pengertian jualah

8
A. Pengertian Ju’alah Ju’alah artinya janji hadiah atau upah,berarti upah atau hadiah yang diberikan kepada seseorang karena orang tersebut mengerjakan atau melaksanakan suatu pekerjaan tertentu. Secara terminologi fiqh berarti”suatu Iltizam (tanggung jawab)dalam bentuk janji memberikan imbalan upah tertentu secara sukarela terhadap orang yang berhasil melakukan perbuatan atau memberikan jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan atau dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan”. Jadi Ju’alah adalah suatu kontrak dimana pihak pertama menjanjikan imbalan tertentu kepada pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama. Madzhab Maliki mendefinisikan Ju’alah sebagai”Suatu upah yang di janjikan sebagai imbalan atas suatu jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan oleh seseorang”. Madzhab Syafi’i mendefinisikan “Seseorang yang menjanjikan suatu upah kepada orang yang mampu memberikan jasa tertentu kepadanya”. B. Dasar Hukum Ju’alah Madzhab Maliki,Syafi’i berpendapat bahwa Ju’alah boleh dilakukan berdasarkan firman Allah SWT dalam (Q.S Yusuf ayat 72) : Artinya: “Penyeru-penyeru berkata,”kami kehilangan piala raja,dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan(seberat) beban unta,dan aku menjamin terhadapnya”. Hadits riwayat Imam Al-Bukhari dari Abu Sa’id Al-Khudri: “Sekelompok sahabat Nabi SAW melintasi salah satu kampung orang Arab.Penduduk kampung tersebut tidak menghidangkan makanan kepada mereka.Ketika itu kepala kampung disengat kalajengking.Merka lalu bertanya kepada para sahabat:

Upload: nurul-aufa

Post on 01-Feb-2016

171 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Fiqh Muamalah

TRANSCRIPT

Page 1: Pengertian Jualah

A. Pengertian Ju’alah

Ju’alah artinya janji hadiah atau upah,berarti upah atau hadiah yang diberikan kepadaseseorang karena orang tersebut mengerjakan atau melaksanakan suatu pekerjaan tertentu.Secara terminologi fiqh berarti”suatu Iltizam (tanggung jawab)dalam bentuk janji memberikan imbalan upah tertentu secara sukarela terhadap orang yang berhasil melakukan perbuatan atau memberikan jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan atau dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan”.Jadi Ju’alah adalah suatu kontrak dimana pihak pertama menjanjikan imbalan tertentu kepada pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama.

Madzhab Maliki mendefinisikan Ju’alah sebagai”Suatu upah yang di janjikan sebagai imbalan atas suatu jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan oleh seseorang”.

Madzhab Syafi’i mendefinisikan “Seseorang yang menjanjikan suatu upah kepada orang yang mampu memberikan jasa tertentu kepadanya”.

B. Dasar Hukum Ju’alah

Madzhab Maliki,Syafi’i berpendapat bahwa Ju’alah boleh dilakukan berdasarkan firman Allah SWT dalam (Q.S Yusuf ayat 72) :

Artinya:“Penyeru-penyeru berkata,”kami kehilangan piala raja,dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan(seberat) beban unta,dan aku menjamin terhadapnya”.

Hadits riwayat Imam Al-Bukhari dari Abu Sa’id Al-Khudri:

“Sekelompok sahabat Nabi SAW melintasi salah satu kampung orang Arab.Penduduk kampung tersebut tidak menghidangkan makanan kepada mereka.Ketika itu kepala kampung disengat kalajengking.Merka lalu bertanya kepada para sahabat: “Apakah kalian mempunyai obat,atau adakah yang dapat meruqyah ?”Para sahabat menjawab: “ Kalian tidak menjamu kami,kami tidak mau mengobati,kecuali kalian memberi imbalan kepada kami”.Kemudian para penduduk berjanji akan memberikan sejumlah ekor kambing.Seorang sahabat membacakan surat Al-Fatihah dan mengumpulkan ludah,lalu ludah itu ia semprotkan ke kepala kampung tersebut,ia pun sembuh.Kemudian mereka menyerahkan kambing.Para sahabat berrkata “Kita tidak boleh mengambil kambing ini sampai kita bertanya kepada Nabi SAW.Selanjutnya mereka bertanya kepada beliau,beliau tertawa dan bersabda,Tahukah anda sekalian,bahwa itu adalah ruqyah!Ambillah kambing tersebut dan berilah saya bagian.(HR.Bukhari)

Page 2: Pengertian Jualah

Pendapat Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni,VII/323 :

“Kebutuhan masyarakat memerlukan adanya ju’alah,sebab pekerjaan(untuk mencapai suatu tujuan)terkadang tidak jelas(bentuk dan masa pelaksanaannya),seperti mengembalikan budak yang hilang,hewan hilang,dan sebagainya.Untuk pekerjaan seperti ini tidak sah dilakukan akad ijarah,padahal pemiliknya perlu agar kedua barang yang hilang tersebut kembali,sementara itu ia tidak menemukan orang yang membantu mengembalikannya secara sukarela.Oleh karena itu,kebutuhan masyarakat mendorong agar akad Ju’alah untuk keperluan seperti tu dibolehkan,sekalipun bentuk dan masa pelaksanaan pekerjaan tersebut tidak jelas”.

Pendapat Imam Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab,XV/449

“Boleh melakukan akad ju’alah,yaitu komitmen9seseorang)untuk memberkan imbalan tertent atas pekerjaan tertentu atau tidak tertentu yang sulit diketahui”.

Pendapat ulama dalam kitab Hasysiyah al-bajuri II/24 :

“Ju’alah boleh dilakukan oleh dua pihak,pihak ja’il(pihak pertama yang menyatakan kesediaan memberikan imbalan atas suatu pekerjaan) dan pihak maj’ul lah (Pihak kedua yang bersedia melakukan pekerjaan yang diperlukan pihak pertama)...(Ju’alah) adalah komitmen tertentu kepada orang tertentu atau tidak tertentu”.

Mazhab Hanafi tidak membenarkan Ju’alah karena dalam Ju’alah mengandung unsur gharar.

C. Rukun dan syarat Ju’alah

Rukun Ju’alah yaitu :

1. Sighot

2. Ja’il adalah pihak yang berjanji akan memberikan imbalan tertentu ata pencapaiaan hasil pekerjaan (natijah) yang ditentukan.

3. Ma’jul lah adalah pihak yang melaksanakanJu’alah

4. Ma’jul ‘alaih adalah pekerjaan yang ditugaskan

5. Upah/hadiah/fee

Agar pelakasanaa Ju’alah dipandang sah harus memenuhi syarat-syarat:

1. Orang yang menjanjikan upah atau hadiah harus orang yang cakap untuk melakukan tindakan hukum,yaitu : baligh,berakal,dan cerdas.Dengan demikian anak-anak,orang gila,tidak sah melakukan akad Ju’alah

2. Upah atau hadiah yang dijanjikan harus terdiri dari sesuatu yang berharga atau bernilai dan jelas juga jumlahnya.harta yang haram tidak dipandang sebagai harta

Page 3: Pengertian Jualah

yang bernilai (mazhab Maliki,Syaf’i,Hanbali).Tidak boleh ada syarat imbalan diberikan di muka(sebelum pelaksanaan Ju’alah).

3. Ijab harus disampaikan dengan jelas oleh pihak yang menjanjikan upah walaupun tanpa ucapan Qabul dari pihak yang melaksanakan pekerjaan.Antara pekerjaan dan batas waktu yang ditetapkan untuk menyelesaikannya boleh digabungkan sepertiseseorang berkata,”barangsiapadapat membuat baju dalam satu hari maka ia berhak hadiah/fee.

4. Pekerjaan yang diharapkan hasilnya itu harus mengandung manfaat yang jelas dan boleh dimanfaatkan menurut hukum syara’.

5. Mazhab Maliki dan Syafi’i menambahkan syarat,bahwa dalam masalah tertentu,ju’alah tidak boleh dibatasi dengan waktu tertentu,seperti mengembalikan barang orang yang hilang.Sedngkn mazhab Hanbali membolehkan pembatasan waktu.

6. Mazhab Hanbali menambahkan bahwa pekerjaan yang diharapkan hasilnya itu tidak terlalu berat,meskipun dapat dilakukan berulangkali seperti mengembalikan binatang ternak yang lepas dalam jumlah yang banyak.

Pelaksanaan Ju’alah

Teknis pelaksanaan ju’alah dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama ditentukan

oleh orangnya, misalnya si Budi, maka si Budi sendiri berusaha mencari barang yang

hilang.Kedua secara umum artinya seorang yang diberi pekerjaan mencari bukan satu

orang, tetapi bersifat umum yaitu siapa saja. Misalnya, seorang berkata “Siapa saja

yang bisa mengembalikan binatangku yang hilang maka aku akan berikan imbalan

sekian”.Hal lain yang perlu diperhatikan bahwa dalam ji’alah tidak dapat disyaratkan

datang dari si pemilik barang yang hilang. Siapa saja yang mengatakan “Siapa saja

yang dapat mengembalikan barang hilang kepunyaan si fulan maka ia akan kuberikan

upah sekian”. Kemudian, ada orang yang mengembalikan barang ini baik ia

mendengar berita ini dari yang mengatakan tadi atau berita itu disampaikan oleh

orang lain ketelinganya maka ia berhak menerima ju’lu (upah),  hal tersebut dapat

dibenarkan karena dalam ji’alah disyaratkan besar jumlah upah yang harus ia terima

artinya ia harus tahu berapa jumlah yang ia terima jika berhasil mengembalikan

barang karena hal ini sama dengan sewa-menyewa. kalau upah yang akan diberikan

itu majhul (tidak diketahui) maka hukumnya fasid (rusak). Bagaimana jika orang

yang mengembalikan barang yang hilang itu jumlahnya banyak bukan satu orang,

Maka upahnya itu dibagi rata karena mereka sama-sama bekerja meskipun kualitas

Page 4: Pengertian Jualah

kerjanya tidak sama.Kalau orang yang kehilangan itu berseru kepada masyarakat

umum, “siapa yang mendapatkan barangku akan ku beri uang sekian”. Kemudian dua

orang bekerja mencari barang itu, sampai keduanya mendapatkan barang itu

bersama-sama, maka upah yang akan dijanjikan tadi berserikat antara keduanya.

D. Sifat akad Ju’alah

Mazhab Maliki,Syafi’i dan Hanbali memandan bahwa akad Ju’alah bersifat

sukarela,sehingga apa-apa yang dijanjikan boleh saja dibatalkan oleh kedua belah

pihak.Mengenai waktu pembatalan terjadi perbedaan pendapat.Mazhab Maliki

berpendapat bahwa Ju’alah hanya dapat dibatalkan oleh pihak pertama sebelum

pekerjaaan dimulai oleh pihak kedua,

Menurut Mazhab Syafi’i dan hanbali,pembatalan itu dapat dilakukan oleh salah satu

pihak setiap waktu,selama pekerjaan itu belum selesai dilaksanakan.Namun jika pihak

pertama membatalkannya,sedangkan pihak kedua belum selesai melaksanakannya,

maka pihak kedua harus mendapatkan imbalan yang pantas sesuai dengn kadar

pekerjaan yang telah dilaksankannya.

E. Perbedaan Ju’alah dengan Ijarah

Meskipun ju’alah berbentuk upah atau hadiah sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu

Qudamah(Ulama Mazhab Hanbali)ia dapat dibedakan dengan Ijarah(transaksi

upah)dari lima segi:

1. Pada Ju’alah upah atau hadiah yang dijanjikan,hanyalah diterima orang yang

menyatakan sanggup mewujudkan apa yang menjadi objek pekerjaan

tersebut,jika pekerjaaan itu telah mewujudkan hasil dengan

sempurna.Sedangkan pada Ijaraoh,orang yang melaksanakan pekerjaan

tersebut berhak menerima upah sesuai dengan ukuran atau kadar prestasi yang

diberikannya,meskipun pekerjaan itu belum selesai dikerjakan,atau upahnya

dapat ditentukan sebelumnya,apakah harian atau mingguan,tengah bukaln,atau

bulanan sebagia yang berlaku dalam masyarakat.

2. Pada Ju’alah terdapat unsur gharar,yaitu penipuan(spekulasi) atau untung-

untungan karena di dalamnya terdapat ketidaktegasan dari segi batas waktu

penyesuaian pekerjaan atau cara dan bentuk pekerjaannya.Sedangkan pada

Page 5: Pengertian Jualah

Ijarah,batas waktu penyesuaian bentuk pekerjaan atau cara kerjanya

disebutkan secara tegas dalam akad(perjanjian)atau harus dikerjakan sesuai

dengan objek pekerjaan itu.Dengan kata lain saat dikatakan,bahwa dalam

ju’alah yang dipentingkan adalah keberhasilan pekerjaan,bukan batas waktu

atau cara mengerjakannya.

3. Pada Ju’alah tidak dibenarkan memberikan upah atau hadiah sebelum

pekerjaan dilaksanakan dan mewujudknnya.Sedangkan dalam Ijarah

dibenarkan memberikan upah terlebih dahulu,baik keseluruhan maupun

sebagian,sesuai dengan kesepakatan bersama asal saja yang memberi upah itu

percaya.

4. Tindakan hukum yang dilakukuan dalam Ju’alah bersifat sukarela sehingga

apa yang dijanjikan boleh saja dibatalkan,selama perkerjaan belum

dimulai,tanpa menimbulkan akibat hukum.Apalagi tawaran yang dilakukan

bersifat umum seperti mengiklankan di surat kabar.Sedangkan dalam akad

Ijarah,terjadi transaksi yang bersifat mengikat semua pihak yang melakukan

pekerjaan kerja.Jika perjanjian itu dibatalkan maka tindakan itu akan

menimbulkan akibat hukum bagi pihak bersangkutan,biasanya sanksinya

disebutkan dalam perjanjian(akad).

5. Dari segi lingkup Mazhab maliki menetapkan kaidah,bahwa semua yang

dibenarkan menjadi objek akad dalam transaksi Ju’alah.boleh juga menjadi

objek dalam transaksi Ijarah.

Namun,tidak semua yang dibenarkan menjadi objek dalam transaksi

Ijarah,dibenarkan pula menjadi objek dalam transaksi ju’alah.Dengan

demikian ruang lingkup Ijarah lebih luas daripada ruang lingkup

Ju’alah.berdasarkan kaidah tersebut maka pekerjaan menggali sumur sampai

menemukan air,dapat menjadi objek dalam akad ijarah,tetapi tidak boleh

dalam akad ju’alah.Dalam Ijarah orang yang menggali sumur itu sudah dapat

menerima upah,walaupun airnya belum ditemukan.Sedangkan pada

Ju’alah,orang itu baru mendapat upah atau hadiah sesudah pekerjaannya

selesai.

F. Aplikasi Ju’alah di Lembaga Keuangan Syariah

Page 6: Pengertian Jualah

Belum ada aplikasi ju’alah yang khusus dalam lembaga keuangan syariah,

namun aplikasi ini bisa di lihat dalam praktik penerbitan SBIS ( Sertifikat Bank

Indonesia Syariah)

Nasabah

BANK SYARIAH

Produks:

SBIS

Debt kolektor

PIHAK III

Fee