perancangan kawasan wisata tepi air sebagai...

10
Konferensi Nasional Teknik Sipil 12 Batam, 18-19 September 2018 ISBN: 978-602-60286-1-7 KL-71 PERANCANGAN KAWASAN WISATA TEPI AIR SEBAGAI RUANG PUBLIK STUDI KASUS: PANTAI CARITA, KABUPATEN PANDEGLANG - BANTEN Rifky Ujianto 1 , Basauli Umar Lubis 2 , Budi Rijanto 3 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Email: [email protected] 2 Kelompok Keilmuan Perancangan Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB. Email: [email protected] 3 Kelompok Keilmuan Sejarah, Teori dan Kritik Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB. Email: [email protected] ABSTRAK Potensi sebuah daerah tepian air atau waterfront yang menjadi wajah sebuah kota merupakan fenomena yang telah berkembang diberbagai kota dunia. Salah satu fungsi daerah waterfront adalah sebagai ruang publik, baik berupa tempat wisata maupun wadah interaksi sosial. Untuk itu daerah ini dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi bagi kota khususnya pada bidang pariwisata. Namun khususnya pada lokasi studi makalah ini, pada perkembanganya mengalami banyak permasalahan diantaranya adalah privatisasi lahan di area tepian pantai hingga penurunan kualitas kawasan. Akibatnya masyarakat tidak dapat mengakses pantainya dengan bebas sebagai ruang publik yang seharusnya menjadi ruang interaksi sosial. Untuk itu maka dibutuhkan perencanaan dan perancangan kawasan yang memenuhi kualitas sebagai ruang publik dan tidak memberi peluang terhadap privatisasi tepian pantai. Kata kunci: Banten, Carita, Ruang Publik, Waterfront, Wisata 1. PENDAHULUAN Banten adalah daerah yang terletak diujung barat Pulau Jawa yang sebagian besar wilayahnya dikelilingi garis pantai dari ujung utara hingga ke selatan. Panjangnya garis pantai di wilayah Banten memiliki potensi pariwisata yang sangat besar khususnya wisata bahari. Peluang tersebut telah direspon melalui rencana percepatan pembangunan daerah yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah 2010-2030. Rencana tersebut diantaranya pembangunan Jembatan Selat Sunda disebelah Utara, dan Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata Tanjung Lesung Waterfront City di Selatan. Salah satu Daerah Tujuan Wisata (DTW) yang berkembang pada jalur pariwisata pesisir barat Banten adalah pantai Carita yang terletak diantara kedua simpul perkembangan wilayah tersebut. Untuk itu posisi pantai Carita ini diuntungkan dan akan terpengaruh perkembangan kawasan disekitarnya. Pantai berpasir putih ini sangat diminati sebagai tujuan wisata keluarga karena karakteristik pantainya berupa teluk yang landai sehingga cenderung lebih aman dibandingkan pantai-pantai lain yang berhadapan langsung dengan samudera. Tidak lebihnya dengan daerah lain disepanjang pantai barat Banten, kawasan Pantai Carita juga mengalami pembangunan oleh investor privat pada daerah tepian airnya bahkan sebagian besar terbangun diatas wilayah garis sempadan pantai. Pembangunan yang tidak direncanakan dengan baik juga menyebabkan bangunan terlihat berdiri sendiri-sendiri tanpa memperhatikan kesatuan satu sama lain sehingga banyak ruang negatif atau lost space. Sepanjang Anyer-Carita, hanya beberapa jengkal pesisir pantai yang masih bisa diakses oleh publik. Sisanya adalah pesisir "milik" hotel-hotel yang menguasai lahan sepanjang pantai (Priatmodjo, 2007). Berdasarkan Neraca Satelit Pariwisata Daerah (Nesprada 2009) Pantai di Banten masih menjadi pilihan obyek wisata utama yang dikunjungi oleh wisnus sebanyak (55,4%). Pantai yang menjadi objek wisata utama yang dikunjungi adalah pantai Anyer, pantai Carita dan pantai Sawarna. Tidak jauh berbeda dengan wisman, pantai juga menjadi objek wisata pilihan utama seorang wisman ketika berlibur ke Banten sebanyak (49,63%). Lebih dari setengah wisatawan yang berlibur memilih objek wisata di sepanjang Pantai Anyer dan Carita (64,52%). Kawasan Wisata Pantai Carita terletak pada pesisir pantai barat Banten, termasuk pada wilayah pemerintahan Kabupaten Pandeglang. Terletak antara 6°18'23.98" Lintang Selatan dan 105°50'24.78" Bujur Timur. Perkembangan mata pencaharian masyarakat disekitar kawasan Carita pada tahun 2006-2008 adalah hampir 70% nya adalah pedagang dan jasa, selebihnya petani, buruh dan pengrajin. Kawasan yang akan dikembangkan mempunyai luas sekitar 78 Ha, secara administrasi terletak pada dua desa/kelurahan yaitu Desa Sukajadi dan Desa Sukarame Kecamatan Carita. Di

Upload: vuonghuong

Post on 30-Mar-2019

239 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERANCANGAN KAWASAN WISATA TEPI AIR SEBAGAI …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/KL_09.pdfkhususnya pada lokasi studi makalah ini, pada perkembanganya mengalami banyak permasalahan

Konferensi Nasional Teknik Sipil 12 Batam, 18-19 September 2018

ISBN: 978-602-60286-1-7 KL-71

PERANCANGAN KAWASAN WISATA TEPI AIR SEBAGAI RUANG PUBLIK STUDI KASUS: PANTAI CARITA, KABUPATEN PANDEGLANG - BANTEN

Rifky Ujianto1, Basauli Umar Lubis2, Budi Rijanto3

1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Email: [email protected] 2 Kelompok Keilmuan Perancangan Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan

(SAPPK), ITB. Email: [email protected]

3 Kelompok Keilmuan Sejarah, Teori dan Kritik Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.

Email: [email protected]

ABSTRAK Potensi sebuah daerah tepian air atau waterfront yang menjadi wajah sebuah kota merupakan fenomena yang telah berkembang diberbagai kota dunia. Salah satu fungsi daerah waterfront adalah sebagai ruang publik, baik berupa tempat wisata maupun wadah interaksi sosial. Untuk itu daerah ini dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi bagi kota khususnya pada bidang pariwisata. Namun khususnya pada lokasi studi makalah ini, pada perkembanganya mengalami banyak permasalahan diantaranya adalah privatisasi lahan di area tepian pantai hingga penurunan kualitas kawasan. Akibatnya masyarakat tidak dapat mengakses pantainya dengan bebas sebagai ruang publik yang seharusnya menjadi ruang interaksi sosial. Untuk itu maka dibutuhkan perencanaan dan perancangan kawasan yang memenuhi kualitas sebagai ruang publik dan tidak memberi peluang terhadap privatisasi tepian pantai.

Kata kunci: Banten, Carita, Ruang Publik, Waterfront, Wisata

1. PENDAHULUAN Banten adalah daerah yang terletak diujung barat Pulau Jawa yang sebagian besar wilayahnya dikelilingi garis pantai dari ujung utara hingga ke selatan. Panjangnya garis pantai di wilayah Banten memiliki potensi pariwisata yang sangat besar khususnya wisata bahari. Peluang tersebut telah direspon melalui rencana percepatan pembangunan daerah yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah 2010-2030. Rencana tersebut diantaranya pembangunan Jembatan Selat Sunda disebelah Utara, dan Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata Tanjung Lesung Waterfront City di Selatan. Salah satu Daerah Tujuan Wisata (DTW) yang berkembang pada jalur pariwisata pesisir barat Banten adalah pantai Carita yang terletak diantara kedua simpul perkembangan wilayah tersebut. Untuk itu posisi pantai Carita ini diuntungkan dan akan terpengaruh perkembangan kawasan disekitarnya.

Pantai berpasir putih ini sangat diminati sebagai tujuan wisata keluarga karena karakteristik pantainya berupa teluk yang landai sehingga cenderung lebih aman dibandingkan pantai-pantai lain yang berhadapan langsung dengan samudera. Tidak lebihnya dengan daerah lain disepanjang pantai barat Banten, kawasan Pantai Carita juga mengalami pembangunan oleh investor privat pada daerah tepian airnya bahkan sebagian besar terbangun diatas wilayah garis sempadan pantai. Pembangunan yang tidak direncanakan dengan baik juga menyebabkan bangunan terlihat berdiri sendiri-sendiri tanpa memperhatikan kesatuan satu sama lain sehingga banyak ruang negatif atau lost space. Sepanjang Anyer-Carita, hanya beberapa jengkal pesisir pantai yang masih bisa diakses oleh publik. Sisanya adalah pesisir "milik" hotel-hotel yang menguasai lahan sepanjang pantai (Priatmodjo, 2007).

Berdasarkan Neraca Satelit Pariwisata Daerah (Nesprada 2009) Pantai di Banten masih menjadi pilihan obyek wisata utama yang dikunjungi oleh wisnus sebanyak (55,4%). Pantai yang menjadi objek wisata utama yang dikunjungi adalah pantai Anyer, pantai Carita dan pantai Sawarna. Tidak jauh berbeda dengan wisman, pantai juga menjadi objek wisata pilihan utama seorang wisman ketika berlibur ke Banten sebanyak (49,63%). Lebih dari setengah wisatawan yang berlibur memilih objek wisata di sepanjang Pantai Anyer dan Carita (64,52%). Kawasan Wisata Pantai Carita terletak pada pesisir pantai barat Banten, termasuk pada wilayah pemerintahan Kabupaten Pandeglang. Terletak antara 6°18'23.98" Lintang Selatan dan 105°50'24.78" Bujur Timur. Perkembangan mata pencaharian masyarakat disekitar kawasan Carita pada tahun 2006-2008 adalah hampir 70% nya adalah pedagang dan jasa, selebihnya petani, buruh dan pengrajin. Kawasan yang akan dikembangkan mempunyai luas sekitar 78 Ha, secara administrasi terletak pada dua desa/kelurahan yaitu Desa Sukajadi dan Desa Sukarame Kecamatan Carita. Di

Page 2: PERANCANGAN KAWASAN WISATA TEPI AIR SEBAGAI …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/KL_09.pdfkhususnya pada lokasi studi makalah ini, pada perkembanganya mengalami banyak permasalahan

KL-72

Kawasan ini sudah terdapat sarana dan prasarana penunjang aktifitas wisata seperti bangunan hotel, penginapan, kondominium, restoran, area parkir dan fasilitas penunjang. Posisi kawsan pantai Carita sendiri masuk dalam kategori obyek wisata domestik ± 150 Km.

Kawasan pantai Carita termasuk merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian sekitar 0 – 200 meter diatas permukaan laut (dpl). Sebagaian daerah ini berupa perbukitan yang berhubungan langsung dengan gunung aseupan dengan kemiringan lereng berkisar antara 0 – 2%. Suhu udara dikawasan Carita berkisar antara 22ºC – 27ºC, suhu di Carita relatif panas karena termasuk daerah pinggir pantai namun pada musim hujan cukup terasa sejuk juga karena dekat dengan daerah perbukitan dan gunung aseupan. Curah hujan antara 2.000 – 4.000 mm pertahun dengan rata-rata curah hujan 3.814 mm dan mempunyai rata-rata 177 hari hujan pertahun dengan tekanan udara rata-rata 1.010 milibar. Iklim di pesisir Carita sangat dipengaruhi oleh angin monson, saat musim penghujan (November-Maret) cuaca didominasi oleh angin barat (dari samudera hindia belanda) yang bergabung dengan angin asia yang melewati laut china selatan. Sedangkan pada musim kemarau (Juni-Agustus) cuaca didominasi oleh angin timur yang banyak menyebabkan sebagian daerah pesisir mengalami kekeringan, terlebih bila musim El-nino.

Gambar 1. Peta Kawasan Perancangan dalam Posisi Kecamatan Labuan dan wilayah yang berpengaruh Sumber: diolah dari RTRW propinsi Banten 2010-2030

Jika dilihat bahwa pada tahun 2009, dampak output yang disebabkan oleh aktivitas pariwisata hanya 2,11 persen dari total output ekonomi Banten. Pada tahun 2010 porsinya meningkat menjadi 2,30 persen. Dampak NTB juga demikian mengalami peningkatan dari 3,26 persen menjadi 3,54 persen. Kondisi yang sama juga terjadi untuk dampak terhadap upah/gaji dan pajak tak langsung yang masing-masing meningkat dari 2,64 persen menjadi 2,88 persen dan 3,08 persen menjadi 3,31 persen.

Porsi dampak terhadap penciptaan kesempatan kerja mengalami peningkatan dari 3,33 persen menjadi 3,39 persen. Secara persentase memang terlihat terjadi peningkatan yang sangat kecil, hal ini dikarenakan jumlah pekerja pada tahun 2010 meningkat sangat signifikan dari 3,70 juta orang menjadi 4,58 orang, sehingga walaupun kesempatan kerja dari dampak pariwisata bertambah 31 ribu lebih pada tahun 2010 kurang begitu berpengaruh dalam peningkatan porsinya.

Gambar 2. Dampak Ekonomi Pariwisata di Banten tahun 2009-2010 Sumber: Nesprada 2010

Page 3: PERANCANGAN KAWASAN WISATA TEPI AIR SEBAGAI …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/KL_09.pdfkhususnya pada lokasi studi makalah ini, pada perkembanganya mengalami banyak permasalahan

Dari data tersebut maka terlihat dampak peningkatan ekonomi pada pendapatan daerah serta meningkatnya kebutuhan tenaga kerja pada sektor pariwisata. Maka dengan adanya rancangan kawasan wisata pantai yang bersifat publik diharapkan dapat lebih meningkatkan pemasukan pendapatan daerah dan Nilai Tambah Bruto serta dapat memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat lokal sehingga nilai sosial dan kesejahteraan masyarakat meningkat.

2. ISU DAN GAGASAN Secara makro isu yang diangkat pada perancangan kawasan ini adalah adanya perkembangan kegiatan pariwisata pada sepanjang kawasan wisata pesisir pantai barat Banten. Perkembangan tersebut menyisakan permasalahan privatisasi daerah tepian pantainya yang seharusnya adalah ruang publik. Maka diperlukan sebuah pengembangan kawasan wisata pada tepi pantai yang bersifat publik.

Secara mikro, kawasan pantai Carita saat ini sudah berkembang dengan fungsi majemuk sebagai kawasan wisata. Mulai dari jenis obyek wisatanya, akomodasi, marina, dan aktifitas penunjang kawasan. Namun perkembangan tersebut tanpa ada perencanaan yang baik, terlihat beberapa bangunan dan fasilitas terbangun pada sempadan pantai dan lahan publik sehingga citra sebagai kawasan wisata tidak optimal. Untuk itu, diperlukan sebuah perancangan kawasan wisata yang berpihak pada kegiatan publik namun tidak menutup kemungkinan untuk memasukkan fungsi baru sebagai stimulan yang akomodatif.

3. METODOLOGI PERANCANGAN Pada pengembangan kawasan pantai Carita ini, secara umum metode yang digunakan adalah metode synoptic (rational) dengan didukung beberapa pendekatan lain dalam tahapan menganalisis data. Metode synoptic dipilih karena sifat dari metode ini yang secara sistematik prosesnya dimulai dari penelusuran latar belakang, pengumpulan data dan menganalisis data, merumuskan potensi dan permasalahan, menghasilkan konsep dan kriteria perancangan, membuat rancangan kemudian menilai rancangan.

Gambar 3. Bagan tahapan metode perancangan

Sumber: Shirvani, 1985

4. PRINSIP PERANCANGAN Berikut adalah prinsip perancangan kawasan wisata pantai Carita yang diadaptasi dari kriteria normatif, potensi tapak dan analisa preferensi stakeholders. 1. Mengembalikan fungsi kawasan sebagai ruang publik dengan menumbuhkan perekonomian pariwisata. 2. Mengembangkan fungsi campuran (mixed-use) sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku pada bangunan

di masing-masing zona sub-distrik kawasan.

1. Pengumpulan data, Pengamatan kondisi eksisting (alam, bangunan dan sosio-ekonomi)

2. Analisis data, Identifikasi dari seluruh batasan, dan peluang.

3. Formulasi tujuan dan sasaran studi

4. Menghasilkan konsep-konsep pengembangan

5. Menglaborasi konsep ke dalam solusi-solusi yang dapat dikerjakan

6. Mengevaluasi setiap keluaran solusi-solusi alternatif

7. Menerjemahkan setiap solusi menjadi sebuah kebijakan, rencana, pedoman dan program

Page 4: PERANCANGAN KAWASAN WISATA TEPI AIR SEBAGAI …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/KL_09.pdfkhususnya pada lokasi studi makalah ini, pada perkembanganya mengalami banyak permasalahan

KL-74

3. Menciptakan permeabilitas kawasan terhadap ruang terbuka dan menjadikan daerah tepi air sebagai orientasi masa bangunan serta daya tarik kawasan.

4. Membangkitkan kegiatan yang bersifat rekreatif dengan seni budaya lokal sebagai atraksi wisata dan menambahkan fungsi baru sebagai stimulan.

5. Menghubungkan antara zona sub-distrik dengan sistem sirkulasi yang baik dan menciptakan artikulasi tampilan bangunan daerah tropis tepi pantai serta menerapkan unsur arsitektur lokal.

6. Membagi ruang terbuka publik dengan fungsi dan tema yang berbeda dan bersifat multifungsi rekreatif. 7. Menciptakan jalur pedestrian yang aman, nyaman dan atraktif lengkap dengan street furniture-nya. 8. Merancangang sistem sirkulasi yang efektif dan efisien serta terintegrasi dengan sistem transportasi kota dan

area parkirnya. 9. Mengembangkan desain tata informasi yang menarik sesuai dengan konteks lingkungan dan menerapkan unsur

lokallitas Banten.

5. KONSEP PERANCANGAN KAWASAN Pada konsep perancangan kawasan wisata pantai Carita ini merujuk pada elemen perancangan sebagai pembentuk sebuah kota oleh Hamid Shirvani, diantaranya terdiri dari konsep tata guna lahan, konsep integrasi dengan kawasan, konsep tata masa dan bangunan, konsep fungsi dan aktivitas, konsep sirkulasi kendaraan dan parkir, konsep jalur pedestrian dan konsep ruang terbuka dan tata hijau.

Konsep tata guna lahan Pada konsep tata guna lahan menggambarkan pola hubungan antara pusat kegiatan dengan sirkulasi atau pergerakan dalam kawasan. Berdasarkan fungsi kawasan yang akan dikembangkan sebagai kawasan wisata maka perlu menambahkan fungsi lahan. Fungsi tersebut akan menunjang aktivitas kawasan wisata diantaranya adalah fungsi komersil, fungsi budaya dan edukasi, rekreasi dan hiburan, serta hunian. Pada pengembangan kawasan ini akan dilaksanakan dengan skenario tahapan sesuai dengan tingkat prioritas kepentingannya terhadap perkembangan kawasan secara keseluruhan, tahapan tersebut antara lain:

1. Mengembalikan fungsi kawasan tepi pantai sebagai ruang publik dan meningkatkan akses terhadap pantai. 2. Pembangunan infrastruktur jalan dan faslilitas pendukung wisata sebagai penunjang kegiatan ekonomi kawasan. 3. Pembagian sub-distrik kawasan dan penataan fasilitas-fasilitas di dalamnya sebagai stimulan aktivitas kawasan.

Diantaranya adalah sub-distrik komersial (tourist center), sub-distrik hunian, sub-distrik rekreasi dan hiburan, dan sub-distrik budaya dan edukasi.

Kawasan perancangan memiliki area yang cukup luas sekitar 78 hektar. Pembagian zoning pada kawasan dibagi berdasarkan orientasi terhadap pantai. Pada zona tepi pantai hingga batas jalan difungsikan sebagai area publik, lalu pada zona selanjutnya bersifat semi publik, dan zona selanjutnya lebih bersifat privat. Diperlukan sistem pembagian sub-distrik dengan masing-masing fungsi yang menunjang aktivitas wisata. Berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku maka Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang di tetapkan untuk Kawasan Wisata sebesar 50 % dari luas area perancangan, maka pembagian luasan sub-distrik sebagai berikut:

1. Komersial (Tourist Center), sub-distrik ini berperan sebagai pusat dari kawasan wisata pantai Carita. Zona ini juga sebagai area yang menghubungkan daerah permukiman penduduk dengan aktivitas wisata pantai.

2. Hunian, sub-distrik ini berperan sebagai penunjang fasilitas akomodasi wisata dan permukiman baru yang berupa Condotel, resort, villa & cottages.

3. Rekreasi dan hiburan, sub-distrik ini mengakomodasi aktivitas yang bersifat rekreatif, dengan menggabungkan antara atraksi wisata alam dan buatan.

4. Budaya dan Edukasi, sub-distrik ini mengakomodasi kegiatan wisata yang bersifat penelitian dan pembelajaran tentang lingkungan dan budaya lokal.

Page 5: PERANCANGAN KAWASAN WISATA TEPI AIR SEBAGAI …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/KL_09.pdfkhususnya pada lokasi studi makalah ini, pada perkembanganya mengalami banyak permasalahan

Gambar 4. Konsep Pengembangan Kawasan

Pada setiap sub-distrik memiliki tema fungsi berlainan satu sama lain saling melengkapi. Dalam setiap sub-distrik menerapkan fungsi campuran (mixed-use) pada bangunan, dengan memanfaatkan lantai dasar sebagai fungsi publik dan komersial akan meningkatkan permeabilitas kawasan dan lebih terjaga keamanannya sehingga kegiatan pada kawasan dapat berlangsung 24 jam.

Gambar 5. Konsep Fungsi Bangunan pada kawasan

Konsep integrasi kawasan (linkage) Pada setiap sub-distrik harus memiliki keterkaitan baik secara struktur kawasan maupun tampilan visual bangunan. Konsep integrasi kawasan terdiri dari Linkage visual Fasade Bangunan dimana terdapat keterkaitan visual di dapat dari keselarasan gaya arsitektur bangunan yang mencirikan bangunan tropis tepi pantai. Beberapa bangunan landmark diharapkan menerapkan unsur gaya arsitektur lokal. Linkage struktural adalah Keterkaitan struktur bangunan pada kawasan dengan mempertimbangkan permeabilitas kawasan memanfaatkan sistem aksesibilitas kendaraan dan jalur pedestrian dengan tepi air sebagai orientasinya.

Gambar 6. Konsep Linkage pada kawasan

Page 6: PERANCANGAN KAWASAN WISATA TEPI AIR SEBAGAI …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/KL_09.pdfkhususnya pada lokasi studi makalah ini, pada perkembanganya mengalami banyak permasalahan

KL-76

Konsep tata masa bangunan Konsep tata masa bangunan merujuk pada prinsip elemen pembentuk citra dan identitas kawasan dengan daerah pantai sebagai pertimbangan orientasi kawasan dan intensitas bangunannya. 1. Intensitas Bangunan dan Skyline

Konsep intensitas bangunan pada kawasan didasarkan pada peruntukan sub-distriknya. Komposisi bangunan semakin menuju tepi pantai akan semakin rendah bangunan dan kepadatannya. Hal itu diatur lebih detail pada penentuan peraturan KDB, KLB, dan ketinggian bangunan.

2. Orientasi Masa Bangunan Sesuai dengan topik perancangan, secara kawasan dan bangunan pada prinsipnya memanfaatkan daerah tepi air sebagai orientasi dan daya tarik utama, baik tepi pantai maupun sungai. Orientasi ini juga menjadi penyelesaian terhadap iklim setempat dan juga penyelesaian prinsip mitigasi (bangunan tinggi posisinya tegak lurus dengan arah gelombang dan angin).

Gambar 7. Konsep tata masa bangunan pada kawasan

Konsep Aktivitas Wisata Aktivitas pada kawasan di bagi berdasarkan tema masing-masing sub-distrik. Konsep aktivitas yang diterapkan yaitu menyelaraskan kegiatan bersifat rekreasi, olahraga, dan hunian dalam satu kawasan wisata. Adapun sub-distrik tersebut diantaranya: 1. Sub-distrik Komersial

• Tourist Center • Pusat Perbelanjaan • Pusat Kuliner • Area Jajanan dan Oleh-oleh • Pasar Wisata

2. Sub-distrik Hunian • Condotel • Hotel dan Motel • Guest House • Resort • Villa dan Cottages • Restoran dan Café

3. Sub-distrik Rekreasi

• Obyek Pantai dan Watersport • Theme Park • Outbond • Taman Bermain • Marina dan Beach Club • Restoran dan Cafe

4. Sub-distrik Budaya dan Edukasi • Museum Krakatau • Pusat Penelitian Kelautan • Sanggar Budaya dan

Kesenian • Gedung Serbaguna

Gambar 8. Aktivitas wisata pada kawasan

Page 7: PERANCANGAN KAWASAN WISATA TEPI AIR SEBAGAI …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/KL_09.pdfkhususnya pada lokasi studi makalah ini, pada perkembanganya mengalami banyak permasalahan

Konsep sirkulasi kendaraan dan parkir Konsep penataan sirkulasi kendaraan adalah bertujuan untuk memudahkan pencapaian, pemenuhan kebutuhan terhadap bangkitan lalu lintas, keterkaitan pada kawasan, dan juga sebagai strategi untuk meningkatkan kemampuan atau nilai lahan (land capacity). Dalam hal ini adalah membuat sistem hierarki jalan berupa jalur by pass melintang dari utara ke selatan terhadap lokasi kawasan, dan juga melintang dari timur ke barat dengan sungai sebagai orientasinya. Sedangkan jalan eksisting pada tepi pantai diubah statusnya menjadi beach road, jalur ini tertutup bagi kendaraan pada pukul 18.00 hingga 24.00. Penataan jalur kendaraan Prinsipnya memperlambat laju kendaraan dengan sistem traffic calming, serta pemberian rambu-rambu lalulintas dan marka jalan. Area parkir umum memanfaatkan daerah sempadan pantai yang mewadahi kendaraan pribadi maupun bus pariwisata. Pada beberapa titik juga tersedia parkir pada badan jalan (on street) yang di sediakan dengan kapasitas dan waktu parkir terbatas. Selain itu pada setiap kavling juga menyediakan parkir yang peruntukannya bagi pengunjung kavling tersebut.

Gambar 9. Konsep Sirkulasi Kendaraan dan Parkir, serta Jalur Pedestrian

Konsep jalur pedestrian Sifat dari kegiatan wisata adalah berjalan kaki sehingga jalur pedestrian pada kawasan sifatnya sebagai penghubung utama, maka seluruh area pada kawasan akan terhubung jalur pedestriannya satu sama lain. Prinsip utama yang diterapkan yaitu aman dan nyaman. Aman dari ancaman kendaraan bermotor diselesaikan dengan perbedaan ketinggian dan pembedaan material. Nyaman ketika digunakan oleh wisatawan berjalan dalam kawasan, teduh, atraktif dengan street furniture nya, dan memungkinkan akses menembus bangunan. Jalur pedestrian juga harus terintegrasi dengan fungsi publik lainnya seperti area parkir, akses transportasi umum. Jalur pedestrian juga berperan sebagai daya tarik utama berupa promenade di sepanjang tepi pantai.

Konsep ruang terbuka dan tata hijau Konsep ruang terbuka pada kawasan merupakan sebuah pendekatan terhadap permasalahan privatisasi lahan, mengembalikan fungsi tepi air sebagai ruang terbuka publik dimana dapat terjadi proses interaksi sosial antar masyarakat ataupun sebagai fasilitas rekreasi. Ruang publik ini juga dapat sebgai pembangkit pertumbuhan ekonomi dalam lingkup tiap kavling dengan memfungsikan lantai dasar sebagai aktivitas publik. menyediakan ruang terbuka pada setiap jarak tempuh maksimal pedestrian 300-400 meter atau sekitar 10-15 menit berjalan kaki. Sedangkan konsep tata hijau pada kawasan bersifat sebagai penyangga paru-paru kota dan daerah resapan air, peneduh, dan pengarah.

Page 8: PERANCANGAN KAWASAN WISATA TEPI AIR SEBAGAI …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/KL_09.pdfkhususnya pada lokasi studi makalah ini, pada perkembanganya mengalami banyak permasalahan

KL-78

Gambar 10. Konsep ruang terbuka dan tata hijau kawasan Ruang terbuka pada kawasan terdiri dari:

A. Major open space, ruang terbuka ini lebih bersifat dominan, aktif dan rekreatif. Memasukkan unsur-unsur public art, sculpture dan water feature sebagai daya tariknya. Ruang publik ini terdapat pada: promenade tepi pantai, river walk, festival/cultural park, commercial strip, juga ruang terbuka yang tersedia di setiap sub-distrik.

B. Minor open space, ruang terbuka ini memiliki skala pelayanan lebih kecil, lebih bersifat sebagai transition park, area parkir atau ruang terbuka yang terdapat pada tiap kavling.

C. Green belt, merupakan ruang terbuka hijau yang lebih bersifat pasif berfungsi sebagai hutan kota dan daerah resapan air.

D. Green strip, ruang hijau ini berfungsi sebagai peneduh pada jalur pedestrian dan bersifat mengarahkan.

Konsep tata informasi

Gambar 11. Konsep tata informasi pada kawasan Konsep tata informasi pada kawasan dibagi menjadi beberapa kelompok informasi, diantaranya informasi tentang simpul kegiatan berupa penunjuk arah tempat dan fasilitas pendukung kawasan seperti bank, apotik, kantor keamanan, dll. Selanjutnya Informasi tentang aktivitas pada masing-masing sub-distrik, dan informasi tentang aktivitas pada ruang terbuka berupa informasi area rekreasi dan penunjang. Mengaplikasikan sculpture unsur lokalitas sebagai penanda dengan pemilihan material dan warna yang sesuai dengan iklim pantai.

Page 9: PERANCANGAN KAWASAN WISATA TEPI AIR SEBAGAI …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/KL_09.pdfkhususnya pada lokasi studi makalah ini, pada perkembanganya mengalami banyak permasalahan

6. SIMULASI PERANCANGAN

Masterplan dan rencana tata guna lahan kawasan wisata pantai carita banten

Ilustrasi perspektif mata burung kawasan wisata pantai carita banten

Page 10: PERANCANGAN KAWASAN WISATA TEPI AIR SEBAGAI …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/KL_09.pdfkhususnya pada lokasi studi makalah ini, pada perkembanganya mengalami banyak permasalahan

KL-80

7. KESIMPULAN Pada konsep pengembangan kawasan pantai Carita sebagai ruang publik ini terlihat bahwa sebuah kawasan waterfront dapat berkembang dengan mengusung “spirit of publicness”, apapun fungsi dan fasilitasnya dapat diadaptasikan sebagai ruang publik. Pembagian sub-distrik juga suatu strategi pemerataan aktivitas pada kawasan wisata pantai Carita ini baik pada area Barat (tepian pantai) dan area Timur (hunian) juga area Utara-Selatan (gerbang kawasan). Untuk itu diperlukan sebuah konsep sirkulasi kendaraan dan pedestrian untuk memudahkan pencapaian sekaligus strategi untuk meningkatkan nilai lahan (land capacity).

Pada zona tertentu kawasan ada yang tersedia secara penuh sebagai ruang publik dalam hal ini adalah area pantai sebagai tempat rekreasi. Ada pula pada zona tertentu berupa fasilitas privat yang juga menyediakan ruang publik seperti faslitas akomodasi pada lantai atas dan lantai dasarnya disediakan fasilitas publik seperti restoran, area komersial, dan lain sebagainya. Situasi ini juga dapat lebih menghidupkan kawasan hingga 24 jam sehingga keamanan dan ketertiban kawasan dapat terjaga dengan baik. Dengan menerapkan konsep permeabilitas akses publik tersebut secara tidak langsung pihak swasta memperoleh keuntungan, kemudahan akses dapat meningkatkan penawaran kebutuhan akan fasilitas akomodasi dan komersial, fasilitas tersebut akan lebih banyak digunakan dan diakses oleh para wisatawan.

DAFTAR PUSTAKA (DAN PENULISAN PUSTAKA) Baskoro, BRA dan Rukendi, Cecep. Membangun Kota Pariwisata Berbasis Komunitas: Suatu Kajian Teoritis. Breen, A. & Rigby, D. (1994). Waterfront, Cities Reclaim Their Edge. New York: McGraw-Hill Inc. Carmona, M., Heath, T., Oc, T. & Tiesdell, S. 2003. Public Places Urban Spaces, The Dimensions of Urban Design.

Architectural Press. Carr, S., Francis, Mark., Rivlin, Leanne G. & Stone, Andrew M. 1992. Public Space, Cambridge University Press.

Cambridge. Lynch, K. (1992). The Image of The City. Massachusett: The MIT Press. Neraca Satelit Pariwisata Daerah Propinsi Banten. (2009 dan 2010). Disbudpar dan BPS Propinsi Banten. Pandeglang Dalam Angka 2011. (2011). Bappeda dan BPS Kabupaten Pandeglang. Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2005 Tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Provinsi Banten Priatmodjo, Danang. (2007). Ramai-ramai Menggusur Ruang Publik. Majalah Tempo. Rapuano, Michael, DR. P. P. Pirone and Brooks E. Wigginton. 1964. Open Space in Urban Design. Ohio: The

Cleveland Development Foundation. RTRW Propinsi Banten 2010-2030 RTRW Kabupaten Pandeglang 2011-2031 Shirvani, Hamid, (1985), The Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold, New York Soekadijo. R. G. (2000). Anatomi Pariwisata (Memahami Pariwisata sebagai “Systemic Linkage”. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama. Warpani. Sudjarwoko P, Indira P. (2007). Pariwisata dalam tata ruang wilayah. Bandung: Penerbit ITB.