peranan akuntansi syariah terhadap pembiayaan mudharabah di bank muamalat indonesia
TRANSCRIPT
PERANAN AKUNTANSI SYARIAH TERHADAP PEMBIAYAAN
MUDHARABAH DI BANK MUAMALAT INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Akademika Dan Melengkapi
Sebagian Dari Syarat – syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan
Akuntansi
Oleh
NUR SYAHBANI
2011420015
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS DARMA PERSADA
JAKARTA
2015
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
NIM : 2011420015, Judul Skripsi : PERANAN AKUNTANSI SYARIAH TERHADAP PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK MUAMALAT INDONESIA, Jumlah Hal : xi + 79 Hal, Kata Kunci : Perananan Akuntansi Syariah, Pembiayaan Mudharabah. Penelitian ini membahas tentang pembiayaan mudharabah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripstif kualitatif. Tujuan dari pembiayaan mudharabah ini yaitu salah satu produk pembiayaan di Bank Syariah sebagai instrumen ekonomi Islam berdasarkan bagi hasil, dimana di mudharabah posisi akurat dipahami sebagai pengganti bunga sehingga dapat dilaksanakan oleh lembaga keuangan Syraiah. Dalam mudharabah kesepakatan atau bagi hasil keuntungan terdapat pada PSAK 105 tentang akuntansi mudharabah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan Syariah akuntansi dalam bagi hasil pembiayaan mudharabah yang dilakukan oleh Bank Muamalat telah sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan dan telah dilakukan dengan hasil yang baik dari segi sistem pencatatanya. Hal ini dapat dilihat dari pencatatan transaksi yang dicatat oleh PT. Bank Muamalat Indonesia, pengakuan, pengukuran, penyajian serta pengungkapan pembiayaan mudharabah di Bank Muamalat Indonesia sesuai dengan PSAK 105 tentang akuntansi mudharabah. Daftar Acuan : (2004-2014)
Jakarta, Agustus 2015
Nur syahbani
vi
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmanirraahiim
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan kuasa-Nya yang telah diberikan kepada penulis, baik
berupa kesehatan jasmani dan rohani sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini, skripsi yang berjudul “PERANAN AKUNTANSI SYARIAH
TERHADAP PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK MUAMALAT
INDONESIA, yang merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Darma
Persada Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
tidak terhingga kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, sehingga
memungkinkan skripsi ini terwujud. Dengan kerendahan hati penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak, Mama, Kakak, Adik Kecilku dan Saudara-saudaraku untuk doa,
restu, kasih sayang, perhatian, kesabaran dan dukungan yang mereka
berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Ahmad Basid Hasibuan, SE, M.Si selaku Ketua Jurusan
Akuntansi Universitas Darma Persada dan selaku Dosen Pembimbing
bagi penulis yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
vii
3. Muamalat Institute yang telah memberikan izin dan fasilitas pelayanan
yang baik selama penulis skripsi.
Penulis menyadaribahwa skripsi ini masih jauh dari sempurnadan
mempunyai banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga
skripsi ini dapat diterima dan memberikan manfaat bagi kita semua khususnya
bagi penulis sendiri maupun bagi pihak lain yang membutukan.
Jakarta, Agustus 2015
Nur syahbani
viii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL SKRIPSI ............................................................................ i
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................ iv
ABSTRAK ....................................................................................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................ 7
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................ 7
1.3.1. Tujuan Penelitian ................................................... 7
1.3.2. Manfaat Penelitian ................................................. 8
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pelaporan Keuangan Syariah ............................................. 9
2.2 Unsur-unsur Laporan Keuangan ........................................ 10
2.3 Pengakuan dan Pengukuran Unsur-unsur Laporan Keuangan .. 14
2.4 Tinjauan Syariah ............................................................. 15
2.5 Pembiayaan Mudharabah ................................................. 21
2.6 Pengakuan dan Pengukuran Pembiayaan Mudharabah ...... 34
2.7 Berakhirnya Akad Mudharabah .......................................... 37
2.8 Perlakuan Akuntansi Mudharabah ..................................... 37
2.9 Standar Akuntansi ............................................................... 47
2.10 Kerangka Pemikiran ..................................................... 51
ix
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian .............................................................. 53
3.2 Jenis Data ......................................................................... 53
3.3 Pengumpulan Data ........................................................... 53
3.4 Metode Analisis Data ....................................................... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian .............................................. 55
4.2 Kebijakan Pembiayaan Mudharabah PT Bank Muamalat .......... 59
4.3 Hasil Penelitian ........................................................................... 61
4.4 Pembahasan ................................................................................ 63
4.4.1 Evaluasi atas Perhitungan Bagi Hasil dalam Pembiayaan
Mudharabah ........................................................... 64
4.4.2 Pengakuan dan Pengukuran yang dilaksanakan di Bank
Muamalat terhadap Pembiayaan Mudharabah .............. 67
4.4.3 Pencatatan Akuntansi Mudharabah ................................ 68
4.4.4 Analisa Pembahasan Bagi Hasil dalam Pembiayaan Mudharabah
di Bank Muamalat Indonesia .................................. 76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ...................................................................... 78
5.2 Saran ................................................................................ 78
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
TABEL Judul Hal.
1 Perbedaan Bank Konvensional dengan Bank Syariah ...... 18
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR Judul Hal.
1 Skema Mudharabah ........................................................ 23
2 Kerangka Pemikiran ........................................................ 51
3 Struktur Organisasi Bank Muamalat Indonesia ................ 59
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam perkembangannya sistem ekonomi serta sistem yang menopangnya
(antara lain Akuntansi) baru kajian Ekonomi Islam dan Akuntansi Islam yang
lebih terdepan dalam pengkajian ilmiahnya. seiring dengan berjalannya waktu
perkembangan syariah terus mengalami perubahan, namun dengan perubahan
tersebut tidak menjadikan masyarakat yang sudah beralih menggunakan bank
syariah bepindah ke bank lain. Dalam hal ini Bank Syariah jelas sangat bersaing
dengan bank konvensional dikarenakan bank syariah sendiri memiliki produk-
produk yang unik dan sehingga tidak dapat di tiru dengan oleh Bank
Konvensional. Keunngulan di bank syariah itu sendiri memiliki segmen pasar
yang jelas dan loyalis yang tidak di dapat di miliki oleh bank konvensional,
ternyata keunggulan komperatif dalam bank syariah tersebut tidak mampu
menjadikan bank syariah unggul dengan bank konvensional. Itu terjadi karena
bank syariah belum berhasil bersaing dengan bank konvensional, sehingga yang
muncul pertanyaan dari mata konsumen adalah bahwa bank syariah lebih mahal
dibandingkan dengan bank konvensional.
Sebagai gambaran ekonomi Islam mulai tersosialisasi sejak berdirinya
Bank Muamalat Indoenesia pada tahun 1992, dan Konfrensi Internasional
Ekonomi Islam pertama di Indonesia baru di selenggarakan pada tahun 2005.
Setelah itu berbagai seminar dan konfrensi ekonomi Islam mulai marak di
2
selenggarakan di Indonesia. Bahkan Indonesia mampu mengembangkan varian
tersendiri yang turut memperkaya berbagai kegiatan awal perkembangan Ilmu
Ekonomi Islam di jaman yang sangat modern ini.
Pada awal pendirian Bank Muamalat Indonesia, keberadaan bank syariah
ini belum mendapat perhatian yang optimal dalam tatanan industri perbankan
nasional. Landasan hukum operasi bank yang menggunakan sistem syariah ini
hanya di kategorikan sebagai “Bank Dengan Sistem Bagi Hasil” tidak terdapat
rincian landasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan. Hal
ini sangat jelas tercermin dari undang-undang No.7 tahun 1992 dimana
pembahasan perbankan dengan sistem bagi hasil diuraikan hanya sepintas lalu dan
merupakan sisipan belaka.
Upaya mendorong pengembangan bank Syariah dilaksanakan dengan
memperhatikan bahwa sebagian masyarakat Muslim Indonesia pada saat ini
menantikan suatu sistem perbankan syariah yang sehat dan terpercaya untuk
mengakomodasi kebutuhan mereka terhadap pelayanan jasa perbankan yang
sesuai dengan prinsip syariah. Pengembangan perbankan syariah juga ditujukan
untuk mobilisasi dana masyarakat yang selama ini belum terlayani oleh sistem
perbankan konvensional. Selain itu, sejalan dengan upaya-upaya restrukturisasi
perbankan, pengembangan bank syariah merupakan suatu alternatif sistem
pelayanan jasa bank dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya.
Kemudian dalam catatan kakinya, “muamalah” di artikan sebagai
kegiatan berjual-beli, berutang-piutang, sewa-menyewa, dan sebagainya.
Berutang-piutang tentu mempunyai pengertian yang luas dalam bisnis. Pendirian
3
perusahaan oleh pemilik modal menyangkut utang-piutang antara dia dengan
manajemennya. Pengelolaan harta pemilik modal oleh manajemen merupakan
hubungan kerja sama, utang-piutang. Hubungan transaksi dagang maupun bentuk
bisnis lainnya selalu mempunyai konteks utang-piutang. Pinjaman kepada
lembaga keuangan mempunyai hubungan utang-piutang. Oleh karena itu setiap
lembaga perusahaan sarat dengan kegiatan muamalah sebagaimana yang telah
dimaksudkan. Dengan demikian dapat di pastikan bahwa pemeliharaan akuntansi
wajib hukumnya dalam suatu perusahaan bahkan juga pribadi.
Perkembangan perbankan syariah ini tentunya juga harus didukung oleh
sumber daya insani yang memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Namun, realitas yang ada menunjukkan bahwa masih banyak sumber daya insani
yang selama ini terlibat di institusi syariah tidak memiliki pengalaman akademis
maupun praktis dalam Islamic Banking. Tentunya kondisi ini cukup signifikan
memengaruhi produktivitas dan profesionalisme perbankan syariah itu sendiri.
Inilah yang memang harus mendapatkan perhatian dari kita semua, yakni
mencetak sumber daya insani yang mampu mengamalkan ekonomi syariah
disemua lini karena sistem yang baik tidak mungkin dapat berjalan bila tidak
didukung oleh sumber daya insani yang baik pula. Praktik-praktik fungsi
perbankan ini tentunya berkembang secara berangsur-angsur dan mengalami
kemajuan dan kemunduran di masa-masa tertentu, seiring dengan naik turunnya
peradaban ummat muslim. Berbagai macam produk yang di tawarkan seperti
Tabungan, Giro, Deposito, Pembiyaan, Penghimpun Dana, dan Penyalur Dana.
Menurut (Salman,2012) penyaluran kredit terbagi menjadi dua yaitu:
4
Mudharabah dan Musyarakah. Menurut PSAK 105 Mudharabah adalah akad
kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana)
menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak
selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan,
sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana. Sementara itu
pengertian musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan.
Akuntansi pemilik dana, pembiayaan mudharabah invsestasi mudharabah
dalam bentuk kas diukur dengan sebesar jumlah yang dibayarkan. Dana
mudharabah diakui sebagai “Investasi Mudharabah” pada saat pembayaran kas
atau penyerahan aset nonkas kepada pengelola dana. (PSAK 105 Paragragf 12)
Dalam penelitian ini penulis akan membahas Pembiayaan Mudharabah
dimana pembiayaan mudharabah merupakan salah satu produk pembiayaan bank
Syariah sebagai instrumen perekonomian dalam Islam berdasarkan bagi hasil,
dimana pada posisi mudharabah secara tepat dipahami sebagai salah satu
instrumen pengganti dari sistem bunga serta dapat diterapkan oleh lembaga
keuangan syariah (Muhammad,2010). Berbicara mengenai mudharabah, seperti
yang sudah dibahas sebelumnya adanya kecenderungan terjadinya masalah
keagenan, yaitu bank selaku investor dan nasabah selaku peminjam dana
mengutamakan kepentingan masing-masing. Permasalahan ini dipengaruhi oleh
ketiadaan transparansi antara kedua belah pihak tersebut. Adanya transparansi
5
dibutuhkan agar profit sharing sesuai dengan kesepakatan, hal ini menyebabkan
dibutuhkan laporan keuangan yang jelas sebagai alat untuk menunjang
transparansi tersebut. Laporan keuangan yang baik tentunya membutuhkan sistem
akuntansi yang baik pula. Di dalam akad mudharabah sesuai dengan PSAK 105,
penyesuaian perlakuan akuntansi ada dua yaitu Akuntansi untuk pemilik dana dan
Akuntansi untuk pengelola dana yang meliputi pengakuan dana mudharabah,
pengukuran investasi mudharabah penurunan nilai investasi mudharabah,
kerugian, hasil usaha, akad mudharabah berakhir, penyajian dan pengungkapan.
Penyesuaian perlakuan akuntansi sangatlah penting dalam menentukan pembagian
persentase/ nisbah untuk nasabah khususnya tabungan mudharabah.
Akuntansi juga merupakan upaya untuk menjaga terciptanya keadilan
dalam masyarakat dan dalam entitas atau organisasi dengan semua stakeholdernya.
Karena akuntansi memelihara catatan sebagai accountability dan menjamin
akurasinya. Pentingnya keadilan ini dapat dilihat dari Al-Qur’an surat Al-Hadis
ayat 24 sebagai berikut :
“Sesungguhnya kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa
bukti yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan Neraca
(keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan”.
Dalam Al-Qur’an surat As-Syuraa’ ayat 182-183 sebagai berikut :
“Sempurnakanlah takaran dan jangan lah kamu termasuk orang-orang
yang merugikan. Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah
kamu merugikan manusia pad hak-haknya dan janganlah kamu merajalela
dimuka bumi dengan membuat kerusakan”.
6
Kegiatan utama bank syariah adalah pembiayaan. Pembiayaan merupakan
salah satu komponen aset atau aktiva produktif bagi bank yang umumnya sangat
dominan dalam neraca bank sehingga berpengaruh terhadap kelangsungan usaha
bank. Mengingat bank syariah tidak memperbolehkan bunga. Bank syariah harus
berhati-hati dalam penentuan pengakuan pendapatan bagi hasil. pendapatan bagi
hasil ini diperoleh dari pembiayaan-pembiayaan yang diberikan bank kepada
nasabahnya. termasuk dalam hal ini, pembiayaan mudharabah. Pembiayaan
mudharabah yaitu akad kerja sama usaha antara pemilik dana dan pengelola dana
untuk melakukan kegiatan usaha, laba dibagi atas dasar nisbah bagi hasil menurut
kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan terjadi kerugian ditanggung oleh si
pemilik dana.
Berdasarkan hasil penelitan Evita (2014) perlakuan akuntansi yang
meliputi pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan pada PT Bank
Muamalat telah sesuai dengan standar PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah
untuk setiap catatan dan transaksinya.
Berdasarkan hasil penelitian Aziq (2013) menyatakan bahwa penyajian,
pengakuan terhadap investasi mudharabah telah melaksanakan sesuai dengan
peraturan yang ada. Berdasarkan uraian penjelasan diatas, maka penulis tertarik
dengan judul “PERANAN AKUNTANSI SYARIAH TERHADAP
PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK MUAMALAT INDONESIA”.
7
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah pencatatan akuntansi syariah dalam transaksi mudharabah
telah sesuai dengan PSAK 105 ?
2. Apakah transaksi mudharabah dalam proses bagi hasil telah sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Bank Muamalat Indonesia ?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitan
1. Evaluasi terhadap pencatatan akuntansi syariah dalam transaksi
mudharabah telah sesuai dengan PSAK 105 di Bank Muamalat
Indonesia.
2. Evaluasi terhadap transaksi mudharabah dalam proses bagi hasil telah
sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan Syariah Islam pada
Bank Muamalat Indonesia.
1.3.2. Manfaat Penelitian
a. Teoritis
1. Dapat menambah wawasan dalam memahami akuntansi khususnya
dalam pembiayaan mudharabah baik secara teori maupun praktek
di lapangan.
2. Sebagai salah satu sumber acuan untuk penelitian tentang
pembiayaan mudharabah di masa mendatang.
8
b. Praktis
1. Sebagai bahan masukan untuk Bank Muamalat dan instansi yang
terkait dalam pembiayaan mudharabah di masa yang akan datang.
2. Sebagai sumber evaluasi untuk Bank Muamalat dalam pembiayaan
mudharabah.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pelaporan Keuangan Syariah
Dalam hal ini pelaporan keuangan syariah dengan pelaporan bank
konvensional sangatlah berbeda, dimana setiap bagiannya terdapat perbedaan.
Terdapat dua asumsi dasar penyusunan laporan keuangan entitas syariah, yaitu :
(Salman, 2012)
a. Dasar Akrual
Untuk mencapai tujuannya , laporan keuangan disusun atas dasar akrual.
Dengan dasar akrual, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat
kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) serta di
ungkapkan dalam catatan akuntansi dan di laporkan dalam laporan keuangan
pada periode yang bersangkutan. Laporan keuangan yang disusun atas dasar
akrual memberikan informasi kepada pemakai, tidak hanya transaksi masa lalu
yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas, tetapi juga kewajiban
pembayaran kas di masa depan serta sumber daya yang merepresentasikan kas
yang akan diterima di masa depan. Akan tetapi, perhitungan pendapatan untuk
tujuan pembagian hasil usaha tidaklah menggunakan dasar akrual, melainkan
penggunaan dasar kas. Dalam pembagian hasil usaha, pendapatan atau hasil
usaha yang dimaksud adalah laba bruto.
10
b. Kelangsungan Usaha
Laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha
entitas syariah dan akan melanjutkan usahanya dimasa depan. Oleh karena itu,
entitas syariah diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau
mengurangi secara material skala usahanya.
2.2 Unsur-unsur Laporan Keuangan
Sesuai dengan karakteristiknya, laporan keuangan entitas syariah antara lain
meliputi komponen-komponen berikut ini : (Salman, 2012)
a. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial.
Komponen ini meliputi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, laporan
arus kas, dan laporan perubahan ekiutas.
b. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan sosial. Komponen
ini meliputi laporan sumber dan penggunaan dana zakat serta laporan sumber
dan pengguna dana kebajikan.
c. Komponen laporan keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan
tanggung jawab khusus entitas syariah tersebut.
Di antara berbagai laporan keuangan tersebut, laporan posisi keuangan dan
laporan laba rugi merupakan dua laporan keuangan utama. Laporan keuangan lain
seperti laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, laporan sumber dan
penggunaan dana zakat, serta laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan
oleh perubahan yang terdapat pada kedua laporan keuangan utama.
11
1. Laporan Keuangan
Laporan posisi keuangan atau neraca menggambarkan dampak keuangan
dari transaksi dan peristiwa lain yang diklasifikasikan dalam beberapa kelompok
besar menurut karakteristiknya ekonomi. Unsur yang berkaitan langsung dengan
pengukuran posisi keuangan adalah :
a. Aset yaitu sumber daya yanng dikuasai oleh entitas syariah sebagai akibat
dari peristiwa masa lalu dan memiliki manfaat ekonomi masa depan bagi
entitas syariah. Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset dapat
mengalir ke dalam entitas syariah dengan berbagai cara, misalnya digunakan
sendiri maupun bersama aset lain dalam produksi baranng dan jasa yang
dijual oleh entitas syariah, dipertukarkan dengan aset lain yang diperlukan,
digunakan untuk menyelesaikan kewajiban, atau dibagikan kepada para
pemilik entitas syariah.
b. Kewajiban yaitu utang entitas syariah masa kini yang timbul dari peristiwa
masa lalu, yang penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari
sumber daya entitas syariah yang mengandung manfaat ekonomi.
Penyelesaiann kewajiban yang ada sekarang dapat dilakukan dengan berbagai
cara antara lain, pembayaran kas, penyerahan aset lain, pemberian jasa,
penggantian kewajiban tersebut dengan kewajiban lain. Kewajiban juga dapat
dihapuskan dengan cara lain, seperti kreditur membebaskan atau
membatalkannya haknya.
c. Dana syirkah temporer yaitu dana yang diterima sebagai investasi dengan
jangka waktu tertentu dari individu dan pihak lainnya, yang mana entitas
12
syariah mempunyai hak untuk mengelola dan menginvestasikan dan tersebut
dengan pembagian hasil investasi berdasarkan kesepakatan.
d. Ekuitas yaitu hak residual atas aset entitas syariah setelah dikurang semua
kewajiban dan dana syirkah temporer. Ekuitas dapat berupa setoran modal
oleh para penanam saham, saldo laba, dan penyisihan saldo laba.
2. Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi merupakan ukuran kinerja entitas syariah yang juga
merupakan dasar bagi ukuran yang lain seperti imbalan investasi atau penghasilan
per saham. Unsur yang berkaitan langsung dengan laba adalah penghasilan, beban,
dan hak pihak ketiga atas bagi hasil ditambah dengan unsur zakat yang menurut
pandangan penuls relevan untuk dimasukkan sebagai unsur yang keempat.
3. Laporan Perubahan Ekuitas
Perubahan ekuitas entitas syariah menggambarkan peningkatan atau
penurunan aset bersih atau kekayaan selama periode bersangkutan. Suatu entitas
syariah harus menyajikan laporan perubahan ekuitas sebagai komponen utama
laporan keuangan. Laporan perubahan ekuitas harus menunjukkan hal-hal sebagai
berikut :
a. Laba atau rugi bersih periode yang bersangkutan.
b. Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian beserta
jumlahnya yang berdasarkan PSAK terkait diakui secara langsung dalam
ekuitas.
c. Pengaruh kumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan perbaikan
terhadap kesalahan mendasar sebagaimana diatur dalam PSAK terkait.
13
d. Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik.
e. Saldo akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode serta
perubahannya.
f. Rekonsiliasi antara nilai tercatat dari masing-masing jenis modal saham, agis,
serta cadangannya pada awal dan akhir periode yang mengungkapkan secara
terpisah setiap perubahan.
4. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas disusun berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan dalam
PSAK tersebut.
5. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat
Laporan sumber dan penggunaan dana zakat merupakan salah satu komponen
utama laporan keuangan yang harus disajikan oleh entitas syariah. Unsur dasar
laporan sumber dan penggunaan dana zaakt meliputi sumber dana, penggunanaan
dana selama suatu jangka waktu, serta saldo dan zakat yang menunjukkan dana
zakat yang belum disalurkan pada tanggal tertentu. Secara khusus, laporan ini
menunjukkan hal-hal sebagai berikut :
a. Dana zakat yang berasal dari wajib zakat (muzakki).
b. Penggunaan zakat melalui lembaga amil zakat.
c. Kenaikan dan penurunan zakat.
6. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan
Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan menunjukkan hal-hal
sebagai berikut.
a. Sumber dana kebajikan yang berasal dari penerimaan.
14
b. Penggunaan dana kebajikan.
Penerimaan dana kebajikan oleh entitas syariah diakui sebagai kewajiban
paling liquid dan diakui sebagai pengurang kewajiban ketika disalurkan.
Penerimaan non-halal adalah semua penerimaan dari kegiatan yang tidak sesuai
dengan prinsip syariah, antara lain penerimaan jasa giro atau bunga yang berasal
dari bank umum konvensional. Penerimaan non-halal pada umumnya terjadi
dalam kondisi darurat atau kondisi yang tida diinginkan oleh entitas syariah
karena secara prinsip dilarang oleh syariah.
2.3 Pengakuan dan Pengukuran Unsur-Unsur Laporan Keuangan
Pengakuan unsur laporan keuangan merupakan proses pembentukan pos yang
akan memenuhi definisi unsur serta kinerja pengakuan dalam neraca atau laporan
laba rugi. Pengakuan dilakukan dengan menyatakan pos tersebut baik dalam kata-
kata maupun dalam jumlah uang dan mencantumkannya ke neraca atau laporan
laba tugi. Pos yang memenuhi kriteria tersebut harus diakui dalam neraca atau
laporan laba rugi. Pos yang memenuhi suatu unsur harus diakui jika ada
kemungkina bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan pos tersebut akan
mengalir dari atau ke dalam entitas syariah dan pos tersebut mempunyai nilai atau
biaya yang dapat dikur secara andal (Salman, 2012).
Pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan
memasukkan setiap unsur laporan keuangan dalam neraca dan laporan laba rugi.
Proses ini menyangkut pemilihan dasar pengukuran tertentu dari tiga alternatif,
yaitu biaya historis, biaya kini, dan nilai realisasi. Dasar pengukuran yang umum
digunakan entitas syariah dalm penyusunan laporan keuangan adalah biaya
15
historis. Akan tetapi dalam kondisi tertentu, dasar ini dikombinasikan dengan
dasar pengukuran yang lain, seperti pada penilaian persediaan yang dinyatakan
sebesar nilai aset tertentu berdasarkan nilai wajar.
Penggunaan sistem akuntansi syariah jelas merupakan manifestasi dari
pelaksanaan perintah itu karena sistem akuntansi dapat menjaga agar aset yang
dikelola terjaga accountability-nya sehingga tidak ada pihak terafilasi yang di
rugikan, jujur, adil dan kepada yang berhak akan di berikan sesuai haknya. Upaya
untuk mencapai keadilan, baik dalam pelaksanaan utang-piutang maupun dalam
hubungan kerja sama sebagai pihak seperti dalam persekutuan, musyarakah,
mudharabah memerlukan sarana pencatatan yang menjaga agar satu sama lain
saling yakin dan tidak di rugikan sebagaimana yang disebutkan. Dari usul fiqih
disebutkan untuk mencapai sesuatu yang diwajibkan, sarana untuk mencapainya
pun menjadi wajib. “Mala yummitul wajibu ila bihi fahua wajibun”. Jika untuk
melaksanakan sesuatu yang hukumnya wajib harus dengan dia, dia itu pun
menjadi wajib. Oleh karena itu, dapat disebutkan memelihara pencatatan baik
sebagai informasi, untuk penyaksian, untuk pertanggungjawaban, untuk
pemeliharaan hak, atau untuk keadilan, hukumnya termasuk menjadi wajib.
2.4 Tinjauan Syariah
Syariah adalah kata bahasa arab yang secara harfiahnya berarti jalan yang
ditempuh atau garis yang mestinya dilalui. Secara terminologi, definisi syariah
adalah peraturan-peraturan dan hukum yang telah digariskan oleh Allah, atau telah
digariskan pokok-pokoknya dan dibebankan kepada kaum muslimin supaya
16
mematuhinya, supaya syariah ini diambil oleh orang Islam sebagai penghubung di
antaranya dengan Allah dan diantaranya dengan manusia. (Karim, 2010).
2.4.1 Tujuan Bank Syariah
Sasaran utama pendirian bank Islam adalah untuk menyebarkan
kemakmuran ekonomi dalam struktur Islam dengan mempromosikan dan
mengembangkan prinsip Syariah Islam dalam area bisnis, Bank syariah
mempunyai beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut (Rivai, 2010):
1. Menawarkan Jasa Keuangan: aturan dan hukum dari bank Islam dengan
tepat menerapkan prinsip syariah Islam untuk transaksi keuangan, dimana
riba (bunga) dan gharar (spekulasi/ketidakpastian/tipuan) diidentifikasi
sebagai sesuatu yang haram dan tidak Islami. Pendorong utamanya adalah
kearah keuangan yang berbagi keuntungan dan risiko dan fokus pada
kegiatan-kegiatan yang halal. Fokusnya adalah menawarkan transaksi
perbankan yang melekat pada prinsip syariah dan menolak transaksi yang
berdasarkan bunga.
2. Menjaga stabilitas nilai uang: Islam mengakui uang sebagai alat tukar dan
bukan sebagai komoditi, dimana harga dapat digunakan. Jadi, system tanpa
bunga membawa ke stabilitas dalam nilai uang sehingga bisa menjadi alat
tukar yang dapat dipercaya dan unit transaksi.
3. Pengembangan ekonomi: Bank Syariah mengembangkan ekonomi melalui
fasilitas seperti musyarakah, mudharabah, dll, dengan prinsip pembagian
keuntungan dan kerugian yang khusus. Hal ini membangun relasi yang
langsung dan dekat antara hasil investasi bank dan keberhasilan operasi dari
17
bisnis oleh pengusaha, dimana akan berdampak pada perkembangan
ekonomi suatu Negara.
4. Alokasi sumber daya yang optimum: bank syariah optimis dalam
mengalokasikan sumber dana melalui investasi dari sumber keuangan ke
proyek-proyek yang diyakini sangat menguntungkan, diizinkan agama dan
memberikan keuntungan secara ekonomi.
5. Pendekatan yang optimis: prinsip pembagian keuntungan mendorong bank
untuk memilih proyek-proyek dengan keuntungan yang jangka panjang dari
pada keuntungan jangka pendek. Hal ini memimpin bank untuk mempelajari
terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam suatu proyek yang aman baik bagi
bank dan investor. Hasil yang tinggi diperoleh kemudian didistribusikan ke
shareholder yang memberikan keuntungan social dan membawa
kemakmuran secara ekonomi.
6. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank non-
syariah. Modal merupakan salah satu faktor penting dalam rangka
pengembangan usaha bisnis dan menampung risiko kerugian. Besarnya
modal suatu bank akan berpengaruh pada kemampuan suatu bank secara
efisien menjalankan kegiatannya, dan dapat mempengaruhi tingkat
kepercayaan masyarakat (khususnya untuk masyarakat peminjam) terhadap
kinerja bank. Kepercayaan masyarakat akan terlihat dari besarnya dana giro,
deposito, dan tabungan yang melebihi jumlah setoran modal dari para
pemegang sahamnya.
18
2.4.2 Perbedaan Bank Konvensional dengan Bank Syariah
Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki
persamaan terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer,
teknologi komputer yang digunakan. Syarat-syarat umum memperoleh
pembiayaan dan sebagainya. Akan tetapi perbedaan bank syariah adalah bank
yang berasaskan kemitraan, keadilan, transparansi, universal dan melakukan
kegiatan berdasarkan prinsip syariah.
Perbedaan bank syariah dengan bank konvensional secara umum adalah
sebagai berikut :
Tabel 2.4
Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah
(Sumber: M. Syafi’I Antonio)
Dari perbedaan-perbedaan diatas, hal yang paling mendasar yang
membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah dalam
No Bank Syariah Bank Konvensional
1 Melakukan hanya investasi yang halal
menurut hukum Islam
Melakukan investasi baik yang halal atau
haram menurut hukum Islam
2 Memakai prinsip bagi hasil, jual-beli, dan
sewa
Memakai perangkat suku bunga
3 Berorientasi keuntungan dan falah
(kebahagiaan dunia dan akhirat sesuai ajaran
Islam)
Berorientasi keuntungan
4 Hubungan dengan nasabah dalam bentuk
kemitraan
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk
kreditur-debitur
5 Penghimpunan dan penyaluran dana sesuai
fatwa Dewan Pengawas Syariah
Penghimpunan dan penyaluran dana tidak
diatur oleh dewan sejenis
6 Adanya dewan pengawas syariah
19
manajemen keuangan, yaitu konsep bagi hasil yang merupakan sebuah solusi
dari sistem bunga yang selama ini diterapkan pada bank-bank konvensional.
Dengan tegas bank syariah menolak konsep bunga karena menurut Fiqih Islam
konsep bunga termasuk riba, sedangkan riba itu hukumnya haram.
2.4.3 Fungsi Bank Syariah
Ikatan Akuntan Indonesia di dalam Pedoman Akuntansi Perbankan
Syariah Indonesia (2003) menjelaskan bahwa fungsi bank syariah sebagai :
1. Manager Investasi
Bank syariah dapat mengelola investasi atas dana nasabah dengan
menggunakan akad Mudharabah sebagai agen investasi.
2. Investor
Bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana
nasabah yang dipercayakan kepadanya dengan menggunakan alat investasi
yang sesuai dengan syariah. Keuntungan yang diperoleh dibagi secara
proporsional sesuai nisbah yang disepakati antara bank dan pemilik dana.
3. Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran
Bank syariah dapat melakukan kegiatan jasa-jasa layanan perbankan
seperti bank non-syariah sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah.
d. Pengembang fungsi social
Bank syariah dapat memberikan pelayanan sosial dalam bentuk
pengelolaan dana zakat, infaq, shadaqah dan pinjaman kebajikan (qardhul
hasan) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
20
2.4.4 Produk Bank Syariah
Menurut Antonio (2001) Produk penyaluran dana di bank Syariah dapat
dikembangkan dengna tiga model, yaitu :
1. Prinsip jual beli, dalam pembiayaan dalam prinsip jual beli ini terbagi
menjadi tiga akad, yaitu :
a. Pembiayaan murabahah, adalah akad jual beli barang pada harga asal
dengan tambahan keuntungan yang disepakati.
b. Pembiayaan salam, yaitu akad pembelian barang yang diserahkan
dikemudian hari sementara pembayaran dilakukan dimuka.
c. Pembiayaan istishna (jual beli berdasarkan pesanan), yaitu akad jual beli
antara pembeli dan pembuat barang.
2. Prinsip sewa, prinsip sewa yang digunakan dalam pembiayaan dibagi dalam
dua jenis, yaitu :
a. Ijarah ialah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui
pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
atas barang itu sendiri.
b. Ijarah mutahia bit tamlik, yaitu akad sewa menyewa yang diakhiri
dengan pemindahan kepemilikan barang.
3. Prinsip bagi hasil dalam pembiayaan syariah pada umumnya dapat
dilakukan dalam dua cara, yaitu :
a. Pembiayaan musyarakah, adalah akad kerja sama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana atau amal dengan kesepakatan bahwa
21
keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.
b. Pembiayaan mudharabah, adalah akad kerjasama antara dua pihak
diamana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh (100%)
modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
2.4.5 Sumber Dana Bank Syariah
Adapun sumber dana yang diperoleh dari bank Syariah adalah sebagai
berikut :
1. Modal inti (core capital) adalah modal yang berasal dari para pemilik
bank, yang terdiri dari modal yang disetor oleh para pemegang saham,
sadangan dan laba ditahan.
2. Kuasi ekuitas (mudharabah account) adalah dana-dana yang tercatat
dalam rekening-rekening bagi hasil.
3. Titipan (wadiah) adalah simpanan tanpa imbalan.
2.5 Pembiayaan Mudharabah
1. Definisi Mudharabah
Pembiayaan mudharabah dapat diartikan sebagai bentuk kerja sama antara
dua atau lebih pihak dimana pemilik modal mempercayakan sejumlah modal
kepada pengelola dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini
menegaskan kerja sama dalam panduan kontribusi 100% modal kas pemilik
modal dan keahlian dari pengelola dana. (Karim, 2005).
Secara teknis mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara pemilik
dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha, laba dibagi atas
22
nisbah bagi hasil menurut kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan terjadi
kerugian akan ditanggung oleh si pemilik dana.
Akad mudharabah merupakan suatu transaksi pendanaan atau investasi
yang berdasarkan kepercayaan, yaitu kepercayaan dari pemilik dana ke
pengelola dana. Mudharabah dalam istilah bahasa inggris disebut trust financing.
Pemilik dana yang merupakan investor disebut beneficial ownership atau
sleeping partner, dan pengelola dana disebut managing trustee atau labor
partner. Kepercayaan ini penting dalam akad mudharabah karena pemilik dana
tidak boleh ikut campur dalam manajemen perusahaan atau proyek yang dibiayai
dengan pemilik dana tersebut, kecuali sebatas memberikan saran dan melakukan
pengawasan pada pengelola dana.
Dalam mudharabah, pemilik dana tidak boleh mensyaratkan sejumlah
tertentu untuk bagiannya karena dapat dipersamakan dengan riba yaitu meminta
kelebihan atau imbalan tanpa ada faktor penyeimbang yang diperbolehkan
syariah.
Mudharabah berasal dari kata adharby fi ardhi yaitu berpergian untuk
urusan dagang. Di sebut juga sebagai qiradh yang berasal dari kata alqardu yang
berarti potongan, karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk di
perdagangkan dan memperoleh secara bagian keuntungan. Secara teknis
Mudharabah adalah kerja sama usaha antara pemilik dana dengna pengelola
dana untuk melakukan suatu kegiatan usaha. Laba dibagi atas dasar nisbah (bagi
hasil) menurut kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan bila terjadi kerugian
23
akan ditanggung oleh si pemilik dana kecuali disebabkan oleh miscounduct,
negelince, atau violation oleh pengelola dana. (Salman, 2012)
PSAK 105 paragraf 18 memberikan beberapa contoh bentuk kelalaian
pengelola dana, yatitu : persyaratan yang di tentukan di dalam akad tidak di
penuhi, tidak terdapat kondisi di luar kemampuan yang lazim dan atau yang
telah ditentukan dalam akad, atau merupakan hasil keputusan dari institusi yang
berwenang.
Gambar 2.1. Skema Mudharabah
(Sumber : Salman,2012)
Keterangan :
1. Pemilik dana dan pengelola dana menyepakati akad mudharabah
2. Proyek usaha sesuai akad mudharabah dikelola pengelola dana
3. Proyek usaha menghasilkan laba atau rugi
4. Jika untung, dibagi sesuai nisbah
24
5. Jika rugi, ditanggung pemilik dana
2. Jenis Akad Mudharabah
Dalam PSAK 105 tentang akuntansi mudharabah, mudharabahdi
klasifikasikan ke dalam 3 jenis yaitu:
a. Mudharabah muthlaqah
yaitu jenis mudharabah dimana pemilik dananya memberikan kebebasan
kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya. Mudharabah ini di
sebut juga investasi tidak terikat. Jenis mudharabah ini tidak ditentukan masa
berlakunya. Namun kebebasan ini bukan kebebasan yang tak terbatas sama
sekali. Modal yang ditanamkan tetap tidak boleh di gunakan untuk membiayai
proyek atau investasi yang dilarang oleh Islam seperti untuk keperluan
spekulasi, perdagangan minuman keras dan lain-lain. Dalam mudharabah
muthlaqah, pengelola dana memiliki kewengan untuk melakukan apa saja
dalam pelaksanaan bisnis bagi keberhasilan tujuan mudharabah itu. Namun,
apabila ternyata pengelola dana melakukan kelalaian atau kecurangan, maka
pengelola dana harus bertanggung jawab konsekuensi-konsekuensi yang di
timbulkannya. Sedangkan apabila terjadi kerugian atas usaha itu, yang bukan
karena kelalaian dan kecurangan pengelola dana maka kerugian itu akan di
tanggung oleh pemilik dana.
b. Mudharabah Muqayyadah
yaitu Mudharabah di mana pemilik dana memberikan batasan kepada
pengelola dana antara lain mengenai dana, lokasi, cara atau objek investasi atau
sektor usaha. Misalnya, tidak mencampurkan dana yang dimiliki oleh pemilik
25
dana dengan dana lainnya, tidak menginvestasikan dananya pada transaksi
penjualan cicilan tanpa penjamin atau mengharuskan pengelola dana untuk
melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga (PSAK 105 Paragraf
07) Mudharabah jenis ini di sebut juga investasi terikat. Apabila pengelola
dana bertindak bertentangan dengan syarat-syarat yang di berikan oleh pemilik
dana, maka pengelola dana harus bertanggung jawab atas konsekuensi-
konsekuensi yang di timbulkannya, termasuk konsekuensi keuangan.
c. Mudharabah Musytarakah
yaitu mudhrabah di mana pengelola dana menyertakan modal atau dananya
dalam kerja sama investasi. Di awal kerja sama, akad yang di sepakati adalah
akad mudharabah dengan modal 100% dari pemilik dana, setelah berjalannya
operasi usaha dengan pertimbangan tertentu dan kesepakatan dengan pemilik
dana, pengelola dana ikut menanamkan modalnya dalam usaha tersebut jenis
mudharabah seperti ini disebut mudharabah musytarakah merupakan
perpaduan antara akad mudharabah dan akad musyarakah.
3. Dasar Syariah
Sumber Hukum Akad Mudharabah (Salman, 2012) Menurut Ijmak Ulama,
mudharabah hukumnya jaiz (boleh). Hal ini dapat di ambil dari kisah
Rasulullah yan pernah melakukan mudharabah dengan Siti Khadijah bertindak
sebagai pemilik dana dan Rasulullah sebagai pengelola dana. Lalu Rasulullah
membawa barang dagangannya ke negeri Syam. Dari kisah ini kita lihat akad
mudharabah telah terjadi pada masa Rasulullah sebelum diangkat menjadi
Rasul. Mudharabah telah dipraktikan secara luas oleh orang-orang sebelum
26
masa Islam dan beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW. Jenis bisnis ini
sangat bermanfaat dan sangat selaras dengan prinsip dasar ajaran syariah, oleh
karena itu masih tetap ada di dalam sistem Islam.
a. Al-Qur’an
“apabila telah di tunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi
dan carilah karunia Allah SWT”. (QS 62:10)
“... Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah
yanng di percayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah...” (QS 2:283)
b. As-Sunnah
Dari Shalih bin Suaib r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh,
muqaradhah (mudharabah), dan mencampuradukkan dengan tepung untuk
keperluan rumah bukan untuk di jual”. (HR. Ibnu Majah)
“Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah,
ia mensyaratkan kepada pengelola dananya agar tidak mengarungi lautan dan
tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu
di langgar, ia (pengelola dana) menanggung resikonya. Ketika persyaratan
yang ditetapkan Abbas di dengar Rasulullah SAW beliau membenarkannya”.
(HR. Thabrani dari Ibnu Abbas)
4. Rukun dan Ketentuan Syariah Akad Mudharabah
Rukun mudharabah ada empat, yaitu : (Salman, 2012)
27
a. Orang yang berakad, terdiri atas pemilik dana (shahibul maal) dan
pengelola dana (mudharib).
b. Objek Mudharabah, berupa : modal dan kerja.
c. Ijab Qabul / Serah Terima.
d. Nisbah Keuntungan.
Ketentuan syariah, adalah sebagai berikut :
1. Orang yang berakad
a. Pelaku harus cakap hukum dan baligh.
b. Pelaku akad mudharabah dapat dilakukan sesama atau dengan non
muslim.
c. Pemilik dana tidak boleh ikut campur dalam pengelolaan usaha hanya
saja ia boleh mengawasi.
2. Objek mudharabah (Modal dan Kerja)
Objek mudharabah merupakan konsekuensi logis dengan dilakukannyaa
akad mudharabah.
a. Modal:
1. Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang atau aset lainnya (dinilai
sebesar nilai wajar), harus jelas jumlah dan jenisnya.
2. Modal harus tunai dan tidak utang. Tanpa adanya setoran modal, berarti
pemilik dana tidak memberikan kontribusi apapun padahal pengelola dana
harus bekerja.
3. Modal harus di ketahui dengan jelas jumlahnya sehingga dapat dibedakan
dari keuntungan.
28
4. Pengelola dana tidak di perkenankan untuk memudharabahkan kembali
modal mudharabah, dan apabila terjadi maka di anggap terjadi
pelanggaran kecuali atas seizin pemillik dana.
5. Pengelola dana tidak di perbolehkan untuk meminjamkan modal kepada
orang lain dan apabila terjadi maka dianggap terjadi pelanggaran kecuali
atas seizin pemilik dana.
6. Pengelola dana memiliki kebebasan untuk mengatur modal menurut
kebijaksanaan dan pemikirannya sendiri, selama tidak dilarang syariah.
b. Kerja
1. Kontribusi pengelola dana dapat berbentuk keahlian, ketrampilan, selling
skill, management skill, dan lain-lain.
2. Kerja adalah hak pengelola dan dan tidak boleh di intervensi oleh pemilik
dana.
3. Pengelola dana harus menjalankan usaha sesuai dengan syariah.
4. Pengelola dana harus mematuhi semua ketetapan yang ada dalam kontrak.
5. Dalam hal ini pemilik dana tidak melakukan kewajiban atau melakukan
pelanggaran terhadap kesepakatan, pengelola dan sudah menerima modal
dan sudah bekerja maka pengelola dana berhak mendapatkan
imbalan/ganti rugi/upah.
3. Ijab Kabul
Yaitu pernyataan dan ekspresi saling rela di antara pihak-pihak pelaku akad
yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespodensi atau menggunakan
cara-cara komunikasi modern.
29
4. Nisbah Keuntungan
Yaitu besaran yang digunakan untuk pembagian keuntungan, mencerminkan
imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang bermudharabah atas
keuntungan yang diperoleh. Pengelola dana mendapatkan imbalan atas kerjanya,
sedangkan pemilik dana mendapat imbalan atas penyertaan modalnya. Nisbah
keuntungan harus diketahui dengan jelas oleh kedua belah pihak mengenai cara
pembagian keuntungan. Jika memang dalam akad tersebut tidak dijelaskan
masing-masing porsi, maka pembagiannya menjadi 50% dan 50%.
a. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
b. Pemilik dana tidak boleh meminta pembagian keuntungan dengan
menyatakan nilai nominal tertentu karena dapat menimbulkan riba.
Apabila terjadi kerugian ditanggung oleh pemilik dana kecuali ada kelalaian
atau pelanggaran kontrak oleh pengelola dana, cara menyelesaikannya adalah
sebagai berikut :
a. Diambil terlebih dahulu dari keuntungan karena keuntungan merupakan
pelindung modal.
b. Bila kerugian melebihi keuntungan, maka baru di ambil dari pokok modal.
Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan tentang Pembiayaan
Mudharabah sebagaimana tercantum dalam fatwa Dewan Syariah Nasional
nomor 07/DSN-MUI/VI/2000 tertanggal 14 April 2000 (Fatwa 2006) sebagai
berikut :
30
1. Ketentuan Pembiayaan
a. Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh bank
kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
b. Dalam pembiayaan ini bank sebagai shahibul maal (pemilik dana)
membiayai 100% kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha
(nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.
c. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana dan pembagian
keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (bank
dengan pengusaha).
d. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati
bersama dan bank tidak ikut serta dalam manajemen perusahaan atau
proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan.
e. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk
tunai dan bukan piutang.
f. Bank sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari
mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang
disengaja atau menyalahi perjanjian.
g. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan,
namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, bank dapat
meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya
dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran
terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
31
h. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan dan mekanisme pembagian
keuntungan diatur oleh bank.
i. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
j. Dalam hal penyandang dana bank tidak melakukan kewajiban atau
melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat
ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.
2. Rukun dan Syarat Pembiayaan
a. Penyedia dana (shahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap
hukum.
b. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad) dengan
memperhatikan hal-hal berikut:
1. Penawaran dan Penerimaan harus secara eksplisit menunjukan tujuan
kontrak (akad).
2. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
3. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespendesi, atau dengan
menggunakan cara komunikasi modern.
c. Modal ialah sejumlah uang atau asset yang diberikan oleh penyedia dana
kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut :
1. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
2. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal
diberikan dalam bentuk asset, maka asset tersebut harus dinilai pada
waktu akad.
32
3. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada
mudharib, baik secara bertahap maupun tidak sesuai dengan
kesepakatan dalam akad.
d. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan
modal. Syarat keuntungan berikut ini harus di penuhi :
1. Harus diperuntukkan bagi kedua belah pihak dan tidak boleh
diisyaratkan untuk satu pihak.
2. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan
dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk
presentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan
nisbah harus berdasakan kesepakatan.
3. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah
dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali
diakibatkan dari kelalaian, kesalahan disengaja atau pelanggaran
kesepakatan.
e. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib) sebagai pertimbangan modal
yang disediakan oleh penyedia dana harus memperhatikan hal-hal berikut :
1. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan
penyedia dana tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
2. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola
sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan
mudharabah itu sendiri yaitu keuntungan.
33
3. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam
tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus
mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktivitas itu.
3. Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan Mudharabah
terdapat beberapa ketentuan dalam hukum pembiayaan mudharabah
diantaranya sebagai berikut :
a. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
b. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’alaq) dengan sebuah kejadian dimasa
depan yang belum tentu terjadi.
c. Pada dasarnya dalam mudharabah tidak ada ganti rugi karena pada dasarnya
akad ini bersifat amanah, kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian,
atau pelanggaran kesepakatan.
d. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiaannya dilakukan
melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
Salah satu prinsip penyaluran dana bank syariah adalah mempergunakan
prinsip bagi hasil yaitu pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah.
Mudharabah adalah kerja sama kemitraan antara pemilik dana dengan pengelola
dana untuk memperoleh hasil dengan pembagian hasil usaha sesuai nisbah yang
disepakati pada awal akad. Dalam pembiayaan mudharabah yang dilakukan oleh
bank syariah, modal yang diserahkan tidak hanya dapat berbentuk uang tunai
tetapi dapat diberikan dalam bentuk modal non-kas. Dalam pembiayaan
34
mudharabah modal usaha atau proyek sepenuhnya berasal dari pemilik modal
(shahibul maal). Kerugian mudharabah ditanggung oleh pemilik dana kecuali
kerugian tersebut sebagai akibat kesalahan pengelola dana (mudharib).
Pembiayaan mudharabah dapat diaplikasikan apabila nasabah memerlukan
modal kerja.
2.6 Pengakuan dan Pengukuran Pembiayaan Mudharabah
Sesuai dengan hukum Syariah, modal harus diketahui baik dari segi
kuantitas maupun kualitas, dan hal ini akan merupakan dasar dari penilaian,
dimana kekurangan Mudharabah disajikan dalam pembukuan bank. Kemudian
ketentuan pemberian modal harus disepakati yakni pemberian dalam bentuk tunai.
Sesuai dengan kebjakan saat ini, modal bisa diberikan dalam bentuk aset
perniagaan dan dalam nilai aset ini tersebut pada saat pengadaan kontrak tersebut
senilai atau sama dengan modal yang akan diberikan dalam Mudharabah.
Ketentuan tersebut juga merupakan dasar dalam penentuan jumlah modal
Mudharabah pada saat pengadaan kontrak. Modal juga bisa diberikan dalam
bentuk aset non kas yang siap digunakan dan pada saat pengadaan kontrak dalam
modal Mudharabah, nilai pasar aset tersebut sesuai dengan realita yang ada.
(Muhammad Yusuf, 2010)
Dalam hukum Syariah, ketetapan modal yang harus dibayar atau diserahkan
kepada Mudharib sesuai dengan kebijakan persyaratan yang telah ditentukan,
bahwa pembayaran akan dicairkan tanpa penyesuaian akuisisi perolehan
aktualnya. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar danaMudharabah tidak
diambil begitu saja tanpa adanya persetujuan dari Bank. Ada dua alasan yang
35
tidak bisa digunakan dalam penilaian aset non kas yang akan diterima oleh Bank
Islam sebagai modal adalah :
a. Ketentuan nilai yang telah disepakati oleh semua pihak, tentang penilaian
aset non moneter yang akan diakui akuntansi keuangan.
b. Penetapan nilai tersebut yang disepakati bersama oleh para pihak dari
kontrak untuk menilai aset non-moneter akan menjurus kepada penetapan
konsep kejujuran representasional.
Dasar perhitungan biaya secara historis telah digunakan dalam pengukuran
modal Mudharabah yang disediakan oleh bank tersebut setelah penandatanganan
kontrak yang merupakan salah satu dari persyaratan kaidah atau peraturan Syariah
Mudharabah sehubungan dengan spesifikasi modal dan pemeliharaan dari modal
yang ditetapkan sampai waktu diketahui keuntungan. Keuntungan adalah
sejumlah pendapatan dari hasil pengelolaan modal Mudharabah. Keuntungan ini
juga harus sesuai ciri-ciri pengukuran akuntansi.
Pengukuran dan pengakuan akuntansi pembiayaan mudharabah, telah
dijelaskan pada PSAK 105 tentang akuntansi Mudharabah sebagai berikut:
a. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai
investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset
nonkas kepada pengelola dana.
b. Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai berikut:
1. Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang
dibayarkan.
36
2. Investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai
wajar aset nonkas pada saat penyerahan. Jika nilai wajar lebih tinggi
daripada nilai tercatatnya diakui, maka selisihnya diakui sebagai
kuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad
mudharabah. Dan jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya,
maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
3. Jika nilai investasi mudharabah turun sebesar usaha dimulai disebabkan
rusak, hilang atau faktor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak
pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian
dan mengurangi saldo investasi mudharabah.
4. Jika sebagaian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha
tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian
tersebut diperhitungkan pada saat bagi hasil.
5. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha
mudharabah diterima oleh pengelola dana.
6. Dalam investasi mudharabah yang diberikan dalam bentuk barang
nonkas dan barang tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau
setelah barang dipergunakan secara efektif dalam kegiatan usaha
mudharabah, maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah
investasi, namun diperhitungkan pada saat pembagian hasil.
7. Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain ditunjukkan oleh
persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi. Tidak terdapat
37
kondisi di luar kemampuan yang lazim dan atau yang telah ditentukan
dalam akad, atau hasil keputusan dari institusi berwenang.
8. Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan
belum dibayar oleh pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui
sebagai piutang.
2.7 Berakhirnya Akad Mudharabah
Lamanya kerja sama dalam mudharabah tidak tentu dan tidak terbatas,
tetapi sama semua pihak berhak untuk menentukan jangka waktu kontrak kerja
sama dengan memberitahukan pihak lainnya. Namun akad mudharabah dapat
berakhir karena hal-hal sebagai berikut (Sabbiq, 2008).
1. Dalam hal mudharabah tersebut dibatasi waktunya, maka mudharabah
berakhir pada waktu yang telah ditentukan.
2. Salah satu pihak memutuskan mengundurkan diri.
3. Salah satu pihak meninggal dunia atau hilang akal.
4. Pengelola dana tidak menjalankan amanahya sebagai pengelola usaha untuk
mencapai tujuan sebagaimana dituangkan dalam akad. Sebagai pihak
mengemban amanah ia harus beritikad baik dan hati-hati.
5. Modal sudah tidak ada.
2.8 Perlakuan Akuntansi Mudharabah
2.8.1 Akuntansi untuk Pemilik Dana
Menurut Nurhayati dan Wasilah (2009) akuntansi untuk pemilik dana
terbagi menjadi delapan yaitu :
38
1. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai
investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan asset non
kas kepada pengelola dana.
2. Pengukuran investasi mudharabah
a. Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang
dibayarkan.
b. Investasi mudharabah dalam bentuk asset non kas diukur sebesar nilai
wajar asset non kas pada saat penyerahan.
3. Penurunan nilai jika investasi mudharabah dalam bentuk asset nonkas :
a. Penurunan nilai saat usaha belum dimulai Jika investasi mudharabah
turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak, hilang, atau faktor lain
yang bukan karena kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka
penurunan nilai tersebut diakui dengan kerugian dan mengurangi saldo
investasi mudharabah.
Jurnal :
Dr. Kerugian investasi mudharabah xxx Cr. Investasi mudharabah xxx
b. Penurunan nilai setalah usaha dimulai
Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha
tanpa adanya kelalaian dan kesalahan dari pengelola dana, maka
kerugian itu tidak langsung mengurangi jumlah investasi mudharabah
namun diperhitungkan pada saat pembagian hasil
Jurnal :
Dr. Kerugian investasi mudharabah xxx
39
Cr. Penyisihan investasi mudharabah xxx
Dr. Kas xxx Dr. penyisihan investasi mudharabah xxx
Cr. Pendapatan bagi hasil mudharabah xxx
4. Kerugian
Kerugian yang terjadi dalam satu periode sebelum akad mudharabah
berakhir. Pencatatan kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum
akad mudharabah berakhir diakui sebagai kerugian dan dibentuk
penyisihan kerugian investasi.
Jurnal :
Dr. Kerugian investasi mudharabah xxx Cr. Penyisihan kerugia investasi mudharabah xxx
5. Hasil usaha
Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai
piutang.
Jurnal :
Dr. Piutang pendapatan bagi hasil xxx Cr. Pendapatan bagi hasil mudharabah xxx
Pada saat pengelola dana membayar bagi hasil:
Jurnal :
Dr. Kas xxx Cr. Piutang pendapatan bagi hasil xxx
6. Akad mudharabah berakhir
Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara investasi mudharabah
setelah dikurangi penyisihan kerugian invesatasi dan pengembalian
investasi mudharabah, diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
40
Jurnal :
Dr. Kas/Piutang/Asset Nonkas xxx Dr. Penyisihan kerugian investasi mudharabah xxx
Cr. Investasi mudharabah xxx Kr. Keuntungan investasi mudharabah xxx
7. Penyajian
Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan
sebesar nilai tercatat, yaitu nilai investasi mudharabah dikurangi
penyisihan kerugian (jika ada).
8. Pengungkapan
Pemilik dana mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi
mudharabah tetapi tidak terbatas pada :
a. Isi kesepakatan usaha mudharabah , seperti porsi dana, pembagian
hasil usaha, aktivitas usaha mudharabah dan lain-lain
b. Rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya
c. Penyajian kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan
d. Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK no 101 tentang penyajian
laporan keuangan syariah.
2.8.2 Akuntansi untuk Pengelola Dana
Menurut Nurhayati dan Wasilah (2009) akuntansi untuk pengelola dana
terbagi menjadi delapan, yaitu:
1. Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui
sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aasset
nonkas yang diterima
2. Pengukuran dana syirkah temporer
41
Dana syirkah temporer diukur sebesar jumlah kas atau nilai wajar dari asset
nonkas yang diterima
Jurnal :
Dr. Kas/Asset nonkas xxx Cr. Dana syirkah temporer xxx
3. Penyaluran kembali dana syirkah temporer
Jika pengelola menyalurkan kembali dana syirkah yang diterima, maka
pengelola dana mengakui sebagai asset (investasi mudharabah). Sama seperti
akuntansi pemilik dana ia akan mengakui pendapatan secara bruto sebelum
dikurangi dengan bagian hak pemilik dana.
Jurnal pencatatan ketika menerina pendapatan bagi hasil dari penyaluran
kembali dana syirkah temporer :
Dr. Kas/Piutang xxx Cr. Pendapatan yang belum dibagikan xxx
Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah
diperhitungkan tetapi belum dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai
kewajiban sebesarbagi hasil sesuai porsi hak pemilik dana.
Jurnal :
Dr. Beban bagi hasil mudharabah xxx Cr.utang bagi hasil mudharabah xxx
Jurnal pada saat pengelola membayar bagi hasil:
Dr. Utang bagi hasil mudharabah xxx Cr. Kas xxx
42
4. Sedangkan apabila pengelola dana mengelola sendiri dana mudharabah
berarti ada pendapatan dan beban yang diakui dan pencatatannya sama
dengan akuntansi konvensional, yaitu :
Dr. Kas/Piutang xxx Cr. Pendapatan xxx
Saat mencatat beban :
Dr. Beban xxx Cr. Kas/Utang xxx
Jurnal penutup yang dibuat diakhir periode (apabila diperoleh keuntungan):
Dr. Pendapatan xxx Cr. Beban xxx Cr. Pendapatn yang belum dibagikan xxx
Jurnal ketika hasil dibagikan kepada pemilik dana:
Dr. Beban bagi hasil mudharabah xxx Cr. Utang bagi hasil mudharabah xxx
Jurnal pada saat pengelola dana membayar bagi hasil :
Dr. Utang bagi hasil mudharabah xxx Cr. Kas xxx
Jurnal penutup yang dibuat apabila terjadi kerugian :
Dr. Pendapatan xxx Dr. Penyisihan kerugian xxx
Cr. Beban xxx
5. Kerugian yang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola dana
diakui sebagai beban pengelola dana :
Jurnal :
Dr. Beban xxx Cr. Utang lain-lain/Kas xxx
43
6. Diakhir akad
Dr. Dana syirkah temporer xxx Cr. Kas/Asset Nonkas xxx
Jika ada penyisihan kerugian sebelumnya:
Dr.Dana syirkah temporer xxx Cr. Asset/Asset Nonkas xxx Cr. Penyisihan kerugian xxx
7. Penyajian
Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam bentuk laporan
keuangan
a. Dana syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebebsar nilai
tercatatnya untuk setiap jenis mudharabah, yaitu sebesar dana syirkah
temporer dikurangi dengan penyisihan kerugian (jika ada)
b. Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum
diserahkan kepada pemilik dana disajikan sebagai pos bagi hasil yang
belum dibagikan sebagai kewajiban.
Menurut PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah meliputi:
a. aset;
b. kewajiban;
c. dana syirkah temporer;
d. ekuitas;
e. pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian;
f. arus kas;
g. dana zakat; dan
44
h. dana kebajikan
8. Pengungkapan
Pengelola dana mengungkapkan investasi mudharabah dalam laporan
keuangan :
a. Ini kesepakatan utama mudharabah seperti porsi dana, pembagian hasil
usaha, aktivitas usha mudharabah dan lain-lain.
b. Rincian dana syirkah temporer yang diterima berdasarkan jenisnya.
c. Penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan.
2.8.3 Prinsip Pembagian Hasil Usaha
Dalam mudharabah istilah profit and loss sharing tidak tepat digunakan
karena yang dbagi hanya keuntungannya saja (profit), tidak termasuk
kerugiannya (loss). Sehingga untuk pembahasan selanjutnya, akan digunakan
istilah prinsip bagi hasil seperti yang digunakan dalam Undang-Undang No. 10
tahun 1998, karena apabila usaha tersebut gagal kerugian tidak dibagi diantara
pemilik dana pengelola dana, tetapi harus ditanggung sendiri oleh pemilik dana.
Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan
pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui
berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan hasil usaha dari
pengelola dana. Tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyek hasil
usaha.
1. Pengenalan Akun-akun di Neraca
Berikut akan dijelaskan masing-masing akun yang terdapat di laporan Laba
Rugi berdasarkan PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah.
45
a. Investasi Mudharabah yaitu rekening ini digunkan untuk mencatat modal
mudharabah yang telah diberikan oleh pemilik dana (shahibul maal)
kepada pengelola (mudharib), baik modal yang diberikan dalam bentuk
uang tunai maupun aset nonkas. Rekening ini didebit pada saat penyerahan
modal mudharabah dari pemilik dana kepada pengelola. Rekening ini
dikredit pada penerimaan kembali modal mudharabah dari pengelola dana
b. Piutang Pendapatan Bagi Hasil yaitu rekening ini digunakan untuk
mencatat bagi hasil yang telah dihitung oleh nasabah tetapi belum
diberikan kepada bank syariah sebagai pemilik dana. Rekening ini didebit
pada saat dilakukan pengakuan pendapatan. Rekening ini dikredit pada
saat penerimaan atau pembayaran bagi hasil diterima dari pengelola dana.
c. Penyisihan Kerugian Investasi Mudharabah yaitu rekening ini
digunakan untuk mencatat pembentukan penyisihan atau cadangan
kerugian atas investasi mudharabah. Rekening ini digunakan pada saat
pengakuan untuk membentuk penyisihan kerugian atas investasi
mudharabah. Rekening ini didebit pada saat dilakukan pencatatan untuk
penghapusan investasi mudharabah.
d. Keuntungan Mudharabah Tangguhan yaitu rekening ini digunakan
untuk mencatat selisih lebih dari nilai wajar diatas nilai tercatat dari aset
nonkas yang diserahkan. Rekening ini dikredit pada saat pembentukan
keuntungan mudharabah tangguhan. Rekening ini didebit pada saat
dilakukan amortisasi keuntungan tangguhan menjadi keuntungan yang
dapat direalisasi.
46
2. Pengenalan Akun-akun di Laporan Laba Rugi
Berikut akan dijelaskan masing-masing akun yang terdapat di Laporan Laba
Rugi berdasarkan PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah.
a. Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah yaitu rekening ini digunakan untuk
mencatat pendapatan bagi hasil mudharabah, baik yang diterima secara
tunai maupun akrual. Rekening pendapatan bagi hasil dkredit pada saat
penerimaan dan pengakuan pendapatan bagi hasil yang menjadi hak bagi
pemilik dana. Rekening ini didebit pada saat dipindahkan ke rekening
Ikhtisar Laba Rugi pada akhir periode laporan keuangan.
b. Kerugian Investasi Mudharabah yaitu rekening ini digunakan untuk
mencatat kerugian yang timbul dalam investasi mudharabah yang
disebabkan karena kehilangan, kerusakan, penurunan nilai sebelum
dimulai usaha, dan bukan kelalaian atau kesalahan pengelola. Rekening ini
didebit pada saat timbul kerugian dari investasi mudharabah. Rekening ini
dikredit pada saat dipindahkan ke rekening Ikhtisar Laba Rugi pada akhir
Periode Laporan Keuangan.
c. Keuntungan (Penyerahan Aset Mudharabah) yaitu rekening ini untuk
mencatat keuntungan mudharabah atas penyerahan modal aset nonkas
sebesar amortisasi keuntungan tangguhan. rekening ini dikredit pada saat
amortisasi keuntungan tangguhan dari penyerahan modal aset nonkas.
sebaliknya, rekening ini didebit pada saat dipindahkan ke rekening Ikhtisar
Laba Rugi pada akhir Periode Laporan Keuangan.
47
2.9 Standar Akuntansi
Pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi
mudharabah yang sebelumnya diatur dalam PSAK 59 tentang Akuntansi
Perbankan Syariah diganti dengan PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah,
yang meliputi akuntansi pemilik dana dan akuntansi pengelola dana. Dalam
transaksi dengan prinsip mudharabah, bank syariah dapat bertindak sebagai
pemilik dana(shahibul maal) atau sebagai pengelola dana (mudharib). Jika
kedudukan bank syariah sebagai pengelola dana, ini dilakukan untuk kegiatan
dana yang dilakukan oleh bank syariah dengan prinsip mudharabahmutlaqah
yang diaplikasikan pada deposito mudharabah dan tabungan mudharabah, oleh
karenanya bank syariah harus menerapkan ketentuan-ketentuan PSAK 105
tentang Akuntansi Mudharabah pada akuntansi pengelola dana. Jika kedudukan
bank syariah sebagai pemilik dana, maka hal ini dilakukan untuk kegiatan bank
syariah dalam penyaluran dana dengan prinsip mudharabah yang diaplikasikan
dalam produk pembiayaan mudharabah, oleh karenanya bank syariah harus
memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam PSAK 105 tentang Akuntansi
Mudharabah pada akuntansi pemilik dana.
Ketentuan tentang pengukuran dan pengakuan transaksi mudharabah dalam
akuntansi pemilik dana, telah diatur dalam PSAK 105 tentang Akuntansi
Mudharabah antara lain sebagai berikut :
48
1. Modal Mudharabah
a. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai
investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan asset
nonkas kepada pengelola dana.
b. Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai berikut:
1. investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang
dibayarkan.
2. investasi mudharabah dalam bentuk asset nonkas diukur sebesar nilai
wajar asset nonkas pada saat penyerahan, jika nilai wajar lebih rendah
daripada nilai nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
Dan sebaliknya jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya
diakui, maka selisihnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan
diamortisasi sesuai jangka waktu akad mudharabah.
c. Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan
rusak, hilang atau faktor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak
pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan
mengurangi saldo investasi mudharabah.
d. Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa
adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut
diperhitungkan pada saat bagi hasil.
e. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha
mudharabah diterima oleh pengelola dana.
49
f. Dalam investasi mudharabah yang diberikan dalam bentuk barang
(nonkas) dan barang tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau
setelah barang dipergunakan secara efektif dalam kegiatan usaha
mudharabah, maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah
investasi, namun diperhitungkan pada saat pembagian hasil.
g. Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain ditunjukkan oleh
persyaratan yang ditentukan didalam akad tidak dipenuhi, tidak terdapat
kondisi diluar kemampuan (force majeur) yang lazim dan atau yang telah
ditentukan dalam akad atau hasil keputusan dari intitusi yang berwenang.
h. Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan
belum dibayar oleh pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui
sebagai piutang.
2. Penghasilan Usaha
a. Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan
usaha diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang
disepakati.
b. Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah
berakhir diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian
investasi. Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara investasi
mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi dan
pengembalian investasi mudharabah.
c. Pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui
berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi pengahsilan usaha dari
50
pengelola dana. Tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi
hasil usaha.
d. Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada
pengelola dan tidak mengurangi investasi mudharabah.
e. Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai
piutang.
3. Penyajian
a. Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan
sebesar nilai tercatat.
b. Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam laporan
keuangan. Dana syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebesar nilai
tercatatnya untuk setiap jenis mudharabah. Bagi hasil dana syirkah
temporer yang sudah diperhitungkan dan telah jatuh tempo tetapi belum
diserahkan kepada pemilik dana disajikan sebagai kewajiban dan bagi
hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum jatuh
tempo disajikan dalam pos bagi hasil yang belum dibagikan.
4. Pengungkapan
a. Pemilik dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah, tetapi
tidak terbatas pada rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan
jenisnya. Penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode
berjalan dan pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101 : Penyajian
Laporan Keuangan Syariah.
51
b. Pengelola dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah,
tetapi tidak terbatas pada rincian dana syirkah temporer yang diterima
berdasarkan jenisnya. Penyaluran dana yang berasal dari
mudharabahmuqayadah dan pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK
101 : Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
2.10 Kerangka Berpikir
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
Akuntansi mudharabah diatur dalam PSAK 105 tentang Akuntansi
Mudharabah, berdasarkan PSAK 105 tersebut, merupakan pengakuan dan
pengukuran tentang hasil transaksi mudharabah baik dari sisi pemilik dana
(shahibu maal) maupun pengelola dana (mudharib). Dalam hal ini kontribusi
akuntansi itu sendiri terhadap pembiayaan mudharabah sangat penting, Fatwa
DSN 07/DSN-MUI/VI/2000 mengatur tentang Pembiayaan Mudharabah (qiradh).
Akuntansi Pembiayaan Mudharabah
Pemilik dana Pengelola Dana
Pencatatan di Bank
Muamalat Indonesia
Hasil
52
Hukum-hukum yang melandasi prosedur transaksi sepenuhnya untuk
kemaslahatan masyarakat. Dasar ekonomi islam tidak hanya diukur dari aspek
materilnya, namun mempertimbangkan dampak sosial, mental serta dampak yang
ditimbulkan bagi lingkungan. Hikmah dari sistem mudharabah adalah dapat
memberikan keringanan kepada manusia. terkadang ada sebagian orang yang
memiliki harta, tetapi tidak mampu untuk membuatnya menjadi produktif,
begitupun sebaliknya.
Dengan akad mudharabah, kedua belah pihak dapat mengambil manfaat
dari kerjasama yang terbentuk diawal. Pada prinsipnya mudharabah tidak boleh
ada jaminan atas modal. Namun demikian agar pengelola dana tidak melakukan
penyimpangan, pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola dan atau
pihak ketiga. Tentu saja jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana
terbukti melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau melakukan pelanggaran
terhadap hal-hal yang disepakati bersama dalam akad. Agar tidak terjadi
perselisihan dikemudian hari maka akad, perjanjian atau kontrak sebaiknya
dituangkan secara tertulis dan dihadiri para saksi. Dalam perjanjian harus
mencakup berbagai aspek antara lain tujuan mudharabah, nisbah pembagian
keuntungan, ketentuan pengembalian modal, hal-hal yang dianggap sebagai
kelalaian pengelola dan dan sebgaianya. Apabila terjadi perselisihan diantara
kedua belah pihak maka dapat diselesaikan secara musyawarah oleh mereka
berdua atau melalui Badan Arbitse Syariah.
53
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Berdasarkan judul yang dipilih oleh penulis, penulis melakukan penelitian
pada Bank Muamalat Indonesia, Jl. Tanjung Duren Raya No. 7 A-B-C, Jakarta
Barat 11470.
3.2 Jenis Data
3.2.1 Data Sekunder
Data sekunder merupakan perubahan dari data primer yang telah diolah
lebih lanjut. Data sekunder mencakup; data perkembangan transaksi mudharabah,
proses pencatatan akuntansi serta laporan keuangannya.
3.3 Pengumpulan Data
3.3.1 Wawancara
Wawancara yang dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang
permasalahan yang ada, sehingga penulis dapat menentukan permasalahan yang
harus diteliti. Untuk mendapatkan informasi, maka penulis melakukan wawancara
langsung dengan pegawai atau instansi yang terkait.
3.3.2 Observasi
Pengamatan langsung atas dokumen-dokumen yang digunakan dalam
rangka mengumpulkan data dalam suatu penelitian.
54
3.3.3 Metode Kepustakaan
Untuk memperoleh landasan dan konsep yang kuat agar dapat
memecahkan permasalah, maka penulis melakukan penelitian kepustakaan dengan
mempelajari dan mengumpulkan data-data dari buku-buku, literatur-literatur,
peraturan perundangan, dokumen resmi, artikel, tulisan-tulisan ilmiah dan sumber
kepustakaan lainnya data dari internet serta bacaan yang berkaitan dengan
penelitian.
3.4 Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif
kualitatif, dimana metode penelitian yang berusaha mengungkapkan pemecahan
masalah pembiayaan mudharabah dalam sistem bagi hasil yang ada sekarang
berdasarkan data yang aktual, yakni dengan mengumpulkan data, menganalisis
dan menginterprestasikannya.
55
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1 Sejarah Singkat Bank Muamalat Indonesia
PT Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H
atau 1 November 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan
Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada 27 Syawwal 1412
H atau 1 Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendekiawan
Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha Muslim, pendirian Bank
Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen
pembelian saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta
pendirian Perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturahmi peringatan pendirian
tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa
Barat yang turut menanam modal senilai Rp 106 miliar.
Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank
Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini
semakin memperkokoh posisi Perseroan sebagai bank syariah pertama dan
terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus
dikembangkan. Pada akhir tahun 90an, Indonesia dilanda krisis moneter yang
memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor
perbankan nasional tergulung oleh kredit macet di segmen korporasi. Bank
Muamalat pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet
56
(NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar.
Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal
setor awal.
Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat mencari
pemodal yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic Development
Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21
Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat.
Oleh karenanya, kurun waktu antara tahun 1999 dan 2002 merupakan masa-masa
yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi Bank Muamalat. Dalam kurun
waktu tersebut, Bank Muamalat berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi
laba berkat upaya dan dedikasi setiap Muamalat, ditunjang oleh kepemimpinan
yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan terhadap
pelaksanaan perbankan syariah secara murni.
Melalui masa-masa sulit ini, Bank Muamalat berhasil bangkit dari
keterpurukan. Diawali dari pengangkatan kepengurusan baru dimana seluruh
anggota Direksi diangkat dari dalam tubuh Muamalat, Bank Muamalat kemudian
menggelar rencana kerja lima tahun dengan penekanan pada (i) tidak
mengandalkan setoran modal tambahan dari para pemegang saham, (ii) tidak
melakukan PHK satu pun terhadap sumber daya insani yang ada, dan dalam hal
pemangkasan biaya, tidak memotong hak Muamalat sedikitpun, (iii) pemulihan
kepercayaan dan rasa percaya diri Muamalat menjadi prioritas utama di tahun
pertama kepengurusan Direksi baru, (iv) peletakan landasan usaha baru dengan
menegakkan disiplin kerja Muamalat menjadi agenda utama di tahun kedua, dan
57
(v) pembangunan tonggak-tonggak usaha dengan menciptakan serta
menumbuhkan peluang usaha menjadi sasaran Bank Muamalat pada tahun ketiga
dan seterusnya, yang akhirnya membawa Bank kita, dengan rahmat Allah Rabbul
Izzati, ke era pertumbuhan baru memasuki tahun 2004 dan seterusnya.
Saat ini Bank Mumalat memberikan layanan bagi lebih dari 2,5 juta nasabah
melalui 275 gerai yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Jaringan BMI
didukung pula oleh aliansi melalui lebih dari 4000 Kantor Pos Online/SOPP di
seluruh Indonesia, 32.000 ATM, serta 95.000 merchant debet. BMI saat ini juga
merupakan satu-satunya bank syariah yang telah membuka cabang luar negeri,
yaitu di Kuala Lumpur, Malaysia. Untuk meningkatkan aksesibilitas nasabah di
Malaysia, kerjasama dijalankan dengan jaringan Malaysia Electronic Payment
System (MEPS) sehingga layanan BMI dapat diakses di lebih dari 2000 ATM di
Malaysia. Sebagai Bank Pertama Murni Syariah, bank muamalat berkomitmen
untuk menghadirkan layanan perbankan yang tidak hanya comply terhadap
syariah, namun juga kompetitif dan aksesibel bagi masyarakat hingga pelosok
nusantara. Komitmen tersebut diapresiasi oleh pemerintah, media massa, lembaga
nasional dan internasional serta masyarakat luas melalui lebih dari 70 award
bergengsi yang diterima oleh BMI dalam 5 tahun Terakhir. Penghargaan yang
diterima antara lain sebagai Best Islamic Bank in Indonesia 2009 oleh Islamic
Finance News (Kuala Lumpur), sebagai Best Islamic Financial Institution in
Indonesia 2009 oleh Global Finance (New York) serta sebagai The Best Islamic
Finance House in Indonesia 2009 oleh Alpha South East Asia (Hongkong)
58
4.1.2 Visi dan Misi Bank Muamalat Indonesia
Visi dari Bank Muamalat Indonesia :
Yaitu menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan di pasar spiritual,
dikagumi di pasar rasional.
Misi dari Bank Mualamat Indonesia :
Yaitu menjadi Role Model Lembaga Keuangan Syariah dunia dengan penekanan
pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen dan orientasi investasi
yang inovatif untuk memaksimumkan nilai bagi stakeholder.
4.1.3 Bidang Usaha
Berdasarkan undang-undang nomor 7 tahun 1992, sebagai lembaga
intermediasi. Berdasarkan undang-undang perbankan Indonesia nomor 10 tahun
1998, melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, termasuk
kantor cabang dan atau kantor cabang pembantu dari suatu bank yang
berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah.
Kegiatan Usaha Meliputi :
1. Penghimpun Dana
2. Pembiayaan
3. Layanan
59
4.1.4 Sturktur Organisasi di Bank Muamalat Indonesia
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Bank Muamalat Indonesia
4.2 Kebijakan Pembiayaan Mudharabah di Bank Muamalat Indonesia
PT Bank Muamalat, dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya tidak
hanya melakukan kegiatan penyimpanan dana tetapi juga melakukan pengelolaan
60
dana yang diwujudkan dalam penyediaan fasilitas pembiayaan bagi yang
membutuhkan. Pembiayaan mudharabah sebagai salah satu pembiayaan yang
ditawarkan oleh Bank Muamalat. Merupakan pembiayaan yang melakukan suatu
usaha antara kedua belah pihak, yaitu bank selaku pemilik modal 100% dan
nasabah selaku pengelola usaha dengan jenis usaha tersebut yang telah disepakati
bersama dengan nisbah bagi hasil yang telah ditetapkan oleh kedua belah pihak
juga. Pembiayaan mudharabah muthlaqah yaitu bentuk kerja sama antara pemilik
dana dan pengelola dana yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh
spesifikasi jenis usaha, waktu dan syarat lainnya.
PT Bank Muamalat, sebelum memberikan pembiayaan kepada nasabah,
pihak bank terlebih dahulu mensurvei terhadap calon nasabah dan usaha yang
akan dibiayainya, survei tersebut dilakukan oleh bagian pembiayaan yang terjun
langsung ke lapangan untuk mengetahui kredibilitas calon nasabahnya. Setelah itu
dilakukakn analisis 6C dan analisis terhadap aspek-aspek perusahaan. Pada
prinsipnya, dalam pembiyaaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar
mudharib tidak melakukan penyimpangan pihak bank dapat meminta jaminan dari
mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya bisa dicairkan apabila mudharib
terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama
dalam akad (Himpinan fatwa DSN, 2000) oleh karena itu, dalam menyalurkan
pembiayaan mudharabah, bank juga mempertimbangkan faktor jaminan dan
nasabah atas pembiayaan mudharabah diterima untuk menutupi risiko kerugian
yang mungkin dihadapi oleh bank akibat kesalahan nasabah dikemudian hari.
61
4.3. Hasil Penellitian
Dari hasil penelitian yang diperoleh penulis, PT Bank Muamalat adalah
perusahaan yang bergerak dibidang jasa yang nasabahnya pun hampir diseluruh
Indonesia. Oleh karena itu, berbagai macam fasilitas yang ditawarkan oleh
nasabahnya dari PT Bank Muamalat, salah satunya adalah pembiayaan
mudharabah. Pembiayaan mudharabah ini melibatkan dua pihak yaitu pertama
Bank (shahibul maal) dan pihak kedua pengelola dana (mudharib) tentunya bagi
hasil haruslah dilakukan sejelas mungkin sehingga tidak merugikan kedua belah
pihak.
Disini penulis ingin meneliti tentang perhitungan hasil pada pembiayaan
mudharabah, pengakuan dan pengukuran pembiayaan mudharabah dan penyajian
pengungkapan atas pembiayaan mudharabah. Dari hasil penelitian tersebut
perhitungan hasil pada pembiayaan mudharabah jurnal yang dilaksanakan oleh PT
Bank Muamalat, ini sudah sesuai dengan PSAK No.105 Paragraf 11 dimana
dalam prinsip bagi hasil usaha adalah laba bruto (Gross Profit) bukan total
pendapatan usaha (Omset), sedangkan dalam prinsip bagi laba dasar pembagian
adalah laba bersih yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan
pengelola modal mudharabah.
Pengakuan dan pengukuran terhadap pembiayaan mudharabah yang
tertuang dalam PSAK No.105 Paragraf 12 yaitu dana syirkah temporer yang
disalurkan pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada saat
pembayaran kas atau penyerahan aset non kas kepada pengelola dana. Jika akad
62
mudharabah berakhir sebelum jatuh tempo dan belum dibayar oleh pengelola
dana, maka investasi mudharabah diakui sebagai piutang jatuh tempo.
Dalam pengakuan dan pengukuran yang dilaksanakan oleh PT Bank
Muamalat terhadap pembiayaan mudharabah terbagi menjadi 2 yaitu pertama,
entitas sebagai pemilik dana dengan pencatatan keuntungan dan kerugian yang
diakibatkan dari penyerahan aset non kas dengan kas mudharabah juga telah
sesuai dengan PSAK No.105 Paragraf 13 yang mengatakan bahwa jika nilai wajar
lebih rendah daripada nilai tercatat maka diakui sebagai kerugian, dan jika nilai
wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya maka diakui sebagai keuntungan
tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad mudharabah. Sedangkan
dalam PSAK N0.105 Paragraf 14 dimana jika nilai investasi mudharabah turun
sebelum usaha dimulai disebabkan rusak, hilang atau faktor lain karena bukan
kelalaian mudharib, maka penurunan nilai tersebut dicatat sebagai kerugian dan
mengurangi saldo investasi mudharabah. Sedangkan yang kedua, evaluasi
pengasilan usaha pembiayaan mudharabah yang jika dilihat dari jurnalnya sudah
sesuai dengan PSAK No.105 Paragraf 24 dimana bagi hasil usaha yang belum
bayar oleh pengelola dana diakui sebagai piutang jatuh tempo.
Penyajian dan pengungkapan terhadap investasi mudharabah yang telah
dilaksanakan oleh PT Bank Muamalat, menurut PSAK 101 Paragraf 8 yang
menjelaskan keuangan, bahwa laporan keuangan adalah suatu penyajian
terstruktur dari posisi laporan keuangan dan kinerja keuangan dari suatu entitas
syariah. Jika dilihat dari laporan keuangan neraca PT Bank Muamalat jika
disesuaikan dengan PSAK No.105 tentang penyajian yang juga mengacu kepada
63
PSAK No. 101 tentang Penyajian Pelaporan Keuangan Syariah maka laporan
keuangan tersebut masih belum sesuai dengan PSAK No. 105 Paragraf 37.
Sedangkan dalam laporan laba rugi penyajian dan pengungkapan pada PT Bank
Muamalat telah sesuai dengan PSAK No. 105 Paragraf 36 dan 38 dimana ada
penyajian dan pengungkapan mengacu kepada PSAK No.101.
4.4. Pembahasan
Pada bab ini penulis melakukan evaluasi terhadap pembiayaan mudharabah
pada PT Bank Muamalat, evaluasi ini dilaksanakan untuk menganalisis apakah
seluruh rangkaian proses mengenai pembiayaan mudharabah pada PT Bank
Muamalat sudah sesuai dengan prosedur yang kesesuaiannya mengacu kepada
PSAK No.105. PT Bank Muamalat merupakan bank yang salah satu kegiatannya
adalah menyediakan fasilitas pembiayaan untuk transaksi mudharabah. Dalam hal
ini berbagai prosedur yang dilaksanakan harus sesuai dengan peraturan yang
berlaku seperti yang tertera dalam Undang-undang No.21 tahun 2008 tentang
perbankan syariah, serta PSAK No.105 mengenai akuntasi mudharabah.
Pembiayaan mudharabah sendiri merupakan akad kerjasama usaha antara
dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana,
sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak sebagai selaku pengelola, dan
keuntungan usaha dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan sebelumnya,
sedangkan kerugian financial hanya ditanggung oleh pemilik dana.
64
4.4.1 Evaluasi atas Perhitungan Bagi Hasil dalam Pembiayaan Mudharabah
di Bank Muamalat Indonesia
PT Bank Muamalat adalah perusahaan yang bergerak dibidang jasa,
nasabahnya pun hampir diseluruh Indonesia, oleh karena itu berbagai macam
fasilitas pun ditawarkan oleh PT Bank Muamalat salah satunya pembiayaan
mudharabah.
Mudharabah adalah akad kerjasama antara dua pihak diman pihak pertama
pemilik dana menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua pengelola dana
bertindak selaku pengelola dan keuntungan usaha dibagi antara mereka sesuai
kesepakatan sedangkan kerugian financial hanya ditanggung oleh pemilik dana.
Karena dalam hal pembiayaan ini melibatkan dua pihak yaitu pihak pertama
pemilik dana (shahibul maal) dan pihak kedua pengelola dana (mudharib)
tentunya pembagian hasil haruslah dilakukan sejelas mungkin sehingga tidak
merugikan kedua belah pihak.
Pada umumnya pembagian hasil usaha dalam pembiayaan mudharabah
sesuai dengan PSAK No.105 Paragraf 11 dimana dalam prinsip bagi hasil usaha
adalah laba bruto (Gross Profit) bukan total pendapatan usaha (Omset), sedangkan
dalam prinsip bagi laba dasar pembagian adalah laba bersih yaitu laba bruto
dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelola modal mudharabah. Sesuai
dengan data yang diperoleh penulis dari PT Bank Muamalat telah menerangkan
mengenai pembagian hasil usaha yang akan dijelaskan sebagai berikut.
Perhitungan pembagian hasil usaha Bank Syariah.
65
1. Distribusi hasil usaha antara shahibul maal dengan mudharib atas usaha
yang diperoleh dengan akad mudharabah.
2. Perhitungan selaku dilakukan oleh mudharib.
Prinsip pembagian hasil :
a. Revenuesharing
b. Profitsharing
Sistem pembagian hasil usaha yaitu atas dasar penerimaan yang benar-
benar terjadi (cash basis). Bagi hasil mudharabah di Bank Muamalat Indonesia,
pembagian hasil usaha mudharabah dibagi sesuai nisbah yang disepakati pada
awal akad antara pemilik dana dan pengelola dana. Bagi hasil diperoleh setalah
usaha berjalan :
1. Nasabah tidak pernah diberi jadwal pembayaran bagi hasil.
2. Tidak ada tunggakan bagi hasil.
Berikut transaksi yang terjadi di Bank Muamalat Indonesia:
Pada tanggal 15 januari 2008 Bank Muamalat Indonesia telah menyetujui
investasi mudharabah kepada nasabah Bapak sunarto, seorang pengusaha Textil
sebesar Rp. 500.000.000 dengan nisbah 70 untuk bank dan 30 untuk nasabah
Bapak sunarto. Jangka waktu akad 2 tahun, penyerahan modal mudharabah sbb :
1. saat pembiayaan mudharabah disetujui dengan jurnal :
Dr. Kontra Komitmen Investasi Mudharabah Rp. 500.000.000 Cr. Kewajiban Komitmen Investasi Mudharabah Rp. 500.000.000
2. penyerahan modal dalam bentuk uang tunai, sebesar Rp. 80.000.000 dengan
jurnal :
66
Dr. Investasi Mudharabah Rp. 80.000.000 Cr. Rekening Mudharib Rp. 80.000.000
3. melakukan penyerahan 20 buah mesin tenun kepada nasabah Bapak Sunarto
sebagai mudharib, dengan nilai pasar sebesar Rp. 220.000.000 (nilai tercatat
Rp. 250.000.000) dengan jurnal :
Dr. Investasi mudharabah Rp. 220.000.000 Dr. Kerugian penyerahan aktiva Rp. 30.000.000 Cr. Persediaan aktiva Rp. 250.000.000
4. melakukan 20 mesin pewarna kepada nasabah Bapak sunarto dengan harga
pasar sebesar Rp. 200.000.000 (nilai tercatat Rp. 176.000.000) dengan
jurnal :
Dr. Investasi mudharabah Rp. 200.000.000 Cr. Persediaan / Aset mudharabah Rp. 176.000.000 Cr. Keuntungan Mudaharabah Tangguhan Rp. 24.000.000
Atas laporan Nasabah Bapak sunarto pengelola investasi mudharabah
diperoleh hasil usaha sebesar Rp. 10.000.000,- dan dibagi sesuai nisbah yang
telah disepakati yaitu 70:30. Bagi hasil untuk bank telah dibayar oleh mudharib
sebelum tutup buku bank dilakukan. Perhitungannya adalah sebagai berikut :
Shaibul maal : 70/100 x Rp. 10.000.000 = Rp. 7.000.000
Mudharib : 30/100 x Rp. 10.000.000 = Rp. 3.000.000
Jurnal :
Dr. Kas / Rekening Nasabah Rp. 7.000.000 Cr. Pendapatan bagi hasil Mudharabah Rp. 7.000.000
Hasil evaluasi :
Jika dilihat dari laporan yang diberikan oleh nasabah Bapak sunarto bahwa
hasil usaha yang diperoleh sebesar Rp. 10.000.000 dan langsung dibagi dengan
67
nisbah yang disepakati maka, hasil usaha tersebut merupakan laba yang belum
dikurangi serta penghasilan usaha yang berasal dari pendapatan sepenuhnya daan
laba bersih yang sudah dikurangi dengan beban-beban yang berkaitan dengan
pengelolaan mudharabah. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan oleh
penulis dengan pihak Muamalat Institute maka, diperoleh hasil bahwa PT Bank
Muamalat Indonesia menggunakan profit sharing. dalam profit sharing adalah
pendapatan yang sudah dikurangi beban-beban yang ada di mudharabah, jadi
sudah pendapatan bersih. Dalam hal ini pembagian hasil sudah sesuai dengan
PSAK 105.
4.4.2 Pengakuan dan Pengukuran yang dilaksanakan di Bank Muamalat
Indonesia terhadap Pembiayaaan Mudharabah
Pengakuan merupakan prinsip dasar yang menentukan penentuan waktu
pendapatan, biaya, pengakuan untung dan rugi didalam laporan keuangan bank,
aset dan kewajiban. Adapun konsep pengakuan dan pengukuran akunatnsi antara
lain, konsep matching dan sifat pengukuran. Konsep matching sendiri memiliki
pengertian untung dan atau rugi selama jangka waktu mencocokan pendapatan
dan keuntungan dengan biaya-biaya dan kerugian yang yang berhubungan dengan
periode atau jangka waktu tersebut.
Sesuai dengan hukum Syariah, modal harus diketahui baik dari segi kualitas
maupun kuantitas, dan hal ini merupakan dasar dari penelitian, dimana keuangan
mudharabah disajikan dalam pembukuan bank. Kemudian ketentuan pemberian
modal harus disepakati yakni pemberian dalam bentuk tunai. Namun sesuai
dengan kebijakan saat ini, modal bisa diberikan dalam bentuk aset perniagaan dan
68
dalam nilai aset tersebut pada saat pengadaan kontrak tersebut senilai atau sama
dengan modal yang akan diberikan dalam mudharabah. Untuk menegtahui sejauh
mana pengakuan dan pengukuran yang telah dilaksanakan oleh PT Bank
Muamalat Indonesia, maka penulis maka akan mencoba untuk mengevaluasi dari
hal-hal seperti sebagai entitas dan penghasilan usaha.
4.4.3 Pencatatan Akuntansi Mudharabah
Bank Muamalat mengakui dana mudharabah sebagai “Investasi
Mudharabah” pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset non kas kepada
pengelola dana.
Berikut transaksi yang terjadi di Bank Muamalat Indonesia:
Pada tanggal 10 januari 2008 Bank Muamalat setuju memberikan modal
kepada nasabah Bapak H. Achmad sebesar Rp. 1.000.000.000 dengan nisbah yang
disepakati 60 untuk bank 40 untuk mudharib. Penyerahan modal dilakukan secara
dua tahap, tahap pertama sebesar Rp. 600.000.000 pada tanggal 15 januari 2008,
sedangkan tahap kedua sebesar Rp. 400.000.000 pada tanggal 20 januari 2008.
Dengan adanya transaksi ini maka jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut :
1. Pada saat Investasi Mudharabah disetujui, dengan jurnal :
Dr. Kewajiban komitmen investasi mudharabah Rp. 1.000.000.000 Cr. Kontra kewajiban komitmen investasi mudharabah Rp. 1.000.000.000
Hasil : Jurnal tersebut menunjukan bahwa investasi mudhrabah belum bisa
diakui karena modal tersebut belum diserahkan kepada mudharib.dalam hal ini
modal tersebut telah dipindahkan ke rekening mudharib. Maka jurnal tersebut
telah sesuai dengan PSAK 105.
2. Pembayaran tahap pertama sebesar Rp. 600.000.000, dengan jurnal :
69
Dr. Investasi mudharabah Rp. 600.000.000 Cr. Rekening mudharib Rp. 600.000.000
Hasil : Berdasarkan hasil tersebut bahwa pembayaran tahap pertama ini
jugadiakui sebagai investasi mudharabah karena modal sudah dipindahkan ke
rekening mudharib. Maka jurnal tersebut telah sesuai dengan PSAK 105 paragraf
12.
Dr. Kewajiban komitmen investasi mudharabah Rp. 600.000.000 Cr. Kontrak kewajiban komitmen investasi mudharabah Rp. 600.000.000
Hasil : Berdasarkan hasil kewajiban investasi mudharabah yang diakui oleh
shahibul maal sudah tidak ada (Rp 0) karena kewajiban tersebut telah lunas pada
saat penyerahan modal. Maka jurnal tersebut telah sesuai dengan PSAK 105
paragraf 12.
3. Pembayaran tahap kedua yaitu sebesar Rp. 400.000.000, dengan jurnal :
Dr. Investasi Mudharabah Rp. 400.000.000 Cr. Rekening Mudharib Rp. 400.000.000 Hasil : Berdasarkan hasil tersebut bahwa pembayaran tahap pertama ini juga
diakui sebagai investasi mudharabah karena modal sudah dipindahkan ke
rekening mudharib. Maka jurnal tersebut telah sesuai dengan PSAK 105 paragraf
12.
Jurnal pada saat kewajiban diakui :
Dr. Kewajiban Komitmen Investasi Mudharabah Rp. 400.000.000 Cr. Kontra Kewajiban Komitmen Investasi Mudharabah Rp. 400.000.000
Hasil : Berdasarkan hasil kewajiban investasi mudharabah yang diakui oleh
shahibul maal sudah tidak ada (Rp 0) karena kewajiban tersebut telah lunas pada
70
saat penyerahan modal. Maka jurnal tersebut telah sesuai dengan PSAK 105
paragraf 12.
Pengukuran invesatasi mudharabah yang dilakukan oleh Bank Muamalat
Indonesia, terhadap investasi mudharabah akan dilihat melalui transaksi yang ada
di Bank Muamalat seperti dibawah ini :
Pada tanggal 15 Januari 2009 Bank Muamalat menyetujui memberikan
investasi mudharabah kepada nasabah Bapak Sunarto, beliau merupakan seorang
pengusaha Textil. Investasi ini diberikan dalam bentuk uang tunai dan mesin yaitu
mesin pewarna dan mesin tenun yang semuanya bernilai Rp. 500.000.000 dengan
jangka waktu akad 2 tahun. Penyerahan dilakukan tiga tahap yaitu, tahap pertama
pada tanggal 25 januari 2009 dengan bentuk uang tunai Rp. 80.000.000 tahap
kedua pada tanggal 27 januari 2009 dalam bentuk 20 mesin tenun dengan nilai
pasar Rp. 220.000.000 (harga beli Rp. 250.000.000) serta tahap ketiga pada
tanggal 28 januari 2009 menyerahkan 20 mesin pewarna untuk objek nilai pasar
Rp. 220.000.000 (harga beli Rp. 176.000.000) jurnal-jurnal yang dibuat oleh
pihak Bank Muamalat adalah sebagai berikut :
1. Pada saat pembelian mesin tenun dan pewarna Bank Muamalat membuat
jurnal sebagai berikut :
Dr. Persediaan / Aset Mudharabah Rp. 426.000.000 Cr. Rekening Supplier Rp. 426.000.000
2. Pada tanggal 15 januari 2009 Bank Muamalat menyetujui untuk melakukan
pembiayaan mudharabah sebesar Rp. 500.000.000 dengan jurnal:
Dr. Kontra komitmen investasi mudharabah Rp. 500.000.000 Cr. Kewajiban komitmen investasi mudharabah Rp. 500.000.000
71
Hasil : Pada jurnal tersebut baru diakui kewajiban investasi mudharabah dan
belum diakui sebagai investasi mudharabah karena sesuai dengan (PSAK 105
paragraf 12) bahwa investasi mudharabah hanya bisa diakui ketika modal sudah
diserahkan ke mudharib.
3. Pada tanggal 25 januari 2009 diserahkan modal dalam bentuk uang tunai
sebesar Rp. 80.000.000 pencatatan yang dilakukan oleh bank yaitu :
Dr. Investasi Mudharabah Rp. 80.000.000 Cr. Rekening Mudharib Rp. 80.000.000 Hasil : Dalam hal ini jurnal yang digunakan oleh Bank Muamalat telah sesuai
dengan PSAK 105 yang berlaku.
4. Pada tanggal 27 januari 2009 bank Muamalat melakukan penyerahan 20
buah mesin tenun kepada nasabah Bapak Sunarto sebagai mudharib, dengan
nilai pasar Rp. 220.000.000 (nilai tercatat Rp. 250.000.000) dengan jurnal :
Dr. Investasi Mudharabah Rp. 220.000.000 Dr. Kerugian penyerahan aktiva Rp. 30.000.000 Cr. Persediaan aktiva Rp. 250.000.000
5. Pada tanggal 28 januari 2009 pihak bank muamalat menyerahkan 20 buah
mesin pewarna ke nasabah Bapak Sunarto dengan harga pasar Rp.
200.000.000 (nilai tercatat Rp. 176.000.000) dengan jurnal :
Dr. Investasi mudharabah Rp. 200.000.000 Cr. Persediaan / Aset Mudharabah Rp. 176.000.000 Cr. Keuntungan mudharabah tangguhan Rp. 24.000.000
Dari keuntungan tersebut pihak bank melakukan amortisasi dengan
perhitungan dan jurnal sebagai berikut :
Rp. 24.000.000/24 = Rp. 1.000.000 per bulan
Dr. Keuntungan mudharabah tangguhan Rp. 1.000.000
72
Cr. Keuntungan penyerahan aset mudharabah Rp. 1.000.000 Hasil : Pencatatan keuntungan dan kerugian yang diakibatkan dari
penyerahan asset non kas dengan akan mudharabah pada transaksi 27 Januari dan
28 Januari telah sesuai dengan PSAK 105 paragraf 13 yang mengatakan bahwa
nilai wajar lebih kecil dari pada nilai tercatat diakui sebagai kerugian.
Salah satu mesin tenun, seharga Rp.10.000.000 sebelum diserahkan kepada
nasabah Bapak Sunarto, mengalami kerusakan, pihak bank menjurnal :
1. Pada saat bank membentuk cadangan kerugian: Dr. Beban Penyisihan Kerugian Investasi Mudharabah Rp. 10.000.000 Cr. Penyisihan Kerugian Investasi Mudharabah Rp. 10.000.000
2. Pada saat penghapus bukuan:
Dr. Penyisihan Kerugian InvestasiMudharabah Rp. 10.000.000 Cr. Investasi mudharabah Rp.10.000.000 Hasil :Pencatatan yang dilakukan sudah sesuai dengan PSAK 105 paragraf 14,
dimana jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan
rusak,hilang atau faktor lain karena bukan kelalaian mudharib, maka penurusan
nilai tersebut dicatat sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi
Mudharabah.
Untuk menghitung penyusutan dari modal non kas yang diberikan pihak bank
maka dibuat perhitungan sebagai berikut :
20 mesin tenun Rp. 200.000.000
20 mesin pewarna Rp. 220.000.000
Jumlah total modal non kas RP. 420.000.000
Penyusutan per bulan = Rp. 420.000.000/24= Rp. 35.000.000
73
dengan jurnal sebagai berikut:
Dr. Beban penurunan nilai (penyusutan) Rp. 35.000.000 Cr. Akumulasi penurunan nilai (penyusutan) Rp. 35.000.000
Pengukuran nilai investasi
Bank Muamalat Indonesia, melakukan pengukuran investasi mudharabah sebagai
berikut :
Modal Kas yang diberikan Rp. 100.000.000
Modal Non kas yang diberikan Rp. 400.000.000
Penuruan nilai Rp. 35.000.000
Amortisasi keuntungan (Rp. 1.000.000)
Rp. 34.000.000
Kerugian (Rp. 0)
(Rp. 34.000.000)
Nilai bersih investasi mudharabah Rp. 436.000.000
Sesuai dengan kesepakatan nasabah Bapak Sunarto membayar investasi
mudharabah sebesar Rp. 500.000.000, selain itu diketahui bahwa dari hasil
pengelola investasi mudharabah diperoleh hasil usaha senilai Rp. 10.000.000 dan
dibagi sesuai nisbah yang disepakati yaitu 70 : 30. Bagi hasil untuk bank telah
dibayar oleh mudharib sebelum tutup bank dilakukan. Untuk mencatat transaksi
tersebut maka dibuat jurnal sebagai berikut :
Dr. Rekening mudharib Rp. 500.000.000
Cr. Investasi mudharabah Rp. 500.000.000
Sedangkan jurnal dan perhitungan untuk mencatat dari hasil usaha adalah sebagai
berikut :
74
Shahibul maal = 70/100 x Rp. 10.000.000 = Rp. 7.000.000
Mudharib = 30/100 x Rp. 10.000.000 = Rp. 3.000.000
Jurnal :
Dr. Kas / Rekening Nasabah Rp. 7.000.000
Cr. Pendapatan bagi hasil Mudharabah Rp. 7.000.000
Hasil : Pencatatan pada transaksi yang dilakukan antara nasabah Bapak
Sunarto dengan bank telah sesuai dengan PSAK 105 No. 105 paragraf 13 point a
dan b.
1. Pembentukan penyusutan
Pembentukan penyusutan (penurunan nilai) modal non kas Rp. 800.000 dan
bagi hasil hak pemilik dana Rp. 3.500.000.
Perhitungan penyusutan modal mudharabah non kas (barang):
Nilai perolehan : Rp. 20.000.000 (4 buah mesin) Nilai residu : Rp. 800.000 Jangka waktu akad : 2 tahun ( 24 bulan) Penyusutan per bulan = (20.000.000 – 800.000) / 24 = 800.000
a. Pada saat pembentukan penyusutan aset (modal non kas) sebesar Rp.
800.000 dilakukan jurnal :
Dr. Penurunan Nilai Investasi Mudharabah Rp. 800.000 Cr.Akumulasi Penurunan Nilai Investasi Mudharabah Rp. 800.000
b. Pada saat penerimaan bagi hasil dari pengelola dana sebesar Rp.3.500.000
dilakukan jurnal:
Dr.Kas / Rekening Mudharib Rp. 3.500.000 Cr.Pendapatan bagi hasil Mudharabah Rp. 3.500.000
2. Pengukuran Investasi Mudharabah
Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah Rp. 3.500.000
75
Penurunan nilai Investasi Mudharabah (penyusutan) Rp. 800.000 Amortisasi keuntungan tangguhan (Rp. 50.000)
Jumlah penurunan nilai Rp.750.000 Hasil bersih investasi mudharabah Rp. 2.750.000
3. Bagi Hasil Mudharabah
a. Pada tanggal 20 Februari 2008 diterima bagi hasil dari nasabah Zainudin
yang menjadi hak bank sebesar Rp.3.500.000,- (70% x Rp. 5.000.000)
yang dibayar dengan tunai. Jurnalnya adalah sebagai berikut:
Dr.Kas / Rekening Zainudin Rp. 3.500.000 Cr.Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah Rp. 3.500.000
b. Pada tanggal 30 Maret 2008 diperoleh laporan secara tertulis dari nasabah
Zainudin atas bagi hasil periode bulan Maret 2008 sebesar Rp.3.500.000
yang belum dapat dibayarkan. Jurnalnya adalah sebagai berikut:
Dr.Piutang Mudharib (Piutang baghas mudharabah) Rp.3.500.000 Cr.Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah Rp. 3.500.000
4. Pengembalian Modal Kas
a. Pada tanggal 15 Januari 2010 sesuai kesepakatan dalam akad, diterima
pengembalian modal mudharabah kas sebesar Rp.30.000.000. Jurnalnya
adalah sebagai berikut:
Dr.Rekening mudharib Rp. 30.000.000 Cr.Investasi mudharabah Rp. 30.000.000
5. Pengembalian modal non kas
a. Diterima kembali mesin nilai investasi Rp.20.000.000, akumulasi
penurunan nilai (penyusutan) sebesar Rp.19.200.000. Jika nilai
wajar/pasar saat diterima Rp.2.500.000, dengan jurnal :
Dr.Persediaan Rp. 2.500.000 Dr.Akumulasi penurunan nilai Rp. 19.200.000
76
Cr.Investasi Mudharabah Rp. 20.000.000 Cr.Keuntungan Pengembalian Aset Mudharabah Rp. 1.700.000
Nilai wajar saat penyerahan sebesar Rp.150.000,- Dr.Persediaan Rp. 150.000,- Dr.Akumulasi penurunan nilai Rp. 19.200.000 Dr.Kerugian Pengembalian Aset mudharabah Rp. 50.000,- Cr.Investasi Mudharabah Rp. 20.000.000
6. Nilai Bersih Investasi Mudharabah
Pendapatan bagi hasil dari pengelola Rp. 3.500.000,- Pengurang : Penurunan nilai modal mudharabah (hilang) Rp. 300.000 Penurunan modal mudharabah (penyusutan) Rp. 800.000 Amortisasi Keuntungan tangguhan (Rp. 50.000) Penurunan modal mudharabah (lainnya) Rp. 200.000 Kerugian investasi mudharabah Rp. 500.000 Total pengurang pendapatan bagi hasil (Rp.1.750.000) Hasil bersih bagi hasil mudharabah Rp. 1.750.000
7. Investasi Mudharabah Jatuh tempo
a. Tanggal 15 Januari 2010 (jatuh tempo investasi mudharabah) nasabah
Zainudin tidak mengembalikan modal kas sebesar Rp. 30.000.000, Pada
saat jatuh tempo investasi mudharabah
Dr.Piutang Mudharib Rp. 30.000.000 Cr.Investasi Mudharabah Rp. 30.000.000
b. Saat pembayaran investasi jatuh tempo
Dr. Kas / Rekening mudharib Rp. 30.000.000 Cr.Piutang Mudharib Rp. 30.000.000
4.4.4 Analisa Pembahasan Bagi Hasil dalam Pembiayaan Mudharabah di
Bank Mualamat Indonesia
Maka dengan ini, pembiayaan mudharabah ini yaitu salah satu produk
pembiayaan di Bank Syariah sebagai instrumen ekonomi dalam Islam
77
berdasarkan bagi hasil, dimana di mudharabah posisi akurat dipahami sebagai
pengganti bunga sehingga dapat dilaksanakan oleh lembaga keuangan Syariah.
Dalam mudharabah kesepakatan terdapat pada PSAK 105 dimana penyesuaian
perilaku akuntansi terdiri dari dua, akuntasi untuk pemilik dana dan akunatansi
untuk administrator dana yang terdiri dari pengakuan dana mudharabah, investasi
pengukuran mdharabah, pengurangan nilai investasi mudharabah, kerugian, hasil,
akhir perjanjian mudharabah, penyajian dan pengungkapan.
Dengan demikian, pembiayaan mudharabah modalnya 100% dari shahibul
maal (bank) yang diberikan sepenuhnya oleh mudharib (nasabah), sesuai dengan
nisbah yang sesuai dengan perjanjian yang disepakati di awal akad. Dalam hal ini
pembiayaan mudharabah menggunakan sistem bagi hasil dengan profit sharing,
dalam profit sharing adalah pendapatan yang sudah dikurangi beban-beban yang
ada di mudharabah, maka telah sesuai dengan prosedur yang ada dan telah sesuai
dengan PSAK 105.
78
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang dilakukan oleh penulis mengenai peranan akuntansi
syariah terhadap pembiayaan mudharabah di Bank Muamalat Indonesia maka
dapat disimpulkan bahwa :
1. Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan penulis terhadap pelaksanaan
transaksi-transaksi pembiayaan mudharabah yang dilakukan oleh Bank
Muamalat Indonesia telah dilaksanakan sesuai dengan PSAK No. 105
tentang Akuntansi Mudharabah.
2. Penerapan akuntasi syariah dalam pembiayaan bagi hasil mudharabah di
Bank Muamalat Indonesia telah dilakukan dengan baik, karena pencatatan
transaksi – transaksi sudah dilakukan sesuai dengan standar akuntasi
keuangan. Hal ini dapat dilihat dari pencatatan transaksi- transaksi yang di
catat oleh Bank Muamalat Indonesia penerapan akuntasi baik pengakuan,
pengukuran, penyajian dan pengungkapan pembiayaan mudharabah pada
Bank Muamalat Indonesia telah sesuai dengan PSAK 105 mengenai
akuntasi mudharabah.
5.2 Saran
1. Sebaiknya Bank Muamalat Indonesia dalam penentuan akad pembiayaan
mudharabah memberikan keterangan dengan jelas mengenai isi dari akad
tersebut kepada nasabah (mudharib).
79
2. Berdasasrkan penelitian yang sudah dilakukan penentuan pencatatan
transaksi atas pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan
telah sesuai dengan PSAK 105, maka Bank Muamalat Indonesia agar
dapat mempertahankan pencatatan pembukuannya yang sesuai dengan
prinsip akuntansi yang ada di Indonesia.
3. Untuk instansi pendidikan (akademik) sebaiknya memberikan perhatian
yang lebih kepada perusahaan-perusahaan yang berbasis syariah agar
mendorong perusahaan-perusahaan yang berbasis syariah menjadi lebih
berkembang.
80
DAFTAR PUSTAKA
Agustianto (2008). Pembatalan Mudharabah. PSTTI-UI : Jakarta
Ahmed, Salman. (2011). “Analysis Of Mudharabah and A New Approach to Equity
Financing in Islamic Finance”. Vol : 6, No. 5, 2011.
Antonio, Muhammad Syafi’I (2001). Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Gema Insani
Press: Jakarta
Aziz, Farroq et al. 2013. “Mudharabah In Islamic Finance: A Critical Analysis Of
Interpretation and Implications”. Vol : 3, No: 5, 2013.
DSAK IAI. 2009. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.105 tentang Akuntansi
Mudharabah.
DSAK IAI. 2009. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah
(KDPPLKS).
Evita, Isretno dan Israhadi.2014. “Investasi bagi Hasil dalam Pembiayaan Akad Mudharabah
Perbankan Syariah”. E-Journal, Vol.1 No.1 (Januari 2014), Hal 70-97.
Harahap, Sofyan Syafri. 2011. Teori Akuntansi Edisi Revisi.Jakarta: Penerbit Rajawali Pers.
Jakarta: Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dan Penerbit Salemba, 2013.
Nurhayati, Sri dan Wasilah. 2011. Akuntansi Syariah di Indonesia Edisi Dua Revisi.
Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
--------------------, 2010. Bank Islam. Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Nu Nu Htay Sheila et al. 2013. “Shari’ah and Ethical Issues in The Practice Of The Modified
Mudharabah Family Takaful Model in Malaysia”. Vol : 4, No. 6, Desember, 2013.
81
Rivai Veithzal. Arviyan Arifin. 2010. Islamic Banking. Jakarta : Bumi Askara.
Riza Salman, Kautsar. 2012. Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK Syariah. Jakarta:
Akademia Pertama.
Yusuf, Muhammad, Sofyan Harahap dan Wiroso. 2010. Akuntansi Perbankan Syariah: PSAK
Syariah Baru. Jakarta: LPFE Usakti.
www.librarymuamalatinstitute.com
www.muamalatindonesia.com
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Data Pribadi :
Nama : Nur syahbani
NIM : 2011420015
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 08 Februari 1994
Agama : Islam
Alamat : Jl. Tegal Amba RT.003 RW.013 No.24
Duren Sawit, Jakarta Timur 13440
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
Tahun Sekolah Keterangan
1999 - 2005 SDN Klender 20 Pagi Jakarta Lulus
2005 - 2008 SMP Perguruan Rakyat 3 Jakarta Lulus
2008 - 2011 SMKN 50 Jakarta Lulus
2011 - 2015 S1 Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Darma Persada
Lampiran 1: PSAK 105
PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI SYARIAH 105
AKUNTANSI MUDHARABAH
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 105: Akuntansi Mudharabahb terdiri paragraf
1-42. Seluruh paragraf dalam Pernyataan ini memiliki kekuatan mengatur yang sama.
Paragraf yang dicetak dengan huruf tebal dan miring mengatur prinsip-prinsip utama.
Pernyataan ini harus dibaca dalam konteks Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian
Laporan Keuangan Syariah. Pernyataan ini tidak wajib diterapkan untuk unsur-unsur
yang tidak material.
PENDAHULUAN
Tujuan
01. Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan
pengungkapan transaksi mudharabah.
Ruang Lingkup
02. Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi
mudharabah baik sebagai pemilik dana (shahibul maal) maupun pengelola
dana (mudharib).
03. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi
syariah (sukuk) yang menggunakan akad mudharabah.
Definisi
04. Berikut ini adalah pengertian istilah yang digunakan dalam Pernyataan ini:
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama
(pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana)
bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan
sedangkan kerugian finansial ditanggung oleh pemilik dana.
Mudharabah muthlaqah adalah mudharabah di mana pemilik dana memberikan
kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.
Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah di mana pihak pemilik dana memberikan
batasan kepada pengelola dana, antara lain mengenai tempat, cara dan atau obyek
investasi.
Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah di mana pengelola dana
menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama investasi.
Karakteristik
05. Entitas dapat bertindak baik sebagai pemilik dana atau pengelola dana.
06. Mudharabah terdiri dari mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah, dan
mudharabah musytarakah. Jika entitas bertindak sebagai pengelola dana, maka
dana yang diterima disajikan sebagai daan syirkah temporer.
07. Dalam mudharabah muqayyadah, contoh batasan antara lain:
(a) Tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya;
(b) Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin,
atau tanpa jaminan; atau
(c) Mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak
ketiga.
08. Pada prinsipnya dalam penyaluran mudharabah tidak ada jaminan, namun agar
pengelola dana tidak melakukan penyimpangan maka pemilik dana dapat meminta
jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga. Jaminan in hanya dapat dicairkan
apabila pengelola dana terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang
telah disepakati bersama dalam akad.
09. Pengembalian dana mudharabah dapat dilakukan secara bertahap bersamaan
dengan distribusi bagi hasil atau secara total pada saat akad mudharabah diakhiri.
10. Jika dari pengelolaan dana mudharabah menghasilkan keuntungan, maka porsi
jumlah bagi hasil usaha pemilik dana dan pengelola dana ditentukan berdasarkan
nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selma periode akad. Jika
dari pengelolaan dana mudharabah menimbulkan kerugian, maka kerugian
finansial menjadi tanggungan pemilik dana.
Prinsip Pembagian Hasil Usaha
11. Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prisnsip bagi
hasil atau bagi laba. Jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian
hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omset).
Sedangkan jika berdasarkan prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba neto
(net profit) yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan
dana mudharabah.
Contoh
Uraian Jumlah Metode Bagi Hasil
Penjualan 100
Harga Pokok Penjualan 65
Laba bruto 35 Gross Profit Margin
Beban 25
Laba rugi neto 10 Profit Sharing
PENGAKUAN DAN PENGUKURAN
Akuntansi untuk Pemilik Dana
12. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi
mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada
pengelola dana.
13. Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai berikut:
(a) Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan;
(b) Investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar aset
nonkas pada saat penyerahan:
(i) Jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui, maka
selisihnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortasi sesuai
jangka waktu akad mudharabah.
(ii) Jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya
diakui sebagai kerugian;
14. Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan
rusak, hilang atau faktor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak
pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan
mengurangi saldo investasi mudharabah.
15. Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa
adanya kelalaian atau kesalahan pengelola daan, maka kerugian tersebut
diperhitungkan pada saat bagi hasil.
16. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha
mudharabah diterima oleh pengelola dana.
17. Dalam investasi mudharabah yang diberikan dalam aset nonkas dan aset nonkas
tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan
secara efektif dalam kegiatan usaha mudharabah, maka kerugian tersebut tidak
langsung mengurangi jumlah investasi, namun diperhitungkan pada saat
pembagian hasil usaha.
18. Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukkan oleh:
(a) Persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi;
(b) Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/atau yang
telah ditentukan dalam akad; atau
(c) Hasil keputusan dari institusi yang berwenang.
19. Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan
belum dibayar oleh pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui
sebagai piutang.
Penghasilan Usaha
20. Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan
usaha diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang
disepakati.
21. Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah
berakhir diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi.
Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara:
(a) Investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi; dan
(b) Pengembalian investasi mudharabah; diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
22. Pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui
berdasarkan laporan bagi asil atas realisasi penghasilan usaha dari pengelola dana.
Tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha.
23. Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada
pengelola dana dan tidak mengurangi investasi mudharabah.
24. Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai
piutang.
Akuntansi untuk Pengelola Dana
25. Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai
dana syrikah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang
diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar
nilai tercatatnya.
26. Jika pengelola dana menyalurkan dana syirkah temporer yang diterima maka
pengelola dana mengakui sebagai aset sesuai ketentuan pada paragraf 12-13.
27. Pengelola dana mengakui pendapatan atas pengeluaran daan syirkah temporer
secara bruto sebelum dikurangi dengan bagian hak pemilik dana.
28. Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua prisnsip, yaitu
bagi laba atau bagi hasil seperti yang dijelaskan pada paragraf 11.
29. Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah
diperhitungkan tetapi belum dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai
liabilitas sebesar bagi hasil yang menjadi porsi hak pemilik dana.
30. Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola dana
diakui sebagai beban pengelola dana.
Mudharabah Musytarakah
31. Jika pengelola dana juga menyertakan dana dalam mudharabah
musytarakah, maka penyaluran dana milik pengelola dana tersebut diakui
sebagai investasi mudharabah.
32. Akad mudharabah musytarakah merupakan perpaduan antara akad mudharabah
dan akad musytarakah.
33. Dalam mudharabah musytarakah, pengelola dana (berdasarkan akad
mudharabah) menyertakan juga danya dalam investasi bersama (berdasarkan akad
musyarakah). Pemilik dana musyarakah (musytarik) memperoleh bagian hasil
usaha sesuai porsi dana yang disetorkan. Pembagian hasil usaha antara pengelola
dana dan pemilik dana dalam mudharabah adalah sebesar hasil usaha musyarakah
setelah dikurangi porsi pemilik dana sebagai pemilik dana musyarakah.
34. Pembagian hasil investasi mudharabah musytarakah dapat dilakukan sebagai
berikut:
(a) Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dan pemilik dana
sesuai dengan nisbah yang disepakati, selanjutnya bagian hasil investasi setelah
dikurangi untuk pengelola dana (sebagai mudharib) tersebut dibagi antara
pengelola dana (sebagai musytarik) dengan pemilik dana sesuai dengan porsi
modal masing-masing; atau
(b) Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan pemilik dana
sesuai dengan porsi modal masing-masing, selanjutnya bagian hasil investasi
setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai musytarik) tersebut dibagi antara
pengelola dana (sebagai mudharib) dengan pemilik dana sesuai dengan nisbah
yang disepakati.
35. Jika terjadi kerugian atas investasi, maka kerugian dibagi sesuai dengan porsi
modal para musytarik.
PENYAJIAN
36. Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan
sebesar nilai tersebut.
37. Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam laporan keuangan:
(a) Dana syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebesar nilai tercatatnya untuk
setiap jenis mudharabah;
(b) Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum
diserahkan kepada pemilik dana disajikan sebagai posbagi hasil yang belum
dibagikan di liabilitas.
PENGUNGKAPAN
38. Pemilik dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah, tetapi
tidak terbatas, pada:
(a) Isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana, pembagian hasil
usaha, aktivitas usaha mudharabah, dan lain-lain;
(b) Rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya;
(c) Penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan; dan
(d) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.
39. Pengelola dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah, tetapi
tidak terbatas, pada:
(a) Isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana, pembagian hasil
usaha, aktivitas usaha mudharabah, dan lain-lain;
(b) Rincian dana syirkah temporer yang diterima berdasarkan jenisnya;
(c) Penyaluran dana yang berasal dari mudharabah muqayadah; dan
(d) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.
KETENTUAN TRANSISI
40. Pernyataan ini berlaku secara prospektif untuk transaksi mudharabah yang
terjadi setelah tanggal efektif. Untuk meningkatkan daya banding laporan
keuangan maka entitas dianjurkan menerapkan Pernyataan ini secara
retrospektif.
TANGGAL EFEKTIF
41. Pernyataan ini berlaku untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan entitas
yang dimulao pada atau setelah tanggal 1 Januari 2008.
PENARIKAN
42. Pernyataan ini menggantikan PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang
berhubungan dengan pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan
mudharabah.