peran pembimbing agama dalam therapeutic...
TRANSCRIPT
PERAN PEMBIMBING AGAMA DALAM THERAPEUTIC
COMMUNITY PADA KORBAN PENYALAHGUNAAN NAPZA
DI BALAI REHABILITASI SOSIAL KORBAN
PENYALAHGUNAAN NAPZA (BRSKPN)
“GALIH PAKUAN”
BOGOR
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan MemperolehGelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
SIFA FAUZIAH
NIM: 1112052000025
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M / 1440 H
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Sifa Fauziah
NIM : 1112052000025
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul PERAN
PEMBIMBING AGAMA DALAM THERAPEUTIC COMMUNITY
PADA KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI PANTI
SOSIAL PAMARDI PUTRA “GALIH PAKUAN” BOGOR adalah benar
merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan plagiat dalam
penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah
saya cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi. Saya bersedia melakukan
proses yang semestinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
jika ternyata skripsi ini sebagian atau keseluruhan merupakan plagiat dari
karya orang lain.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.
Jakarta, Januari 2019
Sifa Fauziah
1112052000025
i
ABSTRAK
Sifa Fauziah, 1112052000025, Peran Pembimbing Agama
Islam dalam Therapeutic Community pada Korban
Penyalahgunaan Napza di Balai Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahgunaan Napza (BRSKPN) Galih Pakuan - Bogor.
Pembimbing Dra. Nasichah, MA.
Kesadaran dan pengetahuan masyarakat terhadap dampak yang
ditimbulkan dari penyalahgunaan napza masih kurang, hal ini
menyebabkan semakin banyak yang mengalami penyimpangan
perilaku, mulai dari ketidakstabilan emosi, tidak mampu
mengendalikan diri bahkan merusak sel-sel saraf otak hingga
menyebabkan kematian. Upaya penanganan terhadap
penyalahguna napza secara psikologis penting dilakukan untuk
memberikan pemahaman dan meningkatkan perilaku yang sesuai
dengan nilai-nilai agama dan norma yang ada dimasyarakat.
Penelitian ini menggunakan teori Therapeutic Community
yang merupakan salah satu model terapi dimana sekelompok
individu hidup dalam satu lingkungan yang berupaya mengenal
diri sendiri serta belajar menjalani kehidupan berdasarkan
prinsip-prinsip hubungan antar individu, sehingga mampu
merubah perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan meode
deskriptif. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi,
wawancara dan dokumentasi. Sedangkan metode analisis data
menggunakan analisis data kualitatif yakni berupa narasi
menelaah data dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi,
reduksi data dan display data.
Hasil penelitian yang telah peneliti lakukan menunjukan bahwa
peran pembimbing agama Islam pada BRSKPN Bogor sudah
dapat merubah tingkah laku, psikologis, mengembangkan
intelektual serta pengembangan mental spiritual. Peneliti juga
menemukan bahwa faktor pendukung pelaksanaan program yakni
SDM yang memiliki pengetahuan tentang materi yang diberikan,
sarana dan prasarana sudah memadai dan antusias residen.
Sedangkan faktor penghambat program yaitu kekurangan jumlah
pembimbing agama dan waktu pelaksanaan serta pembimbing
agama yang memiliki aktifitas lain di luar panti.
Kata Kunci : Pembimbing Agama, Therapeutic Community,
Peran.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan nikmat iman, islam, ihsan serta sehat
wal’afiat yang tak terkira kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan dengan baik skripsi yang berjudul “Peran
Pembimbing Agama dalam Metode Therapeutic Community
pada Korban penyalahgunaan Narkoba di Balai Rehabilitasi
Sosial Korban Penyalahgunaan Napza (BRSKPN) “Galih
Pakuan” Bogor”. sholawat serta salam semoga senantiasa selalu
tercurahkan kepada junjungan Nabi besar serta penutup para Nabi
yakni Habibuna wa Syafi’una wa Maulana Muhammad SAW.
Hidup adalah perjuangan, begitupun dalam menyelesaikan
tugas akhir ini banyak sekali hambatan-hambatan yang dihadapi
dan dirasakan. Mulai dari persiapan pelaksanaan penelitian
sampai dengan penulisan skripsi ini, akan tetapi berkat bantuan
dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagai syarat untuk
mencapai gelar sarjana pada Fakultas Imu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi dengan Jurusan Bimbingan Dan Penyuluhan Islam.
Dan penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
sebanyak-banyaknya terutama kepada:
1. Dr. H. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Suparto, M.Ed., Ph. D selaku
Wakil Dekan Bidang Akademik, Dr. Roudhonah, M.A
iii
selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi dan Dr. Suhaimi,
M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.
2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si, dan Ir. Noor Bekti Negoro,
SE, M.Si selaku ketua dan sekertaris Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam.
3. Dra. Nasichah, MA selaku dosen pembimbing yang
senantiasa meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk
memberikan masukan dan arahan dalam menyusun skripsi
4. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
yang elah memberikan ilmu yang bermanfaat pada penulis
selama menempuh pendidikan di kampus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Khususnya seluruh dosen Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam yang telah memberikan
ilmu dan pengalaman yang bermanfaat kepada penulis.
5. Seluruh Staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah,
Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
serta Perpustakaan Nasional Indonesia yang telah melayani
peminjaman buku-buku literature sebagai referensi dalam
penyusunan skripsi ini. Serta seluruh staff akademik baik tata
usaha, satpam, dan office boy Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi
6. Kepada BRSKPN. Beni Sujanto AKS Khusunya Ustadz
Lutfi Rahmat, Ustadz Nur Hidayat dan Ustadz Asep Rahmat
Hidayat
7. Orang tua tersayang mama Yumnah dan (Alm) Bapak Abdul
Mutholib yang telah senantiasa membesarkan dengan cinta,
sayang, dan doa yang tidak terputus kepada penulis, keluarga
iv
tercintaku kaka-kakak Ismawati, Ida farida, Ubaydillah, Mia
ilmiya, dan adik Muhammad Taufiq
8. Utami Nur Kholifah, Nur Syamsiah, Nely Lailatul
Maghfiroh, Hoirunnisa, Nur Afriyanti, Ali Nurdin serta
sahabat dan rekan-rekan seperjuangan BPI angkatan 2012
9. Muhammad Taufiq HM yang selalu memberikan semangat
dan dukungan serta menemani setiap proses perjalanan karya
ini.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian skripsi
ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu namun tidak
mengurangi rasa hormat, penulis ucapkan terimakasih.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan
karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan segala
bantuan dan dukungan kepeda penulis.
Akhir kata, penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari
sempurna, namun harapan penulis semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca
khususnya segenap keluarga besar bimbingan dan penyuluhan
islam.
Ciputat, Februari 2019
Sifa Fauziah
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK …………………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR … ……………………………………..…………... ii
DAFTAR ISI ………………………………………………….…………... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………… 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ………………………...... 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………..... 11
D. Metodelogi Penelitian ………………………………………... 12
1. Pendektan penelitian……………………………………... 13
2. Ruang lingkup penelitian ………………………………... 13
3. Teknik pengumpulan data ……………………………….. 15
4. Sumber data ...…………………………………………… 17
5. Teknik analisis data ……………………………...……… 17
6. Tinjauan pustaka …………………………………...……. 18
7. Sistematika penulisan ……………...……………………. 21
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Peran
1. Pengertian peran ………………...………………………. 23
2. Bentuk dan macam-macam peran ……………………….. 23
3. Tujuan dan manfaat peran ……………………………….. 25
4. Aspek-aspek peranan sosial…………………………....… 26
5. Cara-cara memperoleh peran ……………………………. 28
B. Bimbingan Agama Islam
1. Pengertian bimbingan ……………………...……………. 29
2. Tujuan bimbingan agama …………………………........... 31
3. Fungsi bimbingan agama …………………………........... 35
4. Metode bimbingan agama ……………………………….. 40
C. Rehabilitasi
1. Pengertian rehabilitasi ………………………………….... 44
2. Jenis rehabilitasi …………………………………………. 47
3. Tehap-tahap rehabilitasi………………………………….. 47
D. Therapeutic Community
1. Pengertian Therapeutuc Community ……………………. 49
2. Prinsip pekerjaan sosial dalam Therapeutic Community ... 50
v
E. Napza
1. Pengertian napza ……………………………………….... 53
2. Jenis-jenis napza ………………………………………… 52
3. Faktor penggunaan napza ...……………………………... 55
4. Dampak napza …………………………………………… 57
F. Pandangan Islam Terhadap Napza …………………………… 68
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum Panti Sosial Pamardi Putra “Galih pakuan”
Bogor …………………………………………………………. 71
1. Sejarah panti sosial pamardi putra Galih Pakuan Bogor ... 71
2. Visi dan misi Galih Pakuan Bogor …………………........ 72
3. Tugas pokok galih Pakuan Bogor ……………………….. 73
4. Sumber daya manusia (SDM) pelaksana …………........... 73
5. Struktur organisasi ………………………………………. 74
6. Fasilitas ………………………………………………….. 75
7. Metode pelayanan rehabilitasi sosial di PSPP Galih Pakuan
Bogor ………………………………………..................... 76
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Deskripsi Informan …………………………………………... 83
1. Pembimbing ……………………………………………... 83
2. Terbimbing ………………………………………………. 85
3. Program advokasi sosial (PAS) …………………………. 86
B. Peran Pembimbing Agama Islam dalam Therapeutic
Community……………………………………….................... 87
1. Merubah tingkah laku …………………………………… 99
2. Merubah psikologi ……………………………………... 103
3. Mengembangkan intelektual …………………………… 106
4. Mengembangkan mental spiritual ……………………… 108
a) Religious Class …………………………………….. 111
b) Yasinan …………………………………………….. 114
c) Tahlillan ……………………………………………. 117
d) Muhahoroh …………………………………………. 121
C. Waktu dan Tenpat Pelaksanaan Bombingan Agama Islam … 126
D. Materi Pembimbing Agama Islam ………………………….. 128
E. Metode Pembibing Agama Islam …………………………… 129
F. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembimbing agama
Islam…………………………………………………………. 131
1. Faktor pendukung ……………………………………… 131
vi
2. Faktor penghambat …………………………………….. 131
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan …………………………………………………. 133
B. Saran ………………………………………………………... 135
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 136
DOKUMENTASI
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada zaman sekarang, mobilitas kehidupan yang tinggi
telah membuat napza menjadi bagian yang tadinya merupakan
perangkat medis, kini napza mulai tenar sebagai alat pemuas
dunia dan membuat hidup jadi lebih “ringan”. Permasalahan
Napza di Indonesia masih merupakan sesuatu yang bersifat urgen
dan kompleks.
Narkoba merupakan singkatan dari (Narkotika,
Psikotropika dan Bahan Adiktif Lainnya).Selain "Narkoba",
istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan
singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif. napza
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan dan perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan.1
Penyebab banyaknya penyalahgunaan napza antara lain
dikarenakan kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat
1 Hadiman, Pengawasan serta Peran Aktif Orang Tua dan Aparat
dalam Penanggulangan dan Penyalahgunaan Narkoba, Badan Kerjasama
Sosial Usaha Pembinanaa Warga Tama (BERSAMA) hal. 69.
2
akan dampak yang ditimbulkan dari penyalahgunaan napza.
napza sangat begitu berbahaya jika disalah gunakan dalam tubuh
manusia tentu hal ini dapat berdampak buruk pada manusia yang
mengkonsumsinya. Dampaknya sangat membahayakan kesehatan
dan bahkan mengancam keselamatan jiwa manusia. Dan tidak
hanya itu, napza membuat hancur dan matinya karakter bangsa
yang diawali dengan rusaknya sel-sel syaraf otak. Keruasakan
syaraf otak ini akan berpengaruh buruk pada kepribadian,
temperamen dan karakter manusia.2
Maraknya penyalahgunaan dan peredaran napza akan
sangat dahsyat dampak negatifnya. Banyak diceritakan orang
tentang pengaruh narkotika terhadap jasmani dan rohani.
Terhadap jasmani, pengaruhnya dapat menghilangkan rasa nyeri,
mempertahankan stamina, dan meningkatkan energi. Terhadap
rohani, pengaruhnya dapat menenangkan, menidurkan agak lama,
menambah semangat. Sebagian narkotika menimbulkan
halusinasi, yaitu penglihatan khayali, penciuman khayali, dan
pendengaran khayali. Tidak jarang pengaruhnya mendatangkan
kebahagiaan dan kenikmatan yang luar biasa, konon melebihi
seribu kali kepuasan seks.3
Dalam menghadapi kejahatan napza sebenarnya kita
melawan tiga masalah sekaligus:
2 A. Kadarmanta, Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa (Jakarta:
Forum Media Utama, 2010), hal. 31.
3 Andi Hamzah dan RM. Surachman, Kejahatan Narkotika dan
Psikotropika, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), Cet ke-1, hal. 4.
3
a. Kejahatan yang berhubunngan langsung dengan kultivikasi
(pembudidayaan bahan alami napza), produksi, dan
distribusinya
b. Kejahatan yang berhubungan dengan yang pertama, yaitu
pencucian uang, pelacuran, perjudian, penjualan senjata
gelap, dan bentuk-bentuk kejahatan lainnya.
c. Konsekuensi dari penggunaan zat-zat berbahaya tersebut,
yaitu adiksi, penurunan kualitas kesehatan, infeksi
HIV/AIDS dan hepatitis C, berbagai masalah sosial kultural
dan kematian
Ketiganya berkaitan erat dengan karakter bangsa. Menghadapi
masalah seperti ini maka akan semakin sulitlah masyarakat yang
berkarakter lemah, terlebih bagi masyarakat yang telah mati
karakternya.4
Korban penyalahgunaan napza mengalami penyimpangan
perilaku. Mulai dari instabilitas emosi, ketagihan, sakaw, dan tak
mampu mengendalikan diri. Perilaku negatif, sebagai dampak
rusaknya sel-sel syaraf otak. Tidak mampu lagi berpikir kritis,
dan hidup disiplin. Bahkan overdosis hingga kematian pun tak
lagi mampu menjadi ancaman yang menakutkan bagi dirinya.
Semua karakter manusia dalam mencapai wujud hidup
bermayarakat, berbangsa dan bernegara dalam tatanan madani
akan diabaikan. Segala prilakunya hanya tertuju demi narkoba.
Korban penyalahgunaanakan mencari uang diluar rumah dengan
4
Kadarmanta. A, Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa, (Jakarta:
Forum Media Utama, 2010), h. 31.
4
berbagai cara, termasuk cara kriminal. Misalnya saja dengan
mencuri, menjambret, menodong, merampok bahkan menjual
dirinya. Dapak yang meresahkan masyarakat, hancur dan matinya
karakter manusia.5
Negara Indonesia yang merupakan Negara Kepulauan
terbesar di Dunia dengan beribu-ribu pulaunya yang tersebar luas
dari Sabang sampai Merauke dan dari Pulau Miangas hingga
Pulau Rote sungguh sangat sulit dikontrol, peredaran narkoba di
Indonesia tidak hanya dari jalur darat dan udara namun juga
melalui jalur laut yang tentunya sangat sulit untuk Pemerintah
kontrol. Saat ini Pemerintah telah menetapkan Indonesia sebagai
Gawat Darurat Narkoba.
Dalam konferensi Pers-nya Bapak Presiden Joko Widodo
menyampaikan keprihatinannya karena peredaran dan
penggunaan narkoba di Indonesia yang sudah semakin parah.
Jokowi menuturkan, berdasarkan data yang dipegangnya, kira-
kira ada 50 orang di Indonesia yang meninggal dunia setiap hari
karena penyalahgunaan narkoba. Jika dikalkulasi dalam setahun,
ada sekitar 18.000 jiwa meninggal dunia karena penggunaan
narkoba. Angka itu belum termasuk 4,2 juta pengguna narkoba
yang direhabilitasi dan 1,2 juta pengguna yang tidak dapat
direhabilitasi.6 Saat ini, penyalahgunaan narkotika di Indonesia
5 Kadarmanta. A, Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa, (Jakarta:
Forum Media Utama, 2010), h. 31 6 Indonesia Gawat Darurat Narkoba. Gawat!! Gawat!! Gawat!!,
Diakses pada 29 Maret 2016 dari http://news.polisionline.com/2015/02/info-
indonesia-gawat-darurat-narkoba.html,
5
sudah sangat merajalela. Hal ini terlihat dengan semakin
banyaknya penyalahguna dan peredaran narkotika dari semua
kalangan yang terus meningkat.
Meskipun program pencegahan narkoba di Indonesia
terkadang masih menekankan aspek hukum dan pendekatan
menakut-nakuti (scare tactic), ada pula pihak yang menyadari
bahwa pemakai narkoba perlu dipandang sebagai insan yang
memerlukann bantuan penanganan psikologis, bukan sekedar
dianggap sebagai kriminal yang harus dihukum. 7
Peran pemerintah terhadap persoalan napza adalah
1) Melakukan tindakan preventif, yaitu berupa penyuluhan,
seminar, workshop, pelatihan dan sejenisnya tentang
narkoba dan bahayanya ke sejumlah sekola, perguruan
tinggi, serta masyarakat secara luas. Cara alternative lain
yang bisa dilakukan dalam upaya preventif ini adalah
dengan mencitakan Iklan Layanan Masyarakat tentang
bahaya nerkoba yang ditayangkan oleh sejumlah stasiun
televisi.
2) Tindakan represif, yaitu berupa upaya rehabilitas bagi
mereka yang sudah menjadi pemakai atau bahkan korban
penyalahgunaan narkoba. Dalam hal ini pemerintah perlu
menambah jumlah pusat rehabilitasi bagi para pengguna
7 Prawitasari. Johanna E, Psikologi Terapan Melintas Batas Disiplin
Ilmu, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012) hal. 194
6
narkoba, seiring meningkatnya jumlah penyalahguna
barang haram tersebut.8
Agar para penyalahguna narkoba dapat memantapkan
kepribadian untuk kembali bersosialisasi dengan masyarakat.
Dijelaskan rehabilitas adalah upaya untuk memulihkan dan
mengembalikan kondisi para mantan penyalahguna atau
ketergantungan napza agar kembali sehat, dalam arti sehat fisik,
psikologik, sosial dan spiritual agama.9
Rehabilitasi dilakukan untuk memberikan dukungan
pengobatan dan perawatan bagi korban penyalahgunaan narkoba
dengan langkah: 1) Meningkatkan pengetahuan tenaga kesehatan
dan tenaga terkait dalam penanggulangan narkoba, khususnya
dalam bidang treatment dan rehabilitas. 2) meningktkan mutu
pelayanan treatment dan rehabilitas. 3) meningkatkan kualitas
hidup para korban penyalahgunaan narkoba. 4) penelitian dan
pengembangan program treatment dan rehabilitasi, khususnya
Harm Reduction (substitusi obat, needle exchange).Berbagai
program rehabilitasi narkoba menjadi salah satu langkah yang
serius dalam penanganan penyalahgunaan narkoba. Adanya
program rehabilitasi di Indonesia sesuai dengan pasal 45 UU No.
22/ 1997 tentang narkotika yang menyebutkan bahwa korban
8
Kadarmanta. A, Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa, (Jakarta: PT.
Forum Media Utama, 2010), h. 168.
9 Dadang Hawari, Penyalahguna dan Ketergantungan Napza,
(Jakarta: FKUI, 2001) hal. 132.
7
penyalahgunaan narkotika wajib menjalani pengobatan dan atau
perawatan.10
Rehabilitas Panti Sosial Parmardi Putra Galih Pakuon,
sebagai contoh adalah pusat rehabilitasi napza di bogor yang
menggunakan pendekatan Therapeutic Community, yaitu sebuah
komunitas yang anggotanya saling membantu pemulihan satu
sama lain. Para konselornya adalah mantan pemakai narkoba
yang mendapatkan pelatihan intensif teknik dasar konseling dari
pemimpinnya yang psikolog, sehingga mereka mampu menjadi
konselor sebaya (Peer Counselor). 11
Adapun Therapeutic Community dalam kamus psikologi
merupakan sebuah Setting sosial dan budaya yang dibentuk bagi
alasan-alasan terapeutik dan yang di dalamnya terdapat individu-
individu memerlukan kehidupan terapi. Istilah ini diterapkan
bukan hanya untuk kasus psikiatrik tetapi juga bisa dibentuk oleh
keseluruhan lingkungan sosial, yang juka dikontrol dengan tepat
memiliki pengaruh yang bermanfaat.
Teori yang mendasari metode TC adalah pendekatan
behavioral dimana berlaku sistem reward
(penghargaan/penguatan) dan punishment (hukuman) dalam
mengubah suatu perilaku. Selain itu digunakan juga pendekatan
10 Dadang Hawari, Penyalahguna dan Ketergantungan Napza,
(Jakarta: FKUI, 2001) hal. 132. 11
Prawitasari. Johanna E, Psikologi Terapan Melintas Batas Disiplin
Ilmu, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012) hal. 194.
8
kelompok, dimana sebuah kelompok dijadikan suatu media untuk
mengubah suatu perilaku.
Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa hancurnya
kelompok masyarakat atau Negara selalu disebabkan oleh
merosotnya akhlak. Di dalam buku-buku sejarah juga diceritakan
bahwa hancurnya Negara selalu disebabkan oleh merosotnya
akhlak. Kenyataan menunjukkan hancurnya seseorang selalu
disebabkan oleh merosotnya akhlak. Dari rincian itu jelas bahwa
kunci keberhasilan menjalani kehidupan adalah akhlak. Dalam
bahasa awam akhlak itu ialah karakter.pembinaan akhlak itu tidak
banyak dapat dilakukan melalui jalan kognitif belajar pada para
tokoh atau seperti para nabi, kita mengetahui bahwa pembinaan
karakter itu akan berhasil bila melalui bimbingan dalam bentuk
peneladanan dan pembiasaan.
Bimbingan merupakan proses layanan yang diberikan
kepada individu-individu guna membantu mereka dalam
memperoleh pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang
diperlukan untuk menyesuaikan diri dengan baik. Hakikat
bimbingan itu pada dasarnya merupakan suatu proses usaha
pemberian bantuan atau pertolongan kepada orang lain (siapa
saja) dalam segala usia, yang dilkukan secara terus menerus
(berkesinambungan) yang mana orang itu mengalami kesulitan
atau hambatan dalam hidupnya (secara psikis), sehingga dengan
bantuan dan pertologan itu orang yang diberikan bantuan
(terbimbing) dapat mengarahkan dirinya, maupun menerima
dirinya, dapat mengembangkan potensinya untuk kebahagiaan
dan kemanfaatan dirinya dan lingkungann masyarakatnya.
9
Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa hal yang prinsipal
dalam bimbingan ialah pemberian bantuan atau pertolongan yang
dilakukan secara terus menerus kepada siapa saja. Karena,
sesungguhnya hampir tidak ada seseorang yang secara utuh dan
menyeluruh memiliki kemampuan untuk mengembangkan
dirinya dengan optimal tanpa adanya bantuan dan pertolongan
dari orang lain. Untuk itu, sejak lahir hingga akhir hayatnya
setiap orang di dunia ini jelas membutuhkan bimbingan dan
bantuan, supaya potensi (fitrah yang ada pada dirinya dapat
tumbuh dan berkembang secara wajar.12
Tentang hal ini Al-qur’an pun telah menjelaskan bagaimana
sesama manusia seharusnya bersikap:
الحات . إن اإلوسان لفي خسر . والعصر إال الذيه آمىوا وعملوا الص
بر (3-1)العصر: وتواصوا بالحق وتواصوا بالص
“Demi masa. Sesungguhnya manusia dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh
dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan
menasihat menasihati supaya menetapi kesabaran” (QS Al-Asr:
1-3).
Dengan kata lain, manusia diharapkan saling memberi
bimbingan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas manusia itu
12
M. Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling)
Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h.
8
10
sendiri, sekaligus member konseling agar tetap sabar dan tawakal
dalam menghadapi perjalanan kehidupan yang sebenarnya.13
Dalam membahas faktor pendukung efektivitas
penyuluhan, maka akan dibahas banyak unsur-unsur yang sangat
berperan dalam tercapainya efektivitas suatu penyuluhan.
Diantara faktor-faktor penting untuk diketahui dan diperdalam
pehamannya agar tujuan penyuluhan dapat tercapai secara
optimal.
Menurut Van Den Ben dan Hawkins (1996), pilihan
seorang agen penyuluhan terhadap satu metode atau teknik
penyuluhan sangat tergantung pada tujuan khusus yang ingin
dicapainya dan situasi kerjanya. Beragamnya metode bukan
berarti kita harus memilih yang paling baik dari sekian metode
yang ada, tetapi bagaimana metode tersebut cocok atau sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penyuluhan.14
B. Pembatasan Dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan masalah
Dalam penelitian ini penulis memberikan batasan masalah
dengan maksud agar hasil dari penelitian lebih fokus dan
memberikan pemahaman sesuai dengan tujuan penelitian.
Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:
Batasan pada peran pembimbing agama yakni pembimbing
agama Islam
13
Afifuddin, Bimbingan dan Penyuluhan, (Bandung: Pustaka Setia,
2012), hal. 248 14
Lucie. Setiana, Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat,
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2005)
11
Batasan pada therapeutic community yakni bimbingan
spiritual, dan dibatasi pada yasinan, tahlillan, muhadoroh dan
religious class.
2. Perumusan Masalah
Sesuai dengan penjelasan di atas, penulis merumuskan
masalah pada proses seorang residen mengikuti Therapeutic
Community:
a. Bagaimana peran pembimbing agama dalam Therapeutic
Community pada korban penyalahgunaan Napza di
BRSKPN Galih Pakuan Bogor
b. Apa faktor pendukung dan penghambat pembimbing agama
dalam pelaksanakan Therapeutic Community pada korban
penyalahgunaan Napza di BRSKPN Galih Pakuan Bogor
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui bagaimana peran pembimbing agama
dalam metode Therapeutic Community pada korban
penyalahgunaan Napza di BRSKPN Galih Pakuan Bogor
b. Untuk mengetahui apa faktor pendukung dan penghambat
pembimbing agama dalam metode Therapeutic Community
pada korban penyalahgunaan Napza di BRSKPN Galih
Pakuan Bogor
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai
berikut:
12
a. Manfaat Akademis
1) Dengan penelitian ini diharapkan memberikan
sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya pada metode Therapeutic Community
2) Dapat dijadikan sebagian rujukan bagi peneliti
selanjutnya pada kajian yang sama tetapi pada ruang
lingkup yang lebih luas dan mendalam di dalam
metode Therapeutic Community
b. Manfaat Praktis
1) Bagi peneliti, dapat menambah pengalaman dalam
metode Therapeutic Community
2) Bagi lembaga dapat dijadikan pedoman dalam
penanganan korban penyalahgunaan napza melalui
metode Therapeutic Community
D. Metodologi Penelitian
Metodelogi penelitian adalah satu cara kerja untuk
memahami objek penelitian dalam rangka menemukan, menguji
terhadap suatu kebenaran atau pengetahuan. Dalam hal ini
penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut
Tailor sebagaimana dikutip oleh Lexi J. Moleong adalah prosedur
sebuah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
dengan kata-kata tertulis lisan dari orang dan perilaku yang
diamati.15
15
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2001), cet 15, h. 3
13
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut
Creswell, penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian
ilmiah yang lebih dimaksudkan untuk memahami masalah-
masalah manusia dalam konteks sosial dengan menciptakan
gambaran menyeluruh dan kompleks yang disajikan,
melaporkan pandangan terperinci dari para sumber
informasi serta dilakukan dalam setting yang alamiah tanpa
adanya intervensi apapun dari peneliti.16 Penelitian
kualitatif dilakukan di lingkungan dan situasi kondisi yang
alami tanpa dibuat-buat atau tanpa ada manipulasi
sebelumnya.
2. Ruang Lingkup Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Lembaga Balai
Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza
(BRSKPN) “Galih Pakuan” jalan. H. Miing No. 71
Putat Nutug, Ciseeng- Bogor Jawa Barat. Peran
peneliti sebagai patisipasi artinya peneliti adalah
“orang luar” yang netral yang telah diizinkan untuk
berpartisipasi dengan tujuan untuk melakukan
pengamatan dan merekam.
Alasan penulis memlih lokasi penelitian yakni
16
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif: Untuk Ilmu-
ilmu Sosial, Cet ke-3 (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), h. 8.
14
1) Peneliti belum menemukan hasil penelitian
tentang peran pembimbing agama dalam metode
Therapeutuc Community pada korban
penyalahgunaan napza Balai Rehabilitasi Sosial
Korban Penyalahgunaan Napza (BRSKPN) Galih
Pakuan Bogor.
2) Pihak lembaga bersedia untuk diadakan penelitian
dan memberikan data, informasi sesuai
permasalahan yang ada serta keramahan seluruh
civitas lembaga sangat membantu dan mendukung
kelancaran dalam penelitian ini
3) Peneliti sudah melakukan magang dan observasi
selama 1 (satu) bulan di Balai Rehabilitasi Sosial
Korban Penyalahgunaan Napza adalah Panti
Rehabilitasi dengan Program Therapeutic
Community milik Kementerian Sosial RI, sehingga
peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh
mengenai peran pembimbing agama dalam metode
therapeutic community pada korban
penyalahgunaan narkoba di Panti Sosial Pamardi
Putra (BRSKPN) Galih Pakuan Bogor
b. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2017
sampai dengan Agustus 2018.
c. Subjek dan Objek Penelitian
15
Subjek penelitian adalah tempat untuk
memperoleh informasi mengenai objek penelitian.17
Adapun teknik pemilihan subjek yang digunakan
peneliti adalah purposive sampling. Purposive
sampling adalah sampel yang diambil betul-betul
sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian.18
Maka dari itu penenelitian ini subjeknya adalah
residen BRSKPN selaku penerima manfaat dalam
penerapan metode Therapeutic Community, dengan
kreteria: residen yang sudah pernah mengikuti
kegiatan di primary dan sudah dapat berinteraksi.
Penulis berupaya melakukan penelitian ini dengan
menggunakan sudut pandang orang-orang yang
menjadi sumber data primer penelitian ini, dengan
melakukan interaksi dengan subjek penelitian yang
terjadi secara alamiah dan tidak memaksa, sehingga
tindakan dan cara pandang subjek berubah.
Objek dalam penelitian ini adalah peran
pembimbing agama dalam metode Therapeutic
Community yang dilakukan terhadap residen selama
proses rehabilitasi.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
17
B. Sandjaja dan Albertus Heriyanto, panduan penelitian, h. 179 18 Irawan Soehartono, metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 1995), h. 63
16
Wawancara merupakan suatu kegiatan tanya jawab
dengan tatap muka (face to face) antara pewawancara
(interviewer) dan yang diwawancarai (interviewee)
tentang masalah yang diteliti, dimana pewawancara
bermaksud memperoleh persepsi, sikap, dan pola pikir
dari yang diwawancarai yang relevan dengan masalah
yang diteliti. Karena wawancara itu dirancang oleh
pewawancara maka hasilnya pun dipengaruhi oleh
karakteristik pribadi pewawancara.19
b. Observasi
Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data
yang dilakukan dengan cara mengadakan penelitian
secara teliti, serta pencatatan secara sistematis
(Arikunto, 2002). Istilah observasi diterunkan dari
bahasa Latin yang berarti “melihat” dan
“memperhatikan”. Istilah observasi diarahkan pada
kegiatan memerhatikan secara akurat, mencatat
fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan
hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.20
c. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau
karya- karya monumental dari seseorang. Dokumen
yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian,
19
Imam. Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hal. 162 20
Imam. Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hal. 143
17
sejarah kehidupan, cerita, biografi, peraturan,
kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar,
misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain.
Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni,
yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-
lain.21
4. Sumber Data
a. Data Primer
Data Primer adalah data yang berasal dari sumbernya,
diperoleh melalui wawancara mendala, observasi,
tanya jawab secara langsung atau tatap muka dengan
informan. peneliti mengambil informan sebanyak 3
orang pembimbing agama Islam di BRSKPN 1 orang
PAS dan 3 orang residen dengan kreteria: residen
yang sudah pernah mengikuti kegiatan di primary dan
sudah dapat berinteraksi.
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang didapat secara tidak
langsung seperti dokumen-dokumen dan catatan yang
diambil peneliti sebagai literature, buku-buku maupun
internet yang berhubungan dengan masalah penelitian.
5. Teknik Analisa Data
Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis
domain. Teknik analisis domain adalah upaya peneliti
untuk memperoleh gambaran umum tentang data dalam
21
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2014), hal. 240
18
menjawab fokus penelitian. Caranya ialah dengan
membaca naskah data secara umum dan menyeluruh
untuk memperoleh domain atau ranah apa saja yang ada
di dalam data tersebut.
6. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan suatu bagian dari penelitian
yng memuat tinjauan atas kepustakaan (literature) yang
berkaitan dengan topic pembahsan, atau bahkan yang
memberikan inspirasi dan mendasari dilakukannya
penelitian.22
Penelitian tentang metode Therapeutic Community telah
banyak dilakukan. Berikut ini beberapa penelitian yang
relevansinya dengan judul skripsi peneliti antara lain :
1) Maria Ulfa mahasiswa Bimbingan dan Penyulihan Islam UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul skripsi “Metode
Therapeutic Community Bagi Residen Narkotika Di Unit
Terapi Dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional, LIDO-
BOGOR” yang dilakukan pada 2011. Hasil dari penelitian ini
adalah semua metode TC dalam penerapannya oleh para
konselor sesuai dengan metode Therapeutic Community dari
beberapa sumber tentang TC. Dari mulai kegiatan dan
pertemuan-pertemuan morning meeting, morning briefing,
open house dan lain-lain. Keunggulan dan kelemahan dari
metode Therapeutic Community (TC) ini dirasakan langsung
oleh para residen, keunggulannya memberikan perubahan
22 CEQDA
19
tingkah laku menjadi lebih baik, dapat mengontrol emosi,
dapat bersosialisasi dengan baik dan menambah kepercayaan
diri yang sebelumnya kurang. Kelemahan dari metode TC
dirasakan tidak ada, hanya kelemahan dari dalam diri residen
tetapi dapat mereka atasi sendiri. Respon para residen tentang
metode Therapeutic Community baik karena perubahan yang
terasa langsung dalam diri para residen.
2) Yeni Nur Asiah mahasiswa Bimbingan dan Penyuluhan Islam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul skripsi
“Evaluasi Program Therapeutic Community Terhadap
Residen Korban Penyalahgunaan Napza Di Panti Sosial
Pamardi Putra (PSPP) “Galih Pakuan” Bogor” yang
dilakukan pada 2017. Hasil dari penelitian ini adalah metode
TC dilaksanakan dengan jadwal harian dan jadwal komunitas
yang tersusun rapih dan teratur. Pada evaluasi hasil terdapat
aspek perubahan perilaku residen dan berkelanjutan program.
Program TC memerlukan tinjauan kembali dari pihak Panti
Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor. Kelebihan
penelitian ini yaitu pada evaluasi program yang dilaksanakan
di dalam TC. Kekurangan pada penelitian ini adalah peneliti
hanya mengindetifikasi program TC tidak secara mendalam,
tidak satu kegiatan yang ada di dalam program TC.
3) Nurul Restiana mahasiswa Bimbingan dan Konseling Islam
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul skripsi
“Metode Therapeutic Community Bagi Pecandu Narkoba di
Panti Sosial Pamardi Putra Yogyakarta” yang dilakukan
pada 2015. Hasil dari penelitian ini adalah TC dilaksanakan
20
secara terpadu (one stop center), meliputi: 1) tahap persiapan.
2) tahap pelaksanaan meliputi tahap rawatan utama (primary
stage) dn tahap resosialisasi (re-entry). 3) tahap Pembina
lanjutan (aftercare). Kelebihan metode TC dari segi
metodenya mampu merubah aspek kognitif, afektif, sikap dan
prilaku serta spiritual residen menjadi lebih baik. Kekurangan
dari penelitian ini adalah kegiatan TC tidak dibahas secara
mendalam secara satu persatu kegiatan yang telah
dilaksanakan.
4) Ifa Listriana mahasiswa Jurusan Pendidikan Luar Sekolah
Universitas Negri Semarang dengan judul skripsi “Teknik
Therapeutic Community (TC) Rehabilitasi Bekas Pecandu
Narkoba Di Balai Rehabilitasi Sosial Mandiri II Dinas
Sosial Provinsi Jawa Tengah” yang dilakukan pada tahun
2015. Kelebihan dari skripsi ini adalah peneliti menjabarkan
seluruh kegiatan TC yang ada di Balai Rehabilitasi Sosial
Mandiri II. Kekurangan penelitian ini pada kegiatan TC tidak
dibahas secara mendalam secara satu persatu kegiatan yang
telah dilaksanakan.
5) Nining Hardiyana Garnasih mahasiswa Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan judul skripsi “Hubungan Antara
Persepsi Tentang Therapeutic Community Dengan
Harapan Untuk Pulih Dari Napza Pada Residen Di Unit
Pelaksana Teknis (UPT) BNN Lido” yang dilakukan pada
tahun 2010. Kelebihan dari skripsi ini adalah penelitian ini
menjelaskan efektifitas TC pada korban penyalahgunaan
Napza dalam keinginan kembalih pulih kembali.
21
Kekurangannya adalah kegiatan TC tidak dibahas secara
mendalam secara satu persatu kegiatan yang telah
dilaksanakan.
7. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian skripsi ini peneliti mengacu pada
pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi)
karya Hamid Nasuhi dkk yang diterbitkan oleh CeQDA
(Center for Quality Development and Assurance) Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Sistematika
penulisan dalam penelitian ini terbagi dalam lima bab yaitu:
BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini mebahas hal-hal yang
menyangkut latar belakang masalah, pembatasan
dan perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metodelogi, tinjauan pustaka
dan dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI. Dalam bab ini dijelaskan
mengenai deskripsi teoritis tentang peran
mencakup pengertian, bentuk-bentuk peran serta
manfaatnya. penyuluh agama dan metode
Therapeutic Community yang mencakup
pengertian Therapeutic Community, definisi
metode Therapeutic Community, tujuan, fungsi
dan metode Therapeutic Community, kegiatan-
kegiatan Therapeutic Community. Selanjutnya
tentang rehabilitas yang mencangkup pengertian
22
rehabilitas, proses rehabilitas, Faktor yang
mempengaruhi rehabilitas. Selanjutnya tentang
Narkoba, pengertian, jenis-jenisnya
BAB III GAMBARAN UMUM. Dalam bab ini dijelaskan
tentang gambaran umum tentang panti rehabilitasi
narkoba yaitu Balai Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahgunaan Napza (BRSKPN) Galih Pakuan.
Meliputi: Visi dan Misi, Struktur Organisasi,
Pelayanan, Program-Program, Sarana dan
Prasarana dan Prosese Pemulihan.
BAB IV HASIL PENELITIAN, ANALISIS DAN
PEMBAHASAN. Bab ini menjelaskan tentang
temuan dan analisis data yang mencangkup,
deskripsi informan, temuan lapangan, Peran
pembimbing Agama Islam dalam Therapeutic
Community, Waktu Dan Tempat Pelaksanaan,
Materi Bimbingan Agama Islam, Metode
Bimbingan Agama Islam, faktor pendukung dan
penghambat
BAB V PENUTUP. Dalam bab ini dikemukakan
kesimpulan dari uraian-uraian pada bab-bab
sebelumnya, serat saran-sarat sehubungan telah
dilakukannya penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
23
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PERAN
1. Pengertian Peran
Peranan kata dasarnya adalah “peran” yang berarti
perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang
berkedudukan dalam masyarakat.1 Sedangkan dalam kamus
ilmiah popular, peran mempunyai arti orang dianggap sangat
berpengaruh dalam kelompok masyarakat dan
menyumbangkan pemikiran maupun tenaga demi suatu
tujuan.2 Teori peran (Role Theory) adalah teori yang
merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi, maupun
disiplin ilmu. Dalam teorinya Biddle & Thomas membagi
peristilah dalam teori peran dalam empat golongan, yaitu
istilah-istilah yang menyangkut:
a. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi
sosial
b. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut
c. Kedudukan orang-orang dalam perilaku
d. Kaitan orang dan prilaku.3
2. Bentuk dan Macam-Macam Peran
a. Bentuk Peran
1 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2002), Cet- 2, hal. 854 2 Media Center, Kamus Ilmiah Populer, (Jakarta: Mitra Press, 2002),
cet- 1, hal. 251 3 Sarlito Wirawan Sarwono, teori-Teori Psikologi Sosial, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2006), cet- 7, hal. 215
24
Melihat dari pengertian menganai “peran”, maka
bentuk peran bisa dilihat dalam bentuk individu, norma
atau aturan, institusi atau lembaga, dan lain sebagainya.
Tergantung fungsi dan kegunaan serta harapan-harapan
yang diinginkan oleh masyarakat itu sendiri, misalnya
seorang pemain sepak bola yang kawakan akan berbeda
dengan seorang pemain music untuk mengisi waktu luang
saja.
b. Macam-Macam Peran
Peran yang ada dalam masyarakat dapat
diklarifikasikan menurut bermacam-macam cara sesuai
dengan banyaknya sudut pandang. Berbagai macam peran
dapat disebutkan sebagai berikut:
1) Berdasarkan pelaksanaannya
Berdasarkan pelaksanaannya peran dapat dibedakan
menjadi dua bagian, yaitu:
a) Peran yang diharapkan (exected roles) yaitu
cara ideal dalam pelaksanaan peran menurut
penilaian masyarakat. Masyarakat menghendaki
peran yang dihadapkan secermat-cermatnya dan
peran ini tidak dapat ditawar dan harus
dilaksanakan seperti yang ditentukan. Peran
jenis ini antara lain adalah peran hakim, peran
protokoler diplomatic, dan sebagainya.
b) Peran yang disesuaikan (actual roles), yaitu
cara bagaimana sebenarnya peran itu
dijalankan. Peran ini pelaksanaannya lebih
25
luwes, dapat disesuaikan dengan situasi dan
kondisi tertentu. Peran yang disesuaikan
mungkin tidak cocok dengan situasi setempat,
tetapi kekurangan yang muncul dapat dianggap
wajar oleh masyarakat.4
2) Berdasarkan cara memperolehnya
Sementara itu, berdasarkan cara memperolehnya,
peran dapat dibedakan menjadi:
a) Peran bawaan, (ascribed roles), yaitu peran
yang diperoleh secara otomatis, bukan karena
usaha, mislanya peran sebagai nenek, anak,
bupati, dan sebagainya.
b) Peran pilihan, (achives roles), yaitu peran yang
diperoleh atas dasar keputusannya sendiri,
misalnya seseorang yang memutuskan untuk
memilih kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Imu
Politik, Universitas Airlangga dan menjadi
mahasiswa program studi sosiologi.5
3. Tujuan dan Manfaat Peran
Setiap peran bertujuan agar antar individu yang
melakukan peran dengan orang-orang sekitarnya yang
berhubungan dengan peran tersebut terdapat hubungan yang
diatur oleh nilai-nilai sosial yang diterima dan ditaati oleh
4 J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar
dan Terapan, (Jakarta: Kencana, 2007), Cet ke-3, hal. 160. 5 Ibid. 160
26
kedua belah pihak.6 Peran dapat membimbing seseorang
dalam berperilaku karena manfaat peran itu sendiri adalah
sebagai berikut:
a. Memberi arah pada proses sosialisasi
b. Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-
norma, dan pengetahuan
c. Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat
d. Menghidupkan system pengendali dan control,
sehingga dapat melestarikan kehidupan masyarakat.7
4. Aspek-aspek Peranan Sosial
Sarbin mengatakan bahwa uraian tentang peranan sosial
tidak bisa dilepaskan dari aspek-aspek lain dari individu yang
terlibat dalam peranan sosial yang dilakukan oleh individu
tersebut. Hal ini, menurut beliau, agar alasan aspek-aspek lain
dari individu itulah yang menentukan peranan sosial yang
dipilih dan dilakukan oleh individu yang bersangkutan dalam
hubungannya dengan situasi sosial yang sedang dihadapi
individu tersebut. Aspek-aspek peranaan sosial tersebut saling
berhubungan satu dengan yang lain.
Sarbin menguraikan aspek-aspek peranan sosial sebagai
berikut:
1) Status
Yang dimaksud adalah kebebasan seseorang dalam posisi
tertentu untuk mengambil inisiatif bertingkah laku dan
6 Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), Cet
Ke-1, hal. 64. 7 J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar
dan Terapan, (Jakarta: Kencana, 2007), Cet ke-3, hal. 160.
27
mempertahankan tujuan kelompok. Kata Sarbin, dalam
status ada dua hal yang penting, yakni:
a) There are the other person who has expectation. (ada
pribadi yang lain yang mempunyai harapan)
b) The individual anticipate with the own special
behavior in situation. (individu/pribadi mengantisipasi
dengan tingkahlaku, khususnya dalam situasi sosial).
2) Position
Menurut Sarbin, position as a set of expectations or
acquired anticipatory reaction. (posisi sebagai satu
dengan yang lain harapan atau antisipasi reaksi yang
disyaratkan). Dengan pernyataan tersebut, setiap individu
yang ada dalam situasi sosial, memiliki harapan berupa
tingkah laku yang menjadi miliknya (tingkahlakunya
sendiri) dan tingkah laku individu lain.
3) Expectation
Kata Sarbin, expectation is readiness to get the
reinforcement. The reinforcement involve the behavior ot
the individu and the other. (harapan adalah kesediaan
untuk mendapatkan penguatan. Penguatan meliputi
tingkah laku individu dan yang lain). Oleh karena itu,
dalam harapan terkandung dua hal yang penting yaitu:
a) Hak, yaitu harapan peran sosial di mana pemegang
peran turut serta bertingkah laku dalam bentuk
tertentu yang ditunjukkan kepada pemegang peranan
pasangannya.
28
b) Kewajiban, yaitu harapan peran sosial dimana
pemegang peran pasangannya memberi reaksi
terhadap pemegang peran individu lain dalam situasi
sosial.
Dalam harapan tersebut tingkah laku yang tampak berupa
tigkah laku yang berpasang-pasangan sehingga ada
kesesuaian peranan dari masing-masing individu yang ada
dalam situasi sosial.
Ketidak sesuaian tingkah laku individu yang ada dalam
situasi sosial menyebabkan terjadinya discrepancy
(ketidakcocokan), yaitu individu tidak berfungsi di dalam
situasi sosial.8
5. Cara-cara Memperoleh Peran Sosial
Ada beberapa cara untuk memperoleh peranan sosial bagi
individu. Sarbin mengungkapkan ada dua cara, yakni:
a. Internasional instruction, yakni cara memperoleh peranan
sosial melalui pendidikan. Missal, si A dapat berperan
sebagai guru, karena dulunya sekolah pendidikan guru.
b. Insedental learning, yakni cara memperoleh peran dengan
belajar secara sementara/incidental. Misal, si anak
berperan sebagai bapak saat bermain dengan teman-
temannya.
c. Ascribe, yakni cara memperoleh peranan sosial karena
pembawaan sejak lahir atau kedudukan. Missal, (1)
peranan sosial laki-laki berbeda di rumah dengan peran
8 Slamet Santoso, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Bandung: Refika
Aditama, 2010), hal.220.
29
perempuan (bawaan), (2) peranan anak berbeda dengan
remaja (kedudukan).
d. Prescribed, yakni cara memperolehperanan sosial karena
diberikan. Missal, si A berperan sebagai komandan karena
ia ditunjuk sebagai komandan regu di sekolahnya.9
B. BIMBINGAN AGAMA
1. Pengertian Bimbingan
Secara etimologis kata bimbingan merupakan terjemahan
dari bahasa Inggris “guidance”. Kata “guidance” adalah kata
dalam bentuk mashdar (kata benda) yang berasal dari kata kerja
“to guide” artinya menunjukkan, membimbing, atau menuntun
orang lain ke jalan yang benar.10
Prayitno mengemukakan bahwa bimbingan adalah proses
pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada
seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, ramaja
maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat
mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan
memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat
dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku. Ada juga
yang mengemukakan bahwa guidance mempunyai hubungan
dengan guiding: showing a way (menunjukan jalan), leading
(memimpin), conducting (menuntun), giving instruction
9 Slamet Santoso, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Bandung: Refika
Aditama, 2010), hal.226. 10 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Amzah:
Jakarta, 2010), hal. 3
30
(memberikan petunjuk), regulating (mengatur), governing
(mengrahkan), dan giving advice (memberikan nasihat).11
Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada
individu dalam membuat pilihan-pilihan dan penyesuaian-
penyesuaian yang bijaksana. Bantuan itu berdasarkan atas prinsip
demokrasi yang merupakan tugas dan hak setiap individu untuk
memilih jalan hidupnya sendiri sejauh tidak mencampuri hak
orang lain. Kemampuan membuat pilihan seperti itu tidak
diturunkan (diwarisi), tetapi harus dikembangkan (Jones, Staffire
& Stewart, 1970)
Dari definisi para ahli tersebut, dapat kita simpukan
bahwa bimbingan konseling merupakan upaya untuk memberikan
bantuan kepada individu atau siswa. Bantuan yang dimaksud
adalah bantuan yang bersifat psikologis, dan tercapainya
penyesuaian diri, perkembangan optimal, dan kemandirian
merupakan tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan
bimbingan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
bimbingan, yaitu sebagai berikut:
a) Bimbingan berarti bantuan yang diberikan oleh seseorang
kepada orang lain yang memerlukannya. Perkataan
“membantu” berarti dalam bimbingan tidak ada paksaan,
tetapi lebih menekankan pada pemberian peranan individu
ke arah tujuan yang sesuai dengan potensinya. Jadi,
pembimbing tidak ikut menentukan pilihan atau
mengambil keputusan dari orang yang terbimbingnya.
11
Hamdani, Bimbingan dan Penyuluhan, (Pustakan Setia: Bandung,
2012) hal. 80
31
Orang yang menentukan pilihan atau keputusan adalah
individu itu sendiri.
b) Bantuan (bimbingan) tersebut diberikan kepada setiap
orang, tetapi prioritas diberikan kepada individu-individu
yang membutuhkan atau benar-benar harus dibantu.
c) Bimbingan meruakan proses kontinu dan terarah pada
tujuan. Artinya, bimbingan itu tidak diberikan hanya
sewaktu-waktu dan secara kebetulan.
d) Bimbingan atau bantuan diberikan agar individu dapat
mengembangkan dirinya semaksimal mungkin.
Bimbingan diberikan agar individu dapat lebih mengenal
dirinya sendiri (kekuatan dan kelemahannya), menerima
keadaan dirinya, dan dapat mengarahan dirinya sesuai
dengan kemampuannya.
e) Bimbingan diberikan agar individu dapat menyesuaikan
diri secara harmonis dengan lingkungannya, baik
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.12
2. Tujuan Bimbingan Agama
Bimbingan berarti memberikan bantuan kepada seseorang
ataupun sekelompok orang daam menentukan berbagai pilihan
secara bijaksana dan dalam menentukan penyesuaian diri
terhadap tuntunan-tuntunan hidup. Dengan adanya bantuan ini
seseorang akan lebih mampu mengatasi segala kesulitannya
sendiri dan lebih mampu mengatasi segala permasalahan yang
akan dihadapi di masa-masa mendatang.usaha dan aktivitas dari
12 Hamdani, Bimbingan dan Penyuluhan, (Pustakan Setia, Bandung:
2012) hal. 83
32
bimbingan dan konseling mempunyai arah untuk mencapai suatu
nilai tertentu dan cita-cita yang hendak dicapai yang menjadi
tujuannya.
Secara umum dan luas, program bimbingan dilaksanakan dengan
tujuan sebagai berikut.
a) Membantu individu dalam mencapai kebahagiaan hidup
pribadi.
b) Membantu individu dalam mencapai kehidupan yang
efektif dan produktif dalam masyarakat.
c) Membantu individu dalam mencapai hidup bersama dengan
individu-individu yang lain.
d) Membantu individu dalam mencapai harmoni antara
citacita dan kemampuan yang dimilikinya.
Bimbingan dapat dikatakan berhasil apabila individu yang
mendapatkan bimbingan itu berhasil mencapai keempat tujuan
tersebut secara bersama-sama.
Secara khusus, sebagaimana diuraikan Minalka (1971).
Program bimbingan dilakasanakan dengan tujuan agar anak
bimbingan dapat melaksanakan hal-hal berikut.
a) Memperkembangkan pengertian dan pemahaman diri dalam
kemajuan dirinya.
b) Memperkembangkan pengetahuan tentang dunia kerja,
kesempatan kerja, serta rasa tanggung jawab dalam
memilih suatu kesempatan kerja tertentu.
c) Memperkembangkan kemampuan untuk memilih,
mempertemukan pengetahuan tentang dirinya dengan
33
informasi tentang kesempatan yang ada secara bertanggung
jawab.
d) Mewujudkan penghargaan terhadap kepentingan dan harga
diri orang lain.
Menurut Drs. H.M. Arifin, M. Ed., tujuan bimbingan
agama adalah sebagai berikut.
Bimbingan dan penyuluhan agama dimaksudkan untuk
membantu si terbimbing supaya memiliki religious reference
(sumber pegangan keagamaan) dalam memecahkan problem.
Bimbingan dan penyuluahan agama yang ditujukan kepada
membantu si terbimbing agar dengan kesadaran serta
kemampuannya bersedia mengamalkan ajaran agamanya.
Secara garis besar atau secara umum, tujuan bimbingan dan
konseling Islam membantu individu mewujudkan dirinya sebagai
manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia
dan di akhirat.
Menurut penulis, tujuan bimbingan agama juga menjadi
tujuan dakwah Islam. Karena dakwah yang terarah adalah
memberikan bimbingan kepada umat Islam untuk betul-betul
mencapai dan melaksanakan keseimbangan hidup di dunia dan
akhirat. Dengan demikian, bimbingan agama Islam adalah bagian
dari dakwah Islam. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Nabi
Muhammad
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan budi pekerti
yang mulia.” (Al-Hadits)
Dengan demikian, Nabi Muhammad juga menduduki fungsi
sebagai konselor agama di tengah-tengah umatnya, demikian pula
34
para sahabat nabi, para ulama, dimana mereka juga merupakan
pembimbing keagamaan dalam kehidupan masyarakat.
Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi,
dimaksudkan agar klien atau peserta didik mengenal kekuatan
dan kelemahan dirinya sendiri serta menerimanya secara posistif
dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut.
Sebagai manusia yang normal, di dalam setiap diri individu selain
memiliki hal-hal yang positif tentu juga memiliki hal-hal yang
negatif. Pribadi yang sehat yaitu apabila ia mampu menerima
dirinya sebagaimana adanya, dan mampu mewujudkan hal-hal
positif sehubungan dengan penerimaan dirinya itu.
Tujuan yang hendak dicapai dalam pelayanan bimbingan
dan konseling dalam Islam secara rinci dapat disebutkan sebagai
berikut.
a) Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan,
kesehatan, dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi
tenang, jinak dan damai (muthmainnah), bersikap lapang
dada (radhiyah), dan mendapatkan pencerahan taufiq dan
hidayah Tuhannya (mardhiyah)
b) Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan
kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat,
baik pada diri sendiri, ingkungan keluarga, lingkungan
kerja, maupun lingkungan sosial dan alam sekitar.
c) Untuk mengasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu
sehingga muncul serta berkembang rasa teloransi,
kesetiakawanan, tolong menolong, dan rasa kasih sayang.
35
d) Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu
sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk
berbuat taat kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala
perintah-Nya, serta ketabahan menerima ujian-Nya.
e) Untuk menghasilkan potensi Ilahiah, sehingga dengan
potensi itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai
khalifah dengan baik dan benar, ia dapat dengan baik
menanggulangi berbagai persoalan hidup, dan dapat
memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungan
pada berbagai aspek kehidupan.13
3. Fungsi Bimbingan Agama
Secara teoretikal fungsi bimbingan dan konseling secara
umum adalah sebagai fasilitator dan motofator klien dalam upaya
mengatasi dan memecahkan problem kehidupan klien dengan
kemampuan yang ada pada dirinya sendiri. Fungsi ini dapat
dijabarkan dalam tugas kegiatan yang bersifat preventif
(pencegahan) terhadap segala macam gangguan mental, spiritual
dan environmental (lingkungan) yang menghambat, mengancam,
atau menentang proses perkembangan hidup klien. Juga
dijabarkan dalam kegiatan pelayanan yang bersifat repressive
(kuratif atau penyembuhan) terhadap segala bentuk penyakit
mental dan spiritual atau fisikal klien dengan cara melakukan
referral (pelimpahan) kepada para ahlinya, misalnya ahli
kedokteran jiwa (psychiatrist), ahli jiwa (psychologist), atau ahli
13
Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta:
Amzah, 2010), hal. 38
36
kedokteran umum (dokter kesehatan), psikotrapi dan sebainya.14
Penulis menyimpulkan dari pernyataan di atas bahwa bimbingan
agama adalah suatu upaya untuk memberikan bantuan kepada
residen dalam menentukan pilihan hidupnya sesuai dengan
tuntunan Al-Qur‟an dan Hadits
Dalam kajian lain, fungsi bimbingan dan konseling secara
tradisional dapat digolongkan kepada tiga fungsi, yaitu sebagai
berikut.
a. Remedial atau Rehabilitatif
Secara historis bimbingan dan konseling lebih banyak
memberikan penekanan pada fungsi remedial karna sangat
dipengaruhi oleh psikologi klinik dan psikiatri. Perean
remedial berfokus pada masalah:
1) Penyesuaian diri;
2) Menyembuhkan masalah psikologis yang dihadapi;
3) Mengembalikan kesehatan mental dan mengatasi
gangguan emosional.
b. Fungsi Edukatif/Pengembangan
Fungsi ini berfokus pada masalah:
1) Membantu membangkitkan keterampilan-
keterampilan dalam kehidupan;
2) Mengidentifikasi dan memecahkan masalah-masalah
hidup;
3) Membantu meningkatkan kemampuan menghadapi
transisi dalam kehidupan;
14 Ibid. 44
37
4) Untuk keperluan jangka pendek, bimbingan dan
konseling membantu individu-individi menjelaskan
nilai-nilai, menjadi lebih tegas, mengendalikan
kecemasan, meningkatkan keterampilan komunikasi
antar pribadi, memutuskan arah hidup, menghadapi
kesepian, dan semacamnya.
c. Fungsi Preventif (Pencegahan)
Fungsi ini membentu individu agar dapat berupaya
aktif untuk melakukan pencegahan sebelum mengalami
berbagai masalah kejiwaan karna kurangnya perhatian.
Uoaya preventif meliputi pengembangan berbagai strategi
dan program yang dapat digunakan untuk mencoba
mengantisipasi dan menghindari risiko-risiko hidup yang
tidak perlu terjadi.
Fungsi utama bimbingan dan konseling dalam
Islam yang hubungannya dengan kejiwaan tidak dapat
terpisahan dengan masalah-masalah spiritual (keyakinan).
Islam memberikan kepada individu agar dapat kembali
pada bimbingan Al-Qur‟an dan As-Sunnah. Seperti
terhadap individu yang memliki sikap selalu berprasangka
buruk kepada Tuhannya dan menganggap Tuhannya tidak
adil, sehingga ia merasa susah dan menderita dalam
kehidupannya. Sehingga ia cenderung menjadi pemarah
dan akhirnya akan merugikan dirinya sendiri dan
lingkungannya. Bukanlah perkara mudah untuk
menyembuhkan perkara individu yang telah memiliki
pemikiran seperti itu, disinilah fungsi bimbingan dan
38
konseling memberikan bimbingan kepada penyembuhan
terhadap gangguan mental berupa sikap dan cara berpikir
yang salah dalam menghadapi problem hidupnya. Islam
mengarahkan individu agar dapat mengerti apa arti ujuan
dan musibah dalam hidup. Kegelisahan, ketakutan dan
kecemasan merupakan bunga kehidupan yang harus dapat
ditanggulangi oleh setiap individu dalam memohon
pertolongan-Nya melalui orang-orang yang ahli
dibidangnya.15
Setelah individu telah dapat kembali dalam kondisi
yang bersih dan sehat serta telah dapat membedakan mana
yang hak dan yang batil, mana yang halal dan haram, mana
yang bermanfaat dan mudarat, mana yang baik dan buruk,
mana yang baik untuk dirinya dan orang lain dan
sebaliknya, barulah dikembangkan ke arah pengembangan
dan pendidikan bagi kereka.
Fokus bimbingan dan konseling islam memberikan
perbaikan dan penyembuhan pada tahap mental, spiritual
atau kejiwaan, dan emosional, seperti ungkapan dalam
firman Allah: wayuzakkihim (dan sucikan mereka),
kemudian melanjutkan kualitas dari materi bimbingan dan
konseling kepada pendidikan dan pengembangan dengan
menanamkan nilai-nilai dan wahyu sebagai pedoman hidup
dan kehidupan yang hidup, maka individu akan
memperoleh wacana-wacana ilahiah tentang bagaimana
15 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta:
Amzah, 2010), hal. 44
39
mengatasi berbagai masalah, kecemasan dan kegelisahan,
melakukan hubungan komunikasi yang baik dan indah baik
secara vertiak maupun horizontal. Dan sekaligus individu
akan mempunyai kemampuan Al-Hikmah, yaitu metode
atau cara untuk menghayati rahasia dibalik berbagai
peristiwa dalam kehidupan secara nurani, empiric, dan
transendental.
Dengan kemampuan dan pemahaman yang matang
terhadap Al-Qur‟an dan Al-Hikmah, maka secara otomatis
individu akan terhindar dan tercegah dari hal-hal yang
dapat merusak dan menghancurkan eksistensi dan esensi
dirinya, baik kehidupan di dunia maupun kehidupan di
akhirat. Itulah fungsi khas bimbingan dan konseling dalam
Islam, dia tidak hanya memberikan bantuan atau
mengadakan perbaikan, penyembuhan, pencegahan dan
keharmonisan hidup dan kehidupan dalam kehidupan
lahiriah maupun batiniah, tidak hanya kehidupan duniawi,
tetapi juga ukhrawi. Keran dalam Islam setiap aktifitas
kehidupan baik yang berhubungan dengan akal pikiran,
perasaan (emosional), dan perilaku harus
dipertanggungjawabkan oleh setiap individu di hadapan
Tuhan.
Dengan demikian, individu-individu (anak bimbing)
telah dapat memahami pesan-pesan Al-Qur‟an dan As-
Sunnah serta Al-Hikmah secara mantap, ia akan dapat
berpikir, bersikap dengan sangat hati-hati dan penuh
kewaspadaan, karena jika sikap dan prilaku menyimpang
40
dari tuntunan kebenaran-Nya maka akan berakibat fatal
lebih-lebih dapat membahayakan orang lain dan
lingkungan. Semakin dalam dan mengakar kepahaman
individu terhadap esensi dari ketiga ilmu itu, semakin
kokoh potensi preventif yang dimilikinya
Adapun jika kegiatan bimbingan dan konseling itu
dikaitkan dengan kehidupan keagamaan anak bimbing,
maka tugas guidance counselor tidak akan pernah diketahui
kapan berakhir, karena bimbingn dan konseling dalam
keidupan keagamaan akan selalu dibutuhkan oleh
masyarakat.16
4. Metode Bimbingan Agama
Sejalan dengan ruang lingkup tujuan tersebut, para
pembimbing memerlukan beberapa metode yang adapat
dilakukan dalam tugas bimbingan. Secara umum ada dua metode
dalam pelayanan bimbingan agama yaitu: pertama, metode dalam
pelayanan bimbingan kelompok dan kedua, metode bimbingan
individual.
a. Metode bimbingan kelompok (Group Guidance)
Penyelenggaraan bimbingan kelompok antara lain
dimaksudkan untuk membantu mengatasi masalah bersama
atau membantu seseorang individu yang menghadapi
masalah dengan menepatkan dalam suatu kehidupan
kelompok. Beberapa jenis metode bimbingan kelompok yang
bisa diterapkan dalam pelayanan bimbingan kelompok
16
Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta:
Amzah, 2010), hal. 44
41
adalah: 1) program home room, 2) diskusi kelompok, 3.)
kegiatan kelompok
1) Program Home Room
Tujuan program ini agar konselor dapat mengenal
kliennya secara lebih dekat sehingga dapat
membantunya secara efisien. Dalam praktiknya,
konselor mengadakan tanya jawab dengan klien,
menampung pendapat, merencanakan suatu kegiatan,
dan lain sebagainya.
2) Diskusi kelompok
Diskusi kelompok merupakan suatu cara dimana
klien meperoleh kesempatan untuk memecahkan
masalah secara bersama-sama. Setiap klien
memperoleh kesempata untuk mengemukakan
pikirannya masing-masing dalam memecahkan suatu
masalah. Dalam melakukan diskusi para klien diberi
peran-peran tertentu seperti pemimpin diskusi
(moderator) dan notulis. Tugas pemimpin diskusi
adalam memimpin jalannya diskusi sehingga diskusi
tidak menyimpang, sedangkan tugas notulis adalah
mencatat hasil-hasil diskusi,. Klien yang lain menjadi
peserta atau anggota. Dengan demikian akan timbul
rasa tanggung jawab dan harga diri.
3) Kegiatan kelompok
Kegiatan kelompok dapat menjadi suatu teknik
yang baik dalam bimbingan, karena kelompok
memberikan kesempatan kepada individu (para klien)
42
untuk berpartisipasi secara baik. Banyak kegiatan
tertentu yang lebih berhasil apabila dilakukan secara
berkelompok. Melalui kegiatan kelomppok dapat
mengembangkan bakat dan menyalurkan dorongan-
dorongan tertentu. Selain itu, setiap siswa memperoleh
kesempatan untuk menyumbangkan pikirannya.
Dengan demikian akan muncul rasa tanggung jawab.
Seorang klien diberi kesempatan untuk memimpin
teman-temannya dalam membuat pekerjaan bersama,
sehingga kepercayaan dirinya tumbuh dan kerenanya ia
memperoleh harga diri.17
b. Metode bimbingan individual
Melalui metode ini upaya pemberian bantuan diberikan
secara individual dan langsung bertatap muka
(berkomunikasi) antara pembimbing (konselor ) dengan
siswa (klien). Dengan perkataan lain pemberian bantuan
diberikan dilakukan melalui hubungan yang bersifat face to
face relationship (hubungan empat mata), yang dilaksanakan
dengan wawancara antara (pembimbing) konselor dengan
siswa (klien). Apabila menunjukka kepada teori-teori
konseling, setidaknya ada tiga cara yang konseling yang
biasa dilakukan yaritu: 1) directive counseling, 2) non
derective counselling, dan 3) eclective counseling.
1) Konseling derektif
17 Tohorin, Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah dan Madrasah
(Bebasis Integrasi), (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2007), h. 296
43
Konseling yang menggunakan metode ini, dalam
prosesnya yang aktif atau paling berperan adalah
konselor. Dalam praktiknya konselor berusaha
mengarahkan klien sesuai dengna masalahnya. Selain
itu, konselor juga memberian saran, anjuran dan
nasihat kepada klien.
Praktik konseling dalam dunia islam dimana pin para
nabi khususnya nabi Muhammad SAW. Umumnya
menerapkan cara-cara di atas yait memberikan saran-
saran, anjuran dan nasihat kepada klien
2) Konseling non derektif
Konseling nonderektif tau konseling yang berpusat
pada klien muncul akibat kritik terhadap konseling
direktif (konseling berpusat pada konselor). Konseling
nonderektif berkembang berdasarkan teori client
centered (konseling yang berpusat pada klien). Dalam
praktik konseling nonderektif, konselor hanya
menampung pembicaraan, yang berperan adalah
konseli, klien atau konseli bebas berbicara sedangkan
konselor menampung dan mengarahkan. Metode ini
tentu sulit diterapkan untuk klien dengan kepribadian
tertutup, biasanya pendiam dan sulit diajak berbicara.
3) Konseling elektif
Apabila terhadap siswa tertentu tidak bisa
diterapkan metode derektif, maka mungkin bisa
diterapkan metode nonderektif begitu juga sebaliknya.
Atau apabila mungkin adalah dengan cara
44
penggabungan kedua metode tersebut. Penggabungan
kedua metode konseling disebut metode elektif
(eclective counseling)
Penerapan metode dalam konseling adalah dalam
keadaan tertentu konselor menasihati dan mengarahkan
konseli sesuai dengan masalahnya, dan dalam keadaan
yang lain konselor memberikan kebebasan kepada
konseli untuk berbicara sedangkan konselor
mengarahkan saja.18
C. REHABILITASI
Penulis membahas rehabilitasi karna therapeutic
community ada di dalam proses rehabilitasi korban
penyalahgunaan napza.
1. Pengertian Rehabilitas
Rehabilitasi merupakan upaya perawatan untuk
penyalahguna Narkoba dengann cara memperbaiki kembali
dalam segi psikologis maupun fisik penyalahgunaan. Rehabilitasi
dapat dilakukan dengan cara mengkarangtina penyalahguna dan
memberikan perawatan yang intensif.19
Tujuannya agar ia tidak
18 Tohorin, Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah dan Madrasah
(Bebasis Integrasi), (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2007), h. 299
19 BNN, Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahan Narkoba di
Lingkungan Pendidikan, (2006), hal. 62
45
memakai lagi dan bebas dari penyakit yang disebabkan oleh
bekas pemakaian nakotika.20
Pemakaian narkotika dapat mengalami penyakit:
a. Kerusakan fisik (syaraf, otak, darah, jantung, paru-paru,
ginjal, hati dan lain-lain).
b. Kerusakan mental, perubahan karakter kea rah negatif,
asocial.
c. Penyakit-penyakit ikutan (HVI/AIDS, hepatitis, sifilis dan
lain-lain.
Itulah sebabnya mengapa pengobatan narkotika tanpa
upaya pemulihan (rehabilitas) tidak bermanfaat. Setelah sembuh,
masih banyak masalah lain yang akan timbul. Semua dampak
negatif tersebut sangat sulit diatasi. Karenanya, banyak pemakai
narkotika yang ketika sudah sadar malah mengalami putus asa,
kemudian bunuh diri. Cara bunuh diri pemakai narkotika yang
terbanyak adalah dengan menyuntik dirinya sendiri dengan
narkotika dengan dosis berlebihan sehingga mengalami overdosis
(OD). Penyebab upaya bunuh diri terbanyak adalah putus asa
karena mengetahui dirinya mengidap HIV/AIDS, atau jengkel
tidak dapat lepas dari narkotika.
Banyak masyarakat yang membuka usaha rehabilitasi
korban narkotika dengan membuka pemondokan bagi penderita
dan memberikan bimbingan hidup berupa praktik keagamaan dan
atau kegiatan-kegiatan produktif, seperti olehraga, kesenian,
pertanian, pembengkelan, perdagangan dan ain-lain. Usaha
20
BNN, Petunjuk Teknis Advokasi Bidang Pencegahan
Penyalahgunaan Narkoba Bagi Lembaga/Istalasi, (2010), hal. 38
46
seperti ini sangat baik karena kemampuan pemerintah untuk
melakukannya sangat terbatas. Usaha pelayanan rehabilitasi
korban narkotika dapat memberikan keuntungan yang cukup
baik. Ada berbagai cara pemulihan. Namun, keberhasilan upaya
ini sangat tergantung pada:
a. Professionalisme lembaga rehabilitasi (SDM, sarana dan
prasarana) yang menangani.
b. Kesadaran dan kesungguhan penderita.
c. Dukungan atau kerjasama antara penderita, lembaga dan
keluarga penderita.
Masalah yang paling mendasar dan sulit dalam penanganan
narkotika adalah mencegah datangnya kambuh/relapse setelah
yang penderita selesai menjalankan pengobatan (detoksifikasi).
Relaps disebabkan oleh perasaan rindu dan keinginan yang kuat
(suggest) akibat salah satu sifat narkotika, yaitu habitual. Satu-
satunya cara yang dianggap efektif untuk mencegah datangnya
kambuh saat ini adalah dengan rehabilitasi fisik dan mental.
Sementara untuk pemakaian ekstasi, shabu dan sebagainya,
rehabilitasi sering berhasil dengan bail. Ada yang dapat sembuh
100 persen. Pemakai morfin cukup banyak yang berhasil sembuh.
Pemakai heroin (putau) jarang yang berhasil sembuh. Sebagian
besar gagal. Pemakai putaw yang dapat berhenti total sangat
langka sehingga boleh dikatakan mukjizat. Untuk pemakai
campuran (putaw, morfin, dan ekstasi, shabu) sekaligus,
penyembuhan hampir pasti gagal total.21
21
BNN, Petunjuk Teknis Advokasi Bidang Pencegahan
Penyalahgunaan Narkoba Bagi Lembaga/Istalasi, (2010), hal. 39
47
2. Jenis Rehabilitasi
Istilah rehabilitasi dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika terdiri dari 2 (dua) yaitu
a) Rehabilitasi medis yaitu proses kegiatan pengobatan secara
terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan
narkotika, sesuai Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
b) Rehabilitasi Sosial yaitu proses kegiatan pemulihan secara
terpadu baik fisik, mental maupun social, agar bekas
pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi
social dalam kehidupan masyarakat, sesuai Pasal 1 angka
17 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika.
3. Tahap- Tahap Rehabilitasi
Adapun tahap-tahap rehabilitasi bagi korban
penyalahgunaan narkoba yaitu:
a) Tahap rehabilitasi medis (detoksifikasi), tahap ini pecandu
diperiksa seluruh kesehatannya baik fisik dan mental oleh
dokter terlatih. Dokterlah yang memutuskan apakah
pecandu perlu diberikan obat tertentu untuk mengurangi
gejala putus zat (sakau) yang ia derita. Pemberian obat
tergantung dari jenis narkoba dan berat ringanya gejala
putus zat. Dalam hal ini dokter butuh kepekaan,
pengalaman, dan keahlian guna memdeteksi gejala
kecanduan narkoba tersebut.
b) Tahap rehabilitasi nonmedis, tahap ini pecandu ikut dalam
program rehabilitasi. Di Indonesia sudah di bangun tempat-
48
tempat rehabilitasi, sebagai contoh di bawah BNN adalah
tempat rehabilitasi di daerah Lido (Kampus Unitra),
Baddoka (Makassar), dan Samarinda. Di tempat rehabilitasi
ini, pecandu menjalani berbagai program diantaranya
program therapeutic communities (TC), 12 steps (dua belas
langkah, pendekatan keagamaan, dan lain-lain.
c) Tahap bina lanjut (after care), tahap ini pecandu diberikan
kegiatan sesuai dengan minat dan bakat untuk mengisi
kegiatan sehari-hari, pecandu dapat kembali ke sekolah atau
tempat kerja namun tetap berada di bawah pengawasan.22
D. THERAPEUTIC COMMUNITY
Salah satu metode yang digunakan dalam pelayanan dan
rehabilitasi penyalahgunaan narkoba adalah Therapeutic
Community (selanjutnya disebut TC). TC mulanya ditujukan bagi
pasien-pasien psikiatri yang dikembangkan sejak perang dunia
kedua. Cikal bakal TC adalah kelompok Syinano di Amerika
Serikat yaitu self-help group atau kelompok kecil yang saling
membantu dan mendukung proses pemulihan yang pada awalnya
sangat dipengaruhi oleh gerakan Alcoholic Anonimous.
Sesungguhnya metode ini digali dari konsep Timur, tetapi
dikembangkan di New York, Amerika Serikat, di Day Top
Internasional. Pengembangan di Asia dimulai dari Philipina,
22
BNN, Panduan Pelaksanaan Terapi dan Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat, Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia Pusat
Laboratorium Terapi dan Rehabilitasi, Jakarta, 2008, hlm.8
49
Thailand, Malaysia, dan akhir-akhir ini Indonesia. Salah satu
jurnaltentang penyalahgunaan narkoba (UNDPC, 1990 dalam
Doweiko, 1999) melaporkan bahwa dengan metode ini 80%
residen berhasil bertahan pada kondisi bebas zat (abstinensia)
dalam waktu yang lebih lama, apabila residen tersebut mengikuti
seluruh tahapan hingga selesai. Atas dasar keberhasilan ini,
Departemen Sosial, c.q. Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi
penyalahgunaan NAPZA, mempertimbangkan untuk
mengembangkan pelayanan dan rehabilitasi sosial dengan metode
TC.23
1. Pengertian Therapeutic Community
Therapeutic Community dalam kamus psikologi
merupakan sebuah setting sosial dan budaya yang dibentuk bagi
alasan-alasan terapeutik dan yang di dalamnya terdapat individu-
individu memerlukan kehidupan terapi. Istilah ini diterapkan
bukan hanya untuk kasus psikiatrik tetapi juga bisa dibentuk oleh
keseluruhan lingkungan sosial, yang juka dikontrol dengan tepat
memiliki pengaruh yang bermanfaat.
Therapeutic Community salah satu model terapi dimana
sekelompok individu hidup dalam satu lingkungan yang
sebelumnya hidup terasing dari masyarakat umum, berupaya
mengenal diri sendiri serta belajar menjalani kehidupan
berdasarkan prinsip-prinsip yang utama dalam hubungan antar
23
BNN, Metode Therapeutic Community, (Jakarta: 2004) hal. 2
50
individu, sehingga mampu merubah prilaku yang dapat diterima
oleh masyarakat.24
TC adalah suatu metode rehabilitasi sosial yang ditujukan
kepada korban penyalahgunaan narkoba, yang merupakan sebuah
„keluarga‟ terdiri atas orang-orang yang mempunyai masalah
yang sama dan memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menolong
diri sendiri dan sesama yang dipimpin oleh seseorang dari
mereka, sehingga terjadi perubahan tingkah laku dari yang
negatif ke arah tingkah laku yang positif.25
2. Prinsip Pekerjaan Sosial dalam Therapeutic Community
Prinsip yang mendasari dilaksanakannya konsep TC
adalah bahwa setiap orang itu pada prinsipnya dalam berubah,
yaitu dari perilaku negatif ke arah prilaku yang positif. Dalam
proses perubahan seperti ini, seseorang sangat memerlukan
bantuan pihak lain termasuk kelompok. Oleh karena itu dalam
proses pengubahan prilaku tersebut, TC dianggap keluarga besar.
Konsep TC pada umumnya menerapkan pendekatan Self
help, artinya residen dibiasakan mengerjakan tugas-tugas yang
berkaitan dengan pengelolaan kebutuhan sehari-hari, misalnya
memasak, membersihkan fasilitas TC, memperbaiki gedung dan
sebagainya, di samping kegiatan yang bersifat memberikan
keterampilan. Dalam hal ini, setiap kegiatan residen mempunyai
tanggung jawab mengubah tingkah laku, baik diri sendiri,
24 Direktoral Jendral Pelayanan dan Rehabilitas Sosial, Therapuetic
Community dalam Rehabilitasi Korban Narkoba, (jakarta: 2003), hal. 13 25
BNN, Metode Therapeutic Community, (Jakarta, 2004) hal. 3
51
maupun orang lain, jadi bukan semata-mata tanggung jawab
petugas.
Teori yang mendasari metode TC adalah pendekatan
behavioral dimana reward (penghargaan/penguatan) dan
punishment (hukuman) dalam mengubah suatu prilaku, di mana
sebuah kelompok dijadikan suatu media untuk mengubah suatu
prilaku. Dalam pelaksanaannya, berbagai pendekatan tersebut
merupakan penerapan dari berbagai prinsip-prinsip pekerjaan
sosial.26
a. Prinsip-prinsip umum
1) Adanya keyakinan akan kebaikan, integritas dan
kebebasan residen dalam menentukan kehidupannya.
2) Adanya keyakinan bahwa setiap residen memiliki
kebutuhan baik kebutuhan fisik, sosial, psikologis,
dan kebutuhan-kebutuhan lain-lainnya. Dalam
pemenuhannya residen mempunyai hak untuk
menentukan sendiri.
3) Adanya keyakinan bahwa setiap residen mempunyai
kesempatan yang sama tetapi kesempatan tersebut
dibatasi oleh kemampuannya sendiri.
4) Adanya keyakinan bahwa setiap residen mempunyai
tanggung jawab sosial untuk terlibat di dalam proses
pemecahan masalah residen lainnya yang diwujudkan
dalam tindakan bersama.
b. Prinsip-prinsip dasar
1) Penerimaan (acceptance)
26
BNN, Metode Therapeutic Community, (Jakarta, 2004) hal. 13
52
2) Perbedaan individu
3) Pengungkapan perasaan
4) Tidak memberikan penilaian (non judgemental)
5) Objektivitas
6) Keterlibatan emosional
7) Menentukan dirinya sendiri
8) Aksesibilitas terhadap sumber
9) Kerahasian
10) Kesinambungan
11) Ketersediaan pelayanan
E. NAPZA
1. Pengertian Napza
Istilah narkoba sesuai dengan surat edaran badan
naktotika nasional (BNN) No SE/03/IV/2002 merupakan akronim
dari NArkotika, psiKOtropika dan Bahan Adiktif lainnya.
Narkoba yaitu zat-zat alami maupun kimiawi yang jika
dimasukkan ke dalam tubuh dapat mengubah pikiran, suasana
hati, perasaan, dan perilaku seseorang.27
Narkoba adalah bahan
adiktif, artinya menimbulkan ketergantungan, atau bahan
psikoaktif, artinya berpengaruh pada otak dan prilaku. Karena
antara lain menyebabkan ketergantungan, narkoba disebut juga
bahan berbahaya.
Narkotika dan psikotropika berada dalam pengawasan
undang-undang R.I. Nomer 22 tahun 1997 tentang Narkotika Dan
undang-undang R.I. Nomer 5 tahun 1997 tentang psikotropika.
27
BNN, Mengenal Penyalahgunaan Narkoba, 2007, hal. 9
53
Jika ditanam, di produksi, diperjualbelikan, dimiliki, disimpan
dan digunakan secara tidak sah berarti melanggar hukum.28
2. Jenis-jenis Napza
a. Berdasarkan asal zat/bahannya narkoba dibagi menjadi
dua yaitu:
1) Tanaman
a) Opium atau candu/morfin yaitu olahan getah
tanaman papaver somniferum tidak terdapat
dindonesia, tetapi diselundupkan di Indonesia.
b) Kokain yaitu olahan daun koka diolah di Amerika
(Peru, Bolivia, Kolumbia).
c) Cannabis Sativa atau Marihuana atau Ganja
banyak ditanam di Indonesia
2) Bukan Tanaman
a) Semi sintetik: adalah zat yang diproses secara
ekstraksi, isolasi disebut alkaloid opium. Kimia,
Contohnya: Heroin, Kodein, dan Morfin.
b) Sintetik: diperoleh melalui proses kimia bahan
baku kimia, menghasilkan zat baru yang
mempunyai efek narkotika dan diperlukan medis
untuk penelitian serta menghilangkan rasa sakit
(analgesic) penekan batuk (antitusif). Contohnya:
Amfetamin, Metadon, Petidin, dan
Deksamfetamin.
28
Ancaman Naroba Bagi Generasi Bangsa, Pemerintah Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2007, hal.1
54
b. Berdasarkan Golongannya
1) Narkotika
a) Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi
sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan,
contohnya: ganja, heroin, kokain dan opium
b) Narkotika Golongan II
Narkotika yang berkasiat pengobatkan digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan
dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan, contohnya:
morfin, pentanin, petidin, dan turunannya.
2) Psikotropika
a) Golongan I
Adalah psikotropika yang hanya digunakan untuk
tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan
dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat
mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Contohnya: MDMA/ekstasi, LSD dan STP.
MDMA/ ecstasy LSD (Lysergic Acid
Diethylamide).
b) Golongan II
Adalah psitropika yang berkhasiat pengobatan dan
dapat digunakan dalam digunakan dalam terapi
55
dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom
ketergantungan. Contohnya: amfetamin,
metifenidat atau Ritalin.
c) Golongan III
Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk
tujuan ilmu pengatuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Contohnya: lumibal, buprenorsina, pentobarbital,
flunitrazepam.
d) Golonga IV
Adalah psitropika yang berkhasiat pengobatan dan
sangat luas digunakan dalam terapi dan atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantunngan.
Contohnya: nitrazepam (BK, mogadon, dumolid),
diazepam.
3) Bahan Adiktif
Contohnya: Rokok, alcohol, thinner, lem kayu,
penghapus cair, aseton, cat, bensin, dan lain
sebagainya.29
3. Faktor Penggunaan Napza
Penyalahgunaan napza ada beberapa faktor yaitu:
a. Lingkungan Sosial
29
Jiliana lisa FR, nengah sutrisna W, Narkoba, psikotropika, dan
gangguan jiwa, (Nuha Medika, Yogyakarta: 2013) hal. 5
56
Motif ingin tahu: dimasa remaja seseorang lazim
mempunyai rasa ingin lalu setelah itu ingin
mencobanya. Misalnya dengan mengenal narkotika,
psykotropika mampu minum keras atau bahan bahaya
lainnya.
Adanya kesempatan: karena orang tua sibuk dengan
kegiatannya masing-masing, mungkin juga karena
kurangnya rasa kasih sayang dari keluarga ataupun
karena akibat dari broken home.
Sarana dan prasmana: karena orang tua berlebihan
memberikan fasilitas dan uang yang berlebihan,
merupakan sebuah pemicu untuk menyalahgunakan
uang tersebut untuk membeli narkotikauntuk
memuaskan rasa keingintahuan mereka.
b. Kepribadian
Rendah diri: perasaan rendah diri di dalam pergaulan di
masyarakat ataupun di lingkungan sekola, kerja dsb,
mereka mengatasi masalah tersebut dengan cara
menyalahgunakan narkotik, psykotropika mapun
minuman keras yang dilakukan untuk menutupi
kekurangan mereka tersebut sehingga mereka
memperoleh apa yang diinginkan seperti lebih aktif dan
berani
Emosional dan mental: pada masa-masa ini biasanya
mereka ingin lepas dari segala aturan-aturan dari
orangtua mereka. Dan akhirnya sebagai tempat pelarian
yaitu dengan menggunakan narkotika, psikotropika dan
57
minman keras lainnya. Lemahnya mental seseorang
akan lebih mudah dipengaruhi oleh perbuatan-
perbuatan negative yang akhirnya menjurus kea rah
penggunakaan narkotika, psikotropika dan minuman
keras lainnya.30
4. Dampak Napza
Pengaruh narkoba secara umum ada tiga:
a) Depresi
Menekan atau memperlambat fungsi system syaraf
pusat sehingga dapat mengurangi aktifitas
fungsional tubuh.
Dapat membuat pemakai merasa tenang,
meberikan rasa melambung tinggi, member rasa
bahagia dan bahkan membuatnya tertidur atau
tidak sadarkan diri.
b) Stimulan
Merangsang sitem syaraf pusat dan meningkatkan
kegairahan (segar dan bersemangat) dan
kesadaran.
Obat ini dapat bekerja mengurangi rasa kantuk
karena lelah, mengurangi napsu makan,
mempercepat detak jantung, tekanan darah dan
pernapasan.
c) Halusinogen
30
Jiliana lisa FR, nengah sutrisna W, Narkoba, psikotropika, dan
gangguan jiwa, (Nuha Medika, Yogyakarta: 2013) hal. 43.
58
Dapat mengubah rangsangan indera yang jelas
serta merbah perasaan dan pikiran sehingga
menimbulakn kesan palsuatau halusinasi.
Keluhan umum begi kesehatan badan:
- Terganggunya fungsi otak
- Daya ingat menurun
- Sulit berkonsentrasi
- Suka berhayal
- Intoksikasi (keracunan)
- Over dosisi
- Gejala putus zat
- Gangguan prilaku/ mental sosial
Keluhan khusus bagi kesehatan badan:
- Berat badan turun drastis
- Mata terlihat cekung dan merah
- Muka pucat
- Bibir kehitam- hitaman
- Buang air besar dan kecil kurang lancer
- Sakit perut tiba- tiba
- Batuk dan pilek berkepanjangan
- Sering menguap
- Mengeluarkan keringat berlendir
- Mengalami nyeri kepala
Seperti yang kita ketahui, segala hal memiliki kebaikan
dan keburukan. Begitu pula psikotropika dan zat adiktif memiliki
kegunaan positif dan negatif, tergatung dari tujuan dan siapa yang
menggunakannya. Penggunaan zat adiktif dan psikotropika oleh
59
dokter dan diawasi dengan ketet merupakan hal positif yang bisa
digunakan untuk mendapatkan nilai positif dari zat ini. Namun
jika digunakan dengan salah, zat ini dapat menimbulkan
marabahaya.31
1) Dampak Fisik
Adapun biologis tubuh kita terhadap penggunaan
naroba untuk jangka waktu yang lama bisa dibilang cukup
ekstensif, terutama obat-obatan yang tergolong dalam
kelompok downers. Tubuh kita bahkan dapat berubah begitu
banyak sehingga sel-sel da organ-organ tubuh kita menjado
tergantung pada obat itu hanya untuk bisa berfungsi normal.
Selah satu contoh adaptasi biologis dapat dilihat
dengan alkohot. Alcohol mengganggu pelepasan dari
beberapa transisi syaraf di otak. Alcohol juga meningkatkan
cytocell dan mitokondria yang ada di dalam liver untuk
menetralisir zat-zat yang masuk. Sel-sel tubuh ini menjadi
tergantung pada alcohol untuk menjaga keseimbangan baru
ini.
Tetepi, bila penggunaan narkoba dihetikan, ini akan
mengubah semua susunan dan keseimbangan kimia tubuh.
Mungkin akan ada kelebihan suatu jenis enzim dan
kurangnya tranmisi syaraf tertentu.
Tetapi, bila pengguna narkoba dihentikan, ini akan
mengubah semua susunan dan keseimbangan kimia tubuh.
Mungkin ada kelebihan suatu jenis enzyme dan kurangnya
31
Jiliana lisa FR, Nengah Sutrisna W, Narkoba, Psikotropika, dan
Gangguan Jiwa, (Nuha Medika, Yogyakarta: 2013) hal. 26
60
tramisi syaraf tertentu. Tiba-tiba saja, tubuh mencoba ntuk
mengebalkan keseimbangan didalamnya. Biasanya, hal-hal
yang ditekan/tidak dapat dilakukan secara berlebihan pada
masa Gejala Putus Obat (GPO) ini.
Misalnya, bayangkan efek-efek yang menyenangkan
dari suatu narkoba dengan cepat berubah menjadi GPO yang
sangat tidak mengenakan saat seorang pengguna berhenti
menggunakan narkoba seperti heroin/putaw. Contoh: saat
menggunakan seseorang akan mengalami konstipasi, tetapi
GPO yang dialaminya adalah diare, dll. GPO ini merupakan
„momok‟ tersendiri bagi para pengguna narkoba. Bagi para
pecandu, terutama, ketakutan terhadap sakit yang akan
dirasakan saat mengalami GPO merupakan salah satu alasan
mengapa mereka sulit untuk berhenti menggunakan narkoba,
terutama jenis putaw/heroin. Mereka tidak mau merasakan
pegal, linu, sakit-sakit pad sekujur tubuh dan persendian,
kram otot, insomnia, mual, muntah, dll yang merupakan
selalu muncul bila pasokan narkoba ke dalam tubuh
dihentikan.
Selain tergantungan sel-sel tubuh, organ-organ vital
dalam tubuh seperti liver, jantung, paru-paru, ginjal, dan otak
yang mengalami kerusakan akibat penggunaan jangka
panjang narkoba. Banyak sekali pecandu narkoba yang
berakhir dengan katup jantung yang bocor, paru-paru yang
bolong, gagalginjal, serta liver yang rusak. Belum lagi
kerusakan fisik yang muncul akibat infeksi virus {hepatitis C
61
dan HIV/AIDS} yang sangat umum terjadi dikalangan
pengguna jarum suntik.32
2) Dampak Mental
Selain tergantungan fisik, terjadi juga ketergantungan
mental. Ketergantungan mental ini lebih susah untuk
dipulihkan dari pada ketergantungan fisik. Ketergantungan
yang dialami secara fisik akan lewat setelah GPO diatas,
tetapi setelah itu akan muncul ketergantungan mental, dalam
bentuk yang dikenal dengan istilah „sugesti‟. Orang
seringkali menganggap bahwa sakaw dan sugesti adalah hal
yang sama, ini adalah anggapan yang salah. Sakaw bersifat
fisik, dan merupakan istilah lain untuk Gejala Putus Obat,
sedangkan sugesti adalah ketergantungan mental, berupa
munculnya keinginan untuk kembali menggunakan narkoba.
Sugesti ini tidak akan hilang saat tubuh sudah kembali
berfungsi secara normal. Sugesti ini bisa digambarkan
sebagai suara-suara yang menggema di dalam kepala seorang
pecanduyang menyuruhnya untuk menggunakan narkoba.
Sugesti seringkali menyebabkan terjadinya „perang‟ dalam
diri seorang pecandu, karena di satu sisi ada bagian dirinya
yang sangat ingin menggunakan narkoba, sementara ada
bagian lain dalam dirinya yang mencegahnya. Peperangan ini
sangat melehakan. Bayangkan saja bila Anda harus
berperang melawan diri Anda sendiri, dan Anda sama sekali
tidak bisa sembunyi dari suara-suara itu karena tidak ada
32
Jiliana lisa FR, nengah sutrisna W, Narkoba, Psikotropika, dan
Gangguan Jiwa, (Nuha Medika, Yogyakarta: 2013) hal. 33.
62
tempat dimana Anda bisa sembunyi dari diri Anda sendiri
dan tidak jarang bagian dirinya yang ingin menggunakan
narkoba-lah yang menang dalam peperang ini. Suara-suara
ini seringkali begitu kencang sehingga ia tidak lagi
menggunakan akal sehat karena pikirannya sudah terobsesi
dengan narkoba dan nikmatnya efek dari menggunakan
narkoba. Sugesti inilah yang sering kali menyebabkan
pecandu relapse. Sugesti ini tidak bisa hilang dan tidak bisa
disembuhkan, karena inilah yang membedakan seorang
pecandu dengan orang-orang yang bukan pecandu. Orang-
orang yang bukan pecandu dapat menghentikan
penggunaannya kapan saja, tanpa ada sugesti, tetapi para
pecandu akan tetap memiliki sugesti bahkan saat hidupnya
sudah bisa dibilang normal kembali. Sugesti memang tidak
bisa disembuhkan, tetapi kita dapat merubah cara kita
bereaksi atau merespon terhadap sugesti itu.
Dampak mental yang lain adalah pikiran dan perilaku
obsesif kompulsif, serta tindakan impulsive. Pikiran seorang
pecandu menjadi terobsesi pada narkoba dan penggunaan
narkoba. Narkoba adalah satu-satunya hal yang ada di dalam
pikirannya. Ia akan menggunakan semua daya pikirannya
untuk memikirkan cara yang tercepat untuk mendapatkan
uang untuk membeli narkoba. Tetapi ia tidak pernah
memikirkan dampak dari tindakan yang dilakukannya,
seperti mencuri, berbohong, atau sharing needle karena
perilakunya selalu impulsive, tanpa pernah dipikirkan
terlebih dahulu.
63
Ia juga selalu berpikirdan berprilaku kompulsif, dalam
artian ia selalu mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama.
Misalnya, seorang pecndu yang sudah keluar dari sebuah
tempat pemulihan sudah mengetahui bahwa ia tidak bisa
mengendalikan penggunaan narkobanya, tetapi
saatsugestinya muncul, ia akan berpikir bahwa mungkin
sekarang ia sudah bisa mengendalikan penggunaannya, dan
akhirnya kembali menggunakan narkoba hanya untuk
menemukan bahwa ia memang tidak bisa mengendalika
penggunaannya bisa dikatakan bahwa dampak mental dari
narkoba adalah mematikan akal sehat penggunanya, terutama
yang sudah dalam tahap kecanduan. Ini semua membuktikan
bahwa penyakit adiksi adalah penyakit yang licik, dan sangat
berbahaya.33
3) Emosional
Narkoba adalah zat-zat yang mengubah mood
seseorang (mood altering substance). Saat menggunakan
narkoba, mood, perasaan, serta emosi seseorang ikut
terpengaruh. Salah satu efek yang diciptakan oleh narkoba
adalah perubahan mood. Narkoba dapat mengakibatkan
ekstrimnya perasaan, mood atau emosi penggunanya. Jenis-
jenis narkoba tertentu, terutama alcohol dan jenis-jenis
nerkoba yang termasuk dalam kelompok uppers seperti
shabu-shabu, dapat memunculkan perilaku agresif yang
berlebihan dari si pengguna, dan sering kali mengakibatkan
33
Jiliana lisa FR, nengah sutrisna W, Narkoba, Psikotropika, dan
Gangguan Jiwa, (Nuha Medika, Yogyakarta: 2013) hal. 35.
64
melakukan perilaku atau tindakan kekerasan. Terutama bila
orang tersebut pada dasarnya memang orang yang emosional
dan bertemperamen panas. Ini mengakibatkan tingginya
domestic violence dan perilaku abusive dalam keluarga
seorang alkoholik atau pengguna shabu-shabu. Karena
pikiran yang terobsesi oleh narkoba dan pengguna narkoba,
maka ia tidak akan takut untuk melakukan tindakan
kekerasan terhadap orang-orang yang mencoba
menghalanginya untuk menggunakan narkoba. Emosi
seorang pecandu narkoba sangat labil dan bisa berubah kapan
saja. Satu saat tampaknyaia baik-baik saja, tetapi di bawah
pengaruh narkoba semenit ia bisa berubah menjadi
orangyang seperti kesetanan, mengamuk, melempar barang-
barang, dan bahkan memukuli siapapun yang ada di
dekatnya. Hal ini sangat umum terjadi di keluarga seorang
alkoholik atau pengguna shabu-shabu. Mereka tidak segan-
segan memukul istri atau anak-anak bahkan orangtua mereka
sendiri. Karena melakukan semua tindakan kekerasan itu
dibawah pengaruh narkoba, maka terkadang ia tidak ingat
apa yang tlah dilakukannya. Saat seseorang menjadi
pecandu, ada suatu kepribadian baru yang muncul dalam
dirinya, yaitu kepribadian pecandu atau kepribadian si
junkie. Kepribadian yang baru ini tidak peduli terhadap
oranglain, satu-satunya halyang penting baginya adalah
bagaimana cara agar ia tetap bisa terus menggunakan
narkoba. Ini sebabnya mengapa ada perubahan emosional
yang tampak jelas dalam diri seorang pecandu. Seorang anak
65
yang tadinya selalu bersikap manis, sopan, riang, dan jujur
berubah total menjadi seorang pecnduyang berensek,
pemurung, penyendiri, dan jago berbohong dan mencuri.
Adiksi terhadap narkoba membuat seorang kehilangan
kendali terhadap emosinya. Seorang pecandu acapkali
bertindak secara impuls, mengikuti dorongan emosi apapun
yang muncul dalam dirinya. Dan perubahan yang muncul ini
bukan perubahan ringan, karena pecandu adalah orang-orang
yang memiliki perasaan dan emosi yang sangat mendalam.
Para pecandu sering kli diselimuti oleh perasaan brsalah,
perasaan tidak berguna, dan depresi mendalam yang
seringkali membuatnya berpikir untuk melakukan tindakan
bunuh diri.
Perasaan-perasaan ini pulalah yang membuatnya ingin
terus menggunakan, karena salah satu efek narkoba adalah
mematikan perasaan dan emosi kita. Di bawah pengaruh
narkoba, ia dapat merasa senang dan nyaman, tanpa harus
merasakan perasaan-perasaan yang tidak mengenakan. Tetapi
perasaan-perasaan ini tidak hilang begitu saja, melainkan
„terkubur hidup-hidup‟ di dalam diri kita. Dan saat si
pecandu berhenti menggunakan narkoba, perasaan-perasaan
yang selama ini „mati‟ atau „terkubur‟ dalam dirinya kembali
bangkit, dan di saat-saat seperti inilah pecandu membutuhkan
suatu program pemulihan, untuk membantunya menghadapi
dan mengatasi perasaan-perasaan sulit itu.
Satu hal juga yang perlu diketahui adalah bahwa salah
satu dampak buruk narkobaadalah mengakibatkan pecandu
66
memiliki suatu retardasi mental dan emosional. Contoh:
seorang pecandu berusia 16 tahun saat ia pertama kali
menggunakan narkoba, dan saat ia berusia 26 tahun ia
berhenti menggunakan narkoba. Memang secara fisik ia
berusia 26 tahun, tetapi sebenarnya usia mental dan
emosionalnya adalah 16 tahun. Ada 10 tahun yang „hilang‟
saat ia menggunakan narkoba. Ini juga sebabnya mengapa ia
tidak memiliki pola piker dan kestabilan emosi seperti
layaknya orang-orang lain seusianya.34
4) Dampak Spiritual
Adiksi terhadap narkoba membaut seorang pecandu
menjadikan narkoba sebagai prioritas utama di dalam
kehidupannya. Narkoba adalah pusat kehidupannya, dan
semua hal/aspek lain dalama hidupnya berputar di sekitarnya.
Tidak ada hal lain yang lebih penting daripada narkoba, dan
ia menaruh kepentingannya untuk menggunakan narkoba di
atas segala-galanya. Narkoba menjadi jauh lebih penting
daripada istri, suami pacar, orang tua, sekolah, pekerjaan, dll.
Ia berhenti melakukan aktifitas-aktifitas yang biasa ia
lakukan sebelum ia tenggelam dalam penggunaan
narkobanya. Ia tidak lagi melakukan hobi-hobinya, menjalani
aktifitas normal seperti sekolah, kuliah, atau bekerja seperti
biasa, bila sebelumnya ia termasuk rajin beribadah bisa
dipastikan ia akan menjauhi kegiatan yang satu ini, apalagi
dengan khotbah agama yang selalu didengar bahwa orang-
34
Jiliana lisa FR, nengah sutrisna W, Narkoba, Psikotropika, dan
Gangguan Jiwa, (Nuha Medika, Yogyakarta: 2013) hal. 37.
67
orang yang menggunakan narkoba adalah orang-orang yang
berdosa.
Ini menyebabkan pecandu seringkali hidup tersolir, ia
hidup dalam dunianya sendiri dan mengisolasi dirinya dari
dunia luar, yaitu dunia yang tidak ada hubungannya denga
narkoba. Ia menjauhi keluarga dan teman-teman lamanya,
dan mencari teman-teman baru yang dianggap sama
dengannya, yang dianggap dapat memahaminya dan tidak
akan mengkuliahinya tentang penggunaan narkobanya.
Narkoba dianggap sebagai sahabat yang selalu setia
menemaninya. Orangtua bisa memarahinya, teman-teman
mungkin menjauhinya, pacar mungkin memutuskannya,
bahkan Tuhan mungkin dianggap tidak ada, tetapi narkoba
selalu setia dan selalu setia dan selalu dapat memberikan
efek yang diinginkannya.
Secara spiritual, narkoba adalah pusat hidupnya, dan
bisa dikatakan menggantikan posisi Tuhan. Adiksi terhadap
narkoba membuat pengguna narkoba menjadi jauh lebih
penting daripada keselamatan dirinya sendiri. Ia tidak lagi
memikirkan soal makan, tertular penyakit bila sharing
needle, tertangkap polisi, dll.
Adiksi adalah penyakit yang mempengaruhi semua
aspek hidup seorang manusia, dan karenanya harus disadari
bahwa pemulihan bagi seorang pecandu tidak hanya bersifat
fisik saja, tetapi juga harus mencakup ketiga aspek lainnya
68
sebelum pemulihan it dapat dianggap sebagai suatu
pemulihan yang sebenarnya.35
F. Pandangan Agama Islam Terhadap Napza
Istilah narkoba sendiri belum muncul saat Islam dilahirkan,
namun bukan berarti narkoba baru. Pada zaman dahulu narkoba
tidak ada. Akan tetapi barang haram sejenis narkoba sejak zaman
dahulu sudah ada hanya orang-orang pada masa itu menyebutnya
bukan narkoba tetapi opium. Bahkan 3 abad sebelum Nabi Isa
dilahirkan, opium sudah dipergunakan sebagai obat di Mesir,
bahkan dijadikan symbol mata uang di Negara itu. Di Mesir
opium dikenal sebagai obat tidur atau obat penenang. Sementara
itu ganja telah dipakai masyarakat Asia kecil sejak 5 abad
sebelum masehi, untuk meraih kesenangan dan ketenangan serta
kegembiraan sesaat (eforia). Tanaman ganja bahkan sangat
mempengaruhi kehidupan manusia selama berabad-abad
disepanjang pantai utara Afrika sampai ke India dalam lintasan
sejarah, ganja mampu mempengaruhi kebudayaan manusia.36
Narkotika dan minuman keras telah lama dikenal umat
manusia. Tapi sebenarnya lebih banyak mudharatnya dari pada
manfaatnya. Untuk itu, hampir semua agama melarang umat
manusia untuk mengkonsumsi narkotika dan minuman keras,
dalam wacana Islam, ada beberapa ayat Al-Qur‟an dan Hadits
yang melarang manusia untuk mengkonsumsi minuman keras dan
hal-hal yang memabukan. Pada orde yang lebih mutakhir,
35
Jiliana lisa FR, nengah sutrisna W, Narkoba, Psikotropika, dan
Gangguan Jiwa, (Nuha Medika, Yogyakarta: 2013) hal. 40
36 M. Arif Hakim, Bahaya Narkoba Alkohol Cara Islam Mencegah
Mengatasi dan Melawan, (Nuansa Cendikia, bandung), hal. 72
69
minuman keras dan hal-hal yang memabukan bisa juga
dianalogikan sebagai narkoba. Ketika Islam lahir dari terik
padang pasir lewat Nabi Muhammad, zat yang paling popular
memang hanya minuman keras (khamar). Dalam perkembangan
dunia Islam, khamar kemudian bergesekan, bermetamorfosa dan
beranak pinak dalam bentuk yang makin canggih, yang kemudian
lazim disebut narkotika atau yang lebih luas lagi narkoba. Untuk
itu, dalam analoginya, larangann mengonsumsi minuman keras
dan hal-hal yang memabukan, adalah sama dengan mengonsumsi
narkoba.37
Ayat-ayat Al-Qur‟an yang menjelaskan larangan
mengonsumsi Napza antara lain:
1. Al-Maidah ayat 90
يخطان س منخ عمل الش ر والخميخسر واألنخصاب واألزخالم رجخ مخ ا الخ يا أي ها الذين آمنوا إن
لحون تنبوه لعلكمخ ت فخ فاجخ
“hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (minuman)
khamr, judi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib
dengan anak panah adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu memperoleh keberuntungan.” (QS. Al-Maidah:
90)
37 M. Arif Hakim, Bahaya Narkoba Alkohol Cara Islam Mencegah
Mengatasi dan Melawan, (Nuansa Cendikia, bandung), hal. 88
70
2. Al-Maidah ayat 91
يخط ا يريد الش ر والخميخسر ويصدكمخ عنخ إن مخ نكم الخعداوة والخب غخضاء ف الخ ان أنخ يوقع ب ي خ
ر اللو وعن الصالة ف هلخ أن ختمخ منخت هون ذكخ
“Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan
permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran
(meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu
dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah
kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)” (QS. Al-Maidah:
91)
3. Al-Baqarah ayat 219
ر والخميخسر قلخ فيهما إ مخ ألونك عن الخ ب ر منخ يسخ هما أكخ ثخ كبري ومنافع للناس وإثخ
اللو لكم اآليات لعلكمخ و كذلك ي ب ين ألونك ماذا ي نخفقون قل الخعفخ عهما ويسخ ن فخ
رون ت ت فك
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah: “pada keduanya terdapat dosa yang besar dan
beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih
besar dari manfaat. Dan mereka bertanya kepadamu apa
yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “yang lebih dari
keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu supaya kamu berpikir.” (QS. Al-Baqarah: 219)
71
BAB III
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Gambaran Umum Balai Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahgunaan Napza “Galih Pakuan” Bogor
1. Sejarah BRSKPN “Galih Pakuan” Bogor
Balai Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan
Napza “Galih Pakuan” Bogor berdiri atau dibangun sejak
tahun 1982 dan mulai operasional tahun 1983 berdasarkan
Surat Keputusan Direktorat Jenderal Bina Rehabilitasi Sosial
Nomor: 007/RSP-4/1983 dengan nama Panti Rehabilitasi
Sosial Korban Narkotika (PRSKN) “Putat Nutug”.
Sejak tanggal 26 April 1994 berganti nama, dan panti
ini dinamakan Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan”
sesuai dengan SK Dirjen Bina Rehailitasi Sosial Nomor:
06/KEP/BRS/IV/1994 yang kemudian landasan
operasionalnya dengan KEPMENSOS Nomor:
22/HUK/1995 tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial
di Lingkungan Depsos RI.
Tahun 2001 PSPP “Galih Pakuan” menjadi UPT
Depsos RI di bawah Dirjen Yanrehsos sesuai dengan
Kepmensos No. 06/HUK/2001 tentang Tata Kerja
Departemen Sosial, dan sampai saat ini berdasarkan
Keputusan Menteri Sosial No. 59/HUK/2003 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial di lingkungan
Departemen Sosial RI.
72
Tahun 2019 PSPP “Galih Pakuan” diganti menjadi
Balai Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza
(BRSKPN)
Gambaran Umum Panti Sosial Pamardi Putra “Galih
Pakuan” yaitu, tipe Panti/Eselonering: A/III/a. Sasaran
Garapan Korban Narkotika dan Zat Adiktif Lainnya. Alamat
Lengkap di Jalan H. Miing No. 71 RT02/RW03, Putat
Nutug, Ciseeng, Bogor, 16330. Telepon (0251) 8541429,
Fax.8541428. SK MENSOS NO.22/HUK/1995. Kapasitas
Tampung 180 orang. Jangkauan Pelayanan Regional Propinsi
dan Rujukan Nasional. Luas Tanah Panti 71.890 m2 dan Luas
Bangunan 10.393 m2. Adapun Dasar Hukum sebagai berikut:
a. UU Nomor 11, Tahun 2009 tentang Kententuan Pokok
Kesejahteraan Sosial.
b. UU Nomor 5, Tahun 1997 tentang Psikotropika.
c. UU Nomor 25, Tahun 2009 tentang Narkotika.
d. PERMENSOS RI No. 106 tentang Oganisasi dan Tata
Kerja Panti Sosial di Lingkungan Departemen Sosial.
e. PERMENSOS RI No. 3/HUK/2012 tentang Standar
Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan
NAPZA.
2. Visi dan Misi BRSKPN “Galih Pakuan” Bogor
a) Visi
Panti sebagai pusat pelayanan, perlindungan dan rehabilitasi
sosial korban penyalahgunaan NAPZA berstandar Nasional,
Profesional, berkualitas, tahun 2014
b) Misi
73
Menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi sosial
penyalahgunaan NAPZA dalam sistem panti menggunakan
pendektan multi displiner, teknik pelayanan yang unggul dan
menjujung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
1) Menyelenggarkan pengkajian model pelayanan dan
rehabilitasi sosial penyalahgunaan Napza.
2) Menyelenggarakan kegiatan pengembangan SDM dalam
rangka meningkatkan pelayanan rehabilitasi sosial
korban penyalahgunaan Napza yang berkualitas.
3. Tugas Pokok BRSKPN “Galih Pakuan” Bogor
Memberikan bimbingan, pelayanan, dan rehabilitasi
sosial yang bersifat kuratif, rehabiltatif, promotif dalam
membentuk bimbingan pengetahuan dasar, pendidikan, fisik,
mental, sosial, pelatihan keterampilan, resosialisasi serta
bimbingan lanjut bagi eks korban Napza dan pengguna
Psikotropika Sindroma ketergantungan agar mampu mandiri
dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, serta
pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rujukan.
4. SDM (Sumber Daya Manusia) Pelaksana
Motto Pegawai: “Kami Peduli, Anda pulih dan Dunia
Indah Tanpa Narkoba”Dengan kepedulian kita dapat
mewujudkan harapan dari penerima pelayanan. Kepulihan
Penerima Pelayanan menjadi tujuan utama kami dalam
melaksanakan Rehabilitasi Sosial. Kami berkomitmen untuk
memberikan pelayanan yang optimal dalam mewujudkan
dunia indah tanpa narkoba.
74
1) Penjabat Struktural : 4 orang
2) Fungsional Pekerja Sosial : 15 orang
3) Fungsional Arsiparis : 2 orang
4) Instruktur : 3 orang
5) Pelaksanaan Sub.Bag.TU : 11 orang
6) Pelaksana Rensos : 4 orang
7) Pelaksana PAS : 4 orang
5. Struktur Organisasi BRSKPN “Galih Pakuan” Bogor
KEPALA BALAI
Wahidin, AKS, M.Si
KEPALA SUB BAGIAN TATA USAHA
Dede Khaeru Firdaos, SE, M.Si
KASIE LAYANAN REHABILITASI SOSIAL
Drs. Jarmadi, M.Si
KASIE ASSESMEN DAN
ADVOKASI SOSIAL
Johan Sigit Wicaksono, S.ST, MPS.Sp
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
INSTALASI SHELTERED
WORKSHOP
75
6. Fasilitas BRSKPN “ Galih Pakuan” Bogor
a) Pos jaga
b) Kantor
c) Aula Utama
d) Poliklinik
e) Ruang Data dan Informasi
f) Wisma Diklat
g) Ruang Konferensi
h) Asrama Primary
i) Asrama Re-Entry
j) Kolam Terapi
k) Dapur + Ruang Makan
l) Gedung Rekreasi
m) Mushola
n) Ruang Keterampilan
o) Ruang Perpustakaan
p) Gazebo
q) Lap. Bulutangkis
r) Lap. Volly
s) Lap. Bola
t) Pendopo
u) Rumah Dinas
v) Meja Billiard
w) Alat Kesehatan
76
7. Metode Pelayanan di BRSKPN “Galih Pakuan” Bogor
Maklumat Pelayanan:
Dengan ini, kami menyatakan sanggup
menyelenggarakan rehabilitasi sosial bagi korban
penyalahgunaan napza sesuai dengan standar pelayanan yang
telah ditetapkan dan apabila tidak menepati janji ini, kami
siap menerima sanksi sesuai peraturan perudangan-undangan
yang berlaku”. Indikator:
a. Melakukan pelayanan dengan segera, benar dan
memuaskan.
b. Memberikan pelayanan secara terpadu dan tuntas.
c. Berorientasi pada pemenuhan harapan penerima
pelayanan.
d. Peduli, perhatian dan memahami kebutuhan penerima
pelayanan
e. Sopan, ramah dan profesional dalam memberikan
pelayanan.
f. Memberikan rasa aman dan perlindungan terhadap
penerima manfaat.
g. Mempersiapkan kemandirian penerima manfaat.
1) Tahap Penerimaan
Tahap penerimaan yang meliputi suatu bentuk prosedur
penerimaan dan seleksi klien yang dianggap cocok untuk
diberi pelayanan sesuai standar yang diterapkan oleh
organisasi. Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan awal
untuk pemeriksaan fisik atau gejala-gejala klinis. Pra
77
rehabilitasi tahap ini merupakan persiapan bagi klien
untuk memasuki program rehabilitasi, persiapan meliputi:
a. Persiapan kesehatan
b. Persiapan kestabilan mental dan emosinal
c. Membangkitkan motivasi untuk mengikut program
d. Pengenalan program
e. Pengenalan program pencegahan kekambuhan
(relapse prevention program).
2) Tahap klasifikasi
Tahap ini dimaksudkan untuk menentukan sifat dari
perubahan klien yang menjadi tujuan panti dalam
membantu proses perubahan diri klien kearah yang lebih
baik. Kegiatan yang dilakukan adalah: wawancara,
observasi. Review data personal, penggalihan dan
pemahaman masalah, penggalian potensi dan sumber-
sumber internal dan eksternal klien, tes psikologis dan
konsultasi kasus, kegiatan ini diakhiri dengan perumusan
rencana intervensi yang dilakukan oleh pekerja sosial
fungsional bersama-sama klien.
3) Tahap pembinaan dan bimbingan
Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan proses
pertolongan sesuai rencana intervensi yang telah
dirumuskan sebelumnya. Kegiatan yang dilakukan adalah:
a. Bimbingan fisik (olahraga dan musik, probe,
perawatan kesehatan)
b. Bimbingan Mental (konseling individual,
kelompok, budi pekerti dan keagamaan)
78
c. Bimbingan Sosial (sesi/terapi kelompok dan lain-
lain)
d. Bimbingan Keterampilan (monir mobil dan motor,
elektrik, serta komputer)
Dalam tahap ini dilakukan konseling keluarga, kunjungan
rumah dan dukungan keluarga (FSG), resosialisasi/
reintegrasi sosial dan bimbingan lanjut. Untuk melakukan
upaya perubahan yang telah, sedang dan akan dicapai
hasil akhirnya adalah kepulihan klien yang didukung oleh
lingkungan sosial yang kondusif sehingga klien dapat
mempertahankan dan bahkan meningkatkan perubahan
perilaku yang telah dicapai. Resosialisasi (Reintegrasi),
tahap ini dilakukan untuk menyiapkan klien, keluarga dan
lingkungan sosial dimana klien tinggal, hal ini dilakukan
untuk menumbuhkan kemauan dan kemampuan untuk
menerima klien dan diharapkan klien dapat berintegrasi di
tengah kehidupan keluarga dan lingkungan masyarkat
setelah melaksanakan pemulihan dan rehabilitasi sosial
dan mencegah kekambuan (relapse).
Terminasi, tahap dilakukan setelah selesai proses
pemulihan dengan mempertimbangkan hal-hal yang
berkaitan dengan kemajuan yang telah dicapai.
4) Pembinaan lanjut
Tahapan ini merupakan pembinaan lanjut setelah selesai
mengikuti rehabilitasi social untuk memelihara dan
memantapkan kondisi kepulihan klien dari
ketergantungan terhadap Napza.
79
5) Monitoring dan Evaluasi
Hal dini dilakukan untuk mengetahui perkembangan dan
kondisi klien setelah selesai melaksankan program
rehabilitasi sosial, serta untuk mengetahui sejauhmana
klien tersebut dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam
masyarakat.
Gambar 1: bagan proses pelayanan dan rehabilitasi
koban penyalahgunaan Napza BRSKPN “Galih Pakuan”
Bogor
BAGAN PROSES PELAYANAN DAN REHABILITASI KORBAN NAPZA
DI DALAM BRSKPN “GALIH PAKUAN” BOGOR
80
Gambar 2: Bagan Proses Pelayanan dan Rehabilitasi
Korban penyalahgunaan Napza BRSKPN “Galih
Pakuan” Bogor.
Gambar 3: Bagan Proses Pelayanan dan Rehabilitasi
Korban penyalahgunaan Napza BRSKPN “Galih
Pakuan” Bogor.
81
Berdasarkan bagan di atas, Balai Rehabilitasi Sosial
Korban Penyalahgunaan Napza (BRSKPN) “Galih Pakuan”
Bogor memiliki prosedur yang harus dijalankan oleh para
residen yang harus dijalankan oleh para residen sebelum,
selama san setelah proses pemulihan berdasarkan landasan
hukum.
Berikut akan dijelaskan proses berdasarkan bagan di atas:
1) Intake Process
a. New Add
New Add merupakan tahap dimana residen masuk ke
dalam faciliti. Residen diperkenalkan pada
lingkungan baru yang meliputi tujuan, filosofi,
norma, nilai, kebiasaan dan kegiatan di dalam
facility, serta umum dan khusus dirancang untuk
memulihkan residen kembali ke masyarakat umum.
b. Induction
Induction merupakan tahapan dimana residen sudah
remi masuk ke dalam program (include program).
Dimana pada tahap ini bertujuan agar residen mulai
mengenal program dan budaya (culture) yang ada di
facility. Pada tahap ini residen diwajibkan untuk
memegang, membaca dan memahami walking
paper.
c. Primary
Tahap ini ditujuan bagi perkembangan sosial dan
psikoogis residen, juga untu stabilitas fisik dan
emosi residen. Dalam tahap ini residen diharapkan
82
dapat melakukan sosialisasi dan adaptasi,
mengalami pengembangan diri serta meningkatkan
kepekaan psikologis dengan melakukan berbagai
aktivitas dan seni terapi ynag telah ditetapkan.
Dilaksanakan selama kurang lebih 3 (tiga) sampai
dengan 6 (enam) bulan.
d. Re-entry
Program lanjutan seteah primery adalah re-entry,
program ini memiliki tujuan untuk bersosialisasi
dengna kehidupan luar setelah menjalani program di
primary. Juga mulai memantapkan kondisi
psikologis dalam dirinya, mendayagunakan nalarnya
dan mampu mengembangkan keteramppilan sosial
dalam kehidupan bermasyarakat.
e. Aftercare
Suatu program yang terdiri dari berbagai dari
berbagai macam intervensi, playanan dan asistensi
yang disediakan untuk pemulihan (recovery).
Program ini dilaksanakan diluar panti dan diikuti
oleh semua angkatan dibawah supervisi dari staff re-
entry. Tempat pelaksanaan disepakati bersama oleh
pihak panti dan keluarga residen.
83
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISI DATA
Bab ini penulis akan memaparkan temuan yang penulis
dapatkan selama penelitian yang berlangsung di Balai
Rehanilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza “Galih
Pakuan” Putat Nutug-Bogor, diantaranya identifikasi subjek
penelitian, identifikasi objek penelitian serta analisis peran
pembimbing agama dalam Therapeutic Community pada korban
penyalahgunaan Napza di BRSKPN “Galih Pakuan” Putat
Nutug-Bogor
A. Deskripsi Informan
Deskripsi informan terdiri dari pembimbing Agama,
terbimbing (residen) dan pekerja sosial yang ada di Panti Sosial
Permadi Putra “Galih Pakuan” Putat Nutug-Bogor.
1. Pembimbing
Pembimbing agama Islam yang ada di Balai Rehanilitasi
Sosial Korban Penyalahgunaan Napza (BRSKPN) Galih Pakuan
Bogor ada tiga orang pembimbing:
a. Lutfi Rokhman
Ustadz Lutfi Rokhman berumur 34 tahun dan
pendidikan terakhir S1 , beliau menjadi Pembimbing
Agama Islam di BRSKPN Galih Pakuan Bogor sejak tahun
2011, bertempat tinggal di Villa Gading Royal Blok c 2/9
Waru – Parung sudah mempunyai 2 orang anak. Sebelum
menjadi Pembimbing Agama Islam di BRSKPN Galih
84
Pakuan Bogor ustadz Lutfi mengajar di SMP dan TPA.
Selain sebagai Pembimbing Agama Islam di BRSKPN
ustadz Lutfi juga ikut berkontribusi dalam memajukan
BRSKPN Galih Pakuan dan menjalankan apa saja yang
ditugaskan oleh pimpinan setiap harinya.
b. Asep Rahmat Hidayat
Ustadz Asep Hidayat berusia 35 tahun pendidikan
terakhir S1 jurusan, beliau menjadi Pembimbing Agama
Islam di BRSKPN Galih Pakuan Bogor sejak tahun 2011,
bertempat tinggal di komplek panti bersama istrinya dan
satu orang anaknya yang bary berusia 4 tahun. Sebelum
menjadi Pembimbing Agama Islam di BRSKPN Galih
Pakuan ustadz Asep pernah menjadi Pembimbing Agama
Islam di BNN LIDO sampai tahun 2009. Disela-sela
aktifitasnya sebagai Pembimbing agama di BRSKPN galih
pakuan ustadz Lutfi menjadi pembimbing Santri DI
Pesantren Al-Mukhlisin
c. Nur Hidayat
Ustadz Nur Hidayat berusia 36 tahun pendidikan
terakhir S1 jurusan , beliau menjadi Pembimbing Agama
Islam di BRSKPN Galih Pakuan sejak 1 januari 2018,
bertempat tinggal di : Kampung Jabon Mekar Rt. 01 Rw. 01
Kelurahan. Jabon Mekar Kecamatan. Parung. Sebelum
menjadi Pembimbing Agama Islam di BRSKPN galih
pakuan ustadz Nur Hidayat sempat menjadi pembimbing
Kesenian Islam di BRSKPN Galih Pakuan dan sama seperti
85
ustadz Asep ustadz Nur Hidayat pun menjadi Pembimbing
Pondok Pesantren di Al-Mukhlisin.
2. Terbimbing
Adapun mengenai terbimbing di BRSKPN Galih Pakuan
terdiri dari primary 123 residen, re-entry 14 residen dan after
care 10 residen. Sedangkan dari jumlah tersebut, peneliti
mengambil informan sebanyak 3 orang dengan kreteria: residen
yang sudah pernah mengikuti kegiatan di primary dan sudah
dapat berinteraksi. penulis berharap cukup untuk mewakili
sampel penelitian yang penulis lakukan di BRSKPN Galih
Pakuan. Adapun terbimbing yang telah penulis wawancarai
diantaranya:
a. Ariyadi
Ariyadi salah satu residen di BRSKPN Galih
Pakuan Bogor yang sedang menjalankan pemulihan,
usianya 20 tahun dan berasal dari Pulau Kapuas Kalimantan
Tengan. Ariyadi sudah 7 bulan ikut menjalankan kegiatan-
kegiatan yang ada di BRSKPN Galih Pakuan Bogor. selama
proses pemulihan Ariyadi yang termasuk cepat
menunjukkan perubahan yang baik. Ariyadi mengenal obat-
obatan terlarang pada usia 16 tahun, namun pada saat
duduk di bangku SMP Ariyadi sudah mulai “ngelem”.
Obat-obatan yang digunakan adalah THD dan Zenit.
b. Agustian Renaldi
Agustian Renaldi yang biasa di panggil Aan lahir di
Palembang pada tanggal 29 Agustus 1989, usianya kini
menginjak 29 tahun sudah 4 kali keluar masuk tepat
86
Rehabilitasi yang berbeda diantaranya, dua kali di Lido
Suka Bumi, Inabah Suryalaya Tasik Malaya dan sekarang
di BRSKPN Galih Pakuan Bogor. Aan mengenal Napza
jenis sabu sejak SMP ketika di asuh oleh neneknya, setelah
kelas 3 SMP Aan tinggal bersama kedua orang tuanya dan
bekerja di kebun kelapa sawit milik orang tuanya. Aan
mulain menjalankan rehab yang ke empat kalinya di dasari
oleh anak perempuannya yang berumur 7 tahun agar supaya
sang ayah sembuh secara total dan tidak kembali
menggunakan Napza.
c. Sukendar
Lahir di Indramayu dan usianya kini menginjak 25
tahun, lama Sukendar menjalani masa rehabilitas di
BRSKPN Galih Pakuan Bogor ketika penulis
mewancarainya sudah satu tahun. Awal mula Sukendar
menjadi pecandu ketika putus sekolah SMP dengan jenis
yang digunakan adalah ganja akibat pegaulan dengan
teman-temannya. Menurut Peksos bro Fadhil sukendar saat
awal mulai menjalani rehabilitas berkpribadian tertutup dan
pendiam, namun seiiring masa rehabilitasi sekarang mulai
ada perkembngan dengan munculnya sikap mau
berkomunikasi dengan sesama residen atau pun dengan
staf-staf panti.
3. Program Advokasi Sosial (PAH)
Muhammad Haris Fadillah, lahir pada Tanggal 19
April 1990, mulai diberikan SK setelah melalukan observasi
di BRSKPN Galih Pakuan Bogor pada Januari 2016 dan
87
ditugaskan menjadi konselor pendamping residen ditugasi
untuk mengawasi, mengajak, menghimbau serta
mengharapkan inisiatif dari residen. Muhammad Haris
Fadillah yang biasa dipanggil bro Fadil tinggal di komplek
panti dan di tempatkan di re-entry stage dimana di tahapan
ini di haapkan residen dapat meningkatkan kemampuan
interaksi dengan lingkungan sosialnya.
B. Peran Pembimbing Agama dalam Therapeutic Community
Setelah penulis melakukan penyajian data pada bab
sebelumnya yang telah disajikan pada sub bab penyajian data,
penulis menemukan beberapa temuan. Berikut adalah penjelasan
dari hasil penelitian tentang bimbingan agama islam dalam
Therapetic Community serta analisi peran pembimbing agama
islam dalam Therapeutic Community pada korban
pemyalahgunaan Napza di BRSKPN Galih Pakuan Bogor.
BRSKPN Galih Pakuan adalah salah satu tempat
rehabilitasi napza yaitu suatu proses kegiatan pemulihan secara
terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar korban
penyalahguna napza dapat kembali melaksanakan fungsi sosial
dalam kehidupan masyarakat dengan baik dan bertanggung
jawab. Metode yang digunakan adalah Therapeutic Community.
“BRSKPN adalah panti rehabilitasi sosial yang berfokus
pada bimbingan sosial, bimbingan fisik dan kesehatan,
bimbingan mental dan bimbingan keterampilan. Fokus
ke bimbingan mental, ada mental psikis dan mental
spiritual, maka yg disentuh disini mental psikis urusan
dengan psikiater kalau mental spiritual itu dengan
bimbingan agama berbentuk grup-grup juga seperti
bimbingan yang dilaksanakan pada metode tc, karna
88
saking padatnya jadwal yang ada dengan metode tc,
grup-grup tentang keagamaan itu tidak sebanyak yang
di tc tapi pelengkap dari program tc”.
Metode terapeutik community mempunyai empat (4)
struktur program dalam pelaksanaanya. Yaitu:
1) Behavior management / Shaping : perubahan prilaku yang
diarahkan pada peningkatan kemampuan untuk mengelola
kehidupannya sehingga terbentuk prilaku yang sesuai dengan
norma-norma atau nilai-nilai kehidupan di masyarakat
2) Emotional / psychological : perubahan prilaku yang
diarahkan pada peningkatan kemampuan penyesuaian diri
secara emosional dan psikologis seperti murung, tertutup,
cepat marah dan agar bisa menghadapi masalah dengan
tenang dan baik.
3) Intellectual / spiritual : perubahan prilaku yang diarahkan
pada peningkatan aspek pengetahuan sehingga mampu
menghadapi dan mengatasi tugas-tugas kehidupan serta
didukung dengan nilai-nilai spiritual, etika, estetika, moral
dan sosial.
4) Vocational / survival skill : perubahan prilaku yang
diarahkan pada peningkatan kemampuan dan keterampilan
resident yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan tugas-
tugas sehari-hari dan tugas-tugas kehidupan.1
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan oleh penulis,
dapat dikatakan bahwa perlunya bimbingan agama Islam di
BRSKPN Galih Pakuan Bogor dilakukan pada residen korban
1 Modul Therapeutic Community Panti Sosial Pamardi Putra Galih
Pakuan Bogor.
89
penyalahgunaan Napza untuk keseimbangan antara aspek mental
psikis dan aspek mental spiritual untuk membangun nilai- nilai
agama dalam dirinya agar residen dapat menambah keiman
mereka serta perubahan sikap sesuai dengan ajaran Al-Qur’an
dan Hadits.
Tabel 1. Peran pembimbing agama Islam dalam Therapeutic Community
90
NO Peran PA dalam TC KEGIATAN
Input Proses output
1 Merubah tingkah
laku
Residen
Therapeutic
Community
Program dan advokasi
sosial (PAS)
Rehabilitasi sosial
(Rehsos)
Pembimbing agama
Islam
Fasilitas
1. Morning Meeting
Yaitu pertemuan yang merupakan
komponen yang utama untuk
membangun nilai-nilai sistem pada
kehudupan yang baru di asrama,
dilakukan setiap hari Setiap hari
pada jam 08.30 – 10.30 WIB.
a. Residen mulai dapat
mengungkapkan perasaannya
b. Residen dapat meningkatkan
kepercayaan diri
c. Residen dapat meningkatkan
kewaspadaan terhadap
Familynya ataupun
lingkungannya.
2. Morning Briefing
Yaitu pertemuan yang dilaksanakan
pada pagi akhir pekan (week end)
pada jam 09.00 – 11.00 WIB.
Kegiatan ini diikuti oleh seluruh
residen dan staff untuk membahas
isu-isu yang terjadi dalam rumah dan
juga membahas tentang perasaan
hatinya pada hari itu.
a. Munculnya norma-norma baru
dalam fasilitas yang harus
dilaksanakan b. Munculnya sikap peduli, baik
terhadap fassilitas ataupun dengan sesama familynya.
c. Munculnya sikap kekeluargaan dan kebersamaan antara
residen dengan staff. 3. Evening wrap up
Yaitu suatu pertemuan yang
diadakan pada malam hari jam 19.30
- 21.00 WIB untuk mengevaluasi
dan mengetahui perasaannya pada
hari itu, serta untuk membahas
Concept hari itu yang telah
a. Diantara residen dapat
memberikan saran (feed back),
pendapat kepada residen lain
yang suasana hatinya sedang
tidak enak (feel bad)
b. Munculnya sikap saling
bertanggung jawab diantara
91
dijalankan oleh setiap residen, residen dalam suatu keluarga/family
c. Dapat mengidentifikasikan
perasaan setiap residen dalam
perjalanan satu hari, sehingga
apabila ada permasalahan bisa
dengan segera diatasi
4. Weekend wrap up
Yaitu pertemuan yang diikuti oleh
seluruh residen guna membahas
tentang perasaan hatinya dan
perubahan pada diri residen selama
satu minggu, serta membahas isu
yang terjadi dalam rumah dalam
waktu seminggu yang lalu, biasanya
pertemuan ini dilaksanakan satu
mnggu sekali pada hari minggu
a. Residen dapat mengevaluasi
diri sendiri (self evaluation)
terhadap perasaan dan
perubahan pada diri residen
selama satu minggu yang telah
lalu
b. Residen juga mampu melihat
kelemahan residen yang lain
dan perduli terhadap
kehidupan komunitas dengan
saling memberikan saran
kepada residen yang lain
c. Meningkatkan kewaspadaan
terhadap komunitas serta
famillynya, sehingga bila
terjadi issue dalam satu
minggu itu bisa segera
92
dicarikan solusinya
5. Residen meeting
Yaitu pertemuan yang diikuti oleh
seluruh residen dan dilaksanakan
oleh residen tanpa didampingi oleh
staff dengan tujuan untuk
memberikan kepercayaan dan
tanggung jawab kepada residen
untuk membahas suatu masalah serta
merencanakan suatu kegiatan selama
tidak keluar dari norma/rule yang
ada dalam fasilitas
a. Residen mulai mampu
merencanakan kegiatan untuk
hari yang akan dating
b. Munculnya sikap peduli
terhadap kondisi komunitas
dan familynya
c. Munculnya tanggung jawab
terhadap diri sendiri dengan
apa yang sudah
direncanakannya
d. Membahas permintaan ke
rumah dengan cara yang lebih
resmi dan membiasakan hidup
penuh dengan kesederhanaan
6. Induction group
Yaitu suatu pertemuan yang dihadiri
khususnya pada residen yang baru
memasuki tahap awal di program,
serta membahas suatu masalah
dalam pembentukan perubahan
residen ataupun pengenalan program
TC serta norma atau rule yang ada
a. Residen mulai mengenal
norma/rule yang akan
dijalankan dalam fasilitas
b. Residen dapat memahami dan
mendalami pengertian tentang
program TC
c. Residen dapat memahami
tentang addiction dan cara
93
dalam fasilitas menghadapinya
7. Group sharing
Yaitu suatu pertemuann yag diikuti
oleh seluruh residen pada hari
Selasa 19:30 - 20:30 dan didampingi
oleh staff guna untuk membahas
issue yang erjadi pada diri masing-
masing residen, lalu membiasakan
diri memberikan masukan dan
menanyakan secara jelas issue yang
dialami oleh familynya.
a. Tumbuhnya rasa saling
percaya antara sesame residen
b. Belaar memberikan umpan
balik yang positif
c. Belajar memberikan
pertanyaan untuk memperjelas
suati issue yang terjadi
8. Sport out door
Yaitu suatu kegiatan yang dilakukan
oleh seluruh residen dan didampingi
oleh beberapa orang staff dan
dilakukan diluar fasilitas untuk
meningkatkan stamina setiap residen
dan juga untuk menghilangkan
kejunuhan dalam diri residen.
a. Meningkatkan aktifitas fisik
dalam diri residen
b. Menambah wawasan residen
dalam hal berolahraga
c. Mencegah kejenuhan residen
2 Merubah psikologi
Residen
Therapeutic
Community
Program dan advokasi
sosial (PAS)
1. Confrontation group
Yaitu suatu pertemuan yang dihadiri
oleh seluruh residen pada hari Senin
jam 13.30 – 15.00 untuk dievaluasi
oleh staff atau conduct untuk
a. Residen mulai dapat menerima
kondisi yang ada dalam
dirinya
b. Residen mampu memecahkan
masalahnya dan masalah
94
Rehabilitasi sosial
(Rehsos)
Pembimbing agama
Islam
Fasilitas
membahas semua prilaku negatif
yang ada pada diri residen yang
mengungkapkan masalah baik yang
terjadi di dalam fasilitas maupun
diluar sekaligus dicarikan solusinya
familynya
c. Residen mulai tumbuh sikap
jujur untuk memberitahu issue
yang terjadi dalam dirinya
2. P.A.G.E peer eccountibility group
evaluation
Yaitu suatu pertemuan kelompok
yang diikuti seluruh residen
mengajarkan residen untuk
memberikan suatu penilaian positif
ataupun negatif terhadapdirinya
sendiri ataupun familynya dalam
kehidupan sehari-hari, dilakukan
pada hari Senin jam 15.30 – 17.00
a. Residen mendapatkan
masukan dari residen lain
sehingga dapat merubah
prilakunya
b. Residen berani untuk
mengevaluasi dirinya maupun
orang lain
c. Residen menyadari
kekurangan dan kelebihan
dirinya
d. Komunitas dapat berjalan
dengan sehat
3. Encounter group
Yaitu suatu pertemuan kelompok
yang diikuti oleh seluruh residen
untuk mengungkapkan perasaan
kesal, marah, emosi terhadap residen
yang lain dengan cara yang lebih
sopan, dilakukan setiap hari Kamis
a. Menghindari adanya bentuk
kekerasan fisik sesame
anggota komunitas
b. Menghilangkan rasa kesal,
marah, emosi dendam antara
sesame residen
c. Residen mampu untuk
95
jam 14.00 – 15.00 mengendalikan perasaannya
d. Residen mampu melihat suatu
kondisi obyektif komunitas
4. Static group
Yaitu suatu pertemuan kecil
didampingi seorang Conselor static
yang digunakan dalam upaya
perubahan prilaku, pertemuan ini
dilakukan pada hari Rabu jam 09.00
– 11.00 membahas berbagai masalah
kehidupan keseharian dan kehidupan
yang lalu.
a. Tumbuhnya kepercayaan
antara sesame residen dan staff
b. Tumbuhnya rasa percaya diri
residen
c. Residen mulai mampu
mengidentifikasi dan
memecahkan semua
permasalahan yang terjadi
dalam diri
5. Family session (family visit)
Yaitu kunjungan keluarga kepada
residen, kegiatan ini dilakukan
apabila residen sudah mencapai
waktu yang ditentukan oleh staff
atau sudah dinlai layak untuk di
visit.
a. Munculnya kepercayaan
kembali keluarga kepada
residen
b. Munculnya kepercayaan
kembali residen kepada
keluarga
c. Terjadinya komunitas yag
efektif antara residen dengan
keluarga dan keluarga dengan
staff
d. Hilangnya rasa kerinduan
96
anatar residen dan keluarga
dan sebaliknya.
3 Mengembangkan
intelektual residen
Residen
Therapeutic
Community
Program dan advokasi
sosial (PAS)
Rehabilitasi sosial
(Rehsos)
Pembimbing agama
Islam
Fasilitas
1. Dynamic group
Yaitu suatu pertemuan yang diikuti
oleh seluruh residen yang ditujukan
untuk membangun kehidupan
kelompok yang dinamis dengan
materi kegiatan permainan atau hal-
hal yang bersifat humor, kegiatan ini
dilakukan secara fleksibel
a. Bisa mengatasi rasa jenuh
terhadap kehidupan komunitas
b. Menjaga kelangsungan
kehidupan residen dalam
komunitas
c. Membangun kepercayaan diri
dalam diri residen
2. Seminar
Yaitu bentuk pertemuan kelompok
yang diikuti oleh selurug residen
untuk membahas suatu topik yang
berkaitan dengan kehidupan addict
dan program yang ada, dilakukan
setiap hari Selasa pada jam 13.30 –
15.00.
a. Residen lebih memahami
kehidupan addict dan cara
menghadapinya setelah selesai
dari program
b. Residen mulai memahami
terhadap program yang akan
dijalaninya
c. Residen memahami
pencegahan-pencegahan
relapse (relapse prevention)
3. Discussion
Yaitu suatu pertemuan yang diikuti
oleh seluruh residen pada hari Rabu
jam 13.30 – 15.00 WIB untuk
a. Membiasakan diri
mengemukakan isi hati
b. Berani untuk mempertahankan
pendapat
97
mendiskusikan suatu permasalahan atau topik yang ditentukan oleh staff
atau fasilitator yang ada kaitannya
dengan perjalanan recovery
c. Membahas suatu topic dari berbagai aspek
4 Mengembangkan
mental spiritual
Residen
Therapeutic
Community
Program dan advokasi
sosial (PAS)
Rehabilitasi sosial
(Rehsos)
Pembimbing Agama
Islam
Fasilitas
1. Religious class
merupakan pertemuan yang diikuti
oleh seluruh residen dan didampingi
oleh Religious Coordinator untuk
meningkatkan nilai spiritual dalam
diri residen, juga memberikan
ceramah tentang keagamaan.
dilaksanakan pada hari selasa dan
rabu dua kali dalam seminggu di
after care dan re-entry dan satu kali
dalam seminggu di primary pada
jam 11.00 sampai dengan 12.00
WIB.
a. Meningkatnya nilai-nilai
keagamaan dalam diri residen.
b. Memberikan pelajaran tentang
keyakinan dalam diri.
2. Yasinan
Yasinan adalah sebuah kegiatan
membaca surah Yasin secara
bersama-sama yang dipimpin oleh
seorang pembimbing agama Islm,
biasanya yasinan juga dilengkapi
dengan bacaan Al-Fatihah dan Tahlil
serta ditutup dengan doa dan diamini
a. Residen dapat belajar
membaca Al-Qur’an
b. Sebagai pembiasaan residen
agar bibir mereka terbiasa
dengan kalimat-kalimat Al-
Qur’an
98
oleh para jama’ah. Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari Kamis jam
19.30 WIB
3. Tahlillan
Tahlillan adalah berdzikir atau
bermunajat bersama, yaitu
berkumpulnya residen untuk berdoa
atau bermunajat kepada Allah SWT
dengan cara membaca kalimat-
kalimat thayyibah seperti tahmid,
takbir, tahlil, tasbih, Asma’ul husna,
shalawat dan lain-lain. Kegiatan ini
dilaksanakan setiap hari Kamis jam
19.30 WIB
a. Berdzikir kepada Allah akan
merasa dekat dengan Allah
dan senantiasa berada dalam
perlindungan dan pengawasan-
Nya
b. Membawa residen untuk ingat
kepada Allah, dalam keadaan
bagaimanapun. Bila ia
mengalami kesusahan, sifat
Allah yang teringat olehnya
adalah Allah Maha Menolong
4. Muhadhoroh
Muhadhoroh adalah sebagai
kegiatan atau latihan pidato/ceramah
yang diberikan pembimbing agama
Islam kepada residen dalam proses
kegitan disertai pembelajaran di
PSPP Galih Pakuan Bogor. Kegiatan
ini dilakukan pada hari selasa kam
19.30 – 20.30 WIB
a. Dapat berkomunikasi dengan
baik
b. Timbulnya rasa keperyaan diri
residen untuk berbicara di
depan umum
99
Dari tabel di atas peran pembimbing agama Islam dalam
Therapeutic Community yang dilakukan pada BRSKPN Galih
Pakuan ini fokus pada peran mental spiritual.
a. Merubah tingkah laku
Perubahan perilaku yang diarahkan pada kemampuan
untuk mengelola kehidupannya sehingga terbentuk perilaku yang
sesuai dengan nilai-nilai, norma-norma kehidupan masyarakat
yang diharapkan. Input dari kegiatan ini adalah reseiden, TC,
program dan advokasi sosial (PAS), rehabilitasi sosial (Rehsos)
dan fasilitas. Kegiatan yang dilakuakan adalah:
1. Morning meeting
Yaitu pertemuan yang merupakan komponen utama yang
dilaksanakan setiap pagi hari untuk mengawali kegiatan
residen dan diikuti oleh seluruh residen ditujukan untuk
mengevaluasi kegiatan harian, tingkah laku, cara bicara dan
lain-lain, dilakukan setiap hari setiap hari pada jam 08.30 –
10.30 WIB. Output Kegiatan morning meeting ini membawa
perubahan-perubahan antara lain:
a) Residen mulai dapat mengungkapkann perasaannya
b) Residen dapat meningkatkan kepercayaan dirinya
c) Residen dapat mulai tumbuh sikap jujur dan tanggung
jawabnya
d) Residen dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap
Familynya ataupun lingkungannya.
2. Morning briefing
100
Yaitu pertemuan yang dilaksanakan pada pagi hari pada saat
akhir pekan (weekend) pada jam 09.00 – 11.00 WIB, yaitu
diikuti oleh seluruh residen dan staff untuk membahas issue-
issue yang terjadi dalam rumah dan juga membahas tentang
perasaan hatinya pada hari itu. Output kegiatan ini dapat
dipahami dan menerima serta membawa perubahan-
perubahan antara lain:
a) Munculnya norma-norma baru dalam fasilitas yang
harus dilaksanakan oleh residen
b) Munculnya sikap peduli, baik terhadap fasilitas ataupun
dengan sesama familynya
c) Munculnya sikap kekeluargaan diantara residen dengan
staff
3. Evening wrap up
Yaitu suatu pertemuan yang diadakan pada malam hari jam
19.30 – 21.00 WIB untuk mengevaluasi dan mengetahui
perasaannya pada hari itu, serta untuk membahas Concept
hari itu yang telah dijalankan oleh setiap residen. Output
pertemuan ini membawa pengaruh terhadap perubahan antara
lain:
a) Diantara residen dapat memberikan saran (feed back),
pendapat kepada residen lain yang suasana hatinya
sedang tidak enak (feel bad)
b) Munculnya sikap saling bertanggung jawab diantara
residen dalam suatu keluarga/family
101
c) Dapat mengidentifikasikan perasaan setiap residen
dalam perjalanan satu hari, sehingga apabila ada
permasalahan bisa dengan segera diatasi
4. Weekend wrap up
Yaitu pertemuan yang diikuti oleh seluruh residen guna
membahas tentang perasaan hatinya dan perubahan pada diri
residen selama satu minggu, serta membahas issue yang
terjadi dalam rumah dalam waktu seminggu yang lalu,
biasanya pertemuan ini dilaksanakan satu mnggu sekali pada
hari minggu, output kegiatan ini berpengaruh pada:
a) Residen dapat mengevaluasi diri sendiri (self evaluation)
terhadap perasaan dan perubahan pada diri residen
selama satu minggu yang telah lalu
b) Residen juga mampu melihat kelemahan residen yang
lain dan perduli terhadap kehidupan komunitas dengan
saling memberikan saran kepada residen yang lain
c) Meningkatkan kewaspadaan terhadap komunitas serta
famillynya, sehingga bila terjadi issue dalam satu
minggu itu bisa segera dicarikan solusinya
5. Resident meeting/request meeting/case load
Yaitu pertemuan yang diikuti oleh seluruh residen dan
dilaksanakan oleh residen tanpa didampingi oleh staff
dengan tujuan untuk memberikan kepercayaan dan tanggung
jawab kepada residen untuk membahas suatu masalah serta
merencanakan suatu kegiatan selama tidak keluar dari
norma/rule yang ada dalam fasilitas. Output kegiatan ini
membawa perubahan antara lain:
102
a) Residen mulai mampu merencanakan kegiatan untuk
hari yang akan datang
b) Munculnya sikap peduli terhadap kondisi komunitas dan
familynya
c) Munculnya tanggung jawab terhadap diri sendiri dengan
apa yang sudah direncanakannya
d) Membahas permintaan ke rumah dengan cara yang lebih
resmi dan membiasakan hidup penuh dengan
kesederhanaan
6. Induction group
Yaitu suatu pertemuan yang dihadiri khususnya pada residen
yang baru memasuki tahap awal di program, serta membahas
suatu masalah dalam pembentukan perubahan residen
ataupun pengenalan program TC serta norma atau rule yang
ada dalam fasilitas. Output kegiatan ini membawa perubahan
antara lain:
a) Residen mulai mengenal norma/rule yang akan
dijalankan dalam fasilitas
b) Residen dapat memahami dan mendalami pengertian
tentang program TC
c) Residen dapat memahami tentang addiction dan cara
menghadapinya
7. Group sharing (sharing Circle)
Yaitu suatu pertemuann yag diikuti oleh seluruh residen pada
hari Selasa jam 19.30 – 20.30 WIB didampingi oleh staff
guna untuk membahas issue yang erjadi pada diri masing-
masing residen, lalu membiasakan diri memberikan masukan
103
dan menanyakan secara jelas issue yang dialami oleh
familynya. Output kegiatan ini membawa perubahan antara
lain:
a) Tumbuhnya rasa saling percaya antara sesame residen
b) Belaar memberikan umpan balik yang positif
c) Belajar memberikan pertanyaan untuk memperjelas suati
issue yang terjadi
8. Sport out door
Yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh seluruh residen dan
didampingi oleh beberapa orang staff dan dilakukan diluar
fasilitas dan secara fleksibel untuk meningkatkan stamina
setiap residen dan juga untuk menghilangkan kejunuhan
dalam diri residen. Output kegiatan ini dilakukann membawa
perubahan antara lain:
a) Meningkatkan aktifitas fisik dalam diri residen
b) Menambah wawasan residen dalam hal berolahraga
c) Mencegah kejenuhan residen
b. Merubah psikologi
Perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan
kemampuan penyesuaian diri secara emosional dan psikologis.
Input dari kegiatan ini adalah reseiden, TC, program dan
advokasi sosial (PAS), rehabilitasi sosial (Rehsos) dan fasilitas.
Kegiatan yang dilakuakan adalah:
1. Confrontation group
Yaitu suatu pertemuan yang dihadiri oleh seluruh residen
pada hari Senin jam 13.30 – 15.00 WIB dievaluasi oleh staff
atau conduct untuk membahas semua prilaku negatif yang
104
ada pada diri residen yang mengungkapkan masalah baik
yang terjadi di dalam fasilitas maupun diluar sekaligus
dicarikan solusinya. Output kegiatan ini membawa
perubahan anatara lain:
a) Residen mulai dapat menerima kondisi yang ada dalam
dirinya
b) Residen mampu memecahkan masalahnya dan masalah
familynya
c) Residen mulai tumbuh sikap jujur untuk memberitahu
issue yang terjadi dalam dirinya
2. P.A.G.E (peer/personal accountability group evaluation)
Yaitu suatu pertemuan kelompok yang mengajarkan residen
pada hari Senin jam 15.20 – 17.00 WIB memberikan suatu
penilaian positif ataupun negatif terhadapdirinya sendiri
ataupun familynya dalam kehidupan sehari-hari. Output
kegiatan ini membawa perubahan antara lain:
a) Residen mendapatkan masukan dari residen lain
sehingga dapat merubah prilakunya
b) Residen berani untuk mengevaluasi dirinya maupun
orang lain
c) Residen menyadari kekurangan dan kelebihan dirinya
d) Komunitas dapat berjalan dengan sehat
3. Encounter group
Yaitu suatu pertemuan kelompok yang diikuti oleh seluruh
residen untuk mengungkapkan perasaan kesal, marah, emosi
terhadap residen yang lain dengan cara yang lebih sopan.
105
Kegiatan ini dilakukan pada hari kamis jam 14.00 – 15.00
WIB, Output kegiatan ini membawa perubahan antara lain:
a) Menghindari adanya bentuk kekerasan fisik sesame
anggota komunitas
b) Menghilangkan rasa kesal, marah, emosi dendam antara
sesame residen
c) Residen mampu untuk mengendalikan perasaannya
d) Residen mampu melihat suatu kondisi obyektif
komunitas
4. Static group
Yaitu suatu pertemuan kecil didampingi seorang Conselor
static yang digunakan dalam upaya perubahan prilaku,
pertemuan ini membahas berbagai masalah kehidupan
keseharian dan kehidupan yang lalu. Dilakukan pada hari
Kamis jam 09.00 – 11.00 WIB, Output kegiatan ini
membawa perubahan antara lain:
a) Tumbuhnya kepercayaan antara sesame residen dan staff
b) Tumbuhnya rasa percaya diri residen
c) Residen mulai mampu mengidentifikasi dan
memecahkan semua permasalahan yang terjadi dalam
diri
5. Family session (family visit)
Yaitu kunjungan keluarga kepada residen, kegiatan ini
dilakukan apabila residen sudah mencapai waktu yang
ditentukan oleh staff atau sudah dinlai layak untuk di visit.
Output kegiatan ini membawa perubahan antara lain:
106
a) Munculnya kepercayaan kembali keluarga kepada
residen
b) Munculnya kepercayaan kembali residen kepada
keluarga
c) Terjadinya komunitas yag efektif antara residen dengan
keluarga dan keluarga dengan staff
d) Hilangnya rasa kerinduan anatar residen dan keluarga
dan sebaliknya.
c. Mengembangkan intelektual residen
perubahan prilaku yang diarahkan pada peningkatan aspek
pengetahuan sehingga mampu menghadapi dan mengatasi tugas-
tugas kehidupan. Input dari kegiatan ini adalah reseiden, TC,
program dan advokasi sosial (PAS), rehabilitasi sosial (Rehsos)
dan fasilitas. Kegiatan yang dilakuakan adalah:
1. Dynamic group
Yaitu suatu pertemuan yang diikuti oleh seluruh residen yang
ditujukan untuk membangun kehidupan kelompok yang
dinamis dengan materi kegiatan permainan atau hal-hal yang
bersifat humor. dilakukan secara fleksibel, Output kegiatan
ini membawa perubahan antara lain:
a) Bisa mengatasi rasa jenuh terhadap kehidupan
komunitas
b) Menjaga kelangsungan kehidupan residen dalam
komunitas
c) Membangun kepercayaan diri dalam diri residen
2. Seminar
107
Yaitu bentuk pertemuan kelompok yang diikuti oleh selurug
residen untuk membahas suatu topik yang berkaitan dengan
kehidupan addict dan program yang ada, dilakukan pada hari
selasa jam 13.30 – 15.00 WIB. Output kegiatan ini membawa
perubahan antara lain:
a) Residen lebih memahami kehidupan addict dan cara
menghadapinya setelah selesai dari program
b) Residen mulai memahami terhadap program yang akan
dijalaninya
c) Residen memahami pencegahan-pencegahan relapse
(relapse prevention)
3. Discussion
Yaitu suatu pertemuan yang diikuti oleh seluruh residen
untuk mendiskusikan suatu permasalahan atau topik yang
ditentukan oleh staff atau fasilitator yang ada kaitannya
dengan perjalanan recovery, dilakukan pada hari Rabu jam
13.30 – 15.00 WIB, Output kegiatan ini membawa
perubahan antara lain:
a) Membiasakan diri mengemukakan isi hati
b) Berani untuk mempertahankan pendapat
c) Membahas suatu topik dari berbagai aspek
d. Mengembangkan mental spiritual residen
Perubahan prilaku yang di arahkan pada peningkatan nilai
spiritual, etika, estetika, moral dan sosial dalam diri residen. Input
dari kegiatan ini adalah residen, TC, program dan advokasi sosial
(PAS), rehabilitasi sosial (Rehsos), pembimbing agama Islam dan
fasilitas.
108
Pembimbing agama Islam bagi Residen korban
penyalahgunaan Napzadi BRSKPN Galih Pakuan Bogor
untuk memberikan pemahaman tentang agama Islam serta
membangun rasa optimis dalam menjalankan kehidupan
sosial dengan lingkungannya. sebagaimana wawancara
penulis kepada ustadz Nur Hidayat salah seorang
pembimbing Agama di BRSKPN Galih Pakuan Bogor:
“Bimbingan Agama di BRSKPN Galih Pakuan ini
fungsinya adalah menjalankan bimbingan mental
Agama Islam, serta untuk mengantarkan klain
terutama di mentalnya agar klain memiliki kekuatan,
memiliki kemampuan atau benteng keislaman yang
kuat sehingga anak-anak yang tadinya menggunakan
Napzatidak akan mengulanginya kembali, karna
kebanyakan anak-anak itu di agamanya yang kurang
sehingga dia dengan seenaknya menyalahgunakan
Narkoba. Sedangkan Napzaitu sangat berbahaya.”1
Disamping itu tujuan bimbingan agama Islam menurut
Ustadz Lutfi Rokhman adalah:
“tujuan dilaksanakannya bimbingan agama Islam
untuk mengembalikan keberfungsian mental secara
wajar jadi ketika dia di rumah maka dapat
bersosialisasi bersama masyarakat dan punya peran
yang wajar. Memberikan pemahaman-pemahaman
khususnya tentang agama Islam.”2
Pengakuan dari Ariyadi salah seorang residen:
1 Wawancara langsung dengan Ustadz Nur Hidayat sebagai
Pembimbing Agama Islam di BRSKPN Galih Pakuan Bogor pada tanggal 11
April 2018
2 Wawancara langsung dengan ustadz Lutfi Rokhman pada Tanggal
30 Januari 2018
109
“Dengan adanya bimbingan agama yang diberikan
kepada saya, rasanya lebih tenang, emosi bisa
terkontrol, permasalahan di luar tidak terlalu
terpikirkan, dan juga jadi lebih paham tentang agama,
jadikan lebih fokus pemulihannya.”3
Berdasarkan pendapat panti di atas dapat dikaitkan dalam
buku Bimbingan Konseling Islam karya Samsul Munir Amin
yang mengatakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam
pelayanan bimbingan dan konseling dalam Islam secara rinci
dapat disebutkan sebagai berikut:
a) Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan,
dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak
dan damai (muthmainnah), bersikap lapang dada (radhiyah),
dan mendapatkan pencerahan taufiq dan hidayah Tuhannya
(mardhiyah)
b) Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan
kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat,
baik pada diri sendiri, ingkungan keluarga, lingkungan kerja,
maupun lingkungan sosial dan alam sekitar.
c) Untuk mengasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu
sehingga muncul serta berkembang rasa teloransi,
kesetiakawanan, tolong menolong, dan rasa kasih sayang.
d) Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu
sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk
berbuat taat kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala
perintah-Nya, serta ketabahan menerima ujian-Nya.
3 Wawancara Langsung dengan Ariyadi Residen di BRSKPN Galih
Pakuan pada Tanggal 25 April 2018
110
e) Untuk menghasilkan potensi Ilahiah, sehingga dengan
potensi itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai
khalifah dengan baik dan benar, ia dapat dengan baik
menanggulangi berbagai persoalan hidup, dan dapat
memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungan
pada berbagai aspek kehidupan.4
Penanaman mental spiritual dalam kehidupan residen
korban penyalahgunaan Napzamemberikan pengaruh yang baik
bagi residen agar memahami agama Islam yang mana hal tersebut
sebagai pedoman dalam hidupnya kedepan serta dapat
menanamkan akhlakul karimah (akhlak yang baik) dalam
keadaan hidupnya yang baik sehingga berharap residen tidak
akan terjerat permasalahan yang sama kembali.
Selanjutnya, peneliti berkesempatan melakukan observasi
dan wawancara. berdasarkan wawancara diketahui bahwa tujuan
kegiatan bimbingan agama Islam di BRSKPN Galih Pakuan di
harapkan berfungsi kembali mentalnya secara wajar dan prilaku
residen secara normal agar berkemampuan untuk berinteraksi
kehidupan sosialnya.
Kegiatan yang dilakuakan dalam mengembangkan mental
spiritual residen adalah:
1. Religious Class
Yaitu suatu pertemuan yang diikuti oleh seluruh residen
dan didampingi oleh Religious Coordinator untuk
meningkatkan nilai spiritual dalam diri residen, juga
4 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta:
Amzah, 2010), hal. 38
111
memberikan ceramah tentang keagamaan. Output kegiatan
ini membawa perubahan antara lain:
a) Meingkatkan nilai-nilai keagamaan dalam diri residen
b) Memberikan pelajaran tentang keyakinan dalam diri
Untuk kegiatan Religious Class biasa dilakukan di
masjid dan jadwal kegiatan ini dilaksanakan pada hari selasa
dan rabu dua kali dalam seminggu di after care dan re-entry
dan satu kali dalam seminggu di primary pada jam 11.00
sampai dengan 12.00 WIB.
Religious Class ini digunakan BRSKPN Galih Pakuan
Bogor sebagai sarana pembinaan akhlak dan budi pekerti
atau sharing seputar ilmu agama Islam dengan Pembimbing
Agama dan juga sebagai siraman rohani bagi residen,
sebagaimana yang disampaikan ustadz Lutfi Rokhman:
“kalau untuk Religious Class ini biasa kita lakukan
dengan metode sharing atau berdiskusi dilanjutkan
dengan kultum untuk menambah pendengarannya
dan pengetahuannya seputar ilmu agama islam dan
juga pembinaan akhlak serta budi pekerti untuk
residen, itu yang saya lakukan.”5
Sebagaimana dikutip dalam bukunya Wina Sanjaya,
Killen menjelaskan metode diskusi adalah metode
pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suaitu
permasalahan. Diskusi bukanlah debat yang bersifat
mengadu argumentasi. Diskusi lebih bersifat bertukar
pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu secara
5
Wawancara langsung dengan ustadz Lutfi Rokhman pada Tanggal
30 Januari 2018
112
bersama-sama. Karena tujuan dari diskusi adalah untuk
memecahkan suatu masalah, menjawab pertanyaan,
menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk
membuat keputusan.6
Dilihat dari tingkah laku residen setelah mengikuti
Religious Class ini, ada manfaat yang dapat diambil,
sebagaimana yang diungkapkan oleh ustadz Lutfi Rokhman:
“Manfaat dari Religious Class ini kita lihat dari
residennya, ada yang antusias brarti dia sudah on
dan terasa sekali dia itu haus sekali akan itu, dia
haus sekali dengan suasana kebathinan. Kalo yang
masih terpengaruhi oleh efek dia make serta
pergaulannya di luar dia dengerin asal dengerin
tapi responnya datar-datar saja, kalo yang haus
pasti dia akan interaktif dengan nanya dengan
sharing dia menjadi dia ikut membuka diri”7
Berdasarkan wawancara di atas kegiatan Religious
Class merupakan salah satu kegiatan yang vital, karena di
dalam kegiatan Religious Class residen dibimbing agar
mempunyai jiwa serta tindakan sesuai dengan nilai-nilai
keagamaan, diawalai dengan memberikan residen ceramah
atau kultum keagamaan setelah itu sharing atau diskusi
tentang keagamaan hal-hal yang residen tidak ketahui
tentang hukumnya, dengan ini dapat menambah pengetahuan
residen seputar agama Islam, dan dalam kegiatan Religious
Class ini residen diarahkan agar memiliki akhlak dan budi
6 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011), hal. 154
7 Wawancara Langsung dengan Ustadz Lutfi Rokhman pada Tanggal
10 April 2018
113
pekerti yang baik dalam kehidupan sehari-harinya serta
meninggalkan perangai mereka ketika masih bergantung
kepada obat-obatan terlarang.
Kegiatan Religious Class membantu rasa kepercayaan
diri dan memotivasi Residen korban penyalahgunaan
Napzadi BRSKPN Galih Pakuan Bogor. Seperti yang
dikatatan oleh residen Agustian Renaldi saat di wawancarai:
“Karna disitu kita dikasih motivasi, cukup membuat
kita mengerti agama, bisa sholat, puasa, dan doa2
karana dulu doa makan saja kita tidak tau.”8
Berdasarkan pendapat di atas dapat dikaitkan dengan
teori menurut W.S Winkel: “ bimbingan berarti pemberian
bantuan kepada sekelompok orang dalam membuat pilihan-
pilihan secara bijaksana dalam mengadakan penyesuaian diri
terhadap tuntutan-tuntutan hidup. Bantuan itu bersifat psikis
(kejiwaan) bukan “pertolongan” financial, media dan lain
sebagainya. Dengan adanya bantuan ini, seseorang akhirnya
dapat mengatasi sendiri masalah yang dihadapinya sekarang
dan menjadi lebih mapan untuk menghadapi masalah yang
akan dihadapinya kelak ini menjadi tujuan bimbingan. Jadi,
yang memberikan bantuan menganggap orang lain mampu
menuntun dirinya sendiri meskipun kemampuan itu mungkin
harus digali dan dikembangkan melalui bimbingan.9
8 Wawancara Langsung dengan Agustian Renaldi Residen di
BRSKPN Galih Pakuan Bogor pada Tanggal 10 Agustus 2018 9 Hamdani, Bimbingan dan Penyuluhan , (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2012), hal. 79
114
2. Yasinan
Yasinan adalah sebuah kegiatan membaca surah Yasin
secara bersama-sama yang dipimpin oleh seorang
pembimbing agama Islam, biasanya yasinan juga dilengkapi
dengan bacaan Al-Fatihah dan Tahlil serta ditutup dengan
doa, dilaksanakan setiap hari Kamis jam 19.30 WIB. Output
kegiatan ini membawa perubahan:
a) Residen dapat belajar membaca Al-Qur’an
b) Sebagai pembiasaan residen agar bibir mereka terbiasa
dengan kalimat-kalimat Al-Qur’an
Kata Yasinan jika diruntut secara etimologi merupakan
gabungan dari kata Yasin yang dinisbatkan kepada nama
surah yang ke- 36 dalam tata urutan Al-Qur’an dan akhiran–
an. Gabungan dari dua kata tersebut akhirnya membentuk
sebuah kata yaitu Yasinan.10
Yasinan adalah sebuah kegiatan
membaca surah Yasin secara bersama-sama yang dipimpin
oleh seorang kaum, biasanya yasinan juga dilengkapi dengan
bacaan Al-Fatihah dan Tahlil serta ditutup dengan doa dan
diamini oleh para jama’ah. Adapula Yasinan dilaksanakan
untuk memperingati dan mengirim doa keluarga yang sudah
meninggal. Ada juga yasinan dipercaya untuk meminta hajat
kepada Allah agar orang yang sakit dengan surat yasin bisa
10 Idham Hamid, Tradisi Ma‟baca Yasin Di Makan Annangguru
Maddappungan Santri Pondok Pesantren Salafiyah Parappe Kec.
Campalingan Kab. Polewali Mandar. Skripsi Fakultas Ushuluddin Filsafat dan
Politik, UIN Alaudin Makassar, 2017, hal. 21
115
di baca dengan harapan dapat cepat sebuh.11
Dalam tradisi
masyarakat Indonesia surah Yasin menjadi salah satu surah
yang selalu dibaca oleh kaum Muslimin, khususnya ketika
malam jum’at.12
Kegitan bimbingan agama yasinan ini di laksanakan
khusus kamis malam atau malam jum’at, untuk after care
dan re-entry dilaksanakan setelah sholat magrib berjama’ah
dan untuk primary setelah sholat isya berjama’ah,
Yasinan sebagai pembiasaan residen agar bibir mereka
terbiasa dengan kalimat-kalimat Al-Qur’an serta memberikan
keyakinan tentang keberadaan Allah dan memberikan
pemahaman makna yang terkandung beserta penjelasannya,
sebagaimana yang disampaikan ustadz Asep Rahmat
Hidayat:
“Surah yasin kan bagian dari Al-Qur‟an, jadi kita
yasinan kan sama hal-nya kita baca Al-Qur‟an ya
walaupun ada pengajian juga diluar yasinan ini,
jadi ini sebagai tambahan bagi mereka (residen)
juga agar lebih terbiasa dengan kalimat-kalimat Al-
Qur‟an dan kita beri pemahaman kepada mereka
(residen) juga makna dan penjelasannya dari surah
yasin ini serta yang salah salah satunya cakupan
penjelasan surah yasin ini tentang keberadaan
Allah, hal itu yang kita yakinkan kepada mereka
dari yasinan ini”.13
11 H. Munawir Abdul Fatah, Tradisi Orang-Orang NU, (Yogyakarta:
Pustaka Pesantren, 2006), hal. 307
12
Amirulloh Syarbini dan Sumantri Jamhari, Kedahsyatan Membaca
Al-Qur‟an (Bandung: Ruang Kata Imprint Kawan Pustaka, 2012), hal. 96
13 Wawancara langsung dengan ustadz Asep Rahmat Hidayat pada
Tanggal 30 Januari 2018
116
Membaca surah Yasin atau Yasinan memiliki beberapa
manfaat bagi residen, seperti yang disampaikan oleh ustadz
Asep Rahmat Hidayat:
“kalo manfaat yasinan bagi mereka (residen) tentu
sudah pasti ada, mungkin juga sama manfaatnya
seperti hal-nya orang pada umumnya, seperti ketika
mereka (residen) sungguh-sungguh dengan
kemauannya contoh mereka ingin sembuh kita baca
surah yasin supaya dikasih kemudahan dengan
kemauan mereka itu”14
Menurut Prof. Dasteghib dalam bukunya yang berjudul
Qalbul Quran, surah Yasin mencakup penjelasan tentang
keberadaan Allah.15
Membaca surah yasin dapat menjadikan
kemudahan untuk meraih hajat-hajat kita. Atha’ bin Abi
Rabbah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
اءجهم و درالنهارقضي تح يشفىص ء نق ر
“Siapa yang membaca yasin pada awal pagi, seluruh
hajatrnya akan dikabulkan oleh Allah.” (HR. Darimi
3481).16
Keterangan yang lain pun mejelaskan akan dikabulkan
setiap do’anya oleh Allah, yaitu berhenti ketika sampai pada
ayat ke- 13 dan berdo’a kepada Allah. Demikianlah
14 Wawancara langsung dengan Ustadz Asep Rahmat Hidayat pada
Tanggal 30 Januari 2018
15
Idham Hamid, Tradisi Ma‟baca Yasin Di Makan Annangguru
Maddappungan Santri Pondok Pesantren Salafiyah Parappe Kec.
Campalingan Kab. Polewali Mandar. Skripsi Fakultas Ushuluddin Filsafat dan
Politik, UIN Alaudin Makassar, 2017, hal. 13
16
Ali Akbar bin Aqil dan M. Abdullah Charis, Lima Amalan Penyuci
Hati (Jakarta: Qultum Media, 2016), hal. 96
117
keterangan yang disampaikan dari Abu Bakr Ash-Shiddiq
dan Ibnu Abbas ra. Dengan sanad hadits yang shahih.17
Di samping itu peran penngajian Yasinan, terutama di
malam jum’at sebagai hari yang baik bagi masyarakat
muslim, menjadi penting dalam berbagai kegiatan Yasinan,
mulai dari pembacaan tahlil, shalawat, membaca surah
Yasin, pembacaan kalimat tayyibah, maupun ditambah
dengan al-maw‟izah al-hasanah (nasihat yang baik) dari para
penceramah. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan dan
menumbuhkan nilai-nilai agama dalam kehidupan
masyarakat sekitar sebagai ujung tombak dari serangan
modernisasi agama.18
Dari penjelasan dan wawancara di atas dapat dikatakan
bahwa membaca surah Yasin atau Yasinan membantu
residen korban penyalahgunaan Napzadi BRSKPN Galih
Pakuan Bogor untuk mempertebal keyakinan mereka
terhadap Allah SWT bahwa hajat-hajat mereka yang ingin
pulih kembali dapat lekas dipermudah dan dikabulkan oleh
Allah SWT.
3. Tahlillan
Tahlillan adalah berdzikir atau bermunajat bersama,
yaitu berkumpulnya residen untuk berdoa atau bermunajat
kepada Allah SWT dengan cara membaca kalimat-kalimat
17 K. Akbar Saman, Do’a dan Dzikir Untuk Ibu Hamil (Bandung:
Ruang Kata 2012), hal. 41
18 Hayat, Pengajian Yasinan Sebagai Strategi Dakwah NU Dalam
Membangun Mental dan Karakter Masyarakat, Walisongo 22, n0. 2 November
2014), hal. 307
118
thayyibah seperti tahmid, takbir, tahlil, tasbih, Asma’ul
husna, shalawat dan lain-lain. Kegiatan ini dilaksanakan
setiap hari Kamis jam 19.30 WIB. Output kegiatan ini
membawa perubahan:
a) Berdzikir kepada Allah akan merasa dekat dengan Allah
dan senantiasa berada dalam perlindungan dan
pengawasan-Nya
b) Membawa residen untuk ingat kepada Allah, dalam
keadaan bagaimanapun. Bila ia mengalami kesusahan,
sifat Allah yang teringat olehnya adalah Allah Maha
Menolong
Tahlil berasal dari kata hallala-yuhallilu-tahlilan yang
artinya membaca kalimat la ilaha illallah : tiada Tuhan selain
Allah. Jadi yang dimaksud dengan tahlil di sini adalah
membaca serangkaian surat-surat Al-Qur’an, ayat-ayat
pilihan, dan kalimat-kalimat zikir pilihan (termasuk di
dalamnya membaca la ilaha illallah) dengan meniatkan
pahalanya untuk para arwah dan ditutup dengan do’a.Sesuai
sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya :
“Seutama-utama zikir adalah la ilaha illallah (kalimat
tahlil). Dan seutama-utama zikir yang aku dan juga para
nabi sebelumku mengucapkan kalmat la ilaha illallah. Ia
adalah kalimat tauhid dan kalimat kemurnian dan keesaan
Allah. Ia juga asma Allah yang teragung. (HR. Imam At-
turmudzi, an-Nasa‟I, Ibnnu Majjah, dan Al-Hakim).”19
19 https://mazzhariez.blogspot.com/2015/04/pengertian-tahlil.html
diakses pada 27 september 2018 pada pukul 13:52 wib
119
Pada hakikatnya tahlil atau tahlilan adalah hanya nama
atau sebutan untuk sebuah acara di dalam berdzikir dan
berdoa atau bermunajat bersama. Yaitu berkumpulnya
sejumlah orang untuk berdoa atau bermunajat kepada Allah
SWTdengan cara membaca kalimat-kalimat thayyibah
seperti tahmid, takbir, tahlil, tasbih, Asma’ul husna, shalawat
dan lain-lain.
Kegitan bimbingan agama tahlillan ini di laksanakan
sama seperti jadwal yasinan yaitu kamis malam atau malam
jum’at, untuk after care dan re-entry dilaksanakan setelah
sholat magrib berjama’ah dan untuk primary setelah sholat
isya berjama’ah,
Di dalam tahlillan banyak terdapat kalimat dzikir-
dzikir yang dapat memberikan rasa aman dan tentram pada
diri residen, sebagaimana yang diungkapkan ustadz Lutfi
Rokhman:
“Kita sering dengarkan isi dari pada tahlilan itu
berupa dzikir dan do‟a bersama dan sebagainya.
Karena di dalam dzikir itu semuanya kalimat-
kalimat thoyyibah, harapan kami dengan dzikir
dapat menanamkan mental spiritual residen dengan
kalimat-kalimat thoyyibah tersebut serta
memberikan rasa aman dan tentram. Kemudian
dengan do‟a kita minta kepada yang mempunyai
kekuatan yaitu Allah agar para residen di sini yang
ingin benar-benaringin meninggalkan kehidupan
kelam masa lalunya semoga dipermudah oleh-
Nya.”20
20 Wawancara langsung dengan ustadz Lutfi Rokhman pada Tanggal
10 April 2018
120
Hal positf dari kegitan tahlillan ini pun dirasakan
langsung oleh Ariyadi salah satu residen di BRSKPN Galih
Pakuan Bogor:
“Setelah beberapa bulan mendapatkan bimbingan
agama rasanya lebih tenang, emosi bisa terkontrol
dan permasalahan-permasalahan yang saya miliki
tidak terlalu terfikirkan, jadi lebih fokus pemulihan
aja.”21
Dalam buku Dzakiah Daradjad dijelaskan bahwa
psikoterapis Islam hendaknya selalu membawa klien untuk
ingat kepada Allah, dalam keadaan bagaimanapun ia selalu
ingat kepada- Nya. Bila ia mengalami kesusahan, sifat Allah
yang teringat olehnya adalah Allah Maha Menolong, Maha
Penyayang dan Maha Kuasa, hatinya bergetar melalui
pertolongan Allah, lidahnya mengucapkan doa.
Bila ia sedang mendapat rahmat dan kesenangan,
hatinya bersyukur kepada Allah dan lisannya mengucapkan
hamdallah. Dia tidak akan congkak dan keluar dari yang
dilarang Allah. Hati yang selalu ingat kepada Allah, akan
mendatangkan kelegaan dan ketentraman bathin.
Firman Allah SWT, surat Ar-Ra’d (13):28-29:
الذين آمنوا وعملوا الصالات .الذين آمنوا وتطمئن ق لوب هم بذكر الله أال بذكر الله تطمئن القلوب
ن مآب طوب لم وحس
“orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
21
Wawancara langsung dengan Ariyadi residen di BRSKPN Galih
Pakuan Bogor pada tanggal 25 April 2018
121
mengingat Allah-lah hati menjadi tentram. Orang-orang
yang beriman dan beramal shaleh, bagi mereka kebahagiaan
dan tempat kembali yang baik.”22
Seorang muslim yang selalu berdzikir kepada Allah
akan merasa dekat dengan Allah dan senantiasa berada dalam
perlindungan dan pengawasan-Nya. Pada dirinya muncul
rasa percaya diri serta perasaan aman, tentram dan bahagia.
Rasulullah SAW bersabda, ”sesungguhnya Allah SWT
berfirman, „aku bersama hamba-Ku yang senantiasa
mengingat-Ku dan menggerakan lisannya untuk-Ku‟.”23
Berdasarkan uraian di atas bahwa dzikir dapat
memberikan rasa aman dan tentram serta mengembalikan
kesadaran residen yang telah hilang, sebab aktivitas dzikir
mendorong residen untuk mengingat, menyebut kembali hal-
hal yang tersembunyi dalam hatinya. Dzikir juga mampu
mengingatkan residen kepada yang maha segalanya yaitu
Allah SWT semata, sehingga dengan dzikir tersebut mampu
memberikan sugesti kepada residen atas kesembuhannya.
4. Muhadhoroh
Muhadhoroh adalah sebagai kegiatan atau latihan
pidato/ceramah yang diberikan pembimbing agama Islam
kepada residen dalam proses kegitan disertai pembelajaran di
22 Zakiah daradjat psikoterapi islam (Jakarta, PT. Bulan bintang,
2002), hal. 139.
23 Muhammad Utsman Najati, Ilmu Jiwa dalam Al-Qur‟an, (Jakarta,
Pustaka Azzam: 2006), hal. 296.
122
BRSKPN Galih Pakuan Bogor. Output kegiatan ini
membawa perubahan:
a) Dapat berkomunikasi dengan baik
b) Timbulnya rasa keperyaan diri residen untuk berbicara di
depan umum
Secara etimologi muhadharah berasal dari bahasa Arab
dari kata haadhoro – yuhaadhiru – muhadharah yang berarti
ada atau menghadirkan,24
Sedangkan Nasaruddin Latif
mendefinisikan muhadharah secara bahasa yaitu ceramah
keagamaan, tabligh atau khutbah.25
Maksud muhadharah di sini adalah sebagai kegiatan
atau latihan pidato/ceramah yang diberikan pembimbing
agama Islam kepada residen dalam proses kegitan disertai
pembelajaran di BRSKPN Galih Pakuan Bogor.
Jadwal muhadharah untuk re-entry, after care itu malam
rabu, ba’da isya ke asrama primary yang dibimbing oleh
ustadz Nur Hidayat dan ustadz Asep Rahmat Hidayat.
Muhadharah sangat dibutuhkan bagi residen sebagai
sarana latihan agar mampu berbicara di depan umum atau
berkomunikasi yang baik kepada orang lain serta
menekankan pada skill residen dalam mengolah tata aturan
dalam proses muhadharah tersebut. sebagaimana yang
24 Ambar Teguh Sulistiyani Rosidah, Manajemen Sumber Daya
Manusia: Konsep Teori dan Pengembangan Dalam Konteks Organisasi
Publik, (Yogyakarta, Graha Ilmu: 2009), cet ke-1, hal.120
25
S.M Nasaruddin Latif, Teori dan praktek Dakwah Islam, (Jakarta,
Firman Dara: 1990), cet ke-1, hal. 80
123
disampaikan oleh salah satu pembimbing agama di BRSKPN
Galih Pakuan Bogor ustadz Nur Hidayat:
“Di sini muhadoroh dihadirkan sebagai sarana
belajar atau latihan mereka (resident) agar mampu
atau juga terbiasa lagi berkomunikasi secara baik
kepada teman-temannya atau kepada staf kantor
atau melatihnya agar punya keberanian mental
tampil berbicara di depan banyak orang, atau juga
biasa disebut berpidato gitu lah ya, karena ada
diantara mereka (residen) yang menutup diri sedikit
berbicara kepada teman-temannya dikarenakan efek
dari obat-obatan terlarang yang mereka gunakan
dahulu, maka muhadharah sebagai solusinya bagi
mereka”.26
Kegiatan muhadoroh ini pun disukai oleh Ariyadi salah
satu residen yang penulis berkesempatan mewawancarainya:
“Yang paling saya sukai kegiatan muhadharah,
karena di dalam kegiatan itu kita dilatih untuk bisa
punya kemampuan berbicara di depan orang
banyak tanpa ada rasa gerogi.”27
Dari kegiatan muhadharah ini terdapat manfaat yang
dirasakan bagi residen, seperti yang disampaikan oleh ustadz
Nur Hidayat:
“Ada beberapa residen yang mulai berani
mentalnya untuk tampil berbicara di depan umum,
juga di depan teman-temannya. Mereka (residen)
yang sebelumya malu atau jarang berkomunikasi,
sekarang sudah mulai terbiasa ngobrol-ngobrol
dengan temannya atau pun menyapa staf kantor
yang lewat. Beberapa residen yang memang suka
26
Wawancara langsung dengan ustadz asep pada tanggal 10 April
2018
27
Wawancara langsung dengan residen ariyadi pada Tanggal 25 April
2018
124
sekali dengan muhadoroh sekarang bahasa
penyampaian dan retorikanya sudah bisa dibilang
lumayan lah ya untuk ceramah atau dijadikan MC,
hanya tinggal dibiasakan tampil dan dibenahi
struktur kalimat-kalimatnya agar yang dengar
paham apa yang disampaikan mereka, selain itu
yang paling utama juga sih kita bangun rasa
percaya diri dalam diri mereka.”28
Berpidato adalah salah satu wujud kegiatan berbahasa
lisan, oleh sebab itu, berpidato memerlukan dan
mementingkan ekspresi gagasan dan penalaran dengan
menggunakan bahasa lisan yang didukung oleh aspek non
bahasa, seperti ekspresi wajah, kontak pandang dan intonasi
suara.29
Pidato di sini adalah penyampaian uraian secara lisan
tentang suatu hal (masalah) dengan mengutarakan keterangan
sejelas-jelasnya dihadapan massa atau orang banyak pada
suatu waktu tertentu.30
Dalam melakukan pidato tentu semua orang dapat
menyampaikan pidato yang baik apabila mengetahui dan
mempraktekkan prinsip penyampaian pidato sebagai berikut:
1) Membangun kepercayaan diri. Banyak istilah digunakan
untuk menamai gejala ini, demam panggung dan
kecemasan berbicara. Para psikolog mengatakan semua
gejala itu adalah reaksi alamiah kepada ancaman. Begitu
28
Wawancara langsung dengan ustadz Nur Hidayat pada Tanggal 11
April 2018
29
D.A. Dithiya, Pandai Berpidato, (Jakarta Timur: PT. Wadah Ilmu,
2011), hal. 2
30
Emha Abdurrahman, Tehnik dan Pedoman Berpidato, (Jakarta:
Media Nusantara, 2001), hal. 23
125
makhluk menghadapi ancaman, ia bersiaga untuk
melawan atau melarikan diri.
2) Kontak mata. Merupakan bagian yang paling ekspresif
dari seluruh wajah. Pandanglah para pendengar, hindari
menatap langit-langit atau lantai. Mengapa tidak
menatap mata yang diajak bicara. Kalau ini terjadi bisa
kehilangan kesempatan untuk berkomunikasi yang baik.
Sebagian pakar komunikasi menyebutnya hubungan erat
dengar pendengar. Pidato adalah komunikasi atap muka,
yang bersifat dua arah. 31
3) Karakteristik olah vocal. Ada tiga hal yang harus
diperhatikan dalam olah vocal yaitu kejelasan,
keragaman dan ritma
4) Olah visual, berbicara dengan seluruh kepribadian
dengan wajah, tangan dan seluruh tubuh.32
Dalam teori lain dijelaskan Menurut Jamesh R. Fisher,
kepercayaan diri adalah sesuatu yang membuat manusia
sebagai manusia. Percaya diri memberi kekuatan keyakinan
yang menunjang keterpaduan, kerja sama, dan hubungan
antar manusia. Ketidak percayaan diri akan berakibat
seseorang merasa kurang populer dalam pergaulan, lebih
suka mengucilkan diri, atau jadi pembuat onar. Ia sulit
berperan dalam lingkungan, bahkan mungkin seolah-olah
dikucilkan di lingkungannya, yang dapat membangkitkan
31
Jalaludin Rahmat, Retorika Modern: Pendekatan Praktis,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 87
32 Nasaruddin Latif, Teori danf Praktek Dakwah, (Jakarta: cet ke- 1,
2009), hal. 28
126
pertikaian, persaingan, mematikan peran, memboroskan daya
(energi) yang berharga. Hal ini akan melemparkan manusia
dari kemajuan hingga pada akhirnya dalam keputusasaan,
kehilangan konsentrasi dan kemauan.33
Menurut hasil wawancara penulis dengan pembimbing
agama Islam dan residen korban penyalahgunaan Napza di
BRSKPN Galih Pakuan Bogor serta teori-teori yang ada.
Muhadharah dihadirkan sebagai sarana membangun mental
rasa kepercayaan diri residen dalam berkomunikasi baik itu
berupa pidato yang mempraktekkan prinsip-prinsip berpidato
maupun dalam pergulan sehari-hari di lingkungan panti baik
sesama residen ataupun staf-staf kantor panti.
C. Waktu Dan Tempat Pelaksanaan Bimbingan Agama Islam
Pembimbing agama Islam di BRSKPN Galih Pakuan Bogor
berjumlah tiga orang yaitu Ustadz Muhammad Lutfi, Ustadz
Asep dan Ustadz Nur Hidayat. Dalam memberikan bimbingan
kepada residen di BRSKPN Galih Pakuan mereka memiliki
jadwal bimbingan yang berbeda. Jadwal bimbingan Ustadz
Muhammad Lutfi dilaksanakan pada hari selasa dan kamis mulai
pukul 10.30-12.00 WIB di masjid BRSKPN Galih Pakuan.
Sebagaimana yang Ustadz Lutfi kemukakan dalam wawancara:
“Kalo yang siang religious class untuk re-entry after
care seminggu dua kali, di jadwal awal selasa dan
kamis, tapi kadang saya majukan di hari senin karna
selasanya saya suka ada jadwal lain gitu ya misalnya
ada seleksi atau apa, jadi yang jelas seminggu dua
33
James R. Fisher, Menjual Berlandaskan Percaya Diri pada Tahun
90an, Alih Bahasa, Sularno Tjiptowardoyo, (Jakarta: Elex Media Komputindo,
1994), hal. 5.
127
kali untuk diapel di after care, sementara untuk di
dom masing-masing sekali nggak nyanggupin saya
dua kali.”34
Sedangkan tempat dan jadwal bimbingan Agama oleh
Ustadz Asep Rahmat Hidayat, dilaksanakan pada hari selasa
10.30-12.00 WIB dan hari kamis pukul 19.15-20.15 seperti yang
di sampaikan Utsdaz Asep Rahmat Hidayat saat di wawancarai:
“Kegiatan biasanya dilaksanakan malam jum‟at,
kalau siang, selasa dan kamis itu residen re-entry di
mushollah menggantikan Ustadz Lutfi ketika tidak
bisa hadir di kegiatan Religious Class, untu residen
re-entry biasanya diawali dengan ngaji Iqro atau Al-
Qur‟an, sesuai dengan kemampuan mereka, setelah
itu sharing sebelum dzuhur. Untuk malam jum‟at di
asrama dom kita yasinan.”35
Selanjutnya tempat dan jadwal bimbingan Agama oleh
Ustadz Nur Hidayat dilaksanakan pada hari selasa pada pukul
20.00-21.30 WIB dan di hari kamis pada pukul 19.15-20.15 WIB.
Seperti yang disampaikan oleh Ustadz Nur Hidayat:
“Saya mengisi pada malam jum‟at pada jam 19.15-
20.15 kegiatan yasinan bersama di asrama dom 1
dan terkadang bergantian dengan Ustad Asep di dom
2 biar residen tidak merasa bosan dengan Ustadz
yang itu-itu saja makannya kita suka bergantian
asrama. Selanjutnya selasa malam itu kegiatan
34 Wawancara langsung dengan Ustadz Lutfi Rokhman sebagai
Pembimbing Agama Islam di BRSKPN Galih Pakuan Bogor pada tanggal 30
Januari 2018 35 Wawancara Langsung dengan Ustadz Asep Rahmat Hidayat
sebagai Pembimbing Agama Islam di BRSKPN Galih Pakuan Bogor pada
Tanggal 30 Januari 2018
128
Muhadoroh selama 15 menit dilanjutkan latihan
marawis dan hadroh.”36
D. Materi Bimbingan Agama Islam di BRSKPN Galih Pakuan
Bogor
Prayitno mengemukakan bahwa bimbingan adalah proses
pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada
seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, ramaja
maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat
mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan
memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat
dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.37
Materi bimbingan Agama Islam merupakan suatu hal yang
sangat penting dalam pelaksanaan bimbingan agama islam karna
pemilihan materi yang sesuai akan membantu peserta bimbingann
Agama Islam mencapai tujuan yang diinginkan. Adapun materi
bimbingan agama Islam yang diajarkan oleh pembimbing agama
Islam di BRSKPN Galih Pakuan Bogor adalah:
a) Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah sebagai tuntutan umat Islam yang harus
dipelajari dengan baik mulai dari tata cara membaca Al-
Qur’an dengan tajwidnya serta isinya. Materi Al-Qur’an
bertujuan untuk membantu menjawab atas permasalahan
yang dihadapi residen serta memberikan pengetahuan agama
36 Wawancara langsung dengan Ustadz Nur Hidayat sebagai
Pembimbing Agama Islam di BRSKPN Galih Pakuan Bogor pada tanggal 11
Aprili 2018 37 Hamdani, Bimbingan dan Penyuluhan, (Bandung: Pustakan Setia,
2012), hal. 80
129
melalui telaah Al-Qur’an, bagaimana isinya, maksudnya
serta keindahan yang terkandung di dalam kitab suci Al-
Qur’an. Sedangkan residen yang belum dapat membaca Al-
Qur’an diajarkan dari awal dahulu yaitu membaca Iqra
b) Akhlak
Tujuan materi akhlak adalah agar residen dapat menentukan
sikap yang baik terhadap orang lain dengan ajaran Islam
sehingga menciptakan Akhlakul Karimah. Jika ajaran Islam
sudah menjadi pedoman dan pilihan hidup, maka
pengaruhnya akan terlihat dalam sikap dan perilaku sehari-
hari, serta diharapkan dapat membentengi dirinya dari
berbagai persoalan yang timbul sebagai bagian dari proses
perjalanan hidup.
c) Fiqih
Materi fiqih bertujuan untuk memberikan pemahaman
kepada residen tentang tatacara shalat, berwudhu, puasa,
zakat, dan haji.
E. Metode Bimbingan Agama Islam di BRSKPN Galih Pakuan
Bogor
1) Metode kelompok
Bimbingan kelompok di sini dimaksudkan untuk membantu
klien mengatasi masalah bersama, metode ini adalah metode
yang biasa dilakukan di BRSKPN Galih Pakuan Bogor untuk
mengetahui komunikasi dan interaksi sosial yang dilakukan
oleh klien selama proses bimbingan agama Islam
berlangsung.
2) Metode ceramah
130
Bimbingan agama melalui metode ceramah ini sangatlah
membantu pembimbing agama dalam menyampaikan
sejumlah keterangan atau menjelaskan dan menguraikan
mengenai sutau masalah, topik dan pertanyaan dari residen.
Pembimbing agama Islam di BRSKPN Galih Pakuan Bogor
memberikan ceramah kepada residen ketika khotbah jum’at
serta kegiatan bimbingan agama lainnya.
3) Metode diskusi
Dalam memberikan bimbingan Agama Islam, pembimbing
agama di BRSKPN Galih Pakuan Bogor meberikan
kesempatan kepada residen mengajukan pertanyaan kepada
pembimbing agama Islam tentang masalah yang sedang
dihadapi oleh residen seputar fiqih ataupun masalah
kehidupan yang pernah dijalankan sebelumnya. Diskusi
merupakan salah satu metode yang sangat diminati oleh
residen di Panti Sosial Pemardi Putra Galih pakuan Bogor
karena melalui diskusi residen dapat diberi kesempatan
untuk berfikir bersama tentang suatu masalah dan bisa
semakin aktif dalam mencari solusi permasalahan yang
dihadapi.
4) Metode Audio visual
Metode audio visual merupakan media yang dapat digunakan
dalam kegiatan pembelajaran residen dalam melibatkan
pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses
atau kegiatan bimbingan Agama Islam agar residen tidak
merasa bosan dengan kegiatan bimbingan dan sebagai
hiburan untuk residen. Audio visual yang dilakukan oleh
131
ustadz Asep Rahmat Hidayat biasanya berupa menonton film
kisah Nabi-Nabi yang nantinya akan didiskusikan bersama-
sama setelah film itu selesai.
F. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembimbing
Setiap program kegiatan pasti akan mendapati faktor
penghambat dan faktor pendukungnya. Begitu juga dengan
kegiatan bimbingan agama Islam di BRSKPN Galih Pakuan
Bogor. adapaun faktor pendukung dan penghambat pembimbing
agama Islam ada yang mengatakan bahwa:
1. Faktor pendukung
Adapun faktor pendukung pembimbing agama Islam di
BRSKPN Galih Pakuan Bogor diantaranya:
a. Pembimbing agama Islam di BRSKPN Galih Pakuan
Bogor memiliki pengetahuan yang memadai tentang
materi yang diberikan kepada klien serta mengetahui
fungsi dan tugasnya sebagai pembimbing agama Islam.
b. Sarana dan prasana yang ada di panti sudah sangat
memadai dan mendukung kegiatan bimbingan agama
Islam yang dijalani seperti buku yasin tahlil, Al-
Qur’an, Iqra, sajadah, dan peci.
c. Adanya antusias residen dalam menjalankan kegiatan
bimbingan agama Islam yang dilaksanakan.
2. Faktor penghambat
Adapun faktor penghambat pembimbing agama Islam di
BRSKPN Galih Pakuan Bogor diantaranya:
132
a. Waktu kegiatan yang tidak cukup dalam
menyampaikan materi.
b. Jumlah pembimbing agama Islam yang kurang.
Pembimbing agama Islam di BRSKPN Galih Pakuan
Bogor hanya berjumlah 3 orang saja. Jumlah
pembimbing agama islam ini tidak sebanding dengan
jumlah residen yang mencapai 380 Residen
c. Pembimbing agama Islam di BRSKPN Galih Pakuan
Bogor yang mempunyai kegiatan lain di luar Panti.
133
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di Balai Rehabilitasi Sosial
Korban Penyalahgunaan Napza (BRSKPN) Galih Pakuan Bogor
“Peran Pembimbing agama Islam dalam Therapeutik Community
pada korban penyalahgunaan Napza di Bogor” dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Peran pembimbing agama Islam dalam Therapeutic
Community di Balai Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahgunaan Napza (BRSKPN) Galih Pakuan terdapat
pada pengembangan mental spiritual yakni:
a. Religious class. Mengarahkan residen agar memiliki
jiwa dan tindakan sesuai nilai-nilai keagamaan serta
akhlak dan budi pekerti yang baik dalam kehidupan
sehari-hari.
b. Yasinan. Membantu residen untuk mempertebal
keyakinan mereka kepada Allah SWT bahwa hajat-
hajat mereka yang ingin pulih kembali dapat lekas
dipermudah dan dikabulka.
c. Tahlillan. Memberikan rasa aman dan tentram serta
mengembalikan kesadaran residen yang telah hilang.
d. Muhadhoroh. Membangun mental rasa kepercayaan
diri residen dalam berkomunikasi baik itu berupa
134
pidato maupun dalam pergaulan sehari-hari
dilingkungan panti.
Adapun metode yang digunakan pembimbing agama Islam
dalam Therapeutic Community di Balai Rehabilitasi Sosial
Korban Penyalahgunaan Napza Galih Pakuan Adalah:
metode kelompok, ceramah, diskusi dan audio visual.
2. Faktor pendukung pembimbing agama Islam dalam
Therapeutic Community di Balai Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahgunaan Napza (BRSKPN) Galih Pakuan yang
pertama adalah memiliki pengetahuan yang memadai tentang
materi yang diberikan kepada residen serta mengetahui
fungsi dan tugasnya sebagai pembimbing agama Islam.
Selanjutnya yang kedua sarana dan prasana yang ada di panti
sudah sangat memedai dan mendukung kegiatan bimbingan
agama Islam yang dijalani seperti buku yasin tahlil, Al-
Qur’an, Iqra, sajadah, dan peci dan faktor pendukung yang
ketiga adanya antusias residen dalam menjalankan kegiatan
bimbingan agama yang dilaksanakan
Faktor penghambat pembimbing agama Islam dalam
Therapeutic Community di Balai Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahgunaan Napza (BRSKPN) Galih Pakuan pertama
waktu kegiatan yang tidak cukup. Kedua jumlah pembimbing
agana Islam yang kurang. Pembimbing agama Islam di
BRSKPN Galih Pakuan Bogor hanya berjumlah 3 orang saja.
Ketiga jumlah pembimbing agama islam ini tidak sebanding
dengan jumlah residen yang mencapai 380 Residen. Ke-
135
empat Pembimbing agama yang mempunyai kegiatan lain di
luar Panti.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yag didapat, peneliti dapat
memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Menambahkan sumber daya manusia untuk menjadi tenaga
pembimbing agama Islam agar lebih maksimal dalam
menjalankan kegiatan bimbingan spiritual.
2. Untuk residen hendaknya mempunyai kesadaran dan lebih
giat lagi mengikuti bimbingan agama Islam karna ini
merupakan kegiatan yang sangat penting dikuti oleh seluruh
residen agar mencapai perubahan yang diinginkan.
136
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Emha. 2001. Tehnik dan Pedoman Berpidato. Jakarta: Media
Nusantara
Abdul, Fatah Munawir. 2006. Tradisi Orang-Orang NU. Yogyakarta:
Pustaka Pesantren.
Afifuddin. 2012. Bimbingan dan Penyuluhan. Bandung: Pustaka Setia.
Akbar, bin Aqil Ali dan M. Abdullah Charis. 2016. Lima Amalan Penyuci
Hati. Jakarta: Qultum Media
Basrowi. 2005. Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia.
BNN. 2006. Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahan Narkoba di
Lingkungan Pendidikan.
----- 2010. Petunjuk Teknis Advokasi Bidang Pencegahan Penyalahgunaan
Narkoba Bagi Lembaga/Istalasi.
----- 2008. Panduan Pelaksanaan Terapi dan Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat. Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia Pusat
Laboratorium Terapi dan Rehabilitasi. Jakarta.
----- 2004. Metode Therapeutic Community. Jakarta.
------ 2007. Mengenal Penyalahgunaan Narkoba..
Daradjat, Zakiah 2002. Psikoterapi Islam. Jakarta. PT. Bulan bintang.
Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Direktoral Jendral Pelayanan dan Rehabilitas Sosial. 2003. Therapuetic
Community dalam Rehabilitasi Korban Narkoba. Jakarta
Dithiya, D.A.. 2011. Pandai Berpidato. Jakarta Timur: PT. Wadah Ilmu
Gunawan, Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik.
Jakarta: Bumi Aksara.
Hadiman. Pengawasan serta Peran Aktif Orang Tua dan Aparat dalam
Penanggulangan dan Penyalahgunaan Narkoba. Badan
Kerjasama Sosial Usaha Pembinanaa Warga Tama (BERSAMA)
137
Hakim, M. Arif. Bahaya Narkoba Alkohol Cara Islam Mencegah Mengatasi
dan Melawan. . Bandung: Nuansa Cendikia
Hamdani. 2012. Bimbingan dan Penyuluhan. Pustakan Setia: Bandung
Hamid, Idham. 2017. Tradisi Ma’baca Yasin Di Makan Annangguru
Maddappungan Santri Pondok Pesantren Salafiyah Parappe Kec.
Campalingan Kab. Polewali Mandar. Skripsi Fakultas Ushuluddin
Filsafat dan Politik. UIN Alaudin Makassar.
Hamzah, Andi dan RM. Surachman. 1994. Kejahatan Narkotika dan
Psikotropika. Jakarta: Sinar Grafika.
Hawari, Dadang. 2001. Penyalahguna dan Ketergantungan Napza. Jakarta:
FKUI.
Hayat. Pengajian Yasinan Sebagai Strategi Dakwah NU Dalam Membangun
Mental dan Karakter Masyarakat. Walisongo 22. no. 2 November
2014
Https://mazzhariez.blogspot.com/2015/04/pengertian-tahlil.html diakses
pada 27 september 2018 pada pukul 13:52 wib
Indonesia Gawat Darurat Narkoba. Gawat!! Gawat!! Gawat!!. Diakses pada
29 Maret 2016 http://news.polisionline.com/2015/02/info-indonesia-
gawat-darurat-narkoba.html.
Dwi, J. Narwoko dan Bagong Suyanto. 2007. Sosiologi: Teks Pengantar
dan Terapan. Jakarta: Kencana.
Moleong, J. Lexy. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Johanna, E Prawitasari. 2012. Psikologi Terapan Melintas Batas Disiplin
Ilmu. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kadarmanta, A. 2010. Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa. Jakarta: Forum
Media Utama.
Latif, S.M Nasaruddin. 1990. Teori dan praktek Dakwah Islam. Jakarta.
Firman Dara
Lutfi, M. 2008. Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam.
Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
138
Lisa, FR Jiliana. nengah sutrisna W. 2013. Narkoba. Psikotropika. dan
Gangguan Jiwa. Nuha Medika. Yogyakarta.
Media Center. 2002. Kamus Ilmiah Populer. Jakarta: Mitra Press.
Munir, Amin Samsul. 2010. Bimbingan dan Konseling Islam. Amzah:
Jakarta
NM. 2007. Ancaman Naroba Bagi Generasi Bangsa. Pemerintah Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Rahmat, Jalaludin. 2011. Retorika Modern: Pendekatan Praktis. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Fisher, R. James. 1994. Menjual Berlandaskan Percaya Diri pada Tahun
90an. Alih Bahasa. Sularno Tjiptowardoyo. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Saman, K. Akbar. 2012. Do’a dan Dzikir Untuk Ibu Hamil. Bandung: Ruang
Kata
Sandjaja, B. dan Albertus Heriyanto. panduan penelitian.
Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Santoso, Slamet. 2010. Teori-Teori Psikologi Sosial. Bandung: Refika
Aditama.
Setiana, Lucie. 2005. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Soehartono, Irawan. 1995. metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Syarbini, Amirulloh dan Sumantri Jamhari. 2012. Kedahsyatan Membaca Al-
Qur’an. Bandung: Ruang Kata Imprint Kawan Pustaka.
Teguh, Sulistiyani Rosidah Ambar. 2009. Manajemen Sumber Daya
Manusia: Konsep Teori dan Pengembangan Dalam Konteks
Organisasi Publik. Yogyakarta. Graha Ilmu
139
Tohorin. 2007. Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah dan Madrasah
(Bebasis Integrasi). Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Utsman, Najati Muhammad. 2006. Ilmu Jiwa dalam Al-Qur’an. Jakarta.
Pustaka Azzam
Wirawan, Sarwono Sarlito. 2006. teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
.
.
.
PEDOMAN WAWANCARA PEMBIMBING AGAMA
1. Nama
2. Pendidikan
3. Usia
4. Alamat
5. Sejak kapan menjadi pembimbing?
6. Apa saja pengalaman menjadi pembimbing?
7. Apa fungsi pembimbing agama di pspp?
8. Apa tujuan dilaksanakan bimbingan agama ?
9. Mengapa dilaksanakan kegiatan tersebut?
10. Bagaimana cara menghadapi residen?
11. Apa saja kegiatan yang dilaksanakan pembimbing agama?
12. Apa manfaat kegiatan bimbingan agama ?
PEDOMAN WAWANCARA RESIDEN
1. NAMA
2. TEMPAT/TGL LAHIR
3. USIA SAAT MENGENAL NAPZA
4. JENIS NAPZA YANG DIKONSUMSI
5. MASA REHABILITASI
PEDOMAN WAWANCARA RESIDEN
1. Apa yang anda ketahui tentang pembimbing agama?
2. Apa pendapat anda tentang pembimbing agama?
3. Bagaimana kemampuan pembimbing agama disini?
4. Menurut anda, apakah pembimbing agama telah menguasai tugas
dan fungsinya?
5. Kegiatan apa saja dalam bimbingan agama yang diberikan oleh
pembimbing agama?
6. Adakah kegiatan yang paling disukai? Dan apa yang menarik
dalam kegiatan tersebut?
7. Apa yang anda rasakan setelah melaksanakan kegiatan bimbingan
agama?
8. Seperti apa bentuk kepedulian yang diberikan oleh pembimbing
agama?
YASINAN, TAHLILLAN, MUHADOROH DAN RELIGIOUS
CLASS
a) Bisakah anda menceritakan apa yang dimaksud dengan ?
b) Kapan dilakukan?
c) Dimana bimbingan agama dilakukan?
d) Mengapa dilakukan?
e) Bagaimana alur pelaksanaan program?
Wawancara dengan pembimbing agama islam Ustadz Lutfi dan Ustadz
Asep
Wawancara dengan pembimbing agama islam Ustadz Dayat
Wawancara dengan pembimbing agama islam Ustadz Asep
Wawancara dengan pembimbing agama islam Ustadz Lutfi
Kegiatan PHBI di BRSKPN Galih Pakuan
Bersama dengan residen re-entry BRSKPN Galih Pakuan
Kegiatan PHBI di acara milad BRSKPN Galih Pakuan ke 24
Kegiatan PHBI di acara milad BRSKPN Galih Pakuan ke 24
Kegiatan Bimbingan Agama Islam
Kegiatan Bimbingan
Agama Islam