penyembuhan luka post operasi
DESCRIPTION
kedokteranTRANSCRIPT
PROSES PENYEMBUHAN LUKA POST OPERASI
Oleh :
INDAH TRIANA PUTRI
110.2009.140
Pembimbing :
dr. Ahmad Helmy Sp.OG
KEPANITERAAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUD PASAR REBO JAKARTA
27 OKTOBER – 4 JANUARI 2014
TINJAUAN PUSTAKA
A. Fase – fase penyembuhan luka
Menurut Kozier, 1995
a. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari. Dua proses
utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis
(penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di
daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan
jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah
dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi
kerangka bagi pengambilan sel. Scab (keropeng) juga dibentuk
dipermukaan luka. Bekuan dan jaringan mati, scab membantu hemostasis
dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab
epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu sebagai
barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya
mikroorganisme
Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon seluler
digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati.
Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan
nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah
luka tampak merah dan sedikit bengkak.
Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah
interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit
selama lebih kurang 2 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan
mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut pagositosis.
Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang
merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag
dan AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon
inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan
b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21
setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang
berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan.
Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut
proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi
protein yang menambah tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen
yang meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil
kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu sebuah lapisan
penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka Kapilarisasi tumbuh
melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen dan
nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan. Fibroblast berpindah dar
pembuluh darah ke luka membawa fibrin. Seiring perkembangan
kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut
granulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah.
c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah
pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin
dirinya , menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi
kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis putih.
Menurut Taylor (1997)
a. Fase Inflamatory
Fase inflammatory dimulai setelah pembedahan dan berakhir hari ke 3
– 4 pasca operasi. Dua tahap dalam fase ini adalah Hemostasis dan
Pagositosis. Sebagai tekanan yang besar, luka menimbulkan lokal adaptasi
sindrom. Sebagai hasil adanya suatu konstriksi pembuluh darah, berakibat
pembekuan darah untuk menutupi luka.Diikuti vasodilatasi menyebabkan
peningkatan aliran darah ke daerah luka yang dibatasi oleh sel darah putih
untuk menyerang luka dan menghancurkan bakteri dan debris. Lebih
kurang 24 jam setelah luka sebagian besar sel fagosit ( makrofag) masuk
ke daerah luka dan mengeluarkan faktor angiogenesis yang merangsang
pembentukan anak epitel pada akhir pembuluh luka sehingga
pembentukan kembali dapat terjadi.
b. Fase Proliferative
Dimulai pada hari ke 3 atau 4 dan berakhir pada hari ke-21. Fibroblast
secara cepat mensintesis kolagen dan substansi dasar. Dua substansi ini
membentuk lapislapis perbaikan luka. Sebuah lapisan tipis dari sel epitel
terbentuk melintasi luka dan aliran darah ada didalamnya, sekarang
pembuluh kapiler melintasi luka (kapilarisasi tumbuh). Jaringan baru ini
disebut granulasi jaringan, adanya pembuluh darah,kemerahan dan mudah
berdarah.
c. Fase Maturasi
Fase akhir dari penyembuhan, dimulai hari ke-21 dan dapat berlanjut
selama 1 – 2 tahun setelah luka. Kollagen yang ditimbun dalam luka
diubah, membuat penyembuhan luka lebih kuat dan lebih mirip jaringan.
Kollagen baru menyatu, menekan pembuluh darah dalam penyembuhan
luka, sehingga bekas luka menjadi rata, tipis dan garis putih.
Menurut Potter (1998):
a. Devensive / Tahap Inflamatory
Dimulai ketika sejak integritas kulit rusak/terganggu dan berlanjut
hingga 4-6 hari. Tahap ini terbagi atas Homeostasis, Respon inflamatori,
Tibanya sel darah putih di luka. Hemostasis adalah kondisi dimana terjadi
konstriksi pembuluh darah, membawa platelet menghentikan perdarahan.
Bekuan membentuk sebuah matriks fibrin yang mencegah masuknya
organisme infeksius. Respon inflammatory adalah saat terjadi peningkatan
aliran darah pada luka dan permeabilitas vaskuler plasma menyebabkan
kemerahan dan bengkak pada lokasi luka. Sampainya sel darah putih di
luka melalui suatu proses, neutrophils membunuh bakteri dan debris yang
kemudian mati dalam beberapa hari dan meninggalkan eksudat yang
menyerang bakteri dan membantu perbaikan jaringan. Monosit menjadi
makrofag, selanjutnya makrofag membersihkan sel dari debris oleh
pagositosis, Meningkatkan perbaikan luka dengan mengembalikan asam
amino normal dan glukose . Epitelial sel bergerak dari dalam ke tepi luka
selama lebih kurang 48 jam.
b. Reconstruksion / Tahap Prolifrasi
Penutupan dimulai hari ke-3 atau ke-4 dari tahap defensive dan
berlanjut selama 2 – 3 minggu. Fibroblast berfungsi membantu sintesis
vitamin B dan C, dan asam amino pada jaringan kollagen. Kollagen
menyiapkan struktur, kekuatan dan integritas luka. Epitelial sel
memisahkan sel-sel yang rusak.
c. Tahap Maturasi
Tahap akhir penyembuhan luka berlanjut selama 1 tahun atau lebih
hingga bekas luka merekat kuat.
Menurut Moya, Morisson (2003)
a. Fase Inflamasi (durasi 0-3 hari)
Jaringan yang rusak dan sel mati melapaskan histamine dan
mediator lain, sehingga dapat menyebabkan vasodilatasi dari pembuluh
darah sekeliling yang masih utuh serta meningkatnya penyediaan darah ke
daerah tersebut, sehingga menyebabkan merah dan hangat. Permeabilitas
kapiler darah meningkat dan cairan yang kaya akan protein mengalir ke
interstitial menyebabkan oedema lokal.
b. Fase destruksi (1-6 hari)
Pembersihan terhadap jaringan mati atau yang mengalami
devitalisasi dan bakteri oleh polimorf dan makrofag. Polimorf menelan
dan menghancurkan bakteri. Tingkat aktivitas polimorf yang tinggi
hidupnya singkat saja dan penyembuhan dapat berjalan terus tanpa
keberadaan sel tersebut.
c. Fase Proliferasi (3-24 hari)
Fibroblas memperbanyak diri dan membentuk jarring-jaring untuk
sel – sel yang bermigrisi. Fibroblas melakukan sintesis kolagen dan
mukopolisakarida.
d. Fae maturasi (24-365 hari)
Dalam setiap cedera yang mengakibatkan hilangnya kulit, sel epitel
pada pinggir luka dan sisa – sisa folikel membelah dan mulai bermigrasi di
atas jaringan granulasi baru.
B. Tipe penyembuhan luka
Menurut Moya, Morison (2003) proses penyembuhan luka akan melalui
berapa intensi penyembuhan, antara lain :
a. Penyembuhan Melalui Intensi Pertama (Primary Intention)
Luka terjadi dengan pengrusakan jaringan yang minimum,
disebut secara aseptic, penutupan terjadi dengan baik, jaringan
granulasi tidak tampak, dan pembentukan jaringan parut minimal.
b. Penyembuhan Melalui Intensi Kedua (Granulasi)
Pada luka terjadi pembentukan pus atau tepi luka tidak
saling merapat, proses penyembuhannya membutuhkan waktu
yang lama.
c. Penyembuhan Melalui Intensi Ketiga (Secondary Suture)
Terjadi pada luka yang dalam yang belum dijahit atau
terlepas dan kemudian dijahit kembali, dua permukaan granulasi
yang berlawanan disambungkan sehingga akan membentuk
jaringan parut yang lebih dalam dan luas.
C. Faktor – faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
Ada beberapa faktor – faktor yang mempengaruhi dalam penyembuhan luka
yaitu:
a. Faktor luka
1. Kontaminasi luka
Tehnik pembalutan yang tidak adekuat, bila terlalu kecil
memungkinkan kontaminasi bakteri, jika terlalu kencang
dapat mengurangi suplay oksigen yang membawa nutrisi
dan oksigen.
2. Edema
Penurunan suplay oksigen melalui gerakan meningkatkan
tekanan interstitial pada pembuluh darah
3. Hemoragi
Akumulasi darah menciptakan ruang rugi juga sel – sel
mati yang harus disingkirkan.
b. Faktor Umum
1. Usia
Makin tua pasien, makin kurang lentur jaringan
2. Nutrisi
Pada penyembuhan luka kebutuhan akan nutrisi meningkat
sering dengan stress fisiologis yang menyebabkan
defisiensi protein, nutrisi yang kurang dapat menghambat
sintesis kolagen dan terjadi penurunan fungsi leukosit.
3. Obesitas
Pada pasien obesitas jaringan adipose biasanya mengalami
avaskuler sehingga mekanisme pertahanan terhadap
mikroba sangat lemah dan menganggu suplay nutrisi kearah
luka, akibatnya penyembuhan luka menjadi lambat.
4. Medikasi
Pada beberapa obat dapat mempengaruhi penyembuhan
luka, seperti steroid, anti koagulan, antibiotik spectrum
luas.
c. Faktor local
1. Sifat injury
Kedalaman luka dan luas jaringan yang rusak
mempengaruhi penyembuhan luka, bahkan bentuk luka.
2. Adanya infeksi
Jika pada luka terdapat kuman pathogen penyebab infeksi,
maka penyembuhan luka menjadi lambat.
3. Lingkungan setempat
Dengan adanya drainase pada luka. PH yang seharusnya
antara 7,0 sampai 7,6 menjadi berubah sehingga
mempengaruhi penyembuhan luka. Selain itu, adanya
tekanan pada area luka dapat mempengaruhi sirkulasi darah
pada daerah luka.
D. Komplikasi – komplikasi dari penyembuhan luka
Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, perdarahan, dehiscence dan
eviscerasi.
1. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama
pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul
dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk
adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di
sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit
membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh
benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda.
Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering
dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah
itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka
steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan
mungkin diperlukan.
3. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling
serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total.
Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah
faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma, gagal untuk
menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi
resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 –
5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika
dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan
steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk
segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.
E. Perawatan Luka
Perawatan pertama yang dilakukan setelah selesai operasi adalah
pembalutan luka (wound dressing) dengan baik. Luka operasi ditutup dengan
menggunakan stapler atau benang jahitan. Penutupan luka insisi pada kasus
operasi seksio sesaria lebih banyak dilakukan dengan benang operasi jenis
monofilament yang dapat diabsorbsi atau yang tidak diabsorbsi, dengan
teknik jahitan subcuticuler.
Tujuan pembalutan luka yang dilakukan adalah untuk mengasorbsi
eksudat dan juga untuk melindungi luka dari kontaminasi eksogen sampai
garis insisi dapat tertutup rapat, mengurangi pertumbuhan mikroorganisme
pada luka/insisi dan membantu proses penyembuhan luka. Balutan luka insisi
atau operasi terutama pada operasi seksio sesaria dilakukan dengan
menggunakan balutan tipis yang semipermeabel yang disatukan dengan
bantalan kassa steril atau bantalan absorben.
Balutan luka operasi perlu diperiksa secara berkala dan diperbaiki bila
terlepas, dapat diganti jika terlihat adanya rembesan cairan oleh eksudat atau
darah.
Pembalut lazimnya dibuka setelah 48 jam. Membuka balutan tidak boleh
dilepaskan dengan gerakan tegak lurus terhadap arah luka, karena dapat
menyebabkan luka yang telah merapat terbuka kembali dan dilakukan dengan
teknik steril lalu mengganti balutan. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam
perwatan luka
Lihat jenis luka, lokasi luka/insisi
Jenis balutan, frekuensi ganti balutan
Kapan menggunakan obat penghilang nyeri
Riwayat alergi terhadap obat atau plester
F. Pengangkatan Jahitan
Sebelum pengangkatan jahitan perlu dilakuka evaluasi terhadap keadaan
luka. Pengangkatan jahitan dilakukan pada hari ke 3 sampai hari ke 7 setelah
operasi. Untuk daerah wajah dan leher luka menyembuh dengan cepat dan
jahitan dapat diangkat pada hari ke 3 – 5. Jahitan di daerah dada, lengan,
perut serta punggung baru boleh diangkat setelah hari ke 7 – 10. Untuk
operasi seksio sesaria yang dilakukan dengan jahitan subkutikuler dilakukan
dengan cara : klem arteri kecil akan sangat membantu untuk menarik salah
satu ujung benang ke arah ke atas, kemudian benang dipotong rata dengan
permukaan kulit. Klem arteri dijepitkan ke ujung yang lain, lalu diputar
sehingga benang tergulung pada klem. Setelah ujung benang tergulung klem
ditarik dengan gerakan mantap. Luka harus dilindungi dengan kassa yang
dipegang dengan tangan yang lain. Tarikan diteruskan sampai benang tertarik
seluruhnya.
Untuk jahitan subcuticuler dengan benang yang terabsorbsi saat dilakukan
ganti balutan dilakukan pengkajian terhadap luka dan tanda – tanda infeksi.
G. Teknik Penjahitan luka
Teknik penjahitan yang digunakan dalam menjahit luka disesuaikan dengan
keadaan/ kondisi luka dan tujuan penjahitan. Secara umum, teknik penjahitan
dibedakan menjadi :
1. Simple Interupted Suture (Jahitan Terputus/Satu-Satu)
Teknik penjahitan ini dapat dilakukan pada semua luka, dan
apabila tidak ada teknik penjahitan lain yang memungkinkan untuk
diterapkan. Terbanyak digunakan karena sederhana dan mudah. Tiap
jahitan disimpul sendiri. Dapat dilakukan pada kulit atau bagian tubuh
lain, dan cocok untuk daerah yang banyak bergerak karena tiap jahitan
saling menunjang satu dengan lain. Digunakan juga untuk jahitan
situasi. Cara jahitan terputus dibuat dengan jarak kira-kira 1 cm antar
jahitan. Keuntungan jahitan ini adalah bila benang putus, hanya satu
tempat yang terbuka, dan bila terjadi infeksi luka, cukup dibuka
jahitan di tempat yang terinfeksi. Akan tetapi, dibutuhkan waktu lebih
lama untuk mengerjakannya.
Teknik jahitan terputus sederhana dilakukan sebagai berikut:
Jarum ditusukkan jauh dari kulit sisi luka, melintasi luka
dan kulit sisi lainnya, kemudian keluar pada kulit tepi yang
jauh, sisi yang kedua.
Jarum kemudian ditusukkan kembali pada tepi kulit sisi
kedua secara tipis, menyeberangi luka dan dikeluarkan
kembali pada tepi dekat kulit sisi yang pertama
Dibuat simpul dan benang diikat.
2. Running Suture/ Simple Continous Suture (Jahitan Jelujur)
Jahitan jelujur menempatkan simpul hanya pada ujung-ujung
jahitan, jadi hanya dua simpul. Bila salah satu simpul terbuka, maka
jahitan akan terbuka
seluruhnya. Jahitan ini
sangat sederhana, sama
dengan kita menjelujur
baju. Biasanya
menghasilkan hasil
kosmetik yang baik, tidak
disarankan
penggunaannya pada
jaringan ikat yang longgar, dan sebaiknya tidak dipakai untuk
menjahit kulit.
Teknik jahitan jelujur dilakukan sebagai berikut:
Diawali dengan menempatkan simpul 1 cm di atas puncak luka
yang terikat tetapi tidak dipotong
Serangkaian jahitan sederhana ditempatkan berturut-turut tanpa
mengikat atau memotong bahan jahitan setelah melalui satu simpul
Spasi jahitan dan ketegangan harus merata, sepanjang garis jahitan
Setelah selesai pada ujung luka, maka dilakukan pengikatan pada
simpul terakhir pada akhir garis jahitan
Simpul diikat di antara ujung ekor dari benang yang keluar dari
luka/ penempatan jahitan terakhir.
3. Running Locked Suture (Jahitan Pengunci/ Jelujur Terkunci/
Feston)
Jahitan
jelujur terkunci
merupakan
variasi jahitan
jelujur
biasa, dikenal
sebagai stitch
bisbol karena
penampilan akhir dari garis jahitan berjalan terkunci. Teknik ini biasa
digunakan untuk menutup peritoneum. Teknik jahitan ini dikunci
bukan disimpul, dengan simpul pertama dan terakhir dari jahitan
jelujur terkunci adalah terikat.
Cara melakukan penjahitan dengan teknik ini hampir sama
dengan teknik jahitan jelujur, bedanya pada jahitan jelujur terkunci
dilakukan dengan mengaitkan benang pada jahitan sebelumnya,
sebelum beralih ke tusukan berikutnya.
4. Subcuticuler Continuous Suture (Subkutis)
Jahitan subkutis dilakukan untuk luka pada daerah yang
memerlukan kosmetik, untuk menyatukan jaringan dermis/ kulit.
Teknik ini tidak dapat diterapkan untuk jaringan luka dengan tegangan
besar.
Pada teknik ini benang ditempatkan bersembunyi di bawah
jaringan dermis sehingga yang terlihat hanya bagian kedua ujung
benang yang terletak di dekat kedua ujung luka. Hasil akhir pada
teknik ini berupa satu garis saja. Teknik inidilakukan sebagai berikut :
Tusukkan jarum pada kulit sekitar 1-2 cm dari ujung luka
keluar di daerah dermis kulit salah satu dari tepi luka
Benang kemudian dilewatkan pada jaringan dermis kulit
sisi yang lain, secara bergantian terus menerus sampai pada
ujung luka yang lain, untuk kemudian dikeluarkan pada
kulit 1-2 cm dari ujung luka yang lain
Dengan demikian maka benang berjalan menyusuri kulit
pada kedua sisi secara parallel di sepanjang luka tersebut.
5. Mattress Suture (Matras : Vertikal dan Horisontal)
Jahitan matras dibagi menjadi dua, yaitu matras vertical dan matras
horizontal. Prinsip teknik penjahitan ini sama, yang berbeda adalah
hasil akhir tampilan permukaan. Teknik ini sangat be rguna dalam
memaksimalkan eversi luka, mengurangi ruang mati, dan mengurangi
ketegangan luka. Namun, salah satu kelemahan teknik penjahitan ini
adalah penggarisan silang.Risiko penggarisan silang lebih besar
karena peningkatan ketegangan di seluruh luka dan masuknya 4 dan
exit point dari jahitan di kulit.
Teknik jahitan
matras vertical
dilakukan dengan
menjahit secara
mendalam di
bawah luka
kemudian dilanjutkan dengan menjahit tepi -tepi luka. Biasanya
menghasilkan penyembuhan luka yang cepat karena didekatkannya
tepi-tepi luka oleh jahitan ini.
Teknik jahitan matras horizontal dilakukan dengan penusukan
seperti simpul, sebelum disimpul dilanjutkan dengan penusukan
sejajar sejauh 1 cm dari tusukan pertama. keuntungannya adalah
memberikan hasil jahitan yang kuat.
Waktu yang dianjurkan untuk menghilangkan benang ini adalah 5-
7 hari (sebelum pembentukan epitel trek jahit selesai) untuk
mengurangi risiko jaringan parut. Penggunaan bantalan pada luka,
dapat meminimalkan pencekikan jaringan ketika luka membengkak
dalam menanggapi edema pascaoperasi. Menempatkan/mengambil
tusukan pada setiap jahitan secara tepat dan simetris sangat penting
dalam teknik jahitan ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Baxter C: The normal healing process. In: New Directions in Wound
Healing. Wound care manual; February 1990. Princeton, NJ: E.R. Squlbb
& Sons, Inc; 2010
2. Chandan K.Sen, Phd : Advanced in Wound Care Vol.1. In:Strengthening
the Interdisciplinary Continuum of Wound Care; 2010. Available update :
11 November 2014
3. Morris PJ and Malt RA, eds: Oxford Textbook of Surgery. Sec. 1 Wound
healing. New York-Oxford-Tokyo Oxford University Press: 1995.
4. Morisson, MJ. 2003. Manajemen Luka. Jakarta : EGC
5. Sabiston, David.C : Buku Ajar Bagian Bedah Edisi 1. 1995. Jakarta : EGC
6. Way, LW & Doherty, GM. 2003. Current Surgical : Diagnosis and
Treatment. 12th Edition. Lange Medical Books. McGraw-Hill