perkerasan jalan raya

104
PERKERASAN JALAN RAYA

Upload: lilitekniksipil

Post on 23-Nov-2015

144 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

perkerasan jalan raya

TRANSCRIPT

  • PERKERASAN JALAN RAYA

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1. 1 Sejarah Perkerasan Jalan

    Pada awalnya jalan hanyalah berupa jejak manusia yang mencari kebutuhan hidup

    atau sumber air. Setelah itu mulailah manusia hidup berkelompok dan jejak-jejak itu

    berubah menjadi jalan setapak. Dengan dipergunakannya hewan-hewan sebagai alat

    transportasi maka jalan dibuat rata. Jalan yang diperkeras pertama kali ditemukan di

    Mesopotamia berkaitan dengan diketemukannya roda sekitar tahun 3500 SM.

    Konstruksi perkerasan jalan berkembang pesat pada zaman keemasan Romawi.

    Pada saat itu telah mulai dibangun jalan-jalan yang terdiri dari beberapa lapis

    perkerasan. Perkembangan konstruksi perkerasan jalan seakan terhenti dengan

    mundurnya kekuasaan Romawi sampai awal abad ke-18. Pada saat itu beberapa ahli

  • 2

    dari Perancis, Skotlandia menemukan sistem-sistem konstruksi perkerasan jalan yang

    sebagian sampai saat ini masih umum digunakan di Indonesia maupun negara-negara

    lain di dunia.

    John Louden Mac Adam (1756 -1836), orang Skotlandia memperkenalkan konstruksi

    perkerasan yang terdiri dari batu pecah atau batu kali, pori-pori atasnya ditutup dengan

    batu yang lebih halus/ kecil. Jenis perkerasan ini dikenal dengan nama Perkerasan

    Macadam.

    Untuk memberikan lapisan yang kedap air, maka di atas lapisan makadam diberi

    lapisan aus yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat dan ditaburi pasir kasar.

    Pierre Marie Jerome Tresaquet (1716 -1796) dari Perancis mengembangkan sistem

    lapisan batu pecah yang dilengkapi dengan drainase, kemiringan melintang serta mulai

    menggunakan pondasi dari batu.

    Thomas Telford (1757 1834) dari Skotlandia membangun jalan mirip dengan apa

    yang dilaksanakan Tresaquet. Konstruksi perkerasannya terdiri dari batu pecah berukuran

    15/20 sampai 25/30 yang disusun tegak. Batu-batu kecil diletakkan diatasnya untuk

  • 3

    menutup pori-pori yang ada dan memberikan permukaan yang rata. Sistem ini dikenal

    dengan sistem Telford. Jalan-jalan di Indonesia yang dibuat pada jaman dulu sebagian

    besar merupakan sistem Telford, walaupun di atasnya telah diberikan lapisan aus dengan

    pengikat aspal.

    Perkerasan jalan dengan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat telah

    ditemukan pertama kali di Babylon pada tahun 625 tahun SM, tetapi perkerasan jenis ini

    tidak berkembang sampai ditemukannya kendaraan bermotor bensin oleh Gottlieb

    Daimler dan Karl Benz pada tahun 1880. Mulai tahun 1920 sampai sekarang teknologi

    konstruksi perkerasan dengan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat maju pesat.

    Konstruksi perkerasan menggunkan semen sebagai bahan pengikat telah ditemukan

    pada tahun 1828 di London, tetapi mulai berkembang pada awal tahun 1900 an.

    Catatan tentang jalan di Indonesia tak banyak ditemukan. Pembangunan jalan

    yang tercatat dalam sejarah Indonesia adalah pembangunan jalan pos pada zaman

    pemerintahan Daendels, yang dibangun dari Anyer sampai Banyuwangi, membentang

    sepanjang Pulau Jawa. Pembangunan tersebut dilakukan dengan kerja paksa pada

  • 4

    akhir abad ke-18. Tujuan pembangunan jalan tersebut adalah untuk memudahkan

    pengangkutan hasil tanaman, dibangun juga jalan-jalan yang merupakan cabang dari

    jalan pos terdahulu.

    Di luar pulau Jawa pembangunan jalan hampir tidak berarti, kecuali di sekitar

    daerah tanam paksa di Sumatera Tengah dan Utara.

    Awal tahun 1970 Indonesia mulai membangun jalan-jalan dengan klasifikasi lebih

    baik, hal itu ditandai dengan diresmikannya jalan tol pertama pada tanggal 9 Maret

    1978 sepanjang 53,0 km, yang menghubungkan kota Jakarta Bogor Ciawi dan

    terkenal dengan nama Jalan Tol Jagorawi.

  • 5

    1.2 Jenis Konstruksi Perkerasan

    Berdasarkan bahan pengikatnya maka konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan

    atas:

    1. Konstruksi perkerasan lentur (fleksibel pavement), yaitu perkerasan yang

    menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat

    memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.

    2. Konsruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan

    semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa

    tulangan diletakakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah.

    Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.

    3. Konstrulsi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan kaku yang

    dikombinasikan dengan pekerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur diatas

    perkerasan kaku, atau perkerasan kaku di atas perkerasan lentur.

  • 6

    Tabel 1.1 Perbedaan antara Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur.

    Kriteria Perkerasan lentur Perkerasan kaku

    1 Bahan pengikat Aspal Semen

    2 Repitisi beban Timbul rutting (lendutan

    pada jalur roda)

    Timbul retak-retak pada

    permukaan

    3 Penurunan tanah

    dasar

    Jalan bergelombang

    mengikuti tanah dasar

    Bersifat sebagai balok

    diatas perletakan.

    4 Perubahan

    temperatur

    Modulus kekakuan

    berubah. Timbul

    tegangan dalam yang

    kecil

    Modulus kekakuan tidak

    berubah timbul

    tegangan dalam yang

    besar.

  • 7

    1.3 Kriteria Konstruksi Perkerasan Lentur.

    Guna dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada para pemakai jalan,

    maka konstruksi perkerasan jalan haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu yang dapat

    dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu :

    1. Syarat-syarat berlalu lintas

    Konstruksi perkerasan lentur dipandang dari keamanan dan kenyamanan berlalu lintas

    haruslah memenuhi syarat-syarat :

    a. Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak berlubang.

    b. Permukaan cukup kaku sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban yang

    bekerja diatasnya.

    c. Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antar ban dan

    permukaan jalan sehingga tidak mudah selip.

    d. Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika kena sinar matahari.

  • 8

    2. Syarat-syarat kekuatan/ struktural.

    Konstruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan

    menyebarkan beban, haruslah memenuhi syrat-syarat :

    a. Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan lalu lintas

    ke tanah dasar.

    b. Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap kelapisan dibawahnya.

    c. Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya dapat

    cepat dialirkan.

    d. Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi yang

    berarti.

    Untuk dapat memenuhi hal-hal tersebut diatas, perencanaan dan pelaksanaan

    konstruksi perkerasan lentur jalan haruslah mencakup :

    1. Perencanaan tebal masing-masing lapisan perkerasan.

    Dengan memperhatikan daya dukung tanah dasar, beban lalu lintas yang dipikulnya,

    keadaan lingkungan, jenis lapisan yang dipilih, dapatlah ditentukan tebal lapisan

  • 9

    masing-masing lapisan berdasarkan beberapa metode yang ada.

    2. Analisa campuran bahan.

    Dengan memperhatikan mutu dan jumlah bahan setempat yang tersedia,

    direncanakanlah suatu susunan campuran tertentu sehingga terpenuhi spesifikasi dari

    jenis lapisan yang dipilih.

    3. Pengawasan pelaksanaan pekerjaan.

    Perencanaan tebal perkerasan yang baik, susunan campuran yang memenuhi syarat,

    belumlah dapat menjamin dihasilkannya lapisan perkerasan yang memenuhi apa

    yang diinginkan jika tidak dilakukan pengawasan pelaksanaan yang cermat, mulai

    dari tahap penyiapan lokasi dan material sampai tahap pencampuran serta

    penghamparan dan akhirnya pada tahap pemadatan dan pemeliharaan.

    Disamping itu tak dapat dilupakan sistem pemeliharaan yang terencana dan tepat

    selama umur pelayanan, termasuk didalamnya sistem drainase jalan tersebut.

  • 10

    BAB II

    JENIS DAN FUNGSI LAPISAN PERKERASAN

    Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah

    dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban

    lalu lintas dan meyebarkannya kelapisan dibawahnya.

    Konstruksi perkerasan terdiri dari :

    1. Lapisan permukaan (surface course)

    2. Lapisan pondasi atas (base course)

    3. Lapisan pondasi bawah (subbase course)

    4. Lapisan tanah dasar (subgrade)

  • 11

    Lapisan Permukaan (Surface)

    Lapisan Pondasi Atas (Base)

    Lapisan Pondasi Bawah (Subbase)

    Lapisan Tanah Dasar

    Gambar 2.1 Konstruksi perkerasan

    Beban lalu lintas yang bekerja di atas konstruksi perkerasan dapat dibedakan atas:

    1. Muatan kendaraan berupa gaya vertikal

    2. Gaya rem kendaraan berupa gaya horisontal

    3. Pukulan roda kendaraan berupa getaran-getaran

    Karena sifat penyebaran gaya maka muatan yang diterima oleh masing-masing lapisan

    berbeda dan semakin ke bawah semakin kecil.

  • 12

    Lapisan permukaan harus mampu menerima seluruh jenis gaya yang bekerja, lapis

    pondasi atas menerima gaya vertikal dan getaran, sedangkan tanah dasar dianggap

    hanya menerima gaya vertikal saja.

    Oleh karena itu terdapat perbedaan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh masing-

    masing lapisan.

    2.1 Lapis Permukaan ( Surface course )

    Adalah lapisan yang terletak paling atas dan mempunyai fungsi sebagai :

    a. Lapis perkerasan penahan beban roda, lapisan mempunyai stabilitas tinggi untuk

    menahan beban roda selama masa pelayanan.

    b. Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap kelapisan

    dibawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut.

    c. Lapis aus (wearing course), lapisan yang langsung menerima gesekan akibat rem

    kendaraan sehingga mudah menjadi aus.

    d. Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh

    lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang lebih jelek.

  • 13

    Untuk dapat memenuhi fungsi tersebut diatas, pada umumnya lapisan permukaan

    dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan lapisan

    yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama.

    Jenis lapis permukaan yang umum dipergunakan di Indonesia antara lain :

    1. Lapisan bersifat nonstruktural, bersifat sebagai lapisan aus dan kedap air antara lain :

    a. Burtu (laburan aspal satu lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan

    aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam, dengan tebal

    maksimum 2 cm.

    b. Burda (laburan aspal dua lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan

    aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan dengan tebal

    padat maksimum 3,5 cm.

    c. Latasir (lapis tipis aspal pasir), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan

    aspal dan pasir alam bergradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan

    pada suhu tertentu dengan tebal padat 1 2 cm.

  • 14

    d. Buras (laburan aspal), merupakan lapis penutup terdiri dari lapisan aspal taburan

    pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8 inch.

    e. Latasbum (lapis tipis asbuton murni), merupakan lapis penutup yang terdiri dari

    campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang

    dicampur secara dingin dengan tebal padat maksimum 1 cm.

    f. Lataston (lapis tipis aspal beton), dikenal dengan hot roll sheet (HRS), merupakan

    lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang,

    mineral pengisi (filler) dan aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang

    dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas. Tebal padat antara 2,5 3 cm.

    Jenis lapisan permukaan tersebut di atas walaupun bersifat nonstruktural, dapat

    menambah daya tahan perkerasan terhadap penurunan mutu, sehingga secara

    keseluruhan menambah masa pelayanan dari konstruksi perkerasan. Jenis perkerasan ini

    terutama digunakan untuk pemeliharaan jalan.

  • 15

    2. Lapisan bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan

    beban roda

    a. Penetrasi Macadam (Lapen), merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat

    pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh

    aspal dengan cara disemprotkan di atasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Di

    atas lapen ini biasanya diberi laburan aspal dengan agregat penutup. Tebal

    lapisan satu lapis dapat bervariasi dari 4 10 cm.

    b. Lasbutag merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran

    antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan

    dipadatkan secara dingin. Tebal padat tiap lapisan antara 3 5 cm.

    c. Laston (lapis aspal beton), merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang

    terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang mempunyai gradasi menerus,

    dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu.

  • 16

    2.2 Lapisan Pondasi Atas ( Base course )

    Lapisan perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi bawah dan lapis

    permukaan, yang mempunyai fungsi antara lain:

    a Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan

    beban ke lapisan bawahnya.

    b Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.

    c Bantalan terhadap lapisan permukaan.

    Material yang akan digunakan untuk lapis pondasi atas adalah material yang cukup

    kuat. Untuk lapis pondasi atas tanpa bahan pengikat umumnya menggunakan material

    dengan CBR > 50% dan Plastisitas Indeks (PI) < 4%. Bahan-bahan alam seperti batu

    pecah, kerikil pecah, stabilitas tanah dengan semen dan kapur dapat digunakan

    sebagai lapis pondasi atas.

    Jenis lapis pondasi atas yang umum dipergunakan di Indonesia antara lain :

    1. Agregat bergradasi baik dapat dibagi atas :

    Batu pecah kelas A

  • 17

    Batu pecah kelas B

    Batu pecah kelas C

    Batu pecah kelas A mempunyai gradasi yang lebih kasar dari batu pecah kelas B,

    batu pecah kelas B lebih kasar daripada batu pecah kelas C.

    Kriteria dari masing-masing jenis lapisan di atas dapat diperoleh pada spesifikasi yang

    diberikan.

    Sebagai contoh diberikan persyaratan gradasi dari lapisan pondasi atas kelas B:

    Lapis pondasi kelas B terdiri dari campuran kerikil dan kerikil pecah atau batu pecah

    dengan berat jenis yang seragam, dengan pasir, lanau atau lempung dengan

    persyaratan di bawah ini:

  • 18

    ASTM standard sieve Persentase berat butir yang lewat

    1 100

    1 60 100

    55 85

    No. 4 35 60

    No. 10 25 50

    No. 40 15 30

    No. 20 08 15

    Partikel yang mempunyai diameter kurang dari 0,02 mm harus tidak lebih dari 3% dari

    berat total contoh bahan yang diuji.

    2. Pondasi macadam

    3. Pondasi Telford

    4. Penetrasi Macadam (Lapen)

    5. Aspal beton pondasi (Asphalt Concrete Base/ Asphalt Treated Base)

  • 19

    6. Stabilisasi yang terdiri dari :

    a. Stabilisasi agregat dengan semen (cement Treated base)

    b. Stabilisasi agregat dengan kapur (Lime Treated Base)

    c. Stabilisasi agregat dengan aspal (Asphalt Treated Base).

    2.3 Lapisan Pondasi Bawah (Subbase course )

    Lapisan pondasi bawah dapat diartikan sebagai lapis perkerasan yang terletak

    antara lapis pondasi atas dan tanah dasar, yang berfungsi sebagai :

    Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar.

    Lapisan ini harus cukup kuat.

    Efisiensi penggunaan material, relatif lebih murah dari lapisan perkerasan diatasnya.

    Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal

    Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.

  • 20

    Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar. Hal ini sehubungan dengan

    kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh

    cuaca, atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan roda-roda alat besar.

    Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapisan

    pondasi atas. Untuk itu lapisan pondasi bawah haruslah memenuhi syarat filter yaitu :

    Dimana :

    D15 = diameter butir pada keadaan banyaknya persen yang lolos = 15%

    D85 = diameter butir pada keadaan banyaknya persen yang lolos = 85%

    Jenis lapisan pondasi bawah yang umum dipergunakan di Indonesia :

    1) Agregat bergradasi baik, dibedakan atas:

    a. Sirtu / pitrun kelas A

  • 21

    b. Sirtu / pitrun kelas B

    c. Sirtu / pitrun kelas C

    Sirtu kelas A bergradasi lebih kasar dari sirtu kelas B, yang masing-masing dapat

    dilihat dari spesifikasi yang diberikan,

    2) Stabilisasi

    a. Stabilisasi agregat dengan semen (cement treated subbase)

    b. Stabilisasi agregat dengan kapur (lime treated subbase)

    c. Stabilisasi tanah dengan semen (soil cement stabilization)

    d. Stabilisasi tanah dengan kapur (soil lime stabilization)

    2.4 Lapisan Tanah Dasar ( Subgrade )

    Lapisan tanah dasar dapat diartikan sebagai lapisan tanah setebal 50-100 cm diatas

    dimana akan diletakan lapisan pondasi bawah.

    Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya

    baik, tanah yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan atau tanah yang

  • 22

    distabilisasi dengan kapur atau bahan lainnya. Pemadatan yang baik akan diperoleh jika

    dilakukan pada kadar air optimum dan diusahakan kadar air tersebut konstan selama

    umur rencana. Hal ini dapat dicapai dengan perlengkapan drainase yang memenuhi

    syarat,

    Ditinjau dari muka tanah asli, lapisan tanah dasar dapat dibedakan atas :

    a. Lapisan tanah dasar, tanah galian.

    b. Lapisan tanah dasar, tanah timbunan.

    c. Lapisan tanah dasar, tanah asli.

    Sebelum diletakkan lapisan-lapisan lainnya, tanah dasar dipadatkan terlebih dahulu

    sehingga tercapai kestabilan yang tinggi terhadap perubahan volume.

    Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat ditentukan oleh sifat-sifat

    daya dukung tanah dasar. Masalah-masalah yang sering ditemui menyangkut tanah

    dasar adalah:

  • 23

    1. Perubahan bentuk tetap dari jenis tanah tertentu akibat beban lalu lintas. Perubahan

    bentuk yang besar akan mengakibatkan jalan tersebut rusak. Tanah-tanah dengan

    plastisitas tinggi cenderung untuk mengalami hal tersebut. Lapisan-lapisan tanah lunak

    yang terdapat di bawah tanah dasar harus diperhatikan. Daya dukung tanah dasar

    yang ditunjukkan oleh nilai CBRnya dapat merupakan indikasi dari perubahan bentuk

    yang dapat terjadi.

    2. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air. Hal

    ini dapat dikurangi dengan memadatkan tanah pada kadar air optimum sehingga

    mencapai kepadatan tertentu sehingga perubahan volume yang mungkin dapat

    terjadi dapat dikurangi. Kondisi drainase yang baik dapat menjaga kemungkinan

    berubahnya kadar air pada lapisan tanah dasar.

    3. Daya dukung tanah dasar yang tidak merata pada daerah dengan macam tanah

    yang sangat berbeda. Penelitian yang seksama atas jenis dan sifat tanah dasar

    sepanjang jalan dapat mengurangi akibat tidak meratanya daya dukung tanah

  • 24

    dasar. Perencanaan tebal perkerasan dapat dibuat berbeda dengan membagi jalan

    menjadi segmen-segmen berdasarkan sifat tanah yang berlainan.

    4. Daya dukung yang tidak merata akibat pelaksanaan yang kurang baik. Hal ini akan

    lebih jelek pada tanah dasar dari jenis tanah berbutir kasar dengan adanya

    tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas ataupun akibat berat tanah

    dasar itu sendiri (pada tanah dasar tanah timbunan). Hal ini dapat diatasi dengan

    melakukan pengawasan yang baik pada saat pelaksanaan pekerjaan tanah dasar.

    5. Perbedaan penurunan (differential settlement) akibat terdapatnya lapisan-lapisan

    tanah lunak di bawah tanah dasar akan mengakibatkan terjadinya perubahan

    bentuk tetap. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan penyelidikan tanah dengan

    teliti. Pemeriksaan dengan menggunakan alat bor dapat memberikan gambaran

    yang jelas tentang lapisan tanah di bawah lapis tanah dasar.

    6. Kondisi geologist dari lokasi jalan perlu dipelajari dengan teliti, jika ada kemungkinan

    lokasi jalan berada pada daerah patahan.

  • 25

    2. 5 Spesifikasi Bahan

    Berdasarkan Buku Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas (2002), Campuran

    beraspal panas adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal.

    Pencampuran dilakukan sedemikian rupa sehingga permukaan agregat terselimuti aspal

    dengan seragam. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau

    lem antar partikel agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan.

    Sifat-sifat mekanis aspal dalam campuran beraspal diperoleh dari friksi dan kohesi

    dari bahan-bahan pembentuknya. Friksi agregat diperoleh dari ikatan antar butir agregat

    dan kekuatannya tergantung pada gradasi, tekstur permukaan, bentuk butiran dan

    ukuran agregat maksimum yang digunakan. Sedangkan sifat kohesinya diperoleh dari

    sifat-sifat aspal yang dgunakan.

    Oleh sebab itu kinerja campuran beraspal sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat

    agregat dan aspal serta sifat-sifat campuran padat yang sudah terbentuk dari kedua

    bahan tersebut.

  • 26

    Beberapa jenis campuran aspal panas yang umum digunakan di Indonesia antara lain :

    1. AC (asphalt Concrete) atau Laston (lapis beton aspal).

    Laston (AC) dapat dibedakan menjadi dua tergantung fungsinya pada konstruksi

    perkerasan jalan, yaitu untuk lapis permukaan atau lapisan aus (AC-wearing course)

    dan untuk lapis pondasi (AC base, Ac binder, ATB (Asphalt Treated Base)).

    2. HRS (Hot Rolled Sheet) atau Lataston (Lapis tipis beton aspal).

    Lataston (HRS) juga dapat digunakan sebagai lapisan aus atau lapis pondasi.

    3. HRSS (Hot Rolled Sand Sheet) atau Latasir (lapis tipis aspal pasir).

    Latasir (HRSS) digunakan untuk lalu lintas ringan (< 500.000 ESA).

  • 27

    Tabel 2.2 Tebal Nominal Rancangan Campuran Aspal dan toleransi.

    Jenis campuran Simbol Tebal nominal

    min. Toleransi tebal (mm)

    Latasir kelas A SS-A 1.5 2.0

    Latasir kelas B SS-B 2.0

    Lataston Lapis aus HRS-WC 3.0

    3.0 Lapis pondasi HRS-Base 3.5

    Laston

    Lapis aus AC-WC 4.0 3.0

    Lapis

    pengikat AC-BC 5.0 4.0

    Lapis pondasi AC-Base 6.0 5.0

    Sumber : Buku III Kimpraswil , 2000.

  • 28

    Aspal

    Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang

    bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup

    pemanasan dan sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat

    menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya selama proses produksi dan

    pelayanannya. Pada dasarnya aspal terbuat dari suatu rantai hidrokarbon yang disebut

    bitumen karena itu aspal sering juga disebut material berbituminous.

    Berdasarkan sheel bitumen (1995) menyatakan bahwa aspal yang ideal adalah

    yang mengandung asphaltene antara 15-25%. Kandungan asphaltene mempunyai

    pengaruh sangat besar terhadap karakteristik rheologi aspal, dimana bila aspal

    mengandung aspahltene makin tinggi maka akan menghasilkan aspal yang makin keras.

    Sejalan dengan kekerasan aspal maka penetrasi pun akan makin rendah dan titik

    lembek makin tinggi.

  • 29

    Adapun sifat- sifat fisik aspal

    1. Durabilitas

    Sebagai bahan pengikat dalam campuran beraspal, kinerja aspal dipengaruhi oleh

    sifat-sifat aspal yang akan berubah secara signifikan akibat oksidasi dan pengelupasan

    yang terjadi baik pada saat pencampuran, pengangkutan dan penghamparan di

    lapangan, akibatnya aspal akan berdaktilitas rendah atau mengalami penuaan.

    penghambat laju penuaan ini di sebut dengan durabilitas aspal.

    Aspal dengan durabilitas yang baik akan menghasilkan campuran dengan kinerja

    yang baik pula. Dan untuk mengetahui durabilitas aspal dapat dengan melakukan

    pengujian penetrasi, titk lembek, kehilangan berat dan daktilitas.

    2. Adesi dan kohesi

    Kemampuan aspal untuk melekat satu sama lainnya disebut adhesi dan kemampuan

    aspal untuk melekat dan mengikat agregat di sebut kohesi.

    Aspal keras dengan nilai daktilitas yang rendah adalah aspal yang memiliki daya

    adhesi yang kurang baik dibandingkan dengan aspal yang memiliki nilai daktilitas

  • 30

    yang tinggi. Aspal dengan daya kohesi yang kuat akan melekat erat pada permukaan

    agregat.

    Untuk mengetahui kedua sifat ini dapat melakukan pengujian daktilitas dan kadar

    kelekatan aspal.

    3. Kepekaan aspal terhadap temperatur

    Aspal bersifat termoplastik yaitu menjadi lebih keras bila temperatur menurun dan

    melunak bial temperatur meningkat, ini yang juga disebut kepekaan aspal terhadap

    temperatur. Sifat ini penting diketahui agar kita dapat mengetahui pada temperatur

    berapa aspal dan agregat dapat dicampur dan dipadatkan.

    4. Pengerasan dan penuaan

    Faktor utama terjadinya penuaan pada aspal antara lain penguapan fraksi minyak

    ringan yang terkandung dalam aspal dan oksidasi (baik penuaan jangka pendek

    maupun penuan jangka panjang).

    Kedua faktor ini menyebabkan terjadinya pengerasan aspal dan selalnjutnya akan

    meningkatkan kekakuan campuran beraspal. Peningkatan kekakuan ini akan

  • 31

    meningkatkan ketahanan campuran terhadap deformasi permanen dan kemampuan

    beban untuk menyebarkan beban yang diterima, tetapi juga dapat membuat

    campuran menjadi lebih getas sehigga akan cepat retak dan akan menurunkan

    ketahanannya terhadap beban berulang. Kecepatan oksidasi yang terjadi sangat

    dipengaruhi oleh rongga udara yang terkandung dalam campuran dan lingkungan

    dimana campuran ini dihampar.

    Makin rendah nilai parameter maltene (0,4) maka aspal ini mempunyai tingkat

    keawetan yang tinggi.

    Berdasarkan Buku Perkerasan lentur jalan raya aspal keras/aspal cement (AC), pada

    temperatur ruang ( 250-300) berbentuk padat. Pengelompokan aspal semen dapat

    dilakukan berdasarkan nilai penetrasi ataupun berdasarkan nilai viskositasnya.

    Agar suatu bahan bitumen dapat digunakan dengan baik maka harus memenuhi

    persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

    a. Melekat dengan baik pada batuan.

    b. Dapat menjadi cair.

  • 32

    c. Menjadi cukup keras sehingga campuran batuan dan perekat setalah dicampur dan

    dipadatkan tidak berubah.

    d. Cukup lunak sehingga campuran batuan dan perekat pada suhu rendah tidak

    menjadi rapuh sehingga menghindari kerusakan.

    1. Aspal Pen 60

    Umumnya di Indonesia dipergunakan aspal keras dengan penetrasi 60/70 untuk bahan

    konstruksi perkerasan jalan. Aspal pen 60 ini bisa dikatakan juga menjadi inti dalam

    pembuatan campuran beraspal, bila ditambah sedikit bahan tambah maka aspal pen

    60 ini bisa diturunkan sesuai dengan kebutuhan kita untuk membuat campuran beraspal

    dengan nilai penetrasi yang kita butuhkan.

  • 33

    Tabel 2.3 Persyaratan Aspal keras Pen 60

    No Jenis Pengujian Metode Persyaratan

    1 Penetrasi,250 C SNI 06-2456-1991 60-79

    2 Titik Lembek, 0 C SNI 06-2434-1991 48-58

    3 Titik Nyala, 0 C SNI 06-2433-1991 Min 200

    4 Daktilitas, 250 C; cm SNI 06-2432-1991 Min 100

    5 Berat Jenis SNI 06-2441-1991 Min 1,0

    6 Kelarutan dlm TCE, % berat SNI 06-2438-1991 Min 99

    7 Penurunan Berat (TFOT), % berat SNI 06-2440-1991 Max. 0,8

    8 Penetrasi stlh penurunan berat, % asli SNI 06-2456-1991 Min 54

    9 Daktilitas setelah penurunan berat, cm SNI 06-2432-1991 Min 50

    Sumber : Spesifikasi campuran Aspal Panas seksi 6..3

  • 34

    2. Aspal Pen 40/50

    Berdasarkan buku III Spesifikasi Umum Dirjen Praswil, dapat digunakan juga aspal

    dengan nilai penetrasi 50 sebagai bahan dalam suatu campuran beraspal. Aspal ini

    terbuat dari aspal pen 60/70 yang ditambah bahan tambah sehingga memiliki nilai

    penetrasi 40-50 dan titik lembek 55.

    Aspal ini digunakan khusus untuk lalu lintas berat.

  • 35

    Tabel 2. 4 Persyaratan Aspal dimodifikasi dengan Asbuton

    No Jenis Pengujian Metode Persyaratan

    1 Penetrasi, 250C, 100 g, 5 dtk, 0.1 mm SNI 06-2456-1991 40-55

    2 Titik lembek, 0 C SNI 06-2434-1991 Min 55

    3 Titik nyala, 0 C SNI 06-2433-1991 Min 225

    4 Daktilitas, 250 C, cm SNI 06-2432-1991 Min 50

    5 Berat Jenis SNI 06-2441-1991 Min 1.0

    6 Kelarutan dlm trichlor ethylen,% berat SNI 06-2438-1991 Min 90

    7 Penurunan berat (dg TFOT), % berat SNI 06-2440-1991 Max 2

    8 Penetrasi stlh kehilangan berat, %asli SNI 06-2456-1991 Min 55

    9 Daktilitas setelah TFOT, % asli SNI 06-2432-1991 Min 50

    10 Mineral lols saringan No 100, % SNI 03-1998-1990 Min 90

    Sumber : Buku Pedoman campuran aspal panas,Seksi 6.3,

  • 36

    Spesifikasi aspal Pen 40-50 lain yaitu berdasarkan AASHTO M20-70 yaitu, klasifikasi aspal

    menurut tingkat penetrasi.

    Tabel 2.5 Spesifikasi Aspal Pen 40-50 No Jenis Pengujian Metode Persyaratan

    1 Penetrasi,250 C SNI 06-2456-1991 40-59

    2 Titik Lembek, 0 C SNI 06-2434-1991 51-63

    3 Titik Nyala, 0 C SNI 06-2433-1991 >200

    4 Daktilitas, 250 C; cm SNI 06-2432-1991 >100

    5 Berat Jenis SNI 06-2441-1991 >1.0

    6 Kelarutan dlm TCE, % berat SNI 06-2438-1991 >99

    7 Penurunan Berat (TFOT), % berat SNI 06-2440-1991 58

    9 Daktilitas setelah penurunan berat, cm SNI 06-2432-1991 -

  • 37

    Asbuton

    Aspal batu buton atau sering disebut asbuton berdasarkan depositnya dapat

    dikelompokan dalam jenis aspal alam yang terbentuk dari aspal danau yaitu didaerah

    Kabungka dan sekitarnya. Asbuton mempunyai kandungan bitumen (aspal) bervariasi

    antara 10-30% dengan batuan induk batu kapur (KIMPRASWIL, 1999).

    Terbentuknya Asbuton berasal dari minyak bumi yang terdorong muncul

    kepermukaan yang menyusup diantara batuan-batuan yang porous.

    Dari pedoman asbuton campuran panas diperoleh persyaratan asbuton butir sebagai

    berikut :

  • 38

    Tabel 2.6 Persyaratan Asbuton butir

    Sifat-sifat Asbuton Metoda

    Pengujian Satuan

    Jenis

    5/20

    Jenis

    20/25

    Jenis

    5/55

    Kadar aspal SNI 03-3640-1994 % 18 - 22 23 - 27 50 - 60

    Ukuran butir maksimum AASHTO T 30-78 mm 1,18 1,18 1,18

    Kadar air SNI 06-2490-1991 % Maks. 2 Maks. 2 Maks. 2

    Penetrasi bitumen atau

    aspal asbuton pada 25

    oC, 100 g, 5 detik,

    SNI 06-2456-1991 dmm 2 - 8 17 - 25 2 8

    Sumber: Pedoman asbutoncampuran panasa(final), 2005

    Karakteristik asbuton

    Dari hasil pemeriksaan laboratorium, didalam asbuton terkandung bahan-bahan sebagai

    berkut :

    1. Bitumen (aspal murni) 10 30 %.

    2. Mineral asbuton dari ukuran debu sampai ukuran pasir yang sebagian besar

    merupakan mineral kapur.

  • 39

    Seperti telah diketahui, didalam Asbuton terdapat dua unsur utama, yaitu aspal dan

    mineral. Didalam pemanfaatannya untuk pekerjaan peraspalan kedua unsur tersebut

    akan sangat mempengaruhi kinerja dari campuran beraspal yang direncanakan.

    Jenis- jenis Asbuton

    1. Asbuton butir

    Asbuton yang dapat digunakan dalam campuran asbuton panas adalah asbuton

    butir yang terdiri atas tipe 5/20 dengan kelas penetrasi 5 dan kelas kadar bitumen 20,

    tipe 5/25 dengan kelas penetrasi 5 dan kelas kadar bitumen 25. Asbuton butir

    umumnya digunakan dalam campuran dingin (Lasbutag, Latasbum), campuran

    beraspal panas dan hangat sebagai bahan pengikat atau bahan tambah (additive).

    2. Mastik asbuton

    Yaitu asbuton mikro yang difluxing dengan bahan peremaja khusus dan

    dikombinasikan dengan aspal keras.

    Jenis mastik asbuton terdiri atas:

    a. Mastik lunak, merupakan kombinasi mastik dengan aspal keras

  • 40

    b. Mastik keras dimana mastik belum dikombinasikan dengan aspal keras

    Mastik asbuton dapat digunakan sebagai pengikat dan pengisi dalam campuran

    beraspal panas.

    Tabel 2.7 Persyaratan Asbuton setelah dicampur Peremaja (Mastik) Jenis Pengujian Metode Pengujian PP 3000

    Penetrasi pd 250 C SNI 06-2456-91 -

    Viscositas pd 82,20 C, (dtk) AASHTO T-72 300-400

    Titik Lembek, 0 C SNI 06-2434-91 -

    Daktilitas pd 250 C, cm SNI 06-2432-91 -

    Kelarutan dalam TCE, (%) Min. 99.5

    Titik Nyala, (0C) AASHTO T-73 Min 180

    Berat Jenis, Min.0.95

    Penurunan berat (TFOT), (%) Maks.1

    Penetrasi stlh TFOT pd 250 C, (%) SNI 06-2456-91 -

    Sumber : Pedoman Asbuton campuran panas, 2005

  • 41

    3. Asbuton hasil ekstraksi

    Asbuton hasil ekstraksi dapat digunakan sebagai bahan tambah untuk memperbaiki

    sifat aspal keras dan sebagai pengikat untuk mensubstitusi aspal keras dalam

    campuran beraspal. Sebagai contoh yang telah diproduksi adalah Epure.

    Fungsi dan sifat asbuton dalam campuran :

    A. Dalam campuran asbuton berperan sebagai :

    a. Bahan pengikat karena adanya bitumen.

    b. Bahan pengisi (filler) karena adanya mineral dalam asbuton.

    B. Karena keadaan dan sifat asbuton yang agak lain (komposisi kimia dan bentuk) dari

    aspal minyak, maka pelaksanaannya mempunyai cara khusus yang disesuaikan

    dengan keadaan dan sifatnya.

    C. Karena asbuton tidak merupakan benda cair, maka agak sulit untuk membuat

    campuran yang merata.

    Untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya maka asbuton yang digunakan halus

    berbutir sehalus mungkin (lewat saringan ).

  • 42

    Oily Sludge (Minyak Lumpur)

    Oliy sludge adalah limbah minyak yang berasal dari aktifitas-aktifitas ladang minyak

    baik dari saat pengeboran, distribusi maupun penyimpanan dimana Oily sludge ini

    berasal dari pengendapan limbah minyak/sisa atau disebut juga lumpur minyak.

    Oily sludge ini mengandung tiga unsur utama yaitu air, minyak dan mineralyang

    bercampur secara koloid, yang diduga dapat dipakai sebagai alternatif bahan

    peremaja pada bitumen asbuton karena memiliki kandungan fraksi minyak yang hampir

    menyamai minyak bakar yang selama ini dipakai sebagai peremaja Asbuton.

    Berdasarkan data hasil pengujian, Oily Sludge memiliki kandungan parafin lilin 0.32%

    terhadap berat aspal hasil ekstraksi atau lebih kecil dari persyaratan maksimum kadar

    parafin lilin untuk aspal yaitu maksimum 2%. Oily Sludge yang dikaji adalah Oily sludge

    Hilir.

  • 43

    Bahan Peremaja

    Umumnya bitumen asbuton mempunyai nilai penetrasi yang rendah. Percobaan

    yang telah dilakukan yaitu mengeluarkan bitumen dari asbuton dengan CCL 4 dengan

    cara ekstraksi. Setelah di suling residunya mempunyai nilai penetrasi antara 3-6.

    Agar asbuton dapat dipergunakan dalam konstruksi perkerasan jalan maka nilai

    penetrasi harus dinaikkan yaitu dengan cara mencampur asbuton dengan bahan

    pelunak atau bahan peremaja. Semakin tinggi nilai penetrasi yang diperoleh maka aspal

    yang akan dipakai semakin lunak.

    Selama ini untuk menaikan nilai penetrasi asbuton dipakai minyak bakar sebagai

    bahan peremaja, namun karena harga minyak bakar sendiri relatif mahal serta masih

    dipasok dari luar negeri, maka harus dicari alternatif lain sebagai pengganti minyak

    bakar tersebut agar asbuton dapat di gunakan dalam konstruksi perkerasan jalan.

    Peremaja untuk campuran asbuton diantaranya PP 3000 (Peremaja panas dengan

    kelas kekentalan 3000 Cst). Penambahan bahan peremaja asbuton harus mempunyai

  • 44

    batas-batas penetrasi tertentu dalam hal ini yang dinginkan adalah aspal dengan nilai

    penetrasi 40-50.

    Karakteristik atau sifat-sifat bahan peremaja yang baik :

    1. Bahan Peremaja harus dapat menambah baik mutu dari aspal.

    2. Memperbaiki penetrasi aspal sesuai kebutuhan.

    3. Dapat memperpanjang umur aspal.

    4. Dapat memperlambat proses penuaan dari umur aspal.

    5. Menjamin adanya hasil campuran yang baik dan homogen.

    Pengujian bahan peramaja PP 300 Cst (centi stockes) meliputi :

    1. Pemeriksaan viskositas

    Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan kekentalan aspal.

    2. Pemeriksaan titk nyala

    Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan dimana aspal terlihat menyala singkat

    pada permukaan aspal sekurang-kurangnya 5 detik.

  • 45

    3. Pemeriksaan berat jenis

    Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui berat jenis dari suatu jenis aspal keras yaitu :

    perbandingan antara berat aspal terhadap berat air suling (aquadest) pada suhu 250

    C.

    4. Pemeriksaan kehilangan berat dan viscositas setelah kehilangan berat Pemeriksaan ini

    bertujuan untutk mengetahui penurunan berat dari aspal atau bahan peremaja

    dengan cara pemanasan yang dinyatakan dalam persen dari berat semula.

    Karakteristik asbuton setelah dicampur dengan peremaja, pada proporsi optimum harus

    memenuhi persyaratan yang di tunjukkan pada tabel 2.7. berikut ini

  • 46

    Tabel 2.8 Persyaratan Peremaja dan Aspal pada Campuran Asbuton Jenis Pengujian Metoda pengujian PP-3000*)

    Penetrasi pada 25 oC, 100 g, 5 det (0,1mm) SNI 06-2456-91 -

    Titik lembek, (oC) SNI 06-2434-91 -

    Daktilitas pada 25 oC, 5 cm/min, (cm) SNI 06-2432-91 -

    Kelarutan dlm TCE, (%) Min. 99,5

    Titik nyala, (oC) AASHTO T-73 Min. 200

    Berat Jenis Min. 0,95

    Penurunan berat (TFOT), (% terhadap berat

    awal)

    Maks. 1

    Kadar parafin lilin, (%) SNI 03-3639-94 Maks. 2

    Sumber : Pedoman asbuton campuran panas, 2005

    Catatan : *) Digunakan sebagai peremaja sehingga memperoleh Mastik dengan

    pen 40/50

  • 47

    Agregat

    Agregat atau batu adalah material berbutir keras dan kompak. Istilah agregat

    mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu batu dan pasir. Agregat mempunyai

    peranan penting dalam prasarana transportasi, khususnya dalam hal ini konstruksi

    perkerasan jalan.

    Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik agregat

    yang di gunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan

    sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharan jalan.

    Ditinjau dari asal kejadiannya agregat dapat dibedakan atas batuan beku (agneous

    rock), batuan sedimen dan batuan metamorf (batuan malihan).

    Berdasarkan proses pengolahan, agregat yang dipergunakan pada perkerasan

    lentur dapat dibedakan atas agregat alam dan agregat buatan. Sedangkan

    berdasarkan ukuran besar butirnya, agregat dapat dibedakan atas agregat kasar,

    dimana ukuran butirannya tertahan saringan no.8 atau 2,38 mm (SNI No.1737-1989-F) dan

  • 48

    agregat halus dengan ukuran butirannya lolos saringan no.8 atau 2,38 mm (SNI No.1737-

    1989-F). Limbah bekas katalis dalam pengeboran minyak termasuk berbutir halus.

    1. Sifat-sifat fisik agregat dan hubungannya dengan kinerja campuran beraspal.

    Kontribusi agregat pada campuran beraspal 90-95 % terhadap berat campuran,

    sehingga perlu untuk mengetahui sifat sifat agregat tersebut.

    a. Ukuran Butir

    Ukuran agregat dalam suatu campuran beraspal terdiri dari yang berukuran besar

    sampai yang kecil. Semakin besar ukuran maksimum agregat yang digunakan

    semakin banyak variasi ukurannya dalam campuran.

    Istilah-istilah yang biasa digunakan sehubungan dengan ukuran agregat yaitu :

    Agregat kasar: agregat yang tertahan saringan No. 8 (2,36 mm).

    Agregat halus : agregat yang lolos saringan No.8 (2,36 mm).

    Mineral pengisi : fraksi dari agregat halus yang lolos saringan No.200 (2,36 mm),

    minimum 75% terhadap berat total agregat.

    Mineral abu : fraksi dari agregat halus ynag 100% lolos saringan No.200 (,075 mm).

  • 49

    Mineral pengisi dan mineral abu dapat terjadi secara alamiah atau dapat juga

    dihasilkan dari proses pemecahan batuan. Mineral ini penting artinya untuk

    mendapatkan campuran yang padat, berdaya tahan dan kedap air. Walaupun

    begitu, kelebihan atau kekurangan sedikit saja dari mineral in akan meyebabkan

    campuran terlalu kering atau terlalu basah. Perubahan sifat campuran ini bisa

    terjadi hanya karena sedikit perubahan dalam jumlah atau sifat dari bahan pengisi

    atau mineral debu yang digunakan. Oleh karena itu, jenis dan jumlah mineral

    pengisi atau debu yang digunakan dalam campuran haruslah di kontrol dengan

    seksama.

    b. Gradasi

    Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga dalam campuran dan

    menentukan workabilitas (sifat mudah dikerjakan) dan stabilitas campuran. Gradasi

    agregat dinyatakan dalam persentase berat masing-masing contoh yang lolos

    pada saringan tertentu.

  • 50

    Seluruh spesifikasi perkerasan mensyaratkan bahwa partikel agregat harus berada

    dalam rentang ukuran tertentu dan untuk masing-masing ukuran partikel harus

    dalam proporsi tertentu. Distribusi dari variasi ukuran butir agregat ini disebut gradasi

    agregat.

    Gradasi agregat ditentukan oleh analisa saringan, dimana contoh agregat harus

    melalui satu set saringan. Ukuran saringan meyatakan ukuran bukaan jaringan

    kawatnya dan nomor saringan menyatakan banyaknya bukaan jaringan kawat per

    inchi per segi dari saringan tersebut.

    Gradasi agregat dapat dibedakan atas :

    Gradasi seragam /gradasi terbuka adalah gradasi agregat dengan ukuran yang

    hampir sama. Gradasi seragam disebut juga gradasi terbuka (open graded),

    karena hanya mengandung sedikit agregat halus sehingga banyak terdapat

    rongga atau ruang kosong antar agregat.

    Gradasi rapat adalah gradasi agregat dimana terdapat butiran dari agregat

    kasar sampai halus, sehingga sering disebut juga gradasi menerus

  • 51

    Gradasi senjang adalah gradasi dimana ukuran agregat yang ada tidak lengkap

    atau ada fraksi agregat yang tidak ada atau jumlahnya sedikit sekali.

    c. Kebersihan Agregat

    Agregat yang kotor akan memberikan pengaruh yang jelek pada kinerja campuran

    perkerasan, seperti berkurangnya ikatan antar aspal dengan agregat yang

    disebabkan karena banyaknya kandungan lempung pada agregat tersebut.

    d. Kekerasan

    Semua agregat yang digunakan harus kuat, mampu menahan abrasi dan

    degradasi selama proses produksi dan operasionalnya dilapangan. Kekuatan

    agregat terhadap beban merupakan suatu persyaratan yang mutlak harus dipenuhi

    oleh agregat yang akan digunakan sebagai bahan pada konstruksi perkerasan

    jalan.

    Untuk menguji kekerasan agregat ini biasanya dengan menggunkan mesin Los

    Angeles, uji beban kejut, dan uji ketahan terhadap pecah.

  • 52

    e. Bentuk partikel

    Bentuk agregat bermacam-macam dari yang bulat hingga yang bersudut, bentuk

    butiran ini sangat mempengaruhi workabilitas campuran perkerasan selama

    penghamparan.

    Dalam campuran beraspal, penggunaan agregat yang bersudut saja atau bulat

    saja tidak akan menghasilkan campuran beraspal yang baik.

    f. Tekstur permukaan

    Selain memberikan sifat ketahanan terhadap gelincir (skid resistance) pada

    permukaan perkerasan, tekstur permukaan juga mempengaruhi workabilitas,

    kekuatan dan durabilitas campuran beraspal.

    Permukaan agregat yang kasar akan memberikan kekuatan pada campuran

    beraspal karena kekasaran permukaan agregat dapat menahan agregat tersebut

    dari pergeseran atau perpindahan.

  • 53

    Disisi lain film aspal akan lebih mudah melekat pada permukaan yang kasar

    sehingga akan menghasilkan ikatan yang baik antara aspal dan agregat sehingga

    menghasilkan campuran beraspal yang kuat.

    g. Daya serap agregat

    Kepourosan agregat menentukan banyaknya zat cair yang dapat diserap agregat,

    jika daya serap agregat sangat tinggi, agregat ini akan terus menyerap aspal baik

    pada saat maupun setelah proses pencampuran (AMP).

    h. Kelekatan terhadap aspal

    Adalah kecendrungan agregat untuk menerima, menyerap dan menahan film

    aspal. Metode uji untuk menentukan kelekatan agregat terhadap aspal adalah

    dengan merendam agregat yang telah terselimuti aspal kedalam air lalu diamati

    secara visual.

  • 54

    2. Agregat Kasar

    Agregat Kasar adalah agregat yang tertahan pada saringan No. 8 atau 2,36 mm dan

    harus dari sumber serta jenis agregat yang sama, dan dapat berupa batu pecah atau

    kerikil juga harus dalam keadaan bersih. Agregat kasar harus memenuhi persyaratan

    yang tertera pada Tabel 2.9. sebagai berikut :

    Tabel 2.9 Persyaratan Agregat Kasar No Jenis Pemeriksaan Cara Pemeriksaan Persyaratan

    1 Keausan agregat kasar SK.SNI.M.02-1989 F < 40 %

    2 Kelekatan terhadap aspal SK.SNI.M.28-1990 F > 95 %

    3 Index kepipihan BS-812-75 < 35 %

    4 Benturan (Impact) BS-812-90 < 30 %

    5 Peresapan agregat terhadap air SK.SNI.M.09-1989 F < 3 %

    6 Berat jenis semu (Apparent) SK.SNI.M.09-1989 F > 2,5 %

    7 Gradasi SK.SNI.M.08-1989 F -

    Sumber : Buku Spesifikasi umum Volume 3

  • 55

    Adapun kriteria-kriteria ketentuan agregat kasar menurut spesifikasi baru aspal beton

    campuran aspal dapat dibagi dalam beberapa fraksi :

    a. Fraksi agregat kasar untuk rancangan adalah yang tertahan saringan No. 8 (2,36

    mm) dan harus bersih, keras, awet, serta bebas dari lempung atau bahan yang

    dikehendaki lainnya dan memenuhi ketentuan yang diberikan dalam tabel 2.9.

    b. Fraksi agregat kasar harus terdiri dari batu pecah atau kerikil pecah dan harus

    disiapkan dalam ukuran nominal tunggal. Ukuran maksimum agregat adalah satu

    saringan yang lebih besar dari ukuran nominal maksimum. Ukuran nominal

    maksimum adalah satu saringan yang lebih kecil dari saringan pertama (teratas)

    dengan bahan tertahan kurang dari 10%.

    c. Agregat kasar harus mempunyai angularitas seperti yang disyaratkan dalam Tabel

    2.10. Angularitas agregat kasar didefinisikan sebagai persen terhadap berat

    agregat yang lebih besar dari 4,75 mm dengan muka bidang pecah satu atau

    lebih.

    d. Agregat kasar untuk latasir kelas A dan B boleh dari kerikil yang bersih.

  • 56

    e. Agregat kasar yang kotor dan berdebu, yang mempunyai partikel lolos saringan

    No.200 (0,075 mm) lebih besar dari 1 % tidak boleh digunakan.

    Tabel 2.10 Ketentuan Agregat Kasar Pengujian Standar Nilai

    Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan

    natrium dan magnesium sulfat SNI 03-3407-1994 Maks 12%

    Abrasi dengan mesin los angeles SNI 03-2417-1991 Maks 40%

    Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min 95%

    Angularitas

    (kedalaman dari

    permukaan < 10 cm)

    Lalu lintas < 1 juta ESA

    DoTs Pennyslvania Test

    Method PTM No.621

    85/80

    Lalu lintas > 1 juta ESA 95/90

    Angulaitas

    (kedalaman dari

    permukaan > 10 cm)

    Lalu lintas < 1 juta ESA 60/50

    Lalu lintas > 1 juta ESA 80/75

    Partikel pipih dan lonjong ASTM D-4791 Maks 10%

    Sumber: Buku Spesifikasi Umum Volume 3

  • 57

    Catatan :85/80 menunjukan bahwa agregat kasar mempunyai muka bidang pecah

    satu atau lebih dan 80% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua

    atau lebih.

    f. Fraksi individu agregat kasar harus ditumpuk terpisah dan harus dipasok ke instalasi

    pencampur aspal dengan menggunakan pemasok penampung dingin sedemikian

    rupa sehingga gradasi gabungan agregat dapat dikendalikan dengan baik.

    g. Batas-batas yang ditentukan dalam tabel diatas untuk partikel kepipihan dan

    kelonjongan dapat dinaikkan oleh direksi pekerjaan bilamana agregat tersebut

    memenuhi semua ketentuan lainnya dan semua upaya yang dapat

    dipertanggungjawabkan telah dilakukan untuk memperoleh bentuk partikel

    agregat yang baik.

    3. Agregat Halus

    Agregat halus adalah agregat yang lolos saringan No. 8 atau 2,38 mm dan tertahan

    saringan No. 200 (0,0075 mm), yang terdiri dari pasir alam atau buatan (bahan-bahan

    halus hasil pemecahan batu) atau pasir gabungan dari bahan dan harus bersih, kering,

  • 58

    kuat, bebas dari gumpalan lempung dan bahan-bahan lain yang mengganggu serta

    terdiri dari butir-butir yang bersudut tajam dan permukaan kasar.

    Agregat halus memenuhi persyaratan, yang tercantum pada Tabel 2.11 sebagai berikut:

    Tabel 2.11 Persyaratan Agregat Halus

    No Jenis Pemeriksaan Cara Pemeriksaan Persyaratan

    1 Sand Equivalent AASHTO. T-176 > 50 %

    2 Berat Jenis Semu SNI-1970-1990 F >2,4 %

    3 Analisa Saringan SK.SNI.M.08-1989 F -

    4 Peresapan Air Terhadap

    Agregat SNI-1970-1990 F 3 % - 5 %

    Sumber : Buku Spesifikasi Umum Volume 3

    Dimana pada agregat halus ini terbagi dalam beberapa klasifikasi cara penentuan

    agregat halus dalam spesifikasi baru beton aspal campuran panas sebagai berikut :

  • 59

    a. Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau penyaringan

    batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos saringan No. 8 (2,36 mm).

    b. Fraksi agregat halus pecah mesin dan pasir harus ditempatkan terpisah dari agregat

    kasar.

    c. Pasir dapat digunakan dalam campuran aspal. Persentase maksimum yang

    disarankan untuk laston (AC) adalah 15%.

    d. Agregat halus harus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari lempung, atau

    bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Batu pecah halus harus diperoleh dari batu

    yang memenuhi ketentuan mutu dalam tabel 2.11. Agar dapat memenuhi ketentuan

    pasal ini batu pecah halus harus diproduksi dari batu yang bersih. Bahan halus dari

    pemasok pemecah batu harus disaring dan ditempatkan tersendiri sebagai bahan

    yang terpakai (kulit batu) sebelum proses pemecahan kedua. Dalam segala hal, pasir

    yang kotor dan berdebu serta mempunyai partikel lolos saringan No. 200 (0,0075 mm)

    lebih dari 8% atau pasir yang mempunyai nilai setara pasir kurang dari 40 sesuai

  • 60

    dengan spesifikasi baru campuran beraspal tidak diperkenankan untuk digunakan

    dalam campuran.

    e. Agregat pecah halus dan pasir halus ditumpuk terpisah dan harus dipasok ke instalansi

    campuran aspal dengan menggunakan pemasok penampung dingin yang terpisah

    sedemikian rupa sehingga rasio agregat pecah halus dan pasir dapat dikontrol

    dengan baik.

    f. Agregat halus harus mempunyai angularitas seperti yang diisyaratkan Tabel 2.12.

    Tabel 2.12 Angularitas Agregat Halus

    Pengujian Lalu Lintas Standar Nilai

    Angularitas (kedalaman dari

    permukaan < 10 cm)

    < 1 juta ESA

    AASHTO

    TP-33

    Min 40 %

    > 1 juta ESA Min 45 %

    Angularitas (kedalaman dari

    permukaan < 10 cm)

    < 1 juta ESA Min 40 %

    > 1 juta ESA Min 40 %

    Sumber : Buku Spesifikasi Umum Volume 3

  • 61

    4. Bahan Pengisi (Filler) Untuk Campuran Aspal

    Bahan Pengisi yang ditambahkan harus terdiri dari debu batu kapur (Limestone dust),

    Semen portland, abu terbang, abu tanur semen atau bahan non plastis lainnya dari

    sumber yang disetujui oleh direksi pekerjaan. Bahan tersebut harus bebas dari bahan

    yang tidak dikehendaki.

    Bahan pengisi yang ditambahkan harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan

    dan bila diuji dengan pengayakan secara basah sesuai dengan SK SNI M-02-1994-03

    harus mengandung bahan yang lolos ayakan No. 200, tidak kurang dari 75% terhadap

    beratnya.

    Bilamana kapur tidak terhidrasi atau terhidrasi sebagian, digunakan sebagai bahan

    pengisi yang ditambahkan maka proporsi maksimum yang diijinkan adalah 1,0 % dari

    berat total campuran.

  • 62

    2.2.1 Perencanaan Campuran

    1. Komposisi umum dari campuran

    Campuran asbuton terdiri atas mineral agregat, mineral asbuton dan peremaja. Bila

    diperlukan dapat ditambah bahan tambah. Campuran asbuton tersebut hasrus

    memiliki sifat-sifat sebagaimana yang disyaratkan dalam tebal 2.15

    2. Kadar asbuton dan peremaja dalam campuran

    Kadar asbuton dan perkiraan kadar peremaja untuk keperluan perencanaan

    campuran adalah sebagaimana disajikan dalam tabel 2.13.

    Tabel 2.13 Kadar Asbuton dan perkiraan Kadar Peremaja dalam Asbuton

    Campuran Panas

    Jenis Peremaja PP-3000

    Kadar Peremaja, (% berat terhadap total campuran) 4,5

    Kadar Asbuton (% terhadap berat total campuran):

    - Asbuton (5/20)

    - Asbuton (20/25)

    - Asbuton (5/55)

    12,0

    14,0

    5,0

    Sumber : Pedoman asbuton campuran panas, 2005

  • 63

    3. Gradasi agregat campuran

    Gradasi agregat campuran dinyatakan dalam persen berat agregat. Gradasi agregat

    campuran harus sesuai dengan batasan serta tidak melewati daerah terlarang

    sebagaimana yang diberikan pada tabel 2.14. Grasdasi agregat campuran harus

    termasuk mineral asbuton yang gradasinya dapat diasumsikan seperti pada tabel 2.14.

  • 64

    Tabel 2.14 Gradasi Agregat untuk campuran aspal

    Ukuran

    Ayakan

    % Berat Yang Lolos

    Lapis Aus

    (AC-WC)

    Lapis antara

    (AC-BC)

    Lapis Pondasi

    (AC Base) ASTM (mm)

    1 37,5 - - 100

    1 25 - 100 90 - 100

    19 100 90 - 100 Maks.90

    12,5 90 - 100 Maks.90 -

    3/8 9,5 Maks.90 - -

    No.8 2,36 28 - 58 23 - 39 19 - 45

    No.16 1,18 - - -

    No.30 0,600 - - -

    No.200 0,075 4 - 10 4 - 8 3 - 7

    DAERAH LARANGAN

    No.4 4,75 - - 39,5

    No.8 2,36 39,1 34,6 26,8 - 30,8

    No.16 1,18 25,6 - 31,6 22,3 - 28,3 18,1 - 24,1

    No.30 0,600 19,1 - 23,1 16,7 - 20,7 13,6 - 17,6

    No.50 0,300 15,5 13,7 11,4

    Sumber : Pedoman asbuton campuran panas, 2005

  • 65

    4. Prosedur perancanaan campuran

    a. Sebelum diijinkan menghampar campuran, kontraktor diminta menunjukkan semua

    agregat yang diusulkan dan proporsi campuran memenuhi persyaratan dengan

    melakukan percobaan campuran dilaboratorium dan percobaan penghamparan

    dilapangan, dengan campuran yang dibuat diunit pencampur aspal.

    b. Pengujian yang diperlukan harus meliputi analisa saringan, berat jenis dan

    penyerapan air dari seluruh agregat yang digunakan dan dan pengujian-pengujian

    lainnya yang mungkin diminta oleh Direksi Teknik. Pengujian-pengujian pada

    campuran percobaan harus melipui pengujian berat jenis maksimum campuran

    beraspal (AASHTO T 209-74), pengujian sifat-sifat Marshall (SNI 06-2489-1991) dan

    kepadatan mutlak rencana (BS 598 Part 104-1989).

    c. Untuk jenis pemasok menerus yang mempunyai bin panas dan untuk unti

    pencampur jenis timbangan, contoh agregat harus diambil dari bin panas.Untuk

    alat pencampur jenis menerus yang tidak memiliki penyaring agregat panas, maka

    contoh agregat harus diambil dari pintu-pintu bin dingin. Walaupun demikian, setiap

  • 66

    Formula Campuran Kerja yang diperoleh dari campuran laboratorium harus

    dianggap sebagai usulan sementara sampai dipastikan kebenarannya dengan hasil

    percobaan campuran yang dibuat di unit pencampur.

    d. Pengujian campuran percobaan laboratorium harus dilakukan dalam tiga tahap

    mendasar sebagai berikut :

    1). Mendapatkan gradasi agregat yang cocok

    Dapatkan gradasi agregat yang cocok dengan memilih prosentase yang sesuai

    dari masing-masing fraksi agregat dan dengan memperhitungkan gradasi

    mineral asbuton.Gradasi akhir harus menjauhi kurva fuller.

    2). Membuat Formula Campuran Rencana (FCR)

    Lakukan perencanaan Marshall dengan kadar peremaja perkiraan sesuai tabel

    2.13. Buat contoh campuran masing-masing pada kadar peremaja sesuai

    perkiraaan, tiga fariasi kadar peremaja diatasnya dan dua variasi kadar

    peremaja dibawahnya dengan perbedaan masing-masing 0.5%.

  • 67

    Contoh : Jika kadar peremaja perkiraan sesuai tabel 2.13. adalah 6, maka

    buat contoh uji campuran pada kadar peremaja 6%, 6.5%, 7% dan 7.5% dan

    pada kadar aspal 5.5% dan 5%.

    Benda uji pada kadar peremaja optimum diukur kepadatan, stabilitas Marshall

    dan kelehan Marshall serta presentase stabilitas sisa setelah perendaman. Ukur

    atau hitung kepadatan pada rongga udara nol sesuai dengan AASHTO T-209-

    1990. Hitung rongga dalam mineral agregat (VMA), rongga terisi aspal (VFB) dan

    rongga dalam campuran (VIM). Gambar seluruh parameter Marshall dalam

    grafik. Buat benda uji pada tiga macam kadar aspal (satu kadar aspal terdekat

    yang memeberikan VIM diatas 6% dan dua kadar aspal terdekat yang

    memberikan VIM dibawah 6%), masing-masing dengan perbedaan kadar aspal

    0.5% dan masing-masing dibuat sebanyak paling sedikit dua buah, kemudian

    padatkan sampai mencapai kepadatan mutlak (menggunakan prosedur

    Percentage Refusal Density, BS-598 Part 104-1989). Ukur kepadatannya dan

  • 68

    hitung kepadatan pada kondisi rongga udara nol untuk contoh-contoh uji

    tersebut sesuai dengan AASHTO T-209-1990.

    Untuk masing-masing parameter yang tercantum dalam tabel 2.15, gambarkan

    batas-batas spesifikasi kedalam gambar grafik dan tentukan rentang kadar aspal

    yang memenuhi seluruh persyaratan. Pada grafik tersebut gambarkan rentang

    kadar aspal. Kadar aspal rencana akan berada dekat atau pada titk tengah

    dari rentang kadar aspal yang memenuhi seluruh parameter yang disyaratkan.

    Campuran yang digunakan harus memenuhi seluruh kriteria. Rentang kadar

    aspal campuran yang memenuhi seluruh kriteria harus mendekati satu persen

    atau lebih.

    3). Mendapatkan persetujuan formula campuran rencana (FCR) sebagai Formula

    Campuran Kerja (FCK).

    Untuk mendapatkan kepastian campuran rencana dilaboratorium yang cukup

    memusakan, perlu membuat percobaan campuran dengan alat pencampur

    lapangan serta diikuti percobaan penghamparan dan pemadatan dilapangan.

  • 69

    Ulangi pengujian kepadatan Marshall dan kepadatan mutlak dilaboratorium

    dengan menggunakan benda uji yang dibuat dari contoh yang dihasilkan oleh

    unit pencampur aspal.

    4. Formula Campuran Rencana (FCR)

    Paling lambat 30 hari sebelum tanggal memulai pekerjaan aspal diusulkan, kontraktor

    harus menyerahkan usulan Formula Campuran Rencana secara tertulis kepada Direksi

    Teknik. Formula campuran rencana harus mencantumkan hal-hal sebagai berikut :

    a. Ukuran pertikel maksimum nominal.

    b. Sumber agregat.

    c. Prosentase masing-masing fraksi agregat, yang digunakan dari bin panas dan bin

    dingin.

    d. Gradasi kombinasi agregat menggunakan ukuran saringan-saringan bahan, yang

    presentase lolosnya berdasarkan persyaratannya.

    e. Kadar aspal efektif dan total dinyatakan dalam persen berat total campuran.

    f. Suhu campuran pada saat dikeluarkan pada saat dikeluarkan dari pencampuran.

  • 70

    Formula campuran rencana harus ditunjang dengan data percobaan campuran

    dilaboratorium dengan garfik-grafik untuk menentukan bahwa campuran memenuhi

    seluruh kriteria. Sifat-sifat volumetrik campuran percobaan yang telah dipadatkan

    harus dihitung dengan menggunakan metode dan rumus yang ada dalam Asphalt

    institute, MS-2, 1994 atau Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Panas (1994).

  • 71

    Tabel 2.15 Ketentuan Sifat-Sifat Campuran

    Sifat sifat campuran Laston WC BC Base

    Penyerapan kadar aspal, (%) Maks. 1,7 Jumlah tumbukan per bidang 75 112 Rongga dalam campuran, (%) (3) Min. 3,5

    Maks. 5,5 Rongga dalam Agregat, (VMA), (%) Min. 15 14 13 Rongga terisi aspal, (%) Min. 65 63 60 Stabilitas marshall, (kg) Min. 800 1500 (1)

    Maks. - - Pelelehan, (mm) Min. 3 5 (1) Marshall quotient, (kg/mm) Min 250 300 Stabilitas Marshall sisa (%) setelah perendaman selama 24 jamm, 60 oC (4)

    Min 75

    Rongga dalam campuran (%) pada (2) kepadatan membal

    Min. 2,5

    Sumber:Buku Kimpraswil Seksi 6.3

    CATATAN 1 Modifikasi Marshall (lihat Lampiran 6.3.B Spesifikasi Umum volume.3)

    CATATAN 2 Untuk menentukan kepadatan membal (refusal), penumbuk bergetar

    disarankan digunakan untuk menghindari pecahnya butiran agregat dalam

    campuran. Jika digunakan penumbukan manual jumlah tumbukan per bidang

    harus 600 untuk cetakan berdiamater 6 in dan 400 untuk cetakan berdiamater

    4 in

  • 72

    CATATAN 3 Untuk lalu lintas yang sangat lambat atau lajur padat, gunakan kriteria ESA

    yang lebih tinggi.

    CATATAN 4 Berat jenis efektif agregat akan dihitung berdasarkan pengujian Berat Jenis

    Maksimum Agregat (Gmm test, AASHTO T-209).

    Dalam tujuh hari maka Direksi Teknik akan melakukan hal-hal berikut :

    a). Memastikan bahwa usulan rencana campuran memenuhi spesifikasi dan

    mengizinkan kontraktor untuk memperisapkan percobaan campuran dan

    penghamparan.

    b). Menolak usulan campuran jika rencana campuran tersebut sepenuhnya tidak

    memenuhi spesifikasi.

    Pada kasus terakhir, knotraktor harus dengan biaya sendiri, melakukan percobaan

    campuran tambahan untuk memperoleh rencana campuran yang sepenuhnya

    memenuhi spesifikasi. Direksi Teknik atas pertimbangannya sendiri, dapat menyarankan

    kontraktor untuk memodifikasi bagian tertentu dari formula rencananya atau meyelidiki

    alternatif agregat lain. Namun demikian, pembuatan FCR yang benar tetap

    merupakan tanggung jawab kontraktor.

  • 73

    5. Formula Campuran kerja (FCK)

    Percobaan campuran dan penghamparan dilapangan dilakukan untuk memperoleh

    persetujuan sebagai Formula Campuran Kerja.

    Setelah Formula Campuran Rencana di setujui oleh Direksi Teknik, maka kontraktor

    harus melaksanakan seksi percobaan paling sedikit 50 ton campuran rencana, yang

    dihampar dan dipadatkan menggunakan peralatan dan prosedur yang diusulkan

    Kontraktor.

    Kontraktor harus mendemonstrasikan bahwa setiap alat maupun bahan sesuai tebal

    hamparan yang ditentukan tanpa mengalami segregasi, sobekan dan lain-lain, dan

    bahwa kombinasi alat pemadat yang mereka usulkan mampu mencapai kepadatan

    yang disyaratkan waktu yang tersedia untuk pemadatan, selama proses

    penghamparan yang normal berlangsung. Contoh-contoh campuran harus diambil

    dan dibawa kelaboratorium dan digunakan untuk percobaan Marshall serta

    kepadatan mutlak. Hasil pengujian harus dibandingkan denga tabel 2.13. Jika hasil

    percobaan ternyata gagal memenuhi spesifikasi, maka dalam hal apapun harus

  • 74

    diadakan penyesuaian yang diperlukan dan percobaan diulangi. Direksi Teknik tidak

    akan menyetujui rencana campuran sebagai FCK sampai percobaan lapangan

    dilaksanakan dengan memuaskan dan disetujui.

    Tidak ada lapisan campuran beraspal menjadi lapisan yang tetap sebelum diperoleh

    FCK yang disetujui. FCK harus tetap kecuali Direksi Teknik meyetujui perubahan FCK

    dan mutu campuran harus dikendalikan, sesuai Toleransi Campuran Kerja.

    Dua belas contoh Marshall harus dibuat menggunakan bahan yang sama dengan

    percobaan penghamparan. Contoh uji diambil dari unit pencampur aspal atau dari

    truk dilokasi pencampuran aspal, dan dikirimkan ke laboratorium dalam kotak contoh

    uji yang tertutup. Contoh Marshall harus dibuat dan dipadatkan pada suhu yang telah

    disyaratkan serta menggunakan jumlah tumbukan yang ditentukan. Kepadatan Bulk

    rata-rata (Gmb) dari contoh uji yang diambil dari percobaan penghamparan yang

    berhasil menjadi kepadatan standar, digunakan sebagai rujukan pemadatan

    campuran selama pekerjaan.

  • 75

    Prosentase aspal yang aktual ditambahkan kedalam campuran akan bergantung

    pada penyerapan agregat yang digunakan.

    Prosedur rancangan campuran

    a. Melakukan pengujian terhadap semua parameter suatu campuran beraspal panas.

    b. Pengujian meliputi analisa saringan, berat jenis dan penerapan air untuk semua

    agregat yang digunakan. Berat jenis maksimum campuran aspal (AASHTO T- 209-

    90), pengujian sifat-sifat Marshall (SNI 06-2489-1990) dan kepadatan membal (refusal

    density) campuran rancangan (BS 598 part 104-1989).

    Pengujian percobaan campuran

    a. Memperoleh gradasi agregat yang cocok

    Suatu gradasi agregat yang cocok diperoleh dari penentuan prosentase yang

    memadai dari setiap fraksi agregat.

    b. Membuat rumus campuran rancangan (Design Mix formula)

    Lakukan rancangan dan pemadatan Marshall sampai membal (refusal).

    Perkiraan awal kadar aspal rancangan dapat diperoleh dengan formula :

  • 76

    Pb = 0.035 (%CA) + 0.045 (%FA) + 0.18 (% Filler) + Konstanta........ (2.1)

    Dimana :

    Pb = Kadar Aspal perkiraan.

    CA = Agregat kasar tertahan saringan NO.8.

    FA = Agregat halus lolos saringan No 8 dan tertahan No. 200.

    F = Agregat halus lolos saringan NO. 200.

    Nilai konstanta sekitar 0.5-1.0 untuk AC.

    2.3 Pengujian Mutu Bahan

    Sebelum semua bahan yang hendak dipakai dalam suatu perencanaan campuran

    beraspal panas, maka bahan-bahan tersebut harus dilakukan pengujian dengan

    menggunakan metode yang sesuai dengan standar spesifiksai yang diacu.

    Pengujian bahan ini penting karena bahan-bahan yang dipakai untuk pembuatan

    campuran semuanya harus memenuhi standar spesifikasi sehingga dalam pembuatan

  • 77

    campuran tidak terjadinya kesalahan pada penggunaan bahan sehingga apa yang

    mau dicapai pada penelitian ini benar-benar terpenuhi.

    2.3. 1 Jenis- Jenis Pengujian Aspal

    Pada pengujian jenis-jenis aspal ini meliputi pengujian aspal minyak Pen 60, serta

    pengujian aspal minyak Pen 50.

    1. Pemeriksaan Penetrasi

    Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan nilai penetrasi bitumen (aspal ) keras/

    lembek (solid/semi solid) dengan memasukan jarum penetrasi dengan ukuran, beban,

    waktu dan suhu tertentu kedalam bitumen

    Makin kecil bilangan penetrasi makin keras sifat fisik dari aspal dan makin besar

    bilangan penetrasi maka aspal makin lunak.

    2. Pemeriksaan Berat Jenis Aspal

    Pemeriksaan ini bertujuan unutk mengetahui berat jenis aspal keras, berat jenis aspal

    adalah perbandingan antara berat aspal terhadap berat air suling (aquadest) pada

    suhu 250 C.

  • 78

    3. Pengujian Titik Lembek (softening point test)

    Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui titik lembek aspal. Adalah

    Temperatur benda uji pada saat bola-bola baja dengan ukuran dan berat tertentu,

    mendesak turun benda uji yang ditahan oleh cincin yang berukuran tertentu, sehingga

    menyentuh plat dasar yang mempunyai jarak tertentu dari benda uji, sebagai akibat

    kecepatan pemanasan tertentu.

    4. Pengujian Titik Nyala

    Maksud dari pemeriksaan ini adalah untuk menentukan titik nyala dari aspal, dimana

    titk nyala adalah suhu dari aspal pada saat terlihat nyala singkat disuatu permukaan

    aspal.

    5. Pengujian Daktilitas

    Maksud pengujian ini adalah untuk mengetahui sifat kohesi aspal itu sendiri yaitu

    dengan mengukur jarak terpanjang yang ditarik antara 2 cetakan yang berisi bitumen

    keras sebelum putus pada suhu dan kecepatan tertentu.

  • 79

    Aspal dengan daktilitas yang lebih besar mengikat butir-butir agregat lebih baik, tetapi

    lebih peka terhadap perubahan temperatur.

    6. Pengujian Kehilangan Berat Aspal dan Penetrasi setelah KehilanganBerat.

    Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengurangan berat akibat penguapan

    bahan-bahan yang mudah menguap dalam aspal, penurunan berat yang besar

    menunjukan banyaknya bahan-bahan yang hilang karena penguapan. Aspal tersebut

    akan cepat mengeras dan menjadi rapuh.

    2.3. 2 Pengujian Asbuton

    Pengujian Asbuton meliputi antara lain :

    1. Pengujian Kadar Bitumen.

    Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui kadar bitumen yang terkandung dalam

    asbuton, ini nantinya berpengaruh terhadap perencanaan campuran.

    2. Pengujian Berat Jenis Bitumen

  • 80

    Pemeriksaan ini bertujuan unutk mengetahui berat jenis bitumen asbuton, berat jenis

    bitumen asbuton adalah perbandingan antara berat bitumen asbuton terhadap berat

    air suling (aquadest) pada suhu 250 C.

    3. Pengujian Berat Jenis Mineral

    Pemeriksaan ini bertujuan unutk mengetahui berat jenis mineral asbuton, berat jenis

    mineral adalah perbandingan antara berat jenis mineral asbuton terhadap berat

    minyak tanah pada suhu 250 C.

    4. Pengujian Penetrasi

    Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan nilai penetrasi bitumen (aspal ) keras/

    lembek (solid/semi solid) dengan memasukan jarum penetrasi dengan ukuran, beban,

    waktu dan suhu tertentu kedalam bitumen

    Makin kecil bilangan penetrasi makin keras sifat fisik dari aspal dan makin besar

    bilangan penetrasi maka aspal makin lunak.

    5. Pengujian Titik Lembek

  • 81

    Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui titik lembek aspal. Adalah

    Temperatur benda uji pada saat bola-bola baja dengan ukuran dan berat tertentu,

    mendesak turun benda uji yang ditahan oleh cincin yang berukuran tertentu, sehingga

    menyentuh plat dasar yang mempunyai jarak tertentu dari benda uji, sebagai akibat

    kecepatan pemanasan tertentu.

    6. Pengujian Gradasi Asbuton

    Maksud dari pengujian ini adalah untuk pengontrolan gradasi dan mengetahui

    gradasi asbuton agar diperoleh konstruksi campuran yan bermutu tinggi.

    2.3. 3 Pengujian Bahan Peremaja PP 3000

    Bahan peremaja dari Oily sludge PP 3000 yang digunakan pada penelitian ini

    merupakan campuran antara Oily Sludge 0% air dan aspal Pen 60. perbandingan jumlah

    Oily Sludge 0% air dengan aspal Pen 60 diketahui dari hasil pengujian secara coba-

    cobadari campuran antara minyak Oily Sludge dan aspal Pen 60. Minyak Oily Sludge

    merupakan hasil ekstraksi dari Oily Sludge 0% air. Prosedur pengujian untuk bahan

  • 82

    peremaja ini sama dengan pengujian terhadap bahan aspal pada umumnya.

    Sebelumnya dilakukan pengujian kelarutan pada Oily Sludge untuk mengetahui

    kandungan mineral didalamnya. Jenis Pengujian yang lainnya sama dengan pengujian-

    pengujian pada bahan aspal umumnya.

    2.3. 4 Jenis- Jenis Pengujian Agregat

    Pengujian agregat diperlukan untuk mengetahui karakteristik fisik dan mekanik

    agregat sebelum digunakan sebagai bahan campuran beraspal panas.

    Jenis pengujian agregat diperlihatkan pada tabel 2.16.

  • 83

    Tabel 2.16 Jenis Pengujian Agregat untuk Campuran Beraspal Panas No. Standar Judul Pengujian

    SNI 03-2417-1991 Metode pangujian keausan agregat dengan mesin

    abrasi Los Angeles

    SNI 03-4142-1996 Metode penujian jumlah bahan dala agregat yang

    lolos saringan No. 200

    SNI 03-1968-1990 Metode pangujian tentang analisis saringan agregat

    halus dan kasar

    SNI 03-4428-1997 Metode pengujian agregat halus atau pasir yang

    mengandungbahan plastis dengan cara setara pasir

    SNI 03-4141-1996 Metode pangujian gumpalan lempung dan butir-butir

    mudah pecahdalam agregat

    SNI 03-1969-1990 Metode pangujian berat jenis & penyerapan air

    agregat kasar

    SNI 03-1970-1990 Metode pangujian berat jenis dan penyerapan air

    agregat halus

    SNI 06-2439-1991 Metode pangujian kelekatan agregat terhadap aspal

    SNI 03-3416-1994 Metode pangujian partikel ringan dalam agregat

    BS 812-1975 Pemeriksaan kepipihan & kelonjongan agregat

    Sumber: Manual pekerjaan campuran beraspal panas

  • 84

    Metode pengambilan contoh agregat yang digunakan untuk pekerjaan campuan aspal

    panas adalah berdasarkan ASTM D75-87

    1. Alat pembagi contoh

    Kuantitas pembagi contoh agregat hendaknya lebih banyak daripada jumlah

    sebenarnya yang dibutuhkan untuk pengujian. Untuk memeperkecil jumlah dan

    mendapatkan contoh yang mewakili contoh dalam pengujian, contoh tersebut dibagi

    dengan menggunakan alat pembagi contoh.

    2. Pengujian analisa ukuran butir (gradasi)

    Maksud dari pengujian ini adalah untuk pengontrolan gradasi agar dperoleh konstruksi

    campuran yan bermutu tinggi.

    Gradasi agregat adalah pembagian ukuran butir yang dinyatakan dalam persen dari

    berat total, batas gradasi diperlukan sebagai batas toleransi dan merupakan suatu

    cara untuk menyatakan bahwa agregat yang terdiri dari fraksi kasar sedang dan halus

    dengan suatu perbandingan tertentu secara teknis masih diijinkan untuk digunakan.

    Apabila lapisan terdiri atas agregat kasar sedang dan halus dengan perbandingan

  • 85

    yang benar, akan dihasilkan lapisan agregat yang lebih padat dan rongga udara

    yang kecil.

    Gradasi ditentukan dengan malakukan penyaringan terhadap contoh bahan melalui

    sejumlah saringan yang tersusun sedemikian rupa dari ukuran besar hingga kecil.

    Seperti diperlihatkan pada tabel 2.17 berikut ini :

  • 86

    Tabel 2.17 Ukuran Saringan menurut ASTM

    No. Saringan Lubang Saringan

    Inch mm

    1 in. 1.50 38.1

    1 in. 1.00 25.4

    in. 0.75 19.0

    in. 0.50 12.7

    3/8 in. 0.375 9.51

    No 4 0.187 4.76

    No 8 0.0937 2.38

    No. 16 0.0469 1.19

    No 30 0.0234 0.595

    No 50 0.0117 0.297

    No. 100 0.0059 0.149

    No. 200 0.0029 0.074

    Sumber :Manual pekerjaan Campuran Beraspal Panas

  • 87

    Analisa saringan terdiri atas dua macam pengujian yaitu : Analisa saringa kering dan

    analisa saringan basah, analisa saringan kering untuk pekerjaan rutin agregta normal,

    sedangkan analisa saringan basah diperlukan apabilas agregat banyak mengandung

    lempung atau debu.

    3. Berat Jenis (specific gravity) dan penyerapan (Absorpsi)

    a. Berat jenis

    Adalah perbandingan berat dari suatu satuan volume bahan terhadap berat air

    dengan volume yang sama pada temperatur 20- 250 c .

    Perhitungan berat jenis efektif

    GSE = ws

    GSE = ws/ (Vs + Vpp- Vap).W .................... 2.2

    Dimana :

    WS = Berat agregat kering

    W = Berat isi air = 1 g/cm3

    Vs = volume bagian padat agregat

  • 88

    Vpp = Volume pori meresap air

    Vap = Volume pori mereasp aspal

    VPP-Vap = Volume pori meresap air yang tidak meresap aspal

    b. Penyerapan (Absorpsi)

    Agregat hendaknya sedikit berpori agar dapat menyerap aspal, sehingga

    terbentuklah suatu ikatan mekanis antar film aspal dan butiran batu.

    4. Pemeriksaan Keausan dengan Mesin Abrasi

    Pada pekerjaan jalan, agregat akan mengalami proses tambahan seperti

    pemecahan, pengikisan akibat cuaca, pengausan akibat lalu lintas. Untuk mengatasi

    hal tersebut, agregat harus mempunyai daya tahan yang cukup terhadap

    pemecahan (crushing), penurunan (degradation) dan penghancuran (disintegration).

    Ketahanan agregat terhadap keausan dapat dilakukan dengan pengujian keausan

    agregat dengan mesin abrasi Los Angeles (SNI 03-2417-1991).

    5. Pengujian Setara Pasir (Send equivalent)

  • 89

    Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan perbandingan relatif dari bagian yang

    dapat merugikan (seperti butiran lunak dan lempung) terhadap bagian agregat yang

    lolos saringan No. 4 .

    6. Pemeriksaan Daya Lekat Agregat terhadap Aspal (affinity)

    Stritpping yaitu pemisahan aspal dari agregat akibat pangaruh air, dapat membuat

    agregat tidak cocok untuk bahan campuran beraspal karena bahan tersebut

    mempunyai sifat hidrophylik (senang terhadap air), sedang agregat yang bersifat

    hidropobik (tidak suka kepada air) adalah yang paling baik untuk suatu campuran

    beraspal.

    Pemeriksaan ini dapat mengikuti SNI 06-2439-1991 tentang cara pangujian kelekatan

    agregat terhadap aspal

    7. Pemeriksaan Kepipihan Agegat

    Bentuk butir agregta dibedakan menjadi 6 kategori yaitu: bulat,tidak

    beraturan,berbidang pecah (angular), pipih, panjang dan lonjong. Pada umumnya

    ikatan antar butir yang baik diperoleh apabila bentuk butir bersudut tajam dan

  • 90

    berbentuk kubus, agregat berbentuk kubus mempunyai kecendrungan untuk saling

    mengunci satu sama lain apabila dipadatkan.

    Banyaknya agregat pipih dinyatakan dengan indeks kepipihan yang dinyatakan

    dalam prosentase berat contoh agregat sebanyak minimum 200 butir agregat,

    dimana besarnya bidang pipih lebih kecil dari 0.6 x dari ukuran rata-rata lubang yang

    sesuai.

    2.3. 5 Pengujian Dengan Alat Marshall

    Maksud pengujian ini adalah untuk menentukan kadar aspal optimum atau kadar

    asapal yang memenuhi persyaratan. Pengujian ini meliputi pengukuran stabilitas.

    Stabilitas adalah daya tahan beban maksimum benda uji pada temperatur 600 C dan

    pelelehan (flow)adalah perubahan bentuk suatu campuran beraspal yang terjadi pada

    benda uji sejak tidak ada beban hingga beban maksimum yang diberikan selama

    pengujian stabilitas pada suatu campuran beraspal dengan butiran agregat berukuran

    maksimum 25.4 mm(1in)

  • 91

    Acuan Normatif

    1. SNI 06-2484-1991: Metode pengujian aspal dengan alat Marshall

    2. AASHTO T 245-97: Standart method of test resistance to plastic flow of bituminous

    mixtures using Marshall apparatus.

    3. BS 598: Part.104-1989: Methods of test for the determination of density and compaction

    4. Asphalt institute MS1993:Mix design methods

    Istilah dan definisi

    1. Berat Jenis Maksimum Campuran beraspal adalah perbandingan berat isi benda uji

    campuran beraspal dalam keadaan rongga udara sama dengan nol pada

    temperatur 250 C terhadap berat isi air pada volume dan temperatur yang sama.

    2. Kadar Aspal total adalah kadar aspal yang diperoleh dari hasil bagi berat dengan

    berat aspal total campuran beraspal

    3. Kadar aspal efektif adalah kadar aspal total dikurangi jumlah aspal yang diserap

    dalam partikel agregat.

  • 92

    4. Kepadatan mutlak (refusal density) adalah kepadatan maksimum dari suatu

    campuran beraspal yang telah dipadatkan.

    5. Pelelehan adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran beraspal pada saat

    runtuh yang dinyatakan dalam mm

    6. Penyerapan air adalah air yang diserap agregat dinyatakan dalam persen terhadap

    berat total

    7. Rongga diantara mineral agregat (voids in mineral aggregate, VMA), adalah ruang

    diantara partikel agregat pada suatu campuran beraspal yang telah dipadatkan,

    dinyatakan dalam persen terhadap volume total campuran.

    8. Rongga dalam campuran beraspal (Voids in mix, VIM), adalah ruang udara diantara

    partikel agregat yang terselimuti aspal dalam suatu campuran yang telah dipadatkan,

    dinyatakan dalam persen terhadap volume total campuran

    9. Rongga terisi aspal (voids filled bitumen, VFB), adalah persen ruang diantara partikel

    agregat (VMA) yang terisi aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat,

    dinyatakan dalam persen terhadap VMA

  • 93

    10. Stabilitas adalah beban maksimum yang dapat diterima suatu campuran beraspal

    sampai saat terjadi keruntuhan yang dinyatakan dalam kilogram

    11. Stabilitas sisa adalah nilai stabilitas dari benda uji yang direndam dalam panangas

    selama 1 x 24 jam pada temperatur 600 C.

    12. Viscometer kinematik adalah alat untuk pengujian kekentalan aspal yang

    mempunya satuan centi stokes.

    13. Saybolt furol adalah alat untuk pengujian kekentalan aspal yang mempunyai satuan

    detik.

    Untuk menghitung hasil pengujian, gunakan persamaan berikut :

    a. Kadar aspal total

    Berat aspal

    x 100 % ........................................ (2.3)

    Berat total campuran

  • 94

    b. Kepadatan (ton/ m3)

    Berat benda uji

    x 100 % ....................................... (2.4 )

    Volume benda uji

    c. Hitung perkiraan awal kadar aspal rencana

    Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%FF) + konstanta (2.5)

    dengan :

    Pb = Perkiraan kadar aspal rencana awal

    CA = Agregat kasar

    FA = Agregat halus

    FF = Bahan pengisi

    Konstanta = Kira-kira 0,5 1 untuk laston dan 1 2 untuk lataston

    d. Berat jenis maksimum campuran beraspal (Gmm)

    Gmm diuji dengan metode AASHTO T 209 1990

    e. Berat jenis efektif agregat

  • 95

    Gb

    Pb

    Gmm

    Pmm

    PbPmmGse

    .......................................................... (2.6 )

    dengan :

    Gse = Berat jenis efektif agregat

    Gmm = Berat jenis maksimum campuran (metode AASHTO T 209 1990)

    Pmm = Persen berat total campuran (=100)

    Pb = Kadar aspal berdasarkan berat jenis maksimum campuran yang diuji dengan

    metode AASHTO T 209 90

    Gb = Berat jenis aspal

    f. Berat jenis maksimum campuran dengan kadar aspal campuran yang berbeda

    Gb

    Pb

    Gse

    Ps

    PmmGmm

    .......................................................... (2.7 )

    dengan :

  • 96

    Gmm = Berat jenis maksimum

    Pmm = Persen berat terhadap total campuran (=100)

    Ps = Persen agregat terhadap total campuran

    Gse = Berat jenis efektif agregat

    Gb = Berat jenis aspal

    Pb = Kadar aspal total, persen terhadap berat total campuran

    g. Berat jenis agregat curah

    n

    n

    P

    P

    G

    P

    G

    P

    PnPpGsb

    .........

    .........

    2

    2

    1

    1

    21

    ................................................. (2.7)

    dengan :

    Gsb = Berat jenis agregat curah

    P1, P2, Pn ................................................................. = Persenase masing-masing fraksi agregat

    G1, G2, Gn ............................................................. = Berat jenis masing-masing fraksi agregat

    h. Penyerapan aspal

    b

    sesb

    sbse

    ba GGG

    GGP

    100 ...................................................... .(2.8)

  • 97

    dengan :

    Pba ........................................................................ = Penyerapan aspal.

    Gse ........................................................................ = Berat jenis efektif agregat.

    Gsb ........................................................................ = Berat jenis curah agregat.

    Gb = Berat jenis aspal.

    i. Kadar aspal efektif

    sba

    be PP

    PbP100

    ............................................................ (2.9 )

    dengan :

    Pbe ........................................................................ = Kadar aspal efektif, persen terhadap

    berat total campuran.

    Pb = Kadar aspal total, persen terhadap berat total campuran.

    Ps = Persen agregat terhadap total campuran.

    Pba ........................................................................ = Penyerapan aspal, persen terhadap

    berat agregat.

    j. Rongga di antara mineral agregat

  • 98

    sb

    smb

    G

    PGVMA

    100 ....................................................... (2.10)

    dengan :

    VMA ....................................................................... = Rongga di dalam campuran, persen

    terhadap volume total campuran

    Gmb ...................................................................... = Berat jenis curah campuran padat

    (AASHTO T-166).

    Ps = Persen agregat terhadap berat total campuran.

    Pb = Kadar aspal total, persen terhadap berat total campuran.

    k. Rongga di dalam campuran

    mm

    mbmm

    G

    GGVIM

    100 ...................................................... ( 2.11 )

    dengan :

    VIM = Rongga di dalam campuran, persen terhadap volume total campuran.

    Gmb = Berat jenis curah campuran padat (AASHTO T-166)

    Gmm = Berat jenis maksimum campuran.

  • 99

    l. Rongga terisi aspal

    VMA

    VIMVMAVFB

    100 .................................................... ( 2.12 )

    dengan :

    VFB = Rongga terisi aspal, persen terhadap VMA

    VMA = Rongga diantara mineral agregat, persen terhadap volume total

    campuran.

    VIM = Rongga di dalam campuran, persen terhadap volume total campuran.

    m. Stabilitas (kg)

    Pembacaan arloji tekan dikalikan dengan hasil kalibrasi cincin penguji serta angka

    korelasi beban.

    n. Pelelehan (mm)

    Dibaca pada arloji pengukur pelelehan.

  • 100

    2.3. 6Pengujian Dengan Alat Kepadatan Mutlak

    Metode kepadatan mutlak (precentage refusal density) dimaksudkan sebagai

    kepadatan tertinggi (maksimum) yang dicapai sehingga campuran tersebut praktis tidak

    dapat menjadi padat lagi.

    Metode pangujian kepadatan mutlak diambil dari BS 598 part 104, 1989.

  • 101

    BAB III

    MATERIAL KONSTRUKSI PERKERASAN

    3.1 Tanah Dasar

    Perkerasan jalan diletakkan di atas tanah dasar, dengan demikian secara

    keseluruhan mutu dan daya tahan konstruksi perkerasan tak lepas dari sifat tanah dasar.

    Tanah dasar yang baik untuk konstruksi perkerasan jalan adalah tanah dasar yang

    berasal dari lokasi itu sendiri atau didekatnya, yang telah dipadatkan sampai tingkat

    kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya dukung yang baik serta berkemampuan

    mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan walaupun terdapat

    perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah setempat.

    Sifat masing-masing jenis tanah tergantung dari tekstur, kepadatan, kadar air, kondisi

    lingkungan dan lain sebagainya.

  • 102

    Guna mempermudah mempelajari dan membicarakan sifat-sifat tanah yang akan

    dipergunakan sebagai bahan tanah dasar jalan, tanah itu dikelompokkan berdasarkan

    sifat plastisitas dan ukuran butirnya. Daya dukung tanah dasar da