peran kyai asy’ari (kyai guru) dalam berdakwah di...
TRANSCRIPT
PERAN KYAI ASY’ARI (KYAI GURU)
DALAM BERDAKWAH DI KECAMATAN KALIWUNGU
KABUPATEN KENDAL
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan guna Memenuhi Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana (S.1)
Dalam Ilmu Dakwah
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM (KPI)
Disusun Oleh :
SHOLEKHATUL AMALIYAHNIM. 1105070
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2010
ii
KEMENTERIAN AGAMA RIINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
FAKULTAS DAKWAH SEMARANGJl. Prof. DR. Hamka (Kampus III) Ngaliyan, Semarang Telp. (024) 7606405
NOTA PEMBIMBING
Lamp. : 5 (Lima) Eksemplar
Hal : Persetujuan Naskah Skripsi
KepadaYth. Bapak Ketua Jurusan KPIFakultas DakwahIAIN Walisongo Semarangdi Semarang
Assalamu alaikum Wr. Wb.
Setelah membaca, mengoreksi dan mengadakan perbaikan sebagaimana
mestinya, maka kami menyatakan bahwa naskah proposal skripsi saudara:
Nama : SHOLEKHATUL AMALIYAH
NIM : 1105070
Konsentrasi : Penyiaran / Penerbitan / Khitobah
Judul Skripsi : “PERAN KYAI ASY’ARI (KYAI GURU)
DALAM BERDAKWAH DI KECAMATAN
KALIWUNGU KABUPATEN KENDAL”
Maka dari itu kami mohon naskah proposal skripsi atas nama mahasiswa
tersebut di atas segera disidangkan.
Demikian nota ini kami buat atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
Wassalamu alaikum Wr. Wb.
Semarang, 21 Juni 2010
Pembimbing,
Bidang Substansi Materi Bidang Metodologi & Tata Tulis
Ahmad Faqih, S.Ag. M.Si. Suprihatiningsih, S.Ag. M.SI.NIP. 19730308 199703 1 004 NIP. 19760510 200501 2 001
iii
SKRIPSI
PERAN KYAI ASY’ARI (KYAI GURU) DALAM BERDAKWAH DI
KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN KENDAL
Disusun Oleh:
Sholekhatul Amaliyah1105070
Telah dipertahankan di depan Dewan PengujiPada tanggal 01 Juli 2010
Dan dinyatakan lulus memenuhi syarat
Susunan Dewan Penguji
Ketua Sidang Sekretaris Sidang
DR. Hj. Yuyun Affandi, Lc., M.A.NIP. 19600603 199203 2 002
Suprihatiningsih, S.Ag. M.Si.NIP. 19760510 200501 2 001
Penguji I Penguji II
DR. Ilyas Supena, M.Ag.NIP. 19720410 200112 1 003
Nur Cahyo, M.Kom.NIP. 19731222 200604 1 001
Pembimbing I Pembimbing II
Ahmad Faqih, S.Ag. M.Si. Suprihatiningsih, S.Ag. M.SI.NIP. 19730308 199703 1 004 NIP. 19760510 200501 2 001
iv
MOTTO
öNçGZä.uŽö•yz>pBé&ôMy_ Ì• ÷zé&Ĩ$ ¨Y=Ï9tbrâ•ßD ù's?Å$rã• ÷è yJ ø9 $$ Î/šcöqyg÷Ys? urÇ tãÌ• x6ZßJ ø9 $#tbqãZÏB÷sè? ur«! $$ Î/3
öqs9 uršÆtB#uäã@ ÷dr&É=» tG Å6 ø9 $#tb% s3s9#ZŽö•yzNßg©94ãNßg÷ZÏiBšcqãYÏB÷sßJ ø9 $#ãNèd çŽsY ò2r&urtbqà)Å¡» xÿø9 $#ÇÊÊÉÈ
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar,
dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman,tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman,
dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.(QS. Ali Imran: 110)
v
PERSEMBAHAN
Dalam perjuangan mengarungi samudra Ilahi tanpa batas, dengan keringat
dan air mata kupersembahkan karya tulis ini teruntuk orang-orang yang selalu
hadir dan berharap keridhaan-Nya. Kupersembahkan bagi mereka yang tetap setia
berada di ruang dan waktu dalam kehidupanku khususnya buat :
• Bapakku Faizin dan ibuku Shofiyatul Muniroh yang selalu mendo’akan
dengan keikhlasan atas nama kasih sayang, serta tanggung jawab orang tua
kepada anak. Semoga Allah SWT meridhainya dan memberi keberkahan
atas hidup mereka.
• Adik-adikku yang tercinta (d’ Lala, d’ Naim, d’Wahab), semoga kalian
semua menjadi orang yang sukses fiddini waddunya wal akhiroh.
• Sahabat spesialku ustadz Mansyur, atas segala motivasinya baik moral
maupun material sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
• Saudara spesialku Mas Rozi yang selalu menyayangi dan memotivasiku
dalam menyelesaikan skripsi ini.
vi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya
sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan
lainnya. Pengetahuan yang diperoleh maupun yang belum atau tidak diterbitkan,
sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang, 21 Juni 2010
Sholekhatul AmaliyahNIM. 1150570
vii
ABSTRAKSI
Penelitian yang penulis teliti dalam skripsi ini: Peran Kyai Asy’ari (KyaiGuru) dalam Berdakwah di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal, untukmendiskpsikan tentang Peran Kyai Asy’ari (Kyai Guru) dalam berdakwah diKecamatan Kaliwungu kabupaten Kendal. Penelitian ini menggunakan metodedeskriptif kualitatif, dalam penelitiannya penulis menganalisis terhadap data-datayang ada, selanjutnya dideskripsikan dengan kalimat dan disimpulkan beberapalaporan data. Data tersebut berasal dari dokumentasi, wawancara dan observasi,yang selanjutnya data tersebut disesuaikan sesuai bidangnya kemudiandipertemukan dengan teori yang ada dan akhirnya ditarik suatu kesimpulan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sosok Kyai Asy’ari (Kyai Guru)sebagai seorang ulama kharismatik, yang memiliki peran dakwah terhadapkemajuan umat Islam di Kaliwungu Kendal.
Hasil penelitian ini adalah 1) Kyai Asy’ari (Kyai Guru) dalammengenalkan kebudayaan mataram Islam kepada masyarakat Kaliwungu denganpendekatan asimilasi budaya, memprtemukan kebijakan lokal dengan nilai-nilaiIslam dalam ritual-ritual budaya Jawa. Ritual slametan yang berisi doa-doa dansesajen untuk arwah nenek moyang diganti dengan dzikir dan tahlil yang bersisidoa-doa kepada Allah SWT. Dengan demikian Kyai Asy’ari tanpa mengubahbentuk ritualnya telah mengganti esensinya. 2) Kyai Asy’ari (Kyai Guru) dalammengajarkan agama islam lebih menekankan ajaran tentang aqidah (tauhid),karena disesuaikan dengan kondisi situasi dan kebutuhan masyarakat Kaliwungupada saat itu, sehingga dalam menyebarkan agama Islam tidak mengalamipertentangan dari masyarakat lokal justru mendapat dukungan dari masyarakattersebut. 3) Kyai Asy’ari (Kyai Guru) adalah ulama atau Kyai Pertama yangmengenalkan metode kepesantrenan di wilayah Kaliwungu. Di mana metodetersebut merupakan metode yang paling efektif untuk membentuk generasi yangIslami.
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Sebab
atas hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam
senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW, sebagai utusan Allah.
Skripsi yang berjudul : Peran Kyai Asy’ari (Kyai Guru) Dalam
Berdakwah Di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal disusun untuk
memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam ilmu dakwah
pada Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. Penyusunan skripsi ini tidak
lepas dari bantuan berbagai pihak, baik dalam bentuk ide, kritik, saran maupun
dalam berbagai bentuk lainnya. Sehingga penyusunan skripsi ini dapat
terealisasikan. Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih kepada yang
terhormat :
1. Prof.Dr. Abdul Jamil, MA, selaku Rektor IAIN Walisongo
2. Drs. H.M. Zain Yusuf, MM.selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo
Semarang.
3. Drs. Ali Murtadho, M.Pd selaku pembantu dekan 1
4. Drs. Fahrur Rozi, M.Ag selaku ketua jurusan KPI
5. Ahmad Faqih S.Ag, M.Ag di tengah kesibukannya sebagai sekretaris jurusan
KPI masih memberikan bimbingan secara detail pada aspek materi skripsi ini
6. Suprihatiningsih, S,Ag, M. Ag di tengah kesibukannya sebagai Pengurus
divisi kelembagaan laboratorium dakwah masih memberikan bimbingan dan
ix
arahan terhadap metodologi skripsi ini. Serta terimakasih atas segala pelajaran
dan ilmu yang telah diajarkan kepada kami.
7. Segenap dosen Fakultas Dakwah yang telah mengasuh dan membantu, baik
dalam studi maupun kegiatan di luar kampus.
8. Seluruh staf dan karyawan perpustakaan Institut Agama Islam Negeri
Walisongo serta karyawan perpustakaan Fakultas Dakwah Institut Agama
Islam Negeri Walisongo Semarang yang telah memberikan pelayanan
kepustakaan kepada penulis selama studi.
9. Sahabat-sahabatku KPI, BPI dan MD khususnya angkatan 2005, Ulfa, Ina,
Fazat, Silvi, mb Pink, Amel, Imas, Zum, mas Nur, chamid, mas Boy, Gini,
Tian, Dwi, mb Tun, Rohmah, Nurul, Zul, is, lekha, dan semuanya yang telah
mengajarkan hidup sederhana dan selalu dekat dengan Tuhan.
10. Sahabat-sahabatku di Kordais, PMII, PPTQ dulu, IPNU-IPPNU, jam’iyyah
ASWAD dan TPQ yang telah belajar berorganisasi bersama.
Semoga kebaikan dan keikhlasan yang telah diberikan akan mendapat
balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Akhirnya hanya kepada Allah penulis berserah diri, dan semoga apa yang
tertulis dalam skripsi ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan para
pembaca pada umumnya.
Semarang, 21 Juni 2010
Sholekhatul AmaliyahNIM. 1150570
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …….... ................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………….............. ................... iii
HALAMAN MOTTO ………………………...................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………….......... .... v
HALAMAN DEKLARASI …………………………......................... vi
HALAMAN ABSTRAK ……………………….................................. vii
HALAMAN KATA PENGANTAR…………………..................... ... viii
DAFTAR ISI ………………………………........................................ x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah……………………............................ 9
1.3 Tujuan dan Manfaat…………………............................. 9
1.3.1. Tujuan penelitian................................................. 9
1.3.2. Manfaat penelitian............................................... 10
1.4 Tinjauan Pustaka………………………………......... ..... 10
1.5 Metode Penelitian……………………………. ............... 12
1.5.1 Jenis dan pendekatan penelitian............................ 12
1.5.2 Sumber data ......................................................... 13
1.5.3 Teknik pengumpulan data .................................... 14
xi
1.5.4 Analisis data......................................................... 15
1.6 Sistematika Penulisan Skripsi…………………… .......... 16
BAB II PERAN DAN DAKWAH
2.1 Peran……………........................................................... 19
2.1.1 Pengertian peran dan teori peran ........................... 19
2.1.2 Pengertian peranan sosial ..................................... 21
2.1.3 Perangkat peran.................................................... 23
2.1.4 Perilaku peran ...................................................... 23
2.2 Dakwah……………………………................................ 30
2.2.1 Pengertian dakwah ............................................... 30
2.2.2 Dasar dan tujuan dakwah...................................... 38
2.2.3 Unsur-unsur dakwah ............................................ 44
BAB III GAMBARAN UMUM KECAMATAN KALIWUNGU
KABUPATEN KENDAL DAN BIOGRAFI KYAI
ASY’ARI (KYAI GURU)
3.1 Gambaran Umum Kecamatan Kaliwungu....................... 67
3.1.1 Letak Geografis/Demorafi.. .................................. 67
3.1.2 Kondisi sosial masyarakat Kaliwungu .................. 69
3.2 Biografi Kyai Asy’ari (Kyai Guru) ................................. 73
xii
BAB IV ANALISIS PERAN KYAI ASY’ARI (KYAI GURU)
DALAM BERDAKWAH DI KECAMATAN
KALIWUNGU KABUPATEN KENDAL
4.1 Peran Kyai Asy’ari (Kyai Guru) dalam berdakwah di
Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal .................... 80
4.1.1 Kyai Asy’ari (Kyai Guru) mengenalkan budaya
Mataram Islam di Kaliwungu ............................... 82
4.1.2 Kyai Asy’ari (Kyai Guru) mengenalkan ajaran Islam
di Kaliwungu ....................................................... 96
4.1.3 Kyai Asy’ari (Kyai Guru) mendirikan pondok
pesatren salaf APIP (Asrama Pelajar Islam Pesantren)
Kaliwungu ........................................................... 99
BAB V : PENUTUP
5.1 Kesimpulan .................................................................... 111
5.2 Saran-saran..................................................................... 112
5.3 Penutup .......................................................................... 112
Daftar Pustaka
Lampiran-Lampiran
Daftar Riwayat Hidup Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Setiap muslim memanggul tanggungjawab, tugas dan kewajiban mulia
untuk berdakwah atau menjadi pendakwah. Artinya, setiap muslim bertugas
dan berkewajiban menjadi pengajak dan penyeru atau pemanggil kepada umat
untuk melaksanakan amar-makruf dan nahi-munkar. Mengajak kepada
kebaikan dan meninggalkan kenistaan (Ardana,1995:11). Setiap muslim yang
akan melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai pendakwah- pengajak,
penyeru dan pemanggil umat, harus senantiasa berpegang kepada segala
ketentuan serta keterangan yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadist Nabi adalah
ajaran-ajaran yang sarat dengan ketentuan dan ajakan untuk meraih
kebahagiaan, keseimbangan, kemajuan, keberhasilan serta ketentraman hidup
di dunia dan akhirat. Dengan kata lain, Al-Qur’an dan Hadist mengingatkan
umat untuk meninggalkan serta menjauhkan diri dari kemungkaran, kenistaan,
kebutuhan, kebatilan, kesewenang-wenangan, kebodohan dan keterbelakangan
(Ardhana,1995:13).
Kebahagiaan, kemajuan dan ketentraman hidup merupakan dambaan
setiap insan. Sedangkan musuh utama manusia yang harus dijauhi atau
disingkirkan adalah kemungkaran, kenistaan, kebatilan, kebodohan dan
keterbelakangan. Musuh utama umat manusia harus ditinggalkan, karena ia
menghambat upaya atau keinginan manusia untuk mencapai sasarannya yang
2
gemilang, maka dakwah Islam haruslah diarahkan kepada langkah-langkah
untuk menghancurkan atau memusnahkan kemungkaran, kenistaan,
kebodohan dan keterbelakangan itu (Ardhana, 1995: 4). Selanjutnya salah satu
aktivitas keagamaan yang secara langsung digunakan untuk mensosialisasikan
ajaran islam bagi penganutnya dan umat manusia pada umumnya adalah
aktivitas dakwah. Aktivitas ini dilakukan baik melalui lisan, tulisan, maupun
perbuatan nyata (Munir, 2006: 1)
Dakwah harus diarahkan untuk merangsang jiwa dan semangat umat
agar senantiasa membangun diri demi meraih keberhasilan, kebahagiaan dan
ketentraman hidup, tidak saja di dunia tapi juga di akhirat. Sebab, Islam tidak
akan pernah mampu berkembang dengan baik, bila umatnya terbelakang,
bodoh dan tidak dapat menempatkan diri di tengah perkembangan dan
kemajuan teknologi yang berlangsung. Umat Islam memang harus menjadi
umat yang berpikiran maju, pandai, dinamis, kreatif dan peka terhadap segala
aspek perkembangan kehidupan yang ada. Dalam pengertian, umat Islam
harus mampu memandang dan mengantisipasi perkembangan serta gejolak
kehidupan disekitarnya dengan cermat, hati-hati dan mawas diri. Tidak
seorang muslim pun yang rela serta menginginkan Islam tertinggal dan
terbelakang. Terlebih-lebih di era globalisasi dan kemajuan teknologi yang
pesat ini. Oleh karena itu, dakwah demi syiar Islam haruslah senantiasa
digalakkan dan dikembangluaskan (Ardhana, 1995: 15)
Secara kualitatif dakwah Islam bertujuan untuk mempengaruhi dan
mentransformasikan sikap batin dan perilaku warga masyarakat menuju suatu
3
tatanan kesalehan individu dan kesalehan sosial. Dakwah dengan pesan-pesan
keagamaan dan pesan-pesan sosialnya juga merupakan ajakan kepada
kesadaran untuk senantiasa memiliki komitmen (Istiqomah) di jalan yang
lurus. Dakwah adalah ajakan yang dilakukan untuk membebaskan individu
dan masyarakat dari pengaruh eksternal nilai-nilai syaithaniah dan
kejahiliahan menuju internalisasi nilai-nilai ketuhanan. Disamping itu, dakwah
juga bertujuan untuk meningkatkan pemahaman keagamaan dalam berbagai
aspek ajarannya agar diaktualisasikan dalam bersikap, berfikir dan bertindak.
Dalam konteks inilah relevansi dakwah hadir sebagai solusi bagi persoalan-
persoalan yang dihadapi umat, karena didalamnya penuh dengan nasehat,
pesan keagamaan dan sosial, serta keteladanan untuk menghindari diri dari
hal-hal negatif-destruktif kepada hal-hal positif-konstruktif dalam ridlo Allah
SWT. Relevansi ini semakin signifikan apabila dakwah dilakukan secara
profesional, sehingga dapat mengakomodasi semua lapisan masyarakat serta
menyentuh aspek akal dan rohaniyah. Kemampuan profesional dalam
berdakwah semakin dituntut karena persoalan dan problematika masyarakat
semakin kompleks dan masyarakat saat ini semakin kritis dalam merespons
segala sesuatu. (Munir, 2006: 2)
Kecenderungan masyarakat untuk mencari solusi kepada ajaran Islam
dalam menghadapi problematika kehidupan dan masalah-masalah
kontemporer merupakan tantangan bagi para pelaku dakwah. Dalam konteks
ini, maka para pelaku dakwah dituntut untuk menampilkan ajaran Islam secara
rasional dengan memberikan interpretasi kritis untuk merespons nilai-nilai
4
yang masuk melalui berbagai saluran informasi dari seluruh penjuru dunia
yang pengaruhnya semakin mengglobal. Artinya, dakwah harus dikemas
sedemikian rupa untuk mampu mempengaruhi persepsi masyarakat bahwa
nilai-nilai ajaran Islam lebih tinggi nilainya daripada nilai-nilai yang lain.
Disamping itu, dakwah juga harus menampilkan Islam sebagai ikon rahmat
semesta (rahman lil alamin) bukan saja pada aspek pandangan hidup bagi
umat Islam, tapi juga untuk umat lainnya sebagai keuniversalannya. Dengan
demikian, dakwah berfungsi sebagai sarana pemecahan permasalahan umat
manusia, karena dakwah merupakan sarana penyampaian informasi ajaran
Islam, didalamnya mengandung dan berfungsi sebagai edukasi, kritik dan
kontrol sosial. (Munir, 2006: 4)
Apabila kita memperhatikan Al-Qur’an dan As-sunnah maka kita akan
mengetahui, sesungguhnya dakwah menduduki tempat dan posisi utama,
sentral, strategis dan menentukan. Keindahan dan kesesuaian Islam dengan
perkembangan zaman, baik dalam sejarah maupun praktiknya, sangat
ditentukan oleh kegiatan dakwah yang dilakukan umatnya. Materi dakwah
maupun metodenya yang tidak tepat, sering memberikan gambaran (image)
dan persepsi yang keliru tentang Islam. Demikian pula kesalahpahaman
tentang makna dakwah, menyebabkan kesalahlangkahan dalam operasi
dakwah. Sehingga, dakwah sering tidak membawa perubahan apa-apa,
padahal tujuan dakwah adalah untuk mengubah masyarakat sasaran dakwah ke
arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, lahiriah maupun batiniah
(Hafidhudin,1998:67).
5
Untuk mewujudkan hal tersebut maka diperlukan para da’i atau
kualitas lembaga-lembaga dakwah yang mengorganisir dan mencetak para
da’i melainkan harus dilengkapi dengan beberapa syarat atau faktor lain.
Diantara faktor yang sangat diperlukan ialah kualitas para da’i dan keikhlasan
dalam menyampaikan atau menyiarkan dakwah serta menggunakan metode
yang sesuai dengan objek yang didakwahi. Bukan hal yang berlebihan apabila
dikatakan bahwa sukses tidaknya suatu dakwah, suatu perbaikan masyarakat
banyak tergantung pada pelaksana dakwah atau da’i (Syukir,1983:34).
Kyai Asy’ari adalah ulama Mataram yang ditugaskan untuk
berdakwah, menyebarkan agama Islam, setelah bermukim di Mekkah untuk
mempelajari Agama Islam. Sekitar tahun 1780-an,kyai Asy’ari datang di
Kaliwungu. Ia kemudian bermukim di kampung yang saat ini terkenal dengan
nama Kampung Pesantren, Desa Krajan Kulon. Di kampung Pesantren itulah
kyai Asy’ari merintis mengajarkan Islam dengan kitab kuningnya dengan
mendirikan sebuah pondok pesantren Salaf, yang sekarang ini menjadi Pondok
APIP (Asrama Pelajar Islam Pesantren). Karena fasilitas belum memadai ia
menggunakan musholla sebagai tempat untuk belajar para santri, yang
sekarang ini menjadi Musholla Al-Asy’ari tepatnya di kampung Pesantren
desa Krajankulon.
Kyai Asy’ari merupakan tokoh ulama Kaliwungu yang kharismatik,
sehingga banyak orang yang ingin berguru dan menimba ilmu darinya. Ia
memiliki santri-santri yang berasal dari beberapa daerah seperti Jawa Tengah,
Jawa Barat, Jawa Timur dan daerah lainnya. Karena banyaknya santri
6
sehingga tempat tinggal kyai Asy’ari tidak mampu untuk menampung para
santri, maka dibuatlah pondok untuk para santri sebagai tempat tinggalnya.
Kemudian bersama para santri dibangunlah Masjid yang pertama di
Kaliwungu yang sekarang dikenal dengan Masjid Besar Al-Muttaqin
Kaliwungu.
Meskipun kyai Asy’ari dikenal sebagai pemimpin pondok pesantren,
yang memiliki banyak santri dan ilmunya sangat tinggi, namun dengan
kerendahan hatinya ia bersedia mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam kepada
anak kecil sampai orang yang lanjut usia sekalipun. Dalam berdakwah kyai
Asy’ari sangat luar biasa bahkan mau mendatangi tempat tinggal seseorang,
dari suatu tempat ke tempat lain. Karena ia tahu kondisi masyarakat pada saat
itu sangat memprihatinkan, masih awam dan jauh dari nilai-nilai agama Islam.
Kemudian sangat sulit diatur, suka berkelahi, berjudi, mabuk-mabukan, suka
memuja dan menyembah benda-benda yang dikeramatkan, arwah para leluhur
dan lain sebagainya yang sangat dilarang oleh agama Islam.
Dengan kondisi masyarakat seperti itu, kyai Asy’ari sebagai ulama
sekaligus kyai, pendiri dan pemimpin pondok pesantren, kemudian mencoba
melakukan dakwah di lingkungan tersebut. Karena kondisi masyarakat yang
masih awam, kyai Asy’ari mencoba melakukan pendekatan dakwah yang agak
berbeda. Masyarakat Kaliwungu pada saat itu mempunyai kebiasaan memuja
dan mendewakan benda-benda seperti pusaka dan lain sebagainya, dan arwah
para leluhur yang dianggap mempunyai kekuatan dan kesaktian yang dapat
memberikan segala sesuatu yang diminta. Untuk mengatasi hal itu, agar
7
mereka segera menghentikan kebiasaan tersebut, kyai Asy’ari bersama
santrinya mengadakan pengajian yang berisi dzikir dan tahlil agar masyarakat
Kaliwungu lebih mendekatkan diri kepada Allah dan sadar akan kesalahannya.
Melalui pengajian itu kyai Asy’ari mengajarkan banyak hal tentang
ajaran agama Islam. Salah satunya ajaran ketauhidan, sebagai permulaan
bahwa seseorang akan masuk Islam adalah percaya dan yakin bahwa tidak ada
Tuhan yang pantas disembah kecuali Allah SWT, yang terkandung dalam
kalimah “Laailahaillallah”, sesungguhnya sebaik-baik dzikir adalah
“Lailahailallah”. Pada kalimat itu terdapat perkara menafikan yang lain
daripada Allah dan mengistinbatkan Allah Ta’ala (Abdullah,1930:44).
Disamping kegiatan dzikir, metode ceramah atau pengajian tetap
dilakukan di Musholla, Masjid ataupun pondok. Kegiatan dzikir dimaksudkan
untuk selalu ingat kepada Allah SWT. Tidak ada tuhan yang wajib di sembah
kecuali Allah SWT, tidak ada kekuatan melainkan kekuatan Allah, yang
memberikan pertolongan hanya Allah SWT, segala sesuatu hanyalah milik
Allah dan akan kembali pada Allah SWT, itulah makna ajaran dzikir
Laailahaillalllah yang dimaksud.
Perjuangan kyai Asy’ari tidak dapat dicapai dalam waktu singkat, akan
tetapi membutuhkan waktu bertahun-tahun lamanya. Berkat ketekunan dan
kesabarannya akhirnya kyai Asy’ari bisa mengajak seluruh masyarakat
Kaliwungu khususnya dan masyarakat Kecamatan Kaliwungu Kabupaten
Kendal umumnya menjadi seratus persen muslim sejati.
8
Kyai Asy’ari disebut juga kyai guru, karena ulama ini mempunyai
banyak santri dan hampir semuanya menjadi ulama besar, antara lain kyai
Sholeh Darat Semarang (1820-1903), kyai Bulkin dari Mangkang, kyai
Anwarudin dari Bendokerep (Kriyan) Cirebon , kyai Ahmad Rifa’i (1786-
1876) seorang ulama kharismatik tokoh jamaah Rifa’iyah dan kyai Musa
dicatat pernah menjalani bai at thariqat syatariyah pada kyai Asy’ari selaku
khalifah ahli thariqat syatariyah.
Apabila kita telusuri lebih dalam sesungguhnya peran kyai Asy’ari di
Kaliwungu sangat besar, berkat beliau Kaliwungu terkenal sebagai “Kota
Santri”. Hal ini terbukti dengan banyaknya pondok pesantren dan madrasah
secara produktif melahirkan kader-kader santri yang berkualitas, baik santri
domestik Kaliwungu Kendal, maupun santri-santri yang datang dari berbagai
daerah di tanah air, seperti dari kawasan Jakarta, Cirebon, Tanggerang, Tegal,
Pekalongan, Demak, Rembang dan bahkan dari luar Jawa seperti Lampung,
Padang, Madura, NTB.
Kyai Asy’ari seorang ulama besar yang telah berjasa pada daerah dan
Negeri ini. Karena keikhlasan jiwa dan raga nya itulah pada masa hidup dan
akhir hayat bahkan setelah meninggal dunia pun ia tetap dihormati
(Rokhani,2005:36).
Berkat usaha dakwah yang dilakukan kyai Asy’ari pada saat itu,
sehingga masyarakat Kaliwungu dan sekitarnya yang masih awam agama, bisa
sadar akan keberadaan dirinya. Walaupun sudah berabad lamanya kyai
Asy’ari wafat namun kharisma beliau masih terasa, hal itu terbukti dengan
9
selalu ramainya Makam kyai Asy’ari setiap hari dan Malam Jum’at, terlebih
pada saat khaulnya digelar setiap tahunnya pada tanggal 8 Syawal.
Dari latar belakang masalah tersebut, penulis ingin mengkaji lebih
dalam tentang Peran Kyai Asy’ari (Kyai Guru) dalam berdakwah di
Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal.
1.2. Rumusan Masalah
Bertumpu pada latar belakang masalah tersebut, maka muncul pokok
permasalahan yang menjadi fokus kajian dari penulis yaitu bagaimana peran
kyai Asy’ari (Kyai Guru) dalam berdakwah di kecamatan Kaliwungu
Kabupaten Kendal ?
1.3. Tujuan dan Manfaat
a. Tujuan
Dalam penelitian ini ada beberapa tujuan yang hendak dicapai yakni:
1) Tujuan Formal
Untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna
memperoleh gelar sarjana dalam ilmu dakwah.
2) Tujuan Fungsional
Untuk mengetahui Peran kyai Asy’ari (Kyai Guru) dalam
berdakwah di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal.
10
b. Manfaat
1. Manfaat secara teoritis hasil penelitian ini akan menambah khazanah
keilmuan dakwah. Dan juga sebagai kontribusi terhadap aplikasi
dakwah Islamiyah sesuai dengan misi Islam rahmatan lil alamin.
2. Manfaat secara praktis penelitian ini adalah dapat memberikan nilai
positif sebagai upaya membantu memecahkan masalah dakwah Islam
dimasa sekarang.
1.4. Tinjauan Pustaka
Sebagai bahan telaah pustaka pada skripsi ini, penulis mengambil
beberapa judul skripsi yang ada relevansinya dengan skripsi yang penulis kaji,
diantaranya sebagai berikut:
Nilnan Ni’mah (2004) dalam skripsinya “Aktivitas dan Pemikiran
Dakwah Kyai bin Hasan Kafrowi , menyatakan bahwa metode tadriji atau
step by step, yaitu pemberian materi dakwah dengan cara bertahap dan
berkesinambungan sesuai dengan situasi dan kondisi sasaran dakwahnya.
Materi diberikan sedikit demi sedikit sehingga sasaran dakwah benar-benar
memahami materi ajaran islam dari yang paling dasar.
M. Fathur Rofik (2004) dalam skripsinya “Metode Dakwah Dan
Perjuangan K.H.A Nasucha dalam berdakwah meliputi ceramah dan
pengajian serta dakwah bil hal, angkat senjata”, karena metode ini sangat
tepat diterapkan terhadap masyarakat yang sedang dijajah (perang) dan
dirusaknya nilai-nilai murni ajaran Islam, selain itu menggunakan metode
11
silaturrahim untuk menetapkan keyakinan dan keimanan masyarakat. Penulis
dalam meneliti menggunakan pendekatan historis yang kemudian dianalisis
menggunakan metode deskriptif, dan analisis induktif.
Lutfi Yarohmi (2003) dalam skripsinya “Aktivitas Dakwah dan
Pemikiran Dakwah Drs. K.H. Dzikron Abdullah , menyatakan bahwa dalam
mengembangkan dakwah Islam digunakan sarana atau media, seperti lembaga
pendidikan, organisasi Islam, peringatan hari besar Islam, melalui media
massa dan instalasi pemerintah, dan lain-lain, disampaikan lewat lisan, tulisan,
perbuatan dan akhlak materi yang disampaikan bersumber dari Al-qur’an,
hadits, kitab kuning yang disesuaikan dengan event, waktu, mad u dan metode
yang di pakai.
Dzikron Abdullah juga menggunakan metode pengajian yang
dilakukan dengan pendekatan tasawuf (ketauhidan dan pembinaan jiwa).
Dengan ajaran pokok cinta kepada Allah dan Rosulnya, yang dari situ akan
mengarah pada masa kini sebagai salah satu cara untuk mengantisipasi
masyarakat dalam kondisi krisis moral, spiritual, dan lain-lain dari segi
spiritualnya (jiwa atau batinnya).
Dari ketiga kajian tentang metode dan strategi tersebut, terdapat
perbedaan dengan penelitian yang tengah penulis lakukan, perbedaannya
meliputi tokoh yang penulis kaji maupun letak geografisnya. Pada skripsi ini
akan di fokuskan pada pembahasan mengenai peran kyai Asy’ari (Kyai Guru)
dalam berdakwah di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal.
12
1.5. Metode Penelitian
Untuk menghasilkan suatu penelitian yang valid, maka harus di
lakukan pendekatan ilmiah yang tersusun secara sistematis supaya isinya
juga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Maka dari itu peneliti
menggunakan metode antara lain adalah:
1.5.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena
penelitian ini bermaksud untuk membuat deskripsi mengenai
situasi-situasi atau kejadian-kejadian (Suryabrata, 1998: 18).
b. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang dilakukan peneliti adalah pendekatan
psikologis supaya mengetahui tentang prilaku manusia, baik
sebagai mahluk individu, mahluk sosial ataupun mahluk
berketuhanan (Gerungan, 2004: 27). Kajian di dalamnya mengenai
faktor dasar dan tingkah laku manusia seperti watak, kemampuan,
pendidikan, aktivitas dan lain-lain.
Berkaitan dengan peran kyai Asy’ari (kyai Guru) dalam
berdakwah di Kecamatan Kaliwuingu Kabupaten Kendal, maka
pengetahuan tentang diri pribadi manusia diperlukan, sehingga
dengan pendekatan ini diharapkan dapat diketahui peran kyai
Asy’ari (kyai Guru) dalam berdakwah di Kecamatan Kaliwungu
Kabupaten Kendal.
13
1.5.2. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek
penelitian (Arikunto, 1992: 102).
Sebagai data primer dalam penelitian ini, maka ada beberapa
buku yang menjadi acuan dengan judul skripsi ini antara lain: Ahmad
Hamam Rohani (Kyai Guru dari Mataram sampai Kaliwungu),
Muhammad Abdullah (Meretas Ziarah dari Kyai Guru sampai Kyai
Musyafa Profil Syawalan Kaliwungu), Muhammad Abdullah
(Menyoal Kota Santri Kaliwungu), Ahmad Hamam Rochani (Babad
Tanah Kendal), Drs. Asro’ie Thohir (Al-Muttaqin Potret Kota Santri),
H. Ahmad Syaddzirin Amin (Mengenal Ajaran Tarajumah syaikh H.A
Rifa i dengan Madzhab Ahlisunnah Wal Jama ah) dan H. Ahmad
Syadziri Amin (Gerakan Syaikh Ahmad Rifa i dalam menentang
Kolonial Belanda).
Selain dari beberapa buku tersebut diatas penulis juga
melakukan wawancara dan observasi untuk menguatkan data dalam
penelitian ini, wawancara di lakukan dengan beberapa informan antara
lain; KH. Muhibbudin (keturunan ke-7 langsung dari kyai Asy’ari), H.
Farhan (kampung Pesantren Kaliwungu, trah kyai Asy’ari), KH.
Khafidzin Ahmad Dum (pengasuh pondok pesantren Saribaru), KH.
Drs. Asro’i Thohir, M.PdI (ketua pengurus yayasan A-Muttaqin
Kaliwungu), Prof. Dr. H. Mudjahirin Tohir dan Drs. Muhammad
14
Abdullah, M. Hum (panitia takmir masji al-Muttaqin dan syawalan
Kaliwungu), dan KH. Sholahuddin Humaid (kyai atau ulama
Kaliwungu, pidato Syawalan di makam kyai Asy’ari).
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah sumber data yang diperoleh lewat pihak
lain, tidak langsung diperoleh dari subjek penelitian (Azwar, 1998:91).
Penulis mengambil sumber data sekunder dari hasil penelitian
yang terkait dengan judul skripsi ini antara lain: buku, jurnal ilmiah,
artikel, majalah, surat kabar, dan artikel dari internet.
1.5.3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam Pengumpulan data-data yang diperlukan, penulis
menggunakan beberapa teknik yaitu:
a. Dokumentasi
Menurut Sumadi Suryabrata, kualitas data ditentukan oleh
kualitas alat pengambil data atau alat pengukurnya (Suryabrata, 1998:
84). Berpijak dari keterangan tersebut, peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data berupa teknik dokumentasi, dengan cara mencari
data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip,
buku, surat kabar, majalah, prasasti, dokumen, notulen rapat, agenda
dan sebagainya (Arikunto, 2002: 231). Teknik ini digunakan untuk
15
memperoleh data mengenai peran kyai Asy’ari (kyai Guru) dalam
berdakwah di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal.
b. Wawancara
Upaya penghimpunan data yang akurat untuk keperluan
melaksanakan proses pemecahan masalah tertentu, yang sesuai dengan
data. Data yang diperoleh dengan teknik ini adalah dengan cara tanya
jawab secara lisan dan tatap muka langsung antara seorang atau
beberapa orang pewawancara dengan seorang atau beberapa orang yang
diwawancarai (Bachtiar,1997: 72).
Untuk melengkapi data yang diperlukan, penulis mengadakan
wawancara langsung dengan beberapa informan tersebut diatas untuk
mendapatkan informasi yang dapat mendukung data yang diperoleh
melalui dokumentasi.
c. Observasi
Sebagi metode ilmiah, observasi bisa diartikan sebagai
pengamatan dan pencatatan dengan sistematis atas fenomena-fenomena
yang diteliti (Hadi, 2004: 151). Penulis melakukan pengamatan
langsung pada peran kyai Asy’ari (kyai Guru) dalam berdakwah di
kecamatan Kaliwngu Kabupaten Kendal.
1.5.4. Analisis Data
Setelah memperoleh data-data hasil dokumentasi, wawancara dan
observasi maka skripsi ini dalam menganalisis data menggunakan uji
16
analisis non statistik. Langkah selanjutnya adalah mengklasifikasikannya
sesuai dengan permasalahan yang diteliti, kemudian data-data tersebut
disusun dan dianalisis dengan metode analisis data.
Metode analisis data adalah jalan yang ditempuh untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan dengan mengadakan perincian terhadap
obyek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milah antara pengertian yang
satu dengan yang lain guna memperoleh kejelasan mengenai halnya
(Sudarto, 2002: 59). Untuk mendukung hal tersebut, maka penulis dalam
menganalisis menggunakan metode Analisis Deskripsi Kualitatif, yaitu
melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis
dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk
dipahami dan disimpulkan (Azwar, 2005: 6).
Dengan demikian penekanan analisis deskripsi adalah menyajikan
data dengan cara menggambarkan senyata mungkin sesuai dengan data
yang diperoleh dari hasil penelitian. Karena tujuan analisis data ini adalah
menyederhanakan data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan
diinterpretasikan (Hadari, 1997;18).
1.6. Sistematika Penulisan
Bagian awal skripsi ini memuat halaman sampul depan, judul
halaman, nota pembimbing, halaman persetujuan atau pengesahan, halaman
pernyataan, abstraksi, kata pengantar dan daftar isi.
17
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi
penelitian, (meliputi: jenis penelitian, sumber data, teknik
pengumpulan data dan analisis data), dan sistematika penulisan
skripsi.
BAB II PERAN DAN DAKWAH
Bab ini menguraikan secara umum tentang landasan teori
yang berisi gambaran umum tentang pengertian peran, teori peran,
peranan sosial, perangkat peran, perilaku peran. Pengertian
dakwah, dasar dan tujuan dakwah dan unsur-unsur dakwah.
BAB III GAMBARAN UMUM KECAMATAN KALIWUNGU
KABUPATEN KENDAL DAN BIOGRAFI KYAI ASY’ARI
(KYAI GURU)
Bab ini menguraikan gambaran umum tentang kondisi
sosial masyarakat Kaliwungu dan tentang biografi Kyai Asy’ari.
BAB IV ANALISIS PERAN KYAI ASY’ARI (KYAI GURU) DALAM
BERDAKWAH DI KECAMATAN KALIWUNGU
KABUPATEN KENDAL
Bab ini merupakan inti yang akan menganalisis, peran kyai
Asy’ari (Kyai Guru) dalam berdakwah di Kecamatan Kaliwungu
Kabupaten Kendal, yang meliputi: Kyai Asy’ari (Kyai Guru)
mengenalkan budaya Mataram Islam di Kaliwungu, Kyai Asy’ari
18
(Kyai Guru) mengenalkan ajaran Islam di Kaliwungu dan Kyai
Asy’ari (Kyai Guru) mendirikan pondok pesatren salaf APIP
(Asrama Pelajar Islam Pesantren) Kaliwungu
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian, saran-saran
dan kata penutup
19
BAB II
PERAN DAN DAKWAH
2.1. Peran
2.1.1. Pengertian Peran Dan Teori Peran
a. Pengertian Peran
Peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang
mempunyai suatu status (Horton, 1999: 118). Status atau
kedudukan didefinisikan sebagai suatu peringkat atau posisi
seseorang dalam suatu kelompok, atau posisi suatu kelompok
dalam hubungannya dengan kelompok lainnya. Setiap orang
mungkin mempunyai sejumlah status dan diharapkan mengisi
peran sesuai dengan status tersebut. Dalam arti tertentu, status dan
peran adalah dua aspek dari gejala yang sama. Status adalah
seperangkat hak dan kewajiban, sedangkan peran adalah
pemeranan dari seperangkat kewajiban dan hak-hak tersebut
(Horton, 1999: 119).
Peranan atau peran (role) merupakan aspek dinamis
kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan
suatu peranan (Soekanto, 2002: 243). Pentingnya peranan adalah
karena ia mengatur perilaku seseorang. Peranan menyebabkan
seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan perbuatan-
perbuatan orang lain. Peranan diatur oleh norma-norma yang
20
berlaku. Misalnya, norma kesopanan menghendaki agar seorang
laki-laki bila berjalan bersama seorang wanita, harus di sebelah kiri
(Soekanto, 2002: 243).
Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan
dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang
dalam masyarakat (yaitu social-position) merupakan unsur statis
yang menunjukkan tempat individu pada organisasi masyarakat.
Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan
sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki satu posisi dalam
masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Peranan mungkin
mencakup tiga hal, yaitu:
a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan
posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam
arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang
membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.
b. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan
oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang
penting bagi struktur sosial masyarakat (Soekanto, 2002: 244).
b. Pengertian teori peran
Teori peran (role Theory) adalah teori yang merupakan
perpaduan berbagai teori, orientasi maupun disiplin ilmu. Selain
21
dari psikologi, teori peran berawal dari dan masih tetap digunakan
dalam sosiologi dan antropologi.
Dalam ke tiga bidang ilmu tersebut, istilah “peran” diambil
dari dunia teater. Dalam teater, seorang aktor harus bermain
sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai tokoh
itu, ia di harapkan untuk berperilaku secara tertentu.
Posisi aktor dalam teater (sandiwara) itu kemudian
dianalogikan dengan posisi seseorang dalam masyarakat.
Sebagaimana halnya dalam teater, yaitu bahwa perilaku yang
diharapkan daripadanya tidak berdiri sendiri, melainkan selalu
berada dalam kaitan dengan adanya orang-orang lain yang
berhubungan dengan orang atau aktor tersebut (Sarwono, 1991:
234)
2.1.2 Pengertian Peranan Sosial
Peranan sosial adalah suatu perbuatan seseorang dengan cara
tertentu dalam usaha menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan
status yang dimilikinya. Seseorang dapat dikatakan berperan jika ia telah
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan status sosialnya dalam
masyarakat. Jika seseorang mempunyai status tertentu dalam kehidupan
masyarakat, maka selanjutnya ada kecenderungan akan timbul suatu
harapan-harapan baru. Dari harapan-harapan ini seseorang kemudian akan
bersikap dan bertindak atau berusaha untuk mencapainya dengan cara dan
kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu peranan dapat juga
22
didefinisikan sebagai kumpulan harapan yang terencana. Seseorang yang
mempunyai status tertentu dalam masyarakat. Dengan singkat peranan
dapat dikatakan sebagai sikap dan tindakan seseorang sesuai dengan
statusnya dalam masyarakat. Atas dasar definisi tersebut maka peranan
dalam kehidupan masyarakat adalah sebagai aspek dinamis dari status
(Syani, 1994: 94)
Ciri pokok yang berhubungan dengan istilah peranan sosial adalah
terletak pada adanya hubungan-hubungan sosial seseorang dalam
masyarakat yang menyangkut dinamika dari cara-cara bertindak dengan
berbagai norma yang berlaku dalam masyarakat, sebagaimana pengakuan
terhadap status sosialnya. Sedangkan fasilitas utama seseorang yang akan
menjalankan peranannya adalah lembaga-lembaga sosial yang ada dalam
masyarakat. Biasanya lembaga masyarakat menyediakan peluang untuk
pelaksanaan suatu peranan.
Menurut Levinson, bahwa peranan itu mencakup tiga hal, yaitu:
1. Peranan meliputi norma-norma yang di hubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan
rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan kemasyarakatan.
2. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai peri kelakuan individu yang
penting bagi struktur sosial masyarakat (Syani, 1994: 95)
23
2.1.3 Perangkat Peran
Istilah perangkat peran (role set) digunakan untuk menunjukkan
bahwa satu status tidak hanya mempunyai satu peran tunggal, akan tetapi
sejumlah peran yang saling berhubungan dan cocok. Seorang istri,
misalnya, adalah juga seorang anak perempuan, seorang anggota keluarga,
seorang tetangga, seorang warga negara, seorang partner seks, mungkin
seorang ibu, seorang nyonya rumah, seorang tukang masak serta
pemelihara rumah dan seorang pekerja dan mungkin juga seorang yang
suka pergi ke Majlis Ta’lim, anggota Dharma Wanita, serikat buruh,
majikan, atau tokoh politik. Jadi perangkat perannya meliputi suatu
konstelasi berbagai peran yang saling berkaitan yang beberapa di
antaranya mungkin memerlukan berbagai bentuk penyesuaian yang drastis
(Horton, 1999: 120)
2.1.4 Perilaku Peran
Bila yang diartikan dengan peran adalah perilaku yang diharapkan
dari seseorang dalam suatu status tertentu, maka perilaku peran adalah
perilaku yang sesungguhnya dari orang yang melakukan peran tersebut.
Perilaku peran mungkin berbeda dari perilaku yang diharapkan karena
beberapa alasan. Seseorang mungkin tidak memandang suatu peran
dengan cara yang sama sebagaimana orang lain memandangnya, sifat
kepribadian seseorang mempengaruhi bagaimana orang itu merasakan
peran tersebut, dan tidak semua orang yang mengisi suatu peran merasa
sama terikatnya kepada peran tersebut karena hal ini dapat bertentangan
24
dengan peran lainnya. Semua faktor ini terpadu sedemikian rupa sehingga
tidak ada dua individu yang memerankan satu peran tertentu dengan cara
yang benar-benar sama. Tidak semua prajurit gagah berani, tidak semua
kyai baik dan suci, tidak semua profesor berprestasi ilmiah. Cukup banyak
perbedaan dalam berperilaku peran yang menimbulkan variasi kehidupan
manusia. Meskipun demikian, terdapat cukup keseragaman dan
prediktabilitas dalam perilaku peran untuk melaksanakan kehidupan sosial
yang tertib.
Pakaian seragam, tanda pangkat, gelar, upacara keagamaan adalah
alat bantu dalam perilaku peran. Hal-hal demikian itu menyebabkan orang
lain mengharapkan dan merasakan perilaku yang diperlukan peran tersebut
dan mendorong si aktor untuk berperan sesuai dengan tuntutan peran.
Sebagai contoh, dalam suatu eksperimen seorang instruktur memberikan
kuliah kepada dua bagian kelas dengan pakaian opas dalam kelas yang
satu dan pakaian biasa pada kelas yang lain. Para mahasiswa merasa
bahwa mereka lebih “terikat secara moral” apabila memakai pakaian opas
eksperimen lain menunjukkan bahwa orang lebih patuh kepada seseorang
penjaga berseragam daripada kepada seseorang yang memakai pakaian
usahawan. Baik pasien maupun dokter merasa lebih senang bila dokter
melakukan pemeriksaan fisik yang akrab dengan pakaian mantel putih
dalam ruangan kerja bebas hama daripada bila ia melakukan pemeriksaan
dengan pakaian renang di sisi kolam renang. Pakaian seragam/tanda
25
pangkat, gelar perlengkapan dan lingkungan yang tepat, kesemuanya
merupakan alat bantu pelaksanaan peran (Horton, 1999: 122).
Menurut Biddle dan Thomas ada lima istilah tentang perilaku
dalam kaitannya dengan peran:
1) Expectation (harapan)
2) Norm (norma)
3) Performance (wujud perilaku)
4) Evaluation (penilaian) dan sanction (sanksi) (Sarwono, 1991: 235).
1. Harapan Tentang Peran
Harapan tentang peran adalah harapan-harapan orang lain pada
umumnya tentang perilaku-perilaku yang pantas, yang seyogyanya
ditunjukkan oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu. Contoh:
masyarakat umum, pasien-pasien dan orang-orang sebagai individu
mempunyai harapan tertentu tentang perilaku yang pantas dari seorang
dokter.
Harapan tentang perilaku dokter ini bisa berlaku umum
(misalnya, dokter harus menyembuhkan orang sakit) bisa merupakan
harapan dari segolongan orang saja (misalnya golongan yang kurang
mampu mengharapkan agar dokter bersikap sosial) dan bisa juga
merupakan harapan dari satu orang tertentu (misalnya seorang pasien
tertentu mengharapkan dokternya bisa juga memberi nasehat-nasihat
tentang persoalan rumah tangganya selain menyembuhkannya dari
penyakit.
26
2. Norma
Orang sering mengacaukan istilah “harapan” dengan “norma”.
Tetapi menurut second dan Backman (1964) “norma” hanya
merupakan salah satu bentuk “harapan”. Jenis-jenis harapan menurut
second dan backman adalah sebagai berikut:
a. Harapan yang bersifat meramalkan (anticipatory): yaitu harapan
tentang suatu perilaku yang akan terjadi, misalnya: seorang istri
menyatakan: “Aku kenal betul suamiku, kalau kuberitahu bahwa
aku telah membeli baju seharga Rp 60.000,- ini, ia tentu akan
marah sekali!”. Oleh Mc David dan Harari (1968) harapan jenis ini
disebut: Predicter role expectation.
b. Harapan normatif (atau menurut Mc David dan Harari: prescribed
role expectation) adalah keharusan-keharusan yang menyertai
suatu peran. Biddle dan Thomas membagi lagi harapan normatif ini
ke dalam 2 jenis.
1) Harapan yang terselubung (covert): harapan-harapan itu tetap
ada walaupun tidak diucapkan, misalnya: dokter harus
menyembuhkan pasien, guru harus mendidik murid-muridnya.
Inilah yang disebut norma (norma).
2) Harapan yang terbuka (overt), yaitu harapan-harapan yang
diucapkan, misalnya ayah meminta anaknya agar menjadi
orang yang bertanggung jawab dan rajin belajar. Harapan jenis
ini dinamai tuntutan peran (role demand). Tuntutan peran
27
melalui proses internalisasi dapat menjadi norma bagi peran
yang bersangkutan.
3. Wujud Perilaku dalam Peran
Peran diwujudkan dalam perilaku oleh aktor. Berbeda dari
norma, wujud perilaku ini adalah nyata, bukan sekedar harapan. Dan
berbeda-beda pula dengan norma, perilaku yang nyata ini bervariasi,
berbeda-beda dari satu aktor ke aktor yang lain. Misalnya, peran ayah
seperti yang diharapkan oleh norma adalah mendisiplinkan anaknya.
Tetapi dalam kenyataannya, ayah yang satu bisa memukul untuk
mendisiplinkan anaknya, sedangkan ayah yang lain mungkin hanya
menasehati.
Variabel ini dalam teori peran dipandang normal dan tidak ada
batasnya persis sama halnya dengan dalam teater, di mana tidak ada
dua aktor yang bisa betul-betul identik dalam membawakan suatu
peran tertentu. Bahkan satu aktor bisa berbeda-beda caranya
membawakan suatu peran tertentu pada waktu yang berbeda. Oleh
karena itu teori peran tidak cenderung mengklasifikasikan istilah-
istilahnya menurut perilaku-perilaku khusus, melainkan mendasarkan
klasifikasinya pada sifat asal dari perilaku dan tujuannya (atau
motivasinya). Jadi wujud perilaku peran dapat digolongkan misalnya
ke dalam jenis-jenis: hasil kerja, hasil sekolah, hasil
olahraga/pendisiplinan anak, pencaharian nafkah, pemeliharaan
ketertiban dan sebagainya.
28
4. Penilaian dan Sanksi
Penilaian dan sanksi agak sulit dipisahkan pengertiannya jika
dikaitkan dengan peran. Biddle dan Thomas mengatakan bahwa kedua
hal tersebut didasarkan pada harapan masyarakat (orang lain) tentang
norma. Berdasarkan norma itu orang memberikan kesan positif atau
negatif terhadap suatu perilaku. Kesan negatif atau positif inilah yang
dinamakan penilaian peran. Di pihak lain, yang dimaksudkan dengan
sanksi adalah usaha orang untuk mempertahankan suatu nilai positif
atau agar perwujudan peran diubah sedemikian rupa sehingga yang
tadinya dinilai negatif bisa menjadi positif.
Penilaian maupun sanksi menurut Biddle dan Thomas dapat
datang dari orang lain (eksternal) maupun dari dalam diri sendiri
(internal). Jika penilaian dan sanksi datang dari luar, berarti bahwa
penilaian dan sanksi terhadap peran itu ditentukan oleh perilaku orang
lain. Misalnya: seorang pegawai dinilai baik oleh atasannya dan atasan
itu memberi sanksi berupa bonus agar pegawai itu mempertahankan
prestasinya yang baik tersebut. Atau kalau pegawai itu dinilai tidak
baik oleh atasannya, atasannya akan memberi sanksi berupa teguran
atau peringatan agar ia lebih baik lagi menjalankan perannya.
Jika penilaian dan sanksi datang dari dalam diri sendiri
(internal) maka pelaku sendirilah yang memberi nilai dan sanksi
berdasarkan pengetahuannya tentang harapan-harapan dan norma-
norma masyarakat. biasanya penilaian dan sanksi internal terjadi pada
29
peran-peran yang dianggap penting oleh individu yang bersangkutan,
sedangkan penilaian dan sanksi eksternal lebih sering berlaku pada
peran dan norma yang kurang penting buat individu tersebut. Misalnya
seorang pegawai yang menganggap penting peranannya sebagai
pegawai, menjatuhkan sanksi pada dirinya sendiri sehingga ia makin
rajin bekerja. Di lain pihak, kalau pegawai kurang penting maka ia
baru mengubah perilakunya jika ia dikenai sanksi oleh orang lain
(eksternal).
Selanjutnya, oleh Biddle dan Thomas penilaian sanksi eksternal
disebutnya juga sebagai penilaian dan sanksi terbuka (overt),
sedangkan yang internal disebutnya tertutup (covert). Mereka
menyebutnya demikian karena penilaian dan sanksi didasarkan pada
harapan tentang norma yang timbul dari orang lain yang
dikomunikasikan melalui perilaku yang terka (overt). Tanpa adanya
pernyataan melalui perilaku yang terbuka, seseorang tidak dapat
memperoleh penilaian dan sanksi atas perilakunya. Contoh: seorang
ibu ingin mensosialisasikan anak, maka ibu itu harus mengungkapkan
penilaiannya dan sanksinya tentang peran anak dengan bicara atau
berbuat sesuatu. Dengan melihat perilaku ibunya, anak jadi tahu mana
perbuatannya yang salah dan mana yang benar. Jika kemudian norma
sosialisasi ini diserap ke dalam diri anak, maka akan timbullah nilai
(values) dalam diri anak. Pada tahap ini tidak diperlukan lagi
komunikasi yang terbuka, karena anak sudah tahu sendiri hal-hal apa
30
yang baik dan apa yang tidak baik untuk diajukan kepada ibunya.
Kontrol jadinya datang dari dalam diri anak sendiri (Sarwono, 1991:
241).
2.2 Dakwah
2.2.1 Pengertian Dakwah
Berdasarkan penelusuran akar kata (etimologis), kata dakwah
merupakan bentuk masdar dari kata da a (fi il madly) dan yad u (fiil
mudhari ) yang artinya adalah memanggil (to call), mengundang (to
invite), mengajak (to summer), menyeru (to propo), mendorong (to
urge) dan memohon (to pray) (Supena, 2007: 105).
Sedangkan orang yang melakukan seruan atau ajakan tersebut
dikenal dengan panggilan da’i (orang yang menyeru). Tetapi
mengingat bahwa proses memanggil atau menyeru tersebut juga
merupakan suatu proses penyampaian atau (tabligh) atas pesan-pesan
tertentu, maka dikenal pula istilah muballigh yaitu orang yang
berfungsi sebagai komunikator untuk menyampaikan pesan (message)
kepada pihak komunikan (Tasmara,1997:31). Dengan demikian secara
etimologis (logat) pengertian dakwah dan tabligh itu merupakan suatu
proses penyampaian (tabligh) pesan-pesan tertentu yang berupa ajakan
atau seruan dengan tujuan agar orang lain memenuhi ajakan tersebut.
Untuk lebih jelasnya, pengertian dakwah (secara terminologi)
kami sampaikan beberapa definisi sebagai berikut:
31
1. Muhammad Natsir dalam tulisannya “fungsi dakwah islam dalam
rangka perjuangan”, seperti yang dikutip oleh DR. Rosyad Sholeh,
bahwa: dakwah adalah usaha-usaha menyerukan dan
menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh ummat
konsepsi Islam tentang pandangan dan tujuan hidup manusia
didunia ini, yang meliputi amar makruf nahi munkar, dengan
berbagai macam media dan cara yang diperbolehkan akhlak dan
membimbing pengalamannya dalam perikehidupan perseorangan,
perikehidupan berumah tangga (usrah), perikehidupan
bermasyarakat dan perikehidupan bernegara.
2. Nasarudin Latif dalam bukunnya “Teori dan Praktek Dakwah
Islamiyah”, mendefinisikan dakwah adalah usaha aktivitas dengan
lisan maupun tulisan yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil
manusia lainnya untuk beriman dan menaati Allah SWT. Sesuai
dengan garis-garis akidah dan syariat serta akhlak Islamiyah.
3. Syekh Ali Mahfud dalam kitabnya “Hidayatul Mursyidin”,
memberikan definisi dakwah sebagai berikut:
Dakwah adalah mendorong manusia untuk melakukan kebajikandan mengikuti petunjuk agama, menyeru mereka kepada kebaikandan mencegah mereka dari perbuatan munkar agar memperolehkebahagiaan dunia dan akhirat (Shaleh,1977:18).
32
4. Muhammad khidr Husein mengatakan, bahwa dakwah adalah
upaya untuk memotivasi orang agar berbuat baik dan mengikuti
jalan petunjuk, dan melakukan amar makruf nahi munkar dengan
tujuan mendapatkan kesuksesan dan kebahagiaan di dunia dan di
akhirat.
5. Quraisy Shihab mengatakan, bahwa dakwah adalah seruan atau
ajakan kepada keinsafan atau usaha mengubah situasi yang tidak
baik kepada situasi yang lebih baik dan sempurna baik terhadap
pribadi maupun masyarakat (Munir,2006:20).
6. Toha Yahya Oemar mengatakan, dakwah adalah mengajak
manusia dengan cara yang bijaksana kepada jalan yang benar
sesuai dengan perintah tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan
mereka dunia dan akhirat (Aziz,2004:4).
7. Ibnu Taimiyah mengartikan dakwah sebagai proses usaha untuk
mengajak masyarakat (mad u) untuk beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya itu.
8. Abdul Munir Mulkhan mengartikan dakwah sebagai usaha
mengubah situasi kepada yang lebih baik dan sempurna, baik
terhadap individu maupun masyarakat (Supena,2007:105).
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dakwah secara esensial
bukan hanya berarti usaha mengajak mad u untuk beriman dan beribadah
kepada Allah, tetapi juga bermakna menyadari manusia terhadap realitas
hidup yang harus mereka hadapi dengan berdasarkan petunjuk Allah dan
33
Rasul-Nya. Jadi, dakwah dipahami sebagai seruan, ajakan dan panggilan
dalam rangka membangun masyarakat Islam berdasarkan kebenaran ajaran
Islam yang hakiki.
Pandangan semacam ini juga pernah dikemukakan oleh Amrullah
Ahmad. Menurutnya dakwah adalah mengajak manusia supaya masuk ke
dalam jalan Allah (sistem dakwah) secara menyeluruh baik dengan lisan
dan tulisan maupun dengan perbuatan dalam rangka mewujudkan ajaran
Islam menjadi kenyataan dalam kehidupan syahsyiyyah usrah jumaah dan
ummali, dalam segala segi kehidupan sehingga terwujud kualitas khairul
ummah (Supena, 2007: 106). Dalam masalah dakwah ini Allah berfirman:
ä3tF ø9 uröNä3YÏiB×pBé&tbqãã ô‰tƒ’ n< Î)ÎŽö•sƒø:$#tbrã• ãBù'tƒurÅ$rã• ÷è pRùQ $$ Î/tb öqyg÷ZtƒurÇ tãÌ• s3YßJ ø9 $#4y7Í´ ¯» s9 'ré&ur
ãNèdšcqßs Î=øÿßJ ø9 $#ÇÊÉÍÈ
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepadakebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yangmunkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran:104)(Depaq RI,1997:93)
Ayat ini secara jelas menunjukkan wajibnya berdakwah karena ada
lam amar (lam yang berarti perintah) dalam kalimat waltakum. Sedangkan
kalimat minkum menunjukkan fardhu kifayah. Karena itu seluruh umat
Islam diperintah agar dari sebagian mereka melaksanakan kewajiban itu.
Ketika ada sekelompok orang melaksanakannya, maka kewajiban itu
gugur dari yang lain. Tetapi, jika tidak ada seorang pun yang
melaksanakannya, maka mereka semua berdosa (Aziz,2005:32)
34
Manusia merupakan makhluk Allah yang diamanati untuk menjaga
kelestarian semua macam kehidupan di bumi ini. Untuk itulah Allah
melengkapinya dengan kemampuan berupa akal dan fikiran. Dengan akal
dan fikirannya diharapkan manusia dapat mengurusi kehidupan dengan
baik’
Dari definisi tersebut, walaupun ada perbedaan perumusan tetapi
pada intinya mengandung pengertian dan makna yang sama, bahwa
dakwah adalah merupakan aktivitas yang dilakukan secara sadar dan
disengaja dengan maksud dan tujuan tertentu yang disampaikan kepada
perseorangan atau kelompok orang. Maksud dan tujuan tersebut adalah
untuk mengajak, menyeru kepada umat manusia untuk mengikuti jalan
Allah SWT, yang berbentuk amar makruf nahi munkar sehingga akan
mendapatkan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun akhirat.
Kalau diperhatikan secara seksama dan mendalam, maka
pengertian dari pada dakwah itu tidak lain adalah komunikasi. Hanya saja
yang secara khas dibedakan dari bentuk komunikasi yang lainnya, terletak
pada cara dan tujuan yang akan dicapai. Tujuan dari komunikasi
mengharapkan adanya partisipasi dari komunikan atas idea-idea atau
pesan-pesan yang disampaikan oleh pihak komunikator sehingga dengan
pesan-pesan yang disampaikan tersebut, terjadilah perubahan sikap dan
tingkah laku yang diharapkan.
Dalam berdakwah seorang muballigh sebagai komunikator
mengharapkan adanya partisipasi dari pihak komunikan dan kemudian
35
berharap agar komunikannya dapat bersikap dan berbuat sesuai dengan isi
pesan yang disampaikannya. Ciri khas yang membedakannya adalah
terletak pada pendekatannya yang dilakukan secara persuasif, dan juga
tujuannya yaitu mengharapkan terjadinya perubahan atau pembentukan
sikap dan tingkah laku sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam
(Tasmara,1986:39).
Hal ini sesuai dengan pendapat pakar komunikasi Carl I Houland,
bahwa komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan
secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat
dan sikap (Effendi,2001:10).
Harold D. Laswell mengungkapkan pertanyaan untuk terpenuhinya
suatu komunikasi, melalui kata-kata bersayap yaitu: who says what to
whom in what Channel with what effect (Effendi,1993:29).
Apabila pertanyaan tersebut kita jawab maka dakwah dapat
memenuhi kriteria komunikasi tersebut, yaitu:
Who : setiap pribadi muslim
Says What : pesan-pesan (Risalah) al-qur’an dan sunnah serta
penjabaran dari al-qur’an dan sunnah
To Whom : kepada manusia pada umumnya
In What Channel : memakai media atau saluran dakwah apa saja yang sah
secara hukum
36
With What Effect : terjadinya perubahan tingkah laku sikap dan perbuatan
sesuai dengan pesan-pesan yang disampaikan oleh
komunikator.
Dalam proses komunikasi, komunikator merupakan bagian yang
sangat berkepentingan mewujudkan tujuannya, yaitu mempengaruhi sikap
dan tingkah laku komunikannya. Untuk itu komunikator harus
mempersiapkan dirinya terhadap situasi yang akan dihadapinya dalam
kegiatan atau menyelenggarakan proses komunikasi tersebut.
Wilbur Schramm menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil
apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka
acuan (Frame of reference), yakni paduan pengalaman dan pengertian
(Collection of experiences and meanings) yang pernah diperoleh
komunikan. Bidang pengalaman (Field of experience) merupakan faktor
yang penting dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator
sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan
berlangsung dengan lancar. Sebaliknya, bila pengalaman komunikan tidak
sama dengan pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk
mengerti satu sama lain (Effendi,2001:14).
Perencanaan komunikasi seringkali kurang disadari oleh pihak
komunikator. Bisa jadi disebabkan karena kegiatan komunikasi itu sudah
dianggap sebagai sesuatu yang bersifat rutin atau biasa, sehingga
terkadang dilakukan secara tidak berencana. Karena komunikator sangat
berkepentingan dalam mewujudkan harapannya, maka pengetahuan
37
komunikator atas situasi diri dan situasi komunikannya merupakan salah
satu kunci suksesnya proses komunikasi. Dengan demikian komunikator
dituntut untuk mengetahui indikasi-indikasi apakah yang dapat
menghambat atau mendorong suksesnya komunikasi tersebut.
Apabila komunikator sudah mampu melihat kelebihan serta
kekurangan yang dimilikinya, maka komunikator akan segera
menyesuaikan diri dengan cara mengeliminir semaksimal mungkin
kekurangannya tersebut, sebaliknya dia dapat menonjolkan atau
mengekspose semaksimal mungkin kelebihan yang ada pada dirinya yang
akan membawa tingkat kredibilitas di hadapan komunikannya
(Tasmara,1986:15).
Dengan demikian jelaslah bahwa seorang komunikator tidak hanya
dituntut penguasaan diri, penguasaan materi (pesan) dan pengetahuan
rumusan tujuan. Disamping itu juga pengetahuan komunikator terhadap
kerangka pedoman serta latar belakang komunikannya.
Dengan terpenuhinya persyaratan yang dibutuhkan untuk
terjadinya suatu proses komunikasi, maka dapat kita katakan bahwa
dakwah itu sendiri adalah proses komunikasi. Tetapi karena ciri-cirinya
yang khas yang membedakan dirinya dari segala bentuk komunikasi yang
lainnya, pengertian dakwah dalam tinjauan komunikasi disebut dengan
istilah komunikasi dakwah. Sehingga dapat diformulasikan pengertian
komunikasi dakwah itu sebagai bentuk komunikasi yang khas dimana
seseorang (muballigh=komunikator) menyampaikan pesan-pesan
38
(messages) yang bersumber atau sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan
Sunnah, dengan tujuan agar orang lain (komunikan) dapat berbuat amal
shaleh sesuai dengan pesan-pesan yang disampaikan tersebut
(tasmara,1986:49).
2.2.2 Dasar dan Tujuan Dakwah
A. Dasar Dakwah
Berdakwah dengan segala bentuknya adalah wajib hukumnya
bagi setiap muslim. Misalnya amar ma ruf nahi munkar, berjihad
memberi nasehat dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa syariat
atau hukum Islam tidak mewajibkan bagi umatnya untuk selalu
mendapatkan hasil semaksimalnya, akan tetapi usahanyalah yang
diwajibkan semaksimalnya sesuai dengan keahlian dan kemampuannya.
Adapun orang yang diajak, ikut ataupun tidak ikut itu urusan Allah
sendiri. (Sukir, 1983: 27).
Karena pentingnya dakwah itulah, maka dakwah bukanlah
pekerjaan yang dipikirkan dan dikerjakan sambil lalu saja melainkan
suatu pekerjaan yang telah diwajibkan bagi setiap pengikutnya. Dasar
kedua hukum dakwah tersebut telah disebutkan dalam kedua sumber Al-
Qur'an dan hadits.
1. Dasar Kewajiban Dakwah dalam Al-Qur'an
Dalam Al-Qur'an terdapat banyak ayat yang secara implisit
menunjukkan suatu kewajiban melaksanakan dakwah, antara lain:
39
a. QS. An-Nahl ayat 125
äí÷Š $#4’ n< Î)È@‹ Î6y™y7În/u‘ÏpyJ õ3Ïtø:$$ Î/ÏpsàÏã öqyJ ø9 $#urÏpuZ|¡ptø:$#(Oßgø9 ω» y_ urÓÉL ©9 $$ Î/}‘ Ïd
ß |¡ôm r&4¨b Î)y7/u‘uqèdÞOn=ôã r&yJ Î/¨@ |Êtã¾Ï&Î#‹Î6y™(uqèd urÞOn=ôã r&tûïωtG ôgßJ ø9 $$ Î/
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah danpelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yangbaik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahuitentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebihmengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahlayat 125) Depag RI, 1997: 421)
b. QS. Ali Imran ayat 110
öNçGZä.uŽö•yz>pBé&ôMy_ Ì• ÷zé&Ĩ$ ¨Y=Ï9tbrâ•ßDù's?Å$rã• ÷èyJ ø9 $$ Î/šcöqyg÷Ys? urÇ tã
Ì• x6ZßJ ø9$#tbqãZÏB÷sè? ur«!$$ Î/3öqs9 uršÆtB#uäã@ ÷d r&É=» tG Å6 ø9 $#tb% s3s9#ZŽö•yzNßg©94
ãNßg÷ZÏiBšcqãYÏB÷sßJ ø9 $#ãNèd çŽsY ò2 r&urtbqà)Å¡» xÿø9 $#ÇÊÊÉÈ
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar,dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman,tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yangberiman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.(QS. Ali Imran ayat 110) (Depag RI, 1997: 94)
Pada Surat an-Nahl ayat 125 di atas, di samping
memerintahkan kaum muslimin untuk berdakwah sekaligus
memberi tuntutan bagaimana cara-cara pelaksanaannya yakni
dengan cara yang baik yang sesuai dengan petunjuk agama.
Sedangkan dalam surat Ali Imran ayat 110, menjelaskan bahwa
umat Islam (Umat Islam adalah umat-umat yang terbaik
dibandingkan dengan umat-umat sebelumnya). Dalam ayat tersebut
juga ditegaskan bahwa orang-orang yang melaksanakan amar
40
ma ruf nahi munkar akan selalu mendapatkan keridhaan Allah
karena telah menyampaikan ajaran Islam kepada manusia dan
meluruskan perbuatan yang tidak benar kepada akidah dan akhlak
Islamiyah.
2. Dasar Kewajiban Dakwah dalam al-Hadits
Di samping ayat-ayat Al-Qur'an, banyak juga hadits Nabi
yang mewajibkan umatnya untuk amar ma ruf nahi munkar, antara
lain:
a. Hadits yang diriwayatkan Imam Muslim
: :
Abu Said berkata, aku telah mendengar Rasulullah sawbersabda: Barangsiapa di antara kamu melihatkemungkaran, maka hendaklah dia mencegah dengantangannya, jika tidak sanggup dengan tangan, maka denganlidahnya dan jika tidak sanggup dengan lidah maka denganhatinya dan dengan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman (HR. Muslim) (Muslim 2005: 46).
b. Hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi
:
Dari Khudaifah r.a dari Rasulullah saw bersabda: demi dzatyang menguasai diriku, haruslah kamu mengajak kepadakebaikan dan haruslah kamu mencegah perbuatan yangmunkar atau Allah akan menurunkan siksanya kepadakamu, kemudian kamu berdoa kepada-Nya di mana Allahtidak akan mengabulkan permohonanmu (HR. Tirmidzi)(Yahya, 1994: 52).
41
Berdasarkan hadits di atas upaya mengajak kepada
kebaikan dan mencegah kemungkaran tidak merupakan
kewajiban individu tertentu saja, tetapi merupakan kewajiban
bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan, alim atau awam
sesuai dengan kemampuan dan ilmunya. Dalam berdakwah
jangan terpatok pada satu atau dua metode saja, melainkan
mengembangkan metode sesuai dengan perkembangan zaman.
Sedangkan hadits kedua menjelaskan hanya ada dua alternatif
bagi umat Islam. Melaksanakan amar ma ruf nahi munkar atau
kalau tidak mereka akan mendapat mala petaka dan siksa dari
Allah bahkan Allah tidak menghiraukan doanya karena mereka
telah mengabaikan tugas agama yang sangat esensi.
B. Tujuan Dakwah
Tujuan merupakan pernyataan bermakna, keinginan yang
dijadikan pedoman manajemen puncak organisasi untuk meraih hasil
tertentu atas kegiatan yang dilakukan dalam dimensi waktu tertentu.
Tujuan (objective) diasumsikan berbeda dengan sasaran (goals). Dalam
tujuan memiliki target-target tertentu untuk dicapai dalam jangka waktu
tertentu. Sedangkan sasaran adalah pernyataan yang telah ditetapkan
oleh manajemen puncak untuk menentukan arah organisasi dalam
jangka panjang (Aziz, 2004: 60).
42
Sebenarnya tujuan dakwah itu adalah tujuan diturunkan ajaran
Islam bagi umat manusia itu sendiri, yaitu untuk membuat manusia
memiliki kualitas akidah, ibadah, serta akhlak yang tinggi.
Ditinjau dari aspek berlangsungnya suatu kegiatan dakwah,
tujuan dakwah terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Tujuan Jangka Pendek
Dalam jangka pendek tujuan dakwah adalah untuk
memberikan pemahaman tentang Islam kepada masyarakat sasaran
dakwah itu. Dengan adanya pemahaman masyarakat akan terhindar
dari sikap dan perbuatan yang munkar dan jahat.
2. Tujuan Jangka Panjang
Sedangkan tujuan jangka panjang dari adanya dakwah adalah
untuk mengadakan perubahan sikap masyarakat. sikap yang
dimaksud adalah perilaku yang tidak terpuji bagi masyarakat yang
tergolong kepada kemaksiatan yang tentunya membawa kepada
kemudharatan dan mengganggu ketenteraman masyarakat
lingkungannya (Ghazali, 1997: 7).
Sedangkan Drs. Masyhur Amin membagi tujuan dakwah
menjadi dua bagian, yaitu tujuan dakwah dan segi obyeknya dan tujuan
dan segi materinya. (Amin, 1997: 1 5-19)
43
a) Tujuan dakwah dan segi obyeknya
(1) Tujuan perorangan yaitu terbentuknya pribadi muslim yang
mempunyai iman yang kuat, berperilaku sesuai dengan hukum-
hukum yang disyariatkan Allah SWT, dan berakhlakul karimah.
(2) Tujuan untuk keluarga yaitu terbentuknya keluarga bahagia,
penuh ketenteraman dan cinta kasih antar anggota keluarga.
(3) Tujuan untuk masyarakat yaitu terbentuknya masyarakat yang
sejahtera yang penuh dengan suasana keislaman. Suatu
masyarakat di mana anggota-anggota mematuhi peraturan-
peraturan yang telah disyariatkan oleh Allah SWT, baik yang
berkaitan antara hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia
dengan sesamanya, saling membantu penuh rasa persaudaraan,
persamaan dan senasib sepenanggungan.
(4) Tujuan untuk manusia seluruh dunia, yaitu terbentuknya
masyarakat dunia yang penuh dengan kedamaian dan
ketenangan. Dengan tegaknya keadilan persamaan hak dan
kewajiban, tidak adanya diskriminasi dan eksplorasi, saling
tolong menolong dan hormat menghormati.
b) Tujuan dakwah dan segi materinya
(1) Tujuan akidah, yaitu tertahannya suatu akidah yang mantap di
setiap hati seseorang, sehingga keyakinan-keyakinan tentang
ajaran-ajaran Islam itu tidak dicampuri dengan keragu-raguan.
Dalam ha! mi agar orang yang belum beriman menjadi beriman,
44
bagi yang masih ikut-ikutan menjadi lebih beriman karena
adanya bukti-bukti baik dalil aqil maupun naqli.
(2) Tujuan hukum, yaitu kepatuhan setiap orang kepada hukum-
hukum yang disyariatkan oleh Allah SWT. Realisasinya ialah
orang yang belum melakukan ibadah menjadi orang yang mau
melakukan ibadah dengan penuh kesadaran.
(3) Tujuan akhlak, yaitu terbentuknya muslim yang berbudi luhur
dihiasi dengan sifat-sifat yang terpuji dan bersih dan sifat
tercela. Realisasinya dapat dilihat dan hubungannya dengan
Tuhannya, hubungan dengan sesama manusia dan hubungan
dengan alam sekitarnya dapat berjalan seimbang dan harmonis.
Dari tujuan-tujuan di atas, memiliki tujuan akhir yang sama yaitu
tindakan atau perubahan sikap, perbuatan, perilaku, yang menunjukkan
bahwa khalayak sudah termotivasi oleh seorang da’i. (Abidin, 1993: 51)
2.2.3 Unsur-unsur Dakwah
Sebagaimana telah diuraikan bahwa dakwah adalah suatu usaha
untuk menyebarkan nilai-nilai ajaran Islam kepada semua lapisan
masyarakat dan semua segi kehidupan manusia, sehingga mereka bisa
mengerti, memahami dan mengamalkannya, agar selamat di dunia dan
akhirat. Hal ini tentunya terdapat unsur-unsur lain yang saling terkait di
dalam pelaksanaan kegiatan dakwah, yaitu yang disebut dengan unsur-unsur
dakwah.
45
Yang dimaksud dengan unsur-unsur dakwah adalah komponen-
komponen yang selalu ada dalam setiap kegiatan dakwah. Unsur-unsur
tersebut adalah da’i (pelaku dakwah), mad u (mitra dakwah), maddah
(materi dakwah), wasilah (media dakwah), thariqah (metode) dan atsar
(efek dakwah). (Aziz, 2005: 75)
a. Da’i (pelaku Dakwah)
Da’i adalah pelaksanaan dari pada kegiatan dakwah, baik secara
perorangan atau individu maupun secara bersama-sama secara
tetrorganisasikan. Yang disebut sebagai da’i adalah setiap muslim baik
laki-laki maupun perempuan yang baligh dan berakal, baik ulama
maupun bukan ulama, karena kewajiban berdakwah adalah kewajiban
yang diberikan kepada mereka seluruhnya ( Sanwar,1986:4).
Seorang da’i harus mengetahui siapa dirinya, apa tujuan
dakwahnya, sifat-sifat apa saja yang harus dimilikinya, siapa sasaran
dakwahnya, dan sarana serta metode yang digunakannya. Seorang da’i
yang bijak harus mampu menyampaikan Islam, dasar-dasar iman, dan
ihsan dengan baik. Ia menjelaskan secara rinci dan gamblang kepada
banyak orang segala hal yang disebutkan dalam Al Qur’an dan As
Sunnah, seperti aqidah, ibadah dan akhlak.
Berdakwah jika dilihat dari kemampuan da’i terdiri atas dua
macam pertama, dakwah bersifat individu (Fardhiyyah), yakni seorang
muslim melakukan dakwah seorang diri berdasarkan kekuatan,
46
kemampuan dan ilmunya. Kedua, dakwah bersifat kelompok
(jami iyyah) ( Al Qathani, 1994:98).
Karena pentingnya pelaksana dakwah, seorang da’i memerlukan
bekal dan persiapan yang matang antara lain:
1. Memahami secara mendalam ilmu, makna-makna, serta hukum-
hukum yang terkandung dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Bentuk
pemahaman ini dapat dirinci lagi kedalam tiga hal, yakni:
a. Pemahaman terhadap aqidah Islam dengan baik dan benar,
berpegang teguh pada dalil-dalil Al Qur’an, Sunnah dan ijma’
ulama Ahlus Sunnah Wal Jama ah.
b. Pemahaman terhadap tujuan hidup dan posisinya diantara
manusia.
c. Pemahaman terhadap ketergantungan hidup untuk akhirat
dengan tidak meninggalkan urusan dunia.
2. Iman yang dalam melahirkan cinta kepada Allah, takut kepada
siksa-Nya. Optimis akan rahmatnya, dan mengikuti segala petunjuk
Rasulnya.
3. Selalu berhubungan dengan Allah dalam rangka tawakkal, ataupun
meminta pertolongan, juga harus ikhlas dan jujur, baik dalam
perkataan dan perbuatan ( Al Qathani, 1994:98-99).
Disamping bekal dalam dan persiapan yang matang, seorang da’i
juga harus mempunyai kepribadian yang baik. Karena dengan
kepribadian yang baik, dia akan menjadi contoh panutan atau tauladan
47
bagi obyek dakwahnya. Kepribadian da’i yang baik tidak hanya
meliputi kepribadian rohani, tetapi juga jasmaninya.
Syarat-syarat da’i yang ideal diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Syarat yang bersifat aqidah, para da’i harus yakin bahwa agama
Islam dengan segenap ajaran-ajarannya itu adalah benar.
b. Syarat yang bersifat ibadah, yaitu dengan melakukan komunikasi
secara terus menerus dengan Allah SWT.
c. Syarat yang bersifat akhlakul karimah, da’i dituntut untuk
membersihkan hati dan kotoran yang bersifat amoral, misalnya sifat
hasut, takabur, dusta, khianat, bakhil, dan lain-lain, serta mengisi
hatinya dengan sifat terpuji, seperti sabar, syukur, jujur dan
sebagainya.
d. Syarat yang bersifat ilmiah, da’i harus mempunyai kemampuan
ilmiah yang luas dan mendalam, terutama yang menyangkut materi
dakwah.
e. Syarat yang bersifat jasmani, seorang da’i sebaiknya mempunyai
kondisi fisik yang baik, kuat dan sehat.
f. Syarat yang bersifat kelancaran berbicara, sebagai seorang da’i
harus bisa menggunakan kata-kata atau bahasa yang dapat
dimengerti dan dipahami sesuai dengan kondisi sosial budaya,
ekonomi, pendidikan mad unya, sehingga tidak terjadi
misunderstanding atau perbedaan persepsi.
48
g. Syarat yang bersifat mujahadah, da’i hendaknya mempunyai
semangat berdedikasi kepada masyarakat dijalan Allah dan berjuang
untuk menegakkan kebenaran ( Amin, 1980:85-92).
Apabila seorang da’i bisa memenuhi syarat-syarat ideal tersebut
di atas, niscaya dakwah yang dilakukan akan lebih baik dan
berkembang. Syarat tersebut tidak hanya dalam teorinya saja, tetapi juga
prakteknya. Sudah semestinya seorang da’i memiliki akhlak dan juga
didukung dengan menguasai ilmu agama.
Dalam hal yang sama tersebut, syekh al Islam Ibnu Taimiyah
seperti dikutip oleh said bin Ali al Qathani, bahwa ada tiga sifat yang
sangat diperlukan seorang da’i. Pertama, berilmu (mengetahui) sebelum
memerintah dan melarang, kedua, lembut, dan ketiga adalah sabar.
Ketiga sifat tersebut saling melengkapi (Al Qathani, 1994:99).
b. Mad’u (Mitra Dakwah atau Penerima Dakwah)
Unsur dakwah yang kedua adalah mad u, yaitu manusia yang
menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik sebagai
individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragam Islam
maupun tidak, atau dengan kata lain manusia secara keseluruhan. Sesuai
dengan firman Allah QS. Saba’ 28:
!$tBury7» oY ù=y™ö‘r&žwÎ)Zp ©ù!$Ÿ2Ĩ$Y=Ïj9#ZŽ•Ï± o0#\•ƒ É‹tRur£ Å3» s9uruŽsYò2r&Ĩ$Z9$#Ÿw
šcq ßJ n=ôètƒ
49
Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umatmanusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dansebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiadamengetahui. (QS. Saba’: 28) (Depag RI, 1997: 628)
Kepada manusia yang belum beragama Islam, dakwah bertujuan
untuk mengajak mereka mengikuti agama Islam, sedangkan kepada
orang-orang yang telah beragama Islam dakwah bertujuan
meningkatkan kualitas iman, Islam, ihsan.
Mereka yang menerima dakwah ini lebih tepat disebut mitra
dakwah daripada sebutan obyek dakwah, sebab sebutan yang kedua
lebih mencerminkan kepasifan penerima dakwah, padahal sebenarnya
dakwah adalah suatu tindakan menjadikan orang lain sebagai kawan
berfikir tentang keimanan, syari’ah, dan akhlak kemudian untuk
diupayakan dihayati dan diamalkan bersama-sama.
Al-Qur’an mengenalkan kepada kita beberapa tipe mad u.
Secara umum mad u terbagi tiga, yaitu: mukmin, kafir, dan munafik.
Dan dari ketiga klasifikasi besar ini mad u masih bisa dibagi lagi dalam
berbagai macam pengelompokan. Orang mukmin umpamanya bisa
dibagi menjadi tiga, yaitu: dzalim linafsih, muqtashid, dan sabiqun
bilkhairot. Kafir bisa dibagi menjadi kafir zimmi dan kafir harbi.
Di dalam al-Qur’an selalu digambarkan bahwa, setiap Rasul
menyampaikan risalah, kaum yang dihadapinya akan terbagi dua:
mendukung dakwah dan menolak dakwah. Cuma kita tidak menemukan
metode yang mendetail di dalam al-qur’an bagaimana berinteraksi
50
dengan pendukung dan bagaimana menghadapi penentang. Tetapi
isyarat bagaimana corak mad u sudah tergambar cukup signifikan dalam
al-Qur’an.
Mad u (mitra dakwah) terdiri dari berbagai macam golongan
manusia. Oleh karena itu, menggolongkan mad u sama dengan
menggolongkan manusia itu sendiri, profesi, ekonomi, dan seterusnya.
Penggolongan mad u tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Dari segi sosiologis, masyarakat terasing, pedesaan, perkotaan, kota
kecil, serta masyarakat di daerah marjinal dari kota besar.
2. Dari struktur kelembagaan, ada golongan priyayi, abangan dan
santri, terutama pada masyarakat Jawa.
3. Dari segi tingkatan usia, ada golongan anak-anak, remaja dan
golongan orang tua.
4. Dari segi profesi, ada golongan petani, pedagang seniman, buruh,
pegawai negeri.
5. Dari segi tingkatan sosial ekonomis, ada golongan kaya, menengah,
dan miskin.
6. Dari segi jenis kelamin, ada golongan pria dan wanita.
7. Dari segi khusus ada masyarakat tunasusila, tunawisma, tunakarya,
narapidana, dan sebagainya ( Aziz, 2005:91).
51
Mad u bisa juga dilihat dari derajat pemikirannya sebagai berikut:
1. Umat yang berpikir kritis, yaitu orang-orang yang berpendidikan, yang
selalu berpikir mendalam sebelum menerima sesuatu yang
dikemukakan padanya.
2. Umat yang mudah dipengaruhi, yaitu masyarakat yang mudah
dipengaruhi oleh paham baru (Suggestibel) tanpa menimbang-
nimbang secara mantap apa yang dikemukakan kepadanya.
3. Umat bertaklid, yaitu golongan yang fanatik, buta berpegang pada
tradisi, dan kebiasaan turun-temurun tanpa menyelidiki salah atau
benarnya
Sedangkan Muhammad Abduh membagi mad u menjadi tiga
golongan(hampir sama dengan pembagian di atas), yaitu:
1. Golongan cerdik cendekiawan yang cinta kebenaran, dan dapat
berpikir secara kritis, cepat menangkap persoalan.
2. Golongan awam, yaitu kebanyakan orang yang belum dapat berpikir
secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian-
pengertian yang tinggi.
3. Golongan yang berbeda dengan golongan diatas mereka senang
membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas tertentu, tidak sanggup
mendalam benar.
Disamping golongan Mad u diatas, ada lagi penggolongan yang
berdasarkan responsif mereka. Berdasarkan responsif mad u terhadap
dakwah, mereka dapat digolongkan :
52
1. Golongan simpati aktif, yaitu mad u yang menaruh simpati dan secara
aktif memberi dukungan moril dan materiil terhadap kesuksesan
dakwah. Mereka juga berusaha mengatasi hal-hal yang dianggapnya
merintangi jalannya dakwah dan bahkan mereka bersedia berkorban
segalanya untuk kepentingan Allah.
2. Golongan pasif, yaitu mad u yang masa bodoh terhadap dakwah, tidak
merintangi dakwah.
3. Golongan antipati, yaitu mad u yang tidak rela atau tidak suka akan
terlaksananya dakwah. Mereka berusaha dengan berbagai cara untuk
merintangi atau meninggalkan dakwah ( Aziz, 2005: 92).
c. Maddah ( Materi Dakwah)
Maddah atau materi dakwah adalah isi pesan atau materi yang
disampaikan dai kepada mad u. Dalam hal ini sudah bahwa jelas yang
menjadi maddah dakwah adalah ajaran islam itu sendiri.
Secara umum materi dakwah dapat diklasifisikan menjadi empat
masalah pokok, yaitu;
1. Masalah Akidah ( Keimanan)
Masalah pokok yang menjadi materi dakwah adalah akidah
Islamiah. Aspek akidah ini yang akan membentuk moral ( akhlaq )
manusia. Oleh karena itu, yang pertama kali dijadikan materi dalam
dakwah Islam adalah masalah akidah dan keimanan. Akidah yang
53
menjadi materi utama dakwah ini mempunyai ciri-ciri yang
membedakannya dengan kepercayaan agama lain, yaitu:
a. Keterbukaan melalui persaksian (syahadat). Dengan demikian,
seorang muslim harus selalu jelas identitasnya dan bersedia
mengakui identitas keagamaan orang lain.
b. Cakrawala pandangan yang luas dengan memperkenalkan bahwa
Allah adalah Tuhan seluruh alam, bukan Tuhan kelompok atau
bangsa tertentu. Dan soal kemanusiaan juga diperkenalkan
kesatuan asal usul manusia. Kejelasan dan kesederhanaan
diartikan bahwa seluruh ajaran akidah baik soal ketuhanan,
kerasulan, ataupun alam gaib sangat mudah untuk dipahami.
c. Ketahanan antara iman dan Islam atau antara iman dan amal
perbuatan. Dalam ibadah-ibadah pokok yang merupakan
manifestasi dari iman dipadukan dengan segi-segi
pengembangan diri dan kepribadian seseorang dengan
kemaslahatan masyarakat yang menuju pada kesejahteraannya.
Karena akidah memiliki ketertiban dengan soal-soal
kemasyarakatan (Munir, 2006:25)
2. Masalah syariah
Hukum atau syariah sering disebut sebagai cermin peradaban
dalam pengertian bahwa ketika ia tumbuh matang dan sempurna,
maka peradaban mencerminkan dirinya dalam hukum-hukumnya.
Pelaksanaan syariah merupakan sumber yang melahirkan peradaban
54
Islam, yang melestarikan dan melindunginya dalam sejarah. Syariah
inilah yang akan selalu menjadi kekuatan peradaban dikalangan
kaum muslim.
Materi dakwah yang bersifat syariah ini sangat luas dan
mengikat seluruh umat Islam. Ia merupakan jantung yang tidak
terpisahkan dari kehidupan umat Islam di berbagai penjuru dunia,
dan sekaligus merupakan hal yang patut dibanggakan. Kelebihan
dari materi syariah Islam antara lain, adalah bahwa ia tidak dimiliki
oleh umat-umat yang lain. Syariah ini bersifat universal, yang
menjelaskan hak-hak umat muslim dan non muslim. Dengan adanya
materi syariah ini, maka tatanan sistem dunia akan teratur dan
sempurna.
Disamping mengandung dan mencakup kemaslahatan sosial
dan moral, maka materi dakwah dalam bidang syariah ini
dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang benar yang benar,
pandangan yang jernih, dan kejadian secara cermat terhadap hujjah
atau dalil-dalil dalam melihat setiap persoalan pembaharuan,
sehingga umat tidak terperosok kedalam kejelekan, karena yang
diinginkan dalam dakwah adalah kebaikan. Kesalahan dalam
meletakkan posisi yang benar dan seimbang di antara beban syariat
sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Islam, maka akan
menimbulkan suatu yang membahayakan terhadap agama dan
kehidupan.
55
Syariah Islam mengembangkan hukum bersifat
komprehensif yang meliputi segenap kehidupan manusia.
Kelengkapan ini mengalir dari konsepsi Islam tentang kehidupan
manusia tentang kehidupan manusia yang diciptakan untuk
memenuhi ketentuan yang membentuk kehendak illahi. Materi
dakwah yang menyajikan unsur syariat harus dapat menggambarkan
atau memberikan informasi yang jelas di bidang hukum dalam
bentuk status hukum yang bersifat wajib, mubbah (dibolehkan),
dianjurkan (mandub), makruh (dianjurkan supaya tidak dilakukan),
dan haram (dilarang).
3. Masalah Mu’amalah
Islam merupakan agama yang menekankan urusan
muamalah lebih besar porsimya dari pada urusan ibadah. Islam lebih
banyak memperhatikan aspek kehidupan sosial daripada aspek
kehidupan ritual, Islam adalah agama yang menjadikan seluruh bumi
ini masjid, tempat mengabdi kepada Allah. Ibadah dalam
mu amalah di sini, diartikan sebagai ibadah yang mencakup
hubungan dengan Allah dalam rangka mengabdi kepada Allah SWT.
Cakupan aspek mu amalah jauh lebih luas daripada ibadah.
Statemaent ini dapat dipahami dengan alasan:
a. Dalam Al-Qur’an dan al-Hadits mencakup proporsi terbesar
sumber hukum yang berkaitan dengan urusan mu’amalah
56
b. Ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran
lebih besar daripada ibadah yang bersifat perorangan. Jika
urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau bakal, karena
melanggar pantangan tertentu, maka kifarat-nya
(tebusanya)adalah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan
mu’amalah. Sebaliknya, jika orang tidak dapat menutupinya.
c. Melakukan amal baik dalam bidang kemasyarakatan
mendapatkan ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah
(Munir, 2006:28).
4. Masalah Akhlak
Secara etimologis, kata akhlaq berasal dari bahasa arab,
jamak dari ”khuluqan” yang berarti budi pekerti, perangai, dan
tingkah laku atau tabiat. Kalimat-kalimat tersebut memiliki segi-segi
persamaan dengan perkataan ”khalqun” yang berarti kejadian, serta
erat hubungannya dengan khaliq yang berarti pencipta, dan
”makhluq” yang berarti diciptakan.
Sedangkan secara terminologi, pembahasan akhlak berkaitan
dengan masalah tabiat atau kondisi temperatur batin yang
mempengaruhi perilaku manusia. Ilmu akhlak bagi Al-Farabi, tidak
lain dari bahasan tentang keutamaan-keutamaan yang dapat
menyampaikan manusia kepada tujuan hidupnya yang tinggi, yaitu
kebahagiaan, dan tentang berbagai kejahatan atau kekurangan yang
dapat merintangi usaha pencapaian tujuan tersebut.
57
Kebahagiaan dapat dicapai melalui upaya terus –menerus
dalam mengamalkan perbuatan terpuji berdasarkan kesadaran dan
kemauan. Siapa yang mendambakan kebahagiaan , maka ia harus
berusaha secara terus menerus menumbuhkan sifat-sifat baik yang
terdapat dalam jiwa secara potensial, dan dengan demikian, sifat-
sifat baik itu akan tumbuh dan berurat berakal secara aktual dalam
jiwa. Selanjutnya Al- Farabi berpendapat bahwa latihan adalah
unsur yang penting untuk memperoleh akhlak yang terpuji atau
tercela, dan dengan latihan terus menerus terwujudlah kebiasaan.
Berdasarkan pengertian ini, maka ajaran akhlak dalam islam
pada dasarnya meliputi kualitas perbuatan manusia yang merupakan
ekspresi dari kondisi kejiwaannya. Akhlak dalam islam bukanlah
norma ideal yang tidak dapat diimplementasikan, dan bukan pula
sekumpulan etika yang terlepas dari kebaikan norma sejati. Dengan
demikian, yang menjadi materi akhlak dalam islam adalah mengenai
sifat dan kriteria perbuatan manusia serta berbagai kewajiban yang
harus dipenuhinya. Karena semua manusia harus
mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya, maka islam
mengajarkan kriteria perbuatan dan kewajiban yang mendatangkan
kebahagiaan, bukan siksaan . Bertolak dari prinsip perbuatan
manusia ini, maka materi akhlak membahas tentang norma luhur
yang harus menjadi jiwa dari perbuatan manusia, serta tentang etika
58
atau tata cara yang harus dipraktekkan dalam perbuatan manusia
sesuai dengan jenis sasarannya (Munir, 2006: 30).
d. Wasilah (Media Dakwah)
Dalam menyampaikan ajaran-ajaran Islam agar lebih efektif dan
efisien, seorang da’i harus menggunakan media yang tepat. Media yang
tepat akan sangat menunjang keberhasilan dakwah seorang da’i. Media
disini merupakan segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alat
perantara untuk mencapai tujuan tertentu dalam berdakwah.
Sedangkan Hamzah Ya’kub menyatakan media dakwah adalah
alat obyektif menjadi saluran, yang menghubungkan ide dengan umat,
suatu elemen yang vital dan merupakan urat nadi dalam totalitas
dakwah, yang dapat digolongkan menjadi lisan, tulisan, audio visual,
dan perbuatan atau akhlak (Ya’qub, 1981:47-48).
Penyajian media dakwah tersebut adalah sebagai berikut:
1) Media Lisan
Yang termasuk dalam bentuk media lisan adalah pidato,
khutbah, ceramah, seminar, musyawarah, diskusi, nasehat, pidato,
radio, ramah-tamah dalam anjangsana, dan lain-lain yang
kesemuanya disampaikan melalui lisan.
2) Media Tulisan
Dakwah yang dilakukan melalui media tulisan seperti buku-
buku, majalah, surat kabar, pengumuman, dan sebagainya. Akan
59
lebih baik lagi apabila da’i juga menguasai jurnalistik, yaitu
ketrampilan dalam mengarang dan menulis.
3) Media Lukisan
Yaitu dalam bentuk gambar-gambar hasil seni lukis, foto dan
lain-lain. Bisa juga dalam bentuk komik bergambar yang sangat
digemari anak-anak.
4) Media Akhlak
Yang dimaksud adalah penyampaian secara langsung dalam
bentuk perbuatan yang nyata dan konkrit, misalnya menjenguk
orang yang sakit, berziarah, silaturrahim, dan sebagainya.
5) Media Audio Visual
Dakwah yang dilakukan melalui audio visual adalah
menggunakan peralatan yang dapat digunakan untuk menyampaikan
pesan dakwah yang dapat dilihat, didengar, ataupun keduanya,
seperti televisi, radio, film, dan lain-lain.
Senada dengan Hamzah Ya’qub, Masdar Helmi membagi media
dakwah menjadi empat yaitu:
1) Media Cetak, seperti surat kabar, majalah, buku, dan lain-lain.
2) Media Visual, misalnya foto, lukisan, pameran dan sebagainya.
3) Media Auditif, seperti radio, tape, dan lain-lain.
4) Media Pertemuan, halal bi al-halal, musyawarah, silaturahmi, dan
lain sebagainya (Helmi, 1973:73).
60
Dari kedua pendapat tentang media dakwah tersebut, terlihat
bahwa kedua media juga memegang peranan penting dalam
penyampaian dakwah. Tidak hanya secara langsung melalui media cetak
atau tulisan, ataupun melalui audio visual, juga secara tidak langsung
melalui perbuatan atau akhlak yang bisa dijadikan panutan atau suri
tauladan bagi para mad u, seperti yang dilakukan oleh para Nabi
Muhammad saw.
Sementara Asmuni Syukir menambahkan media dakwah bisa
dilakukan antara lain sebagai berikut:
1. Lembaga Pendidikan Formal, yang dimaksudkan adalah lembaga
pendidikan yang memiliki sistem kurikulum. Biasanya adalah
sekolah atau lembaga akademis yang berada dibawah lingkungan
agama, seperti pesantren.
2. Lingkungan Keluarga, karena keluarga merupakan lingkungan sosial
terkecil dalam masyarakat dimana penyampaian dakwah harus
dilakukan sedini mungkin.
3. Organisasi-organisasi Islam seperti yang berkembang di masyarakat
Indonesia.
4. Media Masa, seperti, televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-
lain.
5. Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), misalnya mengadakan acara-
acara keIslaman sat memperingati hari-hari besar Islam, seperti pada
saat Idul Adha, Isra’ Mi’raj, dan lain-lain.
61
6. Seni budaya, kesenian, atau kebudayaan memegang peranan dalam
penyebaran amar ma’ruf nahi munkar, baik secara langsung maupun
tidak langsung, Misalnya acara kasidah, sandiwara dan sebagainya
(Syukir,1983:1698-180).
Jadi dakwah bisa dilakukan melalui media saja, selama media
tersebut tidak mengurangi tujuan dakwah, yaitu amar ma’ruf nahi
mungkar. Dengan pemilihan media yang tepat, dakwah yang dilakukan
akan lebih efektif dan efisien.
e. Thariqah (Metode Dakwah)
Kata metode berasal dari bahasa latin methodus berarti cara.
Dalam bahasa Yunani, methodhus berarti cara atau jalan. Sedangkan
dalam bahasa Inggris method dijelaskan dengan metode atau cara. Kata
metode telah menjadi bahasa Indonesia yang memiliki pengertian
”suatu cara yang bisa ditempuh atau cara yang ditentukan secara jelas
untuk mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan, rencana sistem, tata
pikir manusia .
Abdul Qadir Munsyi, mengartikan metode sebagai cara untuk
menyampaikan sesuatu. Sedangkan dalam metodologi pengajaran ajaran
Islam disebutkan bahwa metode adalah suatu cara yang sistematis dan
umum terutama dalam mencari kebenaran ilmiah”. Dalam kaitannya
dengan pengajaran agama Islam, maka pembahasan selalu berkaitan
62
dengan hakikat penyampaian materi kepada peserta didik agar dapat
diterima dan dicerna dengan baik.
Metode adalah cara yang sistematis dan teratur untuk
pelaksanaan suatu atau cara kerja. Dakwah adalah cara yang digunakan
subyek dakwah untuk menyampaikan materi dakwah atau biasa
diartikan dengan metode dakwah adalah cara-cara yang dipergunakan
oleh seorang da’i untuk menyampaikan materi dakwah yaitu al- Islam
atau serentetan kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu.
Sementara itu dalam komunikasi metode dakwah ini lebih
dikenal sebagai approach, yaitu cara-cara yang dilakukan oleh seorang
da’i atau komunikator untuk mencapai suatu tujuan tertentu atas hikmah
dan kasih sayang. Dengan kata lain, pendekatan dakwah harus bertumpu
pada satu pandangan human oriented menetapkan penghargaan yang
mulia pada diri manusia. Hal tersebut didasari Islam sebagai agama
salam yang menyebarkan rasa damai menempatkan manusia pada
prioritas utama, artinya penghargaan manusia itu tidaklah di beda-
bedakan menurut ras, suku, dan lain sebagainya. Sebagaimana yang
tersirat dalam QS. Al-Isra’ 70, ”Kami telah memuliakan Bani Adam
(manusia dan kami bawa mereka itu di daratan dan di lautan. Kami
juga memberikan kepada mereka dari segala rezeki yang baik-baik.
Mereka juga kami lebihkan kedudukannya dari seluruh makhluk yang
lain .
63
Metode dakwah, adalah jalan atau cara yang dipakai oleh juru
dakwah untuk menyampaikan ajaran materi dakwah (Islam). Dalam
menyampaikan pesan dakwah metode sangat penting peranannya, suatu
pesan walaupun baik, tetapi disampaikan lewat metode yang tidak
benar, pesan itu bisa saja ditolak oleh si penerima pesan. Dalam ”Ilmu
Komunikasi” ada jargon ”the method is message”. Maka dari itu
kejelian dan kebijakan juru dakwah dalam memilih dalam memakai
metode sangat mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan dakwah
(Aziz,2005:123). Ketika membahas tentang metode dakwah pada
umumnya merujuk pada surat an Nahl (QS.16:125) sebagaimana telah
saya tuliskan di halaman 35.
Dalam ayat tersebut, metode dakwah ada tiga, yaitu bi al-
hikmah, mauizatul hasanah, dan mujadalah billati hiya ahsan. Secara
garis besar ada tiga pokok metode (thariqah) dakwah yaitu:
1. Bi al Hikmah, yaitu berdakwah dengan situasi dan kondisi sasaran
dakwah dengan menitik beratkan pada kemampuan mereka,
sehingga di dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam selanjutnya,
mereka tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan.
2. Mauizatul Hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan nasehat-
nasehat atau menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan rasa kasih
sayang, sehingga nasehat dan ajaran Islam yang disampaikan itu
dapat menyentuh hati mereka.
64
3. Mujadalah Billati Hiya Ahsan, yaitu berdakwah dengan cara
bertukar pikiran dan membantah dengan cara yang sebaik-baiknya
dengan tidak memberikan tekanan-tekanan yang memberatkan pada
komunitas yang menjadi sasaran dakwah (Munir,2006:34).
f. Atsr (Efek Dakwah)
Dalam setiap aktivitas dakwah pasti akan menimbulkan reaksi.
Artinya, jika dakwah telah dilakukan oleh seorang da’i dengan materi
dakwah, wasilah, dan thariqah tertentu, maka akan timbul respons dan
efek (atsr) pada mad u ( penerima dakwah ).
Atsar (efek) sering disebut dengan feed back (umpan balik) dari
proses dakwah ini sering dilupakan atau tidak banyak menjadi perhatian
para da’i. Kebanyakan mereka menganggap bahwa setelah dakwah
disampaikan, maka selesailah dakwah. Padahal, atsar sangat besar
artinya dalam penentuan langkah-langkah dakwah berikutnya. Tanpa
menganalisis atsar dakwah, maka kemungkinan kesalahan strategi yang
sangat merugikan pencapaian tujuan dakwah akan terulang kembali.
Sebaliknya, dengan menganalisis atsar dakwah secara cermat dan tepat,
maka kesalahan strategi dakwah akan segera diketahui untuk diadakan
penyempurnaan pada langkah-langkah berikutnya (correction action).
Demikian juga strategi dakwah termasuk di dalam penentuan unsur-
unsur dakwah yang dianggap baik dapat ditingkatkan.
65
Evaluasi dan koreksi tehadap atsar dakwah harus dilaksanakan
secara radikal dan komprehensif, artinya tidak secara parsial atau
setengah-setengah. Seluruh komponen sistem (unsur-unsur) dakwah
harus dievaluasi secara komprehensif. Para da’i harus memiliki jiwa
terbuka untuk melakukan pembaharuan dan perubahan, disamping
bekerja dengan menggunakan ilmu. Jika proses evaluasi ini telah
menghasilkan beberapa konklusi dan keputusan, maka segera diikuti
dengan tindakan korektif (corrective action). Jika proses ini dapat
terlaksan dengan baik, maka twerciptalah suasan mekanisme perjuangan
dalam bidang dakwah. Dalam bahasa agam, inilah sesungguhnya yang
disebut dengan ikhtiar insani.
Jalaluddin Rahmat menyatakan bahwa efek kognitif terjadi bila
ada perubahan pada ap yang diketahui, dipahami atau dipersepsi
khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan,
ketrampilan, kepercayaan, atau informasi. Efek afektif timbul bila ada
perubahan pada apa yang dirasakan,disenangi atau dibenci khalayak,
yang meliput segala yang berhubungan dengan emosi, sikap serta nilai.
Sedangkan efek behavioral merujuk pada prilaku nyata yang dapat
diamati, yang meliputi pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan
berprilaku (Munir,2006:35).
Sedangkan dalam buku strategi komunikasi Anwar Arifin
memperjelas efek diatas sebagai berikut:
66
Sesungguhnya suatu ide yang menyentuh dan yang merangsang
individu dapat diterima atau ditolak dan pada umumnya melalui proses.
1. Proses mengerti (proses kognitif)
2. Proses menyetujui (proses objektif )
3. Proses pembuatan (proses sencemotorik)
Atau dapat dikatakan melalui proses:
1. Terbentuknya suatu pengertian atau pengetahuan (knowledge)
2. Proses atau sikap menyetujui atau tidak menyetujui (attitude)
3. Proses terbentuknya gerak pelaksanaan (prectise).
Dengan demikian penelitian atau evaluasi terhadap penerimaan
dakwah ditekankan untuk dapat menjawab sejauh mana ketiga aspek
perubahan tersebut, yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek
behavioral pada penerima dakwah (Aziz,2005:140).
67
BAB III
GAMBARAN UMUM KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN
KENDAL DAN BIOGRAFI KYAI ASY’ARI (KYAI GURU)
3.1. Gambaran Umum Kecamatan Kaliwungu
Daerah Kecamatan Kaliwungu dibatasi oleh laut Jawa untuk sebelah
utaranya. Di sebelah Selatan dibatasi oleh Kecamatan Mijen dan Boja.
Sebelah Barat oleh Kecamatan Brangsong dan untuk bagian timur dibatasi
oleh kecamatan Tugu (wilayah kota Semarang). Semenjak pemekaran wilayah
oleh Pemerintah Kabupaten Kendal, maka semenjak tahun 2006 Kecamatan
Kaliwungu dibagi menjadi dua, yakni Kecamatan Kaliwungu dan Kaliwungu
Selatan. Kecamatan Kaliwungu meliputi desa-desa daerah datar dan pantai,
meliputi 9 desa yakni: Karang Tengah, Kumpulrejo, Sarirejo, Krajankulon,
Kutoharjo, Mororejo, Wonorejo, Nolokerto dan Sumberejo.
Sedangkan wilayah Kaliwungu Selatan meliputi desa yang berada di
daerah datar dan daerah atas / gunung. Desa yang berada di daerah dataran
datar yang meliputi: Desa Plantaran dan Sukomulyo, sedangkan desa yang
berada di dataran tinggi / pegunungan, meliputi desa: Protomulyo, Magelung,
Darupono, Kedungsuren dan Jeruk Giling.
3.1.1 Letak Geografis / Demografi
a. Kecamatan Kaliwungu terletak dalam:
Wilayah Pembantu Bupati Kaliwungu
68
Kabupaten Kendal
Propinsi Jawa Tengah
b. Batas-batas wilayah
Sebelah utara Laut Jawa
Sebelah Selatan Kecamatan Kaliwungu Selatan
Sebelah Barat Kecamatan Brangsong
Sebelah timur Kota Semarang
c. Jarak dari ibukota Kaliwungu ke beberapa kota:
Kota Propinsi Jawa Tengah 21 km
Kota Kabupaten Kendal 7 km
Kota Kec. Kaliwungu Selatan 4 km
Kota Kecamatan Singorojo 24 km
Kota Kecamatan Brangsong 2 km
d. Ketinggian Tanah 4,5 meter dpl
e. Suhu Udara
Siang hari 32oC
Malam hari 26oC
f. Jenis Tanah Leutosol
Secara geografis, Kaliwungu merupakan salah satu kecamatan di
Kabupaten Kendal Jawa Tengah yang terletak di sebelah utara Laut Jawa,
sebelah selatan Kecamatan Kaliwungu Selatan, sebelah barat Kecamatan
Brangsong, sebelah timur Kota Semarang. Kaliwungu menempati letak
strategis karena jarak dari ibukota Kaliwungu ke kota kabupaten Kendal agak
69
jauh. Dari jarak ke kota kabupaten Kendal, kurang lebih tujuh kilo meter ke
arah utara. Walaupun secara administratif, kaliwungu di bawah satu
pemerintahan kabupaten, tetapi masyarakat kaliwungu terbiasa membaginya
menjadi dua daerah, kecamatan kaliwngu dan kecamatan kaliwungu selatan.
3.1.2 Kondisi sosial masyarakat Kaliwungu
Sebagai bagian dari Kabupaten Kendal, kecamatan kaliwungu
mempunyai luas wilayah yang cukup besar dibandingkan kecamatan –
kecamatan lainnya. Sebagian besar masih dipenuhi dengan sawah-sawah yang
terbentang luas, loh jinawi, yang hampir mengelilingi desa, sebagian kecil
peternakan, perkebunan dan perikanan. Pertanian di kecamatan ini sangat
baik, terawat dan subur makmur. Hal ini dikarenakan sebagian besar
masyarakatnya bemata pencaharian sebagai petani, dari petani penggarap
hingga juragan sawah. Meskipun jumlah air yang melimpah tetap saja masih
terdapat kendala pada sistem pengairannya. Hal ini tidak menyurutkan
langkah para petani untuk terus menggarap sawah. Disamping bertani,
berkebun, beternak, dan bertambak sebagian masyarakat juga ada yang
berprofesi lainnya, seperti, pegawai negeri, berdagang, wiraswasta, buruh
bangunan dan pekerjaan lainnya.
Kaliwungu, oleh masyarakat luas, terkenal sebagai ”kota santri”,
karena memiliki keunikan dengan upacara traditional swalannya, banyak
berdiri pondok pesantren dan madrasah yang berbasis NU khususnya di desa
Krajankulon karena desa ini berada di tengah atau pusat kota Kaliwungu.
70
3.1.2.1 Banyaknya dusun / dukuh, rukun warga dan rukun tetangga
kecamatan Kaliwungu Tahun 2008
Desa Dusun /Dukuh Rukun Warga Rukun
Tetangga(1) (2) (3) (4)
1 Kumpulrejo 2 4 142 Karang Tengah 2 3 133 Sari Rejo 3 8 354 Krajan Kulon 3 11 355 Kutoharjo 7 9 506 Nolokerto 6 6 287 Sumberejo 4 9 358 Mororejo 3 8 379 Wonorejo 3 9 26 Jumlah 2008 33 67 273 2007 3 67 266 2006 33 66 263
BPS Kabupaten Kendal(Sumber Data: Statistik Kecamatan Kaliwungu)
Dari data tersebut diatas menunjukkan kepadatan penduduk yang
tidak merata, banyaknya gedung-gedung yang berdiri dan ramainya sarana
perhubungan dan komunikasi tidak mengurangi kebersamaan dan
kegotongroyongan masyarakat. Tidak ada kesenjangan sosial yang tajam,
orang-orang kaya, tokoh-tokoh masyarakat dan sesepuh desa tetap
dihormati. Antara yang kaya dan miskin, laki-laki dan perempuan, anak
kecil ataupun dewasa, semuanya bermasyarakat dengan baik. Kondisi
politik tidak terlalu bergejolak, organisasi politik yang berkembang adalah
Nahdlatul ulama (NU), sebagian masyarakat penganut partai NU.
71
3.1.2.2. Banyaknya Pemeluk Agama Kecamatan Kaliwungu Tahun 2008Desa Islam Protestan Katolik Budha Hindu Lainnya(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Kumpulrejo 2.593 0 0 0 0 02 Karang Tengah 2.218 2 0 0 0 03 Sari Rejo 5.383 10 11 1 0 04 Krajan Kulon 9.907 12 36 2 6 05 Kutoharjo 10.740 5 21 3 7 06 Nolokerto 6.067 14 10 0 3 07 Sumberejo 5.867 0 37 22 26 08 Mororejo 6.405 4 4 0 0 09 Wonorejo 4.207 0 0 0 0 0 Jumlah 2008 53.387 47 119 28 42 0 2007 53.652 46 115 26 40 0 2006 52.255 46 114 27 37 0( Sumber Data: Statistik Kecamatan Kaliwungu)
Dari data tersebut diatas menunjukkan bahwa agama Islam adalah
merupakan agama mayoritas masyarakat Kaliwungu, ajaran Islam yang di
bawa oleh para tokoh ulama atau kyai pada zaman dahulu seperti Kyai
Asy’ari ternyata membuahkan hasil, hal ini dapat kita lihat, hampir seratus
persen masyarakat menganut agama Islam
3.1.2.3 Banyaknya Tempat Ibadah Kecamatan Kaliwungu Tahun 2008
Desa Masjid Musholla/Langgar
Geraja Kuil/Pura
(1) (2) (3) (4) (5)1 Kumpulrejo 2 9 0 02 Karang Tengah 1 10 0 03 Sari Rejo 2 18 0 04 Krajan Kulon 2 43 1 05 Kutoharjo 1 32 0 06 Nolokerto 6 14 0 07 Sumberejo 3 16 0 18 Mororejo 5 11 0 09 Wonorejo 3 13 0 0 Jumlah 2008 25 166 1 1 2007 25 166 1 1 2006 25 166 1 1
(Sumber Data: Statistik Desa di Kecamatan Kaliwungu)
72
Dari data tersebut diatas menunjukkan bahwa banyaknya masjid dan
musholla yang berdiri di Kaliwungu, menunjukkan bahwa masyarakat
Kaliwungu sangat tekun dan rajin dalam beribadah, masyarakat dan
pemerintah Kaliwungu sangat memperhatikan sarana dan prasarana yang
baik untuk ibadah, berkat usaha dakwah dan peran dakwah yang dilakukan
oleh kyai Asy’ari dan sejumlah tokoh ulama pada zaman dulu akhirnya
masyarakat mempunyai kesadaran yang tinggi di bidang keagamaan.
3.1.2.4. Banyaknya Ulama, Muballigh dan Khotib Kecamatan Kaliwungu
Tahun 2008
Desa Ulama Muballigh Khotib(1) (2) (3) (4)
1 Kumpulrejo 1 1 42 Karang Tengah 1 1 43 Sari Rejo 5 4 94 Krajan Kulon 23 17 155 Kutoharjo 7 5 36 Nolokerto 1 1 107 Sumberejo 1 1 98 Mororejo 5 3 109 Wonorejo 2 1 5 Jumlah 2008 46 34 69 2007 46 34 71 2006 48 37 74
(Sumber Data: KUA Kecamatan Kaliwungu)
Dari data tersebut diatas menunjukkan bahwa Kaliwungu memiliki
banyak ulama, muballigh dan khotib yang berkualitas dan disegani oleh
masyarakat luas, peran dakwah yang di lakukan kyai Asy’ari dan sejumlah
tokoh ulama pada zaman dulu sangat besar sekali khususnya di bidang
keagamaan. Banyaknya ulama dan muballigh di Kaliwungu diharapkan
73
dapat lebih mengembangkan dakwah Islam kepada masyakat,
sebagaimana yang dilakukan oleh sejumlah tokoh ulama dan kyai seperti
kyai Asy’ari pada zaman dulu.
3.2. Biografi Kyai Asy’ari (Kyai Guru)
Kyai Asy’ari merupakan ulama besar yang kharismatik pada dekade
tahun 1781-an di daerah Kaliwungu khususnya dan Kendal pada umumnya.
Kepopuleran Kyai Asy’ari disebabkan metode dakwah yang unik, menarik
dan kontroversial. Kemampuannya mengajak masyarakat yang mulanya
primitif dan awam terhadap masalah keagamaan, terutama ajaran Islam,
menjadi masyarakat yang agamis dan religius. Kepribadian beliau yang
sederhana dan kharismatik sangat disegani oleh masyarakat, sehingga
namanya selalu dikenang hingga sekarang. Perjuangan dakwahnya sudah
semestinya diteladani, diteruskan dan ditumbuhkembangkan.
Dilahirkan di Wanantara Yogyakarta, kira-kira pada tahun 1746
dengan nama yang cukup singkat, yaitu Asy’ari bin Ismail bin H.
Abdurrahman bin Ibrahim. Dari garis silsilahnya, menurut salah satu sumber,
Kyai Asy’ari masih termasuk keluarga Sayyidina Ali, dan dengan Nabi
Muhammad SAW bertemu pada keluarga Abdul Muthalib bin Hasyim bin
Abdul Manaf bin Qusay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab (Abdullah, 2004:
60-61).
Kyai Asy’ari dibesarkan dan hidup pada masa kerajaan Mataram
Islam, semenjak kecil ia mendapatkan didikan yang cukup keras di
74
kedalaman Keraton Ngayogyakarta, dengan harapan kelak nantinya bisa
meneruskan perjuangan dakwah Islam seperti yang dilakukan para
waliyullah, auliya dan para syuhada . Pada masa itu Kyai Asy’ari belajar
membaca dan menulis dari para ulama, kyai dan tokoh agama yang ada di
lingkungan kerajaan Mataram Islam. Banyak hal yang ia dapatkan dari hasil
belajar yang diperoleh dari para gurunya, terutama masalah keagamaan di
antaranya, ilmu Al-Qur'an, ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu badi , ilmu
mantiq, ilmu bayan, ilmu aruld, ilmu hadits, lughatul Arabiyyah dan ilmu
agama lainnya. Setelah menginjak dewasa ia melanjutkan menuntut ilmu ke
Makkah untuk mempelajari agama Islam, kira-kira selama 10 tahunan.
Dengan bekal ilmu agama tersebut diharapkan Kyai Asy’ari akan mampu
meneruskan perjuangan para tokoh agama Mataram Islam. Sepulang dari
Makkah Kyai Asy’ari ditugaskan oleh susuhunan Mataram untuk berdakwah,
menyebarkan ajaran-ajaran agama Islam khususnya di daerah Kaliwungu
Kendal.
Kyai Asy’ari datang di Kaliwungu pada usia 35 tahun, maka tahun
kedatangan Kyai Asy’ari di Kaliwungu kira-kira tahun 1781-an (Rochani,
2005: 64). Setelah kedatangan Kyai Asy’ari di Kaliwungu, ia kemudian
bermukim dan menetap di kampung yang saat ini terkenal dengan nama
Kampung Pesantren Desa Krajankulon Kecamatan Kaliwungu Kabupaten
Kendal. Di Kampung Pesantren itulah Kyai Asy’ari merintis dan
mengajarkan Islam dengan kitab kuningnya dengan mendirikan sebuah
pondok pesantren salaf (Abdullah, 2004: 19). Yang sekarang ini menjadi
75
pondok APIP (Asrama Pelajar Islam Pesantren), karena pada waktu itu
fasilitas dan sarana untuk belajar belum memadai maka Kyai Asy’ari juga
menggunakan musholla sebagai tempat untuk belajar dan menuntut ilmu
agama Islam bagi para santri, yang sekarang ini menjadi Musholla Al-
Asy’ari, tepatnya di Kampung Pesantren Desa Krajankulon kecamatan
Kaliwungu. Sejarah nama Musholla Al-Asy’ari berasal dari nama pendirinya
yaitu Kyai Asy’ari (Kyai Guru), sehingga dinamakan Musholla Al-Asy’ari.
Tindakan Kyai Asy’ari dalam berdakwah, dan mengajarkan ilmu-
ilmu agama Islam melalui pondok pesantren yang didirikannya merupakan
langkah yang tepat, karena kondisi masyarakat Kaliwungu pada saat itu
awam agama dan jauh dari nilai-nilai agama Islam. Selama ia tinggal dan
menetap di pondok pesantren yang didirikannya di Kaliwungu, tidak lama
kemudian berdatanganlah santri-santri dari berbagai daerah untuk belajar dan
menuntut ilmu.
Selama kedatangannya di Kaliwungu Kyai Asy’ari bertemu dan
saling kenal dengan KH. Abu Sudjak dan KH. Muhammad Marhum (kakek
dan ayah Kyai Ahmad Rifa’i) dan juga saudara-saudara Kyai Ahmad Rifa’i.
Tidak lama kemudian menikah dengan Nyai Radjiyah (kakak kandung Kyai
Ahmad Rifa’i) pada usia 40 tahun, sedangkan Nyai Radjiyah kira-kira 20
tahun maka pernikahan itu kira-kira berlangsung pada tahun 1786,
bersamaan dengan tahun kelahiran Kyai Ahmad Rifa’i. Kalau Kyai Asy’ari
menikah dengan Nyai Radjiyah pada usia 40 tahun (mungkin istri Kyai
Asy’ari tidak satu orang, dan Nyai Radjiyah mungkin juga bukan istri
76
pertamanya), maka kelahiran Kyai Asy’ari kira-kira pada tahun 1746 (1786
dikurangi 40 tahun = 1746) (Rochani, 2005: 64).
KH. Muhammad Marhum, ayah Kyai Ahmad Rifa’i meninggal dunia,
ketika Ahmad Rifa’i berusia 6 tahun (1792), dan ketika ditinggal wafat oleh
kakeknya, KH. Ahmad Abu Sudjak atau Raden Setjowidjojo (1794), umur
Kyai Ahmad Rifa’i baru 8 tahun. Maka untuk mengurangi beban berat Siti
Rahinah (ibu Kyai Ahmad Rifa’i) dan demi kelangsungan pendidikan masa
depan, setelah memasuki usia tujuh tahun, Ahmad Rifa’i dibawa oleh kakak
kandung Nyai Radjiyah ke Kaliwungu dan tinggal di rumahnya (Pondok
Pesantren Kyai Asy’ari). Selama di Kaliwungu ia mendapat pendidikan dan
pembinaan dari kakak iparnya yaitu Kyai Asy’ari.
Kyai Asy’ari dalam mengasuh, mendidik dan membina Ahmad Rifa’i
cukup rajin dan teliti, dibandingkan dengan murid-murid yang lain. Berkat
ketekunan dan keikhlasan Kyai Asy’ari, Ahmad Rifa’i menjadi murid yang
pandai dan cerdas.
Dengan modal dasar pemberian Allah Rabbul Alamin, berupa akal
cerdas, pikiran luas, dalam waktu relatif singkat Ahmad Rifa’i sudah dapat
menguasai beberapa ilmu agama yang Diajarkan oleh Kyai Asy’ari
diantaranya, ilmu Al-Qur’an, ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu Badi’, ilmu
mantiq, ilmu bayan, ilmu ‘aruld, ilmu hadits,, ilmu lughatul arabiyah dan
ilmu agama lainnya. Seperti tradisi di pesantren, kyai Ahmad Rifa’i sering
membantu pekerjaan gurunya, kyai Asy’ari yang sebagai kakak iparnya.
77
Setelah kyai Ahmad Rifa’i mencapai usia delapan tahun, ia sering
berkumpul dan tidur bersama para santri di masjid atau mushalla. Bangun
pagi dari tidurnya, sholat subuh berjama’ah, berdzikir membaca tahmid dan
takbir serta tahlil sudah menjadi kebiasaannya, karena merupakan kebiasaan
(tradisi) di pesantren.
Kyai Asy’ari adalah seorang ulama yang dalam ilmunya, dalam
kesehariannya sangat dekat dan akrab kepada semua kalangan masyarakat,
sehingga disegani dan dihormati oleh masyarakat luas, rakyat dan pejabat
kolonial Belanda. Dalam aktivitasnya, setiap pagi, siang, sore, malam atau
kapan saja waktunya digunakan untuk mendidik dan mengajar serta membina
para santrinya. Khusus tengah malam, digunakan untuk munajat kepada
Allah ‘Azza Wa jalla, bertaqorrub, mendekatkan diri pada Al- Khaliq, Allah
yang maha Esa seperti shalat tahajud, sholat nisfullail dan ibadah lainnya.
Acara semacam itu sudah menjadi kebiasaan yang tidak ditinggalkan, di
rumah, di masjid, atau dimana saja ia berada. Sehingga pada suatu saat
tengah malam, kyai Asy’ari keluar rumah pergi ke masjid untuk melakukan
peribadatan dengan sekaligus melihat suasana para santri yang tidur di
serambi masjid itu. Sesampainya di dalam masjid, ia terkejut karena melihat
sesuatu yang belum pernah dilihatnya, sesuatu yang belum pernah terjadi
sebelumnya yaitu, melihat cahaya yang terang dari jasad seorang anak
asuhan yang tidak dapat diketahui namanya, menyinari ruangan masjid
sekelilingnya, walaupun tidak seterang lampu “dlepak” yang biasa di pakai
78
oleh santri pada zamanya. Konon cahaya itu bisa menembus ke atap langit
masjid dan tembus ke angkasa.
Menurut cerita seorang ahli katanya, apabila dari jasad seorang anak
keluar cahaya atau (nur) dan cahaya itu menyinari ke atas dan sekelilingnya,
maka tandanya anak tersebut kelak akan menjadi orang besar yang sanggup
membina (menyinari) kepada masyarakat banyak. Dengan firasat
kedalamannya yang mendorong kyai Asy’ari ingin mengetahui dari mana
sumber cahaya yang disaksikan sendiri itu. Suasana menjadi sunyi sepi dan
gelap, tidak ada satu lampu yang menyala, sehingga untuk mengetahui anak
yang bercahaya mengalami kesulitan. Maka di sobeklah kain sarung yang di
pakai anak tersebut dengan harapan semoga besuk pagi dapat diketahui siapa
anak yang bermandikan cahaya itu.
Pagi hari pada saat ramainya orang sholat berjamaah dan para santri
siap akan pergi mengaji, terdengarlah suara isak tangis yang memilukan dari
seorang anak yatim yang bapak kandungnya telah lama meninggal, yaitu kyai
Ahmad Rifa’i namanya, menangis karena sobek kain sarungnya. Suara
tangisnya makin lama semakin keras, sehingga sempat didengar oleh kyai
Asy’ari dirumahnya. Kemudian dipanggilah Ahmad Rifa’i oleh kakak
iparnya untuk menghadap beliau, setelah itu Ahmad Rifa’i mendapat ganti
kain sarung yang sobek dengan yang baru. Betapa gembiranya hati Ahmad
Rifa’i, sebagaimana gembiranya kyai Asy’ari setelah mengetahui bahwa
anak yang bermandikan cahaya di masjid semalam adalah adik iparnya
79
sendiri, yang insya Allah kelak akan menjadi ulama besar kenamaan
(Syadzirin,1989:11).
Selama hidupnya kyai Asy’ari lebih banyak menghabiskan waktunya
untuk mengabdi dan berjuang untuk menegakkan tali agama Allah SWT
(agama Islam) yaitu, dengan mendidik, mengajar dan membina para santri di
pondok pesantrennya maupun mengabdi kepada masyarakat Kaliwungu
melalui ketrampilan dan ilmu Agama Islam yang ia miliki, karena kondisi
masyarakat Kaliwungu pada saat itu masih sangat primitif dan awam
terhadap masalah agama dan jauh dari nilai-nilai agama Islam.
Menurut sejarah sebelum kyai Asy’ari menikah dengan nyai Radjiyah
ia juga mempunyai istri yang berasal dari Aceh yang bernama nyai Guru
Manila dan mempunyai enam anak putra dan putri yaitu: ki Ya’kub,
Muhammad, Rodhiyah, Afiyah, Ibrahim Umi Aceh dan Umar Umi Aceh.
Dengan dukungan para istri, adik iparnya yaitu kyai Ahmad Rifa’i dan anak-
anaknya, kyai Asy’ari terus mengembangkan dakwahnya hingga akhir
hayatnya. Kapan kyai Asy’ari wafat dan pada umur berapa kyai Asy’ari
wafat belum ditemukan catatannya, tetapi dapat di perkirakan bahwa setelah
kyai Ahmad Rifa’i wafat pada tahun (1876) tidak lama kemudian kyai
Asy’ari wafat. Makam kyai Asy’ari atau kyai Guru di Jabal, sebelah selatan
desa Protomulyo atau protowetan Kaliwungu, ditempatkan pada sebuah
bangunan rumah yang besar dan indah serta dilengkapi dengan air untuk bisa
dipergunakan berwudlu. Menandakan bahwa Kyai Asy’ari adalah seorang
tokoh ulama yang sangat dihormati.
80
BAB IV
ANALISIS PERAN KYAI ASY’ARI (KYAI GURU) DALAM
BERDAKWAH DI KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN KENDAL
4.1 Peran Kyai Asy’ari (Kyai Guru) dalam berdakwah di kecamatan
Kaliwungu kabupaten Kendal
Peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang
mempunyai suatu status (Horton, 1999: 118). Setiap orang mungkin
mempunyai sejumlah status dan diharapkan mengisi peran sesuai dengan
status tersebut. Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur perilaku
seseorang. Peranan menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu dapat
meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain. Peranan diatur oleh norma-
norma yang berlaku. Misalnya, norma kesopanan menghendaki agar seorang
laki-laki bila berjalan bersama seorang wanita, harus di sebelah kiri
(Soekanto, 2002: 243).
Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan
sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki satu posisi dalam
masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Peranan mungkin mencakup
tiga hal, yaitu:
d. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan
rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan kemasyarakatan.
81
e. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
f. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting
bagi struktur sosial masyarakat (Soekanto, 2002: 244).
Peranan sosial adalah suatu perbuatan seseorang dengan cara
tertentu dalam usaha menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan
status yang dimilikinya. Seseorang dapat dikatakan berperan jika ia telah
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan status sosialnya dalam
masyarakat. Jika seseorang mempunyai status tertentu dalam kehidupan
masyarakat, maka selanjutnya ada kecenderungan akan timbul suatu
harapan-harapan baru. Dari harapan-harapan ini seseorang kemudian akan
bersikap dan bertindak atau berusaha untuk mencapainya dengan cara dan
kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu peranan dapat juga
didefinisikan sebagai kumpulan harapan yang terencana. Seseorang yang
mempunyai status tertentu dalam masyarakat. Dengan singkat peranan
dapat dikatakan sebagai sikap dan tindakan seseorang sesuai dengan
statusnya dalam masyarakat. Atas dasar definisi tersebut maka peranan
dalam kehidupan masyarakat adalah sebagai aspek dinamis dari status
(Syani, 1994: 94)
Ciri pokok yang berhubungan dengan istilah peranan sosial adalah
terletak pada adanya hubungan-hubungan sosial seseorang dalam
masyarakat yang menyangkut dinamika dari cara-cara bertindak dengan
82
berbagai norma yang berlaku dalam masyarakat, sebagaimana pengakuan
terhadap status sosialnya.
Menurut Levinson, bahwa peranan itu mencakup tiga hal, yaitu:
4. Peranan meliputi norma-norma yang di hubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan
rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan kemasyarakatan.
5. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
6. Peranan juga dapat dikatakan sebagai peri kelakuan individu yang
penting bagi struktur sosial masyarakat (Syani, 1994: 95)
Berangkat dari teori yang dikemukakan oleh Levinson, maka
peranan Kyai Asy’ari (Kyai Guru) dalam berdakwah di Kecamatan
Kaliwungu mencakup tiga hal yaitu:
1. Kyai Asy’ari (Kyai Guru) mengenalkan budaya Mataram Islam di
Kaliwungu
2. Kyai Asy’ari (Kyai Guru) mengenalkan ajaran Islam di Kaliwungu
3. Kyai Asy’ari (Kyai Guru) mendirikan pondok pesantren di Kaliwungu.
4.1.1 Kyai Asy’ari (Kyai Guru) mengenalkan Budaya Mataram Islam di
Kaliwungu
Kaliwungu dalam perspektif kebesaran Mataram pada abad
XVII, merupakan suatu kota di pesisir utara pulau Jawa, merupakan
titik penting dalam peta sejarah Mataram awal abad XVII. Hal ini
83
terbukti dengan adanya pemerintahan kadipaten yang masih nampak
bekas gapuranya. Pagelaran kraton atau kabupaten biasanya
menghadap ke laut atau membelakangi pegunungan atau gunung. Di
daerah jawa bagian selatan, pendapa kabupaten biasanya menghadap
ke selatan (laut kidul), dan membelakangi pegunungan Kendeng. Di
jawa utara atau pesisir utara, kabupaten menghadap ke utara dan
membelakangi gunung, dan ada pula yang menghadap ke selatan
membelakangi gunung Muria, atau seperti di Jepara menghadap ke
barat (laut) dan membelakangi gunung Muria juga.
Pusat pemerintahan terletak didaerah yang disebut Krajan
(kerajaan). Disebelah barat disebut Krajankulon, dan disebelah
timurnya disebut Krajanwetan. Rumah patih disebut Ronggo, disebut
Kranggan, Di sebelah selatan pemerintahan Kadipaten Kaliwungu
terbujur perbukitan yang di kenal dengan Bukit Kuntul Melayang,
membujur dari desa Protowetan ke selatan sampai Penjor dan
berbatasan dengan desa Nolokerto. Bukit tersebut mengesankan
bentuk burung kuntul yang sedang melayang. Diatas bukit kuntul
melayang inilah beristirahat dengan abadi para leluhur yang pada
zamannya menjadi tokoh sejarah dan sampai sekarang masih
dimulyakan dan di hormati masyarakat sekitarnya (Surat Kabar,
KALIWUNGU-KENDAL, Dalam Perspektif Kebesaran Mataram
Islam Abad XVII).
84
Agama Islam yang berkembang di tanah Jawa tidak bisa di
lepaskan dari jasa dan usaha para Walisongo. Pengaruh yang di bawa
Walisongo dalam mengembangkan Islam di tanah Jawa sangat besar
sekali. Masyarakat Jawa yang pada mulanya penganut aliran
animisme dan dinamisme berubah menjadi masyarakat mayoritas
muslim. Perjuangan yang di lakukan tidak mudah dan tidak singkat.
Kepercayaan masyarakat pada aliran animisme dan dinamisme sudah
sangat mengakar kuat. Oleh sebab itu diperlukan langkah yang
revolutif. Perubahan yang radikal tidak akan menghasilkan simpati
masyarakat, tetapi hanya akan menambah ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ajaran Islam.
Penyebaran agama Islam oleh Walisongo bahkan sampai ke
pelosok-pelosok desa. Setiap Wali melakukan dakwah dengan cara
dan pendekatan yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik
masyarakat di daerahnya. Ajaran Islam pun tersebar sampai didaerah
Kaliwungu Kendal dan sekitarnya, hanya saja belum dipahami secara
baik oleh sebagian besar masyarakat, jadi hanya sebatas tahu dan
sepenggal-penggal.
Kaliwungu sebagai bagian dari Kendal, Jawa tengah, juga
mengalami perubahan kultural dengan datangnya ajaran Islam, seperti
telah dipaparkan sebelumnya bahwa masyarakat Kaliwungu adalah
masyarakat yang masih awam terhadap ajaran Islam, mereka
mengenal Islam hanya sebagai suatu agama. Meskipun mereka
85
mengaku beragama Islam, tetapi tindakan yang dilakukannya jauh
dari nilai-nilai ajaran Islam. Masyarakat Kaliwungu pada saat itu
mempunyai kebiasaan memuja arwah para leluhur dan mendewakan
benda-benda yang dianggap keramat seperti keris atau pusaka, cincin
atau jimat, pohon besar, patung atau batu yang semuanya itu di
anggap dapat memberikan kekuatan, keselamatan dan dapat
memberikan sesuatu yang diminta (Wawancara dengan KH.
Muhibbudin, Senin, 08-03-2010). Kebiasaan-kebiasaan seperti itu
sudah menjadi budaya yang berkembang dalam masyarakat
Kaliwungu.
Kondisi yang parah dan terpuruk jauh dari ajaran Islam yang
benar, menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi para petinggi
pemerintahan kadipaten Kaliwungu, mulai berfikir mencari jalan agar
masyarakatnya tidak semakin terlena dan terjerumus ke dalam
perbuatan musyrik atau menyekutukan Allah.
Untuk mengatasi hal tersebut maka pihak pemerintah
kadipaten Kaliwungu mencoba menyadarkan masyarakatnya agar
segera menghentikan perbuatan musyrik itu dan lebih mendekatkan
diri kepada Allah. Hanya saja, pihak pemerintah sadar dalam hal ini
perubahan secara radikal tidak akan menghasilkan sesuatu yang
maksimal. Oleh sebab itu, proses penyadaran masyarakat harus
dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan.
86
Langkah pertama yang diambil oleh para petinggi pemerintah
Kaliwungu adalah mencari seseorang yang memahami dengan benar
tentang ajaran Islam dan mengajaknya untuk menyerukan dakwahnya
di Kaliwungu, usaha pemerintah kadipaten belum juga membuahkan
hasil karena belum juga ditemukan sosok ulama atau kyai yang
bersedia mengabdikan dirinya untuk menyerukan dakwah dan
memajukan umat Islam di Kaliwungu, akhirnya berita itu di dengar
oleh pemerintah kerajaan Mataram Islam, karena pada waktu itu Kota
Kaliwungu merupakan titik penting dalam peta sejarah Mataram awal
abad ke XVII, untuk mengatasi kondisi yang parah dan terpuruk jauh
dari ajaran Islam yang benar, maka Kyai Asy’ari di berikan amanat
dan di utus oleh susuhunan Mataram Islam untuk berdakwah,
mengajarkan dan menyebarkan ajaran agama Islam di Kaliwungu.
Kyai Asy’ari merupakan ulama dan kyai yang memiliki ilmu tinggi,
rajin dan tekun juga memiliki keikhlasan yang sangat luar biasa yang
siap mengabdikan dirinya untuk menegakkan agama Allah yaitu aga
Islam di Kaliwungu nantinya (Wawancara dengan KH. Muhibbudin,
Rabu, 10-03-2010).
Masa-masa pertama menetap di kampung Pesantren desa
Krajankulon Kaliwungu sempat membuat kyai Asy’ari terkejut,
lingkungan yang sangat berbeda dengan lingkungan sebelumnya
selama ini membuatnya harus beradaptasi terlebih dahulu. Kyai
Asy’ari yang sehari-harinya bergelut dengan dunia pesantren, harus
87
belajar memahami ritme kehidupan masyarakat Kaliwungu. Setelah
melakukan observasi tentang masyarakat Kaliwungu dengan segala
aktivitas dan budayanya, maka kyai Asy’ari menemukan pendekatan
yang paling efektif dalam mengembangkan dakwahnya di
Kaliwungu. Pendekatan yang di lakukan adalah dengan mengenalkan
dan mengajarkan tentang nilai-nilai ajaran Islam yang ada pada
kebudayaan Mataram Islam seperti : wayang kulit, terbangan, atau
kentrungan, mauludan, rajaban, bubur suran, rebo pungkasan,
nyadran, nyekar, slametan, dzikir atau tahlil kepada masyarakat
Kaliwungu (Surat Kabar, KALIWUNGU-KENDAL, Dalam
Perspektif Kebesaran Mataram Islam Abad XVII).
1. Wayang Kulit
Pada zaman Sultan Agung, wayang kulit berbentuk pipih
menyerupai bentuk bayangan (gestylered) seperti apa yang kita
lihat sekarang.
Wayang kulit purwa disempurnakan bentuknya. Cara
pembuatannya, warnanya, alat kelir, deblog, Blencong
disempurnakan dan disesuaikan dengan zaman baru agar tidak
bertentangan dengan agama (dibuat sejak) 1518 = 1440 Jawa
(Sirnasuci caturing Dewa) dan menambah jumlah wayang
semalam suntuk gamelan slendro (sejak ± 1521) dengan pimpinan
yang disebut kyai Dalang. Membuat perampokan dan gunungan
(1443 Jawa, geni dadi surining jagad)
88
Di Kaliwungu, pada tahun sekitar 1965, masih ada dalang
yang dikenal dengan nama Ki Dalang Riyanto, Ki Dalang Denu
Purwocarito, Ki Dalang Akhmat. Bahkan pernah dikenal ada
dalang Bocah.
Pertunjukan wayang kulit dilaksanakan pada zamannya
lurah Sahri (al-marhum) setiap bulan Apit (Legeno) dalam rangka
“merti deso”. Bagi masyarakat juga ada yang melaksanakan
“ruwatan” dengan menyelenggarakan wayang kulit dengan
ceritera Murwokolo (Surat Kabar, KALIWUNGU-KENDAL,
Dalam Perspektif Kebesaran Mataram Islam Abad XVII).
2. Terbangan, Kentrungan, dikenal sejak zaman Sultan Agung,
terbukti dalam surat centini yang menceriterakan pengembaraan
She Among Rogo melihat kesenian kentrung yang biasanya
diselenggarakan semalam suntuk menceriterakan tokoh-tokoh
legendaris nenek moyangnya, maupun kisah para nabi seperti
yang termaktub dalam buku Serat Anbia tidak jarang ceritera
menak, seperti Umarmaya Umarmadi menjadi kegemaran
masyarakat. Sekitar tahun 1950-1960, dikenal kentrung Siman,
mengambil nama Pak Siman, Seniman Kentrung tunanetra tapi
hafal cerita-cerita Babad.
Terbangan sendiri, dilakukan oleh 3, 5, 7, 9 atau 11 orang,
dengan alat utama terbang. Syair-syair yang dibacakan disebut
Markhahanan mengambil dari kitab Burdah, Nashor, Dziba atau
89
Saraful Anam untuk menghormati kelahiran Nabi Muhammad
SAW di bulan Maulud.
3. Mauludan
Tradisi mengagungkan Nabi Muhammad SAW adalah bernilai
simbolis agar dalam setiap kehidupan muslim mewarisi akhlak
yang baik seperti Nabi Muhammad. Oleh sebab itu, pada bulan
Maulud (Rabiul Awal), untuk mengenang kelahiran Nabi
Muhammad, diselenggarakan pembacaan syair Mauludan di
langgar-langgar maupun di rumah penduduk. Bagi anak-anak
peristiwa yang paling menyenangkan adalah kegiatan yang
menyertai Mauludan, yaitu Ketuwin. Peristiwanya adalah, anak-
anak keluar rumah membawa makanan di atas piring kecil dari
tanah, yang diberi lilin yang memancarkan cahaya. Secara
bergantian makanan saling ditukar dengan tetangga. Makna
simbolik yang menyertai peristiwa ini adalah: Telah Datang
Cahaya (Nur) Muhammad yang memberi petunjuk (penerangan)
kepada umat manusia.
4. Rajaban
Pada bulan Rajab (Rejeb), tepatnya 27 Rejeb tahun Hijriah.
Diselenggarakan perayaan membaca riwayat Mi’raj Nabi
Muhammad SAW sejak hati Nabi Muhammad disucikan oleh
Malaikat Jibril sampai perjalanan melihat Surga dan Neraka. Serta
ditetapkannya shalat lima waktu.
90
5. Bubur Suran
Sultan Agung telah mengganti tahun Saka dengan tahun Jawa, di
mana 1 Suro adalah merupakan tahun baru. M dirayakan dengan
bubur Suro, yang khas, yakni bubur nasi dicampur tahu, tempe
dan daging kerbau. Menurut hikayat, konon Nabi Nuh telah
selamat sampai ke darat setelah dilanda banjir tepat pada tanggal
1 Syuro. Sebagai rasa syukur kepada Tuhan maka dibuatkan
selamatan atau bancaan dengan memasak sisa makanan yang ada.
Hasil makanan tersebut menjadi Bubur Suran.
6. Rebo Pungkasan
Yaitu hari Rebo terakhir bulan Sapar, menjadi tradisi menjalankan
puasa Sunnah dan beribadah. Hal ini dikarenakan setiap tahun
hanya ketemu satu hari Rebo Pungkasan bulan Sapar. Arti
simboliknya adalah agar manusia diingatkan akan arti pentingnya
sang waktu, seperti yang tercantum dalam surat Wal Asri.
7. Nyadran
Upacara nyadran, menurut ahli antropolog Koentjaraningrat,
adalah diselenggarakan untuk merawat makam para Cikal Bakal
(leluhur) atau nenek moyang pendiri komunitas. Pelaksanaannya
dengan membawa makanan (nasi) dan ikan ayam (panggang), ke
komplek makam leluhur. Diawali dengan pembacaan Tahlil, dan
doa bagi yang telah dikubur, dan diakhiri dengan makan bersama.
Dengan demikian merupakan alasan untuk mengadakan pesta dan
91
perayaan yang mengintensifkan solidaritas antara para anggota
kelompok kerabat.
8. Nyekar
Nyekar atau menabur bunga di kuburan para leluhur pada hari
raya Idul Fitri, bermakna simbolik, harumkanlah nama leluhur
kita, dengan merefleksikan pada diri kita sendiri untuk bertindak
dan bercita-cita menjadi manusia utama dalam kehidupan kita.
9. Slametan
Adalah bentuk doa yang diekspresikan melalui seni makanan.
Makna simbolisnya bahwa adanya tumpeng (nasi yang meruncing
ke atas seperti gunung), dan dihiasi dengan lauk-pauk dari ayam,
telur, tempe, tahu, sayur-mayur (janganan) melambangkan bahwa
makanan sebagai sumber kehidupan berasal dari Yang Esa
meliputi semesta. Oleh sebab itu disertai doa oleh modin agar
manusia selamat di dalam kehidupan dan disertai dengan kata:
Amin!, kabulkanlah permintaan kami.
10. Dzikir atau Tahlil
Inti dari agama Islam adalah tauhid. Tuhan Yang Maha Pencipta
adalah Esa. Oleh sebab itu di setiap kesempatan, meng-Esakan
Tuhan adalah dianjurkan. Dengan berdzikir dan tahlil, manusia
diingatkan kepada kalimat: La Ilaha IllAllah. Tiada Tuhan selain
Allah, dan Muhammadur Rasulullah: Muhammad utusan Allah.
Oleh sebab itu penyelenggaraan dzikir bisa di rumah, di mesjid, di
92
tempat “Selamatan”, di tempat kematian, di kuburan dan di mana
saja yang memungkinkan khusuk untuk berdzikir. Boleh sendirian
dan boleh bersama-sama.
Kyai Asy’ari yang berasal dari tokoh ulama Mataram Islam,
tentunya banyak mewarisi kebudayaan yang ada pada Mataram Islam
tersebut.
Setelah beberapa saat berjalan, masyarakat semakin banyak
yang mengetahui dan memahami yang akhirnya tertarik dengan
tradisi atau budaya Mataram Islam tersebut, yang di kenalkan oleh
kyai Asy’ari kepada mereka, maka langkah selanjutnya kyai Asy’ari
mulai mengadakan tradisi atau budaya Mataram Islam di Kaliwungu
yang kemudian diselingi dengan pengajian atau ceramah.
Dalam perkembangan sosial masyarakat, aspek kebudayaan
tidak akan terlepas dari kehidupan manusia. Tindakan kyai Asy’ari
dalam menyebarkan ajaran-ajaran Islam kepada mad u di Kaliwungu
dengan cara mengenalkan budaya atau tradisi Mataram Islam adalah
langkah yang tepat, karena masyarakat Kaliwungu tidak bisa terlepas
dengan kebudayaan. Dengan mengenalkan nilai-nilai ajaran Islam
dalam kebudayaan Mataram Islam seperti wayang kulit, terbangan
atau kentrungan, mauludan, rajaban, bubur suran, rebo pungkasan,
nyadran, nyekar, slametan,dzikir atau tahlil maka dengan sendirinya
tradisi atau kebiasaan masyarakat Kaliwungu yang suka memuja para
arwah leluhur dan mendewakan benda-benda yang dianggap keramat
93
seperti keris atau pusaka, cincin atau jimat, pohon besar, patung atau
batu, yang semuanya itu dianggap dapat memberikan kekuatan,
keselamatan, dan sesuatu yang diminta. Kyai Asy’ari berharap dengan
dakwahnya masyarakat Kaliwungu sedikit demi sedikit bahkan
meninggalkan kebudayaan mereka dengan mengenalkan kebudayaan
Mataram Islam tersebut. Karena kebudayaan Mataram Islam lebih
mengajarkan kepada nilai-nilai ajaran Islam. Sedangkan kebiasaan
masyarakat Kaliwungu sebelum itu lebih menjurus kepada perbuatan
musyrik (menyekutukan Allah).
Penyajian pesan dakwah yang disampaikan oleh Kyai Asy’ari
lewat kebudayaan Mataram Islam tersebut sangat praktis dan mudah
untuk dilakukan pada setiap waktu tertentu. Misalnya dapat kita lihat
pada tradisi mauludan, yaitu tradisi yang diadakan pada bulan maulud
(Rabiul awal), untuk mengenang kelahiran nabi Muhammad SAW,
diselenggarakan pembacaan syair mauludan di musholla-musholla
maupun di rumah penduduk.
Bagi anak-anak peristiwa yang paling menyenangkan adalah
kegiatan yang menyertai mauludan, yaitu ketuwen. Peristiwanya
adalah anak-anak keluar rumah membawa makanan diatas piring kecil
dari tanah, yang di beri lilin yang memancarkan cahaya. Secara
bergantian makanan saling di tukar dengan tetangga. Makna simbolik
yang menyertai peristiwa ini adalah, telah datang cahaya (nur)
Muhammad SAW yang memberi petunjuk atau (penerangan) kepada
94
umat manusia. Tradisi mengagungkan nabi Muhammad SAW adalah
bernilai simbolis agar dalam setiap kehidupan muslim mewarisi akhlak
yang baik seperti nabi Muhammad SAW. Misalnya lagi tradisi rabo
pungkasan, yaitu tradisi yang diadakan pada hari rabo terakhir bulan
sapar, menjadi tradisi menjalankan puasa sunnah dan beribadah. Hal
ini dikarenakan setiap tahun hanya ketemu satu hari rebo pungkasan
bulan sapar.
Arti simboliknya adalah agar manusia diingatkan akan arti
pentingnya sang waktu, sebagaimana yang tercantum dalam surat al-
Asr ayat 1-3:
ŽóÇyèø9$#urÇÊȨb Î)z » |¡SM}$#’Å"s9AŽô£ äzÇËÈžwÎ)tûï Ï% ©!$#(#q ãZtB#uä(#q è=ÏJ tã ur
ÏM» ysÎ=» ¢Á9$#(#öq |¹#uq s?urÈd, ysø9$$Î/(#öq |¹#uq s?urÎŽö9¢Á9$$Î/ÇÌÈ
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dannasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehatmenasehati supaya menetapi kesabaran. (QS al-Ashr: 1-3) (Depag RI,1997, 329)
Ditinjau dari pengertian dakwah yaitu mengubah situasi kepada
yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap individu maupun
masyarakat (Supena, 2007: 105). Kyai Asy’ari telah melakukan
perintah tersebut yaitu melalui nilai-nilai ajaran Islam yang ada dalam
kebudayaan Mataram Islam tersebut. Ketika masyarakat Kaliwungu
banyak yang melakukan perbuatan munkar, maka kyai Asy’ari
95
berusaha mengajak dan menyadarkan atas perbuatan mereka dengan
cara yang baik dan bijaksana.
Materi dakwah sangat menentukan adanya keberhasilan suatu
kegiatan dakwah seorang komunikator atau da’i tanpa adanya materi
yang di sampaikan cenderung menjadikan kegiatan dakwah tersebut
tidak terarah. Materi dakwah yang baik adalah seiring dan searah
dengan kondisi sosial sasaran dakwah.
Dari segi komunikasi, aktivitas atau peran dakwah yang
dilakukan oleh kyai Asy’ari merupakan salah satu bentuk komunikasi
dalam rangka penyiaran ajaran Islam. Kyai Asy’ari menerapkan teori
komunikasi yang ada. Sesuai dengan pendapat Carl I Hovland, bahwa
komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara
tegar asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat
dan sikap (Efendy, 2001: 10). Maka, kyai Asy’ari dalam
menyampaikan dakwahnya, beliau berupaya menyampaikan segala
bentuk informasi tentang ajaran Islam yang benar, yang diridlhoi oleh
Allah SWT. Informasi yang disampaikan dalam bentuk pesan-pesan
messages tersebut kemudian disampaikan encode kepada komunikan,
dan langsung diterima komunikan decode dan ditafsirkan interpret dan
akhirnya akan menghasilkan feed back berupa respons tertentu sebagai
efek dari pesan yang di komunikasikan.
Dalam proses komunikasi, muballigh atau da’i sebagai
komunikator memegang peranan penting dalam pencapaian tujuan
96
dakwah, yaitu mempengaruhi sikap dan tingkah laku komunikanya.
Kyai Asy’ari sebagai komunikator berupaya merubah sikap dan
tingkah laku masyarakat Kaliwungu dari masyarakat abangan menjadi
masyarakat muslim sejati, di mana benar-benar memahami ajaran
Islam.
4.1.2 Kyai Asy’ari (Kyai Guru) Mengenalkan Ajaran Islam di Kaliwungu
Materi dakwah adalah bahan atau sumber yang dipergunakan serta
yang akan disampaikan oleh subyek dakwah (da’i) kepada obyek dakwah
(mad u) dalam aktifitas dakwah itu ke arah tercapainya tujuan dakwah.
Materi dakwah sebagai pesan dakwah merupakan ajakan, anjuran dan ide
gerakan dalam rangka mencapai tujuan dakwah. Hal ini dimaksudkan agar
manusia mau menerima dan memahami serta mengikuti ajaran tersebut
sehingga ajaran Islam ini benar-benar diketahui, dipahami, dihayati dan
selanjutnya diamalkan sebagai pedoman hidup dan kehidupannya. Semua
ajaran Islam tertuang di dalam wahyu yang disampaikan kepada Rasulullah
yang perwujudannya terkandung dalam al-Qur’an dan sunnah Nabi Saw (al-
Hadits) (Sanwar, 1986: 73)
Tugas seorang da’i identik dengan seorang Rasul. Semua Rasul
adalah panutan para da’i, terutama Muhammad SAW sebagai Rasul yang
paling agung. Dalam berdakwah, tugas umat Islam juga sama dengan Rasul,
ayat-ayat yang memerintahkan Nabi agar berdakwah, maksudnya tidak
hanya ditujukan kepada Nabi, tetapi juga kepada umat Islam. Oleh karena
97
itu, maka materi yang akan disampaikan dalam kegiatan dakwah adalah
semua ajaran yang dibawa oleh Rasul SAW, yang datang dari Allah SWT
untuk semua umat manusia. Adapun ajaran Islam sebagai materi dakwah
pada pokoknya mengandung tiga prinsip, yaitu :
1) Aqidah (tauhid) yaitu menyangkut system keimanan atau kepercayaan
terhadap Allah SWT, hal ini merupakan landasan fundamental dalam
keseluruhan aktivitas seorang muslim, baik menyangkut sikap mental
ataupun tingkah laku dan sifat-sifat yang dimiliki.
2) Syari’ah (fiqih) yaitu serangkaian ajaran yang menyangkut aktivitas
semua muslim di dalam semua aspek kehidupannya. Hal mana yang
boleh dilakukan dan tidak boleh, mana yang halal, haram dan
sebagainya.
3) Akhlak (tasawuf) yaitu menyangkut tata cara berhubungan, baik secara
vertical dengan Allah SWT (hablun min Allah) ataupun secara horizontal
dengan sesame manusia (hablun min an-nas), dan seluruh makhluk
ciptaan Allah.
Semua materi dakwah yang sudah terdapat jelas dalam Al-Qur’n
dan As-sunnah tersebut harus dapat dipahami dan di mengerti oleh da’i,
sehingga materi yang disampaikan tetap konsisten dan tidak melenceng dari
ajaran Islam.
Adapun ajaran Islam yang diajarkan oleh Kyai Asy’ari lebih
menekankan ajaran tentang aqidah (tauhid), aqidah Islam sebagai sistem
kepercayaan yang berpokok pangkal atas kepercayaan dan keyakinan yang
98
sungguh-sungguh akan ke-Esaan Allah Swt adalah merupakan materi
terpenting dalam kegiatan dakwah. Aqidah Islam. yang bersifat tiqad
baitullah ini mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya dengan
rukun iman. Dengan berlandaskan kepada petunjuk atau isyarat Rasul
mengenai faham atau golongan faham yang benar, yaitu Ahlussunah wal
jamaah, maka kyai Asy’ari berjuang, berusaha sunni ini demi kejayaan dan
kemuliaan agama Islam. Didalami ilmu Ushuluddin atau mengenai dasar-
dasar agama di bahas tentang masalah tiqad atau kepercayaan yang
berhubungan dengan kenabiyan yang disebut sebagai tiqad Nubuwiyyat
atau Nubuwwat dan yang berhubungan dengan keghaiban yang dinamai
sebagai tiqad Ghaaibaat dan sebagainya yang menyangkut kepercayaan.
Adapun dasar pokok didalam tiqad Ahlussunnah wal jamaah terbagi
menjadi enam bagian yang lazim pada kitab-kitab mengenai ilmu
Ushuluddin dikatakan sebagai rukun Iman. Adapun pembagian rukun iman
ini adalah sebagai berikut :
a) Iman kepada Allah
b) Iman kepada malaikat-malaikat Allah
c) Iman kepada kitab-kitab Allah
d) Iman kepada utusan-utusan Allah
e) Iman kepada hari qiyamat
f) Iman kepada qadar
Setelah melakukan observasi tentang masyarakat Kaliwungu dan
segala aktivitas dan budayanya, maka kyai Asy’ari menemukan pendekatan
99
yang paling efektif dalam berdakwah di Kaliwungu. Pendekatan yang
dilakukan adalah dengan mengadakan pengajian atau ceramah yang berisi
dzikir dan tahlil. Melalui pengajian atau ceramah itu kyai Asy’ari
mengajarkan banyak hal tentang ajaran agama Islam. Salah satunya ajaran
tentang ketauhidan, sebagai permulaan bahwa seseorang akan masuk Islam
harus mengucapkan dua kalimat syahadat tauhid dan syahadat, syahadat
tauhid dan syahadat Rasul sebagai pernyataan iman dan Islam secara
dlahiriyah atau untuk amal ibadah sehari-hari. Karena pada hakekatnya yang
dikatakan iman itu membenarkan di dalam hati mengucapkan dengan lisan
dan mengerjakan dengan anggota badan, adapun kesaksiannya ialah :
“Aku bersaksi bahwasannya tidak ada Tuhan yang haq disembahselain Allah dan aku bersaksi pula bahwa sesungguhnya nabiMuhammad itu utusan Allah”
Pengajian atau ceramah yang berisi dzikir dan tahlil di maksudkan
untuk selalu ingat kepada Allah SWT, karena sesungguhnya sebaik-baik
dzikir adalah “Lailahailallah”, pada kalimat itu terdapat perkara menafikan
yang lain dari pada Allah dan mengistinbatkan Allah Ta’ala (Abdullah,
1993:44).
4.1.3. Kyai Asy’ari (Kyai Guru) mendirikan pondok pesantren salaf APIP
(Asrama Pelajar Islam Pesantren) Kaliwungu
Setelah kedatangan Kyai Asy’ari di Kaliwungu kemudian bermukim
dan menetap di kampung yang saat ini terkenal dengan nama kampung
100
pesantren, Desa Krajan Kulon Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal.
Kemudian untuk lebih mengembangkan dakwahnya, di Kampung pesantren
itulah Kyai Asy’ari merintis dan mengajarkan Islam dengan mendirikan
sebuah pondok pesantren salaf. Pondok pesantren tersebut saat ini diberi
nama pondok APIP (Asrama Pelajar Islam Pesantren).
Karena pada waktu itu fasilitas dan sarana untuk belajar belum
memadai maka kyai Asy’ari juga menggunakan musholla sebagai tempat
untuk belajar dan menuntut ilmu agama Islam bagi para santri, yang
sekarang ini menjadi Musholla Al-Asy’ari, tepatnya di Kampung Pesantren
desa Krajan Kulon Kecamatan Kaliwungu. Sejarah nama musholla al-
Asy’ari berasal dari nama pendirinya yaitu Kyai Asy’ari (Kyai Guru),
sehingga dinamakan Musholla Al-Asy’ari.
Kyai Asy’ari merupakan tokoh ulama Kaliwungu yang kharismatik,
sehingga banyak orang yang ingin berguru dan menimba ilmu darinya.
Beliau memiliki santri-santri yang berasal dari beberapa daerah seperti Jawa
Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur dan daerah lainnya. Karena banyaknya
santri sehingga tempat tinggal Kyai Asy’ari tidak mampu untuk
menampung para santri, maka dibuatlah pondok pesantren untuk para santri
sebagai tempat tinggalnya untuk belajar, yang sekarang ini menjadi Pondok
pesantren APIP (Asrama Pelajar Islam Pesantren) tepatnya di kampung
Santren desa Krajan Kulon Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal
(Abdullah, 2004: 59).
101
Sebagai seorang ulama yang kharismatik, sekaligus Kyai, pendiri
dan pemimpin pondok pesantren di Kaliwungu Kendal, Kyai Asy’ari
dengan segala kerendahan dan keikhlasannya, ingin mengabdikan dirinya
untuk berdakwah mengajar ilmu-ilmu agama Islam kepada seluruh umat
manusia, melalui pondok yang didirikannya itu, tidak lain di pondok
pesantren APIP Kaliwungu. Kyai Asy’ari berharap semoga dengan
berdirinya pondok pesantren APIP di Kaliwungu, kemudian lahirlah para
ulama besar di seantero tanah Jawa ini, dan kemudian berdiri pondok-
pondok pesantren di negeri ini. Dengan mengucapkan kalimat thayibah
bismillahirrahmanirrahim sebagai langkah awal dalam melakukan suatu
pekerjaan yang baik, semoga Allah SWT memberikan rasa kasih sayangnya
kepada seluruh umat Islam. Kemudian dengan mengucapkan lafadz
“anfau linnas. Semoga Allah memberikan manfaat kepada pondok
pesantren APIP ini, bagi seluruh umat manusia (Wawancara dengan KH.
Khafidzin Ahmad Dum, Rabu, 07-04-2010).
Lewat pondok APIP ini Kyai Asy’ari mempunyai misi yaitu
berikhtiar mencetak para santri yang beriman dan bertakwa dengan ilmu
dan ketrampilan yang dimiliki. Para santri senantiasa dibekali dengan ilmu
agama Islam seperti ilmu Al-Qur'an, ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu badi’,
ilmu mantiq, ilmu bayan, ilmu ‘arudl, ilmu hadits, lughatul arabiyah, selain
itu juga ilmu umum seperti ilmu pertanian, ilmu berdagang dan yang
berhubungan dengan masalah dunia. Agar kelak berguna dan bermanfaat
bagi agama, nusa dan bangsa yang berakhlakul karimah dan berbudi pekerti
102
luhur (Wawancara dengan KH. Khafidzin Ahmad Dum, Kamis, 08-04-
2010).
Kyai As’yari adalah ulama yang dalam ilmunya, sehingga disegani
dan dihormati oleh masyarakat luas, rakyat dan pejabat kolonial Belanda.
Dalam sejarah Kyai Asy’ari dikenal sebagai seorang kyai pemimpin pondok
pesantren dan sekaligus sebagai guru mengaji. Setiap pagi, siang, sore,
malam atau kapan saja waktunya digunakan untuk mendidik dan mengajar
serta membina para santri. Kyai Asy’ari dalam mengasuh, mendidik dan
membina para santri sangat rajin, tekun dan teliti. Berkat ketekunan dan
keikhlasannya Kyai Asy’ari mempunyai banyak santri dan hampir
semuanya menjadi ulama besar. Diantara santri yang menjadi ulama besar
adalah sebagai berikut:
- kyai Ahmad Rifa’i (1786-1876) seorang ulama kharismatik tokoh
jamaah Rifa’iyah
- kyai Musa (Kaliwungu) dicatat pernah menjalani bai at thariqat
syatariyah pada kyai Asy’ari selaku khalifah ahli thariqat syatariyah.
- kyai Sholeh Darat Semarang (1820-1903),
- kyai Bulkin dari Mangkang
- kyai Anwarudin dari Bendokerep (Kriyan) Cirebon
Kemudian para santri atau ulama tersebut banyak yang mendirikan
pondok pesantren atau madrasah bahkan tempat ibadah di berbagai daerah
atau tempat Kyai tersebut berasal dan bertempat tinggal.
103
Peran Kyai Asy’ari dalam berdakwah di Kecamatan Kaliwungu
Kabupaten Kendal sangat besar dan sungguh luar biasa, khususnya di
lingkungan pondok pesantren.
Hal ini dapat kita buktikan dengan berdirinya pondok pesantren
yang pertama kali di Kaliwungu oleh Kyai Asy’ari yaitu yang bernama
Pondok Pesantren Salaf APIP dan Musholla Al-Asy’ari tepatnya di
Kampung Pesantren desa Krajankulon, sekitar tahun 1781-an. Sejak itulah
kemudian sampai sekarang ini berdiri pula banyak pondok pesantren salaf
dan madrasah yang berbasis NU di Kaliwungu Kendal, yang didirikan oleh
para kyai dan ulama besar yang ada di Kaliwungu.
Berikut ini adalah daftar pondok pesantren di Kaliwungu Kabupaten
Kendal.
No Nama PondokKampung /
Dusun
Tahun
BerdiriPendiri / Pengasuh
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
APIP
Bani Umar
APIK
Miftakhul Falah
Misik
Aspika
Arum
API
Bendokerep
AKIS (Darusalam)
APIK
ARIS
ASPIR
Pesantren
Petekan
Kauman
Kapulisen
Sarean
Kembangan
Pandean
Kranggan
Kauman
Saribaru
Kapulisen
Saribaru
Pesantren
1781-an
1905
1919
1921
1950
1950
1950
1956
1957
1968
1968
1948
1984
Kyai Asy’ari
Kyai Umar
Kh. Irfan
Kyai Badawi
Kyai Abu Khaer
Kyai Fauza’ Irfan
Kyai Sulthi Shidiq
Kyai Ab. Ibrahim
Kyai Humaidullah
Kyai Farikhin
Kyai Ali Abdullah
Kyai Kholil
Kyai Khudhori
104
14
15
16
17
18
19
Nurul Hidayah
Al-Fadlu
Mamba’ul Hikmah
APIP
API
AKIIN
Pungkuran
Jagalan
Sabetan
Plantaran
Wonorejo
Sarirejo
1971
1982
1978
1950
1927
1950
Kyai A. Thohari
Kyai Dimyati
Kyai Suyuti
Kyai Achyar
Kyai Thohir
Kyai Yasir
(Abdullah, 2004: 13)
Banyaknya pondok pesantren yang berdiri di desa Krajan Kulon,
sehingga desa ini menjadi pusatnya pembelajaran ilmu agama di
Kaliwungu. Istilah Kaliwungu sebagai kota santri mungkin berasal dari desa
Krajankulon, karena desa ini berada di tengah / pusat kota Kaliwungu. Jika
datang ke desa Krajankulon kita akan melihat para santri hilir mudik,
terutama di pagi dan sore hari. Selain santri yang menetap di pondok
pesantren, ada juga banyak santri yang nglaju, datang ke pondok atau ke
rumah guru ngajinya hanya pada jam mengaji saja, sehari-harinya tetap
berada di rumah. Santri nglaju ini biasanya diikuti oleh santri yang
bertempat tinggal di Kaliwungu dan sekitarnya.
Santri yang mengaji tidak hanya usia aktif belajar saja, tetapi bagi
kaum ibu dan bapak juga masih aktif semangat untuk mengaji. Pengajian
untuk kalangan ibu dan bapak misalnya yang diadakan oleh KH.
Nidhomudin Kampung Kauman. Pengajian diikuti oleh kalangan ibu dan
bapak tiap pagi setelah sholat subuh, yang dimulai dengan pembacaan Al-
Qur'an dan dilanjutkan dengan pengajian ceramah. Masyarakat yang
mengikuti pengajian ini biasanya hanya mendengarkan saja yang biasa
dikenal dengan jiping (ngaji kuping), meskipun ada juga yang menyimak
105
bacaan Al-Qur'an dengan membawa Al-Qur'an sendiri dan kemudian
mencatat pelajaran yang penting. Selain pengajaran yang diadakan oleh KH.
Nidhomudin, ada juga pengajian setiap hari selasa dan sabtu di Pondok
Bani Umar Kampung Patekan. Masyarakat yang mengikuti pengajian
tersebut tidak hanya masyarakat lokal saja, yaitu masyarakat Kaliwungu itu
sendiri akan tetapi juga dari luar Kaliwungu.
Pesantren dilihat dari aspek kesejarahannya, bisa jadi sebagai
penelusuran sistem pendidikan pra Islam di negeri ini, yang oleh sementara
kalangan diidentifikasikan dengan nama sistem Mandala. Istilah pesantren
untuk daerah Kaliwungu saat ini, umumnya diacukan kepada tempat
pemukiman atau asrama para santri yang sebagai tempat belajar mengaji
dan mengenal hidup yang Islami.
Pesantren-pesantren ini memiliki banyak arti dan fungsi, sebagai
sumber penting bagi pendidikan humaniora di pedesaan, karena ia sebagai
pusat kreativitas masyarakat. Dibanding dengan lembaga pendidikan Islam
yang lain, pesantren memiliki kelebihan mental keagamaannya. Salah satu
alasan kelebihannya itu adalah cara memandang santri terhadap kehidupan.
Kehidupan secara keseluruhan sebagai ibadah. Sedang kekurangannya,
bahwa santri kurang dibekali pengetahuan umum, padahal keadaan
masyarakat sudah jauh berlainan coraknya seperti masyarakat sekarang ini,
sehingga pengetahuan umum hanya dikuasai oleh masyarakat yang berada
di luar tembok pesantren.
106
Kritik ini relevan kalau kita kaitkan dengan tujuan pesantren yang
antara lain, menciptakan kemungkinan seseorang menjadi kyai atau ulama.
Mengapa demikian, karena ulama dewasa ini, perlu memahami dua jenis
tantangan yang dihadapi bangsa, yaitu: 1) mengejar ketertinggalan kita
terhadap bangsa-bangsa lain yang telah maju, agar kita dapat berinteraksi
dengan mereka secara seimbang dan, 2) mempersiapkan diri untuk
melakukan penyesuaian-penyesuaian yang dituntut oleh perubahan-
perubahan yang akan datang, yang tanda-tandanya sudah terlihat sejak
sekarang (Thohir, 1988: 30).
Oleh karena itu, jika pesantren masih mau berharap untuk
memberikan partisipasinya dalam membentuk manusia yang utuh dalam
batas-batas tertentu setidaknya perlu merenungkan apakah belum saatnya
untuk memberi bekal ilmu-ilmu umum dan ilmu ketrampilan seperti
pertanian, para santri umumnya berlatar belakang petani, di samping ilmu-
ilmu agama yang sudah cukup lama menjadi ciri utamanya. Pandangan ini,
saya rasa tak terkecuali untuk pesantren-pesantren Kaliwungu.
Adalah sudah sinequanon jika Kaliwungu dikenal sebagai kota
santri bermula karena negeri ini dibangun oleh pesantren dengan segala
pilar-pilarnya. Ini terbukti dari fakta kesejarahan yang mencatat bahwa pada
abad 17 (1780-an) sudah berdiri sebuah pesantren oleh seorang tokoh
bernama Kyai Asy’ari, konon dari figur ulama ini pula, Kaliwungu dikenal
secara luas sebagai kota santri dan kota yang memiliki keunikan dengan
upacara tradisional syawalannya. Pondok APIP yang didirikan oleh Kyai
107
Asyari ini telah mengilhami banyak kyai-kyai pada generasi berikutnya
(Thohir, 1988: 31).
Tahun 1905 pondok pesantren di kampung Petekan didirikan oleh
kyai Umar, kemudian saat ini di beri nama pondok pesantren BANI UMAR
oleh kyai Aqin Umar, tahun 1919 H. Abdul Rasyid membangunkan pondok
pesantren PONDOK KAUMAN KOMPLEK A untuk KH. Irfan bin Musa,
tahun 1921 di Kampung Kapulisen sudah berdiri pondok MIFTAKHUL
FALAH yang khususnya mengajarkan hafidzul Qur’an, tahun 1929 kyai
Ibadullah Irfan di bantu H. Idris mendirikan madrasah MIFTAKHUL
ATHFAL kemudian pada tahun 1950 diganti nama menjadi MIFTAKHUL
ULUM, tahun 1950 kyai Fauzan mendirikan pondok pesantren ASPIKA di
kampung Kembangan, tahun 1950 KH. Subkhi mendirikan pondok ARUM,
tahun 1950 kyai Abu Khair mendirikan pondok pesantren MISK di
kampung Sarean, tahun 1956 KH. Ibrahim mendirikan pondok API di
kampung Kranggan, tahun 1957 KH. Humaidullah membangun pondok
bendokereb, tahun 1961 kyai Farihin mendirikan PONDOK ARIS
DARUSSALAM, tahun 1978 kyai Kholil dan putranya Ustadz Khafidzin
mendirikan pondok pesantren putri yang diberi nama ARIBATUL
ISLAMY (ARIS) di kampung Saribaru, dengan spesialisasi pengajaran ilmu
nahwu (linguistik), tahun 1968 ustadz Ali mendirikan pondok hafidzul
Quran di kamung Kapulisen, kemudian saat ini diresmikan menjadi pondok
JABAL NUR, tahun 1978 ustadz Suyuti Murtadzo mendirikan pondok
pesantren MAMBAU’L HIKMAH di kampung Sabetan desa Mororejo dan
108
tahun 1982 kyai Dimyati Rais mendirikan pondok pesantren PONDOK
ALFADLU WAL FADZILAH.
Namun yang paling menarik di pondok pesantren mana saja di
Kaliwungu ini adalah parasantri dipersilahkan untuk mengaji kepada kyai
siapa saja yang dimintai, tanpa terlalu dibatasi ruangnya. (Wawancara
dengan Drs. Asro’i Thohir, Kamis, 08-04-2010).
Peran kyai Asy’ari (kyai Guru) dalam berdakwah di kecamatan
Kaliwungu semakin komplit dan berkembang dengan baik ketika ia
mendirikan pondok pesantren salaf yang pertama kali di Kaliwungu, yang
sekarang ini menjadi pondok APIP (Asrama Pelajar Islam Pesantren) dan
Musholla Al-Asy’ari tepatnya di kampung Pesantren Desa Krajankulon.
Nama Musholla tersebut diambil dari nama pendirinya yaitu kyai Asy’ari.
Dengan mendirikan pondok pesantren di Kaliwungu, kyai Asy’ari dapat
mengajarkan dan mengamalkan ilmu yang ia miliki seperti ilmu nahwu,
ilmu sharaf, ilmu badi’, ilmu mantiq, ilmu bayan, ilmu aruld, ilmu hadits,
lughatul arabiyah selain itu juga ilmu yang berhubungan dengan masalah
dunia, kepada para santri dan masyarakat Kaliwungu.
Dengan berdirinya pondok pesantren di Kaliwungu oleh kyai
Asy’ari maka banyak orang-orang yang ingin berguru dan menimba ilmu
darinya, ia memiliki santri-santri yang berasal dari beberapa daerah seperti
jawa tengah, jawa timur, jawa barat dan daerah lainnya. Kesuksesan kyai
Asy’ari dalam memimpin pondok pesantren di Kaliwungu tidak
109
terbantahkan lagi, ini di buktikan dengan banyaknya para santri yang
belajar dan mondok di pesantrennya.
Berdasarkan pada kemampuan (potensi) manusia, metode dakwah
itu dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Metode bil qolbi yaitu cara kerja dalam melaksanakan dakwah (amar
ma ruf nahi munkar) sesuai dengan potensi aktual hati manusia yang
sifatnya meyakini dan menolak dakwah.
b. Metode bil lisan yaitu cara kerja yang mengikuti sifat dan prosedur lisan
dalam mengutarakan cara-cara, keyakinan, pandangan dan pendapat.
c. Metode bil yadd yaitu suatu cara kerja yang mengupayakan terwujudnya
ajaran Islam dalam kehidupan pribadi dan sosial dengan cara mengikuti
prosedur kerja potensi manusia yang berupa hati, pikran, lisan dan tangan
fisik yang tampak dalam keutamaan kegiatan operasional (Azis, 2004:
134).
Media yang sering digunakan oleh kyai Asy’ari dalam
mengembangkan dakwahnya di Kaliwungu adalah media lisan, media ini
paling mudah dan tidak banyak mengeluarkan biaya. Dapat mengetahui
ekspresi mad u secara langsung dan sebagainya. Kyai Asy’ari selalu
melakukan ceramah atau pengajian, baik di rumahnya (pesantrenya), di
musholla dan di masjid.
Dari beberapa peran dakwah yang dilakukan oleh kyai Asy’ari,
bisa dilihat kelebihan-kelebihan yang dilakukan kyai Asy’ari dalam
melaksanakan peran dakwahnya tersebut, diantaranya sebagai berikut:
110
a. Peran dakwah yang dilakukan oleh kyai Asy’ari Sangat ditunjang oleh
kebesaran jiwa serta kepribadian beliau yang kharismatik juga
didukung oleh berbagai disiplin ilmu yang dimilikinya dan gaya hidup
yang sederhana.
b. Kyai Asy’ari bisa memahami metode dakwah yang sesuai dengan
kondisi masyarakat yang masih abangan.
c. Kyai Asy’ari berakhlak tinggi, selalu bersikap baik seperti ramah
tamah, ringan tangan, pemaaf, terbuka dan sebagainya.
111
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Fokus kajian dari penelitian ini yaitu peran kyai Asy’ari (kyai Guru)
dalam berdakwah di kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal, maka
penulis dapat simpulkan sebagai berikut:
1) Kyai Asy’ari (Kyai Guru) dalam mengenalkan kebudayaan mataram
Islam kepada masyarakat Kaliwungu dengan pendekatan asimilasi
budaya, mempertemukan kebijakan lokal dengan nilai-nilai Islam dalam
ritual-ritual budaya Jawa. Ritual slametan yang berisi doa-doa dan
sesajen untuk arwah nenek moyang diganti dengan dzikir dan tahlil
yang bersisi doa-doa kepada Allah SWT. Dengan demikian Kyai
Asy’ari tanpa mengubah bentuk ritualnya telah mengganti esensinya.
2) Kyai Asy’ari (Kyai Guru) dalam mengajarkan agama islam lebih
menekankan ajaran tentang aqidah (tauhid), karena disesuaikan dengan
kondisi situasi dan kebutuhan masyarakat Kaliwungu pada saat itu,
sehingga dalam menyebarkan agama Islam tidak mengalami
pertentangan dari masyarakat lokal justru mendapat dukungan dari
masyarakat tersebut.
3) Kyai Asy’ari (Kyai Guru) adalah ulama atau Kyai Pertama yang
mengenalkan metode kepesantrenan di wilayah Kaliwungu. Di mana
111
112
metode tersebut merupakan metode yang paling efektif untuk
membentuk generasi yang Islami.
5.2. SARAN-SARAN
1. Dalam mengembangkan dakwah, agar lebih diakui dunia luar secara
nasional ataupun international, seorang da’i harus lebih menambah
wawasan, baik ilmu agama ataupun ilmu umum.
2. Evaluasi sangat penting di lakukan dalam setiap pelaksanaan dakwah,
sehingga dakwah yang di lakukan lebih baik dari sebelumnya.
3. Apabila terjadi pro dan kontra dalam menyelesaikan suatu masalah,
alangkah lebih baiknya permasalahan tersebut didiskusikan bersama-sama
dengan sikap bijak sana.
5.3 PENUTUP
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
petunjuk dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini banyak kekurangannya, untuk itu segala
kritikan dan saran senantiasa penulis harapkan dari berbagai pihak demi
perbaikan dan penyempurnaan.
Akhirnya penulis hanya dapat berharap, semoga skripsi ini mempunyai
manfaat baik untuk penulis sendiri pada khususnya dan bagi yang sudi
membaca, amin ya robbal ’alamin.
113
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Dzikron, Metodologi Dakwah, Semarang: Fakultas Dakwah IAINWalisongo. 1987.
Abdullah, Muhammad, Menyoal Kota Santri Kaliwungu, Kaliwungu Kendal:Panitia Festival Al-Muttaqin IV, 2001.
___________________, Meretas Ziarah dari Kyai Guru sampai Kyai Musyafa ,Profile Syawalan Kaliwungu, Kendal: Panitia Syawalan KaliwunguKendal. 2004.
Al-Qathani, Said bin Ali, Dakwah Islam Dakwah Bijak, terj. Drs. MasykurHakim, Madun Ubaidillah, Jakarta: Gema Insani Press, 1994.
Anshari, Endang Saefuddin, Kuliah Al-Islam, Bandung: Pustaka. 1978.
Ardhana, Sutirman Eka, Jurnalistik Dakwah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:Rineka Cipta, 1992.
Azis, Moh,. Ali, Ilmu Dakwah, Jakarta: Kencana. 2004.
Azwar, Syaifudin, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset,1998.
Bahtiar, Wardi, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, Jakarta: Logos WacanaIlmu, 1997.
Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: Pustaka, 2002.
Depag RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Semarang: CV. Toha Putra, 1989.
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, 1983.
Effendi, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Remaja Rosdakarya, Bandung,2001.
Effendy, Onong Uchyana, Dinamika Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung,1993.
Gerungan, WA, Psikologi Sosial, Bandung: Refika Aditama, 2004.
Hadari, Nawawi, dan Martini, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, cet. III,Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995.
114
Hafidhuddin, Didin, Dakwah Aktual, Jakarta: Gema Insani Press, 1998.
Hawash Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokoh di Nusantara,Surabaya: Al-Ikhlas, 1930.
Horton, Paul B, Chester, Sosiologi, Jakarta: Erlangga, 1999.
Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian kualitatif, Edisi Revisi, Bandung: RemajaRosdakarya, 2002.
Munir, M., Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, Jakarta: Kencana.2006.
Rochani, Ahmad Hamam, Kyai Guru dari Mataram sampai Kaliwungu,Semarang: Intermedia Paramadina, 2005.
Romli, Asep Samsul, Jurnalistik Dakwah, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2003.
S. Darmokusumo Ny. Dra. Muryawati, Surat Kabar Kaliwungu Kendal dalamPerspektif Kebesaran Mataram Islam Abad XVII, Jakarta, 27 Mei 1987.
Sanwar, Aminudin, Pengantar Ilmu Dakwah, Semarang: Fakultas Dakwah IAINWalisongo Semarang, 1986.
Sarwono, Sarlito Wirawan, Teori-teori Psikologi Sosial, Jakarta: CV. Rajawali,1991.
Shaleh, Abd. Rosyad, Manajemen Dakwah Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1977.
Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur'an, Bandung: Mizan, 1992.
Soekanto, Suryono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2002.
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.
Suparta, Munzier, dan Harjani Hefni, Metode Dakwah, Jakarta: Kencana, 2006.
Supena, Ilyas, Filsafat Dakwah: Perspektif Filsafat Ilmu Sosial, Semarang:Abshor, 2007.
Surakhmad, Winarno, Pengantar Pengertian Ilmiah, Dasar Metode Teknik,Bandung: Tarsito, 1989.
Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998.
Syani, Abdul, Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan, Jakarta: Bumi Aksara,1994.
115
Syatibi, M. Ridha, Metodologi Ilmu Dakwah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Syukir, Asmuni, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas 1983.
Thohir, Asroi’ie, Al-Muttaqin Potret Kota Santri, 1988.
www.kaliwunguku.com/2009/06/ziarah-makam-6-makam.ulama.kaliwungu.htm.1
Ziemek, Manfred, Pesantren dalam Perubahan Sosial, Jakarta: P3M. 1986.
116
BIODATA PENULIS
Nama : Sholekhatul Amaliyah
TTL : Kendal, 1 Juli 1986
Alamat : Kwayuhan RT 3 RW 2 Nolokerto
Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal
Jenjang Pendidikan :
1. Pendidikan Formal
Ø MI Nolokerto kaliwungu Lulus Tahun 1999
Ø SLTP Negeri 1 Brangsong Lulus Tahun 2002
Ø MAN Kendal Lulus Tahun 2005
Ø IAIN Walisongo Fakultas Dakwah Angkatan 2005
Semarang, 21 Juni 2007
Sholekhatul AmaliyahNIM. 1150570