perancangan slitter cutter pada mesin open mill
TRANSCRIPT
PERANCANGAN SLITTER CUTTER PADA MESIN OPEN
MILL
A final project report
presented to
the Faculty of Engineering
By
Amat Sofianto
003201305018
In partial fulfillment
of the requirements of the degree
Bachelor of Science in Mechanical Engineering
President University
May 2018
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Program Studi Teknik Mesin,
Fakultas Teknik, President University.
Nama : Amat Sofianto
NIM : 003201305018
Menyatakan dengan sesungguhnya nya bahwa Tugas Akhir dengan judul
PERANCANGAN SLITTER CUTTER PADA MESIN OPEN MILL, adalah:
1. Dibuat dan diselesaikan sendiri dengan menggunakan literatur, hasil kuliah,
survei lapangan, bimbingan, serta jurnal acuan yang tertera dalam referensi
pada tugas akhir ini.
2. Bukan merupakan duplikasi karya tulis yang telah dipublikasikan atau
pernah dipakai untuk mendapatkan gelar sarjana di perguruan tinggi lain,
kecuali bagian-bagian tertentu digunakan sebagai referensi pendukung untuk
melengkapi sumber informasi.
3. Bukan merupakan karya tulis terjemahan dari kumpulan buku-buku atau
jurnal acuan yang tertera dalam referensi pada tulisan tugas akhir saya.
Jika terbukti saya tidak memenuhi apa yang telah dinyatakan seperti di atas, maka
tugas akhir saya ini akan dibatalkan.
Cikarang, 02 Mei 2018
Yang membuat pernyataan,
Amat Sofianto
iii
LEMBAR PENGESAHAN
PERANCANGAN SLITTER CUTTER PADA MESIN OPEN
MILL
By
Amat Sofianto
003201305018
Approved by
Nanang Ali Sutisna, M.Eng.
Final Project Supervisor
Lidya Anggraini,ST.,M.Eng.,Ph.D.
Head of Study Program
Mechanical Engineering
Dr.-Ing. Erwin Sitompul,S.T., M.Sc.
Dean of Faculty of Engineering
iv
MOTTO
“Tidak Ada Kesuksesan Tanpa Doa dan Kerja Keras”
v
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai perancangan slitter cutter pada open mill karena sheet
compound yang dihasilkan banyak mengalami FM dip (Foreign Material Dipping)
terutama pada sisi-sisi sheet compound, sehingga hasil sheet compound tersebut harus di-
rework dan hasil produksi ban banyak yang NG (Not Good) dan jadi scrap. Perancangan
ini bertujuan untuk mengurangi bahkan menghilangkan FM dip yang terjadi pada sheet
compound guna menjaga kontinuitas produksi secara keseluruhan. Dalam produksi ban
banyak FM yang sering ditemukan, nama FM sesuai material asing yang ada atau yang
tercampur pada bahan pembuat ban contoh FM I (Foreign Material Iron) yaitu ada
material asing dalam bahan pembuat ban berupa besi atau logam. Tetapi kali ini penulis
fokus untuk menghilangkan FM dip dengan perancangan slitter cutter pada open mill
menggunakan tenaga pneumatik sehingga tercapai slogan perusahaan “Zero FM” dapat
tercapai. Dalam perancangan ini menggunakan tenaga pneumatik sebagai penggeraknya.
Pneumatik dipilih karena lebih murah, simple dan bersih sehingga cocok untuk
diaplikasikan ke mesin open mill. Perancangan alat ini dibuat manual untuk memudahkan
operator mesin mengoperasikan. Operator mesin cukup menggeser tuas hand valve
pneumatik sehingga cutter dapat maju dan mundur. Setelah melakukan perancangan
kemudian dilakukan analisis gaya-gaya yang terjadi dan menghitung kekuatan
konstruksinya. Dari hasil analisis dan perhitungan dengan factor keamanan (safety factor)
menunjukkan hasil yang aman. Sehingga dapat dikatan alat tersebut aman terhadap gaya-
gaya yang bekerja.
.
Kata kunci: Perancangan, Sistem Pneumatik, Slitter Cutter, Rubber Compound.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
skripsi dengan judul PERANCANGAN SLITTER CUTTER PADA MESIN OPEN
MILL tepat pada waktunya. Laporan ini dibuat sebagai syarat untuk memperoleh gelar
sarjana teknik mesin di fakultas teknik President University.
Ucapan terima kasih yang sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan laporan skripsi ini, khususnya kepada:
1. Bapak Dr.Ing. Erwin Sitompul, selaku Dekan Fakultas Teknik, President University.
2. Ibu Dr. Lydia Anggraini, S.T, M.Eng, selaku Kepala Program Studi Teknik Mesin
sekaligus dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran dan masukan
kepada penulis dalam menyelesaikan laporan ini.
3. Bapak Nanang Ali Sutisna, M.Eng selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
masukan dalam pembuatan alat serta laporan.
4. Dosen pengajar dan juga staf di lingkungan President University yang telah
membantu dalam proses dan selesainya laporan ini.
5. Kedua orangtua dan keluarga tercinta yang selalu memberikan doa, semangat dan
dukungan dalam segala hal.
6. Rekan-rekan satu angkatan jurusan Teknik Mesin President University serta semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Akhir kata, Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis pribadi dan bagi
pembaca pada umumnya. Laporan ini tentunya masih jauh dari kata sempurna serta banyak
kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan.
Cikarang, 02 Mei 2018
Penulis :
Amat Sofianto
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ...........................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................... iii
MOTTO .............................................................................................................................. iv
ABSTRAK........................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ vi
DAFTAR ISI .....................................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………..….1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………..………1
1.2 Perumusan Masalah…………………………………………………………..……2
1.3 Batasan Penelitian……………………………………………………………….....2
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………………………...……..3
1.5 Sistematika Penulis…………………………………………………………...……3
BAB II LANDASAN TEORI………………………………………………………..…..4
2.1 Definisi open mill (Sheet Mill)……………………………………………..……..4
2.2 Roller………………………………………………………………………………4
2.2.1 Gravity roller……………………………………………………………....5
2.2.2 Impact roller…………………………………………...…..………………5
2.3 Klasifikasi baja……………………………………………………………...….…6
2.3.1 Berdasarkan persentase paduannya………………………………….....…6
2.3.2 Berdasarkan komponen……………………………………………..…....6
2.3.3 Berdasarkan strukturnya…………………………………………….........7
2.3.4 Berdasarkan penggunaan dan sifatnya……………………………….......7
2.3.5 Klasifikasi lain…………………………………………………………....9
2.4 Pengertian baut (Bolt)…………………………………………………………..10
2.4.1 Perbedaan jenis material pada baut………………………………….….10
2.4.2 Resistance pada baut.……………………………………….…………..12
2.5 Pelat besi hitam SS400……………………………………………….………...12
2.6 Macam-macam material pembentuk cutting tools………………………….….13
2.7 Pengertian sistem pneumatik…………………………………………………..15
viii
2.7.1 Kelebihan dan kekurangan sistem pneuatik………………..…………….16
2.7.2 Komponen-komponen sistem pneumatik………………………..…...….16
2.7.3 Simbol dan standarisasi sistem pneumatikesistance………………..……20
2.7.4 Analisis gaya pada pneumatik……………………………………………21
2.8 Teori tegangan regangan umum…………………………………………………….25
2.8.1 Macam-macam tegangan yang terjadi pada suatu material…..………….26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN…………………………………………………32
3.1 Definisi perancangan……………………………………………………………….32
3.2 Langkah-langkah perancangan……………………………………………………..33
BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI…………………………………………………..37
4.1 Analisis design alat………………………………………………………………37
4.1.1 Material alat slitter cutter……….………………………………………….38
4.2 Analisis sistem penggerak………………………………………………………39
4.3 Analisis cutter slitter…………………………………………………………….43
4.4 Analisis gaya pada pneumatik…………………………………………………..44
4.5 Analisis kekuatan konstruksi alat……………………………………………….46
BAB V PENUTUP………………………………………………………………………..57
5.1 Kesimpulan………………………………………………………………………...57
5.2 Saran……………………………………………………………………………….57
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….58
LAMPIRAN………………………………………………………………………………59
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Open Mill (Sheet Mill) ................................................................................. 4
Gambar 2. 2 Gravity Roller……………………………………………………………....5
Gambar 2. 3 Impact Roller…………………………………………………………….....5
Gambar 2. 4 Pelat Besi Hitam SS400………………………………………………......13
Gambar 2. 5 Macam-macam Cutting Tools…………………………………………….15
Gambar 2. 6 Hukum Boyle Mariotte’s Law……………………..……………….........15
Gambar 2. 7 Kompressor……………………………………………………………….17
Gambar 2. 8 Cylinder Single Acting Spring Return……………………………………17
Gambar 2. 9 Cylinder Double Acting Single ended………………………………...….18
Gambar 2. 10 Cylinder Double Acting Double Ended…………………………………18
Gambar 2. 11 Macam-macam Directional Valve………………………………………19
Gambar 2. 12 Macam-macam Flow Control Valve…………………………………….20
Gambar 2. 13 Daftar Simbol Pneumatik………………………………………………..21
Gambar 2. 14 Metode Pemasangan Batang Pneumatik dan hidrolik………..…………25
Gambar 2. 15 Tegangan Normal………………………………………………………..27
Gambar 2. 16 Tegangan Tarik…………………………………………………...……..28
Gambar 2. 17 Tegangan Lengkung Pada Poros……………………………………......28
Gambar 2. 18 Tegangan Puntir…………………………………………………………29
Gambar 2. 19 Tegangan Tekan…………………………………………………………30
Gambar 2. 20 Tegangan Geser…………………………………………………………31
Gambar 3. 1 Diagram Alir Perancangan……………………………………………....34
Gambar 4. 1 Design Slitter Cutter……………………………………………………..37
Gambar 4. 2 Rangkaian Sistem Pneumatik.....………………………………………..39
Gambar 4. 3 Drawing Sistem Pneumatik……………………………………………...39
Gambar 4. 4 Cylinder Double Acting…..……………………………………………..40
Gambar 4. 5 Hand Valve 4/3…………………………………………………………..41
Gambar 4. 6 Air Regulator…………………………………………………………….41
Gambar 4. 7 Fitting Niple elbow………………………………………………………41
Gambar 4. 8 Speed Controllertter……………………………………………………..43
Gambar 4. 9 Reducer Nippler…………………………….……………….…………..43
Gambar 4.10 Selang Angin (Hose)………………………..…………………………..43
x
Gambar 4.11 Shut Off Valve………………………………………….………………43
Gambar 4.12 Cutter Slitter…………………………………………….………………44
Gambar 4.13 Gaya Dorong Pada Silinder…………………………….…………...….47
Gambar 4.14 Gaya Buckling Pada Batang Silinder………………….……………….48
Gambar 4.15 Analisis Gaya Pada Alat……………………………….……………….50
Gambar 4.16 Free Body Diagram Slitter Cutter…………………….………………..51
Gambar 4.17 Desain Roller dan Bracket…………………………….……………….52
Gambar 4.18 Free Body Diagram Bracket Dan Roller………..…….……………….53
Gambar 4.19 Free Body Diagram Roller…………………………………………….55
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Mekanikal Properti Baut Satuan Inch……………………………………….11
Tabel 2. 2 Mekanikal Properti Baut Satuan Metrik…………………………………….11
Tabel 2. 3 Koefisien Gaya Gesek Pada Bantalan……………………………………….24
Tabel 4. 1 Mekanikal Prooperti SS400…………………………………………………38
Tabel 4. 2 Komponen Sistem Pneumatik Pada Alat...………………………………….40
Tabel 4. 3 Harga Faktor Keamanan Beberapa Material.............................................……45
Tabel 4. 4 Tegangan Geser Compound……….………………….......……..…………..50
Tabel 4. 5 Ultimate Stress Compound……….………………….......…………..………53
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam dunia industri otomotif terutama pada sektor komponen penunjang seperti ban
(tire) mengalami perkembangan yang sangat pesat dewasa ini. Para pelaku dalam dunia
industri ini dituntut untuk menghasilkan produk yang inovatif, ramah lingkungan serta
aman bagi penggunanya (user friendly). Proses pembuatan ban melalui proses dan tahapan
yang sangat panjang dari proses awal pencampuran bahan-bahan (mixing) sampai proses
memasak ban (curing). Pada proses awal pengadukan semua bahan pembuat ban dalam
mesin pengaduk (Banbury Mixer) untuk menghasilkan lembaran-lembaran karet
(compound) sering terjadi rework karena ditemukan benda asing (Foreign Material)
disingkat FM, sehingga meghambat proses kontuinitas produksi.
Apabila suatu FM sampai lolos hingga menjadi suatu ban (tire) akan menjadi masalah
yang sangat besar dan tentunya akan membahayakan konsumen. Salah satu FM yang
sering terjadi adalah FM dipping. Dipping adalah zat aditif yang berbahan dasar sabun
yang digunakan sebagai anti lengket pada lembaran-lembaran karet (compound). Setelah
material keluar dari mesin banbury mixer, bahan tersebut harus melaui mesin open mill
guna membentuk menjadi lembaran-lembaran (sheet compound). Setelah melalui open
mill, compound tersebut yang masih dalam keadaan panas maka harus melalui cairan
dipping untuk didinginkan dan agar tidak lengket saat ditumpuk dalam suatu pallet.
Setelah melalui dipping, compound akan masuk dalam conveyor pengering (Batch
Off). Dalam proses ini sering menyebabkan timbulnya FM dipping karena kedua sisi
compound yang tidak rata. Cairan dipping setelah kering akan sedikit menggumpal pada
bagian sisi-sisi compound yang tidak rata tersebut. Gumpalan dipping tersebut menjadi
masalah jika sampai lolos menjadi ban (tire). Karena tidak ada mesin yang dapat
mendeteksi dipping seperti logam yang dapat dideteksi dengan mesin metal detector,
sehingga pengecekan harus dilakukan secara visual yang rentan terhadap kesalahan.
Biasanya pada proses berikutnya akan mengembalikan compound yang terindikasi
dapat menyebabkan FM dipping untuk di-Rework. Apabila compound yang dihasilkan
harus di-rework maka menyebabkan lost time yang sangat banyak karena pengerjaan
2
rework seperti disini harus mulai dari step awal lagi. Selain lost time juga berdampak pada
operator yang harus bekerja lebih sehingga harus membayar untuk kerja lembur (overtime).
Apabila dalam suatu ban ada FM atau ada bahan yang seharusnya tidak ada dalam ban
maka resiko ban tiba-tiba meletus dijalan saat dipakai besar. Dan bila hal tersebut terjadi
maka konsumenlah yang menjadi korban dan perusahaan akan mengalami kerugian karena
kesalahan fatal tersebut.
Maka dari itu penulis melakukan perancangan slitter cutter pada open mill PT. X
untuk mengatasi masalah yang ada pada proses mixing. Slitter cutter ini bertujuan untuk
mencegah atau meghilangkan penyebab terjadinya FM dipping dengan cara memotong
pada kedua sisi compound setelah keluar dari open mill. Desain dari slitter cutter ini dibuat
manual karena pengopersiannya yang sangat mudah dan sederhana. Metode penggerak dari
slitter cutter ini menggunakan silinder pneumatic tipe double acting single ended dengan
katup manual (hand valve). Cutter yang dipakai berbentuk bulat sehingga dapat berputar
mengikuti roll pada open mill tersebut.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat di
rumuskan permasalahan yang ada, yaitu :
1. Bagaimana cara agar perancangan slitter cutter pada open mill mudah digunakan
serta aman bagi operator mesin.
2. Perancangan sistem pneumatic sebagai tenaga penggerak menggunakan software
Festo FluidSIM .
3. Perencanaan kekuatan konstruksi slitter cutter.
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan uraian rumusan masalah tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan
yang ada, yaitu:
1. Hanya membahas tentang desain dan sistem dari perancangan slitter cutter pada open
mill.
2. Membahas tentang safety factor dan kekuatan konstruksi yang dibuat.
3
1.4 Tujuan Dan Manfaat
Adapun tujuan yang ingin diperoleh adalah:
1. Mengetahui tahapan-tahapan dari proses perancangan slitter cutter sehingga mudah
digunakan dan aman bagi operator mesin.
2. Mampu membuat drawing pneumatic sebagai tenaga penggerak dari slitter cutter.
3. Mampu menghitung kekuatan konstruksi dari perancangan slitter cutter .
Dan manfaat yang ingin diperoleh antara lain:
1. Mampu mengurangi resiko terjadinya FM dip pada compound.
2. Untuk mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh FM dip.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan skripsi ini sangat di butuhkan sehingga dapat
mempermudah dalam penyelesaian penyusunan penulisan skripsi ini, sistematika penulisan
adalah sebagai berikut :
1. BAB I. PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan, manfaat
dan sistematika penulisan.
2. BAB II. LANDASAN TEORI
Dalam bab ini berisi tentang pengertian-pengertian dari istilah-istilah yang digunakan
dalam penelitian ini, serta teori-teori yang mendukung dalam skripsi ini.
3. BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini akan menjelaskan mengenai metode apa saja yang digunakan dalam
melakukan penelitian.
4. BAB IV: ANALISIS DAN EVALUASI
Dalam bab ini menjelaskan tentang analisis dan evaluasi tentang perancangan slitter
cutter pada mesin open mill terhadap kekuatan strukturnya.
5. BAB V: PENUTUP
Dalam bab ini menjelaskan tentang kesimpulan secara keseluruhan dalam pembuatan
skripsi. Serta berisi kritik dan saran yang berupa masukan yang dapat diberikan
kepada perusahaan atau pihak-pihak yang terkait secara langsung.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Open Mill (Sheet Mill)
Definisi Open Mill (Sheet Mill) adalah mesin yang memiliki dua silinder (Roll)
yang berputar berlawanan arah. Silinder (Roll) tersebut polos (tidak memiliki ulir) dan
keduanya hanya terpisah dengan jarak yang sangat kecil. Open Mill (Sheet Mill) berfungsi
untuk membuat campuran yang telah dikeluarkan dari mesin mixer (Banbury) untuk
menjadi lembaran tipis. Lembaran tipis tersebut kemudian disebut compound.
Ukuran open mill sangat bermacam-macam dari 20” sampai 28’. Open mill didesain
dengan gear penggerak depan lebih sedikit dibandingkan gear penggerak yang belakang.
Walaupun ukuran kedua roll tersebut sama hal ini dimaksudkan agar material setelah
melewati roll akan bergerak kedepan karena perbedaan kecapatan antar roll depan dan
belakang yang disebabkan oleh perrbedaan jumlah gearnya.
Gambar 2. 1 Open mill (Sheet Mill)
2.2 Roller
Roller adalah suatu alat yang biasa digunakan dalam dunia industri, pabrik maupun
dunia otomotif yang berfungsi untuk mentransmisikan gaya. Dalam dunia manufaktur
5
Roller banyak digunakan untuk memindahkan beban dari satu tempat ke tempat lainnya.
Roller terdapat banyak jenisnya dari yang terbuat dari logam ataupun non-logam. Berikut
adalah macam-macam roller:
2.2.1 Gravity Roller
Roller ini biasa digunakan untuk mengangkut beban kecil atau besar tergantung
pada bahan material dan besar atau kecil roller tersebut. Material dasar yang digunakan
dalam pembuatan roller ini sangat bervariasi mulai dari bahan logam maupun non-logam,
seperti: steel pipe, stainless steel pipe, plastic pipe / PVC, dan aluminium pipe.
Gambar 2.2 Gravity Roller
2.2.2 Impact Roller
Roller jenis ini biasanya dilapisi atau dibalut (rubber) karet pada bagian diameter
luar (outside diameter) pipanya. Kenapa digunakan bahan karet (rubber) sebagai pelapis
roller, yaitu untuk meminimalisir beban kejut (impact), sesuai dengan karakter elastis dari
bahan karet (rubber) tersebut
Gambar 2.3 Gravity Roller
6
2.3 Klasifikasi Baja
Baja adalah logam paduan dengan besi (Fe) sebagai unsur dasar dan karbon (C)
sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon dalam baja berkisar antara 0,2 %
hingga 2,1 % berat sesuai grade-nya. Fungsi karbon dalam baja adalah sebagai unsur
pengerasan pada kisi kristal atom besi. Baja karbon adalah baja yang mengandung karbon
lebih kecil 1,7 %, sedangkan besi mempunyai kadar karbon lebih besar dari 1,7 %. Baja
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.2.1 Berdasarkan persentase paduannya
a. Baja paduan rendah
Bila jumlah unsur tambahan selain karbon lebih kecil dari 8% (menurut Degarmo.
Sumber lain, misalnya Smith dan Hashemi menyebutkan 4%), misalnya : suatu baja
terdiri atas 1,35%C; 0,35%Si; 0,5%Mn; 0,03%P; 0,03%S; 0,75%Cr; 4,5%W [Dalam
hal ini 6,06%<8%]>
b. Baja paduan tinggi
Bila jumlah unsur tambahan selain karban lebih dari atau sama dengan 8% (atau 4%
menurut Smith dan Hashemi), misalnya : baja HSS (High Speed Steel) atau SKH 53
(JIS) atau M3-1 (AISI) mempunyai kandungan unsur : 1,25%C; 4,5%Cr; 6,2%Mo;
6,7%W; 3,3%V.
Sumber lain menyebutkan:
a. Low alloy steel (baja paduan rendah), jika elemen paduannya ≤ 2,5 %.
b. Medium alloy steel (baja paduan sedang), jika elemen paduannya 2,5 – 10 %.
c. High alloy steel (baja paduan tinggi), jika elemen paduannya > 10 %.
1.2.2 Berdasarkan jumlah komponennya
a. Baja tiga komponen
Terdiri satu unsur pemadu dalam penambahan Fe dan C.
b. Baja empat komponen atau lebih
Terdiri dua unsur atau lebih pemadu dalam penambahan Fe dan C. Sebagai contoh
baja paduan yang terdiri: 0,35% C, 1% Cr,3% Ni dan 1% Mo
7
1.2.3 Berdasarkan strukturnya
a. Baja pearlit (sorbit dan troostit)
Unsur-unsur paduan relatif kecil maximum 5% Baja ini mampu dimesin, sifat
mekaniknya meningkat oleh heat treatment (hardening &tempering).
b. Baja martensit
Unsur pemadunya lebih dari 5 %, sangat keras dan sukar dimesin
c. Baja austenit
Terdiri dari 10 – 30% unsur pemadu tertentu (Ni, Mn atau CO) Misalnya : Baja tahan
karat (Stainless steel), nonmagnetic dan baja tahan panas (heat resistant steel).
d. Baja ferrit
Terdiri dari sejumlah besar unsur pemadu (Cr, W atau Si) tetapi karbonnya rendah.
Tidak dapat dikeraskan.
e. Karbid atau ledeburit
Terdiri sejumlah karbon dan unsur-unsur pembentuk karbid (Cr, W, Mn, Ti, Zr).
1.2.4 Berdasarkan penggunaan dan sifat-sifatnya
a. Baja konstruksi (structural steel)
Dibedakan lagi menjadi tiga golongan tergantung persentase unsur pemadunya, yaitu
baja paduan rendah (maksimum 2 %), baja paduan menengah (2- 5 %), baja paduan
tinggi (lebih dari 5 %). Sesudah di-heat treatment baja jenis ini sifat-sifat mekaniknya
lebih baik dari pada baja karbon biasa.
b. Baja perkakas (tool steel)
Dipakai untuk alat-alat potong, komposisinya tergantung bahan dan tebal benda yang
dipotong/disayat,kecepatan potong, suhu kerja. Baja paduan jenis ini dibedakan lagi
menjadi dua golongan, yaitu baja perkakas paduan rendah (kekerasannya tak berubah
hingga pada suhu 250 °C) dan baja perkakas paduan tinggi (kekerasannya tak berubah
hingga pada suhu 600°C). Biasanya terdiri dari 0,8% C, 18% W, 4% Cr, dan 1% V,
atau terdiri dari 0,9% C, 9 W, 4% Cr dan 2-2,5% V.
8
c. Baja dengan sifat fisik khusus
Dibedakan lagi menjadi tiga golongan, yaitu baja tahan karat (mengandung 0,1-0,45%
C dan 12-14% Cr), baja tahan panas (yang mengandung 12-14% Cr tahan hingga suhu
750-800oC, sementara yang mengandung 15-17% Cr tahan hingga suhu 850-1000
oC),
dan baja tahan pakai pada suhu tinggi (ada yang terdiri dari 23-27% Cr, 18-21% Ni, 2-
3% Si, ada yang terdiri dari 13-15% Cr, 13-15% Ni, yang lainnya terdiri dari 2-2,7%
W, 0,25-0,4% Mo, 0,4-0,5% C).
d. Baja paduan istimewa
Baja paduan istimewa lainnya terdiri 35-44% Ni dan 0,35% C,memiliki koefisien
muai yang rendah yaitu :
» Invar : memiliki koefisien muai sama dengan nol pada suhu 0 – 100 °C, digunakan
untuk alat ukur presisi.
» Platinite : memiliki koefisien muai seperti glass, sebagai pengganti platina.
» Elinvar : memiliki modulus elastisitet tak berubah pada suhu 50°C sampai 100°C.
Digunakan untuk pegas arloji dan berbagai alat ukur fisika.
e. Baja Paduan dengan Sifat Khusus
Baja Tahan Karat (Stainless Steel), sifatnya antara lain:
1. Memiliki daya tahan yang baik terhadap panas, karat dan goresan/gesekan
2. Tahan temperature rendah maupun tinggi
3. Memiliki kekuatan besar dengan massa yang kecil
4. Keras, liat, densitasnya besar dan permukaannya tahan aus
5. Tahan terhadap oksidasi
6. Kuat dan dapat ditempa
7. Mudah dibersihkan
8. Mengkilat dan tampak menarik
High Strength Low Alloy Steel (HSLA)
Sifat dari HSLA adalah memiliki tensile strength yang tinggi, anti bocor, tahan terhadap
abrasi, mudah dibentuk, tahan terhadap korosi, ulet, sifat mampu mesin yang baik dan
sifat mampu las yang tinggi (weldability). Untuk mendapatkan sifat-sifat di atas maka
9
baja ini diproses secara khusus dengan menambahkan unsur-unsur seperti: tembaga
(Cu), nikel (Ni), Chromium (Cr), Molybdenum (Mo), Vanadium (Va) dan Columbium.
Baja Perkakas (Tool Steel)
Sifat-sifat yang harus dimiliki oleh baja perkakas adalah tahan pakai, tajam atau mudah
diasah, tahan panas, kuat dan ulet. Kelompok dari tool steel berdasarkan unsur paduan
dan proses pengerjaan panas yang diberikan antara lain:
– Later hardening atau carbon tool steel (ditandai dengan tipe W oleh AISI), Shock
resisting (Tipe S), memiliki sifat kuat dan ulet dan tahan terhadap beban kejut
dan repeat loading. Banyak dipakai untuk pahat, palu dan pisau.
– Cool work tool steel, diperoleh dengan proses hardening dengan pendinginan yang
berbeda-beda. Tipe O dijelaskan dengan mendinginkan pada minyak sedangkan
tipe A dan D didinginkan di udara.
– Hot Work Steel (tipe H), mula-mula dipanaskan hingga (300 – 500) ºC dan
didinginkan perlahan-lahan, karena baja ini banyak mengandung tungsten dan
molybdenum sehingga sifatnya keras.
– High speed steel (tipe T dan M), merupakan hasil paduan baja dengan tungsten dan
molybdenum tanpa dilunakkan. Dengan sifatnya yang tidak mudah tumpul dan
tahan panas tetapi tidak tahan kejut.
– Campuran carbon-tungsten (tipe F), sifatnya adalah keras tapi tidak tahan aus dan
tidak cocok untuk beban dinamis serta untuk pemakaian pada temperatur tinggi.
1.2.5 Klasifikasi lain
a. Menurut penggunaannya:
» Baja konstruksi (structural steel), mengandung karbon kurang dari 0,7 % C.
» Baja perkakas (tool steel), mengandung karbon lebih dari 0,7 % C.
b. Baja dengan sifat fisik dan kimia khusus:
» Baja tahan garam (acid-resisting steel)
» Baja tahan panas (heat resistant steel)
10
» Baja tanpa sisik (non scaling steel)
» Electric steel
» Magnetic steel
» Non magnetic steel
» Baja tahan pakai (wear resisting steel)
» Baja tahan karat/korosi
c. Dengan mengkombinasikan dua klasifikasi baja menurut kegunaan dan komposisi
kimia maka diperoleh lima kelompok baja yaitu:
» Baja karbon konstruksi (carbon structural steel)
» Baja karbon perkakas (carbon tool steel)
» Baja paduan konstruksi (Alloyed structural steel)
» Baja paduan perkakas (Alloyed tool steel)
» Baja konstruksi paduan tinggi (Highly alloy structural steel)
d. Selain itu baja juga diklasifisikan menurut kualitas:
» Baja kualitas biasa
» Baja kualitas baik
» Baja kualitas tinggi
2.4 Perangkat Lunak Sistem Kontrol
Baut adalah alat sambung dengan batang bulat dan berulir, salah satu ujungnya
dibentuk kepala baut (umumnya segi enam). Dalam pemakaian di lapangan, baut dapat
digunakan untuk membuat konstruksi sambungan tetap, sambungan bergerak, maupun
sambungan sementara yang dapat dibongkar atau pasang kembali.
1.3.1 Perbedaan jenis material pada baut
Jenis material yang berbeda memiliki kekuatan dan resistence yang berbeda. Jadi,
pemilihan material tergantung penggunaan baut. Menurut satuannya baut ada dua jenis
yaitu inch dan metrik, kekuatan baut dapat dilihat dari gambar table dibawah ini:
11
Tabel 2.1 Mekanikal properti baut satuan inch
Tabel 2. 2 Mekanikal properti baut satuan metrik
12
1.3.2 Resistance pada baut
a. Alloy steel/baja memiliki kepadatan yang tinggi dan dapat digalvanis untuk memberikan
anti korosi. Dalam bajapun memiliki beberapa tingkat keukatan: 4.6, 8.8, 10.9, 12.9
(paling kuat diantaranya). Adapun baja B7 yang memiliki kekuatan serupa 8.8 tetapi
lebih tahan terhadap temperature tinggi.
b. Zinc-plated steel / besi dengan lapisan zinc adalah low carbon steel yang lebih umum
dan relatif lebih murah disbanding bahan lain. Dengan lapisan zinc yang berwarna putih
kebiruan atay kuning akan memberikan anti korosi ringan.
c. Hot-dipped galvanized steel memiliki lapisan zinc yang lebih tebal untuk memberikan
perlindungan di pemakaian luar ruangan yang lebih bauik. Tekstur permukaanya
biasanya kasar dan berwarna abu-abu.
d. Stainless Steel memberikan perlindungan korosif yang lebih baik. Cocok untuk di luar
atau di daerah yang mudah mengakibatkan besi berkarat.
e. Chrome & Nickel plated steel memberikan tampilan yang halus dan mengkilap dengan
memberikan anti korosi yang ringan.
f. Tembaga & Kuningan memiliki warna luar yang ditujukan untuk dekorasi. Bahan ini
juga lebih mahal dibanding besi/baja. Tembaga memilki keuntungan dalam mengalirkan
listrik.
g. Nylon memberikan perlindungan terhadap beberapa zat kimia dan tidak mengalirkan
listrik. Namun memiliki kekurangan di kekuatan, temperature tinggi, dan mudah
terbakar.
h. PVC memberikan perlindungan dari korosi dan perubahan cuaca, dan dapat
memadamkan api sendiri jika terbakar.
2.5 Pelat Besi Hitam SS400
Pelat besi hitam SS400 (Structursl Steel) merupakan suatu material yang sering
digunakan dalam konstruksi. Dalam konstruksi bangunan, besi pelat hitam sering
digunakan sebagai bahan utama sambungan konstruksi, terutama jika bahan yang
digunakan kurang atau ada konstruksi dengan posisi yang sulit jika menggunakan
lembaran utuh. Besi pelat ini dapat disatukan dengan cara di las. Material ini mempunyai
kandungan karbon sedang sehinga sangat ideal dipergunakan untuk bahan berhubungan
13
dengan kemudahan membentuk material ini. Baja pelat hitam (Carbon Steel) disebut juga
Base Plate atau Pelat Eser dikarenakan mempunyai fungsi sebagai penyambung struktur
konstruksi profil yang mempunyai ketebalan dari 1,2mm sampai dengan 200mm dan
dimensinya yaitu 4 feet x 8 feet (1,2 meter x 2,4 meter) lebih umum menyebutnya ukuran
triplek.
Pada kasus SS400/ JIS G3101/ ASTM A36 adalah baja umum (Mild Steel) dimana
komposisi kimianya hanya Karbon (C), Manganese (Mn), Silikon (Si), Sulfur (S), dan
posfor (P) yang dipakai untuk aplikasi struktur atau konstruksi umum (general purpose
structural steel) missal untuk jembatan (bridge), pelat kapal laut, oil tank dan lain-lain.
Besi SS400 mempunyai nilai tegangan luluh (yield strength) min 250 MPa dan kekuatan
tarik (tensile strength) antara 400-550 MPa.
Gambar 2.4 Pelat besi hitam SS400
2.6 Macam-macam Material Pembentuk Cutting Tools
Perkakas potong (cutting tools) adalah instrumen / peralatan yang digunakan untuk
menghilangkan sebagian benda kerja. Material penyusun perkakas potong harus lebih
keras daripada benda kerja agar proses permesinan dapat berjalan dengan baik. Material
perkakas dapat terbuat dari berbagai macam jenis, misalnya: baja karbon, baja paduan
kecepatan tinggi, karbida, keramik, boron polikristalin, dan intan polikristalin. Perkakas
potong banyak diaplikasikan untuk pisau dapur, pisau cukur, gergaji kayu atau besi, dan
permesinan di industri.
Kekerasan, ketangguhan, dan ketahanan aus merupakan parameter penting dalam
menentukan aplikasi peralatan perkakas. Kekerasan berhubungan dengan ikatan
14
intermolekuler yang dapat mempertahankan geometri material tanpa adanya deformasi
permanen. Kekerasan juga dapat direpresentasikan sebagai kemampuan material menahan
deformasi terpusat. Dalam konteks peralatan perkakas, kekerasan didefinisikan sebagai
kemampuan untuk penetrasi ke dalam benda kerja. Karakteristik ini sangat penting ketika
proses pengerjaan dimana panas timbul akibat gesekan tools dan benda kerja.
Berdasarkan jenis raw material, perkakas potong (cutting tool) dibedakan menjadi
bebererapa jenis, yaitu:
1. Baja perkakas (High Speed Steel)
Baja yang digunakan untuk perkakas adalah jenis baja kecepatan tinggi yang
mengandung molibdenun (tipe M) dan tungsten (tipe T). Baja perkakas ini relatif tangguh
dibandingkan material perkakas lain. Penambahan unsur paduan dan perlakuan panas
meningkatkan kekerasan dan ketahanan aus.
2. Paduan kobalt
Paduan kobalt-kromium-tungsten paling banyak ditemukan dalam keadaan cor. Paduan
tersebut tidak dapat dikeraskan melalui perlakuan panas. Kekerasan maksimum 55-65
HRC.
3. Karbida
Karbida yang memiliki sifat keras dan tahan aus ini biasanya diikatkan pada binder
kobalt atau nikel. Sifat kekerasan dan ketangguhannya dapat diubah melalui modifikasi
perbandingan karbida dan matriks serta ukuran butirnya.
4. Keramik
Material keramik lebih stabil pada temperatur tinggi daripada karbida. Namun
ketahanan terhadap patah (ketangguhan) rendah. Untuk mengatasi hal itu, keramik
digabungkan dengan binder metalik.
5. Intan polikristalin
Intan polikristalin dan boron nitride merupakan material dengan kekerasan sangat tinggi.
Material tersebut biasa digunakan untuk memotong besi tuang dan paduan super. Namun,
tidak untuk baja karena akan memicu grafitisasi intan akibat kelarutan dan sifat katalis dari
besi.
15
Gambar 2.5 Macam-macam cutting tools
2.7 Pengertian Sistem Pneumatik
Sistem pneumatik yang dalam bahasa Yunani ‘pneuma’ yang artinya udara atau
angin. Dengan kata lain pneumatik adalah semua sistem yang menggunakan tenaga yang
disimpan dalam bentuk udara yang dimampatkan sehingga udara tersebut mempunyai
tekanan. Pneumatik merupakan teori atau pengetahuan tentang udara yang bergerak,
keadaan-keadaan keseimbangan udara dan syarat-syarat keseimbangan. Pneumatik
menggunakan hukum-hukum aerodinamika yang menentukan keadaan keseimbangan gas
dan uap.
Memang sistem elektronik mempunyai respon yang sangat cepat terhadap sinyal
kontrol. Tetapi sistem pneumatic mempunyai daya tahan yang lebih baik. Dalam beberapa
aplikasi sistem pneumatic dapat bekerja dalam atmosfer yang tidak bias dilakukan oleh
sistem elektronik dan sistem pneumatic juga dapat digunakan dalam kondisi basah
(Mulianto, E. Suanli, dan T. Sutanto, 2002).
Pneumatik dibeda-bedakan ke dalambidang menurut tekanan kerjanya, dari bidang
tekanan sangat rendah (1,001-1,1 bar), pneumatik tekanan rndah (1,2-2,0 bar), pneumatik
tekanan menengah atau disebut juga pneumatik tekanan normal (2-8 bar) dan pneumatik
tekanan tinggi (>8 bar).
Gambar 2.6 Hukum Boyle Mariotte’s Law
16
1.2.1 BKelebihan dan Kekurangan Sistem Pneumatik
Beberapa kelebihan dari penggunaan sistem pneumatik adalah:
1. Merupakan media/fluida kerja yang mudah didapat dan murah serta tersedia dalam
jumlah yang tak terhingga.
2. Mudah dalam pemeliharaan (maintenance) pada komponen-komponen.
3. Aman terhadapkebakaran dan ledakan.
4. Tahan terhadap pembebanan lebih. Pada alat-alat udara bertekanan tahan terhadap
pembebanan yang lebih, tetapi tidak akan mengalami kerusakan. Beda dengan alat-
alat listrik akan terbakar pada pemebenan lebih.
5. Lebih murah dibandingkan dengan komponen-komponen hidraulik. Dan pneumatik
adalah 40 sampai 50 kali lebih murah daripada tenaga otot.
Selain kelebihan, pneumatik mempunyai kekeurangan sebagai berikut:
1. Suatu silinder pneumatic mempunyai kemampuan daya tekan yang terbatas.
2. Gangguan suara bising.
3. Suatu gerakan teratur hamper tidak dapat diwujudkan apabila terjadi perubhan
beban.
1.2.2 Komponen-komponen Sistem Pneumatik
Dalam penggunaan aplikasi sistem pneumatik sangat penting untuk kita memilih
komponen-komponen yang tepat. Komponen-komponen sistem pneumatic dibagi atas
beberapa bagian, antara lain:
1. Sumber energy (energy supply).
Pada sistem pneumatic sumber energi didapatkan dari udara yang
dimampatkan biasanya melalui kompressor. Prinsip kerja dari sumber energy pada
sistem pneumatik adalah udara yang dimampatkan sehingga berkumpul dan
mempunyai energy untuk menggerakkan sistem pneumatik.
Komponen-komponen yang digunakan untuk mendapatkan udara mampat
antara lain, komperessor (air compressor) sebagai penghasil udara mampat. Tangki
udara (reservoir) sebagai penyimpan udara, unit persiapan udara (air service unit)
untuk mempersiapkan udara mampat, dan unit penyalur udara (air distribution unit)
untuk menyalurkan udara mampat kepada komponen-komponen pneumatik.
17
Gambar 2.7 Kompressor
2. Aktuator (actuator)
Aktuator merupakan salah satu output sistem pada pneumatik. Pada
umumnya aktuator ada 2 macam yaitu, rotary actuator dan linear actuator.
Linear actuator sendiri ada beberapa macam yaitu:
a. Silinder pneumatik single dengan spring/per (Single Acting Spring Return)
Yaitu silinder dengan supply angin satu dengan spring/per didalamnya
sebagai tenaga penggerak baliknya (return).
Gambar 2.8 Cylinder Single Acting Spring Return
b. Silinder pneumatik kerja ganda (Double Acting Single Ended)
Yaitu silinder pneumatik dengan supply angin dua atau ganda sebagai
tenaga penggerak untuk maju atau mundur dengan ujung penggeraknya satu
(single).
18
Gambar 2.9 Cylinder Double Acting Single Ended
c. Silinder pneumatik kerja ganda ujung ganda (Double Acting Double Ended)
Yaitu silinder pneumatic dengan supply angin dua/ganda sebagai tenaga
penggerak untuk maju atau mundur dan ujung penggeraknya dua (double) tapi
bersebrangan.
Gambar 2.10 Cylinder Double Acting Double Ended
3. Elemen Kontrol (control element)
Elemen kontrol merupakan komponen pneumatik yang digunakan untuk
mengendalikan aliran udara yang masuk dan keluar, tekanan atau tingkat aliran
(flow rate) dari udara mampat yang akan disalurkan kepada komponen-komponen
pneumatik lain sebagaininput atau pada aktuator. Elemen kontrol dibagi menjadi
beberapa kategori, yaitu:
a. Katup kontrol tekanan (Pressure Control Valve)
Katup ini berfungsi sebagai kontrol tekanan pada pneumatik. Katup ini
merupakan komponen pneumatik yang berfungsi untuk memanipulasi tekanan
19
udara mampat dan juga komponen ini dapatbekerja dengan udara mampat yang
telah dimanipulasi.
b. Katup kontrol arah (Directional Control Valve)
Katup ini berfungsi sebagai kontrol arah pada silinder pneumatik. Jadi yang
mengatur silinder untuk maju atau mundur adalah katup ini. Directional control
valve ada beberapa tipe digunakan sesuai dengan kebutuhan aplikasi
dilapangan.
Contoh katup tipe 5/2 yaitu katup yang memiliki 5 lubang dan 2 pergerakan
secara mekanik. Contoh lain adalah katup tipe 5/3 yaitu katup yang memiliki 5
lubang dan 3 pergerakan secara mekanikal. Contoh lain lagi adalah katup tipe
3/2 yaitu katup yang memiliki 3 lubang dan 2 pergerakan secara mekanikal, dan
lain-lain.
Gambar 2.11 Macam-macam directional valve
c. Katup kontrol aliran (Flow Control Valve)
Yaitu merupakan komponen katup dalam sistem pneumatik yang berfungsi
untuk mengatur aliran atau besarnya volume udara mampat yang ingin dialirkan
ke silinder, sehingga kecepatan silinder dapat diatur sesuai kebutuhan. Dilihat
dari arah aliran katup ini dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu throttle valve (2 arah)
dan one-way flow control (1 arah).
Dalam aplikasi dilapangan yang sering dipakai untuk mengatur kecepatan
silinder ada 2 jenis, yaitu meter-in dan meter-out. Meter-in adalah mengatur
aliran atau volume udara mampat yang akan masuk kedalam silinder.
Sedangkan meter-out adalah katup yang mengatur aliran atau volume udara
mampat yang keluar dari silinder.
20
Gambar 2.12 Macam-macam Flow Control Valve
4. Elemen masukan (Input Element)
Elemen masukan adalah komponen-komponen yang menghasilkan suatu besaran
atau sinyal yang diberikan kepada sistem sebagai masukkan untuk menjalankan sistem
kepada langkah sistem berikutnya. Elemen-elemen pada pneumatik terdiri dari switch dan
sensor. Seperti tombol, tuas pedal, roller dan lain-lain.
1.2.3 Simbol Dan Standarisasi Dalam Pneumatik
Pada pneumatic telah ditetapkan standar lambang-lambang bagan untuk unsur
hubungan antar komponen pneumatic, sehingga hubungan-hubungan yang direncanakan
menjadi jelas. Lambang-lambang ini ditetapkan dalam ISO 1219-1976 mengenai “Circuit
symbol for fluidic equipment and system”.
Setiap penomoran dan pemberian huruf pada setiap komponen mengikuti ketentuan
DIN ISO 5599-3. Selain itu terdapat ketentuan keamanan sistem pneumatik yang diatur
dalam ketetntuan VDI 3229 mengenai “Technical Design Guidelenes for Machine Tools
and other Production Equipment”. (Lihat lampiran symbol-simbol standar pneumatik).
21
Gambar 2.13 Daftar simbol pneumatik
1.2.1 Analisis Gaya Pada Pneumatik
Studi mengenai gerak dan konsep-konsep gaya yang berhubungan, membentuk satu
bidang yang disebut mekanika. Mekanika biasanya dibagi dua bagian: kinematik yang
merupakan penjelasan mengenai benda bergerak dan dinamika yang mengalami masalah
gaya dan menjelaskan mengapa benda begerak sedemikian rupa.
a. Gaya
Gaya merupakan semacam dorongan atau tarikan terhadap sebuah benda. Gaya
tidak selalu menyebabkan benda bergerak. Sebuah gaya memiliki arah dan besar, sehingga
merupakan sebuah vektor. Secara umum gaya dirumuskan:
22
F = m . a
dimana:
F = gaya (N)
m = massa (kg)
a = percepatan (m/s²)
b. Gaya piston teoritis
Gaya teoritis ini besarnya dapat diketahui dari luas area penampang piston dan
tekanan operasi, sehingga dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:
Ft = A . P
dimana:
Ft = gaya teoritis (N)
P = tekanan kerja (Pa)
A = luas penampang piston (m²)
c. Gaya piston efektif (aktual)
Gaya aktual adalah gaya dorong piston sesungguhnya yang digunakan untuk
melakukan kerja. Harga dari gaya aktual akan selalu lebih rendah dari gaya teoritis,
disebabkan oleh adanya gaya gesek antara piston dengan dinding tabung. Gaya tarik ke
dalam (instroke) harganya lebih kecil dari langkah maju (outstroke) ini disebabkan adanya
pengurangan luas efektif piston oleh luas penampang batang piston.
Gaya efektif sama dengan gaya teoritis dikurangi gaya piston yang digunakan untuk
melawan gaya gesek dari gaya efektif. Gaya gesek dianggap sebesar 10%. Untuk silinder
gerak ganda gaya efektif dapat dihitung :
1. langkah maju
Fmaju = A . P – Rr
= (π/4 . D2) . P – Rr
23
2. langkah mundur
Fmundur= A’. P – Rr
= { π /4 . (D2 – d2)}. P – Rr
dimana:
Fmaju = gaya aktual pada langkah maju (N)
Fmundur = gaya aktual pada langkah mundur (N)
A = luas penampang silinder dengan batang torak (m²)
A’ = luas penampang silinder tanpa batang torak (m²)
P = tekanan kerja (Pa)
D = diameter piston (m)
d = diameter batang piston (m)
Rr = gaya gesek (10%)
d. Gaya gesekan
Gaya gesekan antara dua permukaan yang saling diam satu terhadap yang lain
disebut gaya gesekan statik (static friction). Gaya gesekan statik yang maksimum sama
dengan gaya terkecil yang dibutuhkan agar benda mulai bergerak.
Fs = μs . FN
dimana: Fs = gaya gesek statik
μs = koefisien gesek statik
FN = gaya normal
Koefisies gaya gesek pada tipe beberapa bantalan dapat dilihat dari table dibawah ini.
24
Tabel 2.3 Koefisien gaya gesek pada bantalan
e. Gaya Buckling (bengkok)
Kejadian bengkok (buckling) dapat terjadi pada batang langsing yang mendapatkan
tekanan aksial. Analisis gaya buckling perlu dilakukan pada batang piston (rod cylinder).
Dimana batang piston (rod cylinder) harus dapat memberikan gaya dorong tanpa terjadi
bengkok (buckling). Maka dari itu gaya buckling perlu dievaluasi. Gaya buckling dapat
dihitung dengan rumus euler berikut.
𝐹𝐜𝐫 =π²𝐸𝐼
𝐿𝑘²𝑣
Dimana :
F cr = Gaya Bemgkok
E = Modulus Elestisitas
I = Momen Inersia
Lk = Panjang Benda
Dengan momen inersia, penampang lingkaran dapat dihitung melalui persamaan berikut.
25
𝐼 =π𝑑⁴
64
Dimana :
I = Inersia
π = Konstanta
d = Diameter
Untuk panjang benda (Lk) adalah tergantung dari metode yang dipakai dalam
pemasangan batang piston (rod cylinder) yang telah didesain. Panjang benda (Lk) dapat
dilihat seperti gambar table dibawah ini.
Gambar 2.14 Metode pemasangan batang pneumatic dan hidrolik
2.8 Teori Tegangan-Regangan Umum
Tegangan (σ) dalam suatu elemen mesin adalah besarnya gaya yang bekerja tiap
satuan luas penampang. Tegangan dapat diketahui dengan melakukan pengujian, dan
besarnya kekuatan sangat tergantung pada jenis material yang diuji. Bahan yang sering dan
26
umum digunakan adalah baja (steel). Rumus untuk mencari nilai tegangan adalah sebagai
berikut:
σ =𝐹
𝐴
Dimana :
σ = Tegangan (N/m²)
F = Gaya yang diberikan (N)
A = Luas penampang (m²)
Regangan merupakan perubahan panjang per satuan panjang awal. Regangan rata-
rata dinyatakan oleh perubahan panjang dibagi dengan panjang awal, atau secara
matematis dapat dituliskan:
ε =△ 𝐿
𝐿
Dimana :
ε = Regangan
△L = Perubahan panjang batang (m)
= L₁ - L
L₁ = Akhir panjang batang (m)
L = Panjang batang awal (m)
2.8.1 Macam-macam Tegangan yang Terjadi Pada Suatu Material
Tegangan timbul akibat adanya tekanan, tarikan, bengkokan dan reaksi. Pada
pembebanan tarik terjadi tegangan tarik, pada pembebanan geser terjadi tegangan geser
dan begitu pula pada pembebanan yang lainnya.
27
1. Tegangan Normal
Syidad (2016) mengatakan bahwa tegangan normal (σ) adalah intensitas
gaya yang bekerja normal (tegak lurus) terhadap irisan yang mengalami
tegangan. Bila gaya-gaya luar yang bekerja pada suatu batang yang sejajar
terhadap sumbu utamanya dan potongan batang penampang tersebut konstan,
tegangan internal yang dihasilkan adalah sejajar pada sumbu-sumbu tersebut.
Tegangan normal terjadi akibat adanya reaksi yang diberikan pada benda. Jika
gaya diukur dalam satuan Newton (N) danluas penampang diukur dalam satuan
meter persegi (m²), maka satuan tegangan adalah N/ m².
Gambar 2.15 Tegangan Normal
Tegangan normal dapat dihitung melalui persamaan berikut:
σ =𝐹
𝐴
Dimana:
σ = Tegangan (N/m2)
F= Gaya (N)
A= Luas Penampang (m2)
2. Tegangan Tarik
Tegangan tarik pada umumnya terjadi pada rantai, tali, paku keeling dan lain-
lain. Rantai yang diberi beban W akan mengalami tegangan tarik yang besarnya
tergantung pada beratnya.
28
Gambar 2.16 Tegangan Tarik
σt =𝐹
𝐴
Dimana:
σt = Tegangan tarik (N/m2)
F= Gaya tarik (N)
A= Luas penampang (m2)
3. Tegangan Lengkung
Tegangan lengkung yaitu tegangan yang basanya terjadi pada poros yang
mendapat beban. Tegangan lengkung merupakan tegangan tangensial.
Gambar 2.17 Tegangan lengkung pada poros
Dengan:
29
F = 𝑅𝐴 + 𝑅𝐵 dan τb =𝑀𝑏
𝑊𝑏
Dimana:
Mb= Momen lengkung
Wb= Momen tahanan lengkung
4. Tegangan Puntir
Tegangan puntir merupakan tegangan yang diakibatkan oleh gaya putar.
Contoh tegngan punter adalah pada roda gigi dan batang torsi atau pada saat
melakukan pengeboran terjadi tegangan puntir. Tegangan puntir merupakan
tehgangan tangensial.
Gambar 2.18 Tegangan puntir
Benda yang mengalami beban puntir akan menimbulkan tegangan puntir
sebesar;
τt =𝑀𝑡
𝑊𝑝
Dimana:
Mt = Momen puntir (torsi)
Wp = Momen tahanan polar (pada puntir)
5. Tegangan Tekan
Tegangan tekan terjadi bila suatu batang diberi gaya sebesar F yang saling
berlawanan dan terletak dalam satu garis gaya.. Contoh tegangan tarik adalah pada
30
tiang bangunan yang belum mengalami tekukan, batang torak dan lain-lain.
Tegangan tekan dapat ditulis sebagai berikut:
σD =𝐹
𝐴
Dimana:
F = Gaya yang diberikan (N)
A= Luas penampang (m2)
Gambar 2.19 Tegangan tekan
6. Tegangan Geser
Tegangan geser (τ) adalah tegangan yang bekerja sejajar dengan bidang
pembebanan. Tegangan geser terjadi jika suatu benda bekerja dengan dua gaya
yang berlawanan arah, tegak lurus sumbu batang, tidak segaris gaya namun pada
penampangnya tidak terjadi momen. Tegangan ini banyak terjadi pada konstruksi.
Misal pada sambungan keeling, gunting dan sambungan baut.
Tegangan geser terjadi apabila beban terpasang menyebabkan salah satu
penampang benda cenderung menggelincir pada penampang yang bersinggungan.
Tegangan geser dapat dibagi menjadi dua apabila ditinjau dari banyaknya geseran
bidang yang terjadi, yakni geser tunggal dan geser ganda. Dalam geser ganda,
31
masing-masing gaya geser sama dengan setengah dari beban total yang disalurkan,
artinya F=P/2.
Gambar 2.20 Tegangan Geser
τg =𝐹
𝐴
Dimana :
τg = Tegangan geser (N/m²)
F = Gaya geser yang bekerja (N)
A = Luas penampang (m²)
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Definisi Perancangan
Perancangan adalah suatu aktifitas kegiatan yang dilaksanakan menggunakan
tahapan-tahapan atau metode secara sistematis. Dimana pada setiap tahap memberikan
spesifikasi atau hasil yang memiliki korelasi terhadap tahap selanjutnya. Dalam
merancang, perlu merumuskan konsep dan ide-ide baru untuk memenuhi kebutuhan atau
tututan, dalam perancangan membutuhkan sistem yang baik agar dapat meminimalisir
kegagalan yang terjadi.
Sedangkan merancang adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi dengan mengubah suatu yang lama yang sudah ada
menjadi lebih baik atau dengan membuat sesuatu yang baru melalui beberapan tahapan
yang harus dilalui. Dalam merancang sebagai kegiatan teknik dibutuhkan aspek-aspek
penting dari berbagai sumber penelitian dan hokum-hukum ilmu pengetahuan dan
teknologi agar dapat memodelkan bentuk secara fisik, fungsi dan lainnya termasuk pada
sistem benda teknik yang dirancang, diantaranya:
1. Kaitan Fungsi
Maksud dari kaitan fungsi adalah hubungan antara masukan dan keluaran
yang menghasilkan efisiensi dan efektifitas dalam suatu sistem kerja dilingkungan
sekitarnya.
2. Kaitan Kerja
Maksud dari kaitan kerja adalah hubungan dari fenomena-fenomena yang
terjadi seperti, proses fisika dan kimia. Proses fisika ini berdasarkan efek fisik yang
terjadi pada perilaku benda kerja yang terjadi. Proses kimia unsur-unsur yang
dikombinasikan yang dapat menghasilkan suatu fungsi tertentu seperti material
yang menghasilkan spesifikasi kekuatannya.
3. Kaitan Bentuk
Maksud dari kaitan bentuk adalah perwujudan nyata dari bentuk dasar/part
dirangkai menjadi komponen dan digabungmenjadi produk.
33
4. Kaitan Sistem
Maksud dari kaitan sistem disini adalah hasil dari rancangan suatu sistem
yang mempunyai korelasi dengan sistem lainnya, yang menghasilkan efektifitas
dalam penyelesaian suatu pekerjaan dalam lingkungannya.
3.2 Langkah-Langkah Perancangan
Secara umum langkah-langkah metodologi penelitian dalam merancang slitter
cutter pada open mill ditunjukkan pada gambar diagram 3.2 dibawah ini:
34
Gambar 3.1 Diagram Alir Metodologi Perancangan
1. Observasi Awal
Observasi merupakan metode pengumpulan datayang digunakan untuk
menghimpun data-data yang diperlukandalam melakukan penelitian. Tempat dilakukan
observasi adalah area M1 Mixing (Manufacturing 1 Mixing) terutama dibagian yang
berhubungan dengan dipping. Dalam melakukan observasi dilakukan pengamatan secara
langsung. Kemudian dilakukan pencatatan secara sistematis dan terjadwal terhadap objek
yang diteliti. Beberapa hal yang diamati adalah tempat, user, objek yang dilakukan, waktu
pelaksanaan, peristiwa yang terjadi dan beberapa hal lainnya.
2. Identifikasi Masalah
Tujuan dari identifikasi masalah adalah untuk menemukan permasalahan yang
terjadi pada proses dipping. Langkah yang dilakukan dalam mengidentifikasi suatu
masalah yang terjadi adalah dengan menganalisa hasil observasi yang dilakukan.
35
3. Membuat Konsep Design
Membuat konsep design adalah membuat gambar berupa sketsa terlebih dahulu
bagaimana konsep dari cutter slitter akan dibuat. Setelah itu membuat gambar dengan
detail ukuran melalui software drawing 2D dan 3D.
4. Evaluasi Design
Evaluasi design dilakukan sebelum memulai untuk melakukan pembuatan dan
perakitan cutter slitter agar tidak terjadi kesalahan design.
5. Pembuatan Alat
Setelah design selesai dievaluasi langkah selanjutnya adalah melakukan pembuatan
dan perakitan cutter slitter. Dimulai dengan pemilihan bahan, pengukuran, pemotongan
dan perakitan setiap part hingga menjadi satu-kesatuan yang diinginkan. Biasanya proses
ini memakan waktu yang cukup lama.
6. Pengujian
Setelah semua telah jadi maka selanjutnya adalah melakukan pengujian terhadap
cutter slitter yang telah dibuat. Pengujian dilakukan dimesin open mill (sheet mill) tempat
cutter slitter dipasang. Dalam pengujian ini dilakukan pencatatan data yang diperoleh guna
untuk mengetahui kekurangan apa saja yang terjadi serta untuk bahan evaluasi selanjutnya.
7. Analisa Kegagalan dan Tindakan Perbaikan
Jarang sekali dalam suatu pengujian awal atau trial alat bias langsung mendapatkan
hasil yang diinginkan. Maka dari itu perlu dilakukan analisa kegagalan dan tindakan
perbaikan apabila ditemui hasil yang tidak sesuai.
36
8. Analisa Kerja Alat
Setelah alat diuji langkah selanjutnya adalah melakukan analisa terhadap kinerja
alat yang sudah dibuat dan melakukan pendataan yang dibutuhkan. Apakah alat berfungsi
dengan baik dan sesuai dengan keinginan.
9. Kesimpulan
Kesimpulan didapat setelah dilakukan pengujian dan pengumpulan data yang
diperlukan, apakah hasilnya sesuai yang diharapkan yaitu dapat mengurangi resiko
terjadinya FM dip.
37
BAB IV
ANALISIS DAN EVALUASI
4.1 Analisis Design Alat
Bracket dari cutter dan silinder pneumatic menggunakan pelat baja SS400 dengan
ketebalan 15mm, 20mm dan 30mm. Cutter slitter dirancang menggunakan silinder
pneumatik sebagai tenaga penggeraknya. Gambar design dari cutter slitter dibuat
menggunakan software drawing.
Gambar 4.1. Design Slitter Cutter
4.1.1 Material Alat Slitter Cutter
Material untuk bracket cutter slitter adalah baja SS400, material ini biasanya
dalam bentuk pelat lembaran, dan sering disebut juga pelat hitam karena warnanya yang
gelap hitam. Pelat besi hitam SS400 (Structursl Steel) merupakan suatu material yang
sering digunakan dalam konstruksi. Dalam konstruksi bangunan, besi pelat hitam sering
digunakan sebagai bahan utama sambungan konstruksi, terutama jika bahan yang
digunakan kurang atau ada konstruksi dengan posisi yang sulit jika menggunakan
38
lembaran utuh. Besi pelat ini dapat disatukan dengan cara di las. Material ini mempunyai
kandungan karbon sedang sehinga sangat ideal dipergunakan untuk bahan berhubungan
dengan kemudahan membentuk material ini. Baja pelat hitam (Carbon Steel) disebut juga
Base Plate atau Pelat Eser dikarenakan mempunyai fungsi sebagai penyambung struktur
konstruksi profil yang mempunyai ketebalan dari 1,2mm sampai dengan 200mm dan
dimensinya yaitu 4 feet x 8 feet (1,2 meter x 2,4 meter) lebih umum menyebutnya ukuran
triplek.
Pada kasus SS400/ JIS G3101/ ASTM A36 adalah baja umum (Mild Steel) dimana
komposisi kimianya hanya Karbon (C), Manganese (Mn), Silikon (Si), Sulfur (S), dan
posfor (P) yang dipakai untuk aplikasi struktur atau konstruksi umum (general purpose
structural steel) missal untuk jembatan (bridge), pelat kapal laut, oil tank dan lain-lain.
Baja SS400 mempunyai nilai tegangan luluh (yield strength) min 250 MPa dan kekuatan
tarik (tensile strength) antara 400-550 MPa.
Tabel 4.1 Mekanikal Properti SS400
39
4.2 Analisis Sistem Penggerak
Cutter slitter dirancang secara manual dengan tenaga pneumatik sebagai
penggeraknya. Silinder pneumatik dapat digerakkan maju mundur dengan menggunakan
hand valve dengan tekanan angin sebesar 5 bar. Supply angin didapat dari kompressor
utility. Sistem pneumatik dipilih karena lebih efisien dan bersih. Gambar rangkaian sistem
pneumatik dibuat menggunakan software drawing yaitu Festo FluidSIM versi 4.2.
Gambar 4.2 Rangkaian Sistem Pneumatik
Gambar 4.3 Drawing Sistem Pneumatik
40
Komponen-komponen yang digunakan dalam sistem pneumatic untuk penggerak cutter
slitter dapat dilihat melalui table 4.2. dibawah ini:
Tabel 4.2 Komponen sistem pneumatik pada alat
No Nama Komponen Merk Spec Qty
1 Silinder SMC CM2B32-50 1 ea
2 Hand Valve SMC SMC VH300-03 1 ea
3 Air Regulator SMC G36-10-01 1 ea
4 Fitting Niple Elbow SMC KQL08-01S 4 ea
5 Speed Control SMC AS2201F-N-02-06SA 4 ea
6 Niple Reducer 8-6 SMC KQR06-08 4 ea
7 Hose 8 Festo OD 8mm 5 meter
8 Hose 6 Festo OD 6 mm 3 meter
9 Shut off valve Festo HE-2-1/8-QS-8 1 ea
Berikut dibawah ini adalah spesifikasi komponen pada sistem pneumatic yang digunakan:
1. Silinder (actuator)
Spesifikasi silinder pneumatik yang digunakan adalah SMC CM2B32-50, silinder
ini mempunyai diameter torak (piston) 32mm, diameter batang torak (piston rod)
12mm, dan mempunyai langkah torak (stroke) sepanjanh 50mm.
Gambar 4.4 Cylinder double acting
2. Valve (katup)
Hand valve atau katup manual berfungsi untuk mengarahkan aliran udara mampat
ke silinder (actuator). Hand valve yang digunakan adalah SMC VH300-03. Katup
ini adalah katup tipe 4/3 yaitu katup yang mempunyai 4 lubang dan 3 posisi katup.
41
Gambar 4.5 Hand valve 4/3
3. Air regulator
Air regulator menggunakan SMC AC30-NO3CE-Z-B. Air regulator mempunyai
fungsi untuk menurunkan tekanan udara dari kompresor sebelum masuk ke katup
dan silinder.
Gambar 4.6 Air regulator
4. Fitting Niple Elbow
Fitting nipple digunakan untuk menyambungkan antar komponen satu dengan
komponen lain maupun merubah diameter aliran. Fitting nipple elbow yang
digunakan adalah SMC KQL08-01S. Spesifikasi fitting ini mempunyai diameter
ulir (thread) 1/8’’ R(PT) dan diameter untuk selang adalah 8mm.
Gambar 4.7 Fitting Niple Elbow
42
5. Speed Control Niple
Speed control berfungsi sebagai pengatur kecepatan silinder saat maju atau mundur
dengan mengatur besarnya aliran udara masuk atau keluar dari silinder. Speed
control menggunakan SMC AS2201F-N-02-06SA, speed control ini adalah tipe
meter out yaitu kecepatan silinder diatur melalui udara keluarnya.
Gambar 4.8 Speed control
6. Reducer Niple
Reducer nipple digunakan untuk menyambungkan dua selang yang berbeda ukuran.
Pada slitter cutter ini dipakai reducer nipple SMC KQR06-08 untuk
menyambungkan selang 8mm keluaran dari hand valve ke silinder yang
menggunakan selang 6mm.
Gambar 4.9 Reducer nipple
10. Selang angin (hose)
Selang angin (hose) berfungsi untuk menyambungkan antar komponen satu dengan
yang lainnya dan sebagai saluran udara mampat pada sistem pneumatik. Selang
pneumatik biasanya terbuat dari bahan polyurethane sehingga selang angina
bersifat fleksible.
43
Gambar 4.10 Selang angina (hose)
11. Shut off valve
Shut off valve atau katup buka tutup manual digunakan untuk membuka atau
menutup aliran udara mampat. Biasanya sebelum air regulator dipasang valve ini
untuk mempermudah bila ada perbaikan (maintenance).
Gambar 4.11 Shut off valve
4.3 Analisis Cutter Slitter
Cutter slitter digunakan untuk memotong sisi-sisi sheet compound setelah keluar
dari open mill. Temperatur compound yang keluar dari open mill adalah sekitar 80ºC.
Design dari cutter slitter adalah berbentuk bulat dengan diameter luar 70mm dan terdapat
bantalan bearing ditengahnya sehingga memungkinkan cutter berputar dengan lancar
mengikuti putaran roll open mill.
Material cutter slitter menggunakan baja kecepatan tinggi (High Speed Steel) atau
HSS. Material jenis ini sering digunakan untuk aplikasi pemesinan yang membutuhkan laju
pemotongan tinggi. Sifat utama baja ini adalah kemampuan bekerja pada temperature
tinggi akibat cepatnya laju potong. Kekerasan dapat dipertahankan tetap tinggi pada
temperature tinggi, kekerasan baja ini setelah dikeraskan 65HRC.
44
Gambar 4.12 Cutter Slitter
4.4 Faktor Keamanan (Safety Factor)
Faktor keamanan didefinisikan sebagai berikut:
1. Perbandingan antara tegangan maksimum dan tegangan kerja actual atau
tegangan ijin.
2. Perbandingan tegangan luluh (σy) dengan tegangan kerja atau tegangan ijin.
3. Perbandingan tegangan ultimate dengan tegangan kerja atau tegangan ijin.
Dalam desain konstruksi mesin, besarnya angka keamanan harus lebih besar dari 1 (satu).
Faktor keamanan diberikan agar desain konstruksi dan komponen mesin dengan tujuan
agar desain tersebut mempunyai ketahanan terhadap beban yang diterima.
Pemilihan SF harus didasarkan pada beberapa hal sebagai berikut:
a. Jenis bahan
b. Jenis material
c. Proses pembuatan / manufaktur
d. Jenis tegangan
e. Jenis kerja yang dilayani
f. Bentuk komponen
45
Makin besar kemungkinan adanya kerusakan pada komponen mesin, maka angka
keamanan diambil makin besar. Angka keamanan beberapa material dengan berbagai
beban dapat dilihat pada table berikut ini.
Tabel 4.3 Harga Faktor Keamanan Beberapa Material
Faktor keamanan adalah factor yang digunakan untuk mengevaluasi keamanan dari
suatu bagian mesin. Misal sebuah mesin diberi efek yang disebut sebagai F,
diumpamakan bahwa F adalah suatu istilah yang umum dan bias saja berupa gaya.
Kalau F dinaikkan sampai suatu besaran tertentu, sedemikian rupa sehingga jika
dinaikkan sedikit saja akan mengganggu kemampuan mesin tersebut, untuk melakukan
fungsinya secara semestinya. Jika menyatakan batasan ini sebagai batas akhir, harga F
sebagai Fu, maka factor keamanan dapat dinyatakan sebagai berikut:
SF = Fu : F
Bila “F” sama dengan “Fu” maka FS = 1, dan pada saat ini tidak ada keamanan.
Akibatnya sering dipakai istilah batas keamanan (margin of safety). Batas keamanan
dinyatakan dengan persmaan sebagai berikut:
M = FS – 1
Istilah factor keamanan, batas keamanan dan Fu banyak diguanakan dalam
perancangan. Faktor keamanan untuk memperhitungkan ketidaklenturan yang mungkin
terjadi atas kekuatan suatu bagian mesin dan ketidaklenturan yang mungkin terjasi atas
beban yang bekerja pada bagian mesin tersebut.
Beberapa cara memilih factor keamanan antara lain sebagai berikut:
a. Faktor keamanan total atau factor keamanan menyeluruh
Faktor keamanan ini dipakai terhadap semua bagian mesin dan factor yang
tersendiri dipakai secara terpisah terhadap kekuatan dan terhadap beban, atau
terhadap tegangan yang terjadi akibat beban.
Fj = Fs.Fp
46
Fs dipakai untuk memperhitungkan semua variasi atau ketidaktetapan yang
menyangkut kekuatan. Fp dipakai untuk memperhitungkan semua variasi yang
menyangkut beban. Jika menggunakan suatu factor keamanan seperti Fs terhadap
kekuatan yang didapat tidak akan pernah lebih kecil. Jadi harga terkecil dari
kekuatan dapat dihitung:
σ min.Fs = σ
Tegangan terbesar yang dapat dihitung adalah sebagai berikut:
σ p = Fj. σ atau Fp = Fj.F
Fj adalah komponen dari factor keamanan total yang diperhitungkan secara terpisah
terhadap ketidaktetapan yang menyangkut tegangan atau beban.
b. Metode Thumb
Menurut Thumb, factor keamanan dapat dengan cepat diperkirakan menggunakan
variasi lima ukuran sebagaiberikut:
FS = FSmaterial x FStegangan x FSgeometri x FSanalisa kegagalan x FSkeandalan
1. Perkiraan kontribusi untuk material, FSmaterial
FS = 1,0 jika property material diketahui. Jika secara eksperimental diperoleh
dari pengujian specimen.
FS = 1,1 jika property material diketahui dari buku panduan atau nilai fabrikasi
FS = 1,2 – 1,4 jika property material tidak diketahui.
2. Perkiraan kontribusi tegangan akibat beban, FStegangan
FS = 1,0 – 1,1 jika beban dibatasi pada beban static atau berfluktuasi. Jika
beban berlebih atau beban kejut dan jika menggunakan metode analisa yang
akurat.
FS = 1,2 – 1,3 jika gaya normal dibatasi padakeadaan tertentu dengan
peningkatan 20% - 50%, dan metode analisa tegangan mungkin menghasilkan
kesalahan dibawah 50%.
FS = 1,4 – 1,7 jika beban tidak diketahui atau metode analisa tegangan
memiliki akurasi yang tidak pasti.
4.
47
4.5 Analisis Gaya Pada Pneumatik
Pada analisis ini akan didapatkan nilai gaya yang dibutuhkan setiap rancangan
untuk melakukan proses sehingga rancangan bekerja dengan baik.
5. Gaya teoritis dari silinder pneumatik pada slitter cutter adalah:
Diketahui:
Diameter piston = 32 mm = 0,032 m
Diameter batang piston = 12 mm = 0,012 m
Tekanan udara (P) = 5 x 105 N/m²
F = A x P
= (𝜋
4𝑥𝐷²)𝑥𝑃
= (𝜋
4𝑥0,032²)𝑥(5𝑥10⁵𝑁/𝑚²)
= 402𝑁
Gambar 4.13 Gaya Dorong Pada Silinder
Gaya yang dihasilkan silinder pneumatik untuk mengumpan benda kerja apabila koefisien
gesek pada silinder (Rr) adalah 10% dari gaya teoritisnya gaya maju pada silinder adalah:
Fmaju = (A x P) – Rr
= 402N – 40.2N
= 361.8N
Sedangkan gaya mundur pada silinder pneumatic adalah:
Fmaju = (A’ x P) – Rr
48
= ((π
4𝑥𝐷2 − 𝑑²)𝑥𝑃)-Rr
= (π
4𝑥(0,0322) − (0.0122))𝑥(5𝑥10⁵𝑁/𝑚²) − 𝑅𝑟
= 157𝑁 − 40.2𝑁
= 116.8𝑁
6. Gaya Buckling (gaya bengkok)
Gambar 4.14 Gaya Buckling Pada Batang Silinder
Diketahui:
E = Modulus elastisitas untuk carbon steel adalah 200 GPa = 2000000 MPa.
I = Arah momen (mm⁴)
𝐼 =π𝑑⁴
64
d = 12mm
v = factor keamanan 2,5 – 3,5
Lk = free buckling length 50mm
Berdasarkan metode yang dipakai dalam pemasangan batang piston yang telah didesain
maka didapat nilai Lk pada gambar table gambar 2.8.1 sebesar 1:1 dengan panjang piston,
sehingga panjang Lk didapat 50mm.
49
𝐹𝐜𝐫 =π²𝐸𝐼
𝐿𝑘²𝑣
=π²𝑥 200000𝑥 (
π𝑑4
64 )
502(𝑚𝑚2) 𝑥 3,5
=π² 𝑥 200000 𝑥 (
π 𝑥 104
64(𝑚𝑚4))
502(𝑚𝑚2) 𝑥 3,5
F𝐜𝐫 = 431.795𝑁
4.5 Analisis Kekuatan Konstruksi Alat
Sebelum menganalisa konstruksi lebih lanjut, diperlukan massa dan beban terpusat.
Fungsi dari pencarian massa dan beban terpusat ialah untuk mendapatkan beban yang
diterima oleh alat. Dengan menghitung manual didapat massa dan beban total. Beban
terpusat diasumsikan terletak pada centernya.
1. Massa alat slitter cutter, roller dan bracket roller
Diketahui massa alat slitter cutter adalah 22,02 kg. Dan massa roller adalah 5,23 kg
serta massa bracket roller UNP adalah 2,25 kg.
2. Analisis tegangan geser yang terjadi pada alat.
Analisis tegangan geser pada alat perlu dilakukan agar alat yang didesain memiliki
konstruksi yang kuat dan aman. Dalam menganalisa tegangan geser yang terjadi
pada alat perlu dibuat analisa gaya-gaya yang bekerja pada alat tersebut.
50
Gambar 4.15 Analisa gaya pada alat
Terdapat 2 gaya yang bekerja pada alat yaitu gaya berat (W) dan gaya (F)
pada cutter. Gaya berat yaitu perkalian antar massa benda dengan percepatan
gravitasi. Sedang gaya (F) adalah tegangan geser yang terjadi pada cutter,
diasumsikan tegangan geser tersebut adalah tegangan geser lembaran karet (sheet
compound) pada temperatur 800C. Tegangan geser compound dapat dilihat pada
gambar table 4.5 dibawah ini.
Tabel 4.4 Tegangan Geser Compound
51
Tegangan geser yang terjadi pada alat:
Gambar 4.16 Free Body Diagram Slitter Cutter
Pertama hitung luas penampang baut. Baut yang digunakan adalah M12x25 grade
8.8. Tegangan tarik (tensile strength) nominal baut grade 8.8 adalan 800 N/mm² atau 800
MPa dan tegangan gesernya (shear strength) adalah 400N/mm² Total beban yang akan
dipukul adalah 216,045 Newton. Diameter solid baut M12 setelah dikurangi ulir adalah
kurang lebih 10mm. Maka luas penampang efektif adalah:
A = πr²
= 3.14 x (5x5)
= 78,5 mm²
Luas total penampang efektif 4 baut M12 adalah 4 x 78,5 mm² = 314 mm².
Tegangan geser alat:
𝜏 =𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑙𝑎𝑡
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑎𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔+ 𝐹 𝐾𝑎𝑟𝑒𝑡
𝜏 =𝑊
𝐴+ 𝜏k
𝜏 =(𝑚.𝑔)
𝐴+ 𝜏k
=(22,023𝑘𝑔 𝑥 9,81𝑚/𝑠²)
314 𝑚𝑚²+ 48𝑥106
N/m2
= 0,688 𝑁/𝑚𝑚² + 48 𝑁/𝑚𝑚²
= 48,688 𝑁/𝑚𝑚²
52
Tegangan geser ijin alat:
τi =𝜏
𝑣
τi =400 𝑁/𝑚𝑚²
2,5
τi = 160 𝑁/𝑚𝑚²
Dari perhitungan diatas didapatkan tegangan geser lebih kecil dari pada tegangan
geser ijin (τg < τi). Jadi dapat disimpulkan konstruksi kuat untuk menahan gaya geser yang
terjadi pada alat.
4.6. Analisis Kekuatan Konstruksi Pada Roller
Sebelum menganalisa konstruksi lebih lanjut, diperlukan massa dan beban terpusat.
Fungsi dari pencarian massa dan beban terpusat ialah untuk mendapatkan beban yang
diterima oleh alat. Dengan menghitung manual didapat massa dan beban total. Beban
terpusat diasumsikan terletak pada centernya.
Gambar 4.17 Desain Roller dan Bracket
Diketahui gaya yang bekerja adalah gaya berat (W) dan gaya tarik (F) karet pada
temperature 80ºC. Gaya tarik karet dapat dilihat dari table 4.6 berikut ini.
53
Tabel 4.5. Ultimate Stress Compound
1. Menghitung Kekuatan Konstruksi Pada Bracket Roller
Gambar 4.18 Free Body Diagram Bracket dan Roller
Diketahui massa bracket UNP adalah 2,25 kg dan massa roller adalah 5,23 kg. Baut
penyambung yang dihgunakan seharusnya dapat menopang beban yang akan diterima.
Pertama menghitung kekuatan baut penyambung antara bracket ke body mesin yang
berjumlah 4 buah.
Pertama hitung luas penampang baut. Baut yang digunakan adalah baut M10x25
grade 8.8. Kekuatan tarik (tensile strength) nominal baut grade 8.8 adalan 800 N/mm² atau
800 MPa dan tagangan geser (shear strength) adalah 400 N/mm² atau 400 MPa. Diameter
solid baut M10 setelah dikurangi ulir adalah kurang lebih 8mm. Maka luas penampang
efektif adalah:
54
πr² = 3,14 x (4x4)
= 50,24 mm²
Luas total penampang efektif 4 baut M10 adalah 4 x 50,24 mm² = 200,96 mm².
Gaya berat bracket dan roller:
W = m x g
= (5,23 kg + 2,25 kg) x 9,81 m/s²
= 7,48 kg x 9,81 m/s²
= 73,3788 Newton
Tegangan geser yang terjadi pada bracket dan roller:
τg =𝑤
𝐴 + 2(F)
=(73,381 𝑁)
200,96 𝑚𝑚²+ 2(18𝑥106
)N/m²
= 0,365𝑁/𝑚𝑚² + 36𝑁/𝑚𝑚²
= 36,365𝑁/𝑚𝑚²
Tegangan geser ijin alat:
τi =𝜏
𝑣
τi =400 𝑁/𝑚𝑚²
2,5
τi = 160 𝑁/𝑚𝑚²
55
Dari perhitungan diatas didapatkan tegangan geser lebih kecil dari pada tegangan
geser ijin (τg < τi). Jadi dapat disimpulkan konstruksi kuat untuk menahan gaya geser yang
terjadi pada bracket roller.
2. Menghitung Kekuatan Baut Roller
Baut penyambung antara roller dan bracket berjumlah 2 buah. Baut yang digunakan
adalah baut M8x20 grade 8.8. Kekuatan tarik (tensile strength) baut grade 8.8 adalah
800N/mm² atau 800 MPa dan tegangan gesernya (shear strength) adalah 400N/mm² atau
400 MPa. Diketahui massa roller adalah 5,23 kg.
Gambar 4.19 Free body diagram roller
Gaya yang bekerja pada roller adalah gaya berat (W) dan gaya tarik karet (F). Gaya
tarik karet pada temperature 80ºC adalah 18 MPa. Gaya tarik karet dapat dilihat pada table
4.6.
Pertama hitung luas penampang baut. Baut M8 mempunyai diameter solid setelah
dikurangi ulir kurang lebih 6,5mm. Maka luas penampang efektif baut tersebut adalah:
πr² = 3,14 x (3,25x3,25)
= 38,465 mm²
Luas total penampang efektif 2 baut adalah: 2 x 38,465 mm² = 76,93 mm².
Gaya berat roller: F = m x a
= 5.23 kg x 9.81 m/s
= 51.3063 Newton
56
Tegangan geser yang terjadi pada roller adalah:
τg =𝑤
𝐴+ 2(𝐹)
=(51,3066 𝑁)
76,93 𝑚𝑚²+ 2(18𝑥106
) 𝑁/𝑚2
= 0,666𝑁/𝑚𝑚2 + 36 𝑁/𝑚𝑚2
= 36,666 𝑁/𝑚𝑚2
Tegangan geser ijin alat:
τi =𝜏
𝑣
τi =400 𝑁/𝑚𝑚²
2,5
τi = 160 𝑁/𝑚𝑚²
Dari perhitungan diatas didapatkan tegangan geser lebih kecil dari pada tegangan geser ijin
(τg < τi). Jadi dapat disimpulkan konstruksi kuat untuk menahan gaya geser yang terjadi
pada roller.
57
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil perancangan slitter cutter pada mesin open mill, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Slitter cutter dirancang sesuai kebutuhan pada mesin open mill untuk memotong
sisi-sisi rubber compound agar rapih.
2. Dengan konsep manual pada slitter cutter yang mudah dioperasikan
memungkinkan operator tidak mengalami kesulitan dan juga aman.
3. Dengan menggunakan sistem pneumatic sehingga pemeliharaan (maintenance)
tidak rumit.
4. Kekuatan konstruksi alat sudah diperhitungkan dengan factor keamanan 2,5 dapat
disimpulkan desain pada alat slitter cutter pada mesin open mill aman untuk
digunakan.
5.2 Saran
Dalam penulisan skripsi ini, penulis memberikan saran demi perbaikan perancangan
kearah yang lebih baik. Adapun saran dari penulis adalah sebagai berikut:
1. Hasil perancangan slitter cutter pada mesin open mill dapat dikembangkan lagi
agar lebih baik lagi.
2. Agar dapat dioperasikan secara otomatis perlu mengganti hand valve dengan
solenoid valve dan dibuatkan program PLC nya.
3. Untuk hasil terbaik cutter disetting hanya menempel sedikit pada roller Open Mill,
tidak terlalu menekan dan tidak terlalu renggang.
58
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.smcworld.com
2. Handbook of Comparative World Steel Standart ( third edition ) Jhon E. Bringas
3. Fundamentals of Fluid Mechanics ( sixth edition ) Munson, Young, Okiishi, &
Huebsch
4. Sularso dan Suga, K. 2002, “ Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin”
Jakarta: Pradnya Paramita.
5. Anhar Khalid, H.Raihan, “Rancang Bangun Simulasi Sistem Pneumatik Untuk
Pemindah Barang”, Journal INTEKNA, Volume 16, No.1, Mei 2016.
6. Joseph Thomas South, “Mechanical Properties and Durability of Natural Rubber
Compounds and Composites”, Blacksburg, Virginia, Desember 2001.
7. Echanical Properties of Rubber, Bulletin of the Transilvania of Brasov, Vol 3 (52),
2010.
8. Material properties of ASTM-A36, http://www.makeitfrom.com/material-
properties/ASTM-A36-SS400-S275-Structural-Carbon-Steel
9. http://pisauindustri.co.id/baja-kecepatan-tinggi-hss-klasifikasi--struktur-mikro--
dan-sifat-mekaniknya/
10. http://blog.ub.ac.id/afrizalh/2012/09/12/buckling-stress-tegangan-tekuk/
11. Mulianto, E. Suanli, dan T. Sutanto, 2002, “Sistem Pneumatik”.
12. http://yefrichan.wordpress.com/2012/10/10/faktor-keamanansafety-factor-dalam-
perancangan-elemen-mesin/
13. Timoshenko, S.,D.H. Young. Mekanika Teknik. Terjemahan, edisi ke-4, Penerbit
Erlangga. Jakarta. 1996.
14. www.google.co.id/gambar.
59
LAMPIRAN
1. Gambar Section 1
2. Gambar Section 2
3. Gambar General Assy
60
1. SECTION 1
61
2. SECTION 2
62
3.GENERALASSY
63