perbedaan nacl 0.9% siap pakai dengan nacl 0.9% …repository.poltekkes-kdi.ac.id/270/1/kti...
TRANSCRIPT
i
PERBEDAAN NaCl 0.9% SIAP PAKAI DENGAN NaCl 0.9% BUATAN DARI GARAM DAPUR
PADA PEMERIKSAAN REAKSI SILANG (CROSSMATCHING)
UNIT TRANSFUSI DARAH PALANG MERAH INDONESIA
KOTA KENDARI
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan
Diploma III Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari
OLEH:
MONIKA SAMPE MANGGALIK
NIM : POO341014018
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KENDARI
PROGRAM STUDI DIII ANALIS KESEHATAN
2017
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
PERBEDAAN NaCl 0.9% SIAP PAKAI DENGAN NaCl 0.9% BUATAN
DARI GARAM DAPUR PADA PEMERIKSAAN REAKSI SILANG
(CROSSMATCHING) UNIT TRANSFUSI DARAH
PALANG MERAH INDONESIA (UTD PMI)
KOTA KENDARI
iii
iv
Disusun dan Diajukan Oleh :
ngetahui,NIP. 195601041982122001
v
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
Nama : Monika Sampe Manggalik
NIM : P00341014018
Tempat dan Tanggal Lahir : Kendari, 25 Agustus 1996
Suku / Bangsa : Toraja / Indonesia
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Khatolik
B. Pendidikan
1. SD Negeri 11 Mandonga Kendari, tamat tahun 2008
2. SMP Negeri 3 Kendari, tamat tahun 2011
3. SMA Negeri 6 Kendari, tamat tahun 2014
4. Sejak tahun 2014 melanjutkan pendidikan di Politeknik Kesehatan
Kementrian kesehatan Kendari, Jurusan Analis Kesehatan.
vi
MOTTO
Bangkitlah, disaat untuk berdiri saja sulit. Jangan berputus asa.
Jika tidak bisa menjadi bunga bakung di taman, Jadilah rumput di ladang.
Jika jalan penuh gulita, maka jadilah kau pelita.
Angkat hatimu, teguhkan jiwamu.
Kesakitan, Kepahitan, Dukacita. Tuhan ubahkan jadi sukacita.
Masih ada jalan terbuka buat saudara dan juga saya.
Tidak ada kemustahilan dalam setiap perkataan yang mengandalkan Doa.
Iman dan Amin.
Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, Akan menuai dengan
bersorak-sorai.
Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, Pasti pulang
dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya
(Mazmur 126: 5-6)
Karya Tulis ini kepersembahkan Kepada :
Almamaterku
Ayahanda dan Ibunda Tercinta
Keluargaku tersayang
Sahabat-sahabatku
Agama, Bangsa dan Negaraku
vii
ABSTRAK
Monika Sampe Manggalik (P00341014018) Perbedaan NaCl 0.9% Siap Pakai
dengan NaCl 0.9% Buatan dari Garam Dapur pada Pemeriksaan Reaksi Silang
(Crossmatching) Unit Transfusi Darah Palang Merah Indonesia (UTD PMI)
Kota Kendari. Dibimbing oleh Ruth Mongan dan Reni Yunus (xiv + 11 Daftar
Tabel + 8 Daftar Gambar + 10 Lampiran + 62 Halaman).
Latar Belakang: Reaksi Silang dilakukan sebelum transfusi darah untuk mengetahui
kecocokan darah pendonor dan recipient. Dalam prosedur pemeriksaan reaksi silang
digunakan NaCl 0.9%. Dalam perkembangannya dibutuhkan bahan alternatif apabila
NaCl 0.9% siap pakai tidak tersedia, salah satunya ialah garam dapur.
Tujuan penelitian: Untuk mengetahui perbedaan NaCl 0.9% siap pakai dengan
NaCl 0.9% buatan dari garam dapur pada pemeriksaan reaksi silang
(Crossmatching).
Metode Penelitian: Penelitian dilakukan pada 21-23 Juli 2017 dengan jenis
penelitian Deskriptif Analitik. Populasi berjumlah 32 pendonor darah di UTD PMI
Kota Kendari. Sampel berjumlah 30 orang pendonor dengan teknik Accidental
sampling. Data primer berupa data hasil pemeriksaan reaksi silang (Crossmatching).
Data sekunder berupa data pendonor, data recipient, dan jurnal penelitian.
Hasil: Analisis statistik menggunakan uji T Independent diperoleh nilai X2 hitung <
X2 tabel (0.135 < 2.776) dan nilai Sig.(2-tailed) > 0.05 (0.899 > 0.05).
Kesimpulan: Tidak ada perbedaan hasil pemeriksaan dengan NaCl 0.9% siap pakai
dengan NaCl 0.9% buatan dari garam dapur pada pemeriksaan reaksi silang
(Crossmatching).
Saran: Bagi peneliti selanjutnya agar dapat mengembangkan reagen NaCl dengan
teknik penyaringan dan sterilisasi untuk mengembangkan reagen yang memiliki
kualitas yang lebih baik.
Kata Kunci : Reaksi Silang, Crossmatching, NaCl 0.9% siap pakai, NaCl 0.9%
Garam Dapur
Daftar Pustaka : 32 buah (1994-2013)
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Bapa, Putera-Nya Yesus Kristus
dan Roh Kudus atas penyertaan, perlindungan dan kasih setia-Nya yang selalu ada
sejak penulis lahir hingga dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Perbedaan
NaCl 0.9% Siap Pakai dengan NaCl 0.9% Buatan dari Garam Dapur pada
Pemeriksaan Reaksi Silang (Crossmatching) Unit Transfusi Darah Palang Merah
Indonesia (UTD PMI) Kota Kendari”. Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah
satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada program studi D-III Jurusan
Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Kendari.
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini telah melewati perjalanan panjang, dan
penulis banyak mendapatkan petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada Ibu Ruth
Mongan, B.Sc., S.Pd., M.Pd selaku pembimbing I dan Ibu Reni Yunus, S.Si., M.Sc
selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, kesabaran dan atas segala
pengorbanan waktu dan pikiran selama menyusun Karya Tulis Ilmiah ini. Ucapan
terima kasih penulis juga tunjukkan kepada :
1. Bapak Petrus, S.KM., M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari
2. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sulawesi Tenggara yang
telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.
3. Kepala Unit Transfusi Darah Palang Merah Indonesia (UTD PMI) Provinsi
Sulawesi Tenggara dr. H. Ansar Sangka, M.M dan Kepala Laboratorium Arman,
Co.ATD atas kesediaan tempat dan bimbingan penelitian.
4. Ibu Ruh Mongan, B.Sc., S.Pd., M.Pd selaku Ketua Jurusan Analis Kesehatan
sekaligus Pembimbing Akademik saya. Terima kasih atas dedikasi,
pembelajaran dan bimbingan selama ini.
5. Kepada Bapak dan Ibu dewan penguji, Ibu Askrening., S.KM., M.Kes, Ibu
Fonnie E. Hasan, DCN., M.Kes, Bapak Muhaimin Saranani., S.Kep., NS., M.Sc,
yang telah memberikan arahan perbaikan demi kesempurnaan Karya Tulis
Ilmiah ini.
ix
6. Bapak dan Ibu Dosen Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan,
seluruh staff dan karyawan atas pelayanan akademik yang diberikan selama
penulis menuntut ilmu.
7. Rasa Hormat, terima kasih, cinta dan penghargaan yang sebesar-besarnya
kepada kedua orang tua saya, Rupilus S. Mangalik dan bundaku Ester Timang
atas bantuan moril maupun materil, motivasi, dukungan, dan cinta kasih serta
doa untuk penulis selama menuntut ilmu sampai terselesaikannya karya tulis
ilmiah ini.
8. Teristimewa dan tak terhingga penulis ucapkan terima kasih kepada Adikku
Anjelin S. Mangalik atas motivasi, dukungan, kebanggaan, dan Doa.
9. Kepada sahabat-sahabatku Esti, Eka, Kak Sule, Kak Syarif, Kak Mhady, Kak
Hajar, Kak Dedy, Kak Astrid, Kak Rolly, Adim, Yeyen, Vinda, Swesty, Mirel,
Oliv, Liana, Kak Hans. Kepada seluruh relawan KSR-PMI Kota Kendari,
Tagana Kota Kendari, teman-teman dan senior Patelki, Imatelki dan Sion
Ministry, atas bantuan dan pengertiannya selama bertugas dan penyelesaian
Karya Tulis Ilmiah ini.
10. Seluruh teman-teman seperjuanganku Mahasiswa Analis Kesehatan Patra, Titin,
Yolda, Hilman serta teman-teman lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu.
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis ini masih terdapat
kekurangan dan keterbatasan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan Karya Tulis
ini. Akhir kata, semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
khususnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya. Tuhan
Memberkati
Kendari, Juli 2017
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iv
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. v
MOTTO .............................................................................................................. vi
ABSTRAK ........................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 4
D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Transfusi Darah ...................................... 6
B. Tinjauan Umum Tentang Reaksi Silang ....................................... 21
C. Tinjauan Umum Tentang NaCl 0.9% Siap Pakai ........................... 27
D. Tinjauan Umum Tentang NaCl 0.9% Buatan ............................... 31
BAB III KERANGA KONSEP
A. Dasar Pemikiran ............................................................................ 35
B. Kerangka Pikir ............................................................................... 36
C. Variabel Penelitian ........................................................................ 37
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ................................... 37
E. Hipotesis ....................................................................................... 38
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ............................................................................. 39
B. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 39
C. Populasi dan Sampel ..................................................................... 39
xi
D. Instrument Penelitian ..................................................................... 39
E. Prosedur Pengumpulan Data ........................................................ 41
F. Jenis Data ...................................................................................... 48
G. Pengolaahan Data ......................................................................... 48
H. Analisis Data ................................................................................. 49
I. Penyajian Data .............................................................................. 50
J. Etika Penelitian ............................................................................. 50
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ............................................................................. 51
B. Pembahasan .................................................................................. 58
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 61
B. Saran ............................................................................................. 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Aglutinin- Antibodi Pada Golongan Darah Sistem ABO .............. 12
Tabel 2. Reaksi Aglutinasi Pada Golongan Darah ABO ............................. 13
Tabel 3. Aglutinasi Pada Pemeriksaan Golongan Darah RhD ..................... 14
Tabel 4. Reaksi Kesesuaian Pendonor Darah .............................................. 27
Tabel 5. Reaksi Crossmatching .................................................................... 27
Tabel 6. Komposisi Garam Dapur Menurut SNI ......................................... 33
Tabel 7. Instrumen Penelitian di Laboratorium ........................................... 47
Tabel 8 Bahan Penelitian di Laboratorium ................................................. 48
Tabel 5.1 Distribusi Hasil Pemeriksaan Reaksi Silang (Crossmatching) dengan
Menggunakan NaCl 0.9% Siap Pakai ............................................ 56
Tabel 5.2 Distribusi Hasil Pemeriksaan Reaksi Silang (Crossmatching) dengan
Menggunakan NaCl 0.9% Dari Garam Dapur ............................... 56
Tabel 5.3 Perbedaan Hasil Penggunaan NaCl 0.9% Siap Pakai Dengan NaCl
0.9% Buatan dari Garam Dapur pada Pemeriksaan Reaksi Silang
(Crossmatching) Di Laboratorium UTD PMI Kota Kendari ......... 57
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Panduan Pengaturan Kegiatan Donor Darah .................................. 18
Gambar 2. NaCl 0.9% Bentuk Cairan Intravena .............................................. 28
Gambar 5.1 Hasil pencucian sel darah pada pemeriksaan Crossmatching
menggunakan NaCl 0.9% siap pakai (no. 1) dan NaCl 0.9% buatan
dari garam dapur (no. 2) .................................................................... 52
Gambar 5.2 Hasil pemeriksaan Crossmatching Fase I menggunakan NaCl 0.9%
siap pakai (no.1) dan NaCl 0.9% buatan dari garam dapur (no.2) ..... 53
Gambar 5.3 Hasil pemeriksaan Crossmatching Fase II menggunakan NaCl 0.9%
siap pakai (no.1) dan NaCl 0.9% buatan dari garam dapur (no.2) .... 53
Gambar 5.4 Hasil pemeriksaan Crossmatching Fase III secara Makroskopik
menggunakan NaCl 0.9% siap pakai (no.1) dan NaCl 0.9% buatan
dari garam dapur (no.2) .................................................................... 54
Gambar 5.5 Hasil pemeriksaan Crossmatching Fase III secara Mikroskopik
menggunakan NaCl 0.9% siap pakai dan NaCl 0.9% buatan dari
garam dapur ....................................................................................... 54
Gambar 5.6 Hasil pemeriksaan golongan darah menggunakan NaCl 0.9% siap
pakai (no.1) dan NaCl 0.9% buatan dari garam dapur (no.2) ............ 55
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Poltekkes Kemenkes
Kendari
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian dari Litbang Kendari
Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Melakukan penelitian
Lampiran 4. Surat Keteragan Bebas Pustaka
Lampiran 5. Surat Keterangan Bebas Laboratorium
Lampiran 6. Tabel Penelitian
Lampiran 7. Master Tabel Pengumpulan Data
Lampiran 8. Pengolahan Hasil penelitian (Chi-Square)
Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Darah pada tubuh makhluk hidup secara sistematis bekerja untuk
mengantarkan oksigen dan nutrisi bagi tubuh, melindungi tubuh dari serangan
penyakit dan penyembuhan luka. Dengan perannya tersebut, kekurangan
komponen darah tentu akan mempengaruhi sistem fungsiologis tubuh. Keadaan
dimana seseorang kekurangan komponen darah seperti dijelaskan sebelumnya,
akan melatarbelakangi dilakukannya prosedur transfusi darah sesuai rujukan dan
indikasi dokter (Depkes RI, 2001).
Transfusi darah dilakukan untuk memindahkan darah donor kepada
penerima atau resipien darah sebagai usaha mengembalikan fungsi darah yang
berkurang. Pada proses transfusi darah diperlukan kontradiksi dan kewaspadaan
dalam prosedurnya. Hal ini disebabkan terdapatnya faktor resiko transfusi atau
reaksi transfusi darah. Sebuah penelitian melaporkan bahwa reaksi transfusi
yang tidak diharapkan ditemukan pada 6.6% resipien. Dimana sebagian besar
gejala berupa demam, gejala lain adalah menggigil tanpa demam, alergi,
hepatitis, reaksi hemolitik dan overload sirkulasi (sudoyo, dkk., 2006). Untuk
menghindari resiko transfusi darah maka dilakukan pemeriksaan pra transfusi
diantaranya pengujian sampel darah penerima dan pendonor. Salah satu
pemeriksaan laboratorium yang dilakukan ialah pemeriksaan Reaksi silang
(Crossmatching). Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat apakah darah
penderita sesuai dengan darah donor untuk menghindari terjadinya hemolitik
akibat reaksi incompatible (Kiswari, Rukman 2014).
Berdasarkan data UTD PMI Provinsi Sulawesi tenggara, diketahui bahwa
pada tahun 2015 dari 7353 permintaan labu darah dalam kota, pihak UTD PMI
memberikan pelayanan terhadap 6442 labu darah untuk Rumah Sakit dalam kota
dan 586 permintaan labu darah untuk permintaan dari rumah sakit luar kota. Dari
2
total pelayanan labu darah tersebut terdapat 3 pasien yang mengalami kasus
incompatible. Sedangkan pada tahun 2016 dari 6597 permintaan labu darah
untuk rumah sakit dalam kota dan 691 permintaan labu darah dari luar kota,
terdapat 5 pasien yang mengalami kasus incompatible. Terjadinya kasus
incompatible dapat disebabkan kesalahan pemeriksaan darah resipient atau
pendonor, darah yang terkontaminasi, pencucian yang tidak bersih dan alasan
lainnya.
Prosedur pencucian sel darah dalam tahapan pemeriksaan reaksi silang
sangat diperlukan. Tahapan ini akan menghilangkan sel rapuh maupun zat
pengganggu yang dapat mengakibatkan kesalahan dalam pemeriksaan. NaCl
0.9% menjadi bahan utama yang digunakan dalam prosedur pencucian sel darah
tersebut. Pengguaan NaCl 0.9% disebabkan oleh larutan tersebut bersifat
isotonis. Larutan isotonis yang mempunyai komposisi yang sama dengan cairan
tubuh, sehingga sel tidak pecah atau mengkerut dan tetap stabil pada bentuk
yang sama seperti biasa. Dalam hal ini, peneliti melihat terdapat jenis NaCl 0.9%
siap pakai dan NaCl 0.9% yang dibuat terlebih dahulu sebelum digunakan. NaCl
0.9% siap pakai yang berupa cairan intravena lebih umum digunakan pada
pemeriksaan laboratorium. Namun NaCl 0.9% juga dapat dibuat, baik dari
serbuk NaCl murni ataupun dari garam dapur (Sherwood, 2001).
NaCl 0.9% siap pakai selain digunakan sebagai bahan pemeriksaan
laboratorium juga digunakan sebagai pelarut injeksi, pembersih luka serta
digunakan sebagai terapi intravena ketika tubuh kehilangan cairan isotonis.
Pemanfaatan NaCl 0.9% siap pakai dalam jumlah yang besar membuat
jumlahnya terbatas. Untuk mengatasi kekurangan ketersediaan NaCl, rumah
sakit, klinik kesehatan dan laboratorium besar memperoleh NaCl 0.9% melalui
pemesanan kepada produsen atau toko kesehatan secara langsung. Namun hal ini
kadang sulit dilakukan oleh laboratorium pendidikan terutama karena
penggunaan NaCl 0.9% yang tidak berlangsung kontinyu seperti pihak
disebutkan diatas (Hasibuan, dkk. 2014). Keterbatasan dalam penyuplaian NaCl
3
0.9% siap pakai dalam pemeriksaan laboratorium terutama pada laboratorium
pendidikan, menjadi salah satu alasan diperlukannya alternatif bahan lain dengan
efektifitas yang sama untuk digunakan digunakan dalam pemeriksaan. Hal ini
didukung oleh peraturan menteri kesehatan RI nomor 43 tahun 2013, dimana
reagen buatan diperlukan sebagai alternatif dalam melakukan pemeriksaan
apabila tidak tersedianya reagen komersial (Permenkes RI, 2013).
Sebagai alternatif NaCl dengan kadar 0.9% dapat dibuat melaui
penimbangan NaCl sebesar 0.85 gram dalam 100 mL aquadest. Garam NaCl
yang dapat digunakan dan beredar dipasaran saat ini ada beberapa macam,
diantaranya adalah garam murni keluaran pabrikan yang dibuat untuk kebutuhan
bahan kimia pada laboratorium industri dan kesehatan. Jenis NaCl lainnya
adalah garam dapur yang dikenal secara umum sebagai salah satu bumbu dapur.
Selain karena mudah ditemukan dan penyuplaian bahan yang tidak sulit, garam
dapur dapat digunakan sebagai salah satu alternatif bahan pembuatan NaCl 0.9%
sebab dalam peraturan standarisasi nasional dikatakan bahwa garam dapur
minimal mengandung 94.9% kadar NaCl. Unsur lain seperti sulfat, magnesium
dan kalsium maksimum sebesar 2% dan kotoran kecil lainnya sebesar 1%
(Badan standarisasi nasional, 2000). Dengan kadar NaCl melebihi 90% ini
dianggap dapat digunakan sebagai salah satu sumber NaCl.
Sebelumnya, penggunaan NaCl dari garam dapur pada pemeriksaan
laboratorium juga telah digunakan pada pemeriksaan telur cacing metode natif
(NaCl 0.9%) atau metode apung (NaCl jenuh kadar 33%). Dalam jurnal
mengenai Studi Efisiensi Bahan Untuk Pemeriksaan Infeksi Kecacingan Metode
Flotasi Naci Jenuh Menggunakan Naci Murni dan Garam Dapur oleh Didik
Sumanto tahun 2013, menunjukkan hasil penelitian bahwa garam dapur dalam
penelitian tersebut dikatakan dapat digunakan untuk menemukan ada tidaknya
telur cacing dalam sampel yang diperiksa. Meskipun NaCl dari garam murni
memiliki efektifitas dan kualitas yang lebih baik dalam pemeriksaan
laboratorium jika dibandingkan dengan NaCl dari garam dapur. Namun
4
pembuatan NaCl dari garam dapur menunjukkan keunggulan dalam efisiensi
biaya dan kemudahan mendapatkan bahan baku. Selain itu penggunaan reagen
buatan memiliki keuntungan diantaranya dapat dibuat segar sehingga tidak
memerlukan pengawet, bila reagen terkontaminasi atau rusak dapat segera
diganti dengan reagen baru tanpa perlu menuggu pengiriman, serta memberikan
penghematan kepada laboratorium. Namun juga memiliki kerugian yaitu tidak
melalui uji quality control dan tidak dapat ditentukan stabilitasnya.
Oleh karena hal tersebut melatar belakangi peneliti untuk mengambil judul
penelitian di atas dan mendorong peniliti untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan hasil pemeriksaan reaksi silang (Crossmatching) dengan penggunaan
NaCl 0.9% siap pakai dengan NaCl 0.9% dari garam dapur.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan yaitu
adakah perbedaan NaCl 0.9% siap pakai dengan NaCl 0.9% buatan dari garam
dapur pada pemeriksaan reaksi silang (Crossmatching) unit transfusi darah PMI
Kota Kendari?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui perbedaan NaCl 0.9% siap pakai dengan NaCl 0.9%
buatan dari garam dapur pada pemeriksaan reaksi silang (Crossmatching)
unit transfusi darah PMI Kota Kendari.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui hasil pemeriksaan reaksi silang (Crossmatching) transfusi
darah dengan larutan NaCl 0.9% siap pakai di unit transfusi darah
PMI Kota Kendari.
b. Mengetahui hasil pemeriksaan reaksi silang (Crossmatching) transfusi
darah dengan larutan NaCl 0.9% buatan dari garam dapur di unit
transfusi darah PMI Kota Kendari.
5
c. Menganalisis Perbedaan NaCl 0.9% siap pakai dengan NaCl 0.9%
buatan dari garam dapur pada pemeriksaan reaksi silang
(Crossmatching) unit transfusi darah PMI Kota Kendari?
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, dapat dijadikan sebagai media latihan untuk mengaplikasikan
kembali teori serta praktik yang pernah dipelajari selama mengikuti
perkuliahan dan dapat menambah wawasan berfikir mengenai pengaruh
larutan NaCl pada pemeriksaan reaksi silang (Crossmatching) transfusi
darah.
2. Bagi jurusan analis kesehatan, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi
dokumen akademik dan sebagai salah satu bahan referensi bagi peneliti lain
yang bermanfaat untuk melakukan penelitian dibidang imunhematologi
dimasa yang akan datang.
3. Bagi tenaga laboratorium, dapat memberikan informasi atau masukan dan
pertimbangan bagi tenaga laboratorium/ para klinisi tentang pemeriksaan
golongan darah metode Crossmatching transfusi darah dan dalam memilih
reagen dengan tepat.
4. Bagi masyarakat umum, dapat memberikan dan menambah informasi serta
pengetahuan umum mengenai pemeriksaan reaksi silang (Crossmatching)
transfusi darah.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Transfusi Darah
1. Transfusi Darah
a. Definisi Transfusi Darah
Transfusi darah ialah pemindahan darah dari donor ke dalam
peredaran darah resipien (Latief et al, 2007). Darah dan berbagai
komponen darah dapat ditransfusikan secara terpisah sesuai dengan
kebutuhan. Darah tersusun dari berbagai komponen diantaranya eritrosit
(red blood cells), trombosit, kriopresipitat, dan plasma segar beku (fresh
frozen plasma). Komponen darah yang ditransfusikan sesuai dengan
yang diperlukan akan mengurangi kemungkinan reaksi transfusi,
circulatory overload dan penularan infeksi yang terjadi dibandingkan
dengan transfusi darah lengkap (Bermawi, 2010).
Transfusi darah merupakan bagian pelayanan kesehatan utama
dalam sistem perawatan kesehatan dan individu yang menyumbangkan
darah mereka, memberikan kontribusi yang unik bagi kesehatan yang
menyelamatkan jutaan nyawa dan kelangsungan hidup orang lain setiap
tahun, memungkinkan intervensi medis dan bedah yang semakin
merumitkan dan secara dramatis meningkatkan harapan hidup dan
kualitas hidup pasien dengan berbagai kondisi akut dan kronis (WHO,
2010).
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 7 tahun 2011, pelayanan
darah adalah suatu upaya pelayanan kesehatan yang memanfaatkan
darah manusia sebagai bahan dasar dengan tujuan kemanusiaan dan
tidak untuk tujuan komersial. Sedangkan, pelayanan transfusi darah
merupakan suatu upaya pelayanan kesehatan yang meliputi
perencanaan, pengerahan dan pelestarian (recruitment) donor darah,
7
penyediaan darah, pendistribusian darah, dan tindakan medis pemberian
darah kepada pasien untuk tujuan penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan (PP RI No.7, 2011).
Menurut Astuti dan Laksono (2013), transfusi darah adalah suatu
proses menyalurkan darah atau produk darah dari satu orang ke sistem
peredaran darah orang lainnya. Transfusi darah berhubungan dengan
kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan
oleh trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya organ pembentukan
sel darah merah. Penggunaan darah berguna bagi keperluan pengobatan
dan untuk mendapatkan darah yang aman dan baik, kegiatan transfusi
harus dilakukan dengan sebaik mungkin sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan supaya dapat menjamin keamanan darah. Kegiatan
tranfusi darah meliputi beberapa tahap antaranya adalah pengerahan
donor, penyumbangan darah, pengambilan, pengamanan, pengolahan,
penyimpanan, dan penyampaian darah kepada pasien. Demikian juga
donor darah juga tetap selalu sehat dan harus memenuhi syarat-syarat
donor (Astuti dan Laksono, 2013).
b. Komponen Darah
Fungsi utama darah dalam sirkulasi adalah sebagai media
transportasi, pengaturan suhu, pemeliharaan keseimbangan cairan, serta
keseimbangan basa eritrosit selama hidupnya tetap berada dalam tubuh.
Fungsi ini dapat berjalan akibat terdapatnya komponen penyusun dalam
darah (Pearce, Evelyn C., 2008).
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu
plasma darah dan sel darah. Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu
eritrosit, leukosit dan trombosit. Sekitar 55% bagian darah adalah
plasma darah, sedang 45% sisanya terdiri dari sel darah (Kiswari,
Rukman., 2014). Pada pemanfaantan komponen darah dalam transfusi,
darah dari pendonor akan diproduksi menjadi komponen untuk
8
memfasilitasi perbedaan terapi pasien, misalnya eritrosit, protein
plasma, atau trombosit. Tujuan dari pembuatan komponen adalah untuk
mempertahankan keawetan dan fungsi, serta mencegah perubahan atau
kontaminasi yang merugikan. hal ini juga dilakukan untuk melakukan
efisiensi pemanfaatan transfusi darah sesuai dengan indikasi yang
dibutuhkan.
1) Plasma Darah
Plasma darah merupakan cairan didalam darah yang
mengandung ion (natrium, kalium, magnesium, klorida dan
bikarbon), protein plasma (albumin dan fibrinogen). Fungsi dari
Ion dan protein plasma adalah keseimbangan osmotik (Williams,
2007).
Plasma darah pada dasarnya adalah larutan air yang
mengandung: albumin, bahan pembeku darah, immunoglobin
(antibodi), hormon, berbagai jenis protein, berbagai jenis garam
(Pearce, Evelyn C., 2008).
Plasma pada prosedur transfusi darah dibuat dan dapat
disimpan dalam keadaan cair pada 1-6˚C atau dibekukan agar awet.
Dalam keadaan cair pada suhu lemari es, akan kehilangan faktor
pembekuan labil. Terutama faktor VIII dan faktor V. Plasma beku
segar dipisahkan dari eritrosit dan disimpan pada suhu -18˚C dalam
waktu 8 jam setelah koleksi.
2) Sel Darah
Sel darah atau disebut sebagai bagian korpuskuli, merupakan
elemen seluler dalam darah, yang terdiri atas sel darah merah
(eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan trombosit (platelet).
a) Sel darah merah atau eritrosit (sekitar 99%). Eritrosit tidak
mempunyai nukleus sel ataupun organela, dan tidak dianggap
sebagai sel dari segi biologi. Eritrosit mengandung hemoglobin
9
dan mengedarkan oksigen. Sel darah merah juga berperan
dalam penentuan golongan darah. Orang yang kekurangan
eritrosit menderita penyakit anemia. Keping-keping darah atau
trombosit (0,6 - 1,0%), bertanggung jawab dalam proses
pembekuan darah.
Eritrosit pada prosedur transfusi dibuat dari darah
keseluruhan (whole blood) dengan sentrifugasi dan
menghilangkan plasma. Larutan yang paling umum digunakan
sebagai antikoagulan adalah CPDA-1. Antikoagulan ini
dilengkapi dengan dekstrosa dan adenin. Eritrosit dengan
CPDA-1 dapat disimpan selama 35 hari pada suhu 1-6˚C.
Selama penyimpanan, eritrosit mengalami penuaan perubahan
serupa yang terjadi di dalam tubuh (in vivo), sehingga sebagian
sel darah merah yang ditransfusikan akan dengan cepat
dimusnahkan oleh limpa pasien.
b) Sel darah putih atau leukosit (0,2%) Leukosit bertanggung
jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas untuk
memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan
berbahaya oleh tubuh, misal virus atau bakteri. Leukosit
bersifat amuboid atau tidak memiliki bentuk yang tetap. Orang
yang kelebihan leukosit menderita penyakit leukimia,
sedangkan orang yang kekurangan leukosit menderita penyakit
leukopenia. Leukosit tersusun atas sel bergranula dan tidak
bergranula. Sel leukosit bergranula yaitu basofil, eusinofil dan
neutrofil, sedang sel yang tidak bergranula ialah limfosit dan
monosit. Granulosit sebagai bagain leukosit dapat dibuat
dengan aferesis. Granulosit dapat disimpan pada suhu kamar
hingga 24 jam.
10
c) Trombosit
Trombosit adalah sel darah yang berperan penting dalam
hemostasis. Trombosit melekat pada lapisan endotel pembuluh
darah yang luka dengan membentuk plug trombosit. Jumlah
trombosit dalam tubuh ialah 150.000- 350.000/mL darah.
Konsentrat trombosit (platelet concentrate, PC) pada
transfusi darah dibuat dari darah utuh dengan sentrifugasi
plasma yang kaya trombosit. Konsentrasi trombosit harus
mengandung setidaknya 5.5 x 10 10
trombosit per unit.
Disimpan pada suhu kamar (20-24˚C) karena trombosit yang
disimpan pada sushu 1-6˚C telah sangat berkurang
keberlangsungan hidupnya pascatransfusi.
2. Golongan Darah
Golongan darah merupakan ciri khusus darah dari suatu individu
karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan
membran sel darah merah. Golongan darah ditentukan oleh jumlah zat
(kemudian disebut antigen) yang terkandung di dalam sel darah merah
(Fitri, 2007).
Sejarah golongan darah dimulai pada permulaan abad (1900 dan
1901) oleh K. Landsteiner yang menemukan bahwa penggumpalan darah
(aglutinasi) kadang- kadang terjadi apabila eritrosit (sel darah merah)
seseorang dicampur dengan serum darah orang lain. Akan tetapi, pada orang
lain campuran tadi tidak mengakibatkan penggumpalan darah. Berdasarkan
reaksi tersebut, maka Landsteiner membagi darah menjadi tiga golongan,
yaitu A, B dan O. Golongan yang keempat jarang dijumpai, yaitu golongan
darah AB, yang ditemukan oleh dua orang mahasiswa Landsteiner yang
bernama A. V Von Decastello dan A. Strulli pada tahun 1902.
Penggolongan darah ABO berdasarkan pada ada tidaknya antigen-
antibodi didalam darah seseorang. Antigen (zat asing) yang berbentuk
11
berupa aglutinogen (zat yang menggumpalkan), sedangkan antibodi
(pelawan antigen) yang dibentuk berupa aglutinin (zat yang digumpalkan).
Baik zat yang menggumpalkan dan digumpalkan merupakan suatu protein.
Selain golongan darah ABO, dikenal pula golongan darah rhesus yang
ditemukan oleh Landsteiner dan Weiner (1940). Kedua ahli ini
menyuntikkan sel darah kera Manca mullata ke dalam tubuh kelinci dan
marmut, kemudian membentuk antibodi terhadap antigen rhesus dalam
serum darahnya. Anti serum dari kelinci ini, jika disuntikkan ke dalam
tubuh kera akan menyebabkan penggumpalan eritrosit. Anti serum dari
kelinci itu kemudian digunakan untuk menguji darah manusia dengan hasil
ditemukannya sitem golongan darah Rh+ dan Rh-.
Golongan darah menurut sistem A-B-O dapat diwariskan dari orang
tua kepada anaknya. Secara umum, golongan darah O adalah yang paling
umum dijumpai didunia, meskipun di beberapa negara seperti Swedia dan
Norwegia, golongan darah A lebih dominan. Antigen A lebih umum
dijumpai dibanding antigen B. Karena golongan darah AB memerlukan
keberadaan dua antigen, A dan B, golongan darah ini adalah jenis yang
paling jarang dijumpai di dunia (Alrasyid, 2010).
Insidens yang mengalami Inkompatibilitas Rhesus (yaitu rhesus
negatif) adalah 15% pada ras berkulit putih dan 5% berkulit hitam, jarang
pada bangsa Asia. Rhesus negatif pada orang Indonesia jarang terjadi,
kecuali adanya perkawinan dengan orang asing yang bergolongan rhesus
negatif. Pada wanita Rhesus negatif yang melahirkan bayi pertama Rhesus
positif, risiko terbentuknya antibodi sebesar 8%. Sedangkan insidens
timbulnya antibodi pada kehamilan berikutnya sebagai akibat sensitisitas
pada kehamilan pertama sebesar 16%. Tertundanya pembentukan antibodi
pada kehamilan berikutnya disebabkan oleh proses sensitisasi, diperkirakan
berhubungan dengan respons imun sekunder yang timbul akibat produksi
12
antibodi pada kadar yang memadai. Kurang lebih 1% dari wanita akan
tersensitasi selama kehamilan, terutama trimester ketiga (Darmawati, 2005).
Pemeriksaan golongan darah mempunyai berbagai manfaat dan
mempersingkat waktu dalam identifikasi. Golongan darah penting untuk
diketahui dalam hal kepentingan transfusi, donor yang tepat serta
identifikasi pada kasus kedokteran forensik seperti identifikasi pada
beberapa kasus kriminal. Kesesuaian golongan darah sangatlah penting
dalam transfusi darah. Jika darah donor mempunyai faktor (A atau B) yang
dianggap asing oleh resipien, protein spesifik yang disebut antibodi yang
diproduksi oleh resipien akan mengikatkan diri pada molekul asing tersebut
sehingga menyebabkan sel-sel darah yang disumbangkan menggumpal.
Penggumpalan ini dapat membunuh resipien (Azmielvita, 2009).
a. Golongan Darah Sistem ABO
Sistem ABO terdiri dari dua antigen, yaitu A dan B, yang
merupakan produk tidak langsung dari A dan B alel dari gen ABO. Alel
O, tidak menghasilkan antigen dan bersifat resesif terhadap A dan B.
Terdapat 4 fenotipe pada sistem ABO, yaitu A, B, AB dan O. Fenotipe
A adalah hasil dari genotipe A/A atau A/O, fenotipe B dari B/B atau
B/O, AB dari A/B dan O dari O/O. Sistem golongan darah ABO sangat
penting dalam transfusi darah, ketidakcocokan sistem ABO paling
sering menimbulkan gejala hemolitik dan mungkin juga disseminated
intravaskular coagulation (DIC), gagal ginjal, dan kematian.
Tabel 1. Antigen- antibodi pada golongan darah ABO
Golongan
Darah
Aglutinogen (antigen)
pada Eritrosit
Aglutinin (antibodi)
plasma darah
A A B
B B A
AB A & B -
O - A & B
Sumber : Kiswari, Rukman. (2014). Hematologi dan transfusi, hal.
285
13
Tabel 2. Reaksi Aglutinasi pada golongan darah ABO
Anti A Anti B Anti AB Anti D (Rh) Gol. Darah
+ - + + A +
- + + + B +
+ + + + AB +
- - - + 0 +
Sumber : Kiswari, Rukman. (2014). Hematologi dan transfusi,
hal. 285
Ketidakcocokan pada sistem ABO dapat dibedakan menjadi :
1) Ketidakcocokan mayor, yaitu antibodi darah penerima akan
menghancurkan eritrosit donor. Misalnya : golongan darah A
mendonor kepada golongan darah O, B kepada A, A kepada B, atau
B kepada O.
2) Ketidakcocokan minor, yaitu antibodi dalam darah donor akan
menghancurkan eritrosit penerima. Misalnya golongan darah O
mendonor kepada A dan O kepada B.
Ketidakcocokan mayor dalam transfusi darah harus dihindari,
sedangkan ketidakcocokan minor biasanya dapat diabaikan dengan
catatan titer antibodi ABO donor. Namun demikian, dalam praktek
ketidakcocokan golongan darah antara donor dengan penerima harus
mutlak sama. Tanda- tanda kerusakan eritrosit mungkin akan terlihat
sama dengan gejala dan tanda pada anemia hemolitik (Kiswari, Rukman
2014).
b. Golongan Darah Sistem Rhesus
Golongan darah Rh adalah salah satu golongan darah yang paling
kompleks pada manusia. Antigen golongan darah Rh adalah protein.
Gen RhD mengkode antigen D, yang merupakan proteinbesar pada
membran sel darah merah. Beberapa orang memiliki versi dari gen yang
tidak menghasilkan antigen D, oleh karena itu protein RhD tidak
ditemukan pada darah mereka.
14
Pentingnya golongan darah Rh berkaitan dengan fakta bahwa
antigen Rh sangat imunogenik. dalam kasus antigen D, individu yang
tidak menghasilkan antigen D akan memproduksi anti-D jika mereka
menghadapi antigen D saat darah ditransfusikan. Hal ini menyebabkan
reaksi transfusi hemolitik, atau sel darah merah pada janin
menyebabkan hemolitik pada bayi baru lahir (hemolitic disease of
newborn, HDN). Rhesus positif (Rh+) adalah seseorang yang
mempunyai antigen Rhesus pada eritrositnya. Sedangkan Rhesus
negatif (Rh-) adalah seseorang yang tidak mempunyai antigen Rhesus
pada eritrositnya. Tidak seperti pada sistem ABO di mana seseorang
yang tidak mempunyai antigen A atau B akan mempunyai antibodi
yang berlawanan dalam plasmanya, maka pada sistem Rhesus
pembentukan antibodi hampir selalu oleh suatu paparan baik dari
transfusi atau dari kehamilan. Anti- D merupakan antibodi imun tipe
IgG, dimana antibodi IgG dapat melewati plasenta dan masuk kedalam
sirkulasi janin, sehingga janin dapat mengalami hemolisis (Kiswari,
Rukman 2014).
Tabel 3. Aglutinasi pada pemeriksaan golongan darah RhD
Aglutinasi Gol. Darah
+ Rhesus Positif (Rh+)
- Rhesus Negatif (Rh -)
Sumber : Kiswari, Rukman. (2014). Hematologi dan transfusi,
hal. 285
3. Donor Darah
Donor darah adalah orang yang menyumbangkan darah mereka secara
sukarela kepada orang lain yang memang memerlukan suplai darah dari luar
tubuh dengan tujuan untuk membantu atau menyelamatkan nyawa mereka.
Ini karena, sampai saat ini darah belum bisa di sintesis pada kondisi
penyakit- penyakit tertentu sehingga harus diambil dari orang lain dan
transfusi pada penderita (PMI, 2013).
15
Menurut World Health Organisation (WHO), terdapat tiga tipe donor
darah yaitu, donor sukarela yang tidak dibayar, donor keluarga atau
pengganti dan donor komersial atau profesional (WHO, 2009). Donor
Sukarela yang tidak dibayar adalah Orang yang mendonorkan darah, plasma
atau komponen-komponen darah atas permintaaan diri sendiri. Mereka tidak
menerima pembayaran apa-apa, baik dalam bentuk uang tunai atau barang
yang dapat dianggap sebagai pengganti uang.
Donor keluarga atau pengganti adalah orang yang memberikan darah
saat dibutuhkan oleh anggota keluarga donor sendiri, teman atau
masyarakat. Dalam sistem ini, darah yang dibutuhkan oleh pasien dikumpul
dari satu atau lebih donor dari dalam keluarga pasien sendiri atau
masyarakat. Dalam kebanyakan kasus, keluarga pasien diminta oleh
pegawai rumah sakit untuk mendonorkan darah, namun dalam beberapa
pengaturan itu adalah wajib bagi setiap pasien yang membutuhkan transfusi
untuk menyediakan sejumlah darah dari donor pengganti saat masuk ke
rumah sakit, saat gawat darurat atau sebelum operasi yang direncanakan.
Donor komersial atau profesional, adalah orang yang menerima uang
atau imbalan lain (bentuk pembayaran lain) atas darah yang mereka
sumbangkan. Mereka sering menyumbangkan darah secara teratur dan
bahkan mereka mungkin membuat suatu perjanjian dengan bank darah
untuk menyediakan darah untuk mendapat imbalan yang telah disepakati.
Donor komersial atau profesional umumnya termotivasi oleh apa yang akan
mereka terima untuk darah mereka bukan oleh keinginan untuk membantu
orang lain.
Dalam melakukan donor darah, para pendonor darah dituntut untuk
memenuhi syarat donor darah. Syarat ini diperlukan utuk menjamin kualitas
darah, menjaga keselamatan dan kesehatan pendonor dan penerima darah.
Syarat-syarat tersebut diantaranya, ialah sebagai berikut (PMI 2013):
16
a) Antara usia 17-60 tahun (pada usia 17 tahun diizinkan untuk menjadi
donor apabila mendapat izin tertulis dari orang tua. Sampai usia tahun
60 donor masih dapat mendonorkan darahnya dengan jarak
penyumbangan 3 bulan atas pertimbangan dokter).
b) Berat badan minimum 45 kg.
c) Temperatur tubuh: 36.6 – 37.5°C (oral).
d) Tekanan darah baik, yaitu nilai sistole antara 110-160 mmHg dan
diastole antara 70 - 100 mmHg. Denyut nadi teratur 50 - 100 kali/
menit.
e) Kadar Hemoglobin bagi wanita harus minimal 12.0 gr %, dan pada pria
minimal 12.5 gr %.
f) Jumlah penyumbangan dalam setahun paling banyak 4 kali dengan
jarak penyumbangan sekurang kurangnya 3 bulan. Keadaan ini harus
sesuai dengan keadaan umum donor.
Terdapat beberapa keadaan dimana seseorang tidak boleh menjadi
donor antaranya seperti di bawah ini (PMI, 2013):
a) Pernah menderita hepatitis.
b) Dalam jangka waktu 24 jam sesudah vaksinasi polio, influenza, cholera,
tetanus dipteria atau profilaksis.
c) Dalam jangka waktu 72 jam sesudah operasi gigi.
d) Dalam jangka waktu 1 minggu sesudah gejala alergi menghilang.
e) Dalam jangka waktu 2 minggu sesudah vaksinasi virus hidup parotitis
epidemica, measles, tetanus toxin.
f) Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah kontak erat dengan penderita
hepatitis, sesudah transfusi, sesudah tattoo/tindis telinga dan sesudah
operasi kecil.
g) Dalam jangka waktu 12 bulan sesudah operasi besar.
h) Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah injeksi terakhir imunisasi rabies
terapeutik dan sesudah transplantasi kulit.
17
i) Sedang hamil dan dalam jangka waktu 6 bulan sesudah persalinan atau
sedang menyusui.
j) Ketergantungan obat atau alkoholisme akut dan kronik.
k) Menderita Sifilis, tuberkulosa secara klinis, epilepsi dan sering kejang,
dan penyakit kulit pada vena (pembuluh darah balik) yang akan ditusuk.
l) Mempunyai kecenderungan perdarahan atau penyakit darah, misalnya
defisiensi G6PD, thalasemia, polibetemiavera.
m) Seseorang yang termasuk kelompok masyarakat yang mempunyai
risiko tinggi untuk mendapatkan HIV/AIDS (homoseks, morfinis,
berganti-ganti pasangan seks, pemakai jarum suntik tidak steril).
n) Pengidap HIV/ AIDS menurut hasil pemeriksaan pada saat donor darah.
Kesuksesan dalam pengelolaan pelayanan darah sangat tergantung
pada tersedianya donor darah, fasilitas sarana dan prasaran, tenaga,
pembiayaan, dan metode pengumpulan. Oleh karena itu, pengelolaannya
harus dilakukan secara terstandar, terpadu dan berkesinambungan serta
dilaksanakan secara terkoordinasi antara pemerintah, pemerintah daerah,
dan partisipasi aktif masyarakat yang termasuk organisasi sosial. Di
Indonesia, Palang Merah Indonesia (PMI) adalah suatu organisasi sosial
yang bergerak fungsinya di bidang kepalangmerahan, khususnya di bidang
pelayanan transfusi darah (PP RI No 7/2011). Menurut PMI tahun 2009,
pengelolaan darah adalah suatu usaha untuk mendapatkan darah sampai
dengan kondisi siap pakai untuk orang sakit yang meliputi antara lain (PMI,
2009):
a. Rekruitmen donor
b. Pengambilan darah donor
c. Pemeriksaan uji saring
d. Pemisahan darah menjadi komponen darah
e. Pemeriksaan golongan darah
f. Pemeriksaan kecocokan darah donor dengan pasien
18
g. Penyimpanan darah
h. Biaya lain-lain.
Setelah merekrut donor, keamanan suplai darah tergantung pada
seleksi calon donor oleh petugas terlatih dari bank darah. Terdapat beberapa
tahapan atau jalur yang harus melewati oleh semua calon donor sebelum dan
setelah mendonor darah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 (Ahmed
dan Senthil., 2013).
Gambar 1. Panduan Pengaturan Kegiatan Donor Darah
Sumber: Ahmed N. Dan Senthil K.R., 2013
4. Resipien Darah
Transfusi adalah proses pemindahan darah atau komponen darah dari
seseorang (donor) ke orang lain (resipien). Resipien merupakan seseorang
yang menerima transfusi darah dari orang lain. Hanya orang – orang yang
berada dalam kondisi kesehatan yang baik saja yang dapat diterima sebagai
donor darah untuk digunakan dalam terapi. Riwayat kesehatan penerima dan
calon donor menjadi pertimbangan utama dalam pemeberian transfusi darah.
Keputusan melakukan transfusi harus selalu berdasarkan penilaian yang
tepat dari segi klinis penyakit dan hasil pemeriksaan laboratorium. Seseorang
membutuhkan darah bila jumlah sel komponen darahnya tidak mencukupi
19
untuk menjalankan fungsinya secara normal. Untuk sel darah merah
indikatornya adalah kadar hemoglobin (Hb). Indikasi transfusi secara umum
adalah bila angka Hb menunjukkan kurang dari 7g/dl (Hb normal pria 14-16
g/dl. perempuan 12-14g/dl) . Faktor penting dalam pemberian transfusi
darah:
a) Sebelum transfusi, dokter harus menentukan jenis serta jumlah kantung
darah yang akan diberikan. Oleh karena itu klien harus menjalani
pemeriksaan laboratorium darah lengkap terlebih dahulu, untuk
mengetahui terutama kadar Hb. Dari keadaan klinis klien serta
pemeriksaan darah, dokter dapat menentukan secara pasti apakah klien
menderita anemia atau tidak, serta jenis transfusi. Misalnya klien
dengan kadar trombosit yang sangat rendah jenis transfusi yang akan
dipilih adalah transfusi trombosit.
Selain itu klien juga ditimbang berat badannya karena akan ikut
menentukan jumlah darah yang akan diberikan. Dokter juga perlu
menetapkan target kadar Hb yang ingin dicapai setelah transfusi. Hal
tersebut disebabkan karena selisih antara target kadar Hb dengan Hb
sebelum ditransfusi berbanding lurus dengan jumlah darah yang akan
ditransfusi.
b) Selama transfusi, dalam pemberiannya transfusi harus diberikan secara
bertahap, sedikit demi sedikit, karena dapat menyebabkan gagal jantung
akibat beban kerja jantung yang bertambah secara mendadak.
c) Golongan darah dan rhesus. Kedua faktor tersebut harus sama antara si
pendonor dan resipien. Manusia mempunyai tipe-tipe antigenik tertentu
dikategorikan sebagai golongan darah atau tipe. Golongan darah terdiri
dari A, B, AB, dan O. Seseorang memiliki antibody terhadap plasma
dari golongan darah yang lain. Seseorang dengan golongan darah A
tidak dapat menerima golongan darah B dan sebaliknya. Golongan
darah O akan disertai antibody terhadap A dan B sedangkan golongan
20
darah AB tidak akan menyebabkan timbulnya antibody terhadap
golongan darah lain.
Resipient universal adalah orang dengan jenis golongan darah yang
dapat menerima transfusi darah dari orang dengan golongan darah jenis
apapun. Contoh resipien universal adalah yang memiliki golongan darah AB
positif, dimana golongan darah ini tidak menghasilkan antibodi terhadap
antigen golongan darah A dan B sehingga golongan darah AB positif dapat
menerima transfusi darah dari orang bergolongan darah A, B, O dan AB. Di
sisi lain, seseorang resipien universal justru tidak dapat mendonorkan
darahya kepada golongan darah manapun selain golongan darah AB postif
itu sendiri.
Tindakan transfusi darah atau komponennya bukanlah tindakan tanpa
risiko. Seperti lazimnya tindakan medis lainnya. Transfusi darah memiliki
risiko tersendiri. Risiko tersebut antara lain, reaksi imunologis, reaksi non
imunologis dan penularan penyakit. Reaksi transfusi yang sering timbul
adalah reaksi alergi, reaksi hemolitik dan reaksi febris. Reaksi febris berupa
nyeri kepala, menggigil dan gemetar tiba-tiba,suhu meningkat. Reaksi alergi
berupa reaksi alergi berat (anafilaksis), jarang urtikaria kulit,
bronskospasmo moderat, edema larings. Reaksi hemolitik berupa
intravaskuler (hemolisis dalam sirkulasi darah, perdarahan tidak terkontrol
dan gagal ginjal) dan ekstravaskuler (timbul penurunan tiba-tiba kadar
hemoglobin pasca transfusi). Untuk mengurangi resiko transfusi maka
dilakukan indikasi trasfusi darah kepada resipien dengan terapi komponen
darah.
Indikasi pemberian komponen darah disesuaikan dengan kebutuhan
resipien, misalnya darah lengkap berguna untuk meningkatkan jumlah sel
darah merah dan volume plasma dalam waktu yang bersamaan, contoh pada
saat perdarahan aktif dengan kehilangan darah lebih dari 25- 30%. Sel darah
merah pekat digunakan untuk meningkatkan jumlahs el darah merah pada
21
pasien yang menunjukkan gejala anemia, yang memerlukan sel darah merah
pembawa oksigen saja. Contohnya pada pasien dengan gagal ginjal atau
anemia karena keganasan. Pemberian trombosit diindikasikan kepada pasien
dengan kasus perdarahan karena trombositopenia atau trobositopati.
Trombosit juga diindikasikan kepada pasien yang akan melakukan operasi
atau prosedur awal invasi dengan trombosit.
Untuk keluarga resipien, permintaan darah hanya bisa dilayani apabila
terdapat rujukan oleh dokter penanggung jawab pasien di rumah sakit dan
melalui prosedur sebagai berikut :
a) Membawa formulir permintaan darah dari RS yang mencantumkan
tanggal perintaan, identitas pasien (nama lengkap, usia, jenis kelamin,
alamat, nomor register rumah sakit, ruang rawat pasien), nama rumah
sakit, nama dan tanda tangan dokter, kondisi pasien, jenis permintaan
darah.
b) Membawa contoh spesimen darah
c) Identitas pada formulir haruslah sama dengan label contoh darah
d) Dilakukan pemeriksaan golongan darah
e) Dilakukan pemeriksaan uji cocok serasi antara darah reipien dan darah
donor
f) Membayar biaya pengganti pengolahan darah
g) Darah diserahkan kepada petugas RS
B. Tinjauan Umum Tentang Reksi Silang (Crossmatching)
Crossmatching adalah suatu jenis pemeriksaan yang dilakukan sebelum
pelaksanaan transfusi darah. Tujuannya adalah untuk melihat apakah darah dari
pendonor cocok dengan penerima (resipient). Hal ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya reaksi transfusi hemolitik. Selain itu juga, untuk konfirmasi golongan
darah. Crossmatching darah dalam transfusi kedokteran, mengacu pada
pengujian kompleks yang dilakukan sebelum transfusi darah, untuk menentukan
apakah darah donor kompatibel dengan darah dari penerima yang dimaksud,
22
atau untk mengidentifikasi perbandingan pada transplantasi organ. Pada
prinsipnya, crossmatching dilakukan untuk mendeteksi ketidakcocokan antara
darah donor dan darah resipien yang tidak dapat ditemukan pada proses
penggolongan darah sebelumnya.
Kompabilitas darah dalam pemeriksaan Crossmatching memiliki banyak
aspek dan tidak hanya ditentukan oleh golongan darah (O, A,B, AB) tetapi juga
oleh faktor-faktor darah misalnya Rh. Crossmatching mempunyai fungsi
diantaranya untuk konfirmasi jenis antigen golongan darah ABO atau Rh,
mendeteksi antibodi pada golongan darah lain, serta mendeteksi antibodi dengan
titer rendah atau tidak terjadi aglutinasi mudah.
1. Jenis Reaksi Crossmatching
Ada dua jenis Crossmatching yang biasa dilakukan, yaitu mayor
Crossmatching dan minor Crossmatching. Menurut Dhurba Giri (2015),
mayor Crossmatching adalah pengujian antara serum pasien dengan sel-sel
donor untuk mengetahui apakah pasien memiliki antibodi yang dapat
menyebabkan reaksi transfusi hemolisis atau penurunan ketahanan sel-sel
donor. Sementara, minor Crossmatching adalah pengujian antara sel-sel
pasien dengan plasma donor untuk mengetahui apakah terdapat antibodi di
dalam plasma donor yang berfungsi melawan antigen yang terdapat di
dalam sel pasien. Mayor Crossmatching adalah serum penerima dicampur
dengan sel donor dan minor Crossmatching adalah serum donor dicampur
dengan sel penerima.
Selain mayor Crossmatching dan minor Crossmatching, sebagaimana
yang tertera pada Standard Operating Procedure For Blood Transfusion
dari WHO dan BANBCT (2013), jenis Crossmatching juga terdiri dari
saline Crossmatching dan antiglobulin Crossmatching. Keduanya sama-
sama digunakan untuk mendeteksi ketidakcocokan antara darah donor dan
darah pasien. Namun, antiglobulin Crossmatching digunakan untuk
mendeteksi ketidakcocokan yang diakibatkan oleh antibodi yang aktif pada
23
suhu 37⁰C sehingga memiliki tahapan yang dilakukan pada suhu tersebut,
sementara saline Crossmatching dilakukan sesuai suhu ruangan. Reaksi
pada pemeriksaan reaksi silang (crossmatching) dapat dituliskan secara
singkat, yaitu :
a) Reaksi silang mayor : eritrosit pendonor + serum resipien
Reaksi ini bertujuan memeriksa ada tidaknya aglutinin resipien yang
mungkin dapat merusak eritrosit donor yang masuk pada saat
pelaksanaan transfusi
b) Reaksi silang minor : serum pendonor + eritrosit resipien
Reaksi ini bertujuan memeriksa ada tidaknya aglutinin donor yang
mungkin dapat merusak eritrosit resipien.
2. Prosedur Pemeriksaan
Prinsip Pemeriksaan reaksi silang (Crossmatching) ialah Sel donor
dicampur dengan serum penerima (Mayor Crossmatch) dan sel penerima
dicampur dengan serum donor dalam bovine albumin 20% akan terjadi
aglutinasi atau gumpalan dan hemolisis bila golongan darah tidak cocok.
Tujuan pemeriksaan reaksi silang adalah menentukan status kecocokan
dalam prosedur transfusi antara donor dan resipient. Tahapan reaksi
crossmatching yang terjadi, diantaranya ialah :
a. Reaksi silang saline
Tes ini dilakukan untuk menilai kecocokan antibody alami dengan
antigen eritrosit antara door dan resipien, sehingga reaksi transfusi
hemolitik yang fatal dapat dihindari. Tes ini juga dilakukan untuk
menilai golongan darah.
b. Reaksi silang albumine
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi anti-Rh dan meningkatkan
sensitifitas tes anti globulin dengan menggunakan media albumin
bovine.
24
c. Reaksi silang anti globulin
Untuk mendeteksi IgG yang dapat menimbulkan masalah dalam
transfusi yang tidak terdeteksi pada kedua tes sebelumnya. Terutama
dikerjakan pada resipien yang pernah menerima transfusi darah atau
wanita yang pernah hamil.
Dalam pemeriksaan Crossmatching alat, bahan dan reagensia yang
digunakan diataranya : tabung reaksi 5, Bovine albumin 20%, pipet tetes,
mikroskop, sentrifuge, NaCl 0.9 %, tabung sentrifuge dan Serum Coombs.
Sebagai bahan pemeriksaan digunakan serum dan Eryhtrosit 5 %. Teknik
kerjanya ialah sebagai berikut :
a. Pembuatan suspensi Eryhtrosit 5 %
1) Kedalam tabung 12 x 75 mm diisi dengan larutan NaCl 0.9 %
sebanyak 5 ml.
2) Tambahkan 5 tetes darah EDTA dan campur.
3) Putar pada sentrifuge pada 1500 rpm selama 5 menit.
4) Cairan dibuang dan pada endapan ditambahkan larutan NaCl 0.9 %
sebanyak 5 ml. Campur dan putar lagi, ulangi langkah tadi
sebanyak 3 kali.
5) Terakhir pada penambahan NaCl 0.9 % yang ke-4 kalinya
sebanyak 5 ml merupakan suspensi eryhtrosit 5 %.
b. Pemeriksaan reaksi silang fase I
1) Sediakan dua buah tabung reaksi kecil dalam rak, yang sebelah kiri
untuk mayor test dan sebelah kanan untuk minor test.
2) Tabung kiri diisi dengan 2 tetes serum penerima dan 2 tetes
suspensi erythrosit donor 5 % dalam larutan NaCl 0.9 % dan 2 tetes
bovine albumin 20%.
3) Tabung kanan diisi dengan 2 tetes serum donor dan 2 tetes suspensi
erythrosit penerima 5 % dalam larutan NaCl 0.9 % 2 tetes bovine
albumin 20%.
25
4) Masing-masing tabung dicampur dan diputar disentrifuge pada
1000 rpm selama 1 menit.
5) Goyangkan hati-hati dan periksa adanya aglutinasi dan hemolisis.
6) Bila hasil Mayor dan minor negatif, pemeriksaan dilanjutkan ke
fase II
7) Bila hasil Mayor dan minor positif, pemeriksaan tidak dilanjutkan
(tidak cocok)
c. Crossmatch Fase II
1) Tabung tadi diinkubasi pada suhu 370C selama 15 menit
2) Putar selama 1 menit pada 1000 rpm disentrifuge.
3) Baca adanya aglutinasi dan hemolisis dengan menggoyang
perlahan lahan sama dengan fase I, bila negatif dilanjutkan ke fase
III
d. Crossmatch Fase III
1) Sel darah merah dicuci dengan NaCl 0.9% 3-4 kali
2) Tambahkan 2 tetes serum Coombs pada kedua tabung mayor dan
Minor test.
3) Putar pada sentrifuge 1000 rpm selama 1 menit.
4) Baca adanya aglutinasi dan hemolisis dengan menggoyang
perlahan lahan sama dengan fase I secara makroskopis.
e. Pengamatan hasil :
1) Bila aglutinasi dan hemolisis negatif (-) maka darah dapat
ditransfusikan
2) Bila aglutinasi dan hemolisis positif (+) maka darah tidak dapat
ditransfusikan (tidak cocok).
(Astuti dan Laksono, 2013).
26
3. Interpretasi Hasil Crossmatching
Interpretasi hasil Crossmatching yang selama ini digunakan oleh
UTD/BDRS dan digunakan oleh RS PKU Muhammadiyah Gombong
adalah:
a. Bila pemeriksaan (crossmatch mayor dan minor) tidak mengakibatkan
aglutinasi eritrosit, maka diartikan bahwa darah donor sesuai dengan
darah resipien, sehingga donor darah dapat dilakukan.
b. Apabila crossmatch mayor menghasilkan aglutinasi, tanpa
memperhatikan hasil crossmatch minor, diartikan bahwa darah donor
tidak sesuai dengan darah resipien sehingga transfusi tidak dapat
dilakukan dengan menggunakan darah donor itu.
c. Bila crossmath mayor tidak mengalami aglutinasi, sedangkan
crossmatch minor terjadi aglutinasi, maka crossmatch minor harus
diulangi dengan menggunakan serum donor yang diencerkan. Apabila
pada pemeriksaan terakhir tidak terjadi aglutinasi, maka transfusi
darah masih dapat dilakukan. Bila pemeriksaan dengan serum donor
yang diencerkan menghasilkan aglutinasi, maka darah tidak dapat
ditransfusikan.
d. Apabila crossmatch mayor dan crossmatch minor menghasilkan
aglutinasi, maka darah donor tidak sesuai dengan darah resipien dan
tidak dapat didonorkan.
27
Tabel 4. Reaksi Kesesuaian Pendonoran Darah
Resipien Blood Reaksi dengan sel darah merah darah
pendonor
ABO
Antigen
ABO
Antibodi
Jenis
Gol.
Darah
ABO
Pendonor
golongan
darah O
Pendonor
golongan
darah A
Pendonor
golongan
darah B
Pendonor
golongan
darah AB
Tidak
ada
Anti- A
Anti- B
O Tidak
terjadi
aglutinasi
Terjadi
aglutinasi
Terjadi
aglutinasi
Terjadi
aglutinasi
A Anti B A Tidak
terjadi
aglutinasi
Tidak
terjadi
aglutinasi
Terjadi
aglutinasi
Terjadi
aglutinasi
B Anti- A B Tidak
terjadi
aglutinasi
Terjadi
aglutinasi
Tidak
terjadi
aglutinasi
Terjadi
aglutinasi
AB Tidak
ada
AB Tidak
terjadi
aglutinasi
Tidak
terjadi
aglutinasi
Tidak
terjadi
aglutinasi
Tidak
terjadi
aglutinasi
Sumber : RS PKU Muhammadiyah Gembong, 2016
Tabel 5. Reaksi Crossmatching
No. Crossmatch Mayor Crossmatch Minor Kesimpulan
1 Tidak terjadi
aglutinasi
Tidak terjadi
aglutinasi
Darah dapat
didonorkan
2 Terjadi aglutinasi Tidak terjadi
aglutinasi Ganti darah donor
3 Tidak terjadi
aglutinasi Terjadi aglutinasi Pemeriksaan lanjutan
4 Terjadi aglutinasi Terjadi aglutinasi Ganti darah donor
Sumber : RS PKU Muhammadiyah Gembong, 2016
C. Tinjauan Umum Tentang NaCl 0.9% Siap Pakai
Normal saline atau NaCl 0.9% merupakan larutan isotonis aman untuk
tubuh, tidak iritan, melindungi ranulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga
kelembaban sekitar luka dan membantu luka menjalani proses penyembuhan.
28
Perawat menggunakan cairan normal saline untuk mempertahankan permukaan
luka agar tetap lembab sehingga dapat meningkatkan perkembangan dan migrasi
jaringan epitel. Membersihkan luka secara hati-hati dengan normal saline
dengan memasang balutan yang dibasahi normal saline (basah-basah, lembab-
basah) merupakan cara yang sering digunakan untuk menyembuhkan luka dan
melakukan debridement luka basah-kering (Perry &Potter, 2006).
Natrium klorida 0.9% adalah larutan fisiologis yang ada diseluruh tubuh.
Karena hal ini tidak terdapat reaksi hipersensitifitas dari natrium klorida. Normal
saline aman digunakan dalam kondisi apapun. Natrium klorida mempunyai Na
dan Cl yang sama seperti plasma, sehingga tidak mempengaruhi sel darah
merah. Natrium klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering
digunakan ialah konsentrasi 0.9%. (Adhil, 2009). Jenis – jenis NaCl berdasarkan
konsentrasinya :
1) NaCl 0.3% yaitu Kandungan dalam larutan NaCl 3% (513 mEq/L)
2) NaCl 0.5%, yaitu Kandungan dalam larutan NaCl 5% (855 mEq/L)
3) NaCl 0.9%, yaitu Cairan NaCl 0.9% juga merupakan cairan fisiologis yang
efektif untuk perawatan luka karena sesuai dengan kandungan garam tubuh.
Normal saline atau NaCl 0.9% merupakan larutan isotonis aman untuk
tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga
kelembaban sekitar luka dan membantu luka menjalani proses penyembuhan.
Gambar 2. NaCl 0.9% bentuk cairan intravena
Sumber : http:// googledocument.com
29
NaCl 0.9% (normal saline) dapat dipakai sebagai cairan resusitasi
(replacement therapy), terutama pada kasus seperti kadar Na rendah, dimana RL
tidak cocok untuk digunakan (seperti pada alkalosis, + yang retensi kalium).
NaCl 0.9% merupakan cairan pilihan untuk kasus trauma kepala, sebagai
pengencer sel darah merah sebelum transfusi. Kemasan larutan kristaloid NaCl
0.9% yang beredar di pasaran memiliki komposisi elektrolit Na+ (154 mEq/L)
dan Cl- (154 mEq/L), dengan osmolaritas sebesar 300 mOsm/L. Sediaannya
adalah 500 ml dan 1.000 ml.
Normal saline atau NaCl 0.9% merupakan cairan yang bersifat fisiologis,
nontoksik. NaCl 0.9% merupakan cairan pencuci luka yang sering digunakan.
Tujuan pencucian luka dengan NaCl 0.9% ini adalah untuk meningkatkan,
memperbaiki, dan mempercepat proses penyembuhan luka, menghindari
terjadinya infeksi, membuang jaringan nekrosis dan debris. NaCl dalam setiap
liternya mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 gram dengan osmolaritas 308
m/L setara dengan ion-ion Na+ 154 meq/L dan Cl 154 neq/L (In ETNA, 2004;
ISO Indonesia, 2000). Mekanisme NaCl 0.9% dapat berperan penting dalam
proses
1. Komposisi NaCl 0.9% Intravena
Formulasi dasar yang dipakai yaitu:
NaCl 4.59 gram
Aqua pro injeksi 5.0 ml
NaCI (Natrium Klorida) memiliki Bobot molekul 58,.44, merupakan
Kristal tidak berbau tidak berwarna atau serbuk kristal putih, tiap 1gram.
Setara dengan 17.1 mmol NaCI. 2.54g NaCl ekivalen dengan 1 g Na.
Kelarutannya 1 bagian larut dalam 3 bagian air, 10 bagian gliserol. Stabil
dalam bentuk larutan. Larutan stabil dapat menyebabkan pengguratan
partikel dari tipe gelas. Memiliki pH: 4.5 –7 atau 6.7-7.3. Berfungsi untuk
mengatur distribusi air, cairan dan keseimbangan elektrolit dan tekanan
30
osmotik cairan tubuh. Dalam praktikum larutan irigasi kali ini NaCl 0.9 %
digunakan sebagai zat aktif untuk mengatasi iritasi pada luka (FI IV, 1995).
Aqua Pro Injeksi berbentuk Cairan jernih, tidak berwarna, tidak
berbau. Digunakan sebagai pelarut dan pembawa karena bahan-bahan larut
dalam air. Sedangkan karbon berbentuk serbuk hitam tidak berbau. Praktis
tidak larut dalam suasana pelarut biasa. Stabil ditempat yang tertutup dan
kedap udara. Digunakan untuk kelebihan H2O2 dalam sediaan. Karbon aktif
inert sehingga tidak bereaksi dengan zat aktif. (FI IV, 1995).
2. Evaluasi Sediaan
a) Sterilisasi yang dilakukan untuk larutan irigasi NaCl 0.9% adalah
termasuk sterilisasi akhir, dimana sterilisasi dilakukan setelah larutan
dimasukkan ke dalam wadah. Metode sterilisasi untuk larutan ini adalah
sterilisasi uap (panas lembab). Pada umumnya metode sterilisasi ini
digunakan unntuk sediaan farmasi dan bahan-bahan yang tahan
terhadap pemanasan yang digunakan terhadap penembusan uap air,
tetapi tidak timbul efek yang tidak dikehendaki akibat uap air tersebut.
Sterilisasi uap air ini lebih efektif dibandingkan dengan sterilisasi panas
kering. Bila uap air, bakteri akan dikoagulasi dan dirusak pada
temperature yang lebih rendah daripada tidak ada kelembaban,
sedangkan untuk sterilisasi panas kering, kematian mikroba diakibatkan
karena adanya sel mikroba mengalami dehidrasi diikuti dengan
pembakaran perlahan atau proses oksidasi. Sterilisasi larutan irigasi
NaCl 0.9% dilakukan dengan autoklaf pada suhu 121˚C selama 15
menit (Lukas, 2006).
b) Uji kejernihan, yaitu pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya
dilakukan oleh seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar di
bawah penerangan cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke
dalam matanya, dan berlatar belakang hitam dan putih, dengan
rangkaian isi dijalankan dengan suatu aksi memutar, harus benar- benar
31
bebas dari partikel kecil yang dapat dilihat dengan mata (Lachman,
1994). Tujuan dari uji kejernihan adalah untuk memastikan keberadaan
pirogen dalam larutan steril secara kasat mata. Hasil uji kejernihan
larutan irigasi steril menunjukan bahwa masih terdapat partikel kecil
yang melayang-layang. Hal ini tidak sesuai dengan kriteria dari uji
kejernihan sediaan larutan.
c) Uji volume terpindahkan, prosedur ini dilakukan cara larutan irigasi
steril dibuat dengan volume 500 ml, tetapi untuk mencegah
berkurangnya volume larutan, maka dilebihkan 2% dari volume larutan,
sehingga volume larutan steril yang dibuat adalah 510 ml. Setelah
disaring dengan dua kali penyaringan didapatkan volum sebesar 500 ml
sesuai dengan volume yang diinginkan pada pembuatan larutan irigasi.
d) Pengecekan pH larutan dengan menggunakan pH meter atau kertas
indikator universal (Depkes RI, 1995). Tujuan dari uji penetapan pH
adalah untuk mengetahui sifat keasam-basaan dari sediaan larutan
irigasi yang telah dibuat. Hasil uji penetapan pH larutan irigasi steril
menunjukkan bahwa pH yang diperoleh adalah 7 pH netral.
Sulistyawati (2009) menyatakan bahwa pH cairan tubuh berkisar antara
6.8-7.4. Membuktikan bahwa pH sediaan steril telah sesuai dengan
kondisi cairan tubuh manusia.
D. Tinjauan Umum Tentang NaCl 0.9% Buatan
Garam dapur adalah salah satu dari sembilan bahan makanan pokok yang
digunakan masyarakat yang merupakan bahan makanan yang sangat penting
sebagi penambah cita rasa makan. Bahan ini juga efektif digunakan sebagai
media untuk perbaikan gizi makanan. Penggunaan garam dibedakan menjadi
garam konsumsi, yaitu garam yang dikonsumsi bersama-sama dengan makanan
dan minuman. Serta garam industri, yaitu garam yang digunakan sebagai bahan
baku maupun bahan penolong industri kimia. Menurut produsennya garam
biasanya dibedakan atas garam rakyat dan garam pemerintah. Garam rakyat
32
adalah garam yang diproduksi oleh petani garam. Garam rakyat biasanya
diproduksi oleh penduduk tepi pantai atau penduduk di daerah sumber air asin.
Sedangkan garam Pemerintah adalah garam yang diproduksi oleh pabrik-pabrik
garam (Burhanuddin, 2001).
Berdasarkan bentuknya garam dibedakan atas garam yang berbentuk kristal
dan garam briket yang dicetak. Garam yang dikonsumsi masyarakat sebagian
berasal dari garam rakyat yang proses pembuatannya masih sederhana, untuk
meningkatkan kualitas garam dapur dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1) Memperbaiki cara pembuatan garam diladang garam rakyat dari sistem
kristalisasi total menjadi kristalisasi bertingkat. Cara ini kurang efektif
karena memerlukan waktu yang cukup lama.
2) Melakukan rekristalisasi sehingga diperoleh kembali kristal garam yang
hampir murni, tetapi secara ekonomis untuk pembuatan garam
makan/konsumsi tidak sesuai.
3) Melakukan pencucian terhadap garam dengan menggunakan larutan garam
jenuh, sehingga diperoleh garam yang lebih tinggi mutunya. Walaupun
garam yang dihasilkan dari pencucian tidak begitu tinggi mutunya, tetapi
untuk garam konsumsi masih sesuai.
1. Komposisi Garam Dapur
Garam dapur sebagian besar berasal dari penguapan air laut dan
sedikitnya mengandung 95% Natrium klorida. Garam dapur sebagai garam
konsumsi harus memenuhi beberapa syarat atau kriteria standar mutu
diantaranya penampakan yang bersih, berwarna putih, tidak berbau,
tingkat kelembaban rendah dan tidak terkontaminasi oleh timbal dan bahan
logam lainnya. Menurut SNI nomor 04 – 3556 – 2000 garam dapur harus
memenuhi yarat komposisi sebagai berikut:
33
Tabel 6. komposisi garam dapur menurut SNI :
Senyawa Kadar
Natrium Klorida Minimal 94.7%
Air Maksimal 7%
Iodium sebagai KIO3 Minimal 30 mg/kg
Oksida besi (FeO3) -
Kalsium dan magnesium -
Sulfat (SO4) -
Bagian tak larut dalam air -
Cemaran logam Pb Maksiml 10.0 mg/kg
Cu Maksimal 10.0 mg/kg
Hg Maksimal 0.1 mg/kg
AS Maksimal 0.1 mg/kg
Rasa Asin
Warna Putih
Bau Tidak ada
Sumber : BPOM RI volume 07 tahun 2000
2. Sifat-Sifat Garam Dapur
a. Garam dapur sebagian besar berasal dari penguapan air laut dan
sedikitnya mengandung 95% natrium klorida.
b. Merupakan kristal berwarna putih dan berbentuk kubus.
c. Mudah larut dalam air.
d. Pola keadaan padat garam dapur tidak berair tetapi bersifat higroskopis
yaitu dapat menarik air baik dalam bentuk uap maupun cair.
e. Pada suhu dibawah 0◦C garam dapur mempunyai rumus NaCl.
f. Pada suhu normal larutan jenuh dari garam dapur mempunyai berat
jenis 1204 dan mengandung NaCl 26.4%.
g. Mempunyai titik lebur 803˚C dan titik didih 1430˚C.
h. Rapuh karena peristiwa perubahan bentuk dan kehilangan air kristal
sehingga mudah retak
34
3. Kegunaan Garam Dalam Tubuh Manusia
Garam memegang peranan yang penting didalam tubuh manusia
antara lain:
a. Ikut menjaga tekanan osmosa di dalam cairan tubuh.
b. Menjaga keseimbangan air dalam tubuh.
c. Ikut menjaga tetapnya keasaman (pH) dalam tubuh.
d. Berperan terhadap kepekaan syaraf untuk rangsangan baik dalam
tubuh sendiri maupun dari luar tubuh. Untuk media mineral antara
lain yang akan dimasukan dalam tubuh, karena tubuh memerlukan
antara lain: Kalsium, Magnesium, Besi, Fluor dan Iodium.
4. Pembuatan NaCl konsentrasi 0.9%
Pemanfaatan garam sebagai bahan pemeriksaan, ialah dibuat dalam
konsentrasi tertentu. Pembuatan garam sebagai reagen harus
memperhatikan aturan pembuatan reagen dan kualitasnya. Setiap reagensia
yang dibuat selalu tercantum tulisan beserta petunjuk yang biasa disebut
sebagai etiket. Etiket yang tercantum pada reagen buatan, misalnya
meliputi nama reagensia, konsentrasi yang digunakan, tanggal pembuatan,
tanggal pemakaian, pembuat reagensia, dan petunjuk lainnya.
Alat dan bahan yang dibutuhkan adalah neraca analitik,
patel/sendok, gelas beaker, magnetic stirrer, gelas ukur, erlenmeyer,
batang pengaduk, autoclave, aluminium foil, aquadest, garam dapur.
Prosedur kerja dilakukan dengan tahapan:
1. Ditimbang NaCl sebanyak 0.9 gram menggunakan neraca analitik
2. Kemudian bubuk tersebut dilarutkan dengan aquadest sedikit demi
sedikit, lalu dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan
aquadest hingga batas.
3. Dilarutkan hingga larut sempurna (homogen)
4. Beri etiket larutan, tanggal pembuatan, konsentrasi, nama pembuat.
35
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran
Transfusi darah adalah pemindahan secara aman komponen darah dari
donor ke resipien (penerima). Dalam prosedurnya, langkah yang paling penting
ialah tahapan pra- transfusi dimana pengambilan dan identifikasi sampel secara
keseluruhan perlu dilakukan. Reaksi silang (Crossmatching) sebagai bentuk
prosedur pra- transfusi dilakukan untuk mencocokkan darah donor dan resipien
agar terhindar dari kasus hemolitik darah yang mengancam resipient (Kiswari,
Rukman 2014). Dalam prosedurnya digunakan larutan NaCl 0.9% sebagai
bentuk larutan garam fisologis atau normal saline untuk membuat suspensi
eritrosit dan sebagai larutan pencuci. Larutan garam fisiologis digunakan karena
bersitat isotonis dan sesuai dengan kondisi tubuh (Sherwood, 2001).
Dalam penggunaan NaCl laboratorium, terdapat jenis NaCl 0.9% siap
pakai dan NaCl 0.9% yang dapat dibuat. Salah satu sumber pembuatan NaCl
ialah garam dapur. NaCl 0.9% siap pakai selain digunakan untuk kepentingan
laboratorium juga digunakan sebagai cairan intravena ketika tubuh kekurangan
osmolalitas, pembersih luka dan lainnya. Karenanya jumlahnya semakin
terbatas, kemudian dari pada itu diperlukan pula alternatif bahan pemeriksaan
lainnya untuk mengatasi apabila terjadi kekosongan reagen dalam laboratorium.
NaCl dari garam dapur dapat digunakan sebagai sumber NaCl untuk membuat
NaCl 0.9% sebab menurut badan standarisasi nasional garam dapur minimum
memiliki kadar NaCl sebesar 94.9% (Badan standarisasi nasional, 2000). Selain
karena kadarnya, garam dapur juga memiliki nilai ekonomis yang lebih ringan
dan dapat dengan mudah ditemukan pada masyarakat.
Dalam prosedur penelitian akan dibandingkan NaCl 0.9% siap pakai dan
NaCl 0.9% yang dibuat dari larutan garam dapur untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan kemampuan berdasarkan berbedaan kondisi kedua NaCl
dengan kadar yang sama.
36
B. Kerangka Pikir
Pemeriksaan Reaksi silang
(Crossmatching) Transfusi Darah
Dibuat NaCl 0.9% dari garam
dapur
Prosedur penimbangan dan
pelarutan garam dapur
Menganalisis Perbedaan
Pembuatan Suspensi Eritrosit
5%
Pemeriksaan Crossmatching
Fase I, II, III dan III
Digunakan NaCl 0.9% siap
pakai
Pemeriksaan Crossmatching
Fase I, II, II dan III
Pembuatan Suspensi Eritrosit
5%
Terjadi
Aglutinasi Tidak Terjadi
Aglutinasi
Terjadi
Aglutinasi Tidak Terjadi
Aglutinasi
Tidak dapat
didonorkan (Incompetible)
Dapat
didonorkan (Competible)
Tidak dapat
didonorkan (Incompetible)
Dapat
didonorkan (Competible)
37
C. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas (independent variable), adalah variabel yang menjadi sebab
timbulnya atau berubahnya variabel dependen (variable terikat). Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah NaCl 0.9% siap pakai dan NaCl 0.9%
buatan dari garam dapur.
2. Variabel terikat (dependent variable) merupakan variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variable terikat
dalam penelitian ini adalah hasil pemeriksaan Reaksi silang (Crossmatch)
setelah digunakan dua jenis NaCl 0.9% dengan jenis berbeda.
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Pemeriksaan Reaksi silang (Crossmatching) yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah pemeriksaan silang darah pendonor dengan resipien
dengan interprestasi hasil terjadinya aglutinasi atau tidak terjadi aglutinasi.
Kriteria Objektif
a. Apabila Terjadi Aglutinasi : Darah tidak dapat didonorkan
(incompatible)
b. Apabila Tidak terjadi aglutinasi : Darah dapat didonorkan
2. NaCl 0.9% siap pakai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ialah
NaCl 0.9% yang dijual pada toko atau apotek di pasaran.
3. NaCl 0.9% buatan dari garam dapur yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah NaCl dengan penimbangan 0.9 garam dapur dan dilarutkan dalam
100 ml aquadest.
4. Unit Transfusi Darah Palang Merah Indonesia (UTD PMI) Kota Kendari
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tempat melaksanakan
penelitian.
38
E. Hipotesis
1. H0 diterima apabila tidak ada perbedaan NaCl 0.9% siap pakai dengan NaCl
0.9% buatan dari garam dapur pada pemeriksaan reaksi silang
(Crossmatching) Unit Transfusi Darah Palang Merah Indonesia Kota
Kendari.
2. Ha diterima apabila terdapat perbedaan NaCl 0.9% siap pakai dengan NaCl
0.9% buatan dari garam dapur pada pemeriksaan reaksi silang
(Crossmatching) Unit Transfusi Darah Palang Merah Indonesia Kota
Kendari.
3. Rumus :
a. X2
hitung < X2
tabel berarti H0 diterima dan HA ditolak, artinya tidak
ada perbedaan NaCl 0.9% siap pakai dengan NaCl 0.9% buatan dari
garam dapur.
b. X2
hitung ≥ X2
tabel berarti HA diterima dan H0 ditolak, artinya ada
perbedaan NaCl 0.9% siap pakai dengan NaCl 0.9% buatan dari garam
dapur.
39
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yaitu deskriptif analitik dengan pendekatan
observasional untuk mengamati hasil pemeriksaan perbedaan NaCl 0.9% siap
pakai dan NaCl 0.9% buatan dari garam dapur pada pemeriksaan reaksi
silang (Crossmatching) Unit Transfusi Darah Palang Merah Indonesia (UTD
PMI) Kota Kendari.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan pada Unit Transfusi Darah Palang Merah
Indonesia Kota Kendari, pada tanggal 20-23 Juli 2017.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien (resipien) dan Pendonor
darah sukarela di Unit Transfusi Darah Palang Merah Indonesia (UTD PMI)
Kota Kendari, dengan rata- rata 32 pendonor dalam satu minggu.
2. Sampel
Sampel uji yang dalam penelitian ialah 30 sampel darah pendonor
sukarela yang dilakukan reaksi silang terhadap 18 sampel darah resipien di
Unit Transfusi Darah Palang Merah Indonesia (UTD PMI) Kota Kendari.
Sampel diperoleh melalui teknik pengambilaan sampel accidental sampling,
yaitu pengambilan sampel berdasarkan pendonor dan pasien yang hadir dan
dapat mendonorkan darah di Unit Transfusi Darah Palang Merah Indonesia
(UTD PMI) Kota Kendari pada kurun waktu penelitian.
D. Instrumen Penelitian.
1. Instrumen Penelitian di Laboratorium
Instrumen penelitian yang dipergunakan di laboratorium terdiri atas alat dan
bahan yang dapat dilihat pada tabel berikut:
40
Tabel 7. Instrumen Penelitian di Laboratorium
No. Nama Alat Kegunaannya
1 Tabung Reaksi Tempat mereaksikan darah dan reagen selama
pemeriksaan
2 Pipet tetes Untuk memindahkan darah dan reagen selama
pemeriksaan dalam skala tetesan kecil
3 Centrifuge Memutar sampel dengan kecepatan tinggi,
sehingga terpisah cairan dan komponen darah
4 Objek glass Sebagai tempat penempatan darah pada
pemeriksaan golongan darah sampel
5 Neraca digital menimbang berat garam dapur yang akan
digunakan
6 Sendok tanduk mengambil dan mengaduk bahan pemeriksaan
7 Gelas ukur Mengukur volume cairan aquadest yang akan
digunakan
8 Gelas kimia Wadah untuk menyimpan dan membuat
larutan
9 Inkubator Inkubasi larutan
10 Mikroskop Pengamatan mikroskopis
11 Aluminium foil Penutup gelas kimia, agar larutan yang dibuat
tidak terkontaminasi
Tabel 8. Bahan Penelitian di Laboratorium
No. Nama bahan Kegunaannya
1 Reagen golongan
darah
Bahan untuk memeriksa golongan darah
seseorang
2 NaCl siap pakai Bahan yang digunakan untuk membuat
suspensi eritrosit 5% dan pencucian sel
darah selama pemeriksaan
41
Tabel 8. Bahan Penelitian di Laboratorium
No. Nama bahan Kegunaannya
3 Garam Dapur Bahan dasar pembuatan NaCl 0.9%
4 Aquadest Pelarut garam dapur
5 Bovine albumin Reagen pemeriksaan reaksi silang
6 Serum coombs Reagen pemeriksaan reaksi silang
E. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dari pengambilan sampel sampai ditemukan
hasil penelitian :
1. Prosedur pemeriksaan dengan NaCl 0.9% siap pakai
a. Pra Analitik
1) Persiapan Sampel Uji : berupa darah vena pendonor dan resipien
(penerima darah donor), yang dikumpulkan oleh petugas terkait
dan telah memenuhi persyaratan donor darah dan transfusi darah.
kemudian dilakukan pemeriksaan golongan darah.
2) Persiapan Alat :
Tabung reaksi
Rak tabung
Pipet tetes
Sentrifuge
Plate golongan darah
Batang pengaduk (tusuk gigi)
Mikroskkop
Inkubator
Objek glass
5) Perisiapan Bahan :
Bovine albumin 22%
NaCl 0.9%
42
Serum coombs
Serum dan eritrosit 5% pendonor dan resipien.
Tabung K3EDTA
Reagen golongan darah ABO
b. Analitik
1) Pembuatan suspensi Eritrosit 5%
a) Pisahkan serum dan sel donor maupun pasien
b) Tambahkan ¾ NaCl 0.9% kedalam masing-masing sel darah,
lalu putar dengan kecepatan 3000 Rpm selama 3 menit.
c) Cairan dibuang dan pada endapan ditambahkan larutan NaCl
0.9% sebanyak ¾ ml. Campur dan putar lagi, ulangi langkah
tadi sebanyak 3 kali.
d) Terakhir pada penambahan NaCl 0.9% yang ke-4, 1 tetes
endapan sel yang telah dicuci ditambahkan 19 tetes NaCl
0.9%.
e) Homogenkan suspensi
2) Pemeriksaan reaksi silang fase I
a) Sediakan tiga buah tabung reaksi kecil dalam rak, yang sebelah
kiri untuk mayor test dan sebelah kanan untuk minor test, dan
satu tabung lainnya untuk kontrol.
b) Tabung kiri diisi dengan 2 tetes serum penerima dan 2 tetes
suspensi eritrosit donor 5%..
c) Tabung kanan diisi dengan 2 tetes serum donor dan 2 tetes
suspensi eritrosit penerima 5%.
d) Tabung ketiga diisi dengan 2 tetes serum penerima dan 1 tetes
suspensi eritrosit 5% penerima.
e) Masing-masing tabung dicampur dan diputar disentrifuge pada
3000 Rpm selama 15-20 detik
43
f) Goyangkan hati-hati dan periksa adanya aglutinasi dan
hemolisis.
g) Bila hasil Mayor dan minor negatif, pemeriksaan dilanjutkan
ke fase II
h) Bila hasil Mayor dan minor positif, pemeriksaan tidak
dilanjutkan (tidak cocok)
3) Crossmatch Fase II
a) Tambahkan 2 tetes B. Albumin 22% pada masing tabung
b) Kocok hingga tercampur rata dengan perlahan
c) Tabung tadi diinkubasi pada suhu 37˚C selama 15 menit
d) Putar selama 15-20 detik pada 3000 Rpm disentrifuge.
e) Baca adanya aglutinasi dan hemolisis dengan menggoyang
perlahan- lahan sama dengan fase I, bila negatif dilanjutkan ke
fase III
4) Crossmatch Fase III
a) Sel darah merah dicuci dengan NaCl 0,9% 3-4 kali
b) Tambahkan 2 tetes serum Coombs pada kedua tabung mayor
dan Minor test.
c) Putar pada sentrifuge 3000 Rpm selama 15-20 detik.
d) Baca adanya aglutinasi dan hemolisis secara makroskopik
dengan menggoyang perlahan- lahan.
e) Lalu lakukan pembacaan dengan mikroskop.
f) Tambahkan kontrol CCC, dengan hasil positif ++
c. Pasca Analitik
Diamati terjadinya aglutinasi pada pemeriksaan yang dilakukan,
dengan interprestasi :
44
Crossmatch Mayor Crossmatch Minor Kesimpulan
Tidak terjadi aglutinasi Tidak terjadi aglutinasi Darah dapat
didonorkan
Terjadi aglutinasi Tidak terjadi aglutinasi Ganti darah donor
Tidak terjadi aglutinasi Terjadi aglutinasi Pemeriksaan lanjutan
Terjadi aglutinasi Terjadi aglutinasi Ganti darah donor
2. Prosedur pemeriksaan dengan NaCl 0.9% dari garam dapur
a. Pra Analitik
1) Persiapan Sampel Uji : berupa darah vena pendonor dan resipien
(penerima darah donor), yang dikumpulkan oleh petugas terkait
dan telah memenuhi persyaratan donor darah dan transfusi darah.
kemudian dilakukan pemeriksaan golongan darah.
2) Persiapan Alat :
Tabung reaksi
Rak tabung
Pipet tetes
Sentrifuge
Objek glass
Batang pengaduk (tusuk gigi)
Mikroskkop
Inkubator
Plate golongan darah
Labu ukur
Gelas kimia
Corong, sendok tanduk, batang pengaduk
Neraca analitik
Botol sampel
45
3) Persiapan Bahan :
Bovine albumin 22%
Garam dapur
Aquadest
Serum coombs
Serum dan eritrosit 5% pendonor dan resipien.
Spoit steril
Kapas alkohol
Tabung K3EDTA
Reagen Golongan darah ABO
b. Analitik
1) Pembuatan NaCl konsentrasi 0.9%
a) Ditimbang NaCl sebanyak 0.9 gram menggunakan neraca
analitik
b) Kemudian bubuk tersebut dilarutkan dengan aquadest sedikit
demi sedikit, lalu dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml dan
ditambahkan aquadest hingga batas.
c) Dilarutkan hingga larut sempurna (homogen)
d) Beri etiket larutan, tanggal pembuatan, konsentrasi, nama
pembuat.
2) Pembuatan suspensi Eritrosit 5%
a) Pisahkan serum dan sel donor maupun pasien
b) Tambahkan ¾ NaCl 0.9% kedalam masing-masing sel darah,
lalu putar dengan kecepatan 3000 Rpm selama 3 menit.
c) Cairan dibuang dan pada endapan ditambahkan larutan NaCl
0.9% sebanyak ¾ ml. Campur dan putar lagi, ulangi langkah
tadi sebanyak 3 kali.
46
d) Terakhir pada penambahan NaCl 0.9% yang ke-4, 1 tetes
endapan sel yang telah dicuci ditambahkan 19 tetes NaCl
0.9%.
e) Homogenkan suspensi
3) Pemeriksaan reaksi silang fase I
a) Sediakan tiga buah tabung reaksi kecil dalam rak, yang sebelah
kiri untuk mayor test dan sebelah kanan untuk minor test, dan
satu tabung lainnya untuk kontrol.
b) Tabung kiri diisi dengan 2 tetes serum penerima dan 2 tetes
suspensi eritrosit donor 5%..
c) Tabung kanan diisi dengan 2 tetes serum donor dan 2 tetes
suspensi eritrosit penerima 5%.
d) Tabung ketiga diisi dengan 2 tetes serum penerima dan 1 tetes
suspensi eritrosit 5% penerima.
e) Masing-masing tabung dicampur dan diputar disentrifuge pada
3000 Rpm selama 15-20 detik
f) Goyangkan hati-hati dan periksa adanya aglutinasi dan
hemolisis.
g) Bila hasil Mayor dan minor negatif, pemeriksaan dilanjutkan
ke fase II
h) Bila hasil Mayor dan minor positif, pemeriksaan tidak
dilanjutkan (tidak cocok)
4) Crossmatch Fase II
a) Tambahkan 2 tetes B. Albumin 22% pada masing tabung
b) Kocok hingga tercampur rata dengan perlahan
c) Tabung tadi diinkubasi pada suhu 37˚C selama 15 menit
d) Putar selama 15-20 detik pada 3000 Rpm disentrifuge.
47
e) Baca adanya aglutinasi dan hemolisis dengan menggoyang
perlahan- lahan sama dengan fase I, bila negatif dilanjutkan ke
fase III
5) Crossmatch Fase III
a) Sel darah merah dicuci dengan NaCl 0,9% 3-4 kali
b) Tambahkan 2 tetes serum Coombs pada kedua tabung mayor
dan Minor test.
c) Putar pada sentrifuge 3000 Rpm selama 15-20 detik.
d) Baca adanya aglutinasi dan hemolisis secara makroskopik
dengan menggoyang perlahan- lahan.
e) Lalu lakukan pembacaan dengan mikroskop.
f) Tambahkan kontrol CCC, dengan hasil positif ++
c. Pasca Analitik
Diamati terjadinya aglutinasi pada pemeriksaan yang dilakukan,
dengan interprestasi :
Crossmatch Mayor Crossmatch Minor Kesimpulan
Tidak terjadi
aglutinasi
Tidak terjadi
aglutinasi
Darah dapat
didonorkan
terjadi aglutinasi Tidak terjadi
aglutinasi
Ganti darah donor
Tidak terjadi
aglutinasi
Terjadi aglutinasi Pemeriksaan
lanjutan
Terjadi aglutinasi Terjadi aglutinasi Ganti darah donor
3. Menganalisis hasil pemeriksaan
Analisis perbedaan dilakukan dengan melihat terbentuknya aglutinasi
pada masing- masing prosedur pada tiap fase, yaitu:
a. Apabila hasil pemeriksaan Reaksi silang (Crossmatching)
menggunakan NaCl 0.9% siap pakai adalah sama dengan hasil
48
pemeriksaan Reaksi silang (Crossmatching) menggunakan NaCl 0.9%
dari garam dapur, maka kedua jenis NaCl memiliki kemampuan yang
sama dalam pemeriksaan reaksi silang (Crossmatching) laboratorium.
b. Apabila hasil pemeriksaan Reaksi silang (Crossmatching)
menggunakan NaCl 0.9% siap pakai adalah tidak sama dengan hasil
pemeriksaan Reaksi silang (Crossmatching) menggunakan NaCl 0.9%
dari garam dapur, maka kedua jenis NaCl memiliki kemampuan yang
berbeda dalam pemeriksaan reaksi silang (Crossmatching)
laboratorium.
F. Jenis Data
1. Data primer meliputi hasil penelitian perbedaan NaCl 0.9% siap pakai dan
NaCl 0.9% buatan dari garam dapur pada pemeriksaan reaksi silang
(Crossmatching) transfusi darah di Unit Transfusi Darah Palang Merah
Indonesia (UTD PMI) Kota Kendari dan gambar hasil penelitian.
2. Data sekunder meliputi data pendonor, data resipien, jurnal mengenai reaksi
silang (Crossmatching), dan SOP prosedur pemeriksaan reaksi silang di
UTD PMI Kota Kendari.
G. Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh, dikumpulkan kemudian diberi kode lalu diolah
secara komputerisasi.
H. Analisis Data
Setelah data diolah, maka selanjutnya yakni analisa data yang terdiri dari:
1. Univariat
Analisa univariat (analisis presentase) dilakukan untuk
menggambarkan distribusi frekuensi masing-masing baik variabel bebas
bebas (independen), variabel terikat (dependen) maupun deskripsi
karakteristik responden. Formula yang digunakan yakni:
X =
𝑓
𝑛 𝑥 𝐾
49
Keterangan :
f : frekuensi variabel yang diamati X : persentase hasil
n : jumlah sampel penelitian k : kostanta (100%)
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen dengan menggunakan uji T
Independent. Pembuktian digunakan rumus:
Keterangan :
Xa = rata-rata kelompok a na = banyaknya sampel di kelompok a
Xb = rata-rata kelompok b nb = banyaknya sampel di kelompok b
Sp = Standar Deviasi gabungan α= 0.05
Df = derajat bebas, yaitu (na+nb) - 2
Tahapan selanjutnya, ialah dibandingkan hasil hitung uji T
independent (X2) dengan X
2 tabel berdasarkan derajat kebebasan dan taraf
signifikan (α= 0.05 atau tingkat kepercayaan 95%). Apabila hasil uji T
independent (X2) < X
2 tabel berarti H0 diterima dan HA ditolak, artinya
tidak ada perbedaan NaCl 0.9% siap pakai dengan NaCl 0.9% buatan dari
garam dapur. Sedangkan, apabila hasil uji T hitung (X2) ≥ X
2 tabel berarti
HA diterima dan H0 ditolak, artinya ada perbedaan NaCl 0.9% siap pakai
dengan NaCl 0.9% buatan dari garam dapur.
I. Penyajian Data
Data disajikan dalam bentuk tabel kemudian di jabarkan dalam bentuk
narasi.
t = 𝑋𝑎−𝑋𝑏
𝑠𝑝 1
𝑛𝑎 +(
1
𝑛𝑏)
50
J. Etika Penelitian
Etika penelitian bertujuan untuk melindungi hak- hak subyek. Dalam
penelitian ini menekankan masalah etika yang meliputi antara lain:
1) Anoniminti (tanpa nama)
Dilakukan dengan tidak memberikan nama responden pada lembar alat
ukur, hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.
2) Confidentiality (kerahasiaan)
Dilakukan dengan menjamin kerahasiaan hasil penelitian baik informasi
maupun masalah- masalah lainnya. Informasi yang dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti.
51
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran umum lokasi penelitian
a. Letak Geografis
Unit transfusi darah palang merah indonesia (UTD PMI) provinsi
sulawesi tenggara merupakan unit transfusi darah pembina terhadap
UTDC dan memberikan pelayanan darah kepada rumah sakit
pemerintah dan swasta yang tersebar di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Keadaan bangunan dengan luas tanah 2.099 m2 dan luas gedung
315 m2. gedung terdiri dari ruang tunggu donor, ruang pemeriksaan
dokter, ruang donasi (penyadapan) dan service donor, bangunan
samping berupa gedung garasi, ruang kepala, ruang administrasi, dan
ruang laboratorium yang terdiri dari ruang IMLTD (uji saring darah)
dan ruang Crossmatching (uji silang serasi).
Batas wilayah UTD PMI Provinsi Sulawesi Tenggara ialah
disebelah utara berbatasan dengan Rumah Sakit Palang Merah
Indonesia, sebelah selatan dengan jalan bunga matahari, sebelah barat
dengan kali dan rumah warga serta sebelah timur dengan perumahan
dolog.
b. Sejarah Berdirinya Unit Transfusi Darah PMI Kota Kendari
Unit Transfusi Darah Palang Merah Indonesia (UTD PMI)
Provinsi Sulawesi Tenggara, didirikan dan mulai beroperasional pada
bulan september 1972 dan diresmikan 8 januari 1973 oleh Ibu Emilia
Sabara, sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 18 “permenkes RI
No. 478/1990 Bab II “Tentang Penyelenggaraan Transfusi darah yang
diselenggarakan di UTD. Awal didirikannya unit transfusi darah palang
merah indonesia (UTD PMI) Provinsi sulawesi tenggara, yang dikepalai
52
oleh dr. H. Muhammad Ali, bersama Bapak Drs. H. Sidik Talui, Sm.
HK sebagai tenaga medis.
Adapun visi UTD PMI Prov. Sultra ialah : “Unit Transfusi Darah
Palang Merah Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai pusat
pelayanan darah yang aman, tepat waktu, terjangkau, berkesinambugan
dan menjadi unit transfusi darah pembina di Provinsi Sulawesi
Tenggara”.
2. Hasil Penelitian
Telah dilakukan penelitian perbedaan NaCl 0.9% siap pakai dengan
NaCl 0.9% buatan dari garam dapur pada pemeriksaan reaksi silang
(Crossmatching) di Unit Transfusi Darah Palang Merah Indonesia (UTD
PMI) Kota Kendari pada tanggal 18 Juli- 25 Juli 2017 di Laboratorium Unit
Transfusi Darah Palang Merah Indonesia (UTD PMI) Kota Kendari dengan
menggunakan 18 sampel darah pasien yang disilangkan dengan 30 sampel
darah pendonor, sebagai berikut :
Gambar 5.1. Hasil pencucian sel darah pada pemeriksaan
Crossmatching menggunakan NaCl 0.9% siap pakai
(no.1) dan NaCl 0.9% buatan dari garam dapur (no.2)
(a) sebelum sentrifugasi (b) setelah sentrifugasi
Sumber : Data primer, 2017
1 2 1 2
53
Berdasarkan gambar 5.1 tidak terdapat perbedaan secara makroskopis
pada hasil pencucian sel darah baik menggunakan NaCl 0.9% siap pakai
maupun menggunakan NaCl 0.9% buatan dari garam dapur.
Gambar 5.2. Hasil pemeriksaan Crossmatching Fase I menggunakan
NaCl 0.9% siap pakai (no.1) dan NaCl 0.9% buatan dari
garam dapur (no.2)
Sumber : Data primer, 2017
Berdasarkan gambar 5.2 tidak terdapat perbedaan secara makroskopis
pada pembacaan hasil Fase I baik menggunakan NaCl 0.9% siap pakai
maupun menggunakan NaCl 0.9% buatan dari garam dapur.
Gambar 5.3. Hasil pemeriksaan Crossmatching Fase II menggunakan
NaCl 0.9% siap pakai (no.1) dan NaCl 0.9% buatan dari
garam dapur (no.2)
Sumber : Data primer, 2017
1
2
C
1
2
C
54
Berdasarkan gambar 5.3 tidak terdapat perbedaan secara makroskopis
pada pembacaan hasil Fase II baik menggunakan NaCl 0.9% siap pakai
maupun menggunakan NaCl 0.9% buatan dari garam dapur.
Gambar 5.4. Hasil pemeriksaan Crossmatching Fase III secara
Makroskopik menggunakan NaCl 0.9% siap pakai
(no.1) dan NaCl 0.9% buatan dari garam dapur (no.2)
Sumber : Data primer, 2017
Berdasarkan gambar 5.3 tidak terdapat perbedaan secara makroskopis
pada pembacaan hasil Fase II baik menggunakan NaCl 0.9% siap pakai
maupun menggunakan NaCl 0.9% buatan dari garam dapur.
Gambar 5.5. Hasil pemeriksaan Crossmatching Fase III secara
Mikroskopik menggunakan NaCl 0.9% siap pakai dan
NaCl 0.9% buatan dari garam dapur
Sumber : Data primer, 2017
1
2
C
b c a
55
Berdasarkan gambar 5.5 terdapat perbedaan hasil pemeriksaan
Crossmatching Fase III secara Mikroskopik menggunakan NaCl 0.9% siap
pakai (a) dan NaCl 0.9% buatan dari garam dapur (b dan c). Terlihat pada
gambar (a) nampak jernih, bersih tidak terjadi aglutinasi. Sedangkan pada
gambar (b) terdapat benda asing dan pada gambar (c) terjadi aglutinasi.
Gambar 5.6. Hasil pemeriksaan golongan darah menggunakan NaCl
0.9% siap pakai (no.1) dan NaCl 0.9% buatan dari
garam dapur (no.2)
Sumber : Data primer, 2017
Berdasarkan gambar 5.6 tidak terdapat perbedaan pada pembacaan
hasil pemeriksaan golongan darah baik menggunakan NaCl 0.9% siap pakai
maupun menggunakan NaCl 0.9% buatan dari garam dapur. Kedua hasil
pemeriksaan menunjukkan B rhesus +.
1 2
56
a. Analisis Data
1) Analisis Univariat
a) Hasil pemeriksaan Crossmatching menggunakan NaCl
0.9% siap pakai
Tabel 5.1. Distribusi Hasil Pemeriksaan Reaksi silang
(Crossmatching) dengan Menggunakan NaCl 0.9%
Siap Pakai
Hasil pemeriksaan Reaksi silang
(Crossmatching) dengan NaCl 0.9% siap
pakai
Frekuensi
(f)
Persentase
(%)
Competible (Dapat didonorkan) 30 100%
Non competible (tidak dapat didonorkan) 0 0
Jumlah 30 100%
Sumber : Data primer, 2017
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa distribusi pemeriksaan Reaksi
silang (Crossmatching) dengan menggunakan NaCl 0.9% siap
pakai diperoleh hasil competible atau dapat didonorkan sebanyak
30 reaksi dengan persentase 100%.
b) Hasil pemeriksaan Crossmatching menggunakan NaCl
0.9% buatan dari garam dapur
Tabel 5.2. Distribusi Hasil Pemeriksaan Reaksi silang
(Crossmatching) dengan Menggunakan NaCl 0.9%
Dari Garam Dapur
Hasil pemeriksaan Reaksi silang
(Crossmatching) dengan NaCl 0.9% dari
garam dapur
Frekuensi
(f)
Persentase
(%)
Competible (Dapat didonorkan) 28 93.33%
Incompetible (tidak dapat didonorkan) 2 6.67%
Jumlah 30 100%
57
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa distribusi pemeriksaan Reaksi
silang (Crossmatching) dengan menggunakan NaCl 0.9% dari
garam dapur diperoleh hasil competible atau dapat didonorkan
sebanyak 28 reaksi dengan persentase 93.33% dan diperoleh hasil
Non competible atau tidak dapat didonorkan sebanyak 2 reaksi
dengan persentase 6.67%.
2) Analisis Bivariat
Tabel 5. 3. Perbedaan hasil penggunaan NaCl 0.9% Siap Pakai
Dengan NaCl 0.9% Buatan Dari Garam Dapur Pada
Pemeriksaan Reaksi Silang (Crossmatching) Di
Laboratorium UTD PMI Kota Kendari
Hari
pemeriksaan
NaCl 0.9% Siap pakai NaCl 0.9% buatan
Competible Non
Competible Competible
Non
Competible
1 5 0 3 2
2 16 0 16 0
3 9 0 9 0
Total 30 0 28 2
Rata-Rata 10.0000 0 9.3333 0.6666
X2 Hitung 0.135
X2 tabel 2.776
Sig.(2-tailed) 0.899
Keterangan X2 Hitung < X
2 tabel dan Sig.(2-tailed) > 0.05
Sumber : Data primer, 2017
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 30 sampel pada pemeriksaan
Crossmatching dengan reagen NaCl 0.9% siap pakai menunjukkan hasil
pemeriksaan 30 reaksi Compatible dan tidak terdapat reaksi incompatible dan
pada pemeriksaan Crossmatching dengan reagen NaCl 0.9% buatan dari
garam dapur menunjukkan hasil pemerisaan 28 reaksi Compatible dan 2
58
reaksi incompatible. Analisis statistik menggunakan uji T Independent SPSS
diperoleh nilai X2 hitung < X
2 tabel (0.135 < 2.776) dan nilai Sig.(2-tailed) >
0.05 (0.899 > 0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
hasil pemeriksaan dengan NaCl 0.9% siap pakai dengan NaCl 0.9% buatan
dari garam dapur pada pemeriksaan reaksi silang (Crossmatching).
B. Pembahasan
1. Perbedaan NaCl 0.9% siap pakai dengan NaCl 0.9% buatan dari garam
dapur pada pemeriksaan reaksi silang (Crossmatching) Unit Transfusi
Darah Palang Merah Indonesia (UTD PMI) Kota Kendari.
Hasil penelitian sebagaimana disajikan tabel 5.3 diketahui bahwa 30
sampel darah calon pasien penerima transfusi darah dan darah donor
sebelum ditransfusikan dilakukan pemeriksaan reaksi silang
(Crossmatching). Berdasarkan pemeriksaan dengan reagen berbeda,
diperoleh hasil 30 reaksi compatible (dapat didonorkan) dan tidak nampak
reaksi incompatible pada pemeriksaan dengan NaCl 0.9% siap pakai. Lalu,
diperoleh hasil 28 reaksi compatible (dapat didonorkan) dan 2 reaksi
incompatible (tidak dapat didonorkan) pada pemeriksaan dengan NaCl 0.9%
buatan dari garam dapur. Analisis statistik menggunakan uji T Independent
SPSS diperoleh nilai X2 hitung < X
2 tabel (0.135 < 2.776) dan nilai Sig.(2-
tailed) > 0.05 (0.899 > 0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan hasil pemeriksaan dengan NaCl 0.9% siap pakai dengan NaCl
0.9% buatan dari garam dapur pada pemeriksaan reaksi silang
(Crossmatching).
Pada gambar 5.1 tidak terdapat perbedaan secara makroskopis pada
hasil pencucian sel darah baik menggunakan NaCl 0.9% siap pakai maupun
menggunakan NaCl 0.9% buatan dari garam dapur. Tidak terjadinya
hemolisis sel darah dapat menandakan bahwa konsentrasi NaCl dari garam
dapur sesuai 0.9%, sejalan dengan teori yang mengatakan bahwa natrium
klorida 0.9% adalah larutan fisiologis yang berada di seluruh tubuh
59
karenanya tidak terdapat reaksi hipersensitifitas. Natrium klorida mempunyai
Na dan Cl yang sama dengan plasma sehingga tidak mempengaruhi sel darah
(Kristianingrum, 2013). Terciptanya konsentrasi ini, didorong oleh
kandungan NaCl dalam garam dapur, yang menurut SNI ialah minimal
94.7% dan kandungan lainnya seperti cemaran logam maksimal 10.0 mg/kg,
cu maksimal 10.0 mg/kg, AS maksimal 0.1 mg/kg (BPOM RI, 2007).
Selanjutnya, pada fase I, II dan pemeriksaan golongan darah sesuai
dengan gambar 5.2, gambar 5.3 dan gambar 5.6 tidak terdapat perbedaan
secara makroskopis pada pembacaan hasil masing-masing pemeriksaan baik
menggunakan NaCl 0.9% siap pakai maupun menggunakan NaCl 0.9%
buatan dari garam dapur. Pada fase ke III dilakukan pencucian terlebih
dahulu menggunakan NaCl 0.9%, sebelum penambahan serum cooms atau
AHG. Setalah dilakukan pencucian, serum coombs ditambahkan untk
melihat adanya antibodi incomplit, yang merupakan antibodi yang tidak
mempunyai kemampuan untuk menyebabkan aglutinasi secara langsung
tanpa penambahan antiglobulin (ig G). Berbeda dengan Fase I dan II yang
mendeteksi adanya antibodi complit (ig M) yang dapat menimbulkan
aglutinasi secara langsung. Pada fase ini, dilakukan pengamatan secara
makroskopik dan mikroskopik untuk melihat terjadinya aglutinasi pada hasil
pemeriksaan.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dari 30 sampel, pemeriksaan
reaksi silang (Crossmatching) dengan NaCl siap pakai memberikan hasil 30
sampel compatible atau tidak terjadi aglutinasi, sedangkan pada pemeriksaan
dengan NaCl 0.9% buatan dari garam dapur memberikan hasil 28
pemeriksaan compatibel dan 2 lainnya incompatible. Pada gambar 5.4
pemeriksaan makroskopik fase III, tidak nampak perbedaan, namun pada
pemeriksaan secara mikroskopik (gambar 5.5), perbedaan kedua NaCl
nampak pada kejelasan hasil pemeriksaan, yaitu pemeriksaan secara
mikroskopik dengan NaCl 0.9% siap pakai menampakkan hasil pemeriksaan
60
jernih, jelas dan tidak terdapat unsur pengganggu lainnya. Sedangkan pada
pemeriksaan dengan NaCl 0.9% buatan, nampak terdapat unsur lain atau
kotoran serta gambar yang tidak sejernih NaCl 0.9% siap pakai, serta
terdapat aglutinasi. Terjadinya hasil incompatible pada pemeriksaan reaksi
silang (Crossmatching) dapat disebabkan oleh pencucian eritrosit yang tidak
bersih sebelum penambahan serum cooms, saline terkontaminasi oleh protein
atau globulin, ketidaktepatan penetesan atau penambahan reagen,
ketidaktepatan waktu dan suhu inkubasi, sampel yag terkontaminasi, drug
injuce (pemakaian obat-obatan), waktu pemutaran pada centrifuge yang
terlalu lama. Adanya reaksi incompatible ini dibuktikan dengan penambahan
reagen Coombs Control Cell.
Tujuan Pencucian sel darah ialah untuk menghilangkan sel-sel rapuh,
untuk menghilangkan protein-protein pada permukaan sel darah merah,
untuk mencegah reaksi rauleaux (cincin) yang dapat menimbulkan ikatan
sehingga aglutinasi palsu terjadi. Sehingga pencucian yang kurang baik
dapat menjadi faktor timbulnya aglutinasi. Terdapatnya bahan pengotor pada
NaCl dari garam dapur dapat menjadi salah satu penyebab tidak berisihnya
pencucian sel darah, disisi lain penyebab lainnya ialah kesalahan dan teknis
dari laboran sendiri (UTD PMI Sultra, 2015).
61
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Perbedaan NaCl 0.9% siap pakai
dengan NaCl 0.9% buatan dari garam dapur pada pemeriksaan reaksi silang
(Crossmatching) unit transfusi darah palang merah indonesia (UTD PMI) kota
kendari dengan jumlah sampel 30 darah donor dapat diketahui bahwa tidak
terdapat perbedaan pemeriksaan reaksi silang baik menggunakan NaCl 0.9%
siap pakai maupun NaCl 0.9%, yang dapat disimpulkan ialah sebagai berikut :
1. Hasil pemeriksaan dengan menggunakan 30 sampel darah pada pemeriksaan
dengan NaCl 0.9% siap pakai diperoleh hasil 30 reaksi compatible (dapat
didonorkan) dan tidak terdapat reaksi incompatible (tidak dapat didonorkan).
2. Hasil pemeriksaan dengan menggunakan 30 sampel darah pada pemeriksaan
dengan NaCl 0.9% buatan dari garam dapur diperoleh hasil 28 reaksi
compatible (dapat didonorkan) dan 2 reaksi incompatible (tidak dapat
didonorkan).
3. Berdasarkan Analisis statistik menggunakan uji T Independent SPSS
diperoleh nilai X2 hitung < X
2 tabel (0.135 < 2.776) dan nilai Sig.(2-tailed) >
0.05 (0.899 > 0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
hasil pemeriksaan dengan NaCl 0.9% siap pakai dengan NaCl 0.9% buatan
dari garam dapur pada pemeriksaan reaksi silang (Crossmatching). Namun,
pada pemeriksaan mikroskopis pemeriksaan reaksi silang dengan NaCl 0.9%
siap pakai memiliki keunggulan, yaitu tidak terdapat unsur asing atau
kotoran dan kelihatan jernih, sedang pada pemeriksaan reaksi silang dengan
NaCl 0.9% bauatan dari garam dapur nampak terdapat unsur asing atau
kotoran dan kelihatan kurang jernih.
62
B. Saran
1. Diharapkan kepada pihak Unit Transfusi Darah Palan Merah Indonesia
(UTD PMI) Kota Kedari agar lebih memperhatikan tentang ketersediaan
kelengkapan reagen pemeriksaan lanjutan terhadap pemeriksaan reaksi
silang (Crossmatching).
2. Bagi peneliti selanjutnya terkait penelitian ini agar dapat mengembangkan
reagen NaCl dengan teknik penyaringan dan sterilisasi untuk
mengembangkan reagen yang memiliki kualitas yang lebih baik.
3. Bagi tenaga analis, sebagai tenaga analis kesehatan senantiasa bekerja sesuai
dengan standar operasional (SOP) yang berlaku agar diperoleh hasil yang
teliti dan tepat.
4. Bagi institusi, dapat dijadikan sebagai salh satu sumber ilmu pengetahuan
untuk mengetahui dan mengembangkan reagen alternatif terkait NaCl 0.9%
dari garam dapur.
DAFTAR PUSTAKA
Adhil. 2009. Media. Jakarta: UI Press
Ahmed, N dan Senthil, K.R. 2013. A Guide to Organizing A Voluntary Blood
Donation Camp. International Journal of Blood Transfusion and
Immunohematology. (IJBTI). 3:12-17.
Alrasyid. 2010. Golongan Darah. 31 Mei 2017. Dibaca pada
http://forum.upi.edu.com
Astuti, W.D dan Laksono, A.D. 2013. Keamanan Darah di Indonesia “Potret
Keamanan Transfusi Darah di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan”.
Jakarta: PT. Gramedia.
Azmielvita, dkk. 2009. Genetika Dasar. FK UNRI. 29 Mei 2017. Dibaca pada
http://yayanakhyar.wordpres.com.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan BPOM RI). 2000. Penentuan Spesi
Iodium dalam Garam Beriodium dan Makanan dengan Metode HPLC Pasangan
Ion Vol.7, No.3ISSN 1829-9334. Jakarta: BPOM RI.
Badan Standarisasi Nasional. 2000. Garam Bahan Baku Untuk Garam Konsumsi. 9
juni 2017. Dibaca pada http://sisni.bsn.go.id.
Bermawi, H., 2010. Transfusi Darah dan Komponen Darah. In: M. S . Kosim, et
al.eds. Buku Ajar Neonatologi. 1 ed. s.l.:Ikatan Dokter Anak Indonesia, p. 285.
Burhanuddin. 2001. Strategi pengembangan Industri Garam di Indonesia.
Yogyakarta : Kanisius.
Darmawati, dkk. 2005. Frekuensi dan Penyebaran Alel Golongan Darah ABO Siswa
SMUN 1 Suku Bangsa Melayu di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Riau.
Jurnal Biogenesis Vol. 1(2):66-69. 31 Mei 2017. Dibaca pada http://biologi-fkip-
unri.ac.id.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Farmakope Indonesia (FI) edisi IV.
1995. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.
Depkes, RI. 2001. Good Laboratory Practice. Depkes, RI
Depkes, RI. 2003. Buku Pelayanan Transfusi Darah: Mutu dan Keamanan dalam
Penyediaan Darah. Jakarta: Depkes, RI.
Fitri. 2007. Mafaat Mengetahui Golongan Darah. 29 Mei 2017. Dibaca pada
http://www.wikimu.com
Hasibuan, Pinta Rizki Mala Dan Alviyulita, Mitha. 2014. Pengaruh Penambahan
Natrium Klorida (Nacl) Dan Waktu Perendaman Buffer Fosfat Terhadap
Perolehan Crude Papain Dari Daun Pepaya (Carica Papaya, L). Medan:
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Kiswari, Rukman. 2014. Hematologi dan Transfusi. Jakarta: Erlangga Medical
Series.
Lachman L, dkk. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Indrustri. Edisi Ketiga. Vol III,
hal. 1355.. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta: UI Press.
Latief, A, dkk., 2007. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Hassan, R., Alatas, H.
Jilid 1. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI; 278-281.
Lukas, Stefanus., 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: C.V. Andi Offset.
Muhiddin, Triyono dan Sukorini. 2013. Indikator Kualitas Pelayanan Darah Bank
Darah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Makassar: Fakultas Kesehatan
Universitas Makassar.
Palang Merah Indonesia. 2011. Kasus- Kasus Rujukan Imunhematologi. Jakarta:
UDD Pusat PMI. Diakses 30 Mei 2017 dari www.pmi.co.id.
-------------------------------, 2013. Pengertian Transfusi Darah. Jakarta: UDD Pusat
PMI. Diakses 30 Mei 2017 dari www.pmi.co.id.
Pearce, Evelyn C. 2008. Anatomi dan Fisiologi untuk Para Medis. Jakarta: PT.
Gramedia.
Peraturan Pemerintah RI No.7 Tahun 2011. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No.7 tahun 2011 tentang Pelayanan Darah. Jakarta.
Perry & Potter. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan
Praktik edisi 4. Jakarta: EGC.
PMI Sumut. 2009. Pelayanan Penyediaan Darah, antara Fakta dan Kenyataan.
Medan: UTD PMI Sumatra Utara.
Sherwood, Lauralle. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Sudoyo, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK- UI.
Sulistiawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Jakarta
Salemba Medika.
Sumanto, Didik dan Fuad al hamid. 2013. Studi efisiensi bahan untuk pemeriksaan
infeksi kecacingan metode flotasi naci jenuh menggunakan naci murni dan garam
dapur. Semarang : lembaga penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,
universitas muhammadiyah semarang. Diakses 1 juli 2017 dari
http://jurnal.unimus.ac.id.
Wahyuningsih, Witri Palupi Retno. 2016. Cara Kerja Cross Match dengan Diamed
Gel Tes. RS PKU Muhammadiyah Gembong.
WHO. 2010. The World Health Report 2010. http:// www.who.int./whr/2010/en/
index. Html. Diakses 2 Juli 2017.
Williams & Palmer. 2007. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Erlangga
World Health Organization (WHO). 2009. Donor Education, Motivation and
Recruitment. In: Safe Blood Donation Module 1, 35-37. Available: http:// www.
Who.int/ bloodsafety/ transfusion_services/ module I.Pdf. diakses 30 Mei 2017.
Lampiran
GAMBARAN HASIL PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH ABO DAN RHESUS PADA DARAH PASIEN DAN
DARAH DONOR DI UNIT TRANSFUSI DARAH PALANG MERAH INDONESIA KOTA KENDARI
No
Identitas
Pasien/ Nomor
Donor
Sel Grouping Serum Typing Rhesus Faktor
Kesimpulan Anti- A Anti-B Test Sel A Test Sel B Test Sel O Anti- D B. Alb 6%
1 Os 1 + - - + - + - A RH +
2 486X6319 + - - + - + - A RH +
3 486X2478 + - - + - + - A RH +
4 Os 2 + - - + - + - A RH +
5 486X9845 + - - + - + - A RH +
6 Os 3 - - + + - + - O RH +
7 486X8477 - - + + - + - O RH +
8 486X1171 - - + + - + - O RH +
9 Os 4 + + - - - + - AB RH +
10 485X7574 + + - - - + - AB RH +
11 486X2312 + + - - - + - AB RH +
12 486X0955 + + - - - + - AB RH +
13 Os 5 - - + + - + - O RH + 14 491X8780 - - + + - + - O RH + 15 491X9203 - - + + - + - O RH + 16 Os 6 - - + + - + - O RH + 17 486X8483 - - + + - + - O RH + 18 Os 7 + - - + - + - A RH +
19 491X9032 + - - + - + - A RH +
20 491X9390 + - - + - + - A RH +
21 Os 8 - + + - - + - B RH +
22 491X9205 - + + - - + - B RH + 23 491X0014 - + + - - + - B RH +
GAMBARAN HASIL PEMERIKSAAN REAKSI SILANG (CROSSMATCHING) PADA DARAH PASIEN DAN
DARAH DONOR DI UNIT TRANSFUSI DARAH PALANG MERAH INDONESIA KOTA KENDARI
N
o.
Identitas
Pasien
Identitas
Donor
Dengan NaCl 0.9% siap pakai Dengan NaCl 0.9% buatan dari garam dapur
Phase I
Nacl
Phase II
NaCl
Phase III
NaCl Kesimpulan
Phase I
Garam
Phase II
Garam
Phase III
Garam Kesimpulan
M
y
M
n
A
K
M
y
M
n
A
K
M
y
M
n
A
K
M
y
M
n
A
K
M
y
M
n
A
K
M
y
M
n
A
K
1
OS 1 486X6319 - - - - - - - - - Compatible - - - - - - - - - Compatible
2 486X2478 - - - - - - - - - Compatible - - - - - - - - + Incompatible
3 OS 2 486X9845 - - - - - - - - - Compatible - - - - - - - - + Incompatible
4
OS 3 486X8477 - - - - - - - - - Compatible - - - - - - - - - Compatible
5 486X1171 - - - - - - - - - Compatible - - - - - - - - - Compatible
6
OS 4
485X7574 - - - - - - - - - Compatible - - - - - - - - - Compatible
7 486X2312 - - - - - - - - - Compatible - - - - - - - - - Compatible
8 486X0955 - - - - - - - - - Compatible - - - - - - - - - Compatible
9
OS 5 491X8780 - - - - - - - - - Compatible - - - - - - - - - Compatible
10 491X9203 - - - - - - - - - Compatible - - - - - - - - - Compatible
11 OS 6 486X8483 - - - - - - - - - Compatible - - - - - - - - - Compatible
12
OS 7 491X9032 - - - - - - - - - Compatible - - - - - - - - - Compatible
13 491X9390 - - - - - - - - - Compatible - - - - - - - - - Compatible
14
OS 8 491X9205 - - - - - - - - - Compatible - - - - - - - - - Compatible
15 491X0014 - - - - - - - - - Compatible - - - - - - - - - Compatible
16 OS 9 486X2476 - - - - - - - - - Compatible - - - - - - - - - Compatible
17 OS 10 486X0584 - - - - - - - - - Compatible - - - - - - - - - Compatible
Lampiran :
Uji Statistik menggunakan Uji T Independen dengan metode SPSS
T TEST (T test a Set 0)
Group Statistics
JENIS_NACL_FISIOLOGIS N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
HASIL_PERBANDINGAN_NACL
NaCl 0.9% Siap Pakai 3 10.0000 5.56776 3.21455
NaCl 0.9% Garam Dapur 3 9.3333 6.50641 3.75648
Independent Samples Test
Levene’s Test For Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
95% Confidence Interfal
of the Diference
F Sig. t df Sig.
(2-tailed) Mean
Difference Std. Error Difference
Lower Upper
HASIL_PERBANDINGAN_NACL
Equal Variances assumed
..030 .871 .135 4 .899 .66667 4.94413 -1306045 14.39378
Equal Variances not assumed
.135 3.907 .899 .66667 4.94413 -13.19072 14.52405
Lampiran :
Penjelasan Uji Statistik menggunakan Uji T Independen dengan metode SPSS
a. Uji Kesamaan Varian atau Homogenitas (Uji F)
Diketahui dari tabel :
- Nilai Signifikasi standar ialah 0.05
- Nilai signifikasi (Sig.) hasil perhitungan ialah 0.871
Berdasarkan uji Levenes tabel, nilai signifikasi > Signifikasi standar
(0.871 > 0.05) sehingga dikatakan nilai Homogenitas, maka Uji t menggunakan
equal variance assumed.
b. Pengujian independen sample t test
X2
hitung SPSS = 0.135
X2
tabel dengan nilai α pada uji dua sisi = 0.05 : 2 adalah 0.025
dengan derajat kebebasan yatu, df = n – k = 6 – 2 adalah 4
X2
tabel pada df 4 dengan α= 0.025 adalah 2.776
Sehingga dapat ditarik kesimpulan,
Jika X2 hitung > X
2 tabel maka ada perbedaan
Jika X2 hitung < X
2 tabel maka tidak ada perbedaan
Atau, berdasarkan nilai signifikan dua sisi
Jika Sig. (2- tail) < 0.05 maka ada perbedaan
Jika Sig. (2- tail) > 0.05 maka tidak ada perbedaan
Berarti X2
hitung < X2
tabel (0.0135 < 0.05) dan nilai Sig. (2- tail) > 0.05
(masing-masing 8.99 > 0.05), jadi tidak ada perbedaan NaCl 0.9% siap pakai
dengan NaCl 0.9% buatan pada pemeriksaan reaksi silang (Crossmatching) di
Unit Transfusi Darah PMI Kota Kendari.
Lampiran:
TABEL DISTRIBUSI RUMUS T
Sumber : Junaidi (http://junaidichaniago.wordpress.com), 2010
Lampiran :
Dokumentasi Penelitian
Alat dan Bahan Penelitian
Pinset Tabung Reaksi Mikroskop
Botol Sampel Rak tabung Plate Gol. darah
Objek Glass Pipet tetes
Botol Semprot Centrifuge Gelas ukur
Labu ukur Gelas Kimia Corong dan Batang pengaduk
Sendok Tanduk Petri dish
Neraca digital Pipet Volume Inkubator
Timer Sampel Darah pasien NaCl 0.9% garam Dapur
Sampel darah donor NaCl 0.9% siap pakai Aquadest
Reagen Golongan Darah Reagen B.Albumin 22% dan AHG
Garam dapur
Lampiran :
Dokumentasi Penelitian
Hasil Pemeriksaan
NaCl Buatan dan siap pakai serum Sel darah
Perbandingan NaCl siap
pakai dan NaCl garam
dapur
Perbandingan
pencucian dengan
NacL siap pakai dan
NaCl garam dapur
Perbandingan
pencucian setelah
sentrifugasi NacL siap
pakai dan NaCl garam
dapur
Perbandingan suspensi eritrosit 5% NaCl
siap pakai dan NaCl garam dapur Hasil pemeriksaan golongan darah
Pencucian di Fase I Pencucian di fase II Pencucian di fase III
Pembacaan di fase I Pembacaan di fase II Pembacaan di fase III
Mikroskopik pemeriksaan dengan NaCl siap pakai
Mikroskopik pemeriksaan dengan NaCl garam dapur
Kontrol negatif dan kontrol positif
Lampiran :
Dokumentasi Penelitian
Prosedur Penelitian Pembuatan NaCl 0.9% dari Garam Dapur
Penimbangan Garam
dapur
Pelarutan dengan
aquadest
Dipindahkan ke dalam
labu ukur
Homogenkan Larutan dipindahkan
ke dalam botol sampel
Pemberian etiket
larutan
Lampiran :
Dokumentasi Penelitian
Prosedur Penelitian Pemeriksaan Crossmatching
Pengambilan darah
donor
Pemisahan serum dan
sel darah Pencucian sel darah
Pemeriksaan
Golongan darah
Penambahan B.
Albumin 22% dan
Serum coombs
Sentrifugasi
Inkubasi larutan Pembacaan Makroskopis
Pembacaan Mikroskopis Pemeriksaan Oleh Laboran
PMI