permasalahan penggusuran dan pembongkaran bangunan kuno bersejarah sebagai wujud pelecehan kultur...

Upload: taufiqurrahman-koeman

Post on 16-Oct-2015

55 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERMASALAHAN PENGGUSURAN DAN PEMBONGKARAN BANGUNAN KUNO BERSEJARAH SEBAGAI WUJUD PELECEHAN KULTUR KOTA

PERMASALAHAN PENGGUSURAN DAN PEMBONGKARAN BANGUNAN KUNO BERSEJARAH SEBAGAI WUJUD PELECEHAN KULTUR KOTA SEMARANG

BAB IPENENTUAN KASUSKota Semarang banyak sekali memiliki warisan budaya lokal berupa bangunan-bangunan kuno bersejarah yang dapat dikenang sebagai memori indah di masa lampau dan menjadi bukti perjuangan warga Semarang dalam mengusir para penjajah. Namun masalah yang timbul sekarang, warisan budaya lokal tersebut seringkali diabaikan seiring dengan kemajuan zaman dan era globalisasi yang mengikutiya. Sehingga tak heran apabila bangunan-bangunan kuno bersejarah di Kota Semarang ini menjadi sasaran empuk untuk dibongkar dan dialihkan fungsinya menjadi mall, bangunan untuk kawasan perkantoran, perdagangan dan jasa. Memang jika dilihat dari aspek ekonomi, alih fungsi lahan semacam ini menjadi lebih menguntungkan, tapi ironisnya manfaat yang dirasakan bagi warga Semarang sendiri tidak semuanya memberikan kesejahteraan.

BAB IIURAIAN KASUSKota diibaratkan oleh Shakespeare sebagai cerminan budaya mayarakat yang sekitarnya, akan tetapi kota-kota modern saat ini lebih menyuguhkan pola-pola pembangunan yang sarat dengan kekacau-balauan. Demikian pulalah yang terjadi di Kota Semarang, dimana wajah kota lebih banyak ditentukan oleh para penentu kebijakan kota dan sayangnya keputusan-keputusan yang dikeluarkan tersebut seringkali banyak yang melecehkan bentuk kultur kota. Hal ini dapat dilihat dari maraknya penggusuran dan pembongkaran bangunan-bangunan kuno bersejarah. Dengan dalih bahwa bangunan-bangunan tua semacam itu sudah tidak dapat lagi berfungsi secara optimal dan hanya akan memakan banyak biaya untuk perawatan sehingga pihak penguasa kota dan para pengusaha lantas mengubahnya menjadi kawasan pertokoan yang megah. Tidak hanya para penguasa kota dan para pengusaha sajalah yang harus bertanggung jawab atas fenomena ini, tetapi juga para arsitek dan perencana kota yang terlibat di dalamnya. Para arsitek sudah tidak lagi mementingkan kekhasan yang ditimbulkan oleh bangunan-bangunan kuno tersebut, akan tetapi mereka lebih memilih untuk membuat bangunan baru yang lebih nyaman seakan-akan mereka lupa arti pentingnya warisan budaya. Para perencana juga tak jauh beda, mereka yang seharusnya menjadi pelindung wajah kota dan interaksi di dalamnya menjadi tak berdaya untuk dapat meyakinkan para penguasa kota dan pemilik modal sehingga mereka lebih memilih mengalah dan bungkam dengan alasan mereka tidak mempunyai cukup kekuatan untuk mencegah dua kekuatan besar tersebut. Selain aktor-aktor seperti di atas, ternyata ada sebagian kecil dari warga Semarang sendiri yang kurang menyadari arti penting dari bangunan-bangunan kuno tersebut. Dan anehnya mereka yang melakukan tindakan pembongkaran bangunan kuno secara ilegal atau tanpa meminta izin dari pemerintah kota atau DP2KP (Dewan Pertimbangan Pembangunan Kota) adalah mereka yang mengatasnamakan sebagai pemilik bangunan atau gedung tersebut yang sah. Masa penghancuran dan pembongkaran bangunan-bangunan kuno bersejarah sudah ada dari tahun 1995, dimana 17 bangunan yang menyandang predikat kuno dan dilindungi itu kini telah menghilang karena dirobohkan oleh pihak-pihak yang tidak memperdulikan arti penting dari cagar budaya. Gedung-gedung kuno yang telah roboh itu diantaranya gedung bekas kantor Pekerjaan Umum di Jl Kol Soegiyono, bekas kantor Polwil, Balai Yasa PT Kereta Api, bekas kantor Kodam di Jl S Parman, bekas gedung PLN di Jl Pemuda, gudang gula di Jl Sebandaran, vila kuno di Jl Gajahmada 25, kantor Bank Perniagaan Indonesia, bekas Asrama KOWAL, Hotel Jansen, langgar kuno di Kampung Kulitan, rumah tinggal Jl S Parman, Bioskop Murni, Bioskop Gelora, dan bekas kantor PT Permorin. Sungguh hal ini tentu sangat mengkhawatirkan, bagaimana tidak bangunan-bangunan tersebut ternyata sudah dilindungi oleh SK Wali Kota No 464/50/1992 tentang Konservasi Bangunan-Bangunan Kuno dan Bersejarah di Kota Semarang, akan tetapi tidak luput dari tindakan brutal yang melecehkan kultur kota, yang telah terbentuk puluhan tahun sebelumnya.

Relevansi Kasus dengan TemaLenyapnya suatu bangunan kuno bersejarah berarti juga akan melenyapkan salah satu cerminan jati diri Kota Semarang, dan hal inilah yang mendorong penulis untuk mengangkat tema mengenai permasalahan budaya atau lebih tepatnya mengenai krisis budaya yang terjadi di Kota Atlas.

BAB IIIIDENTIFIKASI FAKTOR DAN INDIKATOR

IDENTIFIKASI FAKTOR

Terdapat beberapa faktor atau alasan yang melatarbelakangi maraknya aktivitas penggusuran dan pembongkaran bangunan-bangunan kuno bersejarah di Kota Semarang dalam kurun waktu 12 tahun ini, yaitu antara lainDapat meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah)Ada suatu kecenderungan dari Pemerintah Kota Semarang, yaitu semangat untuk meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) semaksimal mungkin ternyata terlalu mengintervensi penyelenggaraan pemerintah di Kota Semarang sehingga akibatnya terjadi banyak pelanggaran dalam izin mendirikan bangunan. Dalam hal ini yang paling parah adalah ketika terjadi pembongkaran bangunan kuno bersejarah macam Gedung Kesenian GRIS, bioskop Murni, kompleks PHI Kranggan dan Rumah Makan Pelangi di depan Gereja Blenduk hanya untuk merealisasikan rencana pemerintah kota tersebut.

Tidak adanya suatu bentuk keperdulian dari instansi dan lembaga pendidikan untuk melakukan konservasi secara khusus.Kota Semarang dikenal memang memiliki aset bangunan kuno yang jumlahnya sangat banyak, sayangnya keistimewaan tersebut tidak ditangkap sebagai suatu aset oleh pemkot dan kalangan perguruan tinggi. Ini terlihat dari tidak adanya instansi dan lembaga pendidikan yang menangani konservasi secara khusus.

Adanya upaya untuk membongkar bangunan kuno bersejarah dengan dalih revitalisasi yang dilakukan pemilik bangunan secara ilegal.

Kasus semacam ini muncul ke permukaan ketika terjadi pembongkaran Gedung Marabunta yang dilakukan oleh oknum yang mengaku sebagai pemilik banguan kuno yang sah. Pembongkaran Gedung Marabunta ini sendiri berupa pembongkaran konstruksi atap bangunannya yang dikenal dengan pahatan semut besar di Jalan Cendrawasih kawasan Kota Lama. Oknum yang mengaku sebagai pemilik bangunan tersebut berkilah hanya melakukan renovasi pada atap dan itupun menggunakan konstruksi beton bertulang agar lebih kokoh. Dan yang lebih mengenaskan lagi ternyata pembongkaran itu tidak diketahui oleh pemerintah kota sendiri sehingga banyak pihak yang menyesali dan berkomentar bahwa Pemkot seharusnya tidak membiarkan tindakan anarki itu !Adanya suatu kepentingan ekonomi yang ingin dikejar oleh penguasa kota beserta investor.Ada cukup banyak daftar nama bangunan-bangunan kuno bersejarah di Kota Semarang yang keberadaannya kini hilang bagai ditelan bumi. Dengan dalih yang dikemukakan bahwa bangunan-bangunan kuno bersejarah tersebut sudah tidak mampu lagi berfungsi dengan baik dan sebagaimana mestinya. Mereka tidak dapat lagi mewadahi tuntutan kehidupan yang sekarang berkembang dengan pesat dan modern. Dan ada juga yang memberi alasan karena biaya perawatan gedung-gedung tua bernilai historis tinggi itu sangatlah mahal sehingga tidak akan sebanding dengan biaya perawatannya. Semestinya semakin kuno dan bersejarah bangunan tersebut, maka kontribusi pemerintah semakin besar. Namun yang seolah-olah menjadi tren akhir-akhir ini, bangunan-bangunan kuno tersebut sepertinya diberikan kepada investor untuk dikembangkan menjadi bangunan-bangunan yang modern dengan struktur konstruksi yang kokoh, megah dan jangkung. Hal itu dapat disaksikan di suatu kawasan kota yang sarat dengan peninggalan masa lampau yang menawan ternyata terselip beberapa bentukan bangunan modern untuk perkantoran, yang dicirikan dengan penggunaan banyak kaca (full-glass). Sungguh suatu gambaran kontras yang terpampang di lokasi yang memiliki situs budaya terbesar di Kota Semarang tersebut. Selain itu adanya rencana revitalisasi Pasar Johar yang dihembuskan pihak penguasa kota dan ditentang oleh bayak kalangan semakin menumbuhkan image negatif bahwa Pemerintah Kota Semarang hanya ingin mengalihkan fungsi bangunan-bangunan kuno bersejarah tersebut agar lebih menguntungkan secara ekonomi.

IDENTIFIKASI INDIKATOR

Sebagai indikator yang menandakan bahwa banyak terjadi bentuk pelecehan kultur kota berupa tindakan penggusuran atau pembongkaran terhadap bangunan-bangunan kuno bersejarah di Kota Semarang adalah Terjadi penurunan fungsi atau alih fungsi terhadap bangunan-bangunan tua bersejarah, yang semula mencerminkan sebagai citra budaya suatu kota berubah menjadi pemacu kegiatan komersial.Diabaikannya SK Wali Kota No 464/50/1992 tentang Konservasi Bangunan-bangunan Kuno dan Bersejarah, sebagai peraturan dasar yang melindungi segala bentuk cagar budaya di Kota Semarang.

BAB IVANALISIS FAKTOR DAN INDIKATOR

ANALISIS FAKTOR

Berikut akan disajikan ulasan mengenai penyebab banyaknya terjadi pelecehan kultur kota, dalam hal ini berupa tindakan penggusuran dan pembongkaran bangunan-bangunan kuno bersejarah yaituKota Semarang memang sedang gencar-gencarnya memasang strategi untuk memaksimalkan pendapatan daerahnya (PAD), sehingga tak mengherankan jika banyak ruang publik yang seakan-akan sengaja dijual oleh Penyelenggara Pemerintah Kota Semarang, namun ironisnya pendapatan yang kembali ke masyarakat sangatlah minim. Semangat untuk meningkatkan PAD semaksimal mungkin inilah yang menyebabkan terjadi kealpaan dalam batasan-batasan penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah kota mulai melanggar izin pendirian bangunan, termasuk yang terpenting adalah ketika terjadi pembongkaran bangunan kuno bersejarah, yang dengan entengnya mereka anggap sebagai sebuah kelalaian. Menurut beberapa ahli arsitek dan perencana kota seperti Ir. Pudjo Koeswhoro Y, MSA, berpendapat bahwa tindakan pembongkaran bangunan kuno bersejarah merupakan tindakan jejak embrio kota yang hanya ingin bersekutu dengan investor. Beliau juga menilai acapkali pimpinan daerah memandang kota sebagai penggerak ekonomi dan ladang emas untuk menggali PAD dengan menjual ruang dan lahan strategis seperti yang sudah disebutkan diatas. Tak heran jika nantinya kota beserta nuansanya hanya milik orang-orang yang bermodal besar saja. Maka sudah sepantasnya, kita sebagai masyarakat yang notabene merupakan kekuatan ketiga (unsur People) dalam penggerak pembangunan kota, memberikan sumbangsih dengan aktif memberikan kritik yang dapat mengontrol kebijakan pemerintah kota untuk tetap menjaga eksistensi bangunan-bangunan kuno yang bersejarah ini.Banyaknya kasus penggusuran dan pembongkaran bagunan-bangunan kuno bersejarah di kota ini setidaknya mencerminkan bahwa kita sebagai warga Semarang tidak siap dalam mengelola bangunan-bangunan tua yang jumlahnya ratusan ini (bahkan sampai tahun 2005 saja sudah ada 111 bangunan-bangunan tua yang dilindungi oleh SK Wali Kota No 464/50/1992). Dalam hal ini kata kita tidak hanya merujuk kepada Pemerintah Kota Semarang saja, tetapi juga perguruan tinggi, pihak IAI (Ikatan Arsitek Indonesia) Jateng serta yayasan bangunan kuno. Dikatakan oleh Dr Ir Eddy Prianto, CES, DEA, seorang yang menjabat sebagai Sekretaris Program Doktor Teknik Arsitektur dan Kota Universitas Diponegoro, bahwa IAI Jateng selaku organisasi profesi selama ini juga hanya bisa nguri-uri dan memprotes jika ada rencana pembongkaran bangunan tua. Sedangkan yayasan bangunan kuno juga tak jelas, karena hanya melakukan pendataan dan pengamatan, akan tetapi tidak juga ditangkap atau ditindak. Aset bangunan-bangunan kuno bersejarah di Kota Semarang yang jumlahnya sangat banyak tidak juga ditangkap sebagai aset pemerintah kota dan kalangan perguruan tinggi. Hal ini tercermin dari tidak adanya instansi dan lembaga pendidikan yang bersedia ikut menangani konservasi secara khusus. Sehingga untuk solusi jangka pendeknya, setiap permasalahan bangunan tua akan diselesaikan lewat pendekatan kasuisitis, artinya akan ada satu tim atau komisi yang menangani program konservasi. Tim ini terdiri dari perwakilan pemerintah, asosiasi, dan didominasi oleh personel yang kompeten di bidang konservasi itu sendiri. Sebagai masyarakat Semarang tentu sudah sepatutnyalah kita memiliki kesadaran untuk menjaga serta memelihara segala bentuk cagar budaya yang banyak terdapat di kota tercinta ini. Kota Semarang terkenal dengan peninggalan bangunan-bangunan kunonya yang bersejarah. Akan tetapi aneh bila dipikir, ketika pemilik bangunan-bangunan kuno tersebut malah berencana untuk membongkar atau dalam bahasa yang lebih sopan melakukan revitalisasi supaya bangunan tersebut dapat difungsikan untuk kegiatan yang mendatangkan profit, karena apabila hanya dirawat tanpa difungsikan tentu hanya akan memakan biaya pemeliharaan yang sangat mahal saja dan mereka jelas dirugikan. Bahkan bagunan-bangunan kuno yang dikategorikan bersejarah ini masih saja dikenai PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) yang tinggi. Belum lagi apabila mereka hanya ingin memperbaiki atap yang bocor atau bangunan-bangunan tua itu sudah berubah fungsi menjadi sarang walet (seperti di Gedung Eks Sasana Suka) sehingga menimbulkan bau tak sedap dan menganggu lingkungan sekitarnya, mereka tetap saja sulit medapatkan semacam privilige bagi pemilik untuk mengakses perizinan. Tentu faktor-faktor seperti di atas inilah yang mendorong atau bahkan memaksa pemilik untuk membongkar sendiri bangunan tua mereka agar dapat menutup kerugian. Disatu sisi tindakan mereka bisa dikenakan sanksi pidana karena termasuk tindakan anarki yang melanggar SK Wali Kota Nomor 464/50/1992 tentang Konservasi Bangunan-bangunan Kuno dan Bersejarah di Kota Semarang dan UU Nomor 5/1992 tentang Cagar Budaya. Pemerintah Kota seharusnya tidak kecolongan dalam kasus semacam ini. Namun jika dilihat dari sisi kepentingan dan kebebasan hak individu, bisa jadi kasus ini dianggap maklum oleh sebagian pihak terlebih lagi bagi pemilik yang mempunyai bangunan-bangunan tua tersebut, akan tetapi masih saja diberatkan dengan berbagai pajak dan akses mengurus perevitalisasian bangunan yang susah. Sudah sepatutnyalah kita, semua lapisan masyarakat di Kota Semarang ini, tidak hanya menuduhkan kesalahan kepada salah satu pihak saja, akan tetapi mau berpikir juga apa yang menjadi penyebab sehingga pihak-pihak yang dipersalahkan itu melakukan pelecehan terhadap kultur kota kita.Permasalahan tentang penggusuran dan pembongkaran bangunan-bangunan kuno bersejarah di hampir seluruh wilayah Semarang bisa jadi merupakan sebuah cerminan dari ketidaksiapan Kota Semarang sendiri dalam mengelola bangunan-bangunan kuno yang memiliki jumlah ratusan ini. Hal ini tentu saja akan semakin memperburuk citra para penguasa kota dengan berbagai tudingan miring didalamnya. Terlebih setelah ada isu yang dihembuskan oleh para penguasa kota dengan menggandeng investor dari luar Semarang, akan merevitalisasi Pasar Johar. Inilah isu terkini seputar upaya untuk menggusur atau membongkar bangunan-bangunan kuno bersejarah di Kota Semarang. Rencana penguasa kota ini kontan menimbulkan protes dan kritikan pedas dari berbagai kalangan. Pasar Johar rencananya akan ditinggikan dan dibuat blok-blok untuk perbelanjaan sehingga dapat menimbulkan kesan sebagai kawasan perdagangan yang modern pada diri Pasar Johar sendiri. Rencana untuk meninggikan Pasar Johar ini sendiri, menurut penguasa kota karena Pasar Johar sering terendam air rob. Sebenarnya bukan masalah peniggian bangunan yang banyak ditentang oleh berbagai pihak, akan tetapi lebih karena pengembangan Pasar Johar yang diajukan oleh pihak investor notabene dengan membongkar Pasar Johar namun tetap membangunnya kembali sama persis. Bukankah itu merupakan suatu konsep pelestarian yang dimaknai naif oleh pihak investor dan para penguasa kota. Salah satu pihak yang menentang keras rencana tersebut adalah DP2K (Dewan Pertimbangan Pembangunan Kota). Mereka menilai kalaupun yang menjadi masalah Pasar Johar itu saat ini adalah air rob, seharusnya cara penyelesaiannya yang baik dengan menutup saluran yang berhubungan dengan Kali Semarang di sisi timur pasar yang selama ini memang dibiarkan terbuka. Mereka juga menambahkan bahwa konstruksi beton Pasar Johar adalah K400 dan kualitas masih dapat dipercaya. Hal ini juga sudah dibuktikan oleh pihak-pihak peneliti dari Universitas Soegijapranata (Unika). Karena alasan-alasan yang dikemukakan oleh pihak DP2K inilah semakin mempertegas bahwa rencana revitalisasi ini hanyalah sebuah rekayasa untuk kepentingan ekonomi beberapa pihak saja. Hal ini juga dilatarbelakangi oleh masalah pengubahan bangunan-bangunan kuno menjadi mall-mall dan kawasan perkantoran (kawasan perkantoran full-glass seperti yang ada di kawasan Kota Lama) pada tahun-tahun sebelumnya. Semoga ini bukalah tren negatif yang terus-menerus dipertahankan di Kota Semarang.

ANALISIS INDIKATOR

Berikut merupakan hasil analisa yang dilakukan oleh penulis dengan memadukan pendapat-pendapat dari para ahli yang kompeten, sehingga dapat diketahui bagaimana menilai sejauh mana suatu bagunan-bangunan kuno bersejarah di Kota Semarang tersebut telah dilecehkan oleh beberapa pihak.Terjadinya penurunan fungsi atau alih fungsi terhadap bangunan-bangunan tua bersejarah dapat dijadikan sebagai sebuah indikator, karena apabila kuantitas dan kualitas asli dari bangunan-bangunan kuno bersejarah itu berkurang atau menurun berarti dapat menjadi suatu petunjuk bahwa telah terjadi suatu bentuk pelecehan kultur kota. Dijadikannya SK Wali Kota No 464/50/1992 tentang Konservasi Bangunan-bangunan Kuno dan Bersejarah, sebagai sebuah indikator, itu karena apabila peraturan itu diabaikan tentu akan menghasilkan berbagai jenis pelanggaran dan penyalahgunaan bangunan-bangunan kuno sehingga secara tidak langsung menyimpulkan bahwa semakin tinggi tidak pelanggaran tersebut maka nilai pelecehan kultur kota kita juga semakin tinggi. Semakin tingginya peleceha kultur kota mengisyaratkan bahwa keperdulian warga Semarang untuk menjaga eksistensi cagar budayanya semakin berkurang atau menipis.

BAB VSOLUSI DAN SARAN TERHADAP KASUS

SOLUSI

Solusi yang ditawarkan oleh berbagai pihak, khususnya pihak yang kompeten terhadap kasus ini, seperti dari pihak IAI (Ikatan Arsitek Indonesia) Jateng, DP2K (Dewan Pertimbangan Pembangunan Kota), para dosen dari jurusan arsitektur dan perencanaan kota, sampai budayawan adalah sebagai berikut,Tindakan konservasi terhadap bangunan-bangunan kuno bersejarah tersebut harus tetap mempertahankan bentukan asli bangunannya, baik itu mulai dari bahan, konstruksi sampai desainnya, sehingga program konservasi tersebut dapat memberi kualitas ekonomi yang lebih baik bukan cara dengan membongkarnya secara total kemudian membangunnya sama persis.Pemerintah Kota Semarang rajin melakukan sidak ke tempat-tempat yang banyak berdiri bangunan-bangunan kuno bersejarah untuk meminimalisir tindakan anarkis para pemilik bangunan yang membongkar bangunan-bangunan kuno tanpa izin tersebut.Pemerintah Kota Semarang mengajukan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk perawatan bangunan-bangunan kuno bersejarah, yang sebenarnya bisa menjadi haknya kepada pemerintah pusat karena selama ini yang menjadi prioritas DAK hanya diprioritaskan bagi kota-kota yang memiliki kekayaan alam, seperti hutan serta minyak dan gas bumi (migas). Padahal bangunan dan kawasan kuno di Semarang sama potensialnya dengan kekayaan hutan atau migas.Untuk merawat konstruksi bangunan-bangunan kuno bersejarah yang terendam air rob, DPU akan mengefektifkan dan memperbaiki kembali empat pompa. DPU juga siap memperbaiki atau mengganti pintu-pintu air di Kali Semarang.Pemerintah Kota Semarang akan memberikan semacam penghargaan bagi gedung kuno yang dilestarikan. Selain itu Pemkot juga akan memberikan penghargaa kepada pemilik atau pengelola yang melestarikan bangunan kuno, pakar yang concern terhadap pelestarian bangunan bersejarah. Pemberian penghargaan ini dimaksudkan agar menumbuhkan semangat memiliki terhadap aset bangunan bersejarah.Pemerintah Kota akan mengambil alih pengelolaan terhadap bangunan-bangunan kuno bersejarah tersebut apabila sudah tidak dirawat atau ditelantarkan oleh pemiliknya.Pemerintah Kota Semarang mengadakan sosialisasi tentang pentingnya pelestarian dan menumbuhkembangkan kecintaan terhadap bangunan-bangunan kuno bersejarah terhadap para anak-anak sebagai generasi penerus, yang dikemas lewat berupa acara lomba mewarnai.

SARAN

Saran yang dapat diberikan, baik oleh penulis maupun masukan dari pihak-pihak yang kompeten terhadap masalah pelecehan kultur kota ini adalahJangan hanya karena ingin meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah), kemudian harus mengorbankan atau menyisihkan keberadaan bangunan-bagunan kuno bersejarah untuk diubah menjadi kawasan perdagangan modern dan perkantoran, akan tetapi akan lebih bijak jika bangunan tersebut dibersihkan sehingga selain menjaga eksistensi bangunan juga dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata yang potensial.Meminta kepada Pemerintah Kota Semarang untuk menyediakan pelayanan semacam privilige bagi pemilik bangunan-bangunan kuno bersejarah untuk mengakses perizinan dalam merevitalisasi bangunan kuno tersebut dan memberikan panduan tindakan revitalisasi bangunan yang seperti apa, yang sesuai dengan kaidah atau peraturan yang berlaku.Seharusnya ada suatu bentuk keperdulian dari instansi dan lembaga pendidikan untuk melakukan konservasi sevara khusus terhadap bangunan-bangunan kuno bersejarah, yaitu dengan membentuk tim atau komisi yang menangani terdiri dari perwakilan pemerintah, asosiasi, dan didominasi oleh personel yang kompeten di bidang konservasi. Sehingga mereka tidak terkesan hanya mampu bicara saja tanpa ada realisasi nyata di lapangan.Meminta kepada Pemerintah Kota Semarang untuk dapat memberikan keringanan tarif pajak PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) terhadap pemilik bangunan-bangunan kuno bersejarah tersebut sehingga dapat mengurangi kemungkinan banyaknya pemilik yang kemudian mengalihfungsikan bangunan-bangunan kuno tersebut untuk aktifitas yang berbau ekonomi.Pemerintah Kota Semarang seharusnya segera melengkapi data terbaru mengenai kepemilikan bangunan, cetak biru bangunan dan sejarah bangunan bersejarah tersebut.Semakin mempertegas segala macam peraturan yang mengatur tentang pemeliharaan bangunan-bangunan kuno bersejarah dan memperlengkapinya dengan sanksi pidana yang berat terhadap siapa saja yang menyalahgunakan fungsi dan desain awal bangunan-bangunan kuno tersebut.

REFERENSI

Budihardjo, Eko dan Sudanti Hardjohuojo.1993. Kota Berwawasan Lingkungan.Bandung : Penerbit Alumnihttp://www.indonesia-architecture.comhttp://www.kompas.com (edisi Jumat, 24 Maret 2006; Selasa, 23 Mei 2006; Selasa, 17 April 2007)http://arsitekturindis.blogspot.comhttp://www.unika.ac.idhttp://www.semarang.go.idhttp://klikjateng.blogspot.comhttp://www.suaramerdeka.com (edisi Selasa, 09 Agustus 2005; Senin, 26 September 2005; Jumat, 24 Maret 2006)