penugasan kelompok

Upload: bimauii

Post on 06-Apr-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/3/2019 Penugasan Kelompok

    1/16

    1

    PENUGASAN BLOK MEDIKOLEGAL KELOMPOK

    Sistem Kontrak Dokter dengan Perusahaan Farmasi

    Disusun oleh:

    Bima Achmad Bina N. 08711031

    Danil Eko Priyanto 08711149

    Henry Suryono 08711081

    Firdaus Novan Nasution 08711231

    KELOMPOK TUTORIAL 14

    Tutor: dr. Asyril A. Saad

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

    2011

    1

  • 8/3/2019 Penugasan Kelompok

    2/16

    2

    BAB I

    I.1. Definisi

    Hubungan bebas antara dokter dan industri obat yang melakukan jual-beli obat

    telah banyak merugikan pasien. Pasien menjadi ajang permainan bisnis obat para

    dokter. Adanya iming-iming mencapai target penjualan dari industri obat, telah

    memicu rusaknya profesi dokter yang sepantasnya menjadi habitus moralitas.

    Dampaknya nilai kemanusiaan dipertaruhkan guna kepentingan bisnis.

    Mengerikan lagi, dengan keahliannya, dokter dapat mengarahkan resep obat yang

    sarat dengan kepentingan bisnis pribadi, lebih-lebih tanpa menghiraukan

    kemampuan ekonomi pasien. Suatu realitas profesi yang tergadaikan.

    Lebih memprihatinkan lagi, ketika mendapati dokter yang hanya berorientasi

    bisnis semata. Pemeriksaan berlangsung singkat dan berakhir hanya dengan

    penyelesaian memberikan selembar coretan resep obat tanpa memperhatikan hak-

    hak pasien untuk membuka kesempatan berkomunikasi dan memberi informasi

    penyakitnya lebih mendalam.

    Agar dokter-dokter tidak berlebihan meresepkan obat keras dari perusahaan

    farmasi ke pasiennya, Menteri Kesehatan akan mengeluarkan aturan tentang

    promosi obat oleh dokter.

    Sudah bukan rahasia lagi kalau perusahaan farmasi kadang memberikan

    imbalan pada dokter jika meresepkan obat yang diproduksinya. Menurut Menkes

    dr Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DrPH saat ini banyak kasus jika dokter

    meresepkan salah satu obat dari perusahaan farmasi tertentu maka nanti si dokter

    akan diberikan imbalan. Dengan keluarnya Permenkes tersebut, nantinya hal ini

    tidak boleh dilakukan. Menkes menuturkan promosi berlebihan disini termasuk

    memberikan imbalan pada dokter jika ia meresepkan obat tertentu.

    I.2. Ruang Lingkup

    2

  • 8/3/2019 Penugasan Kelompok

    3/16

    3

    Ruang lingkup dalam hubungan antara dokter dengan pabrik obat adalah antar

    pihak pabrik sendiri dengan dokternya, pabrik obat biasanya menawarkan

    berbagai macam bentuk obat dan harga penjualannya. Dengan cara itu pihak

    pabrik memberi waktu kepada dokter agar obat habis dalam jangka waktu yang

    telah di tentukan, banyak cara yang dilakukan dokter untuk menghabiskan obat

    secepat mungkin, dengan selalu memberi obat yang telah diberikan dari pabrik

    kepada pasien, pasien juga termasuk dalam ruang lingkup hubungan ini.

    I.3. Tujuan Penulisan

    Tujuan dari penulisan ini adalah agar kita tahu mana batasan-batasan yang

    perlu dilakukan, mengetahui bagaimana proses konspirasi antara pihak pabrik dan

    dokter, selain itu perlu diketahui hubungan yang baik antara dokter dan pabrik

    obat agar tidak terjadi kecurangan atau merugikan pasien karena adanya

    konspirasi antar keduanya.

    3

  • 8/3/2019 Penugasan Kelompok

    4/16

    4

    BAB II

    II.1. Rumusan Masalah

    1. Bagaimanakah hubungan profesi dokter dengan perusahaan obat yang

    seharusnya terjadi?

    2. Siapa yang diuntungkan dalam hubungan ini?

    3. Bagaimanakah akibat yang ditimbulkan akibat keirasionalan dokter dalam

    memberikan obat karena perjanjian dokter kepada pabrik obat tersebut?

    4. Bagaimanakah langkah-langkah untuk menindak lanjuti ketidak

    profesionalisme kedokteran dalam hubungannya dengan pabrik obat?

    5. Bagaimanakah islam menyikapi sikap dokter yang tidak profesional dalam

    menjaga hubungannya dengan pabrik obat?

    II.2. Tujuan Masalah

    1. Mengetahui hubungan kerja sama antar dokter kepada perusahaan obat,

    serta mengetahui batas-batasan dalam melakukan prktik medis dan bisnis.

    2. Dengan mengetahui pihak yang diuntungkan, kita dapat mencegah

    terjadinya ketidak profesionalisme dokter dalam memberikan obat.

    3. Ketidak rasionalan dokter dalam memberikan terapi akibat intervensi dari

    pabrik obat akan merugikan subjek-subjek sekitar dokter, yaitu pasien, dokter

    itu sendiri, dan pabrik obat yang mengandalakn bisnis seperti itu.

    4. Islam membawa manusia ke dalam kebahagiaan, keadilan, dan kesejukan

    sehingga peranannya jauh dari perasaan menyakiti sesama manusia.

    4

  • 8/3/2019 Penugasan Kelompok

    5/16

    5

    BAB III. PEMBAHASAN

    III.1. Fakta Etika

    Secara bioetik yang memiliki empat prinsip, yaitu beneficence, nonmaleficence, justice, dan otonomy, kolusi dalam sistem peredaran obat akibat

    dokter yang berkerja sama dengan perusahan farmasi bertentangan dengan nilai-

    nilai dokter dalam mengusung nilai-nilai kemanusiaan.

    1. Dilihat dari sisi benefieence

    Merupakan prinsip bahwa tindakan dokter adalah baik dan membawa

    kebaikan bagi pasien. Dengan adanya kontrak/ kolusi bahwa nantinyadokter akan membantu proses penjualan obat-obatan dari pihak

    perusahaan farmasi dalam waktu dan jumlah tertentu, maka ada waktu

    dimana mendekati target waktu pasien yang tidak mengindikasikan

    diberikan resep atas obat tersebut akhirnya malah diresepkan. Begitupula

    saat mendiagnosis maka dokter akan terpaku bagaimana agar obat tersebut

    dapat berhasil habis teresepkan kepada pasien dalam waktunya nanti.

    Peresepan yang tidak rasional dapat memberikan efek buruk bagi pasien,

    sehingga dapat dikatakan dengan jelas bahwa ini tidak sesuai dengan

    prinsip benefience.

    2. Dilihat dari sisiNon Maleficence

    Telah dijelaskan di atas, bahwa dokter yang tidak memenuhi kaidah

    peresepan yang benar akibat intervensi dari perusahaan farmasi agar obat

    yang ditentukan habis dalam jangka waktu dan jumlah tertentu,

    5

  • 8/3/2019 Penugasan Kelompok

    6/16

    6

    menyebabkan pasien mendapatkan peresepan yang irasional. Peresepan

    yang irasional dapat berwujud polifarmasi (pemberian kandungan zat yang

    sama dalam jumlah yang berlebih, biasanya akibat kekurang pahaman

    mengenai kandungan zat obat), salah dalam pemberian obat (obat yang

    seharusnya tidak diberikan ikut diberikan), dan pemberian dalam kadar

    dois yang tidak tepat dan justru dapat membahayakan pasien. Maka pihak

    pasien lah yang akan menjadi korban akibat dokter dan perusahaan yang

    tidak profesional dan melanggar garis-garis kode etiknya.

    3. Dilihat dari sisiJustice

    Dapat diartikan sebagai prinsip kedilan, perataan, atau perlakuan yang

    sama antar semuanya. Dari perilaku yaitu melakukan kontrak dengan

    pabrik obat (perusahaan farmasi), maka dokter akan berusaha memberikan

    obat tersebut kepada semua pasien. Hal ini bertentangan dengan prinsip

    keadilan, dikarenakan pasien merupakan berbagai orang dengan keluhan

    kesehatan yang datang kepada dokter dari berbagi kalangn status ekonomi

    baik rendah, sedang, dan tinggi. Kondisi pasien berada dalam posisi yang

    sulit karena ketidak tahuan mereka mengenai ilmu kesehatan, disini dokter

    yang sehrusnya memiliki peran sebagai pemberi nasehat untuk

    memperbaiki diri pasien dan mengupayakan kesembuhan pasien, berubah

    mind set nya dengn orientasi bisnis. Maka keadilan yang seharusnya

    pasien mendapatkan perawatan dan obat yang seharusnya dia dapat,

    mungkin tidak akan dia dapatkn jika tidak membewa keuntungan bagi diri

    sang dokter. Selain itu pasien dari golongan status ekonomi rendah

    disetarakan obat dan biaya pasien dengan status ekonomi di atasnya agar

    semakin meraup keuntungan.

    4. Dilihat dari sisi Otonomy

    Pengertiaan di atas berarti kehendak. Di dalam proses pengambilan

    tindakan medis, sudah menjadi suatu kewajiban bahwa dokter harus

    meminta surat persetujuan medik yang akan dia jalankan (kecuali kondisi-

    6

  • 8/3/2019 Penugasan Kelompok

    7/16

    7

    kondisi tertentu). Dokter yang telah melakukan kontrak dengan pabrik

    obat akan bersifat tertutup dan mengada-ada terhadap pengobatan yang

    akan diberikan agar pasien mau membeli obat dan konsultasi terus kepada

    dokter tersebut. Selain itu bisa juga dokter memberikan keterangan

    informasi obat yang tidak lengkap agar cenderung memilih obat yang

    ingin dokter habiskan. Dan yang lebih parahnya lagi, pasien tidak

    diberikan informasi atau persetujuan medik sebelumnya, dan tiba-tiba

    mendapatkan kwitansi pembayaran pada akhir terapi. Sehingga dari

    penjelasan di atas kita bisa mengerti bahwa prinsip otonomy berlawanan

    dengan kolusi dalam kerja sama dokter dengan pihak perusahaan farmasi.

    III.2. Fakta Hukum

    Pada tahun 2002 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah

    mengantisipasi tindakan kolusi antara dokter dengan pihak perusahaan farmasi

    melalui perangkat Surat Keputusan (SK) Kepala BPOM No. HK.00.05.3.02706

    tentang Promosi Obat. Pasal 9 SK ini memuat sejumlah larangan bagi Industri

    Farmasi dan/atau Pedagang Besar Farmasi. Mereka dilarang(a) Berkerja sama dengan apotik dan penulis resep;

    (b)Berkerja sama dalam pengresepan obat dengan apotik dan/atau penulis

    resep dalam suatu program khusus untuk meningkatkan penjualan obat

    tertentu;

    (c) Memberikan bonus/hadiah berupa uang (tunai, bank draft, pinjaman,

    voucher, tiket) dan/atau barang kepada penulis resep yang meresepkan obat

    produksinya dan/atau yang didistribusikan. Sedangkan pengawasan terhadap

    kegiatan promosi obat oleh perusahaan farmasi dilakukan sepenuhnya BPOM

    dengan membentuk komisi independen.

    Mereka yang melanggar larangan tadi bisa dikenakan sanksi mulai dari

    peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, hingga pencabutan izin edar

    obat bersangkutan.

    Mengacu pada sanksi pidana sebagaimana dimaksud SK BPOM tadi, pasal 62

    Ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

    7

  • 8/3/2019 Penugasan Kelompok

    8/16

    8

    menyebutkan: Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

    dalam pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 13 Ayat (2), pasal 15, pasal 17 Ayat (1)

    hurufa, hurufb, hurufc, hurufe, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana

    penjara paling lima tahun atau pidana denda maksimal dua miliar.

    Tetapi dengan dimunculkannya pembentukan Etika Promosi Obat oleh

    Departemen Kesehatan yang pada tanggal 11 Juni 2007, cukup banyak kekurang

    simpatikan masyarakat dikarenakan kekhawatiran akan dimanfaatkan secara tidak

    semestinya (kelonggaran dalam upaya kolusi dokter dengan perusahaan farmasi).

    Jika kita tilik lebih dalam lagi, sebenarnya secara tidak langsung sudah ada hal-hal

    yang saling terkait seperti kerja sama yang cukup jelas pada masing-masing surat

    ijin praktik dokter dan perusahaan farmasi di lapangan, seperti izin usaha

    perusahaan farmasi yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan berdasarkan Pasal 4

    Ayat (1) SK Menkes RI No.1191/Menkes/SK/IX/2002 tentang Perusahaan Besar

    Farmasi. Demikian juga izin praktek dokter dikeluarkan oleh Departemen

    Kesehatan berdasarkan pasal 37 UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek

    Kedokteran.

    Ada beberapa poin dalam Etika Promosi Obat yang patut dikemukakan di

    sini, yaitu:

    1. Dalam hal pemberian donasi kepada profesi kedokteran, perusahaan

    farmasi tidak boleh menawarkan hadiah/ penghargaan, insentif, donasi,

    finansial dalam bentuk lain sejenis, yang dikaitkan dengan penulisan

    resep atau anjuran penggunaan obat perusahaan tertentu.

    2. Dukungan apapun yang diberikan perusahaan farmasi kepada seorang

    dokter untuk menghadiri pertemuan ilmiah tidak boleh didikaitkan

    dengan kewajiban untuk mempromosikan atau meresepkan suatu

    produk.

    3. Ikatan Dokter Indonesia harus menyusun dan memverifikasi berbagai

    kegiatan resmi organisasi, khususnya yang berkaitan dengan

    sponsorship atau pendanaan dari anggota GP Farmasi Indonesia serta

    melakukan koordinasi dengan perusahaan farmasi untuk tindak

    lanjutnya.

    8

  • 8/3/2019 Penugasan Kelompok

    9/16

    9

    4. Pemberian donasi dan atau hadiah dari perusahaan farmasi hanya

    diperbolehkan untuk organisasi profesi kedokteran dan tidak diberikan

    kepada dokter secara individual.

    5. Perusahaan farmasi boleh memberikan sponsor kepada seorang dokter

    secara individual dalam rangka pendidikan kedokteran berkelanjutan,

    yaitu hanya untuk biaya registrasi, akomodasi dan transportasi dari dan

    ke tempat acara pendidikan kedokteran berkelanjutan.

    6. Perusahaan farmasi dilarang memberikan honorarium dan atau uang

    saku kepada seorang dokter untuk menghadiri pendidikan kedokteran

    berkelanjutan, kecuali dokter tersebut berkedudukan sebagai

    pembicara atau menjadi moderator.

    7. Seorang dokter dalam melakukan pekerjaan kedokterannya tidak boleh

    dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan

    dan kemandirian profesi. Kaitannya dengan promosi obat adalah

    dokter dilarang menjuruskan pasien untuk membeli obat tertentu

    karena dokter yang bersangkutan telah menerima komisi dari

    perusahaan farmasi tertentu.

    Sejak tahun 1983 sebenarnya telah berlaku Kode Etik Kedokteran Indonesia

    yang mengatur Etika Promosi Obat. Pasal 3 KODEKI menetapkan bahwa

    dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh

    pertimbangan keuntungan pribadi. Sukar untuk disangkal bahwa pelayanan medis

    dokter semakin mengarah pada profit oriente', dibandingkan service

    oriented atau social oriente'? Sehingga harga obat tetap tinggi dan kolusi

    diduga tetap berjalan meski sukar untuk dibuktikan.

    Saat ini Perusahaan farmasi maupun dokter masih dapat terus melakukan

    kegiatan kolusi dalam peredaran obat dikarenakan belum ada sanksi yang jelas

    yang mengatur dan ditetapkan dan belum memiliki kekuatan hukum dalam

    memberikan sanksi. Cara yang lazim sampai saat ini dilakukan antara lain

    melampirkan brosur seminar/ temu ilmiah pada lembar transfer bank dan

    mengalokasikan komisi dokter pada jumlah gaji staf marketing guna menghindari

    keterlibatan perusahaan secara langsung.

    9

  • 8/3/2019 Penugasan Kelompok

    10/16

    10

    Keputusan Menteri Kesehatan untuk tidak menaikkan harga obat dan

    menindak tegas apotik yang tidak mau menjual obat generik telah memberikan

    sedikit harapan bagi masyarakat untuk berobat murah. Akan tetapi, keputusan ini

    tidak berarti apapun, jika dokter tidak memberikan obat dengan tepat dan efektif.

    Pengobatan yang murah tidak hanya tergantung pada harga obat yang murah,

    tetapi juga peresepan yang berhasil guna dan cost efective. Peresepan yang

    berhasil guna dilakukan dengan cara pemberian obat yang sesuai dengan prosedur

    medis (evident base) dan cost efective dicapai dengan penggunaan obat generik.

    Jika dokter melakukan kedua hal ini maka diharapkan akan dapat meringankan

    beban masyarakat saat berobat.

    III.3. Fakta Hukum Islam

    Ada berbagai unsur-unsur yang perlu kita ketahui dan ada kaitannya dengan

    kolusi kedokteran dengan perusahaan farmasi dalam bisnis peredaran obat. Kita

    perlu mengetahui perkara bagaimana Islam menyikapi kegiatan suap menyuap,

    hadiah kepada pejabat, perantara/ komisi, dan korupsi atau kolusi.

    Suap Menyuap

    Risywah atau suap menyuap dilarang keras dalam Islam. Allah azza wa jalla

    dan Rasul Nya melaknat semua yang terlibat di dalamnya. Rasulullah saw

    bersabda: Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap. (HR. Turmudzi

    dari Abdullah bin Amr). Imam Ahmad, Thabrani, Al Bazar dan Al hakim

    meriwayatkan sebuah hadits dari Tsauban, bahwa ia berkata: Rasulullah

    melaknat Ar Raasyi (penyuap), Al Murtasyi (penerima suap), dan Ar Raa-isy

    (perantara dalam penyuapan). Celaan yang terungkap dalam lafazh laknat dalam

    hadits di atas menegaskan haramnya perbuatan suap menyuap. Jika kita cocokkan

    dengan kondisi kasus kolusi di Indonesia, maka perusahaan farmasi yang sebagai

    penyuap dan dokter sebagai penerima suap sehingga mau tidak mau akan

    memberikan peresepan lebih besar dari pada yang dibutuhkan pasien, serta agen-

    agen yang terlibat di dalamnya sebagai perantara dalam penyuapan akan

    mendapatkan laknat dari Allah azza wa jalla.

    Oleh karena itu, semua bentuk harta yang diperoleh dari tindakan penyuapan

    tersebut dipandang haram oleh Islam dan disita oleh negara dan diserahkan

    10

  • 8/3/2019 Penugasan Kelompok

    11/16

    11

    kepada Baitul Maal. Penerimanya, penyuapnya, maupun perantaranya wajib

    dijatuhi hukuman berat karena praktek suap sangat besar pengaruhnya terhadap

    semua alat-alat negara dan merusak kepercayaan masyarakat kepada aparat

    negara. Lebih-lebih jika praktek suap itu berkaitan dengan kejahatan besar seperti

    kegiatan mata-mata atau membocorkan rahasia negara dan rahasia militer untuk

    kepentingan negara asing, kejahatan keji yang bisa membahayakan keselamatan

    negara dan umat. Yang seperti itu patut diganjar hukuman mati atau penjara 25

    tahun (al-baghdady, hal 56).

    Hadiah untuk Pejabat

    Hukum asal memberikan hadiah pada orang lain pada dasarnya adalah

    mubah. Rasulullah saw menganjurkan agar sesama muslim saling memberikan

    hadiah, sebagaimana sabdanya: Hendaknya kalian saling memberikan hadiah,

    niscaya kalian akan saling mahabbah (berkasih sayang). Namun hadiah-hadiah

    yang diberikan kepada seorang penguasa diharamkan dengan maksud mencari

    keringanan, posisi yang menguntungkan, mupun kepercayaan.. Rasulullah saw

    bersabda: Hadiah yang diberikan kepada penguasa adalah ghulul (perbuatan

    curang). (HR. Imam Ahmad dan Al Baihaqy). Al Katib dalam kitabnya Talkhisul

    Mutasyabih menyebutkan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas ra

    bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Hadiah yang diberikan kepada para

    pejabat adalah suht (haram).

    Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits yang menyebutkan bahwa

    Rasulullah saw telah mengangkat Ibnul Atabiyah menjadi pejabat penarik zakat

    dari Bani Sulaim. Setelah melaksanakan tugasnya Ibnul Atabiyah menghadap

    Rasulullah saw, sambil berkata: Ini kuserahkan kepada anda, sedangkan yang ini

    adalah hadiah yang diberikan kepadaku. Rasul saw menjawab: Jika yang

    engkau katakan itu benar, apakah tidak lebih baik kalau engkau duduk-duduk saja

    di rumah ayahmu atau ibumu sampai hadiah itu datang kepadamu. Lalu

    Rasulullah saw bangkit dan bicara kepada banyak orang. Setelah mengucapkan

    puji syukur kepada Allah SWT, beliau menjelaskan kasus tersebut dan beliau

    tutup dengan Demi Allah, siapapun di antara kalian yang mengambil hadiah

    11

  • 8/3/2019 Penugasan Kelompok

    12/16

    12

    yang bukan haknya, pada hari kiamat kelak ia akan menghadap Allah dengan

    membawa apa yang diambilnya.

    Dalam kolusi dokter dengan perusahaan farmasi, sering kali perusahaan

    menawarkan berbagai hadiah yang sangat besar kepada para dokter, seperti

    umroh, haji, travel ke keluar negeri, berbagai benda mewah, dan lain-lain. Sudah

    jelas dari kemua adalah haram hukumnya.

    Perantara/ Komisi

    Imam Turmudzi meriwayatkan bahwa Muadz bin Jabal ra berkata: Rasulullah

    saw mengutusku ke Yaman (menjadi wali/gubernur). Setelah aku berangkat ,

    beliau mengutus orang lain menyusulku. Aku pulang kembali. Rasulullah

    bertanya kepadaku: Tahukah engkau,mengapa aku mengutus orang

    menyusulmu? Janganlah engkau mengambil sesuatu untuk kepentinganmu sendiri

    tanpa seizinku. (Jika hal itu kau lakukan) itu merupakan kecurangan. Dan siapa

    saja yang berbuat curang pada hari kiamat kelak akan dibangkitkan dalam

    keadaan memikul beban kecurangan. Untuk itulah engkau kupanggil. Sekarang

    berangkatlah untuk melaksanakan tugasmu.

    Islam mengharamkan setiap muslim memperoleh harta dengan jalan tekanan

    kekuasaan. Yang dimaksud adalah harta kekayaan milik penguasa, pejabat, dan

    pegawai negara yang berasal dari milik negara atau masyarakat. Termasuk dalam

    hal ini adalah penyerobotan tanah milik penduduk secara paksa, dengan

    kekerasan, atau penyalahgunaan wewenang. Rasulullah saw bersabda: Siapa saja

    yang mengambil harta saudaranya (tanpa izin) dengan tangan kanannya

    (kekuasaan), ia akan dimasukkan ke dalam neraka dan diharamkan masuk surga.

    Seorang sahabat bertanya: Ya, Rasulullah, bagaimana kalau sedikit? Beliau

    menjawab: Walaupun sekecil kayu siwak. (HR Muslim, An Nasai, Ibnu Majah,

    Ad Darami, dan Imam Malik dalam Al Muwattha). Terhadap penyerobotan dan

    penggusuran tanah secara paksa, Rasulullah saw bersabda: Siapa saja yang

    mengambil sejengkal tanah tanpa hak (merebut/menyerobot), pada hari kiamat ia

    akan dibenamkan ke dalam tujuh lapis bumi. (HR. Ahmad dan Bukhari).

    Dalam praktik kedokteran, pasien dating untuk menuju ke dokter dengan

    keadaan sakit dan berharap mendapatkan obat untuk mengobati sakitnya. Dengan

    12

  • 8/3/2019 Penugasan Kelompok

    13/16

    13

    adanya praktek kolusi oleh dokter kepada perusahaan farmasi akibatnya pasien

    akan mendapatkan banyak obat yang sebenarnya tidak dibutuhkan disertai harga

    yang mahal dan berkelanjutan. Akhirnya mau tidak mau pasien merogoh

    kantongnya demi kesehatannya (keterpaksaan dan pembenanan).

    Korupsi

    Korupsi (ikhtilas) adalah suatu jenis penjambretan dan perampasan, karena

    pada mulanya si pelaku berbuat secara sembunyi-sembunyi. Korupsi tidak sama

    dengan pencurian, karena itu syariat tidak menetapkan hukum potong tangan bagi

    pelakunya. Rasulullah saw bersabda: Perampas, koruptor (mukhtalis), dan

    pengkhianat tidak dikenakan hukuman potong tangan.. (HR. Ahmad, Ashaabus

    Sunan, dan Ibnu Hibban). Koruptor dihukum sesuai dengan besar harta yang

    dikorupsi, berupa penjara tahunan hingga mati.

    Korupsi adalah perbuatan haram yang haramnya lebih berat jika kejahatan itu

    dilakukan terhadap kekayaan milik umum. Abu Dawud meriwayatkan suatu

    hadits yang menyebut bahwa Rasulullah saw bersabda: Hai kaum muslimin,

    siapa saja di antara kalian yang melakukan pekerjaan untuk kami (menjadi

    pejabat/pegawai negara), kemudian ia menyembunyikan sesuatu terhadap kami

    walaupun sekecil jarum, berarti ia telah berbuat curang. Dan kecurangannya itu

    akan ia bawa pada hari kiamat nanti Siapa yang kami beri tugas hendaknya ia

    menyampaikan hasilnya, sedikit atau banyak. Apa yang diberikan kepadanya dari

    hasil itu hendaknya ia terima, dan apa yang tidak diberikan janganlah ia ambi.

    Pada hubungan dokter dengan perusahaan farmasi, pembayaran akibat

    keterpaksaan akibat tindakan dokter yang tidak rasional dapat dikatakan

    pemaksaan dapat disamakan dengan korupsi. Hukuman dokter bagi yang korupsi

    juga adalah menyerahkan semua hartanya ke Baitul Maal.

    13

  • 8/3/2019 Penugasan Kelompok

    14/16

    14

    BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

    IV.1. Kesimpulan

    Dokter yang melakukan kontrak dengan perusahaan farmasi sehingga

    melakukan sistem pengobatan yang tidak rasional bertentangan dengan nilai-nilai

    etik kedokteran dan hukum islam. Keputusan Menteri Kesehatan untuk tidak

    menaikkan harga obat dan menindak tegas apotik yang tidak mau menjual obat

    generik telah memberikan sedikit harapan bagi masyarakat untuk berobat murah.

    Akan tetapi, keputusan ini tidak berarti apapun, jika dokter tidak memberikan obat

    dengan tepat dan efektif. Pengobatan yang murah tidak hanya tergantung pada

    harga obat yang murah, tetapi juga peresepan yang berhasil guna dan cost efective.

    Peresepan yang berhasil guna dilakukan dengan cara pemberian obat yang sesuai

    dengan prosedur medis (evident base) dan cost efective dicapai dengan

    penggunaan obat generik. Jika dokter melakukan kedua hal ini maka diharapkan

    akan dapat meringankan beban masyarakat saat berobat.

    Berkaitan dengan kolusi kedokteran dan perusahaan farmasi dalam bisnis

    peredaran obat. Para ulama telah sepakat bahwa perbuatan melakukan kontrak

    dengan perusahaan farmasi, dapat mengubah performa dokter menjadi makhluk

    yang sama kedudukannya dengan binatang, karena sama-sama makhluk hidup

    mereka tidak akan melukai sesama kerabatnya atau saudaranya sendiri (sedangkan

    manusia yang memiliki pikiran malah berpikiran untuk meraup keuntungan

    sendiri di atas kesusahan orang lain yang telah mempercayakan kehidupannya

    kepadanya). Islam mengkiaskan kegiatan yang ada di dalam kontrak dan akan

    14

  • 8/3/2019 Penugasan Kelompok

    15/16

    15

    menyeretnya ke dalam hal-hal yang tidak baik (sudah dijelaskan di atas) seperti

    kegiatan suap menyuap, hadiah kepada pejabat, perantara/ komisi, dan korupsi

    atau kolusi merupakan kegiatan yang haram.

    IV.2. Saran

    Untuk meminimalkan jumlah pelanggaran yang terjadi maka diperlukan

    kegiatan saling mengontrol dari anggota IPMG (International Pharmaceutical

    Manufacturers Group) yang berjumlah 27 perusahaan sehingga kode etik di

    dalam praktik pembelian obat dapat terjaga. Kemudian bagi yang melanggar akan

    diberikan sanksi yang bukan hanya bersifat ekonomi saja, melainkan sanksi sosial

    yaitu pemberitaan kepada media massamengenai kecurangan yang dilakukan

    perusahaan tersebut.Sehingga perusahaan satu sama lain akan semakin bersaing

    secara jujur untuk meningkatkan kualitas, bukan dengan iming-iming kepada

    para dokter yang akan semakin berdampak buruk bagi pasien.

    Sebagai makhluk yang diberikan anugrah akal, hati, dan ruh, alangkah

    baiknya jika kita mampu berbuat tanpa mengedepankan ego dan kepentingan

    pribadi, karena mereka yang datang kepada kita adalah amanah yang datang dari

    Allah azza wa jalla agar kita mampu berbuat sebaik mungkin sebagai khalifah di

    muka bumi ini untuk beribadah kepada Nya. Sesungguhnya Allah adalah sebaik-

    baik tempat kembali. Wallahualam bishawab.

    15

  • 8/3/2019 Penugasan Kelompok

    16/16

    16

    DAFTAR PUSTAKA

    1. -----------, dan Kartono Muhammad, Aspek Hukum dan Etika Kedokteran

    di

    2. Al Baghdady, Serial Hukum Islam, hal 56, 75

    3. http://indonesiacorruptioninvestigation.blogspot.com/2011/06/hukum-

    hukum-islam-seputar-korupsi-dan.html pada Kamis, 22 Desember 2011

    jam 04.00 WIB.

    4. http://www.gpfarmasi.org/ diunduh pada Kamis, 22 Desember 2011 jam

    05.00 WIB.

    5. http://www.ipmg-online.com/ diunduh pada Kamis, 22 Desember 2011 jam

    05.30 WIB.

    6. Isfandyarie, Annie. Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter (Buku

    1). Prestasi Pustaka, 2006

    7. MKEK IDI, 2006. Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman

    Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia. USU Repository.

    8. Soerjono, S., 2009. Kontrak Terapeutik Antara Pasien dan Tenaga Medis.

    Temprit, Jakarta.

    16