peran guru dalam pendidikan kemandirian anak...
TRANSCRIPT
PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN KEMANDIRIAN ANAK PRA SEKOLAH
DI RA (RAUDLOTUL ATHFAL) NU BANAT KUDUS
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S. 1)
Dalam Ilmu Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam
Disusun Oleh :
ARDINI HANDAYANI 3103198
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG 2008
ABSTRAKSI
ARDINI HANDAYANI (3103198) “Peran Guru dalam Pendidikan Kemandirian Anak Pra Sekolah di RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa yang dilakukan guru untuk memandirikan anak pra sekolah di RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus. Rancangan penelitian skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Dengan setting alamiah sebagai sumber data, penulis menggunakan metode observasi-partisipan, interview dan dokumentasi, dalam menghimpun data. Kemudian untuk menganalisis data dalam penelitian ini penulis menggunakan metode reduksi data, display data, kesimpulan dan verifikasi.
Dari hasil penelitian penulis menemukan satu simpul yang menjadi kunci utama dari penelitian yang penulis lakukan yaitu mandiri. Dari simpul inilah beberapa uraian dapat dijabarkan dengan sangat luas, berkaitan dengan penelitian dan pengembangan dari hasil penelitian ini. Kemandirian, dapat berkembang dengan baik jika diberikan kesempatan untuk berkembang melalui latihan yang dilakukan secara terus menerus sejak dini sesuai kemampuan anak. anak diharapkan memiliki sikap mandiri karena tanpa kemandirian segala usaha sulit dilakukan dengan mantap untuk mengelola hidup dan lingkungan.
Tugas guru RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus dalam mendidik anak pra sekolah adalah mengajarkan mereka pada tingkat yang mereka pahami. Anak pra sekolah memandang dunia mereka sebagai tempat yang menyenangkan dan mengasikkan, terutama saat kecakupan fisik, intelektual dan sosial mereka meningkat. Guru yang bijaksana akan selalu belajar memberikan kesempatan berprakarsa yang sehat namun masih dalam batas-batas yang sesuai.
Semarang, 7 Januari 2008
ARDINI HANDAYANI NIM: 3103198
Drs. Abdul Wahib, M.Ag
Perum Pandana Merdeka
Ngaliyan Semarang
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eks.
Hal : Naskah Skripsi
An. Sdri. Ardini Handayani
Assalamu’alaikum wr. wb.
Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama
ini saya kirim naskah skripsi Saudari:
Nama : Ardini Handayani
NIM : 3103198
Judul : PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN
KEMANDIRIAN ANAK PRA SEKOLAH DI RA
(RAUDLOTUL ATHFAL) NU BANAT KUDUS
Dengan ini saya mohon kiranya skripsi Saudari tersebut dapat segera
dimunaqasyahkan .
Demikian harap menjadikan maklum.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Semarang, 7 Januari 2008
Pembimbing
Drs. Abdul Wahib, M.Ag NIP. 150 248 884
PENGESAHAN
Skripsi Saudari : Purwaningsih
Nomor Induk : 3101460 Judul : Konsep Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zohar Dan Ian
Marshall Dan Relevansinya Dengan Tujuan Pendidikan Islam
Telah memunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah Institut Agama
Islam Negeri Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus dengan predikat
cumlaude / baik/ cukup, pada tanggal:
25 Juli 2006
Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana Strata 1 tahun
akademik 2006/2007
Semarang, 25 Juli 2006
Ketua Sidang Sekretaris Drs. Shodiq, M. Ag Nasirudin, M. Ag NIP. 150 267 030 NIP. 150 277 510
Penguji I Penguji II Drs. H. Abdul Mutholib Hamdani Mu’in, M. Ag NIP. 150 170 387 NIP. 150 290 928
Pembimbing
Drs. Abdul Wahid, M. Ag NIP. 150 268 214
DEPARTEMEN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
FAKULTAS TARBIYAH SEMARANG Alamat: Jl. Raya Ngaliyan Semarang (Kampus II) Telp/Fax: 024-7601295
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggungjawab, penulis
menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang
telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan.
Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-
pikiran orang lain, kecuali in formasi yang terdapat dalam
referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 7 Januari 2008
Deklarator
ARDINI HANDAYANI 3103198
M O T T O
يدعون إلى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون ولتكن منكم أمة عن المنكر وأولئك هم المفلحون
Artinya:
Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.
(QS. Ali Imran: 104)∗
∗ Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: PT. Balai Pustaka, 1978), hlm. 93
PERSEMBAHAN
Dengan segala usaha, tekad dan iringan do’a akhirnya skripsi ini dapat terwujud. Sebuah anugerah terendah ketika dapat
mempersembahkan karya ini kepada orang-orang terkasih:
Bapak Rusmin dan Ibu Supatmi Mas Heni Setiawan, Mas Agus Salim, Mbak Diyan Ardiyani, Mas Siswanto (Ipar), Adik Windi Lestari, Serta Keponakan
Kecilku Adriana Roihanun Sifa.
Seluruh keluarga besar di kudus
Kakakku, sahabat-sahabat karibku, teman-teman, serta adik-adik kos.
KATA PENGANTAR
Bismillahi rahmanir rahim
Dengan mengucap syukur dan bersujud kehadirat Allah SWT atas rahmat,
nikmat, taufiq serta hidayahNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
yang berjudul: “Peran Guru dalam Pendidikan Kemandirian Anak Pra Sekolah di
RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi
salah satu syarat guna mengikuti ujian munaqasah yang selanjutnya akan
memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (S.1) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) Walisongo Semarang.
Dalam menyusun skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
saran-saran dari berbagai pihak, sehingga penyusunan skripsi ini dapat terealisasi.
Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Ibnu Hadjar, M.Ed selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang.
2. Bapak Ahmad Muthohar, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama
Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Dan Bapak Drs.
Nasirudin, M.Ag selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI)
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang telah memberikan arahan
tentang penulisan skripsi ini. Tidak lupa Ibu Tuti Qurratul Aini, S.Ag sebagai
Dosen Wali yang selalu membimbing mulai semester I.
3. Bapak Drs. Abdul Wahib, M.Ag selaku Dosen Pembimbing yang telah
berkenan meluangkan waktu, tenaga dan fikirannya untuk memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini di tengah berbagai
kesibukan.
4. Para dosen/staf pengajar di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang yang telah membekali berbagai pengetahuan.
5. Ibu Mardati, BA dan keluarga besar RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus
yang telah memberi izin dan kerjasama yang baik dalam penelitian ini.
6. Bapak dan Ibu, Mas Heni, Mas Agus, Mbak Diyan, Adek Windi, Sifa
(keponakan) dan segenap Keluarga Besar di Kudus, yang secara langsung
maupun tidak langsung telah membantu baik moril maupun materiil dalam
penyusunan skripsi ini.
7. Kakakku, yang telah memberikan dan makna hidup dalam dinamika
kehidupan. Mas Son Haji tetap semangat, sahabat Karibku Ina, Muhim, Qori,
Olif yang selalu memberikan spirit kepadaku. Teman-teman terbaikku Farida,
Ani, Al-Hid, Nurul, Eka beserta seluruh keluarga kos Marina, mbak Ika, dan
adik-adik Itax, Anix, Hanax, Mila, Inung yang setiap saat menghiburku. Dan
semua pihak yang telah membantu dan selalu memberikan motivasi dalam
menyelesaikan skripsi ini namun tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhirnya penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan dalam arti yang sebenarnya. Namun penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya bagi para pembaca
pada umumnya.
Semarang, 7 Januari 2008
ARDINI HANDAYANI 3103198
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN ABSTRAKSI .................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv
HALAMAN MOTTO .......................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... vi
HALAMAN KATA PENGANTAR .................................................................... vii
HALAMAN DAFTAR ISI .................................................................................. ix
HALAMAN DAFTAR TABEL .......................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Penegasan Istilah ......................................................................... 6
C. Rumusan Masalah ....................................................................... 8
D. Tujuan dan Manfaat Penulisan .................................................... 8
E. Telaah Pustaka ............................................................................ 8
F. Metode Penelitian ........................................................................ 10
1. Pendekatan Penelitian ........................................................... 10
2. Fokus dan Ruang Lingkup .................................................... 10
3. Sumber Data........................................................................... 11
4. Metode Pengumpulan Data.................................................... 11
5. Metode Analisis Data ........................................................... 12
BAB II PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN KEMANDIRIAN ANAK
PRA SEKOLAH
A. Peran Guru .................................................................................. 14
1. Pengertian Peran Guru .......................................................... 14
2. Tugas dan Peran Guru ........................................................... 15
3. Fungsi Guru .......................................................................... 20
B. Pendidikan Kemandirian ............................................................. 22
1. Pengertian Pendidikan Kemandirian ..................................... 22
2. Ciri-ciri Kemandirian Pada Anak ......................................... 23
C. Anak Pra Sekolah ........................................................................ 29
1. Pengertian Anak Pra Sekolah ................................................ 29
2. Masa Pertumbuhan dan Perkembangan Anak ...................... 30
3. Ciri-ciri Masa Kanak-kanak................................................... 37
D. Mainan Pada Anak ...................................................................... 42
1. Jenis Permainan Pada Anak .................................................. 42
2. Pengaruh Mainan Pada Anak ................................................ 43
BAB III PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN KEMANDIRIAN ANAK
PRA SEKOLAH DI RA (RAUDLOTUL ATHFAL) NU BANAT
KUDUS
A. Kondisi Obyektif RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus ..... 45
1. Tujuan Historis ...................................................................... 45
2. Visi, Misi dan Tujuan ........................................................... 47
3. Letak Geografis ..................................................................... 47
4. Struktur Organisasi ............................................................... 48
5. Keadaan Guru, Staf dan Anak .............................................. 49
a. Keadaan Guru ................................................................. 49
b. Keadaan Staf ................................................................... 52
c. Keadaan Anak ................................................................. 53
6. Kurikulum Sekolah ............................................................... 55
7. Sarana dan Prasarana Sekolah .............................................. 57
B. Pendidikan Kemandirian Anak Pra Sekolah di RA (Raudlotul
Athfal) NU Banat Kudus ............................................................ 58
1. Materi Pendidikan Kemandirian ........................................... 58
2. Peran Guru dalam Pendidikan Kemandirian Anak Pra
Sekolah .................................................................................. 59
3. Media Pendidikan Kemandirian ........................................... 64
4. Evaluasi ................................................................................. 65
5. Mengatasi Faktor-faktor dan Penghambat Pendidikan
Kemandirian Anak Pra Sekolah ............................................ 66
BAB IV ANALISIS PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN
KEMANDIRIAN ANAK PRA SEKOLAH DI RA (RAUDLOTUL
ATHFAL) NU BANAT KUDUS
B. Analisis terhadap Peran Guru dalam Pendidikan Kemandirian
Anak Pra Sekolah di RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus . 69
C. Peran Guru dalam Pendidikan Kemandirian Anak Pra Sekolah
di RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus ............................... 74
D. Mengatasi Faktor Penghambat ................................................... 78
BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN PENUTUP
A. Simpulan ..................................................................................... 82
B. Saran-saran .................................................................................. 84
C. Penutup ........................................................................................ 85
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DAFTAR TABEL
TABEL 1 : STRUKTUR ORGANISASI ....................................................... 49
TABEL 2 : DAFTAR NAMA-NAMA GURU ............................................... 51
TABEL 3 : DAFTAR NAMA-NAMA KARYAWAN .................................. 52
TABEL 4 : DAFTAR SISWA ........................................................................ 53
TABEL 5 : JADWAL MUATAN LOKAL KELAS ...................................... 56
TABEL 6 : JADWAL EKSTRAKULIKULER .............................................. 57
TABEL 7 : FASILITAS PENDUKUNG YANG DIMILIKI ......................... 58
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : ARDINI HANDAYANI
Tempat/Tanggal Lahir : Kudus, 28 Maret 1985
Alamat Rumah : Cendono, Dawet RT 02 RW III Kudus
Alamat Sekarang : Jl. Segaran I Gg. Buntu 2/27B Semarang
Pendidikan:
1. SDN Cendono 03 lulus tahun 1997
2. MTs. Miftahul Falah Kudus lulus tahun 2000
3. MA NU Banat Kudus lulus tahun 2003
4. Fakultas Tabriyah IAIN Walisongo Semarang
Angkatan Tahun 2003
Semarang, 7 Januari 2008
Penulis
ARDINI HANDAYANI
3103198
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak bukanlah orang dewasa dalam ukuran kecil, anak harus
diperlakukan sesuai dengan tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangannya.
Hanya saja, dalam praktek pendidikan sehari-hari, tidak selalu demikian yang
terjadi. Banyak contoh yang menunjukkan betapa para orang tua dan
masyarakat pada umumnya memperlakukan anak tidak sesuai dengan tingkat
perkembangannya.1
Anak adalah keturunan yang kedua setelah ibu bapa atau manusia
yang masih kecil. Masa pra sekolah adalah berkisar antara usia 3 sampai 6
tahun.2 Dan masa pra sekolah juga bisa dikatakan suatu masa pada anak
yang belum memasuki usia Sekolah Dasar.
Masa anak-anak pra sekolah adalah masa proses belajar fisik,
emosional dan intelektual yang utama di dalam kehidupan. Anak-anak usia
Pra sekolah bersifat ingin tahu, ingin menciptakan segalanya, mempunyai
keinginan dan mandiri. Mereka juga bisa keras kepala, malu-malu dan tidak
dapat berdiri sendiri. Kedua kepribadian mereka yang selalu berubah-ubah
dan ketidakmampuan mereka untuk menggunakan pikiran secara maksimal
membuat mereka menjadi makhluk yang sulit dikendalikan baik oleh
guru maupun orang tuanya sendiri. Anak-anak usia ini hidup di dunia yang
menantang bagi mereka serta orang tuanya.3
Pada waktu yang sama, anak-anak mempunyai kebutuhan, keinginan
dan perasaan sendiri yang kebanyakan tidak dapat diungkapkan dengan sangat
jelas. Selama masa lima tahun pertama, anak berjuang menjadi manusia yang
1 Theo Riyanto dan Martin Handoko, Pendidikan Pada Usia Dini: Tuntutan psikologis dan Pedagogis bagi Pendidik dan Orang Tua (Jakarta: PT Grasindo, 2004),hlm. vi
2 Hadi Subrata, Meningkatkan Intelegensi Anak Balita, (Jakarta: Gunung Mulia, 1988). hlm.69
3Kenneth W.requena dan Laurie Miller, Good Kid, Bad Behaviour : Strategi Jitu Membangun Disiplin Anak ( Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya, 2005), hlm.2
2
mandiri, dan mereka memberontak terhadap ”didikan” orang-orang yang lebih
tua.
Sasaran terakhir yang dimiliki guru dalam mendidik anak – anak Pra
Sekolah merupakan sasaran langsung yang mereka miliki untuk diri sendiri
yaitu pengendalian dan dapat mandiri. Jika guru memahami bahwa mereka
mempunyai jadwal yang berbeda dari jadwal anak didik mereka dan bahwa
kemampuan belajar masing – masing anak itu berbeda.
Tugas guru dalam mendidik anak usia Pra Sekolah adalah
mengajarkan mereka pada tingkat yang mereka pahami, cara untuk
berperilaku dengan benar di dunia pribadi mereka, baik di sekolah maupun di
depan orang banyak. Karena anak-anak pra sekolah memandang dunia
mereka sebagai tempat yang menyenangkan dan mengasyikkan, terutama saat
kecakapan fisik, intelektual dan sosial mereka meningkat. Orang dewasa
kadang menyikapi rasa prakarsa anak yang berkembang ini dengan membuat
seperangkat aturan atau menjadi terlalu protektif atau cemas. Guru yang
bijaksana akan selalu belajar memberikan kesempatan berprakarsa yang sehat
namun masih dalam batas-batas yang sesuai.
Banyak pihak berpandangan bahwa anak-anak itu bagaikan kertas-
kertas putih, bersih. Orang dewasa bebas untuk menggambari, mewarnai,
menulisi, mencoreti, bahkan menyobek atau meremas-remas kertas putih itu.4
Hal ini sesuai dengan hadist Nabi SAW:
عن ابي رةهرض يراهللا ي نعقال : قال ه سلرل اهللا ول اهللا ىصهعي سا :لموم من
ودماال لو ويل لدةالف ىعفأ طراهوب هانهيود او نصرانهي او مانهياريالبخ رواه (جس(
Dari Abu Hurairah r.a. berkata bahwa: ”Rasulullah SAW telah bersabda: Tidaklah seseorang itu dilahirkan kecuali membawa fitrah, ayah dan ibunyalah yang menjadikan yahudi, nasrani, atau majuzi. (HR. Bukhori).5
4Ibid., hlm. vi 5Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz IV (Baeirut:
Maktabah wamatba’ah, Darul Kutub Ilmiyat, t.th), hlm.235
3
Al-Ghazali menilai peranan keluarga yang terpenting adalah fungsi
didikanya sebagai jalur pengembangan ”naluri beragama secara mendasar”
pada saat anak masih balita, sebagai kesinambungan potensi fitrah yang di
bawa anak sejak lahir.6 Penanaman nilai-nilai pendidikan kemandirian
terhadap anak sejak usia dini atau balita merupakan pembentukan kepribadian
anak yang kuat sekali pengaruhnya.
Sedangkan keterlambatan pendidikan akan membebani para pendidik
khususnya dalam mengatisipasi pertumbuhan anak. Adapun masa-masa
penting dalam pendidikan yaitu saat anak memasuki usia pra sekolah. Sebab
semakin sedikit usia anak maka peranan pendidikan menjadi semakin besar
pula. Hal ini karena lebih dekat kepada fitrah. Pendidikan merupakan
kebutuhan manusia, karena sebagai makhluk paedagogis, ia dilahirkan dengan
membawa potensi dapat dididik dan mendidik sehingga mampu menjadi
kholifah di bumi, serta pendukung dan pengembang kebudayaan. Anak
dilengkapi fitrah yang berupa bentuk yang dapat berkembang sesuai dengan
kedudukanya sebagai makhluk yang mulia.
Masa kanak-kanak juga merupakan sebuah periode penaburan benih,
pendirian serta pondasi yang dapat disebut sebagai periode pembentukan
watak, kepribadian dan karakter dari seorang manusia, agar kelak memiliki
kekuatan dan kemampuan untuk berdiri tegar dalam meniti kehidupan.7
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI No.20 tahun 2003
tentang Sisdiknas dalam pasal 3, menyebutkan Pendidikan Nasional bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME. berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap dan kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.8
6Muhammad Tholhah Hasan, Islam dan Masalah Sumber daya Manusia, Cet.II, (Jakarta:
Lantabora Press, 2003), hlm. 421 7Ahmad Rozak Husein, Hak Anak Dalam Islam, Alih bahasa oleh Azwar Butun, Judul
Asli Al-Islam Wattiflul, (Jakarta: Fikahati Aneka, 1992), hlm.13 8UU RI. No.20 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Media Wacana, 2003),
hlm.12
4
Pendidikan mempunyai tugas untuk membimbing dan mengarahkan
pertumbuhan dan perkembangan manusia dari tahap ke tahap kehidupan anak
didik sampai mencapai titik kemampuan yang optimal. Potensi dalam diri
manusia akan berlangsung dengan baik bilamana diberi kesempatan yang
cukup baik dan menguntungkan untuk berkembang melalui pendidikan yang
terarah. Kemampuan potensial pada diri manusia itu baru aktual dan
fungsional bila disediakan kesempatan untuk muncul dan berkembang dengan
menghilangkan segala gangguan yang dapat menghambatnya.
Karena setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tak berdaya, ia
akan bergantung pada orang-orang yang berada di lingkungannya hingga
waktu tertentu. Seiring dengan berlalunya waktu dan perkembangan
selanjutnya, seorang anak perlahan-lahan akan melepaskan diri dari
ketergantungannya pada orang lain disekitarnya dan belajar untuk mandiri.
Hal ini merupakan suatu proses alamiah yang dialami oleh semua makhluk
hidup, tidak terkecuali manusia.
Menurut Thomas Gordon, mandiri atau sering juga disebut berdiri
diatas kaki sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk tidak tergantung
pada orang lain serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukanya.
Kemandirian dalam konteks individu tentu memiliki yang lebih luas dari pada
aspek fisik.
Pengelolaan proses belajar mengajar yang di sesuaikan dengan kondisi
peserta didik diharapkan nantinya dapat mempengaruhi kemandirian peserta
didik dalam belajar, bersikap dan dapat memenuhi segala keperluanya sendiri.
Kemandirian, seperti halnya kondisi psikologis yang lain, dapat
berkembang dengan baik jika diberikan kesempatan untuk berkembang
melalui latihan yang dilakukan secara terus menerus sejak dini sesuai
kemampuanya. Latihan tersebut dapat berupa pemberian tugas-tugas tanpa
bantuan, dan tentu saja tugas-tugas tersebut di sesuaikan dengan usia dan
kemampuan anak. Mengajar kemandirian akan banyak memberikan dampak
yang positif dengan perkembangan individu. Oleh karena itu penciptaan
lingkungan belajar merupakan salah satu faktor penting dalam memecahkan
5
kesulitan anak dalam belajar .dan upaya itu harus dikembangkan secara
optimal.
Memahami anak jauh lebih rumit dari pada yang di bayangkan. Ini
tidak lain karena anak-anak berada di dunia yang berbeda sama sekali dengan
dunia orang dewasa. Menghadapi anak-anak di rumah sendiri, menuntut orang
tua masuk kedalam dunia anak, memahami apa yang anak butuhkan dan
memahami dalam setiap perkembangan masa kecilnya. Untuk menuntun anak
belajar, baik dalam pendidikan formal atau pendidikan informal maka peran
guru sangat di harapkan. Karena dalam dunia pendidikan dewasa ini banyak
model dan sistem pendidikan yang diterapkan.
Anak di harapkan memiliki sikap mandiri, karena tanpa kemandirian
segala usaha sulit dilakukan dengan mantap untuk mengelola hidup dan
lingkungan. Tanpa kemandirian, anak tidak mungkin dapat mempengaruhi
dan menguasai lingkungan, tetapi akan lebih banyak bergantung pada
lingkungan dan dikuasai lingkungan. Kemandirian merupakan modal dasar
bagi anak dalam menentukan sikap dan tindakan terhadap proses pendidikan.
Karena pendidikan merupakan proses psikis, maka keberhasilan pendidikan
banyak ditentukan oleh individu itu sendiri. Orang lain, termasuk orang tua
dan guru hanya berperan sebagai pembimbing dan pengatur situasi.
Guru merupakan unsur utama dalam keseluruhan proses pendidikan
khususnya ditingkat institusional dan instruksional. Tanpa guru, pendidikan
hanya akan menjadi slogan muluk karena segala bentuk kebijakan dan
program pada akhirnya akan di tentukan oleh kinerja pihak yang berada
digaris terdepan yaitu guru.9
Namun yang cukup penting bagi guru Taman Kanak-kanak (TK)
adalah kesediaan dengan penuh kasih dan ketulusan menerima setiap murid
yang bermacam-macam sifatnya, sebagai individu yang berharga dan
mempunyai potensi untuk berkembang. Kesediaan itu cukup memberi modal
kepada guru Taman Kanak-kanak (TK), walaupun murid-murid disana masih
9 Mohamad Surya, Percikan Perjuangan Guru, (Semarang: Aneka Ilmu , 2003), hlm. 2
6
sangat muda, bukanlah melindungi anak dari masalah-masalahnya dan
memecahkan masalah untuk anak, melainkan mendorong murid-murid agar
dapat menghadapi dan memecahkan masalah sendiri atas bantuan guru. 10
Berangkat dari kerangka fikir inilah maka, penulis tertarik untuk
meneliti permasalahan yang berjudul Peran Guru Dalam Pendidikan
Kemandirian Anak Pra Sekolah Study Kasus Di Raudlotul Athfal (RA) Banat
NU Kudus.
Karena peran guru yang sangat memperhatikan pendidikan, terutama
dalam pendidikan kemandirian anak pra sekolah.
B. Penegasan Istilah
Untuk menghindari salah pengertian dalam memahami dan
menafsirkan judul skripsi ini, maka penulis merasa perlu memberikan
penjelasan beberapa istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini:
1. Peran Guru
Peran adalah perangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang
yang berkedudukan di masyarakat.11Guru adalah figur manusia sumber
yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam
pendidikan.12 Dengan demikian peran guru adalah terciptanya serangkaian
tingkah laku yang dilakukan tenaga pengajar dalam pendidikan.
2. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan.13 Sehingga dapat dikatakan bahwa
10Kartini Kartono, Mengenal Dunia Kanak-kanak , ( Jakarta: Rajawali, 1985), hlm.76 11 Lukman Ali, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm. 751 12 Syaiful Bahri Djamroh, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2000), hlm. 1. 13 W.J.S. Prowadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet. V, (Jakarta : Balai
Pustaka, 1976), hlm. 232.
7
pendidikan merupakan proses pengubahan tingkah laku seseorang untuk
mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan.
3. Kemandirian
Kemandirian berasal dari kata mandiri artinya keadaan dapat berdiri
sendiri tidak bergantung pada orang lain.14 Menurut Dr. Zakiah Daradjat,
mandiri adalah kecenderungan anak untuk melakukan sesuatu yang
diingini tanpa minta tolong kepada orang lain, juga dapat mengarahkan
kelakuannya tanpa tunduk pada orang lain.15 Kemandirian yang penulis
maksud adalah kemampuan anak untuk melakukan sesuatu tanpa
tergantung pada orang lain.
4. Anak Pra Sekolah
Anak Pra sekolah yaitu terdiri dari kata anak yang berarti subyek
yang belum dewasa, yakni yang masih membutuhkan pertolongan orang
dewasa agar ia berkembang dan tubuh menuju kedewasaan.16 Dan pra
sekolah berarti jenjang (tingkat) sekolah sebelum Sekolah Dasar.
Interpretasi penulis sendiri tentang anak pra sekolah adalah anak-anak
Raudlotul Athfal (RA) Banat NU Kudus yang masih membutuhkan
pertolongan orang dewasa agar berkembang dan tumbuh menuju
kedewasaan.
Dengan demikian judul diatas bermaksud untuk meneliti tugas
pengajar dalam pengubahan tingkah laku anak dalam melakukan sesuatu
tanpa tergantung pada orang lain agar berkembang dan tumbuh menuju
kedewasaan. Dengan studi kasus di Raudlotul Athfal (RA) Banat NU Kudus.
14 Anton M. Moelino, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1995),
hlm. 747. 15 Zakiyah Daradjat, Perawatan Jiwa untuk Anak, (Jakarta : Bulan Bintang, 1983), hlm.
130. 16 W.S. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, (Jakarta: Gramedia, 1983),
hlm. 149.
8
C. Rumusan Masalah
Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang
hendak diangkat, perlu rumusan yang dapat dijadikan titik tolak penulisan
karya ilmiah ini adapun rumusannya adalah: bagaimana peran guru dalam
memandirikan Anak Pra Sekolah di Raudlotul Athfal (RA) Banat NU Kudus?
D. Tujuan Dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:
Untuk mengetahui apa yang dilakukan guru untuk memandirikan Anak
Pra Sekolah di Raudlotul Athfal (RA) Banat NU Kudus.
2. Manfaat Penelitian dari skipsi ini adalah:
a. Sebagai bahan pemikiran para guru Taman Kanak-kanak (TK) untuk
meningkatkan Pendidikan Kemandirian Anak Pra Sekolah.
b. Bagi Raudlotul Athfal (RA) Banat NU Kudus dapat memberikan
peningkatan dalam Pendidikan Kemandirian Anak Pra Sekolah agar
lebih mandiri.
c. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman
kepada para guru untuk mendidik anak dalam membentuk
Kemandirian Anak Pra Sekolah.
E. Telaah Pustaka
Untuk memperkuat landasan teoritis, beberapa referensi pustaka pokok
yang di pergunakan penulis dalam penelitian ini adalah:
Buku ”Menjadi Guru Profesional ”, karangan Drs. Moh.Uzer Usman
memberikan petunjuk praktis untuk menjadi guru yang profesional. Dan juga
menguraikan tentang program Pendidikan Dasar 9 tahun, menyajikan petunjuk
uraian pedoman, contoh-contoh, dan ciri-ciri profesionalisme keguruan.
Dengan kriteria-kriteria tertentu dapat mengukur diri sendiri dan untuk saling
9
mengamati sesama rekan seprofesi guru, apakah sudah mencapai tingkat
profesional atau belum.
Buku ”Kapita Selekta Pendidikan Islam”, karangan Drs. HM. Chabib
Thoha,MA. yang membahas tentang ciri-ciri kemandirian dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhinya ada dua yaitu:
a. Faktor dari dalam diri anak adalah faktor kematangan usia dan jenis
kelamin serta intelegensinya. Faktor iman dan taqwa merupakan faktor
terbentuknya sikap mandiri. Bagi anak yang memiliki kepercayaan dan
keyakinan yang kuat terhadap agama, mere cenderung untuk memiliki
sikap mandiri yang kuat.
b. Faktor dari luar adalah faktor kebudayaan dan pengaruh keluarga terhadap
anak.
DR. Soemiarti Patmonodewo dalam buku ”Pendidikan Anak Pra
Sekolah”, didalamnya mengkaji apa dan bagaimana Pendidikan Pra Sekolah ,
teori-teori yang melandasinya, beberapa alternatif Pendidikan Anak Pra
Sekolah, kurikulum dan penilaian dalam pendidikan Pra Sekolah, serta
permasalahan perencana dan organisasi lingkungan.
Buku ” Perawatan Jiwa Untuk Anak-Anak ”, karangan Dr. Zakiyah
Daratjat membahas tentang bagaimana merawat jiwa anak dalam masa
perkembanganya. Dan arti mandiri itu sendiri yaitu sikap berdiri sendiri tanpa
tergantung pada orang lain.
Penelitian tentang Pendidikan kemandirian anak pernah ditemukan oleh
penulis dalam skripsi yang berjudul ”Hubungan Pola Asuh Orang Tua
Dengan Kemandirian Anak TK Pangudi Luhur Bernadus Semarang tahun
ajaran 2004/2005” atas nama Anastasia Kiswati (140 190 1084) Skripsi
Universitas Negeri Semarang. Tetapi konsep yang ditawarkan cenderung
mengarah pada peran Orang tua dalam mendidik kemandirian anak dalam
lingkungan keluarga .
10
Skripsi yang ditulis oleh Tutik Istiyani (3199050) IAIN Walisongo
Semarang. ”Penanaman Sikap Mandiri Pada Anak Dalam Perspektif
Pendidikan Islam ”. Yang membahas tentang apa saja faktor-faktor yang
mempengaruhi sikap mandiri pada anak dan metode yang digunakan untuk
menentukan sikap mandiri pada anak menurut pandangan Islam.
F. Metode Penelitian
Sesuai garis besar metode penelitian yang penulis pakai adalah sebagai
berikut:
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang peneliti gunakan adalah pendekatan kualitatif
deskriptif yaitu pendekatan penelitian yang dimaksudkan untuk
menjelaskan fenomena atau karakteristik individu, situasi atau kelompok
tertentu secara akurat.17
Pendekatan kualitatif deskriptif ini dimaksudkan hanya dengan
membuat deskripsi atau narasi dari suatu fenomena tidak untuk mencari
hubungan antar variabel, ataupun menguji hipotesis. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan salah satu penelitian kualitatif deskriptif studi kasus
yaitu penyelidikan mendalam (indept study) mengenai gambaran yang
terorganisasikan dengan baik dan lengkap mengenai unit sosial tertentu.18
2. Fokus dan Ruang Lingkup
Fokus penelitian ini akan mengkaji Peran Guru dalam Pendidikan
Kemandirian Anak Pra Sekolah. Sedangkan ruang lingkup yang diteliti
yaitu Raudlotul Athfal (RA) Banat NU Kudus yang meliputi aspek:
a. Pendidik dan peserta didik
b. Proses atau kegiatan belajar mengajar
c. Materi yang diterapkan
d. Variasi metode mengajar
17Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, Cet. 1, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm.4
18Syaifudin Azwar, Metode Penitian, Cet.1, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 8
11
e. Management yang dijalankan
f. Lingkungan termasuk sarana dan prasarana
3. Sumber Data
Sumber data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sumber
data yang diperoleh dari subyek penelitian (setting alamiah). Adapun
sumber data penelitian ini adalah; Manusia yang dibutuhkan sebagai
masukan bagi proses pendidikan adalah Kepala Sekolah, Guru, Siswa dan
tenaga kependidikan lain yang berkepentingan terhadap pendidikan. 19
4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data lapangan dalam penelitian ini digunakan untuk
mencari data-data riil untuk memberikan gambaran objektif penelitian.
Beberapa metode yang digunakan, yaitu:
a. Metode Observasi-Partisipan
Observasi–Partisipan (pengamat berperan serta) yakni kegiatan
mengamati gejala-gejala objektif yang terkait langsung dengan
variabel penelitian dan peneliti terlibat langsung dalam pengamatan
tersebut.20 Kegiatan ini secara langsung dilakukan dalam penelitian
dan kemudian secara langsung mencatat hasil-hasil yang terkait
dengan tema penelitian.
b. Metode Interview
Yaitu pengumpulan data dengan jalan tanya jawab yang
dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan kepada tujuan
penelitian.21 Kegiatan ini dibutuhkan untuk mencari data-data yang
19Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Leadership : Menuju Sekolah Efektif , (
Jakarta: P T Bumi Aksara, 2005), hlm. 5 20 Parsudi Suparlan, Pengantar Metodelogi Penelitian Pendekatan Kualitatif dalam
Media Edisi 14, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 1993), hlm. 20 21Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi,
UGM, 1987), hlm. 193
12
sekiranya penting dan tidak dapat secara langsung di simpulkan
melalui observasi.
c. Metode Dokumentasi
Dokumentasi, yang dalam arti sempit adalah kumpulan data
verbal yang berbentuk tulisan. Sedangkan dalam arti luas dokumen
juga meliputi monumen, artifact, foto, tape dan sebagainya.22
Metode ini sangat penting mengingat dokumentasi merupakan catatan
berharga dan bukti riil data.
5. Metode Analisis Data
Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah penulis
melakukan analisis terhadap data yang terhimpun dengan menggunakan
metode analisis:
a. Reduksi Data, yaitu data yang diperoleh dalam lapangan ditulis atau
diketik dalam bentuk uraian atau laporan yang terinci. Metode analisis
ini mempermudah peneliti untuk mencari kembali data yang diperoleh
bila diperlukan. 23
b. Display Data, metode analisis ini berangkat dari data yang bertumpuk-
tumpuk, laporan lapangan yang banyak. Agar dapat melihat gambaran
keseluruhannya atau bagian-bagian tertentu dari penelitian itu, harus
diusahakan membuat berbagai macam matriks, grafik, networks dan
charts. Dengan demikian peneliti dapat menguasai data.24
22Koentjoro Ningrat, Metode – Metode Penelitian Masyarakat, ( Jakarta : Gramedia,
1991), hlm. 46 23S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 1992), hlm.
129 24 Ibid, hlm. 129
13
c. Kesimpulan dan Verifikasi yaitu, peneliti berusaha mencari makna
data yang dikumpulkanya. Dengan bertambahnya data, maka
kesimpulan itu lebih ”grounded”. Jadi kesimpulan senantiasa harus
diverifikasi selama penelitian berlangsung agar lebih menjamin
validitas atau ”confirmability”.25
25 Ibid, hlm. 130
14
BAB II
PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN KEMANDIRIAN
ANAK PRA SEKOLAH
A. Peran Guru
1. Pengertian
Kata peran secara etimologis berarti bagian dari tugas dan harus
dilaksanakan.1 Sedangkan secara terminologi peran guru mempunyai
pengertian terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan
yang dilakukan dalam situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan
perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuan.2
Dengan kata lain peran guru dapat dikatakan tugas yang harus
dilaksanakan oleh guru dalam mengajar siswa untuk kemajuan yaitu
perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa. Guru memegang
peranan penting dalam pendidikan, menjadi seorang guru harus
mempunyai kemampuan dan kompetensi yang memadai. Hal ini bertujuan
agar hasil belajar siswa sesuai dengan apa yang diharapkan.
Program kelas tidak akan berarti bila mana tidak diwujudkan
menjadi kegiatan. Untuk itu peranan guru sangat menentukan karena
kedudukan sebagai pemimpin pendidikan di antara murid-murid dan suatu
kelas. Secara etimologis atau dalam arti sempit guru yang berkewajiban
mewujudkan program kelas adalah orang yang kerjanya mengajar atau
memberikan pelajaran di sekolah atau di kelas. Secara lebih luas guru
berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang
ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai
kedewasaan masing-masing.3
1 Slameto, Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1991), hlm. 67 2 Muh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Cet. XI, (Bandung: Remaja Rosda Karya
2001), hlm. 4 3 Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah Dan Pengelolaan Kelas Sebagai Lembaga
Pendidikan, Cet. III, (Jakarta: CV. Haji Masagung, 1989), hlm. 123.
15
Ini berarti peran guru bukan sekedar orang yang berdiri di depan
untuk menyampaikan materi pengetahuan tertentu, akan tetapi adalah
anggota masyarakat yang harus ikut aktif dan berjiwa bebas serta kreatif
dalam mengarahkan anak didiknya untuk menjadi anggota masyarakat
sebagai orang dewasa.
2. Tugas dan Peran
Tugas guru dalam proses belajar mengajar meliputi tugas paedagogis
dan tugas administrasi. Tugas pedagogik adalah tugas membantu,
membimbing dan memimpin. Menurut pendapat Moh. Rifa’i yang dikutip
oleh B. Suryobroto, menyatakan bahwa di dalam situasi pengajaran,
gurulah yang memimpin dan bertanggung jawab penuh atas
kepemimpinannya yang dilakukan itu. Ia tidak melakukan instruksi-
instruksi dan tidak berdiri di bawah instruksi orang lain kecuali dirinya
sendiri, setelah masuk dalam situasi kelas.4
Sebagai pengajar, guru lebih berperan dalam mengembangkan segi
intelektual, penguasaan pengetahuan dan kemampuan berpikir. Sebagai
pelatih guru berperan membantu pengembangan segi ketrampilan,
intelektual, sosial, dan fisik motorik. Sebagai pembimbing guru lebih
berperan dalam mengembangkan segi-segi afektif, penguasaan nilai-nilai,
sikap, motivasi dan lain-lain.
Secara lebih terperinci tugas guru berpusat pada: a. Mendidik dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian
tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang. b. Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang
memadai. c. Membantu perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai
dan penyesuaian diri. Oleh karena itu dalam proses belajar mengajar guru tidak terbatas sebagai penyampai ilmu pengetahuan akan tetapi juga bertanggung jawab akan keseluruhan perkembangan anak didik. Guru harus mampu menciptakan proses belajar yang sedemikian rupa
4 B. Suryobroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakrta: PT. Rineka Cipta, 1977),
hlm. 4
16
sehingga dapat merangsang anak didik untuk belajar secara aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan menciptakan tujuan.5
Banyak peran yang diperlukan dari guru sebagai pendidik, atau siapa
saja yang telah menerjunkan diri menjadi guru. Semua peran yang
diharapkan dari guru seperti yang diuraikan di bawah ini:6
a. Korektor
Sebagai korektor, guru harus bisa membedakan nilai yang baik dan
mana nilai yang buruk. Kedua nilai yang berbeda ini harus betul-betul
dipahami dalam kehidupan bermasyarakat. Karena peran guru sebagai
seorang korektor, yang menilai dan mengkoreksi semua sikap, tingkah
laku dan perbuatan anak didik.7
b. Inspirator
Tugas pendidikan sekolah tidak lagi dititikberatkan pada pemompaan
pengetahuan hafalan sebanyak-banyaknya kepada anak didik,
melainkan kepada penanaman sikap dan pemberian ketrampilan cara
belajar (teaching to learn).8
c. Informator
Guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untuk
setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum.9
Informasi yang baik dan efektif diperlukan dari guru. Kesalahan
informasi adalah racun bagi anak didik. Informator yang baik adalah
guru yang mengerti apa kebutuhan anak didik dan mengabdi untuk
anak didik.
5 Slameto, Op. Cit. Hal. 97 6 Saiful Bahri Djamaroh, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Cet. I (Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 2000), hlm. 43 7 Ibid. 8 ST. Vembrianto, Kapita Selekta Pendidikan, Jilid I (Yogyakarta: Paramita, 1984), hlm.
122 9 Saiful Bahri, Op.cit., hlm. 44
17
d. Organisator
Untuk mengatur dan menghubungkan sumber-sumber belajar,
sehingga dapat mewujudkan tujuan belajar dengan cara yang paling
efektif, efisien dan ekonomis.10
e. Motivator.
Ada empat hal yang dapat dikerjakan guru dalam memberikan
motivasi ini yaitu:
1) Membangkitkan dorongan kepada siswa untuk belajar
2) Menjelaskan secara konkrit kepada siswa apa yang dilakukan pada
akhir pengajaran.
3) Memberikan ganjaran terhadap prestasi yang dicapai sehingga
dapat merangsang untuk mencapai prestasi yang lebih baik di
kemudian hari.
4) Membentuk kebiasaan belajar yang baik.11
Guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif
belajar.
f. Inisiator
Guru sebagai pencetus ide-ide dalam proses belajar, sudah barang
tentu ide-ide itu merupakan ide-ide kreatif yang dapat dicontoh oleh
anak didiknya. Jadi termasuk pula dalam lingkup semboyan “ing
ngarso sung tulodho.”12
g. Fasilitator
Guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan
kemudahan belajar anak didik. Alat pelajaran atau alat peraga itu
dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Alat peraga yang bisa dilihat (visual aids) berupa bendanya,
tiruannya dikecilkan dan disederhanakan.
10 Ivoe K. Davies, Pengelolaan Belajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 1991), hlm. 35 11 Slameto, Op.cit., hlm. 99 12 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001), hlm. 143
18
2. Alat peraga yang bisa didengar (audio aids) seperti radio dan tape
recorder.
3. Alat peraga yang bisa didengar dan dilihat (audio visual aids)
seperti film, video dan TV. 13
Alat peraga tersebut, besar sekali pengaruhnya bagi siswa, karena
dengan alat peraga itu dapat memperjelas keterangan guru serta dapat
membangkitkan minat siswa, sehingga suasana belajar tambah hidup.
h. Pembimbing
Peranan ini harus lebih dipentingkan, karena kehadiran guru di sekolah
adalah untuk membimbing anak didik untuk menjadi manusia dewasa
susila yang cakap. Tanpa bimbingan, anak didik akan mengalami
kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya.14 Jadi
bagaimanapun juga bimbingan dari guru sangat diperlukan pada saat
anak didik belum mampu berdiri sendiri (mandiri).
i. Demonstrator
Dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran dapat anak
didik pahami. apalagi anak didik yang memiliki intelegensi yang
sedang. Untuk bahan pelajaran yang sukar dipahami anak didik, guru
harus berusaha dengan membantunya, dengan cara memperagakan apa
yang diajarkan secara didaktis.15
j. Pengelolaan kelas
Untuk dapat mengadakan pengelolaan kelas, maka:
1. Guru harus tahu metode apa yang harus digunakan
2. Guru memahami interaksi belajar mengajar bila pelajaran dengan
metode tersebut berlangsung
3. Guru dapat menganalisa proses interaksi, yaitu tentang apa yang
dilakukan guru dan apa yang dilakukan siswa.16
13 Amin Syukur, Metodologi Studi Islam, (Semarang: Gunung Jati, 1998), hlm. 182
14 Saiful Bahri, Op.cit., hlm. 46 15 Ibid. 16 Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas dan Siswa, Cet. IV, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1996), hlm. 4
19
Pengelolaan kelas ini dilakukan agar dalam pembelajaran tidak terjadi
kejenuhan bagi anak. guru selalu menggunakan metode yang variatif.
k. Mediator
Mediator juga diartikan penyedia media. Bagaimana cara memakai dan
mengorganisasikan penggunaan media.17
l. Supervisor
Kegiatan supervisi dilaksanakan melalui berbagai proses pemecahan
masalah pengajaran. Tujuannya adalah untuk meningkatkan efektivitas
dan efisiensi proses belajar mengajar.18
Fungsi utama supervisi adalah membina program pengajaran yang ada
sebaik-baiknya sehingga selalu ada usaha perbaikan.19
m. Evaluator
Guru berkewajiban mengawasi, memantau proses belajar siswa dan
hasil-hasil belajar yang dicapainya. Di samping itu, guru berkewajiban
melakukan upaya perbaikan proses belajar siswa, menunjukkan
kelemahan proses belajar siswa dan cara memperbaikinya.20
Menurut pendapat Louis V. Gerstmer, Jr. dkk (1995) peran guru
mengalami perluasan yaitu guru sebagai: pelatih (coaches), konselor,
manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan
pengarang.21
Sebagai pelatih (coaches), guru memberikan peluang yang sebesar-
besarnya bagi peserta didik untuk mengembangkan cara-cara
pembelajarannya sendiri sebagai latihan untuk mewujudkan kehidupan
kebangsaan yang sehat.
17 Sardiman, Op.cit., hlm. 144 18 Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Cet. I (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
1999), hlm. 236 19 Piet A. Sahartian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan; Dalam Rangka
Pengembangan Sumber Daya Manusia, Cet. I, (Jakarta: PT. Asdi Mahatya, 2000), hlm. 21 20 Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Akktif dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 1996), hlm. 35 21 Mohammad Surya, Percikan Perjuangan Guru, (Semarang: CV Aneka Ilmu, 2003).
Hal. 47
20
Sebagai konselor, guru menciptakan satu situasi interaksi dimana
peserta didik melakukan perilaku pembelajaran dalam suasana psikologis
yang kondusif bagi terwujudnya jiwa, semangat, dan nilai kebangsaan.
Semua diwujudkan dengan memperhatikan kondisi setiap peserta didik
dan membantunya ke arah perkembangan optimal. Sebagai manajer
pembelajaran guru mengelola keseluruhan kegiatan pembelajaran dengan
mendinamiskan seluruh sumber-sumber penunjang pembelajaran.
Sebagai partisipan, guru tidak hanya berperilaku mengajar akan
tetapi juga berperilaku belajar melalui interaksinya dengan peserta didik.
Sebagai pemimpin, guru menjadi seseorang yang menggerakkan peserta
didik dan orang lain untuk mewujudkan perilaku yang menuju
terwujudnya bangsa yang kokoh. Sebagai pembelajar, guru secara menerus
belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya serta meningkatkan
kualitas profesionalnya. Sebagai pengarang, guru secara kreatif dan
inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan digunakan untuk
melaksanakan tugasnya.
Jadi seorang guru harus mengetahui tugas dan perannya di sekolah.
Karena anak merupakan generasi penerus bangsa yang menjadi harapan
seluruh masyarakat agar lebih baik.
3. Fungsi Guru
Fungsi sentral guru adalah mendidik (fungsi educational) fungsi
sentral ini berjalan sejajar dengan dalam melakukan kegiatan belajar
mengajar (fungsi instruksional), dan kegiatan bimbingan, bahkan dalam
setiap langkahnya berhadapan dengan murid (interaksi edukatif)
senantiasa terkadang dalam fungsi pendidikan.
Mengingat lingkup pekerjaan guru maka fungsi atau tugas guru itu
meliputi: pertama, tugas pengajaran atau guru sebagai pengajar, kedua,
21
tugas bimbingan dan ketiga tugas administrasi atau guru sebagai
pemimpin atau manajer kelas.22
Ketiga tugas itu dilaksanakan secara seimbang dan serasi, tidak
boleh ada satupun yang terabaikan, karena fungsional dan saling berkaitan
dalam menuju keberhasilan pendidikan sebagai suatu keseluruhan yang
tidak terpisahkan.
Dari uraian diatas, jelas bahwa peranan guru telah meningkat
sebagai pengajar menjadi direktur pengarah belajar. Sebagai direktur
belajar, tugas dan tanggung jawab menjadi lebih meningkat termasuk
fungsi-fungsi guru sebagai perencana pengajaran, pengelola pengajaran
penilai hasil belajar, sebagai motivator belajar, dan sebagai pembimbing.
Sebagai perencana pengajaran, seorang guru diharapkan mampu
untuk merencanakan kegiatan belajar mengajar secara efektif. Sebagai
pengelola pengajaran seorang guru mampu mengelola seluruh proses
kegiatan belajar mengajar dengan menciptakan kondisi-kondisi belajar
sedemikian rupa sehingga setiap siswa dapat belajar secara efektif dan
efisien. 23
Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar, seorang guru
hendaknya senantiasa secara terus menerus mengikuti hasil-hasil belajar
yang telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu. Dengan demikian
proses belajar mengajar akan senantiasa ditingkatkan terus menerus dalam
mencapai hasil belajar yang optimal. Peranannya sebagai direktur belajar,
hendaknya guru senantiasa berusaha untuk menimbulkan, memelihara, dan
meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Sebagai direktur, pendekatan
yang dipergunakan dalam proses belajar mengajar tidak hanya melalui
pendekatan instruksional akan tetapi disertai dengan pendekatan pribadi.
Dengan perkataan lain, sebagai direktur belajar guru sekaligus berperan
sebagai pembimbing dalam proses belajar mengajar. Sebagai pembimbing
dalam belajar guru diharapkan mampu untuk:
22 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 265
23 Slameto, Op. Cit. hlm. 98
22
a) Mengenal dan memahami tiap siswa baik secara individu maupun
kelompok
b) Memberikan penerangan kepada siswa mengenai hal-hal yang
diperlukan dalam proses belajar
c) Memberikan kesempatan yang memadai agar setiap siswa dapat
belajar sesuai dengan kemampuan pribadinya.
d) Membantu setiap siswa dalam mengatasi masalah-masalah pribadi
yang dihadapinya
e) Menilai keberhasilan setiap langkah kegiatan yang telah dilakukan.24
B. Pendidikan Kemandirian
1. Pengertian
Untuk memahami pengertian pendidikan, pendidikan dapat
dibedakan menjadi dua pengertian. Yaitu yang bersifat teoritik filosofis
dan pendidikan dalam arti praktis. Pengertian pendidikan dalam arti
teoritik filosofis adalah pemikiran manusia terhadap masalah-masalah
kependidikan untuk memecahkan dan menyusun teori-teori baru dengan
mendasarkan kepada pemikiran normatif, spekulatif, rasional empirik,
rasional filosofis, maupun historis filosofis.25
Pendidikan dalam arti praktis adalah suatu proses pemindahan
pengetahuan atau pengembangan potensi-potensi yang dimiliki subjek
didik untuk mencapai perkembangan secara optimal, serta membudayakan
manusia melalui proses transformasi nilai-nilai yang utama.26
Manurut F.J. McDonald menyatakan bahwa “education in the sense
of here, is a process or an activity which is directed at producing desirable
changes in the behaviour of human being”. 27 Ringkasnya dapat diartikan
24 Ibid. hlm. 100 25 CHabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Semarang: Pustaka Pelajar, 1996),
hlm. 98 26 Ibid. hlm. 99 27 F.J. McDonald, Educational of Psychology, (U.S.A: Wadsworth, 1995), hlm. 4
23
bahwa belajar adalah sebuah proses aktifitas yang ditujukan pada
perubahan yang diinginkan terhadap tingkah laku manusia.
Secara etimologi kemandirian berasal dari kata mandiri yang
mendapat awalan ke- dan akhiran –an yang berarti hal keadaan dapat
berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain.28
Adapun beberapa pendapat yang mencoba memberi batasan tentang
mandiri secara terminologi antara lain:
Menurut Chabib Thoha kemandirian merupakan sifat dan perilaku
mandiri yang merupakan salah satu unsur sikap.29
Sedangkan Bathia memberikan pendapat bahwa perilaku mandiri
merupakan perilaku yang aktivitasnya diarahkan pada diri sendiri, tidak
mengharapkan pengarahan terhadap orang lain dalam melakukan
pemecahan masalah yang dihadapi. Perilaku mandiri akan membuat
seseorang memiliki identitas diri yang jelas, mempunyai otonomi yang
lebih besar sehingga orang tersebut menunjukkan adanya perkembangan
pribadi yang terintegrasi dan lebih terkontrol.30
Jadi kemandirian adalah bentuk sikap terhadap objek dimana individu
memiliki independensi yang tidak terpengaruh terhadap orang lain.
2. Ciri-Ciri Kemandirian Pada Anak
Anak sudah bisa dikatakan mandiri atau belum tergantung pada
beberapa hal:
a. Kematangan Fungsi Psikis
Dalam proses kematangan, ada kalanya secara alamiah, tetapi
terkadang melalui latihan yang dilakukan sejak dini secara rutin.
Kematangan secara alamiah terjadi karena berkembangnya fungsi fisik
yang terdorong oleh kekuatan dari dalam, sehingga suatu saat muncul
kepekaan untuk bertingkah laku.
28 Lukman Ali, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi II, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994),
hlm. 625 29 Chabib Thoha, Op. Cit. hlm. 121 30 Ibid.
24
Kematangan adalah suatu tingkat atau fase dalam pertumbuhan
seseorang di mana, alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan
kecakapan baru. Kematangan belum berarti anak dapat melaksanakan
kegiatan secara terus menerus, untuk itu diperlukan latihan-latihan dan
pelajaran.31 Jadi sikap mandiri akan lebih berhasil jika anak sudah siap
matang untuk dapat berdiri diatas kaki sendiri karena anak sudah
memiliki kecakapan untuk melakukan segala aktifitas nya.
Jadi proses kematangan pada seseorang ditandai oleh kematangan
potensi organisme, baik yang bersifat fisik maupun psikis untuk
menuju perkembangan secara maksimal.
Kartini Kartono yang mengutip pendapat Marie Jahoda mengenai
ciri-ciri kematangan antara lain:
1) Pribadi yang matang adalah pribadi yang dapat menguasai
lingkungannya secara aktif.
2) Dia memperlihatkan satu totalitas dari segenap kepribadiannya.
3) Dia sanggup menerima secara tepat dunia lingkungannya dan
dunianya sendiri.
4) Ia mampu berdiri diatas kedua belah kakinya, tanpa banyak
menuntut kepada orang lain.32
Anak dilatih untuk berpuasa. Selain mendorong seseorang untuk
menjauhi larangan Allah, puasa juga dapat menguatkan tekad dan
memotivasi dalam melakukan perbuatan yang baik dan melepaskan
perbuatan yang buruk.
لكممن قب لى الذينع ا كتبكم اميالص كمليع وا كتبنآم ا الذينهاأيي )183: البقرة. (لعلكم تتقون
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamubertakwa”. (QS. Al-Baqarah: 183)33
31 Slameto, Op. Cit. hlm. 38 32 Kartini Kartono, Teori Kepribadian, (Bandung: Alumni, 1979), hlm. 126 33 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: PT. Balai Pustaka, 1978), hlm. 44
25
b. Tingkah laku Swakarsa dan tanggung Jawab
Sikap mandiri anak, ditandai dengan adanya kecenderungan untuk
berbuat yang dilakukan sendiri secara aktif atau pengambilan sikap
yang dikemudian secara otonomi diri terhadap suatu objek. Akfitasnya
sendiri itu dengan sendirinya, memberikan kesempatan kepada anak
untuk belajar membedakan dirinya dengan orang lain.
Di samping tingkah laku swakarsa, kesadaran dan kemauan sendiri
maka ia harus bertanggung jawab atas perbuatannya itu. Dengan
memiliki tanggung jawab maka ia akan bisa membedakan antara yang
benar dan yang salah, yang boleh dan yang dilarang, yang dianjurkan
dan yang dicegah, yang baik dan yang buruk. Dan ia sadar bahwa ia
harus menjauhi segala yang bersifat negatif dan mencoba membina diri
untuk selalu menggunakan hal-hal yang positif. Jadi sejak itu ia mulai
melakukan apa yang dimengerti, ia tidak lagi tergoda untuk harus
berbuat sama dengan orang lain, sekalipun orang itu berjumlah
banyak. 34
Biasanya anak yang dapat berdiri sendiri lebih mampu memikul
tanggung jawab pada umumnya mempunyai emosi yang stabil.35
Belajar memiliki rasa tanggung jawab pribadi, bagi kebanyakan
individu, memerlukan proses yang lama. Bertanggung jawab artinya
sadar bahwa tindakannya akan mempengaruhi hasil dari suatu
peristiwa.36 Sebagaimana contoh anak dilatih untuk menjaga
kebersihan. Sabda Rasulullah SAW:
ان اهللا : مسعت سعيد بن املسب يقول : عن صلح ابن حسن قال
) رواه الترمذي. (طيب حيب الطيب نظيف حيب النظا فة
34 Agus Sujianto, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rieneka Cipta, 1996), hlm. 267 35 Zakiah Daradjat, Perawatan Jiwa untuk Anak-anak. (Jakarta: Bulan Bintang, 1983),
hlm. 130 36 Harris Clemes dan Reynold Bean, Membangkitkan Harga Diri Anak, Cet. I (Jakarta:
Mitra Utama, 2001), hlm. 69
26
Dari Sholeh Ibn Abi Hasan berkata : saya mendengar dari Sa'id Ibn Musayyib berkata : Sesungguhnya Allah itu baik, maka menyukai yang baik, bersih, maka menyukai hal-hal yang bersih. (HR. At-Tirmidzi).37
c. Disiplin
Ny. Y. Singgih D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa
mengemukakan pentingnya disiplin dalam mendidik supaya anak
dengan mudah:
1) Meresapkan pengetahuan dan pengertian sosial antara lain
menghormati hak milik orang lain.
2) Mengerti dan segera menurut untuk menjalankan kewajiban secara
langsung mengerti larangan-larangan.
3) Mengerti tingkah laku yang baik dan yang buruk.
4) Belajar mengendalikan keinginan dan berbuat sesuatu tanpa
merasa terancam oleh hukuman.
5) Mengorbankan kesenangan sendiri tanpa peringatan dari orang
lain.38
Menanamkan suatu disiplin yang tepat itu tidak mudah, diperlukan
kesabaran, ketegasan, kelemah lembutan, mengenal perbedaan setiap
anak, dan mengajar dengan teratur. Orang dewasa harus dengan
mantap membimbing anak dan harus menentukan beberapa prinsip
disiplin:
1) Dengan kasih menghadapi anak dan berusaha mengenal mereka.
2) Terapkan hal-hal yang diharapkan untuk dilakukan oleh anak dan
jangan kabur.
3) Permintaan kepada anak harus jelas dan jangan kabur.
4) Berikan beberapa prinsip yang penting.
5) Lebih baik mencegah daripada menyembuhkan, berusaha
menghindari timbulnya masalah.
37 Abi Isa Muhammad Ibn Isa Ibn Surat, Sunan At-Tirmidzi, (Beirut : Dar al-Fikr, t.th) 38 Ny. Singgih D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa, Psikologi untuk Membimbing,
(Jakarta: Gunung Mulia, 2000), hlm. 137
27
6) Membantu anak agar mengerti peraturan yang ditentukan orang
dewasa.
7) Cari penyebab anak memiliki perilaku yang tidak benar.
8) Berikan teladan yang baik bagi anak.
9) Memberikan pujian yang tepat.
10) Hindari teguran yang membuat mereka merasa pribadinya
diserang.
11) Gunakan kata yang positif dalam mendisiplinkan.39
Hadits Amir bin Syu’aib tentang pendidikan shalat terhadap anak.
Rasulullah SAW bersabda:
قال رسول اهللا صلى اهللا عليه : بن شعيب عن ابيه عن جده قالو عمرعنهم ابناء سبع سنني واضربوهم عليها وهم ووسلم مروا اوالدكم بالصالة
)وابو داودرواه (رقوا بينهم يف املضاجع ابناء عشر وف “Dari Amir bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya r.a. ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: perintahlah anak-anakmu mengerjakan shalat ketika berusia tujuh tahun dan pukullah mereka karena meninggalkan shalat bila berumur sepuluh tahun, pisahlah tempat tidur mereka (laki-laki dan perempuan).” (HR. Abu Dawud)40
d. Mampu Memecahkan Masalah
Proses bertemunya problema-problema baru dengan cara-cara
penanggulangannya dapat dipandang sebagai suatu penyesuaian diri
terhadap lingkungannya. Sistem problem solving yang kreatif
merupakan cara yang bagus untuk mengatasi suatu problema dalam
kehidupan sehari-hari.
Dengan latihan-latihan yang sepantasnya, anak-anak akan belajar
menghindari kecenderungan umum, yang menyerang suatu problema
39 Mary Go Setiawan, Menerobos Dunia Anak, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2000),
hlm. 33 40 Abu Daud Sulaiaman Ibn Al-Asy'ari, Sunan Abi Daud, Jilid I, (Beirut : Darul Fikr,
t.th), hlm. 552.
28
secara implusif, dengan dorongan-dorongan perasaan melulu, kurang
berpikir atau tanpa mempertimbangkan dengan baik terlebih dahulu,
atau bisa yang menunda melakukan sesuatu untuk memecahkan
problema itu, dengan harapan itu akan hilang dengan sendiri.
Selain itu Spancer dan Koss, merumuskan ciri-ciri perilaku mandiri
sebagai berikut:
a. Mampu mengambil inisiatif
b. Mampu mengatasi masalah
c. Penuh ketekunan
d. Memperoleh kepuasan diri hasil usahanya
e. Berkeinginan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain.41
Mengenai ciri-ciri kemandirian mempunyai persamaan yaitu adanya
kemampuan untuk mengatasi masalah tanpa bantuan orang lain. Artinya
anak dapat berdiri sendiri mewujudkan cita-citanya tanpa ketergantungan.
Bersikap secara aktif, kreatif, responsive, dan bertanggung jawab. Dengan
pendapat Kartini Kartono yaitu “dalam dunia monolog, ketrampilan
memecahkan masalah merupakan ketrampilan yang sangat penting”. Jadi
kemampuan dan ketrampilan memecahkan masalah sangat penting untuk
menolong orang lain dan diri sendiri.42
Dalam melatih memecahkan masalah anak-anak membutuhkan hal-
hal yang dapat dirasa yang ada hubungannya dengan lingkungan hidupnya,
bahan yang mudah dimengerti.43
Latihan anak berpikir logis dengan melibatkan mereka dalam
permasalahan-permasalahan sederhana melalui dialog.44 Biasakan agar
anak-anak bersikap jujur dan berani. Biasanya kejujuran dan keberanian
41 Chabib Thoha, Op. Cit. hlm. 122 42 Kartini Kartono, Bimbingan Dan Dasar-Dasar Pelaksanaannya, (Jakarta: Rajawali,
1985), hlm. 137 43 Muhammad ‘Athijah al-Abrasjy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Cet. I (Jakarta:
Bulan Bintang, 1970), hlm. 27 44 Jaudah Muhammad Awwad, Mendidik Anak Secara Islami, (Jakarta: Gema Insani,
1995), hlm. 23
29
itu hanya akan timbul pada diri anak-anak yang telah dibina untuk biasa
jujur dan berani.
Allah SWT berfirman:
سعظة الحوالمة وبالحكم كببيل رإلى س عاد نسأح م بالتي هيادلهجة وندينتهبالم لمأع وهبيله ون سل عن ضبم لمأع وه كب125: النحل(. إن ر(
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl : 125).45
C. Anak Pra Sekolah
1. Pengertian
Anak adalah seseorang yang berada pada suatu masa perkembangan
tertentu dan mempunyai potensi untuk menjadi dewasa.46
Anak adalah masa dalam periode perkembangan dari berakhirnya
masa bayi (3,0) hingga menjelang pubertas.47 Anak adalah makhluq yang
sedang berkembang dan tumbuh. Perkembangan itu mengikuti hukum-
hukum Genese secara individual berbeda satu sama lain.48
Masa kanak-kanak merupakan masa yang terpanjang dalam rentang
kehidupan, saat dimana individu relatif tidak berdaya dan tergantung pada
orang lain.49
45 Depag RI, Op. Cit., hlm. 421 46 Wasti Soemanto, Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, cet.
IV, (Jakarta, Rineka Cipta, 1998), hlm. 176 47 Mursal H.M. Toher Dkk. Kamus Jiwa dan Pendidikan, Cet. I, (Bandung, PT. Al-
Ma’arif, 1977), hlm. 17 48 Arifin,. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Islam, (jakarta; Bulan Bintang, 1977), hlm.
34 49 Elizabeth B. Hurlock, Developmental Psychology, A life-Spon, Approach, Terj.
Istiwidayanti dan Soedjarwo, Psikologi perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi V (Jakarta: Erlangga, 1994), hlm. 108
30
Menurut Biechler dan Snowman (1993) yang dimaksud dengan anak
pra sekolah adalah mereka yang berusia antara 3 – 6 tahun.50
Masa kanak-kanak yang ada pada rentang usia 3 – 6 tahun disebut
juga masa pra sekolah karena masa pra sekolah merupakan masa bahagia
dan amat memuaskan dari seluruh masa kehidupan anak.
2. Masa Pertumbuhan dan Perkembangan Anak.
a. Masa Pertumbuhan
Tumbuh berarti bertambah dalam ukuran. Ini berarti bahwa sel
tubuh bertambah banyak atau sel tubuh dalam ukuran. Mengukur
pertumbuhan biasanya dilakukan dengan menimbang dan mengukur
tubuh anak.51
Pertumbuhan adalah proses perubahan yang berhubungan
dengan kehidupan fisik manusia. Dalam proses pertumbuhan
seseorang yang mencapai usia tengah dewasa maka pertumbuhan fisik
scara maksimal akan terhenti atau terjadi proses penurunan kapasitas
fisik secara maksimal, proses penurunan itu teratur sifatnya, tetap dan
dapat diprediksikan.52
Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan yang bersifat
kuantitatif yang mengacu pada jumlah besar serta luas yang bersifat
konkrit yang biasanya menyangkut ukuran dan struktur biologis.53
Istilah pertumbuhan dalam konteks perkembangan merujuk
pada perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu peningkatan
dalam ukuran atau struktur, seperti pertumbuhan badan, pertumbuhan
kaki, kepala, jantung, paru-paru dan sebagainya.54
50 Sumiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Pra Sekolah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2000), hlm. 19 51 Ibid. 52 Totok Jumantoro, Psikologi Dakwah: Dengan Aspek-Aspek Kejiwaan yang Qur’ani,
Cet. I, (Jakarta: 2001), hlm. 125 53Endang Poerwanti dan Nur Widodo, Perkembangan Peserta Didik, (Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang, 2000), hlm. 27 54Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 5
31
Ada beberapa tahap proses pertumbuhan anak namun
Muhammad Azmi membagi tiga tahap berdasarkan karakteristik masa
yang dilalui oleh seseorang anak, yaitu:55
1) Masa 0 sampai 2 tahun
Pada masa ini, merupakan masa pertama yang dilalui bayi
setelah dilahirkan. Dalam tahun-tahun pertama pertumbuhannya,
bayi masih tergantung dengan lingkungannya. Sedangkan
kemampuan yang dimilikinya terbatas pada gerak-gerak
pernyataan seperti menangis dan meraban (mengeluarkan suara
tanpa makna) serta mengadakan reaksi terhadap perasang dari
luar.56
Dalam usia sekitar 1 tahun bayi, barulah secara berangsur-
angsur dapat mengucapkan kalimat satu kata dan sekitar usia 2
tahun diperkirakan mampu mengetahui sekitar 300 kata.57
2) Masa 2 sampai 4 tahun
Pada usia ini, anak memasuki masa estetik. Anak mengalami
pertumbuhan dari berbagai segi diantaranya anak dapat belajar,
meloncat, memanjat, melompat dengan satu kaki, belajar
berpakaian, bermain bersama anak lain dan menyadari adanya
lingkungan lain di luar keluarganya.
3) Masa 4 sampai 6 tahun
Pada masa ini, informasi yang diperoleh anak dari percobaan-
percobaan yang dilakukan, pengalaman, observasi dan pertanyaan
yang diajukan akan membentuk dasar-dasar pengetahuannya. Anak
sudah mengenal abjad, bisa membaca kata-kata sederhana dan
55 Muhammad Azmi, Pembinaan Akhlaq Anak Usia Pra Sekolah: Upaya Mengefektifkan
Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Keluarga, (Yogyakarta: PT. Belukar, 2006), hlm. 99 56 Jalaluddin, Mempersiapkan Anak Saleh: Telaah Pendidikan Terhadap Sunnah
Rasulullah SAW, Cet. IV, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 112 57 Muhammad Azmi, loc. cit,
32
menulis beberapa angka atau namanya sendiri, anak sudah
mengerti konsep waktu, hari dan perbedaan masing-masing.58
b. Masa Perkembangan
Definisi perkembangan tidak terbatas pada pengertian
pertumbuhan yang semakin membesar, melainkan di dalamnya juga
terkandung serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus
menerus dan bersifat tetap dari fungsi jasmaniah dan rohaniah yang
dimiliki individu menuju ke tahap kematangan dan belajar.59
Pengertian perkembangan menunjuk pada suatu proses ke arah
yang lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang kembali.
Perkembangannya menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap dan
tidak dapat diputar kembali. Dalam “pertumbuhan” ada beberapa ahli
psikologi yang tidak membedakan antara perkembangan dan
pertumbuhan; bahkan ada yang lebih mengutamakan pertumbuhan.
Istilah pertumbuhan khusus di maksudkan untuk menunjukkan
bertambah besarnya ukuran badan dan fungsi fisik yang murni.
Menurut banyak ahli psikologi, istilah perkembangan lebih dapat
mencerminkan sifat yang khas mengenai gejala psikologis yang
muncul pertumbuhan fisik emang mempengaruhi perkembangan
psikis, misalnya bertambahnya fungsi otak memungkinkan anak dapat
tertawa berjalan, berbicara dan sebagainya.60
Para ahli pendidikan sepakat bahwa setiap periode perkembangan
memiliki tugas perkembangan masing-masing. Pendidikan pra sekolah
bagi anak seharusnya dirancang sesuai dengan perkembangan anak,
supaya anak mampu mencapai tugas-tugas perkembangan mereka
secara optimal.61
58 Nino N. Riphat, Op. Cit. hlm. 30 59 Desmita, Op. Cit., hlm. 4 60 F.G. Monks, Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya,
(Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1998), hlm. 2 61 Theo Riyanto dan Martin Handoko, Pendidikan Pada Usia Dini; Tuntutan Psikologi
Dan Paedagogi Bagi Pendidik dan Orang tua, (Jakarta: PT. Grasindo, 2004), hlm. ix
33
Perkembangan adalah perubahan-perubahan pada diri manusia
terdiri dari dua perubahan yaitu perubahan secara kualitatif akibat dari
perubahan psikis dan perubahan kuantitatif akibat perubahan fisik.
Perubahan kualitatif disebut perkembangan.62 Namun perubahan
kualitatif yang dimaksud adalah perubahan kualitatif dari segi
fungsional manusia. Perkembangan tidak ditentukan dari segi material
sebagaimana pada pertumbuhan. Tetapi dilihat dari segi fungsi-fungsi.
Dalam proses perkembangan terjadi perubahan kualitatif dari segi
fungsi. Perubahan tersebut meliputi beberapa aspek baik fisik maupun
psikis. 63 Adapun aspek fisik yang berkembang yaitu berkembangnya
fungsi motorik pada bagian tubuh, fungsi sensoris pada alat-alat
indera, fungsi neorotik pada sistem syaraf, fungsi seksual pada bagian-
bagian tubuh yang erotis. Fungsi pernafasan pada alat pernafasan,
fungsi pencernaan makanan pada alat pencernaan.
Sedangkan adapun aspek-aspek psikis yang berkembang pada
manusia khususnya anak usia pra sekolah adalah perkembangan
kognitif, perkembangan emosi dan perkembangan moral. Ketiga aspek
perkembangan tersebut dapat dirinci menjadi sembilan aspek
perkembangan yaitu perkembangan pikiran, perkembangan bahasa,
perkembangan perasaan, perkembangan fantasi, perkembangan sosial
anak, perkembangan emosi, perkembangan moral dan perkembangan
keberagaman.64
1) Perkembangan Pikiran
Dalam kehidupan sehari-hari istilah pikiran sering dianggap
identik dengan istilah penalaran, kecerdasan, intelegensi. Tetapi
bisa pula diartikan bahwa pikiran adalah hasil kegiatan berpikir
kegiatan berpikir menggunakan sarana atau alat yang disebut akal
62 Abdul Mudjib dan E Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam cet. III, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 91 63 Singgih D Gunarsa, Dasar Dan Teori Perkembangan Anak, (Jakarta: Gunung Mulia,
t.th.), hlm. 49 64Abu Ahmadi, Psikologi Perkembangan, Cet. I (Jakarta: Rineka Cipta: 1991), hlm. 5
34
dan otak. Dengan demikian yang dimaksud dengan perkembangan
pikiran adalah hal ihwal kemampuan berpikir manusia pada masa
kanak-kanak.65
Pada masa kanak-kanak pikiran telah nampak
perkembangannya pada tahap demi tahap, ahli psikologi sepakat
bahwa perkembangan pikiran terjadi paling pesat pada masa 3
sampai 6 tahun.66
Jean Piaget mengatakan bahwa perkembangan akal pikiran
anak pada periode ini, masih berada pada tahap pra operasional.
Reaksi anak masih terikat kepada pengamatan inderawi yang
aktual, namun pemikiran yang mulai terarah kepada hal-hal yang
logis, meskipun masih amat sederhana. Jadi, di satu pihak si anak
sudah memiliki jalan pikiran yang logis, arti masuk akal, tetapi
masuk akal itu diukur semata-mata berdasarkan kepentingan
sendiri, tanpa menghiraukan kepentingan orang lain.67
2) Perkembangan daya Ingatan
Ingatan adalah suatu daya jiwa yang dapat menerima,
menyimpan dan mereproduksi kembali pengertian-pengertian atau
tanggapan-tanggapan. Ingatan dipengaruhi oleh sifat perorangan,
keadaan di luar jiwa (misalnya: alam sekitar, keadaan jasmani),
keadaan jiwa (misalnya: kemauan, perasaan) serta umur.68
Daya ingatan anak akan bersifat tetap jika anak telah mencapai
umur 4 tahun. Selanjutnya daya ingatan anak akan mencapai
intensitas terbesarnya jika anak berumur antara 8 sampai 12
tahun.69
3) Perkembangan Bahasa
65 Imam Bawani, Ilmu Jiwa Perkembangan Dalam Konteks Pendidikan Islam, Cet. I,
(Surabaya: Bina Ilmu, 1990), hlm. 89 66 Soepartinah Pakasi, Anak dan Perkembangannya, Cet. I, (Jakarta: Gramedia, 1981),
hlm. 28 67 Imam Bawani, Op. Cit. Hal. 92 68 Agus Suyanto, Psikologi Umum, Cet. XII, (Jakarta: Aksara Baru, 1979), hlm. 49 69 Abu Ahmadi, Op. Cit. hlm. 58
35
Pada akhir tahun pertama kelahiran anak dan menjelang tahun
kedua, ada perkembangan anak yang menonjol yakni mulai
menunjukkan kemampuannya untuk dapat berjalan sendiri dan
kemampuan berbahasa atau berbicara, penguasaan bahasa berikut,
secara berangsur, anak akan mengikuti bakat serta ritme
perkembangan yang dialami.70
Anak dapat dikatakan berbicara apabila anak sudah dapat
menggunakan bahasa yaitu apabila anak dapat mengeluarkan kata-
kata yang berarti untuk dapat berhubungan dengan orang lain.71
4) Perkembangan Perasaan
Bagi anak-anak perkembangan perasaan itu sangat cepat dan
besar sekali, sehingga umumnya anak-anak akan lebih emosional
dibandingkan dengan orang dewasa. Pandangan mereka selalu
optimis, cepat merasa puas. Sehingga mereka akan mudah merasa
senang, periang, kesedihan dan kesusahan atau justru kesenangan
orang lain pun belum mereka hayati dengan baik.72
Perasaan biasanya disifatkan sebagai suatu keadaan (state) dari
individu pada suatu waktu misalnya orang merasa sedih, senang,
terharu dan sebagainya bila melihat sesuatu, mendengar sesuatu.
5) Perkembangan Fantasi
Pada manusia usia pra sekolah berkembang rasa fantasi pada
anak, karena pada masa ini disebut juga masa fantasi. Mereka
menyenangi kreasi yang bersifat fantasi baik dalam mendengar dan
membuat cerita ataupun menciptakan sesuatu secara sederhana.73
Fantasi adalah aktifitas imajinasi untuk membentuk
tanggapan-tanggapan baru dengan pertolongan tanggapan lama-
lama yang telah ada dan tanggapan yang baru itu tidak harus sama
70 Ibid., hlm. 59 71 Melly Sri Sulastri, Bimbingan Perawatan Anak, Cet. II, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993),
hlm. 10 72 Abu Ahmadi, Op. Cit. hlm. 61 73Jalaluddin, Loc. Cit.
36
sesuai dengan benda-benda yang ada.74 Fantasi bagi manusia
mempunyai kegunaan, maka hendaknya pendidikan berusaha
mengembangkan fantasi anak didik secara sehat. Misalnya melalui
kegiatan-kegiatan ekspresif.
6) Perkembangan Moral
Atkinson (1969) mengemukakan moral atau moralitas
merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah,
apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan.75
Bagi seseorang anak pengembangan moral akan
dikembangkan melalui pemenuhan kebutuhan jasmani, untuk
selanjutnya, dipolakan melalui pengalaman dalam lingkungan
keluarga, sesuai dengan nilai-nilai yang diberlakukannya.
7) Perkembangan Keagamaan
Salah satu potensi bawaan yang dibawa manusia sejak lahir
adalah potensi beragama. Potensi beragama yang ada pada diri
manusia memerlukan bimbingan dari seorang pendidik untuk
mengarahkan potensi tersebut.
Perkembangan agama pada anak-anak melalui tiga tingkatan,
salah satunya adalah perkembangan agama pada usia 3 – 6 tahun
atau masa pra sekolah. Pada tingkah ini konsep mengenai Tuhan
lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi.76
Dari kesembilan aspek-aspek perkembangan diatas, menurut
Muhammad Azmi (2006) dapat digolongkan menjadi tiga aspek
yaitu aspek intelektual meliputi perkembangan perkembangan
pikiran, perkembangan daya ingatan, dan perkembangan bahasa.
Aspek emosional meliputi perkembangan perasaan, perkembangan
fantasi, perkembangan emosi dan perkembangan sosial. Aspek
74 Wasty Soemanto, Op. Cit., hlm. 26 75 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, Peran Moral Intelektual, Emosional, dan
Sosial Sebagai Wujud Integritas Membangun jati Diri, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006). hlm. 28 76 Jalaluddin, Psikologi Agama, Cet. VI; (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 66
37
spiritual meliputi perkembangan moral dan perkembangan
keagamaan.77
3. Ciri-Ciri Masa Kanak-kanak
Masa balita akhir dalam istilah psikologi disebut dengan masa
kanak-kanak awal yaitu masa yang dimulai pada akhir masa bayi (2 tahun)
sampai dengan usia 5 tahun. Ciri pokok dari tahapan perkembangan ini
adalah anak mulai mengalami perubahan yang pesat dalam aspek
kepribadian dan emosional yang masa ini sering pula disebut masa trotz,
ciri lain yang menonjol dan nampak pada perilaku anak adalah secara
alamiah pada usia 2-3 tahun anak akan menjadi anak yang suka
membangkang dan keras kepala, sehingga masa trotz juga disebut sebagai
salah satu dari tiga masa sulit dalam perkembangan manusia. Beberapa ciri
pokok dari perkembangan pada masa ini adalah: 78
a. Egosentris, artinya segala sesuatu ingin dipusatkan kepada dirinya, dan
selalu mementingkan pemenuhan kebutuhannya.
Karena cakrawala sosial anak terutama terbatas di rumah, maka
anak sering kali memikirkan dan mementingkan dirinya. Dengan
meluasnya cakrawala lambat laun perilaku memikirkan dari sendiri
berkurang tetapi perilaku murah hati masih sangat sedikit.79
b. Pembangkang, pada masa ini anak akan selalu menentang dan
membantah segala permintaan, suruhan, larangan, anjuran ataupun
keharusan yang datang dari siapapun juga.
c. Dengan perilakunya yang khas anak selalu berusaha untuk
menarik perhatian semua orang yang ada di sekitarnya untuk selalu
77 Muhammad Azmi, Op. cit., hlm. 111 78 Endang Purwanti dan Nur Widodo, Op. cit., hlm. 37 79 Elizabeth B. Hurlock, Op. cit., hlm. 118
38
memperhatikannya dan melayani segala keperluannya yang
kadang-kadang disertai sikap emosional.
d. Untuk setiap perbuatan yang dilakukan anak selalu meminta untuk
dihargai, dipuji dan tidak mau di cela, dipersalahkan atau dianggap
sebagai anak yang tidak mampu.
e. Karena keberanian dan emosinya mulai berkembang, anak sering
menuntut adanya kebebasan.80
f. Keberaniannya bertambahnya dan rasa takutnya berkurang.81
Masa Trotz, adalah merupakan masa peralihan, dari masa kanak-
kanak ke masa anak. Masa ini hanya berlangsung sangat singkat, sekitar
satu tahun.82 Hanya saja pemberian pendidikan dan pertumbuhan perilaku
yang tidak tepat pada masa ini akan membawa akibat yang panjang pada
tahapan-tahapan perkembangan berikutnya. Karena masa Trotz ini
merupakan masa yang khas, sebagai istilah diberikan padanya, misalnya:
a. Masa kanak-kanak awal merupakan “Pre-Scholl Age”
Masa ini adalah masa sebelum memasuki usia sekolah yang
sesungguhnya, sehingga pada usia ini anak dapat dipersiapkan dengan
memasuki taman kanak-kanak. Yang memiliki sistem pendidikan yang
berbeda dengan sekolah formal dan dirancang sedemikian rupa. Untuk
melayani perkembangan anak usia Balita.
b. Masa kanak-kanak awal merupakan “Pre Gang Age”
Pada sekitar usia 3 tahun ini anak mulai belajar dasar-dasar dari pola
tingkah laku dari orang-orang dewasa di sekitarnya dan mulai belajar
melakukan penyesuaian sosial dengan anak-anak lain di luar
lingkungan keluarganya.
c. Masa kanak-kanak adalah masa penyelidikan
Pada masa kanak-kanak awal ini perkembangan rasa ingin tahu anak
sangat pesat, sehingga anak menjadi tertarik pada segala sesuatu baik
yang berupa benda dan peristiwa-peristiwa yang konkrit di sekitarnya.
80 Endang Poerwanti, Op. Cit. Hal. 79 81 Agoes Soejanto, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: PT, Rineka Cipta, 1977), hlm. 41 82 Ibid.
39
d. Masa kanak-kanak merupakan “problem age”
Perkembangan anak pada masa ini ditandai dengan munculnya sikap
menentang keras kepala dan tidak mau diperintah, disamping itu anak
juga cenderung manja dan suka merengek-rengek, karena sebenarnya
anak sering diganggu oleh impian yang menakutkan akibat dari
perkembangan fantasinya. 83
Snowman (1993) mengemukakan ciri-ciri anak pra sekolah (3-
6tahun) yang biasanya ada di TK. Ciri-ciri yang dikemukakan meliputi
aspek fisik, sosial, emosional dan kognitif anak.
a. Ciri fisik anak pra sekolah atau TK
Penampilan maupun gerak gerik pra sekolah mudah dibedakan
dengan anak yang berada dalam tahap sebelumnya.
1) Anak pra sekolah umumnya segera aktif, mereka telah memiliki
penguasaan (kontrol) terhadap tubuhnya dan segera menyukai
kegiatan yang dilakukan sendiri.
2) Setelah melakukan berbagai kegiatan, anak membutuhkan istirahat
yang cukup, jadwal aktivitasnya yang tenang diperlukan anak.
3) Otot-otot besar pada anak pra sekolah lebih berkembang dari
kontrol terhadap jari dan tangan. Oleh karena itu biasanya anak
belum terampil, belum bisa melakukan kegiatan yang rumit seperti
mengikat tali sepatu.
4) Anak masih sering mengalami kesulitan apabila harus
memfokuskan pandangannya pada objek-objek yang kecil
ukurannya, itulah sebabnya koordinasi tangan dan matanya masih
kurang sempurna.
5) Walaupun tubuh anak ini lentur, tetapi tengkorak kepala
melindungi otak masih lunak (soft).
6) Walaupun anak lelaki lebih besar dan anak perempuan lebih
terampil dalam tugas yang bersifat praktis, khususnya dalam tugas
motorik halus, tetapi sebaiknya jangan mengkritik anak lelaki
83 Endang Poerwanti, Op. Cit., hlm. 80
40
apabila ia tidak terampil. Jauhkan dari sikap membandingkan
lelaki perempuan.84
Anak pra sekolah umumnya sangat aktif, mereka telah
memiliki penguasaan (kontrol) terhadap tubuhnya dan sangat
menyukai kegiatan-kegiatan yang dilakukan sendiri. Berikan
kesempatan kepada anak untuk lari atau memanjat dan melompat.
Setelah anak melakukan berbagai kegiatan anak membutuhkan
istirahat yang cukup. Otot-otot besar pada anak pra sekolah lebih cepat
berkembang dari kontrol terhadap jari dan tangan. Biasanya anak
belum terampil dan belum bisa melakukan kegiatan yang rumit.
b. Ciri-ciri sosial anak pra sekolah atau TK
Anak prasekolah biasanya mudah bersosialisasi dengan orang
disekelilingnya:
1) Umumnya anak pada tahapan ini memiliki satu atau dua sahabat,
tetapi sahabat ini cepat berganti mereka umumnya cepat
menyesuaikan diri secara sosial.
2) Kelompok bermainnya cenderung kecil dan tidak terlalu
terorganisasi secara baik, oleh karena itu kelompok itu cepat
berganti-ganti.
3) Anak yang lebih muda sering kali bermain bersebelahan dengan
anak yang lebih besar.
4) Pola bermain anak pra sekolah sangat bervariasi fungsinya sesuai
dengan kelas sosial dan gender.85
5) Perselisihan sering terjadi tetapi sebentar kemudian mereka telah
berbaik kembali. Anak lelaki lebih banyak melakukan tingkah laku
agresif dan perselisihan.
6) Telah menyadari peran jenis kelamin, setelah anak masuk TK,
umumnya pada mereka telah berkembang kesadaran terhadap
perbedaan jenis kelamin dan peran sebagai anak lelaki dan anak
84 Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Pra Sekolah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998), hlm. 32
85 Ibid, hlm. 33
41
perempuan. Kesadaran ini tampak pada pilihan terhadap alat
permainan dan aktivitas bermainnya dipilih anak lelaki dan
perempuan.
Umumnya pada anak usia ini memiliki satu atau dua sahabat,
tetapi sahabat ini lebih cepat berganti. Mereka lebih cepat
bersosialisasi, kelompok bermainnya cenderung kecil dan tidak terlalu
terorganisasi secara baik. Anak yang lebih muda biasanya bermain
bersebelahan dengan anak yang lebih besar.
c. Ciri emosional pada anak usia pra sekolah
1) Anak TK cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas dan
terbuka
2) Iri hati pada anak pra sekolah sering terjadi, mereka sering kali
meributkan perhatian guru.
Anak cenderung mengekspresikan emosi dengan bebas dan
terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan oleh anak pada usia tersebut.
Dan iri hati pada anak sering kali terjadi.
d. Ciri kognitif anak usia pra Sekolah dan TK
1) Anak pra sekolah umumnya telah terampil dalam berbahasa.
Sebagian besar dari mereka senang bicara khususnya dalam
kelompoknya. Sebagian dari mereka perlu dilatih untuk
menjadi pendengar yang baik.
2) Kompetensi anak perlu dikembangkan melalui interaksi,
kesempatan, mengagumi, dan kasih sayang.86
Anak pra sekolah umumnya telah terampil dalam berbahasa.
Sebagian dari mereka senang berbicara, khususnya dalam kelompoknya,
sebaiknya anak-anak diberikan kesempatan untuk berbicara. Melalui
interaksi atau minat kesempatan, mengagumi dan kasih sayang.
86 Ibid., hlm. 35
42
D. Mainan pada Anak
Bermain merupakan kegiatan tak terpisahkan dalam dunia kanak-
kanak. Sama halnya dengan kebutuhan anak akan makanan. Terlebih apabila
anak belum disibuki dengan kegiatan lain.
Bagi anak pra sekolah yang merupakan periode penting dalam
tumbuh kembang anak, kegiatan bermain dapat mempengaruhi bentuk
kepribadianya kelak. Apakah nantinya anak itu akan cekatan, kreatif,dan
cerdas? Masa pra sekolah memang masa kritis, banyak rangsangan diperoleh
anak. Bila rangsangan tersebut baik, maka perkembangan anak nantinya akan
baik, misalnya perkembangan kecerdasan (kognisi) .
1. Jenis permainan.
Mainan itu sebenarnya hanya terdiri atas dua jenis, yaitu mainan
yang bersifat ”aktif” dan ”pasif” . Namun dari dua jenis ini banyak
macamnya, dan bisa digolongkan dalam beberapa kategori:87
a. Sensory Motor Play; jenis permainan yang bersifat bebas dan spontan.
Misalnya lari, memanjat, merangkak, berputar, dan lain-lain. Pada
tahap ini biasanya anak hampir tak mengenal resiko akan kegiatanya.
b. Simbolic Play; jenis permainan yang sudah memerlukan alat bantu,
yang mana aktifitas anak adalah berkhayal, berimajinasi secara bebas.
Biasanya anak-anak bermain sambil bercakap-cakap sendiri.
Pada masa anak juga lebih banyak bertanya dan menjawab pertanyaan,
mencoba berbagai hal berkaitan dengan konsep angka, ruang
dan sebagainya. Seringkali anak menanyakan sesuatu hanya sekedar
87 Ronald, Peran Orang Tua dalam Meningkatkan Kualitas Hidup, Mendidik dan
Mengembangkan Moral Anak, (Bandung: Yrama Widya, 2006), hlm. 40
43
bertanya, anak sudah mulia dapat menggunakan berbagai benda
sebagai simbol atau representasi benda lain.88
c. Construktif Play; permainan yang bisa mengembangkan sebebas-
bebasnya kreasi anak sesuai dengan yang diinginkan. Yaitu
membentuk, menyusun suatu benda dengan menggunakan bahan/alat
bantu seperti lilin, tanah liat, kertas, atau jenis mainan yang harus
disusun untuk memperoleh bentuk yang benar.
d. Day-Dreaming Play; jenis permainan yang memberi kebebasan dalam
berimajinasi, tetapi tidak memakai alat bantu mainan.
e. Games dan Sport; permainan yang mengutamakan kegiatan fisik dan
mental. Dan anak harus menyesuaikan diri dengan aturan permainan.
Yang termasuk dalam kategori ini antara lain: sepakbola, bulutangkis,
scrabe, ular-tangga, video-games, komputer-games, dan lain-lain.
f. Reading dan Film; kegiatan yang lebih bersifat pasif, menikmati apa
yang dilakukan oleh orang lain. Misal: membaca buku, komik,
majalah, nonton film, televisi, video, dan sebagainya.
2. Pengaruh Permainan bagi Anak
Pengaruh Permain bagi perkembangan anak adalah: 89
a. Perkembangan phisik; kegitan bermain sangat bermanfaat bagi anak
untuk dapat mengembangkan keterampilan dengan memacu
pertumbuhan otot dan melatih kekuatan seluruh bagian tubuh.
b. Dorongan berkomunikasi; dengan bermain anak akan dapat
mengkomunikasikan dan mengaktualisasikan dirinya terhadap orang
lain lewat berbagai permainan. Di sini anak biasanya bercakap-cakap
dengan temanya di sekolah dengan memakai alat permainan yang
digunakan.
88 Mayke S. Tedjasaputra, Bermain, Mainan dan Permainan, (Jakarta: PT. Grasindo,
2005), hlm. 26 89 Endang Purwanti, op. cit., hlm 89.
44
c. Penyaluran energi emosional; ketegangan atau kejengkelan yang
dialami anak akibat tekanan emosional dari lingkungan sekitar akan
dapat tersalur dalam kegiatan bermain.
d. Penyaluran dari kebutuhan dan keinginan; kebutuhan dan keinginan
yang mungkin tak terpenuhi bisa tersalurkan lewat kegiatan bermain,
misalnya di sekolah anak di ajarkan bermain sandiwara. Anak-anak
berperan sebaga bapak, ibu dan sebagainya.
e. Sumber belajar; dengan bermain anak diberi kesempatan untuk
mempelajari hal, baik tentang keadaan lingkungan, pola perilaku
orang lain dan sebagainya.
f. Rangsangan bagi kreativitas; melalui eksperimentasi dalam bermain
ini anak akan menemukan bahwa merancang sesuatu yang baru akan
dapat menimbulkan kepuasan memperoleh penghargaan dari
lingkungan dan teman-temanya.
g. Perkembangan wawasan diri; dalam bermain dengan orang lain anak
akan dapat membandingkan kemampuan dirinya dengan orang lain.
h. Belajar bermasyarakat; seperti membina hubungan dengan anak lain,
betingkah laku sesuai dengan tuntutan masyarakat, menyesuaikan diri
dengan teman sebaya, dapat memahami tingkah lakunya sendiri dan
paham bahwa setiap perbuatan ada konsekuensinya.90
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan
bermain anak akan memperoleh kesempatan memilih kegiatan yang
disukainya, bereksperimen dengan bermacam bahan dan alat,
berimajinasi, memecahkan masalah dan bercakap-cakap secara bebas,
berperan dalam kelompok, bekerja sama dengan kelompok lain dan
memperoleh pengalaman yang menyenangkan.
90 Moeslichatoen R., Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1999), hlm. 33
45
BAB III
PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN KEMANDIRIAN ANAK
PRA SEKOLAH DI RA (RAUDLOTUL ATHFAL) NU BANAT KUDUS
A. Kondisi Obyektif RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus
1. Tinjaun Historis
Madrasah Banat didirikan pada tahun 1940. Pada waktu itu
masyarakat di Kudus masih bermacam-macam pendapat, diantaranya ada
kyai-kyai sepuh yang mengkhawatirkan apabila kaum wanita sudah pandai
menulis akan banyak timbul fitnah. Akan tetapi dilain kota-kota Kudus sudah
banyak ulama-ulama Kudus yang memberi izin atas berdirinya madrasah
khusus wanita, maka seorang ulama besar berusia muda yang bernama
K.Masdain Amin dengan dibantu oleh kawan-kawan pengurus tetap bertekat
bulat mendirikan madrasah tersebut dengan nama ”RAUDLOTUL ATHFAL/
BANAT”. Untuk sementara waktu, madrasah ditempatkan disebuah rumah
milik ibu Hj. Maimunah di desa Janggalan Kudus. Sedangkan kepala guru
wanita yang cukup berpengalaman terpaksa mendatangkan dari Ponorogo.
Setelah berjalan beberapa tahun kemudian mendatangkan guru lagi dari
Yogya.
Oleh sebab itu kemajuan Madrasah Banat tidak begitu pesat,
banyaknya murid hanya sekitar 80 murid yang terbagi atas kelas I,II, dan III.
Setelah K.Masdain Amin meninggal dunia bersamaan pula dengan ditariknya
kembali rumah madrasah yang ditempati oleh pemiliknya. Dalam keadaan
demikian maka tanggungjawab Madrasah Banat diserahkan kepada Bapak
Rodli Suhari dan istrinya Ibu Alfiyah yang masing-masing selaku pengurus
dan kepala guru wanita.
46
Pada tahun 1952 Madrasah dipindah dari desa Janggalan ke desa
Kerjasan untuk ditempatkan di gedung Madrasah Muawanatul Muslimin.
Karena Madrasah Muawanatul Muslimin khusus memberi pelajaran di waktu
siang hari. Sehingga waktu paginya digunakan Madrasah Banat. Pada waktu
itu Bapak Rodli Suhari merangkap jabatan dobel sebagai ketua pengurus
kedua Madrasah, maka oleh Bapak Rodli Suhari jabatan Ketua Pengurus
Madrasah Banat dipindahkan kepada Ibu Anifah Ketua Muslimat NU cabang
Kudus pada waktu itu. Sejak itu nama RAUDLOTUL ATHFAL/ BANAT”
berganti nama menjadi ”MADRASAH BANAT NU” Kudus.
Setelah mengalami kemajuan, dibutuhkan lagi beberapa tenaga guru,
tetapi tidak ada selain guru pria. Maka sejak itu pula diperbolehkan guru pria
turut mengajar di Madrasah Banat asal karena terpaksa guru wanita tidak ada.
Tahun 1957 atas usaha Bapak H.Ali Shofi dan Bapak H.Sajad
diserahkan sebidang tanah wakaf kepada Madrasah Banat dari keluarga Mbah
Kyai Kamal Damaran berupa tanah kosong di jalan KHR Asnawi Kudus.
Maka dengan cepat dibentuklah Panitia Pembangunan yang diketuai oleh
Bapak Noor Badri Syahid dengan dibantu kurang lebih 10 orang anggota,
kemudiaan diambil keputusan untuk mempercepat hasil tujuan harus
diserahkan kepada tiga orang yaitu: Bapak H.Sajad, Bapak H.Ali Shofi dan
Bapak H.Hasan AE.
Ternyata tidak begitu lama jadilah gedung sederhana yang menjadi
milik penuh Madrasah Banat. Setelah gedung itu diserahkan pada tahun 1958
oleh Panitia Pembangunan kepada tiga orang keluarga, yaitu: Ibu Anifah,
Bapak Rodli Suhari dan Ibu Alfiyah. Maka kemajuan Madrasah Banat
semakin pesat sampai sekarang.1
1 Wawancara dengan Wardati, BA selaku Kepala Sekolah RA (Raudlotul Athfal) NU Banat
Kudus tanggal 19 Nopember 2007 pukul 10.00 WIB di Rumahnya Jl. Singocandi Kudus
47
2. Visi, Misi dan Tujuan
a. Visi
Mewujudkan generasi yang sholeh/sholehah, berakhlakul karimah,
cerdas, terampil, sehat jasmani dan rohani, mandiri, percaya kepada diri
sendiri, maupun untuk mengembangkan pribadi, bertanggung jawab dan
ikut berperan serta dalam pembangunan agama, nusa dan bangsa.
b. Misi
1. Mendidik anak dengan berbekal akhlaq sejak dini mengenal Allah
SWT dan Rosul.
2. Mendidik anak untuk terampil dan menjadi anak yang agamis dan
intelek serta santun.
c. Tujuan
Tujuan RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus adalah:
Menumbuhkan bakat, minat dan menanamkan nilai-nilai islam
serta membangun kemampuan kognitif, afektif, psikomotorik guna
kesiapan untuk melanjutkan ke sekolah dasar.2
3. Letak Geografis
RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus terletak di Jalan KHR.
Asnawi No.30 Kudus. Kelurahan Damaran, Kecmatan Kota, Kabupaten
Kudus. Bisa diakses pada Website: www.banatnukudus.or.id, email:
[email protected] atau lewat telepon (0291) 443283 fax. (0291) 437037.
RA (Raudlotul Athfal) NU Banat, memiliki tanah seluas 508 m2.
Adapun batas-batas lokasinya adalah sebagai berikut:
2 Disarikan dari dokumen profil RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus
48
a. Sebelah Utara : Sekolahan MTs. Banat NU Kudus.
b. Sebelah Selatan : Perempatan Jember Kudus
c. Sebelah Timur : Menara Kudus.
d. Sebelah Barat : SMP, SMA Muhammadiyah Kudus.
Dari letak geografis di atas dapat dilihat bahwa RA (Raudlotul Athfal)
NU Banat Kudus menempati lokasi yang sangat strategis. Dan tempatnya
dekat dengan Menara Kudus Karena letaknya di kota dan dekat dengan jalan
raya sehingga mudah dijangkau.
4. Struktur Organisasi
Lembaga Pendidikan layaknya sebuah organisasi tidak mungkin lepas
dari manegement dan administrasi. RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus
yang tergolong sebagai RA percontohan yang sangat menghargai
kepemimpinan. Karena itulah sebagaimana organisasi ia memiliki struktur
yang cukup ramping dan simple. Inilah struktur organisasi RA (Raudlotul
Athfal) NU Banat Kudus:
49
Tabel 1
Struktur Organisasi RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus
5. Keadaan Guru, Staf dan Anak
a. Keadaan Guru
RA (Raudlotul Athfal ) Banat ini didukung tenaga-tenaga kreatif,
inovatif sehingga butuh peningkatan SDM sarana prasarana dan kegiatan
operasional yang memadai berprinsip otonomi pendidikan: mandiri,
efektif efisien, peka perubahan.
Kepala Sekolah Wardati, BA
Wakil Kepala Sekolah Sri Kholistiyani
Guru / Wali Kelas
Guru Bantu
Satpam Penjaga Kebersihan Pesuruh
50
Kreatif mereka tergambar dari penyusunan silabi maupun model
pembelajaran yang kreatif. Inovasi dan perubahan mutlak ada dalam setiap
penyampaian mata pelajaran. Para gburu dalam menyampaikan mata
pelajaran biasanya menyesuaikan melalui AREA tertentu. Setiap kelas ada
sepuluh area, yaitu:
1) Area Agama; membahas tentang cara-cara wudlu, manasik haji,
mengenal huruf-huruf hijaiyah, mengenal agama dan tempat ibadah di
Indonesia.
2) Area IPA; menerangkan makanan yang baik diperbolehkan hukum
Islam dan mengandung empat sehat lima sempurna.
3) Area Musik; melatih bagaimana cara menggunakan alat-alat musik,
antara lain alat musik Drund Band, rebana dan lain-lain.
4) Area Seni; seperti seni tari, seni lagu Al-Qur’an, karaoke.
5) Area Drama; menerangkan bagaimana anak harus hidup
bersosialisasi.
6) Area Bahasa; menerangkan bagaimana anak mengenal huruf. Biasanya
para guru dalam menerangkan menggunakan kartu huruf, kartu angka,
kartu kata.
7) Area Baca Tulis; mengenalkan kepada anak tentang huruf-huruf balok.
8) Area Metematika; mengajari anak berhitung, biasanya guru dengan
menggunakan gambar.
9) Area Balok; mengenalkan bentuk-bentuk ukuran (shapes),seperti
balok, segitiga, bola, tabung.
10) Area air Pasir; menerangkan bentuk-bentuk yang ada di laut.3
Hal yang selalu diingat oleh para guru di sini adalah guru sebagai
fasilitator dituntut untuk mampu menentukan pengalaman belajar yang
3 Wawancara dengan Alfi Sukriana selaku Guru Kelas A 4 Sekolah RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus Hari Rabu tanggal 5 Desember 2007 pukul 10.00 WIB di Kantor.
51
bermakna, terampil dalam memilih dan menggunakan metode belajar yang
dapat menyulut imajinatif anak, dan juga mampu merencanakan dan
melaksanakan sistem evaluasi yang dapat menggali seluruh potensi anak.
Para guru di sekolah ini sangat ramah, ini penulis rasakan sendiri
ketika berinteraksi dan berkomunikasi dengan mereka. Sambutan mereka
yang begitu sopan pada setiap orang jelas nampak dari sikap mereka. Para
guru juga dekat sekali dengan para wali murid. Dialog pendidikan dan
pengajian bagi wali murid dilaksanakan satu bulan sekali. Keunikan sikap
guru di sini adalah adanya sikap sosialidaritas yang tinggi terhadap siapa
saja
Dari beberapa tenaga guru di sini dari lulusan S1, D3, D2 serta
Guru Taman Pendidikan Al-Qur’an. Pengasuh extrakurikuler oleh tenaga
ahli yang edukatif pada bidang yang sesuai disiplin ilmunya.
Guru di RA (Raudlotul Athfal) NU Banat berjumlah 14 orang. Guru tetap 4
orang, guru tidak tetap 7 orang, guru bantu 4 orang. Berikut ini daftar guru
pengajar di RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus:4
Tabel 2
Daftar Nama-nama Guru di RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus
No Nama L/P Pendidikan Jabatan
1 Wardati, BA P IAIN Kepala
2 Sri Kholistiyani P MA Wakil
3 Dra. Ning Zulaichah P IAIN Guru
4 Noor Inawati, S.Ag P IAIN Guru
5 Siti Maryam, A.Md P IKIP Guru
6 Siti Munawaroh P MA Guru
7 Alfi Syukriana P MA Guru
4 Wawancara dengan Ibu Siti Mariyam selaku Wali Kelas B2 hari Kamis tanggal 29
Nopember 2007 pukul 09.30 WIB di Sekolahan.
52
8 Fitrotul Auliyah, SE P STIE Guru
9 Maria Ulfah, S.Pd.I P STAIN Guru
10 Noor Chasanah P MA Guru
11 Siti Hasanah, S.Pd.I P IAIN Guru
12 Rina Budiarti, SE P UMK Guru Bantu
13 Nur Yani, A.Md P IKIP Guru Bantu
14 Nur Waqi’ah P MA Guru Bantu
15 Drs. Sukiyadi, S.Sen L IKIP Guru Bantu
b. Keadaan Staf
Staf /karyawan di sekolah ini hanya di tempatkan pada pos Tata
Usaha dan Petugas Kebersihan. Meskipun demikian, jumlah mereka yang
tidak terlalu banyak ini sangat akrab dengan semua orang di lingkungan
sekolah.
Tabel 3
Daftar Nama-nama Karyawan
di RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus
No Nama L/P Pendidikan Jabatan
1 Siti Rochmah P MA TU
2 Umar Ali L MA Satpam
3 Nasa’i L SD Penjaga
4 Khairil Anwar L SLTP Kebersihan
5 Solikhah P SD Pesuruh
53
c. Keadan Anak
RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus menerima anak rata-rata
berumur antara 3-6 tahun. Jumlah siswa RA Banat pada tahun ajaran
2007/2008 sebanyak 216 anak.
Jumlah Kelas A sebanyak 119 anak. Terbagi dalam lima kelas,
yang terdiri dari kelas A1 sejumlah 25 anak dengan 9 laki-laki dan 16
perempuan, dan A2 sejumlah 24 anak dengan 11 laki-laki dan 13
perempuan, dan A3 sejumlah 23 anak dengan 14 laki-laki dan 9
perempuan, dan A4 sejumlah 24 anak dengan 13 laki-laki dan 11
perempuan, dan A5 sejumlah 23 anak dengan 9 laki-laki dan 14
perempuan.5
Tabel 4
Siswa RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus
Kelas A Kelas B Jumlah
L P L P L P
56 63 44 53 100 116
Sementara di kelas B sebanyak 97 anak. Terbagi dalam empat
kelas. Yaitu kelas B1 sejumlah 25 anak dengan 8 laki-laki dan 17
perempuan, B2 sejumlah 26 anak dengan 13 laki-laki dan 13 perempuan,
B3 sejumlah 23 anak dengan 10 laki-laki dan 13 perempuan, B4 sejumlah
23 anak dengan 13 laki-laki dan 10 perempuan.
Sepanjang pengamatan penulis, mayoritas siswa di sekolah ini
berasal dari keluarga keturunan kyai dan dari kalangan ekonomi
menengah ke atas. Indikasi kuat yang menjadi petunjuk antara lain;
sebagian besar dari mereka berasal dari keluarga mampu dengan gaya
5 Wawancara dengan Sri Kholistiyani selaku Wakil Kepala Sekolah RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus Hari Kamis tanggal 22 Nopember 2007 pukul 08.00 WIB di Sekolahan.
54
hidup yang mewah. Kalaupun anak-anak pulang antar jemput biasanya
dijemput pakai mobil, dan kebanyakan mereka diantar oleh para santri.
Ketentuan dari sekolah sendiri yang disanggupi mereka adalah SPP
bulanan sebesar, Rp 45.000,00 dan infaq pembangunan sebesar Rp
400.000,00. Alat edukatif Rp 175.000,00. Dana Sehat, Gizi, Majalah
bulanan Rp.15.000,00.
Hal senada juga diakui oleh Ibu Sri Kholistiyani, selaku wakil
kepala sekolah. Dia menginformasikan, ”Para siswa diperbolehkan
melakukan kegiatan apa saja asal itu tidak menangis, memang yang
diinginkan para guru adalah anak bisa aktif dengan aktif di kelas, mau
bermain dengan teman-teman yang lain dan tidak membuat keributan.
Asalkan anak tidak menangis, itu sudah dianggap baik”.6
Di RA(Raudlotul Athfal) Banat ini tidak ada peraturan yang terlalu
membebani anak itu sendiri, semua tata tertib yang dijalankan di RA ini
dilakukan secara bertahap kepada anak, agar anak terbiasa melaksanakan
peraturan tanpa ada paksaan dari lain.
Dari beberapa tata tertib yang diperlakukan di sekolah ini, rata-rata
para anak bisa memahaminya. Meskipun memang terkadang ada juga dari
mereka yang melanggar disiplin-disiplin tersebut. Faktor kuat yang
mempengaruhi hal ini bisa jadi karena latar belakang mereka yang serba
ada.
Setiap kelas pasti ada Tata Tertib yang harus dipatuhi oleh anak.
Beberapa Tata Tertib kelas antara lain:
1) Anak diantar sampai pintu kelas, tanpa ditunggui.
2) Masuk kelas harus mengucapkan salam.
3) Tas dan minuman di taruh di rak yang telah di sediakan.
4) Baris masuk kelas.
6 Ibid.
55
5) Berdo’a sebelum dan sesudah belajar.
6) Istirahat, cuci tangan, ambil tas jajan dan minum berdo’a sebelum dan
sesudah makan.
7) Habis bermain di rapikan kembali.
8) Membuang sampah di tempatnya.7
Hal penting dan menarik yang ada pada para anak adalah perasaan
”bebas” dan ekspresif. Inilah yang mendapat pengakuan kuat dari
beberapa anak. Mereka bebas melakukan kegiatan sehari-hari di sekolah
dengan senang hati. Anak-anak dapat mengekspresikan diri sesuai dengan
potensi dan bakat masing-masing. Ini dimanifestasikan dalam bentuk
kegitan ekstrakurikuler setiap hari minggu.
Ibu Ning Zulaekhah, seorang guru di sekolahan menuturkan,
”anak-anak yang masuk sini pada dasarnya anak-anak yang baik, hanya
saja apabila ada anak yang dianggap nakal, itu adalah wajar. Tinggal
bagaimana cara guru mendidik anak itu agar berbuat baik pada diri sendiri
maupun hidup bermasyarakat”.8
6. Kurikulum Sekolah
Di RA (Raudlotul Athfal) NU Banat memiliki program pendidikan
dengan Kurikulum Terpadu: Pendidikan Umum dan Agama, dalam rangka
menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Mengutamakan penanaman nilai-nilai perilaku Islami, berwawasan
Islami yang berkepribadian Islami dan membangun kemampuan kognitif,
afektif, psikomotorik sehingga tercapai tujuan yaitu meningkatkan kualitas
Sumber Daya Manusia yang mempunyai IMTAQ dan IPTEK.9
7 Disarikan dari dokumen profil RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus 8 Wawancara dengan Ning Zulaekhah selaku Guru Kelas B 1 Sekolah RA (Raudlotul Athfal)
NU Banat Kudus Hari Sabtu tanggal 1 Desember 2007 pukul 09.00 WIB di Kantor. 9 Wawancara dengan Siti Rochmah selaku Tata Usaha (TU) hari Sabtu tanggal 8 Desember
2007 pukul 08.00 WIB di Sekolahan.
56
Materi Muatan Lokal RA Banat adalah:10
a. Bahasa Inggris
b. Bahasa Arab
c. Bahasa Jawa
d. Tauchid.
e. Fiqih.
f. Surat-surat Pendek.
g. Do’a Harian.
h. Menulis/ Membaca dan Matematika
Tabel 5 Jadwal Muatan Lokal Kelas RA Raudlotul Athfal/ Banat
Sabtu Ahad Senin
Bahasa Inggris
Tauhid
Extra
Extra
Bahasa Arab
Surat-Surat Pendek
Selasa Rabu Kamis
Bahasa Jawa
Tauhid
Bahasa Inggris
Do’a Harian
Bahasa Arab
Fiqih
Program pendidikan di RA (Raudlotul Athfal) NU Kudus adalah:
Waktu Kegiatan pembelajaran:
Kelompok A (Nol Kecil) : Pukul 07.30 - 10.00 WIB
Kelompok B (Nol Besar) : Pukul 10.00 – 12.30 WIB
Kegiatan Extrakurikuler untuk semua anak mulai kelas A1 sampai
kelas B4 dilaksanakan pada hari Minggu. Beberapa Extrakurikuler di sekolah
RA (Raudlotul Athfal) NU Banat antara lain:
a. Drumb band.
10 Disarikan dari dokumen profil RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus
57
b. Extra Bahasa Inggris.
c. SEMPOA (bekerja sama dengan Lembaga Pendidikan BRITANIA
Kudus).
d. Tari.
e. Rebana.
f. Qiro’atul Qur’an.11
Tabel 6
Jadwal Ekstrakurikuler di RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus
Kegiatan Kelas Jam
Drum Band A
B
07.30 – 08.30
08.30 – 09.30
Menari, Rebana, Baca Al-
Qur’an
A
B
08.30 – 09.30
07.30 – 08.30
Kegiatan drum band di RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus
diadakan latihan tambahan setiap hari Sabtu dan Rabu sore dan selalu meraih
juara umum dalam lomba drum band shird contes Jawa Tengah di
Semarang.12
7. Sarana dan Prasarana Sekolah
Sebuah lembaga pendidikan dapat melangsungkan proses
pembelajaran mutlak membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai.
Terutama melengkapinya dengan fasilitas-fasilitas pendukung yang penting.
Fasilitas di RA (Raudlotul Athfal) NU Banat terdiri dari:
11 Disarikan dari dokumen profil RA(Raudlotul Athfal) Banat NU Kudus 12 Wawancara dengan Nur Inawati selaku Guru Kelas B 3 Sekolah RA (Raudlotul Athfal) NU
Banat Kudus Hari Kamis tanggal 13 Desember 2007 pukul 01.00 WIB di Rumah.
58
Kelas 9 lokal (Kelas A:5 Kelas, B: 4 Kelas), Area bermain: cukup dan
dilengkapi dengan permainan menyenangkan sesuai dengan nuansa bermain
anak, Audio Visual, Kantor Guru dan Ruang Kepala, Ruang kesehatan siswa,
Nuansa belajar dan bermain yang sejuk/ Kindergarten.13
Tabel 7
Fasilitas Pendukung yang Dimiliki RA (Raudlotul Athfal) NU Banat
No Jenis Fasilitas/Ruang Jumlah Lokasi
1 Ruang kepala 2 buah Utara/selatan
2 Ruang guru 2 buah Utara/selatan
3 Ruang kelas 9 buah Utara/selatan
4 Halaman bermain 2 buah Utara/selatan
B. Pendidilkan Kemandirian Anak Pra Sekolah di RA (Raudlotul Athfal) NU
Banat Kudus
1. Materi Pendidikan Kemandirian
Manfaat utama di sekolah ini adalah sebuah kemandirian. Setalah
anak masuk sekolah, diharapkan pelan-pelan anak bisa mengurus dirinya
sendiri. Semakin besar anak, tingkat kemandirianya semakin besar pula,
hingga mampu menentukan jalan hidupnya yang terbaik.
Tugas guru di RA (Raudlotul Athfal) NU Banat adalah membantu
meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan
dan daya cipta yang diperlukan oleh anak dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya.
Sedangkan ruang lingkup program kegiatan belajar meliputi
pembentukan tingkah laku melalui pembiasaan dalam pengembangan moral
13 Disarikan dari dokumen profil RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus
59
berdasarkan Agama Islam, disiplin, perasaan, dan kemampuan masyarakat,
serta pengembangan kemampuan dasar melalui kegiatan yang dipersiapkan
oleh guru meliputi pengembangan kemampuan, berbahasa, daya pikir, daya
cipta, keterampilan, dan jasmani.
Program Pendidikan:
a. Program kemampuan dasar.
b. Membaca dan menulis (huruf Al-Qur’an dan Latin).
c. Pengenalan lingkungan/karya wisata.
d. Manasik Haji.
e. Kegiatan Ramadhan.
f. Senam Irama.
g. Sholat.
h. Baca Tulis Al-Qur’an (Yanbu’a).
i. Bakti Sosial.
j. Rekreasi.
k. Kegiatan akhir Tahun/Lomba antara lain:
1) Fashion show,
2) Karaoke,
3) Pidato.
Dan macam-macam lomba lain yang menggembirakan yang bersifat
mengembangkan jiwa/ kreasi anak.
2. Peran Guru dalam Pendidikan Kemandirian Anak Pra Sekolah
Berbagai hal yang dapat dilaksanakan oleh guru RA (Raudlotul
Athfal) NU Banat Kudus, untuk mengembangkan anak agar dapat
berkembang menjadi pribadi yang mandiri.
60
a. Adaptasi lingkungan sekolah
Anak diajari untuk menerima lingkungan baik yang
menyenangkan atau tidak. Agar masing-masing anak dapat merasa aman
dan bahagia dalam lingkungan baru di sekolah.
Dengan demikian, anak mulai dapat menunjukkan emosi yang
wajar dan mengendalikan tindakan dan perasaannya. Misal anak mau
berpisah dengan orang tua tanpa menangis, sabar menunggu giliran,
berhenti bermain pada tempatnya, dapat dibujuk, tidak cengeng.
b. Mengajari anak untuk bergaul dengan teman-temannya tanpa pandang
bulu
Bagaimana anak belajar bersosialisasi dengan anak-anak lain
dengan baik dan berdampak positif dalam lingkungan sekolah yang lebih
luas.14 Untuk memperoleh pengalaman positif dan menyenangkan. Anak
dilatih untuk saling memberi dan berbagi kasih sayang antara anak yang
satu dengan anak yang lain untuk dapat hidup bermasyarakat secara aman
dan bahagia. Tumbuhnya sikap kerja sama dan persatuan, misalnya saling
membantu sesama teman, mudah bergaul, tidak lekas marah atau
membentak-bentak, mau mendengarkan guru atau teman berbicara.
Para guru RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus sangat
menyadari bahwa sekolah bagi seorang anak bagaikan alam yang baru,
karena sekolah merupakan tempat pertama kalinya anak berbaur dengan
lingkungan lain di luar lingkungan keluarga.
14 Putri Pandan Wangi, Mendidik Anak Pra Sekolah, (Yogyakarta: Dama Pustaka, 2005),
hlm. 76
61
c. Mengembangkan bahasa
Untuk meningkatkan komunikasi, anak-anak harus menguasai dua
tugas pokok yang merupakan unsur penting dalam belajar berbicara.
Pertama, mereka harus meningkatkan kemampuan untuk mengerti apa
yang dikatakan orang lain. Kedua, mereka harus meningkatkan
kemampuan bicaranya sehingga dapat dimengerti orang lain.15
Para guru biasanya lebih menekankan pada belajar berbicara
sehingga tugas meningkatkan pengertian secara tidak langsung dilakukan
anak sendiri karena adanya keinginan yang kuat untuk berkomunikasi
sebagai sarana untuk kegiatan berkomunikasi dengan anak-anak lain di
sekolah. Masalah yang sering dibicarakan misalnya dirinya sendiri dan
aktivitas. Dan isi pembicaraan anak biasanya menyangkut masalah suka
atau tidak pada seseorang, pakaian, tempat tinggal dan menyangkut hal-
hal rutin sehari-hari.
Masa ini juga dikenal sebagai masa tukang ngobrol, karena sekali
anak-anak dapat berbicara dengan mudah, ia tidak putus-putusnya bicara
dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan, sebaliknya, pada anak-anak yang
relatif pendiam, biasanya kurang aktif di kelas.
Di kelas anak diajari untuk mendengarkan dan membedakan bunyi
suara, bunyi bahasa dan mengucapkannya. Anak dapat menyebutkan kata-
kata yang mempunyai suku kata awal yang sama. Misalnya kaki-kali atau
suku kata akhir yang sama misalnya: nama-sama dan lain-lain.
15 Elizabeth B. Hurlock, Developmental Psychology, Alife-Spon, Approach, terj. Istiwadayanti
dan Soedjarwo, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi V, (Jakarta: Erlangga, 1994), hlm. 113
62
d. Anak dilatih untuk menjadi pribadi yang bertanggungjawab
Untuk memenuhi kebutuhan sendiri pada tingkat kemandirian
yang sesuai dengan tingkat usia anak.
Anak dibiarkan memberi saran, belajar mendengarkan orang lain
dan belajar bertanggungjawab. Guru memberi alternatif apa yang bisa
dikerjakan. Anak juga diberi kebebasan untuk memilih apa yang
diinginkan dan jangan menunggu perintah dari guru.16
Di sini anak melaksanakan tugas yang diberikan guru, anak
mampu membedakan barang milik sendiri dan milik orang lain, anak bisa
memahami bahwa setiap perbuatan itu memiliki akibat. Apabila anak
sudah mulai memahami hal tersebut maka ia akan selalu berusaha untuk
memenuhi apa yang ingin dilakukan itu sesuai dengan tingkah laku yang
dapat diterima masyarakat dalam lingkungan sekolah.
e. Berlatih untuk selalu tertib dan patuh pada peraturan
Di RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus tingkah laku anak
ditumbuhkan melalui teladan, ajaran-ajaran dan pujian. Teladan dan ajaran
membentuk tingkah laku dan mengarahkan anak dalam betingkah laku.
Pujian berperan dalam menguatkan dan mengukuhkan suatu tingkah laku
yang baik.
Seperti membiasakan anak melaksanakan tata tertib yang ada di
sekolah, mengikuti aturan permainan. Disiplin diri pada anak dipupuk
dengan memberikan tata tertib yang mengatur hidup anak. Tata tertib
disertai pengawasan akan terlaksananya tata tertib, dan pemberian
pengertian pada setiap pelanggaran, menimbulkan rasa keteraturan dan
disiplin diri.
16 Ronald, Peran Orang Tua dalam Meningkatkan Kualitas Hidup: Mendidik dan Mengembangkan Moral Anak, (Bandung: Yrama Widya, 2006), hlm. 81
63
Kapan dan bagaimana cara menerapkan disiplin sangat bervariasi,
bergantung pada tahap perkembangan dan temperamen masing-masing
anak. di lingkungan sekolah, teman juga memberi pengaruh bagi disiplin
anak.17
Meskipun demikian, ada penerapan disiplin yang berlaku umum
bagi semua usia dan kepribadian. Prioritas utama adalah mendidik anak
secara positif, kedua, bersikap tegas jika sesekali anak memberontak.18
Tegas dalam hal apa yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang dan
tidak boleh dilakukan.
Disiplin yang tepat dapat menolong mengembangkan pengendalian
diri. Disiplin merupakan suatu hubungan belajar dan mengajar diantara
guru dan anak, guru mendisiplinkan anak dan akan bertanggungjawab
terhadap perilakunya sendiri. Anak dalam lingkungan yang kurang
berdisiplin akan merasa tidak aman. Anak perlu disiplin agar tidak
melakukan tindakan yang melukai orang lain atau dirinya sendiri.
Menanamkan suatu disiplin yang tepat itu tidak mudah. Guru
membutuhkan kesabaran, ketegasan, kelemahlembutan, mengenal
perbedaan setiap anak, dan mengajar yang teratur.
f. Mengembangan kreativitas anak
Dalam perkembangannya, perlu ditumbuhkan rasa percaya diri
agar anak dapat mencapai hasil maksimal, menumbuhkan self confidence
dapat dilakukan dengan menghindari cemooh atau kritik yang tidak perlu
yang mungkin dapat mengurangi semangat anak untuk mencoba
kreativitasnya.
17 Sylvia Rimm, Mendidik dan Menerapkan Disiplin Pada Anak Pra Sekolah, (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 48 18 Ny. Singgih D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa, Psikologi Untuk Membimbing, (Jakarta:
Gunung Mulia, 2000), hlm. 136
64
Secara umum guru diharapkan menciptakan kondisi yang baik,
yang memungkinkan setiap anak mengembangkan kreativitasnya. Anak
yang kreatif belum tentu pandai, dan sebaliknya. Hal ini perlu dipahami
oleh guru agar tidak terjadi penyikapan yang salah terhadap anak.19
Di sini, guru menciptakan kondisi yang baik, yang memungkinkan
masing-masing anak dapat mengembangkan kreativitasnya, antara lain
dengan memberikan tugas-tugas di dalam kelas supaya dikerjakan sendiri
oleh masing-masing anak.
3. Media Pendidikan Kemandirian.
Media yang digunakan guru di RA (Raudlotul Athfal) NU Banat
untuk pendidikan kemandirian anak di sini adalah semua aktivitas yang ada
hubunganya dengan materi pendidikan kemandirian., baik yang berupa alat
yang dapat diragakan maupun tekhnik atau metode yang secara efektif dapat
digunakan oleh guru dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Ibu Mardati selaku Kepala Sekolah RA (Raudlotul Athfal) NU Banat
ini mengatakan bahwa semua alat yang dapat digunakan untuk menyampaikan
informasi mengenai materi pendidikan kemandirian baik berupa benda dapat
di pakai sebagai media pengajaran seperti papan tulis, buku pelajaran, film
,gambar hidup atau mati, tape recorder, televisi, tempat ibadah.20
Misalnya dalam mempraktekkan manasik haji, kegiatan-kegiatan
Exstrakurikuler berupa alat-alat Drum band, rebana, alat-alat karaoke, dan
lain sebagainya.
19 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, Implementasi dan
Inovasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), cet. VII, hlm. 128 20 Wawancara dengan Wardati, BA selaku Kepala Sekolah RA (Raudlotul Athfal) NU Banat
Kudus hari Rabu tanggal 12 Desember 2007 pukul 13.00 WIB di Rumahnya Jl. Singocandi Kudus
65
4. Evaluasi
Inilah tugas terberat seorang guru, jika memang dirasa berat, meski
sebenarnya akan terasa mengasikkan jika dilakukan dengan ikhlas dan
menyenangkan. Sebuah konsekuensi lembaga pendidikan ketika mengadakan
evaluasi kegiatan pembelajaran. Ini dilakukan untuk keperluan memajukan
pembelajaran itu sendiri baik dari sisi individu anak, materi, maupun sekolah
yang masuk dalam sistem secara kelembagaan.
Di RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus, kegiatan bermain
digunakan sebagai metode untuk melakukan penilaian atau evaluasi. Karena
di dalam kegiatan bermain, perilaku yang tampil lebih murni dan seadanya
tanpa dibuat-buat. Beda halnya kalau anak sedang mendapat tugas-tugas
tertentu yang sifatnya lebih formil, belum tentu anak akan berperilaku apa
adanya.
Guru menggunakan bermain sebagai alat untuk melakukan
pengamatan dan penilaian atau evaluasi terhadap anak. dari mainan atau
permainan yang sering dipilih anak maka guru melakukan pengamatan:
a. Apakah anak melakukan kegiatan bermain yang beraneka ragam atau
tidak.
b. Bagaimana cara memainkan mainan tersebut.
c. Apakah anak lebih condong bermain sendiri atau bersama teman.
d. Bila bermain bersama teman bagaimana sikap anak dan bagaimana
penerimaan teman-teman terhadap kehadirannya.
e. Apakah anak lebih banyak bersikap pasif saja mengikuti teman ataukah ia
lebih sering mengatur teman-temannya.
f. Apakah anak mau menang sendiri, kerap kali mengalah, atau mau berbagi
dengan teman.
g. Berapa lama anak dapat menekuni mainannya.
66
h. Bagaimana perhatian anak selama bermain, tertuju pada hal yang sedang
dikerjakan atau mudah teralih pada hal-hal lain.
i. Apakah anak akan marah, menangis atau merusak mainannya bila ia gagal
atau sedang kesal?
j. Apakah anak senang bergaul atau senang menyendiri.
k. Apakah anak mudah putus asa atau sebaliknya memperlihatkan
ketekunannya dan keuletannya bila menghadapi kesulitan dengan
mainannya.21
l. Apakah anak mempunyai cara kerja yang teratur dan terencana ataukah
serabutan sehingga mainan bercecer kemana-mana.
m. Apakah balok yang disusun mudah jatuh karena sering tersenggol.
n. Apakah anak menyelesaikan permainannya sampai tuntas ataukah mudah
sekali teralih pada mainan atau kegiatan yang sedang dilakukan temannya.
o. Apakah anak suka merebut mainan dari teman, tidak mau menunggu
giliran?.22
Kegunaan evaluasi selain untuk memantau kemajuan anak selama
mengikuti program di RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus juga bisa
digunakan sebagai alat bantu untuk deteksi dini atau menemukan adanya
penyimpangan atau gangguan yang akan bertambah buruk bila dibiarkan
berlarut-larut. Melalui evaluasi, bila guru menemukan hal-hal yang tidak
lazim pada perilaku anak, guru melakukan penanganan yang extra pada anak.
5. Mengatasi Faktor Pendukung dan Penghambat Pendidikan Kemandirian Anak
Pra Sekolah
Ada beberapa faktor yang menjadi penghambatnya diantaranya:
21 Mayke S. Tedjasaputra, Bermain, Mainan dan Permainan Untuk Pendidikan (Jakarta: PT.
Gramedia, 2005), hlm. 46 22 Ibid., hlm. 47
67
a. Anak. Mereka berasal dari latar belakang yang berbeda-beda baik dari
kecerdasan, tingkat ekonomi, maupun status sosialnya. Ini memicu tenaga
dan pikiran yang ekstra untuk menanganinya secara manusiawi, secara
adil. Yang paling sulit adalah bagaimana guru harus mengetahui emosi
anak yang jauh berbeda dengan pikiran orang dewasa dan itu tidak bisa
diprediksikan.
b. Guru. Terkadang para guru kurang matang mempersiapkan perangkap-
perangkap pembelajaran yang sebenarnya tidak sedikit dan membutuhkan
ketelatenan.
c. Persiapan Pembelajaran. Untuk menghadapi anak-anak yang begitu
banyak dan bermacam-macamkarakter tidak mudah. Guru harus
menerapkan metode yang tepat dan memiliki persiapan yang matang.
d. Sarana dan Prasarana. RA (Raudlotul Athfal) NU Banat adalah berlokasi
dekat dengan jalan raya dan bersebelahan dengan sekolah-sekolah SMA,
SMP, Mts, yang jumlah siswanya tidak sedikit. Sehingga butuh penjagaan
extra dari berbagai pihak.
Di samping faktor penghambat, beberapa faktor yang menjadi
pendukung pelaksanaan program pembelajaran di RA (Raudlotul Athfal) NU
Banat adalah:
a. Guru. Kreativitas guru sendiri dalam mengembangkan materi secara
mandiri.
b. Anak. Antusiasme anak-anak dalam pendidikan dengan berbagai metode
menjadi motivasi para guru dan pimpinan untuk terus mengembangkan
program-programnya.
c. Pimpinan. Empati pimpinan sekolah terhadap pelaksanaan program
menjadi penyemangat para guru. Bahkan tidak jarang pimpinan sekolah
turun tangan sendiri untuk membantu guru-guru yang lain dalam
pendidikan.
68
d. Iklim sosial. Seluruh warga sekolah membangun hubungan yang sangat
harmonis. Antara guru, anak, pimpinan serta staf sangat mungkin sekali
untuk terciptanya kemandirian.
e. Orang tua murid. Partisipasi dan kerja sama mereka yang begitu akrab,
dengan mempercayakan para guru untuk mendidik anak-anaknya ke
sekolah ini menjadi salah satu evaluator bagi kemajuan sekolah.
Itulah paling tidak beberapa faktor penghambat dan pendukung
pendidikan kemandirian anak. Yang penting menjadi catatan di sini adalah
bahwa RA (Raudlotul Athfal) NU Banat yang memiliki almamater Islami dan
perlu di contoh oleh Pendidikan Taman Kanak-kanak di Jawa Tengah.
69
BAB IV
ANALISIS PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN
KEMANDIRIAN ANAK PRA SEKOLAH
A. Analisis Peran Guru dalam Pendidikan Kemandirian Anak Pra Sekolah
Mendidik anak bukanlah hal yang mudah, bukan pekerjaan yang
dilakukan secara serampangan, dan bukan pula hal yang bersifat sampingan.1
Seorang anak sudah tentu belum dewasa tetapi ia akan menuju pada kedewasaan.
Kedewasaan itu tidak diperoleh begitu saja, tetapi melalui proses yang cukup
panjang dan berlangsung secara terus menerus.
Sudah menjadi keharusan bagi guru yang berhati ikhlas untuk dan bekerja
dengan tulus tanpa mengenal lelah guna membentuk generasi baru. Mendidik
anak sejak dini secara langsung, tentu saja dilakukan secara sengaja dengan
mengajarkan hal-hal positif dan bermanfaat kepada anak. Sedangkan yang tidak
langsung, sesuai dengan sifatnya yang suka meniru, anak-anak selalu melakukan
apa yang orang dewasa lakukan.
Perjalanan seorang anak menuju kedewasaan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya faktor alam dan lingkungan. Selain itu juga peran serta guru,
tanpa bantuan orang lain khususnya guru, kedewasaan seseorang akan terhambat.2
Kedewasaan tidak hanya diukur dengan umur tetapi juga diukur dengan
kematangan berpikir. Anak yang sudah dewasa akan matang dalam berpikir.
Mereka dapat mengemukakan pendapatnya dengan baik dan terkontrol, serta
nemiliki kemampuan untuk hidup mandiri.
1 Jamaal ‘Abdur Rahman, Athfaalul Muslimin Kaifa Rabbaahumun Nabiyyul Amiin, Terj. Mendidik Anak Teladan Rasulullah SAW, Penerj. Bahrun Abubakar Ihsan Zubaidi, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2005), hlm. 16
2 Ronald, Peran Orangtua dalam Meningkatkan Kualitas Hidup, Mendidik dan Mengembangkan Moral Anak, (Bandung; Yrama Widya, 2006), hlm.15
70
Untuk membantu proses tersebut, seorang guru harus mengadakan
pendekatan dengan anak yang sedang berada dalam tahap menuju kedewasaan
tersebut. Pendekatan itu dilakukan dengan cara mengenal anak tersebut, apa
kebutuhan anak itu dan apa kesulitan mereka. Apabila guru sudah mengenal anak
dengan baik, guru akan dapat membantu perkembangan kedewasaanya.
Sekolah sebagai wadah pendidikan formal berperan dalam membantu
terselenggaranya pendididkan anak. Dari pihak sekolah, orang yang paling dekat
dengan anak adalah guru. Gurulah yang dapat mengamati ketika tatap muka di
kelas. Tetapi waktu yang sedikit, tenaga guru yang kurang, dan sarana yang
terbatas sering menjadi kendala untuk setiap saat mengamati perilaku anak.
Kesulitan guru untuk mengamati anak juga beragam. Tugas guru cukup
berat untuk menguasai perilaku anak satu persatu. Dengan sistem klasikal yang
diterapkan dalam pendidikan, tidak mungkin seorang guru mengamati perilaku
anak satu persatu secara teliti.
Walaupun demikian, guru harus membantu kesulitan anak secara umum.
Guru harus menghindari hal-hal yang menekan dan menghambat perkembangan
kedewasaan anak. Guru harus dapat memilih metode pengajaran yang dapat
membangkitkan proses kedewasaan anak. Di RA( Raudlotul Athfal) Banat NU
Kudus, anak-anak ditantang dengan kesulitan-kesulitan untuk dipecahkan oleh
anak itu sendiri sampai berhasil. Dengan demikian anak akan terlatih dalam
mengatasi berbagai macam kesulitan.
Anak diberi kesempatan untuk memilih. Anak yang terbiasa berhadapan
dengan situasi atau hal-hal yang sudah di tentukan oleh orang lain, akan malas
untuk melakukan pilihanya sendiri. Sebaliknya, apabila ia terbiasa dihadapkan
pada beberapa pilihan, ia akan terlatih untuk membuat keputusan sendiri dalam
lingkup kecil sejak dini akan memudahkan untuk kelak menentukan serta
memutuskan sendiri hal-hal dalam kehidupan.
71
Dengan demikian yang dilakukan guru RA (Raudlotul Athfal) NU Banat
untuk mendidik anak agar tidak cenderung menggantungkan diri pada seseorang,
serta mampu mengambil keputusan. Di bawah ini ada beberapa hal yang di
terapkan guru untuk melatih anak agar menjadi mandiri.
1. Beradaptasi dengan lingkungan.
Sekolah merupakan lingkungan yang baru bagi anak. Banyak anak
mengalami masalah ketika pertama kali masuk sekolah. Awal ketakutan ini
sebenarnya karena ia tidak tahu sama sekali apa yang akan terjadi di sekolah.
Ketakutan anak untuk sekolah akan sedikit hilang seandainya anak diberitahu
bahwa ia akan melakukan kegiatan bermain-main yang mengasikkan.
Perasaan itu banyak dialami oleh anak-anak yang sekolah di RA(Raidlotul
Athfal) Banat NU Kudus. Selebihnya untuk membantu anak memahami apa
yang terjadi di sekolah, maka peran guru sangat diperlukan.
Tidak selamanya lingkungan dapat memberikan suasana yang
kondusif bagi perkembangan anak, sering kali justru merugikan
perkembangan anak, kondisi lingkungan yang sehat, akan dapat merangsang
perkembangan anak sehingga mencapai hasil maksimal. Lingkungan yang
baik adalah dimana anak dapat memperoleh kesempatan untuk dapat
menggunakan dan mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin.
Misalnya pengenalan lingkungan atau karya wisata.
2. Bersosialisasi.
Perkembangan psikososial dan kepribadian sejak usia pra sekolah
ditandai oleh semakin meluasnya pergaulan sosial, terutama dengan teman
sebaya.
Beberapa hubungan sosial dengan teman sebaya memiliki arti yang
sangat penting bagi perkembangan pribadi anak. Salah satu fungsi kelompok
ialah menyediakan suatu sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di
72
luar lingkungan keluarga. Anak-anak menerima umpan balik tentang
kemampuan mereka dari kelompok sebaya.3
Sebagaimana anak-anak RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus
dibiasakan bergaul dengan anak-anak lain. Karena dengan begitu, anak akan
belajar membentuk hubungan sosial dan menghadapi serta belajar
memecahkan permasalahan secara bersama, atau membicarakan dengan
teman sebaya tentang berbagai hal yang muncul dari hubungan sosial tersebut.
Misalnya bakti sosial halaman sekolah, latihan senam irama, kegiatan
ramadhan untuk menumbuhkan keakraban diantara mereka, manasik haji.
3. Komunikasi.
Masa pra sekolah merupakan masa yang sangat ideal untuk
mengembangkan kemampuan berbahasa, karena setelah kemampuan
berbicara dimiliki, tahapan berikutnya yang perlu dipelajari adalah
mengembangkan jumlah kosakata yang dimiliki anak, untuk kemudian
dirangkai dalam bentuk kalimat dengan bertanya dengan temanya dan para
guru.
Belajar berbicara di RA (Raudlotul Athfal) NU Banat merupakan
sarana untuk memperoleh kemandirian. Anak-anak yang tidak dapat
mengemukakan keinginan dan kebutuhanya, atau tidak dapat berusaha agar
dimengerti orang lain cenderung diperlakukan sebagai bayi dan tidak berhasil
memperoleh kemandirian yang diinginkan. Kalau anak tidak dapat
mengatakan kepada guru untuk mengungkapkan kemaunya paling sederhana
atau tidak dapat makan-minum bekal yang dibawanya sendiri, guru akan terus
membantu karena anak dianggap masih terlalu kecil untuk dapat melakukanya
sendiri. Ini menghambat anak untuk menjadi percaya diri dan mandiri. Anak
diajari membaca dan menulis al-Qur'an. Setiap pagi sebelum pelajaran
3 Desmita , Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hlm.145
73
dimulai anak-anak bersama guru bersama-sama menghafalkan kosa kata dasar
materi bahasa Arab, bahasa inggris, menghafalkan surat-surat pendek.
4. Bertanggungjawab.
Sikap mandiri anak, ditandai dengan adanya kecenderungan untuk
berbuat yang dilakukan sendiri secara aktif. Aktifitasnya itu dengan
sendirinya, memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar membedakan
dirinya dengan orang lain.
Sebagaimana guru mengajari anak-anak RA (Raudlotul Athfal) NU
Banat Kudus untuk memiliki tanggungjawab. Di sini anak diajari untuk
membedakan antara yang benar dan salah, yang baik dan yang buruk, yang
boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Sikap mandiri anak, ditandai
dengan adanya kecenderungan untuk berbuat yang dilakukan sendiri secara
aktif, mampu memahami bahwa setiap perbuatan itu memiliki akibat. Di RA
(Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus anak-anak selalu dibiasakan untuk hidup
bersih misalnya apabila anak habis makan, mereka harus buang bungkus
makanannya pada tempat sampah.
5. Disiplin.
Menanamkan suatu disiplin itu tidak mudah, diperlukan kesabaran,
ketegasan, kelemah lembutan, mengenal perbedaan setiap anak, dan mengajar
dengan teratur.
Disiplin yang diterapkan di RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus,
melatih anak agar terbiasa mematuhi peraturan sekolahan tanpa ada paksaan.
Anak dibiasakan untuk mematuhi taat tertib sekolahan. Guru menyuruh anak
untuk menjalankan kewajiban secara langsung mengerti larangan-
larangannya, mengerti tingkah laku yang baik dan yang buruk. Misalnya
pelajaran praktek shalat lima waktu.
74
6. Mengembangkan Kreativitas.
Seringkali anak akan mencoba dan menemukan sesuatu yang baru
untuk kemudian dikembangkan menjadi bahan dan model permainan,melalui
eksperimentasi dalam bermain ini anak akan menemukan bahwa merancang
sesuatu yang baru dan berbeda dengan yang telah ada akan dapat
menimbulkan kepuasan dan memperoleh penghargaan dari lingkungan
terutama teman-temanya.
Semua anak pada dasarnya bersifat kreatif dan permainan imajinatif
adalah cara mereka mengekspresikan diri. Oleh karena itu, apabila ekspresi
anak yang unik, hebat, diremehkan, mereka akan menarik diri dan
pertumbuhan mereka akan terpengaruh. Misalnya kegiatan extrakurikuler
yang harus diikuti oleh semua anak untuk mengembangkan kreativitas anak-
anak di RA (Raudlotul Athfal) Banat NU Kudus.
B. Peran Guru dalam Meningkatkan Kemandirian Anak Pra Sekolah di RA
(Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus
Seorang guru harus mempunyai asumsi dasar tentang anak pra sekolah
yang dikembngkan. Ini harus selalu diingat pleh guru dalam proses pendidikan.
Karena hal tersebut turut menentukan tujun yang hendak dicapai.4
Secara pribadi setiap anak akan mengembangkan pola reaksi masing-
masing terhadap rangsangan atau kejadian yang dialaminya, dan setiap anak akan
berkembang sesuai dengan tempo dan kecepatan masing-masing. Dengan
demikian perkembangan anak tidak selalu sejalan dengan anak-anak yang lain.
4 Agus F. Tangyong, CBSA Pengembangan Anak Usia Taman Kanak-kanak, (Jakarta: PT.
Gramedia, 1990), hlm. 3
75
Dengan adanya asumsi dasar itu guru mempunyai pandangan yang khusus
pada anak. Guru tidak lagi menuntut agar anak menjadi seseorang sesuai dengan
apa yang diinginkannya, tetapi guru menghormati anak seperti apa adanya.
Dengan menerima keadaan anak seperti itu dan tanpa mengabaikan keteraturan
dan disiplin dan mematuhi peraturan administrasi sekolah, guru harus lebih
banyak memberi peluang untuk lebih bebas menjelajahi lingkunganya dalam
mencobakan (mengkaji) kemampuanya. Peluang ini akan menjadikan anak lebih
kreatif dan berinisiatif.
Peran guru yang ideal belum tentu dapat dipenuhi oleh seorang guru RA
(Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus, namun yang penting adalah usaha guru
memberi kesempatan pada anak menjelajahi lingkungan tersebut untuk
menemukan ”diri” mereka sendiri, membri kesempatan mencoba dan
mengembangkan daya cipta. Yang dimaksud dengan ”diri” adalah kompleksitas
kesadaran kemampuan (kekuatan/kelemahan) sera sikap dan persepsi.
Peran guru RA (Raudloul Athfal) Banat NU Kudus, dalam melakukan
pembelajaran dituntut harus bisa aktif dan selalu memberikan kesempatan pada
anak untuk berbuat, dan semua kegiatan pembelajaran di sekolah ini dilaksanakan
melalui bermain. Anak diperkenankan melakukan kegiatan yang paling sesuai
dengan minatnya. Ia boleh mencoba, diperkenankan membuat ksalahan, dan lebih
dari itu didorong untuk menciptakan sesuatu. Anak bebas memilih tempat-tempat
yang telah diatur oleh guru untuk mengembangkan suatu bidang pengembangan
tertentu. Misalnya di sini anak bebas bergerak dari tempat untuk mengembangkan
kemampuanya berbahasa, ke tempat untuk menciptakan atau tempat untuk
membangun. Yang pnting adalah mengusahakan agar anak tetap aktif, berbuat
dan mnemukan kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan, minat dan
kemampuanya.
76
Belajar bagi anak, hendaknya menyenangkan sehingga anak akan
mengembangkan sikap cinta belajar dan menjadi pembelajar seumur hidup. Oleh
karena itu di seolah ini, metode pembelajaran yang menyenangkan (joyfull
learning) digulirkan.
Terdapat beberapa landasan mengapa pembelajaran, terutama bagi anak-
anak harus menyenangkan, diantaranya karena: 1) pembelajaran berlangsung
seumur hidup, 2) pada dasarnya setiap individu setiap saat itu belajar, 3) kapasitas
mental setiap individu untuk belajar itu terbatas, dan 4) masa kanak-kanak adalah
masa bermain.5
Di RA (Raudlotul Athfal) NU Banat, dalam pembelajaran di ruang kelas
dijadikan arena bermain, bernyanyi, bergerak bebas. Ruang kelas sebagai ajang
kreatif bagi anak menjadikan mereka kerasan dan secara psikologis nyaman.
Suasana kelas yang penuh kekeluargaan, hangat dan akrab. Setiap anak dihargai,
diakui dan diberi kesempatan untuk tumbuh dan berkembang. Dengan demikian
mereka akan membangun rasa percaya diri dan nilai-nilai positif.
Para guru juga perlu mengembangkan dan mempraktikkan pendekatan
pembelajaran yang menjadikan mereka asyik, kreatif, sehingga lepas dari suasana
tertekan, terbebani. Dengan membangun suatu suasana sekolah yang baik, para
guru dapat bekerja dengan penuh kasih sayang, dalam suasana cinta kasih,
pengertian, kerelaan dan kesabaran. Guru lebih bersikap demokratis dan
menempatkan dirinya sebagai fasilitator. Sehingga hasil pendidikanya adalah
anak-anak yang kreatif, mandiri, cerdas, dan taat pada hati nurani,
bertanggungjawab dan tetap ceria.
Bila setiap guru memberi kepercayaan pada anak sehingga memungkinkan
anak belajar meningkatan kemampuan dirinya, setiap inisiatif dihargai, dan
5 Euis Sunarti dan Rulli Purwani, Ajarkan Anak Keterampilan Hidup Sejak Dini, (Jakarta:
Gramedia, 2005), hlm.xvii
77
sebagai anak tidak banyak dikecam oleh lingkungan terdekatnya yang
berpengaruh, anak akan belajar menemukan harga diri (self-esteem).
Kepercayaan mempengaruhi pertumbuhan mental dan kepribadian anak.
Banyak keunggulan-keunggulan intelektual maupun sosial yang sangat
dipengaruhi oleh kepercayaan yang diterima anak. Berkat kepercayaan
kepadanya, anak memenuhi kebutuhannya yang paling mendasar pada saat ia
masih kecil, yakni basic trust (kepercayaan dasar). Kepercayaan dasar yang kuat
akan membuat anak merasa aman dan nyaman, sehingga ia berani mencoba,
belajar menghargai dirinya sehingga jika benar-benar terkelola dengan baik pada
akhirnya akan membuahkan kekuatan self-reward, keadaan dimana anak tidak
perlu mendapat dukungan dari luar sudah menemukan kebahagiaan manakala ia
menuai keberhasilan. Kepercayaan dasar juga membuat anak merasa dirinya
berharga dan merasa terlindungi.
Bila anak memiliki kepercayaan dasar semenjak awal kelahiran, ia akan
mengembangkan rasa aman (secure feeling). Rasa aman inilah yang dapat
menumbuhkan keberanian berinisiatif pada situasi-situasi yang telah dikenalnya
maupun situasi baru.6
Pada anak yang kurang memiliki rasa aman, ia mengalami hambatan
psikologis untuk berinisiatif. Ia juga tidak memiliki keberanian untuk melakukan
segala sesuatu ”secara mandiri” tanpa bantuan orang terdekatnya. Ia belajar untuk
memiliki ketergantungan. Pada tarafnya mengkhawatirkan, rendahnya rasa aman
membuat ia takut berada pada situasi asing.anak merasa tidak nyaman berada
pada situasi yang ia belum sangat terbiasa. Suasana baru terasa sebagai ancaman
yang menimbulkan ketakutan (fear) dan kecemsan (anciety). Tentu saja ini
merupakan keadaan yang membahayakan pertumbuhan mental anak, karena anak
kehilangan inisiatif, sosialnya, kehilangan daya kreatifnya dan tidak mampu
6 Mohammad Fauzil Adzim, “Tersenyumlah Anakku Sayang”, Hidayatullah, XV, 04, Agustus, 2002, hlm.52
78
membangkitkan inisiatif, apalagi inovasi meskipun secara intelektualnya sangat
tinggi.
Peran guru dalam pendidikan kemandirian anak harus diterapkan sejak
dini, agar nantinya ketika dewasa anak terbiasa hidup mandiri tanpa tergantung
pada orang lain.
C. Mengatasi Faktor Penghambat
Sebenarnya di RA (Raudlotul Athfal) NU Banat, tidak banyak problem
atau kendala yang sangat berat, justru mereka berhasil menjadikan ”kendali” dari
permasalahan-permasalahan yang muncul. Meskipun demikian, bukan berarti
semua persoalan telah selesai. Problem yang secara umum dialami di sekolahan
ini antara lain:
1. Perkembangan Emosi Anak.
Akibat pengaruh proses pematangan dan hasil belajar, maka reaksi
emosional anak yang bersifat spontan akan sangat berbeda dengan reaksi
orang-orang dewasa di sekitrnya. Anak pada usia tertentu memiliki pola
emosi yang berbeda-beda.
Pola emosi yang bersifat umum antara lain: amarah, takut, cemburu,
ingin tahu, iri hati, gembira, sedih, kasih sayang.7 Selama awal masa kanak-
kanak emosi sangat kuat. Saat ini merupakan saat ketidak seimbangan karena
anak-anak ”keluar dari fokus”, dalam arti ia mudah terbawa ledakan-ledakan
emosioanal sehingga sulit dibimbing dan diarahkan.
7 Elizaabeth B. Hurlock, Developmental Psychology, A life-Spon, Approch, Terj.
Istiwadayanti dan soedjarwo, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi V (Jakarta: Erlangga, 1994), hlm. 85
79
Rangsangan yang membangkitkan emosi dan cara anak
mengungkapkan emosi sangat berbeda. Pada saat hubungan dengan teman-
teman sebaya di sekolah lebih sering terjadi dan lebih mencolok.
Terdapat tiga kelompok sumber yang dapat menimbulkan kondisi
memuncaknya emosi anak yaitu:8
a. Kondisi Phisik: kondisi tubuh yang mungkin dapat menyebabkan emosi
yang memuncak, meliputi kondisi kesehatan yang buruk.
b. Kondisi Psikhologis: tingkat Intelegensi yang rendah, tingkt kegagalan
dalam mencapai aspirasi tertentu dan kecemasan setelah adanya
pengalaman emosional yang sangat membekas.
c. Kondisi Lingkungan: tekanan yang terus menerus dari lingkungan phisik
dan sosial, kekangan yang berlebihan dari orang-orang di sekitarnya, sikap
tang terlalu protectif, serta suasana otoriter di sekolah.
Perkembangan emosi yang dialami anak-anak RA( Raudlotul Athfal)
Banat antara anak satu dengan anak yang lain berbeda-beda, di sini guru
dituntut untuk lebih dekat pada semua anak, agar dapat mengetahui karakter
masing-masing anak. Dengan begitu akan mempermudah para guru dalam
mendidik anak.
2. Guru
Terkadang para guru kurang matang dalam mempersiapakn perangkat-
perangkat pembelajaran yang akan digunakan untuk mendidik anak-anak.
Guru RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus dalam mendidik anak-anak pra
sekolah tidak semudah yang dibayangkan. Guru dituntut aktif di dalam kelas
maupun di luar kelas.
8 Endang Poerwanti, Perkembangan Peserta Didik, (Malang: Universitas Muhamadiyah,
2005), hlm. 85
80
Dalam pelaksanaan pendidikan, para guru menggunakan pendekatan
integratif dan menganut prinsip bermain sambil belajar, sehingga seluruh
kegiatan belajar dilaksanakan melalui kegiatan bermain. Metode belajar
mengajar yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan, minat dan
kemampuan anak. Bermain merupakan cara yang efektif untuk
mengembangkan anak. Melalui bermain anak dapat mengembangkan motorik,
bahasa, sosial, emosi, maupun kecerdasanya. Dengan kegiatan bermain pula,
anak belajar mengenal dan mencintai lingkungan sosialnya. Lingkungan yang
menarik akan merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak, juga dapat
menumbuhkan motifasi untuk belajar.
Berdasarkan hasil observasi penulis, kecenderungan pembelajaran di
sekolah ini para guru tidak hanya menggunakan satu metode saja. Tetapi guru
harus menggunakan berbagai variasi metode agar pembelajaran di ruang kelas
tidak membosankan. Ketika pembelajaran berlangsung, guru menggunakan
variasi metode sesuai dengan materi yang akan diajarkan yaitu menggunakan
AREA.
3. Sarana dan Prasarana.
Fasilitas yang dimiliki RA (Raudlotul Athfal) NU Banat Kudus sesuai
dengan yang di harapkan. Tetapi karena gedungnya di bagi dua ini
mempengaruhi para pendidik ketika pembelajaran berlangsung. Warga
sekolah mesti bolak-balik ke gedung utara-selatan. Dan ini mengakibatkan
kurang mengefektifitaskan waktu. Banyak juga pihak keluarga yang
kebingungan ketika sedang menjemput atau mendaftarkan anak-anaknya. Ini
pun dialami penulis sendiri ketika pertama kali mengunjungi sekolahan ini.
4. Orang tua.
Tidak jarang orang tua merasa tidak tega atau justru tidak sabar
melihat anaknya yang berusaha menalikan tali sepatunya selama beberapa
81
menit, namun juga belum memperlihatan keberhasilan. Atau memberi
segudang nasehat, lengkap dengan cara pemecahan yang harus dilakukan,
ketika anak sedang mengerjakan tugasnya.
Memang masalah yang dihadapi anak sehari-hari dapat dengan mudah
diatasi dengan adanya campur tangan orang tua. Namun cara ini tentunya
tidak akan membantu anak untuk menjadi mandiri. Namun, anak akan selalu
tergantung pada oang lain.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, para orang tua mesti mau bekerja
sama dengan pihak sekolah, karena di sekolah anak diajari untuk hidup
mandiri. Di dalam lingkungan keluarga juga demikian, anak harus dibiasakan
mandiri tanpa menggantungkan orang lain.
82
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dari hasil penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa belajar menjadi
pribadi yang mandiri adalah berkembang menjadi pribadi yang bertanggung
jawab untuk melayani dan memenuhi kebutuhan sendiri pada tingkat kemandirian
yang sesuai dengan tingkat usia Taman Kanak-kanak. Manfaat utama sekolah
adalah sebuah kemandirian. Setelah anak masuk sekolah, tentu ingin agar anak
bisa hidup mandiri tanpa ketergantungan pada orang lain. Memang itulah salah
satu tujuan yang ingin dicapai dalam mendidik anak-anak.
Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul Peran Guru Dalam
Kemandirian Anak Pra Sekolah di RA (Raudlotul Athfal ) NU Kudus, dapat
diambil kesimpulan:
1. Anak sudah bisa dikatakan mandiri atau belum tergantung pada beberapa hal:
a. Kematangan fungsi psikis
Anak dilatih untuk berpuasa. Selain mendorong seseorang untuk menjauhi
larangan Allah, puasa juga dapat menguatkan tekad dan memotivasi dalam
melakukan perbuatan yang baik dan melepaskan perbuatan yang buruk.
b. Tingkah laku swakarsa dan tanggung jawab, di sini anak dibiasakan untuk
menjaga kebersihan dalam kehidupan sehari- hari.
Jika anak mulai sejak awal, peralihan ke masa dewasa jauh lebih mudah.
Menjadi bertanggungjawab berarti bahwa anak itu menyadari bahwa
tindakannya sendiri ikut menunjang hasil akhir suatu peristiwa dan bahwa
apa yang dilakukan ada artinya. Seperti anak dilatih untuk menjaga
kebersihan.
83
c. Disiplin
Menanamkan sesuatu disiplin yang tepat itu tidak mudah, diperlukan
kesabaran, ketegasan, kelemahlembutan, mengenal perbedaan setiap anak,
dan mengajar dengan teratur. seperti bagaimana melakukan kegiatan
shalat lima waktu.
d. Mampu memecahkan masalah
Dalam melatih memecahkan masalah anak-anak membutuhkan hal-hal
yang dapat dirasa yang ada hubungannya dengan lingkungan hidupnya
dengan bahan-bahan yang mudah dimengerti. Seperti dengan latihan
berpikir logis anak dilibatkan dalam permasalahan-permasalahan
sederhana melalui dialog.
2. Peran Guru dalam Pendidikan Kemandirian Anak Pra Sekolah di Raudlotul
Athfal (RA) Banat NU Kudus adalah sebagai berikut:
a. Beradaptasi dengan lingkungan
Membantu masing-masing anak, agar dapat merasa aman dan bahagia
dalam lingkungan baru di sekolah. Tidak selamanya lingkungan dapat
memberikan suasana yang kondusif bagi perkembangan anak. kondisi
lingkungan yang sehat, akan dapat merangsang perkembangan anak
sehingga mencapai hasil maksimal.
b. Bersosialisasi
Bagaimana anak belajar bersosialisasi dengan anak-anak lain dengan baik
dan berdampak positif dalam lingkungan sekolah. Anak dilatih untuk
saling memberi dan berbagi kasih sayang antara anak yang satu dengan
anak yang lain.
c. Komunikasi
Anak diajari untuk mendengarkan dan membedakan bunyi suara, bunyi
bahasa dan mengucapkannya. Di sekolah anak-anak juga dibiasakan untuk
dapat mengemukakan keinginan dan kebutuhannya sendiri.
84
d. Bertanggungjawab
Membantu anak untuk memahami bahwa setiap perbuatan itu memiliki
konsekuensi atau akibat. Anak melaksanakan tugas yang diberikan guru,
anak mampu membedakan barang milik sendiri dan milik orang lain.
e. Disiplin
Melatih anak untuk melaksanakan tata tertib sekolah. Disertai pengawasan
dan pemberian pengertian pada setiap pelanggaran yang dilakukan anak.
f. Pengembangan kreativitas
Membimbing dan mendorong anak untuk mengembangkan bakat dan
aspek-aspek kepribadiannya. Menumbuhkan rasa percaya diri pada anak.
guru menciptakan kondisi yang baik, yang memungkinkan masing-masing
anak dapat mengembangkan kreativitasnya, dengan memberikan tugas-
tugas di kelas supaya dikerjakan sendiri-sendiri.
B. Saran-Saran
Dengan penelitian ini, kiranya dapat memberikan sedikit pencerahan bagi
siapa saja yang membaca dan sepaham dengan penulis. Karena itu, tanpa
mengurangi rasa hormat penulis kepada semua pihak yang telah lama berjuang di
jalur pendidikan, ada sedikit saran penulis yang bisa menjadi bahan perenungan
pemerhati, praktis, maupun subjek pendidikan:
1. Guru
Para guru hendaknya selalu memperhatikan pengembangan bakat anak
dalam rangka membangun rasa percaya diri dan kemandirian. Dengan
demikian, anak dapat berinteraksi dengan masyarakat sekaligus dapat pula
mengukur dari pengalamanya yanga makin menyuburkan rasa percaya
dirinya, sehingga jadilah anak seorang yang menjalani hidupnya dengan
penuh kesungguhan dan keberanianya makin berkembang serta tidak lagi ada
85
unsur kemanjaan yang masih tersisa dalam dirinya karena telah menjadi
seorang yang benar-benar dewasa.
2. Orang tua
Orang tua sebagai pendidik utama dan pertama di rumah, seharusnya
mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak usia pra sekolah sebagai
bahan acuan dalam mendidik dan mengarahkan anaknya sesuai dengan tahap-
tahap pertumbuhan perkembanganya. Anak yang dibina dengan pembinaan
yang baik akan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan
pribadinya.
3. Anak
Anak merupakan tumpuhan harapan bagi orang tuanya, namun di
dalam proses pertumbuhan jiwa anak banyak mengalami hambatan dan
rintangan. Tampaknya melatih anak untuk mengatasi kesulitannya sendiri
dapat di biasakan sejak anak masih kecil, pelan-pelan anak akan terbiasa
mengurus dirinya sendiri. Semakin besar pula, hingga mampu menentukan
jalur hidupnya yang terbaik.
C. Penutup
Demikianlah skripsi yang dapat penulis persembahkan. Penuh kesadaran
penulis mengakui hasil karya ilmiah ini belum mencapai kesempurnaan.
Meskipun penciptaan manusia sempurna, namun yang memiliki kesempurnaan
sejati hanyalah Dia Yang Maha Sempurna. Penulis sebagai manusia sempurna
dibalik ketidak sempurnaan ini hanya dapat bersyukur bisa menyelesaikan skripsi
ini dengan penuh tanggung jawab, dan memohon maaf apabila ada kekeliuran.
Karena itu saran dan kritik yang menjadi masukan konstruktif bagi perbaikannya
sangat penulis harapkan dari semua pihak. Terima Kasih.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdurrahman, Jalaludin bin Abi Bakar as-Suyuti, Jami’ as-Shaghir, Juz I Daru Ahya’ Kutub, al-‘Arabiyah, t.th.
Adzim, Mohammad Fauzil, “Tersenyumlah Anakku Sayang”, Hidayatullah, XV, 04, Agustus, 2002.
Al-Abrasjy, Muhammad ‘Athijah, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Cet. I Jakarta: Bulan Bintang, 1970.
Ali Lukman., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1994.
Arifin,. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Islam, jakarta; Bulan Bintang, 1977.
Arikunto, Suharsimi, Pengelolaan Kelas dan Siswa, Cet. IV, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.
________________, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta : Rineka Cipta, 2006.
Awwad, Jaudah Muhammad, Mendidik Anak Secara Islami, Jakarta: Gema Insani, 1995.
Azmi, Muhammad, Pembinaan Akhlaq Anak Usia Pra Sekolah: Upaya Mengefektifkan Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Keluarga, Yogyakarta: PT. Belukar, 2006.
Azwar, Syaifudin, Metode Penitian, Cet.1, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998.
Clemes, Harris dan Reynold Bean, Membangkitkan Harga Diri Anak, Cet. I Jakarta: Mitra Utama, 2001.
Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, Cet. 1, Bandung: Pustaka Setia, 2002.
Daradjat, Zakiah, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
______________, Perawatan Jiwa untuk Anak-anak. Jakarta: Bulan Bintang, 1983.
Davies, Ivoe K., Pengelolaan Belajar, Jakarta: Rajawali Pers, 1991.
Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2005.
Djamaroh, Saiful Bahri, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Cet. I Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000.
Gunarsa, Ny. Singgih D. dan Singgih D. Gunarsa, Psikologi untuk Membimbing, Jakarta: Gunung Mulia, 2000.
Gunarsa, Singgih D, Dasar Dan Teori Perkembangan Anak, Jakarta: Gunung Mulia, t.th.
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta: ANDI, 2002.
Hurlock, Elizaabeth B., Developmental Psychology, A life-Spon, Approch, Terj. Istiwadayanti dan soedjarwo, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi V Jakarta: Erlangga, 1994.
Husain, Muhammad, ath-Tifi wa Iktisaab al-Ma’ayisy wa ash-Shijat, terj. Nashirul Haq, Agar Anak Mandiri, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2007.
Husein, Ahmad Rozak, Hak Anak Dalam Islam, Alih bahasa oleh Azwar Butun, Judul Asli Al-Islam Wattiflul, Jakarta: Fikahati Aneka, 1992.
Jalaluddin, Psikologi Agama, Cet. VI; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
_________, Mempersiapkan Anak Saleh: Telah Pendidikan Terhadap Sunnah Rasulullah SAW, Cet. IV, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Jumantoro, Totok, Psikologi Dakwah: Dengan Aspek-Aspek Kejiwaan yang Qur’ani, Cet. I, Jakarta: 2001.
Kartono, Kartini, Bimbingan dan Dasar-dasar Pelaksanaannya, Jakarta: Rajawali, 1985.
______________, Mengenal Dunia Kanak-kanak , Jakarta: Rajawali, 1985.
______________, Teori Kepribadian, Bandung: Alumni, 1979.
McDonald, F.J., Educational of Psychology, U.S.A: Wadsworth, 1995.
Moeslichatoen R., Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999.
Monks, F.G., Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1998.
Mudjib, Abdul dan E Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam cet. III, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Muhammad, Abi Abdillah bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz IV Baeirut: Maktabah wamatba’ah, Darul Kutub Ilmiyat, t.th.
Mulyasa, E., Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, Implementasi dan Inovasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005.
Nasution, S., Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: Tarsito, 1992.
Nawawi, Hadari, Organisasi Sekolah Dan Pengelolaan Kelas Sebagai Lembaga Pendidikan, Cet. III, Jakarta: CV. Haji Masagung, 1989.
Ningrat, Koentjoro, Metode – Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta : Gramedia, 1991.
Pakasi, Soepartinah, Anak dan Perkembangannya, Cet. I, Jakarta: Gramedia, 1981.
Patmonodewo, Soemiarti, Pendidikan Anak Pra Sekolah, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998.
Poerwanti, Endang dan Nur Widodo, Perkembangan Peserta Didik, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2000.
Rahman, Jamaal ‘Abdur, Athfaalul Muslimin Kaifa Rabbaahumun Nabiyyul Amiin, Terj. Mendidik Anak Teladan Rasulullah SAW, Penerj. Bahrun Abubakar Ihsan Zubaidi, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2005.
Requena, Kenneth W. dan Laurie Miller, Good Kid, Bad Behaviour : Strategi Jitu Membangun Disiplin Anak Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya, 2005.
Rimm, Sylvia, Mendidik dan Menerapkan Disiplin Pada Anak Pra Sekolah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003.
Riyanto, Theo dan Martin Handoko, Pendidikan Pada Usia Dini: Tuntutan psikologis dan Pedagogis bagi Pendidik dan Orang Tua Jakarta: PT Grasindo, 2004.
Ronald, Peran Orang Tua dalam Meningkatkan Kualitas Hidup, Mendidik dan Mengembangkan Moral Anak, Bandung: Yrama Widya, 2006.
Sahartian, Piet A., Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan; Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, Cet. I, Jakarta: PT. Asdi Mahatya, 2000.
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001.
Setiawan, Mary Go, Menerobos Dunia Anak, Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2000.
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, Peran Moral Intelektual, Emosional, dan Sosial Sebagai Wujud Integritas Membangun jati Diri, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006.
Slameto, Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991.
Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, Cet. VI; Jakarta: Rieneka Cipta, 1998.
Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Cet. I Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999.
Sudjana, Nana, Cara Belajar Siswa Akktif dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1996.
Sujanto, Agus, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Rieneka Cipta, 1996.
____________, Psikologi Umum, Cet. XII, Jakarta: Aksara Baru, 1979.
Sulastri, Melly Sri, Bimbingan Perawatan Anak, Cet. II, Jakarta: Rineka Cipta, 1993.
Sunarti, Euis dan Rulli Purwani, Ajarkan Anak Keterampilan Hidup Sejak Dini, Jakarta: Gramedia, 2005.
Surya, Mohammad, Percikan Perjuangan Guru, Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2003.
Suryobroto, B., Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakrta: PT. Rineka Cipta, 1977.
Syukur, Amin, Metodologi Studi Islam, Semarang: Gunung Jati, 1998.
Tangyong, Agus F., CBSA Pengembangan Anak Usia Taman Kanak-kanak, Jakarta: PT. Gramedia, 1990.
Tedjasaputra, Mayke S., Bermain, Mainan dan Permainan, Jakarta: PT. Grasindo, 2005.
Thoha, CHabib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Semarang: Pustaka Pelajar, 1996.
Toher, Mursal H. M., dkk. Kamus Jiwa dan Pendidikan, Cet. I, Bandung, PT. Al-Ma’arif, 1977.
Usman, Muh Uzer , Menjadi Guru Profesional, Cet. XI, Bandung: Remaja Rosda Karya 2001.
UU RI. No.20 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung : Citra Umbara, 2006.
Vembrianto, ST., Kapita Selekta Pendidikan, Jilid I Yogyakarta: Paramita, 1984.
Wangi, Putri Pandan, Mendidik Anak Pra Sekolah, Yogyakarta: Dama Pustaka, 2005.