penyelesaian konflik rumah ibadah di bekasi (studi

131
PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI PENDIRIAN GEREJA ST. STANISLAUS KOSTKA DI KEC. JATI SAMPURNA) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag.) Oleh: Nama: Nur Shabrina NIM: 11140321000083 PRODI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2019 M

Upload: others

Post on 24-Nov-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI

BEKASI (STUDI PENDIRIAN GEREJA ST.

STANISLAUS KOSTKA DI KEC. JATI SAMPURNA)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

Oleh:

Nama: Nur Shabrina

NIM: 11140321000083

PRODI STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2019 M

Page 2: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DIBEKASI (STUDI PENDIRIAN GEREJA ST.

STANISLAUS KOSTKA DI KEC. JATI SAMPURNA)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakartauntuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

Oleh:

Nur Shabrina

NIM: 11140321000083

Di bawah bimbingan:

PRODI STUDI AGAMA-AGAMAEAKTJLTAS USHULUDDIN

UIN SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA

t440Ht20t9l{

201 101 1003

Page 3: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

Nama

Fakultas

Jurusan?rodi

Judul Skripsi

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nur Shabrina

Ushuluddin

Studi Agama-agama

Penyelesaian Konflik Rumah Ibadah di Bekasi (Studi Pendirian

Gereja St. Stanislaus Kostka di Kec. Jati Sampuma)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya canfumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlak-u di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di UIN Syarif Hidayatuliah Jakarla.

Jakarla, 15 Oktober 2019

Page 4: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul "Penyelesaian Konflik Rumah Ibadah di Bekasi (Studi

Pendirian Gereja St. Stanislaus Kos&a di Kec. Jati Sampuma)" telah diujikan

dalam sidang munaqosyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

pada 4 Novemb er 2079. Skrpsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Sag'ana Agama (S. Ag) pada program studi Studi Agama-

agama.

Ciputat, 8 November 2019

Sidang Munaqosyah,

Ketua Merangkap Anggota, Sekertaris Merangkap Anggota,

NrP. 19710310

Lisfa Sentosa Aislrah. MA

NIP. 19750506 200501 2 003

NrP. 19590413 199603 2 001

Anggota,

Pembimbing

It

199103 1

Penguii II,

Page 5: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

iv

ABSTRAK

Nur Shabrina (11140321000083)

Penyelesaian Konflik Rumah Ibadah di Bekasi (Studi Pendirian Gereja St.

Stanislaus Kostka di Kec. Jati Sampurna)

Penelitian ini membahas tentang bagaimana penyelesaian isu konflik

agama yang terjadi di Kota Bekasi. Studi kasus yang diambil yaitu terkait

pembangunan Gereja St. Stanislaus Kostka. Konflik ini terjadi karena adanya

perbedaan pemikiran dan kurangnya komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat

konflik. Konflik ini bermula ketika Gereja St. Stanislaus Kostka melakukan acara

peletakkan batu pertamanya pada tanggal 14 April 2013. Pada saat itu sebagian

masyarakat mengatakan tidak tahu menahu kalau di lingkungan mereka akan

dibangun sebuah Gereja. Sementara itu, pihak Gereja sudah mengantongi IMB

dari Pemerintah Kota Bekasi.

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana penyelesaian

konflik pembangunan Gereja St. Stanislaus Kostka sehingga akhirnya gereja

tersebut bisa berdiri. Teori yang digunakan untuk menganalisis permasalahan

dalam tulisan ini adalah teori resolusi konflik. Penelitian ini dilakukan dengan

mengunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode atau pendekatan historis

dan sosioligis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik terjadi antara masyarakat

yang tergabung ke dalam Majelis Perjuangan Masyarakat Muslim Jati Sampurna

bersama FUI dan FPI dengan Pihak Gereja dan Pemerintah Kota Bekasi. Konflik

ini membuat masyarakat melakukan aksi untuk menuntut penghentian

pembangunan Gereja. Aksi penolakan ini terjadi karena mayoritas penganut

agama di Jati Sampurna adalah muslim. Masyarakat juga menduga adanya

ketidakjujuran pada proses pembangunan Gereja tersebut dan juga dikhawatirkan

adanya kristenisasi. Upaya penyelesaian konflik ini dilakukan dengan cara

sosialisasi dan mediasi terhadap pihak yang terlibat konflik. Tetapi, karena

mediasi tidak menunjukkan kesepakatan di antara dua belah pihak, akhirnya

konflik diselesaikan melalui hukum yang berlaku.

Kata kunci: Konflik, Resolusi, Mediasi, Rumah Ibadah, Agama.

Page 6: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

vi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah

memberikan kenikmatan jasmani dan rohani, serta rahmat dan hidayah-Nya, dan

kemudahan serta kesabaran dalam menghadapi berbagai kesulitan sehingga saya

bisa menyelesaikan skripsi ini berkat pertolongan-Nya. Tidak lupa juga salam

serta sholawat terus saya ucapkan teruntuk Nabi Muhammad SAW semoga kelak

kita termasuk umat yang mendapat syafaat darinya. Serta doa untuk keluarganya,

sahabatnya, dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Skripsi ini merupakan

salah satu tugas akhir yang harus saya selesaikan untuk menamatkan kuliah dan

mendapatkan gelar sarjana Strata-1 pada Jurusan Studi Agama-agama Fakultas

Ushulludin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan skripsi ini tidak akan bisa

tuntas tanpa bantuan, bimbingan, arahan, dukungan dan kontribusi dari banyak

pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ucapkan terimakasih sebanyak-

banyaknya kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan

skripsi ini.

Dengan penuh rasa rendah hati izinkanlah penulis mengungkapkan

rasa terima kasih kepada beliau-beliau yang telah banyak berjasa dalam

membantu penyelesaian tugas akhir ini:

1. Papah tercinta Maulana Hafid dan Mamah tercinta Ummi Salamah yang tidak

pernah lepas memberikan kasih sayangnya mulai dari kecil sampai waktu

yang tak terkira, Terima kasih selalu memberikan semangat, motivasi, kasih

sayang, dan doa yang tulus untuk kesuksesan penulis, dan juga untuk kakakku

Page 7: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

vii

tersayang Nafi Aisyah, dan adik-adikku Desy Afriany, Hanifah, & M. Yusuf

Ramadhan Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat-Nya dan memberikan

umur panjang kepada mereka.

2. Bapak Zaenal Muttaqin, MA selaku dosen pembimbing penulis yang telah

memberikan arahan, saran serta perhatiannya kepada penulis dan dengan

sangat sabar membimbing penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. Dan

Bapak Syaiful Azmi selaku dosen Penasehat Akademik yang memberikan

arahan kepada penulis untuk menyelesaikan dengan baik. Semoga senantiasa

sehat dan diberikan kelancaran dalam segala urusannya. Āmīn.

3. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A Selaku Rektor UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Syaiful Azmi, MA ketua Jurusan Studi Agama-agama Fakultas

Ushuluddin dan Ibu Lisfa Sentosa Aisyah, MA selaku sekertaris Jurusan Studi

Agama-agama. Serta seluruh dosen dan staf akademik Fakultas Ushuluddin,

khususnya Jurusan Studi Agama-agama yang telah membagikan waktu, tenaga

dan ilmu pengetahuan juga pengalaman berharga kepada penulis.

6. Keluarga Besar H. Thabranie dan Keluarga Besar Muchtarudin yang

senantiasa mendukung penulis. yang selalu mendoakan dan memberikan

dukungan moril maupun materil sehingga saya bisa seperti sekarang ini.

7. Kepada sahabat-sahabat tersayang Elmarti Febriana, Masitoh Putriani,

Roihanah Saidah, Rihlatul Qudsiyah, Indah Maulani, Tri Wahyuningrum,

Rifka Dwi Aryanti, Hujjatul Maryam, Sarah Swatika Perwira Ningrum Terima

Page 8: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

viii

Kasih karena selalu mengingatkan dan mendoakan penulis agar cepat

terselesaikannya skripsi ini, semoga Allah Swt membalas kebaikan kalian

semua. Āmīn

8. Teman-teman seperjuangan, kepada seluruh teman Jurusan Studi Agama-

agama angkatan 2014. Khususnya kepada Dede, Meli, Afida, Tika, Elva,

Windi, Wulan yang selalu mengisi hari-hari kuliah penulis dengan penuh

kenangan. Semoga kita semua tetap dalam ikatan silaturahmi dan jalinan

pertemanan yang indah.

9. Teman-teman KKN KOMIKA-ku Saphira & Rifda si skripmate ku, Eli, Iffah,

Iis, Hani, Ninis, Anyzah, Azmi, Yaqub, Fitrah, Wildan, Haris, Arie, Adim,

Abdul terima kasih atas kebersamaan dan warna baru dalam perjalanan akhir

kuliah, semoga pertemanan kita akan terus berlanjut dan kita dapat terus

menjalin silaturahmi.

Semoga peran-peran beliau semua mendapat imbalan yang

sepantasnya dan mendapatkan ridho dari Allah SWT Āmīn. Semoga penelitian ini

dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan umunya bagi para

pembaca agar selalu berpegang pada ajaran-ajaran Rasulullah Saw. Āmīn. Kritik

dan saran serta solusi sangat penulis harapkan dari berbagai pihak guna

penyempurnaan dari kebaikan karya-karya penulis nantinya.Semoga Allah Swt

senantiasa membalas semua kebaikan yang telah diberikan.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Page 9: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ..................................................................... iii

ABSTRAK ............................................................................................................ iv

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A.Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 4

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ................................................ 4

D.Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 5

E. Metodologi Penelitian ................................................................................ 10

F. Sistematika Penulisan................................................................................. 16

BAB II TEORI RESOLUSI KONFLIK ........................................................... 18

A.Resolusi Konflik......................................................................................... 18

B. Mediasi Konflik ......................................................................................... 27

C. Peraturan tentang Pendirian Rumah Ibadah ............................................... 32

BAB III DINAMIKA KEHIDUPAN BERAGAMA DI KOTA BEKASI ...... 38

A.Kehidupan Umat Beragama di Kota Bekasi .............................................. 38

B. Komunitas Katolik Jati Sampurna dan Gereja St. Stanislaus Kostka ........ 48

BAB IV KONFLIK DAN PENYELESAIAN PEMBANGUNAN RUMAH

IBADAH ............................................................................................................... 54

A.Konflik Pembangunan Gereja St. Stanislaus Kostka ................................. 54

B. Respon Komunitas Islam dan Pemerintah atas Konflik Pembangunan

Gereja ............................................................................................................. 59

C. Jalan Penyelesaian Konflik ........................................................................ 67

Page 10: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

x

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 76

A.Kesimpulan ................................................................................................ 76

B. Saran ........................................................................................................... 77

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 79

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 11: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang menjamin hak dan kebebasan warga

negaranya untuk menjalankan keyakinan keagamaannya, aturan tersebut diatur

dalam UUD 1945 Pasal 29 Ayat 2.1 Di Indonesia, agama memegang peranan

penting dalam kehidupan masyarakat. Terdapat beberapa agama yang dianut

mereka, yaitu: Buddha, Hindu, Islam, Konghucu, Katolik dan Kristen

Protestan.2 Pembinaaan keenam agama ini berada di bawah naungan

Kementerian Agama, sedangkan di luar enam agama tersebut seperti aliran-

aliran kepercayaan pembinaannya berada di bawah naungan Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan.3

Sebagai negara yang multi agama, maka diperlukan pengelolaan

kerukunan umat beragama secara baik. Kerukunan umat beragama adalah

keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling

pengertian, menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran

agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.4 Dengan begitu,

bisa dikatakan kerukunan umat beragama adalah kehidupan yang dilandasi

1 Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-

masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. 2 Harsja W. Bachtiar, Agama dan Perubahan Sosial di Indonesia dalam buku “Kajian

Agama dan Masyarakat” (Jakarta: Departemen Agama RI Badan Penelitian dan Pengembangan

Agama, 1993), h. 168.

3 Nella Sumika Putri, Pelaksanaan Kebebasan Beragama di Indonesia (External Freedom)

Dihubungkan Ijin Pembangunan Rumah Ibadah, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 11 No. 2 Mei

2011,” h. 231. 4 Sosialisasi PBM & Tanya Jawabnya, cet IV (Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan

Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2016), h. 61.

Page 12: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

2

sikap toleransi, pengertian, penghormatan dan penghargaan antara satu sama

lainnya.

Pada masyarakat beragama sendiri terdapat beberapa aspek yang harus

terpenuhi dalam kehidupan keagamaan mereka. Salah satunya, mereka harus

menjalankan ibadah, di mana ibadah tersebut membutuhkan sarana prasarana,

yaitu rumah ibadah. Sementara itu, jika dilihat dari kuantitas penganut agama

maka agama akan terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu agama yang

tergolong mayoritas dan agama yang tergolong minoritas. Dalam prakteknya,

perbedaan yang cukup signifikan antara golongan mayoritas dan minoritas ini

menimbulkan berbagai permasalahan yang dapat mengakibatkan pelanggaran

kebebasan beragama, salah satunya permasalahan izin pembangunan rumah

ibadah. Di Indonesia masih banyak ditemukan konflik pembangunan rumah

ibadah, seperti kasus pendirian Gereja Yasmin di Bogor, Gereja Santa Clara di

Bekasi, Gereja Katolik Santo Albertus di Harapan Indah Bekasi, HKBP

Filadelfia di Kab. Bekasi, GPIB Galilea Villa Galaxi di Bekasi, Mushalla al-

Qori di Bali, Gereja Katolik Paroki Kalvari di Kel. Lubang Buaya, Gereja

Kristen Bethany Indonesia dan Gereja Katolik Santo Gabriel di Gresik.

Permasalahan tentang pembangunan rumah ibadah merupakan salah

satu motif dari berbagai tindakan anarkis yang dilakukan atas dasar agama

yang mengatasnamakan kuantitas dari penganut agama tertentu. Umat agama

minoritas yang tinggal di satu wilayah dengan umat agama mayoritas

seringkali kita temukan masih menghadapi hambatan untuk menjalankan dan

Page 13: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

3

melaksanakan ibadah mereka, salah satunya terkait, pembangunan rumah

ibadah.5 Misalnya, umat agama Islam yang berada di Papua dan Bali.

Berangkat dari permasalahan di atas penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang konflik pembangunan rumah ibadah dengan wilayah yang

cukup sempit, penulis akan mengambil pengalaman kota Bekasi khusus umat

Agama Katolik. Pemilihan kota Bekasi sendiri didasarkan dengan sejumlah

pertimbangan. Pertama, Bekasi merupakan wilayah urban yang multi kultural,

etnik dan keyakinan keagamaan. Kedua, Bekasi sendiri dikenal sebagai

wilayah dengan konflik keagamaan yang cukup banyak, terutama menyangkut

relasi Islam dan Kristen. Ketiga, Bekasi sendiri merupakan wilayah tinggal

penulis, sehingga dengan demikian memudahkan penulis mengidentifikasi

konflik yang menjadi fokus penelitian skripsi ini.

Salah satu rumah ibadah yang mendapatkan hambatan untuk

membangun rumah ibadah di Bekasi yaitu, Gereja St. Stanislaus Kostka di

Kecamatan Jati Sampurna. Gereja tersebut merupakan salah satu dari beberapa

gereja di Bekasi yang mengalami penolakan oleh masyarakat dalam proses

pembangunannya.6 Pendirian gereja ini pun mendapat respon dari berbagai

lapisan masyarakat, seperti dari tokoh agama mengatakan bahwa “kami,

FKUB tidak pernah menolak pembangunan rumah ibadah, tetapi kami hanya

menunda izin pembangunan tersebut jika syarat belum terpenuhi”.7 Sementara

itu dari kalangan masyarakat sekitar mengatakan bahwa mereka menolak

5 Nella, Pelaksanaan Kebebasan Beragama di Indonesia (External Freedom)

Dihubungkan Ijin Pembangunan Rumah Ibadah, h. 231. 6 Diakses dari: http://www.beritasatu.com/megapolitan/173631-fui-halangi-

pembangunan-gereja-st-stanislaus-kostka-kranggan.html pada tanggal 14 Oktober 2018, pukul

23.29. 7 Wawancara dengan bapak Syafrudin selaku anggota FKUB pada tanggal 23 Oktober

2018.

Page 14: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

4

adanya pembangunan gereja karena hal tersebut akan menganggu kenyamanan

dan ketertiban masyarakat yang mayoritasnya adalah muslim, dan juga

ditakutkan adanya proses kristenisasi.8 Meskipun dalam prosesnya gereja

tersebut mengalami penolakan dari masyarakat, tetapi pada akhirnya gereja

tersebut tetap berdiri. Berdasarkan kasus gereja tersebut, timbul pertanyaan

dalam diri saya sebagai penulis, apa alasan masyarakat menolak pembangunan

gereja tersebut dan bagaimana akhirnya rumah ibadah umat Katolik ini bisa

berdiri.

Berdasarkan kasus di atas penulis ingin melakukan penelitian terhadap

gereja di Bekasi, khususnya di Kecamatan Jati Sampurna yang merupakan

tempat berdirinya rumah ibadah tersebut dengan judul “Penyelesaian Konflik

Rumah Ibadah di Bekasi (Studi Pendirian Gereja St. Stanislaus Kostka di Kec.

Jati Sampurna)”

B. Rumusan Masalah

Agar pembahasan dalam penulisan penelitian ini lebih terfokus, maka

penulis merumuskannya dengan pertanyaan sebagai berikut: Bagaimana

proses penyelesaian konflik pendirian Gereja St. Stanislaus Kostka?

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai rumusan masalah yang telah penulis angkat maka tujuan

penulisan skripsi ini adalah:

8 Wawancara langsung dengan Irfan Muhammad selaku masyarakat sekitar, pada tanggal

29 Oktober 2018.

Page 15: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

5

1) Untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana

Agama (S.Ag) Studi Agama-agama di Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2) Untuk mengetahui apa saja yang dilakukan pihak-pihak yang terlibat

konflik dalam menyelesaikan masalah pendirian Gereja St. Stanislaus

Kostka sehingga gereja tersebut bisa berdiri.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

1) Sebagai bahan untuk menambah wawasan pemikiran penulis.

2) Sebagai bahan rujukan dalam upaya membuat program alternatif di

bidang sosial keagamaan dan hasil penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat menjadi rujukan tambahan penelitian-penelitian serupa di

kemudian hari.

D. Tinjauan Pustaka

Peneliti telah berusaha melakukan penelitian terhadap pustaka yang

ada, berupa karya-karya penelitian terdahulu yang mempunyai relevansi

dengan topik yang diteliti, di antaranya:

1. Tesis Melpayanty Sinaga, mahasiswa Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Tahun 2014. Skripsi

berjudul “Analisis Konflik Penolakan Pembangunan Gereja HKBP

Filadelfia Bekasi Tahun 2013” ini mendeskripsikan tentang penolakan

pembangunan gereja Filadelfia yang awalnya hanya konflik antara

masyarakat dengan pihak pembangunan gereja Filadelfia lalu berkembang

menjadi konflik antara pihak gereja Filadelfia dan Pemerintah Kabupaten

Page 16: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

6

Bekasi. Peran Pemerintah Kabupaten Bekasi sebagai representasi negara

seharusnya menjadi solution maker, justru berkembang menjadi sepihak

(menolak pembangunan gedung tempat ibadat). Berdasarkan hasil

keputusan PTUN secara final, pihak HKBP Filadelfia seharusnya sudah

mendapatkan IMB dari pemerintah Bekasi, namun faktanya izin tersebut

tidak direalisasikan. Kepentingan politik pemerintah Bekasi untuk

mempertahankan kekuasaannya menjadi salah satu alasan tidak

diterbitkannya IMB Gereja HKBP Filadelfia melalui ketundukannya pada

tekanan massa dan mengabaikan hukum yang berlaku. Sebagaimana

diketahui dalam level tingkat lurah, pemerintah sudah memberikan

rekomendasi pendirian atas persetujuan dari masyarakat. Akan tetapi,

karena tekanan massa, pemerintah lurah mencabut kembali dukungannya.

Demikian halnya dengan pemerintah mulai tingkat kecamatan, FKUB

sampai dengan pemerintah kabupaten menolak pembangunan tersebut

karena alasan ketertiban umum dan keberatan dari masyarakat setempat.

2. Skripsi Yudi Sulistio, mahasiswa Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam,

Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung

Djati Bandung, Tahun 2018. Skripsi berjudul “Peristiwa Konflik Agama di

Bekasi (Studi Kasus Penolakan Peribadatan Gereja HKBP Filadelfia di

Desa Jejalen Jaya Tahun 2007-2012)” ini memfokuskan risetnya pada

bagaimana latar belakang, kronologis, langkah serta upaya yang dilakukan

oleh pihak pemerintah Kabupaten Bekasi, serta dampak yang terjadi atas

konflik peribadatan Gereja HKBP Filadelfia terhadap masyarakat di Desa

Jejalen Jaya. Menurut Yudi Sulistio, masyarakat Desa Jejalen Jaya

Page 17: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

7

menolak dengan tegas rencana pendirian bangunan gereja dan peribadatan

Jemaat HKBP Filadelfia dan mencabut dukungan rencana pembangunan

gereja dengan alasan telah terjadi pembohongan saat tanda tangan

persetujuan pembangunan gereja. Pada tahun 2007 terjadilah aksi-aksi

penolakan yang dilakukan masyarakat Desa Jejalen Jaya terhadap rencana

pembangunan gereja. Pada tahun 2010 PTUN Bandung mengeluarkan

putusan terhadap izin pembangunan gereja di Desa Jejalen Jaya.

Berdasarkan hasil keputusan PTUN Bandung secara final, pihak HKBP

Filadelfia seharusnya sudah mendapatkan IMB dari pemerintah Bekasi,

namun Pemerintah Bekasi belum dapat melaksanakan putusan tersebut

karena kondisi yang tidak memungkinkan. Pemerintah Bekasi

memfasilitasi tempat sementara yang lebih refresentatif dan nyaman untuk

kegiatan ibadat Jemaat HKBP Filadelfia yaitu bertempat di Gedung Guru

Lantai 3 Jalan Kalimaya I Metland Kecamatan Tambun Selatan.

3. Skripsi karya Henik Nibawa Wanti, mahasiswi Jurusan Perbandingan

Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Sunan

Ampel Surabaya, Tahun 2015. Skripsi berjudul “Konflik Penolakan

Pembangunan Gereja Santa Maria di Desa Bedahan Kecamatan Babat

Kabupaten Lamongan” ini fokus pada faktor yang menyebabkan konflik

penolakan pembangunan gereja Santa Maria di Desa Bedahan. Pertama,

Berawal pada Tanggal 07 April 2002 yang mana pihak Gereja Santa Maria

mendirikan gereja tanpa izin kepada Warga dan aparat yang lain, hingga

akhirnya berlanjut pada tanggal 12 maret tahun 2012 yang mana pihak

Lamongan memberitahukan bahwa pihak gereja mengajukan IMB dan

Page 18: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

8

ternyata ditelusuri bukan mendirikan IMB melainkan mendirikan gereja,

hingga sampai pada tahun 2014 yang mana bertepatan pada hari natal

pihak gereja telah melakukan cara yang tidak baik dengan memberikan

sembako kepada warga sebagai tanda bukti untuk mendukung rencana

pendirian gereja. Kedua, konflik terjadi akibat persyaratan yang dipenuhi

oleh panitia gereja dalam mendirikan rumah ibadah tidak sesuai dengan

kebijakan pemerintah tentang pendirian rumah ibadah, dengan bukti tidak

ada warga Desa Bedahan yang beribadah disitu, warga Desa Bedahan

tidak memberikan izin untuk pembangunan. Bahkan dari tim FKUB pun

menolaknya. Ketiga, penganut beragam baik dari kalangan muslim

maupun dari Kristen harus memiliki toleransi. Di samping itu, mereka

menjaga Tri kerukunan umat beragama yang meliputi kerukunan antar

agama, antar agama dengan pemerintah, dan intern agama.

4. Skripsi karya Pajri Akromani, mahasiswa Jurusan Perbandingan Agama,

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun

2010. Skripsi berjudul “Problema Pendirian Rumah Ibadat di Indonesia

(Studi Kasus Pendirian Gereja St. Bernadet di Kelurahan Sudimara

Pinang, Kota Tangerang)” ini membahas tentang masalah terhadap

pendirian rumah ibadah yang terjadi di Tangerang. Pada tahun 1992 PGDP

Paroki Santa Bernadet-Ciledug memperoleh izin untuk menyelenggarakan

ibadat di bangunan sementara Sekolah Sang Timur di Kelurahan Karang

Tengah, Kec. Ciledug (sebelum pemekaran kecamatan). Setelah berjalan

12 tahun, pada bulan Oktober 2004 kegiatan ibadat diminta diberhentikan

oleh kelompok massa tertentu. Dalam temuannya, warga yang menolak

Page 19: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

9

pendirian Gereja menganggap bahwa tanda tangan pendukung dari warga

sekitar yang tidak keberatan dengan pembangunan Gereja St. Bernadet

adalah rekayasa, bahkan ada isu yang berkembang di masyarakat bahwa

setiap warga yang tanda tangan diberikan uang oleh Panitia Pembangunan

Gereja agar warga mendukung pendirian gereja.

5. Skripsi karya Mochammad Rizki Kurniawan, mahasiswa Jurusan Ilmu

Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Brawijaya, Malang,

Tahun 2017. Skripsi berjudul “Konflik Isu Agama (Studi Kasus tentang

Pembangunan Gereja Santa Clara di Kota Bekasi)” ini membahas tentang

konflik isu agama yang terjadi di Kota Bekasi, konflik ini terjadi karena

adanya ketidaksepahaman antara pihak-pihak yang terlibat konflik. Dalam

temuannya menunjukkan bahwa konflik terjadi antara MSUIB dengan

pihak gereja serta MSUIB dengan Pemerintah Kota Bekasi, Kemenag dan

FKUB Kota Bekasi. Konflik ini memicu kekerasan yang terjadi di saat

MSUIB melakukan aksi untuk menuntut penghentian pembangunan

gereja.

Jadi sebagaimana penelusuran dari berbagai skripsi yang telah penulis

sebutkan di atas, penulis mencatat bahwa memang persoalan rumah ibadah ini

merupakan persoalan yang sangat krusial dengan berbagai faktor atau latar

belakangnya. Namun, hal lainnya adalah bahwa berbagai skripsi ini tidak

menjelaskan bagaimana gereja ini menempuh jalur mediasi, sehingga mereka

bisa berdiri dengan baik. Kemudian, riset-riset sebelumnya ini berbeda dengan

riset yang akan penulis lakukan. Riset yang akan penulis lakukan adalah riset

tentang pendirian Gereja St. Stanislaus Kostka. Dengan demikian, ada

Page 20: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

10

perbedaan skripsi ini dengan riset-riset sebelumnya, bahwa selain menjawab

pertanyaan mengapa muncul penolakan dari masyarakat terhadap

pembangunan rumah ibadah tersebut, tetapi dalam skripsi ini penulis juga

menjelaskan tentang bagaimana upaya dari pihak-pihak yang terlibat konflik

menyelesaikan konflik dengan melakukan mediasi hingga ke tahap

pengadilan. Kemudian perbedaan skripsi ini dengan riset-riset yang

sebelumnya adalah bahwa skripsi ini melakukan penelitian terhadap pendirian

Gereja St. Stanislaus Kostka yang belum dilakukan penelitian oleh para

peneliti sebelumnya.

E. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian sosial yang dilakukan di lapangan

(field research) yang menggunakan metode kualitatif dengan deskriptif

analitik yang mengambil di Bekasi. Penelitian kualitatif ini bermaksud

untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

penelitian misalnya prilaku, persepsi, motivasi serta tindakan.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam melakukan pendekatan ini penulis melakukan pendekatan dengan

pendekatan historis dan sosiologis. Pendekatan historis ini digunakan

karena penulis harus menulusuri asal-usul dan pertumbuhan ide-ide dan

pranata-pranata keagamaan melalui periode-periode perkembangan

historis tertentu dan menilai peranan kekuatan-kekuatan yang dimiliki

Page 21: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

11

agama untuk memperjuangkan dirinya selama periode-periode itu.9 Dalam

hal ini pendekatan historis yang digunakan peneliti dalam tulisan ini

adalah untuk mendeskripsikan aspek kesejarahan umat Katolik di Bekasi

begitu juga latar belakang bagaimana mereka harus mendirikan rumah

ibadah. Sedangkan pendekatan sosiologis dibutuhkan karena penulis harus

menjelaskan tentang penolakan-penolakan masyarakat terhadap gereja

tersebut. Diketahui bahwa pendekatan sosiologis merupakan bagian dari

ilmu sosiologi yang berarti suatu ilmu yang menggambarkan tentang

keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala

sosial lainnya yang saling berkaitan. Dengan ilmu ini suatu fenomena

sosial dapat dianalisa dengan faktor-faktor yang mendorong terjadinya

hubungan, mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan yang mendasari

terjadinya proses tersebut.10

3. Sumber Penelitian

a. Sumber Data

Dalam penelitian terdapat dua pendekatan utama untuk mengumpulkan

data, yaitu Pendekatan pertama adalah kegiatan penelitian lapangan

atau survei (field research atau survey research) yang biasanya

dilakukan dengan pengumpulan data melalui observasi atau

wawancara langsung terhadap objek penelitian. Penelitian lapangan

seperti ini berarti berdasarkan sumber utama atau primer (primary data

sources), data yang diperoleh secara langsung dari sumber data ini

dikenal dengan istilah data primer. Pendekatan kedua adalah

9 Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h.

15. 10

Serjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Pers 2001), h. 21-22.

Page 22: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

12

menggunakan data atau informasi yang sudah tersedia dari pihak lain

(secondary data sources). Data dari pihak lain ini disebut data

sekunder.11

Data primer merupakan data pokok dalam penelitian ini,

namun untuk bisa menjelaskan topik ini, penulis juga memanfaatkan

sumber sekunder.

Adapun sumber-sumber primer yang digunakan penulis adalah:

1) Wawancara langsung dengan bapak Raden Deden Taufiqurrahman

selaku Humas dan JFU pengembang FKUB di Kementrian Agama

Bekasi.

2) Wawancara langsung dengan bapak Natar Sinaga selaku Ketua

Dewan Stasi Gereja St. Stanislaus Kostka

3) Wawancara langsung dengan bapak Abdullah Musfiq selaku

Tokoh Agama di Jati Sampurna

4) Masyarakat sekitar dan orang lain yang dianggap relevan dengan

objek yang diteliti.

Karena dirasa belum cukup, maka peneliti juga menggunakan buku-

buku dan jurnal sebagai sumber sekunder, yaitu:

1) Nella Sumika Putri. “Pelaksanaan Kebebasan Beragama di

Indonesia (External Freedom) Dihubungkan Ijin Pembangunan

Rumah Ibadah.” Jurnal Dinamika Hukum. Vol. 11 No. 2 Mei

2011.

2) Trubus Rahardiansah. Konflik pembangunan Gereja Yasmin

Bogor: Analisis Relasi Negara dan Masyarakat dalam Bingkai

11

Abuzar Azra dan Puguh Bodro Irawan, Metodologi Penelitian Survei (Bogor: IN

MEDIA, 2015), h. 99-101.

Page 23: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

13

NKRI. SEMNAS “Kontribusi Kajian Sosial Humaniora

Kontemporer dalam Upaya Menjaga Keutuhan NKRI” (17 Mei

2017. FIS Universitas Negeri Jakarta).

3) Ibnu Hasan Muchtar. ”Dilema Pendirian Rumah Ibadat: Studi

Pelaksanaan PBM No. 9 & 8 Tahun 2006 di Kota Bekasi.” Jurnal

Multikultural&Multireligius. Dilema Pendirian Rumah Ibadat dan

Keragaman Faham Keagamaan. Vol IX. Nomor 35. Juli-

September 2010.

4) Ahsanul Khalikin. “Pendirian Rumah Ibadat dalam Perspektif

PBM Nomor 9 dan 8 Tahun 2006: (Kasus Pencabutan IMB

Gereja HKBP Pangkalan Jati Gandul, Kec. Limo Kota Depok).”

Jurnal Multikultural&Multireligius. Dilema Pendirian Rumah

Ibadat dan Keragaman Faham Keagamaan. Vol IX. Nomor 35.

Juli-September 2010.

5) Haidlor Ali Ahmad. Resolusi Konflik Keagamaan di Berbagai

Daerah. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan

Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI. 2014.

b. Sumber Lapangan

Penelitian ini termasuk dalam katagori field research (penelitian

lapangan), dengan model pendekatan studi kasus sebagai analisis

permasalahan. Studi kasus merupakan penelitian yang kajiannya

kepada stau kasus yang dilakukan secara intensif, mendalam,

mendetail dan komperhensif. Pada tipe penelitian ini, seseorang atau

suatu kelompok yang diteliti, permasalahannya ditelaah secara

Page 24: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

14

komperhensif, mendetail dan mendalam; berbagai variabel ditelaah

dan ditelusuri, termasuk juga kemungkinan hubungan antar variabel

yang ada.12

Adapun teknik yang penulis lakukan ketika melakukan pengumpulan

data sebagai berikut:

1) Observasi atau Pengamatan

Observasi adalah suatu cara pengamatan yang sistematik dan

selektif terhadap suatu interaksi atau fenomena yang sedang

terjadi.13

Dalam mengadakan pengamatan, penulis tidak hanya

memperhitungkan apa yang dia amati, akan tetapi juga mengamati

dirinya sendiri. Dalam tiap pengamatan juga kita harus mengaitkan

informasi (misalnya apa yang terjadi) dan konteks (hal-hal yang

berkaitan di sekitarnya), karna informasi yang dilepas dari

konteksnya akan kehilangan makna. Maka dalam observasi,

penulis tidak hanya mencatat suatu kejadian, akan tetapi juga

segala sesuatu hal yang diduga ada kaitannya.14

Dalam hal ini

peneliti melakukan pengamatan terhadap penolakan pembangunan

Gereja St. Stanislaus Kostka.

2) Wawancara

Wawancara adalah metode pengumpulan data atau informasi

melalui interaksi verbal/lisan, dikerjakan secara sistematik dan

berlandaskan pada tujuan penyelidikan. Tujuan dalam wawancara

12

Syamsir Salam dan Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Lembaga

Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006), h. 22. 13

Abuzar Asra dan Puguh, Metodologi Penelitian Survei, h. 105. 14

S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif (Bandung: Tarsito, 2003), h. 57-

58.

Page 25: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

15

sendiri adalah mengumpulkan data atau informasi dari suatu pihak

tertentu.15

Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara dengan

narasumber terpilih yang memahami konflik ini.

3) Analisa Dokumen

Di kutip dari buku Metode Penelitian yang di tulis oleh

Sukandarrumidi, menurut Irawan (2000;70), studi Dokumentasi

merupakan teknik pengumpulan data yang ditujukan kepada

subyek penelitian. Dokumen dapat dibedakan menjadi dokumen

primer dan dokumen sekunder. Dokumen primer, bila dokumen itu

ditulis oleh pelakunya sendiri, otobiografi adalah contoh dokumen

primer. Dokumen sekunder, seseorang bila peristiwa yang dialami

disampaikan pada orang lain dan orang ini yang kemudian

menuliskannya, biografi seseorang adalah contoh dokumentasi

sekunder. Dokumen dapat berupa catatan pribadi, surat pribadi,

buku harian, laporan kerja, notulen rapat, catatan kasus, rekaman

kaset, rekaman video, foto, dan lain sebagainya. Perlu dicatat

bahwa dokumen ditulis tidak untuk tujuan penelitian, oleh sebab

itu penggunaannya sangat selektif.16

Dalam hal ini, dokumen

menyangkut pendirian rumah ibadah baik dari Gereja, FKUB, atau

Kementerian Agama yang penulis dapatkan sepanjang penelitian,

penulis analisis secermat mungkin.

15

Arief Subyantoro dan FX. Suwarto, Metode dan Teknik Penelitian Sosial (Yogyakarta:

C.V ANDI OFFSET, tanpa tahun), h. 97. 16

Sukandarrumidi, Metode Penelitian (Yogyakarta: GADJAH MADA UNIVERSITY

PRESS, 2012), h. 100-101.

Page 26: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

16

4) Cara Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data dalam penulisan ini dilakukan melalui:

a. Usaha yang bersifat kompilatif, yaitu mengumpulkan data

secara keseluruhan baik yang bersumber dari literature

maupun dari hasil penelitian lapangan.

b. Usaha selektif komparatif, yaitu menyeleksi sumber yang

dikumpulkan, dipilih yang paling relevan dengan pokok

pembahasan dengan dibanding-bandingkan dengan data

yang lain untuk mencapai penyajian yang mengarah.

5) Teknis Penulisan

Teknik penulisan skripsi ini, penulis merujuk pada buku Pedoman

Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Desertasi) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Biro Akademik dan

Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014/2015.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran dan memudahkan telaah terhadap

skripsi ini, penulis membagi skripsi ini kedalam lima bab, dengan sistematika

penulisan sebagai berikut:

BAB I: Pendahuluan. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka,

metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Secara garis besar

bagian ini bertujuan sebagai landasan teoritis metodologis dalam

penelitian.

Page 27: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

17

BAB II: Bab ini membahas tentang teori-teori yang dipakai dalam skripsi ini

dan juga tentang peraturan pendirian rumah ibadah.

BAB III: Bab ini membahas mengenai dinamika kehidupan umat beragama di

Kota Bekasi serta sejarah mengenai Gereja St. Stanislaus Kostka dan

profil umat di gereja tersebut.

BAB IV: Bab ini menceritakan bagaimana konflik yang terjadi pada gereja

tersebut, respon dari komunitas Islam atas pembangunan rumah

ibadah tersebut dan juga bagaimana penyelesaian konfliknya.

BAB V: Bab ini adalah penutup yang merupakan bagian akhir dari skripsi

yang berisi kesimpulan dan saran-saran. Kesimpulan yang

merupakan jawaban atas rumusan masalah dari hasil analisis

keseluruhan permasalahan.

Page 28: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

18

BAB II

TEORI RESOLUSI KONFLIK

A. Resolusi Konflik

Konflik merupakan salah satu esensi dari kehidupan dan

perkembangan manusia yang mempunyai karakteristik yang beragam.

Manusia memiliki perbedaan jenis kelamin, strata sosial dan ekonomi, sistem

hukum, bangsa, suku, agama, kepercayaan, aliran politik, serta budaya dan

tujuan hidupnya. Dalam sejarah umat manusia, perbedaan inilah yang

menimbulkan konflik. Selama ada perbedaan tersebut, konflik tidak dapat

dihindari dan selalu akan terjadi.17

Konflik berasal dari kata kerja bahasa Latin configere yang berarti

saling memukul. Dari bahasa Latin diadopsi ke dalam bahasa Inggris, conflict

yang kemudian diadopsi ke dalam bahasa Indonesia, konflik.18

Konflik dalam

KBBI berarti percekcokan, perselisihan atau pertentangan. Secara bahasa

konflik diartikan sebagai ketegangan atau pertentangan di dalam cerita rekaan

atau drama (pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan antara dua tokoh

dan sebagainya).19

Sementara konflik menurut para pakar ialah:20

a. Luthans “a consequence of a person response to what he perceived the

situation of behavior of others”, maksudnya konsekuensi dari respon

seseorang pada apa yang ia persepsikan mengenai situasi atau perilaku dari

orang lain.

17

Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik¸ h. 1. 18

Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik. h. 4. 19

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 20

Mohammad Syawaludiin, Memaknai Konflik dalam Perspektif Sosiologi melalui

Pendekatan Konflik Fungsional (Program Studi Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan

Budaya Islam UIN Raden Fatah Palembang), h.3-8.

Page 29: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

19

b. Barthos dan Wehr menyatakan bahwa konfik sesungguhnya situasi di

mana terjadinya suatu pertentangan dan permusuhan di antara para aktor

dalam mencapai suatu tujuan tertntu, yaitu kepentingan. Menurutnya dan

kriteria situasi konflik, yakni: pertentangan (incompatibility), permusuhan

(hostility) dan perilaku konflik (conflict behavior).

c. Pruitt dan Rubin mendefinisikan konflik sebagai sebuah persepsi

mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest) untuk

lebih jelasnya tentang konflik kepentingan. Yang dimaksud dengan

kepentingan (interest) dalam konteks ini adalah sebuah pertentangan atau

perbedaan keinginan atau tujuan yang sesungguhnya diinginkan.

Kepentingan dapat berwujud keinginan akan rasa aman dari ancaman,

keinginan mendapatkan kekuasaan dan hidup yang lebih baik.

d. Black memberikan definisi tentang konflik sebagai buah dari dispute a

conflict or controversy, yaitu: a conflict of claim or right ; an assertion of

a right, claim or demand one side, met by contrary claims or allegations

on the other, the subject of litigation. Maksudnya konflik atau kontroversi,

konflik mengenai klaim hak, pernyataan suatu hak, klaim atau tuntutan di

satu pihak berhadapan dengan pihak lainnya di mana terkait dengan

hukum.

e. W. L. French, dkk yang menyatakan bahwa konflik interaksi perilaku dua

atau lebih individu, kelompok, atau sistem sosial yang lebih besar yang

memiliki tujuan yang bertentangan.

Page 30: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

20

f. Donald F Faules dan R. Wayne Pace, konflik merupakan ekspresi

pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan

kelompok lain karena beberapa alasan.

g. Joce L Hocker dan William W. Wilmot mendefinisikan konflik sebagai

“an expressed struggle betwwen at least two interdependent parties who

perceived incompatible goal, scarce rewords and interference from other

party in achieving their goals” maksudnya, sebuah perjuangan yang

diungkap antara sedikitnya dua pihak saling tergantung yang dirasakan

tidak sesuai tujuannya, rewords, dan langka perjuangannya dan ada

gangguan dari pihak lain dalam mencapai tujuan mereka.

h. Joel A. DiGirolamo mengungkapkan bahwa konflik adalah “a procces

that begins when an individual or group perceives differences and

opposition bertween itself and another individual or group abaiut interests

and resources, beliefs, value, or practices that matter to them”.

Menurutnya, konflik adalah sebuah proses yang dimulai ketika seorang

individu atau kelompok memandang perbedaan dan pertentangan antara

dirinya sendiri dan individu lain atau kelompok tentang kepentingan dan

sumber daya, keyakinan, nilai, atau praktek yang penting bagi mereka.

i. Kirk Blackard & James W, Gibson mengungkapkan konflik adalah “a

dynamic process reflecting the interaction of two or more interde who

have pendent parties same level of difference of incompatibility between

them.” Sebuah proses dinamis yang mencerminkan interaksi dari dua atau

lebih yang memiliki interde pihak independen tingkat yang sama

perbedaan atau ketidakcocokan di antara mereka.

Page 31: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

21

j. Menurut Paul Collier, konflik yang berlangsung terus–menerus, dan tidak

menemukan solusinya yang tepat, melahirkan dua perspektif, yaitu: greed

dan grievance. Menurutnya, konflik bisa diartikan dari dua pandangan

perspektif tersebut. Dalam perspektif greed, konflik adalah sesuatu event

yang menguntungkan karena adanya peluang melakukan eksploitasi

masyarakat melalui propaganda politik. Dalam situasi konflik itu segala

cara yang dapat dilakukan untuk mendatangkan keuntungan, seperti

halnya melakukan mobilisasi massa dan manipulasi fakta dalam

mediskreditkan lawan-lawan politiknya. Sementara dalam perspektif

grievance konflik dipandang sebagai ketidakadilan karena dapat

merugikan, terdzalimi serta dapat mengancam eksistensinya. Mereka yang

mengalami ketidakadilan dan rasa kekecewaan yang mendalam, akan

melakukan tindakan emergency untuk menyelamatkan diri dari berbagai

ancaman, yaitu mau tidak mau harus melakukan perlawanan dengan segala

strategi dan resiko.

Jadi, dapat disimpulkan dari beberapa definisi konflik di atas bahwa

konflik adalah konsekuensi dari hasil pertentangan atau perbedaan tujuan

(kepentingan dan sumber daya, keyakinan, nilai, atau praktek yang penting)

satu individu dengan individu lainnya atau suatu kelompok terhadap

kelompok lainnya.

Sedangkan Resolusi konflik adalah proses untuk mencapai keluaran

konflik dengan menggunakan metode resolusi konflik. Metode resolusi

konflik adalah proses manajemen konflik yang digunakan untuk menghasilkan

keluaran konflik. Metode resolusi konflik bisa dikelompokkan menjadi

Page 32: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

22

pengaturan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat konflik (self regulation) atau

melalui intervensi pihak ketiga (third party intervention). Resolusi konflik

melalui pengaturan sendiri terjadi jika para pihak yang terlibat konflik

berupaya menyelesaikan sendiri konflik mereka. Intervensi pihak ketiga terdiri

atas (1) resolusi melalui pengadilan, (2) proses administratif, dan (3) resolusi

perselisihan alternatif (alternative despute resolution).21

Dalam metode resolusi konflik pengaturan sendiri, pihak-pihak yang

terlibat konflik menyusun strategi konflik dan menggunakan taktik konflik

untuk mencapai tujuan terlibat konfliknya. Pihak-pihak yang terlibat konflik

saling melakukan pendekatan dan negoisasi untuk menyelesaikan konflik dan

menciptakan keluaran konflik yang mereka harapkan. Pola interaksi konflik

tergantung pada keluaran konflik yang diharapkan, potensi lawan konflik, dan

situasi konflik. Tidak ada satu pola interaksi konflik yang terbaik untuk semua

tujuan dan semua situasi konflik. Berikut adalah pola interaksi konflik dalam

21

Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik Teori, Aplikasi dan Penelitian, (Jakarta:

Salemba Humanika, 2016), h. 177.

Resolusi konflik (Conflict resolution)

Mengatur sendri (Self regulation)

Intervensi pihak ketiga (Third party

intervention)

Pengadilan (Court process)

Proses administrasi (Administration

process)

Resolusi perselisihan alternatif

(Alternative despute resolution)

Mediasi (Mediation) Arbitrase

(Arbitration) Ombusman

Page 33: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

23

upaya mencapai keluaran konflik yang diharapkan oleh pihak yang terlibat

konflik:22

1. Interaksi konflik dengan keluaran yang diharapkan mengalahkan lawan

konflik (win&lose solution)

2. Interaksi konflik dengan tujuan menciptakan kolaborasi atau kompromi

(win&win solution)

3. Interaksi konflik menghindar

4. Interaksi konflik mengakomodasi

Sedangkan dalam metode intervensi pihak ketiga, pihak-pihak yang

terlibat konflik sering kali tidak mampu menyelesaikan konflik yang sudah

berlangsung lama dengan menghabiskan sumber-sumber yang dimiliki dan

pengorbanan yang sangat besar. Akan tetapi, kedua belah pihak yang terlibat

konflik tidak mau mengalah untuk menyelamatkan muka. Menyelamatkan

muka sering terjadi jika konflik berkaitan dengan harga diri atau citra diri.

Meneruskan konflik akan membuat konflik jalan di tempat atau mereda

sebentar, kemudian mulai lagi. Kedua belah pihak akan kehabisan tenaga

karena sumber-sumber yang diperlukan untuk terlibat konflik semakin sedikit.

Dalam keadaan seperti ini, intervensi pihak ketiga (third party intervention)

diperlukan. Intervensi pihak ketiga sering kali lebih bermanfaat jika keda

belah pihak tidak mampu menyelesaikan konflik mereka. Resolusi konflik

melalui pihak ketiga merupakan kontinum dari intervensi pihak ketiga yang

keputusannya tidak mengikat. Keputusan hanya mengikat para pihak yang

terlibat konflik sampai pihak ketiga tidak mempunyai wewenang untuk

22 Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik¸ h. 178-181.

Page 34: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

24

mengambil keputusan mengenai konflik. Pihak ketiga bisa berupa lembaga

pemerintah, lembaga arbitrase yang dibentuk berdasarkan undang-undang,

lembaga mediasi hingga pihak ketiga yang dibentuk berdasarkan kesepakatan

pihak-pihak yang terlibat konflik.23

Intervensi pihak ketiga terdiri atas (1) resolusi melalui pengadilan, (2)

proses administratif, dan (3) resolusi perselisihan alternatif (alternative

despute resolution). Dalam resolusi melalui pengadilan perdata, salah satu

pihak atau kedua belah pihak yang terlibat konflik menyerahkan solusi

konfliknya pada pengadilan perdata di Pengadilan Negeri melalui gugatan

penggugat kepada tergugat. Proses pengadilan umumnya didahului dengan

permintaan hakim agar kedua belah pihak berdamai terlebih dahulu. Jika

perdamaian tidak tercapai, hakim akan memeriksa kasusnya dan mengambil

keputusan. Keputusan hakim bisa berupa win&lose solution atau win&win

solution. Jika salah satu atau kedua belah pihak tidak puas dengan keputusan

hakim tersebut, mereka bisa mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Jika

keputusan hakim Pengadilan Tinggi tidak memuaskan mereka bisa

mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Di Mahkamah Agung, keputusan

untuk peninjauan kembali bisa dimintakan jika ada bukti baru.

Selanjutnya resolusi konflik melalui proses administrasi adalah

resolusi konflik melalui pihak ketiga yang dilakukan oleh lembaga negara

yang menurut undang-undang atau peraturan pemerintah diberi hak untuk

menyelesaikan perselisihan atau konflik dalam bidang tertentu. Resolusi

konflik model ini banyak digunakan dalam bidang bisnis, ketenagakerjaan,

23 Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik¸ h. 184.

Page 35: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

25

lingkungan, dan hak asasi manusia di Indonesia. Yang terakhir resolusi

perselisihan alternatif adalah resolusi konflik melalui pihak ketiga yang bukan

pengadilan dan proses administrasi yang diselenggarakan oleh lembaga

yudikatif dan eksekutif. Resolusi perselisihan alternatif ini terdiri atas mediasi

dan arbitrase.24

Menurut Christoper W. Moore dalam bukunya Mediation Process:

Practical Strategies for Resolving Conflict, yang dikutip oleh Haidlor Ali

Ahmad dalam bukunya yang berjudul Resolusi Konflik Keagamaan di

Berbagai Daerah, mengemukakan ada beberapa bentuk dan proses

pengelolaan konflik, sebagai berikut:25

a. Avoidance: pihak-pihak berkonflik saling menghindari dan mengharap

konflik bisa terselesaikan dengan sendirinya.

b. Informal Problem Solving: pihak-pihak berkonflik setuju dengan

pemecahan masalah yang diperoleh secara informal.

c. Negotiation: ketika konflik masih terus berlanjut, maka para pihak

berkonflik perlu melakukan negosiasi. Artinya, mencari jalan keluar dan

pemecahan masalah secara formal.

d. Mediation: munculnya pihak ketiga yang diterima oleh kedua pihak karena

dipandang bisa membantu para pihak berkonflik dalam penyelesaian

konflik secara damai.

e. Executive dispute resolution approach: kemunculan pihak lain yang

memberi suatu bentuk penyelesaian konflik.

24 Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik¸ h. 194. 25

Haidlor Ali Ahmad, Resolusi Konflik Keagamaan di Berbagai Daerah, (Jakarta:

Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2014) h. 9-

10.

Page 36: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

26

f. Arbritration: suatu proses tanpa paksaan dari para pihak berkonflik untuk

mencari pihak ketiga yang dipandang netral atau imparsial.

g. Judical approach: terjadinya intervansi yang dilakukan oleh lembaga-

lembaga berwenang dalam memberi kepastian hukum.

h. Legislative approach: intervansi melalui musyawarah politik dari lembaga

perwakilan rakyat, kasus-kasus konflik kebijakan sering menggunakan

pendekatan ini.

i. Extra legal approach: penanganan yang dilakukan oleh pihak yang

memiliki kekuatan legal dan mungkin tidak dimiliki oleh pihak lewan.

Pengendalian konflik lewat pengelolaan konflik menjadi hal penting

dan krusial. Dengan pengelolaan konflik yang benar maka konflik gagasan,

sikap, maupun kepentingan bisa diarahkan untuk tidak menjadi kekerasan

(violent conflict). Dengan tata kelola konflik yang baik pihak-pihak yang

berkonflik akan meraih tujuan/kepentingan masing-masing secara sah, tanpa

membuat salah satu pihak menderita kerugian baik secara material maupun

nonmaterial (kehilangan muka). Tata kelola konflik secara definitif adalah

usaha mereduksi dan menekan kekerasan selama proses konflik melalui

pelaksanaan wewenang dan kekuasaan. Sehingga konflik bersifat produktif,

dalam pengertian tercapainya satu resolusi yang memenangkan semua pihak

yang berkonflik.

Manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para

pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan kepada hasil

tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa

penyelesaian konflik, yaitu menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif atau

Page 37: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

27

bermufakat. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri,

kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak

ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Manajemen konflik

juga merupakan suatu pendekatan penyelesaian konflik yang berorientasi pada

pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka

memengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.26

B. Mediasi Konflik

Secara bahasa, mediasi berasal dari bahasa latin, yaitu mediare yang

artinya berada di tengah. Kemudian dari bahasa latin diterjemahkan ke bahasa

Inggris Mediation. Mediation is the process by which someone tries to end a

disagreement by helping the two sides to talk about and agree on a solution27

,

yang berarti proses di mana seseorang mencoba untuk mengakhiri perselisihan

dengan membantu kedua belah pihak untuk membicarakan dan menyetujui

solusi. Mediasi di dalam KBBI berarti proses pengikutsertaan pihak ketiga

dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat.28

Sedangkan mediasi

secara istilah adalah proses di mana pihak yang bertikai ditengahi oleh pihak

ketiga melakukan penyelesaian masalah dan mempertimbangkan alternatif dan

upaya guna mencapai sebuah kesepakatan.29

Mediasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian konflik yang

orientasinya berdasarkan kesepakatan semua pihak. Media ini merupakan

tuntutan masyarakat akan terselesaikannya konflik dalam waktu yang cepat,

26 Abdul Jamil Wahab, Manajemen Konflik Keagamaan (Analisis Latar Belakang Konflik

Keagamaan Aktual), (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2014), h. 16. 27

Diakses dari: https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/mediation pada

tanggal 30 September 2019 pukul 12.30. 28

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 29

Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik¸ h. 199.

Page 38: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

28

tepat dan sesuai dengan harapan pihak yang bertikai.30

Penyelesaian konflik

melalui mediasi merupakan jenis resolusi konflik alternatif yang telah lama

dipakai untuk menyelesaikan berbagai jenis konflik.31

Sedangkan menurut

para pakar, mediasi adalah:32

1. Christopher W. Moore: “mediation is generally defined as the intervention

in a negotiation or a conflict of an acceptable third party who has limited

or no authoritative decision-making power, who assists the involved

parties to voluntarily reach mutually acceptable settlement of the issues in

dispute.” Artinya, mediasi secara umum didefinisikan sebagai intervensi

dalam negosiasi atau konflik pihak ketiga yang dapat diterima yang

memiliki atau tidak memiliki wewenang pengambilan keputusan yang

otoritatif, yang membantu pihak-pihak yang terlibat untuk secara sukarela

mencapai penyelesaian yang dapat diterima bersama dari masalah-masalah

yang dipersengketakan.

2. Kenneth Clocke dan Joan Goldsmith: “mediation is simply an informal

problem-solving conversation fasilitated by a third person. It is a

voluntary consensus based method of dispute resolution that uses

facilitated communication, problem solving, collaborative negotiation,

exploration of options, compromise, and impasse resolution.” Artinya,

mediasi hanyalah sebuah percakapan penyelesaian masalah informal yang

difasilitasi oleh orang ketiga. Ini adalah metode penyelesaian perselisihan

berbasis konsensus sukarela yang menggunakan komunikasi yang

30

Imam Taufiq, Membangun Damai melalui Mediasi: Studi terhadap Pemikiran Hamka

dalam Tafsir Al-Azhar, Jurnal Al-Tahrir, Vol. 14, No. 2 Mei 2014, h. 307-309. 31

Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik¸ h. 199-200. 32

Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik¸ h. 199.

Page 39: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

29

difasilitasi, penyelesaian masalah, negosiasi kolaboratif, eksplorasi opsi,

kompromi, dan resolusi kebuntuan.

3. Daniel Dana: “mediation is usually defined as a process that necessarily

involves the participation of a neutral third party (a ‘mediator’) who helps

disputing parties find solutions to contested issues.” Artinya, mediasi

biasanya didefinisikan sebagai proses yang melibatkan partisipasi dari

pihak ketiga yang netral ('mediator') yang membantu pihak yang berselisih

menemukan solusi untuk masalah yang diperebutkan.

4. Suzanne Matthiessen: “mediation is a process in which a neutral third-

party facilitates a non-advesarial, collaborative approach to resolving

conflicts and communication issues between two or more parties in a

productive empowering manner.” Artinya, mediasi adalah proses di mana

pihak ketiga yang netral memfasilitasi pendekatan kolaboratif yang non-

advesarial untuk menyelesaikan konflik dan masalah komunikasi antara

dua pihak atau lebih dengan cara pemberdayaan yang produktif.

5. Joyce L. Hocker & William W. Wilmot: “a mediation is a process in

which an intervener helps parties to change their positions so they can

reach agreement.” Artinya, mediasi adalah proses di mana pelaku

intervensi membantu para pihak untuk mengubah posisi mereka sehingga

mereka dapat mencapai kesepakatan.

Jadi, dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan mediasi ialah

suatu proses penyelesaian dari pihak ketiga yang dilakukan secara sukarela

dan juga netral. Kesukarelaan dan kenetaralan para pihak yang memediasi

bertujuan agar kegiatan dan tujuan utama mediasi bisa diterima oleh sepuruh

Page 40: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

30

fikah terkait kondisi yang membutuhkan mediasi tersebut, terutama pihak-

pihak yang bertikai.

Dalam buku Konflik dan Manajemen Konflik: Teori, Aplikasi dan

Penelitian, Wirawan mendefinisikan resolusi konflik melalui mediasi sebagai

proses manajemen konflik di mana pihak-pihak yang terlibat konflik

menyelesaikan konflik mereka melalui negosiasi untuk mencapai kesepakatan

bersama. Ada empat model mediasi, yaitu pertama, Settlement mediation,

yaitu mediasi yang bertujuan untuk mendorong terjadinya kompromi dari

tuntutan kedua belah pihak yang bertikai. Kedua, Facilitative mediation, yaitu

mediasi yang bertujuan untuk menghindarkan pihak yang bertikai dari posisi

mereka dan menegosiasikan kebutuhan dan kepentingan mereka daripada

memperjuangkan hak sah mereka secara kaku. Ketiga, Transformative

mediation, yaitu mediasi yang menekankan untuk mencari penyebab yang

melatarbelakangi munculnya permasalahan di antara kedua belah pihak yang

bertikai berdasarkan isu relasi atau hubungan melalui pemberdayaan dan

pengakuan. Keempat, Evaluative mediation, yaitu mediasi yang ditujukan

untuk mencari kesepakatan berdasarkan hak sah kedua belah pihak yang

bertikai dalam wilayah yang diantipasi pengadilan.33

Mediasi sendiri memuat sejumlah prinsip penting, yaitu kerahasiaan

(dari pertemuan dan isi mediasi), kesukarelaan (tidak ada paksaan dari pihak

luar), pemberdayaan (atas kemampuan negosiasi masalah), netralis (mediator

adalah fasilitator) dan solusi yang unik (solusi tidak harus sesuai standar

legal). Prinsip dibutuhkan agar mediasi bisa berlangsung secara ideal.

33

Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik¸ h. 200.

Page 41: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

31

Mediasi dapat dilakukan dalam enam tahap. Tahap pertama, mediator

setuju untuk menengahi kedua belah pihak yang bertikai. Tahap kedua,

mediator selanjutnya menghimpun sudut pandang kedua belah pihak yang

bertikai, Tahap ketiga adalah memusatkan perhatian pada kebutuhan kedua

belah pihak yang bertikai dengan mengajak berdialog atas permasalahan dan

kebutuhan mereka, Tahap keempat adalah menciptakan pilihan terbaik (win-

win options), Tahap kelima adalah mengevaluasi pilihan (evaluate options)

untuk memastikan konflik dari pihak yang bertikai sudah ditemukan

penyelesaiaanya, Tahap keenam adalah menciptakan kesepakatan (create an

agreement) untuk memberikan solusi dalam rumusan yang sejelas mungkin,

mengontrol dan mengawasi kesepakatan dalam mediasi.

Sedangkan teknik mediasi secara berurutan adalah membukanya

dengan perkenalan, penuturan cerita, klarifikasi permasalahan dan kebutuhan,

menyelesaikan masalah dan merancang kesepakatan. Penyelesaiaan perkara

atau sengketa melalui perdamaian mengandung berbagai keuntungan

substansial dan psikologis, di antaranya adalah penyelesaiaannya bersifat

informal, diselesaikan oleh beberapa pihak yang bertikai sendiri, jangka waktu

penyelesaiaannya pendek, biaya ringan, tidak perlu pembuktian, kooperatif,

bebas emosi dan dendam, komunikasi dan fokus penyelesaian, win-win

solution dan penyelesaiaannya bersifat konfidensial.34

Jadi dari paparan di atas, mediasi konflik bisa dipahami/diartikan

sebagai suatu proses dari pihak ketiga secara sukarela serta netral, dan juga

yang dipercaya dapat memberikan kesepakatan yang bijak suatu pertentangan

34

Imam Taufiq, Membangun Damai melalui Mediasi, Jurnal Al-Tahrir, 307-309.

Page 42: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

32

atau perbedaan tujuan dari satu individu dengan individu lain atau dari

kelompok dengan kelompok lain. Proses mediasi dilakukan dengan tujuan

menyelesaikan sengketa antara para pihak berkonflik.

C. Peraturan tentang Pendirian Rumah Ibadah

Rumah ibadah adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang

khusus dipergunakan untuk beribadah bagi para pemeluk masing-masing

agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadah keluarga.35 Rumah

ibadah merupakan sarana keagamaan yang penting bagi pemeluk agama di

suatu tempat. Selain sebagai simbol “keberadaan” pemeluk agama, rumah

ibadah juga sebagai tempat penyiaran agama dan tempat melakukan ibadah.

Artinya fungsi rumah ibadah di samping sebagai tempat peribadahan

diharapkan dapat memberikan dorongan yang kuat dan terarah bagi

jamaahnya, agar kehidupan spiritual keberagamaan bagi pemeluk agama

tersebut menjadi lebih baik.36

Pendirian rumah ibadah merupakan kebutuhan

dasar dari tiap agama, yang berfungsi sebagai pusat peribadatan dan peradaban

yang dijiwai dengan nilai-nilai kesucian (sacral).37

Tata kelola tentang pembangunan rumah ibadah diatur dalam Surat

Keputusan (SK) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor:

01/BER/MDN-MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan

35

Himpunan Peraturan Terkait Pendirian Rumah Ibadah, (Jakarta: Pusat Kerukunan

Umat Beragama Kementerian Agama Republik Indonesia Tahun 2015) h. 29. 36

Ndaru Amirudin Wibisono, Manajemen Pengelolaan masjid Agung Magelang dalam

Pelayanan Ibadah pada Umat Islam, skripsi Jurusan Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah dan

Komunikasi Universitas Islam Negeri Walisongo, 2017, h. 1. 37

Titik Suwariyati, Studi Kasus Pembangunan Gereja Kristen Bethany Indonesia dan

Gereja Katolik Santo Gabriel di Perumnas Kota Baru Driyorejo Kecamatan Driyorejo Kabupaten

Gresik, “Hubungan Umat Beragama Studi Kasus Penutupan/Perselisihan Rumah Ibadah”

(Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI,

2012), Ed. Haidlor Ali Ahmad, ed I, cet. I, h. 135.

Page 43: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

33

dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan

Ibadat Agama oleh Pemeluk-pemeluknya. Dalam Pasal 4 ayat 1, SK tersebut

menjelaskan bahwa pendirian rumah ibadah perlu mendapat izin dari kepala

daerah atau pejabat pemerintah di bawahnya yang dikuasakan untuk itu. Latar

belakang dikeluarkannya SK tersebut karena ada gejala-gejala bahwa dalam

beberapa daerah, jumlah umat Kristen bertambah dengan pesat, dan di

beberapa daerah terjadi aksi perusakan terhadap gedung gereja. Pada masa

reformasi, SK Bersama Dua Menteri ini mengalami perubahan menjadi

Peraturan Bersama Menteri (PBM) dalam Peraturan Bersama Menteri Agama

dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006, dan Nomor 8 Tahun 2006.38

Peraturan Bersama Menteri (PBM) No. 9/2006 dan No. 8/2006 merupakan

realisasi dari tuntutan masyarakat yang menghendaki adanya revisi atas SKB

Dua Menteri 01/BER/mdn-mag/1969 SKB Dua Menteri ini ditetapkan pada

13 September 1969.

Kehadiran regulasi ini sendiri cukup menimbulkan kontroversi terkait

kehidupan beragama. Sebagian masyarakat memang ada yang

mempertanyakan mengapa masalah agama diatur oleh pemerintah, bukankah

itu merupakan bagian dari kebebasan beragama. Dalam hal ini, kementerian

agama menjelaskan bahwa yang diatur oleh Peraturan Bersama ini bukanlah

aspek doktrin agama yang merupakan kewenangan masing-masing agama,

melainkan hal-hal yang terkait dengan lalu lintas para pemeluk agama yang

juga warga negara Indonesia ketika mereka bertemu sesama warga negara

Indonesia pemeluk agama lain dalam mengamalkan ajaran agama mereka.

38

Binsar A Hutabarat, Evaluasi Terhadap Peraturan Bersama Menteri Tahun 2006

tentang Pendirian Rumah Ibadah, “Societas Dei”, Vol. 4, No. 1, April 2017, h. 9-10.

Page 44: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

34

Karena itu pengaturan ini sama sekali tidak mengurangi kebebasan beragama

yang disebut dalam pasal 29 UUD 1945.39

Beribadat dan membangun rumah

ibadat adalah dua hal yang berbeda. Beribadat adalah ekspresi keagamaan

seseorang kepada tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan membangun rumah

ibadat adalah tindakan yang berhubungan dengan warga negara lainnya karena

kepemilikan, kedekatan lokasi dan sebagainya. Karena itu maka prinsip yang

dianut dalam Peraturan Bersama ini ialah bahwa pendirian sebuah rumah

ibadat harus memenuhi peraturan perundang-undangan yang ada, kemudian

dalam waktu yang sama harus tetap menjaga kerukunan umat beragama dan

menjaga ketentraman serta ketertiban masyarakat. Inilah prinsip sekaligus

tujuan dari Peraturan Bersama ini.40

Pada dasarnya masalah pendirian rumah ibadah bermuara pada dua

hal. Pertama, pendirian rumah ibadah yang diterima masyarakat dengan

damai. Kedua, pendirian rumah ibadah yang mendapat penolakan dari

masyarakat. Penolakan tersebut sering ditandai dengan aksi demonstrasi

hingga kekerasan, seperti pengrusakan dan pembakaran. Bahkan ada yang

bertahun-tahun masalahnya tidak dapat diselesaikan.41

Kehadiran Peraturan Bersama Menteri (PBM) ini diharapkan dapat

menghindarkan perselisihan seputar pendirian rumah ibadah, yang lain:

pembangunan rumah ibadah tanpa Izin Mendirikan Bangunan (IMB),

penggunaan gedung atau rumah tinggal sebagai tempat ibadah bersama secara

rutin tanpa izin dan tanpa rekomendasi dari FKUB, pembangunan rumah

39

Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-

masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. 40

Sosialisasi PBM & Tanya Jawabnya, h. 7-8. 41

M. Yusuf Arsy, Pendirian Rumah Ibadat di Indonesia, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan

Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2011) Ed. I, cet. 1, h. xxii-xxiii.

Page 45: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

35

ibadah tanpa izin sementara, kesulitan pendirian rumah ibadah bagi pemeluk

agama minoritas, arogansi pembangunan rumah ibadah yang dipaksakan

kalangan minoritas tanpa prosedur sesuai PBM, manipulasi administrasi dan

tanda tangan pengguna rumah ibadah dan dukungan warga. Masalah lain yaitu

pembangunan rumah ibadah dipersoalkan oleh masyarakat sekitar dan

pencabutan IMB oleh pemerintah daerah dan pertimbangan karena

meresahkan, menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban.42

Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri Nomor: 9 dan 8 Tahun 2006

tentang “Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dalam Pemeliharaan

Kerukunan Umat Beragama, Peberdayaan Forum kerukunan Umat Beragama

dan Pendirian Rumah Ibadah” Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri

menetapkan PBM tentang peraturan pendirian rumah ibadah dalam bab IV

pasal 14.43

Mengenai keharusan memiliki jumlah calon pengguna rumah ibadat

sebanyak 90 orang, dapat dijelaskan bahwa angka itu diperoleh setelah

mempelajari kearifan lokal di tanah air. Seperti diketahui sejumlah gubernur

telah melakukan pengaturan tentang hal ini. Di provinsi Riau misalnya diatur

jumlah syarat minimal adalah 40 KK, di Sulawesi Tenggara diatur jumlah

syarat minimal 50 KK, dan di Bali diatur jumlah syarat minimal itu 100 KK.

42

M. Yusuf Arsy, Pendirian Rumah Ibadat di Indonesia, h. xxii-xxiii. 43

Pasal 14: (1) Pendirian rumah ibadah harus mematuhi persyaratan adminidtratif dan

persyaratan teknis bangunan gedung. (2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan khusus meliputi: a. Daftar

nama dan Kartu Tanda Penduduk Pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 (sembilan puluh)

orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana

dimaksud dalam pasal 13 ayat (3); b. Dukungan masyarakat setempat palng sedikit 60 (enam

puluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa; c. Rekomendasi tertulis kepala kantor

departemen agama kabupaten/kota; dan d. Rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota. (3) Dalam

hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi sedangkan persyaratan

huruf b belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi

pembangunan rumah ibadah.

Page 46: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

36

Apabila sebuah KK minimal terdiri atas 2 orang, maka provinsi Bali

sebenarnya selama ini telah menempuh persyaratan minimal 200 orang,

sementara Riau dan Sulawesi Tenggara masing-masing menerapkan

persyaratan minimal 80 orang dan 100 orang. Bertolak dari angka-angka

tersebut dan setelah mengadakan musyawarah secara intensif, para wakil

majelis agama menyepakati jumlah 90 orang tersebut. Ini berarti bahwa yang

disebut keperluan nyata dan sungguh-sungguh itu adalah apabila calon

pengguna rumah ibadah mencapai angka 90 orang dewasa yang dapat berasal

dari 20, 30, 40 KK atau lebih.44

Terkait dengan persyaratan dukungan masyarakat setempat paling

sedikit 60 orang, dapat dijelaskan bahwa angka itu sebenarnya menjadi tidak

mutlak, karna apabila dukungan masyarakat setempat yaitu 60 orang itu tidak

terpenuhi sedangkan calon pengguna rumah ibadah sudah memenuhi

keperluan nyata dan sungguh-sungguh, maka pemerintah daerah berkewajiban

memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat. Ini berarti bahwa

sekelompok umat beragama yang telah memenuhi keperluan nyata dan

sungguh-sungguh tidak akan ditolak keinginannya untuk mendirikan rumah

ibadat, hanya saja mungkin lokasinya digeser sedikit ke wilayah lain yang

lebih mendapat dukungan masyarakat setempat.45

Walikota Bekasi juga menetapkan peraturan tentang pendirian rumah

ibadah. Peraturannya terdapat pada peraturan walikota Bekasi 16 Tahun 2006

tentang tata cara pemberian izin pendirian rumah ibadah di kota Bekasi.

Walikota Bekasi menetapkannya pada bab II tentang pendirian rumah ibadah

44

Sosialisasi PBM & Tanya Jawabnya, h. 12-13. 45

Sosialisasi PBM & Tanya Jawabnya, h. 13.

Page 47: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

37

pasal 2.46

Adapun tata cara penyelesaian persetujuannya terdapat dalam bab III

pasal 3 sampai dengan pasal 4.47

46

(1) warga masyarakat yang akan membangun rumah ibadah harus mendapatkan izin

Walikota, (2) izin Walikota, sebagimana dimaksud ayat (1) dilakukan melalui sebuah panitia. (3)

untuk melaksanakan pembangunan rumah ibadah yang telah mendapat izin Walikota, panitia harus

memperoleh IMB dari perangkat daerah yang berwenang mengeluarkan rekomendasi dimaksud. 47

Pasal 3: (1) Panitia mengajukan permohonan izin mendirikan rumah ibadah, dilengkapi

syarat-syarat administrasi kepada walikota melalui Kabag Kesos; (2) Persyaratan administrasi

sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini terdiri dari: a. Susunan panitia yang terdiri dari warga

masyarakat setempat di daerah; b. Keterangan status kepemilikan tanah yang telah dikuasai

panitia/yayasan berbadan hukum; c. Gambar rencana bangunan dan perhitnan rencana biaya; d.

Siteplan dari pengembang, untuk pendirian rumah ibadah di lingkungan komplek perumahan; e.

Daftar jama’ah pengguna rumah ibadah yang berdomisili di wilayah setempat dibuktikan dengan

rekaman Kartu Tanda Penduduk (KTP) paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan

oleh pejabat setempat; f. Pernyataan tidak keberatan dari masyarakat lingkungan setempat paling

sedikit 60 (enam puluh) orang diketahui oleh RT dan RW dan disahkan oleh lurah dengan

melampirkan bukti rekaman Kartu Tanda Penduduk (KTP); g. Surat pengantar dari Lurah yang

diketahui oleh Camat; h. Advis Plaining dari Kepala Bappeda untuk pendirian rumah ibadah di

atas tanah fasos/fasum di lingkungan komplek perumahan; i. Surat pertimbangan Kepala Dinas

Solinbermas; j. Rekomendasi Kakan Depag; k. Rekomendasi FKUB. (3) Kabag Kesos

sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini menerima dan meneliti kelengkapan berkas permohonan

sesuai yang ditetapkan pada ayat (2) pasal ini kemudian memberikan tanda terima berkas

permohonan lengkap atau mengembalikan berkas permohonan kepada panitia untuk permohonan

yang persyaratan administrasinya tidak atau belum lengkap; (4) Untuk mendapatkan syarat

administrasi sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini, panitia mengajukan permohonan kepada

instansi/lembaga yang mengeluarkan persyaratan tersebut dengan mempertimbangkan kebtuhan

nyata dan sungguh-sungguh warga masyarakat, untuk tetap terciptanya ketenteraman, keamanan

dan ketertiban umum; (5) Masa berlaku surat-surat dan rekomendasi paling lama 6 (enam) blan

dan dapat diperpanjang sebanyak 1 (satu) kali, untuk jangka waktu 6 (enam) bulan berikutnya.

Pasal 4: (1) Kabag Kesos sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini selanjtnya memproses

permohonan izin pendirian rumah ibadah dengan melakukan koordinasi dengan instansi/lembaga

terkait, melakukan peninjauan lokasi yang dituangkan dalam berita acara; (2) Instansi/lembaga

terkait sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini adalah sebuah tim yang ditetapkan oleh walikota;

(3) Hasil koordinasi sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini apabila memenuhi persyaratan

meliputi pemenuhan kebutuhan nyata, teknis perencanaan kota, pertimbangan keamanan dan

lingkungan, maka Kabag Kesos menyampaikan pertimbangan disertai Berita Acara kepada

walikota untuk mendapatkan izin atau menolak disertai alasan penolakan; (4) Izin atau penolakan

walikota disampaikan kepada panitia dan tembusannya disampaikan kepada instansi/lembaga

terkait.

Pasal 5: (1) Khusus untuk permohonan persetujuan pendirian rumah ibadah yang

menggunakan tanah sarana sosial atau tanah di bawah pengasaan pemerintah daerah, maka luas

tanah yang diizinkan akan diperhitngkan berdasarkan jumlah jama’ah; (2) Jumlah jama’ah kurang

dari 90 (sembilan puluh) orang, permohonannya ditolak; (3) Dasar perhitungan sebagaimana

dimaksud ayat (1) pasal ini, sebagai berikut: a. Untuk jumlah jama’ah sebanyak 90 s/d 150 orang,

paling banyak seluas 200 m2; b. Untuk jumlah jama’ah sebanyak 151 s/d 200 orang, paling banyak

seluas 500 m2; c. Untuk jumlah jama’ah sebanyak 201 s/d 300 orang, paling banyak seluas 1.500

m2; d. Untuk jumlah jama’ah lebih dari 300 orang, paling banyak seluas 4.000 m

2.

Pasal 6: (1) Pemberian izin atau penolakan walikota, diproses paling lambat 90 (sembilan

puluh) hari sejak permohonan diterima secara lengkap; (2) Izin walikota berlaku selama 6 (enam)

bulan sejak dikeluarkannya dan dapat diperpanjang sebanyak 1 (satu) kali untuk jangka waktu

yang sama setelah diteliti oleh instansi/lembaga terkait; (3) Izin walikota merpakan salah satu

persyaratan untuk memperoleh IMB. (4) Renovasi bangunan rumah ibadah yang telah memiliki

IMB, diproses sesuai dengan ketentuan sepanjang tidak terjadi pemindahan lokasi.

Page 48: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

38

BAB III

DINAMIKA KEHIDUPAN BERAGAMA DI KOTA BEKASI

A. Kehidupan Umat Beragama di Kota Bekasi

Potensi konflik dan kerukunan beragama di segenap penjuru tanah air

memperlihatkan pola yang hampir sama. Satu sisi terdapat kearifan lokal yang

potensial bagi kerukunan. Kearifan lokal ini bisa bersifat keagamaan, namun

sebagian besar bersifat budaya. Justru karena sifatnya yang budayawi ini,

maka kearifan lokal tersebut bisa menampung kemajemukan agama, yang di

dalamnya dirinya sendiri sering konfliktual. Hal ini sekaligus menjadi dasar

pikiran, mengapa kearifan lokal begitu strategis bagi pengembangan

kerukunan beragama. Hal ini terdapat pada sifatnya yang netral-keagamaan.

Artinya, kearifan lokal ini tidak lahir dari ajaran agama tertentu. Ia lahir dan

merupakan akar dari kebajikan hidup masyarakat.48

Bekasi merupakan daerah penyangga Ibukota Negara Republik

Indonesia. Posisinya persis di pinggir timur DKI Jakarta. Dengan beraneka

ragamnya masyarakat Kota Bekasi, baik dari segi agama, budaya, etnis dan

sosial kemasyarakatan menjadikan Kota Bekasi menjadi gambaran kecil

Negara Republik Indonesia. Seiring dengan banyaknya pemukiman baru di

Kota Bekasi dan bertambahnya warga-warga baru, maka bertambah semarak

pula suasana kehidupan beragama di Kota Bekasi. Berbagai agama yang

dibawa kaum pendatang berkembang subur di Bekasi.49

48

Syaiful Arif, “Memaksimalkan Potensi Kerukunan,” dalam buku Menggali kearifan

memupuk kerukunan Peta Kerukunan dan Konflik Keagamaan di Indonesia, (Jakarta: Puslitbang

Kehidupan Keagamaan, 2015), h. 1. 49

Rumah Ibadat di Kota Bekasi, (Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota

Bekasi, 2009), h. 11.

Page 49: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

39

Umat Islam sebagai mayoritas berusaha terus menjaga keharmonisan

hidup berdampingan dengan umat lain. Sehingga kerukunan hidup antar umat

beragama tumbuh dalam kehidupan sehari-hari. Memang terkadang muncul

percikan di tengah-tengah masyarakat karena adanya satu golongan yang

memaksakan diri untuk menyebarkan agamanya dengan cara-cara yang

kurang berkenan di hati masyarakat yang didatanginya. Mereka, misalnya,

membangun tempat-tempat ibadah tanpa mengindahkan norma-norma dan

aturan-aturan yang berlaku selama ini.50

Dalam kaitan ini, kearifan lokal menjadi potensi strategis bagi

pengembangan kerukunan beragama. Hal ini terjadi sebab ia berada di ranah

lintas-agama. Hal ini menjadi ruang strategis, sebab konflik keagamaan sering

berangkat dari benturan internal antar-nilai keagamaan. Muslim sering

membentur Trinitas dalam Kristen. Non-muslim sering terbentur oleh sikap

radikalis sebagian kelompok Islam.51

Kota Bekasi sering digambarkan oleh media massa mainstream

sebagai salah satu kota yang intoleran, karena beberapa kasus konflik yang

pernah terjadi di daerah ini. Selain kasus-kasus konflik yang pernah terjadi,

intolerasi yang dilekatkan pada kota Bekasi juga sering dikorelasikan dengan

menguatnya pemahaman-pemahaman Islam yang dianggap radikal, yang

sering dianggap anti toleransi. Di balik potret intoleransi yang dibesar-

besarkan oleh media massa mainstream, ternyata kondisi objektif kota Bekasi

sejatinya menunjukkan fakta kerukunan yang cukup baik dan tingkat toleransi

50

Rumah Ibadat di Kota Bekasi, h. 11. 51

Syaiful Arif, “Memaksimalkan Potensi Kerukunan,” h. 2.

Page 50: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

40

yang sangat tinggi. Kesimpulan ini didukung oleh banyak faktor, di antaranya

sebagai berikut.52

Tabel 3. 1: Data Penduduk Kota Bekasi Per Tahun 2019

No. Agama Jumlah (Jiwa)

1. Islam 2.159.523

2. Kristen 206.347

3. Katolik 103.826

4. Buddha 97.208

5. Hindu 32.316

6. Konghucu 4234

7. Lainnya 1586

Jumlah 2.605.040

Sumber: Kementerian Agama Kota Bekasi, 2019

Jika dilihat pada data Kementerian Agama kota Bekasi mengenai

jumah penganut agama di atas, menunjukkan bahwa agama-agama yang ada di

kota Bekasi ini dapat hidup berdampingan dengan baik, jika dianalisa secara

psikologi, dapat dikatakan bahwa di bawah sadar masyarakat kota Bekasi

merupakan masyarakat yang dapat menerima perbedaan bahkan dalam agama

sekalipun.

Tabel 3. 2: Data Rumah Ibadah di Kota Bekasi Per Tahun 2019

Kecamatan Masjid Gereja

Kristen

Gereja

Katolik

Pura Vihara Klenteng Jumlah

Pondok

Gede

261 12 0 0 0 0 273

Jati

Sampurna

149 18 1 0 0 0 167

Pondok 164 23 1 0 1 0 189

52

Ibnu Hasan Muchtar, “Toleransi Beragama di Kota Bekasi,” di dalam buku Ahsanul

Khalikin dan Fathuri, ed., Toleransi Beragama di Daerah Rawan Konflik (Jakarta: Puslitbang

Kehidupan Keagamaan, 2016), h. 44.

Page 51: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

41

Melati

Jati Asih 327 16 0 1 1 0 348

Bantar

Gebang

178 2 0 0 0 0 180

Mustika

Jaya

273 4 0 0 0 0 277

Bekasi

Timur

312 45 1 0 4 1 363

Rawa

Lumbu

199 17 0 0 3 0 219

Bekasi

Selatan

224 31 1 0 0 0 256

Bekasi

Barat

283 23 1 1 0 0 308

Medan

Satria

180 25 1 0 0 0 206

Bekasi

Utara

380 43 2 0 2 0 427

Sumber: Kementerian Agama Kota Bekasi, 2019

Fakta lainnya yang mendukung kerukunan dan toleransi di kota Bekasi

yang berkembang cukup baik, dapat dilihat pada terpeliharanya rumah ibadat

dari berbagai agama yang ada di kota Bekasi, menurut data Kementerian

Agama, untuk Islam terdapat 1.144 masjid dan 1.786 mushola, Kristen

memiliki 78 gereja permanen dan 182 gereja berupa rumah, ruko, mall dan

lain-lainnya. Sementara di Bekasi terdapat 7 gereja permanen dan 1 gereja

berupa ruko. Agama Hindu memiliki 1 Pura Agung dan 1 Pura Prajapti.

Buddha memiliki 11 vihara dan Konghucu memiliki 1 klenteng. Demikian

Page 52: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

42

pula terpeliharanya sejumlah lembaga pendidikan dengan khas keagamaan

dari berbagai pemeluk agama.53

Dalam pendidikan dan administrasi hukum, Kota Bekasi merupakan

salah satu kota yang telah melakukan sosialisasi Peraturan Bersama Menteri

(PBM) nomor 9 dan 8 tahun 2006 sampai tingkat kelurahan, selain itu

walikota Bekasi juga memiliki peraturan walikota (perwal) tentang pendirian

rumah ibadah, hal ini tentunya mendukung kerukunan dan toleransi di Kota

Bekasi. Dalam aspek sosial, pemerintah kota Bekasi juga memfasilitasi tempat

pemakaman umum (TPU) bagi semua pemeluk agama. Bahkan umat Hindu

diberikan bagian di TPU Pewiraan (Bekasi Utara), karna memang jarang ada

yang dimakamkan, bagian itu sudah sudah banyak dimanfaatkan oleh umat

lain, umat Hindu saat ini memanfaatkan TPU yang ada di Kampung Jaha, Jati

Asih.54

Secara umum masyarakat Kota Bekasi mencerminkan masyarakat

yang toleran, adapun beberapa konflik yang mengemuka umumnya tidak

menjadi warna dominan bahkan hanya terkesan dibesar-besarkan oleh media

massa, selain itu pemerintah kota Bekasi dan Ormas yang ada juga terlibat

aktif dalam mewujudkan kerukunan. Oleh karenanya, penting untuk

mengetahui bagaimana masyarakat Kota Bekasi memaknai toleransi.

Toleransi merupakan elemen dasar yang dibutuhkan untuk

menumbuhkembangkan sikap saling memahami dan menghargai perbedaan

yang ada, serta menjadi entry point bagi terwujudnya suasana dialog dan

kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat. Agar tidak terjadi konflik

53

Data Penduduk dan Rumah Ibadat di Kota Bekasi Per Mei 2019 oleh Kementerian

Agama. 54

Ibnu Hasan Muchtar, “Toleransi Beragama di Kota Bekasi,” h. 45-46.

Page 53: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

43

antar umat beragama, toleransi harus menjadi kesadaran kolektif seluruh

kelompok masyarakat, dari tingkat anak-anak, remaja, dewasa, hingga orang

tua. Lebih dari itu prinsip-prinsip toleransi harus betul-betul bekerja mengatur

peri kehidupan masyarakat secara efektif.55

Umat Islam sebagai mayoritas di Kota Bekasi, umumnya memahami

dan menerapkan toleransi hanya dalam dimensi mu’amalah, sedangkan untuk

urusan teologi atau akidah dan ibadah, maka umat Islam meyakini dan

mengamalkannya sesuai ajaannya masing-masing. Toleransi pun dipahami

sebagai sikap mempersilahkan agama lainnya untuk menjalankan agamanya

masing-masing selama tidak menggangu kehidupan beragama yang lainnya.

Pemaknaan toleransi yang berkembang di kalangan Kristen dan

Katolik juga hampir sama dengan yang dimaknai oleh umat Islam. Toleransi

dimaknai sebagai sikap menghormati setiap ajaran agama yang berbeda,

mencakup tata cara beribadat yang dilakukannya baik waktu maupun

tempatnya dan tidak melakukan hal-hal yang bersifat menodai ataupun

menghina bahkan mengganggu jalannya beribadat suatu agama yang

dilakukan umat agama lain. Termasuk di dalamnya adalah menjaga harmoni

dalam kehidupan sehari-hari.

Toleransi dalam agama Buddha dianggap bersumber dari ajaran sang

guru Buddha itu sendiri, di mana Buddha mengatakan bahwa kebenaran yang

dibawanya hanya segenggam tangan saja, dalam arti bahwa pada selain agama

Buddha terdapat juga kebenaran karena menuju Tuhan.

55

Prof. H. Abd. Rahman Mas’ud,Ph.D, Toleransi Beragama Mahasiswa, (Jakarta:

Maloho Jaya Abadi Press, 2010), h. v.

Page 54: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

44

Kalangan Hindu di Kota Bekasi memaknai toleransi mencakup sikap

empati dan simpati yang ditujukan kepada mereka yang memeluk ajaran

agama dan atau kepercayaan yang berbeda dari agama yang dianut, selain itu

memberikan yang leluasa bagi pemeluk agama lain untuk beraktivitas sesuai

dengan agama dan keyakinannya serta sikap tidak turut campur terhadap

agama dan keyakinan seseorang. Demikian pula toleransi bagi umat

Konghucu sebagai sesuatu yang diperintahkan dalam agamanya di mana

semua yang ada di penjuru mata angin semuanya adalah saudara.56

Bentuk-bentuk toleransi beragama di kalangan umat beragama di Kota

Bekasi terlihat dalam hubungan sosial yang baik yang dilakukan oleh

kalangan umat beragama dalam menyikapi dan memperlakukan berbagai

kegiatan keagamaan yang tercakup dalam aspek-aspek keagamaan seperti: 57

1. Penyiaran Agama

Penyiaran agama kepada umat lain tidak disetujui oleh mayoritas umat

beragama Islam. Sebab dikhawatirkan akan menimbulkan hal-hal yang

tidak diharapkan. Namun, umat Katolik mengemukakan bahwa jika

penyiaran itu atas undangan dan persetujuan kelompok pengundang maka

penyiaran agama terhadap umat lain diperbolehkan. Satu hal yang harus

diperhatikan adalah tidak boleh ada paksaan di dalamnya.

2. Pendirian dan Keberadaan Rumah Ibadat

Masyarakat pada dasarnya tidak keberatan terhadap pendirian rumah

ibadat umat beragama selain agamanya sendiri selagi proses pendiriannya

sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku. Pendirian rumah ibadat

56

Ibnu Hasan Muchtar, “Toleransi Beragama di Kota Bekasi,” h.46-47. 57

Ibnu Hasan Muchtar, “Toleransi Beragama di Kota Bekasi,” h. 46-50.

Page 55: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

45

adalah salah satu isu toleransi yang utama dan mengemuka di Kota Bekasi.

Berkaitan dengan pendirian rumah ibadat ini, penting kita mengetahui

bahwa tokoh-tokoh Islam di Kota Bekasi tidak mempermasalahkan

pendirian rumah ibadat penganut agama selain Islam selama pendiriannya

berdasarkan kepada Undang-undang dan peraturan yang telah ada, antara

lain seperti SKB 3 Menteri, aturan tentang PBM dan peraturan Walikota

tenteng hal ini, hal ini diamini oleh umat agama lain.

Adapun konflik yang pada akhirnya terjadi, selain karena penganut

agama tertentu yang melakukan aktifitas keagamaannya tidak sesuai

peraturan yang ada, masyarakat Islam Kota Bekasi juga masih menilai

adanya ketidakjujuran dan manipulasi dari penganut agama tertentu yang

ingin mendirikan rumah ibadat untuk memenuhi unsur-unsur dalam

persyaratan pendirian rumah ibadat.

3. Perayaan Hari Besar Keagamaan

Pada setiap acara perayaan/peringatan hari besar keagamaan,

umatberagama yang tidak seagama dengannya dapat ikut serta merayakan

selain kegiatan ibadat yang sakral yang dilakukan di rumah ibadahnya

masing-masing. Pada kesempatan ini ada sebagian penganut agama yang

berbeda ikut membantu persiapan acara bahkan ikut hadir dalam acara

peringatan hari besar keagamaan tersebut yang bukan ritualnya.

4. Perawatan dan Pemakaman Jenazah

Dalam hal perawatan dan pemakaman jenazah, bentuk toleransi yang

terjadi di kalangan umat beragama berupa membantu persiapan sarana dan

prasarana pemakaman, atau sekedar turut hadir berbelasungkawa.

Page 56: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

46

Sedangkan yang merawat dan yang memakamkan jenazah dilakukan oleh

masing-masing pemeluk agama dengan tata cara agamanya masing-

masing.

5. Perkawinan Beda Agama

Di Kota Bekasi pada umumnya sangat jarang sekali terjadi pernikahan

atau perkawinan beda agama. Sebagian orang Islam menolak perkwinan

beda agama, tetapi ada sebagian agama lain (Kristen, Katolik, Hindu

Buddha dan Konghucu) yang menegaskan bahwa perkawinan adalah hak

asasi, mereka tidak mempermasalahkan pernikahan beda agama.

6. Pengangkatan Anak

Menurut beberapa masyarakat Bekasi, bahwa mengangkat anak atau

mengadopsi anak dalam rangka membantu keberlangsungan kehidupan

anak sebagai generasi harapan bangsa, boleh-boleh saja. Karena hal itu

dibenarkan oleh agama maupun Undang-undang adopsi anak, sepanjang

ada kesepakatan antara kedua belah pihak dan anak mendapat hak asuh

dan pendidikan seperti anak kandung sendiri.

Di Kota Bekasi yang menjadi unsur utama dasar terbangunnya

toleransi beragama adalah faktor budaya berupa gotong royong dan saling

menghargai yang masih eksis dalam kehidupan masyarakat. Dalam

penyelesaian kasus-kasus yang terjadi di antara anggota masyarakat maka

diselesaikan melalui musyawarah atau dialog. Pada prinsipnya hidup

bermasyarakat di kalangan warga umumnya untuk menumbuhkan nilai-nilai

kebersamaan dan persaudaraan dalam hidup tanpa melihat latar belakang

Page 57: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

47

etnis, suku, maupun agama yang pada gilirannya terbangun toleransi

beragama.

Toleransi beragama di Kota Bekasi juga didukung oleh kebijakan

pemerintah Kota Bekasi melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh

Kesbangpol dengan melakukan dialog-dialog pemuka lintas agama dan juga

sosialisasi PBM tahun 2006 yang dilakukan pada setiap tingkatan

pemerintahan seperti Kasi Kessos pada tingkat kelurahan sampai kepada

pengurus rukun warga (RW). Di samping itu juga peran Forum Kerukunan

Umat Beragama (FKUB) dan Kantor Kementerian Agama Kota Bekasi juga

tidak dapat dilepaskan dalam rangka menjaga dan meningkatan kerukunan

baik internal dalam satu agama maupun antarumat beragama. Untuk Kota

Bekasi tidak terlihat aktor/motivator yang menonjol dari kalangan tertentu

baik secara individu maupun secara terorganisir yang melembaga selain peran

pemerintah daerah yang dikomandani oleh Walikota dan Wakil Walikota

beserta jajarannya seperti Badan Kesbangpol, Kementerian Agama dan FKUB

yang mendapat support baik sarana maupun prasarana dari Pemda dan

Kementerian Agama Kota Bekasi.58

Namun di tengah keberagaman yang terjalin di Kota Bekasi masih

banyak konflik-konflik yang sering terjadi. Konflik pembangunan rumah

ibadah, khususnya gereja selalu menjadi permasalahan yang terus menerus

terjadi. Umat Kristen dan Katolik pun menjadi dilema karena permasalahan

yang terjadi tidak hanya terkait jika ada pembangunan gereja tetapi

58

Ibnu Hasan Muchtar, “Toleransi Beragama di Kota Bekasi,” h. 54.

Page 58: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

48

permasalaan juga timbul jika mereka melaksanakan ibadah di rumah atau di

ruko.59

B. Komunitas Katolik Jati Sampurna dan Gereja St. Stanislaus Kostka

Agama Katolik adalah salah satu agama yang dianut warga Jati

Sampurna. Komunitas Katolik di Jati Sampurna merupakan penganut agama

mayoritas ketiga setelah Islam dan Protestan. Dari sisi populasi, data

Kementerian Agama Kota Bekasi per 2019 mencatat jumlah masyarakat

penganut Agama Katolik di Kec. Jati Sampurna adalah 3308 jiwa. Berbeda

dengan BIDUK (Basis Integritas Data Umat Katolik), dalam BIDUK

komunitas Umat Katolik di Jati Sampurna per Juni 2019 berjumlah sebanyak

664 Kepala Keluarga atau lebih jelasnya sebanyak 2406 jiwa. Dalam BIDUK,

komunitas umat katolik di Jati Sampurna ini dibagi berdasarkan beberapa

lingkungan/wilayah. Di Gereja St. Stanislaus Kostka ini terdapat 18

lingkungan dan 6 wilayah. Berikut adalah persentase umat di tiap

lingkungannya.

59

Kustini, “Interaksi Antar Kelompok Pemeluk Agama pada Masyarakat Urban: Studi

Kasus di Kota Bekasi”. Jurnal Multikultural & Multireligius. Vol.X No.4, 2011, h. 934.

Page 59: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

49

Pada diagram di atas dari total komunitas Katolik di Jati Sampurna

yang berjumlah 2406 orang, di lingkungan Andreas Avellino terdapat 89

umat, Andreas Bobola sebanyak 139 umat, Andreas Corsini sebanyak 105

umat, Andreas Fournet sebanyak 90 umat, Andreas Kim Tae Gon sebanyak

170 umat, Andreas Rasul sebanyak 126 umat, Bernardino Realino sebanyak

164 umat, Katarina Siena sebanyak 243 umat, Katarina Volpicelli 180 umat,

Maria Ratu PSR sebanyak 195 umat, Maria Ratu Rosari sebanyak 78 umat,

Maria Ratu Surgawi sebanyak 104 umat, Vincentius Ferrer sebanyak 150

umat, Vincentius Palloti sebanyak 158 umat, Vincentius Paulus sebanyak 158

umat, Vincentius Yen sebanyak 141 umat dan yang terakhir lingkungan

4% 3%

10%

8%

7%

7%

7%

7% 7%

6%

6%

6%

5%

5%

4%

4% 4%

Sebaran Lingkungan

Andreas Avellino

Maria Ratu Rosari

Katarina Siena

Maria Ratu PSR

Katarina Volpicelli

Andreas Kim Tae Gon

Bernardino Realino

Vincentius Palloti

Vincentius Paulus

Vincentius Ferrer

Vincentius Yen

Andreas Bobola

Andreas Rasul

Vinscentius Zaragoza

Andreas Corsini

Maria Ratu Surgawi

Andreas Fournet

Page 60: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

50

Vincentius Zaragoza terdapat 116 umat. Sedangkan kalau dilihat dari

persentase sebaran umur komunitas umat katolik di Gereja St. Stanislaus

Kostka adalah sebagai berikut.60

Pada diagram di atas dari total komunitas Katolik di Jati Sampurna

yang berjumlah 2406 orang yang terbagi berdasarkan sebaran umur, dapat

dilihat umat yang umurnya berkisar antara 0-14 tahun terdapat sebanyak 486

umat, lalu yang umurnya berkisar 15-29 tahun sebanyak 544 umat, lalu yang

umurnya 30-44 tahun sebanyak 597 umat, lalu yang umurnya 45-59 sebanyak

552, lalu yang umurnya 60-74 sebanyak 194 umat, lalu yang umurnya 75-89

sebanyak 49 umat dan yang umurnya berkisar di antara 90-104 terdapat

sebanyak 2 orang umat.61

Dan dengan semakin berkembangnya komunitas

katolik di Jati Sampurna ini, maka

60

BIDUK Gereja St. Stanislaus Kostka 61

BIDUK Gereja St. Stanislaus Kostka

20%

23%

24%

23%

8%

2% 0%

Sebaran Umur

0-14

15-29

30-44

45-59

60-74

75-89

90-104

Page 61: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

51

Sumber: Google, 12 Agustus 2019

Gereja St. Stanislaus Kostka adalah sebuah Gereja Stasi yang secara

administratif masuk ke dalam wilayah otoritas Paroki St. Servatius-Kampung

sawah, Pondok Melati-Bekasi.62

Sejak tahun 2005, jema’at Katolik Paroki

Santo Servatius Kampung Sawah, Bekasi sudah berusaha untuk mendirikan

Gereja Katolik St. Stanislaus Kostka, Kranggan, Jati Sampurna yang dipimpin

Johannes Bosco Susanto, lalu mereka melakukan permohonan izin untuk

membangun tempat ibadah gereja katolik di wilayah RW 04 Kel. Jatisampurna

Kec. Jatisampurna Kota Bekasi.63

Gereja St. Stanislaus Kostka meletakkan batu pertamanya pada tanggal

14 April 2013, dan memulai proses pembangunannya pada tahun 2014. Gereja

seluas 5100 m2 ini berdiri dan diresmikan pada tanggal 2 Juli 2017 oleh Uskup

62

Diakses dari: https://stanislauskostka.org/about/ pada hari Kamis tanggal 25 April 2017

pukul 21.12. 63

Diakses dari: https://www.kiblat.net/2013/10/03/kronologis-pendirian-gereja-

kalamiring-kranggan-jatisampurna-bekasi/ pada tanggal 9 Mei 2019 pukul 14.50.

Page 62: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

52

Agung Jakarta (KAJ), Monsinyur Ignatius Suharyo. Kalau dilihat dari segi

sejarahnya, sebenarnya proses pembangunan gereja ini sudah dimulai sekitar

tahun 80an. Sebenarnya tahun 80-an itu sudah mulai ada ide untuk

membangun tempat ibadah dan sudah mulai melakukan proses perizinan.

Karena waktu itu di sekitar Kranggan ini sudah mulai muncul perumahan-

perumahan, tetapi kalau penduduk setempat memang tidak terlalu banyak

yang Katolik, hanya beberapa keluarga saja waktu itu. Tapi karena mulai ada

pembangunan perumahan-perumahan baru ada warga yang mulai pindah ke

sini, nah jumlahnya itu waktu itu sudah semakin banyak. Jadi, sekitar tahun

80-an, ada sekelompok umat yang tinggal di sekitar Kranggan ini yang

jumlahnya semakin banyak seiring dengan munculnya beberapa perumahan

atau cluster baru.

Alasan utama mengapa gereja ini dibangun adalah karena gereja

terdekat dari Jati Sampurna adalah Gereja St. Servatious yang berada di Kp.

Sawah, sedangkan jarak dari Jati Sampurna ke Kp. Sawah itu sekitar 7 km.

Kemudian persoalannya adalah jarak 7 km ini tidak bisa ditempuh dengan

angkutan karena memang jalanannya ketika itu masih tanah, jadi ini hanya

bisa ditempuh dengan jalan kaki. Jika ditempuh dengan berjalan kaki,

perjalanan menuju Kp. Sawah itu ± 1 jam, karna kondisi jalannya yang

setapak dan jalannya juga belum padat, ada beberapa jalan yang masih

berlubang, intinya memang belum bisa dilalui oleh kendaraan. Lebih parahnya

lagi dalam kondisi hujan, jalan itu kemudian menjadi sangat sulit untuk

dilewati, karena jalanannya yang kebanyakan masih tanah menjadi becek, jadi

waktu tempuh bisa mencapai satu setengah jam bahkan hampir 2 jam. Hal ini

Page 63: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

53

yang mendasari keinginan umat untuk membangun tempat ibadah yang dekat

dengan daerah sini.64

Alasan lain dari pembangunan gereja ini adalah Kehadiran Gereja St.

Stanislaus Kostka ini merupakan kebutuhan riil umat sebagai konsekuensi dari

perkembangan umat katolik. Menurut salah seorang Tokoh Masyarakat

Kampung Sawah, kehadiran gereja “baru” tersebut merupakan bagian dari

tanggung jawab umat terhadap kepentingan umum. “Gereja di sini kini

umatnya sudah hampir 9000. Letaknya di pinggir jalan. Jadi setiap ada

perayaan besar menimbulkan kemacetan yang luar biasa. kami merasa telah

menganggu kepentingan orang, jadi untuk mengatasi hal tersebut, kita

memecah jadi dua, agar tidak terjadi kemacetan akut. kita menginginkan

supaya terbagi, karena umat telah mencapai 9000. Belum lagi umat dari

paroki lain yang beribadah di Kampung Sawah karena kekhasan budaya yang

tidak ada di paroki lainnya.” terangnya. Maka dibangunlah Gereja St.

Stanislaus Kostka di Kranggan, Jati Sampurna agar sebagian umat bisa

bergereja di sana dan kemacetan di lokasi gereja St. Servatius teratasi.65

64

Wawancara dengan bapak Natar Sinaga sebagai Ketua Dewan Stasi Gereja St.

Stanislaus Kostka pada tanggal 5 Januari 2019. 65

Andreas Pamakayo, “Ditolak, setelah Diresmikan Walikota,” Tabloid Reformata, Edisi

166, Tahun X, 1-31 Agustus 2013, h. 4.

Page 64: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

54

BAB IV

KONFLIK DAN PENYELESAIAN PEMBANGUNAN RUMAH IBADAH

A. Konflik Pembangunan Gereja St. Stanislaus Kostka

Gereja St. Stanislaus Kostka bertempat di RT 04, RW 04, Kelurahan

Kranggan, Kecamatan Jati Sampurna, Kota Bekasi di mana masyarakatnya

mayoritas beragama Islam. Berdasarkan sumber media, sejak tahun 2005,

jema’at Katolik Paroki Santo Servatius Kampung Sawah, Bekasi sudah

berusaha untuk mendirikan Gereja Katolik St. Stanislaus Kostka, Kranggan,

Jati Sampurna yang dipimpin Johannes Bosco Susanto, lalu mereka

melakukan permohonan izin untuk membangun tempat ibadah gereja Katolik

di wilayah RW 04 Kel. Jatisampurna Kec. Jatisampurna Kota Bekasi.66

Sebenarnya gagasan untuk mendirikan Gereja sudah ada dari tahun 80-an.

Pada tahun 80-an ada sekelompok umat yang tinggal di sekitar Kranggan ini

yang jumlahnya semakin banyak seiring dengan munculnya beberapa

perumahan dan cluster baru. Lalu akhirnya pada tanggal 14 April 2013,

Gereja St. Stanislaus Kostka meletakkan batu pertamanya dan memulai proses

pembangunannya pada tahun 2014. Gereja seluas 5100 m2 ini berdiri dan

diresmikan pada tanggal 2 Juli 2017 oleh Uskup Agung Jakarta (KAJ),

Monsinyur Ignatius Suharyo.

Walaupun sudah berdiri dan diresmikan, tetapi proses pembangunan

Gereja ini bisa dibilang tidak mulus. Karena sesaat setelah Gereja meletakkan

batu pertamanya terjadi konflik antara pihak Gereja dengan masyarakat.

Sekitar 1000 warga yang tergabung dalam Forum Umat Islam (FUI)

66

Diakses dari: https://www.kiblat.net/2013/10/03/kronologis-pendirian-gereja-

kalamiring-kranggan-jatisampurna-bekasi/ pada Tanggal 23 Mei 2019.

Page 65: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

55

mendatangi kantor Kecamatan Jati Sampurna pada tanggal 3 Mei 2013 silam.

Mereka memprotes pendirian bangunan Gereja Katolik Kampung Kranggan,

Kecamatan Jati Sampurna yang telah mengantongi izin dari pihak pemerintah

setempat. Bahkan Walikota Bekasi, Rahmat Effendi sendiri hadir dalam

upacara peletakkan batu pertama pendirian

gereja tersebut.67

Penolakan dari masyarakat didasarkan pada dugaan bahwa Panitia

Pembangunan Gereja tersebut telah memanipulasi data KTP dan tanda tangan

warga dengan modus pemberian sembako kepada warga sekitar.68

Selain itu

masyarakat muslim berpendapat bahwa daerah mereka tidak memerlukan

gereja, dikarenakan pemeluk agama Katolik belum memenuhi jumlah minimal

untuk membangun rumah ibadah. Hasil wawancara yang penulis dapatkan

melalui wawancara langsung dengan tokoh masyarakat mengatakan bahwa di

daerah Jati Sampurna RW 04 kurang lebih hanya 3 kepala keluarga yang mana

sesuai aturan pemerintah bahwa minimal pengguna gereja di daerah tersebut

harus mencapai setidaknya 90 pengguna.69

Awal mula kronologi penolakan gereja St. Stanislaus Kostka ialah

ketika warga Jati Sampurna mendapatkan sembako dari panitia gereja yang di

mana ketika setelah warga pengambilan sembako tersebut diminta untuk tanda

tangan sebagai tanda terima sembako. Namun setelah itu warga dikagetkan

dengan adanya kabar bahwa pihak gereja memulai proses pembangunan

dengan meletakkan batu pertamanya pada 14 April 2013. Karena

ketidakpahaman warga Jati Sampurna bahwa tanda tangan yang diminta

67

Andreas Pamakayo, “Ditolak, setelah Diresmikan Walikota,” Tabloid Reformata, Edisi

166, Tahun X, 1-31 Agustus 2013, h. 4. 68

Andreas Pamakayo, “Ditolak, setelah Diresmikan Walikota,” h. 4. 69

Wawancara dengan bapak K.H Athaillah selaku tokoh masyarakat di Jati Sampurna

pada tanggal 10 April 2019.

Page 66: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

56

sebelumnya digunakan sebagai syarat penyetujuan pembangunan gereja maka

warga marah akan hal itu. Setelah itu terjadilah penolakan pembangunan

gereja St. Stanislaus Kostka, dan tokoh-tokoh masyarakat sebanyak 103 orang

berkumpul di kelurahan untuk menyatakan penolakan pendirian gereja dan

meminta gereja St. Stanislaus Kostka menghentikan proses pembangunannya,

karena warga Jati Sampurna merasa syarat yang diajukan panitia gereja St.

Stanislaus Kostka melakukan manipulasi, ini menyebabkan awal terjadinya

konflik.

Warga mendesak pihak Kelurahan, Kecamatan dan Walikota Bekasi

Rahmat Effendi untuk membatalkan pembangunan gereja yang terletak di

Kampung Kranggan RT/RW 04/04, Kelurahan Kranggan, Kecamatan Jati

Sampurna, Kota Bekasi tersebut.70

Namun syarat pendirian pembangunan

rumah ibadah telah dipenuhi oleh panitia pembangunan gereja St. Stanislaus

Kostka, alhasil proses pembangunan tetap dijalankan hingga selesai.

Berdirilah gereja St. Stanislaus Kostka di kecamatan Jati Sampurna RT. 4

RW. 04 Kelurahan Kranggan, Kecamatan Jati Sampurna, Kota Bekasi.71

Namun dari pihak gereja mengatakan bahwa sebenarnya penolakkan

sudah terjadi ketika mereka beribadah di satu tempat yang dijadikan Kapel

untuk peribadatan sementara. Namun ketika umat melakukan peribadatan di

sana ada beberapa kelompok masyarakat yang menyampaikan keberatannya.

Lalu kemudian umat pindah lagi ke Kapel lain di perumahan Citra Grand,

tetapi Kapel itu sebenarnya bukan Kapel Katolik melainkan Kapel yang orang

70

Andreas Pamakayo, “Ditolak, setelah Diresmikan Walikota,” h. 4. 71

Wawancara dengan bapak K.H Athaillah selaku tokoh masyarakat di Jati Sampurna

pada tanggal 10 April 2019.

Page 67: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

57

Protestan pun bisa melakukan peribadatan di sana, sehingga umat pun

bergantian menggunakan tempat itu.

Mengenai proses pembangunan gereja, pihak gereja mengklaim bahwa

persyaratan administratifnya sudah terpenuhi, karena dianggap sudah

memenuhi persyaratan administratif akhirnya Pemerintah Kota Bekasi

mengeluarkan IMB. Atas dasar IMB tersebutlah pihak gereja memulai proses

pembangunan. Pada saat pembangunan itulah kemudian muncul sekelompok

masyarakat yang menyampaikan penolakkan-penolakkan itu.72

Pihak gereja

sendiri menyatakan tidak mengetahui apa alasan penolakkan tersebut, karna

secara administratif sudah terpenuhi, artinya persetujuan dari masyarakat

setempat waktu itu sudah selesai.

Pernyataan pihak gereja ini pun dibenarkan dengan pernyataan dari

Camat Jati Sampurna, Dinas Faizal. Saat menemui pendemo ia menegaskan

bahwa pembangunan gereja St. Stanislaus Kostka sudah memenuhi

persyaratan sebagaimana tercantum dalam PBM Tahun 2006 serta Perda

Nomor 6 Tahun 2011 tentang pendirian rumah ibadah.73

Pihak FKUB juga

mengatakan bahwa ketika konflik terjadi, pihak FKUB sudah mengklarifikasi

langsung kepada warga yang dimintai tanda tangan bahwa benar adanya

warga sekitar memberikan persetujuan untuk mendirikan gereja.74

Pihak

FKUB dan Ketua RT 3 juga mengatakan bahwa tidak banyak dari warga

sekitar yang menolak pembangunan gereja tersebut, masyarakat yang

72

Wawancara dengan bapak Natar Sinaga sebagai Ketua Dewan Stasi Gereja St.

Stanislaus Kostka pada tanggal 5 Januari 2019. 73

Andreas Pamakayo, “Ditolak, setelah Diresmikan Walikota,” h. 4. 74

Wawancara dengan bapak H. Moch Nasrullah sebagai anggota FKUB pada tanggal 8

Juli 2019.

Page 68: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

58

mendemo pembangunan gereja St. Stanislaus Kostka kebanyakan dari luar

kelurahan bahkan dari luar kecamatan.75

Jika dilihat dari pengertian konflik menurut Donald F Faules dan R.

Wayne Pace, konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan

individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan.

Sedangkan menurut Barthos dan Wehr menyatakan bahwa konfik

sesungguhnya situasi di mana terjadinya suatu pertentangan dan permusuhan

di antara para aktor dalam mencapai suatu tujuan tertntu, yaitu kepentingan.

Menurutnya dan kriteria situasi konflik, yakni: pertentangan (incompatibility),

permusuhan (hostility) dan perilaku konflik (conflict behavior).76

Jadi, dapat disimpulkan dari beberapa pengertian konflik di atas,

konflik merupakan konsekuensi dari hasil pertentangan atau perbedaan tujuan

satu individu dengan individu lainnya atau suatu kelompok terhadap

kelompok lainnya. Dalam kasus pembangunan Gereja St. Stanislaus Kostka

ini, menurut penulis sendiri hal paling dasar yang menjadi latar belakang

terjadinya konflik ini adalah komunikasi, karena penulis menilai kurang

terbukanya pihak Panitia Pembangunan Gereja terhadap masyarakat tentang

pembangunan rumah ibadah itu sendiri. Lalu aktor-aktor yang terlibat dalam

konflik ini adalah Majelis Perjuangan Masyarakat Muslim Jati Sampurna

bersama Forum Umat Islam (FUI) dan Front Pembela Islam (FPI) melawan

Pemerintah Kota Bekasi dan juga Pihak Panitia Pembangunan Gereja.

75

Wawancara dengan bapak Bonda selaku Ketua RT. 3, RW. 4, Kel. Jati Sampurna, Kec.

Jati Sampurna pada tanggal 1 April 2019. 76

Mohammad Syawaludiin, Memaknai Konflik dalam Perspektif Sosiologi melalui

Pendekatan Konflik Fungsional (Program Studi Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan

Budaya Islam UIN Raden Fatah Palembang), h.3-8.

Page 69: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

59

B. Respon Komunitas Islam dan Pemerintah atas Konflik Pembangunan

Gereja

Dalam suatu konflik terdapat pihak-pihak yang terlibat di dalam

konflik tersebut. Dalam konflik pembangunan Gereja St. Stanislaus Kostka

ini, masyarakat yang menolak tergabung dalam Majelis Perjuangan

Masyarakat Muslim Jati Sampurna bersama Forum Umat Islam (FUI)77

dan

Front Pembela Islam (FPI)78

di mana mereka merupakan aktor utama dalam

konflik ini karena mereka yang awalnya menuntut dan menolak pembangunan

Gereja St. Stanislaus Kostka ini. Mereka merasa pembangunan Gereja St.

Stanislaus Kostka ini tidak boleh dilakukan karena masyarakat yang ada di

Jati Sampurna memang mayoritasnya adalah muslim, di samping itu

masyarakat juga takut dengan adanya niat lain, seperti Kristenisasi.79

Selain

itu, pembangunan Gereja St. Stanislaus Kostka ini juga dianggap mengganggu

77

Forum Umat Islam (FUI) adalah salah satu organisasi umat Islam yang ada di

Indonesia. FUI kerap menggagas demo bela Islam seperti Aksi 212. 78

Front Pembela Islam (FPI) adalah sebuah organisasi massa Indonesia yang mengusung

pandangan Islamisme konservatif, FPI memiliki basis massa yang signifikan dan menjadi motor di

balik beberapa aksi pergerakan Islam di Indonesia, seperti Aksi 2 Desember pada 2016. FPI

dideklarasikan pada 17 Agustus 1998 (24 Rabiuts Tsani 1419 H) di halaman Pondok Pesantren Al

Um, Kampung Utan, Ciputat, Jakarta Selatan oleh sejumlah Habaib, Ulama, Mubaligh dan Aktivis

Muslim dan disaksikan ratusan santri yang berasal dari daerah Jabotabek. Pendirian organisasi ini

hanya empat bulan setelah Presiden Soeharto mundur dari jabatannya, karena pada saat

pemerintahan orde baru presiden tidak mentoleransi tindakan ekstrimis dalam bentuk apapun. FPI

pun berdiri dengan tujuan untuk menegakkan hukum Islam di negara sekuler. Organisasi ini

dibentuk dengan tujuan menjadi wadah kerja sama antara ulama dan umat dalam menegakkan

Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar di setiap aspek kehidupan. 79

Kristenisasi adalah sebuah istilah yang umumnya merujuk pada upaya-upaya Kristen

untuk memurtadkan umat Islam dan meningkatkan pengaruh agama kristen kepada mayoritas

Muslim Indonesia. Kristenisasi adalah konversi individu ke kristen atau konversi seluruh

masyarakat sekaligus. Hal ini juga mencakup praktik mengubah praktik agama asli dan budaya,

citra agaa asal, situs dan kalender asli untuk menggunakan Kristen, karena upaya penyebaran

agama Kristen diyakini berdasarkan tradisi dari “Amanat Agung” yang disepakati oleh para uskup.

Orang Kristen di Indonesia menyebarkan agama mereka dengan menggunakan metode atau

bentuk-bentuk dari yang “hard” secara terang-terangan, sampai yang “soft” secara diam-diam dan

tersamar. (1) penyebaran agama lewat kesaksian pribadi (personal testimony), (2) penyebaran

agama dari rumah ke rumah, (3) penyebaran agama lewat apologetika, (4) penyebaran agama

lewat dialog bermartabat, (5) penyebaran agama lewat inkulturasi dan kontekstualisasi teologi, (6)

penyebaran agama lewat aktivitas diakonia, (7) penyebaran agama lewat penerjemahan Alkitab.

Page 70: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

60

ketentraman, ketertiban dan keharmonisan warga sekitar karena terjadi konflik

tersebut.80

Alasan kristenisasi ini telah banyak dijadikan alasan dalam upaya

penolakan pembangunan gereja oleh kelompok-kelompok islam garis keras di

Indonesia sejak tahun 1960-an.81

Di Kecamatan Jati Sampurna sendiri

kristenisasi itu telah berjalan. Dari wawancara yang penulis lakukan dengan

salah seorang penyuluh, di wilayah Jati Rangga dan Jati Raden terdapat

sebuah TK yang dinilai melakukan kristenisasi Karena, selain melakukan

kegiatan belajar mengajar, TK tersebut digunakan untuk menjalankan

beberapa program untuk masyarakat sekitar dengan tidak dikenakan biaya,

seperti mengadakan bimbingan belajar, pengobatan sampai dengan

pembelajaran menjahit gratis untuk ibu-ibu sekitar. Karena pendidikan di TK

itu pun tidak dikenakan biaya, maka banyak masyarakat yang memilih

menyekolahkan anak-anaknya di sana, walaupun masyarakat sendiri

sebenarnya mengetahui bahwa ajaran dari TK tersebut merupakan

kristenisasi.82

Jika dilihat dari bukti kristenisasi tersebut, penulis menilai

bahwa program-program yang diadakan oleh TK tersebut termasuk ke dalam

penyebaran agama lewat aktivitas diakonia,83

karena dianggap memanfaatkan

80

Wawancara dengan bapak K.H Athaillah selaku tokoh masyarakat di Jati Sampurna

pada tanggal 10 April 2019. 81

International Crisis Group, “Indonesia: “Christianisation” and Intolerance,” dalam

Policy Briefing Crisis Group Asia Briefing No 114, (Jakarta/Brussels: 24 November 2010), h. 2.

82 Wawancara dengan bapak Narya selaku Penyuluh di KUA Jati Sampurna pada tanggal

29 Oktober 2018. 83

Secara terminologi, kata diakonia artinya memberikan pertolongan atau pelayanan.

Sedangkan dalam bahasa Ibrani adalah pertolongan, penolong. Diakonia dalam bahasa Ibrani

disebut juga syeret yang artinya melayani. Dan dalam terjemahan bahasa Yunani, kata diakonia

disebutkan diakonia (pelayanan 33 kali dipakai dalam Perjanjian Baru), diakonein (melayani) dan

diakonos (seorang pelayan 29 kali dipakai dalam Perjanjian Baru). Kemudian Istilah “diakonia”

dalam Kitab Perjanjian Lama adalah terdapat dalam Kitab Kejadian dikatakan, di sana bahwa

Allah menciptakan segala sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada, langit dan bumi serta isinya

adalah diciptakan oleh Allah sungguh amat baik (Kejadian 1:10-31). Allah juga membuktikan

pemeliharaan-Nya secara khsusus ditujukan kepada manusia, yaitu sebagai pelayanan. Manusia

sebagai wakil Allah untuk melayani-Nya dalam mengurus bumi dan isinya. Inilah panggilan

Page 71: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

61

faktor kemiskinan masyarakat sekitar. Diakonia dalam KBBI berarti

pelayanan gereja. Diakonia pada umumnya dipakai bagi aktivitas gereja yang

lemah ekonominya. Gereja dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya

tidak boleh berhenti hanya memperhatikan orang-orang yang seiman saja,

namun juga di luar orang yang seiman. Oleh karena itu, panggilan gereja

dalam pelayanan adalah menjadi garam dan terang di masyarakat. Maksud

dari penyebaran agama lewat aktivitas diakonia adalah melalui aktivitas

gereja, orang-orang yang pada umumnya dianggap sebagai sampah

masyarakat, pengganggu, masyarakat yang hidup miskin, menganggur,

diinginkan dapat ambil bagian atau berpartisipasi di dalam kerahiman dan

kerahmanian Allah. Diakonia dilakukan gereja dalam dua bentuk. Pertama,

pelayanan amal, misalnya pemberian sembako kepada penduduk miskin di

suatu kawasan, pemberian sumbangan sejumlah uang, pakaian dan mainan

bekas ke panti-panti asuhan, pasar murah untuk penduduk miskin yang tinggal

di sekitar gereja, sampai ke balai-balai pengobatan yang murah untuk warga

miskin. Kedua, pelayanan vokasional, yakni kegiatan mendidik,

menyekolahkan dan melatih para pengangguran dan orang miskin agar mereka

memiliki bekal pengetahuan praktis dan keahlian yang dapat membuat mereka

menjalani panggilan sebagai pekerja-pekerja yang dapat dipercaya dan

terampil dalam masyarakat, guna menghasilkan pendapatan untuk kehidupan

mereka sendiri, sehingga tidak menjadi parasit yang tak disukai orang lain.84

pertama bagi manusia untuk melayani dan sebagai manusia ciptaan Tuhan, seharusnya ia

melayani. 84

Krido Siswanto, “Tinjauan Teoritis dan Teologis terhadap Diakonia Transformatif

Gereja”, Jurnal Simpson, (STT Simpson Ungaran), h. 98.

Page 72: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

62

Berdasarkan bukti adanya kristenisasi di kelurahan Jati Rangga,

kecamatan Jati Sampurna, maka masyarakat yang tergabung ke dalam Majelis

Perjuangan Masyarakat Muslim Jati Sampurna bersama Forum Umat Islam

(FUI) dan Front Pembela Islam (FPI) menolak keras agar pembangunan

Gereja St. Stanislaus Kostka di Jati Sampurna tersebut tidak dilaksanakan.

Karena menurut masyarakat di Jati Sampurna, apabila Gereja tersebut sudah

berdiri, ditakutkan kristenisasi akan terjadi seperti yang sudah terjadi di

keluran Jati Rangga. Alasan lain masyarakat dan para tokoh masyarakat

menolak pembangunan Gereja St. Stanislaus Kostka ini adalah:85

1. Tidak terpenuhinya persyaratan administratif karena pihak gereja

menghalalkan cara dengan memanipulasi dokumen “Surat Pernyataan

dukungan warga sekitar” yang sengaja dan terencana.

2. Adanya aksi demo dari warga muslim se-Kecamatan Jati Sampurna di

Kecamatan Jati Sampurna dengan tuntutan agar Lurah dan Camat

mencabut rekomendasi perizinan pembangunan Gereja Katolik di Kala

Miring, Kranggan, Bekasi.

3. Surat pencabutan dan bantahan dukungan warga sekitar lokasi atas

pembangunan Gereja Katolik di Kala Miring, Kranggan.

4. Surat pernyataan penolakan pembangunan Gereja Katolik, Kala Miring,

Kranggan dari warga sekitar lokasi.

5. Terciptanya konflik antar warga sekitar lokasi dan mengarah pada konflik

yang lebih luas (sara).

85

Dokumen pernyataan penolakan pembangunan Gereja Katolik St. Stanislaus Kostka.

Page 73: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

63

6. Terjadinya aksi demo penolakan dari warga sekitar di lokasi

pembangunana Gereja Katolik, Kala Miring, Kranggan, Bekasi.

7. Adanya aksi perlawanan penolakan dari masyarakat se-Kecamatan Jati

Sampurna dan sekitarnya yang tergabng dalam Majelis Perjuangan

Masyarakat Muslim Jati Sampurna bersama Forum Umat Islam (FUI) Jati

Sampurna dan Front Pembela Islam (FPI).

Dalam pembahasan ini, penulis mendapatkan data-data yang

bersumber dari hasil wawancara penulis dengan Tokoh Agama yang juga

pemilik salah satu Pondok Pesantren Tahfidz yang terletak tepat di belakang

lokasi dibangunnya Gereja St. Stanislaus Kostka. Bapak Abdullah Musfiq

sebagai tokoh agama di Jati Sampurna mengatakan beliau menolak

pembangunan gereja tersebut dikarenakan dalam proses perizinannya, pihak

gereja tidak melibatkan bapak Abdullah Musfiq ketika mereka

bermusyawarah dengan tokoh agama lainnya dalam rangka meminta izin atas

pembangunan Gereja St. Stanislaus Kostka. Sebagai tokoh agama yang paling

dekat dengan lokasi pembangunan gereja, bapak Abdullah Musfiq merasa

tidak dihargai oleh pihak Panitia Pembangunan Gereja.86

Pendapat bapak

Abdullah Musfiq juga dibenarkan oleh Pak Narya, seorang Penyuluh di KUA

Jati Sampurna yang juga seorang ustad di Jati Sampurna, “....dari sekian

banyak ustad yang ada di Jati Sampurna, ternyata yang diajak

bermusyawarah oleh pihak gereja adalah ustad-ustad yang istilahnya bisa

‘disetir.’ Ustad yang punya Pondok Pesantren di Jati Sampurna saja tidak

86

Wawancara dengan bapak Abdullah Musfiq selaku Tokoh Agama di Jati Sampurna

pada tanggal 23 Mei 2019.

Page 74: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

64

dilibatkan, padahal lokasi Pondok Pesantrennya tepat di belakang gereja

yang akan dibangun.”87

Selanjutnya, penulis mendapatkan data-data yang bersumber dari hasil

wawancara penulis dengan FKUB dan juga aparat pemerintah. Dari hasil

wawancara penulis dengan bapak Raden Deden selaku Humas di Kementerian

Agama Kota Bekasi, beliau mengatakan bahwa adalah hal yang wajar bagi

masyarakat untuk tidak setuju atas pembangunan gereja tersebut, mungkin

karena pendiriannya di lingkungan yang mayoritas muslim. Tetapi Kemenag

Kota Bekasi juga harus kembali kepada peraturan pemerintah yang ada

mengenai pendirian rumah ibadah, yaitu PBM No. 8 dan 9 tahun 2006 dan

juga pada Peraturan Walikota Nomor 16 tahun 2016. Mengenai konflik

pembangunan Gereja St. Stanislaus Kostka ini menjadi tantangan tersendiri

bagi Kemenag untuk menanganinya. Menurut bapak Raden Deden, Kemenag

melayani semua umat di Kota Bekasi ini dengan seadil-adilnya selama

persyaratannya lengkap. Kemudian, hal yang paling dasar dari pembangunan

rumah ibadah itu adalah berdasarkan kebutuhan nyata. Maksud kebutuhan

nyata itu adalah jamaahnya benar-benar ada dan membutuhkan tempat untuk

beribadah dan yang kedua tidak mengganggu atau merusak kerukunan. Jika

merujuk kepada dua hal tadi, kasus Gereja St. Stanislaus Kostka ini,

kebutuhan nyatanya sudah terpenuhi, tetapi untuk kerukunannya agak

terganggu karena adanya ketidaksetujuan masyarakat. Tetapi kembali lagi

pada PBM, di dalam PBM yang dibutuhkan adalah persetujuan 60 masyarakat

sekitar yang diketahui oleh lurah, camat dan jajarannya. Karena semua

87

Wawancara dengan bapak Narya selaku Penyuluh di KUA Jati Sampurna pada tanggal

29 Oktober 2018.

Page 75: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

65

kelengkapan untuk pembangunan Gereja St. Stanislaus Kostka tersebut sudah

lengkap, maka Kementerian Agama mengeluarkan surat rekomendasi.

“......menurut pribadi saya adalah hal yang wajar jika ada penolakan atau

kontra dalam pembangunan rumah ibadah, tetapi tetap hukum yang kami

gunakan, kalau memang ada ketidaksetujuan silahkan gunakan jalur hukum

juga. Karena yang diprotes dalam kasus ini oleh masyarakat adalah SK yang

sudah dikeluarkan oleh walikota.”88

Kemudian penulis juga mendapatkan data-data dari FKUB Kota

Bekasi yang sangat berperan penting dalam penyelesaian konflik

pembangunan Gereja St. Stanislaus Kostka ini. Pihak FKUB Kota Bekasi

menyatakan pendapatnya tentang konflik ini bahwa “......kami sebenarnya

hanya administrasinya saja ya, hanya melayani, jika memang persyaratan

sudah lengkap maka ya kami keluarkan surat rekomendasinya. Kemudian soal

konfliknya sendiri, sepanjang konflik tersebut bisa diselesaikan, kami sebagai

FKUB tidak mengambil pusing hal ini. Jika memang yang ditakutkan oleh

masyarakat adalah kristenisasi, selama saya berada di FKUB, saya belum

pernah mendengar bahwa ada warga Bekasi yang keluar dari agama Islam

hanya karna semobako ya. Menurut saya itu sangat kecil ya kemungkinannya,

sekalipun ada itu biasanya karena pernikahan.”89

Selanjutnya untuk melengkapi data-data, penulis juga melakukan

wawancara dengan bapak Abdulah Musfiq sebagai tokoh agama yang

menolak pembangunan Gereja St. Stanislaus Kostka. Dalam wawancarannya

88

Wawancara dengan bapak Raden Deden Taufiqurrahman selaku Humas di

Kementerian Agama di Kota Bekasi pada tanggal 24 Mei 2019. 89

Wawancara dengan bapak Moch Nashrullah selaku anggota FKUB pada tanggal 8 Juli

2019.

Page 76: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

66

beliau mengatakan bahwa di lingkungan tersebut memang tidak membutuhkan

gereja, karena menurutnya di sekitar gereja tersebut orang yang menganut

Agama Katolik hanya sekitar 3 kepala keluarga, sedangkan menurut beliau

jika ingin mendirikan gereja setidaknya harus ada 40 orang pengguna rumah

ibadah yang tinggal di sekitar rumah ibadah yang akan dibangun. Selain itu,

beliau juga menilai pihak gereja sangat tidak sopan, beliau mengatakan

seharusnya sesama umat beragama itu saling menghargai, kalau memang

mereka membutuhkan rumah ibadah seharusnya pihak gereja melakukan

silaturahmi dengan tokoh-tokoh agama yang ada di sekitar rumah ibadah yang

akan dibangun. Beliau merasa pihak gereja menantang karena memang

banyak tokoh-tokoh agama dan ulama-ulama yang tidak didatangi atau diajak

bermusyawarah ketika pihak gereja melakukan sosialisasi kepada tokoh-tokoh

agama di Jati Sampurna.90

Menurut salah seorang ulama di Kranggan, bapak KH. Athaillah, aksi

penolakan pembangunan gereja tersebut karena warga yang beragama nasrani

di wilayah tersebut hanya sekitar 3 Kepala Keluarga saja. “Kenapa kita tolak

pembangunan Gereja ini? Karena di sini memang bukan habitat mereka.”

ujarnya. Selain itu, beilau juga mengungkapkan kekecewaannya kepada pihak

pemerintah Kota Bekasi khususnya Walikota Bekasi Rahmat Effendi, yang

justru ikut meresmikan acara peletakkan batu pertama pembangunan Gereja

St. Stanislaus Kostka ini. “...yang sangat disayangkan oleh kami para ulama

dan juga masyarakat Kota Bekasi adalah kenapa pihak pemerintah malah ikut

meresmikan pendirian gereja tersebut, ini sungguh sangat mengiris hati

90

Wawancara dengan bapak Abdullah Musfiq selaku Tokoh Agama di Jati Sampurna

pada tanggal 23 Mei 2019.

Page 77: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

67

kami.”91

Dalam hal ini Walikota Bekasi dinilai memihak kepada pihak Panitia

Pembangunan Gereja St. Stanislaus Kostka sehingga membuat masyarakat

merasakan kekecewaan kepada Walikota Bekasi.

C. Jalan Penyelesaian Konflik

1. Jalan penyelesaian konflik melalui mediasi

Dalam penyelesaian konflik terdapat beberapa proses yang mengarah

kepada pengurangan atau pemberhentian suatu konflik, yang biasa disebut

dengan resolusi konflik. Resolusi konflik adalah suatu upaya untuk

menangani sebuah konflik dengan komunikasi interpersonal yang

digunakan oleh dua pihak yang berkonflik untuk mencapai sebuah titik

kesepakatan yang memuaskan. Menurut Christoper W. Moore dalam

bukunya Mediation Process: Practical Strategies for Resolving Conflict,

terdapat beberapa bentuk dan proses pengelolaan konflik, di antaranya:

Advoidance, Informal problem solving, Negotiation, Mediation, Executive

dispute resolution approach, Arbitration, Judical approach, Legislative

approach, Extra legal approach yang sudah dijelaskan pada bab

sebelumnya.92

Dalam hal ini, mediasi menjadi salah satu proses

pengelolaan dari konflik pembangunan Gereja St. Stanislaus Kostka.

Jika dilihat dari pengertian mediasi, mediasi dapati diartikan sebagai

suatu proses penyelesaian dari pihak ketiga yang dilakukan secara sukarela

dan netral. Munculnya orang ketiga dalam konflik, yang diterima oleh

91

Wawancara dengan bapak K.H Athaillah selaku tokoh masyarakat di Jati Sampurna

pada tanggal 10 April 2019. 92

Haidlor Ali Ahmad, Resolusi Konflik Keagamaan di Berbagai Daerah, (Jakarta:

Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2014) h. 9-

10.

Page 78: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

68

kedua belah pihak dipandang bisa membantu para pihak berkonflik dalam

penyelesaian konflik secara damai. Pihak ketiga dalam mediasi disebut

dengan mediator. Dalam konflik pembangunan Gereja St. Stanislaus

Kostka ini yang berperan sebagai mediator adalah lurah, camat, FKUB,

Kemenag dan juga Pemerintah Kota Bekasi.

Di Kota Bekasi sering kali terjadi konflik agama terkait pembangunan

rumah ibadah, khususnya pembangunan gereja. Konflik pembangunan

gereja disebabkan adanya perbedaan kepentingan dan kesalahpahaman

dari pihak yang terlibat konflik. Setiap ada pembangunan gereja di Kota

Bekasi membuat masyarakat sekitar khususnya ormas Islam menjadi

khawatir. Kekhawatiran yang dirasakan adalah akan terganggunya

kehidupan masyarakat sekitar lingkungan gereja karena ketakutan akan isu

kristenisasi. Sehingga masyarakat lebih memilih menolak agar tidak ada

pembangunan gereja di lingkungan sekitar mereka. Padahal masalah

terkait pembangunan gereja dapat diselesaikan dengan cara mediasi.93

Ada empat model mediasi menurut Wirawan dalam bukunya yang

berjudul Konflik dan Manajemen Konflik: Teori, Aplikasi dan Penelitian.

Pertama, Settlement mediation, yaitu mediasi yang bertujuan untuk

mendorong terjadinya kompromi dari tuntutan kedua belah pihak yang

bertikai. Kedua, Facilitative mediation, yaitu mediasi yang bertujuan

untuk menghindarkan pihak yang bertikai dari posisi mereka dan

menegosiasikan kebutuhan dan kepentingan mereka daripada

memperjuangkan hak sah mereka secara kaku. Ketiga, Transformative

93

Moehammad Rizki Kurniawan, “Konflik Isu Agama (Studi Kasus tentang

Pembangunan Gereja Santa Clara di Kota Bekasi),” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Brawijaya, 2017), h. 86.

Page 79: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

69

mediation, yaitu mediasi yang menekankan untuk mencari penyebab yang

melatarbelakangi munculnya permasalahan di antara kedua belah pihak

yang bertikai berdasarkan isu relasi atau hubungan melalui pemberdayaan

dan pengakuan. Keempat, Evaluative mediation, yaitu mediasi yang

ditujukan untuk mencari kesepakatan berdasarkan hak sah kedua belah

pihak yang bertikai dalam wilayah yang diantipasi pengadilan.94

Berdasarkan empat model mediasi di atas, penulis berpendapat bahwa

mediasi yang digunakan dalam konflik pembangunan Gereja St. Stanislaus

Kostka ini berupa Evaluative mediation. Karena hasil dari mediasi yang

dilakukan oleh mediator dalam konflik ini tidak menemukan kesepakatan

di antara kedua belah pihak yang bertikai hingga pada akhirnya konflik ini

diselesaikan melalui pengadilan.

Pada Konflik Gereja St. Stanislaus Kostka ini, Pemerintah Kota Bekasi

melalui Kemenag, FKUB dan jajaran yang terkait pembangunan ini

melakukan upaya-upaya untuk menyelesaikan permasalahan ini. Bila di

dalam rencana pendirian rumah ibadah terdapat perselisihan juga diatur di

dalam PBM No. 8 dan 9 Tahun 2006.

1. Perselisihan akibat pendirian rumah ibadah diselesakan secara

musyawarah oleh masyarakat setempat.95

2. Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan oleh bupati/walikota

dibantu kepala kantor departemen agama kaupaten/kota melalui

94

Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik Teori, h. 200. 95

Pasal 21 ayat (1) Peraturan Bersama Menteri No.9 dan 8 Tahun 2006.

Page 80: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

70

musyawarah yang dilakukan secara adil dan tidak memihak dengan

mempertimbangkan pendapat atau saran FKUB kabupaten/kota.96

3. Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana ayat (2) tidak

dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan

setempat.97

Dalam penyelesaian konflik ini, Kemenag dan FKUB memiliki

peranan penting untuk menyelesaikan permasalahan ini karena berkaitan

dengan kerukunan umat beragama di Bekasi. Upaya-upaya yang dilakukan

oleh Kemenag dan FKUB dalam menyelesaikan konflik pembangunan

Gereja St. Stanislaus Kostka ini antara lain:98

1. Berperan sebagai mediator.

2. Melakukan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama di Jati Sampurna.

3. Melakukan validasi terhadap warga yang menandatangani persetujuan

pembangunan gereja.

Dalam perannya sebagai mediator, Kemenag dan FKUB serta Lurah

dan Camat Jati Sampurna, memberikan rekomendasi untuk menyelesaikan

konflik ini melalui pengadilan. Tetapi sebelum menyarankan untuk

menyelesaikan konflik ini melalui pengadilan, Kemenag beserta FKUB

sudah berusaha melakukan pertemuan dengan para tokoh agama. Kemenag

dan FKUB juga melakukan validasi terhadap warga yang menandatangani

persetujuan pembangunan gereja yang pada prosesnya pihak gereja

dianggap telah memanipulasi tanda tangan warga sekitar.

96

Pasal 21 ayat (2) Peraturan Bersama Menteri No.9 dan 8 Tahun 2006. 97

Pasal 21 ayat (3) Peraturan Bersama Menteri No.9 dan 8 Tahun 2006. 98

Wawancara dengan bapak Syafrudin selaku anggota FKUB pada tanggal 4 Juli 2019.

Page 81: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

71

Kemudian Pemerintah Kota Bekasi juga mempunyai tanggung jawab

dan peran dalam mengatasi konflik ini agar tidak menjadi konflik yang

mengarah ke tindakan yang anarkis. Walaupun di beberapa aksi unjuk rasa

yang dilakukan oleh masyarakat berujung bentrok dengan aparat namun

hal ini harus menjadi perhatian karena tindakan anarkis yang lebih besar

bisa datang kapan saja. Dalam hal ini peran Pemerintah Kota Bekasi

sebagai mediator harus ditingkatkan lagi sehingga dapat menampung

semua aspirasi dari pihak yang terlibat konflik. Selain itu Pemerintah Kota

Bekasi memberikan solusi untuk menyelesaikan permasalahan pendirian

Gereja St. Stanislaus Kostka ini dengan mempersilahkan masyarakat untuk

menaruh gugatan ke PTUN agar pengadilan yang memutuskan apakah ada

yang menyimpang dalam proses administrasi hingga dikeluarkannya surat

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) rumah ibadah. Hal itu dilakukan karna

dalam musyawarah yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait tidak juga

menemukan kesepakatan.

Jika dilihat dari konflik-konflik rumah ibadah yang sudah terjadi, aktor

utama dalam konflik rumah ibadah adalah tokoh agama, maka pemerintah

khususnya aparat keamanan bisa lebih mudah dalam mendeteksi konflik.

Jika melihat konflik pembangunan Gereja St. Stanislaus Kostka ini tampak

masyarakat terbelah dalam dua kelompok, yang mendukung dan yang

menolak pendirian rumah ibadah. Masyarakat dan juga tokoh agama yang

menolak dinilai menjadi aktor utama dalam konflik pembangunan Gereja

ini.

Page 82: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

72

Fasilitasi dan upaya-upaya yang dilakukan oleh FKUB tampaknya

tidak berhasil meredam konflik sesuai yang diharapkan. Sebelum terjadi

peristiwa konflik, pihak kepolisian, aparat Pemda sebenarnya telah

memanggil para pihak yang bertikai dan sejumlah tokoh agama untuk

melakukan dialog dan mencapai kesepakatan agar konflik dihentikan.

Langkah ini dilakukan untuk menjaga agar tidak ada kekerasan di kedua

belah pihak, dan konflik tidak terus berlanjut. Mediasi yang dilakukan

Pemerintah Daerah dalam kasus rumah ibadah ini tampaknya tidak

menyelesaikan pertikaian, kedua belah pihak bertahan pada pendapat

masing-masing dan kehendak masing-masing. Lalu kemudian Pemerintah

Daerah menyarankan untuk menyelesaikan konflik ini melalui pengadilan.

Penyelesaian konflik melalui jalur pengadilan seperti yang dilakukan oleh

pihak-pihak yang berkonflik ini akan menjadikan pihak-pihak yang

berselisih berhadap-hadapan dalam posisi yang dituntut dan yang dituntut

serta adanya pihak yang dimenangkan peradilan dan dikalahkan

peradilan.99

2. Jalan penyelesaian konflik melalui pengadilan

Pada upaya hukum tingkat pertama, atas dasar pertimbangan-

pertimbangan pada perkara pembangunan Gereja St. Stanislaus Kostka,

Pengadilan Tata Usaha Negara pada Pengadilan Negeri Bandung telah

memberi putusan Nomor 102/G/2013/PTUN.BDG. tertanggal 06 Maret

2014 dan dibacakan pada hari Kamis, 20 Maret 2014 yang amarnya

sebagai berikut:

99

Abdul Jamil Wahab, Manajemen Konflik Keagamaan (Analisis Latar Belakang Konflik

Keagamaan Aktual), (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo,2014), h. 189-190.

Page 83: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

73

Dalam penundaan:

Menolak permohonan penundaan pelaksanaan dan tindakan

administrasi lebih lanjut dari Surat Keputusan Tergugat berupa Surat Izin

Pelaksanaan Mendirikan Bangunan Gereja Katolik St. Stanislaus Kostka

Kranggan No.503/0545/I-B/BPPT.I/XII/2012 tertanggal 17 Desember

2012;

Dalam Eksepsi:

Menyatakan eksepsi dari Tergugat dan Tergugat II Intervensi tidak

dapat diterima;

Dalam Pokok Perkara:

1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan batal KTUN yang telah diterbitkan oleh Tergugat berupa

Surat Izin Pelaksanaan Mendirikan Bangunan Gereja Katolik St.

Stanislaus Kostka Kranggan No.503/0545/I-B/BPPT.I/XII/2012

tertanggal 17 Desember 2012;

3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Surat Izin Pelaksanaan

Mendirikan Bangunan Gereja Katolik St. Stanislaus Kostka Kranggan

No.503/0545/IB/BPPT.I/XII/2012 tertanggal 17 Desember 2012;

4. Menghukum Tergugat dan Tergugat II Intervensi untuk membayar

biaya yang timbul dalam sengketa ini secara tanggung renteng sebesar

Rp.265.000, (dua ratus enam puluh lima ribu rupiah);

Pihak tergugat kemudian mengajukan upaya hukum banding

sebagaimana termaktub dari akta permohonan upaya hukum banding yang

diikuti memori banding yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Tinggi

Page 84: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

74

Tata Usaha Jakarta yang kemudian amar putusannya mengabulkan

permohonan tuntutan penggugat dalam hal ini Walikota Bekasi dan Pihak

Gereja St. Stanislaus Kostka.

Kemudian para terbanding dalam hal ini masyarakat yang tergabung

dalam Majelis Perjuangan Masyarakat Muslim Jati Sampurna bersama

Forum Umat Islam (FUI) dan Front Pembela Islam (FPI) mengajukan

permohonan Kasasi. Permohonan tersebut diikuti memori kasasi yang

diterima Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung yang mana

terhadap pertimbangan-pertimbangannya Pengadilan Tata Usaha Negara

Bandung menetapkan tidak menerima permohonan kasasi Para

Terbanding/Para Penggugat pada gugatan sebelumnya. Penetapan Majelis

Hakim tersebut berbunyi:

MENETAPKAN:

1. Permohonan Kasasi yang diajukan oleh Para Pemohon Kasasi/Para

Terbanding/Para Penggugat tertanggal 25 November 2014 tidak dapat

diterima;

2. Memerintahkan Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung

untuk tidak mengirim berkas perkara tersebut ke Mahkamah Agung

Republik Indonesia;

3. Memerintahkan Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung

untuk mengembalikan sisi panjar biaya perkara Kasasi kepada

Pemohon Kasasi;

Setelah dua kali melakukan persidangan di Bandung dan di Jakarta,

karena kurangnya bukti dari pihak penggugat, akhirnya pihak Gereja St.

Page 85: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

75

Stanislaus Kostka memenangkan persidangan dan melanjutkan proses

pembangunan gereja yang sempat ditunda. Selanjutnya untuk

meminimalisir konflik seperti ini agar tidak terjadi lagi, FKUB

mengatakan akan melakukan sosialisasi terus-menerus kepada masyarakat

tentang PBM No. 8 dan 9 Tahun 2006 ini dengan melibatkan para tokoh-

tokoh agama dan juga tokoh masyarakat. Kehadiran tokoh agama dan

tokoh masyarakat ini dinilai sangat penting di lingkungan masyarakat.

Karena para tokoh agama lah yang biasa dijadikan panutan oleh

masyarakat sekitar mereka.100

100

Wawancara dengan bapak Syafrudin selaku anggota FKUB pada tanggal 4 Juli 2019.

Page 86: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

76

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis terhadap hasil penelitian yang didapatkan, maka

penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:

Upaya yang dilakukan oleh Kemenag dan FKUB dalam menyelesaikan

konflik ini adalah berperan sebagai mediator. Dalam perannya sebagai

mediator Kemenag dan FKUB beserta Lurah dan Camat Jati Sampurna,

memberikan rekomendasi untuk menyelesaikan konflik ini melalui jalur

hukum. Tetapi sebelum menyarankan untuk menyelesaikan konflik ini melalui

jalur hukum, Kemenag beserta FKUB sudah berusaha melakukan pertemuan

dengan para tokoh agama. Kemenag dan FKUB juga melakukan validasi

terhadap warga yang menandatangani persetujuan pembangunan gereja yang

pada prosesnya pihak gereja dianggap telah memanipulasi tanda tangan warga

sekitar. Tetapi pihak-pihak yang terikat konflik tetap pada pendiriannya

masing-masing, masyarakat yang menolak tetap pada keinginan untuk

menolak pembangunan gereja tersebut, begitu juga dengan pihak gereja yang

ingin tetap mendirikan rumah ibadah karena merasa persyaratan sudah

terpenuhi. Karena mediasi yang tidak juga menemukan kesepakatan maka

Pemerintah Kota Bekasi menyarankan Majelis Perjuangan Masyarakat

Muslim Jati Sampurna bersama Forum Umat Islam (FUI) dan Front Pembela

Islam (FPI) untuk mengajukan gugatan ke PTUN. Sedangkan upaya yang

dilakukan oleh pihak Panitia Pembangunan Gereja dalam menyelesaikan

konflik ini adalah mengikuti ketentuan-ketentuan yang ada atau proses hukum

Page 87: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

77

yang berlaku. Ketika masyarakat menuntut pihak gereja agar pembangunan

dihentikan, pihak gereja menuruti tuntutan masyarakat, hingga masyarakat

mengajukan gugatan kepada pihak Gereja dan juga Walikota Bekasi agar

mencabut IMB, pihak gereja hanya mengikuti proses gugatan sampai akhirnya

ke persidangan.

Hasil persidangan pertama dimenangkan oleh pihak penggugat yaitu

dengan dicabutnya IMB pembangunan Gereja St. Stanislaus Kostka. Namun,

dalam hal ini pihak tergugat yakni pihak Panitia Pembangunan Gereja tidak

puas dengan hasil dari persidangan pertama, maka dari itu pihak tergugat

mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Jakarta. Hasil dari

sidang banding tersebut yakni pihak gereja St. Stanislaus Kostka mendapatkan

kembali IMBnya. Lalu pihak penggugat mengajukan permohonan kasasi ke

Mahkamah Agama akan tetapi permohonan tersebut ditolak. Sehingga akhir

dari penyelesaian konflik ini pihak gereja memenangkan persidangan dan

melanjutkan proses pembangunan Gereja St. Stanislaus Kostka yang sempat

tertunda karena konflik.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dari uraian-uraian atau pembahasan dan

kesimpulan yang sudah dijelaskan dari hasil penelitian maka ada beberapa

saran dari penulis di antaranya sebagai berikut:

1. Dalam hal ini Pemerintah, Kementerian Agama, FKUB perlu melakukan

upaya dan langkah-langkah yang serius, aturan dalam PBM 2006 bukan

regulasi yang final, karena itu, temuan-temuan dalam penelitian tentang

konflik pembangunan rumah ibadah harus dijadikan acuan dalam

Page 88: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

78

memperbaharui regulasi dari waktu ke waktu dan juga dijadikan acuan

dalam cara menyelesaikan konflik.

2. Bagi semua elemen kelompok agama dan juga masyarakat harus terus

dilakukan sosialisasi dan pemahaman tentang pentingnya PBM. Dengan

demikian, semua pihak akan menghargai hak-hak semua kelompok agama

dengan cara menempuh prosedur yang ditetapkan pemerintah.

3. Kepada pihak gereja, keterbukaan pihak panitia pembangunan rumah

ibadah kepada masyarakat sekitar lokasi pendirian rumah ibadah menjadi

faktor yang sangat penting. Dengan adanya komunikasi yang baik antara

kedua pihak dapat membangun kepercayaan sehingga tidak menimbulkan

prasangka.

Page 89: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

79

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Ahmad, Haidlor Ali. Resolusi Konflik Keagamaan di Berbagai Daerah. Jakarta:

Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat

Kementerian Agama RI, 2014.

Arif, Syaiful. “Memaksimalkan Potensi Kerukunan.” dalam buku Menggali

kearifan memupuk kerukunan Peta Kerukunan dan Konflik

Keagamaan di Indonesia. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan,

2015.

Arsy, M. Yusuf. Pendirian Rumah Ibadat di Indonesia. Jakarta: Puslitbang

Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama

RI, 2011. Ed. I. cet. 1.

Azra, Abuzar dan Puguh Bodro Irawan. Metodologi Penelitian Survei. Bogor: IN

MEDIA, 2015.

Bachtiar, Harsja W. Agama dan Perubahan Sosial di Indonesia dalam buku

“Kajian Agama dan Masyarakat”. Jakarta: Departemen Agama RI

Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, 1993.

Bahri, Media Zainul. Wajah Studi Agama-agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2015.

Himpunan Peraturan Terkait Pendirian Rumah Ibadah. Jakarta: Pusat Kerukunan

Umat Beragama Kementerian Agama Republik Indonesia Tahun 2015.

Hutabarat, Binsar A. Evaluasi Terhadap Peraturan Bersama Menteri Tahun 2006

tentang Pendirian Rumah Ibadah. “Societas Dei”. Vol. 4. No. 1. April

2017.

International Crisis Group. “Indonesia: “Christianisation” and Intolerance.” dalam

Policy Briefing Crisis Group Asia Briefing No 114. Jakarta/Brussels:

24 November 2010.

Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Kurniawan, Moehammad Rizki .“Konflik Isu Agama (Studi Kasus tentang

Pembangunan Gereja Santa Clara di Kota Bekasi).” Skripsi S1

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya, 2017.

Kustini. “Interaksi Antar Kelompok Pemeluk Agama pada Masyarakat Urban:

Studi Kasus di Kota Bekasi”. Jurnal Multikultural & Multireligius.

Vol. X No. 4, 2011.

Page 90: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

80

Manullang, Sudianto. “Konsep Misi-Diakonia untuk Konteks Indonesia”.Jurnal

Teologi Stulos. 16/1 Januari, 2018.

Mas’ud, Abd. Rahman. Toleransi Beragama Mahasiswa. Jakarta: Maloho Jaya

Abadi Press, 2010.

Muchtar, Ibnu Hasan. “Toleransi Beragama di Kota Bekasi.” di dalam buku

Ahsanul Khalikin dan Fathuri, ed. Toleransi Beragama di Daerah

Rawan Konflik. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2016.

Nasution. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito, 2003.

Pamakayo, Andreas. “Ditolak, setelah Diresmikan Walikota.” Tabloid Reformata.

Edisi 166. Tahun X. 1-31 Agustus 2013.

Putri, Nella Sumika. Pelaksanaan Kebebasan Beragama di Indonesia (External

Freedom) Dihubungkan Ijin Pembangunan Rumah Ibadah, Jurnal

Dinamika Hukum Vol. 11 No. 2 Mei 2011.

Rumah Ibadat di Kota Bekasi. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota

Bekasi, 2009.

Salam, Syamsir MS dan Jaenal Aripin. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta:

Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006.

Siswanto, Krido. “Tinjauan Teoritis dan Teologis terhadap Diakonia

Transformatif Gereja”. Jurnal Simpson. STT Simpson Ungaran.

Soekanto, Serjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers, 2001.

Sosialisasi PBM & Tanya Jawabnya. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan

Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2016. cet. IV.

Subyantoro, Arief dan FX. Suwarto. Metode dan Teknik Penelitian Sosial.

Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET.

Sukandarrumidi. Metode Penelitian. Yogyakarta: GADJAH MADA

UNIVERSITY PRESS, 2012.

Suwariyati Titik. Studi Kasus Pembangunan Gereja Kristen Bethany Indonesia

dan Gereja Katolik Santo Gabriel di Perumnas Kota Baru Driyorejo

Kecamatan Driyorejo Kabupaten Gresik. “Hubungan Umat Beragama

Studi Kasus Penutupan/Perselisihan Rumah Ibadah”. Jakarta:

Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat

Kementerian Agama RI, 2012. Ed. Haidlor Ali Ahmad. ed I. cet. I.

Page 91: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

81

Syawaludiin, Mohammad. Memaknai Konflik dalam Perspektif Sosiologi melalui

Pendekatan Konflik Fungsional. Program Studi Sejarah dan

Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Budaya Islam UIN Raden Fatah

Palembang.

Taufiq, Imam. Membangun Damai melalui Mediasi: Studi terhadap Pemikiran

Hamka dalam Tafsir Al-Azhar. Jurnal Al-Tahrir. Vol. 14. No. 2 Mei

2014.

Wahab, Abdul Jamil. Manajemen Konflik Keagamaan (Analisis Latar Belakang

Konflik Keagamaan Aktual). Jakarta: PT. Elex Media Komputindo,

2014.

Wibisono, Ndaru Amirudin. Manajemen Pengelolaan masjid Agung Magelang

dalam Pelayanan Ibadah pada Umat Islam. Skripsi Jurusan

Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas

Islam Negeri Walisongo, 2017.

Wirawan. Konflik dan Manajemen Konflik Teori, Aplikasi dan Penelitian. Jakarta:

Salemba Humanika, 2016.

DOKUMEN

BIDUK Gereja St. Stanislaus Kostka.

Data Penduduk dan Rumah Ibadat di Kota Bekasi Per Mei 2019 oleh Kementerian

Agama.

Dokumen pernyataan penolakan pembangunan Gereja Katolik St. Stanislaus

Kostka.

WAWANCARA

Wawancara dengan bapak Abdullah Musfiq selaku Tokoh Agama di Jati

Sampurna pada tanggal 23 Mei 2019.

Wawancara dengan bapak H. Moch Nasrullah sebagai anggota FKUB pada

tanggal 8 Juli 2019.

Wawancara dengan bapak K.H Athaillah selaku tokoh masyarakat di Jati

Sampurna pada tanggal 10 April 2019.

Wawancara dengan bapak Narya selaku Penyuluh di KUA Jati Sampurna pada

tanggal 29 Oktober 2018.

Wawancara dengan bapak Natar Sinaga sebagai Ketua Dewan Stasi Gereja St.

Stanislaus Kostka pada tanggal 5 Januari 2019.

Page 92: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

82

Wawancara dengan bapak Raden Deden Taufiqurrahman selaku Humas di

Kementerian Agama di Kota Bekasi pada tanggal 24 Mei 2019.

Wawancara dengan bapak Syafrudin selaku anggota FKUB pada tanggal 4 Juli

2019.

Wawancara dengan Pak Bonda selaku ketua RT di RT 3, RW. 04, Kelurahan Jati

Sampurna, Kec. Jati Sampurna pada tanggal 1 April 2019.

Wawancara pribadi dengan Irfan Muhammad selaku masyarakat sekitar, pada

tanggal 29 Oktober 2018.

INTERNET

Diakses dari: http://www.beritasatu.com/megapolitan/173631-fui-halangi-

pembangunan-gereja-st-stanislaus-kostka-kranggan.html pada tanggal

14 Oktober 2018, pukul 23.29.

Diakses dari: https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/mediation pada

tanggal 30 September 2019 pukul 12.30.

Diakses dari: https://stanislauskostka.org/about/ pada hari Kamis tanggal 25 April

2017 pukul 21.12.

Diakses dari: https://www.kiblat.net/2013/10/03/kronologis-pendirian-gereja-

kalamiring-kranggan-jatisampurna-bekasi/ pada tanggal 9 Mei 2019

pukul 14.50.

Diakses dari: https://www.kiblat.net/2013/10/03/kronologis-pendirian-gereja-

kalamiring-kranggan-jatisampurna-bekasi/ pada Tanggal 23 Mei 2019.

Page 93: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran I

TENTANG

KEBEBASAN BERAGAMA DALAM PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN

Pasal 28E UUD 1945

(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya.

Memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih

kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah Negara dan

meninggalkannya, serta berhak kembali.

(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan

pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan

pendapat.

Pasal 29 UUD 1945

(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya

masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya

itu.

Page 94: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

Tentang Pendirian Rumah Ibadat

PERATURAN BERSAMA

MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI

NOMOR: 9 TAHUN 2006

NOMOR: 8 TAHUN 2006

TENTANG

PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/WAKIL

KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT

BERAGAMA, PEMBERDAYAAN FORUM KERUKUNAN UMAT

BERAGAMA, DAN PENDIRIAN RUMAH IBADAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI,

Menetapkan: Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri

tentang “Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dalam

Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Peberdayaan Forum

kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah” Menteri

Agama dan Menteri Dalam Negeri menetapkan PBM tentang

Pendirian rumah ibadah dalam BAB IV sebagai berikut:

Pasal 13

(1) Pendirian rumah ibadah didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-

sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat

beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa.

(2) Pendirian Rumah Ibadah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak menganggu

ketenteraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang-

undangan.

(3) Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah

kelurahan/desa sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi, pertimbangan

komposisi jumlah penduduk digunakan atas wilayah kecamatan atau

kabupaten/kota atau provinsi.

Page 95: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

Pasal 14

(1) Pendirian rumah ibadah harus mematuhi persyaratan adminidtratif dan

persyaratan teknis bangunan gedung.

(2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian

rumah ibadah harus memenuhi persyaratan khusus meliputi:

a. Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk Pengguna rumah ibadah paling

sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat

sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam pasal

13 ayat (3);

b. Dukungan masyarakat setempat palng sedikit 60 (enam puluh) orang yang

disahkan oleh lurah/kepala desa;

c. Rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota;

dan

d. Rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.

(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi

sedangkan persyaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah daerah

berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadah.

Pasal 15

Rekomendasi FKUB sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (2) huruf d

merupakan hasil musyawarah dan mufakat dalam rapat FKUB, dituangkan dalam

bentuk tertulis.

Pasal 16

(1) Permohonan pendirian rumah ibadah sebagaimana dimaksud dalam pasal 14

diajukan oleh panitia pembangunan rumah ibadah kepada bupati/walikota

untuk memperoleh IMB rumah ibadah.

(2) Bupati/walikota memberikan keputusan paling lambat 90 (sembilan puluh)

hari sejak permohonan pendirian rumah ibadah diajukan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1).

Page 96: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

Pasal 17

Pemerintah daerah memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi bangunan gedung

rumah ibadah yang telah memiliki IMB yang dipindahkan karena perubahan

rencana tata ruang wilayah.

PERATURAN WALIKOTA BEKASI

NOMOR 16 TAHUN 2006

TENTANG

TATA CARA PEMBERIAN IZIN PENDIRIAN RUMAH IBADAT DI

KOTA BEKASI

WALIKOTA BEKASI,

Menetapkan: Peraturan Walikota Bekasi tentang “Tata Cara Pemberian Izin

Pendirian rumah Ibadat di Kota Bekasi” terdapat pada:

BAB II

PENDIRIAN RUMAH IBADAT

Pasal 2

(1) warga masyarakat yang akan membangun rumah ibadah harus mendapatkan

izin Walikota,

(2) izin Walikota, sebagimana dimaksud ayat (1) dilakukan melalui sebuah

panitia.

(3) untuk melaksanakan pembangunan rumah ibadah yang telah mendapat izin

Walikota, panitia harus memperoleh IMB dari perangkat daerah yang

berwenang mengeluarkan rekomendasi dimaksud.

BAB III

TATA CARA PENYELESAIAN PERSETUJUAN

Pasal 3

(1) Panitia mengajukan permohonan izin mendirikan rumah ibadah, dilengkapi

syarat-syarat administrasi kepada walikota melalui Kabag Kesos;

(2) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini terdiri dari:

a. Susunan panitia yang terdiri dari warga masyarakat setempat di daerah;

Page 97: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

b. Keterangan status kepemilikan tanah yang telah dikuasai panitia/yayasan

berbadan hukum;

c. Gambar rencana bangunan dan perhitnan rencana biaya

d. Siteplan dari pengembang, untuk pendirian rumah ibadah di lingkungan

komplek perumahan;

e. Daftar jama’ah pengguna rumah ibadah yang berdomisili di wilayah

setempat dibuktikan dengan rekaman Kartu Tanda Penduduk (KTP) paling

sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat;

f. Pernyataan tidak keberatan dari masyarakat lingkungan setempat paling

sedikit 60 (enam puluh) orang diketahui oleh RT dan RW dan disahkan

oleh lurah dengan melampirkan bukti rekaman Kartu Tanda Penduduk

(KTP);

g. Surat pengantar dari Lurah yang diketahui oleh Camat;

h. Advis Plaining dari Kepala Bappeda untuk pendirian rumah ibadah di atas

tanah fasos/fasum di lingkungan komplek perumahan;

i. Surat pertimbangan Kepala Dinas Solinbermas;

j. Rekomendasi Kakan Depag;

k. Rekomendasi FKUB.

(3) Kabag Kesos sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini menerima dan meneliti

kelengkapan berkas permohonan sesuai yang ditetapkan pada ayat (2) pasal ini

kemudian memberikan tanda terima berkas permohonan lengkap atau

mengembalikan berkas permohonan kepada panitia untuk permohonan yang

persyaratan administrasinya tidak atau belum lengkap;

(4) Untuk mendapatkan syarat administrasi sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal

ini, panitia mengajukan permohonan kepada instansi/lembaga yang

mengeluarkan persyaratan tersebut dengan mempertimbangkan kebtuhan

nyata dan sungguh-sungguh warga masyarakat, untuk tetap terciptanya

ketenteraman, keamanan dan ketertiban umum;

(5) Masa berlaku surat-surat dan rekomendasi paling lama 6 (enam) blan dan

dapat diperpanjang sebanyak 1 (satu) kali, untuk jangka waktu 6 (enam) bulan

berikutnya.

Page 98: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

Pasal 4

(1) Kabag Kesos sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini selanjtnya memproses

permohonan izin pendirian rumah ibadah dengan melakukan koordinasi

dengan instansi/lembaga terkait, melakukan peninjauan lokasi yang

dituangkan dalam berita acara;

(2) Instansi/lembaga terkait sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini adalah

sebuah tim yang ditetapkan oleh walikota;

(3) Hasil koordinasi sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini apabila memenuhi

persyaratan meliputi pemenuhan kebutuhan nyata, teknis perencanaan kota,

pertimbangan keamanan dan lingkungan, maka Kabag Kesos menyampaikan

pertimbangan disertai Berita Acara kepada walikota untuk mendapatkan izin

atau menolak disertai alasan penolakan;

(4) Izin atau penolakan walikota disampaikan kepada panitia dan tembusannya

disampaikan kepada instansi/lembaga terkait.

Pasal 5

(1) Khusus untuk permohonan persetujuan pendirian rumah ibadah yang

menggunakan tanah sarana sosial atau tanah di bawah pengasaan pemerintah

daerah, maka luas tanah yang diizinkan akan diperhitngkan berdasarkan

jumlah jama’ah;

(2) Jumlah jama’ah kurang dari 90 (sembilan puluh) orang, permohonannya

ditolak;

(3) Dasar perhitungan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, sebagai berikut:

a. Untuk jumlah jama’ah sebanyak 90 s/d 150 orang, paling banyak seluas

200 m2;

b. Untuk jumlah jama’ah sebanyak 151 s/d 200 orang, paling banyak seluas

500 m2;

c. Untuk jumlah jama’ah sebanyak 201 s/d 300 orang, paling banyak seluas

1.500 m2;

d. Untuk jumlah jama’ah lebih dari 300 orang, paling banyak seluas 4.000

m2.

Page 99: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

Pasal 6

(1) Pemberian izin atau penolakan walikota, diproses paling lambat 90 (sembilan

puluh) hari sejak permohonan diterima secara lengkap;

(2) Izin walikota berlaku selama 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya dan dapat

diperpanjang sebanyak 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama setelah

diteliti oleh instansi/lembaga terkait;

(3) Izin walikota merpakan salah satu persyaratan untuk memperoleh IMB.

(4) Renovasi bangunan rumah ibadah yang telah memiliki IMB, diproses sesuai

dengan ketentuan sepanjang tidak terjadi pemindahan lokasi.

Pasal 7

Renovasi bangunan rumah ibadat yang telah memiliki IMB, diproses sesuai

dengan ketentuan IMB sepanjang tidak terjadi pemindahan lokasi.

Page 100: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

Lampiran 2

Page 101: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

DIALOG WAWANCARA DENGAN ANGGOTA FKUB KOTA BEKASI

Nama: H. Moch Nasrulloh

Alamat: Jl. Veteran No. 37, Marga Jaya, Kota Bekasi.

Pekerjaan: Anggota FKUB

1. Nama, jabatan?

H. Moch Nasrulloh, sebagai anggota di FKUB Kota Bekasi.

2. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang peraturan pembangunan rumah ibadah?

jika iya apa saja?

Iya, persyaratannya itu harus ada persetujuan dari warga sekitar 60 orang

dengan melampirkan KTP dan diketahui oleh lurah dan camat, jamaah yang

akan menggunakan rumah ibadah paling sedikit 90 orang, lalu harus ada

rekomendasi dari Kementerian Agama, FKUB.

3. Apakah bapak/ibu mengetahui mengenai konflik Gereja St. Stanislaus

Kostka?

Iya saya tahu

4. Apa pendapat bapak/ibu mengenai konflik pembangunan rumah ibadah Gereja

St. Stanislaus Kostka yang ditolak oleh masyarakat?

Kalau kami, sepanjang konflik tersebut bisa diselesaikan, kami tidak ada

masalah, kami kan hanya berdasarkan PBM. kita ini negara hukum. Ya kami

hanya sebagai saksi waktu itu kan, saksi bahwa disitu diijinkan ya kami

menyuarakan, kami berdasarkan fakta fakta memang sesuai yang ada disitu.

Kan di pengadilan pembuktian akhir. Memang mungkin waktu sidang pertama

pembuktiannya kurang kuat, setelah dikuatkan dengan bukti2 yang ada kan.

Memang tekanan-tekanan ada lah pasti, kami terus terang saja ya sebagai

muslim ya bilang tidak, tapi kalau sebagai orang FKUB kan harus ngikutin

PBM.

5. Apakah ada upaya mediasi antara pihak gereja dengan masyarakat yang

menolak?

Jadi gini kalau masyarakat sudah bilang tidak boleh kan pokoknya tidak boleh.

Tapi tetep ada mediasi, sebenarnya FKUB hanya administrasinya, benar tidak

60/90 itu, ada atau engga, surat-suratnya bagaimana, terus masalah orangnya

Page 102: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

ada atau tidak. Mediasi itu difasilitasi oleh aparat setempat, seperti lurah,

camat, pasti ada. Kami juga dilibatkan untuk hadir, dan mediasi itu ada

beberapa kali, sebetulnya kalo mediasi yang kami hadiri itu pembuktian surat-

surat saja, panitia gerejanya juga aktif ke sana, karna terus terang aja selama

ini yang kami alami, biasanya gereja itu berjalan gak ada masalah tapi begitu

mau ijin rata-rata jadi masalah.

6. Apa pengaruh/dampak bagi masyarakat setelah terjadinya konflik?

Sekarang sih sudah tidak ada pengaruh ya, gerejanya sudah berjalan sudah

lama. Jadi menurut saya sudah tidak apa-apa. Ya karna memang, jadi gini, kita

terus terang saja trauma, jangan sampai gereja itu menjadi kristenisasi. Kami

di Bekasi sudah bisa dikatakan, apalagi dalam 15 tahun ini, tidak ada orang

masuk Kristen itu gara-gara indomie atau beras karung tidak ada, kan yang

dicurigakan seperti itu ya, yang saya pantau, misalnya dari muslim masuk

Kristen itu Cuma 1 kalo menurut saya, yaitu perkawinan, lainnya saya rasa

kecil sekali, mungkin ada ya mungkin, tapi kecil sekali. Mudah-mudahan lah

masalah kristenisasi itu kita jaga, mudah-mudahan tidak ada. Terus terang saja

kota Bekasi tingkat pendidikannya sudah bagus, kan yang di khawatirkan itu,

kami terus terang saja kami dari muslim terus memonitor.

7. Menurut bapak/ibu, apa yang harus dilakukan jika hal seperti ini terjadi lagi?

Jadi kami terus terang saja dari FKUB dan pemerintah itu selalu mengadakan

pertemuan lintas agama, selalu mensosialisasikan PBM, dan kami sudah

sampai ke tingkat RW, sosialisasi PBM. Artinya kami menerapkan, ini loh

yang kalo mendirikan rumah ibadah, entah itu gereja, masjid, pura, vihara,

atau klenteng tahapannya harus begini. Makanya kami sosialisasi tingkat kota

sudah, tingkat kecamatan sudah, tingkat kelurahan sudah, tingkat sebagian

RW kami sudah, nah anggaran tahun ini kami RW yang belom kebagian

sosialisasi kami akan sosialisasi. Artinya untuk pertanyaan itu saya jawab,

untuk meminimalisir terjadinya sengketa konflik adalah dari bawah. Boleh

dikatakan kami tiap sosialisasi dengan lintas agama kami panggil dari tokoh-

tokoh muslim, dari tokoh-tokoh masyarakat, kami sering mengadakan

pertemuan untuk meminimalkan konflik2 itu.

Page 103: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI
Page 104: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

DIALOG WAWANCARA DENGAN KETUA DEWAN STASI GEREJA

ST.STANISLAUS KOSTKA

Nama: Natar Sinaga

Alamat: Perumahan Kranggan Permai

Perkerjaan: Pengurus Gereja

1. Nama, jabatan di gereja ini sebagai apa ?

Natar Sinaga, sebagai ketua dewan Stasi. Karna ini belom paroki jadi kami di

jenjang gereja itu kan ada paroki ada stasi, jadi stasi itu masih di bawahnya

paroki, paroki itu induknya, jadi kalau di dalam satu Paroki itu kalau mau

dimekarkan itu namanya Stasi. Jadi Stasi ini nantinya akan menjadi Paroki,

tapi kapan waktunya kita belom tau. Paroki gereja ini adalah Gereja St.

Servatious di Kampung Sawah, jadi induknya kami masih ke sana.

2. Kapan gereja ini berdiri?

Sebenarnya begini, berdirinya itu, artinya kita mulai dengan peletakkan batu

pertama dulu. Peletakkan batu pertama itu tahun 2013, kemudian diresmikan

itu tanggal 2 juli 2017. Jadi sebenarnya masih sangat muda gereja ini. Tetapi

sebenarnya prosesnya sudah panjang. Artinya begini, kalau kita bicara

pendiriannya, itu berarti mulai dari peletakkan batu pertamanya itu bertari

mulai tahun 2013. Peletakkan batu pertama waktu itu memang tidak langsung

dibangun, tapi itu sudah menandai proses mulainya pemangunan. Nah, kalau

pembangunannya sendiri itu baru dimulai tahun 2014, peletakkan batu

pertamanya 2013, yang pasti pembangunan fisik itu baru dimulai tahun 2014.

Perizinan sudah jauh sebelumnya.

3. Bagaimana dengan sejarah gereja St. Stanislaus Kostka ini?

Jadi sebenarnya proses pembangunannya ini dimulai sekitar tahun 80-an. Jadi

sebenarnya tahun 80-an itu sudah mulai ada ide untuk membangun tempat

ibadah dan sudah mulai melakukan proses perizinan dan segala macamnya.

Karna waktu itu di sekitar kranggan ini sudah mulai muncul perumahan-

perumahan, jadi kalau penduduk setempat memang tidak terlalu banyak yang

Katolik, hanya beberapa keluarga waktu itu. Tapi karna mulai ada

pembangunan perumahan-perumahan baru, ada warga yang mulai pindah ke

Page 105: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

sini gitu ya. Nah, jumlahnya waktu itu sudah mulai semakin banyak. Itu

sekitar tahun 80-an ya, jadi ada sekelompok umat yang tinggal di sekitar

kranggan ini yang jumlahnya semakin banyak seiring dengan munculnya

beberapa perumahan atau cluster baru.

4. Apa alasan gereja ini dibangun?

Yang pertama yang menjadi alasan utama itu adalah jarak ke gereja terdekat

itu sekitar 7 km dari sini. Jadi jarak dari sini ke Kp. Sawah itu sekitar 7 km.

Nah, kemudian persoalan berikutnya adalah jarak 7 KM ini tidak bisa

ditempuh dengan angkutan, karna memang belum ada jalan, dulu itu jalannya

masih jalan tanah gitu ya. Di tahun 80-an ini masih jalan setapak gitu.

Kemudian, ini hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki, Nah perjalanan menuju

Kp. Sawah itu kurang lebih 1 jam dari sini ke sana, karna kondisinya pertama

jalan setapak, jalannya juga belum padat lah ya, ada beberapa jalanan yang

masih berlubang atau segala macam. Intinya memang belum bisa dilalui oleh

kendaraan, jadi hanya bisa dilalui dengan jalan kaki. Nah yang lebih parahnya

lagi itu adalah dalam kondisi hujan jalan itu kemudian menjadi sangat sulit

untuk dilewati, karna ini kan jalan tanah merah di sini. Kemudian kalau hujan

itu kondisi jalannya, tanahnya menjadi becek, waktu tempuh bisa satu

setengah hampir 2 jam. Nah ini persoalan yang memang dihadapi pada saat

itu. Itu yang mendasari kemudian timbul semacam keinginan umat “susah

sekali yaa kita harus menempuh perjalanan sekitar satu jam dalam kondisi

normal, satu setengah jam sampai 2 jam ke sana itu kalau dalam kondisi

hujan”. Nah itu menjadi dasar alasan mengapa gereja ini dibangun. Kemudian

ada keinginan dari sekelompok umat ini untuk mengupayakan satu tempat

ibadah yang dekat di daerah sini. Itu mungkin dari sisi sejarahnya.

5. Apakah bapak mengetahui peraturan/syarat-syarat pembangunan rumah

ibadah?

Iya saya tahu. Syarat-syarat membangun rumah ibadah harus mendapatkan

izin dari warga sekitar lingkungan yang akan dibangun rumah ibadah tersebut

60 orang dengan melampirkan tanda tangan dan fotokopi KTP dan juga

tentunya jama’ahnya paling sedikit 90 orang.

Page 106: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

6. Apakah ada penolakan dari masyarakat dalam proses pembangunannya?

Iya ada. Jadi gini pada awal-awal, ya itu tadi yang saya bilang, pertama-tama

memang ketika sekelompok umat kami ini yang mulai bertambah jumlahnya

ini, mereka punya keinginan untuk memiliki sebuah tempat ibadah, kan tidak

mungkin waktu itu kita bisa langsung buat gereja kan. Ada prosesnya, proses

perizinan, proses untuk pembangunan fisik itu kan butuh waktu yang lama,

butuh biaya, butuh perencanaan. Nah waktu itu memang kita ada satu tempat

yang kita jadikan kapel yang waktu itu dijadikan sebagai tempat untuk

peribadatan sementara. Nah pada awal-awal memang ketika umat melakukan

peribadatan di sana ada beberapa kelompok masyarakat yang memang

menyampaikan keberatan/penolakan. Lalu kemudian kita pindah ke kapel lain

di Perumahan Citra Grand, jadi kapel itu sebenarnya bukan kapel Katolik, tapi

sebenarnya merupakan kapel yang Protestan pun bisa melakukan peribadatan

di sana, jadi kami bergantian menggunakan tempat itu. Kemudian dalam

proses perizinan, proses perizinannya sudah dilakukan dan sebenarnya

persyaratan administratif sudah terpenuhi. IMB nya kemudian sudah keluar,

kemudian peletakkan baru pertama dilakukan, sampai di situ sebenarnya

belom ada penolakkan, memang dalam proses perizinannya sudah muncul

riak-riak kecil lah, jadi ada sekelompok masyarakat yang sebenarnya tidak

setuju, tapi secara hukum mungkin karna Pemerintah Kota Bekasi itu

menganggap bahwa semua perizinan sudah clear, sudah beres, lalu mereka

mengeluarkan IMB. Nah atas dasar IMB itu kita memulai proses

pembangunan. Nah pada saat pembangunan itulah kemudian muncul

sekelompok masyarakat yang menyampaikan penolakkan-penolakkan itu.

Jadi begini, dengan masyarakat setempat di sini sebenarnya kami tidak pernah

ada masalah, masyarakat yang asli daerah sini ya. Kami memang waktu itu

berfikir apakah memang kemudian muncul penolakkan ini karna adanya

gerakan-gerakan dari sekelompok masyarakat yang merasa mereka keberatan

dengan keberadaan tempat ibadah di sini. Kami sendiri juga sebenarnya tidak

mengetahui sebenarnya apa sih alasannya, karna secara administratif sudah

terpenuhi, artinya persetujuan dari masyarakat setempat waktu itu sudah

selesai. Kemudian dari sisi ilegal formalnya juga sudah selesai. Tetapi yang

Page 107: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

namanya masyarakat, kalau mereka mau menyampaikan keberatan ya kita kan

tidak bisa menyampaikan ke mereka bahwa ini kami secara hukum sudah

selesai, tidak bisa seperti itu, itu kan hak mereka untuk demokrasi. Kalau

mereka mengatakan, kami tidak setuju, ya tidak setujunya di mana, nah ini

yang kami terus terang kurang memahami, di mana sebenarnya masalahnya.

7. Apa yang dilakukan bapak/pihak gereja untuk mensosialisasikan kepada

warga sekitar mengenai pembangunan gereja ini?

Nah gini, sebenarnya dari awal itu kami sudah rutin melakukan sosialisasi,

sudah melakukan pertemuan-pertemuan dengan tokoh masyarakat, kemudian

dengan RT/RW lalu kemudian juga dengan ormas, dengan tokoh agama.

Memang ada yang mereka itu terbuka, artinya menganggap bahwa

pembangunan tempat ibadah ini bagi mereka sih mungkin bukan sesuatu yang

bisa mengganggu mereka gitu, tapi ya sebagai manusia, barang kali mungkin

ada juga satu dua orang yang merasa “wah ini bisa-bisa nanti menganggu

keberadaan kami” gitu, ini barang kali ya, masing-masing orang ini kan punya

pemikiran yang berbeda, itu kan kita gabisa mengatakan bahwa semua orang

itu sama pemikirannya. Tapi pertemuan-pertemuan itu sudah dilakukan

dengan baik oleh panitia pembangunan gereja ini. Tetapi ketika melakukan

pertemuan, kita tidak mungkin bisa mengumpulkan semua tokoh masyarakat

di satu tempat. Biasanya memang kita lakukan secara bergiliran, jadi RT nya

RW nya tokoh masyarakatnya siapa yang kira-kira bisa kita anggap menjadi

tokoh di sana itu ya memang kita jadikan sebagai pintu masuk untuk

mensosialisasikan bahwa pembangunan tempat ibadah ini memang didasari

oleh alasan yang tadi itu. Bukan karena ada tujuan-tujuan seperti apa yang

mungkin dikhawatirkan oleh masyarakat, tidak, sama sekali tidak. Jadi

memang hanya karena alasan-alasan yang tadi itu. Kalo sekarang mungkin

kan situasinya berbeda ya, kita kalau mau ke gereja Kp. Sawah, maksudnya

angkutan sudah tersedia, motor sudah dengan gampangnya, tapi pada sekitar

tahun-tahun 80-an, 90-an itu kondisinya masih sangat sulit. Saya sendiri

sebenarnya kalau di sini sekitar tahun 2000 ya, tahun 2000 saya di sini, tapi

mendengar cerita-cerita dari temen-temen, orang-orang yang dulu tinggal di

sini itu memang mereka itu kadang-kadang bercerita sambil tertawa

Page 108: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

mengenang dulu, bagaimana mereka harus ke gereja itu dari sini berpakaian

bersih begitu sampai di sana itu celana dan sepatunya sudah penuh dengan

tanah. Pulang dari sana apalagi kalau hujan itu katanya waduh udah ga

kelihatan seperti orang yang baru pulang dari gereja gitu. Nah alasan-alasan

inilah yang sebenarnya mendasari kenapa kemudian ada kerinduan umat untuk

mendirikan atau memiliki tempat ibadah sendiri di sini. Jadi itu alasannya, tapi

sekali lagi, kami juga tidak mungkin bisa mensosialisasikan ini terhadap

semua orang dan orang itu menerima dengan pikiran yang sama. Nah ini yang

kami hadapi memang pada saat itu adalah sebagian atau sekelompok

masyarakat itu bisa menerima, artinya terbuka menerima informasi atau

sosialisasi yang kami sampaikan terkait pembangunan gereja ini, tapi ada juga

memang satu dua yang, katakanlah mungkin mereka merasa belum terbuka,

artinya mereka mengatakan “aduh, ini jangan-jangan ada sesuatu nanti di

balik pembangunan gereja ini”, dan ini kita tidak bisa menutup mata memang,

masing-masing orang kan punya pemikiran yang berbeda.

8. Apakah ada kendala ketika meminta izin ke 60 warga setempat?

Pada saat kami mensosialisasikan, kemudian meminta persetujuan kepada

warga, prosesnya bisa saya katakan hampir tidak ada masalah yang kami

hadapi, memang lama, jadi ada tahapan-tahapan, misalnya di RT ini dll.

Bagaimanapun juga ketika kita mau mndirikan sebuah rumah ibadah kan kita

harus bersosialisasi ke semua tempat, dan tidak bisa serta merta. Nah

pendekatannya pun saya kira tetap harus pendekatan yang mengedepankan

sopan santun. Warga setempat ini kan kami anggap sebagai warga yang paling

mengetahui tempat ini, merekalah ibaratnya yang mendiami tempat ini di

awal-awal berdirinya kampung ini, lalu kami datang dan ingin mendirikan

sebuah rumah ibadah di sini misalnya, tentu kami harus sopan, kami harus

menyampaikan maksudnya, tujuannya, dan proses-prosesnya seperti apa, itu

yang harus kami sampaikan. Jadi secara umum, mungkin ada 1 atau 2 yang

tidak setuju, tapi sesuai ketentuan akhirnya kan proses mendapatkan

persetujuan 60 KK itu bisa didapatkan, sehingga kemudian persetujuan dari

Pemerintah Kota itu bisa didapat.

Page 109: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

9. Berapa jumlah jamaah yang ada di gereja ini?

Sekarang ini kami sekitar 664 KK, jumlah umatnya sekitar 2.451 orang. Jati

Sampurna itu kan Kelurahan dan Kecamatan, jadi Kecamatannya itu

Kelurahan Jati Sampurna, Jati Rangon, kemudian Jati Rangga, Jati Raden

sama Jati Asih. Jadi dari sekitar kelurahan itu sebenarnya. Nah kalo kami di

gereja Katolik itu ada batasan-batasan wilayahnya. Jadi, misalnya kita ambil

contoh, di daerah Pd. Rangon, itu ada Kali di situ, nah daerah Kali ke sana itu

bukan lagi masuk ke gereja kita, itu sudah masuk ke depok, parokinya sudah

lain. Lalu daerah kota wisata itu sudah bukan lagi, itu sudah bogor, itu sudah

masuk paroki Maria Bunda. Jadi ada wilayah, ada batas-batas yang menjadi

batas wilayah gereja kami tapi yang pasti yang terdaftar di sini yang 2.451

orang adalah yang masuk dalam batas wilayah kita dulu.

10. Apakah gereja ini aktif melakukan peribadatan? Jika iya, ibadah apa saja yang

dilakukan?

Peribadatan kita sebenarnya peribadatan yang sudah baku ya. Artinya ada

Misa, jadi kalau di kami sekarang Misanya baru 2 kali karna masih Stasi,

kalau di Paroki mungkin mereka sudah banyak ya bisa 4 sampe 5 kali. Kalau

di kami baru 2 kali, sabtu sore jam 5 kemudian minggu pagi jam 8, jadi baru 2

kali dalam 1 minggu, lalu kegiatan peribadatan yang lain apa? Misalnya

perayaan-perayaan besar seperti Natal, Paskah, dan HUT perayaan Gereja dan

ada kegiatan-kegiatan lain, Misa-misa yang lain yang dilakukan.

Dari senin-jumat itu ada kegiatan, misalnya gini, kami itu ada Misa jumat

pertama, jadi setiap Jumat pertama awal bulan itu ada Misa, misalnya kemarin

Jumat tanggal 4, itu kami ada Misa, kemudian nnti Februari awal jumat itu ada

Misa, namanya Misa Jumat Pertama. Lalu ada juga Misa Harian, Misa harian

itu setiap senin rabu jumat, itu pagi jam 6.30 ini biasanya jumlah umat yang

hadir itu paling sekitar 40 orang, karna pertama, ya mungkin orang-orang

yang mau bekerja ke sini dulu berdoa sebentar, mereka mulai dengan Misa

kemudian setelah itu mereka mulai bekerja.

Page 110: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI
Page 111: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

DIALOG WAWANCARA DENGAN HUMAS DI KEMENTERIAN AGAMA

Nama: Raden Deden Taufiqurrahman

Alamat: Jl. Kemakmuran 27 E, Marga Jaya, Bekasi Selatan

Pekerjaan: PNS Kementerian Agama Kota Bekasi

1. Nama, agama, jabatan?

Raden Deden Taufiqurrahman, saya sebagai Humas dan KUB di Kementerian

Agama Kota Bekasi, agama Islam.

2. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang peraturan pembangunan rumah ibadah?

jika iya apa saja?

Iya, pembangunan rumah ibadah itu harus didasarkan pada kebutuhan nyata

dulu. Apa itu kebutuhan nyata? Maksudnya dilihat dulu apakah memang yang

mau membangun rumah ibadah ini benar-benar membutuhkan rumah ibadah

atau tidak. Kalau ingin membangun rumah ibadah itu jamaahnya minimal

harus ada 90 orang dulu. Lalu ada juga persetujuan warga sekitar sebanyak 60

orang dengan melampirkan tanda tangan dan fotokopi KTP.

3. Apakah bapak/ibu mengetahui mengenai konflik Gereja St. Stanislaus

Kostka?

Iya saya tahu

4. Apa pendapat bapak/ibu mengenai konflik pembangunan rumah ibadah Gereja

St. Stanislaus Kostka yang ditolak oleh masyarakat?

Menurut saya itu merupakan hal yang wajar lah ya ada masyarakat yang tidak

setuju karna mungkin pendirian gereja tersebut di daerah mayoritas muslim,

tetapi kita harus kembali juga ke peraturan pemerintah yang ada, PBM tahun

2006 juga pada peraturan walikota tahun 2016, juga kita harus berpatokan

pada UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2, yaitu: Bahwa negara ini menjamin

kebebasan beragama.

Kalau masalah konflik ya itulah tantangan kita, bagaimana menghadapinya,

bagaimana menanganinya. Kita melayani semua umat beragama yang ada di

negara ini dengan seadil-adilnya selama persyaratannya cukup. Lalu yang

paling dasar itu bahwa pembangunan rumah ibadah itu adalah berdasarkan

kebutuhan nyata, jadi bukan karna punya duit dan yang kedua tidak

Page 112: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

mengganggu kerukunan, atau merusak kerukunan. Dari hal yang 2 tadi untuk

kebutuhan nyata sudah dipenuhi, lalu untuk kerukunan agak terganggu

kemarin karna ada ketidaksetujuan. Tapi kita kembali kepada persyaratan

yang ada pada peraturan itu, dibutuhkan persetujuan masyarakat sekitar 60

orang sudah diverifikasi oleh lurah, camat, dll. Pokonya semua kelengkapan

untuk pembangunan itu sudah lengkap.

Kalau menurut pribadi saya adalah hal yang wajar, hal yang logis adanya

penolakan ataupun kontra pada pembangunan tersebut, tapi tetap hukum yang

kita gunakan. Kalaupun tidak setuju silahkan, gunakan jalur hukum dan itu

dilakukan. SK walikota keluar dan itu diprotes oleh warga, kata walikota

silahkan ini adalah produk hukum lawannya dengan hukum lagi, PTUN

dilaksanakan di Bandung, dari Bandung PTUN hasilnya agak ngambang,

akhirnya banding PTUN di Jakarta dan hasilnya kalah.

5. Upaya apa saja yang dilakukan masyarakat sebelum menggugat pihak Gereja

untuk menolak pembangunan tersebut?

Ini bukan dengan gereja lagi urusannya, jadi dengan pemerintah. Jadi begini,

pihak panitia dari gereja meminta surat izin mendirikan bangunan untuk

membangun gereja, kan ada persyaratannya, persetujuan warga, lalu tanahnya

dll sesuai dengan PBM 2006 dan perwal lalu minta pengantar lurah diketahui

oleh camat sampai ke kemenag, sampai ke FKUB, sampai ke Kesbangpol

sampai ke Walikota, yang terakhir Walikota yang mengeluarkan surat

rekomendasinya, rekomendasi adalah dasar untuk IMB terbit. Nah setelah

rekomendasi Walikota keluar, didemo oleh masyarakat sekitar, memang ada

demo ke Kemenag juga yang tidak setuju, tapi kita mau ngapain, mau bilang

apa? Toh masyarakat yang setuju sudah ada, dengan peraturan sudah sesuai,

kita sebagai pelayanan masyarakat, kita layani semua kan, yang demo kita

layani, yang izin kita layani. Tetep yang demo jalan yang izin juga jalan.

Karna masing-masing berjalan pada relnya. Pihak gereja sudah memenuhi

persyaratan yang ada, katanya ada penipuan, pemalsuan dan sebagainya, ya

buktikan saja kalu memang ada, silahkan. Yang pasti kami bertemu dengan

orang per orang di situ. pernah dikumpulkan di kelurahan waktu itu, sudah

selesai di situ masalah antara yang demo dengan gereja bagaimana, yang pasti

Page 113: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

pihak dari Katolik ingin punya rumah ibadah sementara orang orang yang ada

di sana (muslim) protes tidak boleh ada di sana. Sedangkan UUD menjamin,

tinggal aturan yang dilaksanakan sesuai gak? Selama peraturan

dijalankan/dipenuhi, kita sebagai aparat pemerintah berkewajiban melayani

dan memenuhi keinginan mereka.

6. Sebagai aparatur apa yang bapak/ibu lakukan untuk masyarakat yang

menolak?

Kami menjelaskan kepada masyarakat bahwa memang persyaratannya sudah

terpenuhi, kalau memang masyarakat tetap menolak ya silahkan di PTUN kan,

karna ini IMB nya sudah keluar.

7. Menurut bapak, Apa pengaruh/dampak bagi masyarakat setelah terjadinya

konflik?

Kalau saya melihat dari jauh ya tidak ada perubahan apa-apa di sana karna

kami juga sebelum mengeluarkan surat rekomendasi pun menyatakan begini

“dengan catatan tidak menyebarkan agama kepada orang yang sudah

beragama di lingkungan itu”. Jadi dia tidak ada istilahnya mengagamakan

orang yang sudah beragama dengan agama dia. Saya tidak pernah mendengar

laporan itu. Adapun mereka melakukan baksos kesehatan, bagi-bagi sembako

setelah gereja itu berada di sana, itu sudah tergantung masyarakat di sana.

Yang pasti masih konsdusif, ibadah-ibadahnya juga lancar sekarang, saya

beberapa kali ke gereja sana, waktu peresmian pun lancar.

8. Apa pengaruh/dampak bagi kementerian agama/FKUB setelah terjadinya

konflik?

Engga, kita sebagai pelayan ya layani masyarakat semua, tidak membeda-

bedakan. Yang penting sesuai regulasi yang ada.

Page 114: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI
Page 115: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

DIALOG WAWANCARA DENGAN TOKOH AGAMA DI JATI SAMPURNA

Nama: Abdullah Musfiq

Alamat: Jl. Sawo raya No. 83, Kel. Jati Sampurna, Kec. Jati Sampurna

Pekerjaan: Tokoh Agama (Pemilik Pondok Pesantren Al- Qomariyah)

1. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang peraturan pembangunan rumah ibadah?

jika iya apa saja?

Iya, setahu saya persyaratan pembangunan rumah ibadah itu paling tidak di

sekitar lokasi yang akan dibangun rumah ibadahnya harus ada 40 KK

penganut agama tersebut. Lalu harus ada persetujuan warga sekitar termasuk

tokoh agama dan tokoh masyarakat sebanyak 60 orang dengan melampirkan

tanda tangan dan fotokopi KTP.

2. Bagaimana kronologi konflik pembangunan Gereja St. Stanislaus Kostka?

Cerita mengenai gereja, dari awal seluruh masyarakat itu sudah menolak,

kenapa? Alasan pertama adalah, warga sekitar tidak membutuhkan gereja

karena memang di sini tidak ada orang Kristen, tidak ada orang Katolik,

kalaupun ada, kalau dihitung-hitung cuma ada tiga Kepala Keluarga. Kalau

dihitung seluruh Kranggan ini cuma ada tiga KK penganut agama Kristennya ,

kita gak butuh gereja. Nah, 60 tanda tangan persetujuan warga sekitar itu,

ternyata saya punya bukti, ini warga-warga dikumpulin dalam rangka untuk

dikasih sembako, warga ini tidak mengerti kalau ini tujuannya untuk

membangun gereja. Mereka semuanya ini disuruh tanda tangan, dikasih gula,

dikasih indomie, dikasih beras dan ada amplop tidak tahu isinnya apa. Ketika

orang-orang saya tanyakan satu persatu ini dari sekian banyak yang tanda

tangan ini, mereka tidak tahu. Saya tanya, “ini tujuannya apa?” “tidak tahu

pak, kan setiap ngambil beras harus tanda tangan.” Nah tiba-tiba di

Kelurahan, di Walikota sana, saya cek ke sana, ternyata di atasnya ada tulisan

“persetujuan”, nah ini nih nama-namanya ada di sini semua, kaget saya,

kapan ada persetujuan? Ini dokumennya orang-orang Kristen yang ada di

sana. Ini loh orang-orang yang merestui, bahwa dari 1 sampe 81 orang ini

yang merestui, mengizinkan gereja ada di sekitar sini, ternyata diakal-akalin

sama dia, ditulisin di atasnya, gampang banget begitu. Penipuan! Lah orang

Page 116: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

sini kan laper, dikasih indomie, dikasih telur, dikasih duit yaudah tanda

tangan. Harusnya kan dibilangin, “bu, pak, ini tanda tangan untuk

pembangunan gereja, silahkan kalau sampean ridho,” ya orang tidak akan

mau, muntah makan uang gereja. Tapi karena memang warganya tidak tahu ya

mau bagaimana lagi. Makanya kemarin bikin surat penolakan lagi, ini orang-

orang banyak yang tanda tangan menolak karena merasa tertipu.

3. Apa alasan bapak sendiri menolak pembangunan gereja tersebut?

Karena menurut saya mereka kurang sopan sama kita, seharusnya mereka

menghargai sesama orang-orang beragama. Mereka pendatang, seharusnya

merangkul warga lah. “bagaimana nih, kita butuh gereja,” seharusnya

silaturahmi sama tokoh-tokoh yang ada di sini. Saya kan yang paling dekat, di

belakangnya, tapi saya tidak pernah didatangi sama sekali, artinya kan

nantang. Harusnya secara baik-baik, kan enak. Terlebih lagi ternyata mereka

mengumpulkan 90 orang warga, ternyata bukan asli orang sini penggunanya

di data mereka. Yang dilaporkan ke kanwil sana saya buka datanya itu ada

2000 orang dibikin tanda tangan, terus mengumpulkan KTP, bukan orang sini,

saya kaget, lah ini kan orang jauh semua. Dan juga wilayah kita tidak butuh

gereja, kalau mau buat gereja ya di tempat yang banyak orang Kristennya.

Kita aja nih ya kalau mau buat masjid di lingkungan orang Kristen, ditolak. Di

Kupang, masjid dibakar, orang kita sudah mengikuti persyaratan ya, tapi ya

pas mau berdiri dibakar sama orang-orang sana. Kita masih toleran, cuma

mereka saja yang tidak menghargai kita sebagai orang Islam yang ada di sini.

4. Ketika terjadi konflik, apa saja yang dilakukan pihak gereja kepada

masyarakat?

Tidak ada sama sekali, kita malah dibiarkan, mereka malah dikawal, gereja itu

malah dikawal polisi, ratusan polisi itu kita mau masuk aja gak bisa. Polisinya

sampe bawa tulisan "tegak kriminalisme" masa kita para Kiyai, Ustad dibilang

kriminal. Kita kan menuntut hak, bahwa di kampung kita, di halaman kita ini

tidak butuh gereja.

5. Menurut bapak, apa yang harus dilakukan pihak gereja agar masyarakat dapat

menerima pembangunan gereja tersebut?

Page 117: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

Ya mereka sudah membuat kecewa. Masyarakat sudah malas. Karena mereka

memulai duluan. Mereka memasang api, buat meledakkan. Pak RT bilang

tidak usah resah, tidak resah bagaimana, tidak tahu hati masyarakat.

Page 118: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI
Page 119: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

DIALOG WAWANCARA DENGAN KETUA RT 3

Nama: Bonda

Alamat: Kranggan Pasar

Pekerjaan: Wiraswasta

1. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang peraturan pembangunan rumah ibadah?

jika iya apa saja?

Iya, yang saya tahu harus ada persetujuan warga sekitar sebanyak 60 orang

dengan melampirkan tanda tangan dan fotokopi KTP dan juga harus ada

minimal 90 pengguna rumah ibadah tersebut.

2. Apakah ada konflik dalam pembangunan Gereja St. Stanislaus Kostka?

Ya ada, karena kemarin ada konflik pembangunannya sempat di istirahatkan

dulu tidak diteruskan untuk sementara.

3. Menurut bapak/ ibu apa alasan masyarakat menolak pembangunan Gereja

tersebut?

Ya kalau alasannya karena tidak boleh dibangun, karna katanya kan di sini

mayoritas muslim.

4. Apakah bapak/ibu pribadi mengizinkan pembangunan gereja tersebut?

Terus terang saya mengizinkan, karna serendah-rendahnya, saya kan dari

pemerintahan.Kami kan pelayan masyarakat, kalau misalkan masyarakat ada

keperluan semacam ini, kita harus bantu.

5. Bagaimana awalnya konflik ini bisa terjadi?

Kalau demo mah dari tahun 2001 demo terus, dari pembongkaran lahan.

Kalau orang-orang sini mah tidak ada yang demo, yang demo itu kaya

yayasan ormas-ormas gitu. Kalau demo dari awal pembangunan memang

sudah di demo sama warga dari mana saja. Kebanyakan bukan warga sini,

banyak dari pendatang. Kebanyakan dari luar kelurahan. Ya mungkin ada

salah seorang yang tidak seneng gitu sama pembangunan gereja ini.

6. Bagaimana akhirnya gereja ini bisa berdiri?

Karena masyarakat mengira pihak gereja memanipulasi tanda tangan

persetujuan, jadi kemarin masyarakat yang namanya ada di dalam persetujuan

itu dikumpulin di kelurahan untuk validasi. Dan akhirnya sudah diuji juga di

Page 120: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

pengadilan. Makanya Gerejanya sudah berdiri sekarang, karna sudah diuji di

pengadilan.

Page 121: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI
Page 122: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

DIALOG WAWANCARA DENGAN TOKOH AGAMA DI JATI SAMPURNA

Nama: Narya

Alamat: Jl. Lembur I RT/RW: 002/004, Jati Rangga, Jati Sampurna, Bekasi.

Pekerjaan: Penyuluh Agama Islam (ASN)

1. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang peraturan pembangunan rumah ibadah?

jika iya apa saja?

Iya saya tahu, biasanya mereka melihat jamaah yang di situ ada tidak,

berdasarkan peraturan walikota yang memang lemah karena yang pertama

harus sekian persen 90/60%. 90 pengguna 60 warga sekitar yang berbeda

agama. Dari pencarian RT setempat tidak ada lalu menyebar ke RW hingga

kelurahan sampai kecamatan.

2. Menurut bapak/ibu, mengapa masyarakat menolak pembangunan gereja

padahal sudah ada IMB nya?

Kesalahan yang kemarin terjadi, ketika diverifikasi memang hanya ada

beberapa boleh dibilang “ustad” dari sekian ustad yang ada di kecamatan

khususnya di jati sampurna tidak dilibatkan, jadi hanya orang-orang tertentu

saja. Dan yang kemarin datang untuk verifikasi ternyata benar, yang hadir

hanya ustad yang memang mudah di sogok atau di setir dan ustad yang punya

pondok pesantren tidak dilibatkan. Padahal lokasinya paling dekat dengan

rumah ibadah yang akan dibangun.

Kalau alasan masyarakat menolak mungkin karena pemahaman tentang

peraturannya belum sampai ke PBMnya sehingga peraturan ini hanya

beberapa orang saja. Lemahnya tolong FKUB jangan hanya di kotak saja

turun ke bawah ke kecamatan undang semua DKM dan sampaikan

peraturannya seperti ini sehingga ketika ada ustad atau orang yang protes, apa

alasan mereka protes karena pendiriannya, atau administrasinya ada penipuan.

Konflik ini ternyata ketika diselidiki dari warga ada yang menyatakan bahwa

“saya memang menyerahkan fotokopi KTP dan tanda tangan untuk

mengambil sembako saja,” ada yang mendapatkan uang 100rb setelah ditanya

FUI.

Page 123: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

3. Apakah benar masyarakat menolak karena takut ada kristenisasi juga?

Yang jelas kalau sudah berdiri lambat laun pasti ada, di wilayah saya Jati

Rangga itu proses kristenisasi itu sedang berjalan sebenarnya. Karena saya

pun sampai sekarang berusaha supaya kristenisasi ini jangan sampai

masyarakat setempat terbawa. Karena mereka pintar juga saya perhatikan di

wilayah saya Jati Rangga dan Jati Raden, Tk mandiri sudah lama semua

program grastis les gratis, TK gratis, pengobatan gratis sampai dengan ibu-ibu

belajar jahit gratis. Anak-anak yang lulusan TK mandiri ketika saya tanya cara

berdoanya seperti orang kristen. Masyarakat yang menyekolahkan atau

mengikuti program di TK mandiri sebenarnya tau bahwa ajaran dari TK

tersebut merupakan kristenisasi namun karena tidak ada pilihan dengan biaya

yang terjangkau oleh karena itu mau tidak mau mereka mengikuti program itu.

Namun setelah kita membangun program tandingan di masjid, masyarakat

pada pindah ke program kita. Mulai dari sinilah kita meminimalisir

kristenisasi. Jadi kristenisasi memang sudah berjalan sebelum gereja ini ada

tapi bukan di wilayah inni melainkan wilayah lain.

4. Ketika terjadi konflik, sosialisasi apa saja yang dilakukan pihak Gereja?

Penolakan ini terjadi ketika sudah ada IMB nah itu salahnya, jadi bukan ketika

proses. Bahkan ketika peletakkan batu pertama pun tidak ada aksi dari

masyarakat karena masyarakat tidak tahu. Ketika konflik pun pihak gereja

tidak terjun langsung untuk memberikan penjelasan. Demo pertama di

kecamatan dan tidak ada yang nyamperin dari pihak gereja. Namun camat

menjelaskan bahwa sudah ada izinnya silahkan kalau mau di proses.

Page 124: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI
Page 125: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

Lampiran 3

Foto bersamaBapak Bonda selaku Ketua RT 03 RW 04

Foto Bersama Bapak Natar Sinaga selaku Ketua Dewan Stasi Gereja St.

Stanislaus Kostka

Page 126: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

Foto bersama Ust. Abdullah Musfiq selaku Tokoh Agama serta pemilik Pondok

Pesantren Al-Qomariyah

Foto bersama Bapak Moch. Nasrullah selaku Anggota FKUB Kota Bekasi

Page 127: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

Foto bersama Bapak Raden Deden Taufiqurrahman selaku Humas di Kementerian

Agama Kota Bekasi

Foto bersama Bapak Narya Selaku Penyuluh di KUA Jati Sampurna

Page 128: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

Foto Plakat Peletakkan Batu Pertama dan Plakat Peresmian Gereja

Foto bangunan Gereja St. Stanislaus Kostka

Page 129: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI
Page 130: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI
Page 131: PENYELESAIAN KONFLIK RUMAH IBADAH DI BEKASI (STUDI

KEMENTERIAN AGAMAUNIVERSITAS ISLAM NEGERJ (UIN)SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS USHULUDDIN

Jln. lr. H. Juanda No.95 Ciputat 15412, lndonesiaTelp. : (021)749 3677,7401925, Fax: (02'1)749 3579

www.ushuluddin-uinjkt.ac.id; Email I [email protected]

NomorLampiranPerihal

:s- /6 zZ tF3KM.o|.3l7t20ts:-: Penelitian Skripsi

Kepada Yth.

DiTempat

Jakarla, I Juli 20i9

Dengan hormat,

Bersama ini disampaikan bahwa mahasiswa Fakultas Ushuluddin UINSyarif Hidayahrliah Jakarta sebagai berikut:

: Nur Shabrina: i 1140321000083: Studi Agama-Agama:X(Sepuluh)

NamaNIMJurusanSemesterTahun Akademik :2018 I 201,9

Sedang dalarn pemrlisan skripsi dengan jludttl "Penyelesaian Konflik RtmahIbadah di Bekosi ( Studi Pendirion Gereja St Stanislaus Kostka di Kec. JatiSompurna " .

Sehubungan dengan itu, kami mohon mahasiswM kami dapat diizinkanmelakukan penelitian grura penulisan skripsi dirnaksud.

Demikian, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

Bidang Akadelrik,

I 001/

TembusanDekan Fakultas Ushuluddin

MA,, Ph.D