pola spasial suhu permukaan daratan di kotatangerang
TRANSCRIPT
Pola Spasial Suhu Permukaan Daratan di KotaTangerang Selatan Tahun 2005, 2010, dan 2014
Abdullah Alatas1, Djoko Harmantyo2 dan Adi Wibowo2
1Mahasiswa Departemen Geografi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 2Dosen Departemen Geografi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424
E-mail: [email protected]
Abstrak Pembangunan banyak terjadi di kota besar di Indonesia, salah satunya terjadi di Kota Tangerang Selatan. Pembangunan ini mengakibatkan peningkatan suhu di wilayah Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola spasial suhu permukaan daratan dan kaitannya dengan kerapatan vegetasi dan kerapatan bangunan di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2005, 2010 dan 2014. Data suhu diperoleh dengan menggunakan metode menghitung nilai radiansi dari pengolahan citra Landsat TM dan Landsat 8 sedangkan data kerapatan vegetasi dan kerapatan bangunan diperoleh dengan menghitung indeks NDVI dan NDBI. Berdasarkan hasil analisis spasial dan penghitungan statistik menggunan analisis regresi linier berganda didapatkan pola suhu menyebar dengan pusat di timur Kota Tangerang Selatan. Perubahan suhu tertinggi bergeser dari di timur kota mengarah ke pusat kota. Kata Kunci : peningkatan suhu, pola spasial, suhu permukaan daratan, kerapatan vegetasi,
kerapatan bangunan.
Spatial Pattern of Land Surface Temprature in South
Tangerang City in 2005, 2010 and 2014
Abstract Development occurs in many big cities in Indonesia, one of which occurred in South Tangerang City. This development resulted in an increase in temperature in the region of South Tangerang City. This study aims to determine the spatial patterns of land surface temperature and its relation to vegetation density and building density in South Tangerang City in 2005, 2010 and 2014. The temperature data obtained using the method of calculating the value of radiance from the processing of Landsat TM and Landsat 8 while the data vegetation density and building density is obtained by calculating the index NDVI and NDBI. Based on the analysis of spatial and statistical calculation using multiple linear regression analysis obtained temperature patterns spread to the center in the eastern city of South Tangerang. The highest temperature change shifted from east of the city leading to the city center.. Keywords : Incrase Temprature, Landsat images, land surface temprature, vegetation
density, building density
Pola Spasial ..., Abdullah Alatas, FMIPA UI, 2016
1. Pendahuluan
Pemanasan Global memberikan banyak efek negatif terhadap permukaan bumi dan
manusia sebagai penghuni dari bumi itu sendiri. Kenaikan muka air laut, peningkatan efek
rumah kaca dan penggunaan gas monoksida serta pembangunan yang terjadi di kota – kota
besar mengakibatkan keadaan semakin buruk. Menurut Laporan IPCC pada tahun 2014
kemarin menyebutkan bahwa peningkatan suhu panas mencapai 20C dan akan meningkat
sampai 80C bila hal ini terus terjadi, hal ini sungguh sangat memperihatinkan karena efek
domino yang ditimbulkan akibat peningkatan suhu yang terjadi diseluruh dunia.
Pembangunan dibanyak negara berkembang umumnya dikota besar terjadi secara serentak
tanpa memperhatikan efek perubahan lingkungan yang akan terjadi. Hal tersebut
menimbulkan perubahan penggunaan lahan secara menyeluruh yang mengakibatkan tutupan
lahan dalam bentuk vegetasi berkurang. Kota Tangerang Selatan merupakan kota yang
berbatasan langsung dengan ibukota Jakarta. Sebagai salah satu kota pemekaran, Kota
Tangerang Selatan dituntut untuk menjadi daerah yang mandiri untuk mengembangkan
wilayahnya. Hal tersebut tidak hanya mempengaruhi perekonomian warga namun juga
mempengaruhi penggunaan tanah yang ada di kota tersebut (BPS Kota Tangerang Selatan,
2013.
Hal ini terjadi karena perkembangan Kota Tangerang Selatan pada tahun 2008, sejak saat
itu Kota Tangerang Selatan menjadi daerah otonom sendiri (BPS Kota Tangerang Selatan,
2013). Sejak berdirinya Kota Tangerang Selatan semua kepenguruasn menganai daerah ini
termasuk pembangunan menjadi tanggung jawab Kota Tangerang Selatan. Hal ini mendorong
pembangunan yang besar terjadi sehingga banyak daerah di Kota Tangerang Selatan yang
berubah fungsi penggunaan tanahnya. Salat satu contohnya ialah perubahan penggunaan tanah
yang berubah dari sawah menjadi permukiman (BPS Kota Tangerang Selatan, 2013).
Semakin tingginya perubahan penggunaan tanah dari kebun atau vegetasi menjadi
perumahan atau gedung bertingkat tentu mempengaruhi keadaan suhu di suatu kota. Data
BMKG menyebutkan bahwa rata – rata suhu maksimal dari tahun 2005 ke tahun 2010
mengalami peningkatan sebesar 0,20C. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian untuk
mengetahui perubahan suhu di wilayah Kota Tangerang Selatan agar dapat diketahui berapa
luas wilayah dan bagaimana pola perubahan suhunya, serta bagaimana distribusi secara
spasial yang terjadi di Kota Tangerang Selatan. Penelitian tentang suhu permukaan daratan
dan pola sebarannya juga belum dilakukan. Untuk itu penelitian ini menjadi penting
Pola Spasial ..., Abdullah Alatas, FMIPA UI, 2016
dilakukan. Oleh karena itu, terdapat pertanyaan penelitian yang sesuai dengan masalah yang
telah dijelaskan di atas sebagai berikut,
1. Bagaimana pola spasial suhu permukaan daratan di Kota Tangerang Selatan tahun 2005,
2010 dan 2014?
2. Bagaimana korelasi antara kerapatan tutupan vegetasi dan lahan terbangun dengan suhu
permukaan daratan di Kota Tangerang Selatan tahun 2005, 2010 dan 2014?
2. Tinjauan Teoritis
2.1 Suhu Permukaan Daratan
Suhu permukaan daratan atau Land Surface Temperature (LST) didefinisikan sebagai suhu
yang letaknya berada diantara atmosfer dan permukaan bumi. LST adalah salah satu faktor
yang penting untuk dapat memahami interaksi antara permukaan bumi dan atmosfer, serta
juga sebagai parameter kunci dalam bidang klimatologi serta hidrologi (Valiente et,al, 2009).
Respon suhu permukaan sangat ditentukan oleh radiasi matahari yang datang pada
permukaan dan oleh parameter-parameter yang berhubungan dengan kondisi permukaan
serta atmosfer seperti kelembaban tanah, termal inersia dan albedo. Pada permukaan
bervegetasi, suhu permukaan kanopi secara tidak langsung dikendalikan oleh ketersediaan air
pada mintakat (zone) perakaran dan secara langsung oleh evapotranspirasi (Mora, 1999)
2.2 Perubahan Tutupan Lahan Tutupan Lahan (Land Cover) dan penggunaan tanah (land use) merupakan istilah yang
sering digunakan untuk kajian permukaan bumi. Beberapa sumber memisahkan dengan tegas
batasan keduanya. Lillesand dan Kiefer (1994) menyebutkan tutupan lahan berkaitan dengan
jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi, sedangkan penggunaan lahan berkaitan
dengan kegiatan manusia pada obyek tersebut.
Permukaan bumi sebagian besar terdiri dari kenampakan alamiah (penutupan lahan) seperti
vegetasi, salju, dan lain sebagainya. Sebagian lagi berupa kenampakan hasil aktivitas
manusia (penggunaan lahan). Penggunaan lahan adalah wujud dari kegiatan atau usaha
penduduk untuk memanfaatkan tanah dalam memenuhi kebutuhan, baik materiil maupun
spiritual, secara tetap atau berkala oleh instansi badan hukum atau perorangan. Adapun
Sandy (1995) mengartikan penggunaan lahan sebagai cerminan kegiatan masyarakat di muka
bumi.
Pola Spasial ..., Abdullah Alatas, FMIPA UI, 2016
2.3 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh dapat diterapkan pada penelitian suhu permukaan daratan. Hal ini
digunakan untuk memudahkan dalam hal pengukuran secara tidak langsung. Dari
menggunakan foto udara, kamera dan pengukuran menggunakan satelit atau wahana. Banyak
penelitian yang telah membuktikan bahwa satelit dapat digunakan untuk membantu
penelitian mengenai suhu disuatu tempat.
Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu
alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan
Kiefer, 1994).
Seluruh sistem penginderaan jauh, baik pasif maupun aktif, memerlukan sumber tenaga
yaitu dapat berupa sumber tenaga alamiah maupun sumber tenaga buatan. Spektrum
elektromagnetik merupakan berkas dari tenaga elektromagnetik yang meliputi spektra kosmis,
Gamma, X, ultraviolet, tampak, inframerah, gelombang mikro, dan gelombang radio
(Sutanto,1986).
Penginderaan jauh termal adalah cabang penginderaan jauh yang berhubungan dengan
akuisisi, pengolahan dan interpretasi data yang diperoleh terutama dari inframerah termal
(Thermal Infra Red) pada wilayah spektrum elektromagnetik. Dalam penginderaan jauh
termal kita mengukur radiasi yang dipancarkan dari permukaan objek, sebagai lawan dari
penginderaan jauh optik di mana kita mengukur radiasi yang terpantulkan oleh objek di
permukaan bumi (Prakash, 2000).
Landsat 5 memiliki satelit yang berada pada ketinggian 705 km pada saat mengorbit dan
melintasi Khatulistiwa setiap pukul 10.00 pagi dan berulang setiap 16 hari dengan memiliki
lebar cakupan 185 Km (Iswanto, 2008).
Perkembangan teknologi pencitraan selanjutnya terjadi pada tahun 2013. Pada bulan
Februari, Landsat 8 resmi diluncurkan NASA sebagai pengembang satelit ini bersama USGS.
Landsat 8 memiliki kemampuan untuk merekam dengan resolusi spasial dari 15 hingga 100
meter. Dalam satu harinya, Landsat 8 mampu untuk merekam 400 scenes citra, hampir lima
kali lebih banyak dibanding pendahulunya (USGS, 2013).
Pola Spasial ..., Abdullah Alatas, FMIPA UI, 2016
Tabel 1 Perbandingan Spesifikasi Landsat 5 TM dengan Landsat 8 OLI Landsat 5 TM Landsat 8 OLI & TIRS
No.
Kanal
Spektral
Panjang gel
(µm)
Resolusi Dan Sensor
(m)
No.
Kanal
Spektral
Panjang gel
(µm)
Resolusi dan
Sensor (m)
Band 1 0.43 - 0.45 30
Coastal/Aerosol
Band 1 0.45-0.52 30 Blue Band 2 0.45 - 0.51 30 Blue
Band 2 0.52-0.60 30 Green Band 3 0.53 - 0.59 30 Red
Band 3 0.63-0.69 30 Red Band 4 0.64 - 0.67 30 Green
Band 4 0.77-0.90 30 NIR Band 5 0.85 - 0.88 30 NIR
Band 5 1.55-1.75 30 SWIR-1 Band 6 1.57 - 1.65 30 SWIR-1
Band 6 10.40-12.50
60 TIR Band 10 10.60 - 11.19 100 TIR-1
10.40-12.50 Band 11 11.50 - 12.51 100 TIR-2
Band 7 2.09-2.35 30 SWIR-2 Band 7 2.11 - 2.29 30 SWIR-2
Band 8 .52-.90 15 Pan Band 8 0.50 - 0.68 15 Pan
Band 9 1.36 - 1.38 30 Cirrus
Sumber: http://landsat.usgs.gov diakses pada 30 Maret 2014
Aplikasi penginderaan jauh dapat digunakan untuk mengukur suhu permukaan daratan,
kerapatan vegetasi dan kerapatan bangunan. Indeks tajuk vegetasi adalah hasil transformasi
nilai spektral yang memanfaatkan (band merah/RED) dan (infra merah/NIR). NDVI biasanya
diaplikasikan untuk mengetahui kerapatan tajuk vegetasi, kapasitas fotosintesis, dan absorpsi
energi oleh kanopi tumbuhan (Triyanti, 2008).
NDVI = (NIR-RED)/(NIR+RED)……………………………….……………….(1)
NDBI merupakan indeks yang sangat sensitive terhadap perbedaan lahan terbangun dan
lahan terbuka (Zha et al., 2003 dalam Chen et al., 2005). NDBI untuk memudahkan pemetaan
daerah urban melalui citra Landsat TM. Band 4 (NIR) dan Band 5 (SWIR) pada landsat
TM/ETM yang menjadi bahan dari rumusan indeks ini. Sedangkan untuk landsat 8 Band 5
(NIR) dan Band 6 (SWIR).
NDBI = (SWIR-NIR)/(SWIR+NIR)………………………………....................(2)
Analisis regresi berganda ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara suhu
permukaan daratan dengan kerapatan tutupan vegetasi dan kerapatan atap bangunan. Dari
hasil persamaan yang muncul maka dapat dilihat apakah kerapatan tutupan vegetasi dan
kerapatan atap bangunan mempengaruhi suhu permukaan daratan.
Pola Spasial ..., Abdullah Alatas, FMIPA UI, 2016
3. Metode Penelitian
Penelitian ini terletak di bagian timur Provinsi Banten yaitu pada titik koordinat 106'38' -
106'47’ Bujur Timur dan 06'13'30' - 06'22'30' Lintang Selatan dan secara administratif terdiri
dari 7 (tujuh) kecamatan, 54 (lima puluh empat) kelurahan dengan luas wilayah 147,19 Km2
atau 14.719 Ha. Pola spasial suhu permukaan daratan di Kota Tangerang Selatan yang akan
dilihat berdasarkan perubahan suhu permukaan daratan pada tahun 2005, 2010, dan 2014
sehingga dapat diketahui sejauh mana pola spasial perubahan suhu permukaan daratan yang
terjadi di wilayah tersebut. Untuk menentukan pola spasial suhu permukaan daratan, variabel
yang digunakan ialah kerapatan vegetasi dan kerapatan bangunan. Tutupan lahan mengalami
perubahan dari tahun ke tahun hal ini tentu merubah kerapatan vegetasi dan kerapatan
bangunan di setiap tahunnya.
Gambar 1. Alur pikir penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi 2 yaitu data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Pengumpulan data primer bertujuan untuk melakukan pemeriksaan ulang atau
verifikasi data terhadap tutupan lahan sebagai substitusi untuk kerapatan vegetasi dan
kerapatan bangunan. Peta yang dihasilkan dari citra perlu diperiksa ulang atau
diverifikasi di lapangan untuk diketahui kondisi sesungguhnya pada saat kegiatan
penelitian dilakukan.
Pada tutupan lahan, verifikasi lapang dilakukan dengan mengambil sampel secara
acak pada tiap-tiap kenampakan yang berbeda. Diambil 30 titik sampel untuk mewakili
nilai suhu permukaan daratan, kerapatan vegetasi dan kerapatan bangunan.
2. Data Sekunder
Pola Spasial ..., Abdullah Alatas, FMIPA UI, 2016
• Peta Administrasi dan Jaringan Jalan Kota Tangerang Selatan skala 1:25.000 dari
Badan Pertanahan Nasional (BPN).
• Peta Penggunaan Tanah tahun Tahun 2005, 2010, 2014 Kota Tangerang Selatan
skala 1:25.000 dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
• Citra Landsat 5 TM Kota Tangerang Selatan untuk tahun 2005 dan 2010 dari
USGS.
• Citra Landsat 8 Kota Tangerang Selatan untuk tahun 2014 dari USGS.
Pengolahan data dalam penelitian ini terdiri dari pengolahan data meliputi data citra satelit,
penentuan titik sampel, pengambilan sampel observasi dan pengolahan data statistik.
Pengolahan citra dimulai dari proses koreksi geometrik, koreksi radiometric, penajaman citra,
pemotongan citra sesuai dengan wilayah kajian, hingga ekstraksi informasi spasial yaitu suhu
permukaan daratan, kerapatan vegetasi dan kerapatan bangunan. Suhu permukaan daratan
didapat dari hasil perhitungan nilai kecerahan satelit. Pengambilan nilai suhu permukaan
daratan dari citra landsat 5 dan landsat 8. Nilai DN dikonversi menjadi radiansi dengan
rumusan:
(Lλ) = gains x DN + biases …………………………………………………….……..(3)
(Lλ) = * (QCAL - QCALMIN) + LMINλ………………………….… (4)
Lλ = intensitas radiasi yang diterima oleh sensor TM
QCALMIN= 1
Gains = faktor gain (W m-2 sr-1 u m-1)/ DN
QCALMAX= 255(landsat 5) (disesuaikan untuk landsat 8)
Biases= rasio deviasi (W m-2sr-1µ m-1)
QCAL= DN
LMAX dan LMIN adalah radiansi spektral dari band 6
Setelah mendapat nilai radiansi dicari nilai kecerahan satelit dengan menggunakan rumus
berikut:
T …………………………………………………………………………(5)
T : suhu permukaan (0K) K1 : 60,776 mW/cm2*sr*µm (landsat 5) K2 : 1260,56 K (landsat 5) Hasil dari persamaan ini masih dalam bentuk kelvin. Oleh karena itu harus dikonversi menjadi celcius dengan rumus: temperature celcius = temperature kelvin – 273.
Pola Spasial ..., Abdullah Alatas, FMIPA UI, 2016
4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Suhu Permukaan Daratan
Suhu permukaan daratan di Kota Tangerang Selatan diperoleh dengan cara
mengekstraksi nilai spektral radian saluran termal pada citra landsat 5 dan 8. Hasil ekstraksi
ini menghasilkan 7 kelas nilai suhu yang berbeda. Adapun hasil olahan untuk tahun 2005,
2010 dan 2014 adalah sebagai berikut. Tabel 2. Luas suhu permukaan daratan
Suhu
Tahun 2005 Tahun 2010 Tahun 2014
Luas
(km2)
Persen(%) Luas (km2) Persen
(%)
Luas (km2) Persen
< 20 193.88 1.17 159.99 1% 523.89 3%
20 – 22 10259 62.09 9838.43 60% 819.49 5%
22 – 24 6062.91 36.69 6443.65 39% 4231.08 26%
24 – 26 7.02 0.05 78.92 0% 5295.61 32%
26 – 28 1.43 0% 3681.9 22%
28 – 30 0.34 0% 1966.26 12%
> 30 2.69 0%
Sumber : Pengolahan data 2015
Pada tabel gambar 2 terlihat luas dan presentase masing - masing tahun, untuk suhu
permukaan daratan tahun 2005 dapat dilihat suhu yang mendominasi wilayah tangerang
selatan ialah sekitar 20 – 220C kemudian diikuti oleh suhu 22 – 240C. Untuk suhu dengan 20 –
220C meliputi daerah timur Kecamatan Pondok Aren, sebagian Kecamatan Ciputat, Serpong
dan Setu serta sebagian wilayah Pamulang. Sedangkan untuk suhu 22 – 240C meliputi
Kecamatan Serpong Utara, Pondok Aren, Ciputat Timur dan Pamulang.
Untuk suhu permukaan daratan tahun 2010 dapat dilihat bahwa suhu yang
mendominasi wilayah tersebut adalah suhu 20 – 220C kemudian diikuti oleh suhu 22 – 24 0C.
Selain itu terdapat kenaikan suhu sekitar 24 - 260C peningkatan suhu ini terjadi diwilayah
Serpong Utara, Ciputat Timur, Ciputat dan Pamulang. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh
meningkatnya lahan terbangun di kecamatan tersebut. Banyak lahan vegetasi yang berkurang
dan bertambahnya luasan lahan terbangun. Hal ini tentu menuntut peningkatan suhu
diwilayah tersebut.
Adapun untuk Suhu permukaan Daratan Tahun 2014 terlihat dominasi suhu sekitar 24
- 260C disekitar wilayah Tangerang Selatan. Terjadi peningkatan suhu hampir diseluruh
wilayah Kota Tangerang Selatan. Wilayah dengan suhu tertinggi berada disekitar Kecamatan
Pola Spasial ..., Abdullah Alatas, FMIPA UI, 2016
Pamulang, Ciputat Timur, sedikit ditimur Pondok Aren, diikuti oleh sedikit di Serpong Utara
dan pusat Kecamatan Serpong. Peningkatan suhu terjadi karena banyaknya lahan terbangun
yang berdiri diwilayah Kota Tangerang Selatan.
Gambar 2 Tren suhu permukaan daratan
Dari gambar 5.1 terlihat tren suhu permukaan daratan yang diperoleh dari rata – rata
nilai suhu yang didapat dari 30 sampel dari citra hasil olahan lihat lampiran 2. Dari data diatas
terlihat suhu rata – rata pada tahun tahun 2005 sekitar 20,770C, kemudian pada tahun 2010
memiliki suhu sekitar 21,840C, dan pada tahun 2014 sekitar 24,470C. Dari gambar diatas
dapat dilihat tren suhu yang selalu meningkat tiap tahunnya.
Gambar 3 Suhu Permukaan Daratan Tahun 2005, 2010 dan 2014
18 19 20 21 22 23 24 25
2005 2010 2014
Suhu
(Celcius)
Suhu Permukaan Daratan
Suhu
Pola Spasial ..., Abdullah Alatas, FMIPA UI, 2016
4.2 Kerapatan Vegetasi (NDVI)
Kerapatan vegetasi diperoleh dengan cara mengolah citra landsat 5 dan 8 pada masing –
masing tahun tersebut. Kemudian dengan menggunakan rumus (3.4) untuk mendapatkan
nilai ndvi. Adapun hasil yang diperoleh diklasifikasikan menjadi 3 kelas berdasarkan
klasifkasi kementrian kehutanan untuk kerapatan vegetasi, yaitu kerapatan tinggi, sedang dan
rendah. Tabel 3 Kerapatan vegetasi Kota Tangerang Selatan
Kerapatan
vegetasi
Tahun 2005 Tahun 2010 Tahun 2014
Luas (km2) Persen Luas (km2) Persen Luas (km2) Persen
Tinggi 49.18 30% 36.54 22% - - Sedang 30.62 19% 30.46 18% 11.30 12%
Rendah 85.39 51% 98.21 60% 145.15 88%
Sumber data : Pengolahan Data 2015
Pada table 3 kerapatan vegetasi tinggi di wilayah Kota Tangerang Selatan pada tahun
2005. Kerapatan vegetasi didominasi oleh kerapatan vegetasi rendah seluas 52% dari total
keseluruhan luas Kota Tangerang Selatan. Adapun pola dari kerapatan vegetasi rendah
tersebar di Kecamatan Pamulang, Ciputat, Ciputat Timur, dan Pondok Aren, Serpong dan
Serpong Utara. Diikuti dengan kerapatan vegetasi tinggi seluas 30% diwilayah antara Serpong
Utara, Serpong dan Pondok Aren.
Untuk kerapatan vegetasi kota tangerang selatan tahun 2010 terlihat persentase luasan
kerapatan vegetasi tinggi berkurang terlihat di Kecamatan Pondok Aren Bagian Utara, Ciputat
Timur, Ciputat dan Pamulang, Serpong Utara, dan Setu. Adapun daerah yang masih cukup
sedang kerapatan vegetasinya adalah daerah antara Kecamatan Serpong Utara, Serpong dan
Pondok Aren.
Adapun kerapatan vegetasi Kota Tangerang Selatan tahun 2014 didominasi oleh luas
dengan kerapatan vegetasi sedang dan rendah. Di sisi lain dominasi Kecamatan yang memiliki
kerapatan vegetasi rendah diantaranya Kecamatan Serpong Utara, Pondok Aren, dan Ciputat
Timur. Selain itu kecamatan dengan kerapatan vegetasi rendah ialah Kecamatan Serpong dan
Setu. Hal ini terjadi karena lokasi tiap – tiap kecamatan yang berdekatan dengan kota atau
daerah lain disekitar kecamatan tersebut. Sehingga ikut mempengaruhi kecamatan –
kecamatan untuk berkembang sesuai kebutuhan zaman terutama kebutuhan refreshing atau
indikator yang sesuai.
Pola Spasial ..., Abdullah Alatas, FMIPA UI, 2016
Gambar 4 Kerapatan vegetasi Kota Tangerang Selatan tahun 2005,2010 dan 2014
Gambar 5 Tren Kerapatan Tutupan Vegetasi
Pada gambar 5 terlihat grafik tren kerapatan vegetasi didapatkan dari nilai rata – rata
tiap tahun dari 30 titik sampel yang tersebar di seluruh kecamatan di Kota Tangerang Selatan
lihat lampiran 2. Kerapatan tajuk vegetasi yang ada menunujukkan penurunan nilai ndvi dari
tahun ketahun. Hal ini dikarenakan luasan kerapatan tajuk vegetasi yang semakin lama
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35
2005 2010 2014
Kerapatan Vegetasi
NDVI
Pola Spasial ..., Abdullah Alatas, FMIPA UI, 2016
semakin berkurang sehingga menunjukan penurunan. Penurunan kerapatan tajuk vegetasi
yang cukup tajam terjadi dari tahun 2010 sampai tahun 2014. Hal ini sesuai dengan teori yang
mengatakan bahwa suhu permukaan daratan berbanding terbalik dengan kerapatan tajuk
vegetasi.
4.3 Kerapatan Bangunan (NDBI)
Kerapatan bangunan diperoleh dengan cara megolah citra landsat 5 dan 8 pada masing
– masing tahun tersebut. Kemudian dengan menggunakan rumus (3.5) untuk mendapatkan
nilai ndbi. Adapun hasil yang diperoleh diklasifikasikan menjadi 3 kelas, yaitu kerapatan
tinggi, sedang dan rendah. Tabel 4 Kerapatan bangunan Kota Tangerang Selatan
Kerapatan
Bangunan
Tahun 2005 Tahun 2010 Tahun 2014
Luas (km2) Persen Luas(km2) Persen Luas(km2) Persen
Tinggi 76.83 47% 69.33 41% 76.03 46%
Sedang 65.88 39% 70.05 43% 88.61 54%
Rendah 22.49 14% 25.81 16% 0.59 0%
Pada tabel 4 dapat dilihat kerapatan bangunan diwilayah Kota Tangerang Selatan
tahun 2005, kerapatan bangunan tinggi mendominasi luasan pada tahun 2005 dengan jumlah
47% dari total persentase keseluruhannya. Adapun Kecamatan yang masuk dalam kerapatan
bangunan tinggi adalah Pondok Aren, Ciputat Timur, dan Pamulang. Diikuti oleh kerapatan
bangunan sedang dengan jumlah 40%. Dikecamatan antara Serpong, Serpong Utara dan
Pondok Aren, dan Kecamatan Setu memiliki kerapatan bangunan rendah dengan presentase
14%.
Untuk Kerapatan bangunan Kota Tangerang Selatan tahun 2010,terlihat kerapatan
bangunan yang mendominasi adalah kerapatan bangunan tinggi dan sedang. Adapun
kerapatan bangunan tinggi masih didominasi di beberapa wilayah di Kecamatan Ciputat
Timur, Pondok Aren, dan Serpong Utara. Adapun presentase dari kerapatan bangunan Kota
Tangerang Selatan pada tahun 2010 adalah kerapatan bangunan sedang dengan presentase
43% kemudian diikuti oleh kerapatan bangunan tinggi sebesar 41% dan yang terakhir dengan
presentase 16% diikuti oleh kerapatan bangunan rendah. Jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya adanya peningkatan pada presentase kerapatan bangunan sedang dari tahun 2005.
Pada kerapatan bangunan kota tangerang selatan tahun 2014 terlihat hampir seluruh
wilayah Kota Tangerang Selatan memiliki kerapatan bangunan sedang sampai rendah. Hal ini
terjadi karena dibeberapa wilayah di Kota Tangerang Selatan didominasi oleh cluster atau
Pola Spasial ..., Abdullah Alatas, FMIPA UI, 2016
perumahan teratur sehingga kepadatan bangunan disini terlihat sedang hingga rendah nilai
kerapatan bangunannya. Karena pada umumnya pengembang – pengembang menyewa orang
untuk hal itu .
Gambar 6 Kerapatan bangunan Kota Tangerang Selatan tahun 2005, 2010 dan 2014
4.4 Pola spasial suhu permukaan daratan
Pola spasial suhu permukaan daratan memilki pola yang disebabkan oleh perbedaan
tutupan lahan yang ada di Kota Tangerang Selatan. Untuk melihat sebaran suhu permukaan
tersebut, maka metode yang dipakai adalah dengan membandingkan antara suhu permukaan
daratan dengan nilai ndvi untuk melihat keterkaitan antara dua variable tersebut dan untuk
melihat distribusi suhu permukaan daratan dari tahun 2005, 2010 dan 2014.
Pola Spasial ..., Abdullah Alatas, FMIPA UI, 2016
Gambar 7 Penampang melintang pada suhu permukaan daratan tahun 2005
Dapat dilihat pada gambar 7 diatas penampang melintang yang menunjukan pola dari
utara ke selatan (garis A ke B) dan menunjukkan pola dari barat ke timur (garis C ke D), dapat
dilihat garis yang membentuk garis a ke b menunjukkan tingkat penyerapan panas yang
berbeda dari tiap tahunnya.
Gambar 8 Garis a ke b (penampang melintang suhu permukaan daratan dan kerapatan vegetasi)
Dapat dilihat pada gambar 8 penampang melintang suhu permukaan daratan dan
kerapatan vegetasi di Kota Tangerang Selatan tahun 2005. Penampang tersebut membujur
dari utara ke selatan, dari titik A ke titik B. Dari gambar tersebut dapat dilihat adanya
perbedaan yang cukup signifikan antara suhu permukaan daratan dan kerapatan vegetasi yang
nilainya saling berlawanan arah ketika suhu permukaan daratan tinggi maka kerapatan
vegetasi rendah dapat dilihat pada lingkaran sempurna, dan ketika suhu permukaan daratan
rendah maka kerapatan vegetasi tinggi dapat dilihat pada lingkaran garis putus – putus. Hal
Pola Spasial ..., Abdullah Alatas, FMIPA UI, 2016
ini sesuai dengan teori yang menyatakan apabila suhu permukan daratan tinggi maka
kerapatan vegetai rendah. Hal demikian terjadi juga sebaliknya.
Gambar 9 Garis c ke d (penampang melintang suhu permukaan daratan dan kerapatan vegetasi)
Pada gambar 9 merupakan penampang melintang dari barat ke timur (gari C ke D). Pada
penampang melintang tersebut terlihat beberapa titik yang menunjukkan hal yang saling
berlawanan pada titik 1 suhu permukaan daratan rendah sedangkan kerapatan vegetasi tinggi,
begitu pula dengan titik 2 dan 5. Sebaliknya pada titik 3 dan 4 suhu permukaan daratan rendah
sedangkan kerapatan vegetasi rendah.
4.5 Validasi nilai NDVI dan NDBI
Validasi nilai ndvi didapatkan dengan membandingkan perubahan kerapatan tajuk
vegetasi yang diamati dari tahun 2005, 2010 dan 2014. Dan juga membandingkan kerapatan
bangunan. Dipilih salah satu sampel wilayah penelitian untuk melihat baik itu perubahan
kerapatan vegetasi maupun kerapatan bangunan yang ada.
1 2 3 4 5
Pola Spasial ..., Abdullah Alatas, FMIPA UI, 2016
Gambar 10 Perbedaan kerapatan tajuk vegetasi dan kerapatan bangunan
Dari gambar 10 terlihat perbedaan yang signifikan antara kerapatan vegetasi pada
tahun 2005 ke 2010 dari yang memiliki kerapatan padat hingga ke sedang dan kerapatan tajuk
vegetasi pada tahun 2010 ke 2014 sampai pada kerapatan rendah. Dan ketika dibuktikan
kelapangan memang tempat tersebut telah menjadi lahan terbangun. Dari citra google earth
dapat dilihat bahwa titik tersebut memang memiliki perubahan tutupan lahan.
Selain itu ditunjukkan juga beberapa validasi titik yang mewakili tutupan lahan yang
ada.
2005 2010 2014
Pola Spasial ..., Abdullah Alatas, FMIPA UI, 2016
Gambar 11 validasi titik sampel dilapangan dengan citra google earth.
Pada gambar 11 terlihat validasi beberapa titik sampel dengan citra google earth untuk
mengetahui tutupan lahan yang ada. titik sampel 1 merupakan badan air (danau) dan berikut
merupakan tutupan lahannya jika dilihat dari citra google. Titik sampel 2 merupakan lahan
terbangun dijalan utama Kota Tangerang Selatan. Titik sampel 30 merupakan titik sampel
lahan terbangun.
4.6 Hubungan Suhu Permukaan daratan (LST) dengan NDVI dan NDBI
Titik dibawah ini didapat dari penentuan 30 titik sampel untuk mengetahui hubungan
antara suhu permukaan daratan (LST) dan kerapatan vegetasi (NDVI) dan suhu permukaan
daratan (LST) dan kerapatan bangunan (NDBI). Hubungan antara dua variabel ini dicari
dengan menggunakan analisis regresi berganda untuk mengetahui hubungan antara suhu
permukaan daratan dengan kerapatan tajuk vegetasi dan suhu permukaan daratan dengan
kerapatan atap bangunan, berikut merupakan penjelasannya.
Tabel 5 Tabel anova LST dengan NDVI dan NDBI tahun 2005 ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 5.876 2 2.938 11.114 .000b
Residual 7.402 28 .264
Total 13.277 30
a. Dependent Variable: LST05
b. Predictors: (Constant), NDBI05, NDVI05
Pola Spasial ..., Abdullah Alatas, FMIPA UI, 2016
Berdasarkan tabel 5 didapat angka probabilitas (.Sig) 0.000, yang mana ini berarti
model regresi dapat digunakan untuk memprediksi suhu permukaan daratan (LST) pada tahun
2005. Hal ini dikarenakan nilai probabilitas lebih kecil dari 0.05 atau nilai derajat kebenaran.
Maka dapat dikatakan nilai kerapatan vegetasi dan kerapatan bangunan berpengaruh terhadap
nilai suhu permukaan daratan.
Setelah dilakukan uji anova maka akan dilakukan uji regresi linier sederhana,
dikarenakan kerapatan vegetasi (NDVI) dan kerapatan bangunan (NDBI) berkorelasi dengan
nilai suhu permukaan daratan (LST). Uji regresi dilakukan untuk mendapatkan nilai suhu
permukaan daratan (LST), yang nantinya akan dibuat model spasial distribusi LST.
Tabel 6 Tabel regresi LST dengan NDVI dan NDBI tahun 2005 Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 20.600 .168 122.474 .000
NDVI05 .240 .456 .076 .527 .602
NDBI05 3.235 .689 .677 4.693 .000
a. Dependent Variable: LST05
Dari tabel 6 variabel suhu permukaan daratan (LST) yang merupakan variabel terikat
dipengaruhi oleh variabel kerapatan vegetasi (NDVI) dan kerapatan bangunan (NDBI) untuk
tahun 2005, dengan nilai konstanta 87,548 dan nilai koefisien untuk variabel kerapatan
vegatasi(NDVI) sebesar 0,24 serta nilai koefisien untuk variabel kerapatan bangunan (NDBI)
sebesar 3,235. Dimana dari hal tersebut diketahui nilai suhu permukaan daratan (LST)
berhubungan lurus atau positif dengan nilai kerapatan vegetasi (NDVI) dan kerapatan
bangunan (NDBI), sehingga didapatkan persaman regresi linier:
Y = (20,600) + 0,240 X1 + 3,235 X2 + e Tabel 7 Tabel anova LST dengan NDVI dan NDBI tahun 2010
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 2.367 2 1.183 2.017 .002b
Residual 16.430 28 .587
Total 18.797 30
Pola Spasial ..., Abdullah Alatas, FMIPA UI, 2016
a. Dependent Variable: LST10
b. Predictors: (Constant), Ndbi10, NDVI10
Berdasarkan tabel 7 didapat angka probabilitas (.Sig) 0.002, yang mana ini berarti
model regresi dapat digunakan untuk memprediksi suhu permukaan daratan (LST) pada tahun
2010. Hal ini dikarenakan nilai probabilitas lebih kecil dari 0.05 atau nilai derajat kebenaran.
Maka dapat dikatakan nilai kerapatan vegetasi dan kerapatan bangunan berpengaruh terhadap
nilai suhu permukaan daratan.
Tabel 8 Tabel regresi LST dengan NDVI dan NDBI tahun 2010 Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 21.955 .256 85.703 .000
NDVI10 -.485 .723 -.124 -.670 .508
Ndbi10 1.561 .966 .298 1.616 .117
a. Dependent Variable: LST10
Dari tabel 8 variabel suhu permukaan daratan (LST) yang merupakan variabel terikat
dipengaruhi oleh variabel kerapatan vegetasi (NDVI) dan kerapatan bangunan (NDBI) untuk
tahun 2010, dengan nilai konstanta 85,70 dan nilai koefisien untuk variabel kerapatan
vegatasi(NDVI) sebesar -.48 serta nilai koefisien untuk variabel kerapatan bangunan (NDBI)
sebesar 1,561. Dimana dari hal tersebut diketahui nilai suhu permukaan daratan (LST)
berhubungan lurus atau positif dengan nilai kerapatan vegetasi (NDVI) dan kerapatan
bangunan (NDBI), sehingga didapatkan persaman regresi linier:
Y = (21,955) – 0,485 X1 + 1,561 X2 + e
Tabel 9 Tabel anova LST dengan NDVI dan NDBI tahun 2014 ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 18.808 2 9.404 3.324 .001b
Residual 79.212 28 2.829
Total 98.020 30
a. Dependent Variable: LST14
b. Predictors: (Constant), NDBI14, NDVI14
Pola Spasial ..., Abdullah Alatas, FMIPA UI, 2016
Berdasarkan tabel 9 didapat angka probabilitas (.Sig) 0.002, yang mana ini berarti
model regresi dapat digunakan untuk memprediksi suhu permukaan daratan (LST) pada tahun
2014. Hal ini dikarenakan nilai probabilitas lebih kecil dari 0.05 atau nilai derajat kebenaran.
Maka dapat dikatakan nilai kerapatan vegetasi dan kerapatan bangunan berpengaruh terhadap
nilai suhu permukaan daratan.
Tabel 10 Tabel regresi LST dengan NDVI dan NDBI tahun 2014 Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
T Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 23.945 .879 27.250 .000
NDVI14 7.815 5.857 .227 1.334 .193
NDBI14 10.391 4.804 .368 2.163 .039
a. Dependent Variable: LST14
Dari tabel 10 variabel suhu permukaan daratan (LST) yang merupakan variabel terikat
dipengaruhi oleh variabel kerapatan vegetasi (NDVI) dan kerapatan bangunan (NDBI) untuk
tahun 2005, dengan nilai konstanta 87,9 dan nilai koefisien untuk variabel kerapatan
vegatasi(NDVI) sebesar 7.815 serta nilai koefisien untuk variabel kerapatan bangunan (NDBI)
sebesar 10.391. Dimana dari hal tersebut diketahui nilai suhu permukaan daratan (LST)
berhubungan lurus atau positif dengan nilai kerapatan vegetasi (NDVI) dan kerapatan
bangunan (NDBI), sehingga didapatkan persaman regresi linier:
Y = (23,945) + 7,815 X1 + 10,391 X2 + e
5. Kesimpulan
Suhu permukaan daratan di Kota Tangerang Selatan dari tahun 2005, 2010 dan 2014
memiliki pola menyebar dengan pusat di timur Kota Tangerang Selatan. Perubahan suhu
tertinggi bergeser dari yang berpusat di timur kota dan mengarah ke pusat kota Tangerang
Selatan.
Nilai kerapatan vegetasi dan kerapatan bangunan berpengaruh terhadap suhu
permukaan daratan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probailitas 0.00 untuk tahun 2005, 0.02
untuk tahun 2010, dan 0.01 untuk tahun 2014. Sehingga suhu permukaan daratan berbanding
lurus dengan kerapatan vegetasi dan kerapatan bangunan.
Pola Spasial ..., Abdullah Alatas, FMIPA UI, 2016
Daftar Referensi BPS Kota Tangerang Selatan. (2013). Kota Tangerang Selatan dalam angka 2013. Provinsi
Banten, Indonesia.
Chen, X., Zhao H., Li. P., & Yin Z. (2005). Remote Sensing Image Based Analysis of the
Relionship Between Urban Heat Island and Land Use/Land Cover Changes, Remote
Sensing of Environment, 104, 133-146.
IPCC. Climate Change 2014: Impacts, Adaptation, and Vulnerability
http://ipcc.ch/publications_and_data/publications_and_data.shtml (25 februari 2015,
pukul 08.30 WIB.) Lillesand, T.M. & R. Kiefer. (1994). Remote Sensing and Image Interpretation, 3rd edition.
New York: John Wiley and Sons, Inc.
Mora,F. Land Surface Characteristic. http:www.calmit.unl.edu/storm/surface.htm (25
februari 2015, pukul 15.00 wib.)
NASA. (2014). Landsat 8. (http://landsat.gsfc.nasa.gov/?p=3186, diakses pada tanggal 1 November 2015, pukul 12.30 WIB).
Prakash, A. (2000). Thermal Remote Sensing: Concept, Issues And Applications. Itc,
Geological Survey Division. International Archives of Photogrammetry and Remote
Sensing, Part B1. Amsetrdam, 33, 239 -243.
Sandy, I.M. (1995). Geografi Regional Indonesia.Jurusan Geografi FMIPA Universitas
Indonesia. PT. Indograph Bakti, Edisi ke-3.Depok.
Sutanto, (1986). Penginderaan Jauh Jilid 1.Gadjah Mada University Press.
Triyanti. (2008). Pola Suhu Permukaan Kota Semarang Tahun 2000 - 2006. Skripsi Sarjana
Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universistas
Indoensia.
USGS. (2013). The Landsat Mission. http://landsat.usgs.gov/band_designations_ landsat_
satellite.php (28 februari 2015, pukul 10.00 wib)
Valiente, J. A., Raquel, N. María, J. B., María, J. E. (2009). Analysis Of Differences Between Air-Land Surface Temperatures To Estimate Land Surface Air Temperature From MSG Data. Spain.
Pola Spasial ..., Abdullah Alatas, FMIPA UI, 2016