petak danum itah ditentukan oleh surat keterangan tanah...

22

Upload: danganh

Post on 06-Mar-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Petak Danum Itah Ditentukan oleh Surat Keterangan Tanah ...epistema.or.id/download/working_paper_04-2012.pdf · konflik sengketa tanah di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai ini
Page 2: Petak Danum Itah Ditentukan oleh Surat Keterangan Tanah ...epistema.or.id/download/working_paper_04-2012.pdf · konflik sengketa tanah di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai ini

Kertas kerja EPISTEMA No. 04/2012 

 

 

 

 

 

Petak Danum Itah Ditentukan oleh  

Surat Keterangan Tanah Adat (SKTA): 

Merekam Jejak “Iventarisasi Tanah Adat dan Hak‐Hak Adat di atas Tanah”  

di Kelurahan Kalawa, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah 

 

 

 

Aryo Nugroho Waluyo 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2012 

1  

Page 3: Petak Danum Itah Ditentukan oleh Surat Keterangan Tanah ...epistema.or.id/download/working_paper_04-2012.pdf · konflik sengketa tanah di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai ini

Tentang Kertas Kerja Epistema 

Paper‐paper  dalam  seri  ini  pada  umumnya  adalah  dokumen  sementara  dari  hasil‐hasil 

penelitian yang dilakukan oleh staff, research fellow dan mitra EPISTEMA. Seri  ini berisikan 

paper‐paper  yang  mendiskusikan  filsafat  dan  teori  hukum,  kerangka  hukum  dan  kajian 

sosio‐legal  terhadap hak‐hak masyarakat adat dan komunitas  lain atas  tanah dan  sumber 

daya alam termasuk dalam konteks kebijakan dan proyek perubahan iklim.  

 

Saran pengutipan:  

Waluyo, Aryo Nugroho. Petak Danum Itah Ditentukan oleh Surat Keterangan Tanah Adat (SKTA), Kertas Kerja Epistema No.04/2012, Jakarta: Epistema Institute (http://epistema.or.id/petak‐danum‐itah/). 

 

EPISTEMA  Institute  memegang  hak  cipta  atas  seri  kertas  kerja  ini.  Penyebarluasan  dan 

penggandaan  diperkenankan  untuk  tujuan  pendidikan  dan  untuk  mendukung  gerakan 

sosial, sepanjang tidak digunakan untuk tujuan komersial.  

 

Paper‐paper  dalam  seri  ini  menggambarkan  pandangan  pribadi  pengarang,  bukan 

pandangan dan kebijakan EPISTEMA Institute. Para pengarang bertanggung jawab terhadap 

isi paper. Komentar terhadap paper ini dapat dikirim melalui [email protected]

 

Penata letak  : Andi Sandhi 

 

Epistema Institute 

Jalan Jati Mulya IV No.23 

Jakarta 12540 

Telepon  : 021‐78832167 

Faksimile  : 021‐7823957 

E‐mail    : [email protected]

Website  : www.epistema.or.id

2  

Page 4: Petak Danum Itah Ditentukan oleh Surat Keterangan Tanah ...epistema.or.id/download/working_paper_04-2012.pdf · konflik sengketa tanah di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai ini

Petak Danum Itah Ditentukan oleh Surat Keterangan Tanah Adat (SKTA): 

Merekam Jejak “Iventarisasi Tanah Adat dan Hak‐Hak Adat di atas Tanah”  

di Kelurahan Kalawa, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah 

 

Aryo Nugroho Waluyo 

(Staf Pengorganisasian Rakyat, Walhi Kalteng) 

 

I. Pendahuluan 

Kalimantan  Tengah  merupakan  provinsi  terluas  ketiga  setelah  Provinsi  Papua  dan  Provinsi 

Kalimantan  Timur  dengan  luas  wilayah  153.564  kilometer  persegi.  Dari  luas  wilayah  itu,  69,9% 

diantaranya  masih  berupa  hutan  (10.735.935  hektar).1  Jumlah  penduduk  Provinsi  Kalimantan 

Tengah adalah  2.212.599  Dengan rata‐tara tingkat kepadatan penduduk 14 orang per km2 (Sensus 

Penduduk  2010).  Tingkat  kepadatan  penduduk  berbeda  satu  sama  lain.  Kabupaten  Kotawaringin 

Timur,  Kapuas dan Kotawaringin Barat merupakan tiga kabupaten yang memiliki  jumlah penduduk 

terbanyak. Meskipun demikian, Kota Palangka Raya yang merupakan ibukota provinsi adalah daerah 

yang  tingkat  kepadatan  penduduk  paling  tinggi  yakni  82  orang  per  km2.  Sedangkan  Kabupaten 

Pulang Pisau  sebagai  kabupaten baru hasil pemekaran  tidak  termasuk  sebagai  kabupaten dengan 

tingkat kepadatan penduduk tinggi (BKKBN KALTENG 2011). 

Wilayah  yang  luas  dan  sebaran  penduduk  yang  tidak  padat  belum  tentu  menjamin 

pendistribusian  tanah  yang  merata  dan  mengurangi  konflik  pertanahan  yang  ada  di  Provinsi 

Kalimantan Tengah. Masalah‐masalah konflik pertanahan tetap saja muncul sebagai kelanjutan dari 

konflik  yang  diwarisi  sejak Orde  Baru  yang menerapkan  politik  pembangunannya  yang menguras 

buas   (l’exploitation  sauvage)  sumber  daya  alam  Kalimantan  Tengah.  Persoalan  itu  kemudian 

dilanjutkan dengan politik pembangunan pemerintah sekarang yang merangsang masuknya investor 

untuk pertambangan ataupun   perkebunan yang semakin menjadikan masalah pertanahan sebagai 

masalah  krusial  (Kusni,  2009).  Hal  itu  dibuktikan  dengan  data  Walhi  Kalimantan  dalam  rangka 

Evaluasi Kerja Empat Tahun Gubernur‐Wakil Gubernur Kalimantan Tengah (Teras‐Diran):  

“Dari total wilayah dataran Kalteng seluas 15.356.800 hektar, 80% di antaranya telah berada dalam  kontrol  investor  dan  pihak  asing.  Sisanya  diperuntukkan  bagi  kawasan  konservasi (hutan  lindung  dan  taman  nasional).  Penguasaan  tanah  sebesar‐besarnya  oleh  investor merupakan  ancaman  jangka panjang bagi masyarakat, mereka  terancam menjadi  landless dengan resiko kemiskinan absolut” (Santoso dan Lay , 2009:69‐70)”. 

 

                                                            1 Jakarta: Epistema Institute http://epistema.or.id/publikasi/working-paper/145-konsep-hak-hak-atas-karbon.html

3  

Page 5: Petak Danum Itah Ditentukan oleh Surat Keterangan Tanah ...epistema.or.id/download/working_paper_04-2012.pdf · konflik sengketa tanah di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai ini

Sedangkan menurut data dari Badan  Pertanahan Negara  (BPN) Daerah  Kalimantan  Tengah, 

konflik  sengketa  tanah  di  provinsi  berjuluk  Bumi  Tambun  Bungai  ini  selama  2011 mencapai  275 

kasus. Jumlah  itu berdasarkan berkas  laporan masyarakat yang disampaikan  langsung ke BPN. Dari 

total jumlah tersebut, BPN hanya mampu menyelesaikan 68 kasus. Sedangkan sisanya sebanyak 207 

kasus masih belum diketahui nasibnya.2 Pada  tahun 2012 BPN menargetkan dapat menyelesaikan 

sebanyak 71 kasus dari seluruh pengaduan yang masuk.3

Masalah lain adalah mengenai konflik tanah adat  adalah ada 600 Desa yang belum jelas status 

lahanya dan  rata‐rata diwilayah masyarakat adat Kalimantan Tengah seperti peryataan Bapak Siun 

Jarias, Sekretaris Daerah Kalimantan Tengah:  

“ Pengakuan atas  lahan di 600 desa di Kalteng belum  jelas. Dampaknya, di Desa‐Desa  itu rawan terjadi sengketa lahan. Lahan‐lahan tersebut umumnya berupa tanah dan hutan adat yang diturunkan sejak nenek moyang”.4

 

Pada tataran legislasi daerah, jawaban terhadap permasalahan pertanahan tersebut direspons 

oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dengan mengeluarkan Peraturan Daerah No. 16 tahun 

2008  Jo No.1  tahun 2010  tentang Kelembagaan Adat Dayak dan Peraturan Gubernur No.13  tahun 

2009 Jo No. 4 Tahun 2012 tentang Tanah Adat dan Hak‐Hak Adat di Atas Tanah. Kedua peraturan itu 

seyogyanya mampu menjawab  rentetan  konflik agaria di Kalimantan Tengah  khususnya berkaitan 

dengan tanah adat.  

Naskah  Petak Danum  Itah  ditentukan  oleh  surat  keterangan  tanah  adat  (SKTAA) merekam 

jejak “Inventarisasi Tanah Adat dan Hak‐Hak Adat di Atas Tanah” di Kelurahan Kalawa, Kabupaten 

Pulang  Pisau,  Provinsi  Kalimantan  Tengah, mencoba memotret  jejak  inventarisasi  tanah  adat  di 

Kelurahan Kalawa. Petak Danum  Itah adalah bahasa yang berasal dari bahasa Dayak yang artinya 

‘tanah  air  kita’,  keterancaman  akan  tanah  dan  air masyarakat  Dayak  sudah  bukan  lagi  sekedar 

wacana namun sudah kian masif terjadi seiringnya gempuran  investasi perkebunan besar swasta di 

Kalimantan  Tengah  secara merata  diseluruh wilayahnya. Namun  apakah  solusi  yang  diambil  oleh 

Pemerintah Daerah  Kalimantan  Tengah dengan menerbitkan  Perda dan  Pergub berkaitan dengan 

kelembagaan adat dan tanah adat  dapat  memberikan perlindungan bagi masyarakat adat yang ada 

di di Kalimantan Tengah. 

Untuk memahami bagaimana Perda dan Pergub tersebut dijalankan untuk mengatasi masalah 

pertanahan di Kalimantan Tengah, maka penelitian  ini mengambil  fokus pada  implementasi Perda 

dan Pergub yang berkaitan dengan  lembaga adat  serta  tanah adat dan Hak‐hak adat diatas  tanah 

                                                            2 http://www.borneonews.co.id/news/palangkaraya/20429-sengketa-tanah-selama-2011-capai-275-kasus.html 3 http://www.kaltengpos.web.id/?menu=detail_atas&idm=5449 4 http://sains.kompas.com/read/2012/02/11/04255149/Ancaman.Konflik.Lahan

4  

Page 6: Petak Danum Itah Ditentukan oleh Surat Keterangan Tanah ...epistema.or.id/download/working_paper_04-2012.pdf · konflik sengketa tanah di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai ini

tersebut  pada  Kelurahan  Kalawa,  Kecamatan  Kahayan  Hilir,  Kabupaten  Pulang  Pisau,  Provinsi 

Kalimantan  Tengah.  Kelurahan  Kalawa  dijadikan  sebagai  lokasi  penelitian  karena  pada  daerah  ini 

merupakakan  salah  satu  daerah  dimana  Perda  dan  Pergub  tersebut  dilaksanakan  dengan 

mengeluarkan Surat Keterangan Tanah Adat (SKTA).  

Dalam membahas persoalan tersebut, tulisan ini terdiri dari lima bagian, yaitu bagian pertama 

yang merupakan pendahuluan untuk menjelaskan tentang permasalahan dan mengapa penelitian ini 

dilakukan. Bagian kedua membahas tentang Keluarahan Kalawa yang menjadi lokasi penelitian yang 

dimulai  dengan  penjelasan  tentang  sejarah,  kelembagaan  adat  dan  pengelolaan  tanah  di  sana. 

Bagian ketiga membahas  tentang proses dan  subtansi  legalisasi  tanah adat di Kalimantan Tengah.  

Bagian keempat menjelaskan  tentang problematika penerapan  legalisasi  tanah adat melalui Perda 

dan Pergub di Kelurahan Kalawa. Bagian terakhir merupakan penutup berisi rekomendasi dari hasil 

penelitian ini. 

 

II.   Kelurahan Kalawa: Sejarah, lembaga adat dan pengelolaan tanah pertanian 

Tidak  mudah  menentukan  lokasi  penelitian  untuk  melihat  bagaimana  legalisasi  tanah  adat 

berdasarkan  Perda  No.  16  Tahun  2008  dan  Pergub  No.  13  Tahun  2009  dilaksanakan.  Hal  itu 

mengingat Perda dan Pergub tersebut belum lama dikeluarkan. Pergub tentang Tanah Adat dan Hak‐

hak Adat di Atas Tanah baru dikeluarkan pada 25 Juni 2009. Selain  itu, wilayah Provinsi Kalimantan 

Tengah  yang  luas  dan  terbagi menjadi  empat  belas  kabupaten  dan  kota membuat  tidak mudah 

menentukan  lokasi  yang  pas  untuk  dijadikan  lokasi  penelitian.  Setelah  mencermati  berbagai 

informasi, kemudian yang dijadikan sebagai lokasi penelitian adalah Kelurahan Kalawa, Kedamangan 

Kahayan  Hilir,  Kabupaten  Pulang  Pisau  yang  merupakan  kabupaten  baru  sejak  tahun  2002. 

Kelurahan  Kalawa  tepat  berada  di  pinggiran  Sungai  Kahayan.  Sebagian  besar  permukiman warga 

Kelurahan  Kalawa  berada  disepanjang  aliran  Sungai  Kahayan.  Sungai  Kahayan  sudah  sejak  lama 

menjadi jalur transportasi dan menjadi tempat untuk memenuhi keperluan sehari‐hari.. 

 

Sejarah Kelurahan Kalawa 

Kelurahan Kalawa merupakan  sebuah  kampong dimana penduduknya mayoritas merupakan  Suku 

Dayak Ngaju. Sisanya adalah suku Banjar dan Jawa. Penduduk kampong Kalawa berasal dari Pulang 

Pisau  yang  dulunya merupakan  sebuah  desa.  Berdasarkan  cerita  dari  orang‐orang  tua,  Kampong 

Kalawa  dulunya  bernama  Lewu  Dandang  Taheta  Rundung  Ulek  Lawang  Patahu.  Kampong  ini 

bersebarang langsung dengan Desa Pulang Pisau atau  Lewu Tumbang Hantasan Raja Rundung Ulek 

Labuhan  Banama.  Antara  Desa  Pulang  Pisau  dan  Kalawa  ini  tidak  dapat  dipisahkan  karena 

merupakan satu kesatuan keluarga yang saling berhubungan sampai sekarang.  

5  

Page 7: Petak Danum Itah Ditentukan oleh Surat Keterangan Tanah ...epistema.or.id/download/working_paper_04-2012.pdf · konflik sengketa tanah di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai ini

Pulang Pisau sejak zaman Belanda merupakan sebuah bandar atau pelabuhan bongkar muat 

barang hasil bumi seperti karet, gemor dan  jelutung. Di sebelah selatan  juga terdapat sebuah desa 

yaitu Desa Buntoi  atau  dulunya  bernama    Lewu  Luwuk Dalam  Betawig. Diperkirakan  pada  tahun 

1957  Lewu  Luwuk  dalam  Betawig  berganti  nama menjadi  Lewu  Petak  Bahandang. Nama  Buntoi 

diambil  dari  nama  sebuah  sungai  dimana  dulunya  penghasil  ubi  kayu  (jawau)  yang  dibawa  ke 

Banjarmasin  (Provinsi  Kalimantan  Selatan).  Lama  kelamaan  orang  menyebut  Jawau  Buntoi  lalu 

sebuatan tersebut  berganti dengan Buntoi.  

Begitu  juga  halnya  Lewu  Dandang  Taheta  Rundung  Ulek  Lawang  Patahu,  berganti  nama 

menjadi  sebuah desa pada  tahun 1958 dan bernama Desa Kalawa. Pada  tahun 1980 Desa Kalawa 

secara administratif masuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulang Pisau yang dipimpin oleh bapak Yan 

Tandu (saat ini menjabat menjadi Damang Kepala Adat Kecamatan Kahayan Hilir). Pada tahun 2006, 

Desa Kalawa menjadi sebuah kelurahan yang bernama Kelurahan Kalawa. Pada saat masih menjadi 

bagian  dari  Kelurahan  Pulang  Pisau.  Kampong  Kalawa  dipimpin  oleh  seorang  pambakal  yang 

merupakan  pimpinan  pemerintahan  desa.  Pambakal  pertama  Kampong  Kalawa  adalah  Luwi 

Handuran  yang  kemudian digantikan oleh  Idie  Sangan. Pada  tahun 1980 Kalawa masuk  ke dalam 

Kelurahan Pulang Pisau,  kemudian pada  tahun 2006  secara  administrasi Kalawa berganti menjadi 

sebuah kelurahan yang di pimpin oleh Mardi S.Sos yang menjabat sampai sekarang (Edy Subahany, 

2010)  

Secara  administratif  Kelurahan  Kalawa  merupakan  bagian  dari  Kecamatan  Kahayan  Hilir, 

Kabupaten Pulang Pisau. Kampung  ini pada  tahun 2006 berubah menjadi  sebuah kelurahan, yaitu 

kelurahan Kalawa. Kelurahan Kalawa saat ini yang terdiri dari beberapa Rukun Tetangga (RT), yaitu; 

RT. XIV, RT. XV, RT. XVI, RT. XVII dan RT. XVIII. Karena wilayahnya terpisah dari ibukota Pulang Pisau, 

yaitu berada di  seberang  sungai Kahayan dengan  jarak  tempuh ± 1 Km dari  ibukota Pulang Pisau, 

maka  Kalawa  sering  disebut  dengan  Lewu  atau  kampung  Kalawa.  Berdasarkan  data  dari  kantor 

Kelurahan  Kalawa  tahun  2009, wilayah  ini memiliki  luas  ±  129.500  ha.  Sebelah  utara,  Kelurahan 

Kawala berbatasan dengan Desa Gohong, Selatan dengan Desa Mantaren, barat dengan Kecamatan 

Sabangau Kuala dan timur dengan Kelurahan Pulang Pisau 

Disamping  memiliki  wilayah  yang  cukup  luas,  Kelurahan  Kalawa  juga  memiliki  tingkat 

pertumbuhan  penduduk  yang  cukup  padat  dibandingkan  Kampung  lain  disekitarnya.  Berdasarkan 

data tahun 2009, Kelurahan Kalawa memiliki  jumlah penduduk 1.581  jiwa yang terdiri dari  laki‐laki 

sebanyak 792  jiwa, perempuan 789  jiwa, dan  jumlah  kepala  keluarga  sebanyak 424 KK.  Sebagian 

masyarakat bermata pencaharian sebagai petani, yaitu berkebun karet dan berladang pada kawasan 

rawa  gambut.  Sisanya  adalah  pedagang,  nelayan  dan  pegawai  negeri. Menurut  daerah  kerjanya 

berdasarkan Proyek Lahan Gambut [PLG] satu juta hektar, wilayah ini termasuk dalam Daerah Kerja 

6  

Page 8: Petak Danum Itah Ditentukan oleh Surat Keterangan Tanah ...epistema.or.id/download/working_paper_04-2012.pdf · konflik sengketa tanah di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai ini

B  seluas  161.460 Ha  yang dibatasi oleh  Sungai  Kahayan,  Sungai  Kapuas, Anjir Basarang dan  SPU. 

Sedangkan Daerah Kerja C seluas 568.635 Ha yang dibatasi oleh Sungai Kahayan, Sungai Sabangau, 

SPU dan Laut Jawa. 

Dari jumlah penduduk tersebut 45% penduduk Kelurahan Kalawan beragama Kristen 45% dan 

Kaharingan  10%.  Hukum  adat  yang  diterapkan  di  Kelurahan  Kalawa  berasal  dari  kepercayaan 

Kharingan, namun seiringnya waktu kepercayaan kharingan pun berganti dengan agama pendatang 

yaitu Islam dan Kristen. Meskipun demikian dalam masalah adat, semua agama harus mengikuti adat 

istiadat  para  leluhur  Orang  Dayak  yaitu  kharingan.  Di  kelurahan  Kalawa  untuk mengakomodasi 

perbedaan‐perbedaan  penduduk  berdasarkan  agama  tersebut  dibentuklah  para  Mantir  Adat 

berdasarkan agama kepercayaan masing‐masing. 

 

Pemerintah Kelurahan dan Lembaga Adat 

Kelurahan Kalawa dipimpin oleh Lurah. Lurah dibantu oleh sekretaris  lurah dan kepala‐kepala seksi 

(kasi) antara lain Kasi Pemerintahan, Kasi Pembangunan dan Kasi Ketentraman dan Ketertiban. Para 

pengurus  kelurahan  tersebut  dibantu  oleh  staf/pelaksana  dan  tenaga  honorer.  Sedangkan  untuk 

masalah  adat  dipimpin  Damang  Kepala  Adat  dengan  empat Mantir  Perdamaian  Adat    ditingkat 

kecamatan dan satu mantir di tingkat Kelurahan/Desa.  

Damang  Kepala Adat  adalah  pimpinan  adat  dan  Ketua  Kerapatan Mantir  Perdamaian Adat 

tingkat kecamatan yang berwenang menegakan Hukum Adat Dayak dalam suatu wilayah adat yang 

pengangkatannya berdasarkan hasil pemilihan oleh para Kepala Desa/Kelurahan, para Ketua Badan 

Permusyawaratan Desa,  Lembaga  Kemasyarakatan  Kelurahan,  para  Ketua  Kerapatan Mantir Adat 

Perdamaian Desa/Kelurahan yang termasuk dalam wilayah kedamangan tersebut.5

Untuk  membantu  Damang  diadakan  Sekretaris  Damang  yang  membantu  dalam  hal 

pengarsipan terkait surat menyurat yang berkaitan dengan masalah hukum adat baik berupa ranah 

pidana maupun  perdata.  Sekretaris  Damang  juga mempunyai  fungsi  sebagai    panitera  peradilan 

adat, menerima laporan masalah sengketa adat sekaligus mengatur tentang adminitrasi pembiayaan 

persidangan adat. 

Selanjutnya  terdapat Kerapatan Mantir Adat atau Kerapatan  Let Adat, yaitu perangkat adat 

pembantu Damang atau gelar bagi anggota Kerapatan Mantir Perdamaian Adat  yang ada di tingkat 

kecamatan  dan  anggota  Kerapatan  Mantir  Perdamaian  Adat  tingkat  Desa/Kelurahan,  berfungsi 

sebagai peradilan adat yang berwenang membantu Damang Kepala Adat dalam menegakkan hukum 

adat Dayak di wilayahnya. 

                                                            5 Berdasarkan PERDA No.16 tahun 2008 Jo No.1 tahun 2010 tentang Kelembagaan Adat Dayak Kalimantan Tengah , Pasal 18

7  

Page 9: Petak Danum Itah Ditentukan oleh Surat Keterangan Tanah ...epistema.or.id/download/working_paper_04-2012.pdf · konflik sengketa tanah di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai ini

Kerapatan Mantir Adat berdasarkan Pergub No.13 Tahun 2009 mempunyai  fungsi mengatur 

tentang  kepemilikan,  pengelolaan,  penguasaan,  pemanfaatan  maupun  pengalihan  kepemilikan 

tanah adat dan hak‐hak adat di atas  tanah. Kerapatan Mantir Adat  juga menerbitkan Berita Acara 

terkait adanya permohonan pembuatan SKTA berdasarkan hasil musyarah Kerapatan Mantir yang 

disahkan  oleh  Damang.  Ketetapan  hasil  musyarah  Kerapatan  Mantir  bersifaf  mengikat  bagi 

masyarakat adat Dayak. 

 

Handil: Pengelolaan Tanah Pertanian di Kelurahan Kalawa 

Sebagian  besar  masyarakat    Kelurahan  Kalawa  bermata  pencaharian  sebagai    petani.  Dalam 

mengelola  tanah  untuk  pertanian,  masyarakat  Kelurahan  Kalawa  mengenal  pola  handil6.  Istilah 

handil  sebenarnya  berati  sungai  kecil  yang  sengaja  dibuat  untuk  sebagai  pembatas  antara  lahan 

garap yang  satu dengan  lahan garap yang  lain. Penulisan  istilah   handil  sendiri pun beragam, ada 

yang menyebut handil ada yang menyebut handel walaupun secara artian maknawiah itu sama saja. 

Handil merupakan  sebuah  sungai  (parit) untuk  sistem pengairan pada daerah pasang  surut 

pada  kawasan  rawa  gambut  yang digunakan   untuk pengelolaan pertanian dan perkebunan  yang 

dilakukan  kebanyakan  masyarakat  Kalimantan  Tengah.  Handil  merupakan  konsep  pengelolaan 

kawasan  yang  unik  dimana  pada  awalnya  adalah  sebuah  sungai  kecil  (saka)  yang  dijadikan  parit 

memanjang  untuk  mengatur  arus  sungai.  Pada  sisi  kiri  dan  kanan  handil  dijadikan  masyarakat 

tempat untuk dijadikan lokasi ladang, kebun karet, dan kebun buah.   

Di  Kelurahan  Kalawa  sendiri  sejak  dari  dulu  sudah  terdapat  beberapa  handil  yang  saat  ini 

masih dikelola oleh warga. Handil yang dari dulu digunakan oleh warga adalah Handil Mahikei dan 

Handil Buluh. Dulunya kedua handil ini adalah sebuah sungai kecil yang digunakan warga untuk jalur 

transportasi ke lokasi ladang, kebun karet, kebun panting dan menuju arah hutan untuk memungut 

                                                            6 Ada berbagai ragam menegenai penyebutan Handil/Handil, Menurut Andi Kiki “Handil fungsinya serupa dengan Beje, sedangkan Beje adalah sebuah kolam perangkap ikan yang dibuat oleh masyarakat (umumnya oleh suku Dayak) di pedalaman hutan Kalimantan Tengah. Beje umumnya berukuran lebar 2 m, kedalaman 1.5 m dan panjang bervariasi bisa sampai ratusan meter jika dilakukan bersama-sama (bukan milik perorangan). Beje-beje akan tergenang oleh air luapan dari sungai dan sekitarnya serta terisi oleh ikan-ikan alami pada musim penghujan. Kemudian air akan surut kembali pada musim kemarau. Beje-beje menjadi kolam-kolam tempat pembesaran ikan di dalamnya, dan siap di panen pada musim kemarau. (http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&ved=0CGkQFjAD&url=http%3A%2F%2Fabdulmuktirusydi.files.wordpress.com%2F2011%2F07%2Fkearifanlokal1.pdf&ei=iBEYUI67LsiqrAfW84HYCg&usg=AFQjCNEA1DWmAajd8eMMo6Er6zxOoVUcZg&sig2=6I5TNjDvNiaMBAb6Mpdw7wPembuatan “handil” (kanal berdimensi kecil) tersebutdilakukan berdasarkan kemampuan air masuk ke daerah bagian dalam sebagai akibatdorongan air laut. Oleh karena itu “handil ” yang dibuat masyarakat hanya berdimensikecil yaitu sempit (1-2 m), dangkal (1-2 m) dan pendek (0,5 – 2,0 km). Siwido limin http://ml.scribd.com/doc/7757605/Pemanfaatan-Lahan-Gambut-Dan-Permasalahannya

8  

Page 10: Petak Danum Itah Ditentukan oleh Surat Keterangan Tanah ...epistema.or.id/download/working_paper_04-2012.pdf · konflik sengketa tanah di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai ini

hasil hutan. Menurut penuturan orang tua  di Kampung Kalawa, diperkirakan handil sudah ada sejak 

tahun 1914 an.  

Nama‐nama handil tersebut biasanya diambil dari nama pohon, nama tumbuhan, nama orang, 

nama  ikan atau nama alam  lainnya. Untuk menjadi keanggotaan handil warga yang  terlibat harus 

melakukan berbagai proses, antara lain: (a) membayar uang ke kas kelompok Handil pada saatakan 

dilakukan gotong royong pembersihan handil dan  juga bisa dipakai untuk memberikan sumbangan 

kepada  anggota  handil  apabila mengalami   musibah;  (b)  setelah membayar  sumbangan  kepada 

kepala handil atau pembantunya, maka anggota handil akan di berikan lokasi lahan. Lokasi lahan ini 

digunakan  untuk  berladang  yang  kemudian  dijadikan  kebun  karet  dan  buah.  Luas  lahan  tidak 

ditentukan secara pasti, namun biasanya tergantung anggota kelompok dan kepala handil berkisar 

32 X 32 Depa; dan (c) melakukan gotong royong ; anggota handil harus melakukan kegiatan gotong 

royong atas permintaan Kepala handil. Keputusan  ini   biasa dikeluarkan  setelah ada  rapat dengan 

anggota  handil.  Kegiatan  gotong  royong  dilakukan  untuk  pembagian  lokasi  lahan  baru  untuk 

berladang. 

Setiap  handil  biasanya  dipimpin  oleh  seorang  kepala  dengan  sebutan  Kepala  handil.  Peran 

penting dari Kepala Handil adalah mengkordinir  setiap  kegiatan pengaturan, pemeliharaan  sungai 

dan  handil.  Selain  itu  juga  berperan  untuk mengatur  pembagian  lahan  di  kiri  kanan  handil. Oleh 

karena kepala handil  sangat berperan penting dalam pembagian  lahan maka Kepala Handil dipilih 

oleh anggota handil melalui musyawarah bersama anggota handil.  

Untuk membantu pengelolaan lahan, Kepala Handil di bantu oleh seorang Kepala Padang dan 

seorang pengerak. Kepala Padang adalah orang yang mengkoordinir kegiatan berladang pada musim 

tanam  padi.  Sedangkan  penggerak  adalah  orang  yang  biasanya  mengumpulkan  warga  untuk 

berkumpul apabila diadakan musyawarah atau kegiatan, misalnya gotong royong atau handep. Lama 

kepemimpinan Kepala handil tidak terbatas selama Kepala handil tersebut masih mampu dan akan 

dipilih lagi bersama anggota handil dengan asas mufakat dan kekeluargaan.  

Untuk membatasi  lahan warga biasanya dibuat tatas yang berguna untuk batas tanah warga 

dan  juga digunakan untuk mengeluarkan  kayu  atau  saluran  air untuk  kolam  ikan  tradisional  atau 

biasa di sebut beje. Sistem kepemilikan lahan di kawasan handil tidak diatur dalam sebuah peraturan 

berbentuk dokumen  tertulis. Akan  tetapi bagi masyarakat di Kampong Kalawa maupun desa‐desa 

yang berada di sekitar Kampong Kalawa pola kepemilikan  lahan diaitur dengan ditandai oleh  jenis 

tanaman seperti  jenis karet, cempedak atau durian. Begitu  juga halnya kepemilikan kawasan yang 

terdapat  pohon    jelutung,  cukup  ditandai  dengan  membersihkan  sekitar  pohon  tersebut  dan 

menyadap pohon jelutung yang sudah diturunkan dari generasi sebelumnya.  

9  

Page 11: Petak Danum Itah Ditentukan oleh Surat Keterangan Tanah ...epistema.or.id/download/working_paper_04-2012.pdf · konflik sengketa tanah di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai ini

Dalam hal jual beli lahan (misalnya, kebun karet) biasanya dijual kepada orang lain yang masih 

ada  ikatan  keluaraga  di  kampung,  sebatas memenuhi  prinsip‐prinsip  yang  berlaku  di masyarakat 

(adat  istiadat). Luas  lahan  ladang atau kebun dinyatakan dengan  luasan  lembar atau depa.7 Dalam 

sistem penjualan  lahan atau kebun dilakukan kedua belah pihak dengan disaksikan atau diketahui 

oleh  kepala  handil  atau  pambakal.  Selain  jual  beli,  pergantian  kepemilikan  bisa  berdasarkan 

pemberian seseorang, warisan, tukar menukar (nangkiri) atau sistem gadai (sandak). Tukar menukar 

atau barter (nangkiri) bisa berupa lahan kebun dengan sebuah perahu (kelotok) atau rumah.  

Sedangkan untuk kepemilikan komunal sebuah wilayah misalnya wilayah Kampong, ditandai 

dengan  batasan  yang  sudah  diatur  oleh  pemerintahan  berdasarkan  peta  kampong. Wilayah  atau 

batas kampung biasanya ditandai dengan sebuah sungai atau nama pohon. Batas kampung tersebut 

dari dulu  sudah ada yang ditentukan berdasarkan kesepakatan antar kampung bersebelahan yang 

sejak dari dulu  sudah  terjalin  serta masih ada hubungan kekerabatan dan kekeluargaan. Misalnya 

batas Kampung Kalawa dengan Kampung Gohong ditandai dengan batas Sungai Langanen.  

 

III. Proses dan Subtansi Kebijakan Legalisasi Hak Masyarakat atas Tanah 

Munculnya  Perda  tentang  Lembaga  Adat  di  Kalimantan  Tengah  menurut  Siun  Jarias  (Sekretaris 

Daerah  Provinsi  Kalimantan  Tengah)  merupakan  perintah  dari  Undang‐undang.8    Menurutnya, 

lembaga  adat  merupakan  salah  satu  dimensi  dari  masyarakat  hukum  adat  yang  telah  diakui 

keberadaanya dalam UUD 1945 hasil amandemen. Hal ini terlihat dengan adanya Pasal 18B ayat (2) 

dan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945.  

Pasal 18B ayat (2) UUD 1945: 

Negara mengakui dan menghormati kesatuan‐kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak‐

hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan 

prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang‐undang.   

Pasal 28I ayat (3) UUD 1945: 

Identitas  budaya  dan  hak masyarakat  tradisional  dihormati  selaras  dengan  perkembangan 

zaman dan peradaban. 

Sedangkan  undang‐undang  yang  juga  mengakui  dan  melindungi  tentang  masyarakat  adat 

adalah UU No. 39 Tahun 1999  tentang Hak Asasi Manusia  (HAM), UU No. 41 Tahun 1999  tentang 

Kehutanan dan berbagai undang‐undang lainnya. Menurut Siun Jarias, hal itulah yang menunjukkan 

                                                            7 Depa/borong, 1 borong = 17 m x 17 m = 282 m², sedangkan untuk 1 hektare = 36 borong x 289 m² = 10404 m²/ hektare. 8 Sumber hasil wawancara dengan Pak Siun Jarias Selaku Skretaris Daerah Kalimantan Tengah

10  

Page 12: Petak Danum Itah Ditentukan oleh Surat Keterangan Tanah ...epistema.or.id/download/working_paper_04-2012.pdf · konflik sengketa tanah di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai ini

adanya  komitmen  pemerintah  untuk  mengakui  lembaga  adat  sehingga  di  Kalimantan  Tengah 

diwujudkan dengan membuat Perda No.16 Tahun 2008.9

Selain  karena  perintah  undang‐undang,  keberadaan  lembaga  adat  juga  telah  lama  ada. 

Sebelum  Indonesia merdeka  tahun 1945,  telah ada bermacam‐macam kelompok masyarakat  suku 

(tribal  society)  yang  kemudian  berkembang  menjadi  apa  yang  dalam  gerakan  dan  beberapa 

peraturan  perundang‐undangan  disebut  sebagai  masyarakat  adat  yang  tersebar  di  seluruh 

Nusantara dengan lembaga‐lembaga adat dan berbagai kearifan lokalnya (local wisdom). Komunitas‐

komunitas  tersebut  hidup  dan  berkembang  secara  alamiah  dan  teratur menerapkan  hukum  adat 

dalam suatu wilayah dan hak‐hak adat  tertentu dengan suatu sistem kelembagaan “Pemerintahan 

Adat” yang bersumber atau berurat‐akar dari nilai‐nilai  luhur yang tumbuh dan berkembang dalam 

komunitas adat itu sendiri. 

Ironisnya  peran  lembaga‐lembaga  adat  yang  tumbuh  dan  berurat‐akar  dari  dan  untuk 

mempertahankan nilai‐nilai  luhur  lokal,  secara  sistematis dimarjinalisasi dan “tergantikan” dengan 

model‐model  yang  bersifat  nasionalis  dan  digiring  menuju  pola‐pola    yang  mencerminkan 

moderenisasi  dan  globalisasi.  Realita  tersebut  juga  menjadi  bagian  dari  pengalaman  komunitas 

Masyarakat Adat Dayak, khususnya Masyarakat Adat Dayak di Kalimantan Tengah.  

Eksistensi lembaga adat yang dalam hal ini adalah Lembaga Adat Kedamangan yang dipimpin 

oleh  Damang  (yang  telah  populer  disebut  sebagai  Damang  Kepala  Adat),  hukum  adatnya  serta 

Masyarakat  Adat Dayak  Kalimantan  Tengah  cenderung  dan  terpaksa  harus  “kalah  dan mengalah 

dalam  pertarungan”  berhadapan  dengan  hal‐hal  yang  bersifat  nasionalis,  modernisasi  dan 

globalisasi.  Apabila  hal  demikian  berlangsung  terus menerus  dan  tanpa  ada  upaya  perlindungan 

hukum  yang  memadai  dari  Pemerintah  Daerah  Kalimantan  Tengah,  baik  provinsi  maupun 

kabupaten/kota, maka dikhawatirkan  dapat berakibat munculnya rasa ketidakadilan, rasa tersingkir, 

rasa  termarjinal  bahkan  rasa  tertindas  yang  pada  akhirnya  dapat menjadi  isu  pemicu  terjadinya 

konflik  sosial  dan  politik  yang  kontra‐produktif  dengan  tujuan  pembangunan  nasional 

(Sutrisnaatmaka 2011:20). 

Sebenarnya  pengakuan  secara  formal  dari  Pemerintah  Daerah  Provinsi  Kalimantan  Tengah 

terhadap  lembaga  adat  telah  ada  sejak  Provinsi  Kalimantan  Tengah  baru  terbentuk.  Pengakuan 

tersebut mengalami perubahan dan penyesuaian dengan perkembangan zaman. Bentuk pengakuan 

terbaru berkaitan dengan  lembaga  adat  adalah dengan dikeluarkannya Perda No. 16 Tahun 2008 

tentang  Kelembagaan  Adat  Dayak  di  Kalimantan  Tengah  yang  telah  diubah  dengan  Perda  No.  1 

Tahun 2010. Sebelum peraturan tersebut telah ada Surat Keputusan Gubernur, tanggal 11 Desember 

1958, Nomor: DD/64/112/Df/I‐II‐III tentang Status, Kedudukan serta Fungsi Lembaga Kedamangan; 

                                                            9 Wawancara dengan Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Pak Siun Jarias.

11  

Page 13: Petak Danum Itah Ditentukan oleh Surat Keterangan Tanah ...epistema.or.id/download/working_paper_04-2012.pdf · konflik sengketa tanah di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai ini

Perda    No.  16/DPR‐GR/1969  tentang    Penetapan Wilayah  Kedamangan  dan  Kewajiban  Damang 

Kepala  Adat;  dan  Perda  No.  14  Tahun  1998  tentang  Kedamangan  di  Propinsi  Daerah  Tingkat  I 

Kalimantan Tengah. 

Lembaga adat harus dapat menjawab tantangan kekinian dan menyongsong masa depan. Hal 

ini mengingat bahwa Masyarakat Adat Dayak di Kalimantan Tengah cukup memiliki potensi untuk 

menghadapi perkembangan‐perkembangan yang tengah berlangsung, seperti sumber daya manusia 

yang  kompetitif,  sumber 

daya  alam  yang  berlimpah, 

kelembagaan  adat  dan 

hukum  adat  yang  masih 

berlaku.  Tinggal  sekarang 

bagaimana  masyarakat  adat 

dan  lembaga  adat  “diberi 

kesempatan”   dimanfaatkan, 

diberdayakan  dan 

mensinergiskan  semua 

potensi  tersebut  menjadi 

modal  pembangunan. 

Sebagaimana  dijelaskan 

dalam  Naskah  Akademik 

perubahan  Perda  No.  16 

Tahun 2008: 

“Kedepan  keberadaan kelembagaan,  adat istiadat,  kebiasaan‐kebiasaan  dan  hukum adat  Dayak,  perlu  ditingkatkan  upaya  pemberdayaannya,  antara  lain  dengan  melakukan revitalisasi, reposisi dan  inventarisasi, (penelitian, penulisan, pendokumentasian, penerbitan), sosialisasi,  transpormasi/pewarisan  dan  penguatan.  Oleh  sebab  itu  diperlukan  sebuah “payung hukum” yang memadai.” 10

Peraturan tentang Lembaga Adat dan Tanah Adat di Kalimantan Tengah 

1. Surat  Keputusan  Gubernur  Kalimantan  Tengah,  tanggal 11  Desember  1958,  Nomor:  DD/64/112/Df/I‐II‐III tentang  Status,  Kedudukan  serta  Fungsi  Lembaga Kedamangan.  

2. Perda Provinsi Kalimantan Tengah No. 16/DPR‐GR/1969  Penetapan Wilayah Kedamangan dan Kewajiban Damang Kepala Adat . 

3. Perda  Provinsi  Kalimantan  Tengah  No.  14  Tahun  1998 tentang Kedamangan  

Provi K  4. Perda  nsi  alimantan  Tengah  No.  16 Tahun  2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalimantan Tengah 

5. Perda  Provinsi  Kalimantan  Tengah  No.1  Tahun  2010 Perubahan  Atas  Peraturan  Daerah  Provinsi  Kalimantan 

b   ATengah  No.  16  Tahun  2008  Tentang  Kelem agaan dat Dayak di Kalimantan Tengah 

Kalima T  6. Pergub  Provinsi  ntan  engah  No.  13 Tahun  2009 tentang Tanah Adat dan Hak‐Hak Adat Di Atas Tanah 

7. Pergub  Provinsi  Kalimantan  Tengah  No.  4  Tahun  2012 Tentang  Perubahan  Atas  Peraturan  Gubernur  No.  13 Tahun  2009  Tentang  Tanah  Adat  Dan  Hak‐Hak  Adat  Di Atas Tanah Di Provinsi Kalimantan Tengah. 

 

Salah satu wujud dari penguatan lembaga adat Dayak di Kalimantan Tengah melalui Perda No. 

16 Tahun 2008 adalah dengan memberikan kewenangan kepada Damang untuk mengeluarkan Surat 

Keterangan  Tanah  Adat  (Pasal  10  ayat  (1)  huruf  d).  Kemudian  pengaturan  lebih  detail  berkaitan 

dengan tanah adat diatur dalam Pergub Kalimantan Tengah No. 13 Tahun 2009 tentang Tanah Adat 

dan Hak‐hak Adat di Atas Tanah.  

                                                            10 Naskah Akademik Perubahan dan Penyempurnaan PERDA No.14 Tahun 1998

12  

Page 14: Petak Danum Itah Ditentukan oleh Surat Keterangan Tanah ...epistema.or.id/download/working_paper_04-2012.pdf · konflik sengketa tanah di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai ini

Membahas Pergub No. 13 Tahun 2009   maka  tidak akan  lepas dari ketentuan Pasal 36 dan 

Pasal 44 Perda No. 16 Tahun 2008 tentang Adat Dayak yang mana menjadi dasar keluarnya Pergub 

tersebut. Tujuan utama dari ditetapkan Pergub  ini adalah untuk menginventarisir  tanah adat yang 

dimiliki oleh masyarakat adat di Provinsi Kalimantan Tengah. Pada Pasal 2 ayat (2) Pergub tersebut 

dinyatakan  bahwa  pengaturan  tanah  adat  dan  hak‐hak  adat  di  atas  tanah    dilakukan  untuk 

melindungi,  mengakui  dan  menghargai  hak  masyarakat  adat,  melestarikan  adat  yang  hidup  di 

masyarakat,  menunjang  keberhasilan  pembangunan  dan  kelancaran  pemerintahan,  serta 

memperjelas kepemilikan, penguasaan dan pemanfaatan tanah adat dan hak‐hak adat di atas tanah. 

Pergub  tersebut  juga  dibuat  oleh  pemerintah  daerah  untuk  merespons  perkembangan  usaha 

perkebunan  kelapa  sawit  karena banyak perusahaan  yang hendak menguasai  tanah dengan  tidak 

jujur,  misalkan  dengan  dengan  memperluas  areal  HGU  melebihi  ukuran  yang  diberikan  oleh 

pemerintah. Seringkali perluasan illegal HGU tersebut mengambil tanah‐tanah masyarakat adat. 11

Berdasarkan Pergub No. 13  tahun 2009  Jo No. 4  tahun 2012, mengklafikasikan kepemilikan 

tanah adat milik bersama, milik perorangan dan hak‐hak diatasnya  tanah adalah sebagai berikut : 

TANAH ADAT MILIK 

BERSAMA 

TANAH ADAT MILIK 

PERORANGAN 

HAK‐HAK ADAT  DI ATAS  

TANAH 

1. Tanah negara tidak 

bebas(bekas ladang) 

2. Tanah warisan leluhur/ 

orang tua yang masih 

belum dibagi‐bagi 

3. Dapat berupa hutan 

kembali atau kebun.  

4. Dapat berupa tempat 

tinggal (di desa), 

kuburan/ keramat/ 

religius magis. 

5. Luas dan batasnya 

mengikuti luas  dan batas 

bekas ladang/ garapan. 

6. Pengalihan hak   melalui 

jual beli, dll 

1. Tanah negara tidak bebas 

(bekas ladang) 

2. Bekas ladang sendiri atau 

dari hibah, warisan, jual 

beli/ tukar menukar. 

3. Dapat berupa hutan 

kembali atau kebun. 

4. Dapat berupa tempat  

tinggal (di desa),  kuburan, 

keramat/ religius magis. 

5. Luas dan batasnya 

mengikuti luas dan batas 

bekas ladang/ garapan. 

6. Pengalihan hak   melalui 

jual beli, dll 

1. Tanah negara bebas 

(hutan perawan ). 

2. Berupa : binatang 

buruan, buah‐buahan, 

getah, madu, bahan 

obat‐obatan, tempat 

religius‐magis dan (hak 

meramu). 

3. Bukan tanahnya tetapi 

hanya benda di atas / di 

dalam tanah. 

4. Luas dan batasnya tidak 

tertentu. 

5. Apabila “diganggu” 

pihak lain, pemilik 

berhak memperoleh 

                                                            11 Wawancara Edy, Sekretaris Damang Kahayan Hilir, 31 Juli 2012.

13  

Page 15: Petak Danum Itah Ditentukan oleh Surat Keterangan Tanah ...epistema.or.id/download/working_paper_04-2012.pdf · konflik sengketa tanah di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai ini

konpensasi 

 

Pada tanggal 15 Maret   tahun 2012, Pergub No. 13 Tahun 2009 diperbaharui dengan Pergub 

No. 4 Tahun 2012. Pada konsideran Pergub No. 4 tahun 2012 disebutkan bahwa perubahan tersebut 

dilakukan  karena  Pergub  No.  13  tahun  2009  masih  terdapat  kekurangan  dan  belum  dapat 

menampung perkembangan kebutuhan masyarakat mengenai aturan tanah adat dan hak‐hak adat 

diatas tanah sehingga perlu dirubah. Perubahan yang dilakukan sebenarnya tidak begitu banyak dan 

hanya  menyangkut  hal‐hal  teknis,  misalkan  menjelaskan  bahwa  dalam  melakukan  inventarisasi 

tanah adat dan hak‐hak adat di atas tanah dilakukan dengan identifikasi, pemetaan dan pematokan 

tanah  adat.  Selain  itu  juga  penambahan  ketentuan  tentang  format,  bentuk,  dan  keterangan 

mengenai: Surat Keterangan Tanah Adat, Surat Pernyataan memiliki Tanah Adat, Berita Acara hasil 

pemeriksaan Tanah Adat, dan Jenis Kepemilikan Tanah Adat dan Hak‐hak Adat Di Atas Tanah. Salah 

satu  perbedaan  antara  Pergub  No.  13  Tahun  2009  dengan  Pergub  No.  4  Tahun  2012 mengenai 

klasifikasi   kepemilikan  tanah adat dan hak‐hak adat di atas  terletak pada penghapusan mengenai 

hutan perawan. 

Sementara  itu,  pada  tingkat  Kabupaten  Pulang  Pisau  sebelumnya  telah  ada  Perda  Perda 

Kabupaten Pulang Pisau No. 25 Tahun 2007 tentang Pemberdayaan Lembaga Kedamangan. Damang 

Kepala Adat  di  Kelurahan  Kalawa  juga  pernah membuat  Keputusan Damang  Kepala Adat  Kalawa 

No.006/SK/DKA‐KH/VI/2005  tentang Hutan Adat Kalawa. Namun hutan  adat  tersebut  tidak diakui 

secara formal oleh pemerintah. Sehingga kemudian hutan adat diusulkan untuk menjadi hutan desa. 

Menanggapi  usulan  tersebut,  Bupati  Pulang  Pisau  mengeluarkan  Surat  Bupati  Pulang  Pisau 

No.522/172/V/Um/Setda‐2012,  Perihal  Usulan  Penetapan  Areal  Kerja  Hutan  Kerja  Hutan  Desa, 

tertanggal 3 Mei 2012. 

 

IV. Problematika Pelaksanaan Legalisasi Tanah Adat Kelurahan Kalawa  

Perda  dan  Pergub  yang  dibuat  untuk  memberikan  kepastian  hukum  pemilikan  tanah  kepada 

Masyarakat Adat Dayak  itu tidak dengan serta merta dapat dilaksanakan dengan baik di  lapangan. 

Apa  yang  sebenarnya  yang  menjadi  problematik  dalam  hal  penerapan  Peraturan  Gubernur 

Kalimantan Tengah  terkait Tanah Adat dan Hak‐Hak Adat di Atas Tanah? Tentunya problematik  ini 

harus dikaji  secara komprehensif dengan cara menemukan  faktor yang menyebabkan problematik 

itu muncul. Bagian ini membahas beberapa problematika yang muncul dalam pelaksanaan legalisasi 

tanah adat oleh Damang melalui Surat Keterangan Tanah Adat (SKTA). 

 

14  

Page 16: Petak Danum Itah Ditentukan oleh Surat Keterangan Tanah ...epistema.or.id/download/working_paper_04-2012.pdf · konflik sengketa tanah di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai ini

Dilema kedudukan SKTA dalam Sistem Pendaftaran Tanah 

Peraturan operasional dalam pendaftaran tanah di Indonesia adalah PP No. 24 Tahun 1997 tentang 

Pendaftaran Tanah. Di dalam PP  tersebut ditentukan objek pendaftaran  tanah, yaitu pada Pasal 9 

ayat  (2) yang meliputi: bidang‐bidang  tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak 

guna bangunan dan hak pakai;  tanah hak pengelolaan;  tanah wakaf; hak milik atas  satuan  rumah 

susun; dan hak  tanggungan. PP  tersebut  tidak memuat  tentang hak atas  tanah adat  sebagaimana 

diatur dalam Pasal 3 UUPA tentang hak‐hak ulayat dan hak‐hak yang serupa dari masyarakat hukum 

adat.  Padalah  sudah  ada  delegasi  dari  Pasal  2  ayat  (1) UUPA  yang  terjadinya  hak milik menurut 

hukum adat diatur dengan peraturan pemerintah.  

PP No.  24  Tahun  1997  telah mengatur  sertifikat  sebagai  surat  tanda  bukti  hak  yang  berlaku 

sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya 

tentang  tanah,  sepanjang data  fisik dan data yuridis  tersebut  sesuai dengan data yang ada dalam 

surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan (Pasal 32 ayat 1).  

Ketiadaan  pengaturan  mengenai  keberadaan  SKTA  dalam  PP  No  24  tahun  1997  tentang 

Pendaftaran Tanah menjadi problematika  tersendiri. Hal  ini sebenarnya merupakan probelamatika 

utama dalam pendaftaran tanah‐tanah masyarakat adat. Peraturan yang tersedia belum sepenuhnya 

bisa  mengakui  dan  melindungi  keberadaan  tanah‐tanah  masyarakat  adat.  Pada  situasi  yang 

demikian,  maka  SKTA  yang  diperkenalkan  melalui  Perda  dan  Pergub  di  Kalimantan  Tengah 

merupakan suatu inovasi untuk melengkapi kekuranglengkapan peraturan nasional dalam mengatur 

pendaftaran tanah‐tanah adat. 

Selama ini, salah satu langkah legalisasi tanah masyarakat untuk dapat mengurus sertifikat tanah 

kepada kantor pertanahan adalah Surat Keterangan Tanah (SKT), kemudian berubah menjadi Surat 

Pernyataan  Tanah  (SPT)  atau  secara  singkat  menjadi  Surat  Pernyataan  (SP).  Bedanya,  SKT 

dikeluarkan  oleh  Camat,  sedangkan  SKTA  dikeluarkan  oleh  Damang.  Selain  itu,  SKT  merupakan 

pernyataan yang dibuat oleh pemohon dengan diketahui oleh Kepala Desa dan Camat. Sedangkan 

SKTA  dimohonkan  oleh  pemohon  untuk  dikeluarkan  suratnya  oleh  Damang.  Sehingga  bila  ada 

sengketa tanah di pengadilan, maka Damang dapat menjadi saksi di persidangan.  

 

Biaya Mahal Pembuatan  SKTA  

Pembuatan  SKTA  adalah  soal  uang  keluar.  Pergub  tentang  Tanah Adat  dan Hak‐hak Adat  di Atas 

Tanah,  khususnya   dalam Pasal 13 menjelaskan bahwa biaya pembuatan  Surat Keterangan Tanah 

Adat  (SKTA)  ditangung  sepenuhnya  oleh  si  pemohon,  melalui  subsidi  bantuan  hibah,  bantuan 

keuangan  dari  Anggaran  Pendapatan  dan  Belanja  Daerah  Kabupaten/Kota  atau  Anggaran 

Pendapatan  dari  Belanja  Daerah  Provinsi.  Dalam  kurang  lebih  tiga  tahun  keberlakuan  Pergub 

15  

Page 17: Petak Danum Itah Ditentukan oleh Surat Keterangan Tanah ...epistema.or.id/download/working_paper_04-2012.pdf · konflik sengketa tanah di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai ini

tersebut, di Kelurahan Kalawa pembuatan SKTA masih ditanggung sendiri oleh pemohon. Belum ada 

biaya yang dikeluarkan oleh APBD untuk mengurus SKTA. 

Untuk ukuran masyarakat di kampung, biaya pembuatan SKTA tergolong mahal. Sebagaimana 

disampaikan  oleh  Edy  (Sekretaris  Damang  Kahayan  Hilir)12  biaya  pembuatan  SKTA  untuk  uang 

administrasi  pendaftaran  sebesar  250.000,‐  ditambah  lagi  dengan  uang  komisi  lapangan  untuk 

melakukan  iventarisasi, pematokan dan  yang  lain‐lain ditentukan oleh  anggota  komisi  itu  sendiri. 

Satu orang anggota  komisi dalam  satu harinya akan mendapatkan  isentif  sebanyak 50.000/orang. 

Bapak  Edy  juga menambahkan  jika  letak  lokasi  jauh  dari  Kecamatan  biaya  komisi  lapanganpun 

menjadi meningkat sedangkan untuk masalah komsumsi dan akomodasi  lapangan  juga di  tangung 

oleh  si pemohon. Sampai  saat  ini dari  catatan arsip Kedamangan Kahayan Hilir pendaftaran  surat 

keterangan tanah adat sudah berjumlah 57 lembar. 

Sedangkan  mengenai  masalah  pendaftaran  sengketa  tanah  adat  yang  berkaitan  dengan 

penerbitan SKTA untuk biayaya pembayaran pendaftaranya sebesar 750.000,‐ ditambah lagi dengan 

uang meja/sidang  sebanyak  750.000,‐.  Ada  7  kasus  yang  ada  di  kedamangan  Kahayan Hilir  yang 

berkaitan dengan sengketa tanah adat sejak di terbitkannya Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah 

mengenai tanah adat ini meliputi 4 kasus berada di Desa Gohong, 2 kasus di Desa Mintin dan 1 kasus 

di Kelurahan Kalawa.  Latar belakang  kasus biasanya adanya pengakuan  tumpang  tindih pemilikan 

tanah yang akan dijadikan gedung  sarang burung walet oleh  investor dari  luar daerah Kalimantan 

Tengah. Kasus kedua muncul dikarenakan adanya permasalahan batas‐batas tanah di lokasi handil. 

Pendaftaran  tanah  melewati  surat  keterangan  tanah  adat  tergolong  mahal  seperti  yang 

disampai oleh Bapak Punding13 bahwa beliau sampai menghabiskan uang sebesar Rp.1.200.000,  ini 

pun dilakukan beliau oleh karena terpaksa pada saat  itu tanah beliau yang ada di Handil Terusan  I 

bersengketa  dengan  handil  sebelah  yaitu  Handil Mahikei.  Untuk menguatkan  status  kepemilikan 

tanahnya maka dibuatlah SKTA. 

Berdasarkan   Pasal 14 ayat (3) Pergub disebutkan bahwa perbuatan berupa tidak melakukan 

upaya inventarisasi berturut‐turut hingga 6 (enam) tahun terhitung sejak diundangkannya Peraturan 

Gubernur  itu, dikenakan sanksi adat berupa tidak diakuinya hak kepemilikan atau penguasaan dan 

pemanfaatan  atas  Tanah Adat dimaksud  serta  sanksi  tambahan  sesuai hukum  adat  yang berlaku.  

Jika Pergub ditegakan secara benar maka tanah adat yang belum didaftarkan sesuai dengan Pergub 

maka  tanah  adat  tersebut  tidak  diakui.  Persoalan  yang  akan  dihadapi  warga  adalah  kehilangan 

tanahnya dalam hal pengakuan  tanah dari Pergub  itu  sendiri  yang  sejatinya bisa menjadi payung 

hukum bagi keberadaan tanah adat masyarakat. 

                                                            12 Wawancara dengan Bapak Edy, Sekretaris Damang Kahayan Hilir, Kelurahan Kalawa 13 Wawancara dengan Bapak Punding warga RT II desa kalawa, 18 Mei 2012

16  

Page 18: Petak Danum Itah Ditentukan oleh Surat Keterangan Tanah ...epistema.or.id/download/working_paper_04-2012.pdf · konflik sengketa tanah di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai ini

 

SKTA dapat di jadikan alat transaksi kemitraan 

Pergub No. 13  tahun 2009 Pasal 8 ayat  (3)   menjelaskan Surat Keterangan Tanah Adat  (SKTA) dan 

hak‐hak adat di atas tanah sebagaimana dimaksud dapat dijadikan syarat melakukan perjanjian pola 

kemitraan  dengan  pihak  lain  dihadapan  pihak  yang  berwenang.  Jelas  bahwa  Pergub  tersebut 

memang dimaksudkan agar keberadaan tanah adat tidak menjadi hambatan bagi usaha‐usaha yang 

sedang  dilakukan  oleh  perusahaan  skala  besar.  Pergub  hendak meyakinkan  pula  para  pengusaha 

yang hendak bermitra dengan masyarakat dapat dilakukan dengan masyarakat yang telah memiliki 

legalitas hak atas  tanah berdasarkan SKTA. Di  lokasi penelitian  ini belum dapat ditemukan adanya 

kerjasama  kemitraan  antara masyarakat dengan pengusaha  yang dilakukan dengan menggunakan 

SKTA sebagai bukti kepemilikan tanah adat oleh masyarakat. 

Meskipun Pergub mengatur bahwa  SKTA dapat dijadikan  syarat melakukan pola  kemitraan, 

namun ‘keampuhan’ SKTA sebagai alat transaksi yang memiliki nilai sebagai penjamin masih belum 

begitu nyata  sebab  SKTA  tidak dapat dijadikan  sebagai  jaminan untuk mengajukan  kredit di bank 

atau  lembaga  kredit  lainnya.  Hal  ini  dituturkan  oleh  Bapak  Hamdani14  bahwa  SKTA  tidak  dapat 

dijadikan  jaminan  untuk mengkredit  sesuatu.  Hal  ini  berbeda  dengan  SKT.  Bapak  Hamdan  ingin 

mengkredit  sepeda  motor  dengan  penjamin  SKTA  namun  pihak  pengelola  pengkreditan  tidak 

menerima SKTA tersebut. 

Selain  soal  kekuatan  SKTA  menjadi  alat  transaksi,  juga  ada  persoalan  luas  tanah  yang 

daftarkan dengan SKTA. Pergub menentukan batas minimal tanah yang dapat diurus SKTA adalah 2 

Ha.  Dengan  batas  demikian, maka  tanah‐tanah  yang  didaftarkan  dan memperoleh  SKTA  nilainya 

cukup baik. Namun dalam praktiknya tidak ada batas minimal bagi masyarakat untuk mendaftarkan 

tanah  dan memperoleh  SKTA.  Ada  banyak  tanah‐tanah  yang  didaftarkan  dan memperoleh  SKTA 

kurang dari 2 ha, sehingga harga tanahnya juga relatif lebih rendah. 

 

Pergub Tidak Mengatur Secara Jelas Mengenai Larangan Pemindahan Hak Atas Tanah Adat 

Tujuan dari PERGUB No.13 adalah memberi kepastian hukum sekaligus menjadi pelindung terhadap 

hak‐hak atas  tanah adat, namun apabila  tanah adat dapat dialih  fungsikan atau berpindah haknya 

maka bisa dipastikan tidak ada  lagi tanah adat. Dalam PERGUB No.13 pasal 11 ayat (4) “Pemegang 

Hak Atas Tanah Adat maupun Hak‐Hak Adat Di Atas Tanah yang berstatus milik bersama, tidak dapat 

mengalihkan  atau melepaskan  hak  tersebut  kepada  pihak  lain  kecuali  telah  ditentukan  bersama 

berdasarkan musyawarah persekutuan sesuai ketentuan hukum adat yang berlaku. 

                                                            14 Wawancara dengan Bapak Hamdani Warga Kelurahan Kalawa RT II, 18 mei 2012

17  

Page 19: Petak Danum Itah Ditentukan oleh Surat Keterangan Tanah ...epistema.or.id/download/working_paper_04-2012.pdf · konflik sengketa tanah di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai ini

Dalam arti  lain  jika menyimak ketentuan  tersebut, maka bisa mengalihkan atau melepaskan 

hak  atas milik bersama  jika  ada  kesepakatan bersama melalui musyawarah. Nah,  Jika  tanah milik 

bersama  ini  dialih  fungsikan  dengan  kata  lain  dijual  kepihak  lain  tanpa  persetujuan  bersama  lalu 

bagaimana sanksi hukumnya. 

 

Ragam format SKTA 

Adanya  perbedaan  tentang  format  SKTA  yang  penulis    temukan  membuat  munculnya  sebuah 

pertanyaan format yang mana seharusnya yang di pakai. Perbedaan  itu teletak dimana ada format 

SKTA dengan mencantumkan tulisan tidak boleh dijual selama 25 (dua puluh  lima) tahun terhitung 

sejak tanggal ditetapkan seperti contoh SKTAA yang ada di Kecamatan Banama Tinggang Kabupaten 

Pulang Pisau15. Sedang untuk di Kelurahan Kalawa sendiri atau di Kecamatan Kahayan Hilir  tulisan 

tersebut tidak ada.  

Melihat pada perubahan Pergub No. 13 tahun 2009 menjadi No. 4 tahun 2012 juga tidak ada 

penjelasan mengenai penambahan tulisan bahwa SKTA tidak boleh dijual selama 25 (dua puluh lima) 

tahun sejak  tanggal ditetapkanya SKTA. Lalu sebenarnya mana  format SKTA yang harus digunakan 

dan diterapkan. Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Tengah harus melakukan evaluasi  terkait 

format  ini  agar ditingkat  bawah  sebagai pelaksana  SKTA  yaitu Damang dan Mantir  tidak menjadi 

bingung. 

 

Lembaga adat semakin birokratis 

Salah  satu  kecenderungan  yang  dapat  diamati  dari  proses  legalisasi  tanah  adat  yang  dilakukan 

melalui  kelembagaan  adat  adalah  menjadikan  lembaga  adat  semakin  birokratis.  Sejumlah 

kecenderungan  birokratisasi  lembaga  adat  itu  nampak  dalam  hal  pemekaran  kecamatan  yang 

berimplikasi pada pemekaran Damang.  Secara  tradisional  jumlah Damang  tidak mengikuti  jumlah 

kecamatan,  padahal  dahulu  Damang  ditentukan  berdasarkan  pemukiman  penduduk  berdasarkan 

komunitas  yang  terbentuk  sepanjang  alirang  sungai.  Sekarang  ada  kecendrungan  bahwa  satu 

kecamatan  ada  satu  Damang  sehingga  ketika  ada  pemekaran  kecamatan  maka  akan  ditunjuk 

Damang  baru  di  kecamatan  baru  tersebut.  Saat  ini  ada  delapan  kecamatan  di  Kabupaten  Pulang 

Pisau, yang berarti juga terdapat delapan damang. 

Kecenderungan  birokratisasi  juga  nampak  dalam  hal  pemilihan  damang.  Sekarang  damang 

dipilih  langsung. Di  dalam  Perda No.  16  Tahun  2008  tidak  disebutkan  siapa  yang  dapat menjadi 

pemilih  untuk  pemilihan  Damang.  Menurut  Edi  (Sekretaris  Damang)  Kahayan  Hilir,  pihak  yang 

menjadi pemilih Damang  adalah Kepala Desa, BPD, Mantir Adat Kecamatan dan Desa. Dahulunya 

                                                            15 Contoh SKTAA terlampir

18  

Page 20: Petak Danum Itah Ditentukan oleh Surat Keterangan Tanah ...epistema.or.id/download/working_paper_04-2012.pdf · konflik sengketa tanah di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai ini

Damang  ditunjuk,  kadang  dengan  musyawarah,  bukan  dipilih.  Damang  Kahayan  Hilir  yang  ada 

sekarang ditunjuk oleh Mertuanya pada masa lalu. Pemilihan Damang tentu mengikuti trend tentang 

pemilihan  pemimpin  publik  secara  langsung  yang  sedang  menggejala  sebagai  salah  satu  hasil 

reformasi yang bergulir sampai ke kampung‐kampung. 

Dengan adanya Perda tentang Kelembagaan Adat membuat tingkat ketergantungan  lembaga 

adat  terhadap  pemerintah  daerah  semakin  menguat.  Hal  ini  berkaitan  pula  dengan  persoalan 

legalitas kedudukan fungsionaris lembaga adat dan persoalan anggaran kelembagaan adat. Damang 

setelah dipilih kemudian diangkat berdasarkan keputusan kepala daerah. Alokasi anggaran daerah 

untuk  kelembagaan  adat  juga menjadi  salah  satu  faktor  penting  untuk melihat  hubungan  antara 

kelembagaan  adat  dengan  instansi  pemerintah.  Pada  tahun  2011,  Pemerintah  Kabupaten  Pulang 

Pisau menganggarkan Rp. 50 Juta dari APBD untuk lembaga adat yang diberikan melalui Dewan Adat 

Dayak  (DAD)  tingkat  kabupaten. Damang  terkadang  terima Rp. 600  ribu  sampai Rp. 700  ribu dari 

anggaran yang tersedia.16  

 

Kurangnya sosialisasi 

Sejumlah  faktor  menjadi  kendala  mulai  dari  kendala  untuk  menyosialisasikan  program  tersebut 

kepada  masyarakat  di  kampung‐kampung,  masalah  bupati  yang  tidak  mendukung  sepenuhnya 

percepatan  legalisasi  tanah  adat,  sampai  pada  persoalan  tidak  memadainya  anggaran  untuk 

mempercepat legalisasi tanah adat. 

Sampai sekarang sudah ada 97 tanah yang dikeluarkan SKTA di Kedamangan Kahayan Hilir, di 

Kalawa hanya ada 1 SKTA. Data ini menunjukan bahwa tingkat pendaftaran tanah adat sangat kecil. 

Masyarakat belum menganggap pendaftaran  tanah  adat  sebagai hal  yang perlu  segera dilakukan. 

Selain  karena  biayanya  yang  tidak murah,  soal  kemanfaatan  praktis  dari  SKTA  juga  tidak  begitu 

nampak.  Bila  keterancaman  penguasaan  tanah  dialami  oleh  penduduk  kampung,  baru  mereka 

merasakan penting untuk memiliki SKTA sebagai bukti untuk mempertahankan tanahnya.  

Sebagian warga  tidak mengetahui  tentang adanya Pergub No. 13  tahun 2009  tentang  tanah 

adat dan hak‐hak adat di atas tanah sehingga wargapun ada yang belum membuat/membikin surat 

keterangan tanah adat (SKTA). Menurut Bapak Lepes17 ketidaktahuan warga terhadap Pergub No. 13 

tahun 2009 adalah bentuk kelemahan dari pemerintah Kabupaten Pulang Pisau karena belum ada 

sosialisasi secara berkelanjutan  ditingkatan warga Kelurahan Kalawa. Posisi Mantir adatpun sampai 

hari ini belum mendapatkan surat keputusan (SK) dari Bupati Kabupaten Pulang Pisau, sehingga dana 

                                                            16 Wawancara Edy, Sekretaris Damang Kahayan Hilir, 31 Juli 2012. 17 Wawancara Dengan Bapak Lepes selaku Mantir Adat tingkat Kecamatan Kahayan Hilir, Kelurahan Kalawa

19  

Page 21: Petak Danum Itah Ditentukan oleh Surat Keterangan Tanah ...epistema.or.id/download/working_paper_04-2012.pdf · konflik sengketa tanah di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai ini

operasional  serta aktivitas untuk mensosialisasikan peraturan  ini  tidak bisa berjalan. Posisi Mantir 

ditingkat Desa sebenarnya mempunyai posisi strategis untuk mensosialisasikan peraturan tersebut. 

Kurangnya  sosialisasi  juga  mengakibatkan  masyarakat  mengalami  kebingungan  mengenai 

status  dari  SKTA  tersebut  apakah  diakui  oleh  pemerintah  atau  tidak  dalam  hal  ini  sesuai  dengan 

UUPA  1960.  Bagaimana    perbedaan  SKTA  dengan  surat  penyataan  tanah  (SPT),  surat  keterangan 

tanah (SKT) yang di tanda tangani oleh Kepala Desa hal semacam ini masih menjadi imformasi yang 

simpang siur di tingkatan warga Kelurahan Kalawa. Jika merujuk pada PP No. 24 Tahun 2007 tentang 

pendaftaran  tanah  bahwa  SKTA  dan  SKT  adalah  bukti  awal  sebagai  prasyarat  untuk  dijadikan 

sertifikat yang dikeluarkan oleh badan pertanahan nasional (BPN). 

Walaupun menurut Bapak Edy18 yang membedakan antara SKTA dengan SKT adalah terletak 

kepada  pengakuan  keberadaan  tanah  tersebut.  SKTA  di  terbitkan  atau  disahkan  oleh  Damang 

setempat, serta Damang akan bertangung jawab jika di kemudian hari ada permasalahan mengenai 

penerbitan SKTA. Sedangkan SKT yang di ketahui oleh pihak Desa atau Kecamatan status pengakuan 

tanah akan bisa dicabut  jika dikemudian hari terdapat permasalahan yang timbul dari  lahirnya SKT 

tersebut. 

 

Belum dilaksanakanya pembagian Tanah oleh Ketua Handil 

Handil adalah batas tanah antara kelompok satu dengan kelompok yang  lain. Di Kelurahan Kalawa, 

handil  berfunsgi  sebagai  batas  tanah  kelompok  antara  RT  yang  satu  dengan  RT  yang  lain. Hutan 

dibuka  secara  bersama‐sama  untuk  lahan  garapan  dan  setelah  lahan  sudah  siap  ditanami maka 

seharusnya  tanah‐tanah  tersebut dibagikan  secara  rata oleh  kepala handil. Namun pada  faktanya 

ada  banyak  yang  belum  melakukan  pembagian  handil.  ,  anggota  handil memang  diberitahukan 

bahwa mereka mempunyai  tanah di‐handil bahkan ada yang  langsung dibuatkan surat keterangan 

tanah  tetapi  saat  anggota  ingin  mengetahui  letak  tanahnya  dimana  Kepala  Handil  tidak  mau 

menyebutkan  dengan  berbagai macam  alasan  seperti  yang  disampaikan  oleh  Bapak  Tandai  dan 

Bapak Suparto warga RT II Desa Kalawa Kelurahan Kalawa . 

    Menurut keterangan sejumlah Warga Ketua Handil ada yang menyalahgunakan wewenang 

serta  fungsinya    sebagai  pengatur  pendistribusian  tanah.  Tanah‐tanah  yang  ada  di  handil  ada 

sebagian yang dapat dibeli oleh orang lain di laur anggota handil. Ada beberapa pejabat daerah yang 

mempunyai  tanah  di  handil  dengan  alasan  sebagai  ungkapan  terimakasih  karena  handil  telah  di 

perbaiki  dan  sebagainya.  Belum  tuntasnya  pembagian  handil  itu  pun  menghambat  percepatan 

penerbitan SKTA oleh Damang. 

 

                                                            18 Wawancara dengan Bapak Edy selaku Skretaris Damang Kecamatan Kahayan Hilir, Kelurahan Kalawa

20  

Page 22: Petak Danum Itah Ditentukan oleh Surat Keterangan Tanah ...epistema.or.id/download/working_paper_04-2012.pdf · konflik sengketa tanah di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai ini

V. Penutup  

Masih  banyaknya  kelemahan mengenai  SKTA  baik  secara  teknis  penerapan maupun  singkroniasi 

dengan  pihak  Badan  Pertanahan  Nasional  membuat  SKTA  semakin  susah  untuk  menemukan 

tujuanya. Hal‐hal mengenai  kedudukan  SKTA  dengan  PP. No.24  tahun  1997  tentang  pendaftaran 

tanah harus segera dicarikan solusi atas kepastian hukum dari SKTA tersebut. Mahalnya pembuatan 

SKTA dibanding dengan pembuatan  surat keterangan  tanah  (SKT) yang disahkan oleh Kepala Desa 

menjadi jurang pemisah tersendiri dan membuat keenganan warga untuk membuat SKTA, harusnya 

pemerintah  tanggap  atas  ini mengenai  anggaran  pembuatan  SKTA  seharusnya  dibikin  gratis  atau 

ditangung oleh pemerintah. Belum bisanya SKTA dijadikan alat transaksi untuk penjamin kemitraan 

dimana ini merupakan sebuah cerminan bahwa Pemerintah Daerah belum melakukan sosialisasi dan 

kordinasi  kepada  pihak‐pihak  kemitraan  tersebut,  dalam  ini  semisal  pihak  Bank.  Format  yang 

beragam harus  segera diputuskan mana  yang  layak dipakai  agar  tidak menimbulkan  kebingungan 

dimasyarakat khususnya masyarakat adat yang ada di Kalimantan Tengah. 

Adanya pembicaraan yang  intens antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten 

untuk mendorong SKTA ini sesuai dengan fungsinya. Masih banyak ditemukanya keluhan dari Mantir 

adat ditingkat Desa tidak mendapatkan Surat Keputusan dari Bupati setempat sehingga para Mantir 

masih  ragu dan binggung dalam upaya  iventarisasi  tanah adat. Surat Keputusan dari Bupati untuk 

Mantir juga diperuntukan untuk memberi tunjangan kerja bagi Mantir‐Mantir tersebut. Pemerintah 

juga harus  tanggap  terkait  sengketa  yang  akan muncul  akibat  SKTA  ini dimana masyarakat  sudah 

terbiasa melegalkan  tanahnya  lewat  aparatur  Desa  yaitu  berbentuk  SKT,  aturan  yang  jelas  dan 

sosialisasi secara berkesinambungan agar sengketa antara SKT dan SKTA tidak terjadi.  

 

 

 

21