ppi.idppi.id/wp-content/uploads/2019/12/kajian-1-desember-2019-komisi-ekonomi-ppi-dunia-2019...chairul...
TRANSCRIPT
1
2
3
4
TINJAUAN PERFORMA EKONOMI INDONESIA
PERIODE 2014-2019
KAJIAN #1 KOMISI EKONOMI PPI DUNIA 2019/2020
Editor: Denny Irawan
5
Daftar Isi
Editor: Denny Irawan 4
Daftar Isi 5
Profil Penulis 6
Pendahuluan 7
Performa Makroekonomi Indonesia di Periode 2014-2019 8
Oleh: Denny Irawan, The Australian National University
Performa Fiskal Indonesia di Periode 2014 – 2019 13
Oleh: Chairul Adi, The University of Sydney
Performa Perdagangan Internasional dan Diplomasi Indonesia di Periode 2014-2019 18
Oleh: Muhammad Putra Hutama, Corvinus University Budapest
Performa Pembangunan Regional Indonesia di Periode 2014-2019: Peranan Dana Desa 22
Oleh: Achyar Al Rasyid, Tianjin University
Performa Pembangunan Kualitas Hidup Manusia Indonesia di 2014-2019 26
Oleh: Perwira Yodanto, The Australian National University
6
Profil Penulis
Muhammad Putra Hutama adalah ketua Komisi Ekonomi PPI Dunia
2019/2020 dan mahasiswa Master di Corvinus University of
Budapest jurusan International Economics and Business.
Mempunyai pengalaman sebagai asisten peneliti di PRISMA CEDS
Unpad.
Denny Irawan adalah kepala Divisi Kajian Ekonomi PPI Dunia 2019/2020
dan mahasiswa doktoral bidang Economics di The Australian National
University (ANU), Australia. Mempunyai pengalaman sebagai peneliti di
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI).
Chairul Adi adalah anggota Komisi Ekonomi PPI Dunia 2019/2020 dan
pegawai Kementerian Keuangan RI yang tengah menjalani tugas belajar
di tingkat doktoral dalam bidang Political Economy di The University of
Sydney, Australia.
Achyar Al Rasyid adalah anggota Komisi Ekonomi PPI Dunia 2019/2020
dan sedang berkuliah doktoral dalam bidang Urban Planning di Tianjin
University, Republik Rakyat Tiongkok.
Perwira Yodanto adalah anggota Komisi Ekonomi PPI Dunia 2019/2020
dan pegawai Kementerian Keuangan RI yang saat ini akan mendalami 2
spesialisasi (Policy Analysis dan Economic Policy) dalam program Master
of Public Policy di The Australian National University (ANU) Canberra,
Australia.
7
Pendahuluan
Dalam seri kajian ini, kami menyajikan gambaran umum terhadap perekonomian Indonesia pada
periode 2014-2019. Secara umum, tentunya periode ini berkaitan dengan masa pemerintahan Kabinet
Kerja 2014-2019 di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Meskipun demikian, kami tidak bisa
mengesampingkan fakta bahwa performa perekonomian Indonesia di periode ini juga ikut dipengaruhi
oleh kinerja pemerintahan periode sebelumnya.
Kami mendasarkan penilaian kami dengan mengacu pada dua benchmark, yaitu perekonomian negara-
negara berkembang lainnya di kelompok BRICS dan MINT, dan dokumen-dokumen resmi dari
pemerintah. Kami meyakini bahwa posisi Indonesia yang semakin penting dalam konstelasi
perekonomian Internasional tidak akan terlepas dari kondisi negara-negara mitra dan perekonomian AS
dan Tiongkok yang tetap dominan. Eskalasi perang dagang juga memberikan warna khusus dalam
gejolak perekonomian global beberapa tahun terakhir yang tentunya memiliki pengaruh penting bagi
perekonomian Indonesia.
Kajian ini terdiri atas lima tulisan pendek yang berfokus pada lima topik. Tiga topik pertama
berorientasi pada performa makroekonomi, fiskal dan perdagangan. Dua kajian berikutnya berfokus
pada pembangunan regional melalui dana desa dan peningkat kesejahteraan. Secara umum kami melihat
bahwa perekonomian Indonesia merupakan salah satu dengan performa terbaik di kelompok BRICS-
MINT, khususnya dari aspek makroekononomi. Pun demikian, pertanyaan besar yang masih menjadi
tantangan adalah kualitas pertumbuhan yang sejauh ini masih bertumpu pada konsumsi, dan memiliki
kontribusi yang terbilang kurang optimal dalam penciptaan lapangan kerja dan pengentasan
kemiskinan.
Pada tulisan pertama, kami menyajikan gambaran umum performa makroekonomi Indonesia. Secara
umum, Indonesia tetap menjadi salah satu negara dengan performa makroekonomi terbaik di kelompok
BRICS-MINT. Namun, tentu terdapat beberapa catatan penting, khususnya terkait kualitas
pertumbuhan Indonesia yang sejauh ini masih bertumpu dengan konsumsi.
Kedua, kami menyajikan gambaran kinerja fiskal pemerintah. Kami melihat bahwa kontribusi pajak
dalam pembiayaan APBN menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dalam lima tahun terakhir,
meskipun belum diimbangi kemampuan yang baik dalam pencapaian target.
Ketiga, kami menyajikan gambaran kinerja perdagangan dan diplomasi ekonomi. Kami melihat bahwa
performa perdagangan Indonesia masih menghadapi tantangan berat untuk dapat berkembang.
Pengaruh perang dagang global merupakan salah satu faktor utama penyebabnya. Di samping itu, peran
diplomasi ekonomi yang sudah gencar dilakukan belum menunjukkan hasil yang signifikan.
Keempat, kami menyajikan gambaran capaian pembanguna regional, khususnya terkait peran strategis
dana desa. Kami melihat indikasi dampak positif dana desa terhadap pembangunan desa. Meskipun
demikian, terdapat tantangan besar untuk peningkatan kapasitas perangkat desa agar penyerapan dana
desa bisa lebih efektif.
Kelima, kami menyajikan gambaran capaian pembangunan ekonomi yang dilihat dari tiga indikator
utama indeks pembangunan manusia, yaitu kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan. Kami melihat
bahwa capaian Kabinet Kerja jilid 1 Presiden Joko Widodo (2014-2019) dalam bidang ini cukup
memuaskan. Namun, capaian tersebut belum tergolong optimal dalam menerjemahkan target Nawa Cita
yang dijanjikan.
8
Performa Makroekonomi Indonesia di Periode 2014-2019 Denny Irawan1
Stabilitas dan Pencapaian
Sepanjang periode 2014-2019, performa makroekonomi Indonesia dapat dikatakan stabil, meskipun
memiliki beberapa catatan. Dalam artikel ini dilakukan perbandingan performa makroekonomi
Indonesia dengan negara-negara berkembang lainnya dalam kelompok BRICS dan MINT yang terdiri
dari Brazil, Rusia, India, Cina, Afrika Selatan, Meksiko, Indonesia, Nigeria dan Turki.
Secara kumulatif sepanjang periode 2014Q1-2019Q2, perekonomian Indonesia merupakan salah satu
negara yang bertumbuh paling tinggi di lingkungan BRICS-MINT (Gambar 1.a). Perekonomian
Indonesia bertumbuh sebesar total 29,48% sepanjang periode tersebut, dan merupakan yang tertinggi
ketiga setelah India (44,52%) dan Tiongkok (40,58%). Sementara itu, beberapa negara lainnya
cenderung bertumbuh lebih lambat, seperti Afrika Selatan, yang secara kumulatif bertumbuh sebesar
5,21%, dan Rusia (1,56%). Bahkan, terdapat negara yang mengalami penyusutan ukuran perekonomian,
yaitu Brazil yang tumbuh negatif sebesar -4,79% secara kumulatif.
Gambar 1. (a) Pertumbuhan PDB Kumulatif BRICS-MINT 2014-2019Q2 (%); dan
(b) Pergerakan Nilai Tukar Kumulatif BRICS-MINT 2014-2019Q3 (%)
Sumber: World Bank (2019) dan IMF (2019)
Disamping itu, performa makroekonomi Indonesia dapat dilihat juga dari nilai tukar Rupiah yang secara
kumulatif terdepresiasi sebesar 24% pada periode 2014-2019Q3 (Gambar 1.b.). Performa ini
menempatkan Rupiah di posisi ketiga di lingkungan BRICS-MINT. Meskipun demikian, stabilitas ini
diproyeksikan sulit untuk dipertahankan seiring menguatnya tensi perang dagang dunia yang terus
memberi tekanan terhadap mata uang negara-negara berkembang, termasuk Rupiah. Performa nilai
tukar Rupiah ini tentunya tidak terlepas dari posisi akomodatif kebijakan moneter oleh Bank Indonesia,
yang cukup efektif dalam menjaga stabilisasi nilai tukar Rupiah. Di samping itu, keberhasilan yang
dicapai sejauh ini juga merupakan kontribusi atas disiplin fiskal yang terus terjaga di bawah batas aman
3% PDB.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga merupakan salah satu yang paling stabil sepanjang periode 2014-
2019 (Gambar 2). Laju pertumbuhan tetap terjaga di kisaran 5%+, meskipun terdapat tren penurunan
1 Mahasiswa doktoral jurusan ilmu ekonomi di The Australian National University (ANU)
44,52%
40,58%
29,48%
21,35%
12,29%
7,65%
5,21%
1,56%
-4,79%
-20% 0% 20% 40% 60%
India
Tiongkok
Indonesia
Turki
Mexico
Nigeria
Afrika Selatan
Rusia
Brazil
Pertumbuhan PDB Kumulatif (%)
-158%
-95%
-84%
-81%
-50%
-44%
-24%
-18%
-16%
-200% -150% -100% -50% 0%
Turki
Nigeria
Brazil
Rusia
Meksiko
Afrika Selatan
Indonesia
India
Tiongkok
Depresiasi Kumulatif (%)
9
mendekati angka 5%. Tiongkok juga stabil dengan laju pertumbuhan di atas 6%, dengan tren penurunan
seiring gejolak perang dagang dalam beberapa tahun terakhir. Sedangkan negara-negara lainnya
memiliki fluktuasi laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Bahkan, pertumbuhan ekonomi Turki
tercatat negatif dalam periode 2018Q4-2019Q2.
Gambar 2. Pertumbuhan PDB (YoY) Indonesia dan Negara-Negara Berkembang Lainnya, 2014-2019
Sumber: World Bank (2019)
Tingkat pengangguran terbuka terus mengalami penurunan, dimana publikasi terakhir BPS pada bulan
Agustus 2019 menunjukkan angka pengangguran berada di posisi 5,28%, atau turun dari posisi Agustus
2018 sebesar 5,34%. Di satu sisi, hal ini merupakan indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia
yang cenderung stabil terus berkontribusi secara positif terhadap penciptaan lapangan kerja. Akan
tetapi, tren penurunan angka pengangguran yang semakin mengecil dibandingkan stabilitas
pertumbuhan PDB menunjukkan bahwa penciptaan lapangan kerja dari pertumbuhan ekonomi
Indonesia menurun.
Gambar 3. (a) Tingkat Pengangguran Terbuka Indonesia (%); dan (b) Tingkat Inflasi YoY (%)
Sumber: BPS, 2019
Selain itu, inflasi terus terjaga stabil berada di kisaran 3% selama periode 2015-2019, dimana inflasi
YoY Oktober 2019 tercatat sebesar 3,13%, berada pada level yang sama dengan posisi Desember 2018.
5,00
6,18
0,32
5,04
-1,43
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017 2018 2019
Pe
rtu
mb
uh
an P
DB
Yo
Y (
%)
India Tiongkok Meksiko Indonesia Turki
7,14
6,56
6,146,25
5,946,18
5,615,50
5,345,28
4,50
5,00
5,50
6,00
6,50
7,00
7,50
20
10
20
11
20
12
20
13
20
14
20
15
20
16
20
17
20
18
20
19
Tin
gkat
Pe
nga
ngg
ura
n T
erb
uka
(%
)
Bulan Agustus di Setiap Tahun
6,96
3,783,65
8,088,36
3,353,02
3,613,133,13
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
20
10
20
11
20
12
20
13
20
14
20
15
20
16
20
17
20
18
20
19
-Okt
Infl
asi Y
oY
(%
)
10
Laju inflasi ini diproyeksikan tetap terjaga, bahkan ada kecenderungan melemah seiring perlambatan
ekonomi global.
Beberapa Catatan
Meskipun perekonomian Indonesia cenderung stabil di tengah gejolak yang melanda berbagai negara
lain, terdapat beberapa hal yang tetap perlu diwaspadai. Pertama, performa ekonomi Indonesia tampak
terus melemah. Gambar 4 menjabarkan dinamika siklus bisnis perekonomian Indonesia dibandingkan
dinamika siklus bisnis total negara-negara G20. Siklus ini menggambarkan deviasi pertumbuhan
ekonomi dari tren masing-masing. Tampak bahwa perekonomian G20 berada pada kondisi di bawah
garis tren, atau dalam posisi negatif. Di sisi lain, perekonomian Indonesia masih berada pada posisi
positif, meskipun sudah hampir menyentuh garis tren. Seiring dengan proyeksi perekonomian dunia
yang akan terus mengalami perlambatan, terdapat peluang besar bagi perekonomian Indonesia untuk
masuk ke dalam siklus bawah dalam beberapa triwulan ke depan.
Gambar 4. Siklus Bisnis Indonesia dan Total Negara G20, 2010-20192
Sumber: OECD (2019), Diolah
Tabel 1. Struktur PDB Indonesia Berdasarkan Penggunaan, 2010-2019Q2 (%) Komponen 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019Q2
Konsumsi Rumah
Tangga 56.2 55.6 55.4 55.3 55.5 55.4 55.5 55.4 55.4 54.9
Konsumsi Pemerintah 9.0 9.0 8.8 8.9 8.6 8.6 8.2 8.0 7.9 7.7
PMTDB 31.0 31.8 32.7 32.5 32.4 32.4 32.2 32.6 33.0 31.8
Net Ekspor 1.9 2.0 0.4 1.0 0.7 1.6 1.6 1.8 0.8 1.8
Perubahan Inventori 1.9 1.6 2.3 1.5 1.9 1.3 1.4 1.3 1.9 2.2
Diskrepansi Statistik - 0.0 0.4 0.7 0.9 0.7 1.1 0.9 0.9 1.6
Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Sumber: BPS (2019)
Kedua, persoalan lain yang tetap menjadi perhatian adalah struktur perekonomian Indonesia yang tetap
bertumpu pada konsumsi rumah tangga, yang berkontribusi sekitar 55% terhadap PDB. Struktur
tersebut terus bertahan setidaknya dalam satu dekade terakhir. Pada saat terjadinya krisis global pada
tahun 2008, posisi dominan konsumsi disinyalir merupakan faktor utama yang menjaga perekonomian
2 Perhitungan siklus bisnis dilakukan menggunakan Hodrick-Prescott (HP) Filter dengan Lambda 1.600,
berdasarkan data pertumbuhan PDB YoY per triwulan periode 2000Q1-2019Q2.
-0,59
0,06
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
2,5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019De
vias
i Pe
rtu
mb
uh
an P
DB
dar
i Tre
n (
%)
G20 Trend Line Indonesia
11
Indonesia tetap dapat bertumbuh secara positif. Akan tetapi, perlu diperhatikan juga kualitas
pertumbuhan dengan struktur ekonomi yang demikian. Hal ini terkait dengan kapasitas produksi
perekonomian Indonesia. Sebab, sektor produksi yang ditandai dengan ekspor dan investasi merupakan
kunci dari pertumbuhan berkualias yang berkontribusi positif terhadap penciptaan lapangan kerja dan
pengentasan kemiskinan. Di samping itu, peran konsumsi pemerintah semakin menyusut, sementara
porsi investasi (PMTDB3) cenderung stagnan.
Ketiga, penting juga untuk diperhatikan yaitu korekasi antara pertumbuhan ekonomi terhadap
penciptaan lapangan kerja. Gambar 5 menjabarkan perbandingan pertumbuhan ekononomi dengan laju
penurunan tingkat pengangguran. Tampak bahwa elastisitas pertumbuhan terhadap penurunan angka
penangguran berada di kisaran -0,1 hingga -0,3 dalam tiga tahun terakhir. Rendahnya angka elastisitas
tersebut disinyalir disebabkan oleh pertumbuhan yang masih didominasi konsumsi. Tentu ini yang
harus menjadi fokus ke depannya, mengingat pertumbuhan angkatan kerja Indonesia yang masih positif.
Gambar 5. Laju Pertumbuhan PDB dan Penurunan Tingkat Pengangguran
Sumber: BPS, 2019
Diskusi dan Rekomendasi
Dari sisi makroekonomi, perekonomian Indonesia merupakan salah satu perekonomian dengan
performa yang terbaik dibandingkan dengan negara-negara berkembang dalam lingkungan BRICS-
MINT. Hal ini dapat dilihat dari stabilitas pertumbuhan dan stabilitas nilai tukar. Secara domestik,
performa makroekonomi Indonesia juga tampak dari inflasi yang terjaga di kisaran 3% sepanjang 2015-
2019. Selain itu, stabilitas juga ditunjukkan dari tingkat pengangguran terbuka yang terus menurun.
Namun, terdapat indikasi yang jelas tentang perlambatan laju perekonomian, sebagaimana terlihat
dalam pertumbuhan YoY. Risiko ketidakpastian dan perlambatan perekonomian global juga menjadi
salah satu faktor penting yang perlu diantisipasi. Di sisi lain, elastisitas pertumbuhan terhadap
penurunan angka pengangguran juga tampak mengalami penurunan.
Oleh sebab itu, terdapat beberapa hal yang dapat menjadi perhatian kedepannya. Pertama, Indonesia
perlu terus mempromosikan investasi dan mengupayakannya menjadi motor baru pendorong
pertumbuhan. Peran pemerintah tentunya penting dalam menarik arus investasi baik asing maupun
3 PMTDB adalah Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto, yang merepresentasikan investasi dalam
perekonomian domestik.
4,94 5,06 4,885,15 5,17
5,04
5,946,18
5,61 5,5 5,345,28
-0,06
0,05
-0,12
-0,02-0,03
-0,01
-0,14
-0,12
-0,10
-0,08
-0,06
-0,04
-0,02
0,00
0,02
0,04
0,06
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
2014 2015 2016 2017 2018 2019Q2
%%
Pertumbuhan Pengangguran Elastisitas - Kanan
12
domestik untuk tetap menggiatkan perekonomian nasional. Kedua, kebijakan moneter yang akomodatif
perlu terus dipertahankan. Stabilitas nilai tukar yang bisa dicapai sejauh ini tidak terlepas dari
keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga nilai tukar berada pada kisaran yang diharapkan. Ketiga,
disiplin fiskal perlu tetap dijaga, meskipun ruang gerak untuk ekspansi masih tetap ada. Seiring dengan
perlambatan yang diprediksi masih akan terus terjadi, pemerintah dinilai perlu meningkatkan belanja
untuk menjaga stabilitas kinerja perekonomian.
Referensi
Badan Pusat Statistik. 2019.
www.bps.go.id
The International Monetary Fund (IMF) International Financial Statistics. 2019.
www.data.imf.org
Organization of Economic Cooperation and Development. 2019.
www.data.oecd.org
The World Bank Global Economic Monitor. 2019.
www.data.worldbank.org
13
Performa Fiskal Indonesia di Periode 2014 – 2019 Chairul Adi4
1. Kinerja Penerimaan
Kontribusi pajak dalam pembiayaan APBN menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dalam
lima tahun terakhir dan pada tahun 2019, pajak diharapkan dapat berkontribusi sekitar 82,5% dari total
pendapatan negara, angka yang tertinggi sepanjang sejarah. Namun, meningkatnya peran perpajakan
dalam APBN belum diimbangi kemampuan dalam pencapaian target. Hal ini terlihat dari kinerja
penerimaan perpajakan selama periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo yang kurang
memuaskan. Realisasi penerimaan dari sektor perpajakan melenceng cukup jauh dari target yang
ditetapkan dalam APBN, bahkan merupakan capaian terendah dalam dua dekade terakhir. Demikian
halnya di akhir periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Sampai dengan bulan Oktober
2019, penerimaan pajak baru mencapai sekitar Rp1.018 triliun, hanya tumbuh sebesar 0,23% dibanding
periode yang sama tahun lalu. Jumlah ini setara dengan 64,56% dari target APBN 2019 dan lebih rendah
dari capaian periode yang sama tahun lalu yang mencapai 71.39%. Dengan hanya dua bulan tersisa,
realisasi target penerimaan pajak diperkirakan sulit melampaui capaian tahun lalu.
Rendahnya kolektibilitas pajak tercermin dari rendahnya tax ratio Indonesia, yakni perbandingan
penerimaan perpajakan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Data OECD menunjukkan bahwa tax
ratio Indonesia dalam beberapa terakhir menunjukkan tren penurunan. Pada tahun 2017, tax ratio
Indonesia hanya sebesar 11,53%, merupakan yang terendah di antara negara-negara di Asia Pasifik,
bahkan lebih rendah dari rata-rata negara Amerika Latin dan Afrika. Masih belum optimalnya kinerja
di sektor perpajakan dipengaruhi beberapa faktor. Faktor ketidakpastian ekonomi global dan perang
dagang diyakini ikut berkontribusi pada perlambatan ekonomi domestik yang kemudian berdampak
pada lambannya pertumbuhan penerimaan perpajakan dan tax ratio yang terus turun dalam beberapa
tahun terakhir. Dominasi lapangan kerja di sektor informal5 (sekitar 57%) juga turut berdampak pada
sulitnya menggenjot penerimaan pajak. Pemetaan potensi dan pengenaan basis pajak yang relatif lebih
sulit di sektor informal serta relatif banyaknya insentif pajak (atau pembebasan pengenaan pajak) yang
diberikan di sektor tersebut, misal pertanian dan perikanan, menjadi salah satu tantangan tersendiri bagi
pemerintah.
Faktor lain yang tidak kalah penting adalah tingkat kepatuhan wajib pajak. Reformasi di bidang
administrasi perpajakan, antara lain melalui simplifikasi pendaftaran NPWP serta penyampaian laporan
SPT secara elektronik merupakan salah satu capaian positif di sektor perpajakan. Kebijakan tersebut
berhasil meningkatkan jumlah penduduk yang memiliki NPWP dan kepatuhan dalam menyampaikan
SPT. Namun, tingginya tingkat kepatuhan penyampaian SPT tidak serta merta dapat dijadikan indikasi
bahwa informasi perpajakan di dalamnya telah disampaikan secara akurat. Hal ini diperkuat hasil survey
OECD yang menunjukkan bahwa penghindaran pajak merupakan salah satu masalah yang cukup
krusial di Indonesia (Lewis 2019). Menggali potensi pengenaan objek pajak baru tentu merupakan hal
yang sangat penting untuk terus dilakukan, misal pajak terhadap e-commerce, content providers, dan
sebagainya. Akan tetapi, perluasan basis objek pajak baru di tengah tekanan pelambatan ekonomi global
dikhawatirkan menjadi disinsentif bagi pelaku usaha yang pada gilirannya justru menjadi
kontraproduktif bagi penerimaan perpajakan secara keseluruhan. Untuk itu, meningkatkan kepatuhan
dan penegakan hukum atas kewajiban pembayaran pajak yang sudah jelas diatur perlu mendapat porsi
yang lebih besar. Penguatan basis data perpajakan, pemanfaatan teknologi dan kapasitas SDM, serta
sinergitas antar institusi, baik di dalam maupun di luar negeri, jauh lebih penting daripada sekedar
menitikberatkan pada penambahan jumlah pegawai pajak. Program pengampunan pajak (tax amnesty)
4 Mahasiswa doktoral ekonomi politik di The University of Sydney
5 Sumber: Katadata dengan mengacu data dari Badan Pusat Statistik 2019
14
yang diklaim merupakan salah satu yang tersukses di dunia semestinya menjadi momentum yang sangat
tepat untuk mendorong kepatuhan dan penegakan hukum bagi wajib pajak.
Tabel 2. Kinerja Sektor Perpajakan
Tahun Kontribusi Pajak
terhadap APBN6
Realisasi Penerimaan
Pajak7
Pertumbuhan Target
Penerimaan Pajak8 Tax Ratio9
2000 56,45% 104,37% - 7,87%
2001 61,63% 100,44% 66,33% 10,90%
2002 70,37% 97,85% 16,23% 11,27%
2003 70,90% 97,42% 15,72% 11,81%
2004 69,55% 100,85% 11,97% 12,10%
2005 70,08% 98,60% 26,51% 12,36%
2006 64,14% 96,27% 20,76% 11,92%
2007 69,37% 99,79% 15,75% 12,17%
2008 67,10% 108,12% 23,82% 12,99%
2009 73,04% 95,09% 7,01% 11,06%
2010 72,67% 97,31% 14,01% 11,36%
2011 72,19% 99,45% 18,21% 12,17%
2012 73,28% 96,49% 15,65% 12,48%
2013 74,87% 93,81% 13,00% 12,50%
2014 73,97% 92,04% 8,51% 12,16%
2015 82,25% 83,29% 19,51% 12,11%
2016 82,59% 83,48% 3,35% 12,00%
2017 80,63% 91,23% -4,32% 11,53%
2018 78,14% 93,86% 9,87% -
2019 82,51% 64,56%10 10,4% -
Sumber: Kemenkeu, OECD
6 Proporsi realisasi penerimaan perpajakan terhadap realisasi total pendapatan negara. Untuk tahun 2019, angka
yang digunakan berdasarkan angka pada APBN 2019.
7 Realisasi penerimaan perpajakan dibandingkan target penerimaan perpajakan yang ditetapkan dalam APBN-P
tahun yang bersesuaian.
8 Pertumbuhan target penerimaan perpajakan yang ditetapkan dalam APBN-P dibandingkan target dalam APBN-
P tahun sebelumnya.
9 Sumber: OECD
10 Realisasi sampai dengan akhir bulan Oktober 2019.
34,232
30,627,8 27,6 26,9 26,6 25,3 24,1 22,8
18,2 17,6 17,5 17,1 16,414,2 14,1 13,7 13,6
11,5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
%
15
Gambar 6. Perbandingan Tax Ratio di Beberapa Negara Tahun 2017
Sumber: OECD
Penerimaan cukai secara nominal menunjukkan tren kenaikan dari tahun ke tahun. Namun
pertumbuhannya dalam lima tahun terakhir tercatat hanya sekitar 35%, cukup jauh dibandingkan
pertumbuhan pada lima tahun sebelumnya yang mencapai lebih dari 100%. Kenaikan cukai hasil
tembakau yang cukup signifikan pada tahun 2020 serta rencana pengenaan cukai terhadap penggunaan
plastik merupakan salah satu langkah tepat untuk meningkatkan potensi penerimaan negara sekaligus
menekan konsumsi kedua barang tersebut. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah meningkatkan
pengawasan untuk mengurangi jumlah rokok ilegal yang beredar di masyarakat.
Sementara itu, meski kontribusinya terhadap APBN relatif menurun seiring naiknya porsi penerimaan
dari sektor perpajakan, kinerja penerimaan negara yang bersumber dari PNBP pada 2014 – 2018 relatif
lebih baik dari periode-periode sebelumnya. Pada tahun 2018, realisasi PNBP mencapai lebih dari 148%
dari target yang ditetapkan di APBN, tertinggi dalam dua dekade terakhir.
2. Kinerja Pengeluaran
Belanja negara terus mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Pada periode pertama pemerintahan
Presiden Joko Widodo, jumlah realisasi belanja negara berhasil mencapai lebih dari Rp2.000 triliun
dalam satu tahun APBN. Artinya, hanya dalam waktu delapan tahun, APBN telah naik lebih dari dua
kali lipat. Namun jika dilihat dari pertumbuhan tahunan, kenaikan APBN relatif lebih lambat dibanding
periode pemerintahan sebelumnya. Selama 10 tahun pemerintahan Presiden SBY, APBN tumbuh rata-
rata sebesar 16,35% per tahun sementara selama periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo,
APBN rata-rata naik sebesar 5,61%. Dari sisi penyerapan anggaran, kinerja kementerian dan lembaga
juga relatif lebih rendah dibanding periode-periode sebelumnya, bahkan pada tahun 2016 tingkat
penyerapan anggaran kurang dari 90%, terendah dalam dua dekade terakhir.
Beberapa hal positif perlu digarisbawahi terkait alokasi belanja negara. Kebijakan pemotongan subsidi
BBM merupakan salah satu lompatan besar pemerintah dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2015,
anggaran belanja subsidi turun sekitar 50% tahun sebelumnya dan terus turun dalam beberapa tahun
terakhir. Namun, realisasi belanja subsidi tahun 2018 kembali mengalami kenaikan seiring naiknya
harga minyak dan pelemahan Rupiah. Turunnya belanja subsidi dalam beberapa tahun terakhir
memberikan ruang fiskal yang lebih lebar bagi pemerintah untuk mengalokasikannya pada sektor lain,
terutama infrastruktur. Anggaran belanja infrastruktur tercatat mengalami kenaikan yang cukup
signifikan, yaitu hampir 170% dalam lima tahun terakhir. Lebih dari 200 proyek strategis nasional,
termasuk di dalamnya 37 proyek infrastruktur prioritas, ditargetkan untuk dilaksanakan sepanjang tahun
2015 – 2019. Meskipun masih banyak kendala pada tataran implementasi, antara lain terkait
pembebasan lahan, proses tender, dan overutilisation BUMN, capaian pembangunan di sektor
infrastruktur perlu diapresiasi. Data dari World Bank, misalnya, menunjukkan bahwa Logistic
Performance Index (LPI) Indonesia naik dari 3,08 pada tahun 2014 menjadi 3,15 pada tahun 2018. Dari
sisi peringkat juga terjadi kenaikan dari 53 menjadi 46. Pengembangan skema dukungan pemerintah,
antara lain melalui skema Viability Gap Fund dan Availability Payment, diyakini dapat mendorong
kontribusi KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha) dalam mendukung pembiayaan
infrastruktur.
Alokasi belanja di sektor pendidikan meningkat dalam lima tahun terakhir, namun secara proporsi
relatif stagnan di kisaran 20%. Sebaliknya, porsi anggaran di bidang kesehatan menunjukkan tren
peningkatan dalam lima tahun terakhir. Satu hal yang perlu dicermati, dalam lima tahun terakhir terjadi
peningkatan porsi belanja pegawai dibanding periode pemerintahan sebelumnya. Padahal pada saat
yang bersamaan Pemerintah tidak menaikkan gaji ASN dan juga adanya moratorium penerimaan CPNS
sejak tahun 2015. Kenaikan tersebut mungkin disebabkan proses remunerasi sebagai bagian dari proses
16
reformasi birokrasi yang masih terus berjalan di beberapa kementerian/lembaga. Dengan kembali
dibukanya pendaftaran CPNS sejak beberapa tahun terakhir, pemerintah perlu mewaspadai
pembengkakan porsi belanja pegawai yang dapat berdampak pada menyempitnya ruang gerak fiskal.
Tabel 3. Alokasi Belanja Negara (Rp Triliun)11
Tahun Pendidikan Kesehatan Infrastruktur Pegawai Barang/Jasa Modal Total Belanja
2010 216,7 29,9 148,1 97,6 80,3 1.042,1
2011 258,3 36,1 114,2 175,7 124,6 117,9 1.295,0
2012 297,4 40,6 145,5 197,9 140,9 145,1 1.491,4
2013 332,2 46,3 168,5 221,7 169,7 180,9 1.650,6
2014 353,4 59,6 154,1 243,7 176,6 147,3 1.767,3
2015 390,3 69,3 256,1 281,1 233,3 215,4 1.796,6
2016 370,8 92,8 269,1 305,1 259,6 169,5 1.864,3
2017 406,1 92,2 379,7 312,7 291,5 208,7 2.004,1
2018 431,7 109,0 394,0 346,9 347,5 184,1 2.213,1
2019 492,5 123,1 415,0 381,6 345,2 189,3 2.461,1
3. Kinerja Pembiayaan
Utang menjadi isu yang cukup panas dalam beberapa tahun terakhir. Sebagian masyarakat mengkritik
jumlah utang pemerintah yang naik signifikan dalam lima tahun terakhir. Kritik tersebut cukup
beralasan mengingat data lima tahun terakhir menunjukkan bahwa utang pemerintah naik sekitar
71,69%, yaitu dari sebesar Rp2.609 triliun pada akhir tahun 2014 menjadi sebesar Rp4.479 triliun pada
akhir tahun 2018. Dalam empat tahun terakhir, outstanding utang pemerintah tumbuh rata-rata sekitar
15% per tahun, atau hampir dua kali lipat pertumbuhan utang tahunan selama 10 tahun pemerintah
Presiden SBY. Di sisi lain, nominal defisit APBN hanya tumbuh sebesar 6% per tahun. Dengan kata
lain, pertumbuhan utang lebih tinggi dari pertumbuhan nominal defisit APBN. Hal ini dikarenakan
adanya pos penyertaan modal, khususnya BUMN infrastruktur, yang tidak masuk dalam komponen
penghitungan defisit APBN. Rasio utang terhadap PDB juga menunjukkan kenaikan, yaitu dari 24,7%
pada akhir 2014 menjadi 29,9% pada akhir 2018. Angka tersebut masih jauh lebih rendah dari batas
maksimum yang disyaratkan dalam undang-undang, yaitu sebesar 60% dari PDB.
Meski level utang pemerintah masih dalam batas aman, pemerintah perlu waspada dan berhati-hati
dalam kebijakan pengelolaan utang. Yang pertama, pemerintah perlu memastikan bahwa alokasi
belanja negara efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Tanpa didukung alokasi anggaran ke
sektor-sektor yang produktif, pertumbuhan utang pemerintah tidak akan sustainable. Selain itu, porsi
utang (berupa Surat Berharga Negara/SBN) dalam denominasi mata uang asing menunjukkan
peningkatan dalam lima tahun terakhir. Hal ini tentu saja berdampak pada meningkatnya eksposur utang
pemerintah terhadap risiko pergerakan nilai tukar, terlebih dalam beberapa tahun ke depan ekonomi
global diperkirakan masih belum stabil. Kebijakan penerbitan SBN dalam denominasi mata uang asing
perlu lebih selektif dan disesuaikan dengan kebutuhan pembiayaan pemerintah. Hal lain yang perlu
diwaspadai adalah porsi kepemilikan asing yang relatif cukup tinggi. Di satu sisi hal ini menunjukkan
kepercayaan investor global terhadap Indonesia, namun di sisi lain juga meningkatkan eksposur risiko
pembalikan modal secara tiba-tiba (sudden reversal). Untuk itu, meningkatnya penerbitan utang perlu
diimbangi upaya pendalaman pasar dan perluasan basis investor domestik yang lebih optimal. Namun,
upaya ini tidak akan efektif tanpa diimbangi peningkatan kapasitas dan likuiditas pasar keuangan
11 Data yang digunakan adalah angka realisasi belanja negara, kecuali untuk tahun 2019 yang menggunakan angka anggaran.
17
domestik. Selain itu, koordinasi antar otoritas sangat penting untuk mencegah terjadinya kanibalisme
atau ‘perebutan’ likuiditas antara pemerintah, bank, dan pelaku pasar lainnya.
Sumber: Statistik Sistem Keuangan Indonesia, Bank Indonesia
Tabel 4. Persentase Kepemilikan Asing di Obligasi Pemerintah12 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Indonesia 18,56 30,53 30,8 32,98 32,54 38,13 38,21 37,55 39,82 37,71 38,64
Japan 5,97 6,45 8,5 8,56 8,45 9,07 10,43 10,63 11,23 N/A N/A
Korea 7,64 11,05 12,9 10,91 10,72 10,81 10,05 10,47 11,21 11,8 N/A
Malaysia 13,48 21,63 26,6 30,1 29,4 29,02 31,7 32,16 29,23 23,99 22,99
Thailand 3,23 7,22 11,51 16,37 17,42 18,3 14,23 14,1 15,57 18,48 17,21
Referensi
Asian Bonds Online, 2019, https://asianbondsonline.adb.org/data-portal/
Badan Pusat Statistik 2019, Tenaga Kerja,
https://www.bps.go.id/subject/6/tenaga-kerja.html#subjekViewTab3
Bank Indonesia, 2019, Statistik Sistem Keuangan Indonesia
Kemenkeu 2019, ‘APBN KiTa: Kinerja dan Fakta’, Edisi November 2019,
https://www.kemenkeu.go.id/apbnkita
Kemenkeu 2018, ‘APBN KiTa: Kinerja dan Fakta’, Edisi November 2018,
https://www.kemenkeu.go.id/apbnkita
Kemenkeu, 2019, Portal Data APBN,
http://www.data-apbn.kemenkeu.go.id/
Lewis, C 2019, Raising more public revenue in Indonesia in a growth-and equity-friendly way, OECD
Economics Department Working Paper Series No. 1534.
OECD, 2019, ‘Revenue Statistics in Asian and Pacific Economies 2019 - Indonesia’,
https://www.oecd.org/tax/tax-policy/revenue-statistics-asia-and-pacific-indonesia.pdf
12 Sumber: Asian Bonds Online, ADB
1.262 1.475 1.751 2.014 2.341 2.602 2.874
399 457 659 767 908 1.054 1.041
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2013 2014 2015 2016 2017 2018 Sep-19
Komposisi SBN berdasarkan denominasi (Rp triliun)
SBN Rupiah SBN Valas
18
Performa Perdagangan Internasional dan Diplomasi
Indonesia di Periode 2014-2019 M Putra Hutama13
Pada bagian ini disajikan ulasan mengenai performa perdagangan internasional dan diplomasi ekonomi
Indonesia di periode 2014-2019. Kami mengevaluasi neraca perdagangan Indonesia dengan melihat
selisih ekspor dan impor serta mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang menyebabkan Indonesia
mengalami surplus/defisit perdagangan. Tulisan ini juga akan menyajikan data 10 besar komoditas
(HS6) utama ekspor Indonesia dalam 5 tahun terakhir. Lebih lanjut, kami akan menjabarkan beberapa
kebijakan pemerintah dalam meningkatkan jumlah ekspor melalui diplomasi perjanjian dagang bilateral
maupun multilateral. Saat ini, Indoensia sudah memiliki beberapa perjanjian perdagangan bebas
multilateral, yaitu AFTA (Asean Free Trade Agreement) dan 3 perjanjian bilateral dengan Jepang, Chile
dan Pakistan. Diakhir bagian, kami akan menjabarkan potensi dan tantangan perdangan international
dan diplomasi yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia 5 tahun kedepan.
Secara teori, perdagangan internasional dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi (Kerr & Gaisford, 2007). Hal tersebut terjadi
dikarenakan setiap negara yang terlibat dalam perdagangan international secara otomatis dapat
mencipatakan spesialisasi produk atau jasa sehingga harga produksi lebih efisien. Harga produksi yang
lebih efisien dapat menurunkan harga penjualan yang membuat konsumen atau masyarakat bisa
menikmati lebih banyak produk atau jasa. Perdangangan internasional juga dapat menstimulus foreign
direct investment atau investasi luar negeri, hal tersebut dapat mendorong inovasi, serta transfer
pengetahuan dan teknologi. Meskipun demikian, tentunya setiap negara tetap perlu melakukan kalkulasi
untuk mengukur biaya dan manfaat dari membuka pasar impor serta mencari sebanyak banyaknya
negara untuk pasar ekspor. Perjanjian dagang baik preferrential maupun free trade agreement (FTA)
menjadi salah satu strategi bagi setiap negara untuk meningkatkan arus ekspor dan impor baik bilateral
maupun multilateral Performa Perdagangan Internasional Indonesia 2014-2018 Dalam 5 tahun terakhir, Indonesia mencatatkan nilai ekspor yang fluktuatif. Pada periode 2014-2016,
nilai ekspor Indonesia mengalami penurunan hingga 17,9 %. Akan tetapi, sejak tahun 2016 sampai
tahun 2018, ekspor indonesia mengalami kenaikan yang cukup signifikan sebesar 24,7%. Naik turunnya
nilai ekspor Indonesia sejalan dengan naik turunnya nilai ekspor global. Hal serupa juga menjelaskan
terjadinya penurunan impor Indonesia sebesar 23,9% dari 2014 hingga 2016 dan mengalami kenaikan
kembali sebesar 39,1% dari 2016 hingga 2018. Penurunan ekspor dan impor Indonesia sejalan dengan
penurunan jumlah volume perdagangan global 2014-2017. Hal ini terindikasi karena pada tahun
tersebut expor dan impor global “lesu” dikarenakan komitmen inggris untuk keluar dari European
Union (Brexit) dan mulainya perang dagang antara China dan USA. Performa neraca perdagangan Indonesia pada awal periode Presiden Jokowi memiliki tren yang
meningkat. Pada tahun 2014 Indonesia mencatatkan defisit perdagangan sebesar 2,1 miliar USD.
Selanjutnya Indonesia mengalami kenaikan hingga mencapai puncaknya pada tahun 2017, dimana
neraca perdagangan surplus sebesar 11,9 miliar USD. Akan tetapi pada tahun 2018, Indonesia kembali
mencatatkan performa negatif. Neraca perdagangan kembali defisit sebesar -8,5 miliar USD atau lebih
buruk 6,4 miliar USD dari tahun 2014.
13 Mahasiswa master ekonomi dan bisnis internasional di Corvinus University of Budapest
19
Gambar 7. Neraca Perdagangan Indonesia 2014-2018
Sumber: Trademap
Pada Tabel 3 dapat kita lihat pembagian komoditas ekspor dan impor Indonesia yang terbagi ke dalam
produk migas dan produk non migas. Cukup menarik bahwasannya terjadi penurunan yang cukup
drastis sebesar 43,4% pada impor produk migas 2014-2017. Hal tersebut sejalan dengan penghapusan
kebijakan BBM bersubsidi oleh pemerintah. Jika hanya mengacu terhadap produk non-migas, sejak
tahun 2014 hingga 2017 Indonesia mencatat surplus perdagangan mengalami peningkatan sebesar
81,4%. Akan tetapi pada tahun 2018, neraca produk non migas Indonesia mengalami penurunan yang
signifikan sebesar 80% akibat terjadinya peningkatan nilai impor. Faktor yang disinyalir menyebabkan
naiknya nilai impor yaitu pelemahan nilai tukar rupiah pada tahun 2017-2018 yang mengakibatkan nilai
impor Indonesia melonjak atau yang lebih dikenal dengan istilah J-curve effect.
Tabel 3. Neraca Perdagangan Migas dan Non-Migas (Juta USD) URAIAN 2014 2015 2016 2017 2018
EKSPOR 175.980,00 150.366,30 145.186,20 168.828,20 180.012,70
- MIGAS 30.018,80 18.574,40 13.105,50 15.744,30 17.171,70
- NON MIGAS 145.961,20 131.791,90 132.080,80 153.083,90 162.840,90
IMPOR 178.178,80 142.694,80 135.652,90 156.985,60 188.711,20
- MIGAS 43.459,90 24.613,20 18.739,30 24.316,00 29.868,40
- NON MIGAS 134.718,90 118.081,60 116.913,60 132.669,50 158.842,80
NERACA -2.198,80 7.671,50 9.533,30 11.842,60 -8.698,60
- MIGAS -13.441,10 -6.038,80 -5.633,90 -8.571,70 -12.696,70
- NON MIGAS 11.242,30 13.710,30 15.167,20 20.414,30 3.998,10
Sumber: BPS, diolah Pusat Data dan Sistem Informasi, Kementerian Perdagangan
Faktor lain yang menyebabkan Indonesia mengalami kenaikan impor khususnya pada tahun 2017 dan
2018 adalah kenaikan impor migas. Hal tersebut adalah dampak dari pemerintah memutuskan untuk
tidak menaikan harga BBM jenis premium. Pada tahun 2018 Pemerintah tidak menaikan harga BBM
jenis premium dikarenakan daya beli masyarakat yang sedang lesu (CNN, 2018). Melebarnya defisit
dari produk migas dan penurunan surplus dari produk non migas menyebabkan pada tahun 2018
Indonesia mengalami defisit neraca dagang.
Komoditas Utama Indonesia Berikut kami menyajikan 10 komoditas (HS6) utama Indonesia beserta nilai ekspor 5 tahun terakhir.
Dapat dilihat pada tabel dibawah, dari 10 produk ekspor Indonesia terdapat 7 produk yang mengalami
penurunan nilai ekspor pada tahun 2018 sedangkan hanya 3 produk yang mengalami kenaikan yaitu
batu bara, biji tembaga, dan batu bara muda. Seiring dengan peningkatan nilai ekspor Indonesia di
-10,0
-5,0
-
5,0
10,0
15,0
-
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
2014 2015 2016 2017 2018
%
Juta
USD
Nilai Ekspor Nilai Impor Neraca Perdagangan - kiri
20
periode 2014-2018, dapat dikatakan Indonesia memiliki beberapa produk lainnya yang secara nilai
ekspornya meningkat tidak terpaut dengan komoditas utama saja.
Sepuluh besar negara tujuan ekspor adalah Jepang, Tiongkok, Amerika Serikat, India, Singapura, Korea
Selatan, Malaysia, Filipina dan Thailand. Pada kondisi saat ini dimana Indonesia mengalami depresiasi
atau penurunan nilai tukar, seharusnya Indonesia dapat meningkatkan jumlah nilai ekspor Indonesia
karena barang-barang Indonesia menjadi lebih kompetitif secara harga khususnya untuk komoditas
unggulan Indonesia.
Tabel 4. Ekspor Komoditas Unggulan Indonesia (Ribu USD) HS 6
Code HS 6 Digit 2014 2015 2016 2017 2018
151190 Coal 9.289.576 7.499.532 6.532.251 10.481.88
5
14.074.12
6
151190 Palm oil and its fractions 13.258.16
3
10.997.18
1
11.059.84
7
13.814.89
6
12.951.02
3
271111 Natural gas, liquefied 11.704.46
4 7.356.930 5.146.437 6.185.173 6.959.160
270112 Bituminous coal 9.404.300 7.217.732 6.365.838 7.380.177 6.536.145
270900 Petroleum oils, crude 9.271.214 6.479.432 5.196.717 5.237.639 5.120.474
260300 Copper ores 1.683.588 3.277.158 3.481.557 3.439.604 4.186.742
400122 Natural rubber “TSNR” 4.595.062 3.564.085 3.242.193 4.959.556 3.836.614
271121 Natural gas, gaseous state 5.471.346 2.971.637 1.845.915 2.599.883 3.632.906
151110 Crude palm oil 4.206.741 4.388.094 3.305.575 4.698.225 3.576.825
270210 Lignite 2.121.529 1.281.696 1.613.044 2.594.188 3.329.336
Sumber: Trademap
Diplomasi Ekonomi Melalui Perjanjian Dagang Diplomasi ekonomi menjadi salah satu prioritas dalam politik luar negeri Indonesia dalam lima tahun
terakhir dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan volume ekspor Indonesia
( Kementerian Luar Negeri Indonesia, 2015). Menurut data yang didapat dari Kementerian
Perdagangan, sejauh ini Indonesia memiliki 1 multilateral FTA dengan Negara ASEAN (AFTA)
(1993), serta AFTA dengan beberapa negara seperti Australia, Selandia Baru, India, Jepang, Tiongkok
dan Korea Selatan serta 3 perjanjian bilateral dengan Jepang, Pakistan dan Chile. Jika dibandingkan
dengan negara tetangga seperti Malaysia, Vietnam dan Thailand berdasarkan jumlah perjanjian
bilateral, Indonesia mengalami ketinggalan dengan Thailand dan Malaysia yang telah memiliki 7
perjanjian bilateral dan memiliki jumlah perjanjian yang sama dengan Vietnam (Mandiri Group
Research, 2019). Selama 5 tahun terakhir, Indonesia hanya menyepakati 1 perjanjian bilateral yaitu dengan Chile. Hal
tersebut bukan berarti bahwa Pemerintah telah gagal dalam berdiplomasi ekonomi. Saat ini Indonesia
mempunyai 16 perjanjian yang sedang dinegosiasikan dan 2 perjanjian yang sudah ditandatangani
namun masih dalam proses ratifikasi. Serta, terdapat 11 negosiasi awal yang telah diinisiasi oleh
pemerintah dalam rentang waktu 2017-2018. Hal tersebut dapat diartikan bahwa Indonesia telah
melakukan usaha yang baik dalam mempromosikan ekspor melalui penghapusan/penurunan tarif.
Dalam negosiasi perjanjian perdagangan, pemerintah harus mendapatkan penurunan tarif yang dapat
meningkatkan nilai ekspsor dan pangsa pasar produk Indonesia. Dari sisi penurunan tarif oleh
Indonesia, pemerintah harus mempertimbangkan tarif produk apa saja yang perlu menjadi perhatian
agar tidak mematikan perusahaan dalam negeri. Lebih lanjut, pemerintah telah melakukan tinjauan umum terhadap IJEPA di tahun 2019 (Kementerian
Perdagangan, 2019). Hal tersebut merupakan kebijakan yang sangat baik karena Indonesia dapat
mereviu kembali komoditas mana yang perlu mendapatkan penurunan tarif serta komoditas mana yang
21
tidak relevan untuk mendapatkan penurunan tarif dikarenakan Indonesia tidak memiliki kapasitas untuk
mengekspor produk tersebut.
Potensi dan Tantangan Indonesia 2019-2024 Pada tahun 2020, Uni Eropa melarang penggunaan produk kelapa sawit yang akan membuat Indonesia
mengalami penurunan nilai ekspor yang cukup signifikan. Hal ini dikarenakan kelapa sawit merupakan
produk unggulan Indonesia, perlu diingat bahwa Indonesia merupakan penghasil terbesar kelapa sawit.
Melalui negosiasi perjanjian CEPA (comprehensive Economic Partnership Agreement) dengan Uni
Eropa, diharapkan dapat membuka peluang Indonesia tetap bisa mengekspor produk kelapa sawit ke
Eropa.
Guna meningkatkan ekspor Indonesia, pemerintah harus segera menambah jumlah perjanjian bilateral
maupun perjanjian multilateral yang tentunya dapat menguntungkan produk Indonesia. Hal ini dapat
tercapai jika hasil negosiasi, Indonesia mendapatkan fasilitas penurunan atau penghapusan tarif untuk
komoditas unggulan Indonesia. Lebih lanjut, pemerintah perlu memberi stimulus bagi kalangan industri
Indonesia khususnya yang berorientasi ekspor agar menjadi lebih efisien dan lebih kompetitif, sehingga
Indonesia bisa mengambil pangsa pasar produk ekspor negara lain. Strategi ini tentunya dapat
meningkatkan nilai ekspor Indonesia untuk jangka panjang. Dari sisi Impor, pemerintah juga harus
memperhatikan Industri Indonesia dalam memberikan penurunan tarif untuk negara mitra. Hal ini
bertujuan agar produk dalam negeri mampu bersaing dengan produk luar negeri. Referensi Kementerian Luar Negeri Indonesia. (2015). Rencana Strategis 2015 - 2019. Retrieved from
kemlu.go.id:
https://kemlu.go.id/download/L3NpdGVzL3B1c2F0L0RvY3VtZW50cy9BS0lQL0tlbWVudG
VyaWFuJTIwTHVhciUyME5lZ2VyaS9SZW5jYW5hJTIwU3RyYXRlZ2lzJTIwS2VtbHUlMj
AyMDE1LTIwMTkucGRm CNN. (2018, 10 10). Daya Beli jadi Alasan Jokowi Tunda Kenaikan Harga Premium. Retrieved from
CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20181010190446-85-337448/daya-beli-jadi-alasan-jokowi-
tunda-kenaikan-harga-premium Kementerian Perdagangan. (2019). Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional.
Retrieved from List Perjanjian Dagang: http://ditjenppi.kemendag.go.id/ Kerr, W. A., & Gaisford, J. D. (2007). Handbook on International Trade. Massachusetts: Edward Elgar
Publishing, Inc. Mandiri Group Research. (2019). Special Topic on Free Trade Agreements: Capitalizing Bilateral
Agreements to Promote Export. Jakarta: Mandiri Office of Chief Economist . www.trademap.com http://ditjenppi.kemendag.go.id/
22
Performa Pembangunan Regional Indonesia di Periode
2014-2019: Peranan Dana Desa Achyar Al Rasyid14
Dana Desa diatur dalam Undang-Undang (UU) no. 6 tahun 2014, lalu turunannya diatur dalam
Pertauran Pemerintah (PP) no. 47 tahun 2015 tentang perubahan atas PP 43/2014 tentang peraturan
pelaksanaan UU no. 6 tahun 2015 dan PP no. 8 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas PP no. 60
tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN. Selanjutnya kedua PP tersebut diturunkan
lagi masing-masing dengan Pertaruan Kementerian Dalam Negeri (PERMENDAGRI), Peraturan
Kementerian Desa (PERMENDES), dan Peraturan Kementerian Keuangan (PMK). Pengertian Dana
Desa itu sendiri adalah dana APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui APBD
kabupaten/kota dan diprioritaskan untuk pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat
desa. Tujuan utama dari dana desa yaitu meningkatkan pelayanan publik di desa, mengentaskan
kemiskinan, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa, dan
memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.
Pencapaian Dana Desa
Pemerintah telah mengalokasikan anggaran Dana Desa dengan jumlah yang cukup besar untuk
selanjutnya diberikan kepada desa-desa di seluruh Indonesia. Dana desa pada tahun 2015 dianggarkan
sebesar Rp20,7 triliun, yang artinya rata-rata setiap desa memperoleh alokasi sebesar Rp280 juta.
Alokasi ini meningkat pada tahun 2016 menjadi Rp46,98 triliun dimana setiap desa memperoleh rata-
rata sebesar Rp628 juta, dan selanjutnya di tahun 2017 kembali meningkat menjadi Rp 60 Triliun yang
artinya setiap desa memperoleh rata-rata sebesar Rp800 juta.
Hasil evaluasi tahun pelaksanaan 2015-2017 menunjukkan bahwa Dana Desa berkontribusi dalam
pembangunan sarana/prasarana bagi masyarakat, yaitu berupa terbangunnya 914 ribu meter jembatan;
lebih dari 95,2 ribu kilometer jalan desa; 2.201 unit tambatan perahu; 21.357 unit PAUD; 19.485 unit
sumur; 6.041 unit POLINDES; 103.405 unit drainase dan irigasi; 22.616 unit sambungan air bersih;
5.220 unit Pasar Desa; 10.964 unit Posyandu; 1.338 unit embung; dan 21.811 unit BUMDesa;
Data lapangan pada tahun 2015 jumlah penyerapan tenaga kerja akibat dari kontribusi Dana Desa
berjumlah 1,7 juta jiwa. Selanjutnya, tenaga kerja yang diserap pada tahun 2016 sebagai akibat dari
kontribusi Dana Desa sejumlah 3,9 juta jiwa. Tenaga kerja yang terserap pada tahun 2017sebagai akibat
dari kontribusi Dana Desa berjumlah 5 juta jiwa. Dengan diasumsikan bahwa tenaga kerja yang mampu
diserap POLINDES sebanyak 18.123 jiwa, Posyandu mampu menyerap sebanyak 64.071 jiwa,
BUMDes dapat menyerap 65.919 jiwa, pasar dapat menyerap 15.660 jiwa, dan PAUD mampu
menyerap 41.919 jiwa.
Program Pada Karya Tunai (PDT) Menjadi Ujung Tombak
Untuk menurunkan angka kemiskinan, gizi buruk,dan pembangunan di desa, pada awal 2018 kebijakan
Padat Karya Tunai (PDT) digulirkan oleh pemerintah sebagi bagian dari program Dana Desa (DD)
untuk pembangunan. Kebijakan ini merupakan turunan dari Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat
Menteri tentang Penyelarasan dan Penguatan Kebijakan Percepatan Pelaksanaan Undang-Undang No.
6 Tahun 2014 (UU Desa) yang diterbitkan pada Desember 2017. Program ini adalah program swakelola
pembangunan pedesaan dengan menggunakan dana desa. Program ini melibatkan secara aktif
masyarakat desa, dengan tujuan menyerap tenaga kerja di desa. Di samping itu, program ini juga
tentunya berorientasi dalam menunjang pertumbuhan ekonomi desa-desa dengan kriteria implementasi
14 Mahasiswa doktoral perencanaan wilayah dan kota, Tianjin University
23
yang mewajibkan tenaga kerja berasal dari lokal desa, dengan 30% anggaran wajib dialokasikan untuk
upah, serta bahan dan barang material wajib dibeli di desa, dan hanya jika tidak tersedia, maka bias
dibeli di tingkat kecamatan. Harapan utama program ini adalah kelompok marjinal di desa bias ikut
terlibat menjadi tenaga kerja. Kelompok marginal yang dimaksud adalah keluarga miskin, penganggur
dan setengah penganggur, serta keluarga yang beranggotakan anak balita penderita gizi buruk. Sehingga
tambahan pendapatan bisa diperoleh oleh mereka yang berefek pada perbaikan kehidupan. Melalui
Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Desa Tahun 2018 untuk Padat Karya Tunai (Juknis PKT),
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (KemendesPDTT) mewajibkan
seluruh desa penerima DD untuk melaksanakan PKT, dengan ketentuan, antara lain, desa
1. wajib mengalokasikan minimal 30% anggaran kegiatan pembangunan yang berasal dari DD
(DD-Kegiatan Pembangunan) untuk membayar upah tenaga kerja;
2. melakukan pemusatan kembali (refocusing) penggunaan porsi DD tersebut pada tiga hingga
lima kegiatan pembangunan sesuai Peraturan Mendes PDTT No. 19 Tahun 2017 tentang
Penetapan Prioritas Penggunaan DD; dan
3. wajib mengutamakan warga marginal dalam perekrutantenaga kerja yang mencakup tenaga
kerja ahli, pembantutenaga kerja ahli, dan tenaga dari masyarakat desa setempat.
Pengaruh Dana Desa Terhadap Kesenjangan dan Pengentasan Kemiskinan
Selama dua tahun terakhir (2017-2018) dana desa meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa, antara
lain dengan menurunnya rasio ketimpangan perdesaan dari 0,34 pada tahun 2014 menjadi 0,32 di tahun
2017. Menurunnya jumlah penduduk miskin perdesaan dari 17,7 juta tahun 2014 menjadi 17,1 juta
tahun 2017 dan, adanya penurunan persentase penduduk miskin perdesaan dari 14,09% pada tahun 2015
menjadi 13,93% di tahun 2017.
Dana Desa tidak bisa dipungkiri merupakan suatu program yang positif bagi pembangunan di daerah.
Program ini merupakan hasil kesamaan persepsi dan pemikiran DPR sebagai pembentuk Undang-
Undang serta pemerintah sebagai eksekutor. Dasar pemikiran utamanya adalah semangat desentralisasi,
yaitu mewujudkan Indonesia adil dan makmur dengan pelibatan seluruh elemen masyarakat sampai ke
tingkatan paling bawah, yaitu desa. Dengan kata lain, program ini juga memiliki semangat pemerataan
ekonomi bagi seluruh lapisan masyarakat.
Permasalahan dan Rekomendasi
Oleh sebab itu, program ini penting untuk dilanjutkan meskipun tentu terdapat beberapa catatan untuk
memperbaiki dan meningkatan pengaruh positif dari program Dana Desa. Salah satunya adalah perlu
adanya peningkatan kapasitas secara konsisten bagi sumber daya manusia (SDM) pemerintah desa.
Beberapa penelitian menemukan bahwa salah satu masalah utama penyaluran Dana Desa terdapat pada
manajemen penyaluran dan pelaporan yang dilakukan pemerintah desa15.Manajemen penyaluran yang
dimaksud menyangkut kemampuan menganalisa dan membuat keputusan (decision making) skala
prioritas dana desa. Aparatur desa menjadi bagian pemerintah ditingkatan terbawah yang menjalankan
program ini. Sehingga kemampuan, kapasitas, serta kemahiran dalam mengelola birokrasi pemerintah
desa menjadi kunci dalam optimalnya dana desa. Aparatur pemerintah desa perlu dengan detil, cermat,
dan inovatif dalam melihat potensi yang ada di desanya. Setelah itu perlu dibuat skala prioritas dalam
hal penyaluran program dana desa. Terakhir diperlukan implementasi dan eksekusi program lapangan
dengan langkah yang “out of the box” dalam tataran pelaksanaan ide, sehingga program yang dijalankan
bukan hanya program rutinitas tapi juga memberikan kebermanfaatan yang tinggi pada masyarakat
desa. Secara keseluruhan kemampuan aparatur desa ini perlu diupgrade secara baik karena menjalankan
15 Rangkuman dari KEMENKEU-RI, penelitian LIPI: Jurnal Penelitian Politik Vol. 13 No. 2 Desember
2016, sebuah penelitian dari The SMERU Research Institute Seri UU Desa no. 5 Tahun 2018, dan
beberapa penelitian lapangan mahasiswa dalam bentuk skripsi dan tesis.
24
program dana desa sama dengan perlunya mengupgrade kemampuan manajerial, mengelola birokrasi,
serta pemikiran kreatif dan inovatif pada tingkatan pelaksanaan terbawah yaitu aparatur pemerintah
desa.
Disamping itu, masalah lainnya adalah terdapat masalah pada kualitas pelaporan yang erat kaitannya
dengan kemampuan manajemen akuntansi. Hal ini merupakan tantangan karena dana desa adalah
program pemerintah pusat yang merupakan program besar namun dijalankan pada tataran terkecil, yaitu
desa. Sehingga apa yang diinginkan dan menjadi kooridor dari pemerintah pusat perlu dimengerti dan
diikuti oleh aparatur pemerintah terkecilnya, yaitu desa. Dapat dibayangkan dengan jumlah desa
penerima dana desa perlu melaporkan pelaksanaan program dana desa dengan aturan-aturan baku dari
pemerintah pusat demi tetap terjaganya spirit Good Governance. Sehingga paradigma berpikir efektif
dan efisien serta kemampuan akuntansi para aparatur pemerintah desa perlu ditingkatkan. Peningkatan
atas kemampuan-kemampuan tersebut tentunya dapat memperkuat efektifitas Dana Desa.
Dalam kebijakan program padat karya tunai di desa yang bertujuan untuk memberikan akses kepada
masyarakat marjinal di desa memiliki problem pada kemampuan ahli yang tersedia. Tentunya beberapa
pekerjaan memerlukan kualifikasi teknis khusus yang perlu dipenuhi untuk memenuhi aturan pelaksana
kerja, namun kelompok marjinal disebut marjinal dikarenakan memiliki taraf pendidikan yang tidak
terlalu tinggi juga tidak memiliki pekerjaan, sehingga kelompok ini sulit mengisi kebutuhan tenaga ahli
dalam kekhususan bidang pekerjaan tersebut. Untuk mengatasi pemerintah pusat dalam hal ini
KEMENDES-PDT RI perlu mempertimbangkan kebijakan perekrutan terbuka, khususnya untuk posisi
pekerja. Sementara untuk tenaga ahli, pemerintah desa perlu memberdayakan terlebih dahulu sumber
daya manusia desa yang sudah memiliki kualifikasi ahli sebagai tenaga ahli dalam suatu pekerjaan. Hal
ini dapat dilakukan dengan tetap menjalankan program pembinaan dan peningkatan kapasitas kepada
penduduk desa marjinal dengan sistem pelatihan, kursus, atau kerja praktek (magang). Di masa yang
akan datang, diharapkan kualifikasi dan kemampuan yang dimiliki mampu mengantar untuk dapat
berpartisipasi sebagai tenaga kerja ahli. Pada akhirnya program ini memiliki efek berkelanjutan jangka
panjang selain memberikan lapangan pekerjaan juga meninghkatkan kualitas kemampuan masyarakat
marjinal desa.
Tentunya kekurangan-kekurangan diatas merupakan bagian dari proses berjalannya program ini.
Dimana ada program dijalankan maka sudah barang tentu pasti akan ada kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan perlu dipertahankan dan ditingkatkan, kekurangan perlu dievaluasi dan dibenahi. Program
dana desa dengan spirit desentralisasi membangun Indonesia dari pinggiran sudah sangat tepat, efek
pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kesenjangannya sudah terlihat. Untuk proses membenahi
kekurangan dan mengevaluasi pelaksanaan adalah proses yang akan terus berjalan untuk membuat
program ini semakin lebih baik kedepan, yang secara keseluruhan lebih kepada meningkatkan
kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) desa.
Referensi
Buku Saku Dana Desa, Kementerian Keuangan
Pengaruh Dana Desa Terhadap Tingkat Kemiskinan dan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten/Kota
Provinsi Bali, Made Krisna Kalpika Sunu dan Made Suyana Utama, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia
Pengaruh Dana Desa dan Alokasi Dana Desa Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Kecamatan Gemeh
Kabupaten Kepulauan Talaud, Dianti Lalira, Amran T. Nakoko, Ita Pingkan F. Rorong, Jurusan
Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Sam Ratulangi, Manado,
Indonesia
25
Dampak Program Dana Desa Terhadap Peningkatan Pembangunan dan Ekonomi di Kecamatan
Pineleng Kabupaten Minahasa, Feiby Vencentia Tangkumahat, Vicky V. J. Panelewen, Arie D.
P. Mirah, Agri-Sosio Ekonomi Unsrat
Dampak Alokasi Dana Desa Terhadap Pembangunan dan Kesejahteraan Masyarakat Desa Di
Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta, Siti Muslihah, Hilda Octavana Siregar,
Sriniyati, Universitas Gadjah Mada , Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi
Pengelolaan Keuangan Dana Desa, Inten Meutia, Liliana, Universitas Sriwijaya
Sistem Pengelolaan Dana Desa, Muhammad Ismail, Ari Kuncara Widagdo, Agus Widodo, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret
Memperbaiki Kebijakan Padat Karya Tunai Desa Seri UU Desa No. 5/Okt/2018, SMERU Research
Institute
Penelitian LIPI : Jurnal Penelitian Politik Vol. 13 No. 2 Desember 2016
26
Performa Pembangunan Kualitas Hidup Manusia
Indonesia di 2014-2019 Perwira Yodanto16
Capaian pembangunan kualitas hidup masyarakat Indonesia di periode 2014-2019 tergolong
memuaskan. Meskipun demikian, capaian tersebut belum tergolong optimal dalam menerjemahkan
target Nawa Cita yang dijanjikan oleh Presiden Joko Widodo pada saat berkampanye di tahun 2014.
Hingga tahun 2018, rangkuman olah data BPS atas Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menunjukkan
tren yang selalu meningkat sepanjang periode pemerintahan. Terdapat beberapa catatan yang perlu
segera ditindaklanjuti atas indeks yang memiliki indikator utama yang meliputi dimensi kesehatan,
pendidikan, dan kesejahteraan tersebut. Dari ketiga elemen, faktor yang terkait dimensi kesehatan
adalah yang paling menyita perhatian publik, yaitu kontroversi BPJS yang belum menemukan
kestabilan operasional. Secara komparatif, disparitas IPM di level pemerintahan daerah sudah terlihat
menurun.
Nawa Cita dan Indeks Pembangunan Manusia
Dalam salah satu butir Nawa Cita, Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla berjanji untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia (Kompas 2014). Hal tersebut akan
diterjemahkan dalam lima program. Tiga diantaranya ditempuh dengan jalan meningkatkan kualitas
pendidikan dan pelatihan melalui Program “Indonesia Pintar” dengan pendidikan 12 tahun dan gratis;
meningkatkan layanan kesehatan publik melalui Program Kartu Indonesia Sehat; dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui Program “Indonesia Kerja” dan “Indonesia Sejahtera” (UNDP 2015).
Selanjutnya, pemerintah telah menyelaraskan poin kelima dari Nawa Cita tersebut ke dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Pemerintah menggunakan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) sebagai indikator utama yang digunakan untuk mengukur kinerja dalam zona ini.
Tabel 5. Laju Pertumbuhan Indeks Pembangunan Manusia Nasional, 2010-2018
Tahun Pertumbuhan (%)
2010-2011 0,84
2011-2012 0,90
2012-2013 0,91
2013-2014 0,87
2014-2015 0,93
2015-2016 0,91
2016-2017 0,90
2017-2018 0,82
Sumber: BPS, 2019
IPM atau yang jamak dikenal dengan Human Development Index (HDI) adalah indikator yang diadopsi
oleh United National Development Programme (UNDP) untuk mengukur capaian rata-rata dalam
dimensi pokok pembagunan manusia suatu negara. Dimensi yang diukur adalah long and healthy life,
knowledge, dan a decent standard of living. Sejak tahun 1996, Indonesia menghitung IPM secara
berkala setiap tiga tahun sekali. Frekuensi ini lalu berubah menjadi setiap tahun untuk keperluan
penghitungan Dana Alokasi Umum (DAU) sejak tahun 2004. Dimensi pertama di-proxy-kan dengan
Umur Harapan Hidup saat lahir (UHH). Sedangkan dimensi pengetahun memiliki dua indikator, yaitu
Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Berubah sejak 2015, dimensi
16 Mahasiswa master kebijakan publik, The Australian National University
27
standard hidup layak tidak lagi dikukur dengan Pendapatan Nasional Bruto (PNB) melainkan
menggunakan indikator pengeluaran per kapita. Dengan demikian, terdapat perbedaan antara
pengukuran yang dilakukan oleh BPS dengan metode yang dilakukan oleh UNDP. IPM dikategorikan
menjadi empat kelompok status, yaitu Sangat Tinggi (> 80), Tinggi (70-80), Sedang (60-70), dan
Rendah (<60).
Sejak 2016, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa Indonesia telah memasuki kelompok
status “Tinggi” (BPS 2019). Saat itu capaian IPM di masa Kabinet Kerja menyentuh angka 70,18.
Selama satu dekade, tren IPM Indonesia memang terus mengalami progres positif. Rata-rata
pertumbuhan IPM sejak 2010 hingga 2018 tercatat sebesar 0,88 persen dengan torehan progres tertinggi
yang dicapai pemerintah pada tahun 2015, yaitu mencapai 0,93 persen. Berikut ini adalah rangkuman
BPS atas prestasi pemerintah dalam membangun kualitas hidup rakyat.
Gambar 7. Indeks Pembangunan Manusia Nasional, 2010-2018
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2019
Di tataran global, UNDP menempatkan Indonesia di peringkat 116 dari 189 negara yang dicatat.
Indonesia disejajarkan dengan Afrika Selatan, Mesir, Filipina, Vietnam, dan Bolivia. Sedangkan di
level ASEAN, Indonesia berada di urutan keenam, setelah Singapura (no. 9 dunia), Brunei (no. 39),
Malaysia (no. 57), Thailand (no. 83), dan Filipina (no. 113) (BPS 2019).
Di level domestik, catatan prestisius di tahun 2018 ditunjukkan oleh Provinsi Papua atas prestasinya
meninggalkan status ‘Rendah’ menjadi berstatus ‘Sedang’ dengan raihan nilai IPM 60,06 dan
pertumbuhan sebesar 1,64 persen dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan IPM tertinggi juga dialami oleh
Sulawesi Barat dengan 1,24 persen dan Papua Barat dengan 1,19 persen. Perubahan status juga dialami
oleh Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara,
dan Sulawesi Tenggara dari ‘Sedang’ di 2017 menjadi ‘Tinggi’. Di sisi lain, status ‘Sangat Tinggi’ tidak
otomatis menjamin DKI Jakarta mencetak pertumbuhan tinggi pula. Ibukota hanya mampu mengerek
pertumbuhan IPM sebesar 0,51 persen untuk mendorong raihan IPM-nya menjadi 80,47. Berstatus
sama-sama ‘Tinggi’, Bali dan Kepulauan Riau menemani DKI Jakarta dengan catatan pertumbuhan
masing-masing yaitu 0,63 persen dan 0,52 persen.
Penurunan disparitas yang cukup signifikan juga nampak antara provinsi dengan capaian tertinggi
dengan yang terendah, khususnya di Indonesia Timur. Untuk IPM, selisih terakhir antara provinsi
dengan nilai tinggi, yaitu DKI Jakarta, dengan Papua sebagai pemegang angka terendah adalah 20,41.
Selisih UHH DI Yogyakarta dengan Sulawesi Barat kini menjadi 10,24 tahun. DIY juga mencetak
selisih sebesar 4,73 tahun terhadap Papua pada kalibrasi HLS. Papua juga masih tertinggal dari DKI
sebesar 4,53 tahun di indikator RLS. Lagi-lagi antara DKI Jakarta dan Papua terdapat gap yang lebar
untuk rata-rata pengeluaran per kapita yaitu Rp. 10.969.000.
66,5367,09
67,7068,31
68,9069,55
70,1870,81
71,39
66,00
68,00
70,00
72,00
74,00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Ind
eks
IPM
28
Capaian Dimensi Kesehatan
Pemerintah mengklaim prestasinya dalam meningkatkan taraf kesehatan masyarakat Indonesia. Melalui
Program “Indonesia Sehat”, pemerintah melaporkan telah mengakomodasi 96,8 juta peserta Kartu
Indonesia Sehat serta menyelamatkan 1,7 juta Balita dari stunting dengan penurunan prevalensi dari
37,2 persen di 2013 menjadi 30,8 persen di 2018 (KSP 2019). Diukur dengan UHH, statistik yang
disajikan oleh BPS menunjukkan tren yang positif, yaitu di angka 71,20 pada tahun 2018. Artinya,
setiap bayi yang lahir pada tahun tersebut diproyeksikan akan memiliki harapan hidup hingga usia 71,2
tahun. Angka mortalitas juga mengalami penurunan dari 14,31 persen di 2017 menjadi 13,91 persen di
2018. Secara tidak langsung, peningkatan UHH mengindikasikan peningkatan level kesehatan
masyarakat di seluruh aspek kesehatan.
Gambar 8. Umur Harapan Hidup (UHH) Nasional, 2010-2018
Sumber: BPS, 2019
Namun demikian, ketidakstabilan operasional dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan telah menyedot perhatian publik dalam 5 tahun Pemerintahan Jokowi-JK (Tempo 2019;
Kompas 2019). Selain mengeluhkan tingkat kualitas layanan (Liputan6 2018), masyarakat mengaku
bingung dengan tingginya frekuensi perubahan prosedur administratif untuk mengakses layanan
kesehatan (Kompas 2016; CNN Indonesia 2017). Hal senada juga dikeluhkan oleh tenaga kesehatan
(IDI 2018, Kumparan 2019). Ketidaksinkronan prosedur administratif dengan pihak BPJS Kesehatan
cukup mengganggu pemberian layanan kepada pasien, sehingga terkadang layanan yang diberikan
menjadi sub-standar untuk mencocokkan dengan ketentuan BPJS Kesehatan (Tribunnews 2018).
Di sisi keuangan, terhitung banyak rumah sakit yang mengeluhkan lambannya BPJS Kesehatan dalam
melunasi piutang mereka (Kompas 2018). Defisit di neraca lembaga bentukan pemerintah tersebut lebih
besar proporsinya disebabkan oleh rendahnya partisipasi peserta BPJS Kesehatan untuk membayar
premi secara rutin dan minimnya kontribusi pemda (Kementerian Keuangan 2019). Kementerian
Keuangan telah melakukan bail out untuk menyokong operasional BPJS Kesehatan, hingga pada
akhirnya pemerintah memutuskan menaikkan premi dan beberapa prosedur teknis terkait untuk
melancarkan nadi organisasi (CNBC 2018, Kementerian Keuangan 2019; The Jakarta Post 2019).
Capaian Dimensi Pendidikan
Berdasarkan IPM, upaya pemerintah meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia menuai hasil yang
cukup positif. Program “Indonesia Pintar” yang perinciannya diatur dalam Permendikbud Nomor 19
Tahun 2016 mampu mendorong peningkatan HLS dan RLS tiap tahunnya, masing-masing 1,69
persen/tahun untuk HLS dan 1,14 persen/tahun untuk RLS. Hingga 2018, HLS yang dihitung dari
proyeksi pendidikan anak usia 7 tahun mencapai 12,91 tahun. Artinya, program-program jangka pendek
pemerintah mampu menjamin mereka untuk bersekolah hingga hampir 13 tahun ke depan. Sedangkan
RLS yang dihitung dari rata-rata lama sekolah penduduk berusia 25 tahun ke atas, menunjukkan output
69,8170,01
70,2070,40
70,5970,78 70,90
71,0671,20
69,00
69,50
70,00
70,50
71,00
71,50
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Tah
un
UHH
29
dari pembangunan jangka panjang sebelumnya yang dilakukan pemerintah telah mencapai 8,17 tahun
di 2018.
Gambar 9. Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) Nasional, 2010-
2018
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2019
Melalui Program “Indonesia Pintar” pula, pemerintah mengaku telah membagikan Kartu Indonesia
Pintar kepada 18,9 juta siswa (KSP, 2019) selama 2014-2018. Jumlah siswa putus sekolah juga
menurun drastis di periode itu. Siswa SD paling signifikan mengalami penurunan untuk angka putus
sekolah yaitu sebanyak 33.268 siswa pada tahun ajaran 2018/2019 dari 176.909 siswa di tahun ajaran
2014/2015. Disusul oleh siswa SMA/SMK dari 154.501 siswa menjadi 41.310 siswa yang putus
sekolah, lalu dari 85.000 siswa menjadi 28.651 siswa SMP yang putus sekolah.
Gambar 10. Jumlah Siswa Putus Sekolah, 2014-2018
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2019
Akan tetapi, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan dari pembangunan dimensi pendidikan
selama Presiden Joko Widodo menjalankan mandat. Hal tersebut meliputi sarana pendidikan baik yang
masih minim, seperti pada tahun 2018 ruang kelas yang baik untuk tingkat SD hanya sekitar 27,4 persen,
SMP sebanyak 31,28 persen dan SMA/SMK sejumlah 45,95 persen. Selain itu, gonta-ganti kurikulum
selama periode 2014-2019 tergolong membingungkan tidak hanya siswa, melainkan juga para pengajar
dan orang tua (Antara 2014, Tirto 2016). Sistem zonasi sekolah yang diterapkan pada 2018 juga menjadi
kontroversi bagi pihak sekolah, orang tua maupun alumni yang meneruskan jenjang pendidikan ke lebih
tinggi (Kompas 2018, SindoNews 2019).
Capaian Dimensi Kesejahteraan
Pada dimensi ini, pemerintah mencanangkan Program “Keluarga Harapan” dan Program “Indonesia
Kerja’. Kedua program ini sedikit banyak mendorong peningkatan IPM pada indikator Rata-rata
Pengeluaran per Kapita/tahun Disesuaikan. Pemerintah telah membagikan insentif kepada 10 juta
11,29 11,44 11,68 12,1 12,39 12,55 12,72 12,85 12,91
7,46 7,52 7,59 7,61 7,73 7,84 7,95 8,10 8,17
6
8
10
12
14
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Tah
un
HLS RLS
176.909
68.066 39.213
32.127 33.268
85.000
51.541 38.702
51.190
28.651
154.501 118.353 109.163 104.511
41.310
-
50.000
100.000
150.000
200.000
2014/2015 2015/2016 2016/2017 2017/2018 2018/2019
SD SMP SMA/SMK
30
keluarga peserta Program Keluarga Harapan dan mereformasi sistem bantuan sosial dari Beras
Sejahtera (Rastra) menjadi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) secara bertahap sejak 2017. Senada
dengan indikator lainnya, tren positif juga ditunjukkan oleh indikator pada dimensi ini dengan angka
capaian akhir sejumlah Rp. 11.059.000. Semenjak 2010, terhitung peningkatan kesejahteraan penduduk
Indonesia tumbuh sekitar 2 persen/tahun.
Gambar 11. Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita / Tahun di Tingkat Nasional, 2010-2018
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2019
Namun, untuk melihat kinerja pemerintah meningkatkan tingkat kesejahteraan juga diperlukan
indikator lainnya seperti tren pada tingkat kemiskinan, Rasio Gini, maupun tingkat pengangguran
terbuka. Pada durasi 2014-2018, ketiganya menunjukkan slope yang negatif, bahkan tingkat kemiskinan
mencapai satu digit untuk pertama kalinya di tahun 2018. Artinya, bias pada indikator yang digunakan
dalam IPM tereduksi oleh konsistensi yang ditunjukkan oleh ketiga indikator lainnya. Berikut adalah
garfiknya.
Gambar 12. Angka Kemiskinan Nasional, 2014-2018
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2019
9.437 9.647
9.815 9.858 9.903 10.150
10.420 10.664
11.059
8.500
9.000
9.500
10.000
10.500
11.000
11.500
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Rib
u R
up
iah
Rata-rata Pengeluaran Per Kapita
11,25 10,96
11,22 11,13 10,86
10,70 10,64
10,12 9,82
9,66
9,00
9,50
10,00
10,50
11,00
11,50
12,00
Mar 2014 Sep 2014 Mar 2015 Sep 2015 Mar 2016 Sep 2016 Mar 2017 Sep 2017 Mar 2018 Sep 2018
(%)
Tingkat Kemisikinan
0,406 0,414
0,408 0,402
0,397 0,394 0,393 0,391 0,389 0,384
0,370
0,380
0,390
0,400
0,410
0,420
0,430
Mar 2014 Sep 2014 Mar 2015 Sep 2015 Mar 2016 Sep 2016 Mar 2017 Sep 2017 Mar 2018 Sep 2018
Ras
io G
ini
Rasio Gini
31
Gambar 13. Rasio Gini Nasional, 2014-2018
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2019
Gambar 14. Tingkat Pengangguran Terbuka Nasional (Agustus), 2010-2019
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2019
Kesimpulan dan Rekomendasi
Pemerintahan Jokowi-JK di periode 2014-2019 secara umum telah mencapai keberhasilan dalam
membangun kualitas manusia Indonesia. Angka agregat IPM beserta indikator di tiap dimensi
menunjukkan tren yang positif merupakan bukti keberhasilan program-program yang
diimplementasikan. Indikator-indikator lainnya juga mendukung prestasi tersebut dan mereduksi bias
yang mungkin terefleksi dalam indikator IPM. Namun demikian, banyak fakta lapangan yang tidak
terukur pada ketiga dimensi menunjukkan adanya tantangan dan juga masalah yang harus
ditindaklanjuti. Pada periode kedua Presiden Jokowi, hal-hal tersebut perlu segera dirumuskan strategi
pemecahan masalahnya. Misalnya, untuk BPJS Kesehatan, pengelolaan portofolio ekuitasnya perlu
didiversifikasi secara cermat, sehingga mampu menyokong operasional dengan lebih stabil. Kemudian
untuk dimensi pendidikan, perbaikan sarana dan prasarana sekolah melalui program Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) perlu pengawasan yang lebih ketat sehingga intensi untuk penyalahgunaan
insentif pemerintah tersebut bisa diminimalisasi. Untuk dimensi kesejahteraan, pemerintah perlu untuk
menstimulasi dan menyokong pertumbuhan UMKM yang mengeksplorasi potensi dan kearifan lokal,
dengan harapan tingkat kesjahteraan warga juga akan terkerek naik secara merata.
Referensi
Antara 2014, ‘Kurikulum pendidikan ganti menteri ganti kebijakan’, AntaraNews
https://www.antaranews.com/berita/469132/kurikulum-pendidikan-ganti-menteri-ganti-
kebijakan
Badan Pusat Statistik 2019, Indeks Pembangunan Manusia 2018, Badan Pusat Statistik,
CNBC 2018, ‘Kemenkeu segera cairkan bailout bpjs kesehatan’, CNBC Indonesia
https://www.cnbcindonesia.com/news/20180914074234-4-33056/kemenkeu-segera-cairkan-bailout-
bpjs-kesehatan
CNN Indonesia 2017, ‘Masyarakat keluhkan layanan bpjs kesehatan’, CNN Indonesia
https://www.youtube.com/watch?v=B3hA6FllDXI
Ikatan Dokter Indonesia 2018, ‘Fokus kami soal kebijakan bpjs yang merugikan masyarakat’, IDI
Online
http://www.idionline.org/berita/fokus-kami-soal-kebijakan-bpjs-yang-merugikan-masyarakat/
Kantor Staf Presiden 2019, ‘Lima tahun maju bersama’, Capaian Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf
Kalla, Kantor Staf Presiden
http://www.ksp.go.id/wp-content/uploads/2019/10/Lima-Tahun-Maju-Bersama-1.pdf
Kementerian Keuangan 2017, ‘Bpjs kesehatan defisit pemerintah sentil minimnya kontribusi pemda’,
Kementerian Keuangan
7,14
6,56
6,14 6,255,94
6,18
5,61 5,505,34 5,28
4,50
5,00
5,50
6,00
6,50
7,00
7,50
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Tin
gkat
Pe
nga
ngg
ura
n
Terb
uka
(%
)
32
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/bpjs-kesehatan-defisit-pemerintah-sentil-minimnya-
kontribusi-pemda/
---------- 2019, ‘Ini alasan iuran bpjs perlu penyesuaian’, Kementerian Keuangan
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ini-alasan-iuran-bpjs-perlu-penyesuaian/
Kompas 2014, ‘”Nawa cita” 9 agenda prioritas Jokowi jk’, Kompas
https://nasional.kompas.com/read/2014/05/21/0754454/.nawa.cita.9.agenda.prioritas.jokowi-jk
---------- 2016, ‘Layanan bpjs kesehatan, puaskah publik?’, Kompas
https://www.youtube.com/watch?v=cBlqwhJ5vMA
---------- 2018, ‘Faskes keluhkan bpjs kesehatan lambat membayar ini penjelasannya’, Kompas
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/21/080800126/faskes-keluhkan-bpjs-kesehatan-lambat-
membayar-ini-penjelasannya
---------- 2018, ‘Mulai tahun 2019 kemendikbud ubah sistem penerimaan siswa baru’, Kompas
https://edukasi.kompas.com/read/2018/09/18/14000351/mulai-tahun-2019-kemendikbud-ubah-sistem-
penerimaan-siswa-baru
-------- 2019, ‘Ombudsman ri minta pemerintah tutup defisit bpjs kesehatan dengan dana dari cukai
rokok’, Kompas
https://nasional.kompas.com/read/2019/10/13/18054461/ombudsman-ri-minta-pemerintah-tutup-
defisit-bpjs-kesehatan-dengan-dana-dari
Kumparan 2019, ‘Rs dan klinik keluhkan syarat akreditasi di bpjs kesehatan’, Kompas
https://kumparan.com/kumparanbisnis/rs-dan-klinik-keluhkan-syarat-akreditasi-di-bpjs-kesehatan-
1sCwIQQPChe
Liputan6 2018, ‘Ke istana dewan kesehatan rakyat keluhkan ragam masalah bpjs kesehatan’, Liputan6
https://www.liputan6.com/health/read/3642313/ke-istana-dewan-kesehatan-rakyat-keluhkan-ragam-
masalah-bpjs-kesehatan
United Nation Development Programme 2015, ‘Converging Development agendas: ‘nawa cita’,
‘rpjmn’, and sdg’, UNDP Indonesia Country Office
Sindonews 2019, ‘Mendikbud sistem zonasi solusi masalah pendidikan’, Sindonews
https://nasional.sindonews.com/read/1413943/144/mendikbud-sistem-zonasi-solusi-masalah-
pendidikan-1561226206
Tempo 2019, ‘Mendikbud sistem zonasi solusi masalah pendidikan’, Tempo
https://fokus.tempo.co/read/1257616/kontroversi-rencana-sanksi-untuk-penunggak-iuran-bpjs-
kesehatan/full&view=ok
The Jakarta Post 2019, ‘Bpjs-premium-increase-stirs-controversy’, The Jakarta Post
https://www.thejakartapost.com/news/2019/09/02/bpjs-premium-increase-stirs-controversy.html
Tirto 2016, ‘Mengakhiri kutukan ganti menteri ganti kurikulum’, Tirto
https://tirto.id/mengakhiri-kutukan-ganti-menteri-ganti-kurikulum-bwqv
Tribunnews 2018, ‘Kerugian yang dialami pasien dan dokter karena aturan baru bpjs kesehatan’,
TribunNews
https://www.tribunnews.com/kesehatan/2018/08/03/kerugian-yang-dialami-pasien-dan-dokter-karena-
aturan-baru-bpjs-kesehatan