perilaku kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban … · 2016. 5. 20. · dalam 8 tahun...

7
1 I. PENDAHULUAN Kemandirian suatu Negara dalam melaksanakan pembiayaan pembangunan sangat tergantung pada sumber penerimaan Negara tersebut. Sumber penerimaan Negara berasal dari penerimaan pajak dan penerimaan non pajak (Olaofe, 2008). Pajak didefinisikan sebagai iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Soemitro dalam Mardiasmo, 2011). Supramono dan Damayanti, (2009) menegaskan bahwa peran pajak sebagai sumber penerimaan Negara terbukti dari adanya realisasi penerimaan Negara yang berasal dari pajak hampir mencapai 80%. Untuk dapat meningkatkan penerimaan pajak, fiskus melakukan esktensifikasi dan intensifikasi pajak. Ekstensifikasi pajak ditempuh dengan meningkatkan jumlah Wajib Pajak yang aktif. Sedangkan, intensifikasi pajak ditempuh melalui peningkatan kepatuhan Wajib Pajak, pembinaan kualitas aparatur perpajakan, pelayanan prima terhadap Wajib Pajak, pembinaan kepada Wajib Pajak, pengawasan administratif, pemerikasaan, penagihan pasif dan aktif, serta penegakan hukum (Arsyad,2013). Menurut Hammar, et al (2005), apabila semua Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya, maka pemerintahan tidak akan berfungsi secara baik. Oleh karena itu, penerimaan pajak yang akan digunakan pemerintah

Upload: others

Post on 29-Jan-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    I. PENDAHULUAN

    Kemandirian suatu Negara dalam melaksanakan

    pembiayaan pembangunan sangat tergantung pada

    sumber penerimaan Negara tersebut. Sumber

    penerimaan Negara berasal dari penerimaan pajak dan

    penerimaan non pajak (Olaofe, 2008). Pajak

    didefinisikan sebagai iuran rakyat kepada kas Negara

    berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

    dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi)

    yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan

    untuk membayar pengeluaran umum (Soemitro dalam

    Mardiasmo, 2011). Supramono dan Damayanti, (2009)

    menegaskan bahwa peran pajak sebagai sumber

    penerimaan Negara terbukti dari adanya realisasi

    penerimaan Negara yang berasal dari pajak hampir

    mencapai 80%.

    Untuk dapat meningkatkan penerimaan pajak,

    fiskus melakukan esktensifikasi dan intensifikasi pajak.

    Ekstensifikasi pajak ditempuh dengan meningkatkan

    jumlah Wajib Pajak yang aktif. Sedangkan, intensifikasi

    pajak ditempuh melalui peningkatan kepatuhan Wajib

    Pajak, pembinaan kualitas aparatur perpajakan,

    pelayanan prima terhadap Wajib Pajak, pembinaan

    kepada Wajib Pajak, pengawasan administratif,

    pemerikasaan, penagihan pasif dan aktif, serta

    penegakan hukum (Arsyad,2013). Menurut Hammar, et

    al (2005), apabila semua Wajib Pajak tidak memenuhi

    kewajiban perpajakannya, maka pemerintahan tidak

    akan berfungsi secara baik. Oleh karena itu,

    penerimaan pajak yang akan digunakan pemerintah

  • 2

    untuk pembangunan membutuhkan peranan aktif

    Wajib Pajak.

    Sistem pemungutan pajak terdiri dari 3 jenis

    yaitu official assessment system, self assessment

    system, dan withholding system. Dengan

    diundangkannya UU No 6/1983 tentang Ketentuan

    Umum dan Tata Cara Perpajakan, sistem pemungutan

    pajak di Indonesia berubah dari official assessment

    system menjadi self assessment system. Sistem ini

    memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada Wajib

    Pajak untuk secara aktif memenuhi kewajiban

    perpajakannya, dengan harapan agar didalam diri

    Wajib Pajak tumbuh kepatuhan untuk memenuhi

    kewajiban perpajakannya. Kepatuhan Wajib Pajak

    sangat diperlukan sebab sampai saat ini pajak masih

    menjadi tulang punggung penerimaan Negara.

    Penerapan self assessment system akan efektif

    jika kondisi kepatuhan sukarela pada masyarakat telah

    terbentuk (Damayanti, 2004). Namun, berbagai kasus

    pajak akhir-akhir ini berdampak pada rendahnya

    tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Manurung (2013)

    mengungkapkan bahwa Wajib Pajak enggan membayar

    pajak karena banyaknya kasus korupsi yang dilakukan

    oleh pejabat, ketidakpuasan terhadap pelayanan

    publik, serta pembangunan infrastruktur yang tidak

    merata. Kondisi ini menjadi tantangan besar bagi

    pemerintah untuk mendorong kepatuhan Wajib Pajak

    guna meningkatkan penerimaan Negara dari sektor

    perpajakan.

  • 3

    Sumber :anggaran.depkeu.go.id diolah

    Berdasarkan data pada grafik diatas, dapat

    dilihat bahwa rencana penerimaan pajak dari tahun ke

    tahun semakin meningkat, namun ternyata sering tidak

    berhasil direalisasikan. Dalam kurun waktu 8 tahun

    terakhir, tercatat hanya 2 kali penerimaan pajak yang

    berhasil melampaui target yaitu tahun 2005 dan 2008.

    Semenjak tahun 2009 penerimaan pajak tidak berhasil

    mencapai target, bahkan pada tahun 2012 persentase

    realisasi penerimaan pajak mencapai titik terendah

    dalam 8 tahun terakhir, dimana penerimaan pajak

    hanya terealisasi mencapai 90,6 % dari target yang

    ditetapkan. Menurut Saepudien (2012), penerimaan

    pajak Negara akan meningkat, jika tingkat kepatuhan

    Wajib Pajak dalam membayar pajak tinggi. Artinya jika

    semua Wajib Pajak yang ada memiliki kepatuhan dalam

    melaksanakan kewajibannya, maka target penerimaan

    pajak setiap tahun dapat tercapai. Berdasarkan data

    target dan realisasi penerimaan pajak diatas, maka

    tingkat kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia dapat

    dikaitkan dengan turunnya presentase realisasi

    penerimaan pajak.

  • 4

    Penelitian mengenai perilaku kepatuhan pajak

    dapat dikaji melalui aspek psikologis karena adanya

    hubungan antara Wajib Pajak dengan otoritas pajak

    yang dapat dilihat sebagai suatu kontrak psikologi (Feld

    and Frey 2002). Keberhasilan pemungutan pajak

    tergantung dari seberapa besar Wajib Pajak dengan

    otoritas pajak saling mempercayai dan mematuhi atau

    memenuhi komitmen dalam kontrak psikologi ini.

    Beberapa penelitian kepatuhan Wajib Pajak dengan

    pendekatan psikologis diantaranya dengan

    menggunakan Attribution Theory (Jatmiko, 2006; Santi,

    2012) yang menjelaskan proses kognitif wajib Pajak

    dalam perilaku patuh atas pajak, Social Learning

    Theory (Damayanti dan Supramono, 2012) yang

    menjelaskan bahwa pengamatan dan pengalaman

    seseorang secara langsung dapat mempengaruhi

    kepatuhan Wajib Pajak. Selain kedua teori tersebut,

    penelitian tentang perilaku Kepatuhan Wajib Pajak juga

    dapat menggunakan Theory of Planned Behavior (TPB).

    TPB sering dipakai untuk mengkaji perilaku seseorang

    karena sudah terbukti melalui banyak penelitian

    (Ajzen, 2005).

    Berdasarkan model Theory of Planned Behavior,

    Ajzen (1991), dapat dijelaskan bahwa perilaku patuh

    maupun tidak patuh dalam memenuhi kewajiban

    perpajakanya dapat dilakukan oleh Wajib Pajak apabila

    ada niat atau keinginan untuk melakukannya.

    Sedangkan munculnya niat untuk berperilaku

    dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu (1) sikap yang

    menunjukkan tingkatan dimana seseorang mempunyai

    evaluasi yang positif atau negatif terhadap objek atau

  • 5

    perilaku tertentu, (2) norma subjektif sebagai faktor

    sosial yang menunjukkan tekanan sosial yang

    dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan

    perilaku tertentu, (3) kontrol perilaku, menunjukkan

    kemudahan atau kesulitan untuk melakukan perilaku

    tertentu. Interaksi dari ketiga faktor ini akan

    membentuk niat berperilaku yang selanjutnya akan

    menentukan apakah perilaku tertentu akan dilakukan

    atau tidak.

    Pangestu dan Rusmana (2012) menggunakan

    model TPB untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang

    berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam

    penyetoran SPT-Massa. Temuan mereka menunjukkan

    bahwa niat Wajib Pajak untuk patuh secara signifikan

    dipengaruhi oleh sikap, dan kontrol perilaku yang

    dipersepsikan. Sedangkan norma subyektif tidak

    berpengaruh signifikan terhadap niat Wajib Pajak

    untuk patuh. Selain itu, niat Wajib Pajak untuk patuh

    juga menunjukkan hubungan signifikan terhadap

    kepatuhan pajak. Senada, Salman dan Sarjono (2013)

    juga menggunakan model TPB untuk meneliti perilaku

    kepatuhan Wajib Pajak. Hasil penelitian mereka

    menunjukkan bahwa norma subyektif dan kontrol

    perilaku berpengaruh terhadap niat untuk patuh.

    Namun, penelitian ini menemukan bahwa sikap atas

    kepatuhan tidak berpengaruh secara empiris terhadap

    niat untuk patuh, serta niat untuk patuh juga tidak

    berpengaruh terhadap perilaku patuh Wajib Pajak.

    Penelitian ini juga menambahkan variabel

    Pengetahuan atas Pajak ke dalam model TPB, karena

    diduga akan mempengaruhi sikap atau cara pandang

  • 6

    seseorang terhadap Pajak. Menurut Fishben & Ajzen

    (1975), aspek keyakinan (behavioral beliefs) pada sikap

    berkaitan dengan keyakinan individu bahwa ia akan

    menampilkan atau tidak menampilkan perilaku

    tertentu. Dijelaskan-pula bahwa aspek ini merupakan

    aspek pengetahuan individu tentang objek sikap.

    Pengetahuan individu tentang objek sikap dapat

    pula berupa opini individu tentang hal yang belum

    tentu sesuai dengan kenyataan. Semakin positif

    keyakinan individu akan akibat dari suatu objek sikap,

    maka akan semakin positif pula sikap individu

    terhadap objek sikap tersebut. Selain itu, Azwar (1995)

    juga menjelaskan bahwa pengetahuan dan sikap

    memiliki keterkaitan yang terletak pada aspek kognitif

    sebagai salah satu komponen dari sikap. Aspek kognitif

    tersebut berhubungan dengan keyakinan seseorang

    akan pengetahuannya terhadap objek. Pengaruh

    pengetahuan atas pajak terhadap sikap atas pajak

    didukung oleh penelitian Eriksen dan Fallan (1996)

    dalam Damayanti dan Supramono (2012) serta Edlund

    (1999) yang menjelaskan bahwa semakin tinggi

    pengetahuan atas peraturan perpajakan maka semakin

    baik sikap atas pajak.

    Penelitian ini akan dilakukan di wilayah KP2KP

    Masohi-Kabupaten Maluku Tengah karena didasarkan

    pada data penyampaian SPT Tahunan Pajak

    Penghasilan tahun 2012, yang hanya berkisar 2% dari

    seluruh Wajib Pajak yang terdaftar (www.berita

    maluku.com). Hal ini berarti bahwa tingkat kepatuhan

    Wajib Pajak di Kabupaten Maluku Tengah tergolong

    rendah. Selanjutnya, penelitian ini bertujuan untuk

  • 7

    menguji pengaruh pengetahuan atas pajak terhadap

    sikap atas pajak, dan menguji pengaruh sikap atas

    pajak, norma subjektif, kontrol perilaku yang

    dipersepsikan terhadap niat untuk berperilaku patuh

    secara partial maupun simultan, serta pengaruh niat

    untuk berperilaku patuh terhadap perilaku kepatuhan

    pajak.

    Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat

    berkontribusi menambah referensi penelitian tentang

    ilmu keperilakuan yang sudah ada sebelumnya, juga

    menambah wawasan mengenai perilaku kepatuhan

    Wajib Pajak dengan menggunakan pendekatan TPB.

    Selain itu, diharapkan akan memberikan informasi

    terkait tingkat kepatuhan Wajib Pajak, sehingga dapat

    membantu KP2KP merumuskan antisipasi yang tepat.