perspektif m. quraish shihab terhadap wanita...
TRANSCRIPT
-
PERSPEKTIF M. QURAISH SHIHAB TERHADAP WANITA PEKERJA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah Dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah ( S.Sy )
Oleh :
Nurul Irfan
NIM :105044201461
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM
PROGRAM STUDI AHWAL AS-SYAKSHIYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431H / 2010 M
-
ا ا ّ ا ّ
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-
Nya, Dzat Yang menggenggam langit dan bumi, Yang merajai hati manusia dan
mampu meluluhkan dan menguasai hati yang lirih dan yang memberikan kepada
penulis kekuatan dan kesabaran sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
skripsi ini.
Salawat serta salam semoga tercurahkan kepada kekasih Allah swt yaitu
Nabi Muhammad saw, semoga di hari akhirat nanti seluruh umat Islam mendapatkan
Syafa’atul Uzma dari beliau. Amiiin.
Setelah selesainya skripsi ini atas bantuan dan dukungan serta doa dari
berbagai pihak maka penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar–besarnya
kepada:
1. Dekan fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA. MM.
2. Ketua Jurusan Al-Akhwal As-Syakhsiyyah, Drs. H. A. Basiq Jalil SH, MA. Dan
Sekertaris Jurusan, Kamarusdiana, S.Ag. MH. Beserta para dosen fakultas
Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak
membekali ilmu yang amat bermanfaat bagi penulis. Dan terima kasih kepada
pimpinan serta segenap Staf Perpustakaan Jurusan Syari’ah dan Hukum Syarif
Hidayatullah Jakarta.
-
3. Bapak DR. KHA. Juaini Syukri, Lc, M.A, selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya di sela–sela kesibukannya untuk
memberi bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
4. Pimpinan serta segenap staf perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan bantuan dan pelayanan dalam upaya memenuhi
kebutuhan yang berkenaan dengan literatur untuk menyusun skripsi ini.
5. Sembah sujud penulis kepada kedua orang tua penulis yang tercinta yang telah
memberikan dorongan dan semangat serta do’a semoga Allah swt selalu menjaga
dan melindungi keduanya. Serta adik–adik penulis yang tercinta yang selalu
memberikan senyuman, canda dan tawa.
6. Kepada isteri dan anakku tercinta yang membuat penulis selalu tegar di dalam
menghadapi segala rintangan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Penulis ucapkan banyak terima kasih kepada Ustd. Achmad An-Nadawiyyah
yang telah memberikan motivasi, semangat kepada penulis
8. Teman-teman semua khususnya Jurusan Al-Ahwal As-Syakhsiyyah, Administrasi
keperdataan Islam angkatan tahun 2005.
Skripsi ini disusun menurut tuntutan zaman saat ini, sebagai sumber acuan
yang dibaca, dipelajari dan dipahami penulis dengan segala keterbatasannya. Dengan
demikian, tidak menutup kemungkinan ada kekeliruan dalam penulisannya. Oleh
karena itu, sumbangan pikiran dari pihak pembaca akan merupakan tambahan ilmu
yang bermanfaat bagi penulis.
-
Hanya kepada Allah swt, penulis memohon bimbingan dan
menggantungkan semua harapan.
Jakarta, 15 Robiul Awwal 1431 H.
1 Maret 2010 M.
Penulis
-
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR …………………………………………………………….
i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………
iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………………..
1
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah ………………………………….
6
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ………………………………………...
7
D. Metode Penelitian ………………………………………………………
7
E. Sistematika Penulisan …………………………………………………..
8
BAB II M. QURAISH SHIHAB DAN PEMIKIRANNYA
TENTANG KEDUDUKAN WANITA
A. Sejarah Singkat M. Quraish Shihab ……………………………………..
10
-
B. Karier Intelektual Dan Karya-karya M. Quraish Shihab ……………….
12
C. Kedudukan Wanita Sebagai Isteri ……………………………………...
32
D. Pembagian Kerja Dan Hubungan Timbal Balik Antara Suami Isteri ….
34
BAB III WANITA PEKERJA DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP HUKUM PERKAWINAN
A. Asal Kejadian Perempuan ……………………………………………..
45
B. Hak Dan Kewajiban Belajar Bagi Perempuan ………………………....
50
C. Hak Perempuan dalam Memilih Pekerjaan ……………………………
57
D. Landasan Pemikiran Quraish Shihab Tentang Wanita Pekerja ………..
61
E. Analisis Penulis ………………………………………………………..
62
BAB IV PENUTUP
-
A. Kesimpulan …………………………………………………………….
67
B. Saran-Saran …………………………………………………………….
69
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….
70
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Membicarakan perempuan memang menarik, hangat, aktual, dan tak
henti-hentinya menjadi agenda dari zaman ke zaman hingga saat ini. Perempuan
pernah disanjung dan pernah pula di hina dan direndahkan sampai pernah
dipersoalkan apakah ia manusia atau tidak. Pada masa pra Islam pernah terjadi suatu
era yang dikenal dengan zaman jahiliyah. Pada masa itu berbagai agama dan
peradaban yang ada tidak memberikan tempat yang terhormat dan mulia pada
perempuan dan bisa dikatakan hak perempuan hampir tidak ada.1
Perempuan mendapatkan sikap yang rendah dalam realitas kehidupan.
Disamping realitas kehidupan juga muncul sikap dan perlakuan yang merendahkan
bahkan melecehkan kaum perempuan. Kasus eksploitasi perempuan dalam berbagai
bentuknya pembatasan perkembangan potensi perempuan dan pemerkosaan adalah
berbagai contoh sikap realitas yang merendahkan martabat perempuan.2
Pemikiran dan realitas tersebut jelas tidak sesuai dengan fitrah manusia
dan bertentangan dengan rasa keadilan, sebab hak kemerdekaan dan martabat
perempuan tidak ditempatkan secara proporsional.
1999), h. 65
1 Ali Yafie, kodrat, Kedudukan Dan Kepemimpinan Perempuan, (Bandung: Mizan,
2 Jalaludin rahmat, Islam Actual, (Bandung: Mizan, 1991), h. 195
-
Menurut Tasman Hamami dan Siti Bariratun perempuan mengalami
ketidakadilan bukan hanya diskriminasi disektor publik, tapi juga melalui cara
pendistribusian pekerjaan dalam rumah tangga. Pola kehidupan keluarga saat ini
menuntut perempuan untuk melakukan pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak.
Pekerjaan rumah tangga kadang jarang dibagi secara sepadan atau setara bahkan
kadang perempuan mencari nafkah dalam upaya membantu kebutuhan keluarga.3
Nikah merupakan sunnah yang dicontohkan Rasulullah SAW, dijalankan
oleh para sahabat serta dijunjung tinggi oleh orang sholeh yang berbudi luhur. Nikah
disyariatkan agar manusia memiliki keluarga dan keturunan yang sah untuk menuju
kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat di bawah naungan kasih sayang yang di
ridhoi Allah SWT.
Pernikahan juga merupakan suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan
bagi manusia untuk beranak, berkembang biak dan melestarikan hidupnya setelah
masing-masing berpasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam
mewujudkan tujuan pernikahan.4
Dengan berlangsungnya pernikahan tersebut, maka masing-masing dari
kedua orang yang melakukan pernikahan mempunyai hak dan kewajiban masing-
masing menempati posisi yang sesuai. Bagi laki-laki bertanggung jawab penuh
terhadap eksistensi keluarga, baik secara jasmani maupun rohani. Sedangkan isteri
3 Tasman Hammami Dan Siti Barirotun, Kedudukan Wanita Dalam Syariat Islam, (t.t. :
al-jami’ah, 1994), h. 44
4 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1991), h. 9
-
bertanggung jawab atas urusan rumah tangga dan anak-anak serta suami dan
hartanya.
Menurut Hendar Riyadi Islam mengatur sejarah kitab suci al-Qur’an
adalah sejarah penyelamat dan pembebasan kemanusiaan. Al-Qur’an diturunkan
untuk menyelamatkan dan membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan
secara moral, sosial, kultural, dan struktural, baik dalam bentuk ide atau pemikiran,
maupun dalam wujud praksisnya.5
Keberadaan wanita muslim yang memperihatinkan masih berlangsung
hingga zaman modern ini. Pada dasarnya permasalahan ini erat hubungannya dengan
milliu selama beberapa abad. Milliu tersebut telah mempengaruhi ragam penafsiran
tradisonal. Sementara itu ajaran-ajaran al-Qur’an mengenai wanita pada umumnya
meningkatkan posisi dan memperkuat kondisi wanita, sebagaimana al-Qur’an
berusaha mengangkat posisi kelompok masyarakat lemah lainnya, misalnya anak
yatim, fakir miskin dan budak. Sistem masyarakat Arab dengan tradisi patriarchal,
sistem kesukuan, sistem perbudakan, merupakan latar belakang solusi al-Qur’an
mengenai persamaan kedudukan jenis kelamin dan persamaan ras manusia. Melalui
ajaran persamaan al-Qur’an, Islam menghapuskan setiap perbedaan antara sesama
manusia kecuali perbedaan yang timbul karena kebajikan dan taqwa.
Untuk menghilangkan sumber-sumber deskriminasi sesama manusia Nabi
berkali-kali mengingatkan bahwa semua manusia adalah keturunan Adam, sedangkan
Adam diciptakan dari debu. Persamaan (equality) haruslah dipahami sebagai moral
5 Hendar Riyadi, Tafsir Emansipatoris Arah Baru Studi Kasus Al-Qur’an,(tp: 2005), h.23
-
yang hendak dicapai oleh al-Qur’an melalui seperangkat aturan hukum yang
berkaitan dengan latar belakang sosial masyarakat arabiah pada masa turun wahyu
dan sebelumnya, seperti aturan poligami, perceraian, waris, hukum perbudakan dan
lain-lain.6
Islam pada dasarnya,adalah agama yang menekankan spirit keadilan dan
keseimbangan (tawazun) dalam berbagai aspek kehidupan.Relasi gender (perbedaan
laki-laki dan perempuan yang non kodrati) dalam masyarakat yang cenderung kurang
adil merupakan kenyataan yang menyimpang dari spirit Islam yang menekankan pada
keadilan.7
Muhammad Al-Ghazali, salah seorang ulama besar Islam kontemporer
berkebangsaan mesir, menulis :“kalau kita mengembalikan pandangan ke masa
sebelum seribu tahun, maka kita akan menikmati keistimewaan dalam bidang materi,
sosial, yang tidak dikenal oleh perempuan-perempuan di kelima benua. Keadaan
mereka ketika itu lebih baik dibandingkan dengan keadaan perempuan-perempuan
barat dewasa ini, asal saja kebebasan dalam pergaulan tidak dijadikan bahan
perbandingan.”8
Dalam konteks kekinian, manusia modern condong dihadapkan pada arus
globalisasi yang mau tidak mau harus mampu bersaing dalam upaya memenuhi
6 Fazhur Rahman, Metodelogi Pembaharuan Hukum Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), h. 172-173
7Sahal Mahfudh, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam Dalam Muktamar, Munas,
dan Konbes NU ( Surabaya, Diantama, 2005), Cet. Kedua, h. 649
8 Muhammad Al-Ghazali, Al-Islam Wa At-Thaqat Al-Mu’aththalat, (Kairo: Daar al- Kutub, 1964), Juz. Pertama h.138
-
kebutuhan dan menumbuhkan kesehjahteraan keluarga agar terbentuk jalinan
hubungan yang sakinah, mawaddah, warahmah sebagaimana harapan masyarakat
muslim. Globalisasi telah membuka sekat (hijab) yang membatasi gerak hidup
manusia. Manusia tidak lagi dikekang oleh batas-batas Negara. Globalisasi adalah
peluang bagi menusia yang memiliki ‘sesuatu’ sebagai nilai jual, tetapi bagi manusia
yang tidak memiliki ‘sesuatu’ tersebut globalisasi adalah sebuah ancaman.9
Pada saat ini banyak wanita yang menjadi tulang punggung keluarga
dalam mencari nafkah. Hal itu karena dipicu oleh derasnya paham kesetaraan gender
yang menjadi kedudukan laki-laki dan perempuan itu sama dalam keluarga. Idealnya
yang dipahami masyarakat muslim laki-lakilah yang mempunyai tanggung jawab
penuh terhadap kebutuhan keluarga, namun tuntutan zaman berbeda, sehingga tidak
asing lagi kehidupan sekarang banyak didominasi oleh kaum hawa dalam masalah
pendapatan material keluarga. Pergeseran budaya dan kemajuan zaman menuntut
peran ulama atau cendikiawan untuk menegaskan hukum-hukum yang menyangkut
hak dan kewajiban perempuan dalam ruang lingkup keluarga.10
M.Quraish Shihab sebagai salah satu tokoh cendikiawan muslim di
Indonesia banyak sekali memberikan pandangannya mengenai wanita dalam ruang
keluarga. Menurut beliau perempuan dalam pandangan ajaran Islam tidak
sebagaimana diduga atau dipraktekan oleh masyarakat banyak. Ajaran Islam pada
9 Syahrin harahap, Islam Dinamis: Menegakan Nilai-Nilai Ajaran al-Qur’an Dalam
Kehidupan Modern di Indonesia, ( Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1997), Cet. Ke-I, h. 149
10 Ibid., h. 151
-
hakikatnya memberikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan yang terhormat
kepada perempuan.
Sehubungan dengan latar belakang masalah tersebut, maka penulis
berusaha mengangkat judul yang berhubungan dengan wanita pekerja dan
implikasinya terhadap hukum perkawinan dengan judul :
PERSPEKTIF M. QURAISH SHIHAB TERHADAP WANITA PEKERJA
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
Pembatasan Masalah
Agar pembahasan ini lebih terarah, maka penulis perlu memberikan
pembatasan masalah dan perumusan masalah yang berkaitan dengan latar belakang
masalah tersebut sebagai berikut :
1. Penelitian ini berfokus pada wanita pekerja menurut M. Quraish Shihab
2. Kedudukan Wanita pekerja dalam hukum Islam
3. Peran wanita dalam rumah tangga menurut M. Quraish Shihab
Perumusan Masalah
Pada umumnya ulama cenderung membatasi peran wanita diruang publik.
Namun dalam hal ini M. Quraish Shihab menunjukkan sikap yang berbeda, hal ini
dapat dilihat dari latar belakang kehidupan keluarganya maupun gagasannya terkait
tentang peran wanita, oleh karena itu fenomena atau masalah ini akan di rumuskan
dalam beberapa pertanyaan pemikiran sebagai berikut :
1. Bagaimana pendapat M. Quraish Shihab tentang kedudukan wanita pekerja
dalam keluarga?
-
2. Apa yang menjadi dasar pemikiran M. Quraish Shihab tersebut?
3. Bagaimana dampak hukum dari pendapat M. Quraish Shihab tentang
kedudukan wanita pekerja dalam hukum perkawinan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pembatasan dan perumusan masalah di atas maka tujuan
yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pendapat M. Quraish Shihab tentang kedudukan wanita
pekerja dalam keluarga.
2. Untuk mengetahui dasar pemikiran M. Quraish Shihab tersebut.
3. Untuk mengetahui dampak hukum dari pendapat M. Quraish Shihab tentang
kedudukan wanita pekerja dalam hukum perkawinan.
Manfaat Penelitian
Melalui analisa dari hasil penelitian ini, maka manfaat yang di wujudkan
adalah:
a. Untuk memberikan informasi yang jelas kepada seluruh masyarakat mengenai
kedudukan wanita pekerja implikasinya terhadap hukum perkawinan
b. Agar menjadi sumbangan pemikiran yang di harapkan akan menambah khazanah
ilmu pengetahuan bagi mahasiswa jurusan Administrasi Keperdataan Islam untuk
mengetahui Kedudukan wanita pekerja implikasinya terhadap hukum perkawinan.
D. Metode Penelitian
-
Dalam penyusunan skiripsi ini, penulis lebih memilih studi kepustakaan
(library research). Penulis mencari bahan–bahan dari sumber data, tulisan yang
berhubungan dengan wanita pekerja dan implikasinya terhadap hukum perkawinan.
Sumber data ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu sumber data primer dan
sumber data skunder, sumber data primer yang digunakan penulis adalah buku-buku
karya M. Quraish Shihab yang antara lain adalah.
1. Tafsir Al-Misbah
2. Wawasan Al-Quran
3. Membumikan Al-Quran
Sedangkan data skundernya yang digunakan oleh penulis adalah buku-
buku lain yang berkaitan dengan masalah penelitian sebagai penunjang untuk
menghasilkan kesimpulan dari sebuah penelitian yang dilakukan.
Penelitian ini memerlukan kualifikasi, yaitu peneliti harus memiliki sifat
yang reseptif (mau menerima) yang berarti harus selalu mencari informasi, bukan
menguji kebenaran suatu teori dan peneliti harus memiliki kekuatan integratif, yaitu
kekuatan untuk memadukan berbagai informasi yang diperoleh menjadi satu kesatuan
penafsiran.
Adapun tekhnik yang digunakan adalah mengikuti ketentuan–ketentuan
yang ada dalam buku pedoman penulisan skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2007.
E. Sistematika Penulisan
-
Dalam penyusunan skripsi ini penulis membahas dengan membagi bab
dan kemudian penulis membagi kedalam beberapa sub bab, adapun perinciannya
sebagai berikut:
Bab Pertama merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang,
pembatasan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian
dan sistematika penelitian.
Bab Kedua Disini penulis akan membahas tentang M. Quraish shihab dan
pemikirannya tentang kedudukan wanita dalam pandangan Islam yang membahas
tentang biografi Quraish shihab yang isinya Sejarah Hidup M. Quraish Shihab, Karier
Intelektual Quraish Shihab, Karya-karya M. Quraish shihab, Kedudukan Wanita
Sebagai Isteri, Pembagian Kerja Dan Hubungan Timbal Balik Antara Suami Isteri,
Bab Ketiga Disini penulis akan memaparkan Wanita Pekerja Dan
Implikasinya Dalam Perkawinan yang isinya Asal Kejadian Perempuan, Hak
Perempuan Dalam Memilih Pekerjaan, Hak dan kewajiban belajar bagi perempuan,
Landasan Pemikiran Quraish Shihab Tentang Wanita Pekerja, Analisis Penulis
Bab Keempat merupakan hasil kesimpulan dari pengkajian bab–bab
sebelumnya. serta daftar pustaka yang menjadi rujukan penulis ditempatkan pada
akhir penulisan.
-
BAB II
M. QURAISH SHIHAB
DAN PEMIKIRANNYA TENTANG KEDUDUKAN WANITA
A. Sejarah Singkat M. Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab dilahirkan dari keturunan Arab yang
berpendidikan dan mempunyai kecintaan yang besar terhadap tafsir al-Quran, ini
terbukti dari latarbelakang pendidikan ayahnya yang bernama Abdurrahman Shihab
(1905-1986).11
Beliau adalah alumnus dari lembaga pendidikan Jami’atul Khaier
Jakarta. Sebuah lembaga pendidikan Islam tertua yang berusaha mengakses gagasan-
gagasan pemikiran Islam modern. Dan beliau juga (Abdurrahman Shihab) tercatat
sebagai guru besar dalam bidang tafsir yang pernah menduduki jabatan sebagai
Rektor di IAIN Alaudin Ujung Pandang, dan merupakan pelopor pendiri Universitas
Muslim Indonesia (UMI), yang juga terletak di kota Ujung Pandang, Abdurrahman
Shihab juga seorang wiraswastawan yang senantiasa meluangkan waktunya untuk
kepentingan dakwah dan mengajar pada lembaga pendidikan dan Universitas yang
telah disebutkan di atas di sela-sela kesibukannya berwiraswasta. Bahkan hartanya
dipergunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan baik dengan cara membiayai atau
menyumbangkan buku-buku bacaan untuk lembaga pendidikan tersebut.12
11 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan,1994), h. 14
12 Ibid.,
-
Figur sang ibu yang konsekwen terhadap ajaran agama juga menjadi aset
penting dalam kesuksesan Quraish Shihab dalam studi al-Qur’annya.
Kekonsekwenan sang ibu tersebut itu dapat dilihat dari sudut pandang keagamaanya
yang senantiasa harus sesuai dengan al-Qur’an dan Hadist. Bahkan sampai saat ini
Quraish Shihab sudah mempunyai gelar doktor, ibunya tidak segan-segan
menegurnya tutur Quraish Shihab.13
Muhammad Quraish Shihab dilahirkan pada tanggal 16 Februari 1944 di
sulawesi Selatan tepatnya di daerah Rappang. Sebagai mana ayahnya, beliau juga
mempunyai kecintaan terhadap tafsir al-Qur’an. Kecintaan ayahnya terhadap ilmu
pengetahuan terutama Pada bidang ketafsiran inilah yang bisa menjadi motivasi
dalam studinya. Bahkan minatnya terhadap studi al-Qur’an sangat dipengaruhi oleh
sang ayah karena semenjak kecil sejak 6-7 tahun Quraish Shihab diharuskan
mengikuti pengajian al-Qur’an yang diajarkan ayahnya. Disamping harus membaca
al-Qur’an Quraish Shihab juga harus mendengarkan penjelasan dari kisah-kisah al-
Qur’an yang disampaikan ayahnya dalam pengajarannya.14
Bahkan tidak jarang pada
suatu ketika ayahnya sering mengajak duduk bersama dan mendengarkan petuah-
petuah keagamaannya. Banyakdiantara petuah-petuahnya itu ternyata diketahui
kemudian oleh Quraish Shihab sebagai ayat al-Qur’an atau petuah Nabi, sahabat, atau
13 Ibid.,
14 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, h. 6
-
pakar-pakar al-Qur’an hingga kini masih diingatnya. Dari masa-masa itu pula benih-
benih kecintaan dan minat terhadap studi al-Qur’an mulai mengakar dalam jiwanya.15
Dari kecintaannya terhadap studi al-Qur’an tersebut akhirnya Quraish
Shihab berinisiatif melanjutkan studinya pada jurusan tafsir di Universitas Al-Azhar
Mesir, seperti yang telah dituturkannya :
“Ketika belajat di Universitas Al-Azhar saya bersedia mengulang satu tahun untuk mendapatkan kesempatan melanjutkan studi saya di jurusan tafsir, walaupun
jurusan lainnya pada fakultas lain membukan pintu lebar-lebar untuk saya.”16
B. Karier Intelektual Dan Karya-karya M. Quraish Shihab
Karir Intelektual Quraish Shihab
Seperti layaknya anak–anak yang lain pendidikannya dimulai dari
pendidikan dasar, begitu juga dengan Quraish Shihab, melalui pendidikan dasarnya di
Sekolah Dasar Negeri (SDN) di tempat kelahirannya yaitu di Ujung Pandang, sambil
belajar ilmu keagamaan (mengaji) kepada ayahnya (Abdurrahman Shihab) sampai
tepat pada tahun 1956. Dan semenjak tahun tersebut beliau melanjutkan pendidikan
menengahnya di kota Malang Jawa Tengah, serta mengikuti pengajian di pondok
Pesantren Darul Hadist Al-Fiqhiyyah Malang sejak tahun 1956-1958.17
Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di tanah air
kemudian pada tahun 1958 tepatnya pada saat beliau mencapai usia 14 tahun, Quraish
Shihab berangkat ke Kairo Mesir, untuk melanjutkan studinya. Keberangkatannya itu
15 Ibid.,
16
Ibid., h. 14
17 http://media.isnet.org/islam/Quraish/Quraish
-
terlaksana atas bantuan beasiswa dari pemerintah daerah Sulawesi yang pada masa itu
belum dibagi menjadi Sulawesi Utara dan Selatan. Universitas al-Azhar di Kairo
Mesir, seperti telah kita ketahui, merupakan pusat gerakan pembaharu Islam yang
juga disana adalah tempat yang cocok untuk pengkajian studi al-Qur’an. Seperti
diketahui pula sejumlah tokoh kenamaan pada Universitas tersebut dalam bidang
studi al-Qur’an atau ketafsiran diantaranya adalah Muhammad Abduh dan Rasyid
Ridho. Hingga tidak heran apabila banyak peminat studi keislaman tertarik untuk ikut
serta mengenyam pendidikannya dilembaga tersebut. Begitupun dengan figur Quraish
Shihab yang memang mempunyai latar pendidikan yang kuat dalam bidang studi al-
Qur’an, sangatlah relevan jika beliau ikut mengenyam pendidikan pada universitsas
al-Azhar tersebut karena hal ini merupakan kelanjutan dari pendidikan dan minatnya
pada studi al-Qur’an. Kesungguh-sungguhan Muhammad Quraish Shihab pada studi
al-Qur’annya itu dibuktikan dengan kesediannya untuk mengulang satu tahun karena
tidak di izinkan masuk fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadist di Universitas al-
Azhar, dikarenakan nilai Bahasa Arab yang dicapai ditingkat menengah kurang
memenuhi syarat. Yang padahal jurusan lain di lingkungan Universitas al-Azhar pada
masa itu mau menerima Quraish Shihab. Bahkan beliau diterima di Universitas Kairo
dan Daarul Ulum. Pada akhirnya Quraish Shihab menyadari bidang tersebut
merupakan minatnya, juga akhir-akhir ini dirasakan umat Islam pada umumnya dan
masyarakat Indonesia pada khususnya dirasakan besar kebutuhannya akan al-Qur’an,
serta penafsiran dan pemikiran-pemikiran tentang studi al-Quran itu sendiri.18
18 Jurnal Kebudayaan Dan Peradapan, Ulumul Qur’an, (Jakarta: PT Sumber Bahagia,
-
Seperti layaknya mahasiswa penerima beasiswa yang lain, Quraish
Shihab berlaku hidup sederhana ketika sedang menjalani studinya di al-Azhar.
Sebagaimana yang dituturkannya: “inilah yang mengantarkan saya untuk tidak
merokok hingga sekarang.” Dalam rutinitas kampus Quraish Shihab tidak banyak
melibatkan diri dalam aktivitas kemahasiswaan, walaupun demikian Quraish Shihab
sangat aktif memperluas pergaulannya terutama dengan sejumlah mahasiswa yang
berasal dari negara-negara lain. Karena dengan demikian ada manfaat yang dapat di
ambil oleh Quraish Shihab dan juga dapat memperluas wawasan, terutama mengenai
kebudayaan-kebudayaan bangsa lain. Dan juga dapat memperluas wawasan dan
wacana keilmuwan Quraish Shihab. Sistem pendidikan di Mesir sangat menekankan
pada aspek hapalan, maka jika jawaban ujian tidak persis dengan catatan nilainya
akan kurang. Oleh karena itu pula jumlah mahasiswa yang ikut belajar di Mesir setiap
waktu semakin berkurang terutama penurunan itu terlihat pada masa-masa ujian,
banyak orang yang belajar sambil berjalan-jalan. Ini adalah suatu penomena yang
tidak akan ditemui dilembaga-lembaga pendidikan di Indonesia, sebab selain harus
menguasai dan memahami teks yang sedang dipelajari, mereka harus menghapalnya,
hal yang sama juga saya lakukan ketika saya belajar di Mesir.19
Sementara rutuinitas Quraish Shihab dalam belajar menghafal teks adalah
dilakukan setelah usai shalat shubuh yang selanjutnya sambil berjalan-jalan beliau
menghafal teks tersebut. Quraish Shihab tampaknya sangat mengagumi kuatnya
1993), h. 10
19
Ibid., h.11
-
hafalan orang-orang, terutama dosen-dosen di Universitas Al-Azhar. Bahkan menurut
Quraish Shihab sistem belajar cara menghafal sangat bernilai positif apalagi jika
dibarengi dengan kemampuan analisis hal ini akan menambah point tersendiri dalam
sistem belajar. Masalahnya bagaimana menggabungkan kedua hal ini, katanya.20
Pada tahun 1967 akhirnya Quraish Shihab mampu menyelesaikan studinya
dengan meraih gelar Lc, (S-1) pada Fakultas Ushuludin Jurusan Tafsir Hadist
Universitas Al-Azhar. Quraish Shihab merasa belum puas dengan ilmu yang
dimiliknya di S-1 dengan gelar Lc. Oleh karenanya beliau langsung melanjutkan
studinya melalui program pasca sarjana di Universitas yang sama.beliau
menyelesaikan pasca sarjana dengan tidak ada halangan dan rintangan hingga beliau
dapat menyelesaikannya dalam waktu kurang lebih dua tahun.beliau kini
mendapatkan gelar Master of Arts (MA) tepatnya pada tahun 1969 dengan tesis yang
berjudul al-I’jaz al-Tasyri’I Li al-Qur’an al-Karim. Setelah menyelesaikan program
master pada tahun 1969, beliau kembali ke Indonesia pasa tahun 1970.Beliau aktif
mengajar di IAIN Ujung Pandang, selain itu juga beliau dipercaya untuk menjabat
wakil Rektor bidang Akademis dan Kemahasiswaan pada IAIN yang sama.Selain itu
beliau diserahi jabatan–jabatan lain seperti: Koodinator Perguruan Tinggi Swasta
pembantu Pimpinan Kepolisian Indonesia bagian Timur, dalam bidang pembinaan
mental. Sebagai seorang cendikiawan, Quraish Shihab juga aktif melakukan
20 http://media.isnet.org/islam/Quraish/Quraish.
-
penelitian, terutama yang menyangkut masalah-masalah keagamaan. Meskipun telah
diduduki sejumlah jabatan di tanah air, Quraish Shihab kembali ke kairo untuk
melanjutkan pendidikannya untuk mencapai gelar Doktor pada tahun 1980 di
Universitas Al-Azhar Kairo.Hingga tepat pada tahun 1982 beliau berhasil meraih
gelar doctor dalam bidang ilmu-ilmu al-Qur’an, dengan mendapatkan penghargaan
tingkat I (Mumtaz Ma’a Martabat Al-Asyaraf Al-Ula) dengan yudicium Summa
Cumlaude, dengan disertasi doktornya yang berjudul Al-Durrar Li Al-Biqaiy: Tahqiq
Wa Dirrasah.21
Hal ini dengan sendirinya menobatkan ia menjadi orang pertama di
Asia Tenggara yang mendapatkan gelar Doktor dalam bidang ilmu al-Qur’an dalam
bidang tafsir dari Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. Setelah meraih gelar doktornya
pada tahun 1982 beliau kembali ke Indonesia. Sekembalinya dari Mesir, sejak 1984
sampai sekarang, beliau mengajar di fakultas Ushuludin dan pasca sarjana di IAIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang sekarang bernama UIN Jakarta.sama halnya pada
kepulangan yang pertama, pada kepulangannya kali ini beliau dipercayakan untuk
menduduki sejumlah jabatan, seperti: Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat,
Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional, Asisten Ketua Umum Ikatan
Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) selanjutnya sejak tahun 1992-1998 Quraish
Shihab mendapat kepercayaan untuk menduduki jabatan Rektor di IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta jabatan Rektor IAIN yang memproklamirkan diri sebagai
“Kampus Pembaharu” ini, jelas merupakan posisi strategis untuk merealisasikan
21 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, h. 6
-
gagasan-gagasanya. Disamping itu juga,pada tahun 1997 beliau mendapatkan jabatan
sebagai anggota DPR RI dari fraksi FKP pada tahun 1997-2003. Dalam Pemerintahan
Quraish Shihab juga tercatatat juga pernah menduduki jabatan sebagai Menteri
Agama RI dan menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Mesir.22
Pengabdian utamanya
sekarang adalah dosen, guru besar Pasca Sarjana (UIN) Jakarta, dan direktur Pusat
Penelitian Studi Al-Qur’an (PSQ) Jakarta, sosoknya juga sering tampil diberbagai
media memberikan siraman rohani dan intelektual.
Karya-Karya M.Quraish Shihab
Meskipun Quraish Shihab mempunyai banyak kesibukan atas jabatan
yang beliau emban, tetapi ia tidak meninggalkan kegiatan dalam dunia ilmiahnya baik
di dalam maupun diluar negeri. Dan yang tidak kalah pentingnya Quraish Shihab juga
aktif dalam kegiatan tulis menulis. Tercatat dalam beberapa surat kabar beliau
mengisi rubrik khusus dan beberapa majalah. Di surat kabar Pelita, pada setiap hari
Rabu dia menulis dalam kolom rubrik Pelita hati, beliau juga mengasuh rubrik tafsir
pada majalah yang terbit dua mingguan, Amanah yang kemudian dikenal dengan
tafsir Al-Amanah di Jakarta. Selain itu, beliau juga tercatat sebagai anggota dewan
redaksi pada majalah Ulumul Qur’an dan Mimbar Ulama.
Selain kontribusi dalam berbagai suntingan dan jurnal-jurnal ilmiah
hingga kini telah banyak buku-buku yang telah di tulisnya. Dari buku-bukunya itu
Howard. M. Federspiel, seorang professor dari institut studi Islam Universitas Mc
22 http://ichwanzt.blogspot.com/2008/06/biografi-quraish-shihab.html
-
Gill di Kanada, melakukan penelitian tentang kajian-kajian al-Qur’an di Indonesia, ia
berpendapat bahwa, Quraish Shihab dengan karya-karyanya telah meletakan standar
baru bagi studi-studi al-Qur’an yang digunakan oleh penduduk muslim awam.23
Walaupun karya-karyanya mulai ditulis dalam bentuk buku setelah beliau
meraih gelar doktor, namun terdapat banyak karya yang telah ia tulis seperti tesis dan
disertasinya karena dari situlah ia memulai analisis-analisis terhadap studi-studi al-
Qur’an. Oleh karenanya di bawah ini akan dibahas tentang karya-karya Quraish
Shihab.
a. Al-I’jaz At-Tasyri’Li Al-Qur’an Al-Karim
Karya ilmiah ini merupakan tesis yang ditulis oleh Muhammad Quraish
Shihab untuk meraih gelar MA. Di Universitas Al-Azhar Kairo, pilihan untuk
memilih tesis mengenai mukjizat ini bukan sesuatu yang kebetulan. Tetapi memang
didasarkan kepada hasil penelitian Quraish Shihab terhadap masyarakat muslim yang
diamatinya. Menurut beliau gagasan tentang kemukjizatan al-Qur’an dikalangan
masyarakat muslim telah berkembang sedemikian rupa hingga sudah tidak jelas lagi,
mana yang mukjizat dan mana yang hanya merupakan keistimewaan. Mukjizat dan
keistimewaan al-Qur’an, menurut Quraish Shihab, merupakan dua hal yang berbeda.
Akan tetapi, keduanya masih sering dicampur adukan bahkan oleh kalangan ahli
tafsir sekalipun. 24
Cet. 1, h. 295
23 Howard M. Federspiel, Kajian Al-Qur’an Di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1996),
24 Jurnal dan kebudayaan Ulumul Qur’an, 1993 h. 12
-
Dengan tesisnya tersebut Quraish Shihab menganalisa buku-buku yang
berbicara tentang kemukjizatan al-Qur’an. Hasilnya ia menjumpai kenyataan dan
sampai pada suatu kesimpulan, bahwa terlalu banyak isi al-Qur’an yang dianggap
sebagai mukjizat oleh kaum muslimin, yang sebenarnya tidak bisa dikategorikan
sebagai mukjizat. Sebab, apa yang dianggap sebagai mukjizat itu sebenarnya lahir
dari subjektifitas kaum muslimin dan mufasir semata.hal inilah yang ingin diluruskan
oleh Quraish Shihab. Quraish Shihab menunjuk sejumlah contoh, pertama, dalam
karangan Manjahjul’Irfan, karangan seorang ulama besar Mesir, Imam Al-Jarqoni,
dikatakan bahwa al-Qur’an itu mukjizat dari sisi pemenuhan kebutuhan umat
manusia. Pernyataan Al-Jarqoni ini merupakan hasil subjektifitasnya sebagai seorang
muslim. Sebab, pernyataan seperti ini pasti akan ditolak oleh kalangan non-muslim.
Kedua, dalam beberapa kitab tafsir dikatakan bahwa Al-Qur’an itu mukjizat, karena
mampuh menyentuh hati pembacanya. Pernyataan ini juga patut dipersoalkan, karena
banyak pembaca al-Qur’an bahkan dari kaum muslimin sendiri, ternyata tidak
tersentuh hatinya. Selanjutnya ditemukanlah pernyataan bahwa al-Qur’an itu mukjizat
dari segi bahasa.hal ini dapat dimengerti karena memang al-Qur’an memiliki nilai
sastra yang tinggi, tetapi ini hanya berlaku bagi bangsa Arab yang memang
memahaminya, sedangkan bagi bangsa yang tidak memahami bahasa Arab, seperti
bangsa Indonesia, jelas tidak akan dapat menyelami kandungan sastra al-Qur’an
Ketiga, sementara ini masih banyak dari kalangan kaum muslimin yang beranggapan
bahwa, karena al-Qur’an itu mukjizat ia mampu melakukan segala sesuatu di luar
hukum kausalitas seperti dijadikan azimat, dipakai mengusir anjing dan lain
-
sebagainya. Sebagai seorang muslim pernyataan-pernyataan seperti itu memang tidak
bisa di pungkiri tetapi harus segera dikatakan bahwa hal-hal semacam itu bukanlah
mukjizat, melainkan merupakan keistimewaan al-Qur’an. Hal itu didasarkan kepada
pengertian mukjizat itu sendiri. Menurut Quraish Shihab, mukjizat itu tidak ditujukan
pada masa sekarang ini apakah mampu membungkam lawan dan atau mampu
membuatnya percaya?ujarnya.25
Mukjizat al-Qur’an yang sekarang menurut Quraish Shihab ialah jika para
pakar al-Qur’an mampu menggali al-Qur’an petunjuk yang dapat menjadi jalan
alternatif guna memecahkan problem masyarakat, hal ini sebenarnya sekaligus
merupakan tantangan bagi kaum muslimin, terutama tertuju kepada kalangan
cendikiawan. Jadi mereka harus mampu merespon problematika masyarakat modern
sekaligus memberikan solusinya berdasarkan petunjuk-petunjuk al-Qur’an. Dan
disinilah juga penting ilmu-ilmu al-Qur’an itu. Dengan demikian mukjizat al-Qur’an
akan mampu membungkam lawan dan membuat mereka percaya. Dari pendapatnya
ini dapat disimpulkan bahwa bagi Quraish Shihab konsep mukjizat merupakan
sesuatu yang berkembang. Sesuatu yang dulu merupakan mukjizat, sekarang dalam
waktu dan konteks yang berbeda hanya akan menjadi keistimewaan al-Qur’an.
Quraish Shihab menunjuk bahasa al-Qur’an sebagai salah satu contohnya. Gagasan
semacam ini menurut Quraish Shihab, sejalan dengan klaim Universalitas al-Qur’an.
Demikian sekelumit persoalan yang diangkat oleh Quraish Shihab dalam tesisnya.
Kemudian pembahasan lebih rinci dalam mukjizat ini diuraikan dalam sebuah buku
25 Ibid.,
-
yang ditulisnya di Indonesia sekitar tahun 1995 dengan judul “Mukjizat al-Qur’an
ditinjau dari Aspek Kebahasaan,Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib.”
b.Al-Durrar al-Biqa’I, Tahqiq Wa dirasah
Judul ini merupakan disertasi Quraish Shihab ketika meraih gelar doktoral
di Universitas Al-Azhar Kairo. Dalam disertasinya tersebut Quraish Shihab mencoba
mengkaji korelasi (Munasabah) ayat-ayat dan surat-surat Al- Ayat Wa Al Suwar
karangan seorang mufassir kenamaan yang tergolong kontroversial, yaitu Ibrahim bin
Umar Al-Biqa’i. Beliau tertarik dengan tokoh itu karena ia mampir terbunuh karena
kitab tafsirnya tersebut. Selain itu al-Biqa’I juga dinilai oleh banyak pakar sebagai
ahli tafsir yang berhasil menyusun suatu karya yang sempurna dalam masalah
perurutan, atau korelasi antara ayat dan surat-surat dalam al-Qur’an. Sementara ahli
menilai bahwa kitab tafsir tersebut merupakan ensiklopedi dalam bidang keserasian
ayat-ayat dan surat-surat dalam al-Qur’an.
Quraish Shihab menjelaskan, ulama-ulama terdahulu pada umumnya
menempuh satu dari tiga cara dalam menjelaskan hubungan antara ayat. Ketiga cara
tersebut yaitu: Pertama, mengelompokan sekian banyak ayat dalam satu kelompok
tema-tema, kemudian menjelaskan korelasi dengan kelompok ayat-ayat berikutnya
misalnya, tafsir Al-Manar dan tafsir Al-Maraghi. Kedua, menemukan tema inti dari
suatu surat kemudian mengembalikan uraian kelompok ayat-ayat kepada tema sentral
tersebut. Sebagai contoh Quraish Shihab menunjuk tafsir Muhammad Saltut. Ketiga,
menghubungkan ayat dengan ayat sebelumnya dengan menjelaskan keserasiannya.
-
Dalam hal ini al-Biqa’I menempuh pola (cara) yang Ketiga, tetapi beliau
mengungkapkan dengan cara yang sangat menarik serta dengan jangkauan
pembahasan yang sangat menarik pula. Ia tidak sekedar menggabungkan ayat dengan
ayat tetapi menjelaskan pula hubungan kata demi kata dalam suatu ayat. Misalnya
kata Ar-Rahim mengikuti kata Ar-Rahman, dan mengapa kata ini datang sesudah
lafadz Allah dan Basmallah. Dalam penelitiannya, Quraish Shihab menemukan
paling sedikit tujuh macam keserasian yang diungkapkan Al-Biqa’I, yaitu: (1)
Keserasian antara kata demi kata dalam suatu ayat (2) Keserasian antara kandungan
satu ayat dengan pashihat (penutup ayat tersebut) (3) Keserasian antara ayat dengan
ayat sebelumnya (4) Keserasian antara awalan uraian awal surat dengan akhir
uraiannya (5) Keserasian antara akhir dari uraian suatu surat dengan nama surat
tersebut (7) Keserasian anatara tema sentral setiap surat dengan nama surat tersebut
(7) Kserasian surat dengan surat sebelumnya. 26
Berdasarkan penemuan itu, Quraish Shihab mengomentari al-Biqa’I
sebagai pakar tafsir yang telah berhasil melakukan sebuah pekerjaan besar yang
belum pernah dilakukan oleh ulama sebelumnya, bahkan oleh ulama-ulama
sesusadahnya. Quraish Shihab berpendapat, masalah korelasi antara ayat-ayat al-
Qur’an ini layak mendapat perhatian serius setidaknya dilatarbelakangi oleh dua hal:
pertama, tentang al-Qur’an yang sering terdengar sumbang seperti dikemukakan
orientalis adalah sistematika perurutan ayat-ayat dan surat-suratnya sangat kacau.
Uraian ayat-ayat al-Qur’an, dipandang berpindah dari satu uraian yang lain meskipun
26 Ibid., h. 13
-
uraian pertama belum selesai. Sedangkan uraian sebelumnya sering tidak mempunyai
hubungan dengan uraian terdahulu. Kedua, terjadinya penafsiran al-Qur’an yang
bersifat parsial.
Implikasinya dari model penafsiran ini, seperti terlihat dalam sejarah
Islam telah melahirkan pertentangan teologis yang tidak berkesudahan. Sebagai
contoh Quraish Shihab menunjuk pertentangan teologis yang terjadi antara golongan
sunni dan Mu’tazillah. Kedua golongan secara diameteral padahal mereka sama-sama
mendasarkan diri kepada al-Qur’an bahkan pada satu ayat yang sama. Jadi, melalui
pembahasan korelasi ayat-ayat ini akan didapatkan suatu pemahaman terhadap al-
Qur’an sebagai satu kesatuan yang utuh yang saling terkait.
c. Membumikan Al-Qur’an
Membumikan al-Qur’an merupakan sebuah judul dari sebuah kumpulan
esai Quraish Shihab. Buku ini diterbitkan oleh penerbit Mizan dan meraih
penghargaan sebagai buku terlaris (Best Seller). Judul tersebut merupakan penisbatan
terhadap keinginan Quraish Shihab untuk membumikan al-Qur’an, yang telah
terpendam sekian lama. Sebab menurut Quraish Shihab selama ini menunjukan
bahwa al-Qur’an meskipun dibaca dan dipelajari oleh kaum muslimin tetapi tidak
bisa diungkiri bahwa umat masih mempunyai jarak terhadap al-Qur’an selain itu
dengan kata membumikan al-Qur’an bisa juga dipahami sebagai suatu usaha
menafsirkan al-Qur’an dengan mempersatukan konteksnya27
27M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, h.15
-
Buku ini ditulis selama kurang lebih dua puluh tahun. Menurut Federspiel
ia sangat tepat memberikan latar belakang terhadap pentingnya studi al-Qur’an,
dimana karya-karya yang memperkenalkan al-Qur’an dan pentingnya karya-karya
tersebut dikemukakan dan dipaparkan dalam buku ini. Buku ini juga banyak merujuk
pada referensi-referensi berbahasa Arab. Setelah disusun dan ditulis dengan baik.
Buku ini digunakan oleh kaum muslim awam guna memberikan ikhtisar-ikhtisar
nilai-nilai agama yang baru. Seperti telah diulas di atas kata membumikan al-Qur’an
bisa juga dipahami sebagai usaha menafsirkan al-Qur’an dengan memperhatikan dan
menyatukan, konteksnya.
Menurut Quraish Shihab terbentangnya jarak antara al-Qur’an dan umat
dapat ditelusuri dari dua sebab. Pertama, adanya sejumlah syarat yang menurut dia
begitu banyak yang ditetapkan oleh para ulama mengenai orang-orang yang
diperbolehkan memahami al-Qur’an. Kedua, timbulnya kesan yang sangat kuat
dikalangan umat mengenai kesucian dan keagungan al-Qur’an. Akibatnya muncul
anggapan-anggapan karena al-Qur’an itu firman Allah dan agung maka jika salah
dalam memahaminya meskipun sedikit, akan berdosa. Menurut Quraish Shihab ide
yang melahirkan jarak ini memang berasal dari ulama-ulama terdahulu bahkan
Muhammmad Abduh pun yang dikenal sebagai salah seorang tokoh pembaharu di
Mesir, pernah mengatakan:”sebelum menjama al-Qur’an rasakan dulu
keagungannya.” Quraish Shihab sangat mendabakan agar al-Qur’an bisa lebih dekat
dengan kaum muslimin sebab Allah sendiri ketika berbicara dengan al-Qur’an selalu
menggunakan kata ganti “hadzah” sesuatu yang memberi kesan kedekatan. Karena
-
terbentangnya jarak ini seakan-akan al-Qur’an itu berada di atas yang tidak
terjangkau oleh kaum muslimin. Padahal, al-Qur’an adalah petunjuk yang harus
diikuti oleh seluruh kaum muslimin dalam praktek kehidupannya sehari-hari.
Ketika dibandingkan karya-karya Quraish Shihab lainnya, buku ini
menjelaskan sikap-sikap yang lebih kontemporer mengenai pentingnya agama dalam
kehidupan kaum muslimin Indonesia. Ia memusatkan pada isu-isu khusus yang
relefan bagi masyarakat modern seperti permasalahan tentang Islam, gizi, kesehatan
umum dan penduduk serta lingkungan.28
d.Wawasan Al-Qur’an
Buku ini merupakan sebuah karya penafsiran al-Qur’an yang dibuat oleh
Quraish Shihab, dengan menggunakan metode tematik (maudhu’i), yang di dalamnya
terkandung berbagai persoalan-persoalan dalam seputar kehidupan umat yang cukup
aktual dewasa ini. Pada awalnya buku ini merupakan hasil kumpulan dari makalah-
makalah Quraish Shihab yang disajikan jamaah pengajian kaum executive di masjid
Istiqlal, pengajian yang diadakan sebulan sekali, dirancang oleh para pejabat baik dari
kalangan pemerintah maupun swasta, namun walaupun demikian pengajian ini juga
terbuka bagi umum, ini terbukti dengan banyaknya peserta yang hadir dari kalangan
umum tidak hanya dari kalangan executive saja.29
Seperti juga buku-buku sebelumnya, banyak di antara rujukannya
mempergunakan sumber-sumber Arab. Suatu rancangan yang baik dan juga mudah
28 Howard M. Federspiel, Kajian Al-Qur’an Di Indonesia, h. 297
29 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung:Mizan, 2003), h. 11
-
untuk dipahami serta memiliki sistem penulisan yang lebih canggih dari kebanyakan
entri lainnya. Seperti buku ini dibuat untuk dipergurnakan oleh kaum muslimin awam
tetapi juga buku ini ditujukan kepada pembaca yang cukup memiliki wawasan. Ia
dapat diklasifikasikan sebagai karya yang sangat kuat dan merupakan batu uji
pemahaman yang lebih baik tentang Islam.
Di antara hal penting yang perlu dianalisis pada buku ini adalah
penekanan Quraish Shihab tentang konsep tauhid, yang bergerak sepanjang teks dan
secara khusus di kerangkakan dalam bab aktivitas manusia. Di sini ia menggunakan
tujuh urusan manusia yang akan tertangani dengan baik jika di lihat dan dipahami
melalui prinsip keesaan, keesaan ilmu, keesaan kepercayaan, keesaan rasionalitas,
keesaan personalitas manusia dan keesaan individu dan masyarakat. Dengan melihat
semua faktor ini, terkait dengan Tuhan dan kekuasaan-Nya sebagai pencipta,
seseorang memperoleh yang tepat tentang bagaimana mengatasi seluruh rentang
kehidupan manusia.
Pada bab terakhir Quraish Shihab mencoba menjernihkan beberapa
persoalan khusus yang menarik minat kaum muslimin kontemporer dan menyajikan
bahasan tentang musyawarah antara penguasa dan rakyat, persaudaraan dan
kerjasama antara kaum muslimin,beragam cara berjuang di jalan Allah, malam
kekuatan (Qadar), dan makna waktu.Dalam membahas jihad, beliau mengakui peran
penting membela agama dari komunitas muslim secara fisik, tetapi beliau menggaris
bawahi bahwa perjuangan keras non fisik juga diwajibkan dalam membela agama
khususnya dalam dalam mengendalikan nafsu dan keimanannya.dengan demikian
-
beliau membahas makna yang lazim dari istilah itu, namun juga memberikan
wawasan tambahan yang berkaitan langsung dengan kehidupan kontemporer di
Indonesia.30
e. Mukjizat Al-Qur’an
buku ini disusun dari sekian banyak saran rekan Quraish Shihab untuk
membuat sebuah buku yang mudah dicerna menyangkut mukjizat dan keistimewaan
al-Qur’an. Saran itu kemudian ditanggapi oleh Quraish Shihab dengan sangat
antusias dikarenakan menurut Quraish Shihab, kaum muslimin sekarang ini hanya
mendengarkan keistimewaan al-Qur’an dan tidak mempungsikannya sebagai hudan
atau petunjuk serta pembeda antara yang haq dan yang bathil. Sebagaimana Qurasih
Shihab tuturkan dalam sekapur sirih bukunya :
“selama ini banyak diantara kita yang hanya mempungsikan al-Qur’an
sebagai mukjizat, padahal al-Qur’an buat kaum muslimin tidak dimaksudkan sebagai
mukjizat namun sebagai hudan atau petunjuk?, bukankah selama ini ada ayat-ayat
yang digunakan tidak sesuai dengan pungsinya?, ambilah sebagai contoh ayat:
Tsummu bukmun’Umyun fahum laa Yarji’un(tuli, bisu dan buta, maka mereka tidak
akan kembali) (Al-Baqarah:18), yang dibaca untuk mengusir anjing dan
menghentikan gonggongannya.” 31
Tampaknya buku ini merupakan pengungkapan kembali ide tentang
kemukjizatan al-Qur’an yang dituliskan dalam sebuah tesis untuk meraih gelar MA,
di Universitas Al-Azhar dulu. Dengan motivasi seperti di atas, maka Quraish Shihab
menganggap penting penyusunan buku ini untuk kepentingan umat di Indonesia.
Bahasa pertama buku ini membahas sekitar tinjauan mukjizat menurut agama Islam,
30 Howard M. Federspiel, Kajian Al-Qur’an Di Indoensia., h. 299
31 M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, h. 8
-
yaitu sekitar unsur-unsur yang menyertai mukjizat, hal atau peristiwa yang luar biasa,
apakah mukjizat dapat terjadi, perlukah bukti untuk suatu mukjizat dan macam-
macam mukjizat, serta tentang makna mukjizat al-Qur’an.
Kemudian bahasan selanjutnya adalah masuk kepada bahasan mukjizat al-
Qur’an yang berbicara sekitar susunan kata dalam kalimat al-Qur’an baik dari segi
akta dan antonimnya, kata yang menunjukan kepada akibatnya, keseimbangan antara
bilangan kata yang menunjuk kepada akibatnya, keseimbangan antara bilangan kata
dengan penyebabnya. Kemudian bahasan selanjutnya dia membahas isyarat-isyarat
ilmiah al-Qur’an yang berbicara ikhwal reproduksi manusia, kejadian alam semesta,
pemisahan dua laut, alam, gunung, pohon serta kalender syamsiyah dan qomariyyah.
Dalam hal estetika ia juga berbicara tentang hal-hal gaib yang diuraikan dan
diutarakan dalam al-Qur’an. Berita-berita itu seputar berita-berita tentang masa
lampau seperti cerita tentang Ashabul Kahfi, juga berbicara seputar berita gaib
tentang masa depan yang ternyata terjadi seperti kemenangan Romawi setelah
kekalahannya, kasus Al-Wahid bin Mughirah dan Kasus Abu Jahal. Dalam babak
terakhir ia memaparkan tentang bukti-bukti lain mukjizat al-Qur’an yaitu petunjuk al-
Qur’an sebagai mukjizat serta pengaruh al-Qur’an terhadap jiwa manusia.
Dari uraian tersebut diatas maka terlihat bahwa Quraish Shihab ingin
mengemukankan hal-hal baru tentang pandangan masyarakat terhadap kemukjizatan
al-Qur’an. Ia meletakan konteks mukjizat dalam arti yang sebenarnya tidak seperti
yang dipahami oleh kaum muslimin pada umumnya, ia meletakan mukjizat yang
terkandung dalam al-Qur’an menurut yang di inginkan oleh ajaran Islam.
-
f. Tafsir Al-Amanah
Kuatnya orientasi fiqih yang beragam menurut Quraish Shihab telah
banyak menyebabkan orang hanya menggunakan pendekatan ushul fiqih dalam hal
memahami al-Qur’an. Padahal kaidah ushul fiqih hanya berlaku dalam bidang fiqih
belaka bukan untuk bidang yang lain, walaupun mereka membawa pemahaman-
pemahaman yang baru tetapi kebanyakan tanpa dibarengi dengan metodelogi yang
jelas bahkan menurut Quraish Shihab mereka juga masih memahami al-Qur’an secara
parsial (tidak utuh). Sebagai contoh dalam surat al-Baqarah :156 menerangkan bahwa
ada denda sepuluh hari bagi yang mengambil haji tamatu yang tiga hari dilaksanakan
dalam masa ibadah haji dan tujuh hari dikerjakan di rumah.32
Menurut Quraish
Shihab ini adalah suatu kepastian. Tapi dalam kasus penyebutan angka juga seperti
ayat menjelaskan bahwa Allah menciptakan “tujuh”langit, kata”pasti” tidak bisa
diterapkan. Disinilah para ulama tafsir tidak bersedia menggunakan kaidah ushul
fiqih
Tafsir al-Amanah menggunakan metode maudhu’I dikarenakan metode
maudhu’I bisa mendapatkan pemahaman yang lengkap. Metode maudhu’I ini
memang baru muncul sekitar tahun 609-nan tetapi benihnya sudah ada jauh sebelum
ulama al-Azhar menegaskan bahwa orang yang pertama menemukan metode ini
adalah Dr.Ahmad Al-Quni ketua Jurusan Tafsir yang mendapat gelar julukan ustadz
al-Jail (guru besar generasi) karena dia mengajar tiga generasi ulama,namun dalam
waktu yang hampir bersamaan Baqir Al-Sadr mencetuskan gagasan yang kurang
32 Jurnal Dan Kebudayaan, Ulumul Qur’an, h. 22
-
lebih sama,yaitu metode Al-Tafsir Al-Tauhidi (tafsir kesatuan) alasannya metode ini
menghampiri ayat-ayat.
Sementara menurut Abdul Hay Al-Farmawi benih tafsir maudhu’I sudah
ada semenjak zaman Nabi Muhammad Saw. Buku susunan al-Farmawi sendiri yaitu
al-Biyah Tafsir Maudhu’I belum diikuti oleh perkembangan yang berarti, baru
belakangan ini metode ini populer dikalangan ahli tafsir dan peminat ilmu-ilmu al-
Qur’an. Di sisi lain al-Sathibi juga menerapkan semacam metode ini, tetapi korelasi
(munasabah ayat) hanya dicari dalam satu surat saja, sebab menurut dia, sebuah surat
pasti mempunyai satu tema sentral, di mana ayat mengacu ke sana. Namun sampai
sejauh ini, memang baru berkembang pada tingkat permulaan.
Berdasarkan realitas itu dalam tafsir al-Amanah yang secara serial ditulis
dalam majalah Amanah, Quraish Shihab menempuh cara yang tergolong
baru.Pertama, selain menggunakan metode maudhu’I juga menggunakan metode
tahlili, dengan berusaha memahami makna kosakata Al-Qur’an sesuai dengan
penggunaannya oleh Al-Qur’an itu sendiri. Dalam tafsir al-Amanah juga
menggunakan semacam penggabungan antara kedua metode di atas (Mauhu’Idan
Tahlili) ditambah dengan metode yang lain. Pada proses awal dalam pencarian makna
kata dipergumakan metode Maudhu’I, sedangkan pada pemecahan masalahnya
memanfaatkan metode Tahlili, sedangkan dalam penarikan maknanya juga
diusahakan dengan melihat munasabah dengan yang lain.
Cara yang ditempuh oleh Quraish Shihab ini menurut penjelasannya
merupakan suatu yang belum banyak dipergunakan oleh para mufasir, paling tidak
-
para mufasir di Indonesia, karena secara umum dikalangan para mufasir pun cara ini
baru dipakai oleh Bintu Al-Sathi’seorang mufasir berasal dari Mesir.Kedua al-
Amanah ditulis sedapat mungkin sesuai dengan kronologis turunnya ayat.Gagasan
Quraish Shihab ini, boleh dikatakan gagasan yang tergolong moderat karena menurut
Quraish Shihab ”kalau kita tidak bisa menerapkan al-Qur’an seperti pesan yang
tertulis, maka kita tidak bisa melaksanakan “jiwa”suatu nash dalam hal-hal selain
ibadah.”33
g. Tafsir al-Qur’an al-karim: Tafsir atas Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan
Turunnya Wahyu
Karya yang satu ini sangat berbeda dengan karya-karya Quraish Shihab
yang lainnya seperti Wawasan al-Qur’an atau Lentera Hati, kerana metode antara
yang satu dengan yang lainnya sangat berbeda. karya seperti Wawasan al-Qur’an
dibuat oleh Quraish Shihab dalam kerangka metode Maudhu’I sedangkan dalam
karyanya beliau menggunakan metode tahlili. Hal ini mengherankan kita, mengingat
Quraish Shihab sangat menekankan penafsiran al-Qur’an dengan cara menggunakan
metode maudhu’I dikarenakan menurutnya metode ini sangat relevan dengan
tantangan zaman yang sedang di hadapi. Karya ini seperti tercantum dalam judulnya
adalah menafsirkan saurat-surat pendek berdasarkan urutan turunnya wahyu. Dalam
karyanya ini Quraish Shihab amat memprihatikan arti kosa kata atau ungkapan al-
Qur’an dengan merujuk kapada pandangan pakar-pakar bahasa, kemudian
33
Ibid., h.16
-
memperhatikan bagaimana kosakata atau ungkapan itu digunakan al-Qur’an, lalu
memahami arti surat atas dasar penggunaan kata tersebut oleh al-Qur’an.34
h. Karya-karya lainnya
Selain karya-karya di atas banyak karya-karya yang lainnya yang
semuanya berkaitan dan memang membahas sekitar penafsiran al-Qur’an seperti
Lentera Hati (1994), Manusia Menurut al-Qur’an, Mahkota Tuntunan Ilahi (1998),
dan lain sebagainya. Untuk lentera hati, Howard M. Federspiel mempunyai
pandangan khusus tentangnya, seperti yang dikatakan dalam kutipannya berikut ini :
“ lentera Hati adalah sebuah antologi esay tentang makna dan ungkapan
Islam sebagai sistem religius bagi individu mukmin dan bagi komunitas muslim
Indonesia. Terungkap di dalamnya pendekatan sebagaimana yang di ambil dalam
kebanyakan leterature inspirasional mutakhir yang ditulis oleh para penulis Indonesia,
yang banyak sekali mengacu kepada tulisan muslim Timur Tengah yang berbahasa
Arab. Lentera Hati merupakan buku penting dan bermanfaat bagi kaum muslim
awam dalam meletakkan dasar bagi kepercayaan dan praktek Islam yang benar.
Sementera beberapa esay pertamanya membahas al-Qur’an dan seringnya kutipan
dari al-Qur’an dilakukan sepanjang kajian”
C. Kedudukan Wanita sebagai Isteri
Apabila seseorang wanita memasuki masa perkawinan, ia tidak
kehilangan haknya yang telah ia miliki sebagai anggota masyarakat. Ia tetap bebas
melakukan pekerjaan apa saja, bebas membuat perjanjian, bebas membelanjakan
harta miliknya sesuka hatinya dan ia tak sekali-kali meleburkan dari dalam suami.
Tetapi memang benar, bahwa wanita memasuki masa perkawinan, ia harus memikul
34 Quraish shihab, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim:Tafsir Atas Surat-Surat Pendek Berdasarkan Atas Turunnya Wahyu, (Bandung: Mizan, 1997), h. 6
-
tanggung jawab kehidupan yang baru, yang mendatangkan hak dan kewajiban yang
baru pula.35
Al-Qur’an menggariskan suatu prinsip sebagai berikut :
ë,}ü¶& õdÈoÎ☺™9ßÁÏÎ/©¶
˚f“)
}7”9æ™å
í“U
õd”h”nä´ç“/
¯=¢ø™☯$ (ا ة: 228) Ω (#ˇ¶„ä#©ë¶&
Artinya: “dan istri mempunyai hak yang sama seperti kewajiban yang dipikulkan
kepadanya dengan cara yang baik" (QS.Al-baqarah: .228)
Inilah hak dan kewajiban dalam rumah tangga. Selain al-Qur’an hadist
pun menggambarkan kedudukan wanita dalam rumah tangga sebagai ra’iyyah atau
pemimpin. “ Setiap orang di antara kamu adalah pemimpin, dan setiap orang
diantara kamu akan diminta pertanggung jawabannya mengenai rakyat yang
dipimpinnya: raja adalah pemimpin; suami adalah pemimpin yang memimpin
seluruh keluarganya, istri adalah pemimpin rumah tangga, dan setiap orang dintara
kamu adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawabannya mengenai rakyat
yang dipimpinnya"
Jadi mengenai rumah tangga, istri mempunyai kedudukan sebagai
pemimpin, dan rumah tangga adalah daerah kekuasannya. Begitu seorang wanita
kawin, ia menduduki kedudukan yang tinggi dan memperoleh hak istemewa, tetapi
disamping itu, ia dibebani tanggung jawab baru. Adapun hak yang diberikan kepada
istri oleh suami, itu dikuatkan oleh sebuah hadist yang menerangkan sabda Nabi
Muhammad kepada Abdullah bin Umar sebagai berikut ” Tubuhmu mempunyai hak
35 Lily Riaz Hasan : Keragaman Iman, ( Jakarta : Raja grafindo persada, 2006 ), h. 189
-
atas engkau, dan jiwamu mempunyai hak atas engkau, dan istrimu mempunyai hak
diatas engkau” (HR.Bukhari.67:90) 36
D. Pembagian Kerja dan Hubungan Timbal Balik antara Suami Isteri
Pembagian kerja
Tugas suami dan istri amat berlainan, dan masing-masing disertai tugas
dengan kodratnya. Dalam al-Qur’an dikatakan bahwa Allah membuat pria dan wanita
mempunyai kelebihan masing-masing dalam suatu perkara. Kaum pria melebihi
wanita dalam hal kekuatan fisik dan resam tubuh, yang sanggup memikul pekerjaan
yang sukar-sukar dan menghadapi mara bahaya yang besar. Sebaliknya wanita
mempunyai kelebihan dari kaum pria dalam sifat kasih sayang. Untuk membantu
pertumbuhan makhluk, alam telah manganugrahkan kepada kaum hawa atau makhluk
betina, tabiat cinta yang lebih besar daripada yang diberikan kepada Adam atau
makhluk jantan.37
Oleh sebab itu secara alamiah telah tercipta pembagian kerja antar kaum
pria dan wanita, yang masing-masing harus melaksanakan tugas pokok guna
kemajuan umat manusia secara keseluruhan. Karena kaum pria dianugerahi fisik yang
kuat, maka tepat sekali jika mereka memikul tugas perjuangan hidup yang penuh
kesukaran, sedang kaum wanita yang dianugerahi tabi’at cinta kasih sayang yang
berlebih-lebihan, tepat sekali dianugerahi tugas mengasuh anak-anak. Maka dari itu
XI, h. 84
36 M. Quraish Shihab, Wawasans Al-Qur’an, h. 295 37 Sa’id Abdul Azis, Wanita Dibawah Naungan Islam, (Jakarta: CV Pirdaus, 1992), Cet-
-
tugas kaum pria adalah menanggung jawab pemeliharaan keluarga, sedang tugas
kaum wanita adalah mengasuh anak-anak, dan masing –masing diberi kekuasaan
penuh untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka.38
Peradapan modern akhirnya berpendapat, bahwa kemajuan umat manusia
menuntut adanya pembagian kerja, dan bahkan pada umumnya, tugas mencari nafkah
adalah tugas kaum pria, sedang tugas mengurus rumah tangga dan mengasuh anak-
anak adalah tugas kaum wanita. Pembagian kerja tersebut di atas hanyalah suatu
kelaziman, dan itu sekali-kali berarti bahwa kaum wanita dikecualikan dari lain-lain
kegiatan. Menilik bunyinya hadist terang sekali bahwa sekalipun tugas utamanya
ialah mengurus rumah tangga lainnya. Namun harus ikut serta dalam kegiatan
nasional.Jangan sekali-kali pekerjaan pekerjaan mengasuh anak-anak menjadi
penghalangnya untuk ikut menjalankan shalat berjamah di masjid, (HR. Bukhari 10:
162, 164), dan jangan pula pekerjaan mangasuh anak-anak dijadikan rintangan untuk
membantu pasukan digaris depan. Misalnya menyangkut bahan makanan (HR.
Bukhari, 56. 67), menyingkirkan diri dari medan pertempuran prajurit yang luka dan
gugur (HR.Bukhari,56.68) atau di mana perlu, ikut bertempur sungguh-sungguh (HR
Bukhari, 56. 62, 63, dan 65). Bahkan Abu Jahal al-Fadl Syihabuddin Ahmad bin Ali
dalam kitab Fath al-baari mengatakan salah seorang istri Nabi Muhammad SAW,
yaitu zainab menyamak kulit binatang, dan hasilnya dijual guna keperluan sedekah.
Wanita juga harus membantu suami di ladang, melayani tamu pria pada
waktu mengadakan pesta dan berniaga, mereka boleh melakukan jual beli dengan
38 M. Quraish Shihab, Wawasans Al-Qur’an, h. 296
-
kaum pria. Seorang wanita ditunjuk oleh kahlifah’ Umar sebagai pengawas pasar
Madinah. Tetapi itu adalah keadaan luar biasa. Adapun lingkungan wanita adalah
mengurus anah-anak dan rumah tangga.39
Hubungan Timbal Balik Antara Suami Isteri
Hubunngan timbal balik antara suami dan isteri, itu digambarkan oleh al-
Qur’an sebagai satu jiwa dalam dua tubuh., sebagaimana firman Allah SWT :
˚f¶& ˇ¬”ü”Gø´É#©Ë ¯ d”B©¶ ˙NË3…ô‰ˇR¶& ¯ d”mB /Ë3™9 ´,¢=}r (#XßÁ^Ë3☯ô´F”n9 %☯d橶¸u¶& N‰6©^˚è´/ ó@}Ï}c©¶ $}k¸ä™9“) í“U £f“) æ•}☺¯ ü©ë©¶4 ^§£ä©ß£B 5Q˙ß™)”n9 ;Mø´ÉY} }7”9æ™å
f¶Áç¨3☯ˇ´G´É´ ( ا وم :21)
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Rum:21)
Mawaddah merupakan cinta plus’ yang mempunyai dampak pada
perbuatan hati suami dan istri lapang dan kosong dari keburukan sehingga tidak ada
celah untuk dihinggapi keburukan lahir dan batin. Adapun rahmah adalah kondisi
psikologis yang muncul dalam hati akibat menyaksikan ketidakberdayaan. Hal ini
39
Ibid.,
-
membuat suami isteri berupaya dengan sungguh-sungguh dan susah payah untuk
mendatangkan kebaikan pasangan dan mencegah segala yang mengganggunya.40
Selain itu, hubungan suami dan isteri digambarkan sebagai libas di dalam
al-Qur’an ”Mereka adalah pakaian bagi kamu, dan kamu adalah pakaian
mereka(istri)” sebagaimana firman Allah :
õd„k¨9 ◊£$´6”9 ˙ ˙NÎFR¶&©¶NË3¨9 ◊£$´6”9 dÏh
Artinya: mereka adalah Pakaian bagimu, dan kamupun adalah Pakaian
bagi mereka. (QS. Al-Baqarah: 187)
Kata libas digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan pakian lahir dan
bathin. Hal ini menunjukkan bahwa suami istri saling membutuhkan pada pakaian.
Lebih dari itu, mereka juga dituntut menutupi kekurangan pasangannnya seprt i
pakaian yang dapat menutupi ‘aurat’ kekurangan manusia.41
Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 77, juga dijelaskan
bagaimana hubungan timbal balik antara suami isteri : ”Suami isteri wajib saling
cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir dan bathin
satu kepada yang lain.42
Tak ada gambaran yang lebih tepat lagi untuk menggambarkan eratnya
hubungan antara suami dan istri, namun sekalipun demikian. Islam adalah agama
40 Jurnal Kebudayaan Dan Keberadaban Ulumul Qur’an, 1997 h. 33
41
Ibid.,
42 Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: tp, 1998), h. 42
-
yang praktis, yang tak menutup mata terhadap kenyataan hidup yang penuh
kesukaran. Islam menggambarkan keluarga sebagai unit kecil dalam unit nasional
yang besar. Sebagaimana dalam organisasi nasioanal yang besar ada sebagai orang
yang mengemudikan pemerintahan, demikian pula dalam organissasi keluarga yang
kecil, tak mungkin terpelihara dengan baik tanpa adanya peraturan semacam itu.Oleh
sebab itu suami dikatakan lebih dahulu sebagai “peminpian keluarga,” kemudian istri
dikatakan sebagai ”pemimpin rumah tangga.” Jadi kelurga dan rumah tangga adalah
kerajaan kecil yang diperintahkan oleh suami dan istri. Tetapi untuk menghindari
agar tak terjadi kekacauan dalam memerintah, perlu salah seorang diberi kekuasaan
tertinggi.43
Dalam al-Qur’an diuraikan kekuasaan tertinggi kepada pihak suami dan
diberikan pula alasannya.Sebagaimana firman-Nya:
í¢☯´Á xgßÁBæ°ß™% ÁA%}d–lç9$# ó@ñ÷™˝ $}☺“/ ”Ë!$sô”m]9$# 4í¢☯´Á ☯O„kó÷˚Ï´/ ≠!$# (#߉)☯ˇR¶& !$}☺“/©¶
-
Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang
lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah
yang taat kepada Allah lagi memelihara diri, ketika suaminya tidak ada,
oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah
mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika
mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
(QS. An-Nisa: 34)
Para lelaki, yakni jenis kelamin atau suami adalah qowwamun, pemimpin
dan penanggung jawab atas para wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian
mereka atas sebagian yang lain dan karena mereka, yakni laki-laki secara umum atau
suami telah menafkahkan sebagian dari harta mereka untuk membayar mahar dan
biaya hidup untuk istri dan anak-anaknya. Sebab itu maka wanita yang shaleh, ialah
yang taat kepada Allah dan suaminya, Kepemimpinan untuk setiap unit merupakan
suatu yang mutlak lebih-lebih bagi setiap keluarga, karena mereka selalu bersama dan
merasa memiliki pasangan dan keluarganya. Persoalan yang dihadapi suami istri,
sering kali muncul dari sikap jiwa yang tercermin dalam keceriaan wajah atau
cemberutnya, sehingga persesuaian dan perselisihan dapat muncul seketika, tapi
boleh jadi juga sirna seketika. Kondisi seperti ini membutuhkan adanya seorang
pemimpin, melebihi kebutuhan satu perusahaan yang bergelut dengan angka-angka,
bukan dengan perasaan, serta diikat oleh perjanjian rinci yang dapat diselesaikan
melalui pengadilan Nah, siapakah yang harus memimpin? Allah swt. menetapkan
lelaki sebagai pemimpin dengan dua pertimbangan pokok, yaitu :
-
Pertama, ( ب ا ب ب) Bima Fadhala –llahu ba’dhahum ‘ala
ba’dh/karena Allah melebihkan mereka atas sebagian yang lain, yakni masing-masing
memiliki keistimewaan-keistimewaan. Tetapi keistimewaan yang dimiliki lelaki,
lebih menunjang tugas kepemimpinan daripada keistimewaan yang dimiliki
perempuan. Disisi lain keistimewaan yang dimiliki lebih menunjang tugasnya sebagai
pemberi rasa damai dan tenang kepada lelaki serta lebih mendukung fungsinya dalam
mendidik dan membesarkan anak-anaknya44
Ada ungkapan yang menyatakan bahwa fungsi menciptakan bentuk atau
bentuk disesuaikan dengan fungsi. Mengapa pisau diciptakan lancip dan tajam
mengapa bibir gelas tebal dan halus, mengapa tidak sebaliknya? Jawabaannya adalah
ungkapan di atas. Yakni pisau diciptakan demikian, karena ia berfungsi untuk
memotong, sedang gelas untuk meminum. Kalau bentuk gelas sama dengan pisau,
maka ia berbahaya dan gagal dalam fungsinya. Kalau pisau dibentuk seperti gelas,
maka sia-sialah kehadirannya dan gagal pula ia dalam fungsinya.
Sejak dahulu, orang menyadari adanya perbedaan, bahkan kini, para pakar
pun mengakuinya. Cendikiawan Rusia pun saat komunisme berkuasa di sana
mengakuinya. Anton Nemiliov dalam bukunya yang diterjamahkan ke bahasa Inggris
dengan judul The Biologi Tragedy of Women menguraikan secara lebar perbedaan-
44 M.Quraish Shihab,Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an,
(Jakarta :Lentera Hati,2005), Vol. Ke-2, h. 425
-
perbedaan tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ilmiah dan kenyatan-
kenyataan yang ada.45
Murthadha Muthhari seorang ulama terkemuka Iran dalam bukunya yang
diterjemahkan oleh Abu az-Zagra’an-Najafi ke dalam bahasa Arab dengan judul
Nizham Huquq al-Mar’ah menulis lebih kurang sebagai berikut “lelaki secara umum
lebih besar dan tinggi dari perempuan suara lelaki dan telapak tangan kasar, berbeda
dengan suara dan telapak tangan perempuan, pertumbuhan perempuan lebih cepat
dari lelaki, tetapi perempuan lebih mampu membentengi diri dari penyakit dibanding
lelaki, dan lebih cepat berbicara,bahkan dewasa dari lelaki. Rata-rata bentuk kepala
lelaki lebih besar dari perempuan, tetapi dibandingkan dari segi bentuk tubuhnya,
maka sebenarnya perempuan lebih besar. Kemampuan paru-paru lelaki menghirup
udara lebih besar banyak dari perempuan, dan denyut jantung perempuan lebih cepat
dari denyut lelaki”
Kedua, ( ب ان% !ا م$ أم !ا ) bima anfaqu min amwalihim/disebabkan
karena mereka telah menfkahkan sebagian harta mereka. Bentuk kata kerja past
tense/masa lampau yang digunakan ayat ini “ telah menafkahkan” menunjukkan
bahwa memberi nafkah kepada wanita telah menjadi suatu kelaziman bagi lelaki,
serta kenyataan umum dalam masyarakat umat manusia sejak dulu.Penyebutan
konsideren itu oleh ayat ini menunjukkan bahwa kebiasaan lama itu masih berlaku
hingga kini.
45 Ibid., h. 426
-
Dalam konteks kepemimpinan dalam keluarga, alasan kedua agaknya
cukup logis. Bukankah dibalik setiap kewajiban ada hak? Bukankah yang membayar
memperoleh fasilitas? Tetapi pada hakikatnya ketetapan ini bukan hanya di atas
pertimbangan materi.
Wanita secara psikologi enggan diketahui membelanjai suami, bahkan
kakasihnya, disisi lain pria malu jika ada yang mengetahui bahwa kebutuhan
hidupnya di tanggung oleh istrinya. karena itu, agama Islam yang tuntunan-
tuntunannya sesuai dengan fitrah manusia, kewajiban suami untuk menanggung biaya
hidup istri dan anak-anaknya. Kewajiban itu diterima dan menjadi kebanggaan suami,
sekaligus menjadi kebanggaan istri yang dipenuhi kebutuhan dan permintaannya oleh
suami, sebagai tanda cinta kepadanya.
Dalam kontek pemenuhan kebutuhan istri secara esktrim dan berlebihan,
pakar Islam Ibn Hazm, berpendapat bahwa wanita pada dasarnya tidak berkewajiban
melayani suaminya dalam hal meyediakan makanan, menjahit, dan sebagainya. Justru
sang suamilah yang berkewajiban menyiapkan untuk istri dan anak-anaknya pakaian
jadi, dan makanan yang siap dimakan. Nah, dari kedua factor yang disebutkan di atas
keistimewaan fisik dan psikis, serta kewajiban memenuhi kebutuhan dan anak-anak
lahir hak-hak suami yang harus pula dipenuhi oleh istri. Suami wajib ditaati oleh
istrinya dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan ajaran agama, serta tidak
bertentangan dengan hak pribadi sang istri. Bukan kewajiban taat secara mutlak.
Janganlah terhadap suami, terhadap ibu-bapak pun kebaktian kepada mereka tidak
boleh mencabut hak-hak seorang anak. Pakar tafsir Rasyid Ridho menulis makna
-
bakti kepada orang tua bahwa ”tidak termasuk sedikitpun dalam kewajiban berbuat
baik/berbakti kepada keduanya sesuatu yang mencabut kemerdekaan dan kebebasan
pribadi atau rumah tangga atau jenis-jenis pekerjaan yang bersangkut paut dengan
pribadi anak,agama atau Negaranya.”46
Perlu digaris bawahi bahwa kepemimpinan yang dianugerahkan Allah
kepada suami tidak boleh mengantarnya kepada kesewenang-wenangan. Bukankah
“Musyawarah” merupakan anjuran al-Qur’an dalam menyelesaikan setiap
persoalan,termasuk persoalan yang dihadapi keluarga?
Sepintas terlihat bahwa tugas kepemimpinan ini merupakan keistimewaan
dan “derajat/tingkat yang lebih tinggi” dari perempuan bahkan ada ayat yang
menegaskan”derajat” tersebut, yaitu firman-Nya “Para istri mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajiban menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi para suami
mempunyai satu derajat, atas mereka (para istri). (QS.al-Baqarah 2:228)
Derajat itu adalah kelapangan dada suami terhadap istrinya untuk
meringankan sebagian kewajiban istri, karena itu Guru besar para pakar tafsir, yaitu
Imam ath-Thabari mengatakan ”Walaupun ayat ini disusun dalam redaksi berita,
tetapi maksudnya adalah perintah kepada para suami untuk memperlakukan istri
secara terpuji, agar suami dapat memperoleh derajat itu.”
Imam Al-Ghazali menulis ”Ketahuilah bahwa yang dimaksud dengan
perlakuan baik terhadap istri, bukanlah tidak mengganggunya, tetapi bersabar dalam
46 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, h. 427
-
gangguan/kesalahan serta memperlakukannya dengan kelembutan dan maaf, saat ia
menumpahkan emosi dan kemarahan” Keberhasilan pernikahan tidak tercapai kecuali
jika kedua belah pihak memperhatikan hak pihak lain. Tentu saja hal tersebut banyak,
antara lain adalah bahwa suami bagaikan pemerintah/pengembala dan dalam
kedudukannya seperti itu, dia berkewajiban untuk memperhatikan hak dan
kepentingan rakyatnya (istrinya). Istri pun berkewajiban untuk mendengar dan
mengikutinya.47
47 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, h. 429
-
BAB III
WANITA PEKERJA DAN IMPLIKASINYA DALAM HUKUM
PERKAWINAN
A. Asal Kejadian Perempuan
Berbedakah asal kejadian perempuan dari lelaki? Apakah perempuan
diciptakan oleh tuhan kejahatan ataukah mereka merupakan salah satu najis (kotoran)
akibat ulah setan? Benarkah yang digoda dan diperalat oleh setan hanya perempuan
dan benarkah mereka yang menjadi penyebab terusirnya manusia dari surga?
Demikian sebagaimana pertanyaan yang dijawab dengan pembenaran
oleh sementara pihak sehingga menimbulkan pandangan atau keyakinan yang
tersebar pada masa pra-Islam dan yang sedikit atau banyak masih berbekas dalam
pandangan beberapa masyarakat abad 21 ini. Pandangan-pandangan keliru tersebut
dibantah oleh al-Qur’an,48
antara lain melalui ayat pertama surat an-Nisa:
Ê£$£^9$# 4$•oxâ¶'≤ø´É ì”%¨!$# ÁNË3∞/©ë (#߉)±☯$# ;§}┢橶
-
Dengan demikian al-Qur’an menolak pandangan-pandangan yang
membedakan (lelaki dan perempuan) dengan menegaskan bahwa dari keduanya
secara bersama-sama Tuhan mengembangbiakan keturunannya baik lelaki maupun
perempuan. Bahwa benar ada suatu hadist Nabi yang dinilai shahih (dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya) yang berbunyi:
(-, اس/ ق ب$ اس/ ق (-, ( *$ ا + % $ م* ة $ اب ( زم $ اب� � ة 5َ ل : 5 ل رس!ل ا 6 ا *9 وس ِاْسَ;!6ُ!ا ِب ء ن ا َ أة
-
dengan redaksi yang mengarah pada pemahaman di atas, niscaya pendapat yang
keliru itu tidak akan terlintas dalam benak seorang muslim.51
Tulang rusuk yang bengkok harus dipahami dalam pengertian majazi,
(kiasan) dalam arti bahwa hadist tersebut memperingatkan para lelaki agar
menghadapi perempuan dengan bijaksana karena ada sifat, karakter dan
kecenderungan mereka yang tidak sama dengan lelaki, hal mana bila tidak disadari
akan mengantarkan kaum lelaki untuk bersikap tidak wajar. Mereka tidak akan
mampu mengubah karakter dan sifat bawaan perempuan. Kalaupun mereka berusaha
akibatnya akan fatal, sebagaimana fatalnya meluruskan tulang rusuk yang bengkok.52
Memahami hadist di atas seperti yang telah dikemukakan di atas justru
mengakui kepribadian perempuan yang telah menjadi kodrat (bawaan)-nya sejak
lahir. Dalam surat al-Isra ayat 70 ditegaskan bahwa:
U◊☯c´/ $§]¸B°ç☯. ¯ â™)™9©¶ í“U ˙N„kø§]˝=©H☯ß©¶ ´P}ä#©Ë –ç☯™´7¸9$#©¶ x ”mB
“lé}9¸9$# N„kø§]¸%}u©ë©¶ ”Mø´7☯l䨇9$#
9éç”Zó2 4í¢☯´Á ☯O„kø©^˝=ñ÷™˝©¶ ) [☯ä…÷¸ˇ™☯ $§]¸)¢=}~ ¯ dõ☺”mB
( 70: N ا
Artinya: Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkat mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-
baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas
kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan. (QS. Al-Isra: 70)
330
51 Muhammad Rasyid Ridho, Tafsir Al-Manar, (Kairo: Dar Al-Manar, 1367) Cet. IV,h. 52 M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an., h. 271
-
Tentu, kalimat anak-anak Adam mencakup lelaki dan perempuan
demikian pula penghormatan Tuhan yang diberikan-Nya itu, mencakup anak-anak
Adam seluruhnya, baik perempuan maupun lelaki. Pemahanan ini dipertegas oleh
surat ayat 195 surat Ali-Imran yang menyatakan : sebagian kamu adalah bagian dari
sebagian yang lain, dalam arti bahwa ”sebagian kamu ( hai umat manusia yakni
lelaki) berasal dari pertemuan ovum perempuan dan sperma lelaki dan sebagian yang
lain (yakni perempuan)” demikian juga halnya. Keduanya jenis kelamin ini sama-
sama manusia. Tak ada perbedaan antara mereka dari segi asal kejadian
kemanusiaannya.
˙N„k™9 ~>$}j´F☯w$$™˝ „☯ã…ŒÌ& I® 퓧T¶& ˙N„kx/©ë d”mB (
NË3]”mB 4◊™`RÌ&
9@”☺ø´Á ˚¶¶&
ó@©H☯È @ç☯.™å
( #©ß£[9$# „d☯ôÁü ( ال ان 195)
Artinya: Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan
berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena)
sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain, Maka orang-
-
orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, Pastilah akan
Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan Pastilah Aku masukkan
mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya,
sebagai pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik."
(QS. Ali-Imran: 195)
Pandangan masyarakat yang mengantar kepada perbedaan antara lelaki
dan perempuan dikikis oleh al-Qur’an. karena itu, dikecamnya mereka yang
bergembira dengan kelahiran anak lelaki tetapi bersedih bila memperoleh anak
perempuan, sebagaimana firman Allah :
NÏh„â}ü¶& ´ç”i¥Î0 #™å“)©¶ ¿Îü„k¯ c©¶ £@™„ 4◊™`R[r$$“/ ☯L☯”‰☯. ©ßÏh©¶ #´ä©ß☯ôÁB ”Q˙ß™)¸9$# ~d”B 3ì©ëæ©ß´G´É ˇ¬”ü“/ ©é…i∂Î0 $´B ”ËXß„w d”B AgßÏh 4í¢☯´Á ¿ÎüË3…ô¯ ☺Áɶ& 4 í“U ¿Îüîw„â´É ¯ Q¶& $´B ©Ë!$}w ó®¶&
( 59-58 3 Õ>#©éuI9$# fß„☺Ë3¸´™Ü´ ( ا / :
Artinya: Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak
perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah.. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan
buruknya berita yang disampaikan kepadanya. apakah dia akan
memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan
menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup) ?. Ketahuilah, alangkah
buruknya apa yang mereka tetapkan itu. (QS. An-Nahl: 58-59)
Ayat ini diturunkan dan semacamnya dalam usaha al-Qur’an mengikis
habis segala macam pandangan yang membedakan lelaki dengan perempuan,
khususnya dalam bidang kemanusiaan. Dari ayat Al-Qur’an juga ditemukan bah