pepaya

3
Perhitungan IG pepaya dilakukan kepada praktikan yang telah berpuasa selama 24 jam, kemudian mengkonsumsi pepaya. Hasil IG sampel kemudian di hitung dengan IG standart berupa roti tawar. Nilai IG dihitung berdasarkan perbandingan antara luaskurva kenaikan glukosa darah setelah mengonsumsi pangan yang diuji dengan kenaikan glukosa darah setelah mengonsumsi pangan rujukan terstandar, seperti roti tawar (Brouns et al. 2005). Dari hasil perhitungan dapat di ketahui bahwa IG untuk pepaya adalah 13,8181%. Hasil ini berbeda dengan hasil IG literatur pada pepaya yaitu sebesar 55% atau tergolong IG sedang (Atkinson et al. 2008). Perbedaan dari hasil yang di dapatkan dapat di sebabkan oleh perbadaan metode pengukuran yang di gunakan. Variasi nilai IG dari jenis buah yang sama tersebut dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya perbedaan sifat intrinsik buah, kebiasaan/kondisi fsiologis subyek, dan metodologi yang digunakan. Diantara sifat intrinsik pangan yang dapat mempengaruhi respon glikemik yaitu kandungan dan jenis karbohidrat, integritas dinding sel, struktur mikro, kandungan asam organik dan polifenol (Arvidsson-Lenner, et. al. 2004). Hasil penelitian lainnya mengindikasikan bahwa perbedaan kebiasaan dalam mengunyah pangan dapat menyebabkan variasi respon glikemik (Ranawana et. al. 2010). Sedangkan secara metodologi, variasi hasil IG diantaranya dapat terjadi karena perbedaan dosis karbohidrat yang digunakan dalam contoh uji, jumlah subyek, metode, waktu, dan lama pengambilan contoh darah, dan metode penghitungan kurva respon glikemik (Brouns, et. al. 2005).

Upload: el-casper

Post on 11-Apr-2016

6 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: pepaya

Perhitungan IG pepaya dilakukan kepada praktikan yang telah berpuasa

selama 24 jam, kemudian mengkonsumsi pepaya. Hasil IG sampel kemudian di

hitung dengan IG standart berupa roti tawar. Nilai IG dihitung berdasarkan

perbandingan antara luaskurva kenaikan glukosa darah setelah mengonsumsi

pangan yang diuji dengan kenaikan glukosa darah setelah mengonsumsi pangan

rujukan terstandar, seperti roti tawar (Brouns et al. 2005).

Dari hasil perhitungan dapat di ketahui bahwa IG untuk pepaya adalah

13,8181%. Hasil ini berbeda dengan hasil IG literatur pada pepaya yaitu sebesar

55% atau tergolong IG sedang (Atkinson et al. 2008). Perbedaan dari hasil yang

di dapatkan dapat di sebabkan oleh perbadaan metode pengukuran yang di

gunakan. Variasi nilai IG dari jenis buah yang sama tersebut dapat disebabkan

oleh banyak faktor, diantaranya perbedaan sifat intrinsik buah, kebiasaan/kondisi

fsiologis subyek, dan metodologi yang digunakan. Diantara sifat intrinsik pangan

yang dapat mempengaruhi respon glikemik yaitu kandungan dan jenis

karbohidrat, integritas dinding sel, struktur mikro, kandungan asam organik dan

polifenol (Arvidsson-Lenner, et. al. 2004). Hasil penelitian lainnya

mengindikasikan bahwa perbedaan kebiasaan dalam mengunyah pangan dapat

menyebabkan variasi respon glikemik (Ranawana et. al. 2010). Sedangkan

secara metodologi, variasi hasil IG diantaranya dapat terjadi karena perbedaan

dosis karbohidrat yang digunakan dalam contoh uji, jumlah subyek, metode,

waktu, dan lama pengambilan contoh darah, dan metode penghitungan kurva

respon glikemik (Brouns, et. al. 2005).

Keberadaan serat pangan dapat memengaruhi kadar glukosa darah

(Fernandes et al. 2005). Secara umum, kandungan serat pangan yang tinggi

berkontribusi pada nilai IG yang rendah (Trinidad et al. 2010). Dalam bentuk

utuh, serat dapat bertindak sebagai penghambat fisik pada pencernaan. Serat

dapat memperlambat laju makanan pada saluran pencernaan dan menghambat

aktivitas enzim sehingga proses pencernaan khususnya pati menjadi lambat dan

respons glukosa darah pun akan lebih rendah. Dengan demikian IG-nya

cenderung lebih rendah. Kandugan serat pada buah pepaya dalam 100 gram

sebesar 0,7% atau 0,7 gram (Vilages, 1997 dalam Suketi, dkk. 2010) sehingga

membuat pepaya memiliki nilai IG rendah.

Page 2: pepaya

Atkinson FS, Foster-Powell K, Brand Miller JC. 2008. International tables of

glycemic index and glycemic load values. Diabetes Care. 31:2281-2283.

Arvidsson-Lenner, R., N.-G. Asp, M. Axelsen, S. Bryngelsson, E. Haapa, A. Järvi,

B. Karlström, A. Raben, A. Sohlström, I. Thorsdottir, and B. Vessby. 2004.

Glycemic index. Scandinavian Journal of Nutrition. 48(2):84-89

Brouns, F., I. Bjorck, K.N. Frayn, A.L. Gibbs, V. Lang, G. Slama, and T.M.S.

Wolever. 2005. Glycaemic index methodology. Nutrition Research Reviews.

18(1):145-171.

Ranawana, V., J.A. Monro, S. Mishra, and C.J.K. Henry. 2010. Degree of particle size breakdown during mastication may be a possible cause of interindividual glycemic variability. Nutrition Research. 30:246-254

Fernandes, G.A. Velangi, and T.M.S. Wolever. 2005. Glycemic index of potatoes

commonly consumed in North America. J. Am. Diet. Assoc. 105: 557-562

Trinidad, T.P., A.C. Mallillin, R.S. Sagum, and R.R. Encabo. 2010. Glycemic

index of commonly consumed carbohydrate foods in the Philippines. J.

Functional Foods 2: 271-274.

Suketi, K,. R. Poerwanto, S. Sujiprihati, W. D. Widodo. 2010. Karakteristik Fisik

dan Kimia Buah Pepaya pada Stadia Kematangan Berbeda. Jurnal Agronomi

Indonesia 38 (1): 60-66.