pengembangan teknik (direct seeding ... - … · laboratorium silvikultur dan kebun percobaan...
TRANSCRIPT
PENGEMBANGAN TEKNIK PEMBENIHAN LANGSUNG (DIRECT SEEDING) UNTUNTUK REGENERASI HUTAN
FAISAL DANU TUHETERU
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMAS1
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul "Pengembangan
Teknik Pembenihan Langsung (Direct Seeding) untuk Regenerasi Hutan" adalah
karya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
b e d atau d i i t i p dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam D a f h Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2009
Penulis
Faisal Danu T u h e t e ~
NRP. E45 107001 1
ABSTRACT
FAISAL DANU TUHETERU. Developing Direct Seeding Method for Forest Regeneration. Under academic supervision of IRDIKA MANSUR and CAHYO WIBOWO.
Reforestation in tropical area is usually conducted by planting seedlings (potted seedlings). However, direct seeding (direct planting of seed in the field) could be an alternative method for the same purpose. This study investigated the effect of various direct seediing technique and weeding on early establishment and growth of several plantation forest trees species, and analyze the technical and economic aspect. The results showed that method which buried, and covering seed with mulch had significant effect on percentage and germination rate in greenhouse condition. On the other hand, broadcasting the seed on the soil surface was ineffective and resulted in low germination (failed). Field experiment showed that Enterolobium. cyclocarpum, Intsia bijuga, Adenanthera pavoniana, Dalbergia lalifoolia and Paraserianthes falcataria species were suitable for direct seeding with burying the seed. On the other hand, and Gmelina arborea was suitable for direct seeding by putting the seed above soil surface, and covering them with mulch. Success in direct seeding could be categorized based on Doust et al. (2008) categorization. In this study, there were found two categories, namely category I (high survival rate and rapid growth) for E. cyclocarpum and G. arborea; and category 3 (high survival rate and slow growth) for I. bijuga, A. pavoniana, P. falcataria, C. pentandra and D. latifolia). According to literature review and this study, direct seeding wuld reduce cost for forest establishment by reducing labaour cost and increasing the efficiency of resource use, if compared with planting of potted seedlings.
Keywords: direct seeding, efficiency, Enterolobium cyclocarpum, Gmelina arborea, reforestation
RINGKASAN
FAISAL DANU TUHETERU. Pengembangan Teknik Pembenihan Langsung (Direct Seeding) untuk Regenerasi Hutan. Dibimbing oleh IRDIKA MANSUR dan CAHYO WIBOWO.
Reforestasi lahan di-wilayah tropika umumnya dilakukan dengan penanaman dengan bibif namun dalam prakteknya memiliki kekurangan diantxanya membutuhkan biaya yang cukup besar. Oleh karena itu, teknik pembenihan langsung dapat dijadikan sebagai metode alternatif untuk tujuan yang sama Teknik pembenihau langsung telah dipraktekan untuk merehabilitasi lahan pasca tambang, rehabilitasi lahan dan hutan terdegradasi serta untuk sistem agroforesh-y. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berbagai perlakuan metode penaburan (pembenaman) benih dan gulma terhadap pertumbuhan awal dan perkembangan tanaman, jenis tanaman yang wcok untuk diiembangkan dengan teknik pembenihan langsung serta efektivitas pembenihan langsung dari aspek teknis dan ekonomi.
Penelitian ini dilaksanakan dengan tiga tahapan yakni pertama, seleksi jenis potensial untuk pembenihan langsung di rumah kaca Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca ~akult& Kehutanan IPB dengan menggunakan rancangan acak lengkap. kedua, pengujian mutu fisik dan fisologis benih dilakukan di rumah kaca kebun percobaan C i b a y a n dan Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB pada bulan November sampai dengan Desember 2008 dan htiga, pengujian benih jenis terseleksi di lapangan di kebun percobaan Cikabayan pada Januari hingga April 2009.
Hasil penelitian menunjukan bahwa metode benih dibenamkan dan ditutup mulsa berpengaruh signifikan terhadap daya kecambah dan laju perkecambahan pada kondisi rumah kaca atau penaburan benih di atas permukaan media tidak efektif dan menghasilkan daya kecambah yang rendah. Hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa sengon but0 (Enterolobium cyclocarpum), saga (Adenanthera pavoniana), sonokeling (Dalbergia latifolia) dan merbau (Zntsia bijuga) serta sengon (Paraserianthes falcataria) sangat cocok dengan metode benih dibenamkan sedangkan metode penaburan beni!! ditutup mulsa wcok untuk tanaman jati putih (Gmelina arborea).
Hasil inventarisasi gulma pada plot - plot yang tidak disiangi secara umum ditemukan sekitar 20 jenis gulma yang digolongkan kedalam 10 famili. Jenis - jenis gulma tersebut adalah famili Poaceae (Brachiara spp., Digitaria ciliaris (Retz.), Digitaria IongiJora (Retz.), Zmperata cylindrica L. dan Axonopus compressus (Swartz) Beauv), Fabaceae (Centrosema sp. 1, Centrosema sp 2., Mimosa invisa, M. pudica L.), Euphorbiaceae (Croton hirtus L'Herit, Phyllanthus niruri L.), Asteraceae (Ageratum conyzoides L. dan Emilia sonchifolia (L.)), Amaranthaceae (Celosia argentea L.), Borangiaceae (Heliotropium indicum L.), Capparidaceae (Cleome rutidosperma DC), Malvaceae (Sida rhombifolia L.), Oxalidaceae (Oxalis barrelieri L.) dan Rubiaceae (Borreria alata (Aubl) DC). Secara umum jenis Boreria alata (Rubiaceae) adalah jenis yang hampir ditemukan dan dominan disemua plot penelitian.
Berdasarkan pada pengelompokan kesuksesan pembenihan langsung oleh Doust et al. (2008) maka diperoleh dua kelompok kesuksesan teknik pembenihan langsung yakni kategori 1 (daya hidup tinggi dan pertumbuhan cepat) untuk G. arborea dan E. cyclocarpurn, dan kategori 3 (daya hidupnya tinggi tetapi pertumbuhannya lambat) untuk I. bijuga, A. pavoniana, P. falcataria, C. pentandra dan D. latifolia. Berdasarkan studi literatur dan hasil penelitian menyimpulkan bahwa pembenihan langsung dapat mengurangi biaya pembangunan hutan dan lahan dengan cara mengurangi biaya tenaga keja dan efisiensi sumberdaya bila dibandingkan dengan metode penanaman dengan bibit.
Kata kunci : efisien, Enterolobium cyclocarpurn, Grnelina arborea, pembenihan langsung, reforestasi
O Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya fulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a.pengufipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
kmya ilmiah, peysunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dun memperbanyak sebagian atau seluruh Karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PENGEMBANGAN TEKNIK PEMBENIHAN LANGSUNG (DIRECT SEEDING) mTUK REGENERASI HUTAN
FAISAL DANU TUHETERU
Tesis sebagai salah satu syarat untuk mernperoleh gelar
Magister Sains pada Mayor Silvikultur Tropika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
Judul Tesis : Pengembangan Teknik Pembenihan Langsung (Direct Seeding) untuk Regenerasi Hutan
Nama Mahasiswa : Faisal Danu Tuheteru NRF' : E451070011
Disetujui :
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Irdika Mansur. M.For.Sc Dr. Ir. Cahvo fibowo. M.Sc.F Ketua Anggota
Koodinator Mayor Silvikultur Tropika
C
Prof. Dr. Ir. IGK Tapa Darma.
Tanggal Ujian : 27 Juli 2009 Tanggal Lulus : 0 6 A l l G 2009
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala hikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
dengan judul Pengembangan Teknik Pembenihan Langsung (Direct Seeding)
untuk Regenemi Hutan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Irdika Mansur,
M.For.Sc dan Bapak Dr. Ir. Cahyo Wibowo, M.Sc.F selaku komisi pembimbing
serta Bapak Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R selaku pcnguji l ux komisi yang telah
banyak memberikan masukan dan saran dalarn pelaksanaan dan penyelesaian tesis
ini. Disamping i t4 penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf
laboratorium Silvikultur dan Kebun Percobaan Cikabayan IPB. Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu dan istri serta seluruh keluarga dan
sahabat atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2009
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Rohomoni (Kab. Maluku Tengah) pada tanggal
28 Desember 1978 dari ayah Muh. A Tuheteru dan ibu Rabea SangadjilTuheteru.
Penulis merupakan puba kedua dari tiga bersaudara. Pada tahun 2008, penulis
menikah dengan Rika Marwia Sangadji.
Penulis menempuh pendidikan dasar di Sekolah Dasar Inpres 2 Rohomoni
(1985-1991), yang dilanjutkan ke Sh4P Negeri 2 Pelau Kariu selarna 3 tahun.
Setelah lulus tahun 1994 penulis melanjutkan pendidikan tingkat atas dari tahun
1994-1997 di SMU Negeri 7 Ambon. Pada Tahun 2003, penulis menyelesaikan
p e n d i d i i sarjana di Institut Pertanian Bogor pada Jurusan Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan.
Sejak 2006 hingga sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar di
Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo Kendari. Pada tahun
2007, penulis mendapatkan kesempatan untuk tugas belajar di Mayor Silvikultur
Tropika, Sekolah Pascasarjana IPB dengan sponsor dari Beasiswa Program
Pascasarjana (BPPS) Departemen Pendidikan Nasional RI.
DAFTAR IS1
PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................ ..................................................... Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian ..................................................... . . Hipotesis Penellhan ..................................................
.................................................. Kerangka Pemikiran
Halaman xii ...
Xll l
TINJAUAN PUSTAKA
Teknik Pembenihan langsung ...................................... 6 Faktor . Faktor yang Mempengaruhi Perkecambahan dan Pertumbuhan Anakan ................................................................ 14
Waktu dan Tempat .................................................... 16 Alat dan Bahan ........................................................ 16 Prosedur Kerja ......................................................... 16
........................................................... Analisis Data 23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hail .......................................................................................... Seleksi jenis potensial untuk direct seeding di rumah kaca . Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih ......................... Pengujian benih jenis terseleksi di lapangan ........................
............................................................................... Pembahasan Pengaruh Metode Penaburan Benih di Rumah Kaca .......... Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih ......................... Pengaruh Metode Penaburan Benih di lapangan .............. Pengaruh Penyiangan Gulma dan Gangguan Laimya ......... Kajian Ekonorni Pembenihan Langsung ..............................
SIMF'ULAN DAN SARAN ................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA ........................................................... 80
Deskripsi singkat jenis yang berpotensi dipakai untuk pembenihan ........................................................................ langsung 10
Beberapa perbedaan sifat benih ortodoks dan rekalsitran ................... 1 1
Perbandingan biaya pembenihan langsung dengan penanaman bibit ... 12
Estimasi biaya penanaman dan pembenihan langsung pada lahan ..................................................... pengembalaan di New Zealand 13
Prestasi kerja pengolahan lahan dan penanaman E. cyclocarpum per hektar ......................................................................... 13
Deskripsi perlakuan awal benih ............................................... 17
Hasil analisa sidik ragam pengaruh metode penaburan benih terhadap daya dan laju kecambah benih serta tinggi semai pada umur 8 minggu setelah penaburan benih ....................................................... 24
Pengaruh metode penaburan benih terhadap daya berkecambah benih (%) setelah 8 minggu penaburan ............................................. 25
Pengaruh metode penaburan benih terhadap laju kecambah (hari) benih setelah 8 minggu setelah penaburan ................................. 26
Pengaruh metode penaburan benih terhadap tinggi (cm) semai setelah 8 minggu penaburan .............................................................. 27
Hasil pengujian mutu fisik-fisiologis benih .......................................... 28
Hasil analisa sidik ragam pengaruh metode penaburan, penyiangan dan interaksiiya terhadap parameter pertumbuhan tanaman P. falcataria umur 3 bulan .................................................... 30
Pengaruh interaksi metode penaburan benih dan penyiangan terhadap parameter pertumbuhan tanaman P. falcataria umur 3 bulan ........... 3 1
Pengamh Metode penaburan benih terhadap parameter perhmbuhan tanaman P. falcataria umur 3 bulan ........................................ 3 1
Analisis vegetasi gulma yang tumbuh berdarnpingan dengan tanaman P. falcataria umur 3 bulan ........................................................ 32
Hasil analisa sidik ragam pengamh metode penaburan, penyiangan dan interaksinya terhadap parameter pertumbuhan tanaman E. cyclocarpum umut 3 bulan ................................................
Pengaruh Metode p e n a b m benih dan penyiangan terhadap parameter pertumbuhan tanaman E. cyclocarpum umur 3 bulan .......
Analisis vegetasi gulma yang tumbuh berdampingan dengan tanaman E. cycIocarpum umur 3 bulan ...............................................
Hasil analisa sidii ragam pengaruh metode penaburan, penyiangan dan interaksiiya terhadap parameter pertumbuhan tanaman A. pavoniana umur 3 bulan ......................................................
Pengaruh interaksi metode penaburan benih dan penyiangan terhadap parameter pertumbuhan tanaman A. pavoniana umur 3 bulan ..........
Pengaruh metode penaburan benih dan penyiangan terhadap .......... parameter pertumbuhan tanaman A. pavoniana umur 3 bulan
Analisis vegetasi gulma yang tumbuh berdampingan dengan tanaman ................................................... A. pavoniana umur 3 bulan
Hasil analisa sidik ragam pengaruh metode penaburan, penyiangan dan interaksiiya terhadap parameter pertumbuhan tanaman Lbijuga umur 3 bulan ....................................................................
Pengamh metode penaburan benih dan penyiangan terhadap parameter pertumbuhan tanaman I. bijuga umur 3 bulan ................
Analisis vegetasi gulma yang tumbuh berdampingan dengan tanaman . . I. byuga umur 3 bulan .........................................................
Hasil analisa sidii ragam pengaruh metode penaburan, penyiangan dan interaksinya terhadap parameter pertumbuhan tanaman G. arborea umur 3 bulan .......................................................
Pengamh metode p e n a b m benih dan penyiangan terhadap parameter pertumbuhan tanaman G. arborea umur 3 bulan .............
Tabel 25. Analisis vegetasi gulma yang tumbuh berdampingan dengan tanaman G. arborea umur 3 bulan .................................
Hasil analisa sidii ragam pengaruh metode penaburan, penyiangan dan interaksinya terhadap parameter pertumbuhan tanaman C. pentandra umur 3 bulan ....................................................
Pengaruh metode penaburan benih clan penyiangan terhadap ........... parameter pertumbuhan tanaman C. pentandra umur 3 bulan
Analisis vegetasi gulma yang twnbuh berdampingan dengan tanaman ................................................... C. pentandra umur 3 bulan
Hasil analisa sidii ragam pengaruh metode penaburan, penyiangan dan interaksinya terhadap parameter pertumbuhan tanaman
...................................................... D.latifolia umur 3 bulan
Pengaruh interaksi metode penaburan benih dan penyiangan terhadap parameter pertumbuhan tanaman D. latifolia umur 3 bulan .............
Pengaruh Metode penaburan benih dan penyiangan terhadap parameter pertumbuhan tanaman D. latifolia umur 3 bulan .............
Analisis vegetasi gulma yang tumbuh berdampingan dengan tanaman D. latiflia umur 3 bulan .....................................................
Sifat fisik dan !&nia tanah di lokasi penelitian ............................
Gambaran m u m kondisi iklim di lokasi penelitian .......................
Perbandiigan biaya pembuatan tanaman antara teknik pembenihan langsung dengan bibit E. cyclocarpum ....................................
Perbandingan biaya pembuatan tanaman antara teknik pembenihan langsung dengan bibit E. cyclocmpum ....................................
Perbandimgan biaya pembuatan tanaman antara teknik pembenihan langsung dengan bibit P. falcataria ........................................
Perbandigan biaya pembuatan tanaman antara teknik pembenihan langsung dengan bibit P. falcataria ........................................
Halaman
. . . . Kerangka p h penellt~an ..................................................................
Kelebihan dan kekurangan penanaman dengan pembenihan . . langsung dan blblt ..............................................................................
Pertambahan tinggi tanaman selama 16 minggu pengamatan ..........
Performa kecambah benih yang abnormal pada metode penaburan benih di permukaan media kecambah (A, D = radikel C. pentandra dan D. latifIa yang mengarah ke atas, B = radikel yang busuk dan kering pada benih D. regia, C = radikel yang memanjang pada jenis S. saman, E,F,G & H = tidak kokoh atau tidak tegaknya kecambah E. cyclocarpum, M azedarach, C. pentandra dan S. saman pada metode penaburan benih diatas permukaan media ) .....................
Pengujian mutu fisik (A, B & C = pengukuran berat benih dari jenis A. pmoniana, P. falcataria dan I. bijuga) dan mutu fisiologis benih tanaman uji @ = performa kecambah dari jenis tanaman yang
........................................................................... diuji)
Biomassa gulma pada tanaman P. falcataria umur 3 bulan .............
Pengaruh kombinasi perlakuan terhadap penyerapan unsur hara N, P dan K ...........................................................................
Visualisasi benih dan perkecambahan benih E. cyclocarpum (A = perkecambahan benih pada metode penaburan benih ditutup mulsa, B = metode dienamkan dan C = benih E. cycloca?pum
........................................ yang sudah diberi perlakuan pendahuluan)
Biomassa gulma pada tanaman E. cyclocarpum umur 3 bulan .........
Biomassa gulma pada tanaman A. pmoniana urnur 3 bulan ............
Pengaruh interaksi metode penaburan dan penyiangan terhadap berat kering akar (gr) tanaman I. bijuga umur 3 bulan (A1 = Disiangi, A2 = Tidak disiangi, BI = Metode Benih dibenamkan dan
....................................... B2 = Metode benih ditutup mulsa)
Biomassa gulma pada tanaman I. bijuga umur 3 bulan ................
Biomassa gulma pada tanaman G. arborea umur 3 bulan ..............
Visualisasi benih dan perkecambahan benih Intsia bijuga di lapangan (A = perkecambahan benih pa& metode penaburan benih ditutup mulsa, B = metode dibenamkan dan C = benih I. Bijuga) ... Visualisasi benih dan perkecambahan benih G. arborea di lapangan (A = perkecambahan benih pada metode dienamkan, B = metode penaburan benih ditutup mulsa) .........................................................
Biomassa gulma pada tanaman C. pentendra umur 3 bulan ...........
.............. Biomassa gulma pada tanaman D. latiflia umur 3 bulan
Pertumbuhan tinggi tanaman umur 90 hari ..............................
Pertambahan diameter tanaman umur 90 hari ...........................
Visualisasi tanaman umur 3 bulan yang berkompetisi dengan gulma (A = G. arborea, B = E. cyclocarpum, C = D. latifoiia, D = I. bijuga, E = C. Pentandra dun F = A . pavoniana) ............................. Visualisasi gangguan yang terjadi terhadap tanaman di lapangan (A & B = daun I. bijuga yang tergulung oleh hama Clouges sp. pada daun I. bijuga, C = Valanga sp., D = Dumping offpada G. arborea dan E = terputusnya batang C. pentandra karena dirnakan burung) .. Perbandingan efisiensi biaya teknik pembenihan langsung dengan bibit P. falcataria .......................................................................
Perbandingan efisiensi biaya teknik pembenihan langsung dengan bibit E.cyclocmpum. ..................................................................
Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara pemilik hutan hujan tropika di
dunia. Kepemilikan ini mengantarkan Indonesia sebagai negara dengan kekayaan
keanekaragaman hayati terbesar ketiga di dunia (Bappenas 2003). Namun seiring
dengan pemanfaatan dan eksploitasi yang berlebihan menyebabkan sumber daya
ini menjadi terdegradasi. Data menunjukkan bahwa sampai dengan tahun 2004,
kawasan hutan yang terdegmdasi telah mencapai luas 59,17 juta ha dengan laju
kemsakan 2.84 juta/ha/tahun, sedangkan lahan kritis di luar kawasan hutan
tercatat mencapai luas 41,47 juta hektar (Dephut 2006). Oleh k a n a itu, perlu
dilakukan upaya rehabilitasi 100,64 juta hektar khan dan hutan ~ ~ a k tersebut.
Untuk mendukung upaya tersebut Pemerintah Indonesia telah banyak
mengeluarkan berbagai kebijakan dan program rehabilitasi lahan dan hutan. Sejak
tahun 1955, usaha rehabilitasi telah dilakukan dengk nama program penghijauan
dan reboisasi. Saat ini pemerintah terus melakukan kegiatan rehabilitasi dengan
program utamanya adalah gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan (GNRHL)
dengan segala derivasinya yang dicanangkan sejak tahun 2003. Sejak program
gerhan digulirkan sampai dengan tahun 2006 luas lahan yang telah direhabilitasi
sebanyak 1.4 juta hektar Wurniati 2007). Dari berbagai faktor penyebab
lambannya rehabilitasi hutan dan lahan di Indonesia, faktor adanya keterbatasan
regenerasi alami dan penanaman konvensional dalam mengembalikan h g s i dan
keberedaan hutan turut berkontribusi terhadap kondisi tersebut (Nurhasybi &
Sudrajat 2005).
Menurut Nurhasybi dan Sudrajat (2003) bzh..va regenerasi alami mengalami
kesulitan karena pada lahan-lahan yang kritis sulit ditemukan pohon-pohon yang
mampu menghasilkan benih denm kualitas dan kuaniitas yang memadai.
Sedangkan penanaman konvensional memerlukan waktu dan biaya pelaksanaan
yang lebih besar dari mulai perbanyakan tanaman, persemaian, penanaman sampai
pada pemelihaman. Diperparah lagi dengan aksesibilitas yang rendah pada
sebagian besar kawasan lahan kritis membuat kondisi tersebut membutuhkan
metode yang pmktis.
Memperhatikan fakta bahwa upaya rehabilitasi tidak sebanding dengan laju
perluasan kawasan lahan dan hutan yang msak dan kritis maka perlu adanya
altematif metode rehabilitasi hutan dan lahan. Salah satu altematif metode yang
dapat dikembangkan adalah metode pembenihan langsung di lapangan (direct
seeding). Pembenihan langsung me~p&aII teknik penaburan atau penanaman
benih di lapangan tanpa melalui tahapan persemaian (Schmidt 2000; Beyer 2008).
Pembenihan langsung mempunyai salah satu keuntungamya dapat mengurangi
biaya pembangunan lahan dan hutan dengan cara meniadakan biaya produksi bibit
di persemaian dengan begitu biaya pengangkutan bibit dan upah buruh di
persemaian serta biaya penanaman dapat ditekan sehingga biaya total penanaman
dapat dikurangi secam nyata. Hal ini dapat membantu pemerintah dalam segi
pendanaan program rehabilitasi. Keuntungan lain dari teknik ini adalah
pembangunan lahan lebih cepat dan dapat menjangkau lahan yang luas,
kenampakan secara alami serta menjaga performa tanaman (dalam pengangkutan
sering tejadi goncangan dan terputusnya akar) (Pumell& Higgins 1999; Ochsner
2001; G d e 2006). Kelemahan teknik ini adalah kurangnya perlindungan selama
perkecambahan karena faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi
perkecambahan dan pertumbuhan semai sulit dikendalikan serta tidak efektif pada
lahan dengan kecuraman lereng yang tinggi (Beyer 2008). Keberhasilan tanaman
di lapangan sangat bergantung pada kondisi saat penaburan mencakup kondisi
cuaca dan tempat (tanah) (Colin 1998).
Laporan penelitian teknik pembenihan langsung di daerah tropis masih
kurang clan terbatas bila dibmdingkan dengan sub tropis (Australia dan Amerika
serikat), a t a i temperate (Amerika Serikat, Kanada dan Scandanavia).
Kemungkiian tidak diaplikasikan di daerah tropika karena banyak jenis pohon
yang benihnya rekalsitran dan kompetisi dengan g~lrna Di dam& tropika,
aplikasi pembenihan langsung untuk rehabilitasi lahan pasca tambang dilaporkan
di India dan Australia (Ochsner 2001). Berbagai jenis tanaman yang dipakai untuk
rehabilitasi lahan terdegradasi terutama rehabilitasi hutan diantaranya pinus
(Pinus spp.), walnut (Juglam spp.), oak (Qztercus sp.), akasia (Acacia &lbute
Acacia pyrmantha & A. melanoxylon), Ekaliptus (Eucalyptus spp.), MeIaleuca
spp., Goodia lotifolia, Goodenia ovata, Gahnia sieberiam, sesbania sesban, dl1
(Owuor et 01. 2001; Anonim 2004, Goode 2006). Untuk lahan tambang, Cujanus
cajun telah diujicobakan di India (Ochsner 2001), jenis Acacia spirorbis (legum),
Carumina collinu dan Gymnostoma deplacheanum (Casuarinaceae), Grevillea
spp (Proteaceae), Carpolepis launifoolia (Mwceae) telah diaplikasikan di lahan
tambang nikel di New Caledonia (Sarrailh & Ayrault 2001).
Selain rehabilitasi lahan tambang, teknik ini juga dipraktekkan dalam sistem
agroforestry dengan jenis legum (Owour et al. 2001; Niang et 01. 2002), restorasi
hutan di Amazon (Camargo et al. 2002 dalam Schmidt 2008), rehabilitasi hutan
terdegradasi di Meksiko @enin-Agular 2003 dalam Schmidt 2008), penanaman
lahan kering di Nigeria (Eden Foundation 1996), rehabilitasi mangrove (Schmidt
2008) serta restorasi hutan dengan berbagai spesies (Knight et al. 1998).
Kaitannya dengan rehabilitasi lahan dan hutan di Indonesia maka teknik ini perlu
diujicobakan.
Secara umum pembenihan langsung dapat diterapkan dalam 3 (tiga) bentuk
(Schmidt 2007) yaitu : 1) penaburan benih ukuran kecil pada lahan terbuka
(broadcast sowing of small seed on cleaned land), bempa teknik aerial sowing
dan hydroseeding. Teknik aerial sowing telah diterapkan untuk rehabilitasi hutan
dan lahan curam di China, India dan Vietnam, sedangkan hydroseeding ditempkan
untuk rehabilitasi lereng - lereng lahan bekas tambang bauksit di Yunani Tengah
(Brofas et al. 2007) dan nikel di New Caledonia (Sarrailh & Ayrault 2001), 2)
penaburan benih dengan ketepatan tinggi (precision sowing), biasanya benih
ditabur langsung di tanah dengan menggunakan berbagai peralatan tabur. 3)
penaburan benih seem satu-satu umumnya untuk benih u k u m besar (sowing
individual seed of usual& larger-seeded species).
Rumusan Masalah
Berdasarkan pertimbangan diatas, maka penelitian ini dilaksanakan dalam
m g k a menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut :
1. Apakah teknik pembenihan langsung dapat diterapkan untuk regenerasi hutan
di Indonesia
2. Apakah teknik pembenihan langsung untuk jenis pohon hutan dapat
diterapkan untuk regenerasi hutan
3. Apakah penerapan teknik pembenihan langsung lebih rnenguntungkan s-
ekonomis dan teknis dibandiigkan dengan penanaman dengan bibit
Tujuan dan Manfaat Peuelitian
Tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mendapatkan teknik pembenihan langsung yang efektif untuk regenerasi
hutan di Indonesia
2. Mendapatkan jenis pohon hutan yang dapat ditanam dengan teknik
pembenihan langsung yang diterapkan untuk regenerasi hutan
3. Mendapatkan informasi efektivitas penggunaan pembenihan langsung untuk
rehabilitasi lahan dari aspek teknis dan ekonomi
Hipotesis Penelitian
Beberapa hip6tesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :
1. Teknik pembenihan langsung dapat diterapkan untuk regenerasi hutan di
Indonesia
2. Terdapat jenis - jenis pohon hutan yang dapat dipakai untuk teknik
pembenihan langsung dalam penerapannya untuk regenexi hutan
3. Penerapan teknik pembenihan langsung lebih efisien dibandingkan dengan
teknik penanaman dengan bibit
Kerangka Pemikiran
Pemanfaatan dan Eksploitasi SD Hutan dan Lahan
I Degradasi Hutan dan Lahan I
I Rehabilitasi I I I
I
@[anling Seedlings) (Direct seeding)
I t
Penanaman dengan telcnik Benih diletakan diatas
Ya Ya
I Teknik I
+ cocok
Reveeetasi
Pemilihan jeois
Garnbar 1 Kerangka pikir penelitian.
TINJAUAN PUSTAKA
Teknik pembenihan langsung
Pengertian, keuntungan dan kelemahan pembenihan langsung
Pembenihan langsung merupakan teknik penaburan benih di lapangan tanpa
melalui tahapan persemaian (Schmidt 2000; Beyer 2008). Keuntungan
penggunaan metode pembenihan langsung antam lain : (1) menghemat biaya dan
waktu pelaksanaan revegetasi, (2) tidak ada biaya persemaian, (3) benih lebih
mudah dibawa dan (4) dapat dilakukan pada lahan - lahan dengan aksesibilitas
rendah, (5) kerapatan tegakan yang alami serta (6) cendemng mempunyai
pertumbuhan akar yang bagus. Sedangkan kelemahan dari pembenihan langsung
adalah (1) kumngnya perlindungan selama perkecambahan karena faktor-faktor
lingkungan yang rnempengaruhi perkecambahan dan pertumbuhan semai sulit
dikendalikan, (2) tidak efektif pada lahan dengan kecuraman lereng yang tinggi,
(3) membutuhkan kontrol intensif terhadap predator benih dan kompetisi dengan
gulma, serta (4) keterbatasan jenis yang tumbuh di kondisi yang ekstrim (Purnell
and Higgins 1999; Ochsner 2001; Illionis Departement of Agriculture 2003;
Goode 2006; Douglas et al. 2007; Beyer 2008; Schmidt 2008). Secara singkat
kelebihan dan kekurangan penerapan pembenihan langsung disajikan pada
Gambar 2.
Gambar 2 Kelebihan dan kekurangan penanaman dengan pembenihan langsung dan bibit (Schmidt 2008).
Menumt Colin (1998), pemilihan metode pembenihan langsung tergantung
kepada 1) ketersediaan alat atau sarana, 2) ukuran (luasan) areal yang akan
ditanami dan kepadatan tanaman yang diinginkan, 3) aksesibilitas lahan serta 4)
tipe tanah, erosi, water loging serta pengamh angin. Secara umum Schmidt (2007)
menyebutkan ada beberapa ha1 penting penentu keberhasilan penerapan
pembenihan langsung diantaranya :
- Kondisi Iklim
Pembenihan langsung dapat berhasil dengan kondisi d n g sampai tinggi
tanpa kondisi temperatur yang ekstrim. Untuk daerah kering, maka pemilihan
metode menjadi sangat penting. Waktu penaburan, persiapan lahan serta
pemilihan jenis juga turut berpengaruh.
- Pemilihan tempat dan penyiapan lahan. Pertimbangan utama pemilihan ternpat
adalah ternpat dengan topografi yang datar sehingga mempermudah
penanaman dan mengelirninasi terjadinya erosi tanah dan menghindari lokasi
dengan kecuraman topografi yang tinggi. Sedangkan penyiapan lahan
ditujukan untuk menghindari tumbuhnya vegetasi pesaing (mmput atau
gulma) sehingga dapat member ih peluang mulai tumbuh dan bersaing lebih
cepat. Penyiapan lahan dilakukan dengan aplikasi herbisida dan secara
manual. Intinya kesesuaian jenis dengan tempat.
- Pemilihan jenis. Jenis yang dipilih dapat beradaptasi dengan kondisi tanah,
memilii daya kecambah dan pertumbuhan awal yang cepat dengan daya
hidup tinggi di lapangan, penguasaan teknik silvikultur serta benihnya tersedia
sepanjang waktu (tidak sampai menghambat).
- Konkol terhadap predator benih.
- Konkol terhadap k~mpetisi vegetasi sebelum dan sesudah penanaman.
Pemilihan Jenis untuk Teknik Pembenihan langsung
Dasar Pemilihan jenis untuk Rehabilitasi Lahan Terdegradasi
Menurut Khan et al. (2000) salah satu penentu keberhasilan revegetasi pada
lahan yang mengandung logam berat adalah pemilihan jenis tanaman. Pemilihan
jenis vegetasi ini hams memperhatikan kondisi iMim, faktor topografi dan
persyaratan tumbuh bibit (The New York Departement of Environmental
Conservation 2005). Sebelumnya telah dijelaskan oleh Setiadi (2002), jenis yang
dipilih adalah jenis yang tahan terhadap cahaya matahari, tumbuh cepat,
mempunyai tajuk yang luas, menghasilkan banyak serasah, mampu tumbuh baik
pada tanah yang kahat unsur hara dan kadar air yang terbatas, serta memiliki sifat
katalitik Kriteria jenis yang dipilih tersebut hatus dipenuhi karena pada lahan
bekas tambang intensitas cahaya matahari umumnya 100% sehingga jenis yang
ditanam tidak butuh naungan. Selain itu, bibit dengan kecepatan tumbuh yang
baik dan mempunyai tajuk yang luas memungkinkan tejadinya penutupan tajuk
pada areal tersebut lebii cepat. Sedangkan jenis yang bersifat katalitik perlu
dipertimbangkan karena jenis-jenis ini mampu mengundang hewan-hewan
penyebar biji (seed dispersal) sehingga akan mempercepat terjadinya kolonisasi
pada areal tersebut.
Berdasarkan hasil review beberapa literatur (Higgins et al. 1993; Ocshner
2001) kriteria tanaman yang umumnya digunakan untuk teknik pembenihan
langsung adalah 1) jenis asli setempaf 2) cepat tumbuh untuk merestorasi fungsi
ekosistem, 3) dapat berasosiasi dengan mikroba tanah seperti mikoriq rhizobium
danfrankia, 4) umumnya tanaman dengan benih ortodoks, dan 5) tanaman yang
sesuai secara ekologi (sifat fisik dan kimia tanah), ekonomi dan sosial.
Salah satu famili yang jenisnya banyak dipakai dalam kegiatan revegetasi
adalah famili Leguminosae (Fabaceae). Famili ini mempunyai tingkat
pertumbuhan yang tinggi, mampu memfiksasi nitrogen dari udara karena memiliki
bintil akar, toleran pada kondisi yang ekstrim, dapat mengkonservasi tanah, tidak
memiliki bahan beracun pada daun dan eksudat akar (Piiyopusarerk 1998). Selain
itu, umumnya teknik silvikultur dari famili ini dikuasai dengan baik dan
menguasai daerah kering serta merupakan jenis pionir di daerah tropis lembab
(Schmidt 2000).
Beberapa jenis dari marga Akasia marnpu tumbuh dengan baik di lapangan,
Acacia auriculjformis untuk rehabilitasi tambang timah di Malaysia (Ahmad dan
Ang 1993 dalam Pinyopusarerk 1998) dan Thailand (Pinyopusarerk 1993 dalam
Pinyopusarerk 1998). Sedangkan Acacia auriculiformis, Acacia brassii, Acacia
crassicarpa, Acacia leptocarpa dan Acacia mangium digunakan untuk revegetasi
lahan bekas tambang bouksit di North Queensland serta Acacia helosericea
digunakan pada revegetasi bekas tambang Uranium di Northern Territory
(Pinyopusarerk 1998), Acacia crassicarpa pada lahan bekas tambang batubara
(Widyati 2006). Pada skala persemaian, beberapa jenis legum telah diuji coba
diantamnya lamtoro (&ucaem glauca) dan saga (Ademnthera pmoniana)
(Sembiring 2007) dan sengon (Paraserianthes falcataria) (Siregar2007) pada
tailing tambang emas.
Karakteristik Benih
Para ahli telah menggolongkan benih dalam 2 (dua) kelompok besar yakni
benih ortodoks dan rekalsitran (Schmidt 2000). Deskripsi detail dari kedua
kategori benih dapat dilihat pada Tabel 2. Pada konteks pemilihan benih untuk
penerapan teknik pembenihan langsung umumnya benih ortodoks menjadi pilihan
utama. Schmidt (2000) menyebutkan bahwa penaburan langsung benih jarang
menggunakan benih rekalsitran. Hal ini juga diungkapkan oleh Ochsner (2001)
bahwa kemungkinan teknik pembenihan langsung tidak diaplikasikan di dael-ah
tropika karena banyak jenis pohon yang benihnya rekalsitran.
Tabel 1 Deskripsi singkat jenis yang berpotensi dipakai untuk pembenihan
langsung
Jenh Sengon [Pararerianther falcataria @.) Nielsen]
Sengon Buto (Enterolobium cyclocatpum)
Saga (Adenanfhera pmoniana)
Merbau (Intsia bijuga)
Mmdi (Melia azedarach Li)
Sonobritz (Dalbergia latiflia Kurtz)
Sonokembang (Pterocarpus indim)
Kihujan (Samanea saman)
Jati F'utih (Gmelina arborea)
Karakteristik Sengon tumbuh pada berbagai jenis tanah, bahkan pada jenis tanah yang drainasenya jelek, jenis pioner pada berbagai i k l i dan cepat tumbuh serta berasosiasi dengan mikoriza dan rhiibium (National Academy of Science 1983). Mampu beradaptasi pada tailing emas (Sigar 2006), timah (Badri 2004). Tumbuh pada ketinggian 0 - 1000 m dpl dengan tanah berlapisan d a l q draiiase baik, toleran terhadap tanah berpasir dan asin (Djam'an 2003). Jenis cepat tumbuh (National Academy of Science 1983). Mudah tumbuh pada lahan marginal (lahan terbuka), tumbuh pada tap& berkualitas rendah sampai sedang (Heyne 1987) Merbau tumbuh baik pada tanah lembab dan dapat juga tumbuh pada tanah kering, tanah berpasir dan berbatu dengan curah hujan A-D (Martawijaya eta!. 2005). Mmdi termasuk jenis cepat tumbuh dan menyebar baik di negara tropis maupun sub tropis (Heyne 1987). Dalam pertumbuhnannya mindi membutuhkan area yang terbuka atau tidak tahan terhadap naungan serta tahan terhadap tanah marjinal (Global Invasive Species Database 2006 dalam Setyaningsih (2007) Jenis dapat tumbuh pada tanah jelek, berbatu-batu dan keras, pada ketinggian 0-600 mdpl (Mmtawijaya et ai. 7005) ---- ~ i d a i memerlukan tempat tumbuh khusus, &pat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah dengan tipe hujan A-D (Martawijaya et al. 2005) Jenis cepat tumbuh (Heyne 1987). Dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah dan sampai ketinggian 1000 mdpl (Allen & Allen 1981). Tumbuh baik di wilayah tropika basah dan kering dengan curah hujan antam 600 - 2.500 mdtahun (National Academy of Science 1983). Tumbuhan ini memerlukan curah hujan yang tidak terlalu banyak dan musim kering yang kuat (Heyne 1987). Jenis ini mampu tumbuh dari dataran rendah sampai ketinggian 500 mdpl pada tipe ik l i i C dengan curah hujan 100 - 300 mmtbulan selama 4 bulan dengan musim kering yang kuat (Brink dan Exobim 1997 dalam Kosasih 2007). Tumbuh secara alami pada ketinggian 0-800 mdpl dengan curah hujan 1200-3000 d t a h u n , tumbuh pada tanah berlapisan dalam, subw dan berdrainase baik. Toleran terhadap tanah berpasir dangkal, tanah padat dan tanah asam asalkan tidak pada tanah berdrainasejelek.
I I. Plamboyan (Delanbr regia) Cocok tumbuh pada daerah dataran rendah kering (Heyne
Tabel 2 Beberapa perbedaan sifat benih ortodoks dan rekalsitran
Ortodoks Keadaan alami Dominan di lingkungan arid
dan semi arid serta pionir di iklim basah, juga banyak dijumpai di iklim sedang dan dataran tinggi tropis
Famili dan genus Myrtaceae, Leguminosae, Pinaceae, Casuarinaceae
Kadar air benih dan suhu Toleran terhadap pengeringan penyimpanan dan suhu rendah, kadar air
penyimpanan 5-7 % dengan suhu 0-20C, sedangkan untuk Cryopreservasi kadar air 2-4 %dansuhu-15 sampai -20 C
Rekalsitran Banyak dijumpai di iklim p a s dan lernbab, khususnya hutan klimaks dari hutan tropika basah dan mangrove, juga dijumpai di daerah i k l i sedang dan beberapa jenis daerah kering.
Dipterocarpaceae, Rhizoporaceae, Meliaceae, Artocarpus, Araucaria, Triplochiton, Agorhis, slnygium, Quercus
Tidak toleran terhadap pengeringan dan suhu rendah (kecuali bebrapa jenis rekdsitran iklim sedang). Tingkat tolemnsi tergantung jenis, biasanya 20-35% dan 12-15% untuk jenis tropis.
Potensi waktu Dengan kondisi penyimpann Dari beberapa hari untuk peny impanan optimal beberapa tahun untuk rekalsitmn ekstrim sampai
kibanyakan jenis hingga puluhan tahun untuk yang lainnya
Karakteristik benih Kecil hingga medium seringkali kulit biji keras
Karakteristik kemasakan Penambahan berat kering berhenti sebelum masak. Kadar air turun hingga 6-10% saat masak dengan variasi kecil di antara individu benih
Dormansi Dormansi sering te qadi
Metabolisme pads saat Tidak aktif masak Sumber : Schmidt (2000)
beberapa bulan untuk y&g lebih toleran
Umumnnya medium hingga besar dan berat
Penambahan berat kering te qadi sampai saat benih jatuh. Kadar air pada saat masak 30-70% dengan variasi besa diantara individu
Tidak ada dormansi atau lemah. Kemasakan dan perkecambahan te qadi dalam selang waktu yang singkat
Kajian Ekonomi Pernbenihan Langsung
Secara umum pembenihan langsung mampu mengurangi biaya penanaman
di lapangan sehingga biaya penanaman menjadi murah (Engel and Parrotta 2001;
Hendromono 2002; Douglas et al. 2007; Dissanayake et al. 2008; Schmidt 2008).
Secara m u m perbandingan biaya penanaman dan pembenihan langsung dapat
dilihat pada Tabel 3. Hasil penelitian Douglas et al. (2007) menyebutkan bahwa
biaya penanaman jenis asli New Zealand pada iahan pengembalaan yang
dibutuhkan mencapai NZ$13,955 - 23,533 per ha lebih tinggi dibandingkan
dengan metode pembenihan langsung yang hanya mencapai NZ%4,915 - 14,300
per ha (asurnsi 2500 batang dengan jarak 2 x 2 m (Tabel 4). Hendomono (2002)
menyebutkan bahwa biaya penanaman langsung dengan benih di lapangan lebih
rendah bila dibandingkan dengan penanaman bibit baik pada kondisi olah tanah
minimum maupun tanpa olah tanah (tugal) (Tabel 5).
Dissanayake et al. (2008) menyebutkan bahwa penanaman langsung benih
Parfhenium argentalum Gray di wilayah Australia lebih menguntungkan dimana
dibutuhkan A$150 per ha sedangkan untuk kegiatan penanaman dengan bibit
dibutuhkan AS2.450. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Engel and Parrotta
(2001) bahwa biaya yang dibutuhkan berkisar antara US$742 sampai US$912 per
ha, jika dibandingkan dengan biaya penanaman yang membutuhkan biaya $1200 -
2500 per hektar.
Tabel 3 Perbandingan biaya pembenihan langsung dengan penanaman bibit
Biaya relatif I .--.. & l ^lr*..:r^^ m.-.-
vl dari L L a p U L , -t,,"- l ansulli Pembenihan !angsung
p>~.aaian Benih Tinggi Rendah Penaburan benih tinggi Rendah Transportasi tanaman & Kegiatan di Tidak ada tinggi persemaian Pengolahan tanah variasi tinggi Pembuatan lubang tanam Rendah tinggi Penanaman Tidak ada tinggi Pemeliharaan tanaman & kontrol gulma Tinggi Rendah Penyulaman Rendah Sumber : Schmidt (2008)
Tabel 4 Estimasi biaya penanaman dan pembenihan langsung pada lahan pengernbalaan di New Zealand
Uraian kegiatan Penanaman Pembenihan langsung
Fencing 4320-4770 43204770 Kontrol hama (Pest control) 1&15 10-15 Herbisida sebelum penanaman (Pre-plant/pre-sow herbicide) Spot spraying 750 - Blanket spraying - 15&165 Penanaman (Planting) 2125-3000 - Penaburan (Sowing) - 70 Biaya tanaman (Plant cost) 300&11 250 - Biaya benih (Seed cost) - 75-8000 Transportasi (Transportation) 1500 20 Herbisida setelah penanaman (Post-plant/post- sow herbicide) Tahun pertama (Yl) 750 90420 Tahun kedua (Y2) 750 90420 Tahun ketiga (Y3) 750 90-420 TOTAL 13 955-23 535 4915-14 300 Surnber : Douglas el a!. (2007)
Tabel 5 Prestasi ke ja pengolahan lahan dan penanaman E. cyclocarpum per
hektar
Olah tanah minimum Tanpa olah tanah Kegiatan (HOW (HOK)
benih bibit benih bibit Pernbersihan lahan 45,71 45,71 45,71 45,71 Pembuatan dan pemasangan 2000 ajir 9,11 9,11 9,11 9, l l Pembuatan lubang 5,56 5,56 - - Pembuatan tugal - - 2,78 2,78 Penanaman benih/bibit pada lubang 4,17 4,86 - - Penanaman benihbibit pada tugal - - 3,48 4,40 Sumber : Hendtornono (2002)
Faktor - Paktor yang Mempengaruhi Perkecambahan dan Pertumbuhan Anakan
Perkecambahan benih mempakan batas antara benih yang masih tergantung
pada sumber makanan dari induknya dengan tanaman yang mampu berdiri sendiri
dalam mengambil ham Perkecambahan dimulai dengan pengambilan air,
penyerapan, diikuti dengan proses metabolisme dalam benih yang menyebabkan
pembesaran embrio dan tumbuh menjadi anakan (Schmidt 2000; 2007).
Perkecambahan ditentukan oleh kualitas benih (vigor dan kemampuan
berkecambah), perlakuan awal ematahan dormansi) dan kondisi perkecambahan
seperti air, suhu, media, cahaya dan bebas dari hama penyakit (Schmidt 2000).
Kualitas fisiologis benih yang tinggi diperlukan untuk memperoleh kapasitas
perkecambahan dan vigor yang tinggi. Kapasitas perkecanlbahan menunjukkan
kemampuan bawaan benih berkecambah dibawah kondisi yang optimal selama
pengujian benih, sedangkan vigor mencakup beberapa parameter yang
menyatakan kemampuan untuk tumbuh dan berkembang secara optimal
diberbagai kondisi (Schmidt 2000). Vigor dan kemampuan berkecambah sangat
dipengaruhi oleh ukuran dan massa (berat) benih (Eugenio 1993; Reich et al.
1998; Seiwa et al. 2002; Humara et al. 2002; Paz and Marthes-Ramos 2003;
Yanlong et al. 2003; Schmidt 2007).
Selain kualitas benih, tingkat dormansi benih juga menentukkan
keberhasilan perkecambahan benih. Dormansi didefinisikan sebagai suatu
keadaan dimana benih-benih sehat (viable) gagal berkecambah ketika berada
dalam kondisi yang secara normal baik untuk perkecambahan, seperti kelembaban
cukup, suhu dan cahaya yang sesuai (Schmidt 2000). Lebi lanjut dijelaskan
Schmidt (2000; 2007) bahwa umumnya donnansi dapat terjadi dalam bentuk
dormansi embrio (benih secara fisiologis belum masak), dormansi mekanis
(pertumbuhan embrio terhambat karena kulit biji yang tipis), dormansi fisik (kulit
benih kedap air), dormansi kimia (benih mengandung zat - zat kimia penghambat
perkecambahan), dormansi cahaya (benih tidak dapat berkecambah kecuali jika
berada pada kondisi cahaya) serta dormansi suhu (perkecambahan rendah tanpa
perlakuan suhu yang tepat).
Jenis - jenis dari family Leguminosae umumnya memiliki dormansi f i s k
OIeh karena itu sebelum dikecambahkan perlu dilakukan pematahan dormsnsi.
Pematahan dormansi dapat dilakukan dengan cara skarifikasi bempa perendaman
atau stmtifikasi. Perlakuan pendahuluan dengan perendaman air pada suhu
tertentu atau perendaman dengan asam atau bahan kimia lainnya pada konsentrasi
tertentu, dapat melunakkan kulit benih dan h i h i dari protoplasma sehingga
mempermudah proses imbibisi dan penyerapan oksigen (Schmidt 2007).
Perlakuan awal (pendahuluan) dilakukan sebelum penabumn atau penanaman
benih dengan tujuan menambah kecepatan d m keseragaman perkecambahan
benih (Schmidt 2007).
Pertumbuhan anakan setelah perkecambahan bervariasi tergantung jenis
tetapi juga sangat dipengamhi lingkungan (Schmidt 2000). Menurut Schmidt
(2007) bahwa semai pada fase juvenil memiliki mekanisme adaptasi dalam bentuk
adaptasi terhadap cahaya (light adaptation) keseimbangan pucuk dan akar (shoot-
root balance) dan toleran terhadap tekanan (stress tolerance).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa percobaan diantaranya seleksi
jenis potensial di Rumah Kaca Fakultas Kehutanan IPB pada Juni hingga Agustus
2008, pengujian mutu fisik dan fisiologis di Laboratorium Silvikultur dan rumah
kaca Fakultas Kehutanan IPB pada November sampai dengan Desember 2008 dan
pengujian benih jenis terseleksi di lapangan di kebun percobaan Cikabayan pada
Januari hingga April 2009. Analisis tanah rutin dan hara tanaman dilakukan di
Balai Penelitian Tanah, Laboratorium Penelitian dan uji Tanah, Bogor pada bulan
Januari 2009
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah meteran 50 m, kompas,
penugal, kamera digital, gembor, cangkul, alat tulis, bak kecambah, oven,
timbangan, penggaris, lup, dan lain-lain. Bahan yang dibutuhkan adalah benih
sengon (Paraserianrhes falcataria), sengon but0 (Enterolobiurn cyclocaqJum),
saga (Adenanthera pavoniana), merbau (Intsia bijuga), mindi (Melia azedarach),
sonobritz (Dalbergia latifolia), angsana (Pterocarpus indicus), Kihujan (Sarnanea
saman), randu (Ceiba pentandra), jati putih (Grnelina arborea), dan plamboyan
(Delonix regia).
Prosednr Kerja
Percobaan I Seleksi jenis potensial untuk pembenihan langsung di ~ m a h
kaca
Perwbaan ini bertujuan untuk menyeleksi jenis - jenis potensial yang
dapat digunakan untuk pembenihan langsung pada skala rumah kaca. Hasil seleksi
ini kemudian dapat diterapkan pada skala lapangan. Tahapan percobaan adalah
sebagai berikut :
Penyiapan Media Kecambah
Media kecambah yang digunakan adalah tanah. Media tersebut diiasukan ke
dalam bak-bak kecambah dengan jumlah yang disesuaikan dengan jumlah unit
percobaan yang diujikan. Ketebalan media i 12 cm.
Perlakuan Benih
Perlakuan awal dilakukan sesuai dengan karakteristik dan perlakuan pendahuluan
yang sudah atau pernah diuji pada masing-masing jenis. Perlakuan awal masing-
masing jenis tertera pada Tabel 6.
Teknik pembenihan langsung
Pe~abwan benih dilakukan sesuai dengan metodelteknik pembenihan langsung
yang diujikan. Oleh karena itu, penaburan benih dalam bak kecambah dilakukan
dalam tiga b e n t - yakni penaburan di atas media kecambah, penaburan benih di
atas permukaan media kecambah kemudian ditutup dengan seresah serta
pembenaman benih dengan kedalaman 1-4 cm. Pada masing -masing bak
kecambah ditanam 25 benih.
Tabel 6 Deskripsi perlakuan awal benih
No Jenis 1. Sengon
(Paraserirmf/res falcafaria)
2. Sengon Buto (Enterolobim cyclocmpum)
3. Saga (Adenmfherapavonicma)
4. Merbau (Infsia bijuga)
5. Mindi (Melia medmach)
6. Sonobritz (Dalbergia iahyolia)
7. Angsana (Pferocmpus indicus)
8. Kihujan (Samunea smun) 9. Randu (Ceiba pentmrdra) 10. Jati Putih (Gmelina arborea) 11. Flambovan (Delonix r e d
Perlakuan pendahuluan Perlakuan ~endahuluan denrran cara direndam dengan air' mcndidih dibiar-kan dingin sampai dengan 24 jam (Nurhasybi 2000) Mengikir kulit benih dekat titik tumbuh dan direndam air dingin selama 24 jam (Djam'an 2003) Perlakuan pendahuluan dengan cara direndam dengan air mendidih dibiarkan dingin sampai dengan 24 jam. Pengikiran kemudian benih direndam dalam air dingin selama 30 menit (Yuniarti 2003) Dijemw selama 7 hari kemudian diretakkan kulitnya @mu 2002) Perendaman dalam air dingin selama 24 jam (Pramono 2003) Tidak ada perlakuan awal (Suita 2008)
Tanpa perlakuan awal Tanpa perlakuan awal Perendaman dengan air dingin selama 12 jam Perlakuan awal sama den- senzon
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan metode penaburan benih
sebagai berikut : A1 = pembenaman benih pada kedalaman tanah 1-4 cm, A2 =
penaburan benih yang kemudian ditutup seresah dan A3 = penaburan langsung
diatas p e r m h tanah. Dalam penelitian ini digunakan ulangan sebanyak 3 kali
clan masing-masing ulangan terdii dari 25 butir benih. Masing - masing jenis
membutuhkan 225 benih sehingga total benih yang dibutuhkan untuk 11 (sebelas)
jenis sebanyak 2475 benih.
Model iinier pada rancangan percobaan ini adalah
Yij = p + zi + ~ i j ; dimana : i = 1,2 dm 3., j = 1,2 dm 3
Keterangan :
Yij = Nilai setiap pengamatan pada perlakuan ke - i dan ulangan ke - j P = Nilai rata - rata umum ri = Pengaruh perlakuan metode penaburan benih ke - i
~ i j = pengaruh acak pada perlakuan metode penaburan benih ke - i dan
ulangan ke-j
Pengamatan dan Pengumpulan Data
Data yang diamati pada percobaan ini adalah :
a. Daya Berkecambah
Daya berkecambah adalah kemampuan benih untuk berkecambah normal
dalam kondisi optimum yang diukur dalam persentase kecambah normal
terhadap jumlah benih yang ditanam. Daya berkecambah dapat dihitung
berdasarkan rumus :
lumlah kecambah normal Daya Berkecambak (14) = x 100 94
Total / i~?i ih pang dikecambahkan
b. Laju Perkecarnbahan
Jumlah hari yang diperlukan untuk pemunculan radikel atau plhula. Laju
perkecambahan dapat dihitung berdasarkan rumus :
NIT1 t NZTZ - ... - N:iTs Laja Pmkecantbairarc (frnrl) =
~ufnkiir tnta:i Fjirnilr b&kecon~boA
Dimana : N = jumlah benih yang berkecambah
T = waktu atau hari yang dibutuhkan untuk berkecambah.
c. T iggi bibit
Tiggi diukur dari pangkal batang sampai titik tertinggi semai dengan
menggunakan penggaris. Diukur setiap 2 minggu sekali yang dimulai pada
dua minggu setelah penaburan benih.
Analisis Data
Data dianalisis sidik ragam dengan menggunakan uji ANOVA (uji-F) dan
pengujian lanjutan menggunakan uji lanjut LSD (Mattjik dan Sumarta Jaya
2000).
Percobaan 11 Pengujian Mutu Fi ik dan Pisiologis Benih
Tujuan pelaksanaan pengujian mutu fisik dan fisiologis benih adalah untuk
mengetahui dan mendapatkan informasi awal tentang kondisi benih yang
digunakan pada skala lapangan. Kegiatan ini diharapkan sebagai pembanding
dengan penerapm pembenihn langsung di lapangan. Pengujian mutu fisik
dilakukan dengan menghitung berat 1000 butir benih, sedangkan mutu fisiologis
benih dilakukan dengan mengecambahkan benih dengan metode standar.
Percobaan ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
Berat 1000 butir Benih
a Mengambil dan menghitung 100 benih dengan 8 ulangan secara acak.
b. Menimbang tiap uiangan (dalam gram) dengan judah angka di belakang
koma.
c. Menghtung koefisien keragaman dari berat 100 butir benih antara 8 ulangan
tersebut.
d. Jiia koefisien keragaman (CV) lebih kecil dari 4,0, maka analisis diterima
Jika CV lebih dari 4,0, penghitungan ditambah 8 ulangan lagi.
e. Berat 1.000 butir benih diperoleh dengan mengalikan berat mta-rata 100 benih
(x) dengan nilai 10.
Daya Berkecambah Benih
a Pengecambahan dilakukan terhadap benih mumi dengan jumlah masing -
masing jenis sebanyak 50 benih dengan 3 (tiga) kali ulangan.
b. Kemudian benih diberi perlakuan awal untuk pematahan dormansi sesuai
dengan jenis (Tabel 6).
c. Metode uji daya kecambah yang dipakai adalah metode uji daya berkecambah
secara langsung dengan media tanah.
d. Data pengamatan yang akan diambil adalah daya berkecambah dan laju
perkecambahan.
Pereobaan 111 Pengujian benih jenis terseleksi di lapangan
Percobaan dilakukan dengan tujuan untuk ~llendapatkan teknik
pembenihan langsung yang sesuai untuk rehabilitasi lahan serta jenis tanaman
yang dapat dikembangkan dengan teknik pembenihan langsung tertentu. Tahapan
percobaan adalah sebagai berikut :
a. Persiapan Lahan
Lahan yang dijadikan wilayah penelitian diharapkan pada kondisi topograii
yang cendemg data. Persiapan lahan diawali dengan perencanaan luas areal
objek yang didasarkan pada jumlah plot penelitian. Selanjutnya dilakukan
pembersihan lahan dari gulma dan tunggak yang diikuti dengan
penggemburan plot sampai kepada perataan plot-plot penelitian. Plot dibuat
berukuran 1 m x 1 m dengan jarak antar plot 50 cm.
b. Perlakuan Awal Benih
Perlakuan awal dilakukan untuk menjamin bahwa benih akan berkecambah
dan bahwa perkecambahan berlangsung cepat dan seragam. Perlakuan awal
dilakukan sesaat sebelum penaburan serta disesuaikan dengan jenis yang diuji
(Tabel 6).
c Metode Penanaman Langsung
Penaburan dilakukan berdasarkan perlakuan yang diberikan dengan sistem
baris pada plot yang berukuran 1 m x 1 m dengan jumlah benih yang ditabur
sebanyak 50 benih yang sudah diberi perlakuan awal dengan jamk antar benih
10 x 20 cm.
d. Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan dengan cara menjaga dan mengamati benih yang
ditanam dari kondisi ekstrirn maupun predator benih serta kecambah yang
telah tumbuh dari vegetasi pesaing secara manual. Penyiraman dilakukan
setiap pagi selama satu minggu pertama.
e. Pengamatan
Data yang diamati pada percobaan ini adalah
- Daya berkecambah (%), persentase kecambah normal terhadap jumlah
benih yang ditanm
- Laju perkecambahan @ari), akurnulasi perkalian jumlah benih yang
berkecambah dengan waktu yang dibutuhkan dibagi dengan total benih
yang dikecarnbahkan.
- Tinggi (cm), tinggi diukur sejak satu bulan pertama selanjutnya diukur
setiap satu bulan selama tiga bulan penelitian. Diukur dari pangkal batang
sampai titik tertinggi dengan penggaris (mistar).
- Diameter (mm), diameter diukur tepat 2 cm pada pangkal batang tanaman
dari permukaan tanah, khusus untuk tanaman yang memiliki kotiledon
- Berat kering akar (g), dengan mengukur berat kering a k a yang
sebelumnya telah dioven pada suhu 70' sampai berat kering konstan. - Berat kering pucuk (g), dengan mengukur berat kering pucuk yang
sebelumnya telah dioven pada suhu 70°sampai berat kering konstan.
- Berat kering total (g), dengan mengukur berat kering pucuk dan akar
yang sebelumnya telah dioven pada suhu 70" sampai berat kering konstan.
- Rasio pucuk akar, me~pakan perbandiigan antara berat kering bagian
pucuk (batang dan daun) dengan berat kering aka. - Daya hidup (%), kemampuan hidup semai yang dihitung dengan cara
membandingkan jumlah benih yang berkecambah atau semai (anakan)
yang hidup dengan jumlah total benih yang berkecambah diialikan 100%.
- Persen jadi benih (%), dihitung dengan cara membandingkan jumlah
semai (anakan) yang hidup dengan jumlah total benih yang ditabur
(ditanam) dikalikan 100%.
- Serapan hara tanaman N, P dan K, analisa dilakukan oleh Balai
Penelitian Tanah, Laboratorium Penelitian dan uji Tanah, Bogor
- Keragaman gulma, dengan cara menghitung frekuensi dan kerapatan
relatif masing - masing gulma serta indeks nilai pentingnya (INP).
- Biomassa gulma (g), dengan mengukur berat kering gulma yang
sebelumnya telah dioven pada suhu 70°sampai berat kering konstan
- Analisa biaya pembeniban langsung (review)
: Data penunjang :
1. Kondisi iklim (Badan Meteorologi Kliiatologi dan Geofisika Stasiun
Klimatologi Darmaga Bogor)
2. Analisa tanah rutin (Balai Penelitian Tanah, Laboratorium Penelitian
dan uji Tanah, Bogor)
3. Jenis gangguan pada semua tahapan pertumbuhan.
Rancangan Percobaan
Penelitian dilakukan dengan Rancangan Split plot diiana faktor utama (main
plot) adalah penyiangan yang terdiri atas 2 taraf yaitu disiangi (Al) dan tidak
disiangi (M), sedangkan sub plotnya adalah metode penaburan benih yang terdiri
dari dua perlakuan yaity pembenaman benih pada kedalaman media 1 4 cm @I)
dan penaburan benih dibawah lapisan seresah (B2). Masing-masing perlakuan
diulang 3 kali dengan 7 (tujuh) jenis tanaman yang diujikan maka terdapat 84 unit
percobaan.
Model linier pada rancangan percobaan ini adalah
Yijk = p + ai + 6ik + $j + (a$)ij + Eijk; dirnana : i = 1,2 dm 3., j = 1,2 dm 3
Keterangan :
Yijk - -
Aik - - Eij - -
Nilai setiap pengamatan pada faktor penyiangan ke - i, faktor metode ke - j dan ulangan ke - k Nilai rata - rata umum Pengaruh utama faktor penyiangan ke - i Pengaruh utama faktor metode penaburan benih ke - j komponen interaksi dari faktor penyiangan dengan faktor metode penaburan benih Komponen acak dari petak utama yang menyebar n o d pengaruh acak dari anak petak yang menyebar normal
Analisis Data
Data dianalisis sidii ragam dianalisis dengan menggunakan uji ANOVA (uji-F)
dan pengujian lanjutan menggunakan uji lanjut LSD (Mattjik clan Sumarta Jaya
2000) dengan menggunakan pengolahan data komputer program CoStat 6311
Win.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Seleksi jenis potensial uutuk pembenihan langsung di ~ m a h kaca
Pengaruh metode penaburan terhadap daya dan laju kecambah serta tinggi
semai bervariasi bergantung kepadajenis tanaman yang diuji. Metode penaburan
benih b e r p e n g d nyata terhadap daya kecambah dari 36% tanaman yang diuji,
laju kecambah dari 55% tanaman yang diuji, dan tinggi semai dari 18% tanaman
yang diuji (Tabel 7). Hanya C. pentandra dan E. cyclocarpum yang daya dan laju
kecambah benih dan tinggi semainya dipengaruhi oleh metode penaburan benih.
Sebaliknya, daya berkecambah dan laju perkecambahan benih serta tinggi semai
D. latifolia, G. arborea, P. indicus, dan S. saman tidak dipengaruhi oleh metode
penaburan benih.
Tabel 7 Hasil analisa s i d i ragam pengaruh metode penaburan benih terhadap daya dan laju kecambah benih serta tinggi semai pada umur 8 minggu setelah penaburan benih
Daya kecarnbah Laju kecambah Tinggi semai -- Jenis tanaman ("h) (hari) (cm)
F hit KK F hit F hit KK
~~~~ .. ---- ~- - . . . . . . - . . . ~ SYd ~ Am... A. pavoniana 24.89 ** 5 4.7211s 18 0.1511s 5 C. pentandra D. IatifoIia D. regia E. cyclocarpum G. arborea I. bijuga M azedarach P. falcataria P. indicus S. saman 0.52 ns 33 3.24 ns 13 4.14 ns 22 Keterangan : ** berpengaruh nyata pada P 5 0.01, ns = tidak berpenganth nyata pada P 5 0.05.
Tabel 8 menunjukkan bahwa urnurnnya jenis tanaman yang diuji memiliki
daya kecambah tertinggi pada metode penaburan benih dengan teknik dibenamkan
dan ditutup seresah, sebaliknya metode penaburan benih yang ditaburkan di
permukaan media menghasilkan daya kecambah yang rendah. Metode
dibenamkan dan ditutup mulsa secara statistik daya kecarnbahnya lebih tinggi bila
dibandingkan dengan metode penaburan benih di permukaan media pada jenis A.
pavoniana, C. pentandra dan I. bijuga. Sedangkan pada jenis D. latifoli, M.
azedarach, P. falcataria, D. regia, P. indicus dan S. saman ketiga jenis metode
penaburan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Meskipun secara statistik
tidak berbeda nyata pada ketiga metode yang diujikan, narnun jenis P. falcataria
bisa ditanam dengan cara disebar dimana persentase kecambahnya rnasih tinggi
pada metode penaburan benih yang ditabur dipermukaan media
Tabel 8 Pengaruh metode penaburan benih terhadap daya berkecambah benih (%) setelah 8 minggu penaburan
Jenis Tanaman
A. pavoniana C. pentandra D. latifolia D. regia E. cycloca~um G. arborea I. bijuga M. azedarach
Metode penaburan benih Dibenamkan Ditutup seresah Dipermukaan media
66.67 a 93.33 a 5.33 b
P. falcataria 94.67 a 89.33 a 86.67 a P. indicus 25.33 a 20 a 16 a S. saman 21.33 a 18.67 a 12 a Keterangan : rerata sebaris diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyaia b e r b k a n
uji LSD pada taraf kepercayaan 95 %.
Laju kecambah benih C. pentandra, D. regia, E. cyclocaipum, I. bijuga dan
P. falcataria yang dipengaruhi oleh metode benih dibenamkan dan ditutup mulsa
berbeda nyata dengan metode penaburan diatas permukaan media. Sedangkan
ketiga metode penaburan tidak menunjukl-an perbedaan terhadap laju kecambah
dari jenis D. latifolia K u e , G. arborea, M azedarach Linn, P. indicus dan S.
saman. Sementara laju perkecambahan jenis A. pavoniana dipengaruhi oleh
metode benih dibenamkan dan metode penaburan benih di permukaan media
(Tabel 9). Secara m u m , laju kecambah benih pada ketiga metode yang diujikan
lebih cepat pada metode dibenamkan dan ditutup seresah.
Tabel 9 Pengaruh metode penaburan benih terhadap laju kecambah (hari) benih setelah 8 minggu penaburan
Metode penaburan benih Jenis Tanaman
Dibenamkan Ditutup seresah Dipermukaan media A. pavoniana 12 b 20.87 a 18.5 ab C. pentandra D. latifolia D. regia E. cyclocarpum G. arborea I. bijuga M azedarmh P. falcataria P . indicus S. saman 18.9 a 13.77 a 10.17 a Keterangan : rerata sebaris diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan
uji LSD pada taraf kepercayaan 95 %.
Metode penaburan benih di atas permukaan media selain berpengaruh
terhadap rendahnya daya berkecambah dan lamanya laju perkecambahan benih
juga berpengamh terhadap keabnormalan benih. Hampir ditemukan semua benih
dari tanaman yang diujikan memiliki kecambah yang abnormal. Beberapa ciri
gejala abnormal kecambah diantaranya muncul radikel menuju ke atas (tidak
mengarah ke media), tidak seimbangnya performa semai, radikelnya mengalami
kekeringan dan benih busuk (Gambar 4).
Hasil analisis uji lanjut (Tabel 10) menunjukkan bahwa ketiga jenis
metode yang diujikan tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman kecuali
terhadap tanaman E. cyclocarpum, C. pentandra, S. saman dan D. regia. Tampiik
pada Tabel 10 juga bahwa metode benih dibenamkan dengan ditutup seresah
berbeda nyata dengan metode di permukaan media pada tinggi tanaman E.
cyclocarpum dan C. pentandra dan tidak berbeda nyata pada tinggi S. saman dan
D. regia.
Tabel 10 Pengaruh metode penaburan benih terhadap tinggi (cm) semai 8 minggu setelah penaburan
Metode penaburan benih Jenis Tanaman Dibenamkan Ditutup seresah Dipermukaan media
A. pavoniana 10.8 a 10.9 a 8.5 a C. pentandra 83 a 71.1 a 23.8 b D. latiforia 13.7 a 16.7 a 16.8 a D. regia 46.1 a 56.7 a 49.9 a E. cyclocarpum 5.2 a 15.9 a 21 a G. arborea 39.8 a 42.3 a 39.5 a I. bijuga 35.5 a 34.1 a 15.9 b M. azedmach 8.5 a 8.8 a 7.6 a P. falcataria 26.5 a 25.8 a 11.1 a P. indicus 56.1 a 47.3 a 23 a S. saman 29.6 a 26.2 a 21.8 a Keterangan : rerata sebaris diikuti huruf yang samn menunjukkm tidak berbeda nyata berdasmkan
uji LSD pada taraf kepercayaan 95 %.
Tanaman E. cyclocarpum dan G. Arborea memiliki kecenderungan
pertambahan tinggi yang progresif (Gambar 3).
-- D. lat~olia
AD. regia -- E. cyclo~arpum
G. arborea
--I. bijuga - M. azeabrach
- -P.Jalataria 5 10 16
-+- P. indim
Umur Tanaman (Minggu) - -S. saman
Gambar 3 Pertambahan tinggi tanaman seiama 16 minggu pengamatan.
Pengujian Mutn Fisik dan Fisiologis Benih
Penggunaan benih di lapangan sangat tergantung pada mutu benih yang
digunakan, oleh karena itu perlu dilakukan uji mutu fisik (berat 1000 butir benih)
dan uji fisiologis (daya berkecambah benih). Pengujian mutu fisik dan fisiologis
benih dilakukan karena merupakan cerminan dari rangkaian proses penanganan
benih dari mulai proses produksi sarnpai perkecambahan benih. Hasil uji mutu
fisik benih (berat 1000 butir) untuk I. bijuga lebih tinggi bila dibandingkan
dengan jenis lainnya (Gambar 5). Dengan berat seperti itu, diduga kandungan
benihnya dalam bentuk karbohidrat, lemak dan lainnya lebih tinggi bila
dibandingkan dengan jenis lainnya. Sedangkan daya berkecambah untuk ketujuh
jenis yang diuji hampir semuanya di atas 80 %, kecuali G. arborea dan A.
pavoniana (Tabel 11).
Tabel 11 Hasil pengujian mutu fisik-fisiologis benih
Parameter Uji Jenis Tanaman Berat 1000 butir jumlah per Daya berkecambah
(pr) kg (%) P. falcataria 23,6 42.395 82 - 100 E. cyclocrnpum 961.3 1.040 76 - 96 A.pavonirma 296,6 3.371 60 - 80 I. bijuga 2832,2 353 92 - 96 G.arborea 551.8 1.812 52 - 76 C. penrandra 69,5 14.383 60 - 88 D.lafifolia Kurtz 46,5 21.500 72 - 80
Gambar 4 Performa kecambah benih yang abnormal pada metode penaburan benih di permukaan media kecambah (A, D = radikel C. pentandra dan D. latzj7ia yang mengarah ke atas, B = radiiel yang busuk dan kering pada benih D. regia, C = radikel yang memanjang pada jenis S. saman, E,F,G & H = tidak kokoh atau tidak tegaknya kecambah E. cyclocarpum, M. azedarach, C. pentandra dan S. saman pada metode penaburan benih diatas permukaan media ).
Gambar 5 Pengujian mutu fisik (A, B & C = pengukuran berat benih dari jenis A. pavoniana, P. falcataria dan I. bijuga) d m mutu fisiologis benih tanaman uji (D = performa kecambah dari jenis tanaman yang diuji).
Pengujian benih jenis terseleksi di lapangan
Pengujian Jenis Tanaman sengon (Paraserianihes falcataria)
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa interaksi antara metode
penaburan benih dan penyiangan berpengamh sangat nyata terhadap berat kering
pucuk, berat kering akar, berat kering total, daya hidup serta serapan N, P dan K.
Secara tunggal metode penaburan benih berpengamh nyata dan sangat nyata
terhadap semua parameter. Sebaliknya pengmh penyiangan tidak berpengmh
nyata terhadap semua parameter yang diuji kecuali parameter serapan P dan K
(Tabel 12).
Tabel 12 Hasii analisa sidik ragam pengaruh metode penabumn, penyiangan dan interaksinya terhadap parameter pertumbuhan tanaman P. falcataria umur 3 bulan
Anova Paramater Metode Penyiangan lnteraksi KK
F hit F hit F hit w) Dava berkecambah (%\ 228.67 ** 0.05 ns 0.18 ns 14 ~ a i u berkecambah &a") 18.57 * 0.17 ns 0.05 ns 5 Tinggi (cm) 10.76 * 0.17 ns 4.05 ns 23 Diameter (mm) 22.14 ** 0.41 ns 5.74 ns 19 Berat kering pucuk (g) 89.67 ** 17.53 ns 43.53 ** 14 Berat kering akar (g) 82.18 ** 11.29 ns 38.62 ** 23 Rasio pucuk akar 62.50 ** 0.003 ns 8.34 ns 17 Berat Kering Total (g) 92.36 ** 16.18 ns 44.64 ** 17 Daya hidup (%) 123.5 **
6 16.56 ns 10.24 * 17
Persen jadi benih (%) 130.1 ** 12.89 ns 4.10 ns 5 Serapan N (mg) 18.16 * 7.212 ns 9.64 * 3 Serapan P (mg) 70.04 ** 68.40 * 46.24 ** 21 Serapan K (mg) 47.81 ** 21.46 * 13.69 ** 16 Keterangan : ** betpen& nyata pada P 5 0.01, ns =ti& berpengaruh nyata pada P 5 0.05.
Tabel 13 menunjukkan bahwa interaksi antam metode penaburan benih
dibenamkan dan penyiangan tanaman (disiangi) berbeda nyata dengan kombinasi
perlakuan lain pada semua parameter kecuali daya hidup tanaman. Daya hidup
tanaman P. falcata'a tertinggi pada kombinasi perlakuan rnetode penaburan
benih yang dibenamkan dan tidak dilakukan penyiangan sebesar 56.8 %. Tanaman
P. falcataria pada penelitian ini, memiliki daya berkecambah, laju
perkecambahan, tinggi, diameter dan m i o pucuk akar tertinggi pada metode
benih dibenamkan yang masing - masing mencapai 79.33 %, 4.92 hari, 10,9 cm,
2.46 mm dan 3.81 bila dibandingkan dengan metode penaburan benih yang
ditutup mulsa (Tabel 14)
Tabel 13 Pengamh interaksi metode penaburan benih dan penyiangan terhadap parameter pertumbuhan tanaman P. falcataria umur 3 bulan
Paramater Interaksi
AIBl* A1B2 A2B 1 A2B2 Berat kering pucuk (g) 2.15 a** 0.21 b 0.39 b 0.04 b Berat kering Hkar ( g r 0.52 a 0.13 b 0.11 b 0.03 b Berat K e ~ g Total (BKT) (g) 2.68 a 0.34 b 0.49 b 0.08 b Daya hidup (%) 39.6 b 15.1 c 56.8 a 12.6 c Serapan N 0.045 a 0.004 b 0.007 b 0.00052 b Serapan P 0.0037 a 0.00044 b 0.00047 b 0.00013 b Serapan K 0.0169 a 0.0019 b 0.0051 b 0.00053 b Keterangan : * A l = Disiangi, A2 = Ti& disiangi, BI = Metode Bmih dibenamlran dan 82 = Metode Lmih
ditutup mulsa ** rerata sebaris d i h t i huruf yang sama menunjukh ti& berbeda nyata berdasarkan uji LSD pada taraf kepercayaan 95 %
Tabel 14 Pengaruh Metode penaburan benih terhadap parameter pertumbuhan tanaman P. falcataria umur 3 bulan
Parameter Metode Penaburan Benih Dibenamkan Ditutup Mulsa
Daya berkecarnbah (%) 79.33 a 20.33 b Laju perkecambahan (hari) 4.92 a 4.24 b Tiggi (cm) 10.9 a 6.1 b Diameter (mm) 2.46 a 1.46 b Rasio pucuk akar 3.81 a 1.69 b Persen jadi benih (%) 38.33 a 2.67 b Keterangan : m t a sebnris diikuti huruf yang sama menunjukkan ti& bnboda n y m badaurkan uji LSD
pada t a f kepercayaan 95 %
Berdasarkan hasil analisis vegetasi y l m a pada plot (petak) pengamatan
telah ditemukan 15 jenis y l m a yang tumbuh di sekitar tanaman P. falcataria.
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa jumlah jenis gulma pada metode
penaburan benih dibenamkan dengan ditutup mulsa masing - masing be rjumlah
13 dan 12 jenis. Tanaman Borreria alata (Aubl) DC merupakan salah satu jenis
yang memiliki nilai penting paling tinggi baik pada metode penaburan benih
dibenamkan maupun ditutup mulsa dimana nilai masing-masing 37.83 % dan
33.44 % (Tabel 15).
Tabel 15 Analisis vegetasi gulrna yang turnbuh berdampingan dengan tanaman P. falcataria urnur 3 bulan
KR FR INP Tanaman Famili
Benam Mulsa Benam Mulsa Benam Mulsa
Mimosa invisa Fabaceae 8.43 2.97 14.29 9.09 22.72 12.06
Celosia orge~zleo L. Anlaranthaceae 1.20 - 4.76 5.97
Emilia sonchifolio (I..) Astaaceae 8.43 1.98 14.29 4.55 22.72 6.53
Si& rhombi/olia L. Malvaceae 3.61 4.95 4.76 4.55 8.38 9.50
~ ~ e o m e M i d o ~ p e ~ ~ DC Capparidam 2.41 6.93 9.52 9.09 I 1.93 16.02
Cenmsema sp. Fabaceae 3.61 5.94 9.52 9.09 13.14 15.03
Borreria oloro (Aubl) DC Rubiaceae 25.30 19.80 9.52 13.64 37.83 33.44
Croron hirrur L'Ha t E"Ph*ia- 2.41 1.98 9.52 9.09 11.93 11.07
Omlk borelieri L. Oxalidaceae 9.64 7.92 9.52 9.09 19.16 17.01
Dipimrio cilioris (REtr) 1.20 5.94 4.76 4.55 5.97 10.49
Kunyit 32.53 - 4.76 3429
PhyIlanllhur n i w i I.. E"Pho*ia=e 1.20 3.96 4.76 9.09 5.97 13.05
Digitaria bngrpom (Retz.) Poaceae - 22.77 - 9.09 - 31.86
Agerafum anpaides L. A~tmceae - 2.97 - 4.55 - 7.52
Dibenarnkan Ditutup Mulsa
Metode penaburan benih
Gambar 6 Biornassa gulma pada tanaman P. falcataria w u r 3 bulan.
Pengujian Jenis Tanaman sengon buto (Enterolobium cyclocarpum)
Berdasarkan analisa sidik ragam terhadap semua parameter pertumbuhan
anakan E. cyclocarpum (Tabel 16), menunjukkan bahwa interaksi antara metode
penaburan benih dengan penyiangan dan perlakuan penyiangan secara tunggal
tidak berpengamh nyata terhadap semua paramater yang diamati. Hal ini juga
tejadi pada metode penaburan benih, kecuali berpengaruh nyata terhadap
parameter daya berkecambah dan laju perkecambahan benih E. cycclocarpum.
Tabel 16 Hasil analisa sidik ragam pengaruh metode penaburan, penyiangan dan interaksinya terhadap parameter pertumbuhan tanaman E. cyclocaqmm umur 3 bulan
Paramater Metode Penyiangan Interaksi KK
(%) Daya berkecambah (%) 16.5 * 0.04 ns 0.004 ns 15 Laju perkecambahan (hari) 11.14 * 0.72 ns 0.42 ns 14 Tinggi (cm) 1.94 ns 0.019 ns 0.54 ns 8 Diameter (mm) 1.82 ns 0.37 ns 0.61 ns 12 Berat kering pucuk (g) 3.71 ns 1.39 ns 1.29 ns 18 Berat kering akar (g)
Rasio pucuk akar 1.20 ns 1.18 ns 1.11 ns 34 Berat Kering Total (g) 1.30 ns 2.18 ns 1.45 ns 22 Daya hidup (%) 0.033 ns 2.97 ns 2.18 ns 8 Persen jadi benih (%) 13.13 * 0.02 ns 0.18 ns 17 Keterangan : ** berpengaruh nyata pa& P 5 0.01, ns = tidak berpengaruh nyata pada P 5 0.05.
Daya berkecambah benih tertinggi dipemleh pada metode penaburan benih
dibenamkan sebesar 68.67 % dengan laju perkecambahan benih 8 hari setelah
penaburan (Tabel 17). Tanaman E. cyclocarpum umur 3 bulan di iapangan
memiliki tinggi dan diameter masing - masing 74.42 - 79.27 cm dan 8.16 - 8.99
mm dengan daya hidup yang cukup tinggi di atas 90 %.
Tabel 17 Pengamh Metode penaburan benih dan penyiangan terhadap parameter vertumbuhan tanaman E. cyclocmpum umur 3 bulan
Metode Penaburan Penyiangan Paramater Dibenamkan Mulsa Disiangi Tidak disiangi Daya berkecambah (%) 68.67 a 47 b 57 x 58.67 x ~ a j u berkecambah (ha) 7.89 b 10.25 a 8.90 x 9.24 x Tinggi (a) 74.42 a 79.27 a 77.75 x 75.94 x Diameter (mm) 8.16 a 8.99 a 8.83 x 8.28 x Berat kering pucuk (g) 15.82 a 19.21 a 18.95 x 16.08 x Berat kering akar (g) 5.63 a 5.66 a 6.73 x 4.56 x Rasio pucuk akar 2.79 a 5.35 a 2.79 x 5.35 x Berat Kering Total @KT) (g) 21.45 a 24.87 a 25.69 x 20.64 x Daya hidup (%) 93.08 a 93.85 a 96.47 x 90.46 x Persen jadi benih (%) 64 a 44.33 b 54.67 x 53.67 x Keterangan : rerata sebaris diikuti huruf yang sama rnenunjukkan tidak bedxda nyata bR.dvaFkan
uji LSD pada taraf kepercayaan 95 %.
Kemampuan tanaman E. cyclocarpum umur 3 bulan menyemp unsur hara
N, P dan K hampir sama pada semua kombinasi perlakuan. Tampak pada Garnbar
7 bahwa perlakuan disiangi dan metode penaburan benih ditutup mulsa menyerap
unsur N yang paling tinggi diikuti oleh K dan P.
Garnbar 7 Pengaruh kombinasi perlakuan terhadap penyerapan unsur hara N, P dan K.
Gambar 8 Visualisasi benih dan perkecambahan benih E. cyclocarpum (A = perkecambahan benih pada metode penaburan benih ditutup mulsa, B = metode dienamkan dan C = benih E. cyclocarpum yang sudah diberi perlakuan pendahuluan).
Tabel 18 menunjukkan bahwa ditemukan 17 jenis gulma yang tumbuh di
sekitar tanaman E. cyclocarpum. Jumlah jenis gulma pada metode penaburan
benih dibenamkan dengan ditutup mulsa relatif sama dimana masing - masing
berjumlah 10 dan 12 jenis. Tanaman Borreria alata (Aubl) DC merupakan salah
satu jenis yang m e m i l i nilai penting paling tinggi baik pada metode penaburan
benih dibenamkan maupun ditutup mulsa diiana nilai masing-masing 59.17 dm
42.27.
Tabel 18 Analisis vegetasi gulma yang tumbuh berdampingan dengan tanaman E. cyclocarpum umur 3 bulan
KR FR INP Tanaman Famili
Be- Mulwc Benam Mulsa Benam Mulsa -
E. sonchijlia (L.) Asteraceae 13.33 13.64 12.50 15.00 25.83 28.64
M. invim
Cenrrosema sp.
M. pdica L.
0. bamlieri L.
B. alala (Aubl) DC
C. argentea L.
D. ciliarir (Retz)
A. compresm ( S ~ ~ I I Z ) Beaw
Kunyit
Imperoa cylindrica L.
Agerarum mnyzoi&s L.
Digitaria longiflora (Reh.)
Cleome mIidospema DC
S i b rhombifolia L.
Phyllanrhlrr n h i L.
Fabaceae Fabaceae
Fabaoeae
Oxalidaceae
Rubiaceae Anwanthame
Poaceae
Poaceae
Poame
Asteraceae Poaceae
Capparidacme
Malvaceae
Euphorbiame
Crolon h i m L'Hmit Euphorbiaceae - 2.27 - 5.00 - 7.27
Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00 200.00 200.00
Dibenamkan Diutup Mulsa
Metode penaburan tenih
Gambar 9 Biomassa gulrna pada tanaman E. cycloca~um umur 3 bulan.
Pengujian Jenis Tanaman Saga (Adenanfherapavoniana)
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa interaksi antara metode
penaburan benih dan penyiangan berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah
dan laju perkecambahan benih. Secara tunggal metode penabum benih
berpengaruh terhadap semua parameter pengamatan kecuali berat kering akar dan
daya hidup tanaman di lapangan. Sedangkan penyiangan secara tunggal hanya
berpengaruh nyata terhadap berat kering akar (Tabel 19).
Tabel 19 Hasil analisa sidik ragam pengamh metode penaburan, penyiangan dan interaksinya terhadap parameter pertumbuhan tanaman A. pavoniana umur 3 bulan
Anova Paiamater Metode Penyiangan lnteraksi KK
F Hit F Hit F Hit (%) Dava berkecambah (%) 73.05 ** 13 ns 12.48 * I I Laju perkecambahan (hari) 41.07 ** 0.05 ns 10.81 * 5 Tinggi (an) 15.28 * 7.9 ns 1.93 ns 9 Diameter (mm) 8.56 * 18.13 ns 4.19 ns 11 Berat kering pucuk (g) 30.12 ** 8.11 ns 7.06 ns 16 Berat kering akar (g) 4.10 ns 29.98 * 4.10 ns 6 Rasio pucuk akar 7.81 * 1.11 ns 2.5 ns 16 Berat Kering Total (g) 19.95 * 11.53 ns 6.25 ns 18 Daya hidup (%) 0.025 ns 2.25 ns 0.09 ns 22 Persen Jadi benih (%) 55.87 ** 5.68 ns 9.18 ns 4 Serapan N 62.07 * 11.91 ns 1.25 ns 14 Serapan P 4.26 * 7.06 ns 3.31 ns 34 Serapan K 2.93 ns 7.11 ns 3.31 ns 24 Ketcrangan : ** bcrpengd nyata pada P 5 0.01, ns = ti& berpengaruh nyata pada P 5 0.05.
Kombinasi perlakuan tidak disiangi dan metode benih dibenamkan
menghasilkan daya kecambah benih A. pavoniana umur 3 bulan paling besar.
Jenis A. pavoniana membutuhkan waktu yang lama untuk berkecambah pada
kombinasi perlakuan tidak disiangi dengan metode benih ditutup mulsa (Tabel
20).
Metode penaburan benih dengan cam dibenamkan berbeda nyata dengan
metode benih ditutup mulsa pada parameter tinggi, diameter, berat kering pucuk,
BKT, serapan N dan P. Pada metode benih dibenamkan tejadi peningkatan tinggi,
diamater dan BKT masing - masing sebesar 22.52 %, 21.15 % dan 60.98 %
terhadap metode benih ditutup mulsa. Peningkatan tersebut juga tejadi pada
peningkatan serapan hara N (80, 33 %) dan P (52,32 %). Hal ini berimplikasi
terhadap bobot kering tanaman, dimana pada metode penaburan benih
dibenamkan memiliki nilai BKT (0.66 g) dan berat kering pucuk (0.52 g) lebih
tinggi dari metode ditutup mulsa (Tabel 21). Sedangkan pada perlakuan
penyiangan, perlakuan disiangi tidak berbeda nyata dengan yang tidak disiangi,
kecuali pada parameter berat kering pucuk. Perlakuan disiangi mampu
menghasilkan berat kering pucuk sebesar 0.16 g atau meningkat 100 % bila
dibandingkan dengan tidak disiangi.
Tabel 20 Pengaruh interaksi metode penaburan benih dan penyiangan terhadap parameter pertumbuhan tanaman A. pavoniana umur 3 bulan
Paramater Interaksi AlBl A1B2 A2B 1 A2B2
Daya berkecambah (%) 23.33 b 8.67 c 38 a 2.67 c Laju perkecambahan (hari) 23.64 bc 26.06 ab 20.8 b 28.33 a Kcbangan : A, = Disiangi, A, = TidaL disiangi, BI = Metodc Bcnih dibenamkan dan B, = Metode bmih
dihdup mulsa ** rerata sebaris d i i h w f yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji LSD pada h f k w y a a n 95 %
Tabel 21 Pengamh metode penaburan benih dan penyiangan terhadap parameter pertumbuhan tanaman A. pavoniana umur 3 bulan
Metode Penaburan Penyiangan Paramater
Dibenamkan Mulsa Disiangi Tidak disiangi
Tinggi (cm) 9.25 a 7.53 b 9.16 x 7.65 x Diameter (mm) 1,89 a 1.56b 1 . 9 0 ~ 1.53 x Berat kering pucuk (g) 0.52 a 0.31 b 0.56 x 0.26 x Berat kering akar (g) 0.14 a 0.10a 0 . 1 6 ~ 0 . 0 8 ~ Rasio pucuk akar 3.67 a 2.81 a 3.58 x 2.90 x Berat Kering Total (g) 0.66 a 0.41 b 0.72 x 0.35 x Daya hidup (%) 93.56 a 91.67 a 99.12 x 86.1 1 x Persen jadi benih (%) 29.33 a 4.67 b 14 x 20 x Serapan N 0.011 a 0.006 b 0.012 x 0.004 x Serapan P 0.00115 a 0.00076 b 0.0013 x 0.00057 x Serapan K 0.0081 a 0.0044 a 0.0087 x 0.0038 x Keterangan : w t a sebatk diikuti h w f yang sama mennnjukkan tidak berbeda nyata bRdasarkan nji LSD
pada tarafkcpmayaan 95 %
Ditemukan masing - masing 12 dan 10 jenis gulma untuk plot tidak
disiangi pada metode penaburan benih dibenamkan dan ditutup mulsa. Keragaman
gulma pada kedua metode penaburan benih relatif sama. Jenis yang mendominasi
pada metode yang dibenamkan adalah jenis rumput 3 (nilai INP = 46.54 %)
sedangkan pada metode benih ditutup mulsa didominasi oleh jenis Borreria alata
dengan nilai INP 41.24 % (Tabel 22).
Tabel 22 Analisis vegetasi gulma yang tumbuh berdampingan dengan tanaman A. pavoniana umur 3 bulan
KR FR INP Tanaman Famili
Benam Mulsa Benam Mulsa Benam Mulsa
Cenlrosema sp.
D. longifora (Retz.)
C. rulidosperrna DC
E. sonchifliio (L.)
B. alnla (Aubl) DC
C. hirhrc L'Herit
D. cilimis (Retz.)
0. bmelieri L.
Fabaceae
Poaceae
Capparidaceae
Asteraceae
Rubiaceae
Euphorbiaceae Poaceae
Oxalidaceae
S rhombiJolia L. Malvaceae 6.49 8.98 11.1 1 11.76 17.6 20.75
M. prrdiw L. Fabaceae 1.3 - 5.56 - 6.85
I. cylinaiica L. Pcaceae 10.39 13.48 5.56 5.88 15.95 19.37
M. invisa Fabaceae 3.9 5.56 - 9.45
P. niruri L. Euphorbiaceac - 1.12 - 5.88 - 7.01
A. conyzoides L. Astesaceae - 3.37 - 5.88 - 9.25
Iumlah 100 100 100 100 200 200
" .- m Dibenamkan Ditutup Mulsa
Metode penaburan benih
Gambar 10 Biomassa gulma pada tanaman A. pavoniana umur 3 bulan
Pengujian Jenis Tanaman Merban (Zntsia bijuga)
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa interaksi antara metode
penaburan benih dan penyiangan berpenga~h nyata terhadap berat kering akar.
Secara tunggal metode penaburan benih berpengamh terhadap semua parameter
pengamatan kecuali diameter batang dan daya hidup tanaman di lapangan.
Sedangkan penyiangan secara tunggal tidak berpengamh nyata terhadap semua
parameter. Hasil analisis keragaman disajikan pada Tabel 23.
Tabel 23 Hasil analisa sidik ragam pengamh metode penaburan, penyiangan dan interaksinya terhadap parameter pertumbuhan tanaman I. bijuga umur 3 bulan
Anova Paramaker Metode Penyiangan Interaksi KK
F Hit F Hit F.hit Daya berkecambah (%) 123.96 ** 0.61 ns 0.29 ns 8 ~ a j u perkecambaha (hari) 25.09 ** 0.23 ns 0.87 ns 14 Tinggi (an) 20.31 * 2.29 ns 2.35 ns 8 Diameter (mm) 5.83 ns 7.73 ns 0.02 ns 8 Berat kering pucuk (g) 21.8 ** 3.05 ns 1.45 ns 15 Berat kering akar (g) 24.84 +* 3.41 ns 13.57 * 10 Rasio pucuk akar 10.32 * 0.67 ns 6.83 ns 6 Berat Kering Total (g) 22.65 ** 3.57 ns 3.08 ns 13 Persen jadi benih (%) 157.44 ** 0.99 ns 0.57 ns 16 Daya hidup (%) 0.002 ns 0.44 ns 0.42 ns 8 Serapan N 7.63 ns 10.12 ns 0.07 ns 20 Serapan P 40.63 ** 0.56 ns 4.08 ns 12 Serapan K 4.29 ns 1.01 ns:- 0.02 ns 27 Keterangan : ** berpengaruh nyata pada P 5 0.01, ns = tidak berpengmh nyata pada P 5 0.05.
Berat kering akar tanaman I. bijuga umur 3 buian terrendah pada
kombinasi perlakuan metode benih ditutup mulsa dan tidak ada penyiangan.
Dirnana interaksi tersebut memiliki berat kering akar terendah dari interaksi
lainnya yakni sebesar 0.79 g (Gambar 11).
Gambar 11 Pengmh interaksi metode penaburan dan penyiangan terhadap berat kering akar ( g ) tanaman I. bijuga umur 3 bulan (AI = Disiangi, Az = Tidak disiangi, B1 = Metode Benih dibenamkan dan B2 = Metode benih ditutup mulsa).
Metode penaburan benih dibenamkan berbeda nyata dengan metode benih
ditutup mulsa pada semua paramater yang diamati kecuali pada parameter
diameter, rasio pucuk akar, daya hidup dan serapan K. Rata - rata daya
berkecambah tanaman I. bijuga pada metode benih dibenamkan lebih tinggi yakni
95 % bila dibandingkan dengan metode benih ditutup mulsa yang hanya 25.67 %.
Tanaman I. bijuga dalam perkecambahannya membutuhkan waktu rata-rata 12
(dua belas) hari untuk berkecambah lebih cepat dari metode mulsa. Daya hidup
anakan I. bijuga di lapangan cukup tinggi yakni diatas 90 % (Tabel 24).
Hasil inventarisasi gulma pada plot - plot tanaman yang tidak disiangi pada
metode penaburan benih dibenamkan dan ditutup mulsa ditemukan masing -
masing 12 jenis dan 1 1 jenis. Keragaman gulma pada kedua metode penaburan
benih relatif sama. Jenis yang mendominasi pada metode yang dibenamkan adalah
jenis Centrosema sp. (nilai INP = 36.14 %) sedangkan pada metode benih ditutup
mulsa didominasi oleh jenis Borreria alata dengan nilai INP 52.38 %. Ada
konsistensi dominansi Borreria alata dengan biomassa yang dimilikinya (Tabel
25).
Tabel 24 Pengmh metode penaburan benih dan penyiangan terhadap parameter pertumbuhan tanaman I. bijuga umur 3 bulan
Metode Penaburan Penyiangan Paramater
Dibenamkan Mulsa Disiangi Tidak disiangi
Tinggi (cm) 28.44 a 23.02 b 26.48 x 24.98 x Daya kecambah (%) 95 a 25.67 b 63 x 57.67 x Laju perkecambahan (hari) 12.21 b 18.29a 1 5 . 5 1 ~ 14.98 x Diameter (mm) 5.03 a 4.51 a 4.99 x 4.55 x Berat kering pucuk (g) 3.37 a 2.24 b 3.07 x 2.53 x Rasio pucuk akar 2.38 a 2.13a 2 . 3 0 ~ 2.21 x Berat Kering Total (g) 4.78 a 3.31 b 4.45 x 3.63 x Daya hidup (%) 94.35 a 94.12 a 95.83 x 92.68 x Persen jadi benih (%) 89.67 a 23.67 b 59.67 x 53.67 x Serapan N 0.034 a 0.025 b 0.033 x 0.026 x Serapan P 0.0033 a 0.0021 b 0.0026 x 0.0028 x Serapan K 0.039 a 0.028 a 0.038 x 0.029 x Keterangan : rerata sebaris diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata badasarkan
uji LSD pada taraf kepemyaan 95 %.
Tabel 25 Analisis vegetasi gulma yang tumbuh berdampingan dengan tanaman I. bijuga umur 3 bulan
INP Berat Tanaman Famili
Benam Mulsa Benam Mulsa
Ageralum conyioides L. Asteraceae 9.55 25.40 8.85 8.94
Boreria &a (Aubl) DC Rubiaceae 24.09 52.38 11.1 1 85.63
Brachiara spp. Poaceae 9.55 2.18
Celosia argenrea L. Amaranthaceae 7.05 94.03
Cenfrosema sp. Fabaceae 36.14 8.41 54.33 26.00
Cleome rulidosperma DC Capparidaceae 9.55 25.24 4.10 7.98
Digilaria ciliaris (Retz.) Poaceae 9.84 37.04 DigiIm7a longifora (Retz.) baceae 28.64 28.25 5.58 28.33
Emilia sonchifolia (L.) Asteraceae 9.55 8.41 1.55 1.25
lmperafa cylindrica L. Pcaceac 11.27 4.16
Mimosa irrvisa Fabaceae 18.64 6.98 6.97 1.15 Oxalis barrelieri L. Oxalidaceae 14.09 13.97 1.59 2.49
Pasplum conjugmum Berg Poaceae 9.55 - 4.85
Si& rhombifolia L. Malvaceae 23.64 9.84 6.04 16.22
Jumlah 200 200 201.18 219.18
I fin
Dibenamkan Ditutup Mulsa
Metode penaburan benih
Gambar 12 Biomassa gulma pada tanaman I. bijuga umur 3 bulan.
Pengujian Jenis Tanaman Jati Putih (Gmelina arborea)
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa interaksi antara metode
penaburan benih dan penyiangan tidak berpengamh nyata terhadap semua
parameter pengamatan. Secara tunggal metode penaburan benih berpengaruh
nyata terhadap parameter pengamatan tinggi, diameter, berat kering pucuk dan
akar serta berat kerig total tanaman. Sedangkan penyiangan secara tunggal hanya
Tabel 27 Pengaruh metode penaburan benih dan penyiangan terhadap parameter pertumbuhan tanaman G. arborea umur 3 bulan
Paramater Metode Penaburan Penyiangan Dibenamkan Mulsa Disiangi Tidak disiangi
Daya kecambah (%) 82 a 68.33 a 76.33 x 74 x ~ a j u perkecamb&& (hari) 12.43 a 13.73 a 12.82 x 13.34 x Tinggi (cm) 44.87 b 66.04 a 57.62 x 53.29 x Diameter (mm) 6.89 b 8.69 a 8.17 x 7.42 x Berat kering pucuk (g) 7.76 b 14.92 a 12.56 x 10.12 x Berat kering akar (g) 1.99 b 3.31 a 3.06 x 2.23 y Rasio pucuk akar 3.99 a 4.49 a 3.98 x 4.51 x Berat Kering Total (g) 9.75 b 18.22 a 15.62 x 12.35 x Persen jadi benih (%) 74.67 a 61.67 a 70.67 x 65.67 x Daya hidup (%) 90.88 a 89.75 a 92.6 x 88.03 x Serapan N 0.11 b 0.24a 0 . 1 7 ~ 0.18 x Serapan P 0.017 a 0.027 a 0.025 x 0.018 x Serapan K 0.113 b 0.225 a 0.167 x 0.172 x Keterangan : rerata sebaris diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdararkan
uji LSD pa& taraf kepercayaan 95 %.
Hasil inventarisasi gulma pada plot - plot tanaman yang tidak disiangi pada
metode penaburan benih dibenamkan dan ditutup mulsa ditemukan masing -
masing 9 dan 11 jenis. Keragaman gulma pada kedua metode penaburan benih
relatif sama. Jenis gulma yang ditemukan didominasi oleh jenis Bomria alata
baik pada metode dibenamkan maupun ditutup mulsa dengan masing - masing
nilai INP 54 % d m 39.77 % (Tabel 28).
Tabel 28 Analisis vegetasi gulma yang tumbuh berdampingan dengan tanaman G. arborea umur 3 bulan
KR FR INP Tanaman Famili
Benam Mulsa h a m Mulsa h a m Mulsa
Ageratum canyzoides L. A ~ t ~ a c e a e - 2.27 - 6.25 - 852
Borreria alala (Aubl) DC Rl!biaceae 33.33 27.27 21.43 1250 54.76 39.77
Celosio orgenten L. Amarantham 333 - 7.14 - 10.48 Centmsemo sp I. Fabaceae 10.00 11.36 7.14 18.75 17.14 30.11 Cenhosemo sp 2. Fabaceae 1333 - 7.14 - 20.48 Cleome rufi&s,xmn DC Capparidam 3.33 13.61 7.14 625 10.48 19.89 Disitnrin cilioris (Retz) Poaceae 6.67 6.82 7.14 6.25 13.81 13.07 Digitaria longijlooro (Retz.) P~aceae - 2.27 - 6.25 - 8.52 Emilia sonchijolia (L.) htaaceae 10.00 9.09 7.14 6.25 17.14 1534
Mimosa invira Fabaceae 13.33 6.82 21.43 I250 34.76 1932
h l i r bnrrelieri L. Oxalidaceae 6.67 4.55 14.29 625 20.95 10.80
Phyllanrhur niruri L. Euphohiaceae - 2.27 - 6.25 - 852
Sidn rhombi/olia L. Malvaceae - 13.64 - 1250 - 26.14
Imlah 100.00 100.00 100.00 100.00 200.00 200.00
Gambar 13 Biomassa gulma pada tanaman G. urborea umur 3 bulan.
Gambar 14 Visualisasi benih dan perkecambahan benih Intsia bijuga di lapangan ( A = perkecambahan benih pada metode penaburan benih ditutup mulsa, B = metode dienamkan dan C = benih I. Bijugu).
Gambar 15 Visualisasi benih dan perkecambahan benih G. arborea di lapangan (A = perkecambahan benih pada metode dienamkan, B = metode penaburan benih ditutup mulsa).
Pengujian Jenis Tanaman kapuk (Ceibapentandra)
Berdasarkan hasil analisa sidii ragam terhadap semua parameter
pertumbuhan anakan C. pentandra (Tabel 29), tarnpak bahwa baik interaksi
metode penaburan benih dengan penyiangan maupun tunggal metode penaburan
benih dan penyiangan tidak berpengaruh nyata terhadap semua paramater yang
diamati.
Secara umum C. pentandra mimiliki daya kecambah di bawah 60 % dengan
daya hidupnya cukup tinggi mencapai angka 72 - 79 % pada kedua metode
penaburan benih. Sementara itu, C. pentandra mampu beradaptasi pada kondisi
tidak disiangi (Tabel 30).
Hasil inventarisasi gulma pada plot - plot tanaman yang tidak disiangi pada
metode penaburan benih dibenamkan dan ditutup mulsa ditemukan masing -
masing 11 dan 10 jenis. Tampak pada Tabel 31 bahwa keragaman gulma pada
kedua metode penaburan benih relatif sama. Jenis gulrna yang ditemukan
didominasi oleh jenis Borreria alata baik pada metode dibenamkan maupun
ditutup mulsa dengan masing - masing nilai INP 33.99 % dan 51.38 %.
Tabel 29 Hasil analisa sidik ragam pengaruh metode penaburan, penyiangan dan interaksinya terhadap parameter pertumbuhan tanaman C. pentandra umur 3 bulan
Anova Paramater Metode Penyiangan Interaksi KK
F Hit F Hit F.hit Daya berkecambah (%) 2.79 ns 0.75 ns 0.3 1 ns 39 Laju perkecambahan (hari) 0.0001
8 ns 0.71 ns 5.96 ns 13
Tinggi (cm) 1.05 ns 1.75 ns 0.30 ns Diameter (mm) 0.0003 ns 2.81 ns 2.43 ns Berat kering pucuk (g) 0.82 ns 5.83 ns 2.01 ns Berat kering akar (g) 0.15 ns 7.15 ns 0.72 ns Rasio pucuk akar 0.03 ns 1.26 ns 1.12 ns Berat Kering Total (BKT) (g) 0.46 ns 6.27 ns 1.37 ns Daya hidup (%) 0.4111s 5.8111s 1.19 ns Persen jadi benih (Oh) 3.31 ns 2.07 ns . 0.1 1 ns Keterangan : ** berpengaruh nyata pads P 5 0.01, ns = ti& bapmgaruh nyafa pada P 2 0.05.
Tabel 30 Pengamh metode penaburan benih dan penyiangan terhadap parameter pertumbuhan tanaman C. penfandra umur 3 bulan
Paramater Metode Penaburan Penyiangan Dibenamkan Mulsa Disiangi Tidak disiangi
Daya kecambah (%) 47.67 a 28.67 a 42.67 x 33.67 x Laju perkecambahan (hari) Tinggi (an) Diameter (mm) Berat kering pucuk (g) Berat kering akar (g) Rasio pucuk aka Berat Kering Total (BKT) (g) Daya hidup (%) Persen jadi benih p?) 38.33 a 22 a 36.33 x 24 x Keterangan : rerata sebaris diikuti humf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan
uji LSD pada taraf kepercayaan 95 %.
Tabel 31 Analisis vegetasi gulma yang turnbuh berdampingan dengan tanaman C. pentandra umur 3 bulan
KR FR INP Tanaman FKnili
Benam Mulsa Benam Mulsa Benam Mulsa
Ageratum mnyzoides L. hfaaceae il.11 1.69 5.88 5.26 16.99 6.96
Borreriaalara (Aubl) DC R"biaceae 2222 35.59 11.76 15.79 33.99 5138
Cenhosema sp. Fabaceae 11.11 - 11.76 - 22.88
~ ~ e o m e m i ~ ~ p e m DC Ca~~aridaccae - 3.39 - 15.79 - 19.18
Croton hirrur L'Hmt Euphorbiaceae - 3.39 - 5.26 - 8.65
Digitaria ciliaris @&z) f'0-e 2.78 5.08 5.88 5.26 8.66 10.35
Digifaria longrim (Rm.) poaceae 2.78 11.86 5.88 5.26 8.66 17.13
E m i l ~ s o n c h ~ l i u (L) Aslanceae 8.33 3.39 11.76 10.53 20.10 13.92
Mimosa impisa Mimosaceae 11.11 - 11.76 - 22.88
Mimosa pudica L. Fabaceae 5.56 5.08 5.88 10.53 11.44 15.61
Oralis banelieri L. Oxalidaceae 8.33 23.73 5.88 15.79 14.22 39.52
P h y l l o ~ h nirun' L. Euphorbiaceae 2.78 - 5.88 - 8.66
Sida rhombifolin L. Malvaceae 13.89 6.78 17.65 10.53 31.54 1731
Idah 100.00 100.00 100.00 100.00 200.00 200.00
Dibenamkan Dilutup Mulsa
Metode penaburan benih
Gambar 16 Biomassa gulma pada tanaman C. pentandra umur 3 bulan.
Pengujian Jenis Tanaman Sonokeling (Dalbergia latifolia)
Hasil analisis kemgaman menunjukkan bahwa intemksi antara metode
penaburan benih dan penyiangan serta tidak berpengaruh nyata terhadap sernua
parameter pengamatan kecuali tinggi dan rasio pucuk akar. Secara tunggal metode
penaburan benih berpengaruh nyata terhadap parameter pengamatan daya
kecambah, bemt k e ~ g pucuk dan akar serta bemt kerig total tanaman. Sedangkan
penyiangan secara tunggal tidak berpenganih nyata terhadap semua parameter
(Tabel 32).
Kombinasi perlakuan disiangi dan metode benih dibenamkan berbeda
nyata dengan kombinasi perlakuan dsiangi dan metode benih ditutup mulsa tetapi
tidak berbeda dengan dua kombinasi perlakuan lainnya pada parameter rasio
pucuk akar. Sedangkan pada parameter tinggi, kombinasi disiangi dan metode
benih dibenamkan berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan lainnya. Nilai rasio
pucuk akar berkisar antara 1 - 2 dimana nilai tertinggi pada kombinasi perlakuan
disiangi dm metode benih dibenamkan. Hal ini juga tejadi pada parameter tinggi
yang mencapai 12.47 cm (Tabel 33).
Tabel 32 Hasil analisa sidik ragam p e n g a ~ h metode penaburan, penyiangan dan interaksinya terhadap parameter pertumbuhan tanaman D. latfolia umur 3 bulan
Anova Paramater Metode Penyiangan Interaksi KK
F Hit F Hit F.hit (%) Daya berkecambah (%) 16.28 * 0.07 ns 0.51 ns 2 Laju perkecambahan (hari) 0.79 ns 6.29 ns 2.92 ns 6 ~. ~ i n ~ g i (em) 18.4 * 0.95 ns 9.03 * 7 Diameter (mm) 6.07 ns 2.53 ns 2.91 ns 17 Berat kering pucuk (g) 9.52 * 1.62 ns 5.82 ns 19 Berat kering akar (g) 11.36 * 1.79 ns 2.16 ns 20 Rasio pucuk akar 1.48 ns 0.45 ns 8.76 * 15 Berat Kering Total (BKT) (g) 10.47 * 1.67 ns 4.77 ns 18 Daya hidup I%) 4.18 ns 3.61 ns 0.004 ns 40 - . . , persen jadi benih (%) 8.90 * 0.054 ns 0.18 ns 3 Keterangan : *' berpengaruh nyata pada P 5 0.01, ns tidak berpengaruh nyata pada P 5 0.05.
Tabel 33 Pengaruh interaksi metode penaburan benit1 dan penyiangan terhadap parameter pertumbuhan tanaman D. latiJblia umur 3 bulan
Paramater Interaksi A1 Bl A1B2 A2B1 A2B2
Rasio pucuk akar 2.13 a 1.47 b 1.74 ab 2.01 ab ~ i n ~ g i (cm) 12.47 s 9.18 b 10.63 b 10.05 b Keterangan : A1 = Disiangi, A2 = Tidak disiangi, 81 = Metcde Benih dibenamkan dan 8 2 =
Metcde benih ditutup mulsa.
Metode penaburan benih yang dibenamkan berbeda nyata dengan metode
benih ditutup mulsa pada semua parameter yang diamati, kecuali laju
perkecambahan, diameter, rasio pucuk akar dan daya hidup. Tanarnan D. latifolia
pada penelitian ini, memiliki daya berkecambah benih hanya mencapai 30% pada
metode dibenamkan, dengan tinggi dan diameter tanaman mencapai 11.55 cm dan
1.42 cm. meskipun secara statistik tidak berbeda, metode benih ditutup mulsa
memiliki daya hidup yang tinggi (91%) bila dibandingkan metode benih
dibenamkan (56%) (Tabel 34).
Tabel 34 Pengamh Metode penaburan benih dan penyiangan terhadap parameter pertumbuhan tanaman D. latifolia umur 3 bulan
Metode Penaburan Penyiangan Paramater Dibenamkan Mulsa Disiangi Tidak disiangi
Daya kecambah (%) 30 a 7.33 b 20 x 17.33 x Laju perkecambahan
17.84 a 18.37 a 19.74 X 17.48 X
(hari) Tinggi (cm) 11.55 a 9.61b 10.82 x 10.33 x Diameter (mm) 1.42 a 1.12 a 1.32 x 1.22 x Berat kering pucuk (g) 0.45 a 0.22 b 0.39 x 0.28 x Berat kering akar (g) 0.23 a 0.13 b 0.20 x 0.15 x Rasio pucuk akar 1.93 a 1.74 a 1.8 x 1.87 x Berat Kering Total (g) 0.68 a 0.34 b 0.59 x 0.44 x Daya hidup (%) 56.11 a 91.07a 66.11 x 81.67 x Persen jadi benih (%) 16 a 6.67b 10.67 x 12 x Kelerangan : rerata sebaris diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan
uji LSD pada taraf kepercayaan 95 %.
Tabel 35 menunjukkan bahwa ha i l inventarisasi gulma pada plot - plot
tanaman yang tidak disiangi pada metode penaburan benih dibenamkan dan
ditutup mulsa ditemukan masing - masing 11 dan 10 jenis. Jenis gulma yang
ditemukan didominasi oleh jenis Sida rhonzbifolia L. pada metode dibenamkan
dan Digitaria I o n ~ ~ o r a (Retz.) pada metode benih ditutup mulsa dengan masing
- masing nilai INP 38.64 % dan 57.78 %. Meskipun S. rhombifolia L.
mendominasi vegetasi di plot dimana benih dibenamkan, tapi memiliki biomassa
yang rendah bila dibandingkan M. invisa.
Tabel 35 Analisis vegetasi gulma yang tumbuh berdampingan dengan tanaman D. latifolio umur 3 bulan
MP Berat Tanaman Famili
Benam Mulsa Benam Mulsa Ageratum conyroides L. Borreria alata (Aubl) DC Celosia argentea L. Centrosema sp. Cleome mtidospenna DC Dig.taria ciliaris (Retz.) Dighria lon&ora (Retz) Emilia sonchifolia (L.) Heliotropium indicum L. Mimosa invisa Oxalis barrelieri L.
Astemceae Rubiaceae
Fabaceae Capparidaceae Poaceae Poaceae Asteraceae Borangiaceae Fabaceac Oxalidaceae
Sida rhombifolia L. Malvaceae 38.64 9.44 31.34 5.59 Jumlah 200 200 145.74 53.65
Dikamkan Ditutup Mulsa
Metode peonburso beoih
Gambar 17 Biomassa gulma pada tanaman D. Iatifolia umur 3 bulan.
Pertumbuhan Tinggi dan Diameter tanaman di lapangan
90
80
70
- 60 -'- G. arborea
5 - 50 + C. pentandra - 40
-- P. falcafaria .- + 30 +A. micmspenna
20 -- E. cyclocarpum
10 - - I. b@ga
0 -- D. latifolia
30 60 90
umur (hari)
Gambar 18 Pertumbuhan tinggi tanaman umur 90 hari.
-5- G. orborea
+a- C. pentandro
-- P. /olcatorio
A. microspennu
-- E cyclocarpum
- -1. btuga
-- D. lotifo/ia
Umur (hari)
Gambar 19 Pertambahan diameter tanaman umur 90 hari.
Gambar 20 Visualisasi tanaman umur 3 bulan yang berkompetisi dengan gulrna (A= G. arborea, B = E. cyclocarpum, C = D. latfolia, D = I. bijuga, E = C. pentandra dun F = A . pavoniana).
Analisis sifat fisik dan kimia tanah dan Kondisi IWim di Lokasi Penelitian
Hasil analisis kimia tanah (Tabel 36) menunjukkan bahwa tekstur tanah
didorninasi oleh tekstur liat dengan tingkat keasaman tanah berkisar dari masam
sampai sangat masam. Karaketeristik yang lain adalah rendahnya bahan organik
tanah dan nilai tukar kation dari kelas rendah sampai sangat rendah. Kejenuhan
basa dikategorikan dalam kelas sedang.
Kondisi iklim sangat mempengaruhi keberhasilan perkecambahan benih
yang ditabur dan pertumbuhan bibit (anakan) di lapangan. Temperatur, cahaya
dan kelembaban akan berpengaruh terhadap perkecambahan benih. Temperatur
dari berbagai kondisi selama penelitian berlangsung berkisar 27.3 - 32.3 OC
(maksimum) dan 21.3 - 23.1 "C (minimum) dengan kelembaban berkisar 82.5 -
92.3 % diiana curah hujan 1.4 - 27 m d a r i (Tabel 37).
Tabel 36 Sifat fisik dan kimia tanah di lokasi penelitian
Sifat taoah Nilai Kelas Tekstur
Pasir 5 Debu 11
@ Liat 84 Liat pH
Hz0 4.83 masam KC1 4.07 sangat masam
Bahan Organik C(%) 1.32 rendah
N (%) 0.12 rendah C/N (%) 1 1 sedang
P205 Ekstrak HCI (mglkg) 374 sangat tinggi K B Ekstrak HC1 (mgtkg) 36 sedang Nilai Tukar Kation
K(cmoVkg) 0.07 sangat rendah Ca(cmolflcg) 6.71 sedang Mg (cmolkg) 0.57 rendah Na(cmoVkg) 0.05 sangat rendah
Kejenuhan basa (%) 50 sedang A1 dapat ditukar (cmoVkg) 0.77 H dapat ditukar (cmolkg) 0.24 Keterangan : dianalisis di Balai Penelitian Tanah, Laboratonurn Penelitian clan uji Tanah, Bogor.
Tabel 37 Gambaran umum kondisi iklim di lokasi penelitian
Temperatur Kelembaban Intensitas Curah
Tanggal Min nisbi (%) matahari hujan
Cc) e c ) (kalori/cm2) (mm) Nopember 2008
18-24 30.0 23.1 84.3 187.6 9.9 25-30 32.1 22.6 84.6 288.0 3.7
Desember 2008 - 1 - 7 32.3 22.8 84.8 306.6 3.6 - 8-14 30.0 22.2 89.6 207.1 5.6 15-21 29.4 22.5 90.0 219.6 21.9 22-31 30.4 22.2 86.1 23 1.9 5.9
Januari 2009 0 1 - 7 31.0 21.3 82.5 263.3 2.2
8-14 27.3 22.0 92.2 147.7 17.8 - 15 -21 28.5 22.1 88.8 177.7 27.0 22-31 29.9 22.5 88.2 217.8 4.3
Pebmari 2009 8 1 -7 27.7 21.8 92.3 1 63.0 21.2
8-14 29.5 21.9 85.4 194.4 9.8 15 -21 30.8 22.6 87.1 239.7 1.4 - 22-31 30.3 22.3 85.3 244.9 12.6
Keterangan : Kelas curah hujan, 5 - 20 mm/hari (ringan), 20 - 50 (normal), 50 - 100 mm/hari (lebat) dan > 100 mm/hari (sangat lebat). Sumber data : Badan Meteomlogi Klirnatologi dan Geofisika Stasiun Klirnatologi Darmaga Bogor
Gangguan yang rnuncul di lapangan
Selain gulma, ditemukan juga jenis pengganggu lainnya seperti hama dan
penyakit. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jenis penyakit Dumpping of
menyerang beberapa tanaman G. arborea sehingga mengalami kematian.
Sedangkan hama belalang (Valanga sp.) dan Jenis Clouges sp. menyerang daun I.
bijuga. Jenis hama Clouges sp. menyerang daun tanaman merbau dengan cara
melipat daun atau merekatkan dua daun yang berdekatan. Persentase daun yang
digulung mencapai 20 %, serangan ini tidak sampai mematikan tanaman. Selain
hama dan penyakif bumng juga dapat mematikan dengan cara memakan pucuk
anakan, ha1 te jadi pada tanaman I. bijuga dan C. pentandra (Gambar 21).
Gambar 21 Visualisasi gangguan yang terjadi terhadap tanaman di lapangan (A & B = daun I. bijuga yang tergulung oleh hama Clouges sp. pada daun I. bijuga, C = Valanga sp., D = Dumping off pada G. arborea dan E = terputusnya batang C. pentandra karena dimakan burung).
Analisis Ekonomi Pembenihan langsung
Secara ekonomi, penerapan pembenihan langsung masih efisien bila
dibandiigkan dengan penanaman konvensional. Analisis biaya penanaman jenis
E. cyclocarpum dan P. falcataria dengan persen jadi benih masing - masing 64 %
dan 40 % mampu menghemat biaya 24 % dan 26 % bila dibandingkan dengan
penanaman konvensional.
Tabel 38 Perbandingan biaya pembuatan tanaman antara teknik pembenihan langsung dengan bibit E. cyclocarpum
Persen jadi benih BeniWlbg* Benihiha Biayalha (Rp.) Efisiensi ("/.I
100 1.0 1,100 4,652,800 24.6 90 1.1 1,222 4,633,656 24.9 80 1.3 1,375 4,666,000 24.4 70 1.4 1,571 4,675,408 24.2 60 1.7 1,833 4,687,984 24.0 50 2.0* 2,200 4,705,600 23.7 40 2.5 2,750 4,732,000 23.3 30 3.3 3,667 4.776,016 22.6 20 5.0 5,500 4,864,000 21.2 10 10 1 1,000 5,128,000 16.9
Ketemngm : * 2.0 h i h = (100150 x 1100 ibg tulam)ll100
Tabel 39 Perbandingan biaya pembuatan tanaman antara teknik pembeniban langsung dengan bibit E. cyclocarpum
Pembenihan No. Pos pengeluaran langsung Bibit 1 Bahan
Bibit (@ Rp. 1,000,-) - 1,320 bibit1 Rp. 1,320,000
Benih (@ Rp. 4 ~ , - ) ~ 1,100 benih - Rp. 52,800
Ajir (@ Rp. 500,-) 1,100 ajir 1,100 ajir Rp. 550,000 Rp. 550,000
2 Upah (1 HOK : Rp. 50,000,-) Penjaluran dan pengajiran 36 HOK 36 HOK
Rp. 1,800,000 Pembuatan lubang tanam 10 HOK
Rp. 500,000 Pengangkuatan 1 HOK
Rp. 50,000 Penanaman 4 HOK
Rp. 200,000 Pembebasan tanaman pengganggu 20 HOK
Rp. 1,000,000 Perawatan dan penyulaman 10 HOK
Rp. 1,800,000 10 HOK Rp. 500,000 10 HOK Rp. 500,000 10 HOK Rp. 500,000 10 HOK Rp. 500,000 10 HOK
Rp. 500,000 Rp. 500,000 Total Biaya Rp. 4,652,800 Rp. 6,170,000
Ketemgan : jarak tanam 3 m x 3 rn den~an penyulamnn 20 % dan ' haraa benih oer ke IRo. - . - , , 50,000) dibagi dengan Jurnlah benih'pe;kilogam (1,040 benih).
Tabel 40 Perbandingan biaya pembuatan tanaman antara teknik pembenihan langsung dengan bibit P. falcataria
Persen jadi benih Benihllbg* Benihha Biayaha (Rp.) Efisiensi (%I
100 1 .O 1,100 4,577,596 25.8 90 1.1 1,222 4,577,884 25.8 80 1.3 1,375 4,578,245 25.8 70 1.4 1,571 4,578,708 25.8 60 1.7 1,833 4,579,326 25.8 50 2.0 2,200 4,580,192 25.8 40 2.5 2,750 4,581,490 25.7 30 3.3 3,667 4,583,654 25.7
Tabel 41 Perbandingan biaya pembuatan tanaman antara teknik pembenihan langsung dengan bibit P. falcatmia
Pembenihan No. Pos pengeluaran langsung Bibit 1 Bahan
Bibit (@ Rp. 1,000,-) - 1,320 bibit1 Rp. 1,320,000
Benih (@ Rp. 2.63,-)' 1,100 benih - Rp. 2,596
Ajir (@ Rp. 500,-) 1,100 ajir 1,100 ajir Rp. 550,000 Rp. 550,000
2 Upah ( 1 HOK : Rp. 50,000,-) Penjaluran dan pengajiran 36 HOK 36 HOK
Rp. 1,800,000 Rp. 1,800,000 Pembuatan lubang tanam 10 HOK 10 HOK
Rp. 500,000 Rp. 500,000 Pengangkuatan 0,5 HOK 10 HOK
Rp. 25,000 Rp. 500,000 Penanaman 4 HOK 10 HOK
Rp. 200,000 Rp. 500,000 Pembebasan tanaman pengganggu 20 HOK 10 HOK
Rp. 1,000,000 Rp. 500,000 Perawatan dan penyulaman 10 HOK 10 HOK
Rp. 500,000 Rp. 500,000 Total Biaya Rp. 4,577,596 Rp. 6,170,000
KetRangan : ' jarak tanam 3 m x 3 m dengan penyulaman 20 % dan ' harga benih per kg (Rp. 100,000) dibagi dengan Jumlah benih per kilogam (42,395 benih).
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 Bibit
Persen jadi benib Direcisceding dan bibit sengon
Garnbar 22 Perbandingan ffisiensi biaya teknik Pembenihan langsung dengan bibit P. falcataria.
Persen Jadi Benih (%) Direct seeding dan Bibit sengon buto
Gambar 23 Perbandingan efisiensi biaya teknik pembenihan langsung dengan bibit E. cyclocarpum.
Pembahasan
Pengaruh Metode Penaburan Benih di Rumah Kaca
Hasil penelitian pada percobaan di rumah kaca menunjukkan bahwa
penaburan benih dengan metode dibenamkan dan ditutup mulsa memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan dengan metode dibenamkan terhadap daya
kecambah dan laju perkecambahan benih dari jenis yang diujikan. Hasil pengujian
daya kecambah jenis - jenis tanaman pada skala rumah kaca yang memiliki daya
kecambah lebih dari 85% pada metode benih dibenamkan diantaranya C.
pentundra (90,67%), I. bijuga (100%) d m P. falcataria (94,67%). Sedangkan
jenis dengan daya kecambah di atas 60% dan dibawah 85% adalah A. pavoniana
(66,67%), D. Iatifolia (61,33%) dan G. arborea (65,33%). Sedangkan rata - rata
daya kecambah pada metode penaburan diatas permukaan media 27.88%, kecuali
pada jenis P. falcataria yang memiliki daya kecambah 87%. Data ini menjadi
penting untuk pembandig terhadap uji jenis di lapangan. Menurut Williston dan
Balmer (1983) dalam Nurhasybi et a[. (2007), untuk mendapatkan hasil yang baik
maka benih yang digunakan sebaiknya benih dengan daya berkecambah lebih dari
dari 85%.
Tingginya daya kecambah pada metode benih dibenamkan dan ditutup
mulsa sangat berkaitan dengan kelembaban media Kelembaban media menjadi
sangat penting dalam menentukan daya kecambah dan laju perkecambahan jenis.
Daya hidup anakan sangat ditentukan oleh kelembaban dan temperatur tanah
(Jinks et al. 2006). Air menyediakan kelembaban yang memungkinkan benih
berkecambah setelah beberapa hari ditanam. Air sangat penting dalam proses
perkecambahan benih, yaitu untuk mendukung aktivits enzim yang
memungkinkan tejadiiya pemecahan kulit biji dan penggunaan bahan-bahan
cadangan makanan (Copeland, 1976 &lam Suhartati 2007). Menurut Sutopo
(2004) faktor yang mempengaruhi penyerapan air oleh benih adalah sifat
morfologi benih terutama kulit biji dan jumlah air yang tersedia disekitamya.
Proses perkecambahan dimulai dengan penyerapan air, lalu kulit biji melunak dan
membengkak sekaligus masuknya oksigen sebagai proses pernapasan biji yang
menyebabkan metabolisme sel-sel embrio terus berkembang, ha1 tersebut sangat
mendukung proses perkecambahan (Kamil 1979).
Tampak pada Tabel 8 bahwa daya kecambah pada metode penaburan
langsung benih dengan cara ditaburkan diatas permukaan media sangat rendah
kecuali benih tanaman P. falcataria. Hal ini sejalan dengan penelitian Seiwa et al.
(2002) dan Doust et al. (2006; 2008) yang menemukan rendahnya benih yang
berkecambah pada permukaan tanah. Benih P. falcataria mampu berkecambah di
pemukaan media dengan daya kecambah mencapai 87%. Selain rendahnya
perkecambahan benih, ditemukan juga perkecambahan benih yang abnormal.
Keabnormalan kecambah dan semai karena kontak maksimum benih dengan
media, tekanan temperatur dan kemungkinan tidak stabilnya kecambah karena
tidak berfungsinya radikel atau akar (Schmidt 2007).
Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih
Berdasarkan percobaan seleksi metode dan jenis pada percobaan di rumah
kaca maka diperoleh tujuh jenis tanaman yang selanjutnya dapat diujikan di
lapangan. Sebelum diuji dilapangan sebaiknya perlu dilakukan pengujian mutu
benih karena penggunaan benih di lapangan sangat tergantung pada mutu benih
yang digunakan, oleh karena itu perlu dilakukan uji mutu fisik (berat 1000 butir
benih) dan uji fisiologis (daya berkecambah benih). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa berat 1000 butir untuk I. bijuga lebih tinggi (2.832,2 g) bila dibandingkan
dengan jenis lainnya. Dengan berat sepe-ti ini diduga kandungan cadangan
makanan benih dalam ha1 karbohidrat, lemak dan lainnya lebih tinggi bila
dibandingkan dengan jenis lainnya. Gambaran berat benih atau ukwan benih
untuk sebagian besar jenis tanaman hutan memiliki tingkat korelasi yang tinggi
terhadap ukuran bibit yang diproduksi dan pertumbuhan tanaman untuk kegiatan
penanaman di lapangan termasuk untuk merencanakan kebutunan k n i h dalam
program penanaman (Sudrajat dan Haryadi 2006; Suita 2008).
Berdasarkan berat 1000 butir dan jumlah benih per kilogram (Tabel 11)
diperoleh hasil hampir sama dengan para peneliti sebelumnya. Para peneliti
melaporkan adanya perbedaan jumlah biji per kg dari setiap jenis tanaman, yaitu
sebesar 2000-3600 butir untuk G. arborea (Danu 2002) sedangkan P. fdcaturih
jumlah benih berkisar antara 25.000-28.000 butir per kg (Nurhasybi 2002), 900-
1400 butir untuk E. cyclocurpum @joker 2003), 1. bijuga sebesar 354 butir
(Yuniarti 2003), D. latifolia Kurtz sebanyak 20.000-40.000 butir (Djoker 2004),
C. pentandra 10.000-45.000 biji sangat tergantung provenan (Djoker and Salazar
2005) serta A. pavoniana 10.500 biji (Dephut 2007). Berdasarkan tinjauan
tersebut dapat dijelaskan bahwa berat benih tanaman uji pada skala mmah kaca
hampir sama atau berkisar pada berat - berat benih yang sudah diujikan
sebelumnya.
Selain uji fisik benih, pengujian mutu fisiologis benih juga perlu dilakukan.
Salah satu tujuan pengujian fisiologis adalah untuk mengetahui daya berkecambah
benih yang digambarkan oleh pertumbuhan bagian-bagian struktur benih. Uji
perkecambahan mempakan fungsi yang paling penting dan menentukan nilai
benih-benih tersebut dalam penggunaannnya di lapangan (Balai Teknologi
Perbenihan 2000). Hasil penelitian menunjukan bahwa daya berkecambah untuk
ketujuh jenis yang diuji hampir semuanya di atas SO%, kecuali G. arborea dan A.
pavoniann Jika dikaitkan data daya berkecambah pada percobaan I (skala ~ m a h
kaca) maka daya kecambah ketujuh jenis yang diujikan memiliki daya kecambah
yang hampir sama kecuali E. cyclocarpum.
Pengamh Metode Penaburan Benih di Lapangan
Berdasarkan hasil penelitian pada skala mmah kaca (percobaan I), maka
pemilihan metode penaburan dibenamkan dan ditutup mulsa selanjutnya dapat
diujikan di lapangan terhadap tujuh jenis tanaman. Hasil penelitian di lapangan
menunjukkan bahwa ada 3 (tiga) fenomena pengaruh metode penaburan terhadap
parameter pemUnbuhan tanaman. Fenomena yang perfama adalah pengaruh
metode penaburan benih yang dibenamkan terhadap jenis A. pavoniana, D.
latgolia, E. cyclocorpum, I. bijuga serta P. falcataria, kedua adalah pengaruh
penaburan benih ditutup mulsa pada jenis G. arborea dan keriga adalah tidak ada
pengaruh kedua metode terhadap parameter pertumbuhan tanaman C. pentandra.
Berikut ini dapat dijelaskan masing - masing fenomena tersebut.
Metode penaburan benih dibenamkan berpengaruh terhadap daya
berkecamah dan laju perkecambahan tanaman E. cycloccnpum clan tidak
berpengaruh terhadap parameter pertumbuhan lainnya. Rata - rata daya kecambah
E. cyclocurpum yang dipengaruhi oleh metode benih dibenamkan pada penelitian
ini mencapai 68,67% dengan laju perkecambahan 8 hari dan daya hidup 93%.
Hasil ini hampir menyamai daya kecambah di ~ m a h kaca (percobam 11).
Beberapa hasil penelitian menujukan bahwa daya kecambah E. cyclocarpum
mencapai 76% dengan perendaman pada air panas selama 30 menit kemudian
dibiarkan sampai 24 jam (Ezenwa 1999). Persentase dan daya kecambah tertinggi
pada perlakuan suhu awal air 100 OC selama 8 jam yaitu 89,33% dan 71,33%
(Suhartati 2007).
Tidak tampaknya pengaruh kedua metode terhadap parameter pertumbuhan
seperti tinggi, diameter serta berat kering tanaman diduga karena jenis ini
tergolong cepat tumbuh. Salah satu faktor pendukungnya adalah sistem perakaran
E. cyclocarpum yang memiliki kemampuan menembus tanah dengan baik,
terbukti dari hasil penelitian Hendromono (2002) yang menunjukkan bahwa
penyiapan lahan tanpa olah tanah (dengan hanya tugal) menghasilkan tanaman
sengon but0 yang pertumbuhan dan persen jadinya tidak berbeda nyata dengan
tanaman sengon but0 di areal yang penyiapan lahannya s e c m olah tanah
minimum yakni dengan membuat lubang tanam. Hal ini mencerminkan bahwa E.
cyclocarpum mempunyai potensi dan adaptasi yang tinggi terhadap liigkungan
tumbuhnya. Dari hasil penelitin di pulau Jawa, E. cyclocorpurn dapat tumbuh pada
jenis tanah latosol, PMK, regosol, asosiasi andosol dan regosol serta asosiasi
litosol dan latosol. Toleran terhadap media tanam limbah tailling yang
terkontaminasi sianida (Syarif 2008). Jenis ini juga berfungsi ganda dan ditanam
pada sistem agroforestry (Ezenwa 1999).
Pengalaman penanaman langsung dengan biji E. cyclocarpum telah
dilakukan. Penanman di Bondowoso dimana biji diberi perlakuan awal dengan
direndam dahulu dengan air panas kemudian didiiginkan selama 24 jam, ditanam
dengan jarak 3 x 2 m menunjukkan persentase tumbuh mencapai 92% dan pada
umw 2 tahun tinggi pohon mencapai 3-4 meter (Sardjono 1995). Hal yang sama
diperoleh Hendromono (2002) di iana persen jadi tanaman sekitar 90% dengan
rata - rata tinggi dan diameter umur 12 bulan di &urbentes masing-masing 117,6
cm dan 14,9 mm. Kemudian di Brazil, jenis Enterolobium contorstisiliquum
memiliki rata-rata daya hidup dan pettumbuahn yang cepat umur dua tahun
setelah penaburan (Engel and Parrotta 2001). Berdasarkan pengalaman
penanaman tersebut dan dikaitkan dengan hasil penelitian ini maka dapat ditarik
benang merahnya bahwa jenis ini memiliki daya hidup tinggi di lapangan dengan
pertumbuhan tinggi dan diameter yang cepat Dengan demikian jenis ini dapat
bersaing dengan gulma di lapangan.
Pada skala rumah kaca, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-
rata tinggi dan diameter semai E. cyclocarpum bervariasi sesuai dengan perlakuan
yang diberikan. Rata-rata tinggi dan diameter semai E. cyclocarpum yang
diionokulasi dengan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) 33,58 cm dan 4,39 mm
sedangkan tanpa FMA 23,17 cm dan 4,25 mm (Pramono dan Siregar 1999). Uji
coba di persemaian dengan media tailling terkontaminasi Sianida, rata-rata tinggi
tanaman umur 6 bulan mencapai 92,29 cm tanpa perlakuan pemupukan dan
tanaman dengan pemberian 2 g NPK mencapai tinggi 101,86 cm. Suhartati (2007)
melaporkan bahwa semai yang benihnya diberi perlakuan perendaman pada suhu
100 O C memberikan hasil terbaik terhadap rata - rata tinggi, diameter dan berat
kering masing - masing 47,01 cm, 2,80 mm dan 4,53 g.
Pada skala lapangan, pertumbuhan tinggi E. cyclocarpum di kebun benih
Parung Panjang umur 1 tahun pada kondisi tipe iklim A Schmidt and Fergusson
(1951), kesuburan tanah rendah sampai rendah dengan pH 5.26 dimana
penanaman dengan jarak tanam 3 x 1.5 cm2 berkisar antara 74.59 - 89.31 cm
dengan rata-rata diameter 8.21 mm (Hartati et al. 1997). Di Nigeria, rata - rata
tinggi dan diameter tanaman umur 16 minggu setelah penanaman adalah 65 - 125
cm dan 0,97 - 1,82 cm (Ezenwa 1999).
Selain jenis E. cyclocorpum, jenis A. pavoniana juga dipengamhi oieh
metode benih dibenamkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya kecambah
pada skala lapangan cenderung rendah (38%) pada kornbinasi metode dibenamkan
dan tidak disiangi) bila dibandingkan dengan uji fisiologi (60-80%) dan pada
percobaan I dimana daya kecarnbahnya 93,33% pada metode ditutup mulsa dan
66,67% pada rnetode dibenamkan. Hal yang sama juga tejadi pada laju
perkecambahan A. pavoniana dimana membutuhkan waktu 20-30 hari, sedangkan
pada skala mmah kaca 12-20 hari. Rendahnya daya kecambah ini diduga karena
faktor sulit berkecambah dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Hal ini bisa
didekati dengan laju kecambah beberapa jenis Adenanthera seperti yang
dijelaskan oleh CIFOR (1996) bahwa Jenis Adenanthera bicolor dan A. pavonina
masing - masing membutuhkan waktu 19 - 316 hari dan 11 - 143 hari untuk
berkecambah.
Rata - rata tinggi tanaman dan diameter anakan A. pmniana umur 3 bulan
mencapai 7,53 - 9,25 cm dan 1,53 - 1,90 mm (Tabel 21, Gambar 18 dan 19). Data
ini menunjukan kesamaan dengan beberapa hasil penelitian. Penelitian pada skala
mmah kaca oleh Sembiring (2007) menunjukkan bahwa rata - rata tinggi A.
pavoniuna umur 4 bulan pada berbagai kombinasi media tailing dan topsoil (1 : 0;
1 : 1 dan 2 : 1) adalah 9,9 cm; 18,9 cm dan 19,l cm dengan diameter 2,6 mm; 3,s
mm dan 3,7 mrn dimana presentase hidup antara 91,7 - 100%. Hasil yang sama
dilaporkan oleh Jayusman (1993) A. pavoniana umur 6 (enam) bulan di
persemaian Binanga Tapanuli Selatan dimana pertumbuhan tinggi dan diameter
pada media tanah Podsolik Merah Kuning mencapai 15.20 cm dan 0,32 cm
Meskipun jenis ini memiliki daya kecambah yang rendah, namun jenis ini
mampu beradaptasi di lapangan. Hal ini ditunjukan dengan daya hidup diatas
90%. Data ini menunjukkan bahwa jenis ini memiliki daya hidup yang tinggi di
lapangan. Bmggeman (1948) dalam Soemartono (1979) mengungkapkan bahwa
A. pavoniana sangat mudah tumbuh di hampir semua jenis tanah dan tidak terlalu
membutuhkan tanah subur. Jenis ini dapat tumbuh di hutan primer maupun hutan
sekunder termasuk ekosistem savana, dengan kisaran jenis tanah yang sangat lebar
(Sosef et al. 1994). Bodegom et al. (1999) melaporkan bahwa anakan A.
pmniuna dapat ditemui pada hutan sekunder di Kalimantan Timur. Uji coba
penaburan benih langsung di pulau Jawa cukup berhasil dengan teknik penanaman
4 butir benih dalam satu lubang tanam (Sosef et al. 1994).
Seperti jenis legum pada umumnya, jenis A. pavoniana membutuhkan N
yang banyak. Hal ini tampak pada hasil penelitian dimana jenis ini membutuhkan
unsur N yang banyak diikuti oleh unsur K dan P untuk mendukung
pertumbuhannya. Pengamatan langsung terhadap akar tidak menemukan bintil
akar pada tanaman A. pavoniana. Kulasooriya (2000) melakukan uji coba
inokulasi A. bicolor tidak ditemukan bintil akar di sekitar akar. Hal yang sama
ditemukan oleh Moreira et al. (1992) dalam Kulasooriya (2000) bahwa anakan A.
pavonina di Amazon Brasil tidak ditemukan nodulasi pada akar tanaman.
Daya kecambah dan laju perkecambahan benih D. latifolia (Tabel 34)
cendemng rendah dan membutuhkan waktu yang lama untuk berkecambah bila
dibandingkan dengan pengujian di mmah kaca Hal yang sama juga te jadi pada
pertumbuhan tinggi dan diamater yang cendemng lamban berkisar 11,56 cm dan
1,42 mm (Tabel 34 dan Gambar 17 & 18) dan persen jadi benih yang hanya
mencapai 16%, meskipun demikian daya hidup berkisar antara 56 - 90%.
Menumt Soerianegara dan Lemmens (1994) bahwa jenis ini memiliki
pertumbuhan awal anakan yang lambat sampai dengan tanaman mudanya dan
sangat resisten terhadap kekeringan. Pengalaman penanaman D. larifolia dengan
cara cemplongan menunjukkan bahwa ra.ta - rata tinggi tanaman umur 1 tahun
mencapai 56,21 cm (dipupuk) dan 27,68 cm (tidak dipupuk) dengan persen
kematian masing - masing 2,9% dan 20,15% (Poedjorahardjo dan Hudin 1981).
Pengamh metcde dibenamkan juga berpengaruh terhadap parameter I.
bijuga. I. bijuga termasuk dalarn golongan benih orthodoks dengan masa
donnansi yang cukup lama dimana donnansinya tergolong dalam dormansi fisik.
Untuk mematahkan dormansi seperti yang dimiliki benih I. bijuga dapat
dilakukan skarifikasi terlebih dahulu. Teknik skarifikasi yang efisien adalah
dengan mengikir atau mengarnplas sedikit bagian benih. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perlakuan awal dengan cara pengikiran dan perendaman air
dingin selama 12 jam menunjukkan keberhasilan perkecambahan 95% pada
metode benih dibenamkan dengan daya hidup 94% serta persen jadi benih
mencapai 90%, namun dari aspek pertumbuhan awal tinggi dan diameter anakan
cendemng lamban (Gambar 18 dan 19).
Hasil ini menunjukkan bahwa daya kecambah di lapangan konsisiten
dengan uji daya kecambah di mmah kaca dan hasil penelitian pada percobaan I.
Tingginya daya kecambah, daya hidup dan persen jadi benih mungkin
berhubungan sifat I. bijuga memerlukan kelembaban yang cukup untuk tumbuh
(Nurhasybi et al. 2007). Lebih lanjut Nurhasybi et al. (2007) menyebutkan bahwa
I. bijuga yang ditanam dengan cara ditugal 2 - 3 cm pada kondisi tapak yang
digemburkan memiliki jumlah kecambah yang lebih tinggi. Yuniarti (2001)
menjelaskan bahwa penanaman langsung dari biji di lapangan sebaiknya
dilakukan dengan meletakan biji secara horizontal pada kedalaman 5 cm.
Walaupun menurut Soerianegara dan Lemmens (1994) pada jenis I. palembanica
tidak ada perbedaan daya berkecambah pada kondisi cahaya penuh dengan
kondisi ternaungi.
Beberapa hasil penelitian daya kecambah pada skala mmah kaca
menunjukkan ha1 yang sama. Yuniarti dan Kurniawati (1997) melaporkan bahwa
rata - rata berkecambah benih dari kebun percobaan Carita berkisar antara 86,31 -
89,69% dan di Pasir Awi 92.87 - 95.39%. Yuniarti (2001) bahwa benih yang
dikikir kemudian direndam dalam air dingin selama 24 jam, daya kecambahnya
mencapai 93,33 % dan kecepatan berkecambah memerlukan waktu rata-rata 13.97
hari. Kebutuhan waktu untuk berkecambah tersebut hampir sama dengan laju
perkecambahan benih I. bijuga pada penelitian ini dimana membutuhkan waktu
rata - rata 12,21 hari pada metode benih dibenamkan. Soerianegara dan Lemmens
(1994) juga menyebutkan bahwa I. Palembanica membutuhkan waktu 11 hari
untuk berkecambah.
Benih Intsia spp. dapat ditanam langsung di lapangan (Soerianegara dan
Lemmens, 1994). Syafei (1959) dalam Masano (1993) rnelaporkan bahwa
penanaman langsung merbau dengan benih tidak baik hasilnya dimana persen
jadinya < 20%. Sementara penanaman dengan bibit persentase hidup tanaman
mencapai 80% (Mahfudz el 01. 2006). Lapomn tersebut menjadi terbalik dengan
ha i l penelitian yang diperoleh. Pada penelitian ini daya hidup tanaman mencapai
94% dengan persen jadi benih mencapai 90%. Hal yang sama dilaporkan oleh
Sasaki dan Ng (1981) dalam Mukhtar et al. (1993) bahwa penanaman biji merbau
langsung di lapangan menghasilkan persen tumbuh diatas 90% pada seluruh
tempat tumbuh.
Plot - plot tanaman pada skala lapangan yang diberi pelakuan benih
dibenamkan dan disiangi menghasilkan berat akar yang tinggi. Bobot akar yang
besar menunjukkan bahwa akar behngs i baik sebagai penyerap hara dan air
dalam tanah guna mendukung pertumbuhan tanarnan. Sementara rasio pucuk akar
tanaman merbau berkisar antara 2.13 - 2.38. Menurut Barnett (1984) dalam
Nurhasybi et al. (2008) bahwa perhmbuhan bibit akan mencapai adaptasi yang
baik dengan daya tahan yang tinggi pada rasio pucuk akar antara 1 - 3. Karmer
dan Kozlowski (1960) dalam Nurhasybi et al. (2008) menyebutkan bahwa rasio
pucuk akar menunjukkan rasio antara air dan mineral yang diserap dalam proses
fotosintesis dan transpirasi. Knight dalam Suhaendi et al. (1995) menyatakan
bahwa bibit yang mempunyai perbandingan pucuk akar terlalu tinggi mempunyai
kemampuan hidup pada kondisi lapang kering lebih rendah daripada bibit yang
mempunyai perbandingan pucuk akar rendah.
Gambar 18 dan 19 menggambarkan bahwa pertumbuhan awal I. bijuga
cendemng lamban. Hal ini sesuai dengan penjelasan FA0 (1979) dalam Rostiwati
(1995) bahwa jenis ini tennasuk ke dalam jenis yang pertumbuhannya lambat dan
diperkirakan membutuhkan kadar air tanah yag spesifik dengan selang tekstur dari
pasir dan tanah kerikil sampai liat dan juga membutuhkan iklim yang spesifik.
Lebih lanjut Mukhtar et al. (1993) dan Soerianegara dan Lemmens (1994)
menjelaskan bahwa pertumbuhan I. bijuga pada waktu muda agak lambat dan
memerlukan naungan atau bayangan sedikit, tetapi untuk pertumbuhan
selanjutnya membutuhkan cahaya penuh.
Mindawati (1988) dalam Rostiwati (1995) melaporkan bahwa pertumbuhan
tinggi merbau paling lambat dibandingkan ketiga jenis lainnya yang diteliti (Pinus
merkusii, Pinus oocarpa dan Eucalptus deglupta). Hal yang sama dilaporkan
Mahfudz dan Suripatty (2004) bahwa penanaman jenis merbau sampai umur 1
tahun dengan jarak tanam 3 x 3 m memiliki rata - rata tinggi 24,47 cm, walaupun
persen hidupnya mencapai 80 - 100%. Fakta tersebut juga ditemukan pada
penelitian ini dimana rata - rata tinggi mencapai 23,02 - 28,44 cm.
Pengaruh metode benih dibenamkan menghasikan daya kecambah yang
tinggi (79,33%) pada benih P. falcataria bila dibandingkan dengan metode
penaburan benih ditutup mulsa (20,33%). Metode ini' bersama perlakuan tidak
disiangi juga berkontribusi terhadap daya hidup anakan P. falcataria (57%). Data
daya kecambah pada metode benih ditutup mulsa cendemng rendah jika
dibandingkan dengan penelitian di mmah kaca dan uji fisiologi benih yang
mencapai 82 - 100%. Metode penaburan benih yang dibenamkan memberikan
hasil yang hampir sama dengan ha i l uji pada percobaan I dan uji fisiologis benih
di mmah kaca. Pengaruh metode benih dibenamkan juga tampak terhadap
parameter tinggi 10,9 cm (peningkatan 79% dari metode benih ditutup mulsa) dan
diameter 2,46 m (peningkatan 68% dari metode benih ditutup mulsa). Meskipun
demikian, jenis ini memiliki persen jadi benih kurang dari 40%, dimana metode
benih dibenamkan menghasilkan persen jadi lebih tinggi dari metode benih
ditutup mulsa.
Jika dibandingkan dengan beberapa penelitian yang dilakukan oleh beberapa
peneliti pada skala persemaian (rumah kaca) menunjukkan rata - rata
pertumbuhan tinggi tanaman pada penelitian ini cenderung rendah. Penelitian
Jayusman (1993) menjelaskan rata - rata tinggi dan diameter anakan P. falcataria
pada media tanah Podsolik Merah Kuning mencapai 20,lO cm dan 0,22 cm umur
6 (enam) bulan di persemaian Binanga Tapanuli Selatan. Hasil yang sama
diiaporkan oleh Hendromono et al. (1995) menyebutkan bahwa tanaman umur 12
minggu tanpa pemupukan rata - rata tinggi dan diametemya mencapai 12.37 cm
dan 2.13 mm dengan bobot kering 0.45 g dan jika diberi pupuk kandang dicampur
dengan media tanah (1 : 5) dapat meningkatkan tinggi 24.61 cm, diameter 3,60
mm dan bobot kering 1.92 g. Durahim dan Hendromono (2004) melaporkan
perlakuan kontrol atau tanpa kadar garam dalam air penyiraman menghasilkan
rata - rata tinggi dan diameter semai sengon umur 4 bulan di rumah kaca masing -
masing 17.27 cm dan 2.1 1 mm.
Kombinasi metode penaburan benih dibenamkan dan penyiangan tanaman
(disiangi) memberikan pengaruh posistif terhadap parameter bobot kering
tanaman dan serapan N, P dan K. Berbeda dengan parameter lainnya, daya hidup
tanaman sangat dipengamhi oleh kombinasi perlakuan metode penaburan benih
yang dibenamkan dan tidak dilakukan penyiangan sebesar 56.8%. Fakta ini
menujukan bahwa jenis pada pertumbuhan awal membutuhkan naungan untuk
melangsungkan hidupnya
Fenomena kedua yang ditemukan pada penelitian lapangan adalah pengaruh
metode penaburan benih yang ditutup mulsa. Berdasarkan hasil penelitian, dapat
dijelaskan bahwa G. arborea tumbuh baik pada metode benih ditutup mulsa. Daya
kecambah G.arborea hampir sama dengan uji coba di rumah kaca dengan
mencapai 84%. Bila dibandingkan dengan penelitian yang sudah ada maka daya
kecarnbah pada penelitian lapangan masih lebih baik serta kisaran laju
perkecambahamya di bawah 15 hari. Tingginya daya kecambah kemungkinan
disebabkan oleh sifat jenis tanaman ini yang membutuhkan cahaya penuh untuk
berkecambah (Webb et al. 1984 dalam Hendromono 1996; Aminudin dan Ng
1982 dalam Ng et al. 1985). Hal ini dimungkinkan karena kondisi iklim lokasi
penelitian mendukung untuk berkecambah dengan baik. Temperatur optimum
untuk berkecambah yang dibutuhkan jenis ini adalah 30 "C dan jika kurang dari
itu dapat menurunkan daya kecambah (Rachmawati ef a[. 2002).
Penampakan pertumbuhan tanaman pada metode benih ditutup mulsa sangat
baik. Hal ini terlihat dari pertumbuhan tinggi, pertambahan diameter, biomassa
tanaman serta serapan unsur N dan K. Rata - rata pertumbuhan tinggi 66.04 cm
atau meningkat 47.18% dan diameter (8.69 mm) atau meningkat 26.12% dari
metode dibenamkan. Pertumbuhan tinggi dan diamater yang tinggi disertai dengan
tingginya serapan N dan K yang tinggi tumt berkontribusi terhadap biomassa
tanaman yang mencapai 18.22 g atau meningkat 86.87%. Hasil penelitian ini
menunjukkan hasil yang berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya pada
skala persemaian atau mmah kaca.
Hasil uji coba 7 provenansi G. arborea umur 3 (tiga) bulan pada skala
persemaian menunjukkan bahwa kisaran rats-rata tinggi 28,3 - 46.6 cm (Suhaendi,
2002). Rata-rata tinggi dan diameter semai Gmelina arborea umur 2 bulan yang
diionokulasi dengan CMA 22,74 cm clan 7,86 mm sedangkan tanpa CMA 3,12 cm
dan 2,24 mm (Pramono dan Siregar, 1999). Inokulasi semai gmelina di mmah
kaca dengan mikoriza isolat INDS-28 menunjukkan tinggi tanaman umur 14 MTS
sebesar 68.74 cm dengan BKT 10.76 g (Widyani et al. 2003). Penelitian
pertumbuhan G. arborea umur 6 (enam) bulan di persemaian Binanga Tapanuli
Selatan menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi dan diameter anakan G. arborea
pada media tanah Podsolik Merah Kuning mencapai 38,70 cm dan 0,37 cm
(Jayusman, 1993).
Lamb (1968) dalam Alrasyid (1991) menyebutkan bahwa untuk
meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman G. arborea salah satunya
adalah dengan adanya ketersedian N yang tinggi. Hasil penelitian Alrasyid (1991)
menyebutkan bahwa tanaman G. arborea meyerap jumlah N dalam jumlah
banyak, kemudian diikuti unsur K, P dan Ca. Stuhrmann et al. (1994)
menyimpulkan ha1 yang sama bahwa tanaman G. arborea umur 3 tahun
kandungan hara daun terbesar pada unsur N (2,5%) diikuti oleh unsur K (0,8%)
dan P (0,15%). Hasil penelitian ini sejalan dengan kedua penelitian tersebut
dimana tanaman G. arborea menyerap jumlah unsur N yang tinggi diikuti oleh
unsur K. Swamy et al. (2003; 2004); Singh (2006) dan Onyelcwelu et al. (2006)
melaporkan bahwa pada bagian daun dan batang tanaman ditemukan akumulasi
nutrisi N terbesar.
Sampai umur 3 bulan pertumbuhan G. arborea belum tampak dipengaruhi
oleh persaingan derigan gulma. Hal ini diduga karena pertumbuhan cepat G.
arborea dapat menutupi mang tumbuh gulma. Berat kering akar tanaman pada
plot - plot tanaman yang disiangi menunjukkan hasil yang baik. Hal ini
mencerminkan bahwa pertumbuhan akar dalam tanah befingsi dengan baik
dalam menunjang pertumbuhan di atasnya. Jenis ini tumbuh dengan baik pada
kondisi lahan penelitian dengan tanah masam (pH berkisar 4.07 - 4.83).
Daya hidup tanaman pada penelitian ini mencapai 90% dan 75%. Hal ini
sejalan dengan beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa jenis ini
memiliki kemampuan hidup di lapangan cukup tinggi. Hasil penelitian
Hendromono (1996) menunjukkan bahwa G. arborea umur 9 bulan memiliki
persen jadi berkisar 95,67-98,33% pada lahan terbuka yang dibuka dengan
buldozer. Penanaman G. arborea dan E. cyclocarpum sampai umur 1,5 tahun
dengan tujuan rehabilitasi lahan dengan jenis tanah grumusol, mediteran dan
litosol pada kondisi iWim semi arid di Nusa Tenggara Timur memiliki persen
hidup yang cukup besar dari 80% dan memiliki pertumbuhan terbaik bila
dibandingakan dengan jenis lain dimana tinggi dan diameter dari kedua jenis
tersebut adalah 256,12 cm dan 3.59 cm serta 196,18 cm dan 1.77 cm (Surata,
2006). Laporan hasil penelitian uji jenis menunjukkan bahwa jenis tersebut cukup
baik tumbuh di tanah kaput, liat dan beberapa jenis tanah kompleks di Pulau
Timor dan cocok dikembangkan pada lahan-lahan kosong marginal (Surata 1995
dalam Surata 2006).
Fenomena ketiga adalah tidak ada pengamh dari kedua metode penaburan
benih. Fenomena ini ditemukan pada tanaman C. pentandra. C. pentandra
merupakan jenis tanaman yang mudah tumbuh di daerah tropis. Proses
pertumbuhan jenis ini tidak banyak meminta persyaratan jenis tanah tertentu
(Sedijanto dan Susani 1981 dolam Hidayat 1994), termasuk di lahan bekas
tambang (Paudyal dan Muhamad 1995). Pohon kapuk mampu tumbuh dari
dataran rendah sampai ketinggian 500 m dpl, pada tipe iklim C dengan curah
hujan 100 - 300 mmibulan selama 4 bulan dengan musim kering yang kuat
(Kosasih 2007).
Parameter daya kecambah dan laju perkecambahan tanaman C. pentandra
cendemng rendah bila dibandingkan dengan percobaan I dan 11. Rata - rata daya
kecambah dan laju kecambah pada metode benih dibenamkan dan ditutup mulsa
adalah 47,67 dan 28,67% dan 11,29 dan 11,31 hari. Hasil tersebut cenderung
rendah bila diandingkan dengan percobaan I dimana daya kecambah 81,33 -
90,67% dengan laju perkecambahan 8,s - 8,73 hari dan percobaan 11 yang daya
kecambahnya 60-88%. Djeker dan Salazar (2005) menyebutkan bahwa benih
segar dapat berkecambah 90 - 95%.
Meskipun jenis ini Ine~pCIkan tanaman pionir yang membutuhkan cahaya
penuh (Djeker dan Salazar 2005) tapi tampak bahwa jenis ini membutuhkan
kelembaban tempat tumbuh yang cukup untuk berkecambah. Walaupun secara
statistik tidak nyata metode penaburan benih dibenamkan menghasilkan daya
kecambah yang tinggi bila dibandingkan dengan metode benih ditutup mulsa.
Daya hidup cukup tinggi mencapai 72 - 79% pada kedua metode penaburan
benih.
Memperhatikan fenomena - fenomena tersebut diatas, maka dapat
dijelaskan beberapa ha1 sebagai berikut. Hasil penelitian pada skala lapangan
menunjukkan bahwa metode penaburan benih dengan cara ditugal (dibenamkan)
memberikan hasil yang baik dan potensial untuk dikembangkan untuk teknik
pembenihan langsung. Fakta ini ditunjukkan dengan beberapa ha i l penelitian
oleh para peneliti sebelumnya. Johnson (1980) dalam Nurhasybi et al. (2007)
yang menyatakan bahwa kedalaman benih dibenamkan dalam tanah akan
berpengaruh terhadap daya kecambah benih. Benih Quercus memberikan
perkecambahan terbaik benih yang ditanam pada kedalaman 5,08 cm (2 inchi).
Owuor et al. (2001) menyebutkan bahwa pembenihan langsung Sesbania sesban
sebagai pupuk hgau pada sistem agoforestry memberikan hasil terbaik terhadap
daya kecambah pa& kedalaman tanah 3 cm. Seiwa et al. (2002) menjelaskan
bahwa kedalaman optimum bagi perkecambahan dan pertumbuhan anakan
Castanea crenata adalah 5 cm. Benih yang dibenamkan terlalu dangkal
kemungkiian akan lebih mudah diserang serangga atau binatang lainnya (Johnson
& Krinard 1985 dalam Nurhasybi et al. 2007).
Wood dan Elliott (2004) menjelaskan bahwa metode pembenihan langsung
dengan cara dibenamkan meningkatkan persen berkecambah pada kegiatan
restorasi hutan di Thailand Utara. Q-H Yang et al. (2008) menyebutkan ha1 yang
sama bahwa kemampuan hidup Camellia nitidissim lebih rendah pada
permukaan media bila dibandingkan dengan benih yang dibenamkan. I. bijuga
ditugal2 - 3 cm pada kondisi tapak yang digemburkan memiliki jumlah kecambah
yang lebih tinggi (Nurhasybi et al. 2007).
Hasil penelitian Doust et al. (2006; 2008) pembenihan langsung pada 16
jenis dengan berbagai ukuran benih (kecil, sedang clan besar) menunjukkan bahwa
jenis dengan ukuran benih besar memiliki kemampuan tumbuh dan berkembang
yang tinggi dengan metode penaburan benih dibenamkan dan benih dibenamkan
kemudian ditutup mulsa memberikan pertumbuhan yang tinggi sedangkan
metode benih ditabur di atas mulsa dimana tanah tidak diolah dan penaburan
diatas permukaan media yang diolah konsisten menurunkan mta - rata
pertumbuhan anakan.
Sedangkan tejadinya daya kecambah yang rendah, kematian benih dan
anakan yang tinggi pada metode penaburan benih diatas permukaan media
mungkin disebabkan oleh temperatur permukaan tanah yang tinggi (Zimmerman
et al. 2000 dalum Doust et at. 2006; Q - H Yang et al. 2008) yang menyebabkan
kerusakan embrio akar. Schmidt (2008), kematian yang paling tinggi selama
perkecambahan dan pada pertumbuhan awal yakni pada saat setelah penetras.
radikel ke dalam tanah dan sebelum akar barn mendapatkan kelembaban yang
cukup untuk befingsi dengan baik. Penabumn benih pada tanah yang terlalu
dangkal dan miskin umumnya mempunyai perkecambahan dan daya hidup yang
rendah (Steven 1991 dolam Sun et al. 1995). Hal ini berbeda dengan jenis G.
arborea diiana pada metode penaburan benih ditutup mulsa memiliki daya
kecambah yang tinggi yang selanjutnya mempengaruhi tahapan pertumbuhan
lainnya.
Rendahnya daya hidup tanaman dan persen jadi benih P. falcataria dan D.
latifolia mungkin disebabkan karena ukuran benih yang kecil dan membutuhkan
naungan pada fase juvenil. Menurut Xiao et at. (2005) bahwa ukuran benih
memegang peranan penting &lam kehidupan tanaman. Salah satunya adalah
terhadap perkecambahan benih dan pertumbuhan awal anakan (Seiwa et al. 2002).
Beberapa peneliti menyebutkan bahwa benih kecil mempunyai kemampuan hidup
yang rendah bila ditanam di lapangan. Fenner (1987) &am Kitajima and Fewer
(2000) dengan tegas menyebutkan bahwa kematian yang tinggi dari anakan muda
direfleksikan oleh benih ukuran kecil.
Turner (2001) menyebutkan bahwa beberapa jenis dari benih dengan ukuran
kecil seperti Acacia celsa dan Alphitoniapefriei menunjukkan pertumbuhan awal
yang baik, tetapi memiliki karakteristik kematian yang tinggi pada fase juvenil
(sukulen) setelah perkecambahan. Karena periode yang paling rentan bagi jenis
tanaman hutan adalah periode sukulen, yaitu waku antara kecambah baru muncul
sampai beberapa minggu saat hipokotil mengeras @miel et al. 1987). Selain itu,
anakan biasanya masih tergantung pada jumlah dan kualitas sumbeniaya benih
dan faktor biotik serta abiotik lainnya (Kitajima and Fenner 2000).
Kitajima and Fenner (2000) menjelaskan ha1 yang sama bahwa benih
dengan ukuran kecil yang dibenamkan atau diletakan dibawah mulsa juga
ditemukan lebih cepat mengering (habis) energi yang tersimpan di dalam benih
sebelum mengalami pertumbuhan lebih lanjut. Hal ini menyebabkan terjadinya
peningkatan rata - rata kematian. Gutterman (1996) dalam Li et al. (2008)
melaporkan benih Schismus m a b i m dengan ukuran kecil menghasilkan rata -
rata kecambah yang rendah bila dibandiigkan benih ukuran besar. Berbeda
dengan jenis dengan benih ukuran besar cenderung memiliki kemampuan untuk
beradaptasi pada lahan kering @aker 1972 dalam Kitajima and Fenner 2000;
Vange et al. 2004 dan Yanjun and Huang 2008).
Benih dengan ukuran besar memilii kemampuan daya kecambah tinggi,
kompetitif pada saat peitumbuhan anakan, daya hidupnya tinggi, performa
tanaman baik (Leishman et al. 2000; Vange et al. 2004). Benih yang cepat
berkecambah akan memberikan kesempatan yang yang relatif lebih awal dan l e b i
lama lagi bagi tanaman untuk hidup @aniel et al. 1987). Menurut Schmidt
(2000), ukuran dan berat benih terkadang berkorelasi dengan viabilitas dan vigor
benih, dimana benih yang relatif berat cendemng mempunyai vigor yang lebih
baik. Benih dengan berat dan ukuran lebih besar berhubungan dengan kecepatan
berkecambah dan perkembangan semai yang lebih baik.
Berdasarkan lima kelompok kesuksesan tanaman pada kegiatan pembenihan
langsung (dimana 1 dikategorikan sukses, 5 dikategorikan paling sedikit
suksesnya oleh Doust et al. (2008) maka dapat dijelaskan bahwa jenis G.arborea
aim E. cycloca'purn dikategorikan jenis pada kategori 1 di iana daya hidup tinggi
dan pertumbuhan awal cepat, sedangkan jenis laimya seperti I. bijugq A.
pavoniana, P. fdcataria, C. pentundra dan D. /ahifoolia masuk kategori 3 dimana
daya hidupnya tinggi tetapi pertumbuhannya lamban.
Pengaruh Penyiangan Gulma dan Gangguan Lainnya
Pada umumnya keberadaan gulma pada penelitian ini belum menunjukkan
pengaruh yang signifikan. Namun pada hakekatnya, gulma tetap menjadi masalah
yang perlu dikendalikan. Pada tanaman P. falcatmia menunjukkan bahwa plot -
plot yang disiangi dan penaburan benih dibenamkan berkontribusi positif terhadap
berat kering tanaman (BKT, pucuk dan akar) dan serapan N, P dan K. Dimana rata
- rata peningkatan dari berat pucuk, berat kering total, serapan N, serapan K dan
serapan P terhadap kombiiasi metode penaburan benih dibenamkan dan tidak
disiangi masing - masing 451,28%, 372,37%, 446,940/4 542,86%, 687,72% dan
231,37%. Hal yang sama juga terjadi pada Sonokeling 17,31% untuk
pertumbuhan tinggi.
G d n a juga berpengaruh negatif terhadap berat kering akar I. bijuga, G.
arborea dan A. pavoniana dimana kombinasi perlakuan metode benih ditutup
mulsa dan tidak ada penyiangan pada I. bijuga memiliki berat kering akar
terendah sebesar 0.79 g sedangkan pada G. arborea dan A. pavoniana
menunjukkan tejadi peningkatan berat akar tanaman pada plot - plot disiangi
sebesar 37,22% clan 100%. Walaupun demikian, keberadaan gulma mampu
menciptakan iklim mikro (kelembaban tinggi) sehiigga pada plot yang tidak
disiangi daya hidup anakan P. falcataria mencapai 56,8%. Gulma juga
berpengaruh terhadap daya kecambah dan laju perkecambahan pada tanaman A.
pmoniana
Williams (2002); Zimdahl (2004) dan Doust et el. (2006) menjelaskan
bahwa keberadaan jenis gulma dapat bersifat negatif maupun positif terhadap
pertumbuhan tanaman yang ditanam dengan teknii pembenihan langsung.
Pengaruh tersebut diantaranya mengurangi ketersediaan unsur hara atau
m e n g m g i tekanan temperatur atmosfer dan meningkatkan kelembaban tanah.
Hasil studi Sun et al. (1995) dan Engel and P m t t a (2001) menyimpulkan bahwa
kompetisi g u h a merupakan faktor utama peningkatan kematian anakan
pembenihan langsung. Hal ini yang kemudian menyebabkan belum populernya
pembenihan langsung di daerah tropika basah karena kompetisi tanaman dengan
gulma (Ochsner 200 1).
Pertumbuhan tanaman yang lambat menimbulkan resiko bersaing dengan
gulma lebih lama yang akibalnya dapat menyebabkan terhambalnya pertumbuhan
bahkan mengalami kematian (Hendromono 2002). Oleh karena itu, perlu upaya
kontrol yang efektif untuk meminimalisir pengaruh tersebut. Kontxol vegetasi
terhadap gulma dapat meningkatkan pertumbuhan dan daya hidup yang tinggi
(Purnell 1999; Willoughby et al. 2004a dalam Jinks et al. 2006). Veming (1990)
dalam Schmidt (2008) menyebutkan bahwa penerapan pembenihan langsung akan
efektif di lapangan terhadap kompetisi dengan gulma jika problem gulma dapat
ditekan dengan cam pengolahan lahan atau tanah atau pemilihan jenis yang relatif
toleran untuk berkompetisi pada saat masih muda serta jenis yang memiliki
pertumbuhan yang cepat. Pada konteks ini, jenis G. arborea dan E. cyclocarpum
menunjukan pertumbuhan yang lebih cepat dari pertumbuhan gulma
Easil inventarhsi gulma pada plot - plot yang tidak disiangi secara
umum ditemukan sekitar 20 jenis gulma yang digolongkan kedalam 10 famili.
Jenis - jenis gulma t e ~ e b u t adalah famili Poaceae (Brachiara spp., Digitaria
ciliank (Rek), Digitaria longiflora (Retz.), Zmperata cylindrica L. dan Amnopus
compressus (Swartz) Beauv), Fabaceae (Centrosema sp. 1, Centrosema sp 2.,
Mimosa invisa, M. pudica L.), Euphorbiaceae (Crofon hirtus L'Herit, Pbllanthus
niruri L.), Asteraceae (Ageratum conyzoides L. dan Emilia sonchifolia (L.)),
Amaranthaceae (Celosia argenten L.), Borangiaceae (Heliotropium indimm L.),
Capparidaceae (Cleome rutidosperma DC), Malvaceae (Sida rhornbifolia L.),
Oxalidaceae (Oxalis bmrelieri L.) dan Rubiaceae (Boreria data (Aubl) DC)
Secara umum jenis Boreria alafa (Rubiaceae) adalah jenis yang hampir
ditemukan dan dominan disemua plot penelitian. Jenis ini me~pakan tema
tahunan yang memiliki ciri batang segi empaf daun duduk berhadapan dan
perakamnnya tidak dalam serta batangnya tumbuh merambat dan berbuku - buku,
namun demikian dari buku - buku tersebut tumbuh cabang dan potensial
membentuk perakaran. Efek persaingan yang ditirnbulkannya diduga cukup besar.
Gulma ini dilaporkan mengganggu pembangunan penutup tanah kacangan,
tumbuh dominan dan gawangan karet sehingga merupakan saingan tanaman muda
dan pembibitan serta menggangu pada saluran drainase.
Selain gulma, ditemukan juga jenis pengganggu laimya seperti hama dan
penyakit. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jenis penyakit Dumpping ofl
menyerang beberapa tanaman G. arborea sehingga mengalami kematian.
Sedangkan hama belalang (Valanga sp.) dan Jenis CIouges sp. menyerang daun I.
bguga. Jenis hama Clouges sp. menyerang daun tanaman merbau dengan cara
melipat daun atau merekatkan dua daun yang bedekatan. Persentase daun yang
digulung mencapai 20%, serangan ini tidak sampai mematikan tanaman. Selain
hama dan penyakit, burung juga dapat mematikan tanaman dengan cara memakan
pucuk anakan, ha1 te jadi pada tanaman I. bijuga dan C. pertlandra.
Kajian Ekonomi Pembenihan iangsung
Secara ekonomi, penerapan pembenihan langsung masih efisien bila
dibandiigkan dengan penaqaman konvensional. Bedasarkan analisis biaya
penanaman dengan memperhatikan kebutuhan jumlah da? harga benih dart bibif
jarak tanam serta komponen penanaman dan pemeliharaan maka jenis E.
cyclocarpum dan P. faIcafmia dengan persen jadi benih masing-masing 64% dan
40% mampu menghemat biaya 26,3% dan 23% bila dibandingkan dengan
penanaman konvensional.
Hasil penelitian ini sejalan dengan kesimpulan m u m bahwa pembenihan
langsung mampu menghemat biaya pembangunan hutan dan lahan. Secara umum
pembenihan langsung mampu mengwangi biaya penanaman di lapangan sehingga
biaya penanaman menjadi murah (Engel and Parrotta 2001; Hendromono 2002;
Douglas et al. 2007; Dissanayake et al. 2008; Schmidt 2008). Douglas et al.
(2007) menyebutkan bahwa biaya yang dibutuhkan untuk penanaman jenis di
lahan pengembalaan mencapai NZ$13,955-23,533 per ha lebih tinggi
dibandingkan dengan metode pembeniban langsung yang hanya mencapai
NZ$4,915-14,300 per ha. Hendomono (2002) menyebutkan bahwa biaya
penanaman langsung dengan benih di lapangan lebih rendah bila dibandingkan
dengan penanaman bibit baik pada kondisi olah tanah minimum maupun tanpa
olah tanah (tugal).
Dissanayake et al. (2008) menyebutkan bahwa penanaman langsung benih
Parthenium mgenfatum Gray di wilayah Australia lebih menguntungkan dimana
hanya dibutuhkan AS150 per ha sedangkan untuk kegiatan penanaman dengan
bibit dibutuhkan AS2.450 dengan daya hidup 70 - 89% dan persen tumbuh 25 -
29% (catatan : persen kecambah di laboratorium 35,4 - 47,O %). Hasil
perhitungan biaya penanaman dengan teknik pembenihan langsung mulai
penanaman sampai dengan tanaman umur 2 tahun oleh Engel and Pamtta (2001)
untuk 3 lokasi yang berbeda berkisar antara US$742 sampai USS912 per ha, jika
dibandiigkan dengan biaya penanaman yang membutuhkan biaya $1200 - 2500
per hektar maka biaya pembenihan langsung lebih murah. Persen berkecambah
benih berkisar 7,6 - 23,7.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Metode pembenihan langsung dapat digunakan untuk meregenerasi hutan.
Jenis tanaman sengon but0 (Enterolobium cyclocarpum), saga (Adenanthero
pavoniana), sonokeling (Dalbergia latifolia) dan merbau (Inrsia bijuga) serta
sengon (Para~erianthes falcataria) dapat ditanam dengan metode benih
dibenamkan sedangkan metode penaburan benih ditutup mulsa dapat
digunakan untuk tanaman jati putih (Gmelina mborea).
2. Jenis Bnterolobium cycloca?pum dan Gmelina arborea dapat dikembangkan
sebagai jenis andalan teknik pembenihan langsung ditinjau dari aspek
pertumbuhan awal cepat dan daya hidup tinggi.
3. Secara ekonomi, penerapan teknik pembenihan langsung lebih murah dengan
penghematan 23-26 % bila dibandiigkan dengan penanaman konvensional.
Saran
Untuk menguji metode penaburan dan jenis tanaman yang cocok maka
perlu dilakukan penelitian multi lokasi karena setiap lokasi memiliki kondisi
biofisik yang be~afiasi .
DAETAR PUSTAKA
Allen ON, Allen EK. 1981. The Leguminosae a Source Book of Characteristics, Uses and Nodulation. Madison: The University of Wisconsin Press.
Alrasyid H. 1991. Faktor Kualitas Lahan Pembatas untuk Pertumbuhan Gmelina arborea Roxb. Bul. Pen. Hut 540: 1-23.
Anonim. 2004. Direct Seeding. Departement of Infrastructure Planning and Natural Resources.
Badri LN. 2004. Karakteristik Tanah, Vegetasi dan Aiir Kolong Pasca Tambang Timah dan Tehnik Rehabilitasi Lahan untuk Keperiuan Revegetasi (Studi Kasus Lahan Pasca Tambang Timah Dabo Singkep) [Tesis]. Bogor: Sekoloah Pascasajana, Institut Pertanian Bogor.
(BTP) Balai Teknologi Perbeniham. 2000. Pedoman Standarisasi Uji Mutu Fisik dan Fsiologis Benih Tanaan Hutan. Bogor: Publikasi Khusus.
(Bappenas) Badan Perencanaan Nasional. 2003. The Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP). Jakarta: Badan Perencanaan Nasional.
Beyer G. 2008. Direct Seeding Establishing a Forest With Seed. Iowa: Iowa Departement Of Natural Resources.
Bodegom S, Pelser PB, Kebler PJA. 1999. Seedlings of Secondary Forest Tree Species of East Kalimantan, Indonesia. Jakarta: Tropenbos dan Departemen Kehutanan.
Brofas S, Mantakkasa G, Tsagaria K, Stefanakisb M and Varelides C. 2007. Effectiveness of cellulose, straw and binding materials for mining spoils revegetation by hydro-seeding, in Central Greece. Ecological engineering 31:193-199.
(CIFOR) Centre for International Forestry Research. 1996. Manual Forest F ~ i t , Seeds and seedlings. Version 01. Cifor CD Room. Bogor: Centre for International Forestry Research.
Colin H. 1998. Direct Seeding of Native Plants for Revegetation. Farmnote 40198. Westren Australia Agriculture.
Crawley MJ. 2000. Seed predators and plant population dynamics. Di dalam : Fenner M, editor. Seed : The Ecology of Regeneration in Plant Communities. Ed ke-2. UK, CAB1 Publishing. hlm 167-1 82.
Daniel TW, Helms JA, Baker FS. 1987. Prinrip -prim@ Silvikultur. Marsono D, Soeseno, OH, Penejemah; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Te jemahan dari : Principles of Silviculture.
Danu. 2002. Jati Putih (Gmelina arborea Linn). Di dalam : Burharman, Djam'an DF, Widyani N, Fatmawati IS, Penyunting. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia JilidN. Bogor: Balai Penelitian Teknologi Perbenihan.
Danu. 2002. Mindi (Melia azedarach Linn). Di dalam : Burharman, Djam'an DF, Widyani N, Fatmawati IS, Penyunting. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia JilidN. Bogor: Balai Penelitian Teknologi Perbenihan.
(Dephut) Departemen Kehutanan. 2007. Banyaknya biji dari beberapa jenis tanaman hutan. Diakses di : \\\\I\ .dc[)hut.co.id. [25 Maret 20091.
(Dephut) Departemen Kehutanan. 2006. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kehutanan Tahun 2006-2025. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Dissanayake P, George DL, Gupta ML. 2008. Direct seeding as an alternative to transplanting for guayule in southeast Queensland womunikasi singkat]. Industrial Crops and Products 27:393-399
Djam'an DF. 2003. Sengon Buto. Di dalam : Nurhasybi, Hero DPK, Zanzibar M, Sudrajat DJ, Pramono AA, Buharma.., Sudrajat dan Suhariyanto, penyunting. Atlas Benih T a m n Hutan Indonesia Jilid I. Bogor: BPPTP.
Djoker D, Salazar D. 2005. Ceiba pentundra (L.) Gaertn. Seed Leaflet. No. 22 September 2005. Denmark: Forest and Landscape.
Djoker D. 2003. Enterolobium cyclocarpum Griseb. Seed Leaflet. No. 77 Juni 2003. Denmark: Danida Forest Seed Centre.
Djoker D. 2004. Dalbergia latifolia Roxb. Seed Leaflet. No. 90 Agustus 2004. Denmark: Danida Forest Seed Centre.
Douglas GB, Dodd MB, Power IL. 2007. Potential of Direct Seeding for Establishing Native Plants Into Pastoral Land in New Zealand [Review]. New Zealand Journal of Ecology 3 1 : 143-1 53.
Doust SJ, Erskine PD, Lamb D. 2006. Direct seeding to restore rainforest species : Microsite effect on the early estabilishment and growth of rainforest tree seedlings on degraded land in the wet tropics of Australia. Forest Ecology and Management 234:333-343
Doust SJ, Erskine PD, Lamb D. 2008. Restoring rainforest species by direct seeding : Tree seedling estabilishment and growth performance on degraded land in the tropics of Australia. Forest Ecology and Management 256: 1 178- 1188.
Durahim, Hendromono. 2004. Kemampuan Bibit Sengon [Paraserianthes falcafaria (L.) Nielsen] dalam Beradaptasi terhadap Air Penyiraman yang Mengandung Garam. Jurnal Penelition Hufan dan Konrervasi Alum. Vol. I NO. 3:284-293.
Eden Foundation, 1996. D i c t seeding-the natural solution for revegetating arid lands. What is direct seeding, and why do it. \\\\\\.edcn- foundation.ord~roiecl/aridland.ht~nl. diakses : 12 Agustus 2008.
Engel VL, Parrotta JA. 200 1. An evaluation of direct seeding for reforestation of degraded land in central Sao Paulo state, Brazil. Forest Ecology and Management 152: 169-1 8 1.
Eugenio GJ. 1993. Effect of Seed Size on Germintaion and Seedling Vigor of Yivola koschnyi W&. Forest Ecology and Management 57:275-281.
Ezenwa I. 1999. Preliminary evaluation of the suitability of Enterolobium cycloccnpum for use in intensive feed garden in southwestern Nigeria. Agroforeshy Systems 44: 13-1 9
Goode A. 2006. The Effect of Sowing Rate, Surface Amelioration and Smoke Treatment on Emergence and Early Growth of Direct Sown Native Species in South Gippsland. Parkville. The University of Melbourne.
Hartati SA, Sudrajat S, Zanzibar M. 1997. Pertumbuhan sengon but0 (Enterolobium cyclocarpum Griseb) pada umur satu tahun di kebun benih Parung Panjang. Bogor: Balai Teknologi Perbenihan Bogor.
Hendromono. 1996. Altematif pembukaan lahan tanpa pembakaran untuk hutan tanaman Gmelina arborea. Bul. Pen Hut 600:27-38
Hendromono. 2002. Penyiapan Lahan Tanpa Bakar dan tanpa olah tanah untuk tanaman Sengon but0 (Enterolobium cyclocarpum Griseb.). Bul. Pen. Hutan 633:13-24.
Hendromono, Akbar A, Rohman AS. 1995. Kemungkinan Pengunaan Subsoil Tanah Oxisol yang Dicampur Pupuk untuk Media Pertumbuhan Bibit P. falcataria. Bul. Pen. Hutan 576: 1-7.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Badan Litbang Kehutanan Jakarta, Penerjemah; Jakarta: Yayasan Sarana Wanajaya. Terjemhan dari : De Nuttige Planten Van Indonesie.
Hidayat Y. 1994. Pengaruh Inokulasi Trichodenna viride dan Glomus sp. Serta pemberian pupuk NPK terhadap pertumbuhan semai randu (ceiba pentandra) pada media alang - alang (Imperata cylindrica) dan tanah Podzolik Merah Kuning [Skripsi]. Bogor: Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Higgins I, Perry D, Youl R. 1993. Direct seeding of trees and shrubs for the northem hill country of Victoria. Iandcare Notes LCO106. State of Victoria, Department of Natural Resources and Environment.
Hunim JM, Casares A, Majada, j. 2002. Effect of seed size and growing media water availability on early seedling growth in Eucalyptus globulus. Forest Ecology and Management 167:l-11
Illinois Departement of Agriculture. 2003. Direct Seeding Handbook, A Reforestation Guide. Illinois: USDA..
Jayusman. 1993. Pertumbuhan Anakan 10 Jenis tanaman Cepat Tumbuh di Binanga Tapanuli Selatan. Buletin Penelitian Kehutanan Val 9 No 2. Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar.
Jinks RL, Willoughby I, Baker C. 2006. Direct seeding of ash (Fraxinus excelsior L.) and sycamore (Acerpseudoplatanus L.): The effects of sowing date,pre- emergent herbicides, cultivation, and protectionon seedling emergence and survival. Forest Ecology and Management 237:373-386.
Khan AG, Kuek C, Chaudry TM, Khoo CS, Hayes P. 2000. Role of Plants, mycorrhyzae and phytochelators in heavy metal contaiminated land remediation. Chemosphere 21:197-207.
Kitajima K, Fenner M. 2000. Ecology of seedling regeneration. Di dalam : Fenner M, editor, Seed : The Ecology of Regeneration in Plant Communities. Edisi ke-2. UK, CAB1 Publishing. hlm 167-182.
Knight AJP, Beale PE, Dalton GS. 1998. Direct seeding of native trees and shrubs in low rainfall areas and no non-wetting sands in South Australia. Agrofores!iy System 39 (3):225-239.
Kosasih AS. 2007. Kapok (Ceiba pentandra) sebagai jenis campuran pada hutan rakyat di Jawa. Info Hutan Tanaman Vol. 2 No. 2 : 049-057.
Kulasooriya SA. 2000. Rhizobiology and nitrogen fixation of some tree legumes native to Sri Lanka Biol Fertil Soils 30:535-543.
Leishman MR, Wright IJ, Moles AT and Westoby M., 2000. The evolutionary ecology of seed size. Di dalam : Fenner, M. (Ed.), Seeds: the Ecology of Regeneration in Plant Communities. 2nd ed. Wallingford/New York: CAB1 Publishing. hlm. 3 1-57.
Li X, Li X, Jiang D, Liu Z, Yu Q. 2008. Annual plants in arid and semi-arid desert regions. Front. Biol. China 3 (3):259-264.
Mahfudz, Suripatty BA. 2004. Merbau (Intsia spp) Jenis Potensial untuk Hutan Tanaman. Info Teknis Vol. 2 No. 1. Yogyakarta: P3BPTH.
Mahfudz, Pudjiono S, Pamungkas T, Utomo PM, Bastebn AS. 2006. Merbau (Intsia spp.) don Upaya Konservminya. Yogyakarta: Puslitbang Hutan Tanaman.
Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawh SA. 2005. Atlas Kayu Indonesia, Jilid I . Bogoc Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan.
Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YI, Kadir K, Prawira SA. 2005. Atlm Kayu Indonesia, Jilid 11. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan.
Masano. 1993. Beberapa Informasi Silvikultur Merbau (Intsia spp.) sebagai usaha dalam pembinaan dan pelestarian. Prosiding Seminar sehari Optimalismi Pemanfaatan Kayu Merbau di Indonesia. Jakarta: Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia.
Mukhtar AS, Masano, Mindawati N. 1993. Pembinaan dan Pelestarian Pohon Merbau di Indonesia. Prosiding Seminar sehari Optimalismi Pemfaatan Kayu Merbau di Indonzsia. Jakarta: Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia
Murniati. 2007. Rehabilitasi Hutan dan Lahan : Sejarah, Karakteristik dan Upaya Mencapai Kegiatan yang Berkelanjutan. Di dalam : Pemmfaatm IPTEK untuk Mendukung Pernbangunan Daerah don Kesejahterm Masyarakat Propinsi Kalimantan Barat. Prosiding Ehpose dan Gelar Teknologi; Pontianak, 11-13 Desember 2007. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Balitbang Departemen Kehutanan. hlm 85-97
National Academy of Science. 1983. Tropical Legumes : Resources for the Future. Wasington DC. National Academy of Science.
Ng, Leong H, Hellum AK. 1982. Effect of Temper- on Germination of Gmelina arborea Roxb. The Malaysian Forester Vol. 48 No. 4.
Niang AI, Amadalo BA, Wolf J de, Gathumbi SM. 2002. Species screening for shoot term planted fallows in the highlands of western Kenya. Agroforestry Systems 56:145-154.
Nurhasybi dan Sudrajat DJ. 2005. Teknik Penaburan Benih Secara Langsung Sebagai Metode Alternatif Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Di dalam : Dengan IPTEK Membangun Hutan Tanaman demi Kemakmuran Bangsa dan Kelestarian Lingkungan. Prosiding Seminar Nasional Peneltian dan Pengembangan Hutan Tanaman; Yogyakarta, 18 November 2005. Yogyakarta. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman, Balitbang Departemen Kehutanan. hlm 23-27.
Nurhasybi. 2000. Sengon. Di dalam : Nurhasybi, Hero DPK, Zanzibar M, Sudrajat DJ, Pramono AA, Buharman, Sudrajaf Suhariyanto, penyunting. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 1. Bogor: BPPTP.
Nurhasybi. 2002. Sengon [Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen]. Di dalam : Burharman, Djam'an DF, Widyani N, Fatmawati IS, penyunting. Atlas Benih Trmaman Hutan Indonesia Jilid IV. Bogor: Balai Penelitian Teknologi Perbenihan.
Nurhasybi, Sudrajat DJ, Hariyadi D, Haemjaman AH. 2007. Teknik Direct Seeding beberapa Jenis Tanaman Hutan Merbau (Intsia bijuga) d m Gmelina (Gmelina arborea). Laporan Hasil Penelitian, Sumber Dana Dipa BPTP Bogor Tahun 2007. Bogor: BPTP.
Nurhasybi, Sudrajat DJ dan Aisyah PS. 2008. Penentuan Kriteria Kecambah Normal yang Berkorelasi dengan Vigor Bibit Tusam (Pinus merkusii Jungh et de Vriese). Jumal Penelitian Hutan Tanaman 5 (01):l-11.
Ochsner P. 2001. D i t Seeding in the Tropics. Denmark. Danida Forest Seed Centre. Denmark.
Onyekwelu JC, Mosandl R, Stimm B. 2006. Productivity, site evaluation and state of nutrition of Gmelina arborea plantations in OIuwa and Omo forest reserves, Nigeria. Forest Ecology and Management 229:2 14-227.
Owuor BO, Gudu S, Niang A. 2001. Direct Seeding of Sesbania sesban for Green Manure in Agroforestry System Pomunikasi pendek]. Agroforestry System 52:23-25.
Paudyal BK, Muhsmad TJM. 1995. Fertilizer trial on Ceiba pentandra seedlings on ex-tin-mining land in Peninsular Malaysia. Journal of Tropical Forest Science 7 (4):570-579.
Paz H and Martinez-Ramos, M., 2003. Seed mass and seedling performance within eight species of sychotria (Rubiaceae). Ecology 84:439-450.
Pinyopusarerk K. 1998. Acacias for amenity planting and enviromental conservation. Proceeding of 3'* meeting of the Cogreida, 28-29 June 1984. Wood, Hand Awang, K. Taipe, Taiwan. ROC.
Poedjomhardjo dan Hudin M. 1981. Percobaan pemupukan urea dan TSP pada tanaman cemplongan Sonokeling di KPH Tuban. Jakarta: Duta Rimba 45NIIl1981.
Pramono AA. 2003. Sonobritz (Dalbergia latiflia Kutrz). Di dalam : Nurhasybi, Hero DPK, Zanzibar M, Sudrajat DJ, Pramono A& Buharman, Sudrajat dan Suhariyanto, penyunting. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid I. Bogor: BPPTP.
Pramono IB, Siregar CA. 1999, Pengamh pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula Terhadap Penampilan Bibit Enteralobium cyclocarum, Gmelina arborea dan Acacia crassicarpa di P . Bintan, Riau. Buletin Penelitian Kehutanan. Vol. 15 (1):153-163.
Pumell K, Higgins I. 1999. What is Direct Seeding. Landcare Notes LC0108. State of Victoria, department of Natural Resources and Environment. Victoria.
Pumell K. 1996. Hand Direct Seeding. Landcare Notes LC0109. Victoria: .State of Victoria, Department of Natural Resources and Environment.
Q-H Yang, X Wei, X-L Zeng, W-H Ye, X-J Yin, Wang Z-M and Y-S Jiang. 2008. Seed biology and germination ecophysiology of Camellia nitidissirno. Forest Ecology and Management 255: 1 13-1 18.
Rachmawati H, Iriantono D, Hansen CP. 2002. Gmelina arborea Roxb. Seed Leaflet No. 62 January 2002. Denmark: DanidaForest Seed Centre.
Rostiwati T. 1995. Variasi Sifat Tumbuh Anakan Bebebrapa Jenis Leguminosae Pada Areal bekas Perladangan, Tanjung Bintang Lampung Selatan. Bul. Pen Hutan 576: 17-25.
Reich PB, Tjoelker MG, Walters MB, Vanderklein DW and Buschena C. 1998. Close association of RGR, leaf and root morphology, seed mass and shade tolerance in seedlings of nine boreal tree species grown in high and low light. Funct. Ecol. 12327-338.
Sardjono R. 1995. Tanaman Sengon Buto Cocok di Lahan Kritis. Trubus 312 - TH XXVI.
Sanililh JM, Ayrault N. 2001. Rehabilitation of Nickel Mining Sites in New Caledonia. Unasylva, 207(52):16-20.
Schmidt L. 2000. Guide to Handling of Tropical and Subtropical Forest Seed. Denmark: Danida Forest Seed Centre.
Schmidt L. 2007. Tropical Forest Seed. Springer.
Schmidt L. 2008. A review of direct sowing versus planting in tropical afforestation and land rehabilitation. Denmark: Faculty of Life Sciences University of Copenhagen.
Seiwa K, Watanabe A, Saitoh T, Kannu H, Akasaka S. 2002. Effect of burying and seed size on seedling establishment of Japanese chestnuts, Castanea crenata. Forest Ecology and Management 164: 149-1 56.
Sembiring S. 2007. Pengaruh Media Tailing terhadap Pertumbuhan Bibit Lamtoro (Leucaena glauca Benth) dan Saga (Adennnthera pavoniana T. & B.). Info Hutan. Vol IV No. 5 : 419 - 521.
Setiadi Y. 2002. Ekologi Restorasi. Catatan kuliah Program Studi Ilmu Pengetahun Kehutanan. Sekolah Pascasajana. Bogor: IPB. (tidak dipublikasikan).
Setyaningsih L. 2007. Pemanfatan Cendawan Mikoriza Arbuskuka dan Kompos Aktif untuk Meningktkan Pertumbuhan Semai Mindi (Mclia ozedarach LINN) pada Media Tailling Tambang Emas Pongkor [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasa jana Institut Pertanian Bogor.
Singh A. 2006. Growth and leaf nutrient status of companion species as influenced by neighbouring species in mixed plantations raised on mine spoil. TropicalEcology 47(2):259-269
Siregar CA. 2006. Penurunan Kelarutan Tembaga (Cu) dalam Media Tailing dan Pemunbuhan Gmelina arborea dan Paraserianthes falcataria. Info Hutan, Vol N Nomor 5.
Soemartono. 1979. Tijauan Lapangan Tentang Usaha Promosi Saga Pohon sebagai Sumber Pangan Baru. Prosiding Seminar Teknologi Pangan - N; Bogor, 16 - 17 Mei 1979. Bogor: Balai Penelitian Kimia.
Soerianegara I, Lemmens, R.H.M.J. 1994. Plant Resources of South-East Asia, Tiiber trees : Major commercial timbers 5 (1). Bogor: Prosea.
Sosef MSM, Hong LT, Prawirohatrnodjo. 1994. Plant resources of south-east Asia 5 (3) Tiiber Trees : Lesser - known timbers. Bogor: Prosea.
Stuhrmann M, Bergmann C, Zech W.1994. Mineral nutrition, soil factors and growth rates of Gmelina arborea plantations in the humid lowlands of northern Costa Rica. Forest Ecology and Management 70:135-145
Sudrajat Dl, Haryadi D. 2006. Berat dan Ukuran Benih Sebagai Tolok Ukur dalam Proses Sortasi dan Seleksi Benih Tanaman Hutan. Info Benih Vol. 11 No. 1 Desember 2006. Bogor: Puslitbang Hutan Tanaman.
Suhaendi H. 1995. Perkecambahan Benih dan Karakteristik Semai dari Duabelas Provenansi Liqudambar sfyrac~$ua L. di rumah kaca Bul. Pen Hutan 575 : 1-18.
Suhaendi, H. 2002. Hasif Uji Coba Provenansi Internasional Gmelina orborea di Indonesia Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Vol. 3 No. 1.
Suhartati. 2007. Pengaruh Perlakuan Awal Terhadap Viabilitas Benih Sengon Buto (Enterolobim cyclocqum Griseb). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol4 Suplemen No. 1 : 189-197.
Suita E. 2008. Beberapa Infomasi Berat dan Ukuran Benih Tanaman Hutan Untuk Penanaman. Info Benih Vol. 12 No. 2 Desember 2008.
Sun D, Dickicson GR, Bragg AL. 1995. Direct seeding of Alphitonia petriei (Rhamnaceae) for gully revegetation in tropical northern Australia Forest Ecology and Management 73:249-257.
Surata IK. 2006. Pemilihan Jenis Pohon untuk Rehabilitasi Lahan kritis di Daerah Semi Arid, Pulau Timor Prov. Nusa Tenggara Timur. Di dalam : Pengembangan Tanaman di Lohan mqarakat. Prosiding "Cendana untuk
Rabat, Denpasar, 19 Desember 2006. Bogor: Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam.
Sutopo L. 2004. Teknologi Benih. Edisi Revisi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Swamy SL, Kushwaha SK, Puri S. 2004. Tree growth, biomass, allometry and nutrient distribution in Gmelina arborea stands grown in red lateritic soils of Central India. Biomass Bioenergy 26:305-3 17.
Swamy SL, Puri S, Singh AK. 2003. Growth, biomass, carbon storage and nutrient distribution in Gmelina arborea Roxb. stands on red lateritic soils in central India Bioresource Technology 90:109-126.
Syarif F. 2008. Toleransi Sengon Buto (Enterolobiwn cyclocrupum) yang ditanam pada media limbah tailling tercemar Sianida dengan perlakuan pupuk. Berita Biologi 9 (1):105-110.
The New york Departement of Environmental Conservation. 2005. New York State Revegetation Procedures Manual Surface Mining Reclamation. New York: Division of Mineral Resources.
Turner IM. 2001. The ecology of trees in the Tropical Rain Forest. Cambridge : Cambridge University Press.
Vange V, Heuch I, Vandvik V. 2004. Do seed mass and family affect germination and juvenile performance in KMutia arvensis? A study using failure-time methods. Acta Oecologica 25:169-178.
Widyani N, Setiadi Y, Sudrajat DJ. 2003. Pengaruh Inokulasi Mikoriza Arbuskula dan Pemberian Pupuk Fospat Terhadap Pertumbuhan Semai Gmelina (Gmelina arborea). Buletin Telcnologi Perbenihan. Val. 10 No. 1 September 2003.
Widyati E. 2006. Bioremediasi tanah bekas tambang batubara dengan slude industri kertas untuk memacu revegetasi lahan [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasajana Institut Pertanian Bogor.
Williams RJF. 2002. Weed competition. Di dalam : Naylor REL, editor. Weed Management Handbook edisi ke-9. Blackwell Science.
Woods K, Elliott S. 2004. Dzct seeding for forest restoration on abandoned agricultural land in Northern Thailand. J. Trop. For. Sci 16 (2):248-259.
Yanjun D, Huang Z. 2005. Effects of seed mass and emergence time on seedling performance in Castanopsis chinensis. Forest Ecology and Management 255:2495-2501.
Yanlong H, Wang M, Wen S, Zhang Y, Ma T and Du G. 2007.Seed size effect on seedling growth under different light conditions in the clonal herb Ligularia virgaurea in Qinghai-Tibet Plateau. Acta Ecologica Sinica 27(8), 3091-3 108
Yuniarti dan Kumiawati PP. 1997. Litbang Pengannan Benih Merbau (Intsia bijuga) (penaksiran potensi produksi buah/benih per-pohon dan mutu benih
pada satu musim berbuah). Laporan Ujicoba Teknologi Perbenihan. Bogor: Balai Teknologi Perbenihan.
Yuniarti N. 2001. Mengenal Perbenihan dan Budidaya Tanaman Merbau (Znlsia bijuga 0.Ktze). Tekno Benih Vol. VI No. 1. Bogor: Balai Teknologi Perbenihan, Balitbanghut Dephut.
Yuniarti N. 2003. Merbau (Intsia spp.). Di dalam : Anonim, Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia. Bogor: Balitbang Teknologi Perbenihan.
Zimdahl RL. 2004. Weed - crop conpetition a review. Edisi ke-2. Blackwell Publishing.