusnya merupakan cermin
masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan
nyata. Kemudian dikembangkan oleh Hébert Thelen tahun (1954, 1960) dengan
judul Promote the Concept of Démocratie Classes And Develop Spécifie Processes And
Structures To Complète The Work Group. Pada penelitian tersebut Thelen
mempromosikan konsep kelas demokratis dan mengembangkan proses dan
struktur tertentu untuk menyelesaikan pekerjaan kelompok. Thelen (Siddiqui:
2013), mengusulkan agar kelas diatur sehingga akan sama dengan masyarakat
yang lebih luas dan memiliki tatanan sosial dan budaya yang memungkinkan
siswa untuk berpartisipasi dalam menetapkan standar dan harapan.
Tahun 1991 Gay, berasal dari Negara yang sama dengan John Dewey melakukan
penelitian tentang Educational Evaluation and Measurement: Com-petencies for
45
Analysis and Application guna menghasilkan prinsip untuk desain program
pembelajaran dari pengembangan kemampuan pemecahan masalah yang efektif
untuk digunakan sekolah. Cobelens dan Nebraska (2006) juga membuat suatu
laporan tentang proyek penelitian tindakan tentang kemampuan pemecahan
masalah siswa. Selain itu, Zinggoro (2008) melakukan penelitian yang
menghasilkan prinsip untuk desain program pembelajaran yang mendorong
kemampuan pemecahan masalah yang mengacu pada pembelajaran investigasi
kelompok.
Berdasarkan pemaparan dari buku dan artikel yang ada, telah dijelaskan bukti-
bukti yang menunjukkan tentang penilaian kognitif siswa pada kemampuan
pemecahan masalah yang mengacu pada proses pembelajaran metode investigasi
kelompok.
Syaban (2008), menumbuhkan daya dan disposisi siswa SMP melalui
pembelajaran investigasi, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
disposisi matematis antara siswa yang pembelajarannya menggunakan
pembelajaran investigasi dan pembelajaran konvensional. Disposisi matematis
siswa secara keseluruhan yang pembelajarannya menggunakan model
pembelajaran investigasi lebih baik daripada siswa yang menggunakan
pembelajarannya secara konvensional.
Kesumawati (2010), peningkatan kemampuan pemahaman, pemecahan masalah,
dan disposisi matematis siswa SMP melalui pendekatan pendidikan Matematika
Realistis. Dalam hasil penelitiannya tersebut, kesumawati menjelaskan tentang
bagaimana cara mengetahui perkembangan interaksi siswa dalam kemampuan
46
pemahaman, pemecahan masalah, dan disposisi matematis siswa. Yunairi (2011),
menyarankan hasil penelitiannya yang berjudul "Strategi TTW (Think-Talk-Write)
sebagai upaya memfasilitasi kemampuan pemecahan masalah dan disposisi
matematis siswa kelas VIII SMP N 5 Wates Kulonprog" dapat dijadikan masukan
dan pertimbangan bagi guru agar dapat merancang soal-soal kemampuan
pemecahan masalah sehingga dapat meningkatakan kualitas pembelajaran
Matematika.
Selanjutnya, Rezeki (2012) dalam penelitiannya Pengembangan Bahan Ajar
Pokok Bahasan Garis Singung Lingkaran Berbasis Pendekatan Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia (PMRI), merupakan upaya dalam
pengembangan bahan ajar diajarkan dengan pokok bahasan garis singung
lingkaran.
H. Kerangka Pikir
Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada saat ini masih
dikatagorikan rendah. Hal ini disebabkan karena pembelajaran Matematika yang
dilakukan selama ini pada umumnya menitikberatkan pada soal-soal yang sifatnya
algoritmis serta rutin. Sehingga tidak dapat memicu dan menumbuhkembangkan
kemampuan matematis siswa. Dalam pembelajaran Matematika siswa merasa
puas jika gurunya yang menjelaskan. Hal ini menyebabkan hasil pendidikan
sekolah hanya mampu menghasilkan insan-insan yang kurang memiliki kesadaran
diri, kurang kreatif, kurang mandiri, kurang mampu berinteraksi terutama secara
berkelompok, dan kurang dalam menyelesaikan permasalahan yang ada dalam
kehidupan sehari-hari. Khususnya kemampuan dalam menyelesaikan masalah
matematis baik secara mandiri maupun berkelompok.
47
Investigasi Kelompok adalah pembelajaran yang didasarkan pada masalah. Siswa
akan membangun pengetahuannya melalui masalah yang diberikan. Dari masalah
yang disajikan, siswa akan bersama-sama menyelidiki masalah tersebut
berdasarkan pengetahuan yang telah ada, kemudian membentuk pengetahuan-
pengetahuan baru sehingga siswa mampu dengan mudah menyerap mata pelejaran
yang disajikan.
Investigasi kelompok diawali dengan pemberian masalah atau situasi masalah
kepada siswa. Siswa kemudian diajak untuk memahami masalah tersebut dan
mulai melakuan penyelidikan bagaimana cara menyelesaikan masalah yang
diberikan. Dalam permasalahan juga ada petunjuk dari bahan ajar yang menantang
siswa untuk menyelesai-kannya. Ketika siswa memperoleh ide atau gagasan
tentang solusi masalah yang diharapkan, maka siswa tersebut siap
mengidentifikasikan topik terhadap masalah yang disajikan dimana
mengidentifikasikan topik merupakan salah satu indikator kemampuan
pemecahan masalah.
Tahapan selanjutnya dalam investigasi kelompok adalah mengorganisasi siswa
untuk belajar dan membimbing penyelidikan individual maupun kelompok. Pada
tahapan ini, siswa dikelompokkan secara heterogen. Selama diskusi berjalan,
siswa mendiskusikan masalah yang diberikan dan saling menyampaikan pendapat.
Masing-masing siswa mungkin memiliki cara yang berbeda dalam menyelesaikan
masalah. Hal ini berkaitan dengan salah satu indikator kemampuan pemecahan
masalah yaitu melaksanakan investigasi. Ketika solusi masalah tersebut tidak
logis maka siswa dalam kelompok-nya melakukan menyiapkan laporan. Hal ini
48
terkait dengan indikator kemampuan pemecahan masalah yaitu menyiapkan
laporan. Cara-cara setiap siswa dibahas bersama-sama dalam kelompok untuk
diambil kesimpulan cara mana yang benar dan logis sebagai solusi masalah yang
diberikan. Hal ini terkait dengan indikator kemampuan pemecahan masalah siswa
yaitu penarikan mempersentasikan laporan akhir.
Salah satu bahan yang menunjang siswa untuk dapat menyelesaikan masalah
dalam kehidupan sehari-hari adalah bahan ajar guru dan siswa dengan metode
investigasi kelompok. Pembelajaran menggunakan bahan ajar guru dan siswa
dengan metode investigasi kelompok adalah pembelajaran yang dikemas sesuai
dengan kebutuhan dan proses pembelajaran yang lebih bermakna, menarik, dan
dapat membantu siswa untuk memfasilitasi kemampuan pemecahan masalah
matematis.
Bentuk pengembangan bahan ajar pada penelitian ini adalah pengembangan bahan
ajar guru dan siswa dengan metode investigasi kelompok. Komponen-komponen
Bahan ajar yang dikembangkan digunakan untuk menuntun dan mengarahkan
siswa untuk memecahkan permasalahan matematis dengan metode investigasi
kelompok. Aktivitas-aktivitas pada langkah kegiatan yang ada pada bahan ajar
tidak hanya melibatkan kemampuan pemecahan masalah matematis tentunya
melibatkan pula disposisi matematis siswa.
Selain itu, siswa dengan disposisi matematis yang baik, akan lebih mampu
menyelesaikan permasalahan matematis baik secara lisan maupun tulisan.
Sebaliknya siswa dengan disposisi matematis yang kurang, akan kurang mampu
49
dalam menyelesaikan permasalahan matematis matematis dengan baik dan
cenderung lebih cepat menyerah sebelum mencoba.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa investigasi kelompok diduga
dapat memfasilitasi kemampuan mengidentifikasi topik permasalahan,
merencanakan tugas, membuat penyelidikan, mempersiapkan tugas akhir,
mempersersentasikan tugas akhir dan evaluasi yang merupakan indikator
kemampuan pemecahan masalah. Dalam investigasi kelompok siswa juga
memfasilitasi percaya diri terhadap kemampuan, fleksibel dalam melakukan kerja
matematika, gigih dan ulet dalam mengerjakan tugas-tugas matematika,
melakukan refleksi atas kemampuan berfikir, menghargai aplikasi matematika,
dan mengapresiasi peranan matematika. Aspek-aspek tersebut merupakan
indikator dari disposisi matematis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa investigasi
kelompok dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan disposisi
matematis siswa.
50
Berikut adalah gambar hasil pemaparan alur kerangka pikir peneliti.
Gambar 2.1. Diagram Kerangka Pikir Peneliti
I. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan hasil kajian teoritis, maka
hipotesis dalam peneitian ini adalah bahan ajar dengan Metode Investigasi
Kelompok untuk Memfasilitasi Kemampuan Pemecahan Masalah dan Disposisi
Matematis Siswa.
KemampuanPemecahan Masalah
Kreativitas Kontekstual(Contextual creativity)
KompetensiSiswa
Kinerja BelajarSiswa
KMBMetode
PembelajaranInvestigasiKelompok
Standar ProsesStudent centeredlearning berbasiskonstruktivisme
Standar Isi Standar
Kelulusan SK, SD,
Indikator Materi
Pembelajaran
Bahan ajarguru dan
siswametode
investigasikelompok
Bias MetodeInvestigasiKelompok dalamPembelajaran
KemampuanPemecahan Masalah
Disposisi Matematis
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian Research and Development (R & D) atau penelitian
pengembangan. Model pengembangan bahan ajar yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan model menurut Borg and Gall dalam Sukmadinata
(2008) ada 10 langkah pelaksanaan strategi penelitian dan pengembangan, yaitu:
1. Melakukan penelitian pendahuluan (Prasurvei).
2. Melakukan perencanaan tujuan (Planning).
3. Mengembangkan jenis/bentuk produk awal (Develop preliminary form of
product).
4. Uji coba lapangan tahap awal {Preliminary field testing).
5. Melakukan revisi terhadap produk utama (Main product revision).
6. Melakukan uji coba lapangan utama (Main field testing).
7. Melakukan revisi terhadap produk operasional (Operasional product revision).
8. Melakukan uji lapangan operasional (Operasional field testing).
9. Melakukan revisi terhadap produk akhir (Final product revision).
10. Mendesiminasikan dan mengimplementasikan produk (Dissemination and
implementation).
Namun, pada penelitian dan pengembangan ini peneliti hanya sampai pada
tahapan ke-7 karena keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya dari peneliti.
52
Desain penelitian dan pengembangan pendidikan yang dikembangkan oleh Gall
and Borg (2003) dengan langkah-langkah yaitu: (1) analisis kebutuhan: studi
literatur dan studi lapangan; (2) perencanaan produk dan desain; (3)
pengembangan produk awal; (4) uji lapangan awal (5) revisi produk; (6) uji
lapangan (7) dan revisi produk akhir. Model ini dipilih karena langkah-langkah
pengembangannya sesuai dengan rancangan penelitian untuk menghasilkan bahan
ajar yang bermanfaat bagi pengembangan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa. Produk yang dikembangkan oleh peneliti adalah bahan ajar
dengan metode investigasi kelompok untuk memfasilitasi kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa.
B. Subjek Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2017/2018.
Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar Lampung
dengan alasan rasa keingintahuan siswa di sekolah yang tinggi, memiliki
pengetahuan dasar yang kuat pada pembelajaran sebelumnya, keadaan siswa yang
heterogen, dan letak sekolah ini dapat mewakili sekolah yang ada di Bandar
Lampung. Letak yang strategis serta karakteristik sama yang dimiliki sama
dengan sekolah menengah pertama lain. Sebelumnya penelitian ini dilakukan di
beberapa sekolah dengan dilakukan analisis kebutuhan terlebih dahulu yakni
berupa angket dan wawancara yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang
berkaitan dengan proses pembelajaran, kurikulum yang diterapkan, dan bahan ajar
yang dipakai dalam proses pembelajaran.
53
Berdasarkan hasil analisis kebutuhan bahwa kelas yang dapat digunakan untuk
kelas pengambilan data adalah VIII.E dengan jumlah siswa 36 orang di SMP
Al-Kautsar Bandar Lampung. Sedangkan siswa kelas VIII.B dengan jumlah siswa
32 merupakan kelas uji lapangan yang memiliki kemampuan sama dengan kelas
VIII.E. Pemilihan siswa kelas kelas VIII.E sebagai subjek penelitian karena siswa
kelas tersebut dalam proses pembelajaran hanya berpusat kepada guru sehingga
siswa kurang maksimal dalam memahami pelajaran matematika dan siswa
cenderung bersikap pasif.
C. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini berupa sumber data primer dan sumber data
skunder. Menurut Arikunto (2006:129), yang dimaksud dengan sumber data
adalah "Subjek dari mana data dapat diperoleh". Pengumpulan data dapat
menggunakan sumber primer dan sumber sekunder, yang terdiri dari:
1. Data Primer
Data Primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan
secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan oleh subjek yang dapat
dipercaya, yakni subjek penelitian atau informan yang berkenaan dengan variabel
yang diteliti atau data yang diperoleh dari responden secara langsung (Arikunto,
2010:172). Data ini diperoleh dengan cara. pengamatan langsung maupun dengan
cara observasi, wawancara, jurnal harian, angket, ataupun dokumentasi kepada
informan atau responden yang dipilih.
Informan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII.E, guru mitra, dan guru-
guru lain yang mengetahui latar belakang siswa-siswa di kelas VIII.E. Dari para
54
informan tersebut dapat dihasilkan data yang akurat Data primer yang diperoleh
dalam penelitian meliputi data identitas masing-masing siswa kelas VIII.E, latar
belakang siswa tersebut, dan relevansi latar belakang dengan penilaian dirinya
terhadap kemampuan pemecahan masalah saat di lapangan.
2. Data Sekunder
Data sekunder tidak langsung diperoleh dari responden dan digunakan sebagai
data pendukung data primer. Data sekunder biasanya berasal dari dokumen-
dokumen seperti catatan, foto, dan lain-lain.
D. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian pengembangan menurut Borg dan Gall dalam Sukmadinata
(2008) dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan penelitian yang akan dilakukan.
Pada penelitian ini hanya melakukan sampai tahap ketujuh yaitu melakukan revisi
terhadap produk operasional.
Tabel 3.1 Langkah-Langkah Penelitian Pengembangan Bahan Ajar
LANGKAH PENELITIAN KETERANGAN
1. Penelitian PendahuluanAnalisis Kebutuhan:a. Studi literaturb. Studi lapangan
2. PengembanganPembelajaran
Pengembangan Pembelajaran:a. Bahan ajar dengan motode investigasi
kelompokb. Materi Garis Singgung Lingkaran
3. Desain Produk Awal
Desain produk dan instrumen:a. Pembuatan Bahan Ajarb. Penyusunan perencanaan pembelajaran
(silabus, RPP, dan intrumen penilaian)c. Instrumen validasi produk
4. Uji Coba Tahap Awal
a. Uji ahli yang dilakukan oleh dua orangahli yaitu ahli desain pembelajaran danahli materi
b. Uji keterbacaan dilakukan pada siswa
55
yang telah menempuh materi pelajaranyang akan digunakan pada penelitian(dipilih beberapa siswa dengankemampuan rendah, sedang, dan tinggi)
c. Uji kelompok terbatas dilakukan padasiswa yang belum menempuh materipelajaran yang akan digunakan padapenelitian (dipilih paling sedikit enamsiswa dengan kemampuan rendah,sedang, dan tinggi)
5. Revisi Produk AwalRevisi produk awal dilakukan berdasarkanuji tahap awal
6. Uji Coba LapanganUji kelompok kecil dilakukan pada kelasyang menjadi subyek penelitian.
7. Penyempurnaan ProdukRevisi akhir dilakukan denganmemperhatikan catatan-catatan padapenelitian.
Pengembangan bahan ajar matematika dengan metode investigasi kelompok pada
materi garis singgung lingkaran, dilakukan dengan cara menyederhanakan tahap
pengembangan Borg and Gall melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Analisis Kebutuhan
Pada tahap penelitian dan pengumpulan data kegiatan yang dilakukan adalah
analisis kebutuhan yang meliputi analisis literatur dan analisis lapangan. Uraian
kegiatan tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Studi Literatur
Studi literatur yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kebutuhan dalam
pembelajaran matematika, kegiatan yang dilakukan berhubungan dengan
penelitian yang mencakup tentang media pembelajaran yang dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan di SMP Al-Kautsar Bandar Lampung. Studi literatur dilakukan
dengan cara mengkaji basis dari bahan pembelajaran yang relevan dikaji dari
jurnal penelitian yang relevan dengan penelitian dan pengembangan yang
dikembangkan serta kajian pustaka yang mendukung data yang dapat digunakan
56
sebagai bahan untuk mengembangkan produk yang dapat digunakan untuk
mengatasi permasalahan.
b. Studi Lapangan
Studi lapangan bertujuan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi di sekolah.
Kegiatan yang dilakukan pada studi lapangan meliputi wawancara, pemberian
angket (kuesioner) kepada guru dan siswa. Tujuan dilakukan penyebaran angket
dan wawancara adalah untuk mengetahui beberapa kebutuhan bahan pembelajaran
untuk menganalisis penyebab dari kesulitan yang dihadapi oleh siswa.
Berdasarkan hasil analisis kebutuhan dan wawancara telah dilakukan, bahwasanya
keberadaan bahan ajar guru dan siswa diharapkan dapat memberikan variasi atau
pengalaman yang berbeda dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat lebih
mudah memahami konsep materi yang dipelajari dan dapat memfasilitasi pestasi
belajar siswa.
2. Perencanaan Pengembangan Produk Awal
a. Perencanaan
Tahap perencanaan bertujuan untuk merancang bahan pembelajaran yang berupa
bahan ajar guru dan siswa dan memilih basis bahan ajar yang sesuai dengan
kebutuhan serta pemilihan format bahan ajar. Kegiatan yang dilakukan pada tahap
perencanaan adalah penulisan, pengadopsian metode, dan penyusunan bahan ajar
serta konsultasi dengan dosen pembimbing. Penulisan dan pengadopsian
dilakukan dengan cara mengumpulan materi pembelajaran. Tahap ini juga
dilakukan penyusunan instrumen pembelajaran.
57
b. Pengembangan produk
Tahap ini peneliti membuat desain atau konsep produk bahan yang
dikembangkan. Produk yang dikembangkan berupa bahan ajar berbasis
kontekstual dengan mengadopsi metode investigasi kelompok. Selanjutnya
produk tersebut dilakukan penilaian oleh validator yang meliputi ahli materi, ahli
media, ahli bahasa dan praktisi pendidikan. Adapun desain dari bahan ajar yang
ingin dikembangkan berdasarkan pada basis kontekstual dengan mengadopsi
metode investigasi kelompok yaitu sebagai berikut:
1) Masyarakat belajar
Kegiatan pembelajaran di mulai dengan pembagian kelompok yang dilakukan
oleh guru. Guru membagi kelompok yang terdiri dari 4-5 orang siswa tiap
kelompok. Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus
bersifat heterogen. Hasil diperoleh melalui shering antar teman, antar kelompok
yang tahu ke yang belum tahu.
2) Konstruktivisme (topik permasalahan dan perencanaan)
Dalam proses pembelajaran, siswa membuat perencanaan dalam membangun
pengetahuan mereka secara aktif melalui topik permasalahan pada bahan ajar,
baik secara mandiri maupu secara berkelompok selama dalam proses
pembelajaran. Sehingga siswa menjadi pusat kegiatan.
3) Penemuan (melaksanakan investigasi)
Pada kegiatan ini penemuan diawali dengan pengetahuan dan keterampilan dari
masing-masing siswa dengan cara melaksanakan investigasi. Dimulai dengan
merumuskan masalah, mengamati, menganalisis, dan mengkomunikasikan
permasalahan yang terdapat pada bahan ajar siswa.
58
4) Bertanya (melaksanakan investigasi)
Pada kegiatan ini melalui pertanyaan yang terarah, guru membimbing siswa untuk
dapat menyelesaikan permasalahan yang terdapat pada bahan ajar siswa sekaligus
menyiapakan laporan hasil kerja kelompok.
5) Pemodelan
Pada kegiatan ini, hasil dari laporan yang telah dibuat berupa penyelesaian
permasalahan yang ada pada bahan ajar dipersentasikan.
6) Refleksi (evaluasi)
Kegiatan refleksi ini adalah untuk melihat sudah sejauh mana pengetahuan yang
dibangun sebelumnya dapat meresap dibenak siswa. Kegiatan refleksi diwujudkan
dengan latihan soal pemecahan masalah dalam bahan ajar. Kemudian
dilaksanakan evaluasi bagaimana cara mengerjakan soal secara runtut oleh guru,
agar pada pokok permasalahan yang berbeda langkah tersebut dapat diikuti oleh
siswa.
7) Penilaian yang sebenarnya
Kegiatan ini dilalaikan guru untuk mengetahui dan memastikan bahwa siswa telah
mengalami proses pembelajaran dengan benar.
3. Uji Ahli
Setelah perencanaan dan pengembangan produk awal telah usai, maka produk
divalidasi oleh ahli materi, ahli bahasa dan praktisi pendidikan.
4. Revisi Produk Awal
Tahap revisi bertujuan untuk memperbaiki dan memfasilitasi kualitas dari bahan
ajar yang ada pada produk awal.
59
5. Uji Coba Lapangan Awal
Setelah produk divalidasi oleh ahli materi, ahli media, ahli bahasa dan praktisi
pendidikan, selanjutnya dilakukan uji coba lapangan awal terhadap produk yang
dihasilkan. Tujuan dari uji coba lapangan awal adalah untuk mengetahui kualitas
bahan yang dikembangkan.
6. Revisi Produk Hasil Uji Awal
Tahap revisi bertujuan untuk memperbaiki dan memfasilitasi kualitas dari bahan
ajar yang dihasilkan. Saran/masukan pada uji coba lapangan digunakan untuk
melakukan perbaikan terhadap bahan ajar yang telah dikembangkan dengan tujuan
memfasilitasi kualitas yang dihasilkan. Produk yang telah diperbaiki selajutnya
digunakan untuk uji coba pelaksanaan lapangan.
7. Uji Coba Pelaksanaa Lapangan
Bahan ajar yang telah diperbaiki pada tahap penyempurnaan, digunakan untuk uji
coba pelaksanaan lapangan. Uji coba pelaksanaan lapangan bertujuan untuk
mendapatkan saran/masukan dan penilaian dari siswa terhadap bahan ajar yang
dikembangkan serta untuk mengetahui efektivitas dari produk yang telah
dikembangkan. Efekfektifitas dalam penelitian ini, akan dilihat dari hasil uji coba
pelaksanaan lapangan, dari hasil uji coba pelaksanaan lapangan tersebut akan
dianalisis.
8. Revisi Produk Akhir
Pada uji coba pelaksanaan lapangan siswa juga memberikan saran/masukan untuk
perbaikan terhadap bahan ajar yang dikembangkan. Saran/masukan dari siswa
digunakan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan produk
60
yang telah dihasilkan. Setelah dilakukan revisi dan penyempurnaan diperoleh
produk yang siap digunakan untuk bahan pembelajaran siswa. Berikut adalah
skema langkah-langkah dalam penelitian pengembangan bahan ajar yang diadopsi
dari Borg and Gall yang telah disederhanakan:
Gambar 3.1 Prosedur Pengembangan produk menurut Borg and Gall (2008)
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari dua jenis instrumen,
yaitu nontes dan tes. Instrumen-instrumen tersebut akan dijelaskan sebagai
berikut:
1. Instrumen Nontes
Instrumen nontes yang digunakan dalam penelitian pengembangan ini ada 3 jenis,
yaitu observasi, dokumentasi, wawancara dan angket.
a. Observasi
Observasi dilakukan selama proses pembelajaran untuk mengamati kemunculan
disposisi matematis siswa selama proses pembelajaran. Pengamatan ini dilakukan
Analisiskebutuhan
studi literaturdan studi
Perancanaganpengembangan
produk awaldan akhir
Ujiahli
Revisiprodukawal
Ujilapangan
awalRevisiProduk
Ujilapangan
RevisiProduksi
Akhir
61
untuk setiap indikator matematis yang muncul selama proses pembelajaran
berlangsung, serta dianalisis pada setiap pertemuan. Dalam penelitian ini, salah
satu guru sekolah lain ikut terlibat sebagai observer mengamati perilaku siswa
selama proses belajar, sedangkan peneliti berperan sebagai guru, membantu siswa
dalam proses belajar. Mengingat keterbatasan waktu dan tenaga, peneliti
membatasi subjek yang diamati hanya 9 siswa, yaitu masing-masing tiga siswa
dengan kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah.
b. Dokumentasi
Dokumentasi berfungsi sebagai data dalam bentuk fisik berupa dokumen-
dokumen yang terkait dengan penelitian yang dilakukan, diantaranya adalah
jawaban siswa, dan foto kegiatan.
c. Wawancara
Instrumen ini digunakan saat studi pendahuluan berupa pedoman wawancara.
Instrumen digunakan untuk melakukan wawancara dengan guru saat observasi
mengenai kondisi awal siswa, pembelajaran yang dilakukan di kelas dan
pemakaian bahan ajar di sekolah.
d. Angket
Instrumen ini digunakan pada beberapa tahapan penelitian. Angket ini
menggunakan skala Likert sesuai tahapan penelitian dan tujuan pemberian angket.
1) Angket Kebutuhan Guru
Angket kebutuhan guru digunakan untuk menganalisis kebutuhan perangkat
pembelajaran yang berupa bahan ajar matematika. Angket kebutuhan guru
menggunakan tiga pilihan jawaban yaitu Tidak Perlu, Perlu dan Sangat Perlu.
62
Angket ini diisi oleh guru mata pelajaran matematika yaitu Berta Khoiriyati,
M.Pd. Guru tersebut memberikan jawaban bahwa di sekolah perlu
dikembangkan bahan ajar untuk memfasilitasi kemampuan pemecahan
masalah dan disposisi matematis siswa .
2) Angket Validasi Bahan Ajar
Instrumen dalam validasi desain menggunakan empat pilihan jawaban, yaitu
Sangat Baik (4), Baik (3), Kurang Baik (2), dan Sangat Tidak Baik (1),
sedangkan pada validasi materi menggunakan empat pilihan jawaban, yaitu
Sangat Menarik (4), Menarik (3), Cukup Menarik (2), dan Kurang Menarik
(1) yang diserahkan kepada ahli materi dan ahli desain. Kriteria dari ahli
desain meliputi aspek kesesuaian uraian materi dengan SK dan KD,
sistematika pembelajaran, evaluasi, ketersediaan latihan, dan efesiensi media.
Sementara kriteria yang menjadi penilaian dari ahli materi meliputi aspek
kualitas isi bahan ajar, kebenaran konsep, kedalaman konsep, keluasan
konsep, penggunaan bahasa, kualitas kelengkapan bahan/penunjang
perangkat pembelajaran, serta komentar dan saran dari ahli desain maupun
materi.
2. Instrumen Tes
Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian pengembangan ini adalah tes
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Tes kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa yang digunakan berbentuk tes uraian. Materi yang akan
diujikan dalam tes ini adalah garis singgung lingkaran. Tes ini bertujuan untuk
mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Saat penyusunan
soal, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi tes yang disesuaikan dengan indikator
63
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Instrumen tes yang digunakan
harus memenuhi kriteria tes yang baik, yaitu reliabel, memiliki daya pembeda
yang baik, dan memiliki tingkat kesukaran sedang.
a) Validitas Instrumen
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas ini
didasarkan judgment guru dengan asumsi bahwa guru kelas VIII mengetahui
dengan benar kurikulum yang digunakan, maka penilaian terhadap butir tes
dilakukan oleh guru kelas VIII tempat penelitian ini dilakukan. Penilaian guru
menyatakan bahwa butir-butir tes telah sesuai dengan kompetensi dasar dan
indikator yang diukur maka tes tersebut dikategorikan valid. Tes yang digunakan
diuji terlebih dahulu di kelas VIII.B sebagai kelas uji coba. Uji coba tes
dimaksudkan untuk mengetahui tingkat reliabilitas tes, daya beda butir tes, dan
tingkat kesukaran butir tes.
b) Reliabilitas (Reliability)
Sebelum menghitung nilai reliabilitas, dilakukan uji coba soal terlebih dahulu.
Menurut Sudijono (2013: 207-209) nilai reliabilitas dapat dihitung dengan
menggunakan rumus Alpha-Cronbach’s sebagai berikut.
r = 1 − ∑σσ
Keterangan:= koefisien reliabilitas tes
n = banyaknya butir soal∑ = jumlah varians skor tiap-tiap item= varians total
dimana:
= ∑ − ∑
64
Keterangan := varians total= banyaknya data∑ = jumlah semua data∑ = jumlah kuadrat semua data
Sudijono berpendapat bahwa suatu tes dikatakan baik apabila memiliki nilai
reliabilitas ≥ 0,70. Berdasarkan hasil perhitungan uji coba instrumen kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa, diperoleh nilai koefisien reliabilitas sebesar
0,79 (Lampiran C.3). Hal ini menunjukkan bahwa instrumen yang diujicobakan
memiliki reliabilitas yang tinggi sehingga instrumen tes ini dapat digunakan untuk
mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
c) Daya Pembeda
Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan peserta didik
yang mempunyai kemampuan tinggi dan peserta didik yang mempunyai
kemampuan rendah. Daya pembeda butir dapat diketahui dengan melihat besar
kecilnya angka indeks diskriminasi item atau angka yang menunjukkan besar
kecilnya daya pembeda. Sudijono (2008: 120) mengungkapkan untuk mengetahui
besar kecilnya angka indeks diskriminasi item dapat digunakan rumus sebagai
berikut:
DP = JA − JBIAKeterangan :DP : indeks daya pembeda satu butir soal tertentuJA : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolahJB : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolahIA : jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah)Menurut Sudijono (2013: 389) hasil perhitungan indeks daya pembeda
diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang tertera dalam Tabel 3.2.
65
Tabel 3.2 Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Hasil perhitungan daya pembeda butir soal yang telah diujicobakan disajikan pada
Tabel 3.3. berikut:
Tabel 3.3 Daya Pembeda Butir Soal
No. Butir Soal Nilai DP Interpretasi1 0,42 Baik2 0,04 Sangat buruk3 0,22 Sedang4 0,91 Baik Sekali
Melihat hasil perhitungan daya pembeda butir soal yang diperoleh, maka
instrumen tes yang sudah diujicobakan telah memenuhi kriteria daya pembeda
soal yang sesuai dengan kriteria yang diharapkan.
d) Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran digunakan untuk mengetahui bermutu atau tidaknya suatu item
tes. Sudijono (2013: 370) mengatakan bahwa butir-butir item tes dinyatakan
sebagai butir-butir item yang baik, apabila butir-butir item tersebut tidak terlalu
sukar dan tidak terlalu mudah, dengan kata lain derajat kesukaran item itu adalah
sedang atau cukup. Indeks tingkat kesukaran butir soal dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Sudijono, 2008: 372).
TK = JT
IT
Keterangan:TK : tingkat kesukaran suatu butir soalJT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperolehIT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal
Indeks Daya Pembeda Interpretasi
DP < 0,20 Sangat buruk0,20 – 0,39 Sedang0,4 – 0,69 Baik0,70 – 1,00 Baik Sekali
66
Interpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal dapat menggunakan kriteria indeks
kesukaran yang disajikan pada Tabel 3.4. Kriteria soal yang digunakan dalam
penelitian ini adalah soal dengan interpretasi sedang, yaitu memiliki nilai tingkat
kesukaran 0,25 ≤ TK ≤ 0,75. Witherington (Sudijono, 2013: 373) tertera pada
tabel berikut:
Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Tingkat KesukaranIndeks Tingkat Kesukaran (TK) Interpretasi
TK < 0,25 Terlalu Sukar0,25≤ TK ≤ 0,75 Cukup (Sedang)
TK > 0,75 Terlalu Mudah
Hasil perhitungan tingkat kesukaran butir soal yang diperoleh memenuhi kriteria
sedang, maka instrumen tes kemampuan berpikir kreatif matematis yang sudah
diujicobakan telah memenuhi kriteria tingkat kesukaran soal yang sesuai dengan
kriteria yang diharapkan. Hasil perhitungan tingkat kesukaran butir soal dapat
dilihat pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Tingkat Kesukaran Butir SoalNo. Butir Soal Indeks TK Interpretasi
1 0,67 Sedang2 0,68 Sedang3 0,71 Sedang4 0,46 Sedang
F. Analisis Data Penelitian
Analisis data hasil penelitian ini menggunakan analisis statistik deskriptif yaitu
analisis data kualitatif dan kuantitatif.
67
1. Analisis Data Kualitatif
Analisis data-data kualitatif diperoleh dari data hasil wawancara dan observasi
pada tahap studi lapangan, hasil review berbagai jurnal penelitian yang relevan,
dan hasil penelaahan buku teks matematika kelas VIII SMP/MTs kurikulum 2013.
Data ini digunakan sebagai acuan untuk menyusun bahan ajar pembelajaran.
Data hasil pemberian angket yang diperoleh pada tahap validasi bahan ajar
dianalisis secara deskriptif kualitatif. Pada tahap validasi bahan ajar diperoleh
data berupa saran dan komentar ahli yang digunakan sebagai panduan untuk
memperbaiki bahan ajar. Angket uji validasi ahli digunakan untuk menguji
kesesuaian isi materi pada bahan, konstruksi (yang terdiri dari konstruksi sesuai
format bahan ajar yang ideal dan konstruksi sesuai dengan investigasi kelompok
dan kemampuan pemecahan masalah), dan menguji aspek keterbacaan bahan ajar
yang dikembangkan. Selanjutnya saran berupa komentar dari ahli disajikan pada
tabel 3.6
Tabel 3.6 Saran dari ahli untuk bahan ajar dan keputusan revisi
Belum dapat digunakan
Dapat digunakan dengan revisi
Dapat digunakan tanpa revisi
Analisis data angket respon guru dan tingkat keterbacaan siswa juga dilakukan
secara deskriptif kualitatif. Analisis data kemampuan dan disposisi matematis
siswa setelah menggunakan bahan ajar dilakukan dengan cara yang sama seperti
analisis data pada validasi bahan ajar.
2. Analisis Data Kuantitatif
Teknik analisis data pada tahap ini, yaitu analisis data akhir setelah uji
pelaksanaan lapangan. Data akhir setelah melakukan pelaksanaan lapangan
68
diperoleh dari skor posstest. Data tes kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa pada materi pokok garis singgung lingkaran diperoleh dari hasil posstest
setelah melaksanakan pembelajaran matematika materi garis singgung lingkaran.
111
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1. Hasil penelitian pengembangan ini adalah Bahan Ajar materi Garis Singgung
Lingkaran dengan metode Investigasi Kelompok untuk memfasilitasi
kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa. Bahan ajar
yang disertai petunjuk dengan tingkat kemampuannya siswa dalam penelitian
ini adalah menengah ke bawah. Pengembangan Bahan Ajar ini meliputi:
a. Sistematika penyajian materi di awali dengan mengingatkan kembali
materi prasyarat dilanjutkan dengan 3 tema dalam 4 pertemuan. Dari
beberapa tema Bahan Ajar yang digunakan yang paling menarik adalah
pada Bahan Ajar tema dua pertemuan ketiga.
b. Pada Bahan Ajar tema dua pertemuan ketiga siswa diminta untuk
menyelesaikan masalah yang terkait dengan panjang sabuk lilitan
minimal.
c. Saat menyelesaikan panjang sabuk lilitan minimal mereka saling beradu
argumen. Siswa mengerjakan dengan menggunakan dan mengaplikasikan
rumus panjang sabuk lilitan minimal = nd+π akan tetapi rumit, berkali-
kali mereka mengerjakan. Akhirnya siswa mengerjakan lagi walaupun
berkali-kali kurang percaya diri, namun mereka tetap mengerjakan.
112
d. Bahasa pada uji pemahaman sebaiknya menggunakan bahasa yang sering
di dengar dan digunakan namun tetap mengarah pada kaidah EYD.
e. Siswa lebih tertantang dalam berdiskusi memahami masalah. Secara
tidak langsung siswa sudah terlatih dalam merencanakan pemecahan,
melaksanakan rencana penyelesaian masalah, dan melalukan pengecekan
kembali kebenaran penyelesaian sehingga mampu mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematis.
2. Kemampuan pemecahan masalah siswa cukup baik terlihat dari lebih dari
70% siswa mencapai KKM. Indikator yang mempunyai presentase paling
tinggi yaitu memahami masalah. Indikator yang mempunyai presentase
paling rendah yaitu indikator pengecekan kembali kebenaran penyelesaian.
3. Disposisi matematis rata-rata seluruh indikator dari setiap pertemuan
mengalami peningkatan dalam memunculkan disposisi matematis. Indikator
yang paling rendah presentase rata-ratanya adalah indikator fleksibel dalam
melakukan kerja matematika. Indikator yang paling tinggi presentase rata-
ratanya adalah indikator percaya diri terhadap kemampuan. Pada siswa dengan
kemampuan rendah, sedang dan tinggi sudah memiliki rasa percaya diri
terhadap kemampuan yang tinggi.
B. Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan ada beberapa saran yaitu :
1. Bagi peneliti lain yang ingin mengembangkan Bahan Ajar dengan metode
investigasi kelompok sebaiknya menggunakan observer minimal dua
kelompok satu observer, memberikan ice breaking atau kata motivasi yang
bervariasi sehingga siswa tetap semangat dan fokus pada proses pembelajaran.
113
2. Matematika adalah ilmu yang bersifat abstrak maka disarankan untuk guru-
guru yang ingin menggunakan atau mengembangkan Bahan Ajar metode
Investigasi Kelompok ini sebaiknya lebih menanamkan konteks matematika
yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, sesuai dengan tarap
perkembangannya. Pelajaran matematika akan mudah diterima bila kejadian
dan contoh berada disekeliling siswa. Untuk itu diperlukan suatu bahan ajar
dalam proses pembelajaran yang mampu membuat siswa tertarik dan
tertantang.
Demikianlah hasil dan kesimpulan serta saran yang dapat penulis kemukakan dari
hasil penelitian yang dilaksanakan di Al-Kautsar Bandar Lampung dengan
harapan dapat bermanfaat dalam mamfasilitasi mutu pendidikan, khususnya
bidang studi matematika.
DAFTAR PUSTAKA
Akker, J.V.D., Bannan,B., Kelly A.E., Nieveen, N., dan Plomp, T. 2013.introduction to educational design research. Enschede, the Netherlands:SLO.
Arikunto. Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:Rineka cipta.
Arikunto. Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Aneka Cipta: Jakarta.
Arikunto. Suharsimi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Aunurrahman. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Belawati, Jian . 2003. Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Pusat PenerbitanUniversitas Terbuka.
Borg & Gall. 2008. Education Research. New York : Allyn and Bacon.
Breakspear, S. 2012. "The Policy Impact of PISA: An Exploration of InternasionalBenchmarking in School System Performance", OECD Education WorksPaper, N.17, OECD Publishing.
Cobelens, Michael A. 2006. "Student Problem Solving". Summative Projects forMA Degree. 20.
Darmadi, Hamid. 2009. Kemampuan Dasar Mengajar: Landasan Konsep danImplementasi. Bandung: Alfabeta.
Djaali dan Pudji Muljono. 2008. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta : PT.Grasindo.
Djaali dan Pudji Muljono. 2008. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan.. Jakarta: PT.Grasindo.
Djumanta, Wahyudin. 2005. Mari Memahami Konsep Matematika untuk Kelas VIII.Bandung : Grafindo Media Pratama.
Fathurrahman, Pupuh. 2007. Strategi Pembelajaran.. Bandung : Insani Media.
Gay, L.R. 1991. Educational Evaluation and Measurement: Com-petencies for Analysisand Applicatiori.Second edition. New York: Macmillan Publishing Compan.
Ginting, Abdurrahman. 2008. Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran.. Bandung:Humaniora.
Hamalik, Oemar. 2006 Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem,Jakarta: Bumi Aksara.
Hamruni. 2012. Strategi dan Model-model Pembelajaran aktif dan menyenangkan.Yogyakarta: Investidaya.
Herman, T. 2005. Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan KemampuanBerpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama. Disertasipada PPs UPI Bandung.
Kilpatrick, J., Swafford, J., & Findell, B. (2001). Adding It Up: Helping ChildrenLearn Mathematics. Washington, DC: National Academy Press.
Kisiel, J. F. 2003. Teachers, Museums and Worksheets: a Closer Look at aLearning Experience. Journal of Science Teacher Education, 14(1): 3-21.
Kemendikbud. 2014. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nomor 58,Tahun 2014, tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama (SMP) /Madrasah Tsanawiyah (MTs).
Kemendikbud. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nomor81A, Tahun 2013, tentang Implementasi Kurikulum Pedoman UmumPembelajaran.
Kesumawati, Nila. 2010. Peningkatan Kemampuan Pemahaman, pemecahanmasalah, dan disposisi matematis siswa SMP melalui pendekatanpendidikan matematika Realistis. Deserfasi pascasarjana UPI).http://repository.upi.edu/.pdf.
Komalasari, kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual, Konsep dan Aplikasi.. Bandung:PT Refika Aditama.
Kunandar. 2013. Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didikberdasarkan Kurikulum 2013). Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Maesaroh, Siti. 2005. Efektivitas Penerapan Pembelajaran Kooperatif Dengan MetodeGroup Investigation Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa. Jakarta:Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Marhamah, 2009. Pengembangan materi ajar pecahan dengan pendekatan PMRI.Tesis. Palembang : Universitas Sriwijaya.
Maxwell, C. John. 2001. The 21 Irrefutable Laws Of Leadership, Terjemahan: Drs.Arvin Saputra, Batam: Interaksa.
Mortensen MF & K Smart. 2007. Free-Choice Worksheets Increase Students1
Exposure to Curricullum during Museum Visits. J. Research in ScienceTeaching. DOI 10.1002/tea. http://www. mariannemortensen.com/Mortensen & Smart%20%26%20 Smartpdf.
Nasution, S. 2008. Berbagai Pendekalan dalam Proses Belajar & Mengajar.Jakarta: Bumu Aksara.
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). 2000. Principles andStandards for School Mathematics. Reston. VA: NCTM.
OECD. 2013. PISA 2012 Assessment and Analytical Framework: Mathematics,Reading, Science, Problem Solving and Financial Literacy. Paris: OECDPublishing.
Prastowo, Audi. 2011. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta:Diya Press.
Purwanto, Drs. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika. Surakarta: Sebelas MaretUniversity Press.
Redfield, DL. 1981. A comparison of the effect of using various types ofworksheet on pupil achievement. Annual meeting of the Americaneducational research association, LA, California.
Rezeki. 2012. Pengembangan Bahan Ajar Pokok Bahasan Garis SingungLingkaran Berbasis Pendekatan Pendidikan Matematika RealistikIndonesia (PMRI). Tesis Pendidikan Matematika Pps UNSRI.
Rosli, R., Goldsby, D., & Capraro, MM. 2013. Assessing Students'MathematicalProblem-Solving and Problem-Posing Skills. Asian Social Science; Vol: 9No: 16, 54-60.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Satori, Djam'an. 2013. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Savery, J. R. 2006. Overview of Problem-based Learning: Definitions and Distictions.Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning, 1 (1) : 10 -20.
Slavin, Robert E., Penerjemah: Naruiita Yusron. 2005. Cooperative Learning: Teori,Riset dan praktik. Bandung: Nusa Media.
Stacey, K. 2011. "The PISA View of Mathematical Literacy in Indonesia". IndoMS.J.M.E Vol. 2 No. 2 July 2011, pp.95-126.
Setiawan, Udin. 2001. Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Universitas / Terbuka.Cet. Ke-I..
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif kualitatif dan R & D.Bandung: Alfabet.
Sudjana, Nana. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: RosaKarya.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:Remaja Rosdakarya.
Sumarno. 2007. Pengembangan Bahan Ajar. Modul Diklat Widyaiswara LembagaAdministrasi Negara: Jakarta.
Syaban, M. 2008. Menumbuhkan daya dan disposisi siswa SMA melalui pembelajaraninvestigasi, http://www.uai.no/no/content/download/2math
Tukiran. 2011. Model - Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta.
Van Den Akker J. 1999. Principles and Methods of Development Research. J. van denAkker, R.Branch, K. Gustafson, Nieven, dan T. Plomp (eds), DesignApproaches and Tools in Education and Training (pp. 1-14). Dortrech: KluwerAcademic Publishers.
Wardhani, S. 2002. Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematka melaluiModel kooeratif Tipe Jigsaw.ht://www.ntedu.cinvestav.mx/adalira.pdf.
Wena, Made. 2011. Strategi pembelajaran Inovatif kontemporer. Bumi Aksara.
Yael, Sharanand Sholomo, Sharan. 1989. Group Investigation: ExpandsCooperative Learning (online). http://www.ascd.org/ASCD/pdfijournals/ed_lead/el_l 98912_sharan.pdf.
Yunairi, Novita. 2011. Penerapan Strategi TTW (Think-Talk-Write) sebagai upayameningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematis siswakelas VIII SMP N 5 Wates Kulonprogo
Zingaro, Daniel. 2008. Group Investigation: Theory and Practice, Canada: OntarioInstitute for Studies in Education (online). http://www.danielzingaro.com