perikanan dan pariwisata
DESCRIPTION
pENELITIANTRANSCRIPT
PENDEKATAN KEPUTUSAN TAKTIS (TACTICAL DECISION)
UNTUK PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN
PENDEKATAN EKOSISTEM DI KAWASAN TAMAN
WISATA PERAIRAN GILI MATRA
MADE AYU PRATIWI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pendekatan Keputusan
Taktis (Tactical Decision) untuk Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan
Ekosistem di Kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Made Ayu Pratiwi
NIM C252130476
ii
RINGKASAN
MADE AYU PRATIWI. Pendekatan Keputusan Taktis (Tactical Decision) untuk
Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem di Kawasan Taman Wisata
Perairan Gili Matra. Dibimbing oleh YUSLI WARDIATNO dan LUKY
ADRIANTO.
Taman Wisata Perairan (TWP) Gili Matra merupakan kawasan konservasi
yang terletak di Desa Gili Indah, Lombok Utara yang memiliki potensi jenis
ekosistem dan sumberdaya ikan. Potensi ini memberikan peluang pemanfaatan
sumberdaya dalam kegiatan perikanan dan wisata. Kegiatan penangkapan ikan
yang tidak bertanggung jawab dan kegiatan wisata menyebabkan kerusakan
ekosistem yang secara tidak langsung akan mempengaruhi kelestarian
sumberdaya ikan. Keberadaan dan kelestarian sumberdaya ikan merupakan salah
satu kunci keberhasilan pengelolaan perikanan di TWP Gili Matra. Oleh karena
itu, diperlukan kajian mengenai hubungan kegiatan wisata terhadap kegiatan
perikanan, kajian kebutuhan ruang ekologis, dan kajian pengelolaan perikanan
melalui pendekatan ekosistem (EAFM) di kawasan TWP Gili Matra. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui korelasi wisata perikanan, mengestimasi
kebutuhan ruang ekologis, mengevaluasi kondisi perikanan melalui indikator
EAFM, dan merumuskan strategi dan langkah taktis pengelolaan perikanan.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei hingga Juni 2014 di kawasan
TWP Gili Matra. Analisis korelasi dilakukan pada jumlah wisatawan terhadap
jumlah nelayan, persentase tutupan karang terhadap kelimpahan ikan dan BOD
terhadap persentase tutupan karang. Pengamatan ekosistem terumbu karang
dilakukan dengan teknik foto kuadrat, ikan terumbu menggunakan metode visual
sensus, kualitas perairan melalui pengukuran langsung (suhu, kedalaman, pH,
salinitas, DO dan BOD), dan kondisi nelayan dan wisatawan melalui penelusuran
data sekunder. Analisis kebutuhan ruang ekologis perikanan dilakukan dengan
menggunakan data ikan tangkapan yang diperoleh dari Desa Gili Indah. Penilaian
kondisi perikanan menggunakan indikator EAFM dilakukan dengan metode
pengukuran langsung, wawancara, dan intepretasi data sekunder.
Korelasi antara jumlah wisatawan dan jumlah nelayan sangat kuat sebesar
0.87. Nilai korelasi antara tutupan terumbu karang dan kelimpahan ikan terumbu
sebesar 0.15 (lemah). Nilai korelasi pada BOD dan tutupan terumbu karang
bernilai negatif sebesar -0.16 yang berarti jika terjadi kenaikan BOD maka akan
menurunkan tutupan terumbu karang. Kebutuhan ruang (EF) untuk kegiatan
perikanan sebesar 0.05 km2 dan luas perairan TWP Gili Matra (BC) sebesar 18.97
km2. Kondisi ini disebut sebagai undershoot yang artinya pemanfaatan EF
perikanan masih lebih kecil dari luasan lahan yang tersedia. Hasil evaluasi
indikator didapatkan nilai rata-rata indeks agregat indikator EAFM sebesar 193.
Hal ini berarti bahwa kondisi kawasan TWP Gili Matra termasuk dalam kategori
sedang. Strategi pengelolaan dilakukan pada indikator sumberdaya ikan, habitat
dan ekosistem, teknologi penangkapan ikan, ekonomi, sosial dan kelembagaan.
Langkah taktis dibuat agar dapat mengimplementasikan strategi yang telah
ditetapkan.
Kata kunci: Perikanan, tactical decision, TWP Gili Matra, wisata
iii
SUMMARY
MADE AYU PRATIWI. Tactical Decision in Ecosystem Approach to Fisheries
Management in Gili Matra Aquatic Park. Supervised by YUSLI WARDIATNO
and LUKY ADRIANTO.
Gili Matra Aquatic Park is a conservation area located in Gili Indah
Village, North Lombok. It is one of marine protected areas that has a wide range
of potential resources, i.e. fish resources and ecosystems. The potency of fish
resources and marine ecosystems is utilized in fisheries and tourism activities.
Non responsible fisheries and tourism activities can cause ecosystem degradation
and fish extinction. The existence and preservation of fish resources is the main
key to successful fisheries management in Gili Matra. Therefore, it is necessary to
study the relationship of tourism and fisheries, ecological footprint, and ecosystem
approach to fisheries management. The study was aimed to estimated the
correlation between tourism and fisheries, to estimated sustainability of fisheries,
and to formulated strategy and tactic in fisheries management plan.
This study was conducted from May - June 2014 in Gili Matra Aquatic
Park. Correlation analysis performed by several parameters, i.e the number of
tourists to the number of fisherman, the percentage of coral cover to the
abundance of fish, and BOD to the percentage of coral cover. Coral reef
ecosystems survey was done by photo quadratic method, coral reef fish survey by
visual sensus method, water condition by direct measurement (temperature, depth,
pH, salinity, DO, and BOD) and also fishermen and tourists condition by
collected secondary data. Ecological footprint for fisheries analysis performed by
using fish catches data from Gili Indah village. Assessment of fishery conditions
using indicators EAFM (Ecosystem Approach to Fisheries Management)
conducted by a direct measurement method, interview, and secondary data
interpretation.
Correlation beetwen the number of tourists and the number of fishermen
have a very strong correlation value of 0.87. Correlation between coral cover and
coral reef fish abundance is very low at 0.09. Correlation values between BOD
and coral cover is negative (-0.16). It means, if there is an increasing of BOD,
there will be coral cover decreasing. Ecological footprint in the Gili Matra is equal
to 0.05 km2. Compared with 18.97 km
2 water area of Gili Matra, so this refer to
undershoot. Using EF fishery is still smaller than the available area and the
resources can reproduce and maintain its ecological functions. Evaluation
indicators of fisheries show an average index of aggregate indicator value is equal
to 193. It means, the condition of Gili Matra Aquatic Park included in the medium
category. The management strategy in Gili Matra Aquatic Park consist of the
strategy for fish, habitat and ecosystem, fishing technology, economic, social, and
institutional indicator. Tactical decisions made in order to implemented the
management strategies that have been set.
Keywords: Fisheries, Gili Matra Aquatic Park, Tactical decision, tourism
iv
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
v
PENDEKATAN KEPUTUSAN TAKTIS (TACTICAL DECISION)
UNTUK PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN
PENDEKATAN EKOSISTEM DI KAWASAN TAMAN
WISATA PERAIRAN GILI MATRA
MADE AYU PRATIWI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
vi
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir M. Mukhlis Kamal, MSc
Judul Tesis : Pendekatan Keputusan Taktis (Tactical decision) untuk Pengelolaan
Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem di Kawasan Taman Wisata
Perairan Gili Matra
Nama : Made Ayu Pratiwi
NIM : C252130476
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan
Tanggal Ujian: 08 September 2014 Tanggal Lulus:
Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc
Ketua
Dr Ir Luky Adrianto, MSc
Anggota
Dr Ir Luky Adrianto, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
ii
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan karunia
yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“Pendekatan Keputusan Taktis (Tactical Decision) untuk Pengelolaan
Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem di Kawasan Taman Wisata
Perairan Gili Matra”. Penelitian ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh
gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Lautan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama
kepada:
1. Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc selaku pembimbing I dan Dr Ir Luky Adrianto,
MSc selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan,
masukan, dan arahan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis.
2. Dr Ir M. Mukhlis Kamal, MSc selaku dosen penguji tamu serta Dr
Yonvitner, SPi, MSi selaku Sekretaris Program Studi yang telah banyak
memberikan saran dalam penyusunan tesis ini.
3. Keluarga tercinta: Bapak, Ibu, Kak Agus, Adek Yogi, Kakek, Nenek,
Tuayah, Tunini dan Joka.
4. Pihak BKKPN Kupang hhusunya Pak Yesaya, Pak Lubis, Mbak Niramaya,
Pak Hazmi, Pak Ayat dan seluruh Staf Satker Gili Matra.
5. Pihak DPPKKP khususnya Pak Wayan.
6. Pihak Desa Gili Indah Khususnya Kades, Sekdes, Kadus Gili Meno,
Trawangan dan Ayer.
7. Pihak WCS khususnya Bang Tasrif, dan Bang Hasbi.
8. Warga Gili Indah khususnya Pak Tarpo, Mas Zaki dan Mbak Padiah.
9. Warga IP: Perdana, Bli Manu, Bli Yoga, dan Bli Giri.
10. Teman terbaik: Putri, Tamimi, Debby, Ayu, dan Dirga.
11. Teman seperjuangan: Mas Fery, Kak Aluh, Selvia, Niken, Allsay, Gilang,
Tyas, Novita, Arni, Bang Rifqi, Bang Rika, Pak Anto, Mbak Ditha, Mbak
Riana, dan seluruh teman MSP 46 dan SPL 2012 dan 2013 atas segala doa,
kasih sayang, dan bantuanya.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat dalam mendukung pengambilan
kebijakan, khususnya pada daerah TWP Gili Matra dan dapat memberikan
kontribusi bagi masyarakat.
Bogor, Oktober 2014
Made Ayu Pratiwi
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.4 Manfaat Penelitian 5
2. METODOLOGI 6
2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 6
2.2 Jenis dan Sumber Data 6
2.3 Tahapan Penelitian 7
2.4 Teknik Pengumpulan Data 9
2.5 Alat dan Bahan 11
3. ANALISIS DATA 11
3.1 Partisipatory Fishing Ground Mapping 11
3.2 Terumbu Terumbu 11
3.3 Ikan Karang 12
3.4 Analisis Korelasi 12
3.5 Kebutuhn Ruang Ekologis (Ecological Footprint) 13
3.6 Analisis Data Indikator EAFM 14
3.7 Pendekatan Keputusan Taktis 18
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19
4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian 19
4.2 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat 22
4.3 Kesesuaian Daerah Penangkapan Ikan 24
4.4 Ekosistem Terumbu Karang 25
4.5 Analisis Korelasi 29
4.6 Kebutuhan Ruang Ekologis (Ecological Footprint) 30
4.7 Penilaian Perikanan di TWP Gili Matra Menggunakan
Indikator EAFM 33
4.8 Analisis Flag Modeling 37
4.9 Keputusan Taktis (Tactical Decision) 37
5. PENUTUP 42
5.1 Kesimpulan 42
5.2 Saran 42
DAFTAR PUSTAKA 42
iv
DAFTAR TABEL
1. Aspek, variabel, sumber, dan analisis yang diperlukan dalam
penelitian 7
2. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian 11
3. Trophic level beberapa jenis ikan di perairan TWP Gili Matra 14
4. Metode pengukuran, kriteria, dan bobot indikator pada domain
sumberdaya ikan, dan habitat dan ekosistem 15
5. Metode pengukuran, kriteria, dan bobot indikator pada domain
Teknologi penangkapan ikan, ekonomi, dan sosial 16
6. Metode pengukuran, kriteria, dan bobot indikator pada domain
kelembagaan 17
7. Visualisasi model bendera untuk indikator EAFM 18
8. Jenis ikan hasil tangkapan yang didaratkan di Gili Ayer 20
9. Jenis alat tangkap dan dugaan hasil tangkapan responden nelayan
di TWP Gili Matra 23
10. Kondisi fisika kimia perairan pada tiga stasiun pengamatan di TWP
Gili Matra 25
11. Tutupan terumbu karang keras hidup, karang mati, biota lain, alga,
dan abiotik pada tiga stasiun pengamatan di TWP Gili Matra 26
12. Indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominasi ikan terumbu
Pada tiga stasiun pengamatan di TWP Gili Matra 28
13. Nilai korelasi pearson dan spearman rank pada parameter jumlah
wisatawan, jumlah nelayan, terumbu karang kelimpahan ikan, dan
BOD 29
14. Produksi ikan hasil tangkapan nelayan di Desa Gili Indah (2012-
2013) 30
15. Kebutuhan ruang ekologis sistem perikanan di Desa Gili Indah 31
16. Perbandingan kebutuhan ruang ekologis perikanan dengan daerah
lain 31
17. Analisis komposit domain sumberdaya ikan 33
18. Analisis komposit domain habitat dan ekosistem 34
19. Analisis komposit domain teknologi penangkapan ikan 35
20. Analisis komposit domain ekonomi 35
21. Analisis komposit domain sosial 36
22. Analisis komposit domain kelembagaan 36
23. Indeks komposit agregat indikator EAFM pada setiap domain di
TWP Gili Matra 37
24. Langkah Taktis dalam Pengelolaan Perikanan di TWP Gili Matra 40
25. Langkah Taktis dalam Pengelolaan Perikanan di TWP Gili Matra
(Lanjutan) 41
vii
v
DAFTAR GAMBAR
1. Persentase tutupan terumbu karang hidup di TWP Gili Matra (Husni
2001; Sirait 2007; Kartawijaya et al. 2012) 4
2. Kerangka pemikiran penelitian 5
3. Peta lokasi penelitian (KP3K-KKP 2013) 6
4. Tahapan penelitian pada aspek Partisipatory fishing ground mapping 8
5. Tahapan penelitian pada aspek tekanan wisata 8
6. Tahapan penelitian pada aspek kebutuhan ruang ekologis 9
7. Tahapan penelitian pada aspek penilaian indikator EAFM 9
8. Metode foto kuadrat (KP3K-KKP 2013) 10
9. Kunjungan wisatawan ke TWP Gili Matra Tahun 2009-2013 (Dinas
Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi, dan Informatika 2013; Un-
published Data) 21
10. Kunjungan wisatawan mancanegara, dan wisatawan nusantara ke
TWP Gili Matra Tahun 2009-2013 (Dinas Perhubungan, Pariwisata,
Komunikasi, dan Informatika 2013; Unpublished data) 22
11. Sebaran umur responden nelayan di TWP Gili Matra 22
12. Komposisi tingkat pendidikan responden nelayan di TWP Gili Matra 23
13. Peta kesesuaian daerah penangkapan ikan di TWP Gili Matra 24
14. Komposisi famili ikan terumbu pada tiga stasiun pengamatan di
TWP Gili Matra 27
15. Kelimpahan ikan terumbu pada tiga stasiun pengamatan di TWP Gili
Matra 27
16. Perbandingan EF dan BC secara diagramatik 32
viii
vi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Ukuran rata-rata, Lm, dan panjang maksimal ikan hasil tangkapan 48
2. Jenis ikan, dan status IUCN ikan hasil tangkapan di TWP Gili Matra 48
3. Kepadatan jenis ikan terumbu pada stasiun pengamatan di TWP Gili 49
Matra
4. Nilai parameter kualitas perairan, lamun, mangrove, dan terumbu
karang di TWP Gili Matra 49
5. Persentase ukuran ikan target (dibawah Lm) yang didaratkan di TWP
Gili Matra 50
6. Nilai parameter ekonomi nelayan di TWP Gili Matra 50
7. Konflik pemanfaatan sumberdaya di TWP Gili Matra 50
8. Pengambilan data dan kondisi biorock di stasiun pengamatan terumbu
karang 51
9. Transek kuadrat pada stasiun pengamatan terumbu karang 51
10. Kondisi ikan terumbu pada stasiun pengamatan terumbu karang 52
11. Kuisioner rumah tangga perikanan 53
12. Kuisioner indikator kelembagaan 59
13. Partisipasi pemangku kepentingan dalam kegiatan pengelolaan
perikanan di TWP Gili Matra 65
14. Pelanggaran terhadap peraturan formal dan informal di TWP Gili
Matra 65
ix
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Taman Wisata Perairan (TWP) Gili Matra merupakan kawasan konservasi
yang terletak di Desa Gili Indah, Lombok Utara. TWP Gili Matra terdiri dari
pulau Gili Meno, Gili Trawangan dan Gili Air. TWP Gili Matra dikelola oleh
sebuah Unit Pelaksana Teknis yang dibentuk oleh Direktorat Kelautan, Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (KP3K), Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan nama
Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) yang berkedudukan di
Kupang, NTT. TWP Gili Matra memiliki potensi berbagai macam jenis ekosistem
dan sumberdaya ikan. Ekosistem yang terdapat di kawasan TWP Gili Matra
adalah ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang.
Jenis ikan yang tertangkap di Gili Matra terdiri dari ikan karang, pelagis
kecil, pelagis besar, dan moluska (cumi-cumi, sotong, dan gurita) dengan
keanekaragaman jenis ikan tangkapan mencapai sekitar 48 jenis (Kartawijaya et
al. 2012). Jenis ikan tersebut berupa ikan Angke, Badongan, Balang-balang,
Baraksipa, Baronang, Bebideng, Bebilok, Benggulung, Bengkal, Bengkunis,
Buah-buah, Cakalang, Conde, Cumi-cumi, Ekor kuning, Empak rembilok/melela,
Sulir, Geranggang, Gurita, Hiu, Jenggot, Kakap, Kasap, Kerapu, Korsok, Kuning
Elong, Lauro, Layang, Lelah, Lembireng, Marjung, Membilok, Membireng,
Mogong/parot fish, Oras, Pari, Pasok, Penambak, Pogot, Rumak-rumak, Semadar,
Sotong, Sunu, Tambak-tambak, Teri, Terinjang, Tongkol, dan Tuna (Kartawijaya
et al. 2012). Keanekaragaman jenis ikan ini memberikan peluang pemanfaatan
sumberdaya dalam kegiatan perikanan. Kegiatan perikanan yang terdapat di
kawasan TWP Gili Matra adalah kegiatan perikanan tangkap. Husni (2001),
menyatakan bahwa di TWP Gili Matra saat ini dikembangkan kegiatan wisata
bahari dan tempat nelayan untuk memperoleh pendapatan dari menangkap ikan
sebagai mata pencaharian pokok.
Keindahan ekosistem (terumbu karang, lamun dan mangrove),
keanekaragaman jenis ikan, dan keindahan pantai di Gili Matra juga
mendatangkan manfaat langsung dari aktivitas wisata bahari. Konsep wisata
bahari mencakup berbagai kegiatan pariwisata, hiburan, dan berorientasi
rekreasional yang terjadi di zona pesisir dan perairan pesisir lepas pantai (Hall
2001). Status Taman Wisata Perairan juga membuat permintaan wisata pada
wilayah TWP Gili Matra meningkat. Sejak dinyatakan sebagai kawasan
konservasi Tahun 1993, kegiatan pariwisata telah berkembang dengan pesat, dan
disisi lain menyebabkan degradasi ekosistem (Suana dan Ahyadi 2012). Kenaikan
jumlah wisatawan tersebut dapat meningkatkan devisa negara dan pendapatan asli
daerah dari sektor pariwisata. Kegiatan wisata di TWP Gili Matra juga
mendatangkan keuntungan ekonomi masyarakat lokal, namun di sisi lain juga
memunculkan dampak terhadap lingkungan (kondisi fisik, kimia, biologis), sosial,
ekonomi, dan budaya masyarakat setempat.
Perkembangan kegiatan wisata bahari memicu perkembangan
pembangunan wilayah pesisir, seperti hotel, restoran, sarana transportasi, dan
perusahan penyedia sarana wisata. Perkembangan pembangunan di wilayah
pesisir ini dapat menyebabkan penurunan kualitas sumberdaya lingkungan pesisir
2
akibat pencemaran dari limbah buangan. Banyak situs wisata ditandai dengan
perkembangan pembangunan infrastruktur, suprasturktur dan fasilitas yang secara
cepat atau lambat akan menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan,
sehingga menciptakan situasi kritis (Casagrandi et al. 2002). Seiring dengan
perkembangan wisata bahari juga mengakibatkan dampak terhadap pekerjaan
masyarakat, seperti banyak nelayan yang beralih profesi menjadi pekerja wisata.
Jumlah nelayan yang berkurang ini nantinya akan mempengaruhi jumlah produksi
ikan hasil tangkapan. Hal ini nantinya akan mempengaruhi pola konsumsi ikan
masyarakat di kawasan TWP Gili Matra, sehingga diperlukan kajian kebutuhan
ruang ekologis (ecological footprint) perikanan untuk dapat menduga daya
dukung perikanan berdasarkan pola konsumsi masyarakat di kawasan tersebut.
Wackernagel dan Ress (1996) mendefinisikan ecological footprint (EF)
sebagai area dari ruang produktif ekologi dalam beberapa kelas (termasuk area
laut) yang akan diperlukan pada basis keberlanjutan, yaitu untuk menyediakan
semua konsumsi energi dan material sumberdaya dan untuk menyerap semua
limbah yang dibuang oleh populasi dengan teknologi yang digunakan. Analisis
ruang ekologis (Ecological Footprint Analysis) perikanan merupakan analisis
yang dapat digunakan untuk mengukur besarnya kemampuan kawasan untuk
menerima beban akibat pemanfaatan oleh manusia. Ecological Footprint
memberikan perkiraan jumlah dampak akibat produksi biofisik dan kapasitas
limbah yang diakibatkan oleh gaya hidup manusia (Hunter dan Shaw 2005).
Pengelolaan perikanan merupakan semua upaya, termasuk proses yang
terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi,
pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta
penegakan hukum dari peraturan-peraturan perundang-undangan di bidang
perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan
untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan
tujuan yang telah disepakati (KKP 2012). Pengelolaan perikanan berkelanjutan
dapat dicapai melalui pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem
(Ecosystem Approach to Fisheries Management). Ecosystem Approach to
Fisheries Management (EAFM) merupakan sebuah konsep yang
menyeimbangkan antara tujuan sosial ekonomi dalam pengelolaan perikanan
(kesejahteraan nelayan, keadilan pemanfaatan sumberdaya ikan) dengan tetap
mempertimbangkan pengetahuan, informasi dan ketidakpastian tentang komponen
biotik, abiotik dan interaksi manusia dalam ekosistem perairan melalui sebuah
pengelolaan perikanan yang terpadu, komprehensif dan berkelanjutan (KKP
2012).
Pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem dapat dilakukan
melalui pendekatan indikator lingkungan. Pengelolaan berbasis ekosistem yang
mengubah tujuan konservasi kedalam strategi pengelolaan dapat diukur
menggunakan indikator untuk dapat mengatur kegiatan penggunaan manusia
(Gavaris et al. 2005). Indikator secara sederhana didefinisikan sebagai sebagai
sebuah alat atau jalan untuk mengukur, mengindikasikan, atau merujuk sesuatu
hal dengan lebih atau kurang dari ukuran yang diinginkan (Gavaris 2009).
Penelitian yang dilakukaan oleh Gavaris et al. (2005) menunjukan bahwa
pengukuran indikator merupakan salah satu cara untuk menentukan strategi
pengelolaan konservasi kegiatan perikanan di Kanada. Unal dan Franquesa (2010)
juga melakukan penelitian tentang evaluasi perikanan skala kecil dengan
3
menggunakan indikator sosial-ekonomi. Strategi pengelolaan yang telah
ditentukan dapat dirumuskan kedalam langkah-langkah taktis. Gavaris 2009
menyatakan bahwa pendekatan keputusan taktis (tactical decision) merupakan
salah satu pendekatan yang merumuskan langkah-langkah taktis yang dapat
dilakukan untuk mencapai strategi pengelolaan. Berdasarkan latar belakang diatas,
maka penting dilakukan penelitian Pendekatan Keputusan Taktis (Tactical
decision) untuk Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem di Kawasan
Taman Wisata Perairan Gili Matra.
1.2 Perumusan Masalah
TWP Gili Matra merupakan salah satu kawasan konservasi perairan yang
memiliki berbagai potensi sumberdaya, yaitu sumberdaya ikan dan ekosistem.
Potensi ini mendatangkan pemanfaatan terhadap kawasan pada kegiatan wisata
dan perikanan. Husni (2001), menyatakan bahwa di TWP Gili Matra saat ini
dikembangkan kegiatan wisata bahari dan tempat nelayan untuk memperoleh
pendapatan dari menangkap ikan sebagai mata pencaharian pokok. Terdapat 3
buah gugusan pulau yang terkenal dengan sebutan Gili Matra (Meno, Trawangan
dan Air) yang saat ini merupakan daerah andalan wisata di Kabupaten Lombok
Utara (DPPKKP 2011). Keindahan alam, keanekaragaman ikan dan ekosistem
membuat permintaan terhadap kegiatan wisata di TWP Gili Matra meningkat.
Jumlah wisatawan yang berkunjung ke TWP Gili Matra telah mengalami
peningkatan sebesar 4.6 kali, yaitu sebesar 83 175 orang Tahun 2000 menjadi 383
736 orang Tahun 2012 (BPS lombok Barat 2000 in Husni 2001; Dispar 2013
(Unpublished data)).
Peningkatan jumlah wisatawan ini dapat mengakibatkan meningkatnya
pembangunan infrastruktur wisata seperti hotel, restoran, penginapan dan perahu
wisata. Solihin (2008), menyatakan bahwa dalam menunjang kegiatan pariwisata
di TWP Gili Matra telah terjadi pengembangan pesat pengadaan sarana prasarana
fasilitas wisata. Pickering dan Hill (2007), menyatakan bahwa rekreasi dan wisata
telah mengakibatkan dampak terhadap Australian Protected Areas akibat
infrastruktur dan aktivitas wisata. Pembangunan infrastruktur wisata ini akan
meningkatkan jumlah limbah yang dibuang ke perairan yang akan menyebabkan
penurunan kualitas perairan. Selain itu, peningkatan jumlah wisatawan juga
menyebabkan peningkatan aktivitas wisata. Aktivitas wisata di TWP Gili Matra
merupakan aktivitas wisata bahari, seperti diving, snorkling, dan wisata pantai
yang dilakukan pada ekosistem terumbu karang dan padang lamun.
Aktivitas wisata bahari akan menyebabkan kerusakan terumbu karang jika
dilakukan dengan tidak terkontrol. Jumlah wisatawan yang memuncak dan
kegiatan snorkeling memberikan dampak terhadap terumbu karang akibat
tendangan dan berdiri di atas karang (Hannak et. al 2011). (Menurut Husni
(2001); Sirait (2007); Kartawijaya et al. (2012), telah terjadi penurunan persentase
tutupan terumbu karang hidup sebesar 51.72 % selama dua belas tahun terakhir,
yaitu dari 75.42 % pada Tahun 2000 menjadi 23.70 % pada Tahun 2012 (Gambar
1).
Perkembangan sektor pariwisata ini juga telah memberikan dampak
terhadap kondisi sosial di TWP Gili Matra. Peningkatan jumlah wisatawan telah
memberikan peluang pekerjaan dan pendapatan di sektor pariwisata, sehingga
4
mengakibatkan banyak nelayan yang beralih profesi menjadi penyedia wisata.
Kerusakan atau degradasi ekosistem terumbu karang dan beralihnya profesi
nelayan menjadi penyedia wisata dikhawatirkan mampu menyebabkan penurunan
produksi ikan hasil tangkapan dan perubahan pola konsumsi ikan masyarakat
setempat.
Gambar 1. Persentase tutupan terumbu karang hidup di TWP Gili Matra
Sumber: (Husni 2001; Sirait 2007; Kartawijaya et al. 2012)
Berdasarkan pemaparan diatas, maka diperlukan kajian mengenai
keterkaitan wisata-perikanan di kawasan TWP Gili Matra, kajian kebutuhan ruang
ekologis (ecological footprint), dan perlu dilakukan upaya pengelolaan perikanan
melalui pendekatan ekosistem untuk dapat menentukan strategi dan langkah-
langkah taktis pengelolaan perikanan di kawasan TWP Gili Matra. Permasalahan
diatas dirumuskan dengan:
1. Bagaimana hubungan kegiatan wisata dan perikanan di TWP Gili Matra ?
2. Bagaimana status kegiatan perikanan di kawasan TWP Gili Matra ?
3. Bagaimana strategi dan langkah taktis pengelolaan perikanan dengan
pendekatan ekosistem di kawasan TWP Gili Matra ?
Adapun kerangka pemikiran pengelolaan perikanan berkelanjutan di
kawasan TWP Gili Matra tertera pada Gambar 2.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk merencanakan stategi
pengelolaan perikanan yang bersinergi positif dengan kegiatan wisata di kawasan
TWP Gili Matra melalui pendekatan ekosistem. Tujuan khusus penelitian ini yaitu
:
1. Menduga keterkaitan beberapa variabel wisata terhadap variabel perikanan
melalui analisis korelasi;
2. Mengestimasi kebutuhan ruang ekologis perikanan di kawasan TWP Gili
Matra;
3. Mengevaluasi kondisi perikanan di TWP Gili Matra dengan menggunakan
indikator EAFM;
4. Merumuskan strategi dan langkah-langkah taktis pengelolaan perikanan
dengan pendekatan ekosistem (EAFM) di kawasan TWP Gili Matra
melalui pendekatan keputusan taktis (Tactical Decision).
0
20
40
60
80
2000 2006 2012
Tutu
pan
Kar
ang
Hid
up
(%
)
Tahun
5
1.4 Manfaat Penelitian
1. Tersedianya informasi kebutuhan ruang ekologis perikanan di kawasan
TWP Gili Matra.
2. Tersedianya informasi penilaian perikanan dengan menggunakan indikator
EAFM di kawasan TWP Gili Matra.
3. Sebagai salah satu acuan pengambilan kebijakan dalam
pengimplementasian pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem
di kawasan TWP Gili Matra.
Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian
Sistem Sosial Ekologi TWP Gili Matra
Potensi Sumberdaya dan
Sosial Ekonomi TWP Gili
Matra
Pemanfaatan TWP Gili
Matra (Wisata-Perikanan)
Pengelolaan Perikanan dengan
Pendekatan Ekosistem
SD Ikan Habitat Tek. Penangkapan Ekonomi Sosial Kelembagaan
Decision Analysis
Perikanan
Berkelanjutan
Fee
dback
6
2. METODOLOGI
2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kawasan TWP Gili Matra (Gili Meno, Gili
Trawangan dan Gili Ayer) yang terletak di Desa Gili Indah, Kabupaten Lombok
Utara (Gambar 3). Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan, dari bulan Mei
hingga bulan Juni 2014. Pengamatan di TWP Gili Matra terbagi ke dalam
beberapa titik pengamatan yaitu biofisik data sekunder, biofisik data primer, dan
sosial yang tersebar di ketiga pulau Gili Matra. Titik pengamatan biofisik data
sekunder merupakan data kondisi biofisik yang diperoleh dari BKKPN Kupang,
biofisik data primer merupakan titik pengamatan biofisik yang dilakukan
langsung, dan titik pengamatan sosial dilakukan pada daerah pemukiman
penduduk.
Gambar 3. Peta lokasi penelitian (KP3K-KKP 2013)
2.2 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data primer dan sekunder.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode observasi melalui
pengamatan dan pengukuran langsung serta metode wawancara dilakukan dengan
menggunakan daftar pertanyaan terstruktur (kuisioner). Pengumpulan data
sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data sosial ekonomi dari lembaga
terkait seperti BKKPN Kupang, Dinas Pertanian Perkebunan Kehutahan Kelautan
dan Perikanan Kabupaten Lombok Utara, Dinas Perhubungan Pariwisata
Komunikasi dan Informatika Kabupaten Lombok Utara, Desa Gili Indah
7
Kabupaten Lombok Utara dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Utara.
Penelitian ini dibagi kedalam empat aspek yaitu partisipatory fishing ground
mapping, tekanan wisata, kebutuhan ruang ekologis, dan indikator EAFM. Aspek,
variabel, sumber, dan analisis yang diperlukan dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Aspek, variabel, sumber, dan analisis yang diperlukan dalam penelitian
Aspek Variabel Sumber Analisis
Partisipatory Daerah Penangkapan Ikan Wawancara Analisis Partisi-
Fishing Ground
patory Fishing
Mapping Ground Mapping
Tekanan Wisata Tutupan Terumbu Karang Pengukuran CPCe, Indeks
Tutupan Alga langsung Keseragaman,
Ikan Karang (Foto Kuadrat, Keanekaragaman,
Kualitas perairan (BOD) Visual sensus) Dominasi,
Jumlah Nelayan Data sekunder Mortalitas,
(BKKPN Kupang, Kelimpahan,
Dan DPPKKP) korelasi
Kebutuhan Jumlah Tangkapan Data Sekunder Analisis Ruang
Ruang Ekologis Komposisi Spesies (Desa Gili Indah) Ekologis
Indikator EAFM Domain Sumberdaya ikan Pengukuran Skor Likert ber-
Domain Habitat & Ekosistem langsung, basis ordinat 1,2,3
Domain Teknologi Survey, Analisis flag
Penangkapan Ikan Wawancara, modelling
Domain Ekonomi Data sekunder
Domain Sosial
Domain Kelembagaan
2.3 Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan terhadap empat aspek. Masing-masing aspek
memiliki tahapan penelitian yang berbeda. Tahapan penelitian terhadap masing-
masing aspek adalah sebagai berikut:
Partisipatory fishing ground mapping
Aspek partisipatory fishing ground mapping dilakukan untuk dapat
memetakan daerah penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan. Pemetaan
daerah penangkapan ini menggunakan peta dasar Kawasan TWP Gili Matra. Hasil
pemetaan daerah penangkapan ikan oleh nelayan ini selanjutnya dibandingkan
dengan peta zonasi yang dibuat oleh BKKPN Kupang agar dapat menentukan
kesesuaian daerah penangkapan ikan.
8
Gambar 4. Tahapan penelitian pada aspek Partisipatory fishing ground mapping
Tekanan Wisata
Pendugaan terhadap aspek tekanan wisata bertujuan agar dapat
menganalisa keterkaitan antara kegiatan wisata dan perikanan. Kegiatan wisata
dapat menimbulkan dampak secara tidak langsung terhadap kegiatan wisata, baik
secara ekologi maupun sosial. Dampak yang ditimbulkan secara ekologi yaitu
terhadap kondisi terumbu karang, kelimpahan ikan, dan kualitas perairan. Dampak
secara sosial yang ditimbulkan adalah banyak nelayan yang beralih profesi
sebagai penyedia wisata. Pada penelitian ini dilakukan uji korelasi untuk melihat
seberapa erat hubungan antara parameter tersebut.
Gambar 5. Tahapan penelitian pada aspek tekanan wisata
Kebutuhan Ruang Ekologis
Kajian aspek daya dukung perikanan melalui pendekatan ruang ekologis
dilakukan untuk mengetahui luasan pemanfaatan perikanan dan keberlanjutan
kegiatan perikanan. Penilaian kebutuhan ruang ekologis dilakukan melalui
beberapa tahap. Tahapan ini dimulai dengan mengumpulkan data produksi ikan
hasil tangkapan, selanjutnya dilakukan perhitungan kebutuhan produktivitas
primer dan kemudian menghitung kebutuhan ruang ekologis/EF. Keberlanjutan
Y1
X1
X3
Y2
Y3
X2
Wawancara
Nelayan
Peta Daerah
Penangkapan
Peta Zonasi oleh
BKKPN Kupang
Kesesuaian Daerah
Penangkapan
Peta Dasar
TWP Gili Matra
T. Karang
Ikan
Terumbu
Kualitas
Perairan
Nelayan
Wisatawan
Uji Korelasi
Uji Korelasi
Uji Korelasi
Keeratan
Hubungan
9
perikanan dapat dilihat dengan membandingkan luas kebutuhan ruang ekologis
dengan luas biocapacity (luas perairan produktif yang tersedia).
Gambar 6. Tahapan penelitian pada aspek kebutuhan ruang ekologis
Penilaian Indikator EAFM
Penilaian indikator EAFM dilakukan untuk dapat mengetahui kondisi
kawasan TWP Gili Matra terhadap enam domain yaitu sumberdaya ikan, habitat
dan ekosistem, teknologi penangkapan ikan, ekonomi, sosial, dan kelembagaan.
Penentuan status pengelolaan perikanan pada TWP Gili Matra dilakukan melalui
analisis komposit terhadap indikator pada setiap domain. Hasil analisis komposit
ini dapat divisualisasikan dengan teknik flag modelling agar dapat mengetahui
status pengelolaan perikanan di TWP Gili Matra.
Gambar 7. Tahapan penelitian pada aspek penilaian indikator EAFM
2.4 Teknik Pengumpulan Data
Ekosistem terumbu karang
Pengambilan data ekosistem terumbu karang dilakukan pada tiga titik
pengamatan mengunakan metode foto kuadrat. Metode ini menggunakan
teknologi foto digital di sepanjang transek garis. Transek garis yang dipasang
memiliki panjang 50 m, dimana posisi pulau berada disebelah kanan.
Pengambilan data foto digital dilakukan menggunakan tetraport foto transek (1m
x 1m) di sepanjang garis yang dimulai dari transek 1 yang berada pada sisi
sebelah kiri dari transek garis, kemudian transek 2 pada sebelah kanan pada 1 m
berikutnya dan demikian seterusnya hingga transek ke-50 yang berada pada sisi
sebelah kanan (Gambar 8).
Kebutuhan
Produktivitas
Primer/PPR
Kebutuhan
Ruang
Ekologis/EF
Keberlanjutan
Perikanan
Biocapacity
Status
Pengelolaan
Perikanan
Analisis
Komposit Kriteria
Indikator
Bobot
Indikator Skor
Indikator
Flag Modelling
Data
Produksi
10
Gambar 8. Metode foto kuadrat (KP3K-KKP 2013)
Ikan
Pengamatan ikan dibagi menjadi pengamatan terhadap ikan terumbu dan
ikan hasil tangkapan yang didaratkan oleh nelayan. Pengamatan kondisi ikan
terumbu, parameter yang akan diamati yaitu jenis dan jumlah ikan terumbu.
Metode yang digunakan adalah teknik pencatatan visual sensus yaitu mencatat
jenis dan jumlah ikan yang ditemukan sepanjang transek (Hill dan Wilkinson
2004).
Metode visual sensus dilakukan di sepanjang transek garis yang digunakan
untuk pengambilan data terumbu karang. Pengambilan data dilakukan dengan cara
mencatat spesies ikan terumbu dengan jarak pandang 5 meter (2.5 m ke kanan dan
2.5 m ke kiri) dari transek, kemudian ke arah depan sepanjang transek garis yaitu
50 meter. Pengamatan ikan hasil tangkapan dilakukan selama satu bulan dan
dilakukan identifikasi spesies ikan menggunakan Buku Indonesian Reef Fishes
(Kuiter dan Takamasa 2001) dan Marine Fishes (Allen 1997).
Kualitas perairan
Pengambilan data kualitas perairan dilakukan untuk mengukur kualitas air
pada titik pengamatan terumbu karang. Parameter kualitas air yang diukur adalah
suhu, kedalaman, pH, salinitas, DO (Dissolved Oxygen) dan BOD (Biochemical
Oxygen Demand). Pengukuran suhu, kedalaman, pH, salinitas dan DO dilakukan
langsung dilapangan. Pengukuran BOD dilakukan dengan menggambil sampel air
di setiap titik sampling, kemudian dianalisis di Laboratorium Produktivitas dan
Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Pengukuran
BOD dilakukan dengan metode APHA, ed. 22, 2012, 2510-B.
Wawancara
Metode wawancara dilakukan dengan bantuan daftar pertanyaan
terstruktur atau kuisioner (Lampiran 12 dan 13). Wawancara dibagi menjadi dua,
yaitu wawancara terhadap rumat tangga perikanan (nelayan) dan kelembagaan
kepada pihak pengelola dan pemangku kepentingan di TWP Gili Matra.
50 m
1m
1m
11
2.5 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi alat dan
bahan yang digunakan untuk mengukur data biofisik (ekologi) dan sosial ekonomi
yang dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
No Alat dan Bahan Kegunaan
1 Peta dasar wilayah Gili Matra Memetakan daerah penangkapan
2 penggaris mengukur panjang ikan
3 Alat Selam Penyelaman
4 Kamera bawah air Dokumentasi
5 Newtop (Sabak) Mencatat jenis ikan karang
6 Refraktometer Mengukur salinitas
7 pH meter Mengukur pH
8 Do meter Mengukur DO dan suhu
9 Botol Sampel Mengukur BOD
10 Kuisioner Wawancara
3. ANALISIS DATA
3.1 Partisipatory Fishing Ground Mapping
Pendekatan partisipatory fishing ground mapping dilakukan melalui
wawancara daerah penangkapan ikan oleh nelayan dengan menggunakan peta
dasar TWP Gili Matra. Hasil dari pendekatan partisipatory ground mapping
dibandingkan dengan peta tata ruang wilayah penangkapan ikan.
3.2 Terumbu Karang
Analisis data terumbu karang meliputi persentase tutupan karang,
persentase tutupan alga dan indeks mortalitas karang. Persentase tutupan terumbu
karang dan tutupan alga dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak CPCe
4.1 (Coral Point Count With Excel Extension). CPCe dirancang khusus untuk
menghitung dengan cepat dan efisien tutupan karang di daerah tertentu (Kohler
dan Gill 2005). Perhitungan indeks mortalitas karang (MI) dilakukan untuk
mengetahui tingkat kematian dari terumbu karang. Indeks mortalitas dihitung
dengan rumus sebagai berikut (English et al. 1994):
MI = 𝑝𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝𝑎𝑛 𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑡𝑖
𝑝𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝𝑎𝑛 𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝 + 𝑝𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝𝑎𝑛 𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑡𝑖
Nilai indeks mortalitas berkisar antara 0-1. Semakin banyak nilai penutupan
karang mati maka nilai MI semakin mendekati satu dan sebaliknya.
12
3.3 Ikan Terumbu
Analisis data ikan karang dibagi menjadi kelimpahan ikan, indeks
keanekaragamaan (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominasi (C).
Kelimpahan ikan terumbu merupakan jumlah ikan terumbu yang ditemukan pada
suatu luasan transek pengamatan. Kelimpahan ikan terumbu dapat dihitung
dengan rumus (Odum 1971):
A
NixD
000.10
Dimana, D adalah kepadatan/kelimpahan individu (ind/ha), Ni adalah jumlah
individu (ind), dan A adalah luas pengambilan data (ha). Perhitungan
keanekaragaman ikan karang dilakukan dengan menggunakan indeks Shannon-
Wiener (H’) dengan rumus sebagai berikut (Krebs 1972):
H′ = − 𝑝𝑖 ln𝑝𝑖
𝑛
𝑖=1
Dimana, H’ adalah indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, pi adalah
perbandingan jumlah ikan karang spesies ke-i (ni) terhadap jumlah total (N) = ni/
N. Perhitungan indeks keseragaman ikan karang dilakukan dengan rumus :
E =𝐻′
𝐻′𝑚𝑎𝑥
Dimana, E adalah indeks keseragaman, H′ adalah keseimbangan spesies, H′ max
adalah indeks keanekaragaman maksimum yaitu = ln S, dan S adalah jumlah total
spesies. Perhitungan indeks dominasi diperlukan untuk mengetahui tingkat
dominasi suatu spesies ikan di perairan. Indeks dominasi Simpson (C) diperoleh
dengan rumus sebagai berikut :
𝐶 = 𝑝𝑖2𝑛
𝑖=1
Dimana, C adalah indeks dominasi, pi adalah proporsi jumlah individu pada
spesies ikan karang, N adalah jumlah individu seluruh spesies, ni adalah jumlah
individu dari spesies ke-i, dan i adalah 1,2,3....n.
3.4 Analisis Korelasi
Analisis korelasi adalah metode statistika yang digunakan untuk
menentukan kuatnya atau derajat hubungan linier antara dua variabel atau lebih.
Semakin nyata hubungan linier (garis lurus), maka semakin kuat atau tinggi
derajat hubungan garis lurus antara kedua variabel atau lebih. Ukuran untuk
derajat hubungan garis lurus ini dinamakan koefisien korelasi (Hasanah 2013).
Analisis korelasi dilakukan pada beberapa parameter yaitu:
1. X1: jumlah wisatawan terhadap Y1: jumlah nelayan;
2. X2: persentase tutupan karang keras hidup terhadap Y2: kelimpahan ikan;
3. X3: BOD terhadap Y3: persentase tutupan karang keras hidup.
13
Pengujian korelasi yang dilakukan menggunakan gabungan data olahan
primer dan data sekunder dari BKKPN Kupang. Analisis korelasi dilakukan
dengan menggunakan sotware SPSS 20 (Statistical Product and Service
Solutions). DeVaus (2002) menyatakan bahwa interval kekuatan hubungan yaitu:
1. 0.00 tidak ada hubungan;
2. 0.01-0.09 hubungan kurang berarti;
3. 0.10-0.29 hubungan lemah;
4. 0.30-0.49 hubungan moderat;
5. 0,50-0.69 hubungan kuat;
6. 0.70-0.89 hubungan sangat kuat;
7. >0.90 hubungan mendekati sempurna.
3.5 Kebutuhan Ruang Ekologis (Ecological Footprint)
Kebutuhan ruang ekologis atau ecological footprint dapat digunakan untuk
menduga daya dukung perikanan. Ecological Footprint adalah konsep daya
dukung lingkungan dengan memperhatikan tingkat konsumsi masyarakat.
Pendekatan EF perikanan secara statis dilakukan dengan memperhitungkan
kebutuhan produktivitas primer (primary production required/PPR) (Pauly dan
Cristensen 1995). Pauly dan Christensen (1995) membagi sistem perairan menjadi
enam yaitu
1. Open ocean system;
2. Upwelling system;
3. Tropical shelves;
4. Non tropical shelves;
5. Coastal/reef system;
6. Freshwater system.
Produktivitas primer masing-masing sistem tersebut secara berurutan yaitu 103,
973, 310, 310, 890, 290 gC/m2/th.
Penentuan kebutuhan produktivitas primer (PPR) dihitung dengan
mengkonversi berat ikan ke dalam berat karbon yang dilakukan dengan Ci dibagi
9 sebagai konversi berat atom C. Kebutuhan produktivitas primer dihitung
berdasarkan rumus Pauly dan Christensen (1995) yaitu :
PPRi = 𝐶𝑖
9 × 10
(TLi
+ 1)
PPRi adalah kebutuhan produksivitas primer spesies ikan ke-i, Ci adalah hasil
tangkapan spesies ikan ke-i, dan TL-i adalah rata-rata jumlah transfer trophic level
produktivitas primer hasil tangkapan ke-i. Penentuan nilai TL dilakukan
berdasarkan nilai Trophic level pada setiap kelompok spesies dan dengan
memperhatikan kode grup spesies yang dikeluarkan FAO. Pada kawasan TWP
Gili Matra secara umum terdapat dua sistem perairan yaitu tropical shelves, dan
coastal and coral system (Tabel 3).
Jika rata-rata efisiensi transfer adalah 10% (Pauly dan Christensen 1995)
maka ruang ekologis sistem perairan dapat dihitung dengan formula (Wada 1999)
sebagai berikut:
EFa = 𝑃𝑃𝑅𝑖𝑎𝑛𝑖=1
𝑃𝑃𝑎
14
EFa adalah ruang ekologis sistem perairan a, PPRia adalah kebutuhan
produktivitas primer spesies i di sistem perairan a, PPa adalah produktivitas primer
sistem perairan a, dan n adalah jumlah spesies ikan.
Tabel 3. Trophic level beberapa jenis ikan di perairan TWP Gili Matra
Sistem
Perairan Kode FAO Kelompok Spesises
Trophic
Level
Tropical 24, 35 Small Pelagics 2.8
Shelves 31, 33, 39 Misc. Teleosteans 3.5
34, 37 Jacks, Mackerels 3.3
36 Tunas, Bonitos, Billfishes 4.0
57 Squids, Cuttlefishes, Octopuses 3.2
45 Shrimps, Prrawns 2.7
42-44, 47, 77
Lobster, Crabs and Other
Invetebrates 2.6
38 Sharks, Rays, Chimaeras 3.6
Coastal and 52-56, 58 Bivalves and Other Molluscs 2.1
Coral Systems 31, 39 Miscellaneous Marine Fishes 2.8
35 Herrings, Sardines, Anchovies 3.2
9 Seaweeds 1.0
34, 37 Jacks, Mackerels 3.3
23-25 Diadromous Fishes 2.8
43-45, 47 Shrimps, Prrawns 2.6
42, 74-77
Crustaceans and Other
Invertebrates 2.4
72 Turtles 2.4 Sumber: Pauly dan Christensen (1995)
3.6 Analisis Indikator EAFM
Analisis EAFM merupakan salah satu pendekatan multi atribut dengan
pendekatan kepada gejala atau performa indikasi kondisi ekosistem perairan
secara umum (KKP 2012). Menurut FAO (2005), terdapat beberapa prinsip yang
harus diperhatikan dalam implementasi pengelolaan perikanan dengan pendekatan
ekosistem (EAFM) yaitu; (1) Perikanan harus dikelola pada batas yang
memberikan dampak yang dapat ditoleransi oleh ekosistem; (2) Interaksi ekologis
antar sumberdaya ikan dan ekosistemnya harus dijaga; (3) Perangkat pengelolaan
sebaiknya compatible untuk semua distribusi sumberdaya ikan; (4) Tindakan
pencegahan dalam pengambilan keputusan diperlukan karena pengetahuan
terhadap ekosistem tidak lengkap/terbatas; (5) Tata kelola perikanan mencakup
kepentingan sistem ekologi dan sistem manusia.
Analisis EAFM ini dilakukan melalui pendekatan indikator. Indikator
secara sederhana didefinisikan sebagai sebagai sebuah alat atau jalan untuk
mengukur, mengindikasikan, atau merujuk sesuatu hal dengan lebih atau kurang
dari ukuran yang diinginkan (Gavaris 2009). Pada penelitian ini dilakukan
penilaian terhadap 26 indikator yang terbagi kedalam enam domain. Setiap
15
indikator memiliki kriteria dan bobot penilaian yang berbeda. Kriteria dan bobot
masing-masing indikator dapat dilihat pada Tabel 4,5, dan 6 (KKP 2012).
Tabel 4. Metode pengukuran, kriteria, dan bobot indikator pada domain
sumberdaya ikan, dan habitat dan ekosistem
Domain Indikator Metode
Pengukuran Kriteria Bobot
Sumberdaya Ukuran Ikan Pengukuran 1 = ukuran semakin kecil 40
ikan
langsung 2 = ukuran relatif tetap
3 = ukuran semakin besar
Proporsi Ikan Pengukuran 1 = banyak sekali (> 60%) 30
Yuwana langsung 2 = banyak (30 - 60%)
3 = sedikit (<30%)
Range Collapse Wawancara 1 = semakin sulit 16
2 = relatif tetap
3 = semakin mudah
Spesies ETP Wawancara 1 = banyak (>20% proporsi) tangkapan spesies ETP 10
2 = sedikit (<20% proporsi) tangkapan spesies ETP
3 = tidak ada spesies ETP yang tertangkap
Densitas Ikan Pengukuran 1 = jumlah individu < 10 ind/m2 4
Karang langsung 2 = jumlah individu = 10 ind/m2
3 = jumlah individu > 10 ind/m2
Jumlah 100
Habitat dan Kualitas Perairan Pengukuran
langsung dan 1 = untuk kekeruhan tinggi 22
Ekosistem
Data sekunder 2 = untuk kekeruhan sedang
3 = untuk kekeruhan rendah
Status Lamun Data sekunder 1 = tutupan < 30%. 17
2 = tutupan lamun 30% - 50%.
3 = tutupan > 50%.
Status Mangrove Data sekunder 1 = kerapatan rendah (<1000 pohon/ha) 17
2= kerapatan sedang (1000 - 1500 pohon/ha)
3 = kerapatan tinggi (>1500 pohon/ha)
Status Terumbu
Pengukuran
langsung dan 1 = tutupan terumbu karang hidup < 25% 17
Karang Data sekunder 2 = tutupan karang hidup 25 - 50%
3 = tutupan karang hidup > 50%.
Habitat Unik Wawancara
1 = Belum ada upaya pengelolaan terhadap habitat
unik 17
2 = ada upaya pengelolaan habitat unik, tapi belum
berjalan secara optimal
3 = implementasi pengelolaan habitat unik sudah berjalan dengan baik
Perubahan iklim
terhadap kondisi
Intepretasi data
sekunder
1 = jika wilayah belum memiliki kajian tentang
dampak perubahan iklim 11
perairan dan habitat
2 = jika diketahui adanya dampak perubahan iklim
tapi tidak diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi
3 = jika telah diketahui adanya dampak perubahan
iklim dan diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi
Jumlah 100
Sumber: KKP 2012
16
Tabel 5. Metode pengukuran, kriteria, dan bobot indikator pada domain teknologi
penangkapan ikan, ekonomi, dan sosial
Domain Indikator Metode
Pengukuran Kriteria Bobot
Teknologi
Penangkapan Metode penangkapan ikan yang Wawancara
1 = frekuensi pelanggaran > 10 kasus per
tahun 43
ikan bersifar destruktif dan illegal
2 = frekuensi pelanggaran 5-10 kasus per
tahun
3 = frekuensi pelanggaran <5 kasus per tahun
Modifikasi alat penangkapan ikan Wawancara
1 = lebih dari 50% ukuran target spesies <
Lm 36
dan alat bantu penangkapan
2 = 25%-50% ukuran target spesies < Lm
3 = kurang dari 25% ukuran target spesies <
Lm
Selektivitas tangkapan Wawancara 1 = Nilai PS’ > 75% 21
2 = Nilai PS’ antara 50% - 75%
3 = Nilai PS’ < 50%)
Jumlah 100
Ekonomi Kepemilikan aset Wawancara 1 = aset produktif berkurang 50
2 = aset produktif tetap
3 = aset produktif bertambah
Pendapatan rumah tangga Wawancara 1 = pendapatan rumah tangga < dari UMR 29
2 = pendapatan rumah tangga = UMR
3 = pendapatan rumah tangga > UMR
Saving rate Wawancara 1 = untuk SR < / = tingkat bunga 21
2 = untuk SR > sampai = 2x tingkat bunga
3 = untuk SR > dari 2x sampai = 3x tingkat bunga
Jumlah 100
Sosial Partisipasi pemangku Wawancara 1 = untuk < 50% 40
kepentingan
2 = untuk 50 – 75%
3 = untuk > 75%
Konflik perikanan Wawancara 1 = untuk > 3 kali kejadian konflik perikanan 35
2 = untuk 2 – 3 kali kejadian
3 = untuk 1 kali kejadian
Pemanfaatan pengetahuan lokal Wawancara 1 = untuk ketiadaan pengetahuan lokal 25
dalam pengelolaan Sdi
2 = untuk ketidak efektifan penerapan
pengetahuan lokal
3 = untuk penerapan pengetahuan lokal yang efektif
Jumlah 100
Sumber: KKP 2012
17
Tabel 6. Metode pengukuran, kriteria, dan bobot indikator pada domain
Kelembagaan
Domain Indikator Metode
Pengukuran Kriteria Bobot
Kelembagaan Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip Wawancara 1 = frekuensi pelanggaran > 5 kasus
dalam satu tahun 25
perikanan yang bertanggung jawab
2 = frekuensi pelanggaran antara 2-4 kasus dalam satu tahun
3 = frekuensi pelanggaran < 2 kasus
dalam satu tahun
Kelengkapan aturan main Wawancara 1 = ada tapi jumlahnya berkurang 11
2 = ada tapi jumlahnya tetap
3 = ada dan jumlahnya bertambah
1 = tidak ada alat dan orang 11
2 = ada tapi tidak ada tindakan
3 = ada dan terjadi penindakan
Mekanisme kelembagaan Wawancara
1 = apabila ada keputusan tetapi tidak
dijalankan 18
2 = apabila keputusan dikeluarkan tetapi tidak dijalankan sepenuhnya
3 = apabila keputusan dikeluarkan dan dijalankan sepenuhnya
Rencana pengelolaan perikanan Wawancara 1 = jika belum terdapat RPP 15
2 = jika ada RPP namun belum
dijalankan sepenuhnya
3 = jika ada RPP dan dijalankan
sepenuhnya
Tingkat sinergitas kebijakan dan Wawancara 1 = jika terjadi konflik antar lembaga 11
kelembagaan pengelolaan perikanan
2 = jika terjadi komunikasi tetapi tidak
efektif
3 = jika sinergi antar lembaga berjalan
baik
Kapasitas pemangku kepentingan Wawancara 1 = jika tidak ada upaya peningkatan kapasitas
9
2 = jika ada upaya tetapi tidak
difungsikan
3 = jika ada upaya dan berfungsi dengan
baik
Jumlah 100
Sumber: KKP 2012
Visualisasi hasil penilaian indikator EAFM menggunakan teknik flag
modeling. Teknis Flag Modeling dilakukan dengan pendekatan multi-criteria
analysis (MCA) di mana sebuah set kriteria dibangun sebagai basis bagi analisis
keragaan wilayah pengelolaan perikanan dilihat dari pendekatan ekosistem dalam
pengelolaan perikanan melalui pengembangan indeks komposit dengan tahapan
sebagai berikut (Adrianto et al. 2005) :
1. Tentukan kriteria untuk setiap indikator masing-masing aspek EAFM
(habitat, sumberdaya ikan, teknis penangkapan ikan, sosial, ekonomi dan
kelembagaan)
2. Kaji keragaan masing-masing WPP untuk setiap indikator yang diuji.
3. Berikan skor untuk setiap keragaan indikator pada masing-masing WPP
(skor Likert berbasis ordinal 1,2,3)
4. Tentukan bobot untuk setiap indikator
18
5. Kembangkan indeks komposit masing-masing aspek untuk setiap WPP
dengan model fungsi :
CAi = f (CAni….n=1,2,3…..m)
6. Kembangkan indeks komposit untuk seluruh keragaan EAFM pada
masing-masing WPP dengan model fungsi sebagai berikut :
C-WPPi = f (CAiy……y = 1,2,3……z; z = 11)
Indikator yang dinilai kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis
komposit sederhana berbasis rataan aritmetik yang kemudian ditampilkan dalam
bentuk model bendera (KKP 2012) (Tabel 7).
Tabel 7. Visualisasi model bendera untuk indikator EAFM
Nilai Skor Komposit Model Bendera Deskripsi
100-125 Buruk
126-150 Kurang Baik
151-200 Sedang
201-250 Baik
251-300 Baik Sekali Sumber: KKP 2012
3.7 Pendekatan Keputusan Taktis
Pendekatan keputusan taktis merupakan suatu tindakan untuk menentukan
langkah taktis yang akan dilakukan untuk mencapai rencana strategi pengelolaan.
Pengambilan keputusan taktis adalah memutuskan pada tindakan (taktik) untuk
mencapai strategi pengelolaan (Trophia Ltd 2011). Penilaian indikator merupakan
salah satu cara pengukuran (management measure) dalam pengelolaan perikanan
untuk mendapatkan suatu set data yang akan digunakan dalam pengambilan
keputusan taktis. Keputusan taktis merupakan langkah yang diambil untuk
pengelolaan sebagai respon dari data perikanan (Trophia Ltd 2011). Langkah-
langkah pendekatan keputusan taktis adalah sebagai berikut :
1. Menentukan tujuan pengelolaan (management objective) yang dapat
dilakukan.
2. Menetapkan titik acuan (reference point).
3. Menetapkan strategi yang akan dilakukan.
4. Menentukan langkah-langkah taktis untuk mencapai strategi pengelolaan.
19
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Taman Wisata Perairan (TWP) Gili Matra merupakan salah satu kawasan
konservasi laut yang terdiri dari pulau Gili Meno, Gili Trawangan, dan Gili Ayer
(Matra) yang terletak di Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten
Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. TWP Gili Matra di kelola oleh sebuah Unit
pelaksana teknis yang di bentuk oleh Direktorat Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil (KP3K), Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan nama Balai Kawasan
Konservasi perairan Nasional (BKKPN) yang berkedudukan di Kupang NTT.
Luas kawasan TWP Gili Matra sebesar 2 954 Ha. Secara geografis TWP Gili
Matra terletak pada 8º 20’00” - 8º 23’00” LS dan 116º00’00” - 116º 08’00” BT.
Batas-batas Taman Wisata Perairan Gili Matra adalah sebagai berikut:
1. Utara : berbatasan dengan Laut Jawa.
2. Selatan : berbatasan dengan Desa Pamenang Barat dan Desa Malaka.
3. Barat : berbatasan dengan Selat Lombok.
4. Timur : berbatasan Laut Sira.
Penduduk di Desa Gili Indah terdiri dari 992 kepala keluarga dengan
jumlah penduduk sebesar 3 694 orang yang terdiri dari 1 870 laki-laki dan 1 824
perempuan (Desa Gili Indah 2013). Mata pencaharian pokok penduduk Gili Indah
yaitu pada bidang wisata dan perikanan. Pada awalnya sebagian besar penduduk
Gili Indah memiliki mata pencaharian sebagai nelayan, namun seiring dengan
berkembangannya kegiatan wisata, jumlah nelayan mengalami penurunan. Saat
ini jumlah nelayan yang terdapat di Gili Indah yaitu sebesar 215 orang (6.74 %),
sedangkan jumlah penduduk yang bekerja pada bidang wisata mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun dan saat ini mencapai 2 479 orang (77.67%). Gili
Matra terdiri dari Gili Meno, Trawangan, dan Ayer yang masing-masing pulau
memiliki profil yang berbeda.
Gili Meno merupakan pulau yang berada diantara Gili Trawangan dan Gili
Ayer. Salah satu potensi wisata di pulau ini adalah danau yang terdapat di tengah
pulau dan dikelilingi oleh pohon mangrove. Jumlah wisatawan yang berkunjung
ke Gili Meno merupakan yang paling sedikit diantara ketiga gili. Tujuan wisata di
Gili Meno umumnya untuk mencari pengetahuan (wisata study) dan ketenangan
berwisata. Wisata mencari pengetahuan dilakukan pada area mangrove yang
berada di sekitar danau, karena pada ekosistem mangrove tersebut terdapat
komunitas burung. Wisatawan juga berwisata untuk mencari ketenangan karena
diantara ketiga gili, Gili Meno merupakan yang paling sepi. Masyarakat di pulau
ini masih cukup banyak yang bekerja sebagai nelayan. Nelayan Gili Meno
umumnya melakukan kegiatan penangkapan secara individu.
Gili Trawangan merupakan pulau terluar atau terjauh dari daratan lombok.
Pulau ini memiliki jumlah kunjungan wisatawan terbanyak dibandingkan dengan
Gili Meno dan Gili Ayer. Masyarakat di Pulau ini umumnya memiliki pekerjaan
di bidang wisata dan hanya sekitar dua orang saja yang masih aktif sebagai
nelayan. Pulau ini sudah lebih banyak dikembangkan dalam sektor wisata.
Diantara ketiga gili, Gili Ayer merupakan pulau yang lebih
dikembangakan dalam kegiatan perikanan. Jumlah nelayan terbanyak terdapat di
20
Gili Ayer. Pulau ini juga merupakan pulau yang memiliki aktivitas perikanan
yang tinggi. Menurut pernyataan masyarakat setempat, dulunya semua penduduk
di Gili Ayer merupanan nelayan, tetapi setelah mulai masuknya wisata ke Gili
Ayer, banyak masyarakat yang pindah profesi dalam sektor wisata.
Potensi Perikanan
Kegiatan perikanan yang dilakukan di TWP Gili Matra merupakan
kegiatan perikanan tangkap dan budidaya. Kegiatan budidaya dilakukan dengan
menggunakan keramba jaring apung (KJA) sebanyak 1 unit yang terdapat di Gili
Ayer dengan produksi sebesar 2 ton pada tahun 2012 dan 2013 (Desa Gili Indah
2012;2013). Kegiatan perikanan tangkap yang dilakukan oleh masyarakat masih
tergolong kegiatan perikanan skala kecil. Kegiatan penangkapan masih dilakukan
secara tradisional dengan menggunakan perahu kecil atau sampan. Jenis-jenis ikan
hasil tangkapan nelayan cukup beragam. Terdapat 16 jenis ikan hasil tangkapan di
Gili Ayer (Tabel 8).
Tabel 8. Jenis ikan hasil tangkapan yang didaratkan di Gili Ayer
Nama Lokal Nama Ilmiah Nama Umum
Membireng Acanthurus mata Elongate surgeonfish
Membiluk Naso lopezi Elongate unicornfish
Geranggang/ Pterocaesio tile, Caesio teres Dark-banded fusilier, Double-lined fusilier
Sulir Caesio striata, Pterocaesio digramma Striated fusilier, Yellow and blueback fusilier
Serpik Siganus argentus Streamlined spinefoot
Buah-Buah Pterocaesio tile Dark-banded fusilier
Terinjang Stolephorus Sp. -
Mogong Coris gaimard African coris
Lajang Monotaxis grandoculis Humpnose big-eye bream
Tombang Wattsia mossambica Mozambique large-eye bream
Pogot Melichthys niger Black triggerfish
Gobang-gobang Chromis caudalis Blue-axil chromis
Paso Tylosurus gavialoides Pennant coralfish
Kalipimping Heniochus diphreutes Pennant coralfish
Leto-leto abudefduf vaigiensis Indo-Pacific sergeant
Sumber: Data primer (diolah) 2014
Jenis ikan hasil tangkapan yang diperoleh tergolong dalam famili
Achanturidae, Pomacentridae, Chaetodontidae, Haemulidae, Lethrinidae,
Labridae, Balistidae, Caesionidae, Siganidae, Belonidae, Engraulidae dan
Carangidae. Jumlah jenis spesies terbanyak terdapat pada famili Achanturidae dan
Caesionidae. Pada kawasan TWP Gili Matra masih belum terdapat TPI (tempat
pelelangan ikan), sehingga ikan yang didaratkan oleh nelayan langsung dibeli oleh
pedagang pengumpul. Ikan yang telah dibeli oleh pengumpul lalu dijual keliling
21
desa kepada masyarakat setempat. Ikan Hasil tangkapan dijual pada di sekitar
Desa Gili Indah, Tanjung dan Ampenan.
Kegiatan perikanan di Gili Matra juga belum memiliki koperasi nelayan
yang berfungsi sebagai perantara dalam memasarkan hasil tangkapan ikan. Hal ini
menyebabkan nelayan mengalami kesulitan dalam menjual hasil tangkapannya
kepada konsumen. Pada musim puncak, banyak ikan hasil tangkapan nelayan
yang tidak terjual dan bahkan terjual dengan harga yang sangat murah. Misalkan
saja pada musim paceklik harga ikan tongkol dapat mencapai Rp. 5 000/ekor,
pada musim sedang berkisar antara Rp. 2 000 - 3 000/ekor, sedangkan pada
musim puncak harga ikan tongkol hanya Rp. 500/ekor.
Potensi Wisata
Kegiatan wisata merupakan salah satu kegiatan utama yang dilakukan di
kawasan Gili Matra. Kegiatan wisata yang dilakukan berupa kegiatan wisata
bahari seperti wisata pantai, diving, snorkeling, surfing, berenang, dan
memancing. Perkembangan kegiatan wisata di kawasan Gili Matra memberikan
keuntungan bagi masyarakat setempat. Masyarakat setempat memperoleh
keuntungan dengan menjual barang dan jasa di bidang wisata.
Pekerjaan masyarakat di bidang wisata berupa pemilik penginapan dan
bungalow, penyedia kapal, pemandu wisata, karyawan hotel dan resort,
pengusaha diving, penyewaan ADS, pekerja restauran, boat man, kapten fastboat,
pemilik kafe, dan art shop. Daya tarik ekosistem dan biota di kawasan TWP Gili
Matra ini membuat jumlah wisatawan yang berkunjung ke Gili Matra meningkat
dari tahun 2009 hingga 2013 (Gambar 9).
Gambar 9. Kunjungan wisatawan ke TWP Gili Matra Tahun 2009-2013 (Dinas
Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi, dan Informatika 2013;
Unpublished data)
Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat bahwa trend kunjungan wisatawan
semakin meningkat dari tahun 2009 hingga tahun 2013. Kunjungan wisatawan
tertinggi yaitu pada tahun 2013 dan terendah pada Tahun 2009. Jumlah kunjungan
wisata tertinggi dimulai dari Gili Trawangan, Gili Air dan yang paling rendah di
Gili Meno. Wisatawan yang berkunjung ke Gili Matra terbagi menjadi wisatawan
mancanegara dan wisatawan nusantara (Gambar 10).
0
100000
200000
300000
400000
500000
2009 2010 2011 2012 2013
Wis
ataw
an(O
ran
g)
Tahun
Trawangan
Meno
Air
TOTAL
22
Gambar 10. Kunjungan wisatawan mancanegara, dan wisatawan nusantara ke
TWP Gili Matra Tahun 2009-2013 (Dinas Perhubungan, Pariwisata,
Komunikasi, dan Informatika 2013; Unpublished data)
Berdasarkan Gambar 10, dapat dilihat bahwa trend rata-rata kunjungan
wisatawan mancanegara lebih tinggi daripada kunjungan wisatawan nusantara.
Rata-rata kunjungan wisatawan mancanegara sebesar 89 035 orang dan wisatawan
nusantara sebesar 21 129. Kunjungan wisatawan mancanegara tertinggi yaitu pada
tahun 2013 dan terendah pada Tahun 2011. Kunjungan wisatawan nusantara
tertinggi yaitu pada Tahun 2011 dan terendah pada Tahun 2009.
4.2 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Karakteristik Responden
Responden yang diwawancarai terbagi menjadi responden rumah tangga
perikanan dan responden kelembagaan. Responden kelembagaan yang
diwawancarai yaitu pihak BKKPN Kupang satker Gili Matra, DPPKKP, WCS,
Kades dan Sekdes Gili Indah, Kadus Trawangan, Kadus Meno, Kadus Air, Gili
Cares, dan Kelompok Nelayan. Responden rumah tangga perikanan pada
penelitian ini terdiri dari 51 responden nelayan. Responden tersebut tersebar di
tiga dusun yaitu Gili Meno, Trawangan, dan Ayer. Sebesar 94% dari responden
nelayan merupakan penduduk asli, sisanya sebesar 6% merupakan penduduk dari
daratan lombok yang telah tinggal dan menetap di Gili Matra. Sebanyak 80.39%
responden merupakan nelayan utama, dan 19.61% merupakan nelayan sampingan.
Sebaran umur responden dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Sebaran umur responden nelayan di TWP Gili Matra
0
100000
200000
300000
400000
2009 2010 2011 2012 2013
Wis
ataw
an(O
ran
g)
Tahun
Wisatawan Mancanegara
Wisatawan Nusantara
1512
16
6
2
0
5
10
15
20
20-29 30-39 40-49 50-59 >59
Umur
23
Responden memiliki kisaran umur dari 20 hingga 64 tahun. Rata-rata
umur responden adalah 37 tahun, dimana usia termuda pada umur 20 dan usia
tertua pada umur 64 tahun. Latar belakang pendidikan responden nelayan yaitu
sebesar 51 % tidak bersekolah, 41 % SD, 4% SMP dan 4% SMA (Gambar 12).
Gambar 12. Komposisi tingkat pendidikan responden nelayan di TWP Gili Matra
Perikanan Tangkap
Rata-rata responden telah menjadi nelayan selama 16 tahun, dengan
jangka waktu terlama menjadi nelayan selama 50 tahun dan tersingkat selama 2
tahun. Responden nelayan di Gili Matra menggunakan 1-3 jenis alat tangkap.
Secara umum terdapa tiga jenis alat tangkap yaitu jaring, pancing dan panah.
Sebanyak 84.31% nelayan hanya menggunakan satu jenis alat tangkap saja,
11.77% yang menggunakan dua jenis alat tangkap dan 3.92% yang menggunakan
tiga jenis alat tangkap. Jenis alat tangkap dan hasil tangkapan oleh responden
nelayan disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Jenis alat tangkap dan dugaan hasil tangkapan responden nelayan di TWP
Gili Matra
No Alat Tangkap Trip
/Minggu
Jumlah
Orang
Hasil Tangkapan/trip
Puncak Sedang Paceklik
1 Muroami 6 10-15 1 500-3 000 ekor 300-1 500 ekor 150-300 ekor
2 Jaring Seret 6 8 5-60 000 ekor 1-10 000 ekor 2-1.000 ekor
3 Jaring Dengkol 6-7 6-8 900-1 500 ekor 600-1 200 ekor 150-300 ekor
4 Jaring Terinjang 6 1-2 375-500 kg 250-375 kg 5-25 kg
5 Jaring Benang 6 1 - - -
6 Pancing Tangan 6-7 1 27 kg 10-15 kg 3-5 kg
7 Pancing Tongkol 6-7 1 300-500 ekor 150-200 ekor 50-100 ekor
8 Pancing Tuna 6 1 20-30 ekor 5-10 ekor 1-2 ekor
9 Pancing geret 6 1 18-25 kg 10-15 kg 5-8 kg
11 Pancing Bottom 6 1 - - -
12 Pancing Trolling 6 1 25-40 kg 10-15 kg 5-10 kg
13 Pancing Layang 7 1 10 ekor 2-4 ekor 1-2 ekor
14 Pancing Rawai 6-7 1 250 ekor 50-100 ekor 10-50 ekor
15 Rapala Bawah 7 1 10 ekor 2-4 ekor 1-2 ekor
16 Panah 6 1-2 8-25 kg 4-6 kg 3 kg
Sumber: Data primer (diolah) 2014
Tidak Sekolah
41%
SD51%
SMP4%
SMA4%
24
Responden nelayan menangkap ikan secara berkelompok maupun
perorangan. Responden nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan secara
berkelompok adalah pada alat tangkap muroami, jaring dengkol, jaring seret,
jaring terinjang dan panah. Responden nelayan yang melakukan penangkapan
secara individu adalah pada alat tangkap pancing, rapala bawah dan jaring benang.
Responden nelayan rata-rata menangkap ikan 1 hingga 2 kali sehari dan 6-7 kali
seminggu. Alasan responden nelayan tidak pergi melaut adalah karena
memperbaiki mesin kapal, istirahat, hari besar, undangan pernikahan dan cuaca
buruk. Jenis kapal penangkapan yang dipakai oleh nelayan adalah berupa perahu
dengan menggunakan mesin tempel (outboard). Panjang perahu yang digunakan
oleh nelayan berkisar antara 2-14 meter. Mesin tempel yang digunakan berkisar
antara 3.5-40 PK dengan merk mesin yamaha, ketinting dan tohatsu. Jumlah
responden nelayan yang menggunakan perahu dengan kapasitas 40 PK sebesar
27.08%, kapasitas 25 PK sebesar 4.17%, kapasitas 15 PK sebesar 54.17%,
kapasitas 5.5 PK sebesar 10.42%, kapasitas 5 PK sebesar 2.08% dan kapasitas 3.5
PK sebesar 2.08%. Responden nelayan terbagi menjadi nelayan pemilik sebesar
42.86%, nelayan penggarap sebesar 8.16%, nelayan buruh sebesar 46.94% dan
nelayan ABK sebesar 2.04%.
4.3 Kesesuaian daerah penangkapan ikan
Pemetaan lokasi penangkapan ikan dilakukan dengan cara mewawancarai
nelayan tentang daerah penangkapan ikan. Kesesuaian daerah penangkapan ikan
dilakukan dengan membandingkan lokasi penangkapan ikan oleh nelayan dengan
peta zonasi kawasan yang didapatkan dari BKKPN Kupang (Gambar 13).
Gambar 13. Peta kesesuaian daerah penangkapan ikan di TWP Gili Matra
25
Daerah penangkapan ikan oleh nelayan Gili Matra sebagian terletak di
kawasan konservasi dan sebagian lagi diluar kawasan konservasi. Nelayan Gili
Air melakukan penangkapan ikan di zona perikanan berkelanjutan dan zona
pemanfaatan. Nelayan Gili Meno melakukan penangkapan ikan di zona perikanan
berkelanjutan, zona lainnya, zona pemanfaatan dan zona inti. Penangkapan ikan
oleh nelayan Gili Meno telah melanggar zonasi perikanan yang ada, karena
terdapat nelayan Gili Meno yang masih melakukan penangkapan di zona inti.
Nelayan Gili Trawangan tidak ada yang melakukan penangkapan di kawasan
konservasi, mereka cenderung melakukan penangkapan di luar wilayah
konservasi. Hal ini disebabkan oleh ikan target nelayan Gili Trawangan adalah
ikan tongkol dan ikan tuna.
4.4 Ekosistem Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu jenis ekosistem yang
terdapat pada kawasan TWP Gili Matra. Perairan terumbu karang banyak
dimanfaatkan oleh organisme penghuni terumbu karang sebagai daerah penyedia
makanan, daerah perkembangan, daerah asuhan, dan daerah perlindungan
(Radiarta et al. 1999).
Kondisi fisika dan kimia perairan
Pertumbuhan karang dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia perairan.
Faktor fisika kimia perairan yang mempengaruhi kondisi terumbu karang seperti,
kedalaman, suhu, dan salinitas. Persyaratan hidup karang batu seperti perairan
yang cerah, salinitas tinggi, dan suhu (Djohar 1999). Faktor- faktor fisik yang
mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang juga berpengaruh besar terhadap
struktur komunitas dan bentuk hidup terumbu karang (Djohar 1999). Nilai
parameter fisika dan perairan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Kondisi fisika kimia perairan pada tiga stasiun pengamatan di TWP Gili
Matra
Stasiun Koordinat Kedalaman
(m) Suhu
Salinitas
(ppm) pH
DO
(mg/l)
BOD
(mg/l) S E
TK 1 8.35616 116.04308 6 30.8 31 9.1 6.0 0.9
TK 2 8.35546 116.06242 7 31.7 32 9.5 5.0 1.4
TK 3 8.36220 116.08851 8 31.1 32 9.5 5.3 1.3 Sumber: Data primer (diolah) 2014
Kedalaman perairan pada tiga stasiun pengamatan berada pada kedalaman
6-8 meter. Suhu pada perairan berkisar antara 30.8-31.7 0C dan masih
memungkinkan untuk pertumbuhan karang. Nybakken (1988) menyatakan bahwa
untuk hidup binatang karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara
25-32 0C. Salinitas berkisar antara 31-32 ppm dan pH berkisar antara 9.1-9.5.
Nilai DO yang didapat berkisar antara 5-6 mg/l.
BOD5 merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada suatu
perairan, nilai BOD5 yang tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar
26
oleh bahan organik (Silalahi 2009). Nilai BOD yang didapat berkisar antara 0.9-
1.4 mg/l. Umumnya nilai BOD perairan laut sebesar 20 mg/l (Kepmen LH 2004).
Jika dibandingkan dengan baku mutu perairan laut, maka nilai BOD yang didapat
masih jauh lebih kecil. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan parameter fisika
seperti jarak titik dari daratan terdekat, suhu dan arus laut. Selain itu buangan hasil
limbah domestik dan industri juga dapat mempengaruhi nilai BOD (Effendi
2003).
Terumbu Karang
Penelitian ini melakukan pengamatan terhadap ekosistem terumbu karang
pada tiga titik pengamatan. Hasil pengamatan ekosistem terumbu karang dapat
dilihat pada Tabel 11. Tutupan substrat dasar perairan di tiga lokasi pengamatan
didominasi oleh kategori abiotik yang berupa pasir dan pecahan karang serta
kategori karang mati. Hal ini diduga oleh kegiatan perikanan yang merusak pada
masa lalu yaitu pengeboman ikan.
Tabel 11. Tutupan terumbu karang keras hidup, karang mati, biota lain, alga, dan
abiotik pada tiga stasiun pengamatan di TWP Gili Matra
Kode
Statisun Zona
Kategori
MI Karang
keras hidup
(%)
Karang
mati
(%)
Biota
lain
(%)
Alga
(%)
Abiotik
(%)
Total
(%)
TK 1 Zona Pemanfaatan 9 38 4 10 38 100 0.81
TK 2 Zona Lainnya 5 18 5 1 71 100 0.76
TK 3 Zona Pemanfaatan 11 22 7 5 55 100 0.67
Rata-rata 8 26 5 5 55 100 0.75
Sumber: Data primer (diolah) 2014
Tutupan karang keras hidup tertinggi terdapat pada stasiun TK 3 sebesar
11%, sedangkan tutupan karang keras hidup terendah terdapat pada stasiun TK 2
sebesar 5 %. Rata-rata penutupan karang keras hidup sebesar 8%. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai penutupan karang termasuk kategori 0-24.9% dengan
kriteria penilaian buruk (Kepmen LH no 4 2001). Nilai indeks mortalitas yang
didapat berkisar antara 0.67-0.81. Rata-rata indeks mortalitas yaitu sebesar 0.75.
Nilai rata-rata indeks mortalitas hampir mendekati 1 yang artinya semakin
mendekati 1 menunjukkan semakin banyaknya tutupan karang mati. Menurut
Sofian (2004) bahwa jika nilai indeks mortalitas mendekati 1 menunjukkan bahwa
terjadi perubahan yang berarti dari karang hidup menjadi karang mati.
Karang keras hidup yang terdapat pada stasiun pengamatan terdiri dari
jenis acropora branching, acropora tabular, coral branching, coral encrusting,
coral foliose, coral massive, coral millepora dan coral submassive. Karang mati
tertinggi terdapat pada stasiun TK 1 dan terendah pasa stasiun TK 2. Jenis karang
mati yang ditemukan yaitu dead coral with algae (DCA) dan recently dead coral
(RDC). Biota lainnya yang terdapat di stasiun pengamatan dari yang terbanyak
hingga yang terkecil yaitu jenis sponges, ascidians dan anemones, soft coral dan
27
zoanthids. Jenis alga yang ditemukan yaitu jenis halimeda, coraline algae, macro
algae, dan turf algae.
Ikan Terumbu
Hasil pengamatan pada tiga stasiun pengamatan menunjukkan terdapat 77
jenis ikan terumbu yang berasal dari 10 famili. Jumlah jenis ikan terumbu
tertinggi yaitu pada famili pomacanthidae sebesar 27 %. Jumlah jenis ikan
terumbu terendah yaitu pada famili serranidae, kyphosidae, zanclidae,
centriscidae, ostraciidae dan tetraodontidae sebesar 1 %. Berikut komposisi famili
ikan terumbu disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14. Komposisi famili ikan terumbu pada tiga stasiun pengamatan di TWP
Gili Matra
Kelimpahan ikan terumbu merupakan jumlah ikan terumbu yang
ditemukan pada suatu stasiun pengamatan persatuan luas transek pengamatan.
Kelimpahan ikan terumbu dianalisis pada tiga stasiun pengamatan di kawasan
TWP Gili Matra. Kelimpahan ikan terumbu pada masing-masing stasiun
pengamatan dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Kelimpahan ikan terumbu pada tiga stasiun pengamatan di TWP Gili
Matra
19%
2%
8%
18%
3%
27%
4%
3%
4%4%
8%
ACANTHURIDAE
BALISTIDAE
CHAETODONTIDAE
LABRIDAE
LUTJANIDAE
POMACANTHIDAE
SCARIDAE
SIGANIDAE
MULLIDAE
NEMIPTERIDAE
OTHERS
15 640
11 360
4 480
0
5000
10000
15000
20000
TK 1 TK 2 TK 3
Ke
limp
ahan
(in
d/h
a)
Stasiun Pengamatan
28
Kelimpahan ikan terumbu tertinggi yaitu pada stasiun TK 1 sebesar 15 640
ind/ha, sedangkan kelimpahan ikan terumbu terendah terdapat pada stasiun TK 3
sebesar 4 480 ind/ha. Kelimpahan ikan yang tinggi di TK 1 dapat disebabkan oleh
banyak terdapat biorock dan transplantasi karang di lokasi pengamatan TK 1.
Biorock di lokasi TK 1 cukup banyak dan memiliki bentuk yang beranekaragam
seperti bentuk bola/bulat, bentuk rumah dan persegi panjang. Dhahiyat (2003)
menyatakan bahwa pembuatan bidang terumbu baru di daerah yang rusak dengan
transplantasi karang, menunjukkan peningkatan habitat ikan karang. Nilai indeks
keanekaragaman, keseragaman, dan dominasi ikan terumbu dapat dilihat pada
Tabel 12.
Tabel 12. Indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominasi ikan terumbu pada
tiga stasiun pengamatan di TWP Gili Matra
Lokasi Ikan Terumbu
Indeks keanekaragaman
(H')
Indeks keseragaman
(E)
Indeks dominansi
(D)
TK 1 2.8060 0.7957 0.0922
TK 2 2.3588 0.7748 0.1558
TK 3 2.7042 0.8749 0.0880 Sumber: Data primer (diolah) 2014
Menurut Odum (1993) bahwa semakin besar nilai keanekaragaman (H’)
menunjukkan komunitas semakin beragam dan indeks keanekaragaman
tergantung dari variasi jumlah spesies yang terdapat dalam suatu habitat. Nilai
indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun TK 1 sebesar 2.8060 dan
terendah pada TK 2 sebesar 2.3588. Indeks keanekaragaman di tiga stasiun
pengamatan tergolong dalam kategori 1 <H’< 3, yang artinya memiliki
keanekaragaman sedang, penyebaran sedang dan kestabilan komunitas sedang.
Menurut Brower et al. (1990), keanekaragaman jenis adalah suatu ekspresi dari
struktur komunitas, dimana suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman
jenis tinggi, jika proporsi antar jenis secara keseluruhan sama banyak.
Odum (1993) menyatakan bahwa indeks kemerataan/keseragaman (E)
menggambarkan ukuran jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas
ikan. Nilai indeks keseragaman menunjukan kestabilan suatu komunitas. Nilai
indeks keseragaman tertinggi terdapat pada TK 3 dan terendah pada TK 2. Indeks
keseragaman termasuk kedalam kategori 0.6 <E≤ 1.0, yang artinya memiliki
keseragaman tinggi dan komunitas stabil. Nilai indeks dominansi tertinggi
terdapat pada TK 2 dan terendah pada TK 3. Indeks dominansi termasuk kategori
0 <C< 0,5, yang artinya memiliki dominasi rendah. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pada semua lokasi pengamatan memiliki nilai dominansi
yang rendah. Nilai dominansi yang rendah ini menujukkan nilai keseragamannya
akan tinggi. Menurut Latuconsina et al. (2012), jika ada beberapa jenis dalam
komunitas yang memiliki dominansi yang besar maka keanekaragamannya dan
keseragamannya rendah.
29
4.5 Analisis Korelasi
Pengujian korelasi dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi
pearson dan spearman rank. Pengujian korelasi pearson merupakan ukuran
derajat hubungan antara dua tabel dalam statistik parametrik (Hasanah 2013).
Hasil uji korelasi pearson dan spearman rank didapatkan nilai korelasi yang tidak
terlalu berbeda (Tabel 13).
Tabel 13. Nilai korelasi pearson dan spearman rank pada parameter jumlah
wisatawan, jumlah nelayan, terumbu karang, kelimpahan ikan, dan
BOD
X/Y Pearson Spearman rank
Jumlah
wisatawan1
Terumbu
karang2
BOD3
Jumlah
wisatawan1
Terumbu
karang2
BOD3
Jumlah nelayan 0.87
0.78
Kelimpahan ikan
0.15
0.02
Terumbu karang -0.16 -0.13 Ket: 1). P-value sebesar 0.13 dan 0.23, n=4, 2). P-value sebesar 0.72 dan 0.96, n=8, 3). P-value
sebesar 0.69 dan 0.73, n=9
Sumber: Data primer (diolah) 2014
Nilai korelasi terbesar terdapat pada hubungan antara jumlah wisatawan
dan jumlah nelayan yaitu sebesar 0.87 (pearson) dan 0.78 (spearman rank). Nilai
tersebut berarti bahwa hubungan korelasi antara jumlah wisataan dan jumlah
nelayan sangat kuat (0.70-0.89) (DeVaus 2002). Nilai korelasi terendah adalah
pada hubungan antara tutupan terumbu karang dan kelimpahan ikan terumbu
sebesar 0.15 (pearson) dan 0.02 (spearman rank). Hal ini berarti bahwa antara
tutupan terumbu karang dan kelimpahan ikan terumbu terdapat hubungan lemah
(0.10-0.29) dan kurang berarti (0.01-0.09) (DeVaus 2002).
Hubungan yang lemah antara tutupan terumbu karang dan kelimpahan
ikan terumbu ini dapat disebabkan tidak semua ikan penghuni ekosistem terumbu
karang memiliki keterkaitan langsung terhadap terumbu karang. Ikan-ikan yang
memiliki keterkaitan langsung terhadap terumbu karang yaitu pada famili
Chaetodontidae yang bergantung kepada karang hidup sebagai makananya dengan
memangsa polip karang. Pada penelitian yang dilakukan di TWP Gili Matra ini
ikan karang yang ditemukan tidak hanya pada Famili Chaetodontidae tetapi
terdapat 9 famili lainnya dan Famili Chaetodontidae yang ditemukan hanya
sebesar 8 %.
Nilai korelasi pada BOD dan tutupan terumbu karang bernilai negatif yaitu
sebesar -0.16 (pearson) dan -0.13 (spearman rank). Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Nababan (2009), yang menyatakan bahwa nilai
korelasi antara BOD dan tutupan terumbu karang bernilai negatif yaitu sebesar -
0.588. Korelasi negatif ini berarti bahwa jika terjadi kenaikan BOD maka akan
terjadi penurunan tutupan terumbu karang. Supranto (2000), menyatakan bahwa
hubungan korelasi dikatakan negatif kalau kenaikan X pada umumnya diikuti oleh
penurunan Y atau sebaliknya.
30
4.6 Kebutuhan Ruang Ekologis (Ecological Footprint)
Pendekatan ruang ekologis (ecological footprint) merupakan salah satu
pendekatan yang digunakan untuk menduga daya dukung perikanan. Pemanfaat
terhadap sumberdaya harus memperhatikan daya dukung lingkungan untuk
menjaga keberlanjutan sumberdaya tersebut. Daya dukung lingkungan harus
mempertimbangkan berbagai macam faktor seperti faktor sosial-budaya, ekonomi,
psikologis, dan persepsi yang tergantung pada perhatian khusus (Simon et al.
2003).
Wackernagel dan Ress (1996) mendefinisikan Ecological Footprint (EF)
sebagai area dari ruang produktif ekologi dalam beberapa kelas (termasuk area
laut) yang akan diperlukan pada basis keberlanjutan, yaitu untuk menyediakan
semua konsumsi energi dan material sumberdaya dan untuk menyerap semua
limbah yang dibuang oleh populasi dengan teknologi yang digunakan. EF
menyediakan modal alami yang dapat menentukan pada setiap skala, dari global
sampai ke rumah tangga, berapa banyak layanan alam yang dialokasikan untuk
mendukung entitas ini (Wackernagel 2001). Kajian EF perikanan dapat dilakukan
dengan menggunakan data produksi hasil tangkapan pada setiap jenis ikan (Tabel
14).
Tabel 14. Produksi ikan hasil tangkapan nelayan di Desa Gili Indah (2012-2013)
No Nama Ikan
Produksi
(kg/tahun)1)
Sistem Perairan2)
Trophic Level3)
2012 2013
1 Baronang 800 500 B 2.8
2 Bawal 2 000 1 000 B 3.3
3 Cumi 300 200 A 3.2
4 Gurita 800 100 A 3.2
5 Ekor kuning 250 350 B 2.8
6 Kerapu/sunuk 100 100 B 2.8
TOTAL 2 250 1 250
Ket: 1) Data Hasil Tangkapan Desa Gili Indah (2012;2013)
2) (A) Tropical Shelves, (B) Coastal and Coral System
3) Pauly dan Christensen (1995)
Produksi perikanan di Desa Gili Indah didominasi oleh ikan bawal. Jumlah
tangkapan ikan dari Tahun 2012 ke 2013 mengalami penurunan sebesar 1000 kg
yaitu 2 250 kg (2012) dan 1 250 kg (2013). Penelitian ini menggunakan analisis
EF untuk menghitung penggunaan atau pemanfaatan area maksimal agar
sumberdaya tetap lestari dan berkelanjutan. Pendekatan ini dapat digunakan
sebagai indikator batas biofisik dan keberlanjutan (Costanza 2000). Analisis EF di
Desa Gili Indah dihitung dengan membandingkan nilai EF pada Tahun 2012 dan
nilai EF Tahun 2013 (Tabel 15).
Nilai produktivitas primer (PPR) pada Coastal and Coral System lebih
tinggi daripada Tropical Shelves pada Tahun 2012 maupun 2013. Tingginya nilai
PPR pada Coastal and Coral System ini disebabkan oleh jenis ikan hasil
tangkapan di Desa Gili Indah lebih didominasi oleh ikan-ikan yang tergolong pada
Coastal and Coral System. Terdapat empat jenis ikan hasil tangkapan yang
31
tergolong Coastal and Coral System, dan hanya dua jenis ikan saja yang tergolong
Tropical Shelves (Desa Gili Indah 2012;2013).
Tabel 15. Kebutuhan ruang ekologis sistem perikanan di Desa Gili Indah
Karakteristik 2012 2013
PPR Coastal and Coral System (kg) 52 401.40 28 829.69
PPR Tropical Shelves (kg) 19 370.92 5 282.98
Jumlah Penduduka
3 684 3 694
Jumlah Wisatawanb
383 736 426 050
Total Penduduk 387 420 429 744
EF (km2/kapita) 0.3 x 10
-6 0.1 x 10
-6
Kebutuhan Ruang (km2) 0.12 0.05
Luas Zona Perikanan Berkelanjutanc (km
2) 18.97 18.97
Cakupan (kali) 0.006 0.003 Ket: a) Desa Gili Indah (2012;2013); b) Dispar 2013 Unpublished Data; c) KP3K-KKP 2013.
Nilai EF pada tahun 2012 ke tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 0.2
x 10-6
km2/kapita. Pada tahun 2012 estimasi nilai EF sebesar 0.3 x 10
-6 km
2/kapita
dengan luasan area yang dibutuhkan adalah 0.12 km2 atau sekitar 0.006 kali luas
kawasan TWP Gii Matra. Nilai EF mengalami penurunan pada tahun 2013
menjadi 0.1 x 10-6
km2/kapita dengan luasan area yang dibutuhkan sebesar 0.05
km2 atau sekitar 0.003 kali luas kawasan TWP Gii Matra. Penurunan nilai EF dari
Tahun 2012 ke 2013 dapat disebabkan oleh peningkatan total penduduk Gili
Indah. Total penduduk yang digunakan dalam perhitungan EF (km2/kapita)
merupakan total jumlah masyarakat setempat dan jumlah wisatawan. Kebutuhan
ruang ekologis mengalami penurunan dari tahun 2012 ke tahun 2013 sebesar 0.07
km2. Penurunan kebutuhan ruang ekologis ini dapat disebabkan oleh penurunan
produksi ikan hasil tangkapan. Dong-dong et al. (2010) menyatakan bahwa luas
lahan yang dibutuhkan untuk dimanfaatkan oleh suatu populasi sangat bergantung
pada sistem produksi ekologis dan pola konsumsi sumberdaya. Berikut disajikan
tabel perbandingan nilai EF dan kebutuhan ruang pada daerah lain (Tabel 16).
Tabel 16. Perbandingan kebutuhan ruang ekologis perikanan dengan daerah lain
Lokasi EF (km2/kapita)
Kebutuhan Ruang
(km2)
Biocapacity
(BC) (km2)
Kecamatan Una-Unaa
0.0004 0.055 8.45
Desa Oleleb
0.002 1.96 3.21
Desa Gili Indah 0.1 x 10-6
0.05 18.97
Ket: a) Sulistiawati 2012, b) Djau 2012
Sumber: Data primer (diolah) 2014
EF perikanan untuk Desa Gili Indah memiliki nilai yang cukup kecil jika
dibandingkan dengan daerah lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh lebih kecilnya
jumlah produksi ikan hasil tangkapan dan perbedaan jumlah penduduk di Desa
Gili Indah. Jumlah produksi ikan hasil tangkapan ini berhubungan dengan jumlah
32
nelayan dan alat tangkap yang digunakan. Djau (2012) menyatakan bahwa
besarnya kebutuhan ruang ekologis bagi perikanan sangat dipengaruhi oleh
produksi perikanan dan populasi penduduk. Nilai EF perikanan ini dapat
digunakan sebagai indikator keberlanjutan dengan membandingkan nilai EF
terhadap luas lahan produktif yang tersedia.
Haberl et al. (2001) menjelaskan bahwa EF dari populasi tertentu dapat
dibandingkan dengan luas lahan yang tersedia pada tingkat global atau regional,
biasanya disebut sebagai 'biocapacity' (BC). BC adalah ukuran dari kapasitas area
produktif yang tersedia di dunia secara keseluruhan, di suatu negara atau di area
yang lebih kecil (Lewan 2000). Nilai BC yang digunakan dalam penelitian ini
adalah total luas perairan pada zona perikanan berkelanjutan yang merupakan
daerah produktif bagi nelayan mencari ikan. EF menilai besarnya total area
bioproduktif yang dibutuhkan agar kegiatan pemanfaatan oleh masyarakat dapat
dilakukan secara berkelanjutan di semua daerah di bumi (Haberl et al. 2004).
Perbandingan tingkat konsumsi dengan jumlah area bioproduktif yang
tersedia (darat maupun laut) digunakan untuk menunjukkan kemungkinan
terlampaui atau tidaknya ambang batas keberlanjutan (Wiedmann dan Barrett
2010). Schaefer et al. (2006) menyatakan bahwa jika nilai EF > BC maka disebut
overshoot dan jika nilai EF < BC maka disebut undershoot. Perbandingan nilai EF
dan BC secara diagramatik dapat dilihat pada Gambar 16.
Luasan (km2)
0,00 0,05 0,10 5,00 10,00 15,00 20,00
BC
EF
Gambar 16. Perbandingan EF dan BC secara diagramatik
Nilai EF pada Desa Gili Indah adalah sebesar 0.1 x 10-6
km2/kapita. Jika
total penduduk Desa Gili Indah pada Tahun 2013 sebesar 429 744 jiwa maka
luasan EF sebesar 0.55 km2. Jika dibandingkan dengan luas perairan TWP Gili
Matra sebesar 18.97 km2, maka kondisi ini disebut sebagai undershoot. Stanley
(2010) menyatakan bahwa kondisi undershoot disebut sebagai keadaan perikanan
yang belum tereksploitasi (under-exploited). Hal ini berarti bahwa pemanfaatan
EF perikanan masih lebih kecil dari luasan lahan yang tersedia sehingga masih
terdapat ruang agar sumberdaya dapat berkembang biak dan mempertahankan
fungsi ekologisnya.
33
Pendekatan EF statis ini merupakan indikator ruang ekologis dan mampu
memberikan perkiraan batas penggunaan sumberdaya dalam skala ruang. Namun,
pendekatan ini juga memiliki beberapa kelemahan dalam pendugaan daya dukung
perikanan. Hal ini dikarenakan perhitungan EF statis hanya didasarkan pada
jumlah produksi atau hasil tangkapan ikan. Moffat (2000), menyatakan bahwa
terdapat beberapa keterbatasan dalam penggunaan ecological footprint, yaitu (1)
hasil dari ecological footprint ini kurang dapat memberikan nasihat dalam
memecahkan masalah penggunaan sumberdaya oleh manusia; (2) ecological
footprint merupakan ukuran statis, sehingga diperlukan perhitungan dinamis; (3)
mengabaikan perubahan teknologi penangkapan.
4.7 Penilaian Perikanan di TWP Gili Matra Menggunakan Indikator EAFM
Indikator diperlukan untuk mendukung pelaksanaan EAFM dengan
memberikan informasi tentang keadaan ekosistem, intensitas penangkapan dan
kematian dan perkembangan pengelolaan (Jennings 2005). Pendekatan indikator
untuk data yang terbatas (data-limited) merupakan salah satu cara yang paling
baik dalam pengelolaan perikanan (Ye et al. 2011). Terdapat beberapa tujuan
pengelolaan dari penilaian indikator untuk pengelolaan perikanan yaitu
keberlanjutan pemanfaatan, keuntungan ekonomi, perlindungan sumberdaya dan
pengelolaan kegiatan penangkapan (Pelletier et al. 2008). Penilaian kondisi
perikanan di TWP Gili Matra dengan menggunakan indikator EAFM dilakukan
terhadap enam domain yang meliputi domain sumberdaya ikan, habitat dan
ekosistem, teknologi penangkapan ikan, ekonomi, sosial, dan kelembagaan.
Terdapat beberapa ukuran penilaian masing-masing indikator pada setaiap domain
yaitu:
1. Warna hijau dengan skor 3, indikator dalam kondisi baik.
2. Warna kuning dengan skor 2, indikator dalam kondisi sedang.
3. Warna merah dangan skor 1, indikator dalam kondisi kurang baik.
Domain sumberdaya ikan
Sumberdaya ikan merupakan potensi semua jenis ikan (UU No 31 Tahun
2004). Nilai komposit indikator pada domain sumberdaya ikan sebesar 206 (Tabel
17). Penilaian terhadap masing-masing indikator didapatkan bahwa indikator
spesies ETP termasuk dalam kondisi baik.
Tabel 17. Analisis komposit domain sumberdaya ikan
Sumberdaya
Ikan 1
* 2
* 3
* 4
* 5
* Total
Hasil Relatif
tetap 38.54 %
Relatif
tetap 0%
1.0493
ind/m2
Skor 2 2 2 3 1
Bobot 40 30 16 10 4
Nilai 80 60 32 30 4 206 Ket: *1) Ukuran ikan, 2) proporsi ikan yuwana, 3) range collapes, 4) spesies ETP, 5) densitas ikan
karang
Sumber: Data primer (diolah) 2014
34
Indikator ukuran ikan, proporsi ikan yuwana, dan range collapes tergolong
dalam kondisi sedang, sedangkan densitas ikan karang tergolong dalam kondisi
kurang baik. Hal ini dikarenakan kelimpahan ikan yang didapat lebih kecil dari 10
ind/m2
yaitu sebesar 1.0493 ind/m2. Kondisi ini dapat disebabkan oleh keadaan
ekosistem karang sebagai habitat ikan sudah mengalami kerusakan.
Domain habitat dan ekosistem
Hasil analisis komposit menunjukkan bahwa nilai komposit domain
habitat yaitu sebesar 201 (Tabel 18). Penilaian pada setiap indikator didapatkan
dua indikator yang tergolong dalam kondisi baik yaitu indikator kualitas perairan
dan dampak perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat. Penilaian
terhadap indikator status lamun dan habitat unik masih tergolong dalam kondisi
sedang. Nilai tutupan lamun hanya sebesar 49% dan pengelolaan habitat unik di
Gili Matra belum dilakukan secara optimal. Penilaian indikator status mangrove
dan terumbu karang tergolong dalam kondisi yang kurang baik. Hal ini
dikarenakan kerapatan jenis mangrove sebesar 300 pohon/ha dan persentase
tutupan terumbu karang sebesar 8 %. Kecilnya nilai persen tutupan terumbu
karang ini dapat disebabkan belum pulihnya terumbu karang akibat kegiatan
pemboman pada masa lampau, dan peningkatan wisata bahari dapat menyebabkan
degradasi terumbu karang akibat terinjak oleh wisatawan. Berenang, snorkelling,
berjalan di terumbu karang, dan alat tangkap jaring dapat memberikan dampak
yang tinggi terhadap terumbu karang dangkal (Hannak et al. 2011).
Tabel 18. Analisis komposit domain habitat dan ekosistem
Habitat &
Ekosistem 1* 2* 3* 4* 5* 6* Total
Hasil Tidak
tercemar 49%
300
pohon/ha
8% dan
18 %
Ada, tapi
belum optimal
Telah diketahui
(strategi &
mitigasi)
Skor 3 2 1 1 2 3
Bobot 22 17 17 17 17 11
Nilai 66 34 17 17 34 33 201
Ket: *1) Kualitas perairan, 2) status lamun, 3) status mangrove, 4) status terumbu karang, 5)
habitat unik, 6) dampak perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat
Sumber: Data primer (diolah) 2014
Domain teknik penangkapan ikan
Hasil analisis komposit menunjukkan bahwa nilai komposit domain teknik
penangkapan ikan yaitu sebesar 178 (Tabel 19). Indikator yang tergolong dalam
kondisi baik adalah indikator selektivitas alat tangkap, karena jenis-jenis alat
tangkap yang digunakan pada kawasan Gili Matra didominasi oleh jenis alat
tangkap yang selektif. Indikator modifikasi alat penangkapan dan alat bantu
penangkapan ikan tergolong dalam kondisi sedang, karena terdapat 38.54 %
ukuran ikan tangkapan yang lebih kecil dari nilai Lm. Indikator metode
penangkapan ikan yang destruktif memiliki tergolong dalam kondisi kurang baik.
35
Hal ini disebabkan oleh terjadi frekuensi penangkapan dengan alat tangkap ilegal
(muroami) lebih dari 10 pelanggaran per tahunnya.
Tabel 19. Analisis komposit domain teknologi penangkapan ikan
Teknologi
Penangkapan Ikan 1
* 2
* 3
* Total
Hasil > 10 38.54 % 1%
Skor 1 2 3
Bobot 43 36 21
Nilai 43 72 63 178
Ket: *1) Metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan ilegal, 2) modifikasi alat penang-
kapan ikan dan alat bantu penangkapan, 3) selektivitas tangkapan
Sumber: Data primer (diolah) 2014
Domain ekonomi
Hasil analisis komposit menunjukkan bahwa nilai komposit domain
ekonomi yaitu sebesar 208 (Tabel 20). Indikator pendapatan rumah tangga
tergolong dalam kondisi baik, karena terdapat beberapa nelayan yang memiliki
home stay atau penginapan, dan toko yang dikelola oleh istri mereka yang dapat
menambah pendapatan rumah tangga. Indikator kepemilikan aset masih tergolong
dalam kondisi sedang, karena berdasarkan hasil wawancara terhadap nelayan aset
produktif yang dimiliki nelayan cenderung tetap jika dibangdingkan dengan tahun
sebelumnya. Penilaian pada indikator saving rate masih tergolong rendah karena
nilai saving rate yang didapat sebesar 0.45% yang lebih kecil dari tingkat bunga
Bank Indonesia Tahun 2013 (7.5%). Hal ini dapat disebabkan oleh nelayan
umumnya tidak memiliki pengetahuan tentang pentingnya menabung dan dapat
juga disebabkan oleh nilai barang dan jasa di Desa Gili Indah cukup tinggi.
Tabel 20. Analisis komposit domain ekonomi
Ekonomi 1* 2
* 3
* Total
Hasil Tetap 5 770 000 0.45
Skor 2 3 1
Bobot 50 29 21
Nilai 100 87 21 208 Ket: *1) Kepemilikan aset, 2) pendapatan rumah tangga, 3) saving rate
Sumber: Data primer (diolah) 2014
Domain sosial
Hasil analisis komposit menunjukkan bahwa nilai komposit domain sosial
yaitu sebesar 185 (Tabel 21). Penilaian terhadap indikator konflik perikanan
tergolong dalam kondisi sedang. Hal ini dikarenakan terjadi tiga kali konflik
dalam setahun yaitu konflik perebutan wilayah antara nelayan dan pengusaha
diving. Penilaian indikator partisipasi pemangku kepentingan tergolong dalam
36
kondisi sedang. Hal ini didasarkan pada persentase partisipasi pemangku
kepentingan dalam kegiatan pengelolaan perikanan sebesar 41,5%.
Tabel 21. Analisis komposit domain sosial
Sosial 1* 2
* 3
* Total
Hasil 41.1 % 3 konflik Penerapan efektif
Skor 1 2 3
Bobot 40 35 25
Nilai 40 70 75 185 Ket: *1) Partisipasi pemangku kepentingan, 2) konflik perikanan, 3) pemanfaatan pengetahuan
lokal dalam pengelolaan SDi
Sumber: Data primer (diolah) 2014
Domain kelembagaan
Penilaian indikator pada domain kelembagaan dilakukan terhadap enam
indikator (Tabel 22). Hasil analisis komposit menunjukkan bahwa nilai komposit
domain kelembagaan yaitu sebesar 231. Pada domain kelambagaan hanya terdapat
satu indikator saja yang tergolong dalam kondisi baik yaitu kapasitas pemangku
kepentingan. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kapasitas pemangku
kepentingan telah dapat diterapkan dalam pengelolaan kawasan konservasi di Gili
Matra.
Tabel 22. Analisis komposit domain kelembagaan
Kelembagaan 1* 2* 3* 4* 5* 6* Total
Hasil 10 pelang-
garan
Ada &
tetap
Tidak
sepenuhnya
dijalankan
Belum
ada RPP
Komunikasi
tidak efektif
Ada &
berfungsi
dengan
baik
Skor 1 2.5 2 1 2 3
Bobot 25 22 18 15 11 9
Nilai 25 55 36 15 22 27 231
Ket: *1) Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab, 2) kelengkapan
aturan main, 3) mekanisme kelembagaan, 4) rencana pengelolaan perikanan, 5) tingkat si-
nergitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan, 6) kapasitas pemangku ke-
pentingan
Sumber: Data primer (diolah) 2014
Indikator yang tergolong dalam kondisi sedang yaitu pada indikator
kelengkapan aturan main, mekanisme kelembagaan, dan tingkat sinergitas
kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan. Penilaian pada indikator
kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab dan RPP
tergolong dalam kondisi kurang baik. Kondisi ini disebabkan oleh telah terjadi
pelanggran terhadap peraturan formal maupun nonformal lebih dari 5 kasus dalam
satu tahun dan wilayah Gili Matra masih belum memiliki RPP.
37
4.8 Analisis Flag Modeling
Teknik Flag Modeling digunakan untuk dapat melihat status atau kategori
penilaian indikator yang telah dilakukan. Indeks komposit agregat indikator
EAFM dilakukan dengan menjumlahkan indikator pada setiap domain (Tabel 23).
Indeks komposit agregat indikator EAFM menunjukkan bahwa terdapat dua
kategori indikator yaitu kategori baik dan sedang.
Domain yang termasuk pada kategori baik yaitu domain sumberdaya ikan,
habitat dan ekosistem, dan ekonomi. Domain yang termasuk pada kategori sedang
yaitu domain teknologi penangkapan ikan, sosial dan kelembagaan. Rata-rata nilai
agregat dari seluruh domain EAFM yaitu sebesar 193, yang berarti bahwa
kegiatan perikanan di kawasan TWP Gili Matra masih termasuk dalam kategori
sedang. Wilayah TWP Gili Matra termasuk kedalam WPP-573. DJPT-KKP
(2011), menyatakan bahwa nilai komposit di WPP 573 tergolong dalam kategori
sedang yaitu sebesar 182.
Tabel 23. Indeks komposit agregat indikator EAFM pada setiap domain di TWP
Gili Matra
Domain Nilai Bendera Keterangan
Sumberdaya Ikan 206 Baik
Habitat dan Ekosistem 201 Baik
Teknologi Penangkapan Ikan 178 Sedang
Ekonomi 208 Baik
Sosial 185 Sedang
Kelembagaan 180 Sedang
Rata-rata 193 Sedang Sumber : Data primer (diolah) 2014
4.9 Keputusan Taktis (Tactical Decision)
Perencanaan pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem dapat
dilakukan dengan menerjemahkan tujuan pengelolaan ke dalam strategi dan
menentukan langkah-langkah taktis untuk mencapai strategi. Gavaris (2009),
menyatakah bahwa terdapat dua jenis keputusan bagi manajemen yaitu, strategic
decisions (membangun referensi yang cocok untuk tekanan) dan tactical decisions
(mengidentifikasi tingkat dari ukuran manajemen yang menjaga tekanan relatif
yang dapat diterima terhadap referensi). Pendekatan keputusan taktis (tactical
decision) merupakan suatu tindakan untuk menentukan langkah taktis yang akan
dilakukan untuk mencapai strategi pengelolaan yang telah ditetapkan.
Pengambilan keputusan taktis adalah memutuskan pada tindakan (taktik) untuk
mencapai strategi pengelolaan (Trophia Ltd 2011).
38
Tujuan pengelolaan
Tujuan pengelolaan secara garis besar dalam EAFM adalah untuk menjaga
produksi hasil tangkapan agar tetap lestari, menjaga keanekaragaman hayati,
menjaga kesesuaian fungsi habitat dan ekosistem, mensejahterahkan masyarakat
secara ekonomi dan mengoptimalkan fungsi kelembagaan dalam pengelolaan
perikanan. Tujuan pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem adalah
untuk mencapai integrasi antara perikanan dan pengelolaan habitat pada tingkat
lokal atau sub-regional (Torell 2009). Tujuan pengelolaan dalam penelitian di
kawasan TWP Gili Matra terbagi menjadi beberapa tujuan sebagai berikut:
1. Agar tidak menyebabkan penurunan produktivitas yang tidak dapat
diterima oleh ekosistem;
2. Agar tidak menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati;
3. Agar tidak menyebabkan perubahan habitat dalam rangka untuk menjaga
keseimbangan fisika dan kimia ekosistem;
4. Agar tidak menyebabkan penurunan ekonomi masyarakat nelayan;
5. Agar tidak menyebabkan kesenjangan sosial antar pemangku kepentingan;
6. Agar tidak menyebabkan kesenjangan kebijakan antar pemerintah.
Strategi pengelolaan
Strategi dilakukan berdasarkan dengan apa yang harus dilakukan untuk
memenuhi tujuan pengelolaan. Strategic decisions harus dapat memfasilitasi
perbandingan atribut yang dihasilkan dengan alternatif referensi yang dipilih
(Gavaris 2009). Saran strategis tergantung pada pemahaman hubungan yang
menghubungkan referensi tekanan untuk atribut dan dinamika kekuatan lain yang
mempengaruhi atribut. Rumusan strategi untuk pengelolaaan perikanan dengan
pendekatan ekosistem di Gili Matra yaitu sebagai berikut:
1. Sumberdaya ikan
Menjaga trend ukuran ikan tangkapan agar relatif semakin besar dari tahun
ke tahun.
Mengontrol proporsi ikan yuwana lebih kecil dari 30%.
Menjaga daerah penangkapan ikan agar semakin mudah.
Mengontrol agar tidak ada ikan tangkapan yang tergolong spesies ETP.
Mengontrol densitas ikan karang agar lebih besar dari 10 ind/m2.
2. Habitat
Menjaga agar konsentrasi parameter pencemar berada dibawah baku mutu
air laut sesuai Kepmen LH 2004.
Menjaga agar tutupan lamun lebih besar dari 50%.
Menjaga agar kerapatan mangrove lebih besar dari 1500 pohon/ha.
Menjaga agar tutupan terumbu karang hidup lebih besar dari 50 %.
Mengatur agar implementasi pengelolaan habitat unik berjalan dengan
baik.
Meminimalkan dampak perubahan iklim terhadap perairan dan habitat
serta mengatur strategi adaptasi dan mitigasi.
39
3. Teknik penangkapan ikan
Meminimalkan frekuensi pelanggaran terhadap metode penangkapan ikan
yang bersifat destruktif dan ilegal lebih kecil dari 5 kasus/tahun.
Menjaga ukuran ikan tangkapan di bawah Lm (lenght of first maturity).
Meminimalkan penggunaan alat tangkap yang tidak selektif dibawah 50%.
4. Ekonomi
Mengontrol agar kepemilikan aset produktif bertambah dari tahun ke
tahun.
Menjaga agar pendapatan nelayan diatas UMR (Rp. 1.210.000).
Mengontrol agar saving rate nelayan lebih besar dari 2 sampai 3 kali
tingkat bunga Bank Indonesia (2-3kali > 7.5%).
5. Sosial
Menjaga agar partisipasi pemangku kepentingan terhadap kegiatan
perikanan berada diatas 75%.
Meminimalkan agar konflik perikanan hanya terjadi 1 kali dalam setahun.
Meningkatkan penerapan pengetahuan lokasl yang efektif dalam
pengelolaan sumberdaya ikan.
6. Kelembagaan
Meminimalkan frekuensi pelanggaran terhadap kebijakan pemerintah lebih
kecil dari 2 kasus dalam setahun.
Menambah jumlah kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan.
Menjaga agar keputusan yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah dapat
dijalankan sepenuhnya.
Mengatur rencana pengelolaan perikanan (RPP) agar dapat dijalankan
sepenuhnya.
Menjaga agar sinergi antar lembaga berjalan dengan baik.
Peningkatan kapasitas pemangku kepentingan agar dapat difungsikan
dengan baik dalam pengelolaan perikanan.
Langkah taktis
Keputusan taktis merupakan bagaimana cara yang akan dilakukan untuk
mengimplementasikan strategi pengelolaan yang telah ditetapkan. Taktik adalah
langkah-langkah pengaturan yang dapat memberikan umpan balik dan dapat
disesuaikan untuk mencapai strategi (Gavaris 2009). Langkah taktis dilakukan
terhadap indikator yang tidak sesuai dengan nilai reference point atau yang
memiliki skor 1 dan 2 dalam penilaian perikanan melalui pendekatan EAFM.
Langkah taktis ini dilakukan agar dapat meningkatkan skor atau kondisi perikanan
dari kategori kurang baik menjadi sedang atau dari skor 1 menjadi 2, dan dari
kategori sedang menjadi baik atau dari skor 2 menjadi 3. Langkah-langkah taktis
yang dapat dilakukan untuk pengelolaan perikanan di kawasan TWP Gili Matra
dapat dilihat pada Tabel 24 dan Tabel 25.
40
Tabel 24. Langkah Taktis dalam Pengelolaan Perikanan di TWP Gili Matra
Atribut Nilai Aktual Reference indikator Langkah Taktis
Skor Kriteria Skor Kriteria
Sumberdaya Ikan
-Ukuran Ikan 2 Ukuran relatif
tetap
3 Ukuran semakin
besar Pengaturan ukuran mata jaring
sesuai dengan Lm ikan Target,
mengurangi penggunaan alat tangkap muroami dan jaring
krakat.
-Range Collapse 2 Relatif tetap 3 Semakin mudah Membatasi atau melarang penangkapan di area pemijahan
dan pengasuhan seperti ekosistem
terumbu karang & lamun.
-Densitas Ikan
Karang
1 ∑ ind. < 10
ind/m2
2 ∑ ind. =10 ind/m2
Pembuatan biorock terutama pada
daerah di sekitar pelabuhan.
Habitat dan
Ekosistem
-Status Lamun 2 Tutupan 30 -
50%.
3 Tutupan > 50%. Replanting lamun di utara dan
selatan Gili Trawangan,
penentuan daerah penurunan jangkar, dan pelatihan wisatawan
yang akan melakukan kegiatan
diving dan snorkeling. -Status
Mangrove
1 Kerapatan
rendah (<1000
pohon/ha)
2 Kerapatan sedang
(1000-1500
pohon/ha)
Penanaman mangrove terutama di Gili Ayer.
-Status Terumbu
Karang
1 Tutupan < 25% 2 Tutupan 25 - 50% Transplantasi karang di sekitar
area dekat pelabuhan, penentuan daerah penurunan jangkar, dan
pelatihan wisatawan untuk
kegiatan diving dan snorkeling. -Habitat Unik 2 Ada upaya
pengelolaan,
tapi belum optimal
3 Implementasi
pengelolaan sudah
berjalan dengan baik
Sosialisasi dan mengikutsertakan
masyarakat dalam pengelolaan
habitat unik.
Teknologi
Penangkapan
Ikan
-Metode
penangkapan yang destruktif
1 Frek.
pelanggaran > 10 kasus/tahun
2 Frek. pelanggaran 5-
10 kasus/tahun Pengawasan dan penegakan
hukum terhadap muroami dan memberikan alternatif alat
tangkap lain yang lebih selektif.
-Modifikasi alat penangkapan
&alat bantu
penangkapan
2 25%-50% ukuran target
spesies < Lm
3 Kurang dari 25% ukuran target spesies
< Lm
Perizinan penggunaan alat tangkap, pelarangan muroami dan
pengaturan mata jaring sesuai
dengan ukuran Lm ikan target (sulir, serpik, membireng,
membiluk, dan terinjang).
Sumber : Data primer (diolah) 2014
41
Tabel 25. Langkah Taktis dalam Pengelolaan Perikanan di TWP Gili Matra
(Lanjutan)
Atribut Nilai Aktual Reference indikator
Langkah Taktis Skor Kriteria Skor Kriteria
Ekonomi
-Kepemilikan
aset
2 Aset produktif
tetap
3 Aset produktif
bertambah Peningkatan nilai tambah produk dengan pengolahan ikan,
membangun koperasi nelayan.
-Saving rate 1 SR < / = tingkat
bunga
2 SR > sampai = 2x
tingkat bunga
Pelatihan layanan akses keuangan
dan pengadaan koperasi bagi
nelayan.
Sosial
-Partisipasi pemangku
kepentingan
1 Partisipasi < 50% 2 Partisipasi 50 – 75% Pendampingan (public awareness
penyuluhan, dan peningkatan
kapasitas) masyarakat dalam pengelolaan SDi.
-Konflik perikanan
2 2 – 3 kali kejadian konflik
3 1 kali kejadian konflik
Membentuk asoaisasi antara
pengusaha diving dangan
nelayan.
Kelembagaan
-Kepatuhan terhadap
prinsip
perikanan
1 Frekuensi pelanggaran>5
kasus dalam satu
tahun
2 Frekuensi pelanggaran antara 2-
4 kasus dalam satu
tahun
Penegakan hukum terhadap alat
tangkap muroami, memberikan
alternatif penggunaan alat
tangkap lain yang lebih selektif,
sosialisasi dan pemberitahuan mengenai adanya zonasi.
-Kelengkapan
aturan main
2 Ada tapi
jumlahnya tetap
3 Ada dan jumlahnya
bertambah Menambah aturan penegakan
hukum terhadap pelanggaran
zonasi.
-Mekanisme
kelembagaan
2 Apabila keputusan
dikeluarkan tetapi tidak dijalankan
sepenuhnya
3 Apabila keputusan
dikeluarkan dan dijalankan
sepenuhnya
Monitoring dan pengawasan
terhadap pelanggaran zonasi.
-Rencana
pengelolaan
perikanan
1 Belum terdapat
RPP
2 Ada RPP namun
belum dijalankan
sepenuhnya
Monitoring dan pendampingan
perencanaan RPP.
-Tingkat
seinergitas
2 Terjadi komunikasi
tetapi tidak efektif
3 Sinergi antar
lembaga berjalan baik
Meningkatakan komunikasi dan
kerjasama antara pemerintah
pusat dan daerah.
Sumber : Data primer (diolah) 2014
Langkah taktis dalam pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem
dilakukan terhadap 18 indikator yaitu 3 indikator pada domain sumberdaya ikan, 4
indikator pada domain habitat dan ekosistem, 2 indikator pada domain teknologi
penangkapan ikan, 2 indikator pada domain ekonomi, 2 indikator pada domian
sosial, dan 5 indikator domain kelembagaan. Langkah taktis ini perlu dilakukan
agar dapat meningkatkan status kawasan Gili Matra dari status sedang menjadi
baik.
42
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Keterkaitan diantara beberapa variabel wisata dan perikanan tidak
menunjukkan keeratan hubungan yang kuat, kecuali hubungan antara jumlah
wisatawan terhadap jumlah nelayan. Pemanfaatan ruang ekologis untuk kegiatan
perikanan di kawasan Gili Matra masih tergolong undershoot atau underfishing.
Hal ini berarti bahwa pemanfaatan EF perikanan masih lebih kecil dari luasan
lahan yang tersedia sehingga masih terdapat ruang agar sumberdaya dapat
bereproduksi dan mempertahankan fungsi ekologisnya. Penilaian perikanan
melalui indikator EAFM didapatkan bahwa status atau kondisi perikanan di
kawasan TWP Gili Matra termasuk dalam kategori sedang. Strategi pengelolaan
perikanan di kawasan TWP Gili Matra dirumuskan terhadap semua indikator
berdasarkan nilai reference point tiap indikator. Langkah taktis dirumuskan pada
indikator yang memiliki penilaian sedang dan kurang baik. Rumusan langkah
taktis tersebut yaitu; pengaturan ukuran mata jaring, pembatasan area
penangkapan, pembuatan biorock, replanting lamun, rehabilitasi mangrove,
transplantasi karang, sosialisasi, pengawasan dan penegakan hukum, perizinan
alat tangkap, pelarangan muroami, peningkatan nilai tambah produk, pelatihan
layanan akses keuangan, public awareness, penyuluhan dan peningkatan
kapasitas, pembentukan asosiasi pengusaha diving dan nelayan, pemberian
alternatif alat tangkap, penambahan aturan penegakan hukum, dan peningkatan
komunikasi dan kerjasama.
5.2 Saran
Kajian tentang daya dukung perikanan perlu dilakukan dengan pendekatan
EF dinamis agar didapatkan pendugaan daya dukung yang lebih baik. Penilaian
indikator EAFM perlu dilakukan secara berkala (tahunan), agar indikator dapat
dinilai dengan lebih baik dan pengelolaan perikanan dapat direncanakan dengan
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Adrianto L, Matsuda Y, Sakuma Y. 2005. Assesing Sustainability of Fishery
Systems in A Small Island Region: Flag Modeling Approach. Proceeding of
IIFET. 2005
Allen G, Swainston R, Ruse J. 1997. Marine Fishes of Tropical Australia and
South-East Asia: A Field Guide for Anglers and Divers. Singapore (SG):
Periplus Editions (HK) Ltd.
Brower JE, Zar JH, and Von Ende ZN. 1990. Field and laboratory methods for
general ecology. Wim. C. Brown Co. Pub.Dubuque. Iowa. 237p.
Casagrandi R, Rinaldi S. 2002. A Theoretical Approach to Tourism Sustainability.
International Institute for Applied Systems Analysis Schlossplatz 1 A-2361
Laxenburg, Austria.
43
Costanza R. 2000. The dynamics of the ecological footprint concept. Ecological
Economics. 32: 341–345
Desa Gili Indah. 2012. Profil Desa dan Kelurahan. Gili Indah (ID): Desa Gili
Indah
Desa Gili Indah. 2013. Profil Desa dan Kelurahan. Gili Indah (ID): Desa Gili
Indah
DeVaus DA. 2002. Surveys in Social Research Fifth Edition. Australia (AU):
National Library of Australia.
Dhahiyat Y, Djalinda S, Herman H. 2003. Stuktur komunitas ikan karang di
daerah transplantasi karang Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Ikhtiologi
Indonesia. 3(2)
Djau MS. 2012. Analisis keberlajutan perikanan di Kawasan Konservasi Laut
Daerah (KKLD) Olele dan perairan sekitarnya Kabupaten Bone Bolango
Provinsi Gorontalo. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Djohar I. 1999. Kondisi karang Scleractinia pada daerah rataan dan lereng
terumbu karang di Taman Wisata Alam Laut Gili Indah, Lombok, Nusa
Tenggara Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
[DJPT-KKP] Direktorat Jendral Perikanan Tangkap-Kementrian Kelautan dan
Perikanan, [WWF-Indonesia] World Wide Foundation, [PKSPL-IPB] Pusat
Kajian Sumberdaya Laut dan Pesisir, Institut Pertanian Bogor. 2011.
Pendekatan Ekosistem dalam Pengelolaan Perikanan di Indonesia – Kajian
Awal Keragaan Pendekatan Ekosistem Dalam Pengelolaan Perikanan
(Ecosystem Approach to Fisheries Management) di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Indonesia.
Dong-dong C, Wang-sheng G, Yuan-quan C, Qiao Z. 2010. Ecological footprint
analysis of food consumption of rural residents in China in the latest 30
Years. Elsevier. Agriculture and agricultural science procedia. P 106-115 Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
English SC, Wilkinson, Baker V. 1994. Survey Manual for Tropical Marine
Resources. Australian Institut of Marine Science. Townville (AU). 34-80p.
[FAO] Food and Agriculture Organization of The United Nations. 2005. Putting
Into Practice The Ecosystem Approach to Fisheries. Rome
Gavaris S, Porter JM, Stephenson RL, Robert G, Pezzack DS. 2005. Review of
Management Plan Conservation Strategies for Canadian Fisheries on
Georges Bank: A Test of A Practical Ecosystem-Based Framework. ICES
CM. BB (05)
Gavaris S. 2009. Fisheries management planning and support for strategic and
tactical decisions in an ecosystem approach context. Fisheries Research.
100: 6–14
Haberl H, Karl-Heinz E, Fridolin K. 2001. How to calculate and interpret
ecological footprints for long periods of time: the case of Austria 1926–
1995. Ecological Economics 38: 25-45
Haberl H, Wackernagel M, Krausmann F, Erb KH, Monfreda C. 2004. Ecological
footprints and human appropriation of net primary production: A
comparison. Land Use Policy. 21(3): 279-288.
Hall CM. 2001. Trends in ocean and coastal tourism: the end of the last frontier?.
Ocean & Coastal Management. 44: 601–618
44
Hannak JS, Kompatscher S, Stachowitsch M, Herler J. 2011. Snorkelling and
trampling in shallow-water fringing reefs: Risk assessment and proposed
management strategy. Environmental Management. 92: 2723-2733
Hasanah K. 2013. Uji Korelasi Product Moment. [terhubung berkala]
http://statistikapendidikan.com.
Hill J, Wilkinson C. 2004. Methods for Ecological Monitoring of Coral Reefs: A
Resource for Managers, ver 1. Townsville (AU): Australian Institute of
Marine Science.
Husni S. 2001. Kajian Ekonomi Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang (Studi
Kasus di Kawasan Taman Wisata Alam Laut Gili Indah, Kabupaten
Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Hunter C, Shaw J. 2005. The ecological footprint as a key indicator of sustainable
tourism. Tourism Management. 28: 46–57.
Jennings S. 2005. Indicators to support an ecosystem approach to fisheries. Fish
and Fisheries. 6: 212-232.
Kartawijaya T, Yulianto I, Herdiana Y, Prasetia R, Anggraeni R, Hasbi KM,
Hazmi H, Fain H. 2012. Aspek Sosial Ekonomi Dalam Pengelolaan Taman
Wisata Perairan Gili Ayer, Meno, dan Trawangan 2012. Laporan
Monitoring
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan, [WWF-Indonesia] World Wide
Foundation, [PKSPL-IPB] Pusat Kajian Sumberdaya Laut dan Pesisir,
Institut Pertanian Bogor. 2012. Penilaian Indikator Pendekatan Ekosistem
Untuk Pengelolaan Perikanan (Ecosystem Approach to Fisheries
Management). Modul Training.
[KP3K-KKP] Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil,
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Laporan Akhir-Pemantauan
Kondisi Biofisik Di 7 (Tujuh) Kawasan Kawasan Konservasi Perairan
Nasional Wilayah Kerja Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional.
Jakarta (ID): PT SURVINDO.
[KP3K-KKP] Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil,
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Buku IV Album Peta TWP Gili
Matra.
Kohler KE, Gill SM. 2005. Coral Point Count with Excel Extensions (CPCe): A
Visual Basic Program for The Determination of Coral and Substrate
Coverage Using Random Point Count Methogology. Computers and
Geosciences. 32: 1259-1269
Kuiter J, Takamasa T. 2001. Indonesian Reef Fishes (Part 1). Australia (AU):
Zoonetics
Kuiter J, Takamasa T. 2001. Indonesian Reef Fishes (Part 2). Australia (AU):
Zoonetics
Kuiter J, Takamasa T. 2001. Indonesian Reef Fishes (Part 3). Australia (AU):
Zoonetics
Krebs CJ. 1972. The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. New
York (US): Harper & Row Publisher.
Latuconsina, H, M. N. Nessa dan RA. Rappe. 2012. Komposisi Spesies Dan
Struktur Komunitas Ikan Padang lamun Di Perairan Tanjung Tiram-Teluk
45
Ambon Dalam. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.4 No.1. Hal 35-
46.
Lewan L. 2000. Ecological footprints and biocapacity: Tools in planning and
monitoring of suistainable development in an international perpective.
Swedish Environmental Protection Agency.
Moffat I. 2000. Ecological footprint and sustainable development. Ecological
Economics. 32: 359-362.
Nababan TM. 2009. Persen Tutupan (Percent Cover) Terumbu Karang Hidup di
Bagian Timur Perairan Pulau Rubiah Naggroe Aceh Darussalam. [Skripsi].
Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
Nybakken JW. 1998. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Terj. Dari
Marine Biology: An Ecology Approach, oleh Eidman M, Koesoebiono DG,
Bengen, Hutomo M, Sukardjo S. 1992. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka
Utama.
Odum EP. 1971. Fundamentals of Ecology. West Washington (US): Sounders
College Publishing.
Pauly D, Christensen V. 1995. Primary Production Required to Sustain Global
Fisheries. Nature. 374: 255-257
Pelletier D, Claudet J, Ferraris J, Benedetti-Cecchi L, Garcia-Charton JA. 2008. J.
Fish. Aquat. Sci. 65: 765-779.
Pickering CM, Hill W. 2007. Impacts of recreation and tourism on plant
biodiversity vegetation in protected areas in Australia. Environmental
Management. 85: 791-800
Radiarta, Nyoman I, Rohmin D, Zairion. 1999. Kondisi Ekosistem Terumbu
Karang di Perairan Barat Daya Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Penelitian
Perikanan Indonesia. 5 (2): 87 -95.
Schaefer F, Luksch U, Steinbach N, Cabeca J, Hanauer J. 2006. Ecological
footprint and biocapacity the world’s ability to regenerate resource and
absorb waste in a limitedtime periode. Working paper and studies. European
Communities. Luxembourg. P 5-7
Silalahi J. 2009. Analisis Kualitas Air dan Hubungannya dengan Keanekaragaman
Vegetasi Akuatik di Perairan Balige Danau Toba. [tesis]. Medan (ID):
Universitas Sumatera Utara.
Sofian A. 2004. Studi Keterkaitan Keanekaragaman Bentuk Pertumbuhan
Terumbu Karang dengan Ikan Karang di Sekitar Kawasan Perairan Pulau
Ru dan Pulau Keringan Wilayah Barat Kepulauan Belitung. [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Solihin L. 2008. Analisa Biaya-Manfaat Program Konservasi Terumbu Karang di
Desa Gili Indah, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Simon FJG, Narangajavana Y, Marquesa DP. 2003. Carrying capacity in the
tourism industry: a case study of Hengistbury Head. Tourism Management.
25: 275–283
Stanley H, Anders R, Alessandro G. 2010. Reflection on The Fishing Ground
Footprint Methodology: The UAE as A Case Study. Footprint Forum 2010.
Academic Conference Short Communications.
46
Suana IW, Ahyadi H. 2012. Mapping of ecosystem management problems in Gili
Meno, Gili Air and Gili Trawangan (Gili Matra) through participative
approach. Coastal Development. 16 (1): 94-101.
Sulistiawati D. 2011. Model integrasi wisata-perikanan di gugus Pulau Batudaka
Kabupaten Tojo Una-Una Provinsi Sulawesi Tengah. [disertasi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Supranto J. 2000. Statisti Edisi Keenam- teori dan aplikasi. Jakarta (ID): Erlangga
Torell M. 2009. Some institutional implications of an ecosystems approach to
capture fisheries management. Aquatic Ecosystem Health & Management.
12 (4): 440-443.
Trophia Ltd. 2011. Fisheries management procedures: a potential decision making
tool for fisheries management in California. Quantitative Resource
Assessment LLC. California
Unal V, Franquesa R. 2010. A comparative study on socio-economic indicators
and viability in small-scale fisheries of six districts along the Turkish coast.
Applied Ichthyology. 26: 26-34.
Wackernegel M, Rees WE. 1996. Our ecological footprint: reducing human
impact on the erth. Canada: Gabriola Island
Wackernagel, M., 2001. Using ecological footprint analysis for problem
formulation, policy development and communications. Advancing
sustainable resource management. USA (US): Oakland
Wada Y. 1999. The Myth of "Sustainable Development": The Ecological
Footprint of Japanese Consumption. [disertasi]. The University of British
Columbia School of Community and Regional Planning.
Weidmann T, Barret J. 2010. A Review of The Ecological Footprint Indicator-
Perceptions and Methods. Suatainability. (2): 1645-1693.
Ye Y, Cochrane K, Qiu Y. 2011. Using ecological indicators in the context of an
ecosystem approach to fisheries for data-limites fisheries. Fisheries
Research.112: 108-116.
47
LAMPIRAN
48
Lampiran 1. Ukuran rata-rata, Lm, dan panjang maksimal ikan hasil tangkapan
No Nama Lokal Ukuran rata-rata Lm Panjang Maksimal Panjang < Lm
1 Geranggang/sulir 25.48 21.3 cm 30 cm 7.41 %
2 Serpik 23.57 5.6 cm 40 cm 0.00 %
3 Terinjang 7.42 8.4 cm 9.5 cm 100.00 %
4 Membireng 25.49 15.5 cm 50 cm 0.00 %
5 Membiluk 25.14 35 cm 60 cm 85.29 %
Rata-rata 38.54 %
Lampiran 2. Jenis ikan, dan status IUCN ikan hasil tangkapan di TWP Gili Matra
No jenis ikan Status IUCN
1 Naso brachycentron least concern
2 Abudefduf vaigiensis not evaluated
3 Heniochus diphreutes least concern
4 Plectorhinchus lineatus not evaluated
5 Monotaxis grandoculis not evaluated
6 Halichoeres solorensis least concern
7 Coris gaimard least concern
8 Melichthys niger not evaluated
9 Pterocaesio tile not evaluated
10 Pterocaesio digramma not evaluated
11 Caesio striata not evaluated
12 Caesio teres not evaluated
13 Siganus argentus not evaluated
14 Chromis caudalis not evaluated
15 Tylosurus gavialoides not evaluated
16 Stolephorus Sp. not evaluated
17 Wattsia mossambica not evaluated
18 Acanthurus mata least concern
19 Naso lopezi least concern
21 Siganus guttatus not evaluated
22 Carangoides fulvoguttatus not evaluated
49
Lampiran 3. Kepadatan jenis ikan terumbu pada stasiun pengamatan di TWP Gili
Matra
Sumber Lokasi Kepadatan (ind/ha)
Penelitian ini A1 15 640
A2 11 360
A3 4 480
Rata-rata 10 493,33
Data Sekunder TKGM01 4 920
BKKPN TKGM02 15 360
TKGM03 17 960
TKGM04 7 240
TKGM05 8 760
TKGM06 13 440
TKGM07 29 480
TKGM08 14 360
Rata-rata 13 940
Lampiran 4. Nilai parameter kualitas perairan, lamun, mangrove dan terumbu
karang di TWP Gili Matra
Kualitas Perairan Nilai Baku Mutu
(Kepmen LH) Primer BKKPN
*Suhu 31.2 C - 28-30a
*Ph 9.4 - 7-8.5b
*DO 5.4 mg/L - >5
*BOD 1.2 mg/L 3.2 mg/L 20 mg/L
*Amonia - 0.1 mg/L 0.3 mg/L
Tutupan Lamun - 49%
Tutupan Terumbu Karang 8% 17%
Kerapatan Mangrove - 300 pohon/ha
Ket: a) toleransi <20C, b) toleransi <0.2 atuan pH
50
Lampiran 5. Persentase ukuran ikan target (dibawah Lm) yang didaratkan di TWP
Gili Matra
Jenis ikan Persentase panjang ikan < Lm
Membireng 0 %
Sulir 7.41 %
Membiluk 85.29 %
Terinjang 100 %
Serpik 0 %
rata 38.54 %
Lampiran 6. Nilai parameter ekonomi nelayan di TWP Gili Matra
Parameter Ekonomi Nilai
Pendapatan Rata-rata 5 770 000
Pengeluaran Rata-rata 5 533 333
Nilai Tukar Nelayan (NTN) 112.88
Saving Rate 0.45
UMR Lombok Utara 1 210 000
Tingkat Bunga BI 7.5 %
Lampiran 7. Konflik pemanfaatan sumberdaya di TWP Gili Matra
Konflik Frekuensi
Perebutan wilayah antara nelayan dan pengusaha
diving 3
51
Lampiran 8. Pengambilan data dan kondisi biorock di stasiun pengamatan
terumbu karang
Lampiran 9. Transek kuadrat pada stasiun pengamatan terumbu karang
52
Lampiran 10. Kondisi ikan terumbu pada stasiun pengamatan terumbu karang
53
Lampiran 11. Kuisioner rumah tangga perikanan
KUESIONER RUMAH TANGGA PERIKANAN
Interviewer : ……………………. Tanggal : …………………….
1. Identitas Responden 1. Nama :
2. Umur :
3. Pendidikan :
4. Daerah asal :
5. Pekerjaan dan/atau usaha lain :
6. Anggota keluarga/tanggungan dan penghasilan :
Tanggungan
Umur
(th) Pendidikan Pekerjaan
Penghasilan
(Rp/bulan)
Istri
Anak 1
Anak 2
Anak 3
Keponakan
Orang Tua
7. Sejak tahun berapa bekerja di bidang perikanan tangkap :
8. Kedudukan sekarang : pemilik/penggarap/ABK/buruh
9. Kedudukan sebelumnya : pemilik/penggarap/ABK/buruh
10. Pekerjaan sebelum jadi nelayan :
2. Unit Penangkapan 1. Armada Penangkapan
Jumlah Armada
Bahan utama Kayu/fiber/besi/....
Ukuran (m) p: l: d : GT:
Tahun & tempat pembelian Harga :
Umur ekonomis tahun
Palkah Jumlah (buah) : Volume : m3/ton
Dinding terbuat dari :
stereofoam/fiber/kayu/.....
2. Ada berapa lokasi tempat pembuatan kapal/perahu di daerah ini? (Sebutkan
nama desa dan kecamatannya)
54
3. Karakteristik Mesin Kapal/Perahu :
No Karakteristik Mesin Kapal Ukuran/satuan
1 Jenis mesin (pilih salah satu) (inboard/outboard)
2 Mesin Utama :
Merk
Kekuatan/daya (HP/PK)
Bahan bakar (solar/bensin/.....
Mesin bantu :
Merk
Kekuatan/daya (HP/PK)
Bahan bakar (solar/bensin/.....
3 Tempat pembelian
4 Harga mesin
Mesin Utama : (Rp.)
Mesin tambahan (Rp.)
4. Adakah tempat pembelian mesin kapal/perahu di sekitar lokasi? Sebutkan nama
toko dan pemiliknya (Perum, KUD, swasta, pribadi, ……)!
5. Mesin kapal/perahu dibeli dengan cara : tunai/kredit/………..
6. Karakteristik Alat Tangkap
No Karakteristik alat tangkap*) Keterangan (ukuran/satuan)
1 Jenis alat tangkap
- P= m
- P= m
- P= m
2 Jumlah piece (buah)
3 Ukuran mata jaring (cm/inc)
4 Jumlah pancing **) (buah)
5 Tempat pembelian
6 Harga alat tangkap siap pakai (Rp.)
7. Adakah tempat pembelian bahan/alat tangkap di sekitar Lokasi studi?
(Sebutkan nama tokonya)
8. Bahan/alat tangkap dibeli dengan cara : tunai/kredit/……………
9. Nelayan yang mengoperasikan alat tangkap terdiri dari :
- Nahkoda : orang
- Fishing master: orang
- KKM : orang
- ABK : orang
55
10. Apakah ABK yang ikut operasi penangkapan masih keluarga/kerabat dari
pemilik/nahkoda?
11. Biaya Perawatan Kapal/Perahu, Mesin kapal dan Alat Tangkap per tahun :
o Kapal : Rp. ............................ per tahun/bulan
o Alat Tangkap : Rp. ............................ per tahun/bulan
o Mesin Utama : Rp. ............................ per tahun/bulan
o Mesin Tambahan :Rp......................... per tahun/bulan
o Peralatan lain : Rp. ............................ per tahun/bulan
3. Operasi Penangkapan Ikan 1. Kebutuhan Perbekalan Melaut Tiap Trip:
Jenis
perbekalan Jumlah *) Harga/satuan *) Lokasi pembelian
Solar *)
Bensin
Minyak Tanah
Es
Garam
Air
*) Sebutkan satuannya: liter, m3, ton, balok, dst.
2. Jelaskan bagaimana nelayan menentukan fishing ground (FG) sebelum
melakukan operasi penangkapan?
a. Berdasarkan pengalaman
b. Informasi dari nelayan yang lain
c. Informasi dari pelabuhan/dinas kelautan dan perikanan (data arus, pasang surut,
suhu permukaan, dll)
d. Lainnya, jelaskan……………………………………
3. Apakah dari tahun ke tahun daerah penangkapan ikan semakin sulit, tetap atau
semakin mudah ?
4. Menurut anda dalam setahun ada berapa kasus penangkapan yang merusak
lingkungan ?
a. frekuensi pelanggaran > 10 kasus per tahun
b. frekuensi pelanggaran 5-10 kasus per tahun
c. frekuensi pelanggaran <5 kasus per tahun
5. Berapakah jumlah ikan berukuran kecil yang tertangkap ?
(banyak/sedang/sedikit)
6. Berapa banyak ikan non-target yang tertangkap ? (%)
56
7. Sebutkan FG yang sering didatangi oleh nelayan:
No Nama FG Jarak dari FB*) (mil;km;jam)**)
1
2
3
4
5
*) FB = fishing base; FG = fishing ground
**) Bila satuannya jam, sebutkan kecepatan rata-rata mesin kapal yang digunakan.
8. Fishing ground mana yang paling sering didatangi nelayan? Mengapa?
9. Sebutkan fishing ground terjauh yang pernah dicapai oleh nelayan :
10. Pernahkah anda menjumpai nelayan luar daerah yang melakukan penangkapan
ikan di lokasi FG yang sama?
11. Jika anda pernah menjumpai nelayan dari daerah lain:
No Asal nelayan Nama FG Jenis alat tangkap
1
2
3
12. Pernahkah terjadi konflik perebutan FG dengan sesama nelayan setempat?
Kalau ya, jelaskan apa penyebabnya dan bagaimana mengatasinya!
13. Pernahkah terjadi konflik perebutan FG dengan nelayan yang berasal dari luar
daerah? Kalau ya, jelaskan apa penyebabnya dan bagaimana mengatasinya!
14. Jumlah trip penangkapan :
No Alat Tangkap Jumlah Trip/minggu Jumlah hari libur melaut
1
2
3
4
15. Jika nelayan tidak melaut/libur, apa sebabnya? (istirahat, cuaca, hari besar
agama,dll) Sebutkan!
16. Kegiatan apa yang dilakukan jika tidak melaut?
57
17. Hasil tangkapan :
Kategori musim
Bulan
melaut Rata2 produksi Jenis ikan Harga per jenis
ikan (1,2...dst) per trip (kg/trip) dominan ikan dominan
Musim puncak - -
- -
- -
- -
Musim sedang - -
- -
- -
- -
Musim paceklik
- -
- -
- -
- -
4. Pendaratan & Pemasaran Hasil Tangkapan: Sebutkan dimana lokasi pendaratan/penjualan ikan dilakukan, frekuensi, dan
jaraknya:
No Lokasi pendaratan Frekuensi pendaratan
atau penjualan per bulan (kali)
1
2
3
4
*) jika mendaratkan ikan di luar pelabuhan
Sebutkan alasan-alasan mengapa mendaratkan/menjual ikan d daerah tersebut :
(1). Harga ikan lebih tinggi
(2). Dekat dengan rumah
(3). Fasilitas (pendaratan, atau lainnya) lebih baik
(4). Pelayanan lebih baik
(5). Permintaan juragan/bos/pembeli
Lainnya : ………………………………………………………………
5. Koperasi Atau Asosiasi Nelayan : 1. Sebutkan ada atau tidak adanya koperasi nelayan atau asosiasi nelayan (nama
koperasi/asosiasi): Anda menjadi anggotanya ? (Ya/Tidak)
2. - Sebutkan alasan Anda sehubungan jawaban Anda diatas.
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
58
3. - Jika tidak ada asosiasi/koperasi, apakah diperlukan adanya asosiasi/koperasi
tsb, jelaskan?
6. Permasalahan Nelayan : Sebutkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi Responden:
(1). Kesulitan modal atau biaya operasional
(2). Kesulitan tempat berlabuh atau mendaratkan ikan
(3). Kesulitan menjual ikan
(4). Kesulitan dalam pengolahan ikan
(5). Kesulitan dalam penyediaan kebutuhan melaut (BBM, air, es, garam, dll.)
(7). Kesulitan dalam perbaikan kapal/perahu
(8). ………………………………………………
7. Persepsi dan Aspirasi Responden?
1. Berapa kali anda mendapatkan penyuluhan perikanan tangkap?
a. < 2 kali per bulan c. 5 – 10 kali per bulan
b. 2 – 4 kali per bulan d. > 10 kali per bulan
2. Apakah penyuluhan yang dilakukan bermanfaat bagi usaha perikanan tangkap
anda?
a. Sangat bermanfaat c. bermanfaat e. tidak bermanfaat
b. agak bermanfaat d. kurang bermanfaat
3. Apakah anda bergabung dengan kelompok nelayan?
a. Ya, sebutkan nama kelompoknya
b. Tidak
4. Kalau Ya, sudah berapa lama anda bergabung dengan kelompok nelayan?
a. kurang dari 1 tahun
b. 1-5 tahun
c. Lebih dari 5 tahun
5. Menurut anda, adakah manfaat bergabung dengan kelompok nelayan?
a. Ada b. Tidak c. Tidak tahu
6. Dalam 2-3 tahun terakhir, bagaimana hasil tangkapan ikan yang anda peroleh?
a. meningkat lebih dari 2 kali lipat
b. meningkat tidak sampai 2 kali lipat
c. sama saja
d. berkurang tidak sampai setengahnya
e. berkurang sampai setengahnya
f. berkurang sampai lebih dari setengahnya
59
Lampiran 12. Kuisioner indikator kelembagaan
INDIKATOR KELEMBAGAAN
A. Identitas Responden 1. Nama :
2. Umur :
3. Pendidikan :
4. Daerah asal :
5. Pekerjaan dan/atau usaha lain :
B. Kepatuhan terhadap Prinsip-Prinsip Perikanan yang Bertanggung Jawab
dalam Pengelolaan Perikanan
Formal 1. Berapa kali pelanggaran dalam 1 (satu) tahun yang dilakukan oleh stakeholder ?
2. Apa jenis pelanggaran yang biasa dilakukan ?
Untuk menjawab pertanyaan ini, isikan dalam kolom berikut dengan memberikan
chek list (√) sesuai jawaban.
No Pelanggaran
1)
Kriteria 2) Penindakan
3)
Kategori 4)
a b c d e a b c
1
2
3
4
1) Jenis-jenis pelanggaran apa saja yang terjadi ?
2) Kriteria pelanggaran apa saja yang ditemukan
a. Kesesuaian fisik dan administrasi untuk kapal
b. Penggunaan alat tangkap terlarang
c. Perijinan yang tidak lengkap
d. Pelanggaran terhadap daerah penangkapan
e. Cara/Metode penangkapan yang tidak ramah lingkungan
3) Bentuk penindakan apa yang dilakukan pada setiap pelanggaran ?
4) Kategori pelanggaran
a. Berat b. Sedang c. Ringan
Informal 1. Apakah ada aturan adat yang disepakati terkait dengan pengelolaan perikanan ?
a. ada b. Tidak ada
2. Jika “ada”, dalam bentuk apa, aturan dan kesepakatan tersebut dibuat ?
a. Adaptasi
b. Kesepakatan bersama
c. Peraturan desa (Perdes) dalam pemanfaatan perikanan
3. Apakah ada pelanggaran terhadap aturan tersebut sepanjang yang ada ketahui ?
Sebutkan ?
60
Untuk menjawab pertanyaan ini, isikan dalam kolom berikut dengan memberikan
chek list (√) sesuai jawaban.
No Pelanggaran
1)
Kriteria 2) Penindakan 3)
Kategori 4)
a b c d e a b c
1
2
3
4
1) Jenis-jenis pelanggaran apa yang ditemukan oleh masyarakat ?
2) Kriteria pelanggaran apa saja yang ditemukan
a. Kesesuaian fisik dan administrasi untuk kapal
b. Penggunaan alat tangkap terlarang
c. Perijinan yang tidak lengkap
f. Pelanggaran terhadap daerah penangkapan
g. Cara/Metode penangkapan yang tidak ramah lingkungan
3) Bentuk penindakan apa yang dilakukan pada setiap pelanggaran ?
4) Kategori pelanggaran
a. Berat b. Sedang c. Ringan
4. Berapa kali pelanggaran terhadap aturan adat yang dilakukan oleh pengelola
perikanan yang anda diketahui dalam 1 tahun terakhir ?
C. Kelengkapan Aturan Main Dalam Pengelolaan Perikanan
1. Bagaimana kelengkapan peraturan nasional yang anda gunakan dalam
pengelolaan perikanan ? coba sebutkan ?
No Lingkup peraturan Jenis peraturan
nasional
Kelengkapan
A 1) A2 2) A3 3)
1 Perijinan usaha 1
penangkapan 2
3
2 Operasionalisasi 1
penangkapan 2
(kapal dan alat) 3
3 Upaya konservasi dan 1
pemilihan 2
3
Ket : 1) ada ; 2) ada tapi tidak lengkap; 3) tidak ada
2. Jika ”B (ada tapi tidak lengkap)”, maka bagaimana jumlahnya ?
a. Ada tapi jumlahnya berkurang
b. Ada tapi jumlahnya tetap
c. Ada dan jumlahnya bertambah
61
3. Bagaimana kelengkapan peraturan daerah (yang sesuai dengan peraturan
nasional) yang anda gunakan dalam pengelolaan perikanan selama ini ? coba
sebutkan ?
No Lingkup peraturan Jenis peraturan
daerah
Kelengkapan
A
1)
B
2)
C
3)
1 Perijinan usaha 1
penangkapan 2
3
2
Operasional
penangkapan 1
(kapal dan alat) 2
3
3 Upaya konservasi 1
dan pemulihan 2
3
Ket : 1) ada ; 2) ada tapi tidak lengkap; 3) tidak ada
4. Jika ”B (ada tapi tidak lengkap)”, bagaimana jumlahnya ?
a. Ada tapi jumlahnya berkurang
b. Ada tapi jumlahnya tetap
c. Ada dan jumlahnya bertambah
5. Apakah ada kearifan lokal/aturan adat/peraturan kampung yang diberlakukan
dalam pengelolaan perikanan di wilayah ini ?
a. Ada, sebutkan :
- .............................................................................
- .............................................................................
b. Tidak ada
6. Jika ”ada”, bagaimana bentuk kearifan lokal yang ada ? Jelaskan :
..................................................................................................................................
..................................................................................................................................
7. Dalam 1 tahun terakhir, apakah kearifan lokal yang ada masih tetap berjalan di
daerah-derah tersebut ?
a. Ya b. Tidak
8. Jika dibandingkan dengan peraturan yang lama, apakah ada peraturan yang baru
dibuat ?
a. ada, jika ada sebutkan :
- .............................................................................
b. tidak ada
14. Jika dibandingkan dengan peraturan yang lama, apakah ada peraturan yang
dihapuskan ?
a. ada, jika ada sebutkan :
- .............................................................................
b. tidak ada
62
D. Mekanisme Kelembagaan 1) Kebijakan apa saja yang berlaku dalam pengelolaan perikanan di wilayah ini ?
a. Perijinan usaha penangkapan
b. Operasionalisasi penangkapan (armada dan alat tangkap)
c. Konservasi dan pemulihan
d. ..........................................
2. Lembaga apa saja yang terlibat dalam pengambilan keputusan terkait dengan
hal-hal berikut terkait dengan pengelolaan perikanan di wilayah anda ?
a. Perijinan usaha penangkapan
1) ...........
2) ...........
b. Operasionalisasi penangkapan (armada dan alat tangkap)
1) ...........
2) ...........
c. Konservasi dan pemulihan
1) ...........
2) ...........
3. Bagaimana mekanisme pengambilan keputusan yang diambil dalam
pengelolaan perikanan di instansi/wilayah anda yang terkait dengan hal-hal
sebagai berikut : (Gambarkan dengan bagan)
a. Perijinan usaha penangkapan
b. Operasionalisasi penangkapan (armada dan alat tangkap)
c. Konservasi dan pemulihan
4. Bagaimana efektivitas pengambilan keputusannya ? (coret yang tidak perlu)
a. Perijinan usaha penangkapan (efektif / tidak efektif)
Jelaskan :
..............................................................................................................................
b. Operasionalisasi penangkapan (armada dan alat tangkap) (efektif / tidak
efektif)
Jelaskan :
..............................................................................................................................
c. Konservasi dan pemulihan (efektif / tidak efektif)
Jelaskan : .............................................................................................................
5. Apakah masyarakat berpartisipasi dalam pengelolaan perikanan di wilayah
Anda ?
a. Ya b. Tidak.
6. Jika “Ya”, apakah memiliki kewenangan untuk menentukan/membuat
keputusan?
a. Ya b. Tidak.
7. Bagaimana bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan perikanan ?
..............................................................................................................................
63
E. Rencana Pengelolaan Perikanan 1. Apakah anda (instansi) punya rencana pengelolaan perikanan mengenai
pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem ?
2. Apakah RPP tersebut dijalankan ?
a. Ya b. Tidak
3. Jika “ya”, bagaimana pelaksanaannya ?
a. Belum sepenuhnya dijalankan
b. Sudah dijalankan sepenuhnya
4. Apakah ada hambatan/permasalahan dalam pelaksanaannya ?
..............................................................................................................................
5. Jika “tidak”, kenapa tidak membuat RPP, apakah ada hambatan ?
..............................................................................................................................
F. Tingkat Sinergisitas Kebijakan dan Kelembagaan Pengelolaan Perikanan
Lembaga 1. Apakah dalam mengeluarkan perijinan mengadakan koordinasi dengan lembaga
lain ?
a. ya b. tidak
2. Jika “ya”, lembaga apa saja yang terlibat dalam proses perijinan tersebut ?
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
3. Apakah adakah dukungan dari lembaga luar dalam penegakan aturan yang
dikeluarkan oleh dinas kelautan dan perikanan ?
a. ya b. tidak
4. Apakah ada aktivitas penegakan aturan yang merupakan aturan lembaga lain
yang mendukung kegiatan operasional penangkapan ?
a. ya b. Tidak
5. Jika “ya”, lembaga mana yang melakukan ?
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
6. Apakah ada kegiatan konservasi dan pemulihan di daerah ini ?
a. ya b. tidak
7. Jika “ya”, lembaga mana yang melakukan ?
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
8. Apakah ada konflik antar lembaga dalam pengelolaan kawasan konservasi ?
a. ya b. tidak
9. Jika “ya”, lembaga mana saja yang tidak bersinergi/konflik dalam pengelolaan
kawasan konservasi ?
..............................................................................................................................
10. Konflik apa yang pernah/terjadi di daerah Anda terkait dengan pengelolaan
sumberdaya perikanan ?
a. Konflik perebutan wilayah penangkapan di:
....................................................................................................................................
Penyebab:.......................................................................................................
Frekuensi kejadian:
1) setiap melaut 2) setiap minggu 3) setiap bulan
64
4) setiap tahun 5) tidak pernah
b. Konflik antar jenis alat tangkap yaitu:
...................................................................................................................................
Penyebab:.......................................................................................................
Frekuensi kejadian:
1) setiap melaut 2) setiap minggu 3) setiap bulan
4) setiap tahun 5) tidak pernah
c. Konflik antar peraturan/kebijakan yang ada:
...................................................................................................................................
Penyebab:.......................................................................................................
Frekuensi kejadian:
1) setiap melaut 2) setiap minggu 3) setiap bulan
4) setiap tahun 5) tidak pernah
d. Konflik antar sektor yaitu antara penangkapan ikan, budidaya,
pelabuhan/dermaga, kawasan konservasi, pembangunan/reklamasi, jalur
pelayaran, pencemaran karena limbah industri, pariwisata, lintas batas negara, dan
lain-lain
....................................................................................................................................
Penyebab:.......................................................................................................
Frekuensi kejadian:
1) setiap melaut 2) setiap minggu 3) setiap bulan
4) setiap tahun 5) tidak pernah
G. Kapasitas Pemangku Kepentingan 1. Apakah pernah mengikuti kegiatan pelatihan terkait dengan pengelolaan
perikanan?
a. ya b. Tidak
2. Program pengembangan kapasitas apa saja yang pernah diikuti ?
a. Pelatihan: ..................................... b. Workshop: ....................................
c. Seminar: ........................................ d. Studi Banding: .............................
e. Tugas Belajar: ............................. f. Program lain: ..................................
3. Apakah pelatihan yang ada sesuai/cocok atau tidak dengan profesi yang
dikerjakan?
a. ya b. tidak
1
Lam
pir
an 1
3. P
arti
sipas
i pem
angku k
epen
tin
gan
dal
am k
egia
tan p
engel
ola
an p
erik
anan
di
TW
P G
ili
Mat
ra
Lam
pir
an 1
4. P
elan
ggar
an t
erhad
ap p
erat
ura
n f
orm
al d
an i
nfo
rmal
di
TW
P G
ili
Mat
ra
Jen
is P
era
tura
n
Pel
an
gg
ara
n
Pen
ind
ak
an
F
rek
uen
si
Fo
rm
al
Mel
anggar
Zo
nas
i P
emb
erit
ahuan
2
Ala
t ta
ngkap
Muro
am
i P
atro
li g
abungan
1
Pen
gg
unaa
n K
om
pre
sso
r P
emb
erit
ahuan,
dit
ang
kap
2
Pen
curi
an I
kan
D
am
ai d
engan
ganti
ru
gi
1
JUM
LA
H
6
Iin
form
al
Pel
anggar
an k
ese
pak
atan z
ona u
ntu
k d
ivin
g d
an p
enan
gkap
an
Min
ta m
aaf
(Dam
ai),
den
da
5 j
uta
2
Par
kir
dan
Buan
g j
angkar
sem
bar
angan
P
emb
erit
ahuan
2
JUM
LA
H
4
TO
TA
L
10
Pem
ang
ku
Kep
enti
ngan
Keg
iata
n p
engel
ola
an p
erik
an
an
Jum
lah
iku
t P
erse
nta
se
Ren
cana
zonas
i
Pen
egak
an
hu
ku
m
MP
A
10
1
KO
MP
OS
N
elayan
KJA
Atr
akto
r
cum
i
Ru
mp
on
dan
gkal
Mo
nit
ori
ng
sosi
al e
ko
no
mi
BK
KP
N
√
√
√
√
√
5
6
2,5
WC
S
√
√
√
√
√
4
5
0,0
GIR
I C
AR
ES
√
√
√
3
37
,5
Pem
da
(DK
P,
Des
a)
√
√
√
√
√
√
√
7
8
7,5
Eco
trus
√
1
1
2,5
PO
L A
ir
√
1
1
2,5
Div
e guid
e
√
√
2
25
,0
R
ata-
rata
4
1,1
65
1
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tabanan pada tanggal 25
November 1991 dari Ayah Wayan Suarya dan Ibu
Sagung Gde Parwati. Penulis adalah putri kedua dari
tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan
sarjana di Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan, Institut Pertanian Bogor pada Tahun 2013.
Penulis melanjutkan pendidikan pascasarjana melalui
program akselerasi (fast track) pada Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut
Pertanian Bogor pada Tahun 2012. Selama mengikuti
perkuliahan penulis aktif menjadi Asisten Mata Kuliah
Biologi Laut (2012/2013), Asisten Mata Kuliah Metode Penarikan Contoh
(2012/2013), dan Asisten Mata Kuliah Sumber Daya Perikanan (2012/2013).
Penulis melaksanakan penelitian dengan judul Pendekatan Keputusan Taktis
(Tactical Decision) untuk Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem di
Kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra.
66