perawatan complicated crown fracture pada gigi sulung

31
TUGAS IKGA BLOK 17 COMPLICATED FRACTURE CROWN PADA GIGI DESIDUI DAN PERMANEN MUDA DISUSUN OLEH : KELOMPOK 5 YOSEPHA Y E LUBIS (110600106) SHINTA AMELDIA IMAWAN (110600107) FELIX HARTANTO ONNGKO (110600108) RIKHA SAGALA (110600109) CUT NIRZA AMANDA (110600110) ADINDA MUNAWARAH DIN (110600111) M. FATURRAHMAN (110600112) SUCI SYLVANA HARAHAP ( 110600113) KEYKE ALDILA DARYA (110600114) TUIRMA SITOMPUL (110600115)

Upload: tiwi-sitompul

Post on 24-Oct-2015

279 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perawatan Complicated Crown Fracture Pada Gigi Sulung

TUGAS IKGA BLOK 17

COMPLICATED FRACTURE CROWN PADA GIGI

DESIDUI DAN PERMANEN MUDA

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 5

YOSEPHA Y E LUBIS (110600106)

SHINTA AMELDIA IMAWAN

(110600107)

FELIX HARTANTO ONNGKO

(110600108)

RIKHA SAGALA (110600109)

CUT NIRZA AMANDA (110600110)

ADINDA MUNAWARAH DIN (110600111)

M. FATURRAHMAN (110600112)

SUCI SYLVANA HARAHAP ( 110600113)

KEYKE ALDILA DARYA (110600114)

TUIRMA SITOMPUL (110600115)

METHA LEGINA (110600116)

ELIZABETH LILIANTI(110600117)

RIZKY AYU ARRISTA(110600118)

ADE HARTICHA P (110600119)

Page 2: Perawatan Complicated Crown Fracture Pada Gigi Sulung

PENDAHULUAN

Pengertian trauma secara umum adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis.

Trauma dengan kata lain disebut injury atau wound, dapat diartikan sebagai kerusakan atau

luka yang biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas

normal suatu struktur. Trauma juga diartikan sebagai suatu kejadian tidak terduga atau suatu

penyebab sakit, karena kontak yang keras dengan suatu benda. Definisi lain menyebutkan

bahwa trauma gigi adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi dan atau periodontal

karena sebab mekanis.1

Trauma dental yang terjadi pada anak-anak adalah masalah dental yang cukup serius.

Tingginya tingkat kekerasan, kecelakaan lalu lintas dan aktifitas olahraga yang merupakan

penyumbang terbesar dalam trauma dental. Trauma gigi anterior dapat terjadi secara langsung

dan tidak langsung, trauma gigi secara langsung terjadi ketika benda keras langsung

mengenai gigi, sedangkan trauma gigi secara tidak langsung terjadi ketika benturan yang

mengenai dagu menyebabkan gigi rahang bawah membentur gigi rahang atas dengan

kekuatan atau tekanan besar dan tiba-tiba.3

Trauma dental ini nantinya akan mempengaruhi penampilan estetis, psikologis si anak

dan tentunya fungsi fisiologis dari gigi itu sendiri yang pada akhirnya menuntun anak dan

orang tuanya datang ke dokter gigi. Pada makalah ini akan membahas tentang perawatan

complicated crown fracture gigi sulung yang dialami anak yang sebagian besar diakibatkan

trauma, baik sengaja atau tidak sengaja.

ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

Berbagai macam kondisi yang mengakibatkan terjadinya trauma pada gigi dan

terutama gigi anterior terbagi atas dua jenis,yaitu kecelakaan yang tidak disengaja dan

kecelakaan yang di sengaja. Jenis kecelakaan yang tidak disengaja adalah seperti terjatuh,

kecelakaan lalu lintas yang dewasa ini banyak terjadi di jalan raya, kecelakaan saat

berolahraga, saat bermain, penggunaan gigi yang tidak tepat,menggigit terlalu keras,bencana

alam,perkelahian dan kesulitan dari keterbatasan fisik. Sedangkan kecelakaan yang disengaja

adalah seperti tindakan kriminalitas, child abuse atau physical abuse dan latrogenic

procedure.

Selain faktor-faktor di atas ada beberapa faktor predisposisi terjadinya trauma gigi

terutama pada gigi anterior yaitu posisi dan keadaan gigi tertentu misalnya kelainan

dentofasial seperti maloklusi kelas I tipe 2, kelas II divisi 1 atau yang mengalami overjet

Page 3: Perawatan Complicated Crown Fracture Pada Gigi Sulung

lebih dari 3 mm, keadaan yang memperlemah gigi seperti hipoplasia email, kelompok anak

penderita cerebral palsy, dan anak dengan kebiasaan mengisap ibu jari yang menyebabkan

gigi anterior protrusive, bibir yang inadekuat, lubang gigi yang tidak dirawat,deprivasi

material,lingkungan yang terlalu ramai,obesitas dan anak yang sering di bully.1

KLASIFIKASI TRAUMA GIGI

Klasifikasi trauma pada gigi anterior perlu kita ketahui agar mempermudah penegakan suatu

diagnosa. Ada berbagai macam klasifikasi trauma gigi yang telah dikemukakan termasuk

diantaranya Eliis (1961), Bennet (1963), Ellis and Davey (1970), Hargreaves and Craig

(1970), WHO (International classification of diseases to dentistry and stomatology ICD-DA

(1978), dan modifikasinya yang dijelaskan Andreasen, dan Hithersay and Morile (1982)2.

Namun yang banyak digunakan dalam klinik adalah klasifikasi menurut Ellis and Davey dan

menurut WHO modifikasinya oleh Andreasen3.

1. Klasifikasi menurut Ellis and Davey (1970)4,5

Kelas 1: fraktur mahkota sederhana yang tidak melibatkan atau sedikit

melibatkan dentin

Kelas 2: fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan dentin tetapi

belum terbukanya pulpa

Kelas 3: fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan dentin dengan

pulpa yang telah terbuka

Kelas 4 : trauma pada gigi yang menyebabkan gigi non vital dengan atau tanpa

hilangnya struktur mahkota gigi

Kelas 5: hilangnya gigi

Kelas 6: fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota gigi

Kelas 7: perubahan posisi gigi dengan fraktur mahkota atau akar

Kelas 8: fraktur mahkota yang mahkotanya sudah tidak berbentuk lagi

(enmass)

Kelas 9: trauma yang mengenai gigi sulung

2. Klasifikasi menurut World Health Organization dan modifikasi Andreasen3,4,5,6

Klasifikasi yang direkomendasikan dari World Health Organization (WHO) dalam

Application of International Classification of Diseases to Dentistry and Stomatology

antara lain:

a. Cedera jaringan keras dan pulpa6

Page 4: Perawatan Complicated Crown Fracture Pada Gigi Sulung

Mahkota yang retak (infark email) N 502.50: Fraktur tidak sempurna

(retak) dari email tanpa kehilangan substansi gigi

Fraktur email (fraktur mahkota sederhana) N 502.50: Fraktur dengan

kehilangan substansi gigi hanya di email saja

Fraktur email-dentin (sederhana) N 502.51: Fraktur dengan kehilangan

substansi gigi yang terbatas di email dan dentin tetapi tidak mengenai

pulpa

Fraktur mahkota kompleks N 502.52: Fraktur yang mengenail email dan

dentin, serta membuat pulpa terbuka

Fraktur mahkota-akar, sederhana N 502.54: Fraktur yang mengenai email,

dentin dan sementum tetapi pulpa tidak terbuka

Fraktur mahkota-akar kompleks N502.54: Fraktur yang mengenai email,

dentin dan sementum serta pulpa terbuka

Fraktur akar N 502.53: Fraktur yang mengenai dentin, sementum dan

pulpa. Fraktur akar dapat diklasifikasikan lebih lanjut sesuai pergeseran

struktur koronal.

b. Cedera pada jaringan periodontal6

Konkusio N 503.20 yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi

yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa

adanya kegoyangan atau perubahan posisi gigi.

Subluksasi N503.20 yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi

gigi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.

Luksasi ekstrusif (avulsi sebagian) N 503.20 yaitu pergeseran gigi

sebagian keluar dari soket

Luksasi lateral N 503.20 yaitu pelepasan sebagian gigi ke luar dari

soketnya disertai kerusakan atau fraktur pada soket alveolarnya tersebut

Luksasi intrusive (dislokasi sentral) N 503.21 yaitu pergerakan gigi ke

dalam tulang alveolar, dimana dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur

soket alveolar. Luksasi intrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih

pendek.

Avulsi (eksartikulasi) N 503.22 yaitu pergeseran menyeluruh dari gigi

keluar dari soket

c. Cedera tulang pendukung6

Page 5: Perawatan Complicated Crown Fracture Pada Gigi Sulung

Comminution soket alveolar atas bawah N 502.40: Remuk dan terjadi

kompresi soket alveolar. Kondisi ini ditemukan bersama luksasi intrusif

dan lateral

Comminution soket alveolar bawah N 502.60: Remuk dan terjadi kompresi

soket alveolar. Kondisi ini ditemukan bersama luksasi intrusive dan lateral

Fraktur dinding soket alveolar atas N 502.40: Fraktur terbatas pada

dinding soket fasial atau oral

Fraktur dinding soket bawah N 502.60: Fraktur terbatas pada dinding soket

fasial atau oral

Fraktur prosesus alveolar maksila N 502.40: Fraktur prosesus alveolar

yang mungkin mengenai atau tidak mengenai soket alveolar

Fraktur prosesus alveolar mandibular N 502.42: Fraktur prosesus alveolar

yang mungkin mengenai atau tidak mengenai soket alveolar

Fraktur maksila N 502.42: Fraktur mengenai maksila

Fraktur mandibula N 502.61: Fraktur mengenai mandibula

Klasifikasi WHO yang dimodifikasi oleh Andreasen terdiri dari 19 groups dan termasuk

didalamnya trauma pada gigi, jaringan pendukung, gingival dan mukosa mulut3,5,6

a. Trauma pada jaringan keras gigi dan pulpa3

Infract mahkota (retaknya mahkota)

Fraktur mahkota

Fraktur mahkota sederhana

o Fraktur enamel

o Fraktur enamel dan dentin tanpa pulpa yang terbuka

Fraktur mahkota kompleks

o Fraktur enamel dan dentin dengan pulpa yang terbuka

b. Trauma pada jaringan keras gigi, pulpa dan sampai ke processus alveolar3

Fraktur mahkota-akar

Fraktur enamel dan dentin

Fraktur akar

Fraktur akar mencapai dentin tanpa pulpa yang terbuka

Fraktur alveolar akibat trauma

Fraktur tulang alveolar di maksila

Page 6: Perawatan Complicated Crown Fracture Pada Gigi Sulung

Fraktur tulang alveolar di mandibula

c. Trauma pada jaringan pendukung gigi3,5

o Concussion (shock) yaitu suatu injuri tanpa lepasnya tau perubahan posisi gigi

yang abnormal dengan rasa sakit saat diperkusi

o Subluxation (loosening) yaitu suatu injuri pada struktur pendukung gigi

dengan kegoyahan abnormal tetapi tanpa pemindahan gigi

o Intrusion (central luxation) yaitu pemindahan gigi pada arah lain daripada ke

aksial, diikuti oleh fraktur soket alveolar

o Extrusion (peripheral luxation) yaitu pergerakan sebagian gigi ke luar soket

o Lateral luxation yaitu

o Total luxation (exarticulation) yaitu pergerakan seluruh gigi ke luar dari soket.

d. Kerusakan pada jaringan lunak rongga mulut4

Laserasi, yaitu suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebakan oleh

benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka dapat berupa

diskontinuitas epital dan subepitel.

Contussio, yaitu luka memar yang disebabkan pukulan benda tumpul dan

menyebabkan perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai robeknya

daerah mukosa.

Luka abrasi, yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan kerana

gesekan atau goresan suatu benda sehingga terdapat permukaan yang

bedarah atau lecet

DIAGNOSIS DAN CARA PEMERIKSAAN

1. Anamnesa

Anamnesa yang dilakukan meliputi riwayat penyakit dan riwayat dental. Pada riwayat

kesehatan umum pasien, hal-hal yang perlu kita ketahui adalah identitas pasien secara

lengkap. Selain itu, hal lain yang perlu kita ketahui adalah riwayat penyakit pasien. Riwayat

penyakit pasien akan mempengaruhi perawatan. Penyakit-penyakit yang harus diperhatikan

pada pasien trauma adalah penyakit jantung bawaan, rheumatic fever, dan immunosuppresion

yang parah. Penyakit-penyakit tersebut merupakan kontraindikasi dari perawatan endodontik

Page 7: Perawatan Complicated Crown Fracture Pada Gigi Sulung

jangka panjang dan jika perawatan ini harus tetap dilakukan maka harus disertai dengan

pemberian antibiotik profilaksis. Keadaan lain adalah bleeding disorder yang berpengaruh

jika terdapat luka robek, avulsi, atau pada keadaan jika diperlukan ekstraksi gigi yang

mengalami trauma. Selain itu, tanyakan juga mengenai alergi yang mungkin diderita anak

terhadap obat-obatan tertentu, ataupun makanan.15

Riwayat dental pasien dapat diperoleh melalui pertanyaan yang berisi when, where,

dan how. When digunakan untuk menanyakan waktu kejadian. Interval waktu antara cedera

dengan perawatan mempengaruhi prognosis dari gigi tersebut. Where digunakan untuk

menanyakan lokasi cedera. Jika pasien cedera di luar rumah yang kotor maka dapat

dipertimbangkan pemberian profilasksis antitetanus. How digunakan untuk memastikan

trauma yang diperoleh pasien berasal dari kecelakaan atau karena sebab lain. Kemudian hal

lain yang harus diperhatikan pula yaitu gigi/fragmen gigi yang hilang. Jika gigi tidak

diketahui keberadaannya dan diketahui pasien mengalami kehilangan ingatan maka foto

thorax diperlukan jika diduga gigi tertelan. Adanya concussion, sakit kepala, muntah dan lupa

ingatan harus kita pertimbangkan adanya cedera kepala yang melibatkan otak dan harus

segera dirujuk ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut. Adanya riwayat trauma

sebelumnya dapat mempengaruhi tes sensitifitas pulpa dan rencana terapi. Sebagai

contohnya, jika pasien ditanyakan mengenai nyeri spontan dan hasilnya positif maka

mungkin terjadi inflamasi pulpa akibat fraktur mahkota atau cedera jaringan periodontal.16

2. Pemeriksaan klinis

Pemeriksaan klinis secara umum terdiri dari pemeriksaan ekstra oral dan intra oral.

A. Pemeriksaan ekstra oral

Pada kasus complicated crown fracture, mungkin didapat laserasi atau perdarahan

pada daerah bibir atau hidung yang ditemukan pada pemeriksaan ekstra oral. 15

B. Pemeriksaan intra oral

Pada pemeriksaan intra oral untuk kasus complicated crown fracture, biasanya

dilakukan pemeriksaan secara visual, tes perkusi, tes mobiliti, dan tes sensitibilitas.

Pemeriksaan visual

Pada pemeriksaan visual didapat hasil terdapat kehilangan struktur enamel dan dentin dengan

jaringan pulpa yang terekspos. 15

Tes perkusi

Page 8: Perawatan Complicated Crown Fracture Pada Gigi Sulung

Pada pemeriksaan perkusi didapat hasil tidak terdapat rasa sakit atau negatif. Jika terdapat

rasa sakit, dilakukan obswervasi lebih lanjut untuk mengevaluasi adanya luksasi atau fraktur

pada akar. 15

Tes mobiliti

Pada tes mobiliti, didapat hasil yang menunjukkan tidak terdapatnya mobiliti yang parah,

kondisi gigi mengalami mobilitas yang normal.15

Tes sensitibilitas

Pada pemeriksaan sensitibilitas, didapat hasil positif. Tes ini penting dalam menilai risiko

komplikasi penyembuhan masa depan. Kurangnya respon pada pemeriksaan awal

menunjukkan peningkatan risiko nekrosis pulpa kemudian. Pada anak, tes ini kurang dapat

diandalkan karena anak cenderung memberikan jawaban yang tidak konsisten.16

3. Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan penunjang, umumnya dilakukan pemeriksaan radiografi untuk

memastikan diagnosis sementara. Direkomendasikan teknik radiografi periapikal, oklusal,

dan eksposur eksentrik. Teknik-teknik tersebut dianjurkan untuk menyingkirkan adanya

perpindahan (displacement) atau adanya kemungkinan terjadinya luksasi atau fraktur akar.

Pada keadaan tertentu, dapat juga dilakukan radiografi bibir atau pada pipi yang mengalami

laserasi untuk mencari fragmen gigi atau bahan asing lainnya.16

Gambar 1. Complicated crown fracture

Page 9: Perawatan Complicated Crown Fracture Pada Gigi Sulung

PENATALAKSANAAN DAN PERAWATAN

A. Perawatan Complicated Crown Fracture Pada Gigi Sulung

Pada awal perkembangan gigi tetap, benih gigi insisivus permanen terletak pada

palatal dan sangat dekat dengan apeks gigi insisivus sulung. Oleh karena itu bila terjadi

trauma pada gigi sulung maka dokter gigi harus benar benar mempertimbangkan

kemungkinan terjadi kerusakan pada gigi tetap di bawahnya.7

Perawatan yang dilakukan pada complicated crown fracture, yaitu fraktur yang

melibatkan email dan dentin dengan disertai terlibatnya kamar pulpa, dilakukan perawatan

segera dan diusahakan dapat mempertahankan vitalitas pulpa. Ada beberapa hal yang harus

diperhatikan dalam perawatan fraktur mengenai pulpa, yakni besarnya pulpa yang terbuka,

vitalitas pulpa, lamanya pulpa terbuka, derajat pembentukan akar dan kemungkinan mahkota

untuk dapat direstorasi. Alternatif perawatan yang dapat dilakukan, yaitu pulpotomi, parsial

pulpotomi dan pulpektomi.7,8 Adapun prosedur perawatan yang dilakukan:

1. Lakukan radiografi dan simpan filmnya sebagai acuan pemeriksaan kedepannya.

2. Jika ukuran dari pulpa yang terbuka adalah pin point dan pasien dilihat sesegera

mungkin setelah kecelakaan, lakukan capping pulpa dengan kalsium hidroksida dan

tempatkan restorasi estetik komposit.

3. Jika pulpa yang terbuka besar, lakukan pulpotomi formokresol dan tempatkan

restorasi estetik komposit.

4. Jadwalkan pemeriksaan secara berperiode setiap interval 6 bulan. Jika gigi menjadi

nekrotik, ekstraksi atau terapi endodontik akan diperlukan.

Direct Pulp Capping

Terbukanya pulpa gigi sulung secara langsung dapat disebabkan oleh dental karies,

dari trauma dengan fraktur mahkota atau akibat mekanik selama preparasi. Pada prosedur

direct pulp capping, dengan pemberian bahan medikamen seperti calcium hidroxide pada

daerah pulpa untuk membantu proses penyembuhan dan merangsang terbentuknya dentin

reparatif. Perawatan direct pulp capping pada gigi sulung hanya dapat digunakan dalam

keadaan terbukanya pulpa kecil (pin point) dengan diameter kurang dari 1 mm atau seujung

jarum dengan kondisi gigi asimptomatik, tidak ada karies dalam dan dilakukannya isolasi

rubber dam untuk mencegah kontaminasi saliva.9,10

Page 10: Perawatan Complicated Crown Fracture Pada Gigi Sulung

Namun, direct pulp capping ternyata kurang berhasil pada gigi sulung, sehingga

direct pulp capping tidak diindikasikan pada gigi sulung karena pulpa sering terkontaminasi

sebelum dilakukannya perawatan yang dapat menyebabkan pulpa terinfeksi dan terjadi

peradangan. Walaupun direct pulp capping tidak diindikasikan untuk gigi sulung, direct pulp

capping juga dapat diindikasikan pada gigi permanen muda pembentukan akar dan apeks

yang belum sempurna.9,10,11

Pulpotomi

Pulpotomi merupakan perawatan yang hanya mengambil jaringan pulpa terinfeksi

pada kamar pulpa, dan mempertahankan jaringan pulpa vital dalam saluran akar sehingga

perkembangan akar dapat terus berlangsung khususnya pada gigi pemanen muda. Jika pulpa

dibagian akar mati, apeks akar akan tetap terbuka, dan ini akan menimbulkan masalah dalam

perawatan endodontik. Oleh karena itu, pulpotomi khususnya ditujukan untuk gigi geligi

yang immature dimana pembentukan akar belum sempurna. Pada gigi yang immature,

perkembangan akar akan terus berlanjut apabila pulpa dalam saluran akar dipertahankan tetap

sehat.8,10,11

Pulpotomi juga diindikasikan pada gigi sulung vital dengan terbukanya pulpa.

Perawatan pulpotomi ini merupakan pilihan perawatan dengan keadaan tidak adanya tanda-

tanda sebagai berikut: 1. Sakit yang spontan, 2. Pembengkakan, 3. Sakit saat diperkusi, 4.

Mobilitas yang abnormal, 5. Fistula, 6. Drainase sulkular, 7. Resorpsi internal, 8. Kalsifikasi

pulpa, 9. Resorpsi akar eksternal yang patologis, 10. Periapikal radiolusen, 11. Inter-radikular

radiolusen, atau 12. Pendarahan pulpa yang banyak 10

Pulpotomi parsial

Perawatan ini ditujukan untuk menghilangkan jaringan pulpa yang mengalami

inflamasi. Umumnya amputasi dilakukan kira-kira 2 mm di bawah daerah terekspos.8

Pengambilan daerah tersebut sangat minimal karena jaringan pulpa mempunyai vaskularisasi

yang baik, dan dapat memberikan reaksi pertahanan terhadap kontaminasi bakteri. Indikasi

perawatan ini adalah untuk gigi yang akarnya sudah terbentuk lengkap ataupun belum dengan

gambaran adanya warna pulpa merah terang. Teknik ini lebih konservatif daripada teknik

pulpotomi standar, yang tidak hanya pada jumlah pulpa yang dibuang, tetapi juga pada

jumlah struktur gigi yang dirusak.8,11

Page 11: Perawatan Complicated Crown Fracture Pada Gigi Sulung

Pulpektomi

Pulpektomi adalah perawatan yang dilakukan dengan cara pengangkatan pulpa secara

keseluruhan dari kamar pulpa dan saluran akar. Perawatan ini diindikasikan bila pulpa

mengalami degenerasi atau vitalitas pulpa diragukan dan dapat dilakukan apabila akar telah

tertutup sempurna namun mengalami fraktur melalui pulpa.8,10 Jika pulpa gigi sulung

tereksposur dan terinfeksi tetapi jaringan radikularnya masih vital, bila tidak dilakukan

perawatan dengan segera, pulpa yang mengalami degenerasi tersebut akan menjadi nekrosis

pulpa.10

B. Perawatan Complicated Crown Fracture Pada Gigi Permanen Muda

Selain pada gigi sulung, trauma gigi pada anak usia 10 tahun sering terjadi yaitu pada

masa gigi immature, gigi permanen muda yang perkembangan akarnya masih berlanjut. Hal

ini sering terjadi dikarenakan pada usia tersebut anak sedang aktif bermain, berolahraga,

berlari dan bersepeda.8 Pada gigi permanen muda, perawatan yang direkomendasikan pada

pembukaan pulpa dapat dilakukan pulpotomi. Pulpotomi pada gigi permanen yang masih

muda saat terbuka dikarenakan luka traumatik pada gigi muda yang apikalnya belum

sempurna pertumbuhannya.12

Prosedur perawatan:12

1. Lakukan penelitian dengan pemeriksaan oral untuk menentukan tingkat dari luka

termasuk gigi manapun yang goyang.

2. Lakukan radiografi dari area yang terlibat untuk menentukan tingkatan luka

3. Jalan masuk diperoleh dengan bur tapered fissure.

4. Pulpa di amputasi pada batas sementoenamel dengan eskavator yang tajam.

5. Cotton pellet digunakan untuk mengontrol pendarahan.

6. Aplikasikan lapisan dari kalsium hidroksida (kira kira 1 hingga 2 mm tebalnya)

diletakan pada pulpa yang diamputasi diikuti dengan basis dan restorasi sementara.

Stainless steel crown dengan jendela labial estetik dapat juga ditempatkan.

7. Lakukan evaluasi dalam jangka 2-3 bulan terbentuk jembatan dentin .

8. Jika keadaan membaik dan perkembangan apeks telah sempurna, lakukan pemberian

restorasi permanen dengan komposit untuk mengembalikan tampilan estetik dari gigi.

Page 12: Perawatan Complicated Crown Fracture Pada Gigi Sulung

TINDAKAN PENCEGAHAN DAN KONTROL PERAWATAN

Tindakan pencegahan pada gigi desidui yang mengalami complicated fracture crown

Trauma adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis yang disebabkan oleh tindakan

tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur. Trauma gigi anterior

sering terjadi pada anak-anak yang cenderung lebih aktif daripada orang dewasa dan

koordinasi serta penilaiaannya tentang keadaan belum cukup baik sehingga sering terjatuh

ketika fase belajar berjalan, berlari, bermain dan berolahraga. Fraktur dental ini sering

ditemui pada anak berumur 1-3 tahun, pada anak usia sekolah atau pada anak anak yang

mengalami retardasi mental. Kerusakan yang terjadi dapat mengganggu fungsi berbicara,

pengunyahan, estetika, dan pertumbuhan gigi yang akan erupsi. 13,14

Pada anak anak yang sedang dalam masa pertumbuhan dan mempunyai gerakan aktif,

untuk mencegah terjadinya fraktur akibat trauma dapat digunakan alat pelindung mulut

(mouthguard). Alat ini hanya digunakan ketika si anak sedang melakukan aktifitas yang

berisiko terjadinya trauma dental. Selain itu pengelolaan tingkah laku dari orang tua terhadap

anaknya juga faktor penting dalam tindakan pencegahan. 13

Kontrol perawatan pada gigi desidui yang mengalami complicated fracture crown

Tindak lanjut untuk menentukan keberhasilan pengobatan didasarkan pada evaluasi

klinis dan radiografi. Dari beberapa laporan kasus yang dilaporkan pada periode yang

berbeda (6-25 bulan), tidak ada sensitivitas gigi atau sakit telah didaftarkan, juga, tidak ada

gejala atau cacat radiografi yang hadir. Pemeriksaan klinis dan radiografi tidak menunjukkan

patologi periodontal atau periapikal, dan restorasi yang fungsional dan estetis. Selama follow

up yang dievaluasi vitalitas pulpa. Potensi pulpa untuk memulihkan vitalitasnya tergantung

pada beberapa faktor seperti keadaan jaringan pulpa sebelum trauma, peradangan

sebelumnya, infeksi berhubungan dengan karies, dan pengobatan yang dilakukan.14

Tindakan pencegahan dan kontrol perawatan pada gigi permanen muda yang mengalami

complicated fracture crown

Imunisasi Tetanus. Salah satu tindakan pencegahan yang dapat dilakukan pada anak

yang mengalami trauma yaitu melakukan imunisasi tetanus. Pencegahan tetanus dilakukan

Page 13: Perawatan Complicated Crown Fracture Pada Gigi Sulung

dengan membersihkan luka sebaik-baiknya, menghilangkan benda asing, dan eksisi jaringan

nekrotik. Dokter gigi bertanggungjawab untuk memutuskan apakah pencegahan tetanus

diperlukan bagi pasien anak-anak yang mengalami avulsi gigi, kerusakan jaringan lunak yang

parah, luka karena objek yang terkontaminasi tanah atau luka berlubang. Riwayat imunisasi

sebaiknya didapatkan dari orang tua penderita. Pada umumnya anak-anak telah mendapatkan

proteksi yang memadai dari imunisasi aktif berupa serangkaian injeksi tetanus toksoid.

Apabila imunisasi aktif belum didapatkan, maka dokter gigi sebaiknya segera menghubungi

dokter keluarga untuk perlindungan ini. Imunisasi dengan antitoksin tetanus dapat diberikan,

tetapi imunisasi pasif ini bukan tanpa bahaya karena dapat menimbulkan anafilaktik syok.

Pemberian antibiotik diperlukan hanya sebagai profilaksis bila terdapat luka pada jaringan

lunak sekitar. Apabila luka telah dibersihkan dengan benar maka pemberian antibiotik harus

dipertimbangkan kembali.7

Laporan Kasus Gigi Desidui

Seorang bayi laki-laki sehat berumur 14 bulan diperiksa diklinik darurat Departemen

Pediatric Dentistry, di Hadassah Faculty of Dental Medicine di Jerusalem. Orangtuanya

melaporkan anak itu jatuh dirumah sehari sebelumnya. Mereka mengatakan bahwa tidak ada

trauma sebelumnya pada gigi. Pemeriksaan klinis didapat gigi yang telah erupsi hanyalah

insisivus maksila dan mandibula. Pada gigi kedua insisivus sentral maksila terdapat fraktur

enamel dan dentin dengan pulpa terbuka pada insisivus kanan. Pada gigi tidak dijumpai

karies, tidak mobiliti dan tidak terjadi perubahan warna. Sensitivitas perkusi tidak dapat

ditentukan (karena kurangnya koperatif anak). Pada jaringan lunak tidak ditemukan luka.17

Pemeriksaan radiografi periapikal menunjukkan keempat gigi insisivus maksila

dengan kamar pulpa yang besar, belum lengkapnya pembentukan akar, dinding dentin yang

tipis, dan apeks yang terbuka. Benih gigi permanen berada pada tahap awal kalsifikasi

koronal.17

Tata Laksana Kasus

Sejak bayi tersebut di NPO selama beberapa jam, diputuskan untuk tidak menunda

perawatan giginya. Setelah persetujuan orangtuanya bayi diberikan premedikasi dengan 2 mg

Midazolam (0.2 mg/kg berat badan) yang diberikan melalui lubang hidung. Setelah 10 menit

pemberian obat, bayi dibaringkan diatas Papoose Board, dan diberikan inhalasi Nitrogen

Page 14: Perawatan Complicated Crown Fracture Pada Gigi Sulung

Oxide (2L:2L) dan dilanjutkan dengan prosedur dental. Selama prosedur perawatan gigi,

tanda vital dari bayi tersebut diperhatikan. Anestesi local diberikan secara infiltrasi dengan

Lidocaine 2% ditambah ephinephrine dengan perbandingan 1:100.000. Gigi diisolasi dengan

rubber dam lalu dilakukan pulpotomi parsial pada gigi insisivus sentralis kanan maksila. Bur

tungsten #330 digunakan untuk memperoleh akses ke kamar pulpa sementara pembersihan

pulpa yang telah diamputasi dengan saline steril dilakukan untuk proses homeostatis tanpa

adanya formasi bekuan darah. Pasta Ca(OH)2 digunakan sebagai dressing lalu ditutup dengan

IRM. Gigi insisivus sentralis kiri diberi lining dengan Dycal. Kedua gigi direstorasi dengan

Vitrebond dan Durafill. Setelah itu orang tua diberi instruksi post-operasi dan instruksi untuk

menjaga oral hygiene. Orang tua dianjurkan untuk datang kembali bersama anak tersebut

setelah 6 minggu apabila tidak terdapat simptom.17

Kunjungan berikutnya, 6 minggu kemudian dilakukan pemeriksaan. Hasil

pemeriksaan klinik menunjukkan gigi yang mengalami trauma tidak goyang, tidak terdapat

perubahan warna, dan tidak sensitif terhadap perkusi. Jaringan lunak yang mengelilingi gigi

tersebut normal. Radiografi periapikal tidak menunjukkan adanya perkembangan penutupan

pada akar, tetapi terdapat pembentukan dentinal bridge.17

Setelah 21 minggu perawatan, gigi insisivus sentral tidak sensitif terhadap perkusi,

tidak terdapat diskolorisasi, dan tidak goyang. Jaringan lunak disekitar gigi normal. Pada

radiografi periapikal terlihat jembatan dentin dan perkembangan pembentukan akar.

Pembahasan

Berdasarkan kasus diatas, dapat dilihat seorang bayi laki-laki usia 18 bulan terjatuh di

rumah dan mengalami fraktur enamel dan dentin yang mengenai pulpa pada kedua insisivus

sentralis rahang atas dan bawah. Gigi tersebut bebas karies, tidak goyang dan tidak berubah

warna. Berdasarkan pemeriksaan klinis, sensitivitas gigi tidak dapat ditentukan karena anak

tidak dapat kooperatif. dijumpai keadaan jaringan lunak baik. pada pemeriksaan penunjang

radiografi periapikal, dijumpai empat insisivus rahang atas memiliki kamar pulpa yang besar,

akar belum sempurna terbentuk dan dinding dentin tipis dan apikal gigi terbuka.17

Penyebab trauma complicated crown fracture pada gigi anak usia ini biasanya

dikarenakan anak yang sedang dalam proses belajar berjalan dan berlari, sehingga insidennya

meningkat. Hal ini diakibatkan oleh aktivitas yang tinggi dan kurangnya koordinasi anggota

Page 15: Perawatan Complicated Crown Fracture Pada Gigi Sulung

tubuh menyebabkan anak sering jatuh. Selain itu juga bisa karena kekerasan yang dilakukan

orang tua atau kerabat dekat pada anak tersebut.17

Pemilihan perawatannya bisa pulpotomi ataupun pulpotomi parsial, tergantung pada

keadaan frakturnya. Formokresol bisa menjadi pilihan bahan medikamen, akan tetapi bahan

ini tidak dapat menutup apeks dari gigi desidui yang akarnya belum menutup sempurna.

Sedangkan kalsium hidroksida dapat menyebabkan resorpsi internal pada gigi desidui yang

mengalami inflamasi. Akan tetapi penggunaan kalsium hidroksida masih dianggap lebih baik.

Tingkat keberhasilan untuk parsial pulpotomi adalah sebesar 97%. Dan koronal pulpotomi

sebesar 75%.17

Laporan Kasus Gigi Permanen Muda I

Seorang anak laki-laki, usia 10 tahun, tinggi badan 133 cm dan berat badan 29 kg,

datang ke klinik Kedokteran Gigi Anak FKG UI pada tanggal 2 Juli 2003, dengan keluhan

gigi depan atas sakit dan ngilu bila makan makanan manis dan minuman dingin. 1 minggu

yang lalu sebelum penderita jatuh dilantai saat berlari didalam rumah dan gigi depan atas

patah sebagian. Keadaan umum anak baik, dapat berkomunikasi, tidak dalam perawatan

dokter, anak dalam keadaan sehat, tidak mempunyai kebiasaan buruk.8

Pemeriksaan ekstra oral muka simetris, tidak ada pembengkakan kelenjar getah

bening, submandibular dan submentalis. Pada pemeriksaan intra oral, tidak ada kelainan

jaringan lunak. Gigi 21 mengalami fraktur mahkota dengan pulpa terbuka. Pada perabaaan

dengan kapas menimbulkan rasa ngilu. Tidak terdapat nyeri tekan dan kegoyangan pada gigi

tersebut.Pemeriksaan karies dijumpai 75,85 KMP non vital dengan gambaran radiografis

resorbsi akar sudah mencapai seperiga servikal, benih gigi tetap 35,45 sudah menembus

tulang dan pertumbuhan gigi tetap sudah mencapai sepertiga servikal. Gigi 54 karies dentin,

55, 13, 23 karies email. Gambaran radiografik gigi 21: menampakkan mahkota fraktur

sepertiga tengah, sudah mencapai pulpa, dan adanya radiolusensi di daerah apical karena

apeks gigi belum tertutup sempurna.8

Tata Laksana Kasus

Diagnosa 21 complicated crown fracture yaitufraktur ini melibatkan email dan dentin

dengan disertai terlibatnya kamar pulpa., vital (menurut klasifikasi ELLIS, fraktur kelas III

dan menurut WHO pada golongan jaringan keras dan pulpa yaitu complicated crown

Page 16: Perawatan Complicated Crown Fracture Pada Gigi Sulung

fracture). Rencana perawatan adalah DHE, 21 pulpotomi dengan Ca(OH)2 – dengan restorasi

komposit. Perawatan gigi lain sesuai dengan indikasi dan topical aplikasi dengan larutan flour

dan pro orthodonti.8

Pada kunjungan pertama,dilakukan pemeriksaan lengkap, DHE, gigi 21 pulpotomi

dengan Ca(OH)2 dan di semen dengan semen ionomer kaca. Seminggu kemudian dilakukan

kontrol, tidak ada keluhan dan secara klinis tidak ditemukan adanya kelainan. Pada minggu

keempat dilakukan kontrol secara klinis dan radiografis. Secara klinis tak ada keluhan dan

kelainan. Dan hasil pemeriksaan radiografi menunjukkan terbentuknya dentin sekunder.

Selanjutnya dilakukan restorasi resin komposit. Dilakukan kontrol 1 minggu dan hasilnya

tumpatan masih baik. Kontrol setelah 1 bulan menunjukkan tumpatan juga masih baik, dan

reaksi positif atas rasa dingin. Kontrolsetelah 6 bulan memperlihatkan tumpatanmasih baik,

serta vitalitas gigi positif. Pemeriksaaan radiografi tidak tampak ada kelainan dan apeks

tertutup sempurna. Pasien dianjurkan untuk datang kembali setelah 1 tahun, dan 2 tahun,

bertujuan mengontrol keadaan giginya. Bila ada keluhan yang timbul dianjurkan segera

datang untuk pemeriksaan dan perawatan lebih lanjut.8

Pembahasan

Trauma gigi tetap insisif sentral atas pada anak usia 10 tahun sering terjadi. Hal ini

dikarenakan pada usia tersebut anak sedang aktif bermain, berolahraga, berlari dan bersepeda.

Dan didukung juga oleh keadaan gigi pasien yang protusif anterior. Pada kasus ini trauma

terjadi saat anak sedang jatuh di dalam rumah.8

Alternatif perawatan yang dipilih pada kasus ini adalah pulpotomi. Keuntungan

pemilihan perawatan pulpotomi adalah pengambilan jaringan pulpa terinfeksi seluruhnya

pada kamar pulpa dan dapat mempertahankan pulpa vital dalam saluran akar. Kasus ini

menunjukkan pembentukkan akar yang masih belum sempurna, dengan mempertahankan

pulpa dalam saluran akar tetap sehat, maka perkembangan akar akan terus

berlanjut.Sedangkan parsial pulpotomi tidak dilakukan karena pada perawatan ini hanya

mengambil bagian tanduk pulpa secara minimal.Pada pasien ini, pulpa sudah terbuka luas

selama satu minggu, kontaminasi bakteri diperkirakan sudah meluas hingga kamar pulpa.

Sehingga perawatan parsial pulpotomi tidak dilakukan.8

Pasien datang dan dilakukan pulpotomi dengan kalsium hidroksida setelah 1 minggu

mengalami trauma. Berbeda dengan pulpotomi yang biasa dilakukan pada gigi dengan pulpa

Page 17: Perawatan Complicated Crown Fracture Pada Gigi Sulung

terbuka tidak lebih dari 72 jam. Hal ini tidaklah menjadi masalah, karena berdasarkan

penelitian yang dilakukan Lucia Blanco, Stephen Cohen ukuran pulpa yang terbuka serta

waktu antara terjadinya trauma dengan perawatan dansempurnanya pembentukan akar

merupakan salah satu hal yang tidak terlalu penting untuk dapat mencapai perawatan

pulpotomi yang optimal.8

Selanjutnya dipilih bahan kalsium hidroksida yang berbentuk campuran pasta base

dan katalis. Mengingat daerah pulpa pada saluran akar kini sudah terlindungi oleh bahan

kalsium hidroksida, selanjutnya dipilih bahan semen ionomer kaca sebagai pendukung bahan

pelindung. Semen ionomer kaca dipilih karenabahan ini mampu melepaskan flour

danmemiliki koefesian termal ekspansi yang samadengan jaringan gigi. Namun bahan ini

jugamemiliki beberapa kekurangan yaitu dari segi estetis.8

Setelah dilakukan pulpotomi dengan kalsium hidroksida, diketahui bahwa sudah

terbentuk dentin sekunder pada minggu keempat. Menurut Ellis dan Davey pembentukkan

dentin sekunder setelah 6-8 minggu perawatan. Namun keberhasilan kasus ini sesuai dengan

penelitian Lucia Blanco dan Stephen Cohen, bahwa pada dasarnya formasi awal dari dentin

sekunder sudah terbentuk 7 hari setelah perawatan.8

Pada kontrol 6 bulan apeks telah tertutup sempurna sehingga gambaran

radiolusenmenghilang. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dengan mempertahankan pulpa

tetap vital, maka perkembangan akar terus berlanjut. Kemudian diberikan restorasi resin

komposit sebagai temporary permanent restoration. Bahan ini digunakan sampai menunggu

pasien usia dewasa sehingga baru dapat dilakukan restorasi permanen.8

Keberhasilan perawatan pulpotomi dengan kalsium hidroksida tergantung dari

pemilihan kasus yang tepat dan prosedur perawatan yang benar. Pada kasus ini perawatan

dilakukan setelah trauma terjadi selama seminggu. Pada minggu keempat setelah perawatan,

hasil pemeriksaan radiografi menunjukkan terbentuknya dentin sekunder. Dan 6 bulan setelah

perawatan pemeriksaan radiografi menunjukkan apeks tertutup sempurna. Kontrol secara

periodik masih perlu dilakukan untuk melihat keadaan pulpa gigi tersebut.8

Laporan Kasus Gigi Permanen Muda II

Anak anak berumur 11 tahun, laki-laki, dibawa ke klinik dengan fraktur mahkota

kompleks pada gigi insisivus sentralis dan lateral pada maksila, datang ke klinik 4 jam setelah

Page 18: Perawatan Complicated Crown Fracture Pada Gigi Sulung

trauma. Berdasarkan riwayat medis, pasien memiliki penyakit sistemik tapi tidak berpengaruh

terhadap perawatan. Pemeriksaan ekstra oral, tidak ditemukan trauma pada jaringan lunak

(mukosa). Pemeriksaan klinis intra oral menunjukkan adanya complicated fracture crown

pada insisivus sentralis kiri maksila, dengan ulserasi dan pulpa yang terekspos, dan adanya

keterlibatan dentin. Pada insisisvus lateral pulpa tidak terekspos. Dari kedua gigi,

pemeriksaan radiografi periapikal menunjukkan adanya perkembangan akar yang sudah

komplit, apeks tertutup dan tidak ada injuri pada periapikal, tidak ada kerusakan tulang

alveolar.

Pembahasan

Dari kasus diatas penatalaksanaan yang akan dilakukan adalah secara endodontik meliputi

proteksi pulpa dengan GIC, dan pada gigi insisivus lateral kiri dilakukan dengan rekonstruksi

dengan resin hybrid dan parsial pulpotomi.

Langkah penatalaksanaan untuk gigi insisivus lateralis

Pengisolasian gigi menggunakan rubber dam, kemudian dilakukan pemberian lokal

anastesi. Letakkan selapis demi selapis GIC untuk melindungi pulpa secara tidak langsung.

Kemudian gigi dietsa menggunakan orthophosporic acid 37 % selama 30 detik dan kemudian

dicuci di air mengalir dan dikeringkan kemudian bahan adhesive diaplikasikan sesuai dengan

petunjuk pabrik. Kemudian resin hybrid diaplikasikan secara incremental. Dan disinar selapis

demi selapis selama 40 detik.

Untuk parsial pulpotomi pada gigi insisivus sentralis menggunakan bur bulat tungsten

no. 330 untuk mengamputasi pulpa yang terekspos sedalam 2 mm. pada saat pengeburan

akan terjadi pendarahan dan akan berhenti sendirinya setelah 2 menit. Lalu letakkan bahan

dressing Ca(OH)2 , kemudian diatasnya diletakkan GIC dan dibiarkan selama 40 detik untuk

autopolimerisasi. Fragmen gigi diletakkan kembali dengan teknik modifikasi Simonsen.

Pemeriksaan klinis dan radiografi dilakukan setelah perawatan kemudian follow up setelah 1

minggu, 1 bulan dan 3 bulan post perawatan dengan tidak ada keluhan yang dirasakan.

Setelah 6 bulan, gigi masih vital tanpa kelainan patologis periodontal dan periapikal serta

restorasinya baik secara estetis dan fungsional.

Page 19: Perawatan Complicated Crown Fracture Pada Gigi Sulung

DAFTAR PUSTAKA

1. McDonald, R.E., Avery, D.R. Dentistry for the child and adolescent. 7th ed. St Louis :

Mosby. 2004.

2. Parkin S F. Notes on Pediatric Dentisry. London:Butterworth-Heinemann,1991:125-

126. 3

3. International Medical College.Dental Trauma:Classification and Aetiology.2003.

http://www.med-college.hu/de/wiki/artikel.php?id=331&lan=2#0. (18 November

2013)

4. Rao A.Principles and Pratice of Pedodontics. New Delhi: Jaypee, 2008:310-316

5. Bastone E B, Freer T J, McNamara J R.Epidemiology of Dental Trauma: A review of

the literature.Australian Dental Jurnal 2000;45(1):2-9

6. Budiharja A S, Rahmat M.Trauma Oral & Maksilofacial.Jakarta:EGC,2010;67-70.

7. Riyanti E. Penatalaksanaan trauma gigi pada anak. 12 Juni 2010.

http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/06/penatalaksanaan_trauma_gigi_

pada_anak.pdf 13 November 2013

8. Fauziah E, Hendrarlin S. Perawatan Fraktur Kelas Tiga Ellis Pada Gigi Tetap Insisf

Sentral Atas. Indonesian Joural of Dentistry 2008; 15 (2): 169-174.

9. McTigue DJ. Introduction to dental trauma: managing traumatic injuries in the

primary dentition. In: Pinkham Ed. Pediatric Dentistry: Infancy Through

Adolescence. Canada: W. B Saunders Company, 1988: 180-181.

10. Belanger GK. Pulp Therapy for The Primary Dentition. In: Pinkham Ed. Pediatric

Dentistry: Infancy Through Adolescence. Canada: W. B Saunders Company, 1988:

260-263.

11. Andlaw RJ, Rock WP. Perawatan Gigi Anak (A Manual of Paedodontics). Ed.2. Agus

Djaya. Terjemahan. Jakarta: Widya Medika, 1992: 202-207.

12. Davis JM, Law DB, Lewis TM. An atlas of pedodontics. Second edition.

Philadelphia:W.B Saunders Company, 1981:398,425-426.

13. P. C. S. Filho, P. S. Quagliatto, P. C. Simamoto Jr., and C. J. Soares, “Dental trauma:

restorative procedures using composite resin and mouthguards for prevention,”

Journal of Contemporary Dental Practice, vol. 8, no. 6, pp. 89–95, 2007.

Page 20: Perawatan Complicated Crown Fracture Pada Gigi Sulung

14. Ojeda-Gutierrez. F, Martinez-marquez. B, Arteaga-louis S, dkk “ Case Report :

Management and Followup of Complicated Crown Fractures in Young Patiens

Treated with Partial Pulpotomy” Case report in Dentistry, vol. 2013 (2013).

15. Flores MT. Traumatic injuries in the primary dentition. Review. Dent Traumatol

2002;18:287-298.

16. Malmgren B, Andreasen JO, Flores MT, Robertson A, DiAngelis AJ, Andersson

L, Cavalleri G, Cohenca N, Day P, Hicks ML, Malmgren O, Moule AJ, Onetto J,

Tsukiboshi M. International Association of Dental Traumatology guidelines for the

management of traumatic dental injuries: 3. Injuries in the primary dentition. Dent

Traumatol 2012; 28:174-82.

17. Ram D, Holan G. Partial pulpotomy in a traumatized primary incisor with pulp

exposure: case report. Pediatric Dentistry 1994; 16(1):46-48.