pra formulas i
DESCRIPTION
uuuuTRANSCRIPT
A. PRAFORMULASI
I. TINJAUAN FARMAKOLOGI OBAT
1.1 Farmakokinetika
Dextrosa merupakan senyawa yang siap dimetabolisme di dalam
tubuh. Senyawa ini meningkatkan kadar glukosa dalam darah, sehingga
dapat memenuhi kebutuhan akan kalori. Konsentrasi dektrosa akan menurun
apabila terjadi penurunan jumlah protein dan nitrogen dalam tubuh, dan juga
dapat memicu pembentukan glikogen. Dextrosa merupakan senyawa
monosakarida yang sangat cepat diserap dalam usus halus dengan
mekanisme difusi aktif. Dextrosa pada saluran pencernaan akan mengalami
3 jalur metabolisme yaitu glikolisis, siklus krebs dan jalur pentose fosfat.
Dextrosa juga disimpan sebagai glikogen pada hati dan otot. Metabolisme
dextrosa akan menghasilkan CO2, air dan sumber energi (Reynolds, 1982).
1.2 Indikasi
a. Sebagai terapi parenteral untuk memenuhi kalori pada pasien yang
mengalami dehidrasi.
b. Sebagai terapi pada pasien hipoglikemi yang membutuhkan konsentrasi
glukosa dalam darah, hal ini dipenuhi dengan cara menyimpan dekstrosa
yang ada sebagai cadangan gula dalam darah.
(McEvoy, 2002).
Berdasarkan literatur BNF tahun 2007, diindikasikan untuk : cairan
pengganti, penyediaan energi, dan hipoglikemia.
1.3 Kontra Indikasi
Larutan dextrosa sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada pasien
dengan overt atau diketahui mengalami diabetes melitus atau intoleransi
karbohidrat. Larutan dextrosa yang tidak mengandung elektrolit sebaiknya
tidak diadministrasikan pada darah dengan infus IV yang lama karena dapat
0
terjadi aglomerasi (Trissel, 2003). Kontraindikasi pada pasien gangguan
ginjal, gangguan absorpsi glukosa-galaktosa,sepsis akut (McEvoy, 2002).
1.4 Efek Samping
a. Poliuria: peningkatan jumlah urine, yang disebabkan karena gula yang
ada menyerap air dengan kuat dalam tubuh.
b. Nyeri setempat: hal ini disebabkan karena konsentrasi sediaan yang
terlalu tinggi, biasanya diberikan pada pasien yang membutuhkan
nutrisi parenteral dengan konsentrasi dekstrosa yang tinggi.
c. Hiperglikemia: terjadi peningkatan kadar gula dalam darah dan
glukosuria.
(McEvoy, 2002).
Berdasarkan literatur BNF tahun 2009 glukosa atau dekstrosa hipertonik
terutama jika mungkin memiliki pH rendah dan dapat menyebabkan iritasi
vena dan tromboflebitis.
II. TINJAUAN SIFAT FISIKO-KIMIA BAHAN OBAT
2.1 Dextrosa
a. Organoleptis
Kristal tidak berwarna atau putih, berbentuk bubuk kristal atau butiran,
tidak berbau dan memiliki rasa manis (Sweetman, 2009).
b. Struktur Kimia dan Berat Molekul
Struktur kimia dari dextrose adalah sebagai berikut :
1
Gambar 1. Struktur Dextrose
- Rumus molekul dextrose: C6H12O6.H2O
- Bobot molekul dextrose: 198,17
(Reynolds, 1982)
c. Kelarutan
Berikut dicantumkan kelarutan dextrose pada berbagai pelarut:
Tabel 1. Tabel kelarutan dextrose menurut buku Pharmaceutical Excipients:
Pelarut Kelarutan pada suhu 200
Kloroform
Ethanol (95%)
Ether
Gliserin
Air
Praktis tidak larut
1:60
Praktis tidak larut
Larut
1:1
(Kibbe, 2000).
Tabel 2. Kelarutan menurut Farmakope Indonesia edisi IV
Pelarut Kelarutan
Air mendidih
Air
Etanol mendidih
Etanol
Sangat mudah larut
Mudah larut
Larut
Sukar larut
2
(DepKes RI,1995).
d. Stabilitas
- Stabilitas terhadap cahaya
Dextrose memiliki daya tahan yang baik terhadap cahaya, namun
penyimpanannya diusahakan terlindung dari sinar matahari (McEvoy,
2002)
- Stabilitas terhadap suhu
Dextrose tidak stabil terhadap suhu tinggi, pada pemanasan suhu
tinggi dextrose akan berubah menjadi 5-hidroksi-metil-furfural, yang
akhirnya berubah menjadi asam lauvulinic. Penyimpanan pada suhu
2oC-25oC atau disimpan pada suhu kamar (tahan sampai 14 bulan)
(McEvoy, 2002).
- Stabilitas terhadap pH
Dextrose stabil pada pH 3,5 sampai 6,5 (Depkes RI, 1995). Menurut
Kibbe (2000), stabilitas dextrose terdapat pada rentang 3,5 sampai 5,5
(dalam 20% b/v larutan) dimana pH yang lebih rendah akan
menyebabkan terbentuknya karamel. Jika pH terlalu basa, dextrose
akan terdekomposisi dan berwarna coklat (Kibbe, 2000).
- Stabilitas terhadap oksigen
Dextrose anhidtrat memiliki kemampuan absorpsi yang signifikan
pada suhu 250C dan kelembaban sekitar 85% (McEvoy, 2002).
e. Titik Lebur
Dextrose memiliki titik lebur pada suhu 830C (Kibbe, 2000).
f. Penyimpanan
Penyimpanan pada suhu 20C-250C, terlindungi dari sinar matahari
(McEvoy, 2002).
3
g. Inkompatibilitas
- Sediaan dextrose tidak bercampur dengan obat-obat vitamin B12,
kanamicin sulfat, Na-novobiosin, warfarin. Eritromicyn tidak stabil
pada larutan dextrose pada pH di bawah 5,05 sedangkan vitamin B12
mengalami dekomposisi atau penguraian bila dipanaskan dengan
sediaan dextrose.
- Pada sediaan aldehid, glukosa bereaksi dengan senyawa amin, amida
asam amino, peptida, dan protein. Perubahan warna menjadi coklat dan
penguraian dapat terjadi apabila sediaan bereaksi dengan senyawa
alkali kuat.
(McEvoy, 2002).
2.2 Karbon Aktif
Arang jerap adalah sisa destilasi destruktif dari beberapa bahan organik
yang telah diberi perlakuan untuk mempertinggi daya jerap.
a. Organoleptis
Serbuk halus, bebas dari butiran, hitam, tidak berbau, tidak berasa.
b. Kelarutan
Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol.
c. Stabilitas
Stabil pada tempat yang tertutup dan kedap udara.
d. Wadah dan peyimpanan
Dalam wadah tertutup baik.
e. Kegunaan
Norit digunakan untuk menyerap bahan-bahan pengotor yang mungkin
ada.
f. Alasan pemilihan
Norit inert sehingga tidak bereaksi dengan zat aktif.
(Depkes RI, 1995).
4
2.3 Water for Injection
Menurut FI IV, air steril untuk injeksi adalah air untuk injeksi yang
disterilkan dan dikemas dengan cara yang sesuai. Tidak mengandung
bahan antimikroba atau bahan tambahan lainnya (Depkes RI, 1995).
a. Organoleptis
Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau
b. Sterilisasi
Kalor basah (autoklaf)
c. Kegunaan
Pembawa dan melarutkan
d. Alasan pemilihan
Karena digunakan untuk melarutkan zat aktif dan zat-zat tambahan
e. Cara pembuatan
Didihkan aqua dan diamkan selama 30 menit, dinginkan
(Depkes RI, 1995).
III. BENTUK SEDIAAN, DOSIS DAN CARA PEMBERIAN
3.1 Bentuk Sediaan
Bentuk sediaan adalah infus dextrosa 5%. Volume sediaan sebanyak
100 mL dengan osmolaritas sebesar 252 mOsmol/L. Wadah sediaan terbuat
dari botol kaca bening berkapasitas 100 mL (McEvoy, 2002).
3.2 Dosis
Dosis dari penggunaan sediaan dextrose ini tergantung dari umur
pasien, berat badan, kondisi klinik, cairan elektrolit, dan keseimbangan asam-
basa dari pasien (McEvoy, 2002). Dosis untuk pemberian glukosa adalah
variabel dan tergantung pada kebutuhan pasien secara individu, untuk
menentukannya maka serum konsentrasi glukosa dari pasien perlu dimonitor.
Dosis maksimum penggunaan glukosa sekitar 500-800 mg/kg per jam. Dosis
melalui injeksi IV untuk pemulihan kondisi pasien lajunya kecepatan
5
infusnya adalah 0,5 g/kg perjam tanpa disertai produksi gula dalam urine
(glukosuria). Laju atau kecepatan infus maksimum pada umumnya tidak
melebihi 0,8 g/kg perjam (McEvoy, 2002). Dalam pengobatan darurat
hipoglikemia disarankan pemberian larutan glukosa 50% dengan dosis 3
mL/menit (Sweetman, 2009). Untuk pengobatan gejala hipoglikemia akut
pada bayi dan anak-anak dosis umumnya adalah 2 mL/kg dengan konsentrasi
glukosa 10%-25% (McEvoy, 2002).
3.3 Cara Pemberian
Infus dextrosa 5% diberikan secara intravena (Trissel, 2003).
6
DAPUS
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Kibbe, A. H. 2000. Handbook of Pharmaceutical Excipients Third Edition. London:
Pharmaceutical Press (PhP).
McEvoy, G. K. 2002. AHFS Drug Information. United State of America: American
Society of Health System Pharmcists.
Reynolds, J. E. F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia, Twenty-eight Edition.
London: The Pharmaceutical Press.
Sweetman, S. C. 2009. Martindale 36 The Complete Drug Reference. London: The
Pharmaceutical Press.
Trissel, L. A. 2003. Handbook on Injectable Drugs 12th Edition. USA: American
Society of Health-System Pharmacists.
7