plagiat merupakan tindakan tidak terpuji1].pdf · 2018. 6. 22. · tahun itu juga pemerintah...

158
i ANALISIS TEMATIK INGATAN KOLEKTIF PERISTIWA PENEMBAKAN MISTERIUS YANG TERJADI DI INDONESIA (1983 – 1985) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Disusun Oleh: Diah Astuti Retnaning T. 049114035 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2012 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Upload: others

Post on 23-Oct-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i



    ANALISIS TEMATIK INGATAN KOLEKTIF PERISTIWA PENEMBAKAN MISTERIUS YANG TERJADI DI INDONESIA

    (1983 – 1985)

    Skripsi

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

    Program Studi Psikologi

    Disusun Oleh: Diah Astuti Retnaning T.

    049114035

    PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

    2012

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ii



    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • iii



    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • iv



    “Einmal ist keinmal, says Tomas to himself. What happens but once, says the German adage, might as well not have happened at all. If we have only one life to live, we might as well not have lived at all.” —Milan Kundera, The Unbearable Lightness of Being

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • v



    










    Untuk ayah tercinta Alm. Hari Soemarno

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vi



    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

    Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

    tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah

    disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

    Yogyakarta, 3 April 2012

    Penulis,

    Diah Astuti Retnaning T.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vii



    ANALISIS TEMATIK INGATAN KOLEKTIF PERISTIWA PENEMBAKAN MISTERIUS YANG TERJADI DI INDONESIA

    (1983 – 1985)

    Diah Astuti Retnaning T.

    ABSTRAK

    Peristiwa penembakan misterius (petrus) yang terjadi di Indonesia pada tahun 1983 hingga 1985 merupakan sebuah langkah eksekusi terhadap para pelaku tindak kriminal (gali) tanpa melalui jalur hukum. Berbagai penelitian yang telah diterbitkan mengenai peristiwa ini, biasanya dilakukan melalui disiplin ilmu antropologi dan sejarah. Dari penelitian-penelitian tersebut muncul kritik yang tajam atas diadakannya petrus, dimana pemerintah dianggap telah menggunakan kekuasaannya dengan kejam dan sewenang-wenang. Dalam penelitian ini peneliti bermaksud untuk melihat sisi lain peristiwa tersebut dengan sudut pandang psikologis, melalui rekaman pengalaman mengenai peristiwa petrus yang masih ada di dalam ingatan masyarakat (collective memory). Penelitian ini merupakan sebuah studi naratif dengan tujuan untuk menemukan makna-makna (meaning) yang muncul dari pengalaman tentang peristiwa petrus. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif naratif dengan analisis tematik. Subyek yang dipilih dalam penelitian ini tidak diarahkan dalam syarat keterwakilan jumlah melainkan pada kecocokan konteks tujuan penelitian yang merepresentasikan karakter masyarakat secara umum. Metode wawancara dalam penelitian ini adalah metode semi terstruktur. langkah-langkah analisis data yang dilakukan dalam peneitian ini diawali dengan membuat transkrip wawancara, mengidentifikasi tema-tema yang muncul (coding), dan kemudian melakukan interpretasi dan pembahasan. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa pengalaman kolektif mengenai petrus memiliki karakteristik traumatis, selain itu sebagai sebuah peristiwa silent event, petrus menjadi sumber teror yang pada akhirnya menjadi bukti adanya relasi kekuasaan antara negara (state) dan masyarakat (society ) yang tidak seimbang. kata kunci : memori kolektif, teror, trauma, gali, negara, relasi kekuasaan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • viii



    THEMATIC ANALYSIS ON THE COLLECTIVE MEMORY OF THE EVENT OF MYSTERIOUS KILLING IN INDONESIA (1983 – 1985)

    Diah Astuti Retnaning T.

    ABSTRACT

    Penembakan misterius (“mysterious killings”) or “Petrus” is the series of extrajudicial killings that took place from 1983 to 1985 in Indonesia. Operation petrus killed “suspected criminals” without legal procedure. Several works on this topic has been done through anthropological and historical approach. Based on those research, a substantial criticism is addressed to petrus in wich government is considered misusing its power to mindlessly abuse its people. In this research, the researcher purports to look at the other side of the event through psychological approach, by examining records of the mysterious shooting stored in people’s memory or collective memory. This research is a narrative study aiming at finding meanings emerging from such an experience. Approach utilized in this research is qualitative narrative with thematic analysis. Subjects being chosen in this research are not designed for meeting a minimum representation, instead it is driven by the research contextual purpose to fit society’s character at large. Method of interview in this research is semi-structured interview. Stages of data analysis are as follows; drafting interview transcript, identifying emerging themes (coding), and then interpretation on the data followed by discussion which results in the conclusion that collective memory of petrus has traumatic characteristic. Besides that, as a silent event petruswas a source of terror which acts as a solid proof of imbalance power relation between the state and the society. Keywords: collective memory, terror, trauma, criminals, the state, power relations

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ix



    LEMBAR PERSETUJUAN

    PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Mahasiswa Universitas Sanata Dharma

    NAMA : DIAH ASTUTI RETNANING T.

    NIM : 049114035

    Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada

    Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

    ANALISISTEMATIK INGATAN KOLEKTIF PERISTIWA PENEMBAKAN

    MISTERIUS YANG TERJADI DI INDONESIA (1983 – 1985)

    beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya

    memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk

    menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau

    media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya

    maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya

    sebagai penulis.

    Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya

    Dibuat di Yogyakarta

    Pada tanggal: 3 April 2012

    Yang menyatakan,

    Diah Astuti Retnaning T.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • x



    KATA PENGANTAR

    Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas segala

    berkat yang melimpah sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan skripsi yang

    berjudul

    “ANALISIS TEMATIK INGATAN KOLEKTIF PERISTIWA

    PENEMBAKAN MISTERIUS YANG TERJADI DI INDONESIA (1983 –

    1985)” dengan baik.

    Suatu proses yang cukup panjang telah penulis lewati dalam penyusunan skripsi

    ini dengan melibatkan banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan

    dukungan yang sangat berarti. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin

    menyampaikan rasa terima kasih dengan setulus hati kepada:

    1. Dr. Christina Siwi selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata

    Dharma Yogyakarta

    2. Ratri Sunar A., M.Si. selaku Kaprodi Psikologi Universitas Sanata

    Dharma Yogyakarta

    3. Dra. L. Pratidarmanastiti, MS. selaku dosen pembimbing akademik

    4. V. DidikSuryo HartokoS.Psi.,M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi

    5. Dr. Tjipto Susana, M.Si. dan C. Siswa Widyatmoko., M. Psi selaku dosen

    penguji

    6. Ibu Sylvia CMYM., M.Si. Selaku Dosen dan sahabat di kampus

    7. Ayah, Ibu, Mbak Eka, Vita, Mas Eko keluarga inti yang selalu mendukung

    saya

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xi



    8. Sahabat & teman saya: Hari Soemarno, Agus Heru, Ucup, Rosna, Papi

    Jati, Galih ‘upil’, Tessa ‘susu’, Paul Daley, Gamet, Mia, mas Bram &

    mbak Maya, Ruby, Alfan ‘kokom’, Iyok, Astrid Reza, Dalih, Bumi, Sigit

    Pius, Ithonk, Koko, Karel Dudesek, Lukas Birk, Yuno Baswir, Nindia &

    Heru, Jerry Jejor, Jeff, Kunz, Fera psi, Lala Psi, Mitha Psi, Guntur Psi,

    Cathax, Ndaru Marsha, Lars, Marto art, Ebe & Aam, Tejo Baskoro, Fajar

    Maulinda, Ulfa Aunila, Dewi ‘rajut’, Pak Yanto, Alia Swastika, Tobi,

    Emang, Tompel, Adam ‘bintang’, Mimi, Kokok Sancoko & mbak Lina,

    Popok T. Wahyudi, Jonathan Bossaer, mbak Putri, Pak BG, Naras, Randu

    Rini & Ahmad Moetaba, mbak Putri, Bambang ‘Rumah hantu’, Mbak

    Vini & Mbak Jupee, Pak Dom, Nunung, Jakfar, Lala Psi, Mitha Psi,

    Yoyok Psi, Pak Sal, Ndik, Arya Mahdi, Tonce, Gentur, Okky, Bintang

    krew, mas Pengky, Hans (alm), Eddie Hara, Heri Dono, Sherman Ong.

    9. Ketiga subjek penelitian saya yang sudi membagi waktu dan ceritanya

    kepada saya

    10. Teman teman saya di fakultas psikologi angkatan 2004

    11. Romo Banar dan Romo Baskoro di IRB

    12. Lita BM, Saut Situmorang, Rukman Rosadi,

    13. Leo Silitonga dan Helen Koeswoyo (Galeri Umah Seni)

    14. Supratiknya kelas seminar

    15. Pak Gik, Mas Gandung, Mas Doni, Mas Muji

    16. Bu Sarmi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xii



    Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat.

    Yogyakarta, 3 April 2012

    Penulis

    Diah Astuti Retnaning T.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiii



    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

    HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ........................... ii

    HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii

    HALAMAN MOTTO ................................................................................... iv

    HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................................... vi

    ABSTRAK ...................................................................................................... vii

    ABSTRACT ................................................................................................... viii

    HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .............. ix

    KATA PENGANTAR ................................................................................... x

    DAFTAR ISI .................................................................................................. xiii

    DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvii

    BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1

    A. Latar Belakang ..................................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah ............................................................................... 6

    C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 7

    D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 7

    BAB II. LANDASAN TEORI ...................................................................... 8

    A. Kajian Kepustakaan Tentang Peristiwa Petrus .................................... 8

    B. Memahami Memori Kolektif ............................................................... 12

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiv



    1. Sebuah peristiwa yang terus dibicarakan dan dipikirkan .............. 13

    2. Silent event – collective memory ................................................... 14

    C. Narasi dalam Konteks Teror dan Trauma ........................................... 15

    1. Narasi Trauma ............................................................................... 16

    2. Narasi Teror ................................................................................... 18

    3. Trauma Sebagai Luka Kolektif ..................................................... 19

    4. Teror dan Relasi Kekuasaan .......................................................... 21

    D. Daftar Pertanyaan Empiris ................................................................. 23

    BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 24

    A. Metode Naratif .................................................................................... 24

    B. Subjek Penelitian ................................................................................. 26

    C. Fokus Penelitian .................................................................................. 28

    D. Metode Pengumpulan Data ................................................................. 28

    E. Metode Analisis Thematic Narrative .................................................. 29

    1. Pengumpulan Data ........................................................................ 30

    2. Pengkodean (coding) ..................................................................... 30

    3. Intepretasi dan Pembahasan .......................................................... 31

    BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ................................... 32

    A. Identifikasi Peristiwa Petrus Sebagai Pengalaman Kolektif .............. 32

    B. Tema-tema yang Muncul dari Ingan Kolektif Mengenai Peritiwa Petrus38

    C. Pembahasan ......................................................................................... 64

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xv



    BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 68

    A. Kesimpulan .......................................................................................... 68

    B. Saran ... ................................................................................................ 70

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 71

    LAMPIRAN .. ................................................................................................ 77

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xvi



    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Daftar Pertanyaan Empiris …………………………………………. 23

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xvii



    DAFTAR LAMPIRAN

    1. Transkrip Wawancara ..…………………………………………………. 61

    2. Coding ……………………………………………………………………. 66

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Peristiwa Penembakan Misterius atau yang lebih dikenal dengan Petrus

    terjadi di Indonesia pada tahun 1983. Petrus ditandai dengan banyaknya mayat

    dengan luka tembak yang ditemukan di tempat-tempat umum. Dari berbagai

    pemberitaan yang berkembang di tengah masyarakat kala itu, terlihat adanya

    reaksi beragam dari masyarakat umum. Sebagian masyarakat merasa tidak

    setuju dan marah dengan petrus, namun ada juga yang memberikan dukungan

    terhadap petrus karena melihat korban petrus yang diidentifikasi sebagai

    penjahat, preman, gali (gabungan anak liar), bromocorah, residivis dan atau

    kaum kecu (Budiawan, 2007).

    Ada berbagai macam diskursus yang bisa digunakan untuk membaca

    peristiwa petrus, antara lain dilihat dari tendensi politik, aktivitas ekonomi,

    pengembangan pariwisata, pertahanan keamanan dan ketertiban, konspirasi

    politik dan “shock therapy”. Gambaran umum mengenai peristiwa ini diawali

    dengan pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia yang mengalami penurunan.

    Sementara itu, arus urbanisasi semakin meningkat dan menghasilkan masalah

    sosial (social problems) (Markum, 2009), seperti tingginya angka

    pengangguran di wilayah perkotaan yang berujung pada peningkatan angka

    kriminalitas. Tingginya perilaku kriminal yang seringkali disertai dengan

    kekerasan, semakin lama semakin meresahkan masyarakat. Oleh karenanya, di

    1

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    2


    tahun itu juga pemerintah membuat skenario “petrus” terhadap orang-orang

    yang dianggap sebagai penjahat. Para penjahat tersebut ditindak dengan tegas,

    ditembak di tempat dan dengan sengaja memperlihatkannya kepada

    masyarakat dengan membuang mayat korban penembakan di tempat-tempat

    umum (Retnowati, 2007).

    Dalam buku biografinya, mantan presiden Soeharto membenarkan

    adanya operasi “petrus” ini sebagai bentuk terapi kejut untuk meredam

    kejahatan, dengan mengistilahkannya sebagai sebuah treatment (Soeharto,

    1989). Memanfaatkan keresahan masyarakat terhadap kriminalitas dan respon

    positif mereka terhadap “petrus”, pihak keamanan negara (polisi dan militer)

    sebagai kepanjangan tangan pemerintah seolah mendapat legitimasi atas

    tindakan eksekusi tanpa melalui proses hukum (Ricklefs, 2007)

    Pihak militer dan kepolisian bahkan meminjam istilah-istilah

    “psikologi” untuk membenarkan aksi pembunuhan tersebut (Browne, 1999).

    Mohammad Hasbi memiliki pernyataan yang senada dengan Soeharto, seperti

    yang dikutip oleh Browne dalam desertasinya. Hasbi yang disebut-disebut

    sebagai penggagas diselenggarakannya OPK (operasi pemberantasan

    kejahatan— sebelum akhirnya berkembang menjadi petrus) di Yogyakarta,

    menyatakan:

    “OPK akan terus berjalan tanpa perduli…., ini adalah semacam metode ‘shock therapy‘ yang akan memberi hasil yang memuaskan” (Mohammad Hasbi dalam Browne, 1999). Shock therapy “Petrus” yang akhirnya menyebar secara sporadis di

    berbagai wilayah di tanah air ini terus-menerus berlangsung hingga tahun

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    3


    1984 dan dalam prosesnya berubah menjadi teror bagi masyarakat. Dalam

    kamus psikologi, teror disebut sebagai ketakutan yang bersifat ekstrim atau

    luar biasa. Teror juga diartikan sebagai perbuatan, pemerintahan dan

    sebagainya yang sewenang-wenang, kejam, bengis, dan sebagainya (Suharso

    & Retnoningsih, 2005). Ketakutan yang intens atau terus menerus tentunya

    akan mengakibatkan kekacauan psikis baik secara personal maupun kolektif

    (masyarakat). Pada kurun waktu 1983 hingga 1985, sudah menjadi hal yang

    biasa ketika kita menemukan mayat bertato dengan luka tembak. Mereka ada

    di pasar, sawah, dan juga jalan raya. Menurut laporan majalah Tempo, korban

    “petrus” mencapai angka 10.000 jiwa (“Ia Bicara Soal Petrus”, 1994).

    Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras)

    mencatat setidaknya ada 11 provinsi di mana korban “petrus” berjatuhan,

    yakni Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Lampung Sumatra

    Selatan, Sumatra Utara, Bali, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.

    Masih dari sumber yang sama, diketahui bahwa jumlah mayat tak dikenal

    pada tahun 1982 di DKI tercatat 428 orang, pada 1983 terdapat 781 korban,

    dan 1984 tercatat 108 korban tak dikenal. Data lainnya, di seluruh Indonesia

    pada 1983, korban petrus tercatat 532 orang tewas. Dari jumlah tersebut, 367

    tewas terdapat luka tembak. Sementara itu pada 1984, Kontras mencatat 107

    tewas, 15 orang di antaranya luka tembak. Dan pada 1985, tercatat 74 tewas,

    24 di antaranya akibat luka tembak (Kantor Berita Trijaya, wawancara, 2008 ).

    Gelombang protes berdatangan dari berbagai pihak. Kelompok

    Masyarakat yang tidak setuju dengan tindakan semena-mena tersebut

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    4


    mengklaim bahwa membunuh para pelaku kriminal yang diidentifikasikan

    sebagai mereka yang bertato atau narapidana yang melarikan diri dari penjara

    adalah sikap yang terlalu menyederhanakan persoalan (Retnowati, 2007). Para

    cendekiawan, politisi, dan pakar hukum turut melontarkan kecaman bahwa

    hukuman tanpa pengadilan adalah kesalahan serius. Bahkan, kecaman pun

    datang dari luar negeri, seperti pemerintah Amerika Serikat, Jerman Barat,

    Belanda, Kanada, Inggris, Vatikan, Australia, dan sebagainya. Mereka

    menyatakan petrus sebagai bentuk pelanggaran HAM yang sangat brutal dan

    transparan (Bourchier, 1990).

    Bagaimanapun buruknya tindakan kriminalitas yang terjadi pada saat

    itu, negara Indonesia tetaplah negara hukum yang harus tetap menjalankan

    konstitusi dan menjunjung tinggi asas hukumnya. Bathi Mulyono (salah satu

    mantan target petrus yang selamat) menyatakan bahwa petrus adalah bukti

    bahwa negara telah mengingkari aturan KUHAP yang dimaklumatkannya

    sendiri pada 31 Desember 1981. Landasan pokok KUHAP adalah adanya

    “Asas Praduga Tidak Bersalah”, dimana setiap individu yang diduga sebagai

    pelaku kejahatan jenis apapun memiliki hak untuk menjalani proses

    pengadilan dan mendapatkan pembelaan sesuai dengan prosedur hukum yang

    berlaku.

    Peristiwa eksekusi berupa penembakan misterius terhadap anggota

    masyarakat berlabel kriminal tentunya menjadi bagian sejarah tersendiri bagi

    masyarakat yang menjadi saksi atas peristiwa tersebut. Hasil Penelitian

    sebelumnya mengenai kajian trauma (trauma studies) mulai memahami bahwa

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    5


    trauma bukan semata-mata gejala kejiwaan yang bersifat individual. Trauma

    muncul sebagai akibat dari saling keterkaitan antara ingatan sosial dan ingatan

    pribadi tentang peristiwa yang mengguncang eksistensi kejiwaan (Thufail,

    2005). Dalam konteks Negara Indonesia, masyarakat telah mengalami dan

    menjadi saksi atas berbagai macam sejarah kekerasan di setiap etape

    kekuasaan otoritarian, dari zaman feodal hingga era reformasi ini. Salah satu

    peristiwa kekerasan yang massif dan menjadi trauma kolektif adalah peristiwa

    pemberantasan anggota PKI paska 30 September 1965 yang menimbulkan

    banyak kematian.

    Dalam sebuah wawancara yang dilakukan oleh Radio Nederland

    Wereldomroep kepada Yosep Adi Prasetyo (Komnas HAM) menyebutkan

    bahwa peristiwa Petrus diselidiki karena adanya pengaduan dari masyarakat,

    dan permintaan dari keluarga korban. Selain itu, beberapa korban selamat

    kemudian mengadu ke Komnas HAM dan minta supaya peristiwa tersebut

    diungkap. Selanjutnya berdasarkan suatu tim yang dibentuk untuk mengkaji

    kembali apakah ada unsur-unsur pelanggaran HAM berat, ditemukan bahwa

    ada indikasi terpenuhinya unsur-unsur pelanggaran HAM berat seperti

    kejahatan ‘65.

    Melalui kajian naratif ini peneliti akan coba untuk mencatat narasi

    mengenai peristiwa petrus yang terekam dalam ingatan masyarakat umum

    untuk menggali makna-makna (meaning) yang muncul dari uraian sejarah

    tersebut. Makna-makna tersebut akan digali dengan menggunakan bantuan

    dari berbagai literatur yang memiliki kaitan dengan tema-tema yang muncul

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    6


    dari hasil wawancara.

    Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis tematik yang

    dengan fleksibilitasnya akan memberikan kesempatan pada keseluruhan tema

    ataupun sub-tema untuk saling dikaitkan dalam penyempurnaan analisis

    (Braun, 2006). Peneliti berharap bahwa hasil dari penelitian ini dapat

    memberikan sumbangan kepada usaha-usaha untuk memahami makna sebuah

    peristiwa yang menjadi fenomena di dalam sebuah masyarakat dan mengenali

    berbagai penokohan yang muncul dari cerita tersebut.

    Melakukan penelitian mengenai petrus sebagai sebuah memori yang

    disimpan secara kolektif akan membawa kita pada cara pandang yang

    melibatkan ilmu pengetahuan secara luas. Pennebaker (1997) menyebutnya

    sebagai ide-ide lintas disiplin di dalam psikologi, sosiologi, antropologi serta

    ilmu politik yang nantinya akan dirangkum dalam diskusi.

    B. Rumusan Masalah

    Bagaimana masyarakat yang menjadi saksi atas peristiwa petrus,

    menceritakan kembali pengalaman mereka mengenai peristiwa tersebut dan

    apa makna-makna yang terkandung di dalam ingatan yang mereka ceritakan

    kembali.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    7


    C. Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa makna-makna yang

    tersirat dari narasi tentang petrus. Sehingga dapat diketahui bagaimana

    struktur dan hubungannya dengan konteks yang lebih luas.

    D. Manfaat Penelitian

    1. Manfaat Teoretis

    Hasil penelitian ini akan dapat memberikan sumbangan teoritis dalam

    bidang psikologi, khususnya psikologi sosial mengenai posisi ingatan

    kolektif dalam konteks kajian naratif.

    2. Manfaat Praktis

    a. Bagi masyarakat

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber

    informasi bagi masyarakat, sehingga dapat melihat fenomena

    tersebut dari sisi yang berbeda.

    b. Bagi LSM yang bergerak di bidang perlindungan HAM

    Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi agar

    dapat memahami pandangan masyarakat mengenai peristiwa

    tersebut, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu tinjauan

    dalam melakukan konseling dan pendampingan kepada keluarga

    korban petrus.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Kajian Kepustakaan Tentang Peristiwa Petrus

    Menanggapi tingkat kriminalitas yang semakin meningkat di tahun

    80-an, pemerintah segera melakukan pemberantasan kejahatan dengan

    mengagendakan ‘Pembunuhan Misterius’ atau yang sering dikenal dengan

    akronim Petrus. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yustina Devi

    Ardhiani (2008) sepanjang tahun 1983 banyak mayat-mayat korban petrus

    yang terbungkus karung goni dan bertanda bercak darah dibuang di

    pinggir jalan. Dalam penelitiannya juga diketahui bahwa terkadang ada

    warga yang dengan sukarela atau terpaksa menguburkan mayat yang

    mereka temukan di jalan, tetapi cukup sering mayat-mayat tersebut

    dibiarkan tergeletak di jalan sampai ada mobil patroli polisi yang

    mengambilnya.

    Petrus dengan segera menjadi sorotan publik di Indonesia, berbagai

    surat kabar menulis kisah-kisah tentang pembunuhan tersebut dan

    menjadikannya headline selama berbulan-bulan. Dalam penelitian yang

    dilakukan oleh Pemberton (1994) terdapat banyak pernyataan publik

    mengenai pembunuhan-pembunuhan tersebut, sehingga dapat disimpulkan

    bahwa cerita tersebut bermakna bagi masyarakat secara umum (Bråten,

    2003).

    8

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    9


    Dalam sebuah penelitian mengenai peristiwa petrus diperoleh

    berbagai macam opini dari masyarakat. Sebagian menyatakan bahwa

    angka kriminalitas menurun setelah ada petrus, namun diakui juga bahwa

    hal tersebut hanya berlangsung sebentar sampai akhirnya meningkat lagi.

    Opini yang lain menyebutkan bahwa selama peristiwa petrus terjadi,

    warga yang memiliki tato takut untuk keluar rumah, yang lain berpendapat

    bahwa mereka yang menjadi korban petrus sebenarnya hanya orang kecil

    (Browne, 1999). Secara sederhana dijelaskan bahwa di satu sisi oleh

    sebagian orang, petrus dianggap berhasil menjadi kontrol atas tingginya

    angka kriminalitas. Namun, oleh sebagian yang lain petrus juga dinilai

    sebagai cara pemerintah yang tidak humanis karena menghilangkan

    prosedur hukum yang berlaku dan menimbulkan banyak korban. Myers

    (1996) yang dikutip oleh Raymond A.I. Tambunan (2001) menjelaskan

    bahwa individu-individu dalam sebuah masyarakat bisa mengalami hal

    yang sama dengan individu-individu yang lain. Namun, pengalaman

    tersebut seringkali menghasilkan persepsi yang berbeda terhadap suatu

    kondisi.Setiap orang tidak begitu saja mengolah setiap peristiwa yang

    dialaminya, namun melakukan seleksi dan intepretasi terhadap

    pengalaman-pengalaman tersebut.

    Seorang antropolog yang banyak melakukan penelitian di

    Indonesia mengenai dinamika kekerasan Orde Baru, James T. Siegel

    menjabarkan peristiwa petrus memiliki nuansa politis dimana ribuan

    ‘penjahat’ yang sebelumnya banyak dipekerjakan oleh partai pemerintah,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    10


    dibunuh dengan cara ‘menciduk’, menikam dan atau menembak para

    penjahat tersebut berkali-kali, kemudian menaruh mayat-mayatnya di

    jalanan atau sungai agar menjadi tontonan. Hal tersebut menurut Siegel

    merupakan eksistensi dari sebuah gagasan tentang kematian yang ingin

    dikontrol oleh Negara (Siegel, 1998).

    Menggarisbawahi penyataan Siegel tentang para gali yang

    sebelumnya banyak dipekerjakan oleh partai pemerintah tentunya akan

    menjadi kontroversi tersendiri sekaligus tanda tanya besar bagi masyarakat

    pada masa sekarang yang membaca hasil penelitiannya. Namun, hal

    tersebut nyatanya sejalan dengan penelitian-penelitian lain seperti Keeler

    (1987, dalam Slamet-Velsink, 1994) yang bahkan dengan sangat jelas

    menyebutkan bahwa gali atau jagoan memiliki fungsi yang sangat penting

    dalam sebuah partai politik, seperti yang dituliskan oleh Eldar Bråten

    sebagai berikut:

    Dan diketahui dengan baik bahwa Partai-partai politik, tidak ketinggalan pula partai berkuasa GOLKAR, mengandalkan pria-pria kuat lokal ini untuk menekan masyarakat agar mendukung pemerintah selama pemilihan umum. Biasanya gali atau jagoan memiliki hubungan erat dengan dunia kriminal, tak terbatas pada musim pemilihan umum (Guinness 1986, hlm.100 – 101)…

    Perihal mengapa pada akhirnya kekuatan serupa kaki tangan

    pemerintah tersebut dibasmi dan seolah memperoleh dukungan positif dari

    masyarakat dijelaskan oleh Nordholt bahwa: pertama, gali-gali yang

    disertakan dalam pemilu 1982 menjadi lebih berani dan menuntut imbalan

    yang lebih tinggi kepada penguasa yang dimenangkan. Faktor yang kedua

    adalah lemahnya sistem hukum itu sendiri. Secara luas diketahui bahwa

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    11


    aparatur peradilan begitu mudah menerima suap sehingga meloloskan

    (khususnya) gali-gali kelas kakap yang memiliki kemampuan membayar

    (Nordholt, 2003). Hal tersebut memunculkan rasa ketidakadilan pada diri

    rakyat kecil atau kelas menengah, terutama yang merasa dirugikan oleh

    keberadaan para gali. Namun dengan sistem hukum yang tidak bersih

    membuat masyarakat kehilangan kepercayaannya. Oleh karena itu, dengan

    menerapkan metode yang drastis, pemerintah mencoba untuk memulihkan

    wewenangnya sekaligus memperoleh kembali kepercayaan masyarakat.

    Bråten pada akhirnya menyimpulkan bahwa petrus memiliki dua

    sifat, pertama sebagai sebuah usaha aktif untuk membasmi ‘masalah’

    dimana aparat memasuki dan menggunakan kekuatannya, tanpa

    pemberitahuan sebelumnya dan di luar kendali masyarakat. Kedua adalah

    sifat publik yang jelas, dimana petrus berlanjut dengan keterbukaan yang

    tidak biasa dengan pembuangan mayat-mayat di tempat-tempat umum

    yang dimaksudkan untuk berbicara kepada rakyat biasa (Bråten, 2003)

    Tentunya petrus hanya menjadi salah satu contoh kasus dari sekian

    banyak upaya rezim untuk mengendalikan masyarakat. Bukan sesuatu

    yang mengherankan jika Nordholt menyebutnya sebagai suatu psikologi

    rasa takut dalam rangka mempertahankan kekuasaan melalui sebuah

    pemerintahan teror (Nordholt, 2003).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    12


    B. Memahami Memori Kolektif

    Memori dapat diartikan sebagai ingatan, kenang-kenangan, fungsi

    mental yang kompleks untuk mengingat kembali apa yang pernah dialami

    atau dipelajari, bayangan tentang apa yang telah dipelajari atau dialami,

    penyimpanan informasi (Kartini & Dali Gulo, 1987). Ingatan (memory)

    juga didefinisikan sebagai sebuah proses mental yang berkaitan dengan

    penerimaan, penyimpanan, dan pemunculan kembali informasi yang

    pernah diterima (Frank, 1989).

    Ingatan akan sebuah peristiwa tertentu memiliki pengaruh dan sifat

    yang berbeda satu sama lain. Peristiwa-peristiwa yang secara khusus

    membutuhkan adaptasi psikologis memiliki sifat yang akan lebih mudah

    diingat oleh seseorang (Pillemer, Rhinehart, & White, 1986, dalam

    Pannebaker 1997), misalnya saja apabila peristiwa tersebut unik,

    membangkitkan reaksi emosional, diulang-ulang secara aktif, dan

    berhubungan dengan akibat berupa perubahan-perubahan dalam kelakuan

    atau kepercayaan (Pannebaker, 1997).

    Selain peristiwa-peristiwa tertentu secara khusus dapat diingat oleh

    seseorang, ingatan juga bukan hanya hal yang bersifat individual tetapi

    juga hal yang bersifat kolektif (Pennebaker & Banasik, 1997). Halbwachs

    berargumen bahwa hampir semua memori adalah kolektif, terutama karena

    memori-memori tersebut dibahas dengan orang lain (dalam Pennebaker &

    Banasik, 1997). Karakter memori yang selama ini kita kenal unik dan

    individual, ternyata memiliki sifat kolektif sebagai sesuatu yang diciptakan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    13


    dan dianalisis oleh sekelompok orang (secara kolektif) yang berupaya

    untuk menyelidiki sifat sosial dari penciptaan-penciptaan ingatan itu

    sendiri (Haugh dalam Mc Graw, 2008). Sementara itu intepretasi sosial

    akan dikembalikan kepada individu untuk dimaknai kembali, seperti yang

    dijelaskan oleh Fentris dan Wickham, dimana setiap individu tetap saja

    secara aktif membuat atau mendefinisikan kembali masa lalu untuk dapat

    membuat penyesuaian dengan masa kini sehingga dapat mempengaruhi

    dinamika sosial yang ada (Pennebaker & Banasik, 1997). Hal tersebut

    dapat disimpulkan sebagai sebuah proses psikologis yang dinamis dari

    kemunculan dan bagaimana sebuah memori kolektif atas pengalaman

    historis tertentu dipertahankan.

    Berikut ini merupakan beberapa hal yang dapat mengindikasikan

    sebuah ingatan atas peristiwa tertentu dapat berkembang menajadi ingatan

    kolektif:

    1) Sebuah peristiwa yang terus dibicarakan dan dipikirkan

    Memori kolektif dapat diindikasikan dengan proses pembicaraan

    dan pemikiran mengenai peristiwa tertentu oleh anggota-anggota dari

    suatu masyarakat yang berkorelasi dengan peristiwa tersebut (Pennebaker,

    1997). Pada saat peristiwa besar terjadi, biasanya orang akan terbuka

    untuk mendiskusikan peristiwa tersebut. Tak hanya informasi faktual

    mengenai peristiwa yang terjadi tetapi juga muatan-muatan emosional

    yang dirasakan pada saat peristiwa tersebut terjadi (Rime & Veronique,

    1997). Dari sana kita dapat melihat bagaimana unsur-unsur yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    14


    diperlukan pada saat proses berbagi pengalaman dan ingatan muncul ke

    permukaan. Orang-orang secara intens akan membicarakan kejadian besar

    tersebut dan menampung berbagai informasi yang terus menerus dan

    penuh dengan berbagai macam opini oleh media. Kebanyakan orang bisa

    saja menerima informasi terlebih dahulu lewat media kemudian

    dibicarakan dan dipikirkan atau memperolehnya melalui cerita dari orang

    lain untuk kemudian diperkuat oleh media dan kembali dipikirkan. Dengan

    adanya unsur-unsur dasar tersebut, sulit bagi orang-orang untuk tidak

    memiliki memori-memori serupa mengenai peristiwa yang sedang terjadi

    saat itu. Memori serupa itulah yang akhirnya disebut sebagai memori

    kolektif (Pennebaker & Banasik, 2007).

    2) Silent event - collective memory

    Silent event adalah suatu kondisi dimana ada pembungkaman atau

    tekanan yang entah berasal dari dalam atau luar diri untuk tidak

    membicarakan atau bahkan memikirkan tentang sebuah peristiwa. Hal

    tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah kegagalan bicara yang bisa saja

    muncul karena pemerintah yang represif melalui polisi atau aparatur

    Negara yang lain. Rezim yang represif memiliki sebuah gagasan bahwa

    dengan menciptakan tekanan untuk tidak berbicara akan membuat orang

    melupakan sebuah kejadian, padahal kenyataan menunjukkan hal yang

    sebaliknya. Sebuah penelitian menemukan bahwa silent event adalah suatu

    unsur yang paling kuat dalam membentuk memori kolekif (Wegner, 1989

    dalam Pennebaker, 1997). Hal tersebut terjadi karena orang biasanya gagal

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    15


    ketika mencoba untuk menekan pikiran-pikirn yang tidak

    diinginkan.Faktanya ingatan tersebut justru semakin dalam melekat.

    Kejadian-kejadian yang menjadi beban secara emosional, pada saat

    biasanya orang-orang enggan untuk membicarakannya akan memberikan

    pengaruh yang besar dengan meningkatkan tingkat keseringan mereka

    dalam memikirkan dan memimpikan kejadian-kejadian tersebut. Represi

    politis terhadap pembicaraan tentang suatu kejadian, selanjutnya, akan

    menghasilkan konsekuensi yang tidak diinginkan dalam

    mengkonsolidasikan memori kolektif yang terkait dengan kejadian yang

    direpresi.

    C. Narasi dalam Konteks Teror dan Trauma

    Setiap individu memiliki berbagai cerita yang salah satunya

    tersusun dari peristiwa-peristiwa yang pernah dialami atau memori-

    memori yang menunjukkan berbagai hal pada masa kini atau pun berbagai

    hal pada masa lalu. Memori sebagai sesuatu yang direkonstruksi dan terus-

    menerus mengalami penyesuaian dengan keadaan, keyakinan, dan

    pengalaman, memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap narasi

    sebagai hasil intepretasi dan imajinasi kita sendiri.

    Ketika seseorang menceritakan kembali sebuah cerita,

    pembicaraan, maupun pengalaman pribadinya, terdapat suatu

    kecenderungan untuk melakukan rekonstruksi atas cerita ingatan tersebut.

    Ketika berusaha mengingat sebuah informasi yang kompleks, kita akan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    16


    cenderung mengubah informasi tersebut menjadi masuk akal berdasarkan

    pengetahuan yang dimiliki. Karenanya memori menjadi sebuah

    rekonstruksi yang sangat besar (Bartlett, dalam Wade &Travis, 2008).

    Dalam psikologi narasi, kerja memori diidentikkan dengan suatu

    proses pembentukan identitas dimana memori menempati tiga fungsi,

    diantaranya:

    1. Memadukan hal-hal yang asing

    2. Memecahkan kontradiksi dan konflik

    3. Mengkonstruksi sebuah versi dari masa lalu, baik masa lalu yang

    menempatkan kita sebagai subjek di dalamnya atau masa lalu yang

    terlepas dari kita.

    1) Narasi Trauma

    Rasa takut yang mengendap di dalam diri masing-masing individu

    di dalam masyarakat menjadi salah satu bentuk gangguan

    jiwa.Gangguan jiwa yang berlangsung lama seringkali tidak dapat

    diamati, kecuali gangguan tersebut menampakkan bentuknya dalam

    gejala yang sering disebut sebagai sindrom trauma.Trauma memiliki

    kaitan yang sangat erat dengan PTSD (Post Traumatic Syndrome

    Disorder). Menurut buku pegangan yang mengkategorikan jenis

    penyakit jiwa, PTSD muncul sesudah seseorang menjadi korban atau

    saksi terhadap suatu kejadian yang sangat mengerikan, misalnya

    kekerasan, kecelakaan, pemerkosaan, atau serangan teroris.Tanda-

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    17


    tanda PTSD meliputi ketakutan, ketidakberdayaan, dan rasa dihantui.

    Orang yang mengalami PTSD mengalami kembali peristiwa yang

    mengerikan dalam mimpi atau bayangan mereka. Biasanya mereka

    akan berusaha untuk mengurung diri dan menjauh dari hal-hal yang

    mengingatkan mereka pada kejadian yang sebenarnya.

    Dalam sebuah jurnal psikologi disebutkan bahwa gejala trauma

    dalam perspektif sosial klinis tampak sebagai sebuah usaha menghalau

    ingatan traumatik mengenai peristiwa traumatik. Teori Freud mengenai

    ingatan dan kaitannya dengan ‘melupakan’ didasari oleh konsep

    repression dimana seseorang secara tidak sadar (unconscious)

    menghalau informasi yang menyakitkan atau menimbulkan kecemasan

    (Baddeley, 1934). Hal tersebut merupakan sebuah reaksi umum pasca

    trauma, meskipun, pada akhirnya bayangan tentang kejadian tersebut

    tidak dapat dikubur di dalam ingatan dengan begitu saja.

    …..Konflik antara keinginan untuk mengingkarinya (denial) dengan dorongan untuk menceritakannya secara terbuka merupakan dialektika dari trauma psikologis ( Nurrachman, 2002) Herman (1992) menyebut pengingkaran (denial), represi bahkan

    disosiasi yang biasanya terjadi pada diri korban juga dapat terjadi pada

    level masyarakat, yang kemudian masuk dalam kumpulan kejadian-

    kejadian traumatik masa lalu (Nurrachman, 2002). Ingatan traumatik

    yang dimiliki oleh masyarakat secara kolektif akan menimbulkan

    dampak yang besar bagi kehidupan mereka sebagai individu maupun

    kelompok (Shiver dalam Pannebaker, 1997)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    18


    2) Narasi Teror

    Dalam kamus besar bahasa Indonesia, teror diterjemahkan sebagai

    perbuatan, pemerintahan, dan sebagainya yang sewenang-wenang,

    kejam, bengis, dan sebagainya.Bentuk kata meneror diartikan sebagai

    berbuat kejam (sewenang-wenang dan sebagainya) untuk

    menimbulkan rasa ngeri atau takut. Sedangkan dalam kamus psikologi,

    terror diterjemahkan sebagai ketakutan ekstrim atau ketakutan yang

    luar biasa hebatnya.

    Arti kata kekerasan adalah perbuatan seseorang atau kelompok

    orang yang menyebabkan kerusakan, cidera, atau matinya orang lain

    atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain (sumber:

    Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dalam kamus psikologi, kekerasan

    dikaitkan dengan agression atau agresi yang merupakan istilah umum

    yang berhubungan dengan perasaan-perasaan marah atau

    permusuhan.Agresi berfungsi sebagai suatu motif untuk melakukan

    respon berupa perlakuan kasar, penghinaan, dan frustasi (Kartini &

    Dali Gulo, 1987). Agresi juga dinyatakan sebagai:

    “ any sequence of behavior, the goal response to which is the injury of the person toward whom it is directed” ( Dollard, Doob, Miller, Mowrer , & sears, dalam Harvey, 2002)

    … rangkaian perilaku (respon) yang bertujuan untuk mengakibatkan luka pada orang yang menjadi target. Negara dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah daerah dalam

    lingkungan satu pemerintahan yang teratur. Masih dari sumber yang

    sama, sistem diartikan sebagai sekelompok bagian-bagian alat dan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    19


    sebagainya yang bekerja bersama-sama untuk melakukan sesuatu

    maksud. Sistem juga bisa berarti cara atau metode yang teratur untuk

    melakukan sesuatu.

    Melalui beberapa tinjauan pustaka tersebut maka dapat

    disimpulkan bahwa teror sebagai sebuah sistem merupakan metode

    penciptaan rasa takut melalui perbuatan kejam atau kasar kepada pihak

    tertentu (yang menjadi target) oleh otoritas atas dasar kepentingan

    pengendalian masyarakat. Narasi tentang teror adalah cerita-cerita

    yang muncul sebagai tanda-tanda adanya situasi teror yang muncul

    dari cerita yang disampaikan oleh partisipan dimana tanda-tanda

    tersebut memiliki arah yang menjelaskan fungsi-fungsi teror yang

    datang dari pihak yang berkuasa dan represif kepada pihak yang tidak

    berkuasa. Pengalaman penderitaan akan bersifat personal dan sosial,

    sementara itu peristiwa-peristiwa yang bersifat kolektif dan

    menyebabkan orang-orang dalam suatu masyarakat yang hidup dengan

    perasaan gelisah dan rasa takut, akan muncul kembali sebagai teror

    (Browne, 1999).

    3) Trauma Sebagai Luka Kolektif

    Trauma pada akhirnya mulai dipahami sebagai akibat dari saling

    keterkaitan antara ingatan sosial dan ingatan pribadi tentang peristiwa

    yang mengguncang eksistensi kejiwaan dan tidak hanya sebagai

    peristiwa yang bersifat individual (Kantowitz dalam Bentül &

    Kantowitz, 2009). Telah dijelaskan sebelumnya bahwa masyarakat

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    20


    telah menyaksikan berbagai macam kekerasan selama orde baru.Selain

    dari kekerasan fisik dimana jutaan orang terbunuh dalam operasi

    30/S/PKI, malari, atau pun Tanjung Priok yang sangat kuat muatan

    politiknya. Kekerasan juga muncul sebagai kekerasan struktural yang

    contohnya muncul sebagai kemiskinan, akses yang minim pada

    fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, hukum, dan lain sebagainya.

    Terdapat tiga dimensi utama yang menandai trauma sebagai sebuah

    akibat dari adanya kekerasan baik secara terang-terangan maupun

    struktural, di antaranya: terjadinya disfungsi yang berkelanjutan dan

    kekacauan di dalam sebuah lingkungan masyarakat, narasi kolektif dan

    sosial yang tertanam menunjukkan adanya kontrol dan kurangnya

    pilihan, serta orientasi bertahan hidup yang individual (Kantowitz,

    dalam Bentül &Kantowitz, 2009).

    Gejala lain yang muncul karena adanya tekanan ditandai dengan

    sikap ketidakpercayaan terhadap otoritas, ketidakberdayaan,

    kerentanan, dan takut. Dinamika tersebut tanpa disadari dapat menjaga

    keberlangsungan kontrol dan dikriminasi karena tidak ada jalur bagi

    kelompok masyarakat yang ditekan pada pilihan ataupun kekuatan.

    Dalam situasi yang ditekan oleh otoritas, orang akan menunjukkan

    reaksi yang berorientasi pada cara-cara bertahan hidup yang paling

    dasar. Termasuk di dalamnya cara pengambilan keputusan berdasarkan

    mekanisme pertahanan hidup. Trauma kolektif merupakan hasil dari

    pengalaman hidup di lingkungan yang penuh dengan ketakutan dan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    21


    kegagalan institusional, hal tersebut dapat terlihat pada narasi kolektif

    yang diciptakan oleh individu dan komunitas berdasarkan kenyataan

    dan akses mereka pada sumber informasi dan berbagai kesempatan

    (Kantowitz, dalam Bentül & Kantowitz, 2009).

    Trauma-trauma yang muncul di tengah masyarakat, khususnya

    trauma politik menurut Summerfield akan menciptakan sebuah kondisi

    teror yang merusak jaringan hubungan sosial kemasyarakatan yang ada

    dan kehidupan mental orang per orang dalam masyarakat tersebut.

    Kondisi tersebut seringkali dengan sengaja dipakai sebagai sarana

    kontrol sosial (Nurrachman. 2002).

    4) Teror dan Relasi Kekuasaan

    Hubungan antara Negara (state) dan masyarakat (society)

    merupakan sebuah hubungan yang bersifat zero-sum game, yang dapat

    disimpulkan bahwa semakin kuat state maka society akan semakin

    lemah. State dalam pandangan libertarian secara aktif mencari modus

    agar dapat menindas society dengan kekuasaannya (Suhardono, 2003).

    Sebuah fungsi kekuasaan akan bekerja jika ada yang menguasai

    dan dikuasai dimana dimensi dari kekuasaan tersebut pada dasarnya

    bersifat tidak seimbang (Vander Zanden, 1983). Hal tersebutakan lebih

    mudah kita pahami dengan bantuan Cartwright (dalam Shaw &

    Costanzo, 1995) yang memandang kekuasaan sebagai kemampuan

    orang untuk mengontrol lapangan tingkah laku yang terjadi di antara

    dua orang yang sedang berinteraksi. Dengan demikian orang yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    22


    mempunyai kekuasaan adalah yang mampu mendorong tingkah laku

    orang lain ke arah yang dikehendaki. French menggabungkan kedua

    konsep tersebut. Ia memandang kekuasaan sebagai hasil dari

    kemampuan untuk memberi ganjaran dan hukuman, hubungan saling

    menyukai, keahlian/kepakaran salah satu pihak terhadap pihak yang

    lain dalam bidang /masalah tertentu dan faktor legitimasi (seperti

    status, struktur sosial yang mendasari hubungan otoritas dan

    sebagainya) (Shaw &Costanzo, 1995). Otoritas negara sebagai sebuah

    kekuasaan yang terlegitimasi, mampu membuat sebuah perintah yang

    bahkan melewati naluri benar-salah seseorang (Etzioni, 1968; Della

    Fave, 1980 dalam Vander Zanden, 1983) tanpa dapat dikoreksi melalui

    dalih undang-undang.

    Dengan melihat ulang makna Negara beserta atribut kekuasaan

    yang dimiliki jelas bahwa Negara memiliki kemampuan dan legalitas

    untuk menggunakan berbagai macam strategi untuk dapat

    mengendalikan masyarakat. Salah satu strategi yang dilakukan adalah

    dengan menciptakan terror yang memiliki fungsi untuk menciptakan

    rasa takut di tengah masyarakat

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    23


    D. Daftar Pertanyaan Empiris

    Pertanyaan empirik meruapakan pertanyaan mendasar dari

    penelitian yang disusun sebelum peneliti melakukan wawancara kepada

    subjek yang akan diteliti atau narasumber. Berdasarkan model wawancara

    semi terstruktur yang diungkapkan oleh Wengraf (2001) maka susunan

    pertanyaan wawancara dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    Tabel 1

    Daftar Pertanyaan Empiris

    RP (Research Purpose)

    CRQ (Central Research

    Question)

    TQ (Theoretical

    Question) Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguraikan peristiwa petrus dan mengetahui tema-tema serta aktor-aktor yang tampak melalui cerita tentang petrus

    Bagaimana pengalaman kolektif masyarakat mengenai petrus

    Deskripsi mengenai pengalaman kolektif masyarakat mengenai petrus.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    A. Metode Naratif

    Untuk menuliskan kembali pengalaman masyarakat mengenai

    peristiwa petrus, peneliti memerlukan sebuah jalur naratif yang dapat

    merangkum pola aktual dan struktur kisah petrus yang berhubungan erat

    dengan kekuatan sosial dan kondisi psikologis baik yang bersifat sadar

    maupun tidak sadar (Holloway & Jefferson, 2000 dalam Smith, 2009). Sebuah

    penelitian naratif dalam metode kualitatif memiliki dimensi sosial yang terdiri

    dari narasi-narasi kelompok yang bercerita tentang diri, sejarah, dan aspirasi

    yang dimiliki oleh kelompok. Oleh karenanya, narasi sosial mampu

    menjelaskan sejarah suatu kelompok yang membedakannya dengan dengan

    kelompok-kelompok lain. Agar tidak tumpang tindih dengan narasi personal,

    individu yang menjadi subjek penelitian dapat mendefinisikan dirinya sebagai

    bagian dari kelompok. Selain itu dalam melakukan analisa terhadap narasi

    personal yang telah diperoleh, peneliti akan mempertimbangkan narasi sosial

    yang lebih luas (Smith, 2009).

    Kemampuan metode penelitian kualitatif untuk menghasilkan

    pengetahuan sekaligus insight, menjadi pertimbangan peneliti untuk memilih

    metode ini dalam melakukan penelitiankarena kasus yang dipilih oleh peneliti

    memiliki muatan emosi, serta menjadi pengalaman yang dekat dan berguna

    bagi masyarakat (Creswell, 1998). Meskipun peneliti tidak menyaksikan

    24

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    25


    sendiri peristiwa petrus (karena peneliti lahir setelah peristiwa tersebut

    terjadi), namun sejak kecil peneliti telah mendengar cerita mengenai petrus

    sehingga peneliti sendiri telah memiliki kedekatan dengan kasus yang diteliti.

    Metodologi penelitian dan ketepatan dalam menggunakan metodologi

    tersebut merupakan unsur yang paling penting dalam sebuah penelitian ilmiah.

    Metode kualitatif yang diterapkan dalam penelitian mengenai peristiwa petrus

    ini menunjuk kepada prosedur-prosedur penelitian yang menghasilkan data

    kualitatif. Data-data kualitatif yang dimaksud bisa berupa ungkapan atau

    catatan dari subjek penelitian atau tingkah laku subjek penelitan yang

    terobservasi oleh peneliti (Bogdan & Taylor, 1993). Selain itu, penelitian

    kualitatif juga dapat menghasilkan atau mengolah data deskriptif berupa

    transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video dan

    lain sebagainya (Creswell, 1998).

    Peneliti mencoba untuk menerapkan berbagai pendekatan yang penting

    dalam penelitian kualitatif, dimana menurut Strauss (2003) pendekatan-

    pendekatan tersebut meliputi:

    a. Perlunya memasuki lapangan jika ingin mengetahui apa yang terjadi

    b. Pentingnya teori, yang berdasarkan kenyataan, bagi pengembangan suatu

    disiplin

    c. Sifat terus berlanjutnya pengalaman masa lalu ke masa kini

    d. Peranan aktif manusia dalam membentuk dunia yang mereka tempati

    e. Penekanan pada proses dan perubahan, keragaman serta kompleksitas

    hidup, dan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    26


    f. Hubungan timbal balik antara kondisi, makna, dan tindakan

    Sifat terus berlanjutnya pengalaman masa lau ke masa kini

    dimungkinkan untuk menjadi titik berat dalam penelitian ini. Namun peneliti

    juga tidak akan mengesampingkan pendekatan-pendekatan lain, karena pada

    dasarnya kesemua pendekatan tersebut saling berhubungan dan dibutuhkan

    dalam penelitian ini. Tidak dapat dipungkiri, dalam penelitian ini seperti juga

    dalam penelitian sosial lainnya, ada pernyataan-pernyataan yang telah

    ditegaskan di awal penelitian yang didasarkan pada asumsi peneliti mengenai

    peristiwa petrus (Diane, 1990).

    B. Subjek Penelitian

    Penelitian Kualitatif yang bertolak dari asumsi mengenai realitas atau

    fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks memiliki tujuan untuk

    mendiskripsikan fenomena tersebut secara utuh (Bungin, 2008). Demi

    memenuhi tujuan dasar kualitatif tersebut dalam penelitian ini akan digunakan

    3 (tiga) orang subjek penelitian yang dengan sengaja dipilih karena memiliki

    ingatan tentang peristiwa petrus (Bungin, 2008). Ketiga subjek dapat dianggap

    sebagai saksi peristiwa petrus, karena merekam secara individual peristiwa

    tersebut di dalam ingatan mereka. Selain itu, Pemilihan ketiga subjek

    penelitian tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan adanya

    kecenderungan bahwa cara seseorang mengingat masalalunya tergantung dari

    hubungannya dengan komunitas (Radly dalam Pannebaker & Banasik, 1997)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    27


    tak hanya dalam arti kualitas hubungan namun juga posisi di dalam komunitas

    yang menentukan adanya keterkaitan atau model dari hubungan tersebut.

    Peneliti memilih subjek dengan berbagai macam karakteristik yang didasarkan

    pada kelas ekonomi dan kelas sosial. Subjek 1 (satu) berasal dari kelas

    ekonomi menengah ke bawah dan pernah terlibat dalam organisasi partai

    politik. Subjek 2 (dua) berasal dari kelas ekonomi bawah. Subjek 1 dan 2 bisa

    disebut sebagai sample ‘orang biasa’ yang menghasilkan data saksi kejadian.

    Sementara subjek 3 (tiga) berasal dari lingkungan akademisi dan telah

    melakukan penelitian mengenai peristiwa petrus dalam perspektif sejarah.

    Oleh karena itu subjek 3 bisa disebut sebagai sample ahli yang menghasilkan

    data ahli. Ketiga karakteristik yang berbeda diharapkan dapat menghasilkan

    data yang memperlihatkan variasi sekaligus berdinamika untuk saling

    memperkuat data.

    Subjek yang termasuk dalam kategori ‘orang biasa’ merupakan sample

    awal yang dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau

    dipersiapkan terlebih dahulu. Dengan kata lain informasi yang diberikan

    merupakan informasi faktual yang didasarkan pada pengalaman pribadi

    (Bungin, 2008). Dua orang subjek dalam kategori tersebut juga diharapkan

    dapat membantu peneliti untuk melacak variasi informasi yang mungkin ada

    serta memperluas deskripsi informasi. Selanjutnya data yang diperoleh dari

    subjek 3 (data ahli) dapat digunakan sebagai penguat atas tema-tema yang

    muncul dari subjek 1 maupun subjek 2.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    28


    C. Fokus Penelitian

    Penelitian ini akan berfokus pada cerita orang mengenai peristiwa

    petrus yang merupakan bagian dari sejarah masyarakat secara umum dan

    menjadi peristiwa kehidupan yang secara individu bersifat khusus. Dengan

    menangkap detail dari narasi, perasaan, dan sudut pandang subjek, peneliti

    akan dapat mengetahui bagaimana subjek merekonstruksi ulang peristiwa

    tersebut dan menempatkan makna-makna baru yang khas maupun bersifat

    kolektif.

    D. Metode Pengumpulan Data

    Penelitian ini akan dilakukan secara intensif dengan mengolah temuan

    yang diperoleh dari data-data yang dikumpulkan dengan menggunakan

    berbagai macam sarana. Dalam dasar-dasar penelitian kualitatif yang disusun

    oleh Strauss (2003) disebutkan bahwa sarana pengumpulan data dalam

    prosedur kualitatf meliputi: pengamatan, wawancara, namun bisa juga

    mencakup dokumen, buku, kaset video, dan data sensus. Selain itu keutamaan

    dari penelitian kualitatif adalah dengan mengumpulkan data yang bersifat

    meluas dan dari berbagai sumber (Creswell, 1998) dengan tetap berfokus pada

    pengalaman masyarakat mengenai petrus.

    1. Wawancara

    Wawancara merupakan sumber utama bagi penelitian naratif (Smith, 2009).

    Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode wawancara semi-

    terstruktur dengan menggunakan daftar pertanyaan empiris yang telah disusun

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    29


    sebelumnya. Namun peneliti tidak menutup kemungkinan adanya perluasan

    pertanyaan pada saat wawancara dilakukan.

    Peneliti bermaksud untuk memperoleh testimoni dari subjek-subjekpenelitian.

    Kepentingan testimoni adalah memberikan ruang bagi seorang pelaku atau korban

    untuk menceritakan peristiwa yang dilihat atau dialami secara bebas dan alami

    melalui obrolan (Creswell, 1998). Nilai testimoni tidak terletak pada

    kemampuannya sebagai alat untuk klarifikasi atau penyelidikan, tetapi sebagai

    mediasi truth-telling.

    Daftar Pertanyaan

    1. Tolong Anda ceritakan mengenai peristiwa petrus?

    2. Bagaimana suasana di sekitar Anda pada saat itu?

    3. Apakah saat ini Anda masih sering teringat peristiwa tersebut?

    4. Kalau Anda diberi kesempatan untuk bersaksi di pengadilan atas kasus

    ini, apa yang ingin Anda sampaikan ?

    5. Bagaimana pikiran dan perasaan Anda sekarang terhadap kejadian itu?

    6. Bagaiman perasaan Anda terhadap pemerintah?

    E. Metode Analisis Thematic Narrative

    Analisis thematic narrative merupaka sebuah pendekatan dalam

    mengolah data narasi dalam bentuk transkrip wawancara dengan melibatkan

    penciptaan dan penerapan kode untuk data. Analisis tematik sendiri harus

    dilihat sebagai metode dasar dalam sebuah analisis kualitatif. Holloway dan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    30


    Tordes (2003) mengidentifikasi usaha memberikan tema merupakan salah satu

    ketrampilan umum yang harus dimiliki dalam berbagai macam penelitian

    kualitatif (dalam Braun, 2006).

    Karakteristik analisis tematik adalah fleksibilitas, dimana fleksibilitas

    tersebut dapat berguna atau berpotensi untuk memberikan laporan yang kaya

    dan rinci dari sebuah data yang kompleks (Braun, 2006). Tema dalam analisis

    ini dapat menangkap sesuatu yang penting di dalam data dalam kaitannya

    dengan pertanyaan penelitian dan mewakili beberapa tingkat dan kategori

    respon atau makna yang saling berlainan.

    1. Pengumpulan Data

    Data yang diperoleh dari penelitian ini merupakan data narasi dan

    deskripsi yang berasal dari transkrip wawancara semi terstruktur.Langkah

    awal yang dilakukan peneliti adalah membaca narasi yang telah ditranskrip

    tersebut dengan cermat, sebelum melakukan pengelompokan data.

    2. Pengkodean (coding)

    Coding mengacu pada penciptaan kategori dalam kaitannya dengan

    data. Secara lebih jelas dalam penelitian kualitatif semacam itu, model

    analisis yang biasa dipakai adalah analisis induktif, dimana peneliti akan

    membuat kategori-kategori, tema-tema, dan pola-pola tertentu yang

    bersumber dari data (Denzin & Lincoln,1997). Dengan kata lain disini

    peneliti akan melakukan pengelompokan contoh-contoh dari fakta yang

    berada di bawah istilah umum yang dapat memungkinkan data-data

    tersebut dimasukkan sebagi ‘dari jenis yang sama’.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    31


    Pendekatan induktif yang digunakan dalam analisis data bertujuan

    untuk (1) menyingkat data yang luas dan beragam teks yang masih kasar

    ke dalam format rinkasan yang singkat, (2) membangun jaringan yang

    jelas antara tujuan penelitan dan ringkasan hasil temuan yang berasal dari

    data yang masih kasar, dan (3) mengembangkan teori tentang model atau

    struktur yang mendasari penelitian atau proses yang menjelaskan data

    mentah (David R Thomas, 2003).

    3. Intepretasi dan Pembahasan

    Setelah fase deskripsi, peneliti masuk ke dalam fase interpretative

    dimana peneliti akan mengaitkan narasi dengan kerangka teoristis (Smith,

    2009) dan menuliskan analisis penelitiannya ke dalam bentuk narasi.

    Peneliti lebih tertarik untuk menyebutnya sebagai analisis dan bukan

    ‘hasil’ karena analisis dalam penelitian kualitatif merupakan suatu

    rangkaian penafsiran yang terbuka terhadap pertanyaan (Parker, 2008).

    Peneliti akan memasukkan pengalaman personal kedalam narasi

    kesimpulan tanpa mengubah alur dan inti dari analisis penelitian

    (Creswell, 1998), serta mencantumkan berbagai referensi dan beberapa

    perspektif baru sehingga memungkinkan untuk pengembangan sebuah

    penelitian kualitatif (Parker, 2008).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    32


    BAB IV

    ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

    Dari ketiga wawancara tersebut muncul tema-tema besar yang mucul dari

    gejala yang berbeda-beda di antara ketiga subjek. Masing masing tema tersebut

    saling berkaitan satu sama lain. Garis besar dari tema-tema tersebut muncul

    sebagai bentuk umum dari narasi itu sendiri yang menjelaskan bagaimana

    pengalaman mengenai peristiwa petrus menjadi sebuah ingatan kolektif serta

    tema-tema yang muncul dari ingatan kolektif tersebut.

    A. Identifikasi Peristiwa Petrus Sebagai Pengalaman Kolektif

    1) Penguatan

    Memori kolektif akan terbentuk jika masyarakat terus menerus

    membicarakan dan memikirkan suatu kejadian hingga mencapi level yang

    tinggi. Social sharing (rasa berbagi secara sosial) tentang kejadian-

    kejadian tersebut juga akan membantu mempertajam persepsi masyarakat

    mengenai kejadian tersebut sehingga sebuah cerita yang menjadi

    konsensus pun muncul (Pannebaker & Banasik, 1997).

    a. Peristiwa tersebut dibicarakan secara terus menerus dengan orang lain

    Pada saat peristiwa petrus terjadi banyak orang yang

    membicarakannya, baik dengan teman maupun keluarga.Kabar

    mengenai peristiwa ini pun telah menyebar ke seluruh

    Indonesia.Meskipun sebagian masyarakat merasa tidak setuju dengan

    32

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    33


    petrus, namun mereka tidak berani memprotes atau membicarakan

    penilaian mereka secara terbuka.Jadi, meski kejadian ini sering

    dibicarakan, namun pembicaraan mengenai petrus hanya dilakukan

    dengan orang-orang terdekat saja.

    “ waktu itu juga hanya ya sekedar dengan teman-teman itu juga

    hanya .. waktu omong-omongan gitu lho” (S1)

    “ orang-orang memang ini...orang-orang memang banyak

    membicarakan tentang korban-korban yang ditembak itu..” (S2)

    b. Petrus sebagai peristiwa yang selalu dipikirkan

    Bagi subjek 3, peristiwa petrus merupakan peristiwa yang

    menyisakan pertanyaan, hal tersebut terjadi karena nformasi yang

    diperoleh melalui pembicaraan dengan keluarga dan orang-orang di

    sekitar subjek akhirnya disimpan untuk kemudian kembali dipikirkan

    (Pannebaker &Banasik, 1997). Informasi awal yang menimbulkan

    banyak pertanyaan karena selalu dipikirkan adalah kerja kognitif yang

    menjadi dasar bagi subjek untuk merekonstruksi ulang ingatan tentang

    petrus. Melalui rekonstruksi tersebut subjek memperoleh penilaian

    yang lebih berimbang mengenai komponen-komponen yang terlibat

    dalam petrus seperti penilaian terhadap gali atau bagaimana subjek

    memandang pemerintah dan fungsi hukum.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    34


    “…..muncul dalam benak saya, saya kecil, dimasa kecil saya adalah

    pertanyaan-pertanyaan ini kenapa to, ini kenapa to, ini kenapa, to?

    Sampai pada tahapan tertentu, ee pada saat saya mulai membaca,

    pada saat saya mulai menelusuri sedikit menelusuri tentang peristiwa

    itu, saya melihat, oo, ternyata ada ketidakadilan, itu yang yang

    mendorong saya untuk melakukan penelitian…”(S3)

    c. Penguatan oleh media

    Salah satu unsur yang berperan dalam pembentukan ingatan

    kolektif adalah media (Pannebaker, 1997). Disebutkan dalam narasi

    Subjek 3 dimana pada saat petrus terjadi banyak media hampir setiap

    hari memberitakan tentang petrus dan secara eksplisit menunjukkan

    bahwa petrus diagendakan dan dikerjakan oleh pemerintah sendiri.

    “ Ee… salah satu versi yang muncul ini jelas versi media. Versi-

    versiyang lain nanti kamu liat aja disini.ya dalam ee apa ini

    pandangan saya ada disini. Eee, salah satu versi yang muncul versi

    media tadi kamu juga sudah menyebutkan tentang Hasbi itu, kan?

    Versi media yang banyak dimuat dimasa itu tu KR sama Tempo yang

    saya temuka.yang salah satu muncul di Tempo itu pernyataan Hasbi

    yang, ee, yang dia mengatakan itu... akhir maret… itu akhir matet

    kalau saya liat akhir maret 83. Hasbi itu mengumumkan perang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    35


    terhadap gali…”(S3)

    Memo:

    Ingatan tentang peristiwa petrus merupakan ingatan kolektif karena

    mengalami proses selalu dibicarakan dan dipikirkan baik secara

    individual, komunal (anggota-anggota di dalam masyarakat), maupun

    dengan melibatkan peran media.

    2) Diperlihatkan secara umum

    Mayat korban penembakan dibuang di tempat-tempat umum sehingga

    dapat terlihat oleh masyarakat.

    “…Ditaruh dimana-mana! Seperti di seperti contohnya seperti di got, di

    sebelah got, atau ditengah hutan, dimana aja selama mereka mau…” (S1)

    “…ada yang bilang menemukan dijalan meliat dijalan dan membiarkan

    saja…” (S2)

    “ Mayat korban penembakan dibuang ke tempat-tempat umum sehingga

    dapat terlihat oleh masyarakat” (S3)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    36


    Memo:

    Petrus memiliki sasaran yang jelas (para pelaku kejahatan), namun metode

    penyelesaian hasil eksekusi yang melibatkan ruang publik

    mengkondisikan masyarakat umum sebagai saksi dari peritiwa

    tersebut.Banyak orang yang pada akhirnya merekam dan menyimpan

    ingatan mengenai peristiwa petrus dengan identifikasi mayat yang dibuang

    di tempat-tempat umum.

    3) Penggunaan kata “Kita”( penggunaan bahasa)

    Subjek 1 dan 2 menggunakan kata ‘kita’ dan ‘kami’ untuk menyatakan

    pendapat mereka.

    “kita tidak tau apakah orang militer, polisi, atau pemerintah yang selalu

    mencari-cari gali disana” (S1)

    “ kami tidak tau siapa pelakunya, tapi selalu identik dengan, ini dengan

    dengan di dengan di dengan apa…dengan peluru yang entah sapa

    pelakunya.” (S2)

    Memo:

    Penggunaan kata tersebut erat kaitannya dengan identitas kolektif. ‘Kami’

    berarti gambaran bahwa sebuat kelompok membangun dirinya sendiri

    dan dengan itulah anggotanya mengidentifikasikan dirinya.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    37


    4) Silent event

    Pada saat petrus terjadi subjek 1 atau pun masyarakat secara umum

    tidak dapat membicarakannya dengan bebas karena tidak berani terhadap

    aparat pemerintah yang bisa berbuat represif.

    “…mengatakan diluar itu nggak berani .. “

    “… kalau ngomong di luar, ya, harus hati-hati waktu itu..memang harus

    hati-hati. Kalau tidak hati-hati, wah, kalo terdengar….” (S1)

    Memo:

    Kejadian petrus yang menjadi beban secara emosional, membuat orang-

    orang harus berbicara dengan hati-hati karena karakter pemerintah yang

    represif dan membawa konsekuensi-konsekuensi yang tidak diingankan.

    Sementara semakin ingatan akan peristiwa itu disimpan dan dibicarakan

    secara diam-diam maka ingatan tentang petrus akan semakin kuat dalam

    sebuah komunitas atau kolektif (Pannebaker, 1997).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    38


    B. Tema-Tema yang Muncul dari Ingatan Kolektif Mengenai Peristiwa

    Petrus

    1. Pengalaman Individual

    a. Trauma

    1) Pengalaman yang terasa perih dan mengerikan

    Muncul perasaan ketakutan, perih, dan ngeri ketika diketahui

    bahwa para gali yang ditangkap pasti akan dibunuh. Kemudian

    mayat-mayat hasil pembunuhan tersebut akan dibungkus dengan

    menggunakan karung sebelum dibuang.

    “…tapi....di sisi lain… di sisi lain....ketakutan tu selalu ada karna

    apa... sel...sel... selama... selama... ada gali...katakanlah gali itu

    terpegang, tu nggak pernah pulang mesti trus meninggal tu, lho,

    ha...meninggalnya tu kapan, di mana tu dia nggak pernah tau,

    sepengetahuan saya ada di Wonosari...ha...kata di bawah

    sanasudah meninggal mesti.....di tembak mesti” (S 1)

    “…Petrus seingat saya itu …ppp… perih pokoknya, hampir tiap

    hari ya, hampir diseluruh rakyat Indonesia itu..ada mayat dan

    mayat itu identik dengan dibungkus karung, entah dibuang

    dimana…ngeri, pokoknya yang ada hubungannya sama itu haduh

    kayaknya ngeri, merasa ngeri…ngeri dengan adanya mayat

    dengan adanya pembunuhan dimana-mana …. “(S 2)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    39


    “.....suasana apa namanya kematian yang muncul itu keresahan

    pertama kemudian keresahan selanjutnya ya itu tadi banyaknya

    mayat ditemukan” (S3)

    Memo:

    Peristiwa petrus merupakan pengalaman yang perih dan

    mengerikan dimana masyarakat harus menyaksikan pembunuhan

    dan kematian di mana-mana. Perasaan takut yang diceritakan oleh

    subjek 1 merupakan reaksi atas tekanan yang datang dari otoritas

    terhadap kelompok masyarakat tertentu, yang secara dinamis

    bersama dengan reaksi-reaksi yang lain membentuk sebuah trauma

    kolektif.

    2) Perasaan selalu teringat dengan peristiwa petrus

    Petrus merupakan sebuah peristiwa luar biasa yang selalu

    diingat dan tidak terlupakan.

    “… Oh slalu inget itu, itu tidak terlupakan itu, karna peristiwa itu

    betul-betul luar biasa..”(S1)

    “ saya sebagai saksi melihat itu memang benar-benar ngeri,

    ngeri…”(S2)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    40


    Memo:

    Peristiwa petrus menjadi sebuah ingatan yang traumatik karena

    merupakan bagian dari sejarah masyarakat yang selalu diingat dan

    merupakan ingatan tentang peristiwa yang mengerikan.

    3) Pengalaman kehilangan

    Para korban petrus adalah bagian dari masyarakat pada

    umumnya yang bisa jadi teman atau keluarga.

    “… teman-teman saya itu banyak sekali yang terpegang. Kalau

    terpegang juga harus, kalau terbawa polisi, ya, sudah pasti harus

    mati.itu kebanyakan teman-teman saya yang meninggal atau yang

    mati itu, ya, gali-galinya…”(S1)

    “… keluarga (keluarga korban penembakan) walaupun tidak

    protes,atau tidak mengusut, atau tidak usul ee… atau apa, kok

    dinengke wae to itu!!! ooo! bojone dipateni kok meneng wae!"

    (S1)

    Memo:

    Peristiwa petrus berkaitan dengan sebuah pengalaman kehilangan

    yang memiliki sifat traumatik. Subjek 1 memiliki pengalaman

    kehilangan pada saat teman subjek meninggal oleh

    petrus.sementara itu, sebagian masyarakat harus rela kehilangan

    salah satu anggota keluarganya karena petrus.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    41


    4) Ingatan yang direpresi

    Subjek 2 memilih untuk diam atau tidak membicarakan perihal

    peristiwa petrus. Hal tersebut serupa dengan pengalaman subjek 3

    yang berhadapan dengan seseorang dengan pegalaman mengenai

    petrus.

    “…Disuruh bersaksi?

    Ya!

    Maaf secara jujur saya nggak mau”

    “…Karna..semua itu ada efek-efek sampingnya hah, karna apa

    ,saya nggak mau berefek..Karna saya nggak mau mengandung

    resiko”

    “..Resikonya itu ya fatal juga, kita nggak tau orang-orang

    disekitar kita e….pengalaman-pengalaman nggak ngerti e…”

    “…kan mereka nggak mungkin menjamin 24 jam to.ngawasi.

    kalau saya saya bisa menjamin. Tapi anak-anak saya kan nggak

    bisa menjamin. Ada apa-apa dengan anak saya kan saya

    kehilangan.” (S2)

    “…Eee… beberapa informan itu orang dekat saya ya… orang

    dekat saya, saya sering sampe sekarang saya masih sering

    berinteraksi. Kalo saya tidak tanyakan mereka tidak sejauh

    pengamatan saya, tidak saya tanyakan mereka tidak berusaha

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    42


    mengingat ingat. Tapi begitu saya membuka tema itu , mereka

    berusaha mengingat dan ternyata cukup banyak apa yang mereka

    ingat dari peristiwa itu. Saya nggak tau apakah mereka memang

    tidak menganggap itu penting untuk di ingat, atau memang

    sengaja melupakan. Ee atau karna, sengaja melupakan karna

    alasan-alasan yang saya tidak tau gitu, saya pastinya saya tidak

    tau, saya tidak sampai penelitian psikologis ditahapan itu” (S3)

    Memo:

    Sesuai dengan gejala trauma dalam perspektif sosial klinis,

    pengalaman petrus oleh sebagian orang memang sengaja untuk

    tidak diingat-ingat kembali. Dalam penelitian ini subjek2 memiliki

    cerita yang berbeda saat wawancara penelitian dibandingkan pada

    saat subjek melakukan wawancara di luar konteks penelitian

    mengenai peristiwa petrus. Seperti halnya sikap subjek 2 terhadap

    peneliti dimana subjek 2 memiliki sikap yang lebih tertutup dan

    menjadi sangat singkat dalam menceritakan petrus jika

    dibandingkan pada saat peneliti membahas peristiwa tersebut

    bersama subjek 2 di luar kerangka penelitian. Peneliti melihat hal

    tersbut sebagai sebuah usaha menghalau ingatan traumatik

    mengenai peristiwa traumatik, subjek 2 dalam pengamatan peneliti

    juga berdasarkan wawancara yang dilakukan tidak ingin

    membahas persolan tersebut apalagi memberikan sebuah

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    43


    informasi untuk membawa peristiwa tersebut ke jalur hukum. Hal

    tersebut dilakukan karena subjek merasa takut bahwa dirinya dan

    keluarganya akan terancam. Sikap tersebut merupakan gejala

    trauma yang muncul akibat kekerasan yang dilakukan oleh

    Negara, dimana narasi kolektif yang muncul sarat akan kontrol

    dan kurangnya pilihan, serta orientasi bertahan hidup yang

    individual (Kantowitz dalam Bentül & Kantowitz, 2009).

    b. Reaksi emosional umum

    1) Selalu waspada dan lebih berhati-hati

    Setiap orang yang terindikasi sebagai target petrus maupun

    masyarakat umum bersikap waspada terhadap keberadaan

    penembak misterius.

    “…kalau disana itu baru diserbu karena diserbu yo, diserbu atau

    dipegang orang waktu dengar jarak berapa kilo meter gitu saya

    sudah pergi lagi gitu lho.”

    "wah ho'o to wah yo ngati-ngati" (S1)

    “…Kalau orang itu, emm… orang itu merasa apa… ada indikasi

    kesana...lebih baik mereka mengantisipasi aja.”

    “….ngeri, ya mereka kalo keluar itu takut...kalo, waaa, jangan-

    jangan…” (S2)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    44


    2) Perasaan tidak nyaman dan terancam

    Subjek 1 memiliki ingatan dimana ada kejadian saat sedang

    berkumpul kemudian ada yang mengambil gambar. Setelah itu ada

    penangkapan terhadap beberapa teman subjek. Mendengar hal

    tersebut subjek dan teman-teman yang lain menjadi takut untuk

    berkumpul dan merasa terancam.

    “… waktu itu saya ingat sekali, waktu itu saya baru nongkrong-

    nongkrong. Minum air teh di pojok benteng itu ya....itu rame-rame

    di sasonoinggil itu...banyak teman-teman saya yang di sana...entah

    itu rapat… entah itu ada dangdutan atau apa… itu difoto-foto foto

    gitu tau-tau ada yang diajak pergi...tapi diajak perginya itu secara

    diam-diam atau gimana bukan secara paksaan...ha... dia ma, nurut

    aja… tau-tau dibawa pergi...dengar gitu bubar semuanya dulu

    itu...walaupun dia bukan gali ya dikira ya… ee dikira dia

    temannya sigali tu bisa dipegang sendiri,bisa mati sendiri gitu,

    lho” (S1)

    3) Protes dan merasa tidak terima

    Subjek dan komunitasnya merasa tidak setuju dengan petrus

    karena seseorang dibunuh begitu saja oleh petrus tanpa ada

    penjelasan dan prosedur hukum.

    “…tapi mungkin kanan kirinya atau orang lain yang protesatau

    kok dinengke wae to itu!!!ooo! bojone dipateni kok meneng wae!”

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    45


    “lha.....itu justru orang lain yang memperhatikan sekali gitu

    lho....”

    “…kok misalnya dari pihak keluarga walaupun tidak protes,atau

    tidak mengusut, atau tidak usul, ee, atau apa bentuknya itu teman-

    temannya yang tidak terima...katakanlah demikian“(S1)

    4) Mengungsi ketempat yang lebih aman

    Rasa takut dan khawatir karena petrus membuat sebagian orang

    pergi meninggalkan keluarganya ke tempat yang lebih

    aman.Seperti yang dilakukan oleh subjek 1 dan juga dikuatkan oleh

    subjek 2. Biasanya orang-orang tersebut melarikan diri ke desa

    karena desa dianggap lebih aman.

    “… saya sampai pernah pergi diungsikan itu 82 itu pas puncak-

    puncaknya itu” (S1)

    “… Banyak orang-orang yang memutuskan untuk pergi” (S2)

    2. Gali

    1) Gali yang meresahkan

    Ketiga subjek memiliki penilaian yang sama mengenai perilaku

    gali yang merugikan masyarakat yang menjadi latar belakang

    diagendakan petrus. Dalam narasi subjek, para gali tersebut sering

    melakukan kekerasan dan pemerasan terhadap masyarakat. Tidak

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    46


    hanya itu, mereka juga sering membuat onar, brutal, serta sering

    berbuat berbagai tindak kejahatan sehingga menimbulkan keresahan.

    “….yang sering membuat onar, sering membuat resah, sering

    membuat anu masyarakat sendiri itu yang betul-betul yang dicari

    waktu tahun 82 itu yang dicari pemerintah…” (S1)

    “… karena slalu ada ini, ee, mel-melan slalu dimintai di perempatan

    slalu dimintai di banyak lokasi di banyak tiitk dari jarak rumah saya,

    ee, rumah saya ke apa ke terminal itu banyak ada banyak titik dimana

    dia selalu dimintai dan kalo tidak ngasih itu bisa dirusak mobilnya,

    bisa dia yang dipukuli tau-tau ada yang ilang dari salah satu, salah

    satu onderdil mobil itu..itu yang dinggap pelakunya adalah para gali

    itu…“ (S2)

    “…yang merasa dirugikan misalnya seperti toko-toko atau pegawai-

    pegawai yang sering diperas, sering diminta uang…” (S1)

    “…Ya itu memang sebetulnya, jujur aja sangat brutal, bahkan aparat

    itu sudah nggak ada anunya, kok, sudah nggak ada ini, sudah nggak

    ada takutnya sama apapun, apapun, baik itu kepolisisan maupun dari

    angkatan… karna mereka waktu itu, mengandalkan yang namanya

    fisik, tanpa mengandalkan yang namanya anu pemikiran gitu lho.”

    (S2)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    47


    Memo:

    Tindakan kriminal atau kriminalitas para gali merupakan gejala dari

    patologi sosial dimana sifat terbentuknya dipengaruhi oleh faktor-

    faktor yang terlibat dalam interaksi dengan lingkungan sosial

    (Gerungan, 2002). Artinya sikap-sikap gali yang mengarah pada

    kekerasan atau agresi merupakan hasil dari dialektika diri dan

    dinamika sosialnya yang memiliki kecenderungan memicu terjadinya

    kemarahan dan frustasi (Kartono & Gulo, 1987). Melalui kutipan

    narasi di atas terlihat adanya motif ekonomi dan sosial. Salah satu

    dampak kemiskinan menurut Markum (2009) adalah munculnya

    kriminalitas dimana rakyat kecil selain dapat menjadi pelaku

    kejahatan yang secara umum disebabkan oleh terbatasnya pendapatan,

    mereka juga dapat menjadi korban kejahatan karena tidak memiliki

    akses terhadap perlindungan (Markum, 2009). Lemahnya akses

    korban tindak kriminal terhadap hukum menyebabkan

    ketidakpercayaan terhadap fungsi hukum dan aparat penegak hukum

    (yang akan dijelaskan tema hukum), sementara itu pelaku tindak

    kriminal akan cenderung mengabaikan.

    2) Gali sebagai anggota partai

    Pada masa Orde Baru terdapat tiga partai besar, yaitu: PPP,

    Golkar, dan PDI. Gali, sebagai salah satu komponen utama yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 



    



    48


    dibicarakan dalam penelitian ini memiliki posisi dan keterlibatan

    dalam dinamika partai-partai tersebut. Mereka biasanya berfungsi

    sebagai keamanan atau Satuan Tugas (Satgas) dalam sebuah partai.

    “… di golkar maupun di PPP itu..dan gali-galinya juga banyak

    sekali.yang meninggal tidak hanya orang PDI tetapi PPP banyak juga

    Golkar juga banyak gitu lho…”

    “…tapi ya yang doreng-doreng itu, ya, memang gali-gali, kebanyakan

    hampir 30% itu gali-gali semuanya. saya mengakui walaupun juga

    orang PDI gitu lho, gali-gali sendiri…” (S1)

    3) Gali/preman/pencoleng sebagai target petrus

    Sasaran dari penembak misterius adalah gali/preman/ pencoleng

    karena pemerintah ingin memerangi atau memberantas mereka.Hal

    terseut dilakukan dengan alasan yang dij