perencanaan pembelajaran sains
DESCRIPTION
perencanaan pengajaran sebagai sainsTRANSCRIPT
PERENCANAAN PENGAJARAN SEBAGAI SAINS
Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Oleh :
Anja Wulansari 1005182
Rita Aisyatul Dalfah 1005338
Siti Solihat 1002384
Tedy Tarudin 1000684
Yatin Dwi Rahayu 1006578
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2013
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah Swt. Hanya dengan limpahan rahmat dan
hidayat-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-
baiknya.
Makalah ini berjudul “Perencanaan Pengajaran Sebagai Sains”. Makalah
ini dibuat sebagai salah satu tugas mata kuliah Rencana Pembelajaran. Penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam dunia pendidikan. Tak lupa
penulis mengharap berbagai kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
makalah ini.
Bandung, Maret 2013
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 5
A. Perencanaan Pengajaran .............................................................. 5
B. Pengertian Ilmu, Pengetahuan, dan Sains ..................................... 8
C. Perencanaan Pengajaran sebagai Sains ........................................ 15
BAB III ............................................................................................................. 24
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sains Sebagai Tubuh Ilmu Pengetahuan ...................................... 16
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia dibutuhkan
pendidikan, karena pendidikan merupakan wahana untuk mengembangkan
kualitas sumber daya manusia yang dapat berkompetisi dengan bangsa lain,
sehingga peranan pendidikan dalam hal ini sangatlah penting. Menurut Undang-
undang Sistem Pendidikan (2003, Pasal 1 ayat 1) bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk menwujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam
konteks pendidikan formal kegiatan belajar mengajar merupakan fungsi pokok
dan upaya yang paling strategis untuk mewujudkan tujuan institusional yang
diemban oleh lembaga tersebut (Syamsudin, 2001:12). Untuk itu pendidikan yang
dilaksanakan oleh lembaga pendidikan formal diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan sisiwa dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sehingga
pendidikan yang dilaksanakan dapat mencapai hasil yang terbaik dan dapt
meningkatkan prestasi belajar.
Prestasi belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam
mempelajari pelajaran di sekolah yang dinyatakan dengan nilai yang diperoleh
dari tes. Seperti yang dikemukakan oleh Surya (1983:115) bahwa “prestasi belajar
2
dicapai melalui proses belajar di sekolah yang dinyatakan dengan nilai-nilai
prestasi belajar berdasarkan hasil tes”.
Lancar tidaknya pembelajaran serta keberhasilan proses belajar mengajar
dipengaruhi oleh penyusunan perencanaan pembelajaran dan pelaksanaan rencana
pembelajaran. Sebagaimana tercantum dalam peraturan menteri Pendidikan
Nasional nomor 41 tahun 2007 tanggal 23 November 2007 menyebutkan bahwa:
Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara
lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan
fisik serta psikologis peserta didik.
Dari hasil penelitian sebelumnya menunjukkan secara umum ditemukan
bahwa mutu guru dalam memberikan layanan pendidikan masih relatif rendah.
Gejala rendahnya mutu guru dalam memberikan layanan tersebut terlihat dari
mutu pelaksanaan pengajaran yang ditampilkan oleh guru. Mutu pelaksanaan
pengajaran meliputi dua dimensi utama, yakni persiapan pengajaran atau
perencanaan pengajaran, serta pelaksanaan pengajaran telah menguntungkan
ditunjukan oleh kenyataan bahwa guru-guru membuat persiapan mengajar.
Sedangkan dalam pelaksanaan pengajaran mutu guru kurang menguntungkan
pada tahap pelaksanaan pengajaran, pada umumnya guru tidak mempedomani
sesuai dengan perencanaan yang telah ia rencanakan. Perencanaan pengajaran
baru berarti bagi guru apabila ada pemeriksaan dari pihak pimpinan (Yulianty,
2001:169-170).
3
Menjadi kebiasaan suatu rencana ternyata tidak menjadikan suatu yang
penting bagi guru-guru. Mereka beranggapan bahwa perencanaan pengajaran bsa
dilakukan tetapi bisa juga tidak dilakukan. Hal ini sangat disesuaikan dengan
keinginan dan motivasi para guru. Walaupun demikian, mereka menyadari bahwa
perencanaan pengajaran merupakan bagian terpenting dari proses pembelajaran
(Masyhudi, 2004:114). Sikap guru yang tidak konsisten terhadap apa yang telah
dirancangnya harus segera dihilangkan, karena hal tersebut akan berdampak buruk
terhadap pendidikan yaitu pelaksanaan pendidikan yang tidak terarah dan tujuan
pendidikan akan sulit untuk dicapai.
Dalam pelaksanaan pembelajaran Sains guru harus memahami hakikat Sains
sebagai produk dan proses serta pembentukan sikap, maka pembelajaran Sains di
Sekolah harus dirancang dengan baik dan dilaksanakan sesuai dengan apa yang
telah direncanakan. Proses pembelajaran Sains yang dilaksanakan tanpa
perencanaan atau terdapat ketidaksesuaian antara penyusunan perencanaan
pembelajaran sains dengan pelaksanaan rencanaan pembelajaran sains akan
mengakibatkan terjadinya kekacauan dalam proses pembelajaran, dan
pembelajaran sains menjadi sesuatu yang sulit dipahami atau pelajaran yang
dianggap sulit oleh siswa.
Oleh karena itu pola pembelajaran sains harus dirancang dengan benar dan
dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah ditentukan pada rancangan, dengan
tidak mengesampingkan minat dan kebutuhan siswa dalam proses pembelajaran
sains.
4
B. Rumusan Masalah
Apakah hubungan perencanaan pengajaran dengan sains dan teknologi ?
C. Tujuan Penelitian
Mengetahui hubungan perencanaan pengajaran dengan sains dan teknologi
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perencanaan Pengajaran
Dalam wacana manajemen, perencanaan merupakan unsur utama tahapan
manajemen. Fungsi perencanaan jelas, yaitu sebagai penentu langkah berikutnya.
Dalam proses pembelajaran perencanaan juga menjadi faktor penting yang
mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran. Secara umum perencanaan
merupakan proses menyusun langkah-langkah yang akan dilaksanakan untuk
mencapai tujuan yang ditentukan. Perencanaan tersebut dapat disusun
berdasarkaan kebutuhan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan
pembuat perencanaan. Perencanaan berlaku bagi seluruh aspek kehidupan
termasuk di bidang pendidikan khususnya pembelajaran.
Perencanaan merupakan upaya membuat kegiatan agar lebih fokus dan
terarah. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hadari Nawawi (1983) yang
menyatakan bahwa perencanaan adalah menyusun langkah-langkah penyelesaian
suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada pencapaian
tujuan tertentu. Perencanaan berarti menentukan apa yang akan dilaksanakan
sebagaimana yang dipaparkan oleh Terry (1993) bahwa perencanaan adalah
menetapkan pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh kelompok untuk mencapai
tujuan yang digariskan. Perencanaan mencakup kegiatan pengambilan keputusan.
Untuk itu diperlukan kemampuan untuk mengadakan visualisasi dan melihat ke
depan guna merumuskansuatu pola tindakan untuk masa mendatang. Dengan
6
demikian dapat dinyatakan bahwa perencanaan menempati posisi paling awal dari
serangkaian fungsi manajemen.
Wina Sanjaya (2008) menyebutkan empat unsur perencanaan, yaitu
a. Adanya tujuan yang harus dicapai,
b. Adanya strategi untuk mencapai tujuan,
c. Sumber daya yang dapat mendukung,
d. Implementasi setiap keputusan.
Pengajaran merupakan proses yang dilakukan oleh para guru dalam
membimbing, membantu dan mengarahkan peserta didik untuk memiliki
pengalaman belajar. Dengan kata lain pengajaran adalah suatu cara bagaimana
mempersiapkan pengalaman belajar bagi peserta didik (Madjid, 2007:16).
Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor (Djamarah,
2008:13). Dengan demikian pengajaran adalah upaya yang dilakukan oleh guru
untuk membantu siswa dalam memperoleh perubahan tingkah laku yang meliputi
kognitif, afektif dan psikomotor melalui interaksi peserta didik dengan
lingkungannya.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan pengajaran
adalah perencanaan proses yang akan dilakukan oleh guru dalam membimbing,
membantu dan mengarahkan peserta didik agar memiliki pengalaman dalam
belajar sehingga terjadi perubahan dalam tingkah laku peserta didik.
Dalam konteks pengajaran, perencanaan dapat diartikan sebagai proses
penyusunan materi pelajaran, penggunaan media pengajaran, penggunaan
7
pendekatan dan metode pengajaran, dan penilaian dalam alokasi waktu yang akan
dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Dalam perencanaan pengajaran ada dua konsep yang membantu guru dalam
meningkatkan efektifitas pembuatan perencanaan pengajaran. Konsep tersebut
mengandung dua pemikiran utama, yaitu proses pengambilan keputusan dan
pengetahuan profesional tentang proses pengajaran. Berdasarkan uraian di atas,
konsep perencanaan pengajaran dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu:
a. Perencanaan pengajaran sebagai teknologi adalah suatu perencanaan yang
mendorong penggunaan teknik-teknik yang dapat mengembangkan tingkah
laku kognitif dan teori-teori konstruktif terhadap solusi dan problem
pengajaran.
b. Perencanaan pengajaran sebagai suatu sistem adalah sebuah susunan dari
sumber-sumber dan prosedur-prosedur untuk menggerakan pembelajaran.
c. Perencanaan pengajaran sebagai sebuah disiplin adalah cabang dari
pengetahuan yang senantiasa mempehatikan hasil-hasil penelitian dan teori
tentang strategi pengajaran dan implementasinya terhadap strategi tersebut.
d. Perencanaan pengajaran sebagai sains adalah mengkreasi secara detail
spesifikasi dari pengembangan, implementasi, evaluasi dan pemeliharaan akan
situasi maupun fasilitas pembelajaran terhadap unit-unit yang luas maupun
yang lebih sempit dari materi pelajaran dan segala tingkatan kompleksitanya.
e. Perencanaan pengajaran sebagai sebuah proses adalah pengembangan
pengajaran secara sistemik yang digunakan secara khusus atas dasar teori-teori
pembelajaran dan pengajaran untuk menjamin kualitas pembelajaran.
f. Perencanaan pengajaran sebagai sebuah realitas adalah ide pengajaran
dikembangkan dengan memberikan hubungan pengajaran dari waktu ke waktu
dalam suatu proses yang dikerjakan perencana dengan mengecek secara cermat
bahwa semua kegiatan telah sesuai dengan tuntutan sains dan dilaksanakan
secara sistematik.
8
Harjanto (2006) memaparkan bahwa perencanaan pengajaran mempunyai
beberapa karakteristik, yaitu:
a. Merupakan suatu proses rasional, sebab berkaitan dengan tujuan sosial dan
konsep-konsepnya dirancang oleh banyak orang.
b. Merupakan konsep dinamik, sehingga dapat dan perlu dimodifikasi jika
informasi yang masuk mengharapkan demikian.
c. Perencanaan terdiri dari beberapa aktivitas, aktivitas itu banyak ragamnya,
namun dapat dikatagorikan menjadiprosedur-prosedur dan pengarahan. (4)
Perencanaan pengajaran berkaitan dengan pemilihan sumber dana, sehingga
harus mampu mengurangi pemborosan, duplikasi, salah penggunaan dan salah
dalam manajemennya.
B. Pengertian Ilmu, Pengetahuan, dan Sains
Ada orang yang menamakannya ilmu, ada yang menamainya ilmu
pengetahuan, dan pula ada yang menyebutnya sains. Keberagaman istilah tersebut
adalah suatu usaha untuk melahirkan padanan (meng-Indonesiakan)
kata science yang asalnya dari bahasa Inggris. Pengertian yang terkandung dibalik
kata-kata yang berbeda tersebut ternyata juga tidak kalah serba ragamnya.
Keserbaragamannya bahkan kadang-kadang seolah-olah mengingkari citra ilmu
pengetahuan itu sendiri yang pada dasarnya bertujuan untuk merumuskan sesuatu
dengan tepat, tunggal dan tidak bias.
a. Ilmu
9
Terdapat banyak definisi tentang ilmu yang dirumuskan oleh para ahli.
Masing-masing mempunyai penekanan arti yang berbeda satu dengan lainnya.
Empat diantaranya adalah sebagai berikut :
a. ”Ilmu adalah pengetahuan yang bersifat umum dan sistematik, pengetahuan
dari mana dapat disimpulkan dalil-dalil tertentu menurut kaidah-kaidah umum”
(Nazir, 1988).
b. ”Konsepsi ilmu pada dasarnya mencakup tiga hal: adanya rasionalitas, dapat
digeneralisasi, dan dapat disistematisasi” (Shapere, 1974).
c. ”Pengertian ilmu mencakup logika, adanya interpretasi subjektif, dan
konsistensi dengan realitas sosial” (Alfred Schutz,1962).
d. ”Ilmu tidak hanya merupakan suatu pengetahuan yang terhimpun secara
sistematis, tapi juga merupakan suatu metodologi” (Tan,1954).
Dari empat definisi di atas dapatlah disimpulkan bahwa ilmu pada
dasarnya adalah pengetahuan tentang sesuatu hal, baik yang menyangkut alam
(natural) atau sosial (kehidupan masyarakat), yang diperoleh manusia melalui
proses berpikir. Itu artinya bahwa setiap ilmu merupakan pengetahun tentang
sesuatu yang menjadi objek kajian dari ilmu terkait. Pengertian ilmu dalam dunia
ilmiah menuntut tiga ciri. Pertama ilmu harus merupakan suatu pengetahuan yang
didasarkan pada logika. Kedua, ilmu harus terorganisasikan secara sistematik.
Ketiga, ilmu harus berlaku umum.
b. Pengetahuan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, pengetahuan
berarti segala sesuatu yg diketahui; kepandaian: atau segala sesuatu yg diketahui
berkenaan dengan hal (mata pelajaran). Adapun pengetahuan menurut beberapa
ahli adalah:
10
a. Menurut Pudjawidjana (1983), pengetahuan adalah reaksi dari manusia
atas rangsangannya oleh alam sekitar melalui persentuhan melalui objek
dengan indera dan pengetahuan merupakan hasil yang terjadi setelah
orang melakukan penginderaan sebuah objek tertentu.
b. Menurut Ngatimin (1990), pengetahuan adalah sebagai ingatan atas
bahan-bahan yang telah dipelajari dan mungkin ini menyangkut tentang
mengikat kembali sekumpulan bahan yang luas dari hal-hal yang
terperinci oleh teori, tetapi apa yang diberikan menggunakan ingatan akan
keterangan yang sesuai.
c. Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan adalah merupakan hasil dari
tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telingan.
Dari beberapa pengertian pengetahuan di atas dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui yang diperoleh dari
persentuhan panca indera terhadap objek tertentu. Pengetahuan pada dasarnya
merupakan hasil dari proses melihat, mendengar, merasakan, dan berfikir yang
menjadi dasar manusia dan bersikap dan bertindak. Partanto Pius dalam kamus
bahasa indonesia (2001) pengetahuan dikaitkan dengan segala sesuatu yang
diketahui berkaitan dengan proses belajar.
Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal
budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat
atau dirasakan sebelumnya. Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan
pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan
aposteriori. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan
11
observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris
tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang
dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada
objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui
pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulangkali. Selain pengetahuan
empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan melalui akal budi yang kemudian
dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang
bersifat apriori; tidak menekankan pada pengalaman.
c. Sains
Istilah sains berasal dari bahasa latin scientia yang berarti pengetahuan.
Namun pernyataan ini terlalu luas dalam penggunaannya sehari-hari. Dalam arti
sempit sains adalah disiplin ilmu yang terdiri dari physical sciences (ilmu fisik)
dan life sciences (ilmu biologi). Termasuk physical sciences adalah ilmu-ilmu
astronomi, kimia, geologi, mineralogi, meteorology, dan fisika, sedangkan life
science meliputi biologi (anatomi, fisiologi, zoology, sitologi, embriologi,
mikrobiologi). Dalam buku ini istilah sains dimaknai secara khusus sebagai
nature of science atau ilmu pengetahuan alam.
Science adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada rumpun ilmu
dimana obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti
dan umum, berlaku kapan pun dimana pun. Sund dan Trowbribge merumuskan
bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan
Stone menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara
12
untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan
produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. "Real Science is both product and
process, inseparably Joint" (Agus. S. 2003: 11)
Pengertian atas istilah sains secara khusus sebagai Ilmu Pengetahuan Alam
sangat beragam. Conant (dalam Usman, 2006: 1) mendefinisikan sains sebagai
suatu deretan konsep serta skema konseptual yang berhubungan satu sama lain,
dan tumbuh sebagai hasil eksperimentasi dan observasi, serta berguna untuk
diamati dan dieksperimentasikan lebih lanjut. Carin & Sund (1989)
mendefinisikan sains adalah suatu sistem untuk memahami alam semesta melalui
observasi dan eksperimen yang terkontrol.
Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para
ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang
gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan
hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya
menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari Sains
ialah kuantifikasi artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas.
Sains dibentuk oleh karena dua orde pengalaman, yaitu hasil observasi
terhadap gejala/fakta (orde observasi) dan konsep manusia mengenai alam
semesta (orde konsepsional). Oleh karena itu, sains merupakan kumpulan
pengetahuan yang menelaah atau mengaji fakta-fakta empiris.
Fakta empiris yang dimaksudkannya adalah fakta yang langsung dialami
oleh manusia yang menggunakan panca inderanya. Sedangkan syarat yang harus
13
dipenuhi oleh sekumpulan pengetahuan yang dikandung dalam ilmu itu adalah
susunannya harus logis, sistematis dan diperoleh dengan metode keilmuan.
Selain itu untuk mendapatkan pengetahuan tersebut, ilmu membuat
beberapa asumsi mengenai obyek-obyek empiris agar dapat memberikan arah dan
landasan bagi kegiatan penelaahan.
Diasumsikan bahwa meskipun obyek-obyek empiris yang menjadi bidang
penelaahan mempunyai sifat keragaman, namun pada dasarnya memperlihatkan
sifat berulang dan semuanya jalin menjalin secara teratur serta suatu peristiwa
tidaklah terjadi secara kebetulan namun mempunyai pola yang teratur.
Seluruh science berawal dari gagasan yang timbul dari pemikiran sehari-hari
mengenai fenomena yang terjadi di alam semesta. Sains dimulai dengan fakta dan
berakhir dengan fakta. Fakta yang terjadi kemudian menjadi fakta baru dan
menjalani siklus yang sama.
Trowbridge & Byebee (1986: 38) menggambarkan skema umum ilmu
pengetahuan sebagaimana tergambar dalam Gambar 2.1 :
Gambar 2.1 Sains Sebagai Tubuh Ilmu Pengetahuan
14
Berdasarkan skema tersebut, Trowbridge & Byebee (1986: 38)
mendefinisikan sains sebagai berikut: ”Science is a body of knowledge, formed by
a process of continuous inquiry, and encompassing the people who are enganged
in the scientific enterprice”. Berdasarkan pada definisi tersebut, karakteristik sains
yang khas adalah sains ditempuh melalui berbagai proses penyelidikan secara
berkelanjutan, yang berkontribusi dengan berbagai cara untuk membentuk sistem
yang unik. Berdasarkan pada definisi tersebut, karakteristik sains yang khas
adalah sains ditempuh melalui berbagai proses penyelidikan secara berkelanjutan,
yang berkontribusi dengan berbagai cara untuk membentuk sistem yang unik.
Ilmu adalah pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dan berlaku
umum, sedangkan pengetahuan adalah pengalarnan yang bersifat pribadi/
kelompok; belum disusun secara sistematis karena belum dicoba dan diuji.
Sedangkan sains adalah analisa secara sistematik mengenai suatu hal berdasarkan
metode ilmiah dan data-data empirik, dan bisa dibuktikan melalui penalaran yang
bersifat logis berdasarkan analogi tertentu baik secara numerik dan statistikal.
Contoh dari perbedaan antara ilmu, pengetahuan dan sains yaitu
bahasa adalah ilmu, maka bahasa berlaku umum dan sistematis. Kapan pun, di
mana pun, siapa pun; jika ingin belajar bahasa apa pun; harus melalui tahap
mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Hal ini membuktikan bahwa
bahasa mempunyai sifat umum dan sistematis yang dijadikan dasar/acuan. Jadi,
siapa guru bahasa? Guru bahasa adalah ilmu bahasa itu sendiri, sedangkan
pengajarnya adalah pemangku/pengampu/penghubung ilmu bahasa.
15
Pengetahuan yang mulanya bersifat individual/kelompok dapat diusahakan
dan akan menjadi ilmu, lengkap dengan sifat-sifatnya, apabila telah diuji dan
dikaji. Contoh dari perbedaan perdukunan, ilmu batin; yang pelakunya sering
dipanggil paranormal sudah diakui kebenaran dan manfaatnya. Karena sifatnya
masih individual/ kelompok dan tidak sistematis serta tidak terbuka, maka orang
yang akan mempelajarinya harus mencari guru sendiri. Guru merupakan acuan
yang harus diikuti karena guru merupakan itu sendiri (lain guru lain ilmu). Jadi,
pengetahuan dapat dijadikan ilmu.
C. Perancangan Pengajaran sebagai Sains
Perancangan pengajaran merupakan proses merancang suatu program yang
dipersiapkan untuk mengajar peserta didik dalam mencapai tujuan yang sudah
ditentukan. Sedangkan sains adalah suatu deretan konsep serta skema konseptual
yang berhubungan satu sama lain, dan tumbuh sebagai hasil eksperimentasi dan
observasi, serta berguna untuk diamati dan dieksperimentasikan lebih lanjut.
Perancangan pengajaran dapat diartikan sebagai suatu sains karena mengkreasi
secara detail spesifikasi atau proses dari pengembangan, implementasi, evaluasi,
dan pemeliharaan akan situasi maupun fasilitas pembelajaran terhadap unit-unit
yang luas maupun yang lebih sempit dari mata pelajaran dengan segala tingkat
kompleksitasnya. Pola kreasi dapat dikembangkan dengan mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga potensi untuk
menemukan terobosan-terobosan yang lebih baru menjadi terbuka lebar.
1. Pengembangan
16
Pengembangan merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
mutu. Kemampuan pengembangan dalam perancangan pengajaran adalah
kemampuan untuk memilih, menetapkan, dan mengembangkan strategi
pembelajaran yang paling tepat untuk mencapai hasil belajar yang optimal.
Berkaitan dengan kemampuan pengembangan tersebut seorang perencana harus
paham dan peka dalam memilih strategi pembelajaran yang sesuai.
Strategi pembelajaran merupakan suatu garis besar yang berfungsi untuk
membelajarkan siswa, atau membuat siswa mau belajar. Dapat pula dikatakan
bahwa strategi pembelajaran merupakan pola umum perbuatan guru-siswa dalam
wujud kegiatan pembelajaran. Untuk keberhasilan belajar, maka pemilihan dan
penerapan strategi pembelajaran perlu memperhatikan empat hal. Keempatnya
ialah: (a) mengidentifikasi kebutuhan dan karakteristik siswa untuk menetapkan
spesifikasi dan kualifikasi perubahan perilaku (tujuan dan materi), (b) memilih
pendekatan pembelajaran, (c) memilih dan menetapkan prosedur, metode dan
teknik, serta (d) menetapkan alat evaluasi.
Komponen strategi belajar mengajar mencakup: guru, siswa, tujuan, bahan
pelajaran, metode, media, alat evaluasi, dan situasi atau lingkungan. Komponen-
komponen tersebut harus saling berhubungan untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Dengan demikian, strategi mengajar berkaitan dengan pengaturan
lingkungan agar terjadi proses belajar mengajar dengan baik.
Secara garis besar, pendekatan belajar mengajar dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu pendekatan konsep dan pendekatan proses. Pendekatan konsep adalah
suatu pendekatan yang menekan pada perolehan dan pemahaman fakta dan
17
prinsip. Sedangkan pendekatan proses atau dikenal dengan pendekatan
keterampilan proses menekankan pada ihwal bagaimana bahan pelajaran itu
diajarkan dan dipelajari.
Pendekatan konsep lebih banyak tergantung pada apa yang diajarkan guru
berupa bahan atau isi pelajaran, dan lebih bersifat kognitif. Sedangkan pendekatan
keterampilan proses menekankan pentingnya kebermaknaan belajar untuk
mencapai hasil yang memadai, keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar,
dan ketercapaian hasil belajar secara tuntas.
Pada dasarnya, pendekatan konsep tidak perlu dipertentangkan dengan
pendekatan keterampilan proses. Belajar dengan keterampilan proses tidak
mungkin terjadi apabila tidak ada materi atau bahan pelajaran yang dipelajari.
Sebaliknya, belajar konsep tidak mungkin tanpa adanya keterampilan proses pada
diri siswa.
2. Implementasi/Pelaksanaan
Pelaksanaan dari perancangan pengajaran melalui penerapan pendekatan
melibatkan suatu metode. Metode dalam pembelajaran biasanya disebut metode
instruksional, yakni cara menyajikan isi pembelajaran kepada siswa untuk
mencapai tujuan instruksional tertentu (Atwi, 1993 dalam Budiarto, 1994).
Metode bukanlah tujuan, melainkan cara untuk mencapai tujuan sebaik-baiknya.
Untuk itu tidak mungkin membicarakan metode tanpa mengetahui tujuan yang
hendak dicapai. Jadi, berhasil tidaknya tujuan yang akan dicapai bergantung pada
penggunaan metode yang tepat. Hal tersebut mengingatkan kita bahwa sebenarnya
tidak ada metode mengajar yang paling baik atau paling buruk, yang ada adalah
18
guru yang cakap dengan tidak cakap dalam memilih dan mempergunakan suatu
metode pembelajaran.
Metode berbeda dengan teknik. Metode bersifat prosedural, sedangkan
teknik bersifat implementatif. Implementatif artinya bahwa teknik merupakan
pelaksanaan apa yang sesungguhnya terjadi (dilakukan guru) untuk mencapai
tujuan. Dari pengertian itu dapatlah dikatakan bahwa penggunaan metode yang
sama dapat menempuh teknik pengajaran yang berbeda. Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam menentukan metode instruksional antara lain: (a) tujuan
instruksional, (b) kemampuan guru, (c) kemampuan siswa, (d) jumlah siswa, (e)
materi, (f) alokasi waktu, dan (g) fasilitas belajar yang tersedia. Tujuan
instruksional merupakan kriteria terpenting dalam menentukan metode
instruksional, karena metode merupakan cara menyajikan isi pembelajaran untuk
mencapai tujuan instruksional. Di dalam tujuan instruksional terdapat kompentesi
yang diharapkan dikuasai siswa di akhir pembelajaran.
Kemampuan guru merupakan pertimbangan di dalam pemilihan metode,
sebab gurulah yang melakukan pembelajaran. Sebaik apapun metode yang dipilih,
apabila guru yang melaksanakannya tidak menguasai, maka metode tersebut tidak
akan baik. Begitu juga tentang kemampuan siswa. Guru harus memperhatikan
kemampuan intelektual siswa, sehingga metode yang digunakan pun
membuahkan proses dan hasil belajar yang tinggi.
Jumlah siswa perlu diperhatikan dalam penentuan metode. Bila jumlah
siswa banyak, maka yang lebih efisien ialah metoda ceramah dan tanya jawab
dibandingkan dengan metode yang lain. Pokok bahasan atau materi juga perlu
19
diperhatikan, karena jenis materi tertentu mempunyai kesesuaian dengan metode.
Waktu juga mempengaruhi guru dalam menentukan metode. Misalnya, karena
sesuatu hal, waktu belajar siswa banyak digunakan kegiatan lain. Untuk itu, guru
harus mencari alternatif metode yang dapat diterapkan dalam waktu singkat
dengan hasil yang cukup banyak. Fasilitas juga mempengaruhi penentuan metode.
Misalnya, suatu materi lebih tepat diajarkan dengan metode pratikum. Tetapi,
karena alat dan bahan kurang, maka metode itu dapat diganti dengan demontrasi.
Pemilihan metode harus memegang pada prinsip-prinsip antara lain: (a)
efektif dan efisien, (b) digunakan secara bervariasi, serta (c) diterapkan dengan
memadukan beberapa metode. Efektif dan efisien harus selalu dipikirkan dalam
penggunaan metode agar tidak terjadi pemborosan waktu maupun biaya dalam
pembelajaran. Sedangkan penerapan prinsip variasi dan pemaduan metode sangat
penting untuk megurangi kebosanan, dan memudahkan siswa dalam mencapai
tujuan instruksional.
Perlu diketahui juga bahwa di dalam memandang keunggulan dan
kelemahan metode perlu dipikirkan pula prinsip-prinsip belajar, seperti prinsip:
(a) motivasi, (b) keaktifan, (c) umpan balik dan penguatan, serta (d) kecepatan
belajar.
Motivasi adalah pendorong tingkah laku siswa ke arah tujuan tertentu.
Kaitannya dengan metode, maka guru diharapkan menggunakan metode yang
dapat menarik siswa, sehingga siswa berminat untuk belajar, mau bekerja keras,
dan berusaha menyelesaikan tugas dengan baik. Keadaan ini dapat diatasi guru
dengan menggunakan variasi metode untuk mengurangi kebosanan siswa.
20
Keaktifan dapat didorong melalui pengaitan pengalaman siswa dengan
pengetahuan yang baru. Untuk itu seorang guru harus dapat memilih metode yang
dapat mangaktifkan proses berpikir siswa dengan menghubungkan pengalaman
lama mereka dengan pengetahuan yang akan/baru diajarkan. Keaktifan siswa akan
menurun bila tidak mendapatkan umpan balik, sehingga penguatan perlu
diberikan atas upaya yang dilakukan siswa.
Dipandang dari kecepatan belajar, siswa dapat dibedakan menjadi siswa
yang cepat belajar dan siswa yang lambat belajar. Dengan adanya perbedaan
siswa ini guru harus pandai-pandai memilih metode supaya tidak menimbulkan
frustasi bagi siswa.
3. Evaluasi/Pengukuran
Kemampuan pengukuran adalah kemampuan untuk menetapkan tingkat
keefektifan, keefisienan, dan daya tarik rancangan pembelajaran. Kemampuan ini
meliputi kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan alat ukur yang
paling tepat untuk mengukur pencapaian tujuan/indikator. Dengan kemampuan
pengukuran diharapkan perancang pembelajaran dapat meminimalisasi terjadinya
kesalahan dalam penilaian.
Hal-hal yang memungkinkan terjadinya kesalahan dalam pengukuran ialah
kesalahan dalam: (a) observasi, (b) alat ukur, (c) proses pengukuran, (d) menilai
pengaruh pekerjaan-pekerjaan yang mendahului, (e) kecenderungan seseorang
untuk menilai lebih rendah atau lebih tinggi, (f) pengaruh dari kesan-kesan luar,
serta (g) pengaruh dari “hallo effect”.
21
Untuk mengurangi kesalahan-kesalahan di atas perlu diperhatikan prinsip-
prinsip penilaian berikut, sebagaimana tersaji dalam Kurikulum 2004.
a. Valid, artinya penilaian harus memberikan informasi yang akurat tentang
hasil belajar siswa. Misalnya, apabila pembelajaran menggunakan pendekatan
eksperimen, maka kegiatan eksperimen harus menjadi salah satu objek yang
dinilai.
b. Mendidik, artinya harus memberikan sumbangan positif terhadap pencapaian
belajar siswa. Hasil penilaian harus dinyatakan dan dapat dirasakan sebagai
penghargaan bagi siswa yang berhasil atau sebagai pemicu semangat belajar
bagi yang kurang berhasil.
c. Berorientasi pada kompetensi. Artinya, penilaian harus menilai pencapaian
kompetensi yang dimaksud dalam kurikulum.
d. Adil, artinya penilaian harus adil terhadap semua siswa dengan tidak
membedakan latar belakang sosial ekonomi, budaya, bahasa, dan jender.
e. Terbuka, artinya kriteria penilaian dan dasar pengambilan keputusan harus
jelas dan terbuka untuk diketahui semua pihak (siswa, guru, sekolah, orang
tua, dan pihak lain yang terkait).
f. Berkesinambungan, artinya penilaian dilakukan secara berencana, bertahap,
dan terus menerus untuk memperoleh gambaran utuh tentang perkembangan
belajar siswa sebagai hasil kegiatan belajarnya.
g. Menyeluruh, artinya penilaian dapat dilakukan dengan berbagai teknik dan
prosedur, termasuk mengumpulkan berbagai bukti hasil belajar siswa.
Penilaian terhadap hasil belajar siswa meliputi pengetahuan (kognitif),
keterampilan (psikomotorik), sikap dan nilai (afektif) yang direfleksikan
dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
h. Bermakna, artinya penilaian hendaknya mudah dipahami, mempunyai arti,
berguna dan bisa dimanfaatkan.
Dengan penilaian yang menggunakan prinsip-prinsip di atas, sistem
penilaian diharapkan dapat: (a) memberikan informasi yang akurat, (b)
22
mendorong peserta didik untuk belajar, (c) memotivasi tenaga pendidik dalam
mengajar, d) meningkatkan kinerja lembaga, serta (e) meningkatkan kualitas
pendidikan. Informasi yang akurat menunjukkan bukti bahwa kompetensi tertentu
telah atau belum dicapai oleh siswa. Apabila guru dan siswa mengetahui
ketercapain kompetensinya, maka mereka dapat menentukan strategi belajar
mengajar yang tepat. Apabila siswa dan dosen telah memiliki motivasi, maka
dapat diharapkan kinerja lembaga meningkat, sehingga kualitas pendidikan pun
meningkat pula.
4. Pemeliharaan Situasi dan Fasilitas Pembelajaran
Keadaan dan sarana untuk pelaksanaan pembelajaran perlu dipertahankan
bahkan ditingkatkan melalui evaluasi. Pertahanan dan peningkatan ini bertujuan
untuk memperoleh pencapaian tujuan yang lebih baik, sehingga hasil dari
pembelajaran yang sudah dirancang melalui perancangan pengajaran pun bernilai
baik.
BAB III
KESIMPULAN
Perencanaan pengajaran sebagai teknologi adalah suatu perencanaan yang
mendorong penggunaan teknik-teknik yang dapat mengembangkan tingkah laku
kognitif dan teori-teori konstruktif terhadap solusi dan problem pengajaran.
Sedangkan perencanaan pengajaran sebagai sains adalah mengkreasi secara detail
spesifikasi dari pengembangan, implementasi, evaluasi dan pemeliharaan akan
situasi maupun fasilitas pembelajaran terhadap unit-unit yang luas maupun yang
lebih sempit dari materi pelajaran dan segala tingkatan kompleksitanya.
Jadi hubungan perencanaan pengajaran dengan sains dan teknologi adalah
penggunaan teknologi dengan teori-teori yang relevan dengan cara
mengembangkan, melaksanakan, mengevaluasi dan memelihara fasilitas demi
tercapainya suatu tujuan pembelajaran yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Pengertian dan Tujuan Perencanaan Pembelajaran. [Online]. Tersedia:
http://www.referensimakalah.com/2012/06/pengertian-dan-tujuan-
perencanaan.html [09 Maret 2013]
Abdul Madjid, 2007, Perencanaan Pembelajaran : Mengembangkan Standar
Kompetensi Guru, Rosyda Karya, Bandung.
Ahyan, S. (2012). Pengertian Pengetahuan, [online]. Tersedia:
http://shahibul1628.wordpress.com/2012/02/24/pengertian-pengetahuan/ (8
Maret 2013)
Anggraini, Deri. (2009). Konsep Dasar Perencanaan Pembelajaran. [Online].
Tersedia: http://arifin-meaningoflife.blogspot.com/2012/11/memahami-
perencanaan-pembelajaran.html [09 Maret 2013]
Arifin. (2012). Memahami Perencanaan Pembelajaran. [Online]. Tersedia:
http://arifin-meaningoflife.blogspot.com/2012/11/memahami-perencanaan-
pembelajaran.html [09 Maret 2013]
Farida, C H. (2012). Hakikat Sains, [online]. Tersedia:
http://faridach.wordpress.com/tag/definisi-sains/ (8 Maret 2013)
Harjanto. 2000. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Hirizon. (2011). Pengertian serta Perbedaan Ilmu, Pengetahuan, dan Penelitian,
[online]. Tersedia: http://hirizon-wwwbloggercomcreate-
blogg.blogspot.com/2011/05/pengertian-dan-perbedaan-serta-contoh.html (8
Maret 2013)
Kurniawan, R. (2012). Pengertian Ilmu dan Pengetahuan, [online]. Tersedia:
http://rizqi-kurniawan.blogspot.com/2012/01/pengertian-ilmu-dan-ilmu-
pengetahuan.html (8 Maret 2013)
Udin Syaefudin Su’ud, M.Ed., Ph.D, Prof. Dr. Abin Syamsudin Makmun, M.A,
2009, Perencanaan Pendidikan Suatu Pendekatan Komprehensip, Rosyda
Karya, Bandung